Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH KECERDASAN KOGNITIF LINGUISTIKVERBAL TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASAINDONESIA SISWA KELAS VIII MTsN PINRANG
THE INFLUENCE OF VERBAL LINGUISTIC COGNITIVEINTELLIGENCE ON LEARNING OUTCOMES
INDONESIAN GRADE VIII STUDENDTS MTsN PINRANG
Tesis
Oleh:
INDRAWATI PNomor Induk Mahasiswa: 105040908714
PROGRAM PASCASARJANAMAGISTER PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR2016
PENGARUH KECERDASAN KOGNITIF LINGUISTIKVERBAL TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASAINDONESIA SISWA KELAS VIII MTSN PINRANG
THE INFLUENCE OF VERBAL LINGUISTIC COGNITIVEINTELLIGENCE ON LEARNING OUTCOMES INDONESIAN
GRADE VIII STUDENDTS MTsN PINRANG
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
Program StudiMagister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun dan Diajukan oleh
INDRAWATI PNomor Induk Mahasiswa: 105040908714
Kepada
PROGRAM PASCASARJANAMAGISTER PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR2016
ii
iii
iv
v
MOTO
JANGAN PERNAH BERHENTI MENUNTUT ILMU,SEBAB ITULAH HARTA YANG TAK TERNILAI.
KEKAYAAN ILMU AKAN MEMBUAT SESEORANGJADI TANGGUH DAN MANDIRI
ILMU MERUPAKAN KENDARAAN MENUJUKEBAHAGIAAN YANG HAKIKI
vi
ABSTRAK
INDRAWATI P, 2016. Pengaruh Kecerdasan Kognitif LinguistikVerbal terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII MTsNPinrang, dibimbing oleh M. Ide Said D.M., dan Abdul Rahman Rahim.
Kecerdasan kognitif linguistik verbal adalah sebuah proses aktifdan kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman. Kecerdasan tersebut memusatkan pada proses bukan hasil,sehingga hasil belajar siswa dapat memuaskan. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui apakah ada hubungan dan pengaruh yang posistif dansignifikan kecerdasan kognitif linguistik verbal terhadap hasil belajarbahasa Indonesia siswa.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi yangditerapkan pada subjek penelitian siswa kelas VIII MTsN Pinrang tahunakademik 2015-2016. Jumlah total populasi adalah 133 siswa dan duakelas dipilih sebagai sampel dengan menggunakan teknik simple randomsampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitin ini adalah tes pilihanganda untuk masing-masing variable. Pengolahan data dalam penelitianini menggunakan deskriptif statistik dan uji inferensial (Uji F) denganmenggunakan program SPSS 24.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa data FHitung diperoleh nilaisebesar 9,941 sedangkan nilai Ftabel sebesar 3,474 hal tersebut jelasbahwa Fhitung lebih besar dari Ftabel, diperoleh juga nilai p sebesar 0,003lebih kecil dari tarf signifikasi 5% (p 0,000<0,05).
Pengujian data juga mendapatkan nilai kofisien korelasi sebesar0,998 yang berarti 99,8%. Hal tersebut berarti Variabel X sangatberpengaruh terhadap variable Y. Penelitian ini berarti berhasilmebuktikan hipotesis bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikankecerdasan kognitif linguistik verbal terhadap hasil belajar bahasaIndonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang.
Kata kunci : Pengaruh, Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal,Hasil Belajar Bahasa Indonesia
vii
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah Swt.
karena berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya akhirnya penulis
menyelesaikan penulisan tesis ini guna memenuhi salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulisan tesis ini terselesaikan
karena bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, pertama-tama penulis
sangat mengucapkan terima kasih kepada Direktur Pascasarjana
Unismuh Makassar Prof. Dr. H. M. Ide Said DM., M.Pd. yang sekaligus
juga merupakan pembimbing I dan Ketua Prodi Bahasa dan Sastra
Indonesia Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Hum. yang merupakan
pembimbing II, berkat beliaulah yang telah banyak meluangkan waktunya
dengan memberikan masukan, arahan, serta dorongan, dan motivasi
sehingga penulis termudahkan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih kepada Dr. Rahman Rahim, S.E, M.M.,
sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Selanjutnya,
ucapan terima kasih kepada segenap pegawai tata usaha Program
Pascasarjana yang penuh kesabaran, kearifan, dan kebijaksanaan dalam
memberikan pelayanannya.
Kepada Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Pinrang serta
teman-teman guru MTsN Pinrang, terima kasih telah memberikan izin
penulis untuk melakukan penelitian.
ix
Kepada kedua orang tua penulis H. Patangari dan Hj. Badaya,
terima kasih asuhan kasing sayang yang tak ternilai, sehingga penulis
sanggup dan mampu sampai ke jenjang Magister. Untuk selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Zainuddin ,M.A, yang
merupakan suami serta imam yang selama ini memberikan kiat-kiat,
motivasi, dan sumbangan materi, sehingga penulis sampai mendapat
gelar magister. Untuk semua buah hati terkasih dan tersayang terima
kasih, karena kehadiran kalianlah yang selalu menjadi inspirasi penulis
dan menjadi dorongan semangat penulis ketika penulis lagi menghadapi
masalah dalam proses mencapai gelar magister ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat berbagai
kekurangan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan tesis ini. Untuk itu,
penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi dunia
pendidikan, Amin. Terima kasih.
Makassar Desember 2016
Penulis
INDRAWATI P
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ..................................... iv
HALAMAN MOTO................................................................................. v
ABSTRAK .............................................................................................. vi
ABSTRACT............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .......................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 6
A. Kajian Teori ................................................................................. 6
B. Kajian Penelitian yang Relevan................................................. 58
C. Kerangka Pikir........................................................................... 59
D. Hipotesis Penelitian................................................................... 60
BAB III METODE PENELITIAN............................................................ 62
A. Jenis dan Desain Penelitian ...................................................... 62
B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel .............................. 62
xi
C. Populasi dan Sampel ............................................................... 63
D. Metode Pengumpulan Data...................................................... 65
E. Teknik Analisis Data................................................................. 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 67
A. Hasil Penelitian ....................................................................... 67
B. Pembahasan ............................................................................ 75
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 80
A. Simpulan .................................................................................. 80
B. Saran........................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 81
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ 84
LAMPIRAN.
1. Instrumen Penelitian
2. Izin Penelitian
3. Olah Data
4. Dokumentasi Penelitian
xii
DAFTAR TABEL
TABEL TEKS HALAMAN
Tabel 1. Keadaan Populasi ..................................................... 64
Tabel 2. Keadaan Sampel....................................................... 65
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Kecerdasan Kognitif LinguistikVerbal........................................................................ 68
Tabel 4. Distribusi Kecenderungan Data Kecerdasan KognitifLinguistik Verbal ....................................................... 69
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar BahasaIndonesia .................................................................. 71
Tabel 6. Distribusi Kecenderungan Data Hasil Belajar BahasaIndonesia .................................................................. 71
Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Korelasi dan Regresi.................... 75
xiii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR TEKS HALAMAN
Gambar 1. Skema Tujuan Kurikulum......................................... 50
Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir .............................................. 60
Gambar 3. Pie Chart Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal..... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia masih dipandang sebagai pelajaran yang sulit
oleh sebagian besar siswa, sehingga pencapaian hasil belajar bahasa
Indonesia siswa masih rendah. Rendahnya hasil belajar ini menunjukkan
proses pembelajaran bahasa Indonesia belum optimal. Hasil belajar
bahasa Indonesia siswa setiap tahunnya belumlah menggembirakan. Hal
ini dapat dilihat dari rerata nilai UANAS bahasa Indonesia dari tahun ke
tahun masih rendah. Sementara tuntutan masyarakat dari era globalisasi
menuntut siswa untuk menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Oleh
karena itu, program pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan
potensi individu dan mewariskan pengetahuan, nilai, sikap, serta perilaku
kepada generasi muda seyogyanya dirancang secara lebih sistematis.
Menurut Nurkamto (2000: 291) tujuan pembelajaran bahasa adalah
mengembangkan kemampuan komunikatif.
Kemampuan komunikatif mengacu pada pengetahuan yang sudah
terinternalisasi dan kemampuan menggunakan bahasa. Kedua hal
tersebut terkait dengan empat parameter, yaitu kegramatikalan,
keterlaksanaan, kesesuaian dengan konteks, dan kemungkinan yang
terjadi dalam sistem komunikasi.
Menurut pandangan penulis ada dua hal utama penyebab mengapa
hasil belajar bahasa Indonesia siswa tidak sesuai keinginan. Pertama,
2
makna pendekatan pembelajaran yang tidak dipahami oleh sebagian
besar guru-guru bahasa Indonesia. Sehingga tanpa disadari, guru turut
memberi kontribusi terhadap faktor yang menyebabkan kesan siswa
terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia, bahwa pelajaran bahasa
Indonesia adalah pelajaran paling sukar untuk dipelajari, dan
menimbulkan sikap antipati terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia.
Akibat kurangnya pemahaman terhadap makna pendekatan
pembelajaran ini maka 1) Kurangnya variasi dalam penggunaan metode
pembelajaran serta jarangnya penggunaan alat bantu yang dapat
memperjelas gambaran siswa tentang materi pembelajaran yang sedang
dipelajari. Akibatnya pelajaran bahasa Indonesia terasa sulit. 2) Dalam
penyampaian materi pelajaran, guru kurang memperhatikan proporsi
materi pelajaran serta sistematika penyampaiannya.
Guru tidak memperhatikan mana materi yang harus dipelajari
dahulu oleh siswa, sebagai bekal untuk mempelajari materi berikutnya.
Sehingga tidak ada penekanan pada konsep dasar materi pelajaran.
Kesan yang ada pada siswa, bahwa bahasa Indonesia benar-benar susah
untuk dipelajari. 3) ada kecenderungan guru untuk mempersulit pelajaran,
bukannya mempermudah pemahaman siswa, dengan tujuan agar siswa
tidak memandang enteng pelajaran bahasa Indonesia terhadap gurunya.
Padahal seharusnya guru mempermudah siswa untuk belajar bahasa
Indonesia. Kedua, guru-guru saat mengajar di kelas cenderung hanya
mengajar. Sedangkan aspek mendidik siswa mendisiplikan siswa,
3
memperbaiki dan mengarahkan perilaku siswa, memahami karakter
siswa, memberi keteladanan kepada siswa menjadi terabaikan.
Guru-guru hanya terfokus pada materi pelajaran yang akan
diberikan dan sedang diberikan. Artinya guru-guru hanya memfokuskan
pada pengajarannya saja tanpa mempertimbangkan faktor pendukung.
Padahal dalam kesuksesan pembelajaran ada beberapa yang harus
diperhatikan salah satunya adalah tingkat kecerdasan siswa. Garner
adalah tokoh yang mengkaji tuntas tentang tingkat kecerdasan, salah
satunya adalah kecerdasan linguistik verbal.
Kecerdasan linguistik verbal merupakan salah satu kecerdasan
yang dimiliki oleh setiap orang. Mengingat pentingnya aplikasi dari
kecerdasan linguistik verbal dalam perkembangan zaman ini, maka dalam
pendidikan seorang guru juga harus mampu mengelola kecerdasan
linguistik verbal yang dimiliki oleh peserta didiknya. Adakalanya
pengetahuan tentang kecerdasan linguistik verbal ini diaplikasikan dalam
kegiatan belajar mengajar. Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan
mata pelajaran yang berkaitan dengan kecerdasan intelektual linguistik
verbal, akan sangat menarik jika guru juga dapat mengetahui kaitan
antara bahasa Indonesia dengan kecerdasan linguistik verbal l ini.
Berdasarkan uraian dan pemikiran di atas maka peneliti tertarik
untuk mencoba meneliti tentang “Pengaruh Kecerdasan Kofnitif Linguistik
Verbal terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII MTsN
Pinrang.”
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hubungan kecerdasan kognitif linguistik verbal
terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN
Pinrang?
2. Bagaimanakah pengaruh kecerdasan kognitif terhadap hasil belajar
bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang hendak dikaji tersebut, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui hubungan kecerdasan kognitif linguistik verbal
terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN
Pinrang.
2. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan kognitif terhadap hasil
belajar bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis dan praktis.
5
1. Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan acuan dan teori baru tentang kecerdasan kognitif
dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini,
yaitu:
a. Memberikan sumbangan bagi guru MTsN Pinrang untuk
meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa.
b. Memberikan sumbangan bagi guru MTsN Pinrang dalam mengajar
maupun dalam menguasai materi yang diajarkan.
c. Meningkatkan komunikasi dengan siswa
d. Sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan
kecerdasan kognitif.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
1. Hakikat Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal
a. Kecerdasan Kognitif
Menurut Wundt (dalam Suyono dan Harianto, 2011: 73)
menyatakan bahwa kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang
bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman. Wundt
percaya bahwa pikiran adalah hasil kreasi para siswa yang aktif dan
kreatif yang kemudian disimpan di dalam memori.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar. Teori ini menekankan b'ahwa perilaku seseorang ditentukan
oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk
teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks (Budiningsih, 2005: 34).
Penting untuk dipahami bahwa dua pemikiran pokok dari
kognitivisme adalah teori pemrosesan informasi dan teori skema. Kedua
7
gagasan pokok ini dikembangkan baik oleh Jean Piaget maupun Jerome
S. Bruner, David P. Ausubel dan Robert M. Gagne. Bedanya, tidak seperti
Jean Piaget, ketiga ahli yang lain tidak mengedepankan perlunya
mengacu proses perkembangan kognitif seperti halnya yang dilakukan
Jean Piaget.
Menurut pendekatan kognitif, dalam kaitan teori pemrosesan
informasi, unsur terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan
yang dimiliki setiap individu sesuai dengan situasi belajarnya. Apa yang
telah diketahui siswa akan menentukan apa yang akan diperhatikannya,
dipersepsi olehnya, dipelajari, diingat atau bahkan dilupakan (unlearn).
Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu sebagai
berikut.
a) Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan
dalam bentuk kata atau disebut pula pengetahuan konseptual.
Pengetahuan deklaratif rentangnya luas, dapat tentang fakta, konsep,
generalisasi, pengalaman pribadi atau tentang hukum dan aturan.
b) Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau
proses-proses yang harus dilakukan, atau pengetahuan tentang
bagaimana melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan oleh
adanya praktik atau implementasi dari suatu konsep.
c) Pengetahuan kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan
mengapa (when and why) suatu pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural digunakan. Pengetahuan ini terkait dengan
bagaimana mengimplementasikan baik pengetahuan deklaratif,
8
maupun pengetahuan prosedural. Pengetahuan ini amat penting
karena menentukan kapan penggunaan konsep dan prosedur yang
tepat dalam pemecahan masalah.
Teori pemrosesan informasi sendiri sudah dapat dilacak sejak
masa Wilhelm Wundt, Bapak Psikologi, yang berpandangan bahwa
kognisi adalah suatu proses aktif dan kreatif dalam membentuk struktur
pengalaman. Saat ini teori pemrosesan informasi ini banyak dikaitkan
dengan teori pembelajaran sibernetik (cybernetics learning). Proses dalam
hal mana pikiran berfungsi untuk menghasilkan pembelajaran bukan
semata-mata merupakan akumulasi fakta-fakta dan contoh-contoh,
pembelajaran terjadi jika dicapai pemahaman. Pendukung pendapat
Wundt antara lain adalah Sir Frederic Bartlett yang menyatakan bahwa
proses pengingatan (remembering), faktanya bukan merupakan suatu
fungsi independen, dan berbeda jelas dengan anggapan, bayangan atau
bahkan pemikiran konstruktif, tetapi memiliki hubungan kedekatan dengan
ketiga-tiganya. Menurut Barlett proses pengingatan merupakan kegiatan
rekonstruksi, bukan kegiatan mereproduksi. Berdasarkan percobaan-
percobaannya diperoleh sejumlah temuan yang melandasi teori
kognitivisme antara lain:
a) penafsiran (interpreting), memerankan peran penting terhadap apa
yang diingat;
b) apa yang diingat harus memiliki sejumlah hubungan dengan apa yang
dikenali sebelumnya;
9
c) memori merupakan suatu proses konstruktif.
Dalam konteks Kognitivisme yang dianggap pengembang teori
pemrosesan informasi justru Robert M. Gagne, yang kemudian
dikembangkan oleh George Miller. Asumsi yang melandasi teorinya
adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi yang selanjutnya diolah sehingga menghasilkan
keluaran berupa hasil belajar.
Di dalam pengolahan informasi teijadi interaksi antara kondisi-
kondisi internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah
kondisi dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
pembelajaran yang optimal serta proses kognitif yang terjadi dalam diri
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan
luar yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Model pengolahan informasi merupakan model dalam teori belajar
yang mencoba menjelaskan kerja memori manusia yang meliputi tiga
macam sistem penyimpanan ingatan, yaitu:
a. memori sensori (sensory memory), suatu sistem mengingat stimuli
secara cepat sehingga dapat berlangsung analisis persepsi, di sini
proses berlangsung selama 3-5 detik, masukan utamanya dari
penglihatan dan suara,
10
b. memori kerja (working memory), merupakan memori jangka pendek,
short-term memory (STM), mampu menyimpan 5-9 informasi dalam
waktu sekitar 15-20 detik, sehingga cukup waktu bagi pengolahan
informasi. Dalam hal ini, informasi yang diberi kode {decode) serta
persepsi setiap individu akan menentukan apa yang disimpan dalam
memori kerja,
c. memori jangka panjang, longterm memory (LTM), berfungsi
menyimpan informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama.
Informasi yang tersimpan di dalamnya dapat dalam bentuk verbal
maupun visual.
Proses pengolahan informasi berlangsung dalam tiga tahap. Tahap
pertama yaitu pengolahan informasi dalam sensor pencatat (sensory
register, sensory memory, sensory registry), kemudian diproses dalam
memori jangka pendek, selanjutnya ditransfer menuju memori jangka
panjang untuk disimpan dan sewaktu diperlukan dipanggil kembali.
Skema adalah suatu proses atau cara mengorganisasikan dan
merespon berbagai pengalaman belajar. Dengan kata lain, skema adalah
suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi
pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam
menghadapi berbagai tantangan dan berbagai jenis situasi. Skemata
menyatakan pengetahuan tentang konsep, yaitu objek dan hubungannya
dengan: objek yang lain, dengan situasi, dengan kejadian-kejadian, urutan
kejadian, tindakan, dan serangkaian tindakan. Belajar merupakan proses
11
aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan saling terkait
bagaikan jaring laba-laba, bukan sekadar tersusun secara hierarkis.
Terkait dengan efek skema (schema effects) dalam pembelajaran,
serta kaitan teori skema dengan teori pengolahan informasi, Gagne dan
Dick (dalam Hilgard,1975) menyatakan:
a) informasi baru yang dipelajari disimpan dengan menjalinnya dalam
suatu skema yang pembentukannya dilandasi informasi dari
pembelajaran terdahulu;
b) pengingatan terhadap informasi verbal yang lama dan telah dipelajari
kuat sekali dipengaruhi oleh skema ini, sehingga proses pengingatan
adalah suatu kegiatan konstruktif;
c) skema tidak hanya membantu retensi, pengingatan, terhadap materi
baru dengan cara menyediakan bingkai kerja untuk penyimpanannya,
tetapi juga mengubah informasi baru dengan cara membuatnya cocok
dengan harapan-harapan yang dibangun di dalam skema;
d) skema diorganisasikan sebagai komponen-komponen keterampilan
intelektual
e) secara ideal pembelajar akan mampu mengolah informasi baru
dengan cara mengevaluasi atau melakukan modifikasi terhadap
skema miliknya.
a. Teori-Teori Belajar Berbasis Kognitivisme
1) Teori Kognitif Gestait
12
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang padanan artinya bentuk
atau konfigurasi. Dalam dunia psikologi gestalt dimaknai sebagai kesatuan
atau keseluruhan yang bermakna (a unified or meaningful whole). Pokok
pandangan gestalt adalah bahwa objek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Berbeda
dengan pandangan behaviorisme yang berasumsi adanya perilaku
molekular, pandangan gestalt lebih menekankan kepada perilaku molar.
Perilaku molekular bersifat mekanistik-otomatis dan menitikberatkan
kepada perilaku dalam bentuk konstraksi otot atau keluarnya kelenjar
(ingat bahwa objek penelitiannya berupa binatang). Sedangkan perilaku
molar adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.
Peletak dasar teori Gestalt adalah Marx Wertheimer yang meneliti
tentang pengamatan terhadap apa yang sering kita alami ,tetapi bukan
merupakan bagian dari sensasi kita yang sederhana. Berbeda dengan
penganut aliran behaviorisme pada saat itu, Wertheimer lebih memberikan
penekanan kepada keseluruhan, whole. Keseluruhan jauh lebih penting
daripada jumlah semua bagian. Perilaku tidak ditentukan oleh salah satu
unsur individual, perilaku ditentukan oleh sifat intrinsik dari keseluruhan.
Gagasan pokok dari teori Gestalt yaitu pengelompokan (grouping).
Pentingnya grouping dijelaskan melalui hukum gestalt:
a) proximity, kedekatan, objek yang berdekatan satu sama lain
cenderung mengelompok;
13
b) symmetry, simetri, atau similarity, kesamaan, makin mirip suatu objek
makin cenderung mereka mengelompok;
c) good continuation, kesinambungan, objek yang membentuk garis
sambung cenderung mengelompok.
Di samping nama Marx Wertheimer dikenal nama Wolfgang Kohler
dan Kurt Kofka sebagai pengembang teori gestalt. Wolfgang Kohler
mengemukakan konsep belajar tilikan {insight learning) dengan memakai
binatang coba seekor simpanse bernama Sultan. Menurut pandangan ahli
teori Gestalt semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman tentang
adanya hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian terhadap
keseluruhan. Tingkat kejelasan dan kemaknaan terhadap apa yang
diamati dalam situasi belajar akan lebih meningkatkan kemampuan belajar
seseorang daripada melalui hukuman atau ganjaran.
2) Teori Belajar Medan Kognitif dari Kurt Lewin
Kurt Lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif (cognitive-
field) dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial.
Lewin memandang bahwa setiap individu berada di dalam suatu medan
kekuatan yang bersifat psikologis, yang disebut ruang hidup {life space).
Life space meliputi manifestasi lingkungan di mana siswa bereaksi,
misalnya bereaksi terhadap orang-orang yang dijumpai, objek material
yang dihadapi, serta fungsi kejiwaan yang dimilikinya. Belajar berlangsung
sebagai akibat perubahan struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu
14
merupakan hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan
kognitif itu sendiri, yang lain dari kebutuhan motivasi internal individu.
Dalam ruang hidup, siswa memiliki tujuan yang ingin dicapai,
didorong oleh motif hidupnya, sehingga ia berupaya melakukan sesuatu
untuk mencapai tujuan itu. Akan tetapi, selalu ada hambatan yang
merintangi. Bila ia mampu mengatasi hambatan dan dapat mencapai
tujuan itu, maka ia akan memasuki medan kognitif baru, yang di dalamnya
berisi tujuan yang baru pula, dan dia akan berusaha lagi untuk mengatasi
hambatan baru itu, demikian seterusnya pola belajar itu berlangsung
sepanjang hayat.
Implementasi teori Gestalt dalam pembelajaran, antara lain pada
pengembangan konsep.
a) Pengalaman tilikan (insight), tilikan memegang peranan yang penting
dalam perilaku. Kemampuan tilikan adalah kemampuan mengenali
keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.
b) Pembelajaran bermakna (meaningful learning), kebermaknaan unsur-
unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam pemecahan
masalah (problem solving), khususnya dalam identifikasi masalah dan
alternatif pemecahannya.
c) Perilaku bertujuan (purposive behavior), maknanya perilaku terarah
pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi sebagai akibat hubungan S-
15
R, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan
yang ingin dicapainya.
d) Prinsip ruang hidup (life space), bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan di mana ia berada. Mated
pembelajaran hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan
kondisi lingkungan tempat siswa tinggal dan hidup. Konsep ini
dikembangkan oleh Lewin.
e) Transfer dalam belajar, pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi yang lain. Transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian objek dari suatu konfigurasi
dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkannya dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Transfer belajar akan
terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok
dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian
digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
3) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif disebut pula teori perkembangan
intelektual atau teori perkembangan mental. Teori ini berkenaan dengan
kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap-tahap
perkembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem
16
saraf. Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka makin
komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula
kemampuannya. Atas dasar pemikiran ini maka Piaget disebut-sebut
cenderung menganut teori psikogenesis, artinya pengetahuan sebagai
hasil belajar berasal dari dalam individu.
Menurut Piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan
berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berpikir anak
merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi
intelektual, dari konkret menuju abstrak. Pada suatu tahap perkembangan
tertentu akan muncul skema atau struktur kognitif tertentu yang
keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung kepada pencapaian
tahapan sebelumnya. Piaget juga terlibat dalam pengembangan konsep
skemata, yaitu skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi
lingkungannya dalam tahap-tahap perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam mempresentasikan irrformasi secara
mental.
Secara garis besar skema yang digunakan anak untuk memahami
dunianya dibagi dalam empat periode utama atau tahapan-tahapan
sebagai berikut.
a) Tahap sensori motor (berlangsung sejak lahir sampai sekitar usia 2
tahun).
Dalam dua tahun pertama kehidupannya, bayi dapat memahami
lingkungannya dengan jalan melihat, meraba, memegang, mengecap,
17
mencium, mendengarkan dan menggerakkan anggota tubuh. Dengan kata
lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik dan motoriknya.
Beberapa kemampuan kognitif penting muncul pada saat ini. Anak mulai
memahami bahwa perilaku tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi
dirinya. Kemampuan yang dimiliki anak-anak antara lain:
(1) melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di
sekitarnya;
(2) suka memperhatikan sesuatu lebih lama;
(3) mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
b) Tahap pra-operasional (sekitar usia 2-7 tahun)
Saat ini kecenderungan anak untuk selalu mengandalkan dirinya
pada persepsinya tentang realitas sangatlah menonjol. Dengan adanya
perkembangan bahasa dan ingatan, anak pun mampu mengingat banyak
hal tentang lingkungannya. Intelektual anak dibatasi oleh egosentrisnya,
yaitu bahwa ia tidak menyadari jika orang lain dapat berpandangan
berbeda dengannya tentang sesuatu objek atau fenomena yang sama.
Akibatnya sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Berikut
adalah karakteristiknya.
(1) Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal
dan mencolok.
(2) Tidak mampu memusatkan perhatian kepada objek-objek yang
berbeda.
18
(3) Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat
menjelaskan perbedaan antarderetan.
c) Tahap operasional konkret (berlangsung sekitar 7-11 tahun)
Pada kurun waktu ini pikiran logis anak mulai berkembang. Dalam
usahanya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu
menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindera. Anak
yang sudah mampu berpikir secara operasi konkret, juga sudah
menguasai pembelajaran penting, yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh
pancaindera seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa
harus mempengaruhi, misalnya kuantitas objek yang bersangkutan. Anak
seringkali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui
jika membuat kesalahan. Sesungguhnya anak telah dapat melakukan
klasifikasi, pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems)
tetapi ia belum sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang
terkandung di dalamnya.
d) Tahap operasional formal (mulai usia 11 tahun dan seterusnya).
Sejak tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir
mengenai ide, mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif
pemecahan masalah. Mereka sudah dapat mengembangkan hukum-
hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Mereka telah
mampu menyusun hipotesis serta membuat kaidah mengenai hal-hal yang
bersifat abstrak. Dengan kata lain, model berpikir ilmiah hipotetiko-deduktif
dan induktif sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik
19
simpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesis. Sehingga pada
tahap ini anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, secara
proporsional, serta menarik generalisasi secara mendasar.
Selanjutnya Piaget juga menjelaskan bahwa perkembangan skema
(schema development) adalah universal dalam urutannya, artinya semua
pembelajar di seluruh dunia memang harus melewati tahap sensori-motor
sampai kepada tahap operasional formal. Meskipun ternyata sedikit
bervariasi dalam kecepatan penyelesaian setiap tahap dan dapat memiliki
berbagi bentuk. Perbedaan itu menurut Piaget disebabkan oleh empat
faktor, yaitu:
(1) kematangan dari dalam (maturity);
(2) pengalaman individual dalam lingkungan tertentu seseorang itu
tumbuh, dan mencakup stimulus tertentu yang secara kebetulan
diperoleh seseorang;
(3) tranmisi sosial (sosialisasi melalui pendidikan sekolah maupun luar
sekolah);
(4) pengarahan diri secara internal dan pengaturan diri (internal self
direction and regulation).
Menurut Piaget (Semiawan, 2002: 51-52) semua perkembangan
skema bersifat universal bagi seluruh umat manusia, sehingga
implikasinya bagi pendidikan adalah bahwa kita tidak dapat mengajarkan
sesuatu pada seseorang bila belum ada kesiapan (readiness) yang
merujuk kepada kematangannya. Dengan demikian, maka semua
20
pembelajaran dan masukan yang diperoleh seseorang harus cocok
(match) dengan perkembangan skema seseorang.
Sementara itu, mengingat posisi Piaget yang unik, hadir baik dalam
teori kognitivisme dan konstruktivisme maka penjelasan lebih lanjut dari
teori Piaget dikembangkan dalam konstruktivisme. Hal yang penting untuk
dicatat di sini, jika teori kognitif Wertheimer dan Kurt Lewin, digolongkan
dalam teori nativisme yang menganggap. perkembangan kognitif sebagai
pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan, maka mulai Piaget
dan seterusnya kognitivisme lebih mendekati konstrtrioivisme yang
menganut filsafat empirisme dengan asumsi pembangunan kemampuan
kognitif harus melalui pengalaman atau tindakan yang termotivasi dengan
sendirinya terhadap lingkungan, jadi pembelajaran harus bersifat aktif.
Menurut Piaget belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan menemukan, memungut
berbagai hal dari lingkungan.
Di samping itu Piaget mengembangkan pula konsep adaptasi
dengan dua variannya, yaitu asimilasi dan akomodasi. Adaptasi adalah
struktur fungsional, sebuah istilah yang digunakan Piaget untuk
21
menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya
dalam proses pengembangan kognitif. Menurut Piaget, adaptasi ini terdiri
dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi, dari sudut pandang biologi adalah integrasi unsur-unsur
eksternal eksternal terhadap struktur yang sudah lengkap pada
organisme. Asimilasi kognitif meliputi objek eksternal yang untuk menjadi
struktur pengetahuan internal. Proses asimilasi ini didasarkan atas
kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu mengasimilasi informasi-
informasi yang sampai kepadanya, kemudian informasi-informasi
tersebut dikelompokkan ke dalam istilah-istilah yang sebelumnya telah
dipahaminya.
Akomodasi, adalah menciptakan langkah baru atau memperbarui
atau menggabung-gabungkan istilah/konsep lama untuk menghadapi
tantangan baru. Akomodasi kognitif berarti mengubah struktur
kognitif/skema yang sudah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan
objek stimulus eksternal. Jadi, jika pada asimilasi terjadi perubahan pada
objeknya, maka pada akomodasi perubahan terjadi pada subjeknya,
sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan objek yang ada di luar
dirinya. Struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami
perubahan supaya sesuai dengan supaya sesuai dengan rangsangan-
rangsangan objeknya. Dalam konsep psikologi, asimilasi pada hakikatnya
sesuai dengan teori penyesuaian diri autoplastik (autoplastic), sedangkan
akomodasi sesuai dengan teori penyesuaian diri aloplastik (alloplastic).
22
Menurut Piaget, adanya informasi baru yang diperoleh dari
lingkungan kemudian dicocokkan dengan skema pembelajar, hal ini
menyebabkan disekuilibrium (ketidakseimbangan) pada struktur kognitif
yang disebut konflik kognitif atau disonansi kognitif. Kemudian, Piaget juga
menyatakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan adaptasi
dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium),
antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas
lingkungan terhadap individu (akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara
individu dengan lingkungan, maka peristiwa asimilasi dan peristiwa
akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan
komplementer.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut.
(1) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh
sebab itu, guru dalam mengajar harus menggunakan bahasa yang
sesuai dengan cara berpikir anak.
(2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi
lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak,
mengakomodasikan agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
(3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan sebagai
bahan baru tetapi tidak asing.
23
(4) Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
(5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.
Terkait dengan langkah-langkah pembelajaran yang merupakan
bagian dari metode pembelajaran, Suciati dan Irawan (dalam Budiningsih,
2005: 50) menyimpulkan bahwa menurut konsep Piaget langkah-langkah
pembelajaran meliputi aktivitas sebagai berikut:
(1) menentukan tujuan pembelajaran;
(2) memilih materi pelajaran;
(3) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif;
(4) menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut
misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan
sebagainya;
(5) mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas
dan cara berpikir siswa;
(6) melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
4) Teori Discovery Learning dari Jerome S. Bruner
Jerome Seymour Bruner adalah imigran dari Polandia yang
dibesarkan di New York. Bukunya tentang pendidikan yang terlihat
mendukung prinsip kognitivisme antara lain adalah The Process of
Education (1960), dan The Culture of Education (1996). Dalam bukunya
yang pertama terlihat sekali pengaruh Jean Piaget dan Lev Vygotsky.
24
Dasar dari teori Bruner adalah ungkapan Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan secara aktif saat belajar di kelas. Konsepnya
adalah belajar dengan menemukan {discovery learning), siswa
mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu
bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses penemuan personal
{personal discovery), oleh setiap individu murid. Inilah tema pokok teori
Bruner.
Guru harus memberikan keleluasan kepada siswa untuk menjadi
pemecah masalah {problem solver), seorang ahli sains, matematikawan,
ahli sejarah dan profesi lain yang menantang, menjelajah dan berbasis
penemuan. Biarkan siswa menemukan arti hidup bagi dirinya sendiri dan
memungkinkan mereka mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa
mereka sendiri. Siswa didorong dan disemangati untuk belajar sendiri
melalui kegiatan dan pengalaman. Peran guru
terutama untuk menjamin agar kegiatan belajar menimbulkan rasa
ingin tahu (kuriositas) siswa, meminimalkan risiko kegagalan belajar, dan
agar belajar relevan dengan kebutuhan siswa.
Menurut Bruner seiring dengan terjadinya pertumbuhan kognitif,
para pembelajar harus melalui tiga tahapan pembelajaran. Tiga tahapan
perkembangan intelektual itu menurut Bruner meliputi:
(1) enaktif (enactive), seseorang belajar tentang dunia melalui respon
atau aksi-aksi terhadap suatu objek. Dalam memahami dunia
25
sekitarnya anak menggunakan keterampilan dan pengetahuan motorik
seperti meraba, memegang, mencengkeram, menyentuh, menggigit
dan sebagainya. Anak-anak harus diberi kesempatan bermain dengan
berbagai bahan/alat pembelajaran tertentu agar dapat memahami
bagaimana bahan/alat itu bekerja.
(2) ikonik (iconic), pembelajaran terjadi melalui penggunaan model-model
dan gambar-gambar dan visualisasi verbal. Anak-anak mencoba
memahami dunia sekitarnya melalui bentuk-bentuk perbandingan
(komparasi) dan perumpamaan (tamsil), dan tidak lagi memerlukan
manipulasi objek-objek pembelajaran secara langsung.
(3) simbolik, siswa Sudah mampu menggambarkan kapasitas berpikir
dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam memahami dunia sekitarnya
anak-anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika
dan sebagainya. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan banyak
sistem simbol. Huruf dan lambang bilangan merupakan contoh sistem
simbol. Fase simbolik merupakan tahap final dalam pembelajaran.
Bruner selanjutnya menegaskan bahwa guru yang efektif harus
membantu pembelajar dan membimbingnya untuk melewati ketiga fase ini
dengan suatu proses yang disebut scaffolding. Inilah cara siswa
membangun pemahaman. Pada akhirnya melalui scaffolding ini, siswa
dibimbing menjadi pembelajar yang mandiri. Tentang scaffolding akan
dibahas lebih lanjut dalam konstruktivisme.
Tujuan pokok pendidikan menurut Bruner adalah bahwa guru harus
memandu para siswanya sehingga mereka dapat membangun basis
26
pengetahuannya sendiri dan bukan karena diajari melalui memorisasi.
hafalan (rote memorization). Informasi-informasi baru dipahami siswa
dengan cara mengklasifikasikannya berlandaskan pengetahuan terdahulu
yang telah dimilikinya. Menurut Bruner, interkoneksi antara pengetahuan
baru dengan pengetahuan terdahulu menghasilkan reorganisasi dari
struktur kognitif, yang kemudian menciptakan makna dan mengizinkan
individu memahami secara mendalam informasi baru yang diberikan
(Clabaugh, 2009).
Penekanannya adalah pada pandangan bahwa mengetahui itu
suatu proses dan bukan suatu produk. Dalam kaitan dengan fase-fase
proses belajar, Jerome S. Bruner berpendapat bahwa proses belajar
meliputi, (i) fase penerimaan informasi/penerimaan materi, (ii) fase
transformasi, dan (iii) fase penilaian materi. Maksudnya, belajar itu
merupakan proses aktif dengan cara mana siswa mengkonstruk gagasan
baru atau konsep baru berlandaskan pengetahuan awal yang telah
dimilikinya. Pembelajar memilih dan mengolah informasi, membangun
hipotesis, dan membuat keputusan yang berlangsung dalam struktur
kognitifriya. Berdasarkan penjelasannya ini, terlihat bahwa Jerome S.
Bruner pun berperan dalam pengembangan teori pengolahan informasi
(IPT, Information Processing Theory).
Teori pembelajaran lain yang terkenal dari Jerome Bruner adalah
teori pembelajaran konsep (concept learning) atau pembelajaran kategori
atau dikenal . sebagai pemerolehan konsep (concept attainment). Teori ini
27
dikembangkan bersama Goodnow dan Austin pada tahun 1967 (Suwarni
2012). Mereka mendefinisikan pemerolehan konsep atau pembelajaran
konsep sebagai pencarian atau pendaftaran kejadian yang relevan atribut-
atribut yang dapat digunakan untuk membedakan bermacam-macam
kategori eksemplar dan kategori noneksemplar. Eksemplar adalah contoh-
contoh khusus (specific instances) atau kejadian-kejadian yang relevan
dan bermakna untuk pembelajaran. Noneksemplar adalah kejadian-
kejadian yang tidak ada hubungannya langsung dengan pembelajaran.
Konsep dimaksudkan sebagai kategori mental yang membantu kita
mengklasifikasi objek, kejadian atau ide-ide pada setiap objek, setiap
kejadian, setiap gagasan yang membentuk seperangkat himpunan
dengan ciri-ciri umum yang relevan. Jadi, pembelajaran konsep adalah
strategi yang mempersyaratkan seorang pembelajar untuk
membandingkan dan mengontraskan kelompok-kelompok atau kategori-
kategori yang mengandung ciri-ciri konsep yang relevan dengan kelompok
atau kategori yang tidak mengandung ciri-ciri konsep yang relevan. Teori
Bruner ini sebagian juga dikembangkan oleh Gagne.
Tentang kurikulum, konsep Bruner yang terkenal adalah kurikulum
berbentuk spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara menyajikan suatu
materi pelajaran dengan mengorganisasikan materi pelajaran pada tingkat
makro. Dalam hal ini materi pelajaran mula-mula disajikan secara umum,
kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam
cakupan yang lebih rinci. Hal ini merupakan bentuk penyesuaian antara
28
materi yang dipelajari dengan perkembangan struktur kognitif pembelajar.
Contoh sederhana penyajian secara spiral, yaitu jika pada awalnya siswa
diajar tentang penambahan, maka pada pembelajaran berikutnya siswa
diajar tentang perkalian, dalam hal ini dijelaskan bahwa perkalian tidak
lain adalah melakukan kegiatan penambahan berulang-ulang, 2 + 2 + 2 =
2X3 = 6.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner, dirumuskan
sebagai, berikut:
(1) menentukan tujuan pembelajaran;
(2) melakukan identifikasi karakteristik siswa, entry behavior;'
(3) memilih materi pelajaran;
(4) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif;
(5) mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa;
(6) mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik;
(7) melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Budiningsih,
2005 : 50)
5) Teori Belajar dari Robert M. Gagne
Gagne menggabungkan ide-ide behaviorisme dan kognitivisme
dalam pembelajaran. Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran
29
dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi
antara kondisi internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal
adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu. Sedangkan
kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal ini oleh Gagne
disebut sebagai sembilan peristiwa pembelajaran.
Teori Robert Gagne tentang pembelajaran terdiri dari tiga prinsip,
yaitu syarat-syarat pembelajaran (conditions of learning), sembilan
peristiwa pembelajaran (nine events of instructions), dan taksonomi hasil
belajar (taxonomy of learning outcomes). Dalam bukunya yang berjudul
The Condition of Learning (1970), Gagne mengemukakan delapan macam
tipe belajar yang membentuk suatu hierarki belajar dari yang paling rumit.
Hierarki belajar ini akan kita bahas dalam sub-bab tipe belajar. Kedelapan
hierarki belajar ini sering diterapkan dalam pembelajaran tuntas (mastery
learning) di samping taksonomi Bloom. Berkaitan dengan proses
pembelajaran Gagne berpendapat bahwa tahapan proses pembelajaran
meliputi delapan fase, yaitu: (a) motivasi, (b) pemahaman, (c)
pemerolehan, penyimpanan, (e) pengingatan kembali, (f) generalisasi, (g)
perlakuan, dan (h) umpan balik.
Sembilan peristiwa pembelajaran menurut Gagne adalah sebagai
berikut.
30
(1) Memberikan perhatian (gain attention). Contoh sederhana tunjukan es
krim, ceritakan kelezatan yang diperoleh dari memakannya.
(2) Memberi tahu siswa Hejjrt^ig-^tujuan pembelajaran (inform learner of
objectives), biarkan siswa mengetahui apa yang akan dipelajarinya.
Contohnya: "Hari ini, kita akan belajar membuat es krim".
(3) Dibangun atas pengetahuan yang telah lalu (recall prior knowledge).
Contohnya: "Apakah ada yang pernah membuat es krim? Di mana,
kapan, dan bahan apa saja yang diperlukan?"
(4) Menyajikan pembelajaran sebagai rangsangan (present material).
Contoh: Tunjukkan kepada siswa bagaimana membuat es krim.
(5) Memberikan panduan belajar (provide guided learning), bantulah
siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik pada saat
pembelajaran berlangsung.
(6) Menampilkan kinerja (elicit performance), mintalah para siswa
mengerjakan apa-apa yang baru dipelajarinya. Contoh, berikan
kepada siswa bahan-bahan untuk membuat es krim dan mintalah agar
membuat es krim sendiri.
(7) Memberikan umpan balik (provide feedback), beritahu siswa
kinerjanya masing-masing. Contoh, guru berkeliling kelas melihat
bagaimana setiap siswa membuat es krim.
(8) Menilai kinerja (assess performance),nilailah siswa tentang
pengetahuannya mengenai topik pembelajaran. Contoh: amati es krim
31
hasil karya siswa, jika mereka benar cara membuatnya diperbolehkan
memakannya.
(9) Meningkatkan retensi/ingatan dan transfer pengetahuan (enhance
retention and transfer). Bantulah siswa dalam mengingat-ingat dan
menerapkan keterampilan baru itu. Contoh, siswa ditugasi membuat
es krim pada saat karya wisata sekolah.
b. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif anak menunjukkan perkembangan dari cara
berpikir anak. Ada faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam
Partini, 2003:4) bahwa’ pengalaman yang berasal dari lingkugan dan
kematangan keduanya mempengaruhi perkembangan kognitif anak’’.
Sedangkan menurut Soemiarti dan Patmonodewo (2003:20)
perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan
perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak
walaupun masih dalam kandugan ibu akan mempengaruhi perkembangan
kognitif antara lain :
1) Faktor Hereditas/ Keturunan
Teori herditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli
filsafat Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir
sudah membawa potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh
lingkungan taraf intelegensi sudah ditentukan sejak lahir.
2) Faktor Lingkungan
32
John Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan
suci seperti kertas putih yang belum ternoda, dikenal dengan teori
tabul rasa. Taraf Intelegensi ditentukan oleh pengalaman dan
pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
3) Faktor Kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dikatakan matang jika telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Hal
ini berhubungan dengan usia kronologis .
4) Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan
yaitu pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak
sengaja (pengaruh alam sekitar).
5) Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan
dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebi baik. Bakat seseorang
akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Seseorang yang
memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan cepat
mempelajarinya.
6) Faktor Kebebasan
33
Kelulusan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti
manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan
masalah dan bebas memilih masalah sesuai kebutuhan.
b. Kecerdasan Linguistik Verbal
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan
bahasa- bahasa termasuk bahasa ibu dan mungkin bahasa-bahasa asing
untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran dan memahami
orang lain Kecerdasan linguistik merujuk pada kemampuan untuk berpikir
tentang kata dan menggunakan bahasa untuk berekspresi dan
menghargai makna-makna yang kompleks (Suan dan Sulaiman, 2009).
Kecerdasan linguistik disebut juga kecerdasan verbal karena mencakup
kemampuan untuk mengekspresikan diri secara lisan dan tertulis, serta
kemampuan untuk menguasai bahasa asing (McKenzie, 2005).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan bahasa yang tinggi akan
mampu menceritakan cerita dan adegan lelucon, menulis lebih baik dari
rata- rata anak yang lain yang memiliki usia yang sama, mempunyai
memori tentang nama, tempat, tanggal, dan informasi lain lebih baik dari
anak pada umumnya, senang terhadap permainan kata, menyukai baca
buku, menghargai sajak, dan permainan kata-kata, suka mendengar cerita
tanpa melihat buku, mengkomunikasikan, pikiran, perasaan, dan ide-ide
dengan baik, mendengarkan dan meresponi bunyi-bunyi, irama, warna,
berbagai kata- kata lisan (Lane, 2009).
34
Di samping itu, anak yang memiliki kecerdasan bahasa yang lebih
dari pada anak lainnya suka meniru bunyi-bunyi, bahasa, membaca dan
menulis, belajar dengan mendengar, membaca, menulis dan berdiskusi,
mendengarkan secara efektif, memahami, meringkas, menginterpretasi
dan menjelaskan, dan mengingat apa yang telah dibaca, selalu berusaha
untuk meningkatkan penggunaan bahasa, menciptakan bentuk-bentuk
bahasa yang baru, bekerja dengan menulis atau menyukai komunikasi
lisan.
Mereka juga suka mengajukan banyak pertanyaan, suka bicara,
memiliki banyak kosa kata, suka membaca dan menulis, memahami
fungsi bahasa, dapat berbicara tentang keterampilan bahasa. Oleh karena
itu, karir yang sesuai dengan orang yang memiliki kecerdasan verbal yang
tinggi adalah penyair, wartawan (jurnalis), Ilmuwan, novelis, pemain
komedi, pengacara, penceramah, pelatih, guide, guru, dan lain-lain.
Kecerdasan linguistic-verbal atau dikenal dengan istilah pintar kata
adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa baik lisan maupun
tulisan secara tepat dan akurat. Menggunakan kata merupakan cara
utama untuk berpikir dan menyelesaikan masalah bagi orang yang
memiliki kecerdasan ini. Mereka cenderung mempunyai keterampilan
reseptif (input) auditori dan produktif (output) verbal yang sangat baik.
Mereka menggunakan kata untuk membujuk, mengajak, membantah,
menghibur, atau membelajarkan orang lain. Mereka juga termasuk
penulis, pembicara, atau menjadi keduanya dengan baik.
35
Pekerjaan yang sangat disukai oleh mereka yang memiliki
kecerdasan linguistik-verbal adalah guru, kepala sekolah, pendongeng,
pelawak, pembawa acara, pembaca berita di radio atau televisi, wartawan,
editor surat kabar, penulis, pengarang, penyair, dan lain-lain.
2. Hakikat Hasil Belajar Bahasa Indonesia
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan rangkaian dari dua kata yaitu "hasil" dan
"belajar". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hasil berarti sesuatu
yang diadakan oleh suatu usaha. Sedangkan kata belajar mempunyai
banyak pengertian, menurut pengertian secara psikologi, belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah
laku.
Belajar merupakan proses dari seseorang, hasil belajar dipengaruhi
oleh intelegensi dan penguasaan anak tentang mated yang dipelajarinya.
Hasil belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang
biasanya disebut tes hasil belajar.
Menurut Hudoyo (dalam Tirtana, 2009: 6) mengemukakan bahwa:
“Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswadalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuanpendidikan yang diharapkan. Hasil belajar dalam hal ini meliputiaspek kognitif (penguasaan intelektual), afektif (berhubungandengan sikap dan nilai), dan psikomotorik (kemampuan atauketerampilan siswa)."
36
Pendapat lain tentang hasil belajar dikemukakan oleh Dimyati dan
Mudjiono (2003: 6) bahwa "hasil belajar merupakan hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Sejalan dengan itu,
Suprijono (2009: 5) mengemukakan bahwa "hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi dan
keterampilan.
Susanto (2013: 5) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hasil
belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proswes dari
seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan
perilaku yang relatif menetap. Sedangkan Rusmono (2012: 100
menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku individu yang
meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan perilaku
tersebut diperoleh setelah siswa menyelesaikan program
pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan
lingkungan belajar. Pengertian hasil belajar juga dikemukakan oleh Tim
Pengembang MKDP (2013: 140) yaitu hasil belajar dirumuskan dalam
bentuk kompetensi, yaitu kompetensi sosial dan kompetensi vokasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan hasil
belajar bahasa Indonesia adalah gambaran tingkat penguasaan yang
dicapai siswa dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia yang
terlihat pada nilai yang diperoleh dari tes hasil belajar bahasa Indonesia.
37
Hasil yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran proses belajar
mengajar.
b. Fungsi Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2005: 3) fungsi hasil belajar yaitu:
1) Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional
2) Umpan balik bagi perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan
instruksional, kegiatan belajar siswa strategi mengajar guru
3) Dasar dan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa kepada para
orangtuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan
kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk
nilai-nilai prestasi yang dicapainya.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor
yang mempengaruhi, baik dari diri siswa (faktor internal) seperti faktor
kesehatan, cacat tubuh, intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan belajar maupun dari faktor luar siswa (faktor
ekstern) seperti faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Pengenalan terhadap faktor-faktor tersebut penting sekali artinya
dalam membantu siswa mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya.
Disamping itu, diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar,
akan dapat diidentifikasi faktor yang menyebabkan kegagalan bagi siswa
sehingga dapat dilakukan antisipasi atau penanganan secara dini agar
siswa tidak gagal dalam belajarnya atau mengalami kesulitan belajar.
38
Purwanto (2007: 102) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar, yaitu:
1) Faktor dari diri organisme itu sendiri yang disebut faktorindividual (kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan,motivasi dan faktor pribadi).
2) Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial(keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya,alat-alat yang diperlukan dalam belajar mengajar, lingkungandan kesempatan yang tersedia. dan memotivasi.
Pendapat di atas relevan dengan pengklasifikasian faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar sebagaimana dikemukakan oleh
Slameto (1991: 54), yaitu:
1) Faktor-faktor intern, berupa: faktor jasmaniah, terdiri atas: faktorkesehatan, cacat tubuh; faktor psikologis, terdiri atas: inteligensi,perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan; danfaktor kelelahan
2) Faktor-faktor ekstern, berupa: faktor Keluarga (cara orang tuamendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah,keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latarbelakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar,kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajarandi atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugasrumah), faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat,mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Berdasarkan kedua pendapat di atas, pada hakikatnya terdapat
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa,
namun pada intinya pendataan belajar dapat diklasifikasikan atas dua
faktor, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri siswa maupun dari luar
dirinya. Faktor dari diri berupa faktor fisik, psikologis dan gaya belajar,
39
sedangkan faktor dari luar diri siswa, yaitu faktor lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan
pergaulan siswa yang mempengaruhi aktivitas belajarnya sehari-hari.
Segala perubahan yang terjadi ditunjukkan dalam bentuk
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang merupakan hasil belajar.
Sudjana (2005: 3) berpendapat bahwa hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Sedangkan menurut Sudjana (2005: 22)
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seorang anak setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Belajar itu
sendiri merupakan proses dari seseorang yang hasil belajarnya
dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan awal anak tentang materi
yang akan dipelajari.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah nilai
yang dicapai atau diperoleh siswa setelah melewati proses belajar
mengajar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
d. Aktivitas Belajar
Menurut Soemanto (1987: 107) ada beberapa contoh aktivitas
belajar dalam beberapa situasi yaitu: (1). Mendengar, (2) memandang, (3)
meraba, (4) menulis dan mencatat, (5) membaca, (6) membuat ikhtisar
atau ringkasan, (7) mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-
bagan, (8) menyusun paper atau kertas kerja, (9) mengingat, (10) berpikir
40
dan (11) latihan atau praktek. Beberapa contoh aktivitas belajar tersebut di
atas akan diuraikan sebagai berikut:
1) Mendengar
Dalam kehidupan sehari-hari kita bergaul dengan orang lain. Dalam
pergaulan itu terjadi komunikasi verbal berupa percakapan. Percakapan
memberikan situasi tersendiri bagi orang-orang yang terlibat ataupun yang
tidak terlibat tetapi secara tidak langsung mendengar informasi.
2) Memandang
Setiap stimuli visual memberi kesempatan bagi seseorang untuk
belajar. Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang dapat kita pandang,
akan tetapi tidak semua pandangan atau penglihatan kita adalah belajar.
Meskipun pandangan kita tertuju kepada suatu obyek visual, apabila
dalam diri kita tidak terdapat kebutuhan, motivasi serta set tertentu untuk
mencapai suatu tujuan, maka pandangan yang demikian tidak termasuk
belajar. Alam sekitar kita termasuk juga sekolah dengan segenap
kesibukannya, menampakkan obyek-obyek yang memberi kesempatan
untuk belajar.
3) Meraba, Mencium, dan Mencicipi/Mencecap
Meraba, mencium dan mencecap adalah aktivitas sensoris seperti
halnya pada mendengarkan dan memandang. Segenap stimuli yang
dapat diraba, dicium dan dicecap merupakan situasi yang memberi
kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Hal aktivitas meraba, aktivitas
mencium, ataupun aktivitas mencecapi dapat dikatakan belajar, apabila
41
aktivitas-aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai
tujuan dengan menggunakan set tertentu untuk memperoleh perubahan
tingkah laku.
4) Menulis dan Mencatat
Setiap aktivitas pengindraan kita yang bertujuan, maka memberikan
kesan-kesan yang berguna bagi belajar kata selanjutnya. Kesan-kesan itu
merupakan materiil untuk maksud-maksud belajar selanjutnya. Materiil
atau obyek yang ingin kita pelajari lebih lanjut hams memberi
kemungkinan untuk dipraktekkan. Beberapa materiil di antaranya terdapat
di dalam buku-buku, di kelas, ataupun di buku catatan kita sendiri, Kita
dapat membawa serta mempelajari isi buku catatan dalam setiap
kesempatan. Dan sumber manapun kita dapat membuat fotokopi isi
pelajaran. Kita dapat membuat catatan dari setiap buku yang kita pelajari,
bahkan dari setiap situasi seperti ceramah, diskusi, demonstrasi dan
sebagainya kita dapat membuat catatan, untuk keperluan belajar di masa-
masa selanjutnya.
5) Membaca
Seringkali ada orang yang membaca buku pelajaran sambil
berbaring santai di tempat tidurnya hanya dengan maksud agar dia bias
tidur. Membaca semacam ini adalah bukan aktivitas belajar. Ada pula
orang yang membaca sambil berbaring dengan tujuan belajar, menurut
ilmu jiwa membaca yang demikian belum dapat dikatakan sebagai belajar.
Belajar adalah aktif, dan membaca untuk keperluan belajar hendaknya
42
dilakukan di meja belajar daripada di tempat tidur, karena dengan sambil
tiduran itu perhatian dapat terbagi. Dengan demikian belajar sambil
tiduran mengganggu set belajar.
Belajar memerlukan set. Membaca untuk keperluan belajar harus
pula menggunakan set, membaca dengan set misalnya dengan memulai
memperhatikan judul-judul bab, topik-topik utama dengan berorientasi
kepada kebutuhan dan tujuan. Kemudian memilih topik yang relevan
dengan kebutuhan atau tujuan itu.
6) Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi
Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena
menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau
ringkasan ini memang dapat membantu kita dalam hal mengingat atau
mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang.
Untuk keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya
membuat ikhtisar adalah belum cukup. Sementara membaca, pada hai-hal
yang penting kita beri garis bawah (underlining). Hal ini sangat membantu
kita dalam usaha menemukan kembali meteriil itu di kemudian hari.
7) Mengamati Tabel-tabel, Diagram-diagram, dan Bagan-bagan
Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering kita jumpai tabel-
tabel diagram ataupun bagan-bagan. Materiil non-verbal semacam ini
sangat berguna bagi kita dalam mempelajari materiil yang relevan itu.
Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan Iain-lain dapat menjadi
bahan ilustratif yang membantu pemahaman kita tentang sesuatu hal.
8) Menyusun Paper atau Kertas Kerja
43
Dalam membuat paper, terutama yang perlu mendapat perhatian
ialah rumusan topik paper itu. Dari rumusan topik itu kita akan dapat
menentukan materiil yang relevan. Kemudian kita perlu mengumpulkan
mated yang akan ditulis ke dalam paper dengan mencatatkan pada buku
notes atau kartu-kartu catatan. Paper yang baik memerlukan perencanaan
yang masak dengan terlebih dulu mengumpulkan ide-ide yang menunjang
serta penyediaan sumber-sumber yang relevan.
Tidak semua aktivitas penyusun paper merupakan aktivitas belajar.
Banyak pelajar atau mahasiswa yang menyusun paper dengan jalan
mengkopi atau menjiplak. Memang cara yang demikian sering
menguntungkan mereka karena dengan mengambil materi sana-sini,
diatur hubungannya sehingga membentuk sajian yang sistematis dan
lengkap, dengan bahasa yang bagus karena di buat oleh para ahli, maka
mereka memperoleh angka lulus. Kalau kita pikirkan, apakah yang dapat
diperoleh mereka dengan cara ini? Apakah perkembangan pribadi yang
mereka alami?
9) Mengingat
Mengingat dengan maksud agar ingat tentang sesuatu, belum
termasuk sebagai aktivitas belajar. Mengingat yang didasari atas
kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut
adalah termasuk aktivitas belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan
dengan aktivitas-aktivitas belajar lainnya.
10) Berpikir
44
Adapun yang menjadi obyek serta tujuannya, berpikir adalah
termasuk aktivitas belajar. Dengan berfikir, orang memperoleh penemuan
baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antar
sesuatu.
11) Latihan atau Praktik
Latihan atau praktek adalah termasuk aktifitas belajar. Orang yang
melaksanakan kegiatan berlatih tentunya sudah mempunyai dorongan
untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan sesuatu
aspek pada dirinya. Orang yang berlatih atau berpraktek sesuatu tentunya
menggunakan set tertentu sehingga setiap tindakan atau gerakannya
terarah kepada suatu tujuan. Dalam berlatih atau berpraktek terjadi
interaksi antara subyek dengan lingkungannya. Dalam kegiatan berlatih
atau praktek, segenap tindakan subyek terjadi secara integratif dan
terarah ke suatu tujuan. Hasil dari latihan atau praktek itu sendiri akan
berupa pengalaman yang dapat mengubah diri subyek serta mengubah
lingkungannya. Lingkungan berubah dalam diri anak.
e. Bahasa Indonesia di MTsN
Dalam keseluruhan proses pendidikan, belajar dan mengajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara
professional.
Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku
aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta
kondisi belajar siswa yang di desain secara sengaja, sistematis dan
45
berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subyek pembelajaran
merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru.
Perpaduan dari dua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi
edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya. Pada
kegiatan belajar mengajar, keduanya (guru-siswa) saling mempengaruhi
dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan belajar mengajar harus
merupakan aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki
tujuan.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah
Pertama berorientasi pada kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara. Mengingat pentingnya peranan maka
kemampuan pemahaman di sekolah perlu mendapat perhatian yang
khusus dari semua pihak yang terkait, Sebagai tenaga pengajar dan
pendidik yang secara langsung terlibat dalam proses belajar mengajar,
maka guru memegang peranan penting dalam menentukan hasil belajar
yang akan dicapai oleh siswa. Salah satu kemampuan yang diharapkan
dikuasai oleh pendidik dalam hal ini Bahasa Indonesia adalah bagaimana
mengajarkan dengan baik agar tujuan pengajaran dapat dicapai. Dalam
hal ini penguasaan mated dan cara pemilihan pendekatan pembelajaran
yang tepat sangat menentukan tercapainya tujuan pengajaran, dan proses
belajar mengajar berjalan dengan lancar.
Penguasaan materi dan pemilihan pendekatan pembelajaran
merupakan alternatif dalam upaya meningkatkan mutu pengajaran dan
hasil belajar Bahasa Indonesia siswa. Berhasil tidaknya seseorang siswa
46
dalam pelajaran Bahasa Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik dari dalam maupun dari luar siswa. Faktor-faktor dari siswa
yang berpengaruh terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia khususnya di
MTsN adalah cara dan kebiasaan belajar, motivasi berprestasi, dan sikap
terhadap pengajaran Bahasa Indonesia.
f. Kriteria Hasil Belajar yang Meningkat
Skor yang diperoleh dari suatu pengukuran hasil belajar dapat
diinterpretasi dengan berbagai cara, tergantung pada acuan yang
digunakan. Interpretasi skor hasil belajar siswa merupakan hal yang
sangat penting dilakukan oieh guru. Interpretasi ini menyediakan informasi
untuk pengambilan keputusan dan landasan perbaikan ini sebaiknya
didasarkan pada acuan tertentu. Setidaknya, terdapat tiga acuan dalam
penilaian pendidikan.
1) Acuan Normatif
Acuan normatif dirujuk untuk mempertimbangkan informasi seorang
siswa yang dibandingkan dengan kelompok siswa yang setara, Jelasnya,
acuan normatif ini bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam
kelasnya.
2) Acuan Kriteria
Acuan kriteria dirujuk untuk membandingkan informasi mengenai
minat belajar siswa pada saat menerima pelajaran yaitu respon pada saat
menerima pelajaran, mengerjakan tugas kelompok yang diberikan
maupun tugas individu, dalam proses pembelajaran terhadap kriteria
tertentu yang diharapkan.
47
3) Acuan diri
Acuan diri dirujuk untuk membandingkan informasi mengenai
seorang siswa dengan informasi lain mengenai siswa itu sendiri. Jelasnya
acuan diri ini bertujuan untuk mengetahui kecakapan tertentu dari individu
siswa dalam suatu bidang tertentu. Artinya, acuan ini lebih menekankan
pada profil kecakapan siswa tertentu pada bidang tertentu.
g. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia
di MTsN
Pada hakikatnya pelaksanaan pengajaran bahasa adalah
seperangakat perencanaan pengajaran bahasa yang berisi rangkaian
kegiatan pembelajaran bahasa yang disusun secara sistematis untuk
mencapai tujuan pengajaran yang dikehendaki. Implementasi program
pengajaran bahasa dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu, jam
pelajaran, semester, dan tahunan. Sesuai dengan waktu pembelajaran
tersebut, dapat disusun program pengajaran yang berupa RPP yang
disebut program harian yang dilaksanakan dalam satu pertemuan.
RPP mata pelajaran bahasa Indonesia terdiri atas beberapa
komponen, yaitu: (1) identifikasi; (2) kompetensi dasar (KD); (3) indikator;
(4) tema; (5) tujuan pembelajaran; (6) materi pembelajaran; (7) kegiatan
belajar-mengajar, metode/teknik, dan langkah-langkah penyajian; (8)
media, sarana; dan (9) evaluasi.
Penerapan pendekatan komunikatif dalam pengembangan setiap
komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Identifikasi
48
Komponen ini terdiri atas: (1) mata pelajaran; (2) kelas; (3) tema;
dan (4) waktu.
2) Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar berguna untuk mengingatkan guru tentang target
kompetensi yang harus dicapai siswa. Di dalam komponen kompetensi
dasar ini juga dimuat hasil belajar. Hasil belajar merupakan unjuk kerja
yang diharapkan bisa dicapai setelah mengalami pembelajaran dslam
kompetensi tertentu.
Sanjaya (2008: 171) menyatakan bahwa kompetensi dasar adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dicapai oleh
siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar
kompetensi yang telah ditetapkan, oleh karena itulah, maka kompetensi
dasar merupakan penjabaran dari standar kompetensi.
3) Indikator
Indikator merupakan kompetensi dasar yang lebih spesifik.
Tercapai atau tidaknya suatu hasil belajar dapat dilihat apakah seluruh
indikator hasil belajar dalam suatu kompetensi sudah dikuasai siswa.
Beberapa petunjuk dalam merumuskan indikator yang
dikemukakan oleh Sanjaya (2008: 172) sebagai berikut:
a) Indikator dirumuskan dalam bentuk perubahan perilaku yangdapat diukur keberhasilannya.
b) Perilaku yang dapat diukur itu berorientasi pada hasilbelajar,bukan pada proses belajar.
c) Sebaiknya setiap indikator hanya mengandung satu bentukperilaku.
4) Tema
49
Pengembangan dan penyajian mated pelajaran dengan
pendekatan konsep dilakukan dengan penyusunan materi pelajaran dalam
unit-unit tematis. Artinya, setiap unit pelajaran dikembangkan berdasarkan
sub pokok bahasan tertentu. Sub-sub ini sebagai pengikat dalam
mengembangkan berbagai latihan pembelajaran. Fungsi tema adalah
pemersatu kegiatan berbahasa seperti menyimak, berbicara, membaca,
menulis, dan aspek kebahasaan (Purwanto, 2007: 16).
Pokok bahasan digunakan pula sebagai pengembangan dan
perluasan penguasaan perbendaharaan kosakata siswa serta pemersatu
kegiatan berbahasa. Tujuannya adalah pembelajaran berbahasa langsung
dalam suasana berbahasa yang wajar, tidak disajikan dalam kalimat-
kalimat yang lepas dari konteks. Kegiatan pembelajaran tetap
menekankan pada kemampuan berbahasa, bukan pada penguasaan
materi yang berkaitan dengan sub pokok bahasan.
Daftar sub pokok bahasan yang tercantum dalam kurikulum bahasa
Indonesia sekolah Menengah Pertama dapat diubah dan disesuaikan
dengan usia, minat, keadaan, serta kebutuhan siswa. Guru dapat
mengembangkan dan memilih yang dikehendaki berdasarkan analisis dan
pertimbangan kondisi daerah dan sekolah.
5) Tujuan Pembelajaran
Dalam kurikulum, Sekolah Menengah Pertama terdapat tiga macam
tujuan, yaitu: tujuan umum pengajaran, tujuan khusus pengajaran, dan
tujuan kelas. Ketiga tujuan pengajaran tersebut saling berkaitan dan
bersifat hierarkis. Tujuan umum pengajaran bahasa Indonesia yang
50
bersifat menyeluruh yang berarti bahwa cakupan perilaku bersifat kognitif,
afektif, dan psikomotor. Tujuan khusus pengajaran bahasa Indonesia
bersifat spesifik yang berarti bahwa perilaku yang diharapkan dikuasai
oleh siswa yaitu menyangkut aspek kebahasaan, pemahaman, dan
penggunaan. Tujuan kelas adalah tujuan pembelajaran yang harus
dicapai pada setiap kelas tertentu
Dalam Kurikulum Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama
terdapat empat macam tujuan, yaitu: Tujuan Pendidikan Nasional (TPN),
Tujuan Institusional (TI), Tujuan Kurikuler (TK), dan Tujuan Instruksional
atau tujuan Pembelajaran (TP). Keempat tujuan tersebut juga disebut
hierarkis.
Hubungan keempat tujuan tersebut dapat ditunjukkan secara
skematis sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Tujuan Kurikulum
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Institusional
Tujuan Kurikuler
Tujuan Pembelajaran
ArahPencapaianTujuan
ArahPenjabaranTujuan
51
Tujuan pengajaran pada kurikulum menekankan pada standar isi
dan standar kompetensi lulusan. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam
bentuk kompetensi yang harus dicapai atau dikuasai oleh siswa. Melalui
rumusan tujuan, guru dapat memproyeksikan apa yang harus dicapai oleh
siswa setelah berakhir suatu proses pembelajaran. Dalam merumuskan
tujuan pembelajaran, tugas guru adalah menjabarkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar (SK/ KD) menjadi indikator hasil belajar (Sanjaya,
2008: 174).
6) Materi Pembelajaran
Memilih dan mengembangkan materi/ bahan pengajaran adalah
suatu hal yang sangat penting, karena kecekatan dan kemampuan
memilih materi yang tepat merupakan wadah untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pemilihan dan
pengembangan materi pelajaran dilaksanakan dengan memerhatikan
tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Materi pelajaran dapat berupa
substansi kebahasaan yang meliputi unsur struktur, kosakata, ejaan, dan
tanda baca. Selanjutnya, kegiatan pemahaman dan penggunaan bahasa
dalam berbagai peristiwa komunikasi, baik lisan maupun tulisan dapat
meliputi aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Susilo (2007: 122-123) menyatakan materi pelajaran adalah pokok-
pokok materi pelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai sarana
pencapaian kemampuan dasar yang akan dinilai dengan menggunakan
instrumen penilaian yang disusun berdasarkan indikator pencapaian
belajar. Acuan bahan ajar dalam memilih dan mengembangkan materi
52
pelajaran adalah kurikulum 2013. Di dalam kurikulum 2013 tersebut
dikemukakan materi pokok pelajaran yang berupa standar kompetensi
dan kompetensi dasar.
h. Strategi Belajar-mengajar, Metode/ Teknik, dan Langkah-Langkah
Penyajian Pelajaran
Kurikulum Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama tidak
menentukan metode tertentu. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat
memilih metode dan teknik yang paling sesuai dan dianggap paling tepat
sehingga tidak menimbulkan kejenuhan dalam belajar siswa.
Syafi'ie, dkk. (1997: 39) menyatakan bahwa dalam menerapkan
metode atau teknik hendaknya mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
(1) tujuan pembelajaran yang dirumuskan; (2) keluasan ruang lingkup
materi pelajaran; (3) jam pelajaran yang dialokasikan; (4) kondisi siswa;
(5) kondisi kelas di sekolah; (6) tersedianya sumber belajar dan fasilitas
penunjang proses belajar; dan (7) kemampuan guru.
Langkah-langkah penyajian materi berupa prosedur dan urutan
penyajian materi pelajaran tercermin pada setiap pertemuan. Realisasi
langkah-langkah penyajian berupa penyajian materi pelajaran dalam
setiap RPP.
i. Media/ Sarana Pembelajaran Bahasa Indonesia
Salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh guru dalam
menyusun program pembelajaran adalah penyediaan dan pengadaan alat
bantu dalam proses belajar-mengajar.
53
Penyajian materi pelajaran dalam proses pembelajaran bahasa
Indonesia dapat dilaksanakan dengan sajian ceramah guru dan materi
tertulis dengan berbagai sarana kompleks, misalnya OHP, tape recorder,
video, film, dan sebagainya. Jenis media tersebut dapat menunjang
kejelasan penyampaian materi pelajaran dalam kegiatan proses belajar-
mengajar (Badudu, 1996: 20).
Pemilihan penggunaan media harus diperhatikan kondisi sekolah
setempat, misalnya siswa di desa tertentu berbeda dengan yang berada di
perkotaan. Oleh karena itu, alangkah baiknya kalau berusaha sendiri
menyediakan dalam mempersiapkan alat bantu (media) pengajaran yang
diperlukan, cukup yang sederhana dan mudah didapat. Penggunaan
media atau alat bantu mengajar memudahkan siswa memahami materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru.
j. Evaluasi Pengajaran Bahasa dengan Kecerdasan Kognitif
Kegiatan akhir dari pengajaran adalah pelaksanaan penilaian atau
evaluasi. Penilaian adalah suatu proses untuk mengukur kadar
pencapaian tujuan (Nurgiantoro, 2008: 5). Selanjutnya, penilaian pada
hakikatnya merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi yang dipergunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
tentang program pendidikan.
Purwanto (2007: 3) menyatakan evaluasi adalah suatu proses
merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif keputusan. Slameto (2003: 6)
menyatakan bahwa evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah
54
tujuan pengajaran dalam pengembangan ilmu telah berada pada jalan
yang diharapkan. Sudijono (1998: 1) menyatakan bahwa evaluasi adalah
kegiatan atau proses penentuan nilai pengajaran, sehingga dapat
diketahui mutu atau hasil-hasilnya. Selanjutnya, Suyata dan Rahmina
(1998: 3) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui
efektif tidaknya pelajaran yang dilakukan oleh seorang guru.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
merupakan kegiatan pengukuran terhadap pencapaian pengajaran yang
telah dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.
Evaluasi dalam pengajaran bahasa Indonesia mengacu pada
empat keterampilan berbahasa, ditambah dengan kemampuan
kebahasaan dan kemampuan kesastraan. Komponen-komponen tersebut
disajikan ke dalam bentuk tes yang sifatnya terpadu.
Suyata dan Rahmina (1998: 252) menegaskan perlunya evaluasi
pembelajaran dijiwai oleh prinsip-prinsip pendekatan konsep. Wujud yang
paling sesuai adalah evaluasi terpadu yang mengintegrasikan beberapa
unsur komunikatif. Dengan demikian, model evaluasi yang sesuai untuk
pembelajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah yang
bersifat menyeluruh, komprehensif, konsisten dengan tujuan
pembelajaran, dan disajikan dalam bentuk terpadu. Evaluasi konsep
bertujuan mengetahui bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi,
termasuk menilai kemampuan seseorang dalam menangani unsur-unsur
kebahasaan, meskipun kesuksesan berkomunikasi lebih diutamakan
daripada ketepatan linguistik yang digunakan.
55
Penilaian pengajaran merupakan bagian yang integral dari kegiatan
mengajar. Penilaian dilihat dari sudut pandang pengajaran dapat
dikatakan sebagai suatu proses sistematis, untuk menetapkan
ketercapaian tujuan pengajaran. Pengertian tersebut, mengacu kepada
dua hal yang sangat penting. Pertama, penilaian adalah proses sistematik,
sehingga pengamatan terhadap perubahan perilaku siswa tidak boleh
dilakukan secara gegabah dan tidak terkontrol. Kedua, penilaian
mengasumsikan bahwa tujuan pengajaran telah dirumuskan sebelumnya,
sebab bila tidak demikian amatlah sulit untuk menetapkan kemajuan
belajar siswa.
Hasil belajar siswa yang perlu diketahui meliputi perubahan
intelektual, emosional, dan fisik siswa. Perubahan-perubahan tersebut
secara periodik dapat diketahui oleh guru melalui penilaian dengan;
menggunakan tes atau penilaian yang lain.
Kurikulum 2013 Bahasa Indonesia mengisyaratkan dilakukannya
pembelajaran yang memberikan situasi komunikasi yang sesungguhnya di
kelas. Komponen-komponen pembelajaran diberikan secara terpadu agar
sesuai dengan situasi komunikasi yang sebenarnya. Dalam kaitannya
dengan evaluasi, evaluasi yang sesuai adalah evaluasi komunikatif, yang
mengevaluasi keterampilan komunikasi siswa.
Berdasarkan beberapa hal di atas, evaluasi yang dilakukan secara
terpadu tersebut mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya dapat
mengetahui tercapai tidaknya tujuan kurikulum dan memungkinkan
terdeteksinya kemampuan siswa dalam komunikasi.
56
Tes menduduki tempat yang amat penting dalam program
pembelajaran. Di dalam pengajaran itu terdapat serangkaian kegiatan
belajar yang mengandung: (1) pokok-pokok materi yang disajikan; (2) item
tes, pertanyaan dan masalah yang menuntut jawaban siswa terdapat
materi yang akan diajarkan; (3) balikan segera yang berisi jawaban benar
yang diharapkan oleh siswa.
Penerapan pendekatan konsep menghendaki adanya evaluasi
yang terpadu dan berkelanjutan. Terpadu artinya, bahwa evaluasi
dilaksanakan sekaitan dengan penerapan materi yang juga setelah
disajikan dengan menggunakan pendekatan terpadu. Yang dikehendaki di
sini bahwa terdapat relevansi antara materi yang disuguhkan dengan yang
dievaluasikan. B:rkelanjutan mengandung makna bahwa evaluasi harus
senantiasa dilaksanakan sepanjang waktu secara terus-menerus sesuai
dengan tujuan dan fungsi evaluasi itu sendiri.
Evaluasi dalam konteks ini dapat diartikan sebagai cara yang
digunakan untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai proses dan
hasil yang sudah dicapai di dalam program pembelajaran. Hasil yang
diperoleh melalui evaluasi ini akan dijadikan dasar untuk menentukan
langkah kebijakan selanjutnya. Dengan kata lain, evaluasi yang
dilaksanakan sekurang-kurangnya mempunyai fungsi dan tujuan sebagai
berikut: (1) memberikan umpan balik kepada guru dan siswa, dengan
tujuan memperbaiki proses serta menempatkan siswa pada situasi
pembelajaran yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang
dimiliki; (2) memberikan informasi kepada anak tentang tingkat
57
keberhasilannya dalam belajar dengan tujuan untuk memperbaiki,
mendalami, atau memperluas pelajarannya; (3) menentukan nilai hasil
belajar anak antara lain bertujuan untuk memberikan laporan kepada
orang tua dan penentuan naik kelas Parawanto, 2007: 37).
Dari fungsi dan tujuan evaluasi di atas, terlihat bahwa evaluasi
dilaksanakan tidak hanya hasil, tetapi proses. Artinya, bahwa seorang
guru disadari atau tidak sebenarnya selalu berada dalam proses
mengevaluasi anak. Oleh karena itu, di dalam kerangka berpikir guru
hendaknya selalu ada pemikiran bagaimana anak dapat dibimbing dan
diarahkan untuk mencapai hasil yang maksimal.
Untuk itu, guru dituntut secara kreatif memadukan beragam cara
dan teknik evaluasi mulai dari cara yang informal sampai kepada cara
yang formal. Misalnya, guru mendengarkan hal yang sedang dibicarakan
siswa, guru atau siswa mengajukan pertanyaan, guru meminta siswa
menjelaskan atau melaporkan hasil pekerjaannya pada temannya yang
lain, guru memeriksa pekerjaan rumah siswa, guru mengamati pajangan
yang telah dipasang anak, guru memeriksa hasil pekerjaan anak yang
sudah terkumpul, guru mengadakan tes, memeriksa, dan memberikan
nilai terhadap hasil tes siswa.
Untuk pengukuran kemajuan siswa dalam proses pembelajaran
perlu dipergunakan atau dipilih teknik penilaian yang paling sesuai dengan
tujuan, sifat, atau tuntutan materi, dan proses pembelajaran. Misalnya,
untuk mengukur sikap berbahasa siswa, maka yang paling cocok adalah
58
pengamatan. Untuk mengukur disiplin berpikir dalam berbahasa, teknik
yang paling tepat adalah melihat tulisan atau karangan siswa. Untuk
mengukur kemampuan mengapresiasi sastra yang tepat ialah tanya jawab
tentang ungkapan yang indah, sifat dan tingkah laku tokoh, serta nasihat
yang terkandung dalam karya sastra.
Hasil penilaian atau pengukuran kemajuan siswa harus
dimanfaatkan secara maksimal, yaitu tidak hanya untuk mengisi rapor,
tetapi juga untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dalam rangka
pencapaian tujuan pelajaran bahasa Indonesia.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang kecerdasan kognitif sudah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya seperti Wijayanti (2010) dengan judul Hubungan Kecerdasan
Kognitif terhadap Partisipasi Belajar dan Pemahaman Matematika Siswa
SMA Negeri 2 Magetan dengan hasil yang diperoleh yaitu nilai r sebesar
0.256. Penelitian lain juga dilakukan Agusria (2012) dengan judul
Hubungan antara Perhatian Orangtua dengan Kecerdasan Emosional
Siswa SMP Negeri 3 Maiwa Kecamatan Bungin Kabupaten Enrekang
dengan hasil penelitian yang diperoleh yaitu ada hubungan antara
perhatian orang tua dengan kecerdasan emosional siswa SMP Negeri 3
Maiwa kecamatan Bungin Kabupaten Enrekang karena nilai r hitung yang
diperoleh lebih besar daripada nilai r tabel.
59
Sedangkan Ahmad (2012) dengan judul Pengaruh Pendekatan
Konsep dan Kecerdasan Kognitif terhadap Prestasi Belajar Bahasa Inggris
di SMP Negeri 1 Bandar Lampung dengan hasil penelitian yaitu ada
pengaruh pendekatan konsep dan kecerdasan emosional terhadap hasil
belajar Bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Bandar Lampung. Penelitian lain
juga dilakukan Hasriani (2013) dengan judul Kecerdasan Kognitif dalam
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Takalar dengan
hasil penelitian yaitu hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP
Negeri2 Takalar mengalami peningkatan melalui penerapan pendekatan
kecerdasan kognitif.
C. Kerangka Pikir
Kegiatan pembelajaran di sekolah biasanya hanya menenkankan
pada transformasi informasi faktual dan pengembangan penalaran yaitu
pemikiran logis menuju pencapaian satu jawaban benar atau salah.
Menurut Gagne “Belajar merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar
berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai” dengan demikian dalam kegiatan
pembelajaran memerlukan banyak pengetahuan dalam mengarahkan dan
menyampaikan informasi agar tidak menimbulkan suatu kesalahan antara
orang tua, guru dan siswa.
Salah satu tingkat kecerdasan kognitif yaitu kecerdasan linguistik
verbal. Salah satu ciri orang yang memiliki kecerdasan linguistik yaitu
60
mampu menggunakan kemampuan menulis secara efektif, memahami
dan menerapkan aturan-aturan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan
menggunakan kosakata efektif. Kecerdasan linguistik itu brsifat universal
dan pasti dimiliki oleh semua orang. Gardner mengatakan “kecerdasan
linguistik memiliki komponen inti kepekaan pada bunyi, struktur, makna,
fungsi kata. Area otak kecerdasan linguistik terletak pada area otak lobus
temporal kiri dan lobus frontal (Broca dan Wernicke). Apabila area ini
diberikan stimulus yang sesuai, akan muncul kompetensi membaca,
menulis, berdiskusi, berargumen, dan berdebat” sehingga, Kecerdasan
kognitif linguistik verbal memiliki hubungan dan pengaruh terhadap hasil
belajar Bahasa Indonesia.
Secara sistematika kerangka pikir dalam penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka piker di atas, maka
penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
Kecerdasan KognitifLinguistik Verbal Hasil Belajar
Mata PelajaranBahasa Indonesia
HIPOTESIS 1
HIPOTESIS 2
61
1. Ada hubungan kecerdasan kognitif linguistik verbal dengan hasil
belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang.”
2. Ada pengaruh kecerdasan kognitif linguistik verbal dengan hasil belajar
Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang.”
62
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kuantitatif, karena data penelitian yang ada di dalam penelitian
ini berupa angka-angka dan analisis menggunakan perhitungan statistika.
Sugiyono (2009: 14) mengatakan : “Metode penelitian kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan atau strategi untuk
mencapai hipotesis. Desain penelitian ini adalah desain korelasional.
Penelitian korelasional ini memiliki tujuan untuk meneliti ada tidaknya
hubungan dan pengaruh antarvariabel satu dengan variabel yang lainnya.
B. Variabel dan Definisi Oprasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdapat dua variabel yakni, kecerdasan kognitif
linguistik verbal sebagai variabel bebas (X) sedangkan hasil belajar
bahasa Indonesia sebagai variabel terikat (Y).
63
2. Dedefinisi Oprasional Variabel
Penelitian ini memiliki dua variabel, sehingga untuk memperjelas
variabel maka di bawah ini akan didefinisiskan operasional variabel.
a. Kecerdasan Kognitif Linguistik Variabel
Kecerdasan kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang
bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman.
Kerdasan linguistik verbal adalah kecerdasan yang memiliki komponen
linguistik inti kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata. Maka
yang dimaksud Kecerdasan kognitif linguistik verbal adalah sebuah proses
aktif yang membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman untuk
komponen inti linguistik yaitu kepekaan pada bunyi, struktur, makna,
fungsi kata.
b. Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Hasil belajar bahasa Indonesia adalah nilai atau hasil yang
diperoleh siswa setelah melewati proses belajar mengajar bahasa
Indonesia yang didapatkan dengan hasil tes.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTsN
Pinrang yang berjumlah 133 orang dan terdiri atas 6 kelas. Rincian jumlah
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
64
No KelasJenis Kelamin
JumlahLaki-laki Perempuan
1
2
3
4
5
6
VII1VIII2VIII3VIII4VIII5VIII6
7
9
9
9
11
7
22
14
13
12
10
10
29
23
22
21
21
17
Jumlah 52 81 133
Tabel 1. Keadaan populasi
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti atau
secara lebih sederhana sampel penelitian adalah sebagian dari populasi
yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Arikunto (2002: 12)
bahwa apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya adalah penelitian populasi. Selanjutnya, jika
subjeknya besar dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau
lebih, dari jumlah anggota populasi karena populasi dalam penelitian ini
jumlahnya besar, dengan demikian dalam penelitian digunakan teknik
random sampling dengan cara acak dengan mengambil 2 kelas sebagai
sampel. Untuk lebih jelasnya keadaan sampel dapat dilihat pada tabel
berikut.
65
No Kelas Populasi Jumlah
1
2
VIII4VIII5
22
22
22
22
Jumlah 44 44
Tabel 2. Keadaan sampel
Berdasarkan tabel di atas maka jumlah sampel dalam penelitian ini
sebanyak 42 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka penulis
menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik tes
objektif (tes pilihan ganda). Pengumpulan data tentang variabel (x)
kecerdasan kognitif linguistik verbal menggunakan tes TPA verbal.
Sedangkan pengumpulan data untuk variabel (Y) hasil belajar Bahasa
Indonesia yaitu tes pilihan ganda sebanyak 25 nomor sesuai standar
kompetensi UKK kelas VIII MTsN Pinrang.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu teknik atau cara yang digunakan
untuk mengolah hasil penelitian guna memperoleh kesimpulan, Adapun
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu:
1. Teknik Analisis Korelasi untuk Hipotesis I
Teknik analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis satu
dengan rumus korelasi:
RXY =∑ (∑ ) (∑ ){ ∑ (∑ ) } { ∑ (∑ ) }
66
Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y,
N : Banyaknya subjek / jumlah peserta didik∑XY : Jumlah perkalian antara skor item dan skor total
∑X : Jumlah skor item
∑Y : Jumlah skor total
(∑X)2 : Jumlah kuadrat skor item
(∑Y)2 : Jumlah kuadrat skor total
Hipotesis a diterima jika rxy hitung lebih besar atau sama dengan
koefisien rxy tabel pada taraf signifikan 5% dan hipotesis ditolak jika nilai
koefisien korelasi rxy hitung lebih kecil dari rxy tabel.
2. Teknik analisis regresi linier untuk Hipotesis II
Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linear
antara satu variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y).
Analisis ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen apakah positif atau negative.
Rumus regresi linear sederhana sebagi berikut:
Y’ = a + bXKeterangan:Y’ = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)X = Variabel independena = Konstanta (nilai Y’ apabila X = 0)b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Penelitian
a. Data Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal
Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah kecerdasan
kognitif linguistik verbal. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu soal TPA verbal pilihan ganda berjumlah 50 nomor dengan skor
benar 1 dan skor salah 0. Pemberian nilai didasarkan pada metode Skor
T, sehingga nilai tertinggi yang mungkin dicapai siswa adalah 100 dan
nilai terendah yang mungkin dicapai oleh siswa adalah 0. Nilai terendah
yang diperoleh dari data tes TPA verbal adalah 24,00. Sedangkan, untuk
nilai tertinggi adalah 96,00. Berdasarkan data tersebut diperoleh nilai rata-
rata :
1) Mean (M) sebesar 59,48,
2) Median (MD) sebesar 55,00,
3) modus (Mo) sebesar 36,00,
4) Standar deviasi sebesar 22,22.
Berdasarkan perolehan data di atas, maka dapat dibuat distribusi
frekunsi data sebagai berikut.
68
Interval Frekuensi FrekuensiKumulatif Persentase Persentase
Kumulatif24-29 2 44 4,55% 100%30-35 3 42 6,82% 95,45%36-41 9 39 20,45% 88,63%42-47 3 30 6,82% 68,18%48-53 5 27 11,36% 61,36%54-59 0 22 0% 50%60-65 3 22 6,82% 50%66-71 4 19 9,09% 43,18%72-77 0 15 0% 34,09%78-83 6 15 13,64% 34,09%84-89 3 9 6,82% 20,45%90-95 5 6 11,36% 13,63%
96-101 1 1 2,27% 2,27%Total 44 0 100% 0%
Table 3. Distribusi Frekuensi Data Kecerdasan Kognitif LinguistikVerbal
Berdasarkan data di atas, maka untuk kategori variabel
kecerdasan kognitif linguistik verbal didasarkan pada rata-rata hitung (M)
dan simpanan baku (SD) hasil pengujian. Rata-rata hitung variabel
penguasaan kosakata adalah 59,48 dan simpanan bakunya adalah 22,22.
Untuk itu, rumus kategori variabel kecerdasan kognitif linguistik verbal
dapat ditentukan sebahai berikut.
Tinggi = M + SD ke atas
Sedang = di atas M – SD sampai dengan di bawah M + SD
Rendah = M – SD ke bawah
Merujuk pengkategorian variabel di atas, maka dapat dibuat
tabel distribusi kecenderungan data sebagai berikut.
69
Interval Kategori F> 81,70 Tinggi 11
37,26 – 81,70 Sedang 25< 37,26 Rendah 8
Table 3. Distribusi Kecenderungan Data Kecerdasan Kognitif .Linguistik Verbal
Berdasarkan table distribusi kecenderungan data di atas, dapat
dibuat pie chart seperti berikut.
Gambar 3. Pie Chart Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal
Berdasarkan pie chart di atas, diketahui bahwa siswa yang
memiliki tingkat kecerdasan kognitif linguistik verbal dengan kategori tinggi
sebanyak 11 siswa (25%). Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kognitif
linguistik verbal dengan kategori sedang sebanyak 25 siswa (56,82%).
Untuk tingkat kecerdasan kognitif linguistik verbal kategori rendah
sebanyak 8 siswa (18,18%).
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan
kognitif linguistik verbal siswa berada pada kategori sedang dengan
interval 37,26 – 81,70 dengan frekuensi 25 siswa (56,82%)
Rendah; 8
Tinggi; 11Sedang ; 25
Rendah
Tinggi
Sedang
70
b. Data Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah hasil belajar
bahasa Indonesia. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
soal pilihan ganda yang berjumlah 30 nomor dengan skor benar 1 dan
skor salah 0. Untuk pemberian nilai digunakan metode skor T dengan
interval 1-100. Nilai tertinggi yang mungkin dicapai siswa adalah 100 dan
skor terendah mungkin dicapai siswa adalah 0.
Berdasarkan pengujian data, adapun hasil yang diperoleh
sebagai berikut.
1) Skor terendah yang diperoleh dari pengujian data adalah 16,60.
2) Skor tertinggi yang diperoleh adalah 90,00.
3) Hasil rata-rata mean (M) sebesar 52,46.
4) Hasil median (Md) sebesar 50,00.
5) Hasil modus (Mo) sebesar 33,30.
6) Sstandar deviasi (SD) sebesar 18,93.
Berdasarkan perolehan data tersebut dapat dibuat tabel
distribusi frekuensi sebagai berikut.
Interval Frekuensi FrekuensiKumulatif Persentase Persentase
Kumulatif16,6-21,6 1 44 2,27% 100%22,6-27,6 2 43 4,55% 97,73 %28,6-33,6 8 41 18,18% 93,18%34,6-39,6 3 33 6,82% 75%40,6-45,6 3 30 6,82% 68,18%46,6-51,6 6 27 13,64% 61,36%52,6-57,6 5 21 11,36% 47,72%
71
58,6-63,6 4 16 9,09% 36,36%64,6-69,6 3 12 6,82% 27,27%70,6-75,6 1 9 2,27% 20,45%76,6-81,6 5 8 11,36% 18,18%82,6-87,6 2 3 4,55% 6,82%88,6-93,6 1 1 2,27% 2,27%
Total 44 0 100% 0%
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Pengelompokan siswa ke dalam tiga kategori untuk variabel (Y)
hasil belajar bahasa Indonesia didasarkan pada rata-rata hitung (M) dan
simpanan baku (SD) hasil pengujian. Berdasarkan acuan norma di atas,
rata-rata hitung (M) adalah 52,46 dan simpanan baku (SD) 18,93. Merujuk
dari perhitungan di atas, dapat dikategorikan dalam 3 kelas yaitu: (1)
Tinggi = M + SD ke atas, (2) Sedang = di atas M – SD sampai dengan di
bawah M + SD, (3) Rendah = M – SD ke bawah.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dibuat tabel
distribusi kecenderungan data sebagai berikut.
Interval Kategori F> 71,39 Tinggi 10
33,53 – 71,39 Sedang 29< 33,53 Rendah 5
Table 6. Distribusi Kecenderungan Data Hasil Belajar BahasaIndonesia
Berdasarkan table distribusi kecenderungan data di atas, dapat
dibuat pie chart seperti berikut
Lanjutan tabel halaman 70
72
Gambar 4. Pie Chart Kecenderungan Data Hasil Belajar Indonesia
Berdasarkan pie chart di atas, diketahui bahwa siswa yang
memiliki tingkat hasil belajar bahasa Indonesia dengan kategori tinggi
sebanyak 10 siswa (22,73%), siswa yang memiliki tingkat hasil belajar
bahasa Indonesia dengan kategori sedang sebanyak 29 siswa (65,91%),
dan siswa yang memiliki tingkat hasil belajar bahasa Indonesia dengan
kategori rendah sebanyak 5 siswa (11,36%).
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar
bahasa Indonesia siswa berada pada kategori sedang dengan interval
33,53 – 71,39 dengan frekuensi 29 siswa (65,91%).
2. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variable pengganggu atau residual mempunyai distribusi
normal. Teknik uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Tinggi; 10
Sedang ; 29
Rendah; 5
Tinggi
Sedang
Rendah
73
teknik Kolmogorov – Smirnov (1-sample K-S). Data dikatakan normal jika
nilai signifasi pada uji normalitas lebih besar dari 0,05.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas 1- sample K-S
menggunakan program SPSS versi 24 diketahui bahwa data tersebut
memiliki nilai Kolmogorov – Smirnov sebesar 0,871 dengan taraf sifnifikasi
0,434. Hal tersebut membuktikan bahwa residual data terdistribusi normal,
karena nilai signifikasi lebih besar dari 0,05.
b. Uji Linieritas
Untuk menguji hubungan linier dilakukan dengan uji kofisien F.
untuk mengetahui hubungan tersebut benar-benar linier atau tidak, perlu
diuji linieritas regresinya dengan menggunakan hipotesis nol (Ho).
Hubungan tersebut diketahuji, jika nilai f yang ditemukan lebih kecil dari P
0,05, garis regresi data skor yang bersangkutan dinyatakan linier.
Sebaliknya, jika nilai F itu lebh besar dari P 0,05, garis regresi itu berarti
tidak linier.
Berdasarkan perhitungan menggunakan SPSS 24 diketahui
bahwa nilai F variabel (X1) dengan variabel (Y) adalah 9,941 dan
signifikasi 0,003 (lebih kecil dari P 0,05). Maka disimpulkan bahwa
hubungan antara variabel bebas X1 variabel terikat (Y) adalah linier.
3. Pengujian Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan
yang dirumuskan. Oleh karena itu, jawaban sementara ini harus diuji
kebenarannya secara empirik. Pengujian hipotesis ini menggunakan
74
teknik korelasi product moment untuk hipotesis pertama. Sedangkan
untuk hipotesis yang kedua digunakan teknik analisis regresi linier
sederhana.
a. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama menyatakan adanya hubungan yang
signifikan antara kecerdasan kognitif linguistik verbal dengan hasil belajar
Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang. Hasil analisis dengan
menggunakan SPSS menunjukkan bahwa nilai p hasil perhitungan X
dengan Y sebesar 0,446 dengan taraf signifikasi 0,003. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai p 0,003 lebih kecil dari dari taraf kesalahan 5%
(0,000<0,05).
Kesimpulannya berarti ada hubungan yang signifikan. Jadi,
hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kecerdasan kognitif linguistik verbal dengan hasil belajar Bahasa
Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang diterima.
b. Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua menyatakan bahwa ada pengaruh yang
signifikan kecerdasan kognitif linguistik verbal terhadap hasil belajar
Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang. Hasil analisis dengan
menggunakan SPSS menunjukkan bahwa nilai p hasil perhitungan X
terhadap Y sebesar 9,941 dengan taraf signifikasi 0,03. Hasil ini
menunjukkan bahwa nilai p 0,000 lebih kecil dari taraf kesalahan 5%
(0,000<0,05)
75
Kesimpulannya berarti ada pengaruh yang signifikan. Jadi,
hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan
kecerdasan kognitif linguistik verbal terhadap hasil belajar Bahasa
Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang diterima.
Model Uji Harga R & F Sig. KeteranganR & F hitung R & F tabelRx y 0,446 0,179 0,003 SignifikasiFx y 9,941 3,474 0,003
Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Korelasi dan Regresi
B. Pembahasan
Penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel bebas
(kecerdasan kognitif Linguistik verbal) dan varibel terikat (hasil belajar
Bahasa Indonesia ). Untuk itu, penelitian ini menggunakan desain ex post
facto. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah ada
hubungan dan pengaruh kecerdasan kognitif Linguistik verbal terhadap
hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinrang.
Berdasarkan data penelitian yang telah dianalisis maka hasil penelitian
dideskripsikan dalam pembahasan berikut.
1. Hubungan Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal terhadap Hasil
Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII MTsN Pinrang
Berdasarkan deskripsi kecenderungan data penelitian, variable X
dan Y ternyata, Siswa Kelas VIII MTsN Pinran memiliki kemampuan pada
kategori sedang. Menurut Wundt (dalam Suyono dan Harianto, 2011: 73)
menyatakan bahwa kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang
bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman. Pikiran
76
adalah hasil kreasi para siswa yang aktif dan kreatif yang kemudian
disimpan di dalam memori.
Kecerdasan kognitif linguistik verbal dikenal dengan istilah
kecerdasan verbal karena mencakup kemampuan untuk mengekspresikan
diri secara lisan dan tertulis, serta kemampuan untuk menguasai bahasa
asing (McKenzie, 2005). Kecerdasan kognitif linguistik verbal juga dikenal
dengan istilah pintar kata merupakan kemampuan untuk menggunakan
Bahasa, baik lisan maupun tulisan secara tepat dan akurat.
Berdasarkan paparan di atas, berarti ada hubungan yang posistif
dan signifikan Kecerdasan kognitif linguistik verbal terhadap hasil belajar
Bahasa Indonesia. Hal tersebut terbukti dari uji korelasi sederhana,
diketahui bahwa Rhitung penguasaan kosakata 0,446 sedangkan Rtabel
sebesar 0,179. Artinya Rhitung lebih besar dari Rtabel, dan p 0,003 lebih kecil
dari taraf signifikasi 5% (0,000<0,05).
Berdasarkan pengujian tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa
penelitian berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa ada
hubungan positif dan signifikan Kecerdasan kognitif linguistik verbal
dengan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTsN Pinran.
Melirik penelitian sebelumnya oleh Wijayanti (2010) dengan judul
“Hubungan Kecerdasan Kognitif terhadap Partisipasi Belajar dan
Pemahaman Matematika Siswa SMA Negeri 2 Magetan”. Hasil pengujian
korelasi yang diperoleh yaitu nilai Rhitung sebesar 0.256 lebih besar dari
Rtabel.
77
2. Pengaruh Kecerdasan Kognitif Linguistik Verbal terhadap Hasil
Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII MTsN Pinrang
Hipotesis kedua dalam penelitian ini diuji menggunakan analisis
regresi linier sederhana dengan uji F. Berdasarkan hasil perhitungan
statistik uji simultan F diperoleh nilai Freg sebesar 9,941 lebih besar dari
Ftabel sebesar 3,474 dan nilai signifikasi 0,003 lebh kecil dari 0,05. Dengan
demikian, penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis ketiga yang
menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan kecerdasan
kognitif Linguistik verbal terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa
kelas VIII MTsN Pinrang.
Melalui analisis regresi linier berganda diperoleh koefisien
korelasi sebesar 0,998 yang berarti bahwa 99,8% variasi dalam variabel
hasil belajar Bahasa Indoneasia ditentukan atau dapat dijelaskan oleh
variasi dalam variabel kecerdasan kognitif Linguistik verbal. Sedangkan
(100%-99,8%) sisanya dijelaskan oleh faktor diluar variabel penelitian.
variabel bebas kecerdasan kognitif di atas ternyata sangat
memberikan pengaruh terhadap variabel terikat hasil belajar Bahasa
Indoneasia. Berdasarkan hasil analisis data di atas, dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa kecerdasan kognitif Linguistik verbal memegang
peranan yang sangat penting dalam hasil belajar khususnya Bahasa
Indoneasia. Sebagaimana hal tersebut juga diungkapkan dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2012) dengan tujuan penelitian
ingin melihat ada tidaknya pengaruh Pengaruh Pendekatan Konsep dan
78
Kecerdasan Kognitif terhadap Prestasi Belajar Bahasa Inggris di SMP
Negeri 1 Bandar Lampung. Adapun hasil yang didapatkan, bahwa
hipotesisnya diterima.
Hasriani (2013) dengan judul Kecerdasan Kognitif dalam
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Takalar dengan
hasil penelitian yaitu hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP
Negeri2 Takalar mengalami peningkatan melalui penerapan pendekatan
kecerdasan kognitif.
Melirik penelitian relevan di atas, penelitian yang dilakukan oleh
penulis jelas memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaannya,
pada penelitian yang dilakukan oleh oleh Ahmad (2012) terletak pada
jenis kecerdasan kognitif dan hasil belajar sedangkan perbedaannya
hanya terletak pada vmata pelajarannya. Sama halnya dengan penelitian
yang lainnya hanya terdapat perbedaan pada mata pelajarannya,
sedangkan persamanya sangat jelas kecerdasan kognitif dan hasil atau
prestasi belajar.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa kecerdasan kognitif Linguistik verbal sangat berhubungan,
berpengaruh, dan memegang peranan yang sangat penting terhadap hasil
belajar Bahasa Indoneasia. Penulis juga menyimpulkan bahwa ketika
seorang siswa ingin hasil belajar Bahasa Indonesia yang memuaskan
maka tentunya harus memngasah kecerdasan kognitif Linguistik
verbalnya.
79
Seorang anak yang memiliki kecerdasan bahasa yang tinggi
akan mampu menceritakan cerita dan adegan lelucon, menulis lebih baik
dari rata- rata anak yang lain yang memiliki usia yang sama, mempunyai
memori tentang nama, tempat, tanggal, dan informasi lain lebih baik dari
anak pada umumnya, senang terhadap permainan kata, menyukai baca
buku, menghargai sajak, dan permainan kata-kata, suka mendengar cerita
tanpa melihat buku, mengkomunikasikan, pikiran, perasaan, dan ide-ide
dengan baik, mendengarkan dan meresponi bunyi-bunyi, irama, warna,
berbagai kata- kata lisan (Lane, 2009).
80
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian data penelitian dan pembahasan
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ada hubungan yang posistif dan signifikan kecerdasan kognitif linguistik
verbal terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia. Hal tersebut terbukti
dari uji korelasi sederhana, diketahui bahwa Rhitung penguasaan
kosakata 0,446 sedangkan Rtabel sebesar 0,179. Artinya Rhitung lebih
besar dari pada Rtabel, dan p 0,003 lebih kecil dari pada taraf signifikasi
5% (0,000<0,05).
2. Berdasarkan hasil perhitungan statistik uji simultan F diperoleh nilai Freg
sebesar 9,941 lebih besar dari pada Ftabel sebesar 3,474 dan nilai
signifikasi 0,003 lebh kecil dari pada 0,05. Dengan demikian,
penelitian ini berhasil menguji hipotesis ketiga yang menyatakan
bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan kecerdasan kognitif
Linguistik verbal terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas
VIII MTsN Pinrang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran-saran yang dapat
penulis berikan adalah sebagai berikut:
81
1. Hendaknya guru lebih tegas dalam memberikan sanksi hukuman,
misalnya jika siswa yang melanggar peraturan, seperti sering datang
terlambat, belajar tidak sesuai dengan jumlah nilai yang diberikan dan
jika siswa masih juga belum menaati peraturan maka akan diberikan
sanksi dari guru.
2. Perlu adanya kebijakan yang benar-benar memperhatikan hasil belajar
bahasa Indonesia siswa. Kemampuan siswa-siswa perlu ditingkatkan
agar pengetahuan dan keterampilan dalam belajar sesuai dengan hasil
belajar siswa yang dimiliki melalui pendidikan.
82
DAFTAR PUSTAKA
Agusria. 2012. Hubungan antara Perhatian Orangtua dengan KecerdasanEmosional Siswa SMP Negeri 3 Maiwa Kecamatan BunginKabupaten Enrekang.
Ahmad. 2012. Pengaruh Pendekatan Konsep dan Kecerdasan Emosionalterhadap Prestasi Belajar Bahasa Inggris di SMP Negeri 1 BandarLampung. Tesis: Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.
Arikunto, Suharmi. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Badudu. 1996. Cakrawala Bahasa Indonesia I. Jakarta: Gramedia PustakaUtama. Bandung: Yrama Widya.
Budiningsih. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Clabaugh. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan kecerdasanKognitif. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati & Mudjiono. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta.
Hasriani. 2013. Penerapan Pendekatan Konsep dalam PembelajaranMatematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Takalar. Skripsi.Unismuh
Hilgard. 1975. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Nurkamto. 2000. Tujuan Pembelajaran bahasa Indonesia. Jakarta: RinekaCipta.
Nurgiantoro, Burhan. 2008. Penilaian Pengajaran Bahasa dan Sastra.Yogyakarta: BPEE.
Partini, Siti Suardiman. 2003. Metode Pengembangan Daya Pikir danDaya Cipta untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: FIP UNY.
Patmonodewo & Soemiati. 2003. Konsep dan Perkembangan Kognitif.Bandung: Alfabeta.
Purwanto, Ngalim. 2007. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.Bandung: PT. Rosda Karya.
83
Rusmono. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia melaluiPendekatan Konsep Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Takalar.Skripsi. Unismuh.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi StandarPendidikan Jakarta: Kencana Prenada Media.
Semiawan, Conny. R. 2002. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf UsiaDini. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta:PT. Rineka Cipta.
Soemanto, 1987. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia.
Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: SinarBaru.
Sugiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung.
Suprijono, Agus. 2005. Cooperative Learning. Teori dan Aplikasi PAIKEM.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto. 2013. Penilaian Pengajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta:BPEE.
Susilo, 2007, Penelitian Tindakan Kelas, Pustaka Book Publisher, Yokyakarta.
Suwarni, 2012. Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia melaluimodel pembelajaran kognitif siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Takalar:Skripsi. UNM. Tidak diterbitkan.
Suyanto & Rahima. (1997) Pedoman pelaksaaa penelitian kelas. Jakarta:Dirjen Dikti.
Suyono, Harianto. 2011. Pembelajaran Kognitif. Bandung: Sinar Baru.
Syafi'ie, dkk . 1997. Retorika dalam Menulis Jakarta.: Depdikbud.
Tirtana, Arif. 2009. Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia melaluiPendekatan Konsep Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Takalar.Skripsi. Unismuh.
Wijayanti, Nana. 2010. Hubungan Kecerdasan Emosional terhadapPartisipasi Belajar dan Pemahaman Matematika Siswa SMANegeri 2 Magetan. Tesis STKIP PGRI Sidoarjo: tidak diterbitkan.
84
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Indrawati P, Lahir di Pinrang pada tanggal 30
Desember tahun 1975. Penulis merupakan anak
kedua dari enam bersaudara pasangan H. Patangari
dan Hj. Badaya.
Penulis mengawali pendidikan formal di SD
Negeri 334 Jauh Pandang Kabupaten Wajo pada
tahun 1989. Pada tahun 1989, penulis melanjutkan
pendidikan di Madrasah Tsnawiyah DDI Al-Furqan
Pare-pare dan tamat pada tahun 1992. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikannya di Madrasah Aliyah DDI Al-Furqan Pare-pare kelas A (Ilmu
Agama) dan tamat pada tahun 1995. Setelah menikah dan memilik anak Penulis
melanjutkan pedidikannya pada Diploma II di Sekolah Tinggi Agama Islam DDI
Pinrang, Jurusan Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak Islam dan selesai pada
tahun 2005. Setelah itu, penulis melanjutkan Pendidikan S1-Nya di STAI DDI
Pinrang Jurusan Pendidikan Agama Islam dan menyelesaikannya pada tahun
2011. Pada Tahun 2014 penulis melanjutkan studi-Nya di Program Magister (S2)
pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Makassar dan menamatkannya pada tahun 2016.
Penulis memulai karir sebagai tenaga pendidik honor pada tahun 2004 di
RA DDI Al-Furqan Benteng Galung, Kecamatan Patampanua Kabupaten
Pinrang. Pada Tanggal 1 Januari 2005 mulai mengajar sebagai tenaga pendidik
honor di Madrasah Tsanawiyah Negeri Pinrang., selanjutnya ditanggal 1
Desember 2014 diangkat sebagai CPNS di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Pinrang sampai sekarang.
Penulis sekarang bertepat tinggal di Jl. Bambu Runcing No. 30 RT III/RW
III Kelurahan Benteng Galung, Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang
bersama dengan suami dan kelima anaknya. Penulis bisa dihubungi melalui
email: [email protected] atau nomor handphone: 085394237678.
DOKUMENTASI
1. Kacau=a. Canggungb. Rancuc. Tidak wajard. Semue. Jorok
2. Andal=a. Tangguhb. Lingkunganc. Dampakd. Lingkungane. Bebal
3. Standar =a. Statisb. Dinamisc. Normald. Aslie. Perkiraan
4. Bencana=a. Rapatb. Balac. Bantuand. Sakite. Melawan
5. Imajinasi=a. Dimensib. Gambaranc. Khayaland. Anggapane. Mimpi
6. Sekular><a. Ilmiahb. Duniawic. Modernd. Keagamaane. Ttradisionil
7. Mandiri><a. Intimasib. Interaksic. Korelasid. Dependene. Invalid
8. Epilog><a. Dialogb. Hipologc. Monologd. Analoge. Prolog
9. Sporadis><a. Jarangb. Kadang-kadangc. Seringd. Latene. Berhenti
10.Prefiks><a. Akhiranb. Awalanc. Sisipand. Kutipane. Pelengkap
11.Pilihlah kata tidak termasukkelompok!a. Matab. Telingac. Dadad. Hidunge. Mulut
12.Pilihlah kata tidak termasukkelompok!a. Harimaub. Kucingc. Serigalad. Buayae. Singa
13.Pilihlah kata tidak termasukkelompok!a. Purab. Gerejac. Wiharad. Gapurae. Mesjid
14.Pilihlah kata tidak termasukkelompok!a. Hotelb. Istanac. Wismad. Griyae. Motel
TES POTENSI AKADEMIKKECERDASAN VERBAL50 NOMOR : 45 MENIT
15.Pilihlah kata tidak termasukkelompok!a. Wortelb. Sawic. Bayamd. Kangkunge. Selada
16.Suara: arti =a. Homofon : Snonimb. Dengar : Pikirc. Mulut : Otakd. Kata benda : Kata Sifate. Gitar : Dawai
17. Astrologi : Ramalan =a. Demografi : Pendudukb. Geografi : perjalananc. Bumi : Geologid. Negara : Hukume. Bintang : Cahaya
18.Kepak : Sayap =a. Hirup : oksigenb. Sandar : Kepalac. Hentak : Kakid. Tarik : Talie. Lapar : Makan
19.Tembakau : Rokok =a. Teh : Susub. Kopi : Gelasc. Gandum : Rotid. Nasi : Berase. Gula : roti
20. Introduksi : Penutupa. Kuda : keledaib. Kepala : Rambutc. Kepala : Ekord. Utara : Barate. Manis : Asam
21.Pakaian : Bugil =a. Kepala : Botakb. Lantai : Kotorc. Rambut : gunduld. Mobil : mogoke. Kepala : botak
22.Berobat : sembuh =a. Api : orangb. Panah : Busurc. Cek : hutand. Bahaya : Lukae. Tembak : Mati
23.Pelukis : Kuas =a. Burung : Sangkarb. Penyair : penac. Bensin : Mobild. Lapar : Makane. Lampu : Gelap
24.Hutan : Pohon =a. Armada : Kapalb. Pohon : papanc. Mawar : Durid. Kamera : Filme. Siang : Hari
25.Argentina : Peso =a. Brunai Darussalam : Sultanb. Turki : Ankarac. Jerman : Dutchd. Inggris : Irlandiae. Italia : Euro
26.Kelapa : Santan =a. Kayu : Bakarb. Daging : Kambingc. Beras : Kenyangd. Sepi : Sawahe. Kayu : Lemari
27.Kosong : Hampa =a. Cair : Encerb. Siang : Malamc. Penuh : sesakd. Rinut : Sorake. Ubi : Akar
28.Pancing : Ikan =a. Golok : Asahb. Kapal : Berlabuhc. Senapan : Berburud. Buku : Halamane. Buah : Tangkai
29.Sakit : Dokter =a. Patah : tumbuhb. Album : Fotoc. Rusak : Montird. Lantai : licine. Maju : Mundur
30. Ibu : Gadis =a. Bapak : Ibub. Saudara : Adik Iparc. Tetangga : BApakd. Bapak : Perjakae. Bintang : Langit
31.Rumput : Lapangan =a. Bintang : Langitb. Bulan : Mataharic. Malam : Siangd. Antariksa : Nebulae. Telur : Protein
32.Antiseptik : Kuman =a. Singa : Rusab. Burung : Senapanc. Macan : Menerkamd. Bintang : Bulane. Matahari : Panas
33.Senjata : Perang =a. Gerobag : Dorongb. Pisau : Panahc. Batu : Tawurand. Pistol : Tembake. Kabur : Tangkap
34.Meja : Kotak =a. Bakul : labab. Kertas : bukuc. Gua : kurva Teraturd. Alam : kurvae. Jalan : garis
35.Pesawat : Udara =a. Kapal : Daratb. motor : airc. perahu : lautand. Sepeda : terbange. Bus : rel
36.Awal : akhir = bertemu :a. Bicarab. Kenalanc. Berpisahd. Pulange. Menatap
37.Manusia : Tulang = pohon =a. Daunb. Rantingc. Batangd. Cacinge. Pupuk
38.Dingin : selimut = panas :a. Topib. Kipasc. Manteld. Kemejae. Celana
39.Hutan : pohon = tembok :a. Semenb. Rumahc. Didndingd. Pintue. Batu bara
40.Potensi : Fakta = ramalan :a. Pastib. Kinic. Esokd. Kenyataane. Mungkin
41.air : ember = api: ..........a. panasb. membakarc. sinard. terange. tungku
42. lokomotif :kereta = sapi : ...........a. binatangb. ternakc. pedatid. mahale. daging
43.rumahsakit : pasien = terminal :................a. penumpangb. jalanc. tiketd. kendaraane. parker
44.berat : kilogram = waktu : .............a. cepatb. batasc. stopwatchd. jame. massa
45.Penjahit : ………….. = pemahat :patunga. Butikb. Kainc. Jarumd. Modee. Baju
46.Kayu :rayap = hutan : ..............a. Pohonb. Bukitc. Pembalakd. Binatange. Polhut
47.resep obat : dokter = undang-undang : ........a. presidenb. DPRc. MPRd. Polisie. Hakim
48.sepatu : kalung = kaki : ..........a. tanganb. lenganc. leherd. badane. kepala
49. termometer : suhu = jam : ..........a. tanganb. detikc. waktud. dindinge. detak
50.padang : rendang = yogyakarta :.........a. nasi liwetb. batikc. gudegd. perake. wayang
Tes Variabel Y
Hasil Belajar Bahasa Indonesia
(30 Nomor : 60 Menit)
1. Kalimat-kalimat berikut inimenggunakan kata depan, KECUALI....a) Di mana rumahmu?b) Ke mana saja engkau pergi?c) Jangan disiksa hewan itu.d) Berikan uang ini pada adik.
2. Kita tidak ..... beratnya sanksi bagipelanggar ..... lalu lintas karena hal itu..... bukan merupakan sumbermasalah. Kata yang tepat untukmelengkapi kalimat rumpang tersebutadalah .....a) dipersoalkan, pengaturan,
pembenarannyab) mempersoal, pengaturan,
kebenarannyac) mempersoali, peraturan,
dibenarkannyad) mempersoalkan, peraturan,
sebenarnya
3. Kalimat penutup dalam sambutanadalah .....a) Assalamu ’alaikum war. Wb.b) Bapak, Ibu, serta hadirin yang
saya hormatic) Sekian dan terima kasihd) Demikianlah sambutan yang bisa
saya sampaikan.
4. Kalimat permintaan saran yang tepatdalam kata pengantar karya tulisadalah .....a) Penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak.b) Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWTc) Penulis memohon kritik yang
membangun untuk perbaikankarya tulis ini.
d) Semua kritik dan saran saudarakami tampung.
5. Kalimat majemuk setaramenggabungkan yang paling tepat dibawah ini adalah .....a) Nirma mencuci pakaian sesudah
itu menyapu halamn.b) Nirma mencuci pakaian dan Nirma
menyapu halaman.c) Nirma mencuci pakaian lagi
menyapu halamn.d) Nirma mencuci pakaian atau
menyapu halamn.
6. Kalimat-kalimat di bawah ini adalahkalimat majemuk setara, kecuali .....a) Budi itu pandai dan tidak nakalb) Ibu memasak nasi dan Rini
menggoreng telur.c) Tini berangkat ke sekolah.d) Adik minum susu dan saya makan
nasi.
7. Perhatikan kalimat berikut! 1. menurutberita Bu Atik Bu Retno/sudah berhasilmeraih Doktor.; 2.Menurut berita BuAtik/Bu Retno/sudah berhasil meraihDoktor,; 3. Menurut berita Bu Atik/BuRetno sudah berhasil meraih Doktor.;4.Menurut berita/Bu Atik Bu Retno/sudah berhasil meraih Doktor. Kalimatyang menyatakan Bu Retno berhasilmeraih Doktor adalah nomor...a) 1b) 2c) 3d) 4
8. Kalimat yang paling tepat untukmenanggapi atau menolak pendapatorang lain adalah …..a) Pendapatmu itu sungguh tidak
benar.b) Kamu itu bagaimana, pendapatmu
tidak menggunakian akal.c) Saya kurang setuju dengan
pendapatmu, pendapatmu itubukan merupakan pilihan yangtepat.
d) Pendapat itu sungguh tidak masukakal.
9. Penggunaan kata yang bercetakmiring dalam kalimat di bawah ini yangtepat adalah .....a) Ibu pergi ke pasar mendukung tas
belanja.b) Ibu pergi ke pasar mengangkat tas
belanja.c) Ibu pergi ke pasar mengangkut tas
belanja.d) Ibu pergi ke pasar menjinjing tas
belanja.
10.Buku merupakan sarana utama dalammencari ilmu. Bagaimana orang bisamengetahui ilmu dari berbagaibelahan dunia. Dari buku pula kitamenambah pengalaman. Jelas bahwabuku sangat berpengaruh dalamkehidupan manusia. Kalimat utamadalam paragraf di atas terletak pada...a) Awal paragrafb) Tengah paragrafc) Akhir paragrafd) Awal dan akhir paragraph
11.Paragraf yang dikembangkan denganmeletakkan kalimat utama di awalparagraf disebut paragraf ............a) Deduksib) Analogic) Induksid) Generalisasi
12.Paragraf induktif menggunakan polapengembangan karangan dari ..........a) Umum-khususb) Khusus-umumc) Sebab-akibatd) Klimaks-antiklimaks
13.Di antara film anak-anak yang ada, Adipaling suka dengan film kartun.Menurutnya, kartun lucu dan menarik.Film kartun dapat memberikan hiburantersendiri. Itulah sebabnya Adi selalududuk manis jika ada pemutaran filmkartun di layar televisi.Menurut kalimatutamanya, paragraf di atas termasukjenis paragraf ............
a) Perbandinganb) Campuranc) Induktifd) Deduktif
14.Keistimewaan tempe antara lainkandungan protein cukup tinggi dalam100 gram tempe segarterkandung10,9 gram protein.Kebutuhan protein orang dewasauntuk pria 56 gram perhari dan wanita46 gram per hari. Jadi denganmengkonsumsi tempe 100 gram perhari 20-25 persen kebutuhan proteinsudah terpenuhi. Adapun protein asaltempe yang dapat diserap dandimanfaatkan dalam tubuh mencapai56 persen. Tema paragraf di atasialah.......a) Keistimewaan tempe yang
mengandung protein cukup tinggib) Kebutuhan protein orang dewasac) Cara mengkonsumsi temped) Terpenuhinya kebutuhan protein
15.Anak Pak Suranto .........dua,.........empat. Konjungsi korelatif yangtepat untuk melengkapi kalimat di atasadalah ......a) Bukan..........,tetapi.......b) Tidak...........,tetapi......c) Bukan .........,melainkan......d) Tidak ..........,melainkan.....
16. (1) Kalau Tuhan punya mau, memangtak seorang pun yang kuasamenghalanginya.; 2. Itu adalah takdir-Nya.; 3.Takdir yang disambut denganberpangku tangan.; 4. Tapi ada duamacam takdir.; 5.dan takdir yangdiiringi dengan ikhtisar. Susunan yangtepat dari kalimat di atas ialah........a) 1 - 2 - 3 - 4 – 5b) 1 - 3 - 4 - 5 - 2c) 2 - 3 - 5 - 4 - 1d) 1 - 2 - 4 - 3 – 5
17.Untuk memeriahkan acara itu, panitia... artis-artis ibu kota. Kata-kata yangtepat untuk mengisi titik-titik padakalimat di atas adalah…a) berdatanganb) kedatangan
c) mendatangkand) mendatangi
18.Delegasi sebenarnya suatu hal yangpositif. Dalam suasana kerja yangproduktif, baik atasan maupunbawahan akan bergembira bila terjadidelegasi. Tentu di sini kita tidakberbicara mengenai atasan yang tidakmau mendelegasi karena takutposisinya terancam. Hal ini pasti tidakbenar. Paragraf tersebut berisikan........a) pendapatb) permintaanc) sarand) pengalaman
19.Bacalah wacana di bawah ini dengancermat ! Tampaklah dalam kesibukanpara pekerja di tengah hari, tiba-tibamuncul kegelisahan dan keributanyang semakin menyepi. Merekatampak mondar-mandir berlombauntuk dapat pulang ke rumah masing-masing, setelah munculnya awan tebalyang menyelimuti di atas kota.Pokok pikiran yang terdapat dalamwacana di atas adalah .......a) kesibukan kerjab) situasi di kotac) situasi hujan lebatd) kegelisahan bekerja
20.Dapatkah sebuah bank dimohonkanpailit? Pertanyaan inilah yang kembalimencuat ketika terjadi konflik utangpiutang yang tak dapat diselesaikansecara damai (amicable settlement)antara Bank IFI sebagai kreditur danBank Danamon sebagai debitur.Dilihat dari bagian pendahuluannya,persoalan yang dibahas dalamwacana tersebut adalah .......a) konflik utang-piutang sebuah bankb) utang-piutang yang tak dapat
diselesaikan secara damaic) konflik antara Bank IFI dengan
bank Danamond) dapat tidaknya bank dimohonkan
pailit
21.Suatu tulisan yang menampilkan hal-hal yang merupakan hasilpengamatan, penglihatan,pendengaran, perasaan sehinggapembaca seolah-olah melihat danmerasakan sendiri sebagaimanapenulis melakukannya dikenal denganwacana ........a) Eksposisib) Narasic) Deskripsid) Argumentasi
22.Hakim mempertemukan kedua orangyang bersengketa itu. Maknagramatikal kata mempertemukanadalah ......a) Membuat jadi bertemub) Menyuruh bertemuc) Membuat pertemuand) Berusaha mempertemukan
23.Kata yang menjadi superordinat darikredit, deposito,tabanas adalah .......a) Perekonomianb) Perdaganganc) Perbankand) Pembukuan
24.Dengan perubahan zaman telahmenuntut para pendidik untukl mancarimetode-metode mengajar yang baru.Kalimat tersebut dapat dijadikankalimat efektif, dengan .......a) Mengubah menuntut menjadi
dituntutb) Meletakkan para pendidik pada
awal kalimatc) Menghilangkan kata dengand) Menghilangkan kata telah
25.Bagi yang tidak berkepentingandilarang masuk. Kalimat ini tidakefektif karena dalam kalimat tersebutterdapat kata.......a) Bagib) Tidakc) Dilarangd) Masuk
26. Ia belum pernah mendapatpenghargaan tertinggi itu. Kalimat intidari kalimat di atas adalah..........a) Belum pernahb) Ia mendapat penghargaanc) Pernah mendapatd) Penghargaan tertinggi
27.Kepada para CASIS yang belummenyelesaikan administrasinya tidakdiperbolehkan mengikuti Ujian.Kalimat di atas tidak benar karena..............a) Tidak berpelengkap pelakub) Tidak menggunakan kata
penghubungc) Subjeknya didahului oleh preposisid) Predikatnya berupa kata kerja
pasif
28.Ungkapan setali tiga uang digunakanuntuk menyatakan sesuatu ..........a) Yang bertentanganb) Yang berhubunganc) Yang tidak berbedad) Yang tidak bersangkut paut
29.Dengan air mata berlinang iamenerima piala citra itu. Pernyataanpada kalimat di atas menunjukkanperasaan penerima piala…a) Terharu dan sedihb) Terharu dan gembirac) Gembira dan sedihd) Terharu dan bangga
30.Pendidikan pada hakikatnyaberlangsung dalam suatu proses ituberupa proses transformasi nilai-nilaipengetahuan, teknologi, danketerampilan. Pelaksana prosesadalah pendidik dalam fungsi danlingkungannya masing-masing. Yangmenerima proses adalah siswa yangsedang tumbuh dan berkembangmenuju ke arah dewasa. Pikiranutama dalam paragraf di atas terletakpada.............a) Tengah paragrafb) Akhir paragraf
c) Awal paragrafd) Awal dan akhir paragraph