Microsoft Word -
luqman_ali_priodarsono-skripsi-naskah_ringkas-2017.docxdan D di
Jakarta Timur)
Luqman Ali Priodarsono, Putri Mega Desiana
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Indonesia, Depok, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Penelitian ini membahas mengenai pengaruh kepemimpinan autentik
pada intensi keluar pekerjaan dimediasi oleh komitmen afektif pada
perawat yang bekerja di rumah sakit A, B, C, dan D di Jakarta
Timur. Penelitian ini dilakukan terhadap 105 perawat untuk melihat
apakah kepemimpinan autentik memiliki pengaruh signifikan dan
negatif terhadap turnover intention dan apakah komitmen afektif
memediasi pengaruh antara kepemimpinan autentik terhadap turnover
intention tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan desain konklusif, single cross-sectional dan kausal untuk
menguji hipotesisnya dengan causal steps Baron&Kenny (1986).
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh negatif dan signifikan
antara kepemimpinan autentik dengan turnover intention, pengaruh
positif dan signifikan antara kepemimpinan autentik dengan komitmen
afektif, pengaruh negatif dan signifikan antara komitmen afektif
dengan turnover intention, dan komitmen afektif secara parsial
memediasi pengaruh antara kepemimpinan autentik pada turnover
intention perawat yang bekerja di rumah sakit A, B, C, dan D di
Jakarta Timur.
Abstract
This study discusses the effect of authentic leadership on turnover
intention mediated by affective commitment on nurses who work in A,
B, C, and D hospitals in Jakarta Timur. This study was conducted on
105 nurses to see whether authentic leadership had a significant
and negative effect on turnover intention and whether affective
commitment mediating the influence of authentic leadership on
turnover intention. This study is a quantitative research with
conclusive, single cross-sectional design, and the causal design to
test the hypotheses with causal steps by Baron&Kenny (1986).
The result shows that there is a negative and significant effects
between authentic leadership on turnover intention, positive and
significant influence between authentic leadership on affective
commitment, negative and significant impact between affective
commitment on turnover intention, and affective commitment
partially mediates the effects of authentic leadership on turnover
intention of nurses who work at A, B, C, and D hospital in Jakarta
Timur. Key words: Human Resource Management, Leadership, Authentic
Leadership, Affective Commitment, Turnover Intention
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
Pendahuluan
Rumah sakit memiliki peran yang penting bagi kesehatan masyarakat.
Hal ini tercermin
dari definisi dari website milik World Health Organization (WHO)
yang menyebutkan bahwa
rumah sakit ialah institusi pelayanan kesehatan yang memiliki staf
profesional medis dan
lainnya yang terorganisir, dan fasilitas rawat inap, dan memberikan
pelayanan medis,
keperawatan dan layanan terkait 24 jam per hari, 7 hari per minggu.
World Health
Organization (WHO) dalam website-nya juga menyebutkan bahwa rumah
sakit menawarkan
berbagai tingkat perawatan penyakit akut, pemulihan kesehatan dan
penyakit terminal
menggunakan layanan diagnostik dan kuratif dalam menanggapi kondisi
akut dan kronis yang
timbul dari penyakit serta luka dan anomali genetik. Dengan
demikian mereka menghasilkan
informasi penting untuk penelitian, pendidikan dan manajemen.
Sedangkan menurut Undang-
Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah
institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan
kehidupan sosial
ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Peran penting ini semakin dirasakan masyarakat ketika Program
Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dan Program Kartu Jakarta Sehat dilaksanakan.
Program JKN ialah program
kesehatan yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013, sedangkan
Kartu Jakarta Sehat
diberlakukan sejak Oktober 2012. Kedua program tersebut, membuat
angka kunjungan rumah
sakit meningkat, hal tersebut ditunjukkan melalui hasil penelitian
yang dilakukan Ketua
Komite Medis salah satu RSUD di Jakarta timur, yang memaparkan
hasil penelitiannya
terhadap 73 orang dokter yang bekerja di RSUD ini. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa
sejak berlakunya program Kartu Jakarta Sehat, hampir 60% dokter
mengaku semakin sedikit
waktu untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan, karena semakin
banyak jumlah pasien
yang harus ditangani padahal jumlah tenaga tidak ditambah (Dampak
Tekanan, 2013).
Pada rumah sakit umum lainnya, sebagai gambaran, kunjungan pasien
rawat jalan sejak
dilaksanakannya Program KJS meningkat hampir dua kali lipat.
Sebanyak 63% dokter harus
melayani lebih dari 100 pasien rawat jalan dan 30% melayani 50-100
pasien per hari.
(Dampak Tekanan, 2013).
Peningkatan angka jumlah kunjungan rumah sakit tersebut perlu
diikuti oleh pelayanan
prima dari tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit, terutama
perawat sebagai tenaga
kesehatan dengan jumlah terbesar di Indonesia, yaitu 122.689 orang
atau sekitar 28% dari
jumlah sumber daya manusia pada rumah sakit di Indonesia yang
berjumlah 437.159 orang
(Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI, 2015).
Pelayanan prima rumah sakit tersebut perlu diukur, salah satunya
dengan akreditasi dari
Komite Administrasi Rumah Sakit (KARS). Suatu Komisi dibawah
Kementerian Kesehatan
yang berkedudukan di Jakarta. Akreditasi ini menurut Soepangat
(2012) memiliki manfaat
bagi rumah sakit, salah satunya penting untuk rekrutmen dan
membatasi “turnover” staf
rumah sakit baik tenaga medis, para medis maupun non medis, karena
para pegawai akan
lebih senang, tenang dan aman bekerja di rumah sakit yang telah
diakreditasi.
Akreditasi ini pada awalnya diukur menggunakan standard akreditasi
tahun 2007 yang
sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan
Rumah Sakit yang menyatakan seluruh rumah sakit diwajibkan
menerapkan standar tersebut
tanpa memandang kelas dan status kepemilikannya. Akreditasi
tersebut memiliki tiga tahap
yaitu tahap 1 untuk menilai 5 pelayanan (kegiatan pelayanan pokok),
tahap 2 untuk 12
layanan, dan tahap 3 untuk 16 layanan (Soepangat, 2012).
Menurut Ditjen Bina Upaya Kesehatan RI, 2015, di Indonesia ada
sekitar 1.599 rumah
sakit publik yang dimiliki kementerian kesehatan, pemerintah
provinsi/kabupaten/kota,
TNI/POLRI, kementerian lain, dan swasta non profit, dan 807 rumah
sakit privat yang
dikelola oleh BUMN dan swasta. Sehingga totalnya adalah 2.046,
dengan jumlah rumah sakit
umum adalah 1.855 dan 551 rumah sakit khusus. Sehingga, banyaknya
jumlah rumah sakit
dan sumber daya manusia yang mampu diserap, memungkinkan pekerja,
termasuk perawat
berpindah-pindah tempat kerja (turnover) atau setidaknya memiliki
intensi keluar pekerjaan
(turnover intention).
Turnover menurut Price (1977) dalam Price (2001) adalah perpindahan
dari anggota
melewati batas dari sebuah organisasi. Oh (1996) dalam Abbasi &
Holman (2000)
menyebutkan bahwa turnover bersifat meluas dan memakan biaya. Addae
et al. (2006) dalam
Rahman & Nas (2013) menyatakan turnover karyawan yang penting
bagi perusahaan
dianggap merugikan organisasi dalam hal biaya penggantian dan
gangguan kerja. Selain itu,
menurut Fitz-Enz (1997) dalam Abbasi & Holman (2000),
biaya-biaya yang timbul
dikarenakan turnover adalah visible costs (biaya-biaya terlihat)
serta “hidden” costs (biaya-
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
biaya tidak terlihat) dan konsekuensi turnover. Oleh karena itu,
Yousaf (2008)
mengemukakan bahwa hal tersebut menyebabkan turnover menjadi
fenomena yang banyak
dipelajari (Rahman & Nas, 2013).
Salah satu gejala karyawan akan meninggalkan perusahaan adalah
adanya turnover
intention, yang menurut Mobley et al. (1978) didefinisikan sebagai
kinerja yang terintegrasi
dari ketidakpuasan dengan pekerjaan, gagasan meninggalkan, niat
mencari pekerjaan lain, dan
kemungkinan menemukan pekerjaan lain. Para ahli telah menetapkan
bahwa turnover
intention merupakan elemen kunci dalam pemodelan perilaku turnover
karyawan dan bahwa
niat perilaku adalah prediktor tunggal terbaik dari turnover
(Gatling, Kang, & Kim, 2016).
Oleh karena itu, untuk mengurangi turnover, rumah sakit harus mampu
menjaga tenaga
kerja terbaik mereka, salah satunya dengan meningkatkan komitmen
keorganisasian mereka
yang menurut Robbins & Judge (2013) adalah suatu derajat dimana
karyawan mengenali
organisasi tertentu dan tujuannya, dan mereka berkeinginan untuk
mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi yang dikenalnya tersebut.
Akreditasi rumah sakit tahun 2007 telah digantikan oleh akreditasi
tahun 2012 karena
dalam penerapannya, standar akreditasi versi 2007 memiliki banyak
kekurangan. Seperti
dilansir dalam situs Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), standar
akreditasi versi 2007
lebih berfokus pada penyedia layanan kesehatan (rumah sakit), kuat
pada input dan dokumen
namun lemah dalam implementasi dan dalam proses akreditasi kurang
melibatkan petugas.
Untuk menutupi kekurangan ini, KARS mengembangkan standar
akreditasi versi 2012 yang
lebih berfokus pada pasien; kuat dalam porses, output dan outcome;
kuat pada implementasi
serta melibatkan seluruh petugas dalam proses akreditasinya (Rahma,
2012).
Akreditasi ini diperbaharui setiap tiga tahun sekali, padahal pada
akreditasi tahun 2007
ada beberapa tingkatan untuk periode yang berbeda yaitu akreditasi
istimewa (berlaku 5
tahun), akreditasi penuh (3 tahun), akreditasi bersyarat (1 tahun),
dan tidak lulus/tidak ter-
akreditasi (Soepangat, 2013).
Di Jakarta Timur, beberapa rumah sakit telah mendapatkan akreditasi
tingkat paripurna,
yaitu tingkatan teratas dari akreditasi rumah sakit berdasarkan
akreditasi 2012. Beberapa
diantaranya rumah sakit A, B, C, dan D di Jakarta Timur, namun
akreditasi ini perlu untuk
diperbaharui dalam tiga tahun sekali, dan beberapa rumah sakit
tersebut akan segera berakhir
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
masa akreditasinya seperti rumah sakit A pada 5 Mei 2017, RS C pada
23 November 2018,
dan RS D pada 13 April 2018. Sehingga perlu diperhatikan agar
turnover tidak meningkat.
Turnover ini juga menjadi masalah bagi sebagian rumah sakit karena
adanya
peningkatan pada jumlah kunjungan rumah sakit setelah adanya
program JKN dan KJS. Hal
tersebut diutarakan narasumber dari rumah sakit. Dari tiga orang
narasumber, ketiganya
menyebutkan banyak perawat mengeluh akibat semakin meningkatnya
angka kunjungan
rumah sakit. Salah satu dari tiga orang narasumber kemudian
menjelaskan bahwa pada tahun
2016, terjadi 30 kali turnover, 10 diantaranya mengundurkan diri
karena beban kerja yang
semakin berat.
Rumah sakit memiliki staf profesional medis dan lainnya yang
terorganisir dan bekerja
selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu non stop, sehingga
perlu adanya manajemen
dan kepemimpinan yang mumpuni untuk mengawasi dan menjalankan
fungsi rumah sakit
agar para pegawai mampu bekerja secara profesional dan sesuai
dengan aturan dan etika.
Salah satu diantara kepemimpinan yang dapat dipraktikan dalam rumah
sakit adalah
kepemimpinan autentik, yang menurut Robbins & Judge (2013)
merupakan konsep yang baru
dan hanya ada sedikit penelitian tentang kepemimpinan autentik
namun dianggap menjanjikan
untuk berpikir tentang etika dan kepercayaan dalam kepemimpinan
karena kepemimpinan
autentik berfokus pada aspek moral menjadi seorang pemimpin.
Selain itu, selain dari dua definisi yang disebutkan di awal,
secara istilah, menurut
laman Wikipedia dan online etimology dictionary, rumah sakit
(hospital) berasal dari bahasa
latin yaitu hospes (genitive hospitis) yang artinya tuan rumah,
juga merupakan akar kata dari
hotel dan hospitality (keramahtamahan). Sejalan dengan hal
tersebut, rumah sakit
mengadaptasi hospitality dalam memberikan pelayanan kepada customer
atau pasien, seperti
dijelaskan dalam penelitian Patten (1994) yang menyarankan agar
pelayanan kesehatan
menjalankan tiga macam hospitality di rumah sakit yaitu: public
hospitality di lingkungan
pelayanan rumah sakit dan pelayanan umum dalam rumah sakit,
personal hospitality dalam
interaksi interpersonal dengan tenaga kesehatan misalnya dengan
diskusi dan bertukar pikiran,
dan therapeutic hospitality untuk menurunkan rasa kesendirian dan
terkucilkan yang
dirasakan pasien selama mendapatkan perawatan. Patten (1994)
mengatakan bahwa dengan
mempraktekkan therapeutic hospitality kepuasan pasien akan
meningkat dan kesembuhan
pasien akan lebih cepat (Severt, et al., 2008).
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
Pada penelitian Gatling, Kang, & Kim (2016) disebutkan bahwa
kepemimpinan autentik
pada industri hospitality berpengaruh terhadap komitmen
keorganisasian (afektif) dan intensi
keluar pekerjaan. Komitmen keorganisasian (afektif) juga memediasi
pengaruh
kepemimpinan autentik pada intensi keluar pekerjaan. Sehingga
berdasarkan uraian-uraian
tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan
antara kepemimpinan
autentik terhadap intensi keluar pekerjaan dimediasi oleh komitmen
keorganisasian (afektif)
pada sektor di luar hospitality namun memiliki aspek-aspek
hospitality dalam menjalankan
proses bisnisnya. Adapun responden pada penelitian ini adalah
perawat di rumah sakit A, B,
C, dan D di Jakarta Timur.
Tinjauan Teoritis
Turnover dalam dunia keperawatan menurut Jones (1990) didefinisikan
sebagai proses
dimana staf perawat meninggalkan atau pindah dalam lingkup rumah
sakit. Oh (1996) dalam
Abbasi & Holman (2000) menyebutkan bahwa turnover bersifat
meluas dan memakan biaya.
Menurut Fitz-Enz (1997), biaya-biaya yang timbul dikarenakan
turnover adalah visible costs
(biaya terlihat) serta “hidden” costs (biaya tidak terlihat) dan
konsekuensi turnover (Abbasi &
Holman, 2000).
Turnover dan turnover intention adalah berbeda, Addae et al. (2006)
dan Bedeian et al.
(1991) dalam Rahman & Nas (2013) menyatakan bahwa meskipun ada
perbedaan antara
intensi untuk keluar pekerjaan dan turnover yang sebenarnya,
peneliti mengenali bahwa
intensi (turnover intention) memiliki efek kausal langsung pada
keputusan turnover. Menurut
Carmeli & Weisberg (2006) istilah turnover intention mengacu
kepada tiga unsur tertentu
dalam proses kognisi pengunduran diri (yaitu pemikiran untuk
berhenti dari pekerjaan, niat
untuk mencari pekerjaan lain, dan kemudian niat untuk berhenti
(Rahman & Nas, 2013).
Bester (2012) dalam Bothma & Roodt (2013) lebih jauh
berpendapat bahwa banyak peneliti
(Horn, Griffeth & Salaro, 1984; Mobley, 1982; Mowday, Steers,
& Porter, 1979; Steers,
1977) melihat turnover intention sebagai langkah akhir dalam proses
pengambilan keputusan
sebelum seseorang benar-benar meninggalkan tempat kerja.
Mowday, Steers, & Porter (1978) menyatakan bahwa pendekatan
mengenai definisi
tentang komitmen keorganisasian sangatlah bervariasi. Mowday et al.
(1979) mendefinisikan
komitmen keorganisasian sebagai kekuatan komparatif dari sebuah
identifikasi seseorang
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
terhadap organisasi dan partisipasi dalam organisasi tertentu dan
mencirikan mereka ke dalam
tiga faktor, yaitu: penerimaan organisasi (afektif); kesediaan
untuk menempatkan usaha ekstra
untuk organisasi (continuance); dan keinginan untuk tetap dalam
organisasi (normatif)
(Mowday et al., 1982; Porter et al., 1974; Steers, 1997 dalam
Gatling, Hee, & Jungsun, 2016),
sama seperti pembagian komitmen keorganisasian menurut Allen &
Meyer (1990), namun
pada penelitian ini hanya menggunakan komitmen afektif sebagai
variabel karena komitmen
afektif (affective commitment) menurut Allen & Meyer (2000)
dalam Gatling, Hee, & Jungsun
(2016) memiliki konsekuensi yang berkorelasi negatif dengan
turnover, Simo, Enache, Leyes,
& Alsrcon (2010) juga menyebutkan bahwa mereka menemukan
hubungan negatif antara
komitmen afektif dan niat untuk meninggalkan organisasi. (Gatling,
Hee, & Jungsun, 2016).
Secara sederhana Allen & Meyer (1990) mendeskripsikan bahwa
pegawai yang
memiliki komitmen afektif yang kuat, bertahan di dalam sebuah
perusahaan karena mereka
menginginkannya. Allen & Meyer (2000) dalam Gatling, Hee, &
Jungsun (2016) juga
menyatakan bahwa komitmen afektif menunjukkan bahwa seorang pegawai
memiliki
keterikatan secara emosional, identifikasi dengan, dan keterlibatan
dalam organisasi
(perusahaan).
kepemimpinan autentik sebagai pola perilaku kepemimpinan yang
mengacu dan
mempromosikan kapasitas psikologis yang positif dan iklim yang
beretika positif, mendorong
self-awareness, relational transparency, balanced processing of
information, dan internalized
moral perspective yang lebih besar dalam hal pemimpin ketika
bekerja dengan pengikutnya,
serta membina pengembangan diri yang positif.
Authentic leadership yang dikembangkan oleh Avolio, Gardner, &
Walumbwa (2007)
yang telah dioperasionalkan menghasilkan pengukuran Authentic
Leadership Questionnaire
(ALQ) yang terdiri dari 16 indikator, terbagi ke dalam empat
dimensi yaitu relational
transparency (5 indikator), internalized moral perspective (4
indikator), balance processing
of information (3 indikator), dan self-awereness (4
indikator).
Metode Penelitian
Malhotra & Birks (2006) berpendapat bahwa desain
riset/penelitian adalah sebuah cetak
biru atau kerangka yang digunakan untuk melakukan proyek riset.
Pada penelitian ini
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
digunakan desain penelitian konklusif deskriptif dan kausal. Desain
penelitian deskriptif
untuk menganalisis item variabel dan profil responden. Desain
penelitian kausal untuk
menggambarkan pengaruh antar variabel. Pada penelitian ini,
pengumpulan data dilakukan
sebanyak satu kali (desain single cross-sectional).
Metode pengumpulan data penelitian ini dibedakan berdasarkan sumber
datanya, yakni
data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui survei
menggunakan kuesioner
yang dibagikan untuk diisi sendiri oleh responden (self
administered), kuesioner penelitian ini
menggunakan pertanyaan dikotomi yang menurut Malhotra & Birks
(2006) hanya terdapat
dua respon seperti iya atau tidak (untuk screening question), dan
pilihan ganda pada
pertanyaan inti penelitian dengan menyediakan pilihan jawaban
menggunakan lima poin skala
Likert. Data sekunder didapatkan dari jurnal-jurnal, buku teks
perkuliahan, tugas akhir
mahasiswa tahun-tahun sebelumnya, dan artikel dari hasil
penelusuran di internet.
Pada penelitian ini digunakan metode non probability sampling,
yakni judgemental
sampling atau purposive sampling, dengan kriteria merupakan perawat
yang memiliki status
kepegawaian sebagai pegawai tetap di rumah sakit A, B, C, dan D
yang setara kelas B ke atas
dan berakreditasi paripurna yang berlokasi di wilayah administrasi
Jakarta Timur.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 105 responden, hal ini
sesuai dengan
pendapat Fraenkel, Wallen, & Hyun (2012) bahwa sampel harus
sebanyak mungkin yang
peneliti dapat peroleh dengan pengeluaran waktu dan energi yang
masuk akal, dan Roscoe
(1975) dalam Sekaran (2006) yang mengusulkan penelitian
multivariate (termasuk analisis
regresi berganda) ukuran sampel sebaiknya sepuluh kali atau lebih
besar dari jumlah variabel
dalam penelitian. Artinya 105 responden sudah memenuhi syarat
karena jumlahnya lebih dari
3 variabel x 10 = 30 responden. Berikut adalah model penelitian
ini.
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
Gambar 1 Model Penelitian (Sumber: Gatling, Hee, & Jungsun,
2016, telah diolah kembali)
H1 : Kepemimpinan autentik (authentic leadership) memiliki efek
negatif yang signifikan
terhadap intensi keluar pekerjaan (turnover intention).
H2 : Kepemimpinan autentik (authentic leadership) memiliki efek
positif yang
signifikan terhadap komitmen afektif karyawan.
H3 : Komitmen afektif karyawan memiliki efek negatif yang
signifikan pada turnover
intention (TI) karyawan.
Pada penelitian ini, variabel kepemimpinan autentik diukur dengan
Authentic
Leadership Questionnaire (ALQ) oleh Bruce J. Avolio, William L.
Gardner, & Fred O.
Walumbwa (2007), yang didapatkan dari mindgarden.com selaku pemilik
hak cipta. Affective
commitment diukur dengan Affective Commitment Scale (ACS) oleh
Allen & Meyer (1990)
dalam Jaros (2007), dan variabel turnover intention menggunakan
tiga indikator Carmeli &
Weisberg (2006) dalam Rahman & Nas (2013), yaitu niat untuk
meninggalkan pekerjaan, niat
mencari pekerjaan, dan rencana untuk berhenti segera.
Pada penelitian ini pre-test dilakukan terhadap 33 orang responden
untuk menguji
validitas dan reliabilitas item kuesioner. Pertanyaan yang diajukan
dalam kuesioner telah
valid jika memiliki component matrix ≥ 0,5 (Hair, Black, Babin,
Anderson, & Tatham, 2007
dalam Wijanto, 2008). Reliabilitas adalah suatu penilaian dari
tingkat konsistensi antara
beberapa pengukuran variabel (Hair, Black, Babin, & Anderson,
2010). Item pengukuran
dalam kuesioner reliabel jika nilai Cronbach Alpha-nya ≥ 0,6
(Malhotra & Birks, 2006).
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
Keduanya dites dengan menggunakan aplikasi statistik SPSS 20. Uji
validitas dan reliabilitas
ini kembali dilakukan pada 105 responden sebelum melakukan uji
hipotesis.
Dalam penelitian ini statistik deskriptif yang digunakan adalah
rata-rata variabel dan
distribusi frekuensi untuk mengetahui karakteristik demografis
responden, seperti usia, jenis
kelamin, pendidikan terakhir, asal rumah sakit, dan lama bekerja
responden. Berikutnya
dilakukan uji asumsi klasik, terdiri dari uji linearitas, uji
normalitas, uji homoskedastisitas,
dan uji multikolinearitas. Selanjutnya pengujian hipotesis kemudian
dilakukan dengan causal
step Baron&Kenny (1986) dalam Kenny (2016) yang terdiri dari
empat langkah yaitu:
menguji pengaruh variabel X (bebas) pada variabel Y (terikat),
dinotasikan dengan jalur c;
menguji pengaruh variabel M sebagai variabel terikat dan X sebagai
variabel bebas,
dinotasikan dengan jalur a; menguji hubungan mediasi variabel M
terhadap pengaruh variabel
bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Y sebagai variabel terikat
dalam persamaan regresi
linier berganda dengan X dan M sebagai variabel bebas (jalur b dan
c’); langkah terakhir
untuk melihat apakah mediasi pada adalah mediasi penuh (complete
mediaton) atau (partial
mediation). Jika setelah uji regresi berganda pengaruh antara
variabel X dan variabel Y
dimediasi M tidak signifikan, maka terjadi mediasi penuh (complete
mediation). Sebaliknya,
jika tetap signifikan dan c’ < c, maka terjadi mediasi parsial
(partial mediation) (Kenny,
2016).
Pada penelitian ini, pre-test dilakukan terhadap 33 orang
responden, hasilnya dari 27
item kuesioner, satu item tidak valid yaitu komitmen afektif ke-4
(AC4) dikarenakan loading
factor-nya dibawah di bawah 0,5. Selanjutnya, sebanyak 126
kuesioner berhasil dikembalikan
kepada peneliti pada saat main test, namun hanya 105 yang bisa
diolah. Uji validitas dan
reliabilitas kembali dilakukan dengan 105 responden tersebut,
hasilnya dua item yaitu
kepemimpinan autentik ke-5 (ALQ5) dan komitmen afektif ke-2 (AC2)
harus dihapus,
sehingga item kuesioner berjumlah 24.
Berikutnya, dilakukan uji asumsi klasik antara lain uji linieritas
antara varibel bebas
dengan variabel terikat yang menunjukkan bahwa kedua variabel
linier karena memiliki
signifikansi linieritas < 0,05, uji normalitas dengan QQ Plot
dan PP Plot menunjukkan data
terdistribusi normal karena terdistribusi mendekati dan menempel di
sepanjang garis diagonal,
uji homoskedastisitas menunjukkan tidak terjadi heteroskedastisitas
karena data tidak
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
membentuk pola tertentu dan cenderung menyebar, uji
multikolinieritas menunjukkan tidak
terjadi multikolinieritas karena nilai tolerance > 0,1 dan VIF
< 10.
Hasilnya adalah negatif dan signifikan, karena besarnya koefisien
jalur c = -0,368, dan
Gambar 3 Pengaruh Kepemimpinan Autentik terhadap Turnover Intention
dimediasi oleh Komitmen Afektif (Sumber: Hasil olah data penelitian
dengan SPSS)
Hasilnya adalah positif dan signifikan, karena besarnya koefisien
jalur c = 0,321, dan
signifikansinya < 0,05 (lihat jalur a). Berikutnya menguji
hubungan mediasi variabel M
terhadap variabel variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Y
digunakan sebagai
variabel terikat dalam persamaan regresi linier berganda dengan X
dan M sebagai variabel
bebas. Notasi korelasi tersebut adalah b dan c’.
Berdasarkan gambar 3 tersebut, nilai koefisien antara variabel
kepemimpinan autentik
dengan variabel turnover intention (jalur c’) setelah dimasukkannya
variabel komitmen
afektif adalah senilai -0,275 dan nilai koefisien variabel komitmen
afektif dengan variabel
turnover intention (jalur b) adalah senilai -0,291, keduanya
signifikan, sehingga
kepemimpinan autentik maupun komitmen afektif memiliki pengaruh
yang negatif pada
turnover intention.
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
Tahap keempat dari causal step ini dilakukan untuk melihat apakah
mediasi pada model
penelitian adalah mediasi penuh atau mediasi parsial. Dari hasil
uji regresi linier berganda
dapat dilihat bahwa nilai signifikansi dari kepemimpinan autentik
terhadap turnover intention
(jalur c’) tetaplah signifikan karena bernilai 0,004 (sig. ≤ 0,05),
selain itu koefisien c’ juga
lebih kecil daripada koefisien c ( c’< c), yakni -0,275 <
-0,368, sehingga pada penelitian ini
dapat dikatakan terdapat mediasi parsial (partial mediation).
Selain uji tersebut, dapat dilihat pula manakah yang lebih besar
antara pengaruh
langsung dengan pengaruh tidak langsung antara variabel bebas
(kepemimpinan autentik) dan
terikat (turnover intention) setelah dimediasi oleh mediator
(komitmen afektif) sebagai
berikut.
Indirect effect = βa x βb = 0,321 x (-0,291) = -0,093411 dibulatkan
-0,093.
Untuk direct effect, besarnya sesuai dengan koefisien regresi jalur
c’ yaitu sebesar -
0,275. Sehingga lebih besar direct effectnya.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data dari 105 responden yang merupakan
perawat, serta
pengujian dengan metode causal step Baron&Kenny (1986) dalam
Kenny (2016), maka
beberapa hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut.
H1 : Kepemimpinan autentik memiliki efek negatif dan signifikan
terhadap turnover
intention.
artinya jika tingkat perilaku kepemimpinan autentik pada kepala
perawat semakin tinggi,
maka tingkat turnover intention semakin rendah. Hal ini dikarenakan
dari hasil pengisian
kuesioner secara umum dapat disebabkan dalam kepemimpinan autentik
terdapat dimensi
yang menurut persepsi perawat telah dilaksanakan oleh kepala
perawat, seperti self-awareness
kepala perawat berupa perilaku yang menunjukkan mereka mengetahui
kapan harus
mengevaluasi posisi mereka dalam isu-isu penting, termasuk intensi
keluar pekerjaan, dalam
dimensi ini juga terdapat indikator bahwa kepala perawat akan
mencari feedback untuk
meningkatkan interaksi dengan orang lain, dan bahwa mereka memahami
bagaimana tindakan
tertentu akan mempengaruhi orang lain, sehingga dengan perilaku
tersebut, akan berdampak
langsung pada turnover intention karena kepala perawat akan mampu
untuk memposisikan
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
diri pada isu tersebut, menanganinya dengan interaksi yang baik,
dan bertindak menghadapi
isu tersebut sehingga berpengaruh pada intensi keluar pekerjaan
perawat.
Selain itu, transparansi hubungan antara kepala perawat dengan
perawat juga dapat
berimbas langsung pada turnover intention perawat, karena kepala
perawat akan mendorong
setiap perawat untuk mengutarakan pemikiran mereka dan kepala
perawat akan menyatakan
sikap mereka terhadap pemikiran tersebut. Selain itu kepala perawat
akan mendengarkan
dengan seksama dari sudut pandang yang berbeda sebelum menarik
kesimpulan, sehingga
akan akan mempengaruhi turnover intention perawat.
Berdasarkan masing-masing rumah sakit, maka penjabarannya adalah
sebagai berikut:
• Berdasarkan hasil pengisian kuesioner pada rumah sakit A,
pengaruh tersebut dapat
disebabkan persepsi perawat bahwa kepala perawat mendengarkan
dengan baik sebelum
menyimpulkan pada suatu masalah, mau menerima masukan, dan
mengetahui sebab-
akibat dari setiap perbuatannya, sehingga intensi keluar pekerjaan
dapat dicegah dan
tidak terjadi actual turnover.
• Berdasarkan hasil pengisian kuesioner di rumah sakit B, pengaruh
tersebut dapat
disebabkan karena perawat mempersepsikan kepala perawat
mendengarkan secara
seksama setiap pandangan yang berbeda sebelum menjatuhkan suatu
kesimpulan dan
mengetahui dampak dari setiap perbuatannya kepada orang lain,
sehingga dapat
menurunkan intensi keluar pekerjaan.
• Pada rumah sakit C didapatkan bahwa pengaruh tersebut dapat
disebabkan karena
perawat beranggapan bahwa kepala perawat bersifat objektif dengan
menganalisis data
terlebih dahulu, hal ini berarti bahwa perawat di rumah sakit C
merasa nyaman ketika
kepala perawat bertindak secara objektif berdasarkan data yang ada,
sehingga dapat
menurunkan intensi keluar pekerjaan.
• Pada rumah sakit D pengaruh tersebut dapat disebabkan karena
perawat merasa bahwa
kepala perawat berbicara sesuai apa yang ia maksudkan, meminta
feedback, dan
mendorong perawat mengutarakan pendapat. Hal ini mendorong
transparansi hubungan
yang pada akhirnya berpangaruh pada turunnya intensi keluar
pekerjaan
Pengaruh langsung dua variabel tersebut sejalan dengan temuan
Azanza, Moriano,
Molero, & Mangin (2015) yang juga mengemukakan bahwa dari yang
mereka ketahui,
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
mereka mengklaim sebagai yang pertama meneliti tentang pengaruh
langsung dua variabel
tersebut.
H2 : Kepemimpinan autentik memiliki efek positif yang signifikan
terhadap komitmen
afektif.
Hipotesis ini diterima, yang berarti bahwa apabila tingkat perilaku
kepemimpinan
autentik pada kepala perawat semakin tinggi, maka semakin tinggi
tingkat komitmen afektif.
Pengaruh yang positif dan signifikan ini, secara umum dari hasil
pengisian kuesioner,
salah satunya dapat disebabkan oleh indikator bahwa kepala perawat
mengatakan sebenarnya
apa yang mereka maksudkan, terlihat pula bahwa relational
transparency antara kepala
perawat dengan perawat menjadi dimensi penting bagi terciptanya
komitmen afektif perawat.
Hal ini dapat dikatakan sesuai dengan kondisi di rumah sakit di
mana perlu adanya koordinasi
yang baik tidak hanya dari kepala perawat kepada perawat, namun
juga dari kepala perawat
dengan tenaga medis dan non medis lainnya karena rumah sakit
merupakan institusi yang
padat modal, padat karya, dan padat teknologi, terlebih lagi rumah
sakit dengan kelas B ke
atas memiliki jumlah tempat tidur yang banyak, sehingga
transparansi hubungan akan
membantu menciptakan komunikasi, koordinasi, kerjasama yang baik,
serta ikatan emosinal
yang baik antara kepala perawat dengan perawat sehingga dapat
meningkatkan komitmen
keorganisasian, salah satunya komitmen afektif.
Berdasarkan masing-masing rumah sakit, maka penjabarannya adalah
sebagai berikut:
• Berdasarkan hasil pengisian kuesioner pada rumah sakit A,
pengaruh tersebut dapat
disebabkan karena menurut persepsi perawat, kepala perawat
mendengarkan dengan
baik sebelum menyimpulkan suatu masalah, mau menerima masukan, dan
mengetahui
sebab-akibat dari setiap perbuatannya. Hal ini mendorong perawat
memiliki komitmen
afektif pada rumah sakit.
• Pada rumah sakit B pengaruh tersebut dapat disebabkan karena
menurut persepsi
perawat, kepala perawat berbicara apa adanya, hati-hati dalam
mendengarkan perspektif
orang lain sebelum menyimpulkan, dan mengetahui sebab-akibat dari
perbuatannya,
sehingga kepala perawat akan berhati-hati dalam bertindak dan
berbicara, serta berusaha
untuk tidak menyakiti perasaan perawat, sehingga perawat mau
berkomitmen secara
afektif pada rumah sakit
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
• Pada rumah sakit C pengaruh tersebut dapat disebabkan karena
perawat merasa bahwa
kepala perawat adalah orang yang konsisten dan objektif, dan dengan
cara tersebut,
perawat di sana mau berkomitmen dengan rumah sakit. Hal ini dapat
disebabkan
mereka memiliki nilai-nilai yaitu profesionalisme, integritas dan
kesempurnaan,
sehingga dengan adanya nilai-nilai tersebut tercipta para perawat
yang mau
berkomitmen pada rumah sakit dikarenakan kepala perawat konsisten
menerapkan nilai-
nilai rumah sakit.
• Pada rumah sakit D pengaruh tersebut dapat disebabkan karena
perawat merasa bahwa
kepala perawat mengatakan apa yang ia maksudkan dengan jelas,
mendorong perawat
mengutarakan pemikirannya, dan menerima masukan dari perawat,
sehingga terjadi
transparansi hubungan yang membuat perawat mau berkomitmen pada
rumah sakit.
Pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan autentik terhadap
komitmen afektif
tersebut sejalan dengan beberapa penelitian yang telah membuktikan
atau setidaknya secara
empiris memprediksi adanya hubungan positif diantara kedua variabel
tersebut, diantaranya
Walumbwa, Avolio, Gardner, Wernsing, & Peterson (2008). Semedo,
Coelho, & Ribeiro
(2015) juga berhasil mengungkapkan adanya pengaruh antara
kepemimpinan autentik kepada
sikap karyawan (affective commitment dan job resourcefullness) dan
kreativitas karyawan;
dan Gatling, Hee, & Jungsun (2016), pada penelitiannya dalam
konteks hospitality.
H3 : Komitmen afektif memiliki efek negatif yang signifikan pada
turnover intention.
Hipotesis ketiga penelitian ini juga diterima, hal ini berarti
semakin tinggi tingkat
komitmen afektif perawat, maka tingkat turnover intention akan
menurun.
Pengaruh tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal yang berkaitan
dengan komitmen
afektif, salah satunya adalah perasaan terikat secara emosional
dengan rumah sakit.
Berdasarkan temuan penelitian, perawat merasa mereka sudah terikat
secara emisonal dan
mempunyai rasa memiliki yang kuat dengan rumah sakit, hal ini
dikarenakan subjek dalam
penelitian adalah perawat yang berstatus pegawai tetap yang telah
melewati masa kontrak
terlebih dahulu. Sejalan dengan hal ini, Islam, Ahmed, &
Norulkamar (2015) mengemukakan
bahwa dapat dikatakan ikatan emosional karyawan terhadap organisasi
sangat esensial untuk
mengurangi niat mereka untuk meninggalkan pekerjaan.
Berdasarkan masing-masing rumah sakit, maka penjabarannya adalah
sebagai berikut:
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
• Berdasarkan hasil pengisian kuesioner pada rumah sakit A,
pengaruh tersebut dapat
disebabkan karena perawat merasa sangat senang untuk berkarir dan
merasa menjadi
bagian keluarga dari rumah sakit tersebut, sehingga menurunkan
intensi keluar dari
pekerjaan.
• Pada rumah sakit B dan C, pengaruh tersebut dapat disebabkan
karena perawat merasa
menjadi bagian keluarga dan merasa terikat secara emosional dengan
rumah sakit,
sehingga menurunkan intensi keluar pekerjaan, namun pada rumah
sakit C hal tersebut
juga dikarenakan perawat mempunyai rasa memiliki terhadap rumah
sakit.
• Pada rumah sakit D pengaruh tersebut dapat disebabkan karena
perawat pada rumah
sakit D merasa senang untuk berkarir dan merasa secara emosional
menyatu dengan
rumah sakit tersebut.
Pengaruh dalam hipotesis ke-3 tersebut sejalan dengan hasil
penelitian oleh Islam,
Ahmed, & Norulkamar (2015), Gyensare, Anku-Tsede, Sanda, &
Okpoti (2016), dan Gatling,
Hee, & Jungsun (2016).
intention.
Hipotesis terakhir penelitian ini juga diterima. Pada penelitian
ini ditemukan bahwa
hubungan diantara ketiga variabel tersebut merupakan sebuah mediasi
parsial, artinya variabel
kepemimpinan autentik akan mampu mempengaruhi variabel turnover
intention dengan atau
tanpa perantara mediator komitmen afektif.
Pengaruh mediasi parsial tersebut dapat terjadi karena beberapa hal
di dalam masing-
masing variabel baik kepemimpinan autentik maupun komitmen afektif,
seperti adanya
dimensi transparansi hubungan (relational transparency) dalam
kepemimpinan autentik.
Transparansi hubungan antara kepala perawat dengan perawat seperti
kepala perawat
mengatakan apa yang sebenarnya, mau mengakui kesalahan, mendorong
perawat untuk
mengutarakan pendapat, dan mengungkapkan kenyataan meskipun pahit
maka akan
menciptakan komunikasi yang transparan, yang akan berdampak secara
emosional kepada
perawat sehingga mempengaruhi komitmen afektif mereka dan pada
akhirnya mempengaruhi
turnover intention mereka.
kepemimpinan autentik dan turnover intention, namun Wells &
Peachey (2011)
merekomendasikan menggunakan komitmen keorganisasian sebagai
mediator untuk
penelitian di masa mendatang. Sehingga Gatling, Hee, & Jungsun
(2016) menguji pengaruh
tidak langsung tersebut, dan ditemukan bahwa komitmen afektif
memediasi pengaruh antara
kepemimpinan autentik pada turnover intention. Kemudian jika
dianalisis berdasarkan
besarnya nilai direct effect dan indirect effect-nya, maka dapat
dilihat bahwa efek langsung
dari kepemimpinan autentik pada turnover intention lebih besar
daripada indirect effect-nya,
sehingga rumah sakit dapat lebih mempertimbangkan pengaruh langsung
tersebut. Ditemukan
pula bahwa mediasi pada penelitian ini adalah mediasi parsial
(partial mediation). Temuan
tersebut sedikit berbeda dengan temuan Gatling, Hee, & Jungsun,
(2016) pada responden
mahasiswa yang belajar dan bekerja di industri hospitality seperti
hotel, gaming, restoran, dan
events, yang menemukan bahwa bentuk mediasinya adalah complete/full
mediation.
Kesimpulan
Melalui pengolahan dan analisis data yang telah disajikan pada bab
sebelumnya, maka
beberapa kesimpulan yang didapat, antara lain:
1. Kepemimpinan autentik dapat dibuktikan berpengaruh secara
signifikan dan negatif
pada turnover intention perawat di rumah sakit A, B, C, dan D di
Jakarta Timur.
Artinya, semakin tinggi perilaku kepemimpinan autentik yang
diterapkan oleh kepala
perawat, maka semakin rendah turnover intention dari perawat.
2. Kepemimpinan autentik dapat dibuktikan berpengaruh secara
signifikan dan positif
pada komitmen afektif perawat di rumah sakit A, B, C, dan D di
Jakarta Timur. Artinya,
semakin tinggi perilaku kepemimpinan autentik yang diterapkan oleh
kepala perawat,
maka semakin tinggi komitmen afektif dari perawat.
3. Komitmen afektif dapat dibuktikan berpengaruh secara signifikan
dan negatif pada
turnover intention perawat di rumah sakit A, B, C, dan D di Jakarta
Timur. Artinya,
semakin tinggi komitmen afektif perawat, maka semakin rendah
turnover intention
perawat.
4. Komitmen afektif terbukti memediasi pengaruh kepemimpinan
autentik pada turnover
intention perawat di rumah sakit A, B, C, dan D di Jakarta
Timur.
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
Saran
yakni:
1. Jumlah responden relatif kecil yaitu 105 responden, dari total
sebanyak 126 kuesioner
yang dikembalikan, artinya 21 respon tidak dapat diolah. Hal ini
karena keengganan
perawat untuk mengisi kuesioner, dimungkinkan beban kerja yang
tinggi dan adanya
jadwal shift.
2. Metode dengan Mediation Baron&Kenny (1986) tidak dapat
mengukur model secara
simultan seperti dalam Structural Equation Modelling (SEM), hal ini
karena jumlah
responden sedikitnya untuk menggunakan SEM dalam penelitian ini
berjumlah 27 item
pertanyaan x 5 = 135 responden.
3. Tidak dapat mendampingi saat pengisian kuesioner.
Sehingga beberapa saran yang diajukan agar dapat diterapkan untuk
perbaikan dalam
penelitian selanjutnya antara lain:
1. Mengajukan permohonan kepada bagian yang berwenang di rumah
sakit untuk
mempermudah proses pengumpulan data karena perawat memiliki beban
kerja tinggi
dan memiliki jadwal shift.
dapat dilakukan secara simultan.
3. Melakukan wording dengan pilot test serta meninggalkan
kontak/nomor yang dapat
dihubungi untuk memudahkan responden menanyakan hal terkait
kuesioner.
Kemudian, berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa saran yang
dapat peneliti berikan
pada pihak manajerial rumah sakit antara lain:
1. Terkait dengan kepemimpinan autentik:
a. Melaksanakan psikotest dan wawancara untuk calon kepala perawat
dan
melaksanakan mentoring dan Focus Group Discussion untuk
mempertahankan
perilaku kepemimpinan autentik yaitu mengatakan sebenarnya dan
mendengarkan
pandangan sebelum jatuh pada suatu kesimpulan.
b. Menanamkan toleransi untuk meningkatkan perilaku kepemimpinan
autentik berupa
perilaku kepala perawat yang meminta perawat untuk membuat
pendirian yang
mendukung nilai-nilai inti perawat.
c. Menanamkan budaya mau mengakui kesalahan, misal dengan budaya
learning
organization untuk meningkatkan perilaku kepemimpinan autentik
berupa perilaku
mau mengakui kesalahan.
2. Terkait dengan komitmen afektif
Secara umum nilai rata-rata dari komitmen afektif sudah baik,
sehingga beberapa
saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut.
• Memberikan balas jasa tidak hanya berupa uang namun juga
relational return seperti
hubungan baik dengan atasan, jenjang karir yang jelas, employment
security,
mentoring dan coaching menyenangkan, event-event menyenangkan,
benefit plan
yang jelas, lingkungan kerja menyenangkan, work-life balance, event
keagamaan,
dan rasa kebanggaan bekerja di rumah sakit untuk mempertahankan
perasaan senang
berkarir dan secara emosional menyatu dengan rumah sakit.
• Menekankan pada kerjasama tim, untuk meningkatkan rasa bahwa
masalah rumah sakit adalah masalah perawat yang harus mereka
selesaikan juga.
Daftar Referensi
Abbasi, S.M. and Hollman, K.W. (2000). Turnover: the real bottom
line, Public Personnel Management, Vol. 2 No. 3, pp. 333-342.
Rahma, P.A., (2012). Akreditasi Rumah Sakit, Pengakuan Atas
Kualitas Layanan. 16 Januari 2017. Retrieved by
https://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/19-
headline/151.
Allen, N.J. and Meyer, J.P. (1990), The Measurement and Antecedents
of Affective, Continuance, and Normative Commitment to the
Organization, Journal of Occupational Psychology, Vol. 63 No. 1,
pp. 1-18.
Azanza, G., Moriano, J.A., Molero, F., & Mangin, Jean-Pierre L.
(2015). The effects of authentic leadership on turnover intention".
Leadership & Organization Development Journal, Vol. 36 Iss 8
pp. 955 – 971.
Bothma, C.F.C., & Roodt, G. (2013). The Validation of the
Turnover Intention Scale. SA Journal of Human Resource
Management/SA Tydskrif vir Menslikehulpbronbestuur, 11(1), Art.
#507, 12 pages.
Dampak Tekanan Masyarakat dan Media Massa terhadap Pelaksana
Pelayanan Kesehatan Akibat Kebijakan JKN; Perspektif Pelaksana.
(2013). 16 Januari 2016. Retrieved by
http://manajemenrumahsakit.net/2013/09/dampak-tekanan-masyarakat-dan-media-
massa-terhadap-pelaksana-pelayanan-kesehatan-akibat-kebijakan-jkn-perspektif-
pelaksana/.
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
Fraenkel, J.R., Wallen, N.E., Hyun, H.H. (2012). How to Design and
Evaluate Research in Education. NY: McGraw-Hill.
Gatling, A., Hee Jung Annette Kang , & Jungsun Sunny Kim
(2016). The Effects of Authentic Leadership and Organizational
Commitment on Turnover Intention. Leadership & Organization
Development Journal, Vol. 37 No. 2, pp. 181-199.
Gyensare, M.A., Anku-Tsede, O., Sanda, Mohammed-Aminu, &
Okpoti, C.A. (2016). Transformational Leadership and Employee
Turnover Intention. World Journal of Entrepreneurship, Management
and Sustainable Development, Vol. 12 Iss 3 pp. 243 – 266.
Hair, et al. (2010), Multivariate Data Analysis, Pearson Prentice
Hall.
Islam, T., Ahmed, I., & Norulkamar, U. Bt. Ungku Ahmad. (2015).
The Influence of Organizational Learning Culture and Perceived
Organizational Support on Employees’ Affective Commitment and
Turnover Intention. Nankai Business Review International, Vol. 6
Iss 4 pp. 417 – 431.
Jaros, Stephen. (2007). Meyer and Allen model of organizational
commitment: Measurement issues. The ICFAI Journal of Organizational
Behavior, Vol. 6 No. 4, 7 – 25.
Kenny, D. A. (2016, September 28). Mediation. 30 Desember, 2016.
Retrieved by http://davidakenny.net/cm/mediate.htm#CI.
Klikharry. (2012, November 19). Hospitality in Hospital. 11 Juli
2016.
https://klikharry.com/2012/11/19/hospitality-in-hospital/
Malhotra, N. K., & Birsk, D. F. (2006). Marketing Research an
Applied Approach. London: Prentice-Hall.
Mowday, R.T., Steers, R.M., & Porter L.W. (1978). The
Measurement of Organizational Commitment: A Progress Report.
Organizational Effectiveness Research Program, Office of Naval
Research. N00014-76-C-0164 NR 170-812.
Price, J.L. (2001). Reflections on the Determinants of Voluntary
Turnover. International Journal of Manpower, Vol. 22 Iss 7 pp. 600
– 624
Rahman, W. & Nas, Z. (2013). Employee Development and Turnover
Intention: Theory Validation. European Journal of Training and
Development, Vol. 37 Iss 6 pp. 564 – 579.
Robbins, S.P. & Judge, T.A. (2013). Organizational Behavior.
Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall.
Semedo, A.S.D., Coelho, A.F.M., & Ribeiro, N.M.P. (2015).
Effects of Authentic Leadership, Affective Commitment and Job
Resourcefulness on Employees’ Creativity and Individual
Performance. Leadership & Organization Development Journal,
Vol. 37 Iss 8 pp. 1038 – 1055.
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017
Sekaran, U. & Bougie, R. (2006). Research Methods for Business:
A Skill Building Approach. West Sussex: John Wiley & Sons
Ltd.
Severt, D. et al. (2008). Hospitality in hospital? International
Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 20 Iss 6 pp.
664 – 678.
Soepangat, Soedarto (2012). Akreditasi Rumah Sakit- GKM - TQM dalam
Meningkatkan dan Menjaga Mutu Pelayanan. Jakarta.
UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. (n.d.). 12 Juli 2016.
Retreived by
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/UU-44-2009RumahSakit.pdf
Walumbwa, F.O., Avolio, B.J., Gardner W.L., Wernsing, T.S.,
Peterson, S.J. (2008). Authentic Leadership: Development and
Validation of a Theory-Based Measure. Journal of Management, Vol.
34 No. 1, pp. 89-126.
Wijanto, S.H. (2008). Structural Equation Modelling. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
World Health Organization. (n.d.). Hospitals. 12 Juli 2016.
Retrieved by http://www.who.int/topics/hospitals/en/
Pengaruh Kepemimpinan ..., Luqman Ali Priodarsono, FEB UI,
2017