Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
1
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI DAN
STRES KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI
(Studi Kasus di Kantor Pusat Badan SAR Nasional Jakarta)
Irwan Zalukhu
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan
E-mail: [email protected]
Abstract: This study was conducted to determine the effect of emotional intelligence,
organizational climate and job stress on employee performance. The population in this
study were employees at the Head Office of National SAR Agency (BASARNAS)
Jakarta. Sampling was done by metore accidental sampling. The method used in this
study is a descriptive analysis of the data collection through literature review,
observation, interview. Analysis was conducted on the validity, reliability test, the
classic assumption test, correlation and regression testing. Results of the analysis
showed that emotional intelligence is partially significant effect on employee
performance is strongly correlated with empathy Dimension initiative. Partial results of
the analysis of organizational climate have a significant effect on employee
performance. Dimensional support strongly associated with cooperation. Partial results
of the analysis of job stress had no effect on employee performance. Results of
simultaneous analysis of emotional intelligence and organizational climate have a
significant effect on employee performance.
Keywords: Emotional Intelligence, Organizational Climate, Job Stress, Employee
Performance
Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional,
iklim organisasi dan stres kerja terhadap kinerja karyawan. Populasi dalam penelitian ini
adalah karyawan di Kantor Kepala Badan SAR Nasional (BASARNAS) Jakarta.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metore accidental sampling. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif pengumpulan data melalui
literatur, observasi, wawancara. Analisis dilakukan pada validitas, uji reliabilitas, uji
asumsi klasik, korelasi dan pengujian regresi. Hasil analisis menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
sangat berkorelasi dengan inisiatif empati Dimensi. Hasil parsial analisis iklim
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dukungan dimensi sangat
terkait dengan kerjasama. Hasil parsial analisis stres kerja tidak berpengaruh terhadap
kinerja karyawan. Hasil analisis secara simultan kecerdasan emosional dan iklim
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Kata kunci: Kecerdasan Emosional, Iklim Organisasi, Stres Kerja, Kinerja Karyawan
PENDAHULUAN
Sesuai dengan Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian
Kelautan dan Perikanan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
2
perairan 2/3 luas daratan yaitu sekitar 1,273,954.32 km2
(statistik.kkp.go.id). Perairan
Indonesia merupakan salah satu wilayah yang unik dengan berbagai tipe dan
keistimewaaan di tiap daerahnya. Tak jarang perairan yang kaya sumber daya alam ini
berubah menjadi sangat ganas dan menelan banyak korban jiwa.
Tersebarnya pulau–pulau di Indonesia menyebabkan tingginya tuntutan
pengembangan dan perluasan jasa transportasi pelayaran dan penerbangan sebagai
penghubung aktifitas sosial-ekonomi-politik antarwilayah, antarpulau, maupun antar-
negara, selain itu juga untuk kebutuhan angkutan penumpang dalam kaitannya dengan
pembangunan kepariwisataan.
Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia.
Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia yang terdiri dari berbagai matra
(transportasi laut dan transportasi lainnya) semakin meningkat. Hal ini merupakan
dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat.
Disamping itu, proses deregulasi proses pembaruan regulasi di bidang transportasi secara
nasional juga telah memicu peningkatan aktifitas transportasi. Peningkatan aktifitas
transportasi secara nasional baik dalam matra transportasi darat, laut, udara,
perkeretaapian tersebut di sisi lain juga berdampak semakin meningkatnya insiden dan
kecelakaan transportasi.
Musibah kecelakaan transportasi darat juga sering terjadi, misalnya peristiwa
anjloknya gerbong kereta api dan kecelakaan lalu lintas di jalan. Musibah yang lain berupa
bencana yang terjadi di berbagai belahan wilayah tanah air seperti gempa tektonik,
tsunami dan meletusnya gunung berapi. Di bawah ini disajikan peta potensi bencana di
wilayah Indonesia menurut Himpunan Pemerhati Lingkungan Indonesia
(http://www.hpli.org/bencana.php)
Gambar 1. Peta potensi Bencana di Indonesia
Sumber: diolah penulis
Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam
dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak dipengaruhi oleh
faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas pergerakan lempeng tektonik aktif di
sekitar perairan Indonesia diantaranya adalah lempeng Eurasia, Australia dan lempeng
Dasar Samudera Pasifik. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik tersebut menyebabkan
terbentuknya jalur gempa bumi, rangkaian gunung api aktif serta patahan-patahan geologi
yang merupakan zona rawan bencana gempa bumi dan tanah longsor. Dari peta diatas
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
3
dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard
potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya bencana adalah pencegahan
dan mitigasi, yang merupakan upaya untuk mengurangi atau memperkecil dampak
kerugian atau kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh bencana.
Semua musibah yang terjadi merupakan kejadian yang serba tiba-tiba, serta tidak
dapat diketahui kapan dan dimana akan terjadi. Pada umumnya berakibat fatal terhadap
keselamatan jiwa dan kerugian harta benda. Tetapi, dampak tersebut dapat diantisipasi dan
diminimalisir jika ditangani dengan cepat, tepat, dan seksama. Oleh karena itu, kehadiran
tim pencari dan penyelamat sangat dibutuhkan jika terjadi suatu musibah. Yang sekarang
ini dijalankan oleh sebuah organisasi bernama Basarnas.
Badan SAR Nasional (disingkat Basarnas) adalah Lembaga Pemerintah Non
Kementrian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pencarian dan pertolongan (search and rescue/SAR). Lahirnya organisasi SAR di
Indonesia yang saat ini bernama Basarnas diawali dengan adanya penyebutan Black Area
bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR juga sebagai konsekuensi Indonesia
menjadi anggota IMO (International Maritime Organization) serta ICAO (International
Civil Aviation Organization). Dalam penyelenggaraan operasi SAR, ada 5 komponen SAR
yang merupakan bagian dari sistem SAR yang harus dibangun kemampuannya, agar
pelayanan jasa SAR dapat dilakukan dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara
lain: (1) Organisasi (SAR Organization), merupakan struktur organisasi SAR, meliputi
aspek pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup
penugasan dan tanggung jawab penanganan musibah.; (2) Komunikasi (Communication),
sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya musibah, fungsi komando dan
pengendalian operasi dan koordinasi selama operasi SAR.; (3) Fasilitas (SAR Facilities),
adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta fasilitas pendukung lainnya yang
dapat digunakan dalam operasi/misi SAR.; (4) Pertolongan Darurat (Emergency Cares),
adalah penyediaan peralatan atau fasilitas perawatan darurat yang bersifat sementara
ditempat kejadian, sampai ketempat penampungan atau tersedianya fasilitas yang
memadai.; (5) Dokumentasi (Documentation), berupa pendataan laporan, analisa serta data
kemampuan operasi SAR guna kepentingan misi SAR yang akan datang.
Lingkup tugas pokok dan fungsi Basarnas sesuai dengan PP No. 36/2006- Basarnas
bertanggungjawab untuk menangani musibah kecelakaan transportasi, bencana alam, dan
musibah bencana lainnya, merupakan garda depan (front line) dalam proses pencarian,
pertolonganm, dan evakuasi korban manusia dan harta benda dalam wilayah yurisdiksi
NKRI hingga 200 mil laut ZEEI, di samping fungsinya sebagai koordinator seluruh
potensi SAR.
Tugas Basarnas akan dapat terlaksana dengan baik jika didukung dengan
ketersediaan dan kesiapan seluruh elemen utama Basarnas dan institusi pendukung lainnya
secara terintegrasi baik pada tingkatan substrukturnya (institusi/kelembagaan, Sumber
Daya Manusia, pembiayaan), pada tingkatan infrastrukturnya (prasarana dan sarananya),
maupun pada tingkatan suprastrukturnya (regulasi, peraturan, perundangan, serta
kewenangan lainnya) secara sistemik dan terintegrasi. Bangunan infrastruktur, meliputi
kondisi prasarana dan sarana utama, prasana dan sarana pendukung, bangunan kantor SAR
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
4
yang ada di 24 UPT (Unit Pelaksanaan Teknis), jauh dari memadai, bahkan untuk
kebutuhan paling minimal sekalipun.
Kekurangan peralatan juga menjadi salah satu keluhan dari petugas Basarnas dalam
rangka melaksanakan penangan kecelakaan di lapangan. Sebagai contoh pada saat
melakukan evakuasi korban kecelakaan Pesawat Sukhoi Superjet 100 di tebing gunung
salak Bogor pada bulan Mei lalu bahwa semua peralatan yang digunakan petugas Basarnas
yang digunakan adalah alat-alat standar, dan ada sebagian alat-alat yang bagus tapi
pinjaman (Akbar Zulfakar (Kapoksi) FPKS Komisi V DPR RI di Lanud Bandara Halim
Perdanakusuma, Sabtu (12/5/12) Liputan6.com, Jakarta). Hal ini akan mempengaruhi
kecepatan dan ketepatan penanganan evakuasi korban bencana di lapangan.
Pegawai Basarnas dipimpin oleh seorang Kepala Badan SAR Nasional yang
bertanggung jawab secara keseluruhan tentang operasi SAR di Indonesia. Beliau berasal
dari kesatuan TNI AL RI dan tugaskan langsung oleh Presiden untuk menjadi Kepala
Basarnas. Dalam struktur organisasi Basarnas, sebagian besar bidang-bidang operasi
lapangan dipimpin oleh TNI. Namun, tidak jarang hal ini menjadi masalah dan
menimbulkan hubungan pimpinan dengan bawahan menjadi tidak baik karena terasa sulit
membangun komunikasi karena perbedaan kebiasaan dan latar belakang, sehingga
berakibat pada pengaplikasian tugas di lapangan. Sebagai contoh pada pencarian lokasi
kecelakaan pesawat sukhoi super jet 100 Mei lalu yang sangat terlambat, ini sebabkan
koordinasi dan komunikasi tim SAR dengan komando atau atasan mereka tidak baik.
Bersadarkan hasil wawancara dengan beberapa pegawai di Basarnas bahwa mereka
merasa ada jarak yang terlalu jauh dengan atasan mereka. Salah satu contohnya adalah
ketika seorang Pimpinan Basarnas akan memasuki kantor atau pulang kantor maka sekitar
beberapa menit semua security sudah berbaris dari pintu lobby utama sampai di depan lift
khusus untuk pimpinan Basarnas. Semua pegawai yang ada disitu saat itu tidak boleh
merjalan mendahului Pimpinan karena dianggap tidak menghormati atasan. Iklim
organisasi ini yang dikeluhkan oleh kebanyakan pegawai Basarnas, hati mereka berontak
ketika mereka mengingat kelelahan, kecapean, kesakitan, dalam menjalankan pekerjaan
dan tidak pernah ada kata-kata simpatik, kata-kata penyemangat dari seorang Pimpinan
tersebut.
Dalam pelaksanaan tugas evakuasi korban bencana, kecelakaan pelayaran dan
penerbangan yang dilakukan oleh Basarnas di lapangan sering dibantu oleh tim SAR
gabungan dari instansi lain. Sebagai contoh pada pelaksanaan evakuasi korban bencana
Pesawat Sukhi Superjet 100 Mei lalu, petugas Basarnas dibantu oleh tim SAR gabungan
TNI, POLRI, PMI, serta para relawan lainnya, sehingga pelaksanaan tugas evakuasi
korban dilakukan dengan cepat. Namun, kendala yang sering dihadapi oleh petugas
Basarnas sendiri adalah adanya perbedaan cara kerja dari masing-masing instansi tersebut
sehingga petugas Basarnas kewalahan menyesuaikan diri dengan cara kerja mereka.
Kendala seperti ini sering dialamai oleh petugas Basarnas yang bertugas di lapangan,
namun dalam hal ini diperlukan kemampuan manajemen emosi diri petugas itu sendiri.
Sesuai dengan hasil wawancara dari beberapa pegawai di Basarnas bahwa kendala
lain yang sering dialami oleh petugas Basarnas ketika melakukan evakuasi di lapangan
adalah menghadapi keluarga korban bencana atau kecelakaan. Mungkin karena dalam
keadaan berkabung akibat kecelakaan yang menimpa mereka sehingga kebanyakan
keluarga korban menuntut lebih cepat dan menganggap tim Basarnas sengaja mengulur-
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
5
ngulur waktu pencarian korban, kinerja tim Basarnas tidak ada, dan lain sebagainya, pada
hal kenyataannya petugas Basarnas telah melakukan pekerjaan dengan tidak mengenal
lelah, tidak mengenal siang atau malam, tidak mengenal sakit dan tidak mengenal cuaca
serta lokasi kecelakaan dalam melakukan pencarian korban. Hal ini merupakan polemik
yang dialami petugas Basarnas dilapangan, sehingga tidak jarang petugas Basarnas
mengalami tekanan batin yang menimbulkan stres pada petugas itu sendiri.
Akibat dari keadaan seperti ini, kegiatan keseharian pegawai Basarnas di kantor sangat
terganggu, ini dibuktikan dengan persentase rata-rata absensi pegawai Basarnas dari data
Finger Print tiga bulan terakhir bahwa lebih dari 25% pegawai yang tidak masuk kantor
dengan alasan sakit perut, sakit kepala, tekanan darah tinggi, dibuktikan dengan surat
keterangan Dokter 15% dan tanpa alasan 10%. Bukan hanya itu, banyak terdapat pegawai
yang menggunakan waktu kerja untuk main game di computer, ngumpul-ngumpul di
smoking area, keseringan izin keluar kantor karena merasa bosan dikantor, juga terdapat
pegawai yang masuk kantor tidak sesuai dengan jam masuk kantor yang ditentukan dan
pulang kantor lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Hal ini perlu perhatian penuh, jika
tidak maka, akan sangat mengganggu pelaksanaan tugas yang diemban Basarnas dalam
melakukan penanganan bencana dan kecelakaan yang terjadi di wilayah Indonesia.
Dari beberapa fenomena yang diungkapkan di atas maka, sumber daya manusia yang
ada dalam suatu organisasi dituntut memiliki kemampuan mengelola emosi dalam
berinteraksi dengan rekan kerja dan lingkungan sosial tempat kerja sehingga bisa
mencapai hasil kerja yang baik. Peran serta organisasi juga sangat berpengaruh, contohnya
dalam hal support ketersediaan sarana yang digunakan dalam melakukan pekerjaan serta
sosialisasi prosedur-prosedur SAR yang harus dilakukan. Melakukan penataan dan
pengembangan serta pemberdayaan sumber daya manusia supaya tidak menimbulkan rasa
tertekan karena beban tugas, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak,
sehingga diharapkan pegawai mampu bekerja dengan kinerja yang baik.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah
kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (2) Apakah iklim
organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (3) Apakah stres kerja
berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (4) Apakah kecerdasan emosional, iklim
organisasi dan stress kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai
Basarnas? Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan pengaruh kecerdasan
emosional, iklim organisasi dan stres kerja terhadap kinerja pegawai dapat disajikan dalam
gambar berikut:
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
6
Hipotesis. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;
H2 : Iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;
H3 : Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;
H4 : Kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Hipótesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah
hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linear
sederhana. Dalam analisis regresi linear sederhana ini yang ingin diketahui adalah
koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.
Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase
pengaruh variabel independent (predictor) terhadap perubahan variabel dependent. Dari
hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square
berikut:
Tabel 1. Koefisien Determinasi
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Kecerdasan Emosional . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Sumber: hasil olahan spss oleh penulis
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of
the Estimate
1 .733a .538 .534 1.902
a. Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosional
Sumber: data diolah
Tabel di atas hasil korelasi r sebesar 0.813, hal ini memberi arti bahwa secara bersama-
sama hubungan kecerdasan emosional, dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai
mempunyai hubungan yang positif, searah, dan sangat tinggi. Jika nilai kecerdasan
emosional, dan iklim organisasi naik, maka nilai kinerja pegawai juga akan naik. Nilai
koefisien determinasi R2 (Adjusted R Square) sebesar 0.655 atau 65.5%. Artinya
kontribusi variabel–variabel bebas secara bersama–sama yaitu kecerdasan emosional, dan
iklim organisasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 65.5% sedangkan sisanya
sebesar 34.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
7
Uji-F (ANOVA). Uji – F pada dasarnya menunjukkan apakan semua variabel yang
dirumuskan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap
variabel terikat atau tidak.
Tabel 2. Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 697.499 2 348.749 130.312 .000a
Residual 358.618 134 2.676
Total 1056.117 136
a. Predictors: (Constant), Ikim Organisasi, Kecerdasan Emosional
b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel 2 hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikansi 5% maka diperoleh
F hitung sebesar 130.312 dan signifikansi 0.000. Sementara F tabel dilihat pada taraf
signifikansi 5% dengan df pembilang (k-2) dan df penyebut (n-k) maka diperoleh F tabel
yaitu F(2:134) = 3.276. Oleh karena F hitung lebih besar dari F tabel , yaitu 130.312 lebih besar
dari 3.276 dan signifikansi 0.000 lebih kecil dari 0.05, berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan demikian maka hipotesis penelitian keempat (H4) dapat diterima atau
terbukti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional, dan iklim
organisasi secara bersama-sama (simultan) dianggap penting dan berpengaruh signifikan
dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Koefisien Regresi. Analisis koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan variabel–variabel independen (kecerdasan emosional, dan iklim
organisasi) secara bersama–sama dalam menjelaskan variabel dependen (kinerja pegawai).
Dari hasil analisis didapat nilai R2 (Adjusted R Square) pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Hasil Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .813a .660 .655 1.636
a. Predictors: (Constant), Ikim Organisasi, Kecerdasan Emosional
b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Sumber: data diolah Dari tabel 3, hasil korelasi r sebesar 0.813, hal ini memberi arti bahwa secara bersama-
sama hubungan kecerdasan emosional, dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai
mempunyai hubungan yang positif, searah, dan sangat tinggi. Jika nilai kecerdasan
emosional, dan iklim organisasi naik, maka nilai kinerja pegawai juga akan naik. Nilai
koefisien determinasi R2 (Adjusted R Square) sebesar 0.655 atau 65.5%. Artinya
kontribusi variabel–variabel bebas secara bersama–sama yaitu kecerdasan emosional, dan
iklim organisasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 65.5% sedangkan sisanya
sebesar 34.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
8
Analisis Dimensi. Untuk menganalisis hubungan dimensi antar variabel bebas dan
variabel terikat perlu dilakukan matrik korelasi dimensi. Koefisien korelasi merupakan
nilai yang mencerminkan tingkat keeratan hubungan antar variabel yang digunakan dalam
model persamaan atau dengan kata lain koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan antara variabel X (kecerdasan emosional, dan iklim organisasi)
dengan Y (kinerja pegawai). Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap tingginya
hubungan maka dapat digunakan pedoman yang tertera di bawah ini.
Tabel 4. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Tinggi
0,80 – 1,000 Sangat Tinggi
Sumber: Sugiyono (2007)
Di bawah ini adalah hasil matrik korelasi antar dimensi:
Tabel 5. Matrik Korelasi dimensi Kecerdasan Emosional dan Iklim Organisasi
Terhadap Kinerja Pegawai
V
V Y
D
D Kuantitas
Kerja
Kualitas
Kerja
Pengetahuan
Pekerjaan
Kreati-
vitas
Kerja-
sama
Ketergant
ungan Inisiatif
kual
Person
X1
Kesadaran
Diri .151 .210
* .270
** .349
** .252
** .230
** .253
** .317
**
Manajeme
n Diri .151 .198
* .317
** .410
** .224
** .365
** .159 .371
**
Motivasi
Diri .202
* .119 .349
** .296
** .095 .301
** .266
** .245
**
Empati .250**
.236**
.002 .323**
.332**
.206* .436
** .203
*
Keterampil
an Sosial .172
* .258
** .139 .310
** .316
** .243
** .276
** .283
**
X2
Struktur .214* .113 .349
** .423
** .247
** .253
** .337
** .224
**
Standar-
standar .229
** .214
* .316
** .375
** .264
** .270
** .286
** .357
**
Tanggung
Jawab .230
** .295
** .178
* .249
** .210
* .192
* .249
** .359
**
Pengharga
an .206
* .176
* .188
* .245
** .269
** .149 .117 .347
**
Dukungan .106 .178* .359
** .457
** .392
** .073 .265
** .337
**
Komitmen .023 .193* .126 .325
** .228
** .201
* .183
* .311
**
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Sumber: data diolah
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
9
Dari tabel 5 dimuka terlihat bahwa nilai matrik korelasi pearson dari masing masing item
variabel yaitu variabel iklim organisasi dengan kinerja pegawai yang paling tinggi
hubungannya adalah X1.4-Y7 dengan korelasi pearson sebesar 0.457” dan tingkat
signifikansinya 0.01, nilai matrik korelasi pearson variabel kecerdasan emosional dengan
kinerja pegawai yang paling tinggi hubungannya adalah X2.5-Y4 dengan korelasi pearson
sebesar 0.436” dan tingkat signifikansinya 0.01.
Dari hasil korelasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa korelasi yang paling tinggi
adalah variabel iklim organisasi dengan kinerja pegawai, yaitu sebesar 0.457 dengan
tingkat hubungan sedang. Dilihat dari dimensinya adalah dimensi dukungan terhadap
kreatifitas. Tabel 6 di bawah ini adalah hasil uji korelasi sederhana antara variabel
kecerdasan emosional dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai.
Tabel 6. Korelasi Antar Variabel Dengan Kinerja Pegawai
Kecerdasan
Emosional
Ikim
Organisasi
Kinerja
Pegawai
Kecerdasan
Emosional
Pearson
Correlation
1 .698**
.733**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 137 137 137
Ikim
Organisasi
Pearson
Correlation
.698**
1 .763**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 137 137 137
Kinerja
Pegawai
Pearson
Correlation
.733**
.763**
1
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 137 137 137
Sumber: data diolah
Pada Tabel 6 di atas menunjukkan nilai koefisien korelasi yang dapat disimpulkan bahwa
variabel yang paling tinggi hubungannya dengan variabel kinerja pegawai adalah variabel
iklim organisasi karena menunjukan hasil hubungan yang tinggi yaitu sebesar 0.763,
kemudian diikuti oleh variabel kecerdasan emosional yaitu sebesar 0.733 dengan tingkat
signifikansi 0.01. Hal ini memberikan arti bahwa hubungan kedua variabel independen
(kecerdasan emosional, dan iklim organisasi) dengan variabel dependen (kinerja pegawai)
mempunyai hubungan yang positif, searah dan tinggi, artinya jika variabel kecerdasan
emosional, dan iklim organisasi naik maka nilai kinerja pegawai juga akan naik.
PENUTUP
Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap variabel kecerdasan
emosional, variabel iklim organisasi, variabel stres kerja dan variabel kinerja pegawai,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama. Kecerdasan emosional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, artinya jika kecerdasan
emosional baik maka kinerja akan meningkat. Dimensi empati berhubungan kuat terhadap
dimensi inisiatif. Kedua. Iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
10
kinerja pegawai, artinya jika iklim organisasi kondusif maka kinerja akan meningkat.
Dimensi dukungan berhubungan kuat terhadap dimensi kerjasama. Ketiga. Kecerdasan
emosional, iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap
kinerja yaitu sebesar 65,5%, sedangkan sisanya sebesar 34,5% dijelaskan oleh variabel
lain.
Saran. Berdasarkan kesimpulan di atas serta hasil yang dicapai dalam penelitian ini, maka
penulis menyarankan sebagai berikut: (1) Untuk meningkatkan inisiatif pegawai maka
Pimpinan organisasi harus meningkatkan daya empati. Disarankan Pimpinan organisasi
harus melakukan komukasi terhadap bawahan secara intensif atau melakukan komunikasi
dua arah.; (2) Untuk meningkatkan kerjasama pegawai maka, dukungan harus diberikan
berupa fasilitas contohnya training, seminar, outbound, team building.; (3) Untuk
penelitian selanjutnya, dari temuan bahwa kinerja karyawan masih ditentukan variabel lain
yang tidak diteliti maka, disarankan untuk melakukan penelitian yang terkait dengan
variabel: (a) Job Description; (b) Motivasi kerja; (c) Latar belakang pendidikan pegawai;
(d) Budaya kepemimpinan
DAFTAR RUJUKAN
Alwi, Syafaruddin. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan
Kompetitif, Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi,
Arikunto, Suharsimi. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chin-Ju Tsai, Paul Edwards, and Suknaya Sengupta, (2011). Human Resource
Management, Organizational Performance and Employee Attitudes and Behaviours:
Exploring the Linkages, Journal. www.esrc.ac.uk Diunduh tanggal 21 November.
Davidson, (2000). The importance of the avian immune system and its unique features.
Avian Immunology. San Diego: Elsevier.
Davis K, Newstrom JW, (2001). Perilaku dalam Organisasi. Jilid 1, Terjemahan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Erlina, Sri Mulyani, (2007). Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan
Manajemen, Penerbit USU Press, Medan.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Goleman, D., (2000). Kecerdasan Emosi: Mengapa Inteligensi Lebih Tinggi Daripada IQ,
Alih Bahasa T. Hermay, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
_________, (2001). Emotional Intelligense Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Alih bahasa:
Alex Tri K.W, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
_________,(2007). Kecerdasan Emosi (Emotional Intellegence). Jakarta:
ramedia.Pustaka Utama
Gomes, Faustino Cardoso, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Handoko. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
BPFE.
Hasibuan, Malayu. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
11
Mangkunegara. A.A. Anwar Prabu, (2005). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika
Aditama.
Mathis, Robert. L dan Jackson John. H., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid
2, Jakarta: Salemba Empat.
Mathis, Robert. L dan Jackson John. H., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid
1, Jakarta: Salemba Empat.
Munandar. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Surip, Ngadino. (2011). Metode Penelitian Teori dan Terapan. Jakarta: Penerbit Mictra
Wanaca Media
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright. (2010). Human Resource Management Gaining a
Competitive Advantage. Third Edition. McGraw-Hill Companies. Inc, Boston.
Novitasari. (2005). Pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan
PT. H.M. Sampoerna Tbk. http://www.damandiri.or.id Diunduh 6 Juni 2007.
Putri, Dita Astari, (2011). Pengaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai PT. Bank Syariah
mandiri cabang gajah mada medan, Jurnal: USU
Reni Hidayati, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono, (2011).
Kecerdasan Emosi, Stres Kerja
Dan Kinerja Karyawan, Jakarta: Dipublis oleh Gunadarma. e-Journal,
(http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/249/190) Di
unduh tanggal 21 November 2011
Rivai,Veithzal,. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
____________, (2005). Performance appraisal. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Robbins, Stephens. P., (2008). Perilaku Organisasi. Buku 1, Terjemahan Edisi Dua
Belas. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
____________. (2008). Perilaku Organisasi. Buku 2, Terjemahan Edisi Dua Belas.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Shapiro, L.E., (2006). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada anak. Jakarta: Gramedia.
Siagian, Sondang P., (2011). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Simanjuntak, Payaman J., (2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Malang: Penerbit ANDI Jogjakarta
Sugiono. (2011). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kedelapan. Bandung: CV. Alfabeta
Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Supramono, dan Intyas Utami, (2004). Desain Proposal Penelitian Akuntansi dan
Keuangan, Yogyakarta: Penerbit Andi
Umar, Husein. (2008). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Rajawali Pers.
Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja Edisi Kedua. Jakarta: Rajagrafindo
Wirawan, 2007. Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
12
PENGARUH KOMPETENSI, PENEMPATAN KERJA DAN MOTIVASI
TERHADAP KINERJA PEGAWAI SEKRETARIAT JENDERAL
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
Ahrul Tsani F.
Fakultas Ekonomi Universitas Al Azhar
E-mail: dan [email protected]
Abstract: The research was conducted to analyze how strong is the effect of
competency, work placement and motivation on performance of the employees of the
Secretariat General of Ministry of Foreign Affairs. Phenomenon indicated that
performance achievement of the Ministry showed by the result of LAKIP appraisal only
meet the CC criteria. This could be linked to the low performance of the Ministry staff,
affected by competency, work placement and motivation factors. The design of the
research is causal design which aimed to measure how strong are the effect of
competency, work placement and motivation on performance. The measurement of the
variables is using Likert scale and data were collected through questionnaire to 186
respondents. The data obtained was analyzed using SPSS. The results of multiple
regression analysis and t-test proved that the competency had no effect, while work
placement and motivation significantly effected on performance. In conclusion, the
research showed that the process of work placement by considering academic
achievement and motivation from a good relationship with superiors could effect to the
achievement of the employees performance.
Keywords: competency, work placement, motivation, performance
Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa kuat pengaruh
kompetensi, penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan Sekretariat
Jenderal Departemen Luar Negeri. Fenomena menunjukkan bahwa pencapaian kinerja
Kementerian ditunjukkan oleh hasil penilaian LAKIP hanya memenuhi kriteria CC. Hal
ini dapat dikaitkan dengan rendahnya kinerja staf Kementerian, dipengaruhi oleh
kompetensi, penempatan kerja dan faktor motivasi. Desain penelitian ini adalah desain
kausal yang bertujuan untuk mengukur seberapa kuat adalah efek dari kompetensi,
penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja. Pengukuran variabel menggunakan
skala Likert dan data dikumpulkan melalui kuesioner kepada 186 responden. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil analisis regresi berganda dan t-
test membuktikan bahwa kompetensi tidak berpengaruh, sedangkan penempatan kerja
dan motivasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja. Kesimpulannya,
penelitian menunjukkan bahwa proses penempatan kerja dengan mempertimbangkan
prestasi akademik dan motivasi dari hubungan yang baik dengan atasan dapat
mempengaruhi pada pencapaian kinerja karyawan.
Kata kunci: kompetensi, penempatan kerja, motivasi, kinerja
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
13
PENDAHULUAN
Kementerian Luar Negeri RI yang memiliki wewenang dan tugas pokok serta fungsi
dalam menyusun kebijakan dan melaksanakan hubungan/politik luar Negeri Indonesia
melalui diplomasi, dituntut untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang profesional,
kompeten dan handal. SDM yang professional, kompeten dan handal ini diperlukan, baik
untuk menjadi pelaksana utama maupun pelaksana pendukung diplomasi Indonesia, yang
dilaksanakan di Pusat maupun di Perwakilan RI di Luar Negeri. Dengan memiliki SDM
yang handal dan tentunya berkinerja tinggi, diharapkan kinerja Kementerian Luar Negeri
sebagai sebuah organisasi juga turut meningkat. Selama ini, kinerja Kementerian Luar
Negeri, biasa dilihat dari penilaian atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Kementerian Luar Negeri, yang hasilnya belum maksimal, seperti tampak pada
tabel 1.
Tabel 1. Nilai dan Peringkat LAKIP Kemlu
Tahun Nilai Peringkat
2007 50,05 17 dari 70 Instansi
2008 50,98 19 dari 74 Instansi
2009 55,88 CC
2010 57,28 CC
2011 59,84 CC
Catatan: sejak tahun 2009, sistem peringkat dirubah menjadi sistem pengkategorial
yang terdiri dari AA, A, B, CC, C dan D.
Sumber: data diolah
Selain itu, kinerja Kementerian Luar Negeri juga biasa dinilai dari Laporan Keuangan
didasarkan pada opini BPK, dengan pencapaian sebagai berikut:
Table 2. Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemlu
Tahun Peringkat
2009 Disclaimer
2010 Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
2011 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Sumber: Data diolah
Dari kedua tabel di atas, nampak jelas bahwa kinerja Kementerian Luar Negeri belum
mencapai hasil maksimal seperti yang diharapkan. Penilaian atas hasil SAKIP dan
Laporan Keuangan di atas, menunjukkan bahwa di masa-masa yang akan datang,
Kementerian Luar Negeri, dituntut untuk melanjutkan proses perbaikan di dalam
keseluruhan manajemen keorganisasinya, termasuk yang terpenting adalah perbaikan
manajemen SDM. Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM dalam suatu organisasi, sangat
penting, karena SDM merupakan unsur utama dalam organisasi. SDM berperan sebagai
perencana, pelaksana, dan sekaligus pengendali terwujud dan tercapainya tujuan dan
sasaran organisasi. Dalam rangka peningkatan kinerja SDM ini, Kementerian Luar Negeri
juga dituntut untuk mengupayakan peningkatan kualitas dan kapasitas SDM-nya secara
menyeluruh, meliputi semua kategori pegawai yang ada, baik itu mereka yang masuk
kategori Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN), maupun Pegawai Dinas Dalam Negeri
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
14
(PDDN). Mengamati kebijakan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri yang
berlangsung saat ini, penulis berpendapat bahwa proses peningkatan kualitas SDM
Kementerian Luar Negeri belum bersifat menyeluruh, dan lebih banyak terfokus kepada
mereka yang termasuk dalam kategori PDLN. Padahal seharusnya, dalam manajemen
SDM Kementerian Luar Negeri, semua kategori pegawai harus masuk dalam program
peningkatan kompetensi dan perbaikan kinerja yang dilakukan Kementerian. Karena
bagaimanapun, dalam rangka meningkatkan kinerja Kementerian sebagai Organisasi,
semua unsur pegawai tidak boleh tidak harus dilibatkan, sebagai satu kesatuan tim.
Fokus perbaikan dan peningkatan kompetensi dan kinerja yang lebih mengutamakan
PDLN ini, menurut pengamatan penulis, bukan saja terkait proses rekruitmen, akan tetapi
juga dari pendidikan dan latihan yang diberikan kepada mereka pasca proses seleksi.
Dalam rangka meningkatkan kompetensi PDLN, Kementerian Luar Negeri telah memiliki
program khusus pendidikan dan pelatihan bagi masing-masing kategori. Bahkan bagi
PDK, ada pendidikan fungsional berjenjang yang telah terprogram dengan baik, mulai dari
SEKDILU bagi diplomat pemula, SESDILU bagi diplomat muda dan SESPARLU bagi
diplomat utama. Begitu juga, bagi BPKRT dan PK, memiliki program pendidikan dan
latihan khusus, meskipun secara tidak berjenjang seperti PDK. Sementara itu, untuk
kategori PDDN, sangat jarang sekali ada program-program pendidikan dan latihan yang
dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi mereka.
Di sisi lain, memperhatikan kebijakan rekruitmen dan pendidikan berbasis
kompetensi, yang pada dasarnya merupakan kebijakan yang baik, penulis juga
mendapatkan bahwa kebijakan tersebut, belum secara maksimal disinkronkan dengan
kebijakan penempatan kerja, baik ketika penempatan pertama pasca seleksi, maupun saat
ditempatkan di salah satu Perwakilan RI di Luar Negeri, dan penempatan kerja setelah
selesai penugasan di Luar Negeri. Akibat dari proses penempatan yang tidak berdasarkan
kompetensi tersebut, motivasi dan kinerja mereka pun sedikit banyak terganggu. Dengan
kompetensi tertentu yang dimiliki, para pegawai tentunya berharap dapat ditempatkan di
satuan/unit kerja yang sesuai dengan kompetensinya, agar dapat bekerja secara maksimal
dan menikmati pekerjaannya. Ketika pada kenyataannya, mereka ditempatkan di
satuan/unit kerja yang tidak sesuai dengan kompetensinya, hal itu sedikit banyak
berpengaruh kepada motivasi dan kinerja yang bersangkutan.
Sementara itu, terkait penempatan kerja, sebagian PDDN yang penulis temui,
banyak juga yang merasa bahwa Pimpinan kurang memperhatikan mereka dalam proses
mutasi terlebih promosi. Banyak dari mereka yang menempati suatu unit kerja dalam
waktu yang cukup lama, bahkan sejak masuk ke Kementeria Luar Negeri, tanpa pernah
dipindahkan ke unit lain, dan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan promosi.
Kebijakan-kebijakan tersebut di atas, terutama yang belum ideal dan tidak sesuai
harapan, baik terkait kompetensi maupun penempatan kerja, menurut penulis, sedikit
banyak juga memiliki keterkaitan dengan tingkat motivasi yang dimiliki pegawai. Seperti
seorang PDLN yang merasa memiliki kompetensi tertentu, tapi kemudian ditempatkan
tidak sesuai dengan kompetensinya, akan mengalami demotivasi, yang akhirnya juga
mempengaruhi semangat dan kinerjanya. Begitu juga, para PDDN, akibat kebijakan
kepegawaian terkait kompetensi dan penempatan kerja yang kurang memperhatikan
mereka dan nampak diskriminatif, banyak yang mengalami demotivasi, sehingga membuat
mereka kurang bersemangat dalam bekerja, tidak berdisiplin dan sering terlambat datang
ke kantor, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja mereka secara keseluruhan,
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
15
serta mengganggu kinerja pegawai lainnya. Memperhatikan kondisi kepegawaian tersebut
di atas, nampak cukup menarik apabila dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa
kuat pengaruh dari kebijakan Kementerian Luar Negeri terkait kompetensi, penempatan
kerja dan motivasi terhadap kinerja pegawai Kementerian Luar Negeri, baik secara parsial
maupun bersama-sama. Memang ada banyak faktor yang mempunyai pengaruh terhadap
kinerja seseorang selain faktor kompetensi, penempatan kerja dan motivasi. Namun
demikian, menurut hemat penulis, ketiga faktor tersebut diduga merupakan faktor yang
paling dominan dalam mempengaruhi kinerja pegawai Kementerian Luar Negeri. Selain
itu, dengan pertimbangan luasnya ruang lingkup Kementerian Luar Negeri yang terdiri
dari 9 satuan kerja setingkat eselon satu, penulis akan memilih salah satu satuan kerja
setingkat eselon satu, yaitu satuan kerja Sekretariat Jenderal sebagai objek penelitian.
Permasalahan dalam dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Apakah kompetensi
berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal; (2) Apakah penempatan kerja
berpengaruh terhadap kinerja pegawai pegawai Sekretariat Jenderal; (3) Apakah motivasi
berpengaruh terhadap kinerja pegawai pegawai Sekretariat Jenderal; (4) Apakah
kompetensi, penempatan kerja dan motivasi berpengaruh secara bersamaan terhadap
kinerja pegawal pegawai Sekretariat Jenderal
Kinerja. Ada banyak pengertian kinerja, yang disampaikan para pakar. Salah satu definisi
yang penulis anggap dapat mewakili adalah apa yang disampaikan oleh Mangkunegara
(2009) yang mengatakan bahwa “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.” Berdasarkan definisi ini, maka,
sebagai hasil dari pencapaian kerja seorang pegawai, kinerja bisa dilihat dan dinilai secara
kualitas maupun secara kuantitas. Maksud kualitas adalah dilihat apakah hasil pekerjaan
seorang pegawai mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan atau
tidak. Sementara secara kuantitas, hasil pekerjaan seorang pegawai dilihat dari jumlah
pekerjaan/produk yang dihasilkan, jumlah rupiah yang didapatkan, atau jumlah siklus
kegiatan yang diselesaikan.
Definisi lain, yang di dalamnya mengandung pengertian tentang apa yang dapat
disebut sebagai dimensi kinerja dan dijadikan dasar dalam penelitian ini, adalah pengertian
menerut Mathis dan Jackson (2002:78) yang mengatakan bahwa kinerja karyawan adalah
yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang
antara lain termasuk: (1) Kuantitas output; (2) Kualitas output; (3) Jangka waktu output;
(4) Kehadiran di tempat kerja; (5) Sikap kooperatif.
Kompetensi. Menurut Triwiyatno (2011), kompetensi dapat digambarkan sebagai
kemampuan untuk melaksanakan tugas, peran dan tugas, kemampuan mengintegrasikan
pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi dan
kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada
pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa
kompetensi bukan merupakan karakter dasar, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
terpisah-pisah, akan tetapi merupakan rangkaian dan perpaduan itu semua dan terumuskan
dalam serangkaian/sekelompok perilaku.
Mengikuti pendapat Spencer dan Spencer dalam Kaplan (2007), kompetensi
memiliki 5 tipe (dimensi), yaitu motif, traits, self concept, knowledge and skill: (1)
Motif merupakan sesuatu yang konsisten dipikirkan atau diinginkan sehingga
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
16
menyebabkan suatu tindakan. Motif akan mendorong, mengarahkan dan menentukan
perilaku, terhadap tindakan atau tujuan tertentu dan tidak pada yang lainnya.; (2) Traits
atau sifat bawaan/watak adalah karakteristik fisik dan respon konsisten terhadap situasi
atau informasi termasuk rangsangannya dan tekanan; (3) Self concept atau konsep
diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri sesorang.; (4) Knowledge atau pengetahuan
adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam area spesifik.; (5) Skill atau ketrampilan
adalah kemampuan untuk menyelesaikan sebuah tugas atau suatu pekerjaan fisik atau
mental tertentu.
Penempatan Kerja. Menurut Sulistiyani, dkk (2009) dalam buku „Manajemen Sumber
Daya manusia, Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik‟,
penempatan adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan suatu instansi, atau
bagian personalia untuk menentukan seseorang pegawai masih tetap atau tidak
ditempatkan pada suatu posisi atau jabatan tertentu berdasarkan pertimbangan keahlian,
keterampilan atau kualifikasi tertentu. Berdasarkan pengertian ini, penempatan kerja
meliputi penempatan pertama pasca seleksi maupun penempatan berikutnya setelah
seseorang aktif bekerja, yang dapat meliputi promosi, mutasi dan demosi.
Menurut Siswanto dalam Trispina (2007), dalam proses penempatan agar terlaksana depat
tepat, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan tersebut adalah
sebagai berikut: (1) Faktor prestasi akademis; (2) Faktor Pengalaman; (3) Faktor
Kesehatan Fisik dan Mental; (4) Faktor Status Perkawinan; (5) Faktor Usia.
Motivasi. Menurut Hasibuan (2003: 92), motivasi berasal dari kata latin “Movere” yang
berarti “Dorongan” atau “Daya Penggerak”. Secara definitif, menurut Hasibuan (2003:
95), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Sehubungan dengan peran penting dan krusial faktor motivasi dan pengaruhnya
terhadap pembentukan perilaku setiap orang yang bekerja di suatu organisasi/perusahaan,
maka perhatian para pakar terhadap kajian tentang motivasi sangatlah besar, dan sebagai
hasilnya, telah melahirkan banyak teori tentang motivasi. Teori-teori ini, menurut Luthans
dalam bukunya Organizational Behaviour sebagaimana dikutip Sulistiyani (2009:236),
secara garis besar terbagi ke dalam dua kategori, yaitu: (1) Teori Kepuasan; (2) Teori
Proses.
Salah satu yang termasuk dalam teori kepuasan adalah teori Herzberg yang
digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini. Menurut Herzberg, ada dua faktor yang
mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu yaitu faktor motivasional dan faktor higiene atau
„pemeliharaan‟. Yang dimaksud dengan faktor motivasional adalah hal-hal pendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang.
Sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor
yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang.
Menurut Hezberg, yang tergolong sebagak faktor motivasional antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam
karir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor higiene atau pemeliharaan
mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang karyawan
dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
17
yang diterapkan oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Kerangka Pemikiran Dan Hipotesa. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, masalah
dalam penelitian ini adalah terkait dengan masalah kompetensi, penempatan kerja dan
motivasi serta pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian, dalam penelitian
ini terdapat tiga variabel bebas, yaitu variabel kompetensi, penempatan kerja dan motivasi,
dan satu variabel terikat, yaitu kinerja pegawai.
Dari hasil kajian teori, penulis berkeyakinan bahwa kompetensi, penempatan kerja
dan motivasi memiliki pengaruh terhadap pencapaian kinerja seorang pegawai,
dikarenakan dimensi masing-masing faktor berhubungan erat dengan dimensi kinerja.
Menurut penulis, dimensi kinerja yang cukup menyeluruh adalah apa yang
disampaikan oleh Mathis dan Jackson, yaitu meliputi: kuantitas output, kualitas output,
jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Sementara itu,
dimensi-dimensi dari variabel kompetensi, penempatan kerja dan motivasi serta hubungan
dan pengaruhnya terhadap dimensi dari variabel kinerja adalah seperti gambar di bawah
ini:
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian di atas, peneliti menyusun hipotesis dalam
penelitian ini sebagai berikut:
H1 : Kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal
Kementerian Luar Negeri
H2 : Penempatan kerja berpengaruh organisasi terhadap kinerja pegawai
Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri
H3 : Motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal
Kementerian Luar Negeri;
H4 : Kompetensi, penempatan kerja dan motivasi secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian
Luar Negeri.
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
18
METODE
Penelitian ini dilakukan terhadap pegawai negeri sipil (PNS) di satuan kerja Sekretariat
Jenderal, Kementerian Luar Negeri yang beralamat di Jl. Pejamnbon No. 6 Jakarta Pusat,
tempat dimana penulis bekerja, dengan pertimbangan kemudahan dalam penelitian dan
pengumpulan data serta pengamatan di lapangan. Pegawai yang diteliti meliputi semua
kategori pegawai yang ada, dan tidak dikhususkan untuk meneliti satu kategori pegawai
tertentu. Di sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri, pegawainya dapat
dikategorikan secara garis besar kepada dua kategori, yaitu: (1) Pegawai Dinas Luar
Negeri (PDLN) yang terdiri dari: (a) Pejabat Dinas Diplomatik (PDK); (b) Bendaharawan
dan Penata Kerumah Tanggaan (BPKRT); (c) Petugas Komunikasi (PK). (2) Pegawai
Dinas Dalam Negeri (PDDN) termasuk di dalamnya, pejabat fungsional arsiparis.
Penelitian ini menggunakan desain kausal yang berguna untuk mengukur hubungan-
hubungan antar variabel penelitian atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu
variabel mempengaruhi variabel lain, sebagaimana yang disampaikan oleh Umar (2008:
10). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Sekretariat Jenderal,
Kementerian Luar Negeri yang berjumlah 560 orang. Dari Populasi yang ditetapkan,
peneliti akan mengambil sampel dengan teknik sampel tidak acak (non probability
sampling) yaitu teknik sampling kuota, yaitu pengambilan sampel secara bebas dari
populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
Penelitian ini akan menganalisa pengaruh kompetensi, penempatan kerja dan
motivasi terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian, terdapat tiga buah variabel eksogen
dan satu buah variabel endogen. Kompetensi, penempatan kerja dan motivasi merupakan
variabel eksogen. Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui dua cara, yaitu: (1)
penelitian kepustakaan, dan (2) penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan
untuk mengumpulkan data mengenai teori-teori yang mendukung penelitian dan daa
pendukung lainnya. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data
dari responden, dengan menggunakan kuesioner yaitu suatu metode pengumpulan data
dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil kuesioner yang telah teruji validitas dan
reliabilitasnya, dan telah dibagikan kepada 186 responden yang merupakan sampel dari
keseluruhan populasi sebanyak 560 pegawai, yang diperoleh melalui rumus slovin dengan
margin kesalahan 6%. Setelah seluruh asumsi terpenuhi melalui uji asumsi klasik, telah
dilakukan analisis regresi linier berganda (multiple linear regressions) dan uji hipotesis
melalui Uji-t dan Uji-F terhadap data, dengan hasil seperti terlihat dalam tabel 3.
Berdasarkan output di atas didapat nilai konstanta dan koefisien regresi sehingga
dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 8,600 + 0,021 X1 +
0,298 X2 + 0,323 X3. Sementara itu, untuk uji hipotesis, berdasarkan tabel yang sama,
diperoleh nilai thitung untuk variabel Kompetensi (X1) sebesar 0,465; nilai thitung untuk
variabel Penempatan Kerja (X2) sebesar 4,141; nilai thitung untuk variabel Motivasi (X3)
sebesar 7,290, dan ttabel 1,973.
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
19
Tabel 3. Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.600 3.015 2.852 .005
Kompetensi (X1) .021 .045 .029 .465 .643
Penempatan Kerja (X2) .298 .072 .267 4.141 .000
Motivasi (X3) .323 .044 .453 7.290 .000
a. Dependent Variable: Kinerja (Y)
Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil thitung untuk masing-masing variabel, diperoleh kesimpulan bahwa hanya
thitung untuk variabel Kompetensi (X1) yang lebih kecil daripada ttabel. Sehingga, H0 -nya
diterima dan Ha ditolak. Dan ini berarti bahwa Kompetensi (X1) tidak berpengaruh
terhadap Kinerja (Y). Sementara variabel penempatan kerja dan variabel motivasi, karena
thitung keduanya lebih besar daripada ttabel, maka H0 -nya ditolak dan Ha diterima. Ini berarti,
bahwa penempatan kerja dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Dikarenakan variabel kompetensi terbukti tidak berpengaruh, maka dalam penelitian
ini, telah dilakukan pengulangan analisis regresi linier berganda tanpa mengikut sertakan
variabel kompetensi, dengan hasil sebagai berikut.
Tabel 4 . Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi Kedua
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 9.335 2.561 3.645 .000
Penempatan Kerja (X1) .307 .069 .275 4.437 .000
Motivasi (X2) .324 .044 .454 7.330 .000
a. Dependent Variable: Kinerja (Y)
Sumber: data diolah
Berdasarkan output seperi nampak pada tabel di atas, didapat nilai kontstanta dan
koefisien regresi sehingga dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut: Y = 9,335 + 0,307 X1 + 0,324 X2
Analisis Koefisien Korelasi. Selanjutnya telah diperoleh output hasil koefisien korelasi
untuk variabel penempatan kerja dan motivasi sebagai berikut.
Tabel 5. Nilai Koefisien Korelasi Product Moment
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted
R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .591a .349 .342 4.74164
a. Predictors: (Constant), Motivasi (X2), Penempatan Kerja (X1)
b. Dependent Variable: Kinerja (Y)
Sumber: data diolah
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
20
Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (R) adalah sebesar
0,591. Nilai tersebut berdasarkan kriteria Guilford menunjukkan adanya hubungan yang
sedang antara variabel bebas secara simultan dengan variabel terikat.
Analisis Koefisien Determinasi. Setelah diketahui nilai R sebesar 0,591, sebagaimana
tampak pada tabel di atas, koefisien determinasi untuk kedua variabel bebas dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
KD = R2 × 100%
= (0,591)2 × 100%
= 34,9%
Dengan demikian, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 34,9% yang
menunjukkan arti bahwa Penempatan Kerja (X2) dan Motivasi (X3) memberikan pengaruh
simultan (bersama-sama) sebesar 34,9% terhadap Kinerja (Y). Sedangkan sisanya sebesar
65,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian ini.
Uji Simultan (Uji F). Uji-F telah dilakukan untuk menguji apakah penempatan kerja dan
motivasi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja, dengan hasil olah data sebagai
berikut:
Tabel 6. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji-F)
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
1 Regression
Residual
Total
2206.983
4114.424
6321.408
2
183
185
1103.492
22.483
49.081 .000a
a. Predictors: (Constant), Motivasi (X2), Penempatan Kerja (X1)
b. Dependent Variable: Kinerja (Y)
Sumber: data diolah
Berdasarkan output di atas diketahui nilai Fhitung sebesar 49,081 dengan p-value (sig)
0,000. Dengan α=0,05 serta derajat kebebasan v1 = 2 dan v2 = 183 (n-(k+1)), maka di
dapat Ftabel 3,045. Dikarenakan nilai Fhitung > Ftabel (49,081 > 3,045) maka artinya variabel
bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja (Y).
Hasil Analisis Korelasi Dimensi. Analisis korelasi dimensi telah dilakukan untuk
melengkapi analisis sebelumnya yang dimaksudkan untuk mengetahui lebih detail
hubungan antara masing-masing dimensi pada variabel bebas (penempatan kerja dan
motivasi) dengan variabel terikat (kinerja), dengah hasil sebagai berikut:
Table 7. Rekapitulasi Analisis Korelasi Dimensi
Variabel Dimensi
Kinerja (Y)
Kuantitas
Output
Kualitas
Output
Jangka
Waktu
Output
Kehadiran
di Tempat
Kerja
Sikap
Kooperatif
Penempat
an Kerja
Faktor Prestasi Akd 0,284 0,318 0,290 0,339 0,330
Faktor Pengalaman 0,188 0,202 0,190 0,175 0,287
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
21
(X2) Faktor Kes Fisik
dan mtl 0,217 0,257 0,289 0,215 0,280
Faktor Status pkw 0,042 0,083 0,151 0,136 0,108
Faktor Usia 0,005 0,159 0,255 0,124 0,181
Motivasi
(X3)
Pekerjaan itu
sendiri 0,202 0,338 0,205 0,315 0,182
Keberhasilan yg
diraih 0,162 0,273 0,169 0,350 0,305
Kesempatan
bertumbuh 0,177 0,282 0,196 0,393 0,189
Kemajuan dalam
karir 0,266 0,398 0,301 0,387 0,250
Pengakuan orang
lain 0,348 0,422 0,263 0,396 0,277
Status dalam
organisasi 0,218 0,335 0,131 0,210 0,159
Motivasi
(X3)
Hubungan dgn
atasan 0,387 0,494 0,426 0,423 0,413
Hub dgn rekan-
rekan s 0,361 0,359 0,401 0,443 0,491
Tek penyelia yg
diterap 0,214 0,322 0,253 0,311 0,240
Kebijak organisasi 0,018 0,197 0,166 0,257 0,169
Sis Adm organisasi 0,134 0,254 0,230 0,252 0,196
Kondisi kerja 0,311 0,428 0,317 0,460 0,372
Sistem imbalan
yang berlaku 0,023 0,233 0,158 0,353 0,113
Sumber: data diolah
Dari tabel di atas, didapatkan bahwa dimensi yang paling kuat hubungannya dari variabel
penempatan kerja (X2) dengan dimensi yang ada pada variabel kinerja (Y) adalah dimensi
„faktor akademis‟ dengan dimensi „kehadiran di tempat kerja‟. Sementara itu, dimensi
yang paling kuat hubungannya dari variabel motivasi (X3) dengan dimensi yang ada pada
variabel kinerja (Y) adalah dimensi „hubungan dengan atasan‟ dengan dimensi „kualitas
output.
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Penempatan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Ini
berarti, jika penempatan kerja dilakukan dengan benar dan tepat, maka kinerja pegawai
akan meningkat. Dimensi faktor prestasi akademis berhubungan kuat dengan dimensi
kehadiran di tempat kerja, sikap kooperatif dan kualitas output. Kedua. Motivasi
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Ini berarti, jika motivasi pegawai baik, maka
kinerja pegawai akan meningkat. Dimensi hubungan dengan atas berhubungan kuat
dengan kualitas, kuantitas dan jangka waktu output. Sementara, hubungan dengan rekan-
rekan sekerja memiliki hubungan kuat dengan sikap kooperatif. Ketiga. Penempatan
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
22
Kerja dan Motivasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja sebesar 34,9%,
sedangkan sisanya sebesar 65,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam
penelitian ini.
Saran. Pertama. Untuk meningkatkan kehadiran di tempat kerja, maka prestasi akademis
harus ditingkatkan. Untuk itu, disarankan, agar dalam proses penempatan kerja dan proses
kepegawaian lainnya seperti rekruitmen dan seleksi, Pimpinan perlu memprioritaskan
faktor prestasi akademis sebagai pertimbangan utama. Kedua. Untuk meningkatkan
kualitas, kuantitas dan jangka waktu output, maka hubungan dengan atasan harus
ditingkatkan. Untuk itu, disarankan agar pimpinan berkomunikasi aktif dengan staf dan
menjaga agar komunikasi berlangsung dua arah. Ketiga. Untuk meningkatkan sikap
kooperatif, maka hubungan dengan rekan-rekan sekerja perlu ditingkatkan. Untuk itu,
disarankan agar pimpinan dapat menjaga hubungan baik antar staf dan menjaga
keharmonisan antar mereka. Keempat. Untuk penelitian selanjutnya, dengan
memperhatikan bahwa kinerja pegawai dipegaruhi juga oleh variabel lain yang tidak
diteliti, maka disarankan untuk dilakukan penelitian terkait variabel-variabel lain yang
diduga memiliki pengaruh terhadap kinerja, seperti: Budaya Organisasi, Kepemimpinan,
Pengembangan Karir, Pendidikan dan Pelatihan
DAFTAR RUJUKAN
Ardana, I Komang, dan Ni Wayan Mujiati dan I Wayan Mudartha Utama, (2011).
Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Azwar, (2010). Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Badu, Abram A.M, (2011). http://repository.upi.edu/operator/upload/d_pls_0809647_
chapter2.pdfI
Esya, Febri Purnama, (2008). Pengaruh Kompetensi Auditor dan Pemahaman System
Informasi Akuntan terhadap Kinerja Auditor Bea Cukai di wilayah Jakarta, Tesis.
Fahmi, Irham, (2010). Manajemen Kinerja, Teori dan Aplikasi, Alfabeta, CV, Bandung
Gani, Achmad, (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Makassar
Ghozali, Imam, (2001). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Gibson, James L., dan Jhon M. Ivancevich, dan James H. Donnely Jr., (1997). Organisasi
dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses, alih bahasa Djoerban Wahid, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Hartati, Iswahyu, (2005). Pengaruh Kesesuaian Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Malang
Hasibuan, H. Malayu S.P, (2003). Organisasi dan Motivasi, dasar peningkatan
produktivitas, Bumi Aksara,
Keputusan Kepala BKN No. 46A, (2003). diakses dari:
http://bkd.semarangkota.go.id/bkdsmg/datapdf/Kep%20BKN%20No%2046a%20Th
%202003.pdf
Laporan Progress RB Kementerian Luar Negeri, diakses dari:
http://www.deplu.go.id/Documents/Reformasi%20Birokrasi/Lap-Progr-RB-
Kemlu.pdf
Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
23
LOMA‟s. (1998). Competency Dictionary
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu, (2009). Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama,
Bandung
Moeheriono, (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Ghalia Indonesia, Bogor
Mathis, Robert L., dan John H. Jackson, (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia,
terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira, Salemba Empat, Jakarta
Palan, R, (2007). Competence Management A Practicioners Guide (Kompetensi
Manajemen, Teknik Mengimplementasikan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi
Untung Meningkatkan Daya Saing Organisasi, penerjemah Octa Melia Jalal, PPM,
Jakarta
Pesiwarissa, Eduard L, (2008). Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja terhadap
Prestasi Kerja Pegawai Studi pada Pegawai Kantor Bappeda Kabupaten Nabire,
Papua
Prasetiawan, Iwan, (2010). Analisis Motivasi dan Gaya Kepemimpinan serta Pengaruhnya
terhadap Kinerja Pegawai Divisi Information System Solution PT. Garuda
Indonesia, Tesis, Universitas Mercu Buana, Jakarta
Pribadi, Udik dan Thoyib, Armanu, (2004). Peningkatan Motivasi dan Kemampuan pada
Kinerja Kerja (Studi Penelitian pada Karyawan Tetap Produksi di PT. ISM
Bogasari Flour Mills Surabaya
Rencana Strategis Sekretariat Jenderal 2010-204 (2010). Kementerian Luar Negeri,
Jakarta
Rivai, Veitzhal, (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Salviah, Silvi, (2010). Skripsi, Hubungan Penempatan Karyawan dengan Prestasi Kerja
Karyawan PT. BOMA BISMA INDRA PASURUAN,
Sastrohadiwirjo, B. Siswanto (2002). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan
Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta
Siagian, S, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi Aksara, Jakarta
Sudjana, (2005). Metoda Statistika, Tarsito, Bandung
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung
------------, (2009). Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung
Sulistiyani, Ambar Teguh, dan Rosidah, (2009). Manajemen Sumber Daya manusia,
Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik, Edisi II, Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Triwiyatno, Joko, (2011). Upaya Peningkatan Kompetensi PNS Melalui Perubahan Pola
Pikir
Trisfina, Yuni, (2007). Proses Pelaksanaan Rekruitmen, Seleksi, Ketepatan Penempatan
Karyawan Studi pada Pasaraya Sri Ratu Kediri, Skripsi.
Walanggare, (2001). Gambaran Pelaksanaan Penarikan dan Seleksi sertaPenempatan
Karyawan Universitas Brawijaya Malang
Widayat, Eko Wahyu, (2010). Pengaruh Dimensi Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
PT. Dunkindo Lestasi Cabang Medan
Wexley, Kenneth N dan Garry A. Yuki, (2005). Organizational Behavior and Personnel
Psychology, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, cetakan ketiga,
penerjemah Drs. Muh. Shobaruddin, Rineka Cipta, Jakarta
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
24
PENGARUH KOMPENSASI, KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP
KINERJA PENDIDIK DI LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN LADIKA
Asep Tantula
Fakultas Ekonomi UNSRI
E-mail: [email protected]
Abstract: This research examined the effect of compensation, competency, and
motivation on the performance of acupuncture teachers in LKP Ladika. This research
used quantitative approach with descriptive survey method. Data were taken using
questionnaires. Data were analyzed using SPSS. Methods of data analysis in this
research were multiple linear regression analysis with the classical assumption test,
such as normality test and multicollinearity test. At the multiple regression analysis will
be shown descriptive statistics, correlation test, determination test, t test and F test. The
results of this research shown that compensation, competency and motivation
altogether had significant influence toward those performance of acupuncture teachers
in LKP Ladika. Partially, only the variable of competency had statistical significant
efeect to their performance.
Keywords: Compensation, Competency, Motivation, Performance
Abstrak: Penelitian ini meneliti efek dari kompensasi, kompetensi, dan motivasi
terhadap kinerja guru akupunktur di LKP Ladika. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan metode survei deskriptif. Data diambil menggunakan
kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS. Metode analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan uji asumsi klasik, seperti uji
normalitas dan uji multikolinieritas. Pada analisis regresi ganda akan ditampilkan
statistik deskriptif, uji korelasi, uji determinasi, uji t dan uji F. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kompensasi, kompetensi dan motivasi sama sekali memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja mereka guru akupunktur di LKP Ladika.
Secara parsial, hanya variabel kompetensi memiliki efeect signifikan statistik untuk
kinerja mereka.
Kata kunci: Kompensasi, Kompetensi, Motivasi, Kinerja
PENDAHULUAN
Akupunktur merupakan teknik pengobatan tradisional Cina yang digunakan untuk
memperbaiki aliran dan keseimbangan energi sepanjang meridian-meridian tubuh. Dewasa
ini telah berkembang akupunktur medik yang mengintegrasikan pengetahuan kedokteran
konvensional dalam pelayanan akupunktur.
Terapi akupunktur telah berkembang pesat di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal
akupunktur sebagai bentuk pengobatan yang handal sehingga terdapat tuntutan terhadap
kualitas dan kuantitas yang bermutu dalam pelayanan akupunktur. Untuk memenuhi hal
tersebut, diperlukan adanya lembaga pendidikan akupunktur yang dapat menghasilkan
akupunkturis yang terjamin kualitas dan kompetensinya. Berdasarkan data informasi
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
25
lembaga kursus yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Peserta Didik
Ditjen PAUDNI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, saat ini
terdaftar 69 lembaga kursus akupunktur di seluruh Indonesia.
Lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika (LKP Ladika) didirikan di Jakarta
pada tahun 2002 dan melaksanakan pendidikan akupunktur dan akupresur. LKP Ladika
sebagai lembaga kursus dan pelatihan dibentuk dengan tujuan menjamin kualitas
pelayanan akupunktur dan kompetensi dari lulusannya. Saat ini, LKP Ladika telah
menyelenggarakan kursus akupunktur dasar dan akupunktur tingkat lanjut di berbagai
daerah, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat,
dan Nusa Tenggara Timur.
Selama periode 2008 -2011 lembaga pendidikan akupunktur LKP Ladika
mempunyai peserta didik sekitar 140 orang per tahunnya. Persentase jumlah lulusan LKP
Ladika yang dihasilkan selama periode waktu tersebut belum optimal seperti terlihat pada
Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Jumlah Peserta Didik LKP Ladika Periode 2008-2010
Jenis
Program
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Target Capaian % Target Capaian % Target Capaian %
Akupunktur
Dasar 60 84 140 60 58 97 80 64 80
Akupunktur
Kecantikan 30 20 67 30 25 83 40 29 73
Elektro
Akupunktur 30 24 80 30 22 73 40 31 78
Akupunktur
Analgesia 30 25 83 30 24 80 40 25 63
Sumber: data diolah
Tabel 2. Jumlah Lulusan Akupunktur Dasar Periode 2008-2010
No Uraian 2008 2009 2010
1
Jumlah Peserta Didik
Yang Lulus (Akupunktur
Dasar)
80
(95%)
55
(94%)
61
(95%)
Sumber: data diolah
Kelulusan peserta didik pada kursus dan pelatihan akupunktur dipengaruhi berbagai faktor
baik dari peserta didik, pendidik, maupun dari lembaga penyelenggara kursus. Pendidik
akupunktur merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam kelulusan peserta
didik. Pendidik akupunktur harus mampu mempersiapkan peserta didik dengan
pengetahuan dan keterampilan tentang akupunktur sesuai dengan Standar Kompetensi
Akupunktur Indonesia dan juga mampu memotivasi peserta didik untuk dapat
memaksimalkan potensi keilmuannya.
Berdasarkan penilaian kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika tahun 2011
didapatkan data bahwa pendidik akupunktur yang mempunyai kemampuan pendidik
sangat baik dan baik hanya 48%, sementara sisanya 52% pendidik akupunktur mempunyai
kemampuan pendidik kurang baik dan tidak baik.
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
26
Lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika memiliki tenaga pendidik sebanyak 38
orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda seperti SMA, D1/D3, S1, S2
bahkan S3 serta medis dan non medis. Perbedaan latar belakang pendidikan tenaga
pendidik mempengaruhi kemampuan mengajar dan kompetensinya sehingga tidak sama
satu dengan lainnya. Selain itu pengalaman mengajar dari tenaga pendidik juga tidak sama
karena terdapat pendidik yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja sebagai pendidik
akupunktur dan masih banyak pendidik yang mempunyai pengalaman kurang dari 2 tahun.
Pengalaman mengajar pendidik berperan terhadap kemampuan mengajarnya terutama
pada pendidikan non formal (kursus) yang tergolong dalam pendidikan vokasional
khususnya dalam hal keterampilan (skill).
Pendidik (guru) merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan
suatu proses pembelajaran dan transfer pengetahuan maupun keterampilan kepada
peserta didik yang diselenggarakan oleh lembaga kursus dan pelatihan. Kesiapan
pendidik dalam merencanakan, mempersiapkan dan melakukan serta evaluasi dari
proses belajar mengajar kepada peserta didiknya berpengaruh terhadap mutu atau
kualitas lulusan yang dihasilkannya. Posisi strategis pendidik dalam proses
pendidikan sangat dipengaruhi oleh kinerja pendidik tersebut.
Kinerja pendidik di LKP Ladika dinilai oleh manajemen berdasarkan tingkat kemampuan
serta kompetensinya sebagai pendidik akupunktur. Peningkatan kompetensi pendidik
dilakukan secara berkesinambungan dan berkala setiap tahun yang dilaksanakan oleh
organisasi profesi akupunktur (PAKSI) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Tenaga pendidik di lembaga kursus dan pelatihan akupunktur dihadapkan pada
kondisi pengajaran yang berbeda dari pendidikan formal. Pada pendidikan kursus dan
pelatihan akupunktur yang termasuk dalam pendidikan non formal pendidik dihadapkan
dengan peserta didik yang sangat bervariasi dalam beberapa hal seperti umur, latar
belakang pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Hal tersebut menuntut tenaga pendidik
untuk dapat menyesuaikan metode pengajarannya di kelas agar dapat dimengerti oleh
peserta didik secara menyeluruh.
Di samping itu pendidik terkadang juga harus mampu mengajarkan beberapa materi
berbeda pada satu kelas. Pihak lembaga kursus dan pelatihan akupunktur melakukan
beberapa kegiatan untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan kompetensi akupunktur
bagi pendidik seperti melalui acara bedah buku, seminar maupun kuliah dosen tamu.
Tetapi tidak semua pendidik bersedia mengikuti kegiatan tersebut dikarenakan berbagai
alasan. Manajemen LKP Ladika berupaya memotivasi pendidik akupunktur untuk
meningkatkan keahliannya dengan cara mengikutkan pendidikan akupunktur tingkat
lanjut. Tetapi masih ada pendidik yang belum berusaha maksimal guna meningkatkan
kompetensi akupunkturnya. Hal ini menyebabkan pendidik tersebut belum memperbarui
substansi materi akupunktur yang diajarkannya secara berkala.
Profesi pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan akupunktur belum menjadi
profesi utama karena seluruh pendidik akupuntur di LKP Ladika mempunyai pekerjaan
utama baik sebagai pegawai negeri (PNS) maupun swasta. Hal ini menyebabkan profesi
pendidik akupunktur masih merupakan pekerjaan tambahan diluar pekerjaan utamanya.
Akibatnya adalah sering terjadi bentrok jadwal mengajar pendidik dengan jadwal
pekerjaan utamanya. Permasalahan tersebut terjadi terutama jika pendidik diharuskan
mengajar di luar kota dimana sering kesulitan dalam mengurus ijin ditempat mereka
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
27
bekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan manajemen LKP Ladika diketahui bahwa
insentif yang diterima pendidik di LKP Ladika cukup memenuhi kriteria pasar dalam
pendidikan akupunktur. Meskipun demikian, insentif tersebut hanya sebagai penghasilan
tambahan bagi pendidik dimana pendidik akupunktur mempunyai penghasilan dari
pekerjaan utamanya. Besarnya insentif bagi tenaga pendidik berbeda-beda disesuaikan
dengan pembagian lini pendidik berdasarkan kompetensi, pengalaman mengajar dan
jumlah jam mengajar dari masing-masing pendidik.
Penilaian kinerja pendidik merupakan sarana bagi LKP Ladika untuk mengevaluasi
pendidik untuk kepentingan lembaga dan pendidik. Penilaian kinerja pendidik secara terus
menerus berguna meningkatkan mutu lulusan akupunkturis. Pendidik merupakan faktor
utama dalam sistem pengajaran di lembaga pendidikan selain sarana dan prasarana
pendukung. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga pendidik di suatu
lembaga pendidikan. Perlu dilakukan penilaian terhadap pengaruh besarnya kompensasi
yang diterima oleh pendidik dari proses pengajaran serta penilaian terhadap motivasi
pendidik yang dapat mempengaruhi kinerja pendidik di LKP Ladika. Selain itu,
kompetensi pendidik tetap menjadi perhatian dalam penilaian kinerja pendidik. Untuk itu
perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi
terhadap kinerja pendidik di lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika.
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian
adalah: (1) Apakah kompensasi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?;
(2) Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?; (3)
Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?; (4) Apakah
kompensasi, kompetensi, dan motivasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja
pendidik di LKP Ladika?
Maksud dan tujuan penelitian adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai ada
atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari kompensasi, kompetensi, dan motivasi
terhadap kinerja tenaga pendidik di LKP Ladika dan memberikan rekomendasi kepada
pihak manajemen lembaga pendidikan guna menentukan strategi yang lebih tepat dalam
rangka peningkatan kinerja pendidik.
Teori Kinerja. Kinerja merupakan masalah yang menjadi perhatian manajemen karena
berkaitan dengan produktivitas organisasi. Kinerja karyawan akan mempengaruhi
seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh karyawan kepada organisasi. Kinerja
berhubungan erat dengan produktoivitas sehingga digunakan sebagai indikator dalam
usaha meningkatkan produktivitas organisasi.
Definisi kinerja sumber daya manusia menurut Mangkunegara (2005: 9) adalah
prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber
daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai
tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan pengertian kinerja menurut Nawawi
(2005: 234) adalah sebagai hasil pelaksanaan suatu pekerjaan oleh seorang pekerja.
Samsudin (2006: 159) mengartikan kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang dapat
dicapai seseorang dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang
telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Wirawan (2009: 5)
menyatakan kinerja sebagai keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-
indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
28
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa kinerja merupakan
prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya
selama periode waktu tertentu yang sesuai dengan standar dan kriteria yang telah
ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan suatu perbuatan atau perilaku
orang lain. Untuk mengetahui prestasi yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu
organisasi perlu dilakukan penilaian kinerja. Penilaian prestasi kerja bagi suatu organisasi
penting dalam rangka pengembangan sumber daya manusia karena sumber daya manusia
dalam organisasi ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang adil dari pemimpin
organisasi yang bersangkutan. Penilaian prestasi kerja merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi untuk dapat memperbaiki keputusan manajer dan memberikan umpan
balik kepada karyawan tentang kegiatannya.
Penilaian prestasi kerja dapat dilakukan melalui pengamatan langsung maupun tidak
langsung. Observasi langsung dilaksanakan bila penilai secara nyata melihat pelaksanaan
kerja yang dinilai (karyawan). Sedangkan penilaian tidak langsung bila penilaian
dilakukan terhadap prosedur operasi alat adalah satu bentuk penilaian secara tidak
langsung suatu penampilan kerja.
Kompensasi. Kompensasi karyawan merupakan semua bentuk imbalan yang diberikan
kepada karyawan sebagai imbal balik dari pekerjaan mereka. Dalam pemberiian
kompensasi kepada pekerja, perusahaan terlebih dahulu melakukan penghitungan kinerja
dengan membuat sistem penilaian kinerja yang adil.
Menurut Sirait (2006: 181) kompensasi adalah hal yang diterima oleh pegawai, baik
berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya pegawai
(kontribusi pegawai) yang diberikannya untuk organisasi. Sedangkan Gozalli (2005: 234)
menjelaskan bahwa kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima oleh seseorang
karyawan/pegawai dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa/tenaga yang telah
diberikannya pada perusahaan tersebut.
Tujuan pemberian kompensasi adalah memberikan efek positif pada
organisasi/perusahaan yaitu: (a) mendapatkan karyawan berkualitas baik, (b) memacu
pekerja untuk bekerja lebih giat dan meriah prestasi gemilang, (c) memikat pelamar kerja
berkualitas dari lowongan kerja yang ada, (d) mudah dalam pelaksanaan administrasi
maupun aspek hukumnya, (e) memiliki keunggulan lebih dari pesaing/kompetitor. Sistem
kompensasi merupakan bagian (parsial) dari sistem reward yang disediakan oleh
organisasi. Sedangkan reward adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk
memenuhi satu atau lebih kebutuhan individual. Adapun dua dasar untuk survival dan
security dan juga kebutuhan sosial dan pengakuan. (1) Kompensasi ekstrinsik yang
berbentuk uang antara lain misalnya: gaji, upah, honor, komisi, insentif, dan lain-lain
sedangkan kompensasi ekstrinsik yang bentuknya sebagai benefit/tunjangan pelengkap
contohnya seperti: unag cuti, uang makan, uang transportasi/antar jemput, asuransi,
jamsostek/jaminan sosial tenaga kerja, uang pensiun, rekreasi, beasiswa melanjutkan
kuliah dan sebagainnya. (2) Kompensasi intrinsik, yang memenuhi kebutuhan yang lebih
tinggu tingkatannya, misalnya bentuk kebanggaan, penghargaan, serta pertumbuhan dan
perkembangan yang dapat diperoleh dari faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan
karyawan itu. Kompensasi intriksik tidak berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan
berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karier yang jelas, kondisi lingkungan kerja
pekerjaan yang menarik dan lain-lain.
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
29
Kompetensi. Kompetensi (competency) merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja yang diharapkan bisa
dicapain seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Kompetensi merujuk
kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik
pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa
seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Kompetensi terdiri
dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda, yang mendorong perilaku. Fondasi
karakteristik ini mempengaruhi yang berbeda, yang mendorong perilaku. Fondasi
karakteristik ini mempengaruhi cara seseorang berperilaku di tempat kerja. (Palan, 2003:
5).
Menurut Usman (2010: 4) kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan
kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif.
Sedangkan menurut pendapat Mc Clelland, kompeten adalah karakteristik mendasar yang
dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap atau dapat memprediksi kinerja
yang sangat baik. Dengan kata lain kompetensi adalah apa yang outstanding performers
lakukan lebih sering pada lebih banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik, daripada apa
yang dilakukan penilai kebijakan (Sedarmayanti, 2001: 126).
Denim (2008: 171) memaparkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan
keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kegiaan berpikir dan
bertindak. Sehingga kompetensi dapat diartikan sebagai spesifikasi pengetahuan,
keterampulan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan
sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja. Dessler
(2008: 145) mengatakan bahwa kompetensi sebagai karakteristik dari kemampuan
seseorang yang dapat dibuktikan sehingga memunculkan suatu prestasi. Kompetensi
pekerjaan selalu merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan diukur yang memuat
sauatu bagian pekerjaan. Kompetensi merupakan karakter dasar orang yang
mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang
sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama. Terdapt lima jenis karakteristik
kompetensi yaitu: (1) Pengetahuan. Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil
pembelajaran; (2) Keterampilan. Keahlian merujuk pada kemampuan seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan; (3) Konsep diri dan nilai-nilai. Konsep diri dan nilai-nilai
merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang; (4) Karakteristik pribadi.
Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap
siatuasi atau informasi; (5) Motif. Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis
atau dorongan lain yang memicu tindakan.
Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran yang diamanatkan dalam Standar
Nasional Pendidikan (SNP) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi proffesional. Kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran dan pembangunan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi profesional
adalah kemampuan penguasaan meteri pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan guru membimbing peserta didik agar setelah menempuh proses
pembelajaran tertentu, ia dapat memenuhi standar kompetensi yang diharapkan.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa arif
dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berahlak mulia. Kompetensi sosial
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
30
adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidik, orang/tua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Motivasi. Menurut Mangkunegara (2005: 61) menjelaskan motivasi sebagai kondisi
energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pokok terhadapsituasi kerja itu
memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai hasil maksimal. Menurut Purwanto (2006:
71) motif adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah pendorongan
suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak
hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di
perusahaan (situation). Karyawan seharusnya memiliki sikap mental yang siap sedia
secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya karyawan dalam
bekerja secara mental siap, fisik sehat dan memahami situasi dan kondisi serta berusaha
keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi). Terdapat beberapa prinsip dalam
memotivasi karyawan yaitu: (1) prinsip partisipasi, dalam upaya memotivasi kerja,
pegawai perlu diberi kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan
dicapai oleh pemimpin; (2) prinsip komunikasi, pemimpin mengkomunikasikan segala
sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas
pegwai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya; (3) prinsip mengakui antar bawahan; (4)
pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai aturan lebih didalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi
kerjanya; (5) prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin yang memberikan otoritas atau
wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan
terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan
menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin; (6) prinsip
membuat perhatian, pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan
pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
Rerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka
rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Rerangka Penelitian
H4
H2
H1
H3
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
31
Berdasarkan rerangka di atas, ingin diketahui pengaruh kompensasi, kompetensi, dan
motivasi terhadap kinerja tenaga pendidik di LKP Ladika.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara kompensasi, kompetensi, dan
motivasi terhadap kinerja baik secara parsial maupun secara bersama-sama.
H1: Ada pengaruh kompensasi terhadap kinerja.
H2 : Ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja.
H3 : Ada pengaruh motivsi terhadap kinerja.
H4 : Ada pengaruh kompensasi, kompetensi dan motivasi terhadap kinerja
secara bersama - sama.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Penelitian
terhadap fenomena yang terjadi pada masa sekarang dengan proses berupa pengumpulan
dan penyusunan data, selanjutnya dilakukan analisis dan penafsiran terhadap data tersebut.
Jenis penelitian adalah survey dan data dikumpulkan melalui pengisian angket dan
wawancara.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga pendidik LKP Ladika yaitu
sejumlah 38 orang. Sampel penelitian diambil dari seluruh populasi secara sensus. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) kuesioner yaitu penyebaran angket kepada
para responden dalam hal ini adalah para tenaga pendidik di LKP Ladika, dilakukan
dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden yang telah disesuaikan
dengan tujuan penelitian.; (2) wawancara yang dilakukan dengan pihak yang berkompeten
atau berwenang untuk memberikan informasi dan keterangan yang sesuai yang dibutuhkan
peneliti.; (3) dokumentasi dengan mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan
dengan objek penelitian yang diperoleh dari organisasi.
Analisis data dilakukan sesuai dengan jenis pengolahan data yang telah disusun.
Skala pengukuran pada penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala ini digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
feomena sosial yang disebut sebagai variabel penelitian. Dalam skala Likert, variabel yang
diukur dijabarkan sebagai sub variabel, kemudian dijabarkan menjadi komponen yang
dapat diukur. Komponen yang dapat terukur ini, kemudian dijadikan titik tolak untuk
menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan kemudian dijawab oleh
responden.
Pengujian Instrumen dan Data.Pengujian teradap instrumen dan data yang diperoleh
melalui pengujian validitas dan realibilitas diperlukan untuk memahami ketepatan
terhadap instrumen dan data yang digunakan dalam pengambilan data. Tujuannya adalah
agar instrumen yang dipakai dan data yang diambil benar-benar valid dan reliable.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah
hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier berganda.
Dalam analisis regresi linier berganda yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi
dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
32
Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase
pengaruh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap
perubahan variabel dependen. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh
hasil perhitungan R Square berikut:
Tabel 3. Koefisien Determinasi
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .728a .530 .489 2.080 2.251
Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 3 di atas, besarnya R (korelasi) adalah 0,728 yang berarti menunjukkan
hubungan korelasi yang kuat antara variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan
motivasi) dengan variabel dependen (kinerja).
Besarnya R square adalah 0,530, hal ini berarti 53% pengaruh variabel dependen
(kinerja) dapat dijelaskan oleh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan
motivasi). Sedangkan sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.
Uji F (ANOVA). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua varibel
independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variebel
dependen. Dalam penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : μ = 0, artinya tidak ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara
bersama-sama terhadap kinerja
H4 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara bersama-
sama terhadap kinerja
Dari uji F test didapat nilai F hitung sebesar 12,786 dengan df = 3 (derajat kebebasan
pembilang 3) dan df2 = 38 (derajat kebebasan penyebut). Pengujian hipotesis dengan
membandingkan F tabel dengan df=3 dan df2=38 didapat 2,852 untuk taraf α=5% dan
3,483 untuk taraf α=2,5%. F hitung (12,786) lebih besar dari F tabel (2,852 dan 3,483),
maka H4 diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan
motivasi secara bersama-sama terhadap kinerja.
Tabel 4. Uji F (ANOVA)
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 165.966 3 55.322 12.786 .000a
Residual 147.113 34 4.327
Total 313.079 37
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Kompensasi, Kompetensi
b. Dependent Variable: Kinerja
Sumber: data diolah
Demikian juga bila dilihat pengujian signifikansi hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada
kolom signifikansi didapat nilai signifikansi sebesar 0,000, yang berarti H4 diterima dan
H0 ditolak karena ketentuan penerimaan dan penolakan apabila signifikansi di bawah atau
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
33
sama dengan 0,05. Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa model ini
signifikan, artinya bahwa variabel dependen (kinerja) dipengaruhi oleh variabel
independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) secara bersama-sama. Dengan
demikian model regresi memenuhi kriteria goodness of fit, artinya model regresi cocok
untuk digunakan sebagai model prediksi.
Koefisien Regresi dan Uji t. Output hasil uji koefisien regresi dengan menggunakan
program SPSS dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Koefisien Regresi dan Uji t
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 9.499 5.062 1.876 .069
Kompensasi .108 .086 .151 1.255 .218 .958 1.044
Kompetensi .177 .075 .427 2.355 .024 .420 2.384
Motivasi .277 .168 .301 1.643 .110 .411 2.433
Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 5 di atas terlihat dapat disimpulkan bahwa variabel dependen (kinerja)
dipengaruhi oleh variabel kompensasi, kompetensi, dan motivasi dengan persamaan
matematis sebagai berikut:
Kinerja = 9,499 + 0,108 Kompensasi + 0,177 Kompetensi + 0,277Motivasi
Konstanta sebesar 9,499 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan,
maka rata-rata nilai kinerja sebesar 9,499.
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel independen
(kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja). Dalam
penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : μ = 0, artinya tidak ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara
parsial terhadap kinerja
H1 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompensasi terhadap kinerja
H2 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja
H3 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh motivasi terhadap kinerja
Dari uji t pada Tabel 5 di atas didapatkan bahwa nilai t hitung kompensasi sebesar
1,255, nilai t hitung kompetensi sebesar 2,355, dan nilai t hitung motivasi sebesar 1,643
dengan df=38 (derajat kebebasan 38). Pengujian hipotesis dengan membandingkan t tabel
dengan df=38 didapatkan 1,686 untuk taraf α= 5% dan 2,024 untuk taraf α=2,5%. Hanya
nilai t hitung kompetensi (2,355) yang lebih besar dari t tabel (1,686 dam 2,024), maka
hanya H2 yang diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja.
Sedangkan nilai t hitung kompensasi dan motivasi (1,255 dan 1,643) lebih kecil dari t
tabel (1,686 dam 2,024), maka H1 dan H3 ditolak dan H0 diterima, artinya tidak ada
pengaruh kompensasi maupun motivasi secara parsial terhadap kinerja.
Pada pengujian signifikansi hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada kolom
signifikansi diperoleh nilai signifikansi dari variabel kompetensi sebesar 0,024, yang
berarti H2 diterima dan H0 ditolak signifikansi dibawah atau sama dengan 0,05.
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
34
Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap
kinerja secara signifikan.
Dengan mengetahui permasalahan yang berpengaruh terhadap kinerja baik secara bersama
maupun secara parsial diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan oleh pihak
manajemen LKP Ladika untuk lebih fokus memperhatikan faktor yang mempengaruhi
kinerja secara signifikan yaitu kompetensi.
Pembahasan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas diperoleh kenyataan
bahwa variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) mempunyai
hubungan korelasi yang kuat ( r = 0,728 ) terhadap variabel dependen (kinerja) dengan R
square sebesar 0,530. Dapat dijelaskan bahwa variabel independen (kompensasi,
kompetensi, dan motivasi) mempunyai pengaruh 53% terhadap variabel dependen
(kinerja), sementara sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.
Hasil pengujian hipotesis pengaruh variabel independen secara bersama-sama
(simultan) terhadap variebel dependen menunjukkan bahwa nilai F hitung (12,786) lebih
besar dari F tabel (2,852 dan 3,483) yang sehingga dapat diartikan bahwa kompensasi,
kompetensi, dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja.
Hal tersebut di atas sesuai dengan Sedarmayanti (2001) yang menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi kinerja di antaranya adalah sikap mental dan kesempatan
berprestasi (motivasi kerja), pendidikan dan keterampilan (kompetensi), dan tingkat
penghasilan maupun gaji/ honor (kompensasi). Sementara faktor lain seperti manajemen
kepemimpinan, jaminan kesehatan dan jaminan sosial, iklim kerja, sarana dan
prasarana,serta teknologi juga berpengaruh terhadap kinerja di luar model yang diperoleh
pada penelitian ini.
Dengan menggunakan hasil koefisien regresi, pengaruh variabel independen
(kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja) dapat
disimpulkan menggunakan persamaan matematis tersebut di atas. Rerata nilai kinerja
adalah sebesar 9,499 dengan anggapan bahwa variabel independen adalah konstan.
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui pengaruh secara parsial (sendiri-sendiri) dari
variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen
(kinerja). Pada Tabel 5 di dapatkan nilai t hitung variabel kompensasi, kompentensi, dan
motivasi adalah sebesar 1,255, 2,355, dan 1,643. Dengan membandingkan t hitung
terhadap t tabel (1,686; α=5% dan 2,024; α=2,5%), ternyata hanya kompetensi yang
mempunyai nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel sehingga dapat diartikan bahwa
secara parsial kompetensi berpengaruh signifikan secara statistik terhadap kinerja.
Sementara itu kompensasi dan motivasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karena mempunyai nilai t hitung lebih kecil dari t tabel.
Menurut Keith Davies dalam Mangkunegara (2000) pencapaian kinerja dipengaruhi
oleh faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). McClelland
menekankan pentingnya kebutuhan berpretasi karena berperan dalam pelaksanaan
pekerjaan dan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan
semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja optimal
(kinerja). Sementara itu teori dua faktor menyatakan bahwa gaji/ kompensasi tidak
dianggap sebagai motivator, terutama bagi pegawai profesional dan manajerial dimana
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
35
pengakuan kemajuan dan peluang untuk mengembangkan diri adalah sebagai motivator
dalam bekerja, asalkan gaji yang diterimanya cukup dan dianggap adil.
Berdasarkan analisis hasil uji t diatas ternyata hanya variabel kompetensi yang
secara parsial berpengaruh signifikan secara statistik terhadap variabel kinerja meskipun
secara bersama-sama (simultan) kompensasi, kompetensi, dan motivasi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Secara parsial kompensasi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja dapat dijelaskan dengan adanya penghasilan para
pendidik dari pekerjaan utama mereka dikarenakan profesi pendidik akupunktur di LKP
Ladika masih sebagai pekerjaan tambahan. Sementara motivasi secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja dapat dijelaskan dengan stuktur organisasi LKP
Ladika yang bersifat rigid dimana kesempatan pendidik untuk berprestasi dan menduduki
jabatan tertentu dalam organisasi sangat terbatas.
Berdasarkan penelitian, ternyata secara parsial hanya kompetensi yang mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika. Untuk
meningkatkan kinerja pendidiknya, manajemen LKP Ladika harus meningkatkan
kompetensi dari pendidiknya. Peningkatan kompetensi profesional pendidik sebagai
akupunkturis dan pendidik akupunktur melalui pelatihan, acara bedah buku, seminar
profesi akupuntur maupun pendidikan akupuntur lanjutan berguna dalam meningkatkan
kualitas kerja pendidik akupunktur. Sementara peningkatan kompetensi andragogik dapat
melalui pelatihan dan sertifikasi pendidik akupunktur secara berkala serta menerapkan
evaluasi manajemen terhadap kemampuan pendidik berguna dalam meningkatkan
kuantitas hasil kerja pendidik akupunktur.
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Kompensasi tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan
Akupunktur Ladika.; (2) Kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika; (3)
Motivasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik
akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika.; (4) Secara bersama-
sama, kompensasi, kompetensi dan motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur
Ladika
Pada penelitian ini kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika dapat dijelaskan
dipengaruhi secara signifikan oleh kompensasi, kompetensi dan motivasi secara bersama-
sama yaitu sebesar 53%. Sedangkan sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar
penelitian ini. Sementara secara parsial hanya kompetensi yang mempunyai pengaruh
signifikan secara statistik terhadap kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika. Adanya
penghasilan dari pekerjaan utama dan struktur organisasi yang rigid dapat menjelaskan
mengapa kompensasi dan motivasi tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
kinerja pendidik di LKP Ladika. Untuk meningkatkan kinerja pendidiknya secara parsial,
manajemen LKP Ladika dapat memfokuskan pada peningkatan kompetensi dari pendidik
akupunktur.
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
36
DAFTAR RUJUKAN
Denim, S, (2008). Kinerja Staf dan Organisasi. Bandung : Penerbit Pustaka Setia.
Dessler, G, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit
Indeks.
Diposumarto, N.S, (2011). Metodologi Penelitian Teori dan Terapan. Jakarta: Penerbit
Mitra Wacana Media.
Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, (2010). Kurikulum Berbasis Kompetensi
Akupuntur. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
_______________, (2009). Panduan Kompetensi Lulusan Akupuntur. Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional.
_______________, (2007). Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Akupuntur.
Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional.
_______________, (2005). Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik Kursus
Akupuntur. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Gozalli, S, (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta:
Penerbit Djembatan.
Hasibuan, M.S.P, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hidayat T, Istiadah N, (2011). Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk mengolah
Data Statistik Penelitian. Jakarta: PT TransMedia.
Istijanto, (2006). Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-dimensi
Kinerja Karyawan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ladika, (2011). Profil Lembaga Pendidikan Akupuntur LADIKA. Jakarta.
______, (2011). Data Penilaian Kinerja Lembaga Pendidikan Akupuntur LADIKA.
Jakarta.
Mangkunegara, A.P, (2005). Evaluasi Kinerja SDM, PT Rafika Aditama, Bandung.
_______________, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Manullang, M, (2001). Manajemen Personalia. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Mendiknas, (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
_________, (2005). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
_________, (2006). Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
_________, (2003). Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
nasional.
Mulyasa, (2004). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nawawi, H, (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Notoatmodjo, S., (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Palan, R., (2003). Competency Management, teknik mengimplementasikan Kurikulum
Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi Manajemen
SDM.Berbasis Kompetensi Untuk meningkatkan Daya Saing Organisasi. Jakarta:
Penerbit PPM.
Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
37
Priyatno D., (2009). SPSS untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta:
Penerbit Gaya Media.
Rachmawati, I.K, (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.
Rivai V, Basri A.F.M, (2005). Performance Apraisal, Sistem Yang Tepat Untuk Menilai
Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Samsudin, S, (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Santosa PB,Ashari. (2005). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS.
Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.
Sedarmayanti, (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: PT
Mandor Maju.
Siagian, S.P, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Sirait, J.T, (2006). Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam
Organisasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Usman, M, (2010). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Umar, H, (2008). Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Wibowo, (2010). Manajemen Kinerja Edisi Ketiga, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Wirawan, (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Teori, Aplikasi dan Penelitian,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
38
PENGARUH KUALITAS PRODUK, HARGA DAN REPUTASI MEREK
TERHADAP CUSTOMER LOYALTY MELALUI KEPUTUSAN PEMBELIAN
MICROSOFT DYNAMIC NAV (STUDI KASUS PD PT. AEVITAS)
Suhariyo
PT Aevitas Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: Research on customer loyalty through purchasing decisions on a software
product has been widely applied. This study aimed to observe the effect of product
quality, price and brand reputation on customer loyalty through dynamic purchasing
decisions NAV Microsoft software.Samples taken are population all customers of PT.
Consulting Aevitas by 60 respondents. Data were obtained through the census
questionnaire, ie walk in customers during 2011. Type of research is quantitative
descriptions using Path Analysis.The results of this study is the structural equation model
1 shows that the quality of the product has the greatest influence on purchase decisions.
While the structural equation model 2 shows that good quality products, prices and brand
reputation have no influence on loyalty, however if through the purchase decision, all
three have an influence on customer loyalty.
Keywords: Product Quality, Price, Brand Reputation, Purchase Decisions and
Customer Loyalty.
Abstrak: Penelitian terhadap loyalitas pelanggan melalui keputusan pembelian pada
produk perangkat lunak telah banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kualitas produk, harga dan reputasi merek terhadap loyalitas
pelanggan melalui keputusan pembelian dinamis NAV software.Samples Microsoft
diambil adalah populasi semua pelanggan PT. Konsultasi Aevitas oleh 60 responden.
Data diperoleh melalui kuesioner sensus, yaitu berjalan-jalan di pelanggan selama 2011.
Jenis penelitian ini adalah deskripsi kuantitatif dengan menggunakan Jalur analysis.The
hasil penelitian ini adalah model persamaan struktural 1 menunjukkan bahwa kualitas
produk memiliki pengaruh terbesar terhadap keputusan pembelian . Sedangkan model
persamaan struktural 2 menunjukkan bahwa produk-produk berkualitas baik, harga dan
reputasi merek tidak memiliki pengaruh pada loyalitas, namun jika melalui keputusan
pembelian, ketiganya memiliki pengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
Kata kunci: Kualitas Produk, Harga, Merek Reputasi, Keputusan Pembelian dan
Loyalitas Pelanggan.
PENDAHULUAN
Saat ini persaingan di dunia IT semakin ketat, khususnya persaingan produk ERP
software. Fakta memperlihatkan penjualan ERP software terus meningkat. Kondisi ini
membuat PT. Aevitas semakin meningkatkan inovasi dengan meluncurkan produk
software Microsoft dynamic NAV ERP versi terbaru untuk meningkatkan penguasaan
pasar. Aevitas Consulting memberikan spektrum yang komprehensif dari aplikasi dan
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
39
solusi bisnis untuk memberdayakan semua aspek dari bisnis. dengan menggunakan
Microsoft Dynamics solusi, organisasi dari semua ukuran dapat meningkatkan kinerja, dan
mendapatkan fleksibilitas untuk merespon kebutuhan bisnis yang berubah. Dengan kata
lain cutomer mendapatkan visibilitas dan kontrol dari proses bisnis dan kelincahan untuk
merespon dan mampu untuk mengubah bisnis customer menjadi kompetitif yang unggul
dalam organisasi.
Kondisi pasar suatu negara sejatinya memiliki keunikan tersendiri. Tidak
selamanya aplikasi ERP best practice di suatu negara bisa cocok dipraktikkan di negara
lain, termasuk di Indonesia. Kualitas produk harus mampu bersaing terhadap kompetitor-
kompetitor, baik vendor global seperti (SAP, ORACLE, QAD,dll) ataupun vendor lokal
(Erasoft, BosNet, Scylla, IndoBravo, dll). SAP software, dikenal sebagai perangkat lunak
yang paling mahal dan rumit. Harganya lebih mahal dan waktu lebih lama untuk
diterapkan daripada Microsoft, Oracle dan Tier 2 vendor Microsoft dan Tier 2 perangkat
lunak yang menawarkan harga jutaan lebih rendah dalam biaya implementasi.
Diantara merek-merek yang saat ini menguasai pasar dunia terutama di Indonesia
selain dari microsoft adalah seperti SAP, Oracle, Baan, EpiCor, Exact, IFS, Infor, Lawson,
NetSuite, Sage, Syspro dan Lainnya yang merupakan vendor global setingkat dengan
Microsoft. Perbandingan Software ERP antara Tier I vendor, yaitu SAP, Oracle,
Microsoft, dengan Tier 2 vendor yang terdiri dari Baan, EpiCor, Exact, IFS, Infor,
Lawson, NetSuite, Sage, Syspro dan Lainnya.
Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya customer melakukan evaluasi
untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan yang digunakan
akan menghasilkan suatu keputusan yang merupakan sebuah proses yang terdiri dari
beberapa tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif
sebelum pembelian, pembelian, konsumsi, dan evaluasi alternatif sesudah pembelian. Jika
customer telah mandapatkan kepuasan terhadap keputusan pembeliannya, maka akan
berimplikasi terhadap Loyalitas customer.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana Pengaruh Kualitas
Produk terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas
Consulting?; (2) Bagaimana Pengaruh Harga terhadap Keputusan Pembelian Microsoft
Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (3) Bagaimana Pengaruh Reputasi Merek
terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (4)
Bagaimana Pengaruh Keputusan Pembelian terhadap Loyalitas Customer Microsoft
Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (5) Bagaimana Pengaruh Kualitas Produk,
Harga, dan Reputasi Merek terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT.
Aevitas Consulting?
Maksud dan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh signifikan dari
kualitas produk, harga, dan reputasi merek terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian
Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting.
Kualitas Produk. Menurut Kotler dan Amstrong (2004: 347) kualitas produk adalah
kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya, kemampuan ini meliputi
daya tahan, kehandalan, keelitian yang dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan
diperbaiki, dan atribut lain yang berharga pada produk secara keseluruhan. Perusahaan
yang memberikan produk yang berkualitas dan pelayanan yang berkualitas tinggi tidak
diragukan lagi akan menungguli pesaingnya yang kurang berorientasi pada pelayanan,
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
40
karena kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan customer. Dalam
mendefinisikan produk yang berkualitas, ada beberapa karakteristik tambahan yang perlu
diperlu diperhitungkan pula. Menurut Garvin dalam Umar 2005: 37) untuk menentukan
dimensi kualitas produk, dapat melalui delapan dimensi sebagai berikut: (1) performance,
berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang
dipertimbangkan customer dalam membeli barang tersebut.; (2) feature, karakteristik
sekunder atau pelengkap yang berguna untuk menambah fungsi dasar yang berkaitan
dengan pilihan-pilihan produk dan pengembanganya.; (3) reliability, berkaitan dengan
probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali
digunakan dalam periode waktu tertentu dandalam kondisi tertentu pula.; (4) conformance,
berkaitan dengan tingkat kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya
berdasarkan keinginan customer. Kesesuaian merefleksikan derajat ketepatan antara
karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.;
(5) durability, berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat digunakan.; (6) service
ability, karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi kemudahan dan akurasi
dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.; (7) aesthetic, karakteristik yang
bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan
pribadi dan refleksi dari preferensi individual.; (8) fit and finish, karakteristik yang bersifat
subyektif yang berkaitan dengan perasaan customer mengenai keberadaan produk sebagai
produk yang berkualitas.
Harga. Menurut Stanton (2004), harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan customer
dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang lainnya ditetapkan
oleh pembeli atau penjual untuk satu harga yan sama terhadap semua pembeli. Sedangkan
definisi harga oleh Stanton seperti yang dikutif oleh basu Swastha dan Irawan (2001)
adalah sejumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk
mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanan.
Menurut Fandy Tjiptono (2005) harga memiliki dua peranan utama dalam memppengaruhi
keputusan beli, yaitu: Pertama. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam
membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas
tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga
dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada
berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari bebepara alternatif
yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang diokehendaki. Kedua. Peranan
informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik customer mengenai faktor-faktor
produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli
mengalami kesulitan untuk menilai faktor atau manfaatnya secara obyektif.
Harga (price) dari sudut pandang pemasaran merupakan satuan moneter atau ukuran
lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak
kepemilikan atau penggunaaan suatu barang dan jasa. Dari sudut pandang customer, harga
seringkali digunakan sebagai indikator value bilamana harga tersebut dihubungkan dengan
manfaat yang dirasakan atas suatu barang dan jasa. Value dapat didefinisikan antara
manfaat yang dirasakan terhadap harga (Wahyudi, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa customer akan menjadi loyal pada merek-
merek berkualitas tinggi jika produk-produk ditawarkan dengan harga yang wajar
(Dharmmestha, 2005). Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa customer akan tetap
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
41
loyal pada merek-merek yang berkualitas, bergengsi dan eksklusif apabila ditawarkan
dengan harga yang wajar. Selain itu terdapat tipe customer yang loyal pada produk dengan
harga yang murah. Namun setelah ada merek lain dengan harga yang lebih murah ia akan
melakukan perpindahan ke merek tersebut. Menurut J. Stanto (2004) ada tiga ukuran yang
menentukan harga, yaitu: (1) harga yang sesuai dengan kualitas suatu produk; (2) harga
yang sesuai dengan manfaat suatu produk; (3) perbandingan harga dengan produk lain.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga berpengaruh positif terhadap
loyalitas melalui keputusan pembelian customer.
Citra Merek. Kaitan citra merek dengan minat beli dikemukakan Habul (2001), bahwa
citra merek akan berpengaruh langsung terhadap tingginya minat beli terhadap suatu
perkembangan produk. Hal tersebut didukung oleh pendapat Gaeff (2006) yang
menyatakan bahwa perkembangan pasar yang demikian pesat mendorong customer untuk
lebih memperhatikan citra merek dibandingkan karakteristik fisik suatu produk dalam
memutuskan pembelian.
Menurut Aaker (2002: 10) brand awareness adalah kekuatan keberadaan sebuah
nerek dalam pikiran customer. Kekuatan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan customer
mengenal dan mengingat sebuah merek. Kesadaran merek dapat membantu mengkaitkan
merek dengan asosiasi yang diharapkan oleh perusahaan, menciptakan Familiarity
customer pada merek, dan menunjukkan komitmen pada customernya. Tingkat kesadaran
merek berkisar dari tingkat reginoze the brand yaitu customer dapat mengenal suatu
merek, sampai pada tingkat dimana merek menjadi dominat brand recalled, merek menjadi
satu-satunya yang diingat dan menjadi identitas kategori produk.
Saat pengambilan keputusan pembelian customer dilakukan, kesadaran merek memagang
peran penting. Merek menjadi bagian sehingga memungkinkan preferensi customer untuk
memilih merek tersebut. Customer cenderung membeli merek yang sudah dikenal karena
mereka merasa aman dengan sesuatu yang dikenal dan beranggapan merek yang sudah
dikenal kemungkinan dapat dihandalkan, dan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Asosiasi merek adalah apapun yang terkait dalam ingatan (memory) customer pada suatu
merek. Asosiasi spesifik suatu merek di pikirkan customer didasarkan pada beberapa tipe
asosiasi yaitu: (a) atribut berwujud, merupakan karakteristik produk; (b) atribut-atribut
tidak berwujud; (c) manfaat bagi customer, yaitu manfaat rasional dan manfaat psikologi;
(d) harga relative; (e) penggunaan atau aplikasi; (f) karakteristik pengguna atau customer;
(g) orang terkenal (selebriti); (h) gaya hidup atau kepribadian; (i) kelas produk; (j)
pesaing; (k) negara atau wilayah geografis asal produk.
Keputusan Pembelian. Pembuatan keputusan pembelian yang dilakukan customer
berbeda-beda sesuai dengan jenis keputusan pembeliannya, makin kompleks keputusan
untuk membeli sesuatu, kemungkinan akan lebih banyak melibatkan pertimbangan
pembeli. (Kotler (2000) membedakan empat tipe perilaku pembelian berdasarkan derajat
keterlibatan customer dalam membeli dan deraja perbedaan diantaranya beberapa merek.
Selanjutnya Umar (2005) menyatakan bahwa proses pembelian diawali ketik seseorang
mendapatkan stimulus (pikiran, tindakan atau motivasi) yaitu mendorong dirinya untuk
mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus tersebut dapat berupa:
(1) commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus bagi
customer untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi perusahaan; (2) social
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
42
cues, yaitu stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi yang dijadikan panutan atau
acuan oleh seseorang, dimana dapa diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori,
diantaranya frekuensi kontak, sifat keanggotaan, formalitas dan kemampuan atau
kebebasan anggota kelompok untuk memilih; (3) physic cues, yaitu stimulus yang
ditimbulkan karena rasa haus, lapar, lelah dan biological cues lainnya.
Loyalitas. Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai suatu
kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri
pada masa lalu. Usaha yang dilakukan untuk menciptakan kepuasan customer lebih
cenderung mempengaruhi sikap customer. Sedangkan konsep loyalitas customer lebih
menekankan kepada perilaku pembeliannya.
Istilah loyalitas seringkali diperdengarkan oleh pakar pemasaran maupun praktisi
bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-
hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis maknanya. Loyalitas customer merupakan
salah satu tujuan inti yang diupayakan dalam pemasaran modern. Hal ini dikarenakan
dengan loyalitas diharapkan perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang
atas hubungan mutualisme yang terjalin dalam kurun waktu tertentu.
Menurut Griffin (dalam Dharmayanti, 2006: 38) berpendapat bahwa customer yang loyal
adalah customer yang sangat puas dengan produk atau jasa tertentu sehingga mempunyai
antusiasisme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang dikenal. Seorang customer
yang loyal memiliki prasangka spesifik mengenai apa yang akan dibeli dan dari siapa.
Pembelinya bukan merupakan peristiwa acak. Istilah loyalitas seringkali diperdengarkan
oleh pakar pemasaran maupun praktisi bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak
mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis
maknanya.
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka
kerangka pemikiran teoritis yang dikembangkan seperti tersaji pada gambar 1 berikut ini:
Persamaan substruktur pertama : Y1 = ρY1 X₁ + ρY1 X₂ + ρY1 X3 + €₁ Persamaan substruktur kedua : Y2 = ρY2 X₁ + ρY2 X₂+ ρY2 X3 + €₂
Sumber: (Sarwono, 2007: .24, 27)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
43
Dalam model analisis ini, terdapat independent variable, dependent variable serta variabel
perantara (moderating variable). Independent variable adalah variabel yang
mempengaruhi variabel terikatnya, dependent variable merupakan variabel yang dapat
diukur, diprediksi, atau dengan kata lain dapat dimonitor dan diharapkan dipengaruhi oleh
variabel bebas (Cooper dan Schindler, 2006). Sedangkan variabel perantara adalah
variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang diteliti, tetapi
tidak dapat dilihat, diukur, dan dimanipulasi, pengaruhnya harus disimpulkan dari
pengaruh-pengaruh variabel bebas terhadap gejala yang sedang diteliti (Sarwono, 2007).
Hipotesis. Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kualitas produk berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.
H2 : Harga berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.
H3 : Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.
H4 : Kualitas produk, Harga, dan Reputasi Merek berpengaruh positif
terhadap Keputusan Pembelian.
H5 : Keputusan Pembelian berpengaruh positif terhadap Loyalitas.
H6 : Kualitas Produk berpengaruh positif terhadap Loyalitas.
H7 : Harga berpengaruh positif terhadap Loyalitas.
H8 : Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Loyalitas.
H9 : Kualitas produk, Harga, dan Reputasi Merek berpengaruh positif
terhadap Loyalitas.
METODE
Metode pengumulan data yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada responden dengan panduan kuesioner. Dalam penelitian ini kuesioner
menggunakan pertanyaan tertutup dan terbuka. Selain dengan kuesioner dilakukan juga
dengan cara studi pustaka, pengumpuan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku
literatur, jurnal-jurnal, internet, majalah dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian yang sedang dilakukan. Selanjutnya akan digambarkan lapangan penelitian
yang diarahkan untuk menganalisa sebuah model keterkaitan antara kualitas produk, harga
kompetitif, citra merek. Sebuah kerangka teoritis dan model telah dikembangkan pada bab
sebelumnya yang akan dipakai sebagai landasan teori untuk penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan customer yang pernah membeli
produk Microsoft dynamic NAV di PT. Aevitas Consulting sebanyak 60 customer. Dalam
penelitian ini digunakan teknik pembuatan skala. Hal ini penting untuk dilakukan karena
bagi penelitian ilmu-ilmu sosial seperti studi sikap persepsi, pandangan, kebanyakan
datanya bersifat kualitatif. Teknik membuat skala berguna mengubah fakta-fakta kualitatif
menjadi suatu urutan kuantitatif atau peubah (Ghode and Halt, 1952 dalam Moh. Nasri
1999). Uji kualitas data dengan menggunakan: (1) uji valditas; (2) uji reliabilitas; (3) uji
asumsi klasik dengan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian
ini dilakukan untuk menguji apakah kuesioner yang digunakan sudah dapat mengukur apa
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
44
yang ingin diukur dan sejauhmana kuesioner yang digunakan dapat dipercaya atau
diandalkan. Pengujian validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidak valid suatu
hasil kuesioner yang disebarkan kepada responden, maka kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan kuesioner mampu mengungkap suatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut.
Pengujian Reliabilitas merupakan metode untuk mengukur suatu kuisioner yang
merupakan indikator dari variabel, suatu kuisioner dikatakan reliabel jika jawaban
terhadap pernyataan adalah konsisten. Untuk menilai masing-masing butir-butir
pertanyaan reliabel dapat dilihat dari nilai Cronbach‟s Alpha. Menurut Husein Umar
(2008: 174), suatu pertanyaan dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach‟s Alpha >
0.60. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Hasil Pengujian reliabilitas
Variabel Alpha Keterangan
Kualitas produk (X1) 0.839 Reliabel
Harga (X2) 0.612 Reliabel
Reputasi Merek (X3) 0.712 Reliabel
Keputusan Pembelian (Y1) 0.678 Reliabel
Loyalitas (Y2) 0.796 Reliabel
Sumber: data diolah
Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai koefisien
Alpha yang cukup besar yaitu diatas 0,60 sehingga dapat dikatakan semua konsep
pengukur masing-masing variabel dari kuesioner adalah reliabel yang berarti bahwa
kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang handal.
Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah
hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis jalur. Dalam analisis
jalur ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresi serta hasil
uji-F dan uji-t. Koefisien jalur dihitung dengan membuat dua persamaan struktural yaitu
persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Adapun dua
persamaan struktural diagram jalur sebagai berikut:
Model 1 : Y1 = 11
ˆXy 1X +
21ˆ
Xy 2X + 31
ˆXy 3X +
1̂
Model 2 : Y2 =12
ˆXy 1X +
22ˆ
Xy 2X +
32ˆ
Xy 3X +2̂
Tabel 2. Koefisien Determinasi (R²) Jalur Model 1
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .712a .507 .480 2.25391
a. Predictors: (Constant), Reputasi Merek, Kualitas Produk, Harga
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)
Dari Tabel 2 terlihat Model Summary jalur model 1 diperoleh nilai R square (r²) adalah
0,507, sehingga dapat dijelaskan bahwa kontribusi pengaruh kualitas produk, harga dan
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
45
reputasi merek (variabel independen) secara simultan mempengaruhi keputusan
pembelian (variabel dependen) sebesar 50,7% sedangkan sisanya sebesar 49,3%
dipengaruhi faktor lain yang tidak dijelaskan pada penelitian ini.
Tabel 3. Koefisien Determinasi (R²) Jalur Model 2
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .546a .298 .247 3.88404
a. Predictors: (Constant), Keputusan pembelian, Reputasi Merek, Kualitas
Produk, Harga
Sedangkan pada Tabel 3 Model Summary jalur model 2 diperoleh nilai R square (r²)
adalah 0,298, sehingga dapat dijelaskan bahwa kontribusi pengaruh kualitas produk,
harga, dan reputasi merek (variabel independen) secara simultan mempengaruhi kepuasan
customer (variabel dependen) sebesar 29,8 sedangkan sisanya sebesar 70,2% dipengaruhi
faktor lain.
Uji F (ANOVA)
Dari Tabel 4. Uji signifikansi pada tabel Anova menghasilkan nilai probabilitas lebih
kecil dari 0.05 (0,05 ≥ Sig), maka hasil hipotesa keempat yaitu terdapat pengaruh positif
secara bersama pada Model Jalur 1 dan pengujian secara terpisah terhadap masing-masing
variabel dapat dilakukan.
Tabel 4. Uji F (Uji Simultan) Jalur Model 1
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 292.448 3 97.483 19.189 .000a
Residual 284.485 56 5.080
Total 576.933 59
a. Predictors: (Constant), Kualitas Produk, Harga, Reputasi Merek
b. Dependent Variable: Keputusan pembelian
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)
Tabel 5. Uji F (Uji Simultan) Jalur Model 2
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 353.016 4 88.254 5.850 .001a
Residual 829.718 55 15.086
Total 1182.733 59
a. Predictors: (Constant), Keputusan pembelian, Reputasi Merek, Kualitas
Produk, Harga
b. Dependent Variable: Loyalitas
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
46
Dari Tabel 5. uji signifikansi pada tabel Anova menghasilkan nilai probabilitas lebih kecil
dari 0.05 (0,05 ≥ Sig), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat dikatakan
terdapat pengaruh positif secara bersama pada Model Jalur 2 dan pengujian secara terpisah
terhadap masing-masing variabel dapat dilakukan.
Koefisien Regresi. uji-t Analisis Jalur Model 1. Pengujian secara terpisah terhadap
masing-masing variabel kualitas produk, harga dan reputasi merek terhadap keputusan
pembelian dilakukan dengan cara Uji t seperti yang disajikan pada Tabel berikut:
Tabel 6. Uji-t Jalur Model 1
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.442 2.363 3.150 .003
Kualitas Produk .291 .077 .697 3.801 .000
Harga -.103 .170 -.128 -.605 .548
Reputasi Merek .161 .111 .193 1.446 .154
a. Dependent Variable: Keputusan pembelian
Sumber: data hasil penelitian, 2012
Dari Tabel 6 di atas, hasil koefisien korelasi dapat diterjemahkan sebagai berukut:
Hubungan antara kualitas produk terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual
antara kualitas produk dengan keputusan pembelian didapatkan sig. 0,003, dimana nilai
tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,003), sehingga hasil hipotesa
pertama yaitu: Terdapat pengaruh positif antara kualitas produk terhadap keputusan
pembelian sebesar 69,7%. Selain itu hal ini menunjukan hubungan searah antara kedua
variabel tersebut, jika kualitas produk meningkat maka keputusan pembelian customer juga
mengalami peningkatan.
Hubungan antara harga terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual antara
harga terhadap keputusan pembelian didapatkan sig. 0,081, dimana nilai tersebut lebih
besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,548), sehingga hasil hipotesis kedua yaitu: Tidak
terdapat pengaruh positif antara harga terhadap keputusan pembelian. Dengan pengaruh
sebesar 12,8% antara harga terhadap keputusan pembelian customer dianggap tidak
signifikan.
Hubungan antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual
antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian didapatkan sig. 0,154, dimana nilai
tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,154), sehingga hasil hipotesis
ketiga yaitu: Tidak terdapat pengaruh positif antara reputasi merek terhadap keputusan
pembelian. Dengan pengaruh sebesar 19,3% antara reputasi merek terhadap keputusan
pembelian customer dianggap tidak signifikan.
Uji-t Analisis Jalur Model 2. Pengujian secara terpisah terhadap masing-masing variabel
kualitas produk, harga, reputasi merek dan keputusan pembelian customer terhadap
loyalitas dilakukan dengan cara Uji t seperti yang disajikan pada Tabel 6. berikut:
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
47
Hubungan antara kualitas produk terhadap loyalitas. Pada uji individual antara
kualitas produk dengan loyalitas didapatkan sig. 0,785, dimana nilai tersebut lebih besar
dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,785), sehingga hasil hipotesis keenam adalah tidak
terdapat pengaruh positif antara kualitas produk terhadap loyalitas customer.
Hubungan antara kualitas layanan terhadap loyalitas. Pada uji individual antara harga
terhadap loyalitas didapatkan sig. 0,732, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai
probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,732), sehingga hasil hipotesis ketujuh yaitu: Tidak terdapat
pengaruh positif antara harga terhadap loyalitas customer. Dengan pengaruh sebesar 8,8%
antara harga terhadap loyalitas customer dianggap tidak signifikan
Tabel 6. Uji-t Jalur Model 2
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 11.564 4.417 2.618 .011
Kualitas Produk .041 .148 .068 .275 .785
Harga .101 .293 .088 .344 .732
Reputasi Merek .178 .195 .150 .914 .365
Keputusan
pembelian
.469 .230 .328 2.037 .046
a. Dependent Variable: Loyalitas
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)
Dari Tabel 6. hasil koefisein korelasi dapat diterjemahkan bahwa:pengaruhnya hanya
sebesar 6,8% dan dianggap tidak signifikan.
Hubungan antara reputasi merek terhadap loyalitas. Pada uji individual antara
reputasi merek terhadap loyalitas didapatkan sig. 0,365, dimana nilai tersebut lebih besar
dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,365), sehingga hasil hipotesis kedelapan yaitu: Tidak
terdapat pengaruh positif antara reputasi merek terhadap loyalitas customer. Dengan
pengaruh sebesar 15% antara reputasi merek terhadap loyalitas customer dianggap tidak
signifikan.
Hubungan antara keputusan pembelian terhadap loyalitas. Pada uji individual antara
keputusan pembelian terhadap loyalitas customer didapatkan sig. 0,046 dimana nilai
tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,046), sehingga hasil hipotesis
kelima yaitu: Terdapat pengaruh positif antara keputusan pembelian terhadap loyalitas
customer. Dengan pengaruh sebesar 32,8% antara keputusan pembelian terhadap loyalitas
customer.
Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Reputasi Merek Terhadap Keputusan
Pembelian (Model 1). Dari hasil analisis jalur pada Model 1 terlihat bahwa dari tiga
variabel independen, faktor kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan
pembelian. Sedangkan faktor harga tidak berpengaruh positif terhadap keputusan
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
48
pembelian, dan faktor reputasi merek tidak berpengaruh positif terhadap keputusan
pembelian. Akan tetapi apabila dilihat pengaruh variabel kualitas produk, harga dan
reputasi merek secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian memiliki pengaruh
yang positif sebesar 50,7%.
Kualitas produk memiliki pengaruh terbesar terhadap keputusan pembelian, artinya
dengan banyaknya pesaing dan informasi yang semakin luas, customer menginginkan
sebuah kualitas produk yang tinggi dari berbagai faktor, seperti dari sisi performance,
feature, reability, convernance, durability, service ability, esthetic dan terakhir fit and
finish. Sedangkan untuk harga bukannya tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan
pembelian, akan tetapi dengan semakin terstandarisasinya suatu produk software dalam
bisnis prosesnya, maka harga bukan menjadi issue utama customer melakukan keputusan
dalam membeli suatu produk software ERP system. Sedangkan untuk reputasi merek
dalam keputusan pembelian ERP system juga memiliki pengaruh, namun tidak sekuat
pengaruh kualitas produk dalam menentukan customer melakukan keputusan pembelian.
Untuk itu Aevitas Consulting agar terus meningkatkan faktor kualitas produk supaya
keputusan pembelian yang dilakukan customer lebih meningkat di Aevitas Consulting.
Dan faktor harga dan reputasi merek juga yang masih harus dibenahi dalam strategi
pemasaran, agar kedua faktor tersebut juga mempunyai dampak yang kuat dalam
mempengaruhi keputusan pembelian customer.
Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Reputasi Merek Terhadap Loyalitas
Customer Melalui Keputusan Pembelian (Model 2). Dari hasil analisis jalur Model 2
terlihat bahwa dari tiga variabel independen yaitu faktor kualitas produk, harga dan
reputasi merek sama-sama tidak berpengaruh positif terhadap loyalitas customer.
Sedangkan keputusan pembelian memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas customer
yaitu sebesar 32,8%. Akan tetapi apabila dilihat pengaruh variabel kualitas produk, harga,
reputasi merek dan keputusan pembelian terhadap loyalitas customer secara bersama-
sama cukup memiliki pengaruh yang positif sebesar 29,8%. Hasil analisis jalur pengaruh
tidak langsung terbesar adalah dari faktor kualitas produk terhadap loyalitas customer
melalui keputusan pembelian sebesar 27,8%, dari hasil ini terlihat bahwa walaupun
reputasi merek tidak memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap loyalitas customer,
akan tetapi apabila reputasi merek suatu produk dapat memuaskan customer akan
berimplikasi terhadap terhadap loyalitas customer.
Sedangkan melalui hasil analisis jalur pengaruh tidak langsung dari faktor harga
terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian, mengindikasikan faktor harga
baik secara langsung maupun melalui keputusan pembelian, sama-sama tidak memiliki
pengaruh yang kuat terhadap loyalitas customer. Walaupun perlu dicatat, hasil pengaruh
harga terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian memiliki pengaruh lebih
besar yaitu sebesar 29,8% dibandingkan hasil secara parsial yang diperoleh variabel harga
terhadap loyalitas customer yaitu hanya sebesar 15,08%. Hasil analisis jalur pengaruh
tidak langsung terbesar adalah dari variabel reputasi merek terhadap loyalitas customer
melalui keputusan pembelian sebesar 45,6%, dari hasil ini terlihat bahwa walaupun
reputasi merek tidak memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap loyalitas customer,
akan tetapi apabila reputasi merek suatu produk dapat memuaskan customer akan
berimplikasi terhadap terhadap loyalitas customer PT. Aevitas Consulting.
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
49
PENUTUP
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh kualitas produk,
harga dan reputasi merek terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian Microsoft
dynamic NAV studi kasus pada PT. Aevitas Consulting menghasilkan beberapa
kesimpulan yaitu: Pertama. Kualitas produk Microsoft dynamic NAV berpengaruh
terhadap keputusan pembelian secara parsial. Apabila dilihat lebih detail ke dalam
dimensinya future, aesthatic dan fit and finish merupakan dimensi yang mempunyai
hubungan yang kuat dengan keputusan pembelian, sedangkan apabila dilihat kedalam tiap
indikatornya, empat indikator yang mempunyai hubungan kuat dengan keputusan
pembelian merupakan indikator dari kualitas produk.; Kedua. Di sisi lain tidak ada
pengaruh antara harga terhadap keputusan pembelian customer secara parsial. Pada
pembahasan di bab V, menunjukkan hasil negative pada harga, yang artinya semakin turun
tingkat harga maka akan semakin tinggi tingkat keputusan pembelian yang dilakukan
customer dalam membeli software Microsoft dynamic NAV. Karna terdapat barang
subtitusi pada software tersebut yang menyebabkan tingginya keputusan pembelian seiring
dengan menurunnya tingkat harga. Ketiga.Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada
reputasi merek Microsoft dynamic NAV terhadap keputusan pembelian, artinya reputasi
merek dalam keputusan pembelian software system Microsoft dynamic NAV memiliki
pengaruh, namun tidak sekuat pengaruh kualitas produk dalam menentukan customer
melakukan keputusan pembelian. Keempat. Secara parsial, baik kualitas produk
Microsoft dynamic NAV, harga dan reputasi merek tidak mempunyai pengaruh terhadap
loyalitas customer. Akan tetapi keputusan pembelian yang dilakukan customer
mempunyai pengaruh positif dan searah dengan loyalitas, dengan adanya keputusan
pembelian dari customer maka akan tercipta pembelian berulang dan manfaat yang dapat
dirasakan customer semakin bertambah yang merupakan ciri-ciri tindakan loyal dari
seorang customer. Kelima. Simultan, artinya walaupun secara parsial harga dan reputasi
merek tidak memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Akan tetapi secara
bersama-sama bila di sinergikan dengan kualitas produk, harga dan reputasi merek,
ketiganya, dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian.
DAFTAR RUJUKAN
Aaker, David, (2002). Measuring Brand Equity Across Products and Markets, California
Managing Reviews, Vol.38 No.3, Springs
Alma, Buchari, (2002). Manajemen Pamasaran dan Pemasaran Jasa, Edisi Revisi,
Alfabeta, Bandung
Clark, B., (2000). Consumer Behaviour . melalui (www.briclarke.hostinguk.com )
Dharmmestha, (2005). Consumer Perception of Price, Quality and Value,
Gramedia, Jakarta
Dinawan, M. Rendra, (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Pembelian, M. Rendra Semarang
Ferdinand, Augusty, (2000). Manajemen Pemasaran: Sebuah Pendekatan Strategik,
Research Paper Series, BP. UNDIP
________, (2002). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi
Model-modelRumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor,
Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
50
BP UNDI
________, (2006). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi
Model-modelRumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor,
BP UNDIP
Habul, (2001). Manajemen Pemasaran, Edisi ketiga, Mizan, Jakarta
Kertajaya, Hermawan, (2007). Boosting Loyality Marketing Performance, Mizan, Jakarta
Kotler, Philip, (2000). Marketing Management, Analyses, Planning, Implementation and
Control, 8th Edition, New Yersey, Prentice Hall
___________, (2000). Principles of Marketing, 5th Edition, New Yersey, Prentice Hall
__________, dan Amstrong, Gary, (2004). Dasar-dasar Pemasaran, Edisi Kesembilan,
Indeks, Jakarta
__________,dan Kevin Lane Keller, (2009). Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua Belas,
Indeks, Jakarta
Lubis, (2007). Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Customer Dalam
Pembelian Sepeda Motor Merek Honda di Kota Medan, Lubis Medan
Mowen et. al., in Pan, Yue, and Zinkhan, George M., (2006). “Determinants of Retail
Patronage: a Meta-Analytical Perspective.” Journal of Retailing, 82, pp. 229-243
Muharam, (2004). Pengaruh Kualitas Ekuitas Merek Mesin Cuci Lux Terhadap Loyalitas
Customer di Kotamadya Bandung, Muharam Jakarta.
Roy Morgan Single Source Indonesia, (2011). Survey Customer Awareness, Behavior dan
Experience Report, Divisi Customer Management and Marketing
Sarwono, Jonathan, (2007). Analisis Jalur untuk Riset Bisnis: Aplikasi dalam Riset
Pemasaran, Keuangan, MSDM dan Wirausaha, Andi Yogyakarta
-------dan Tutty Martadiredja, (2008). Riset Bisnis untuk Pengambilan Keputusan,. Andi
Yogyakarta
Simamora, Bilson, (2003). Panduan Riset Perilaku Konsumen, Gramedia, Jakarta
Stevenson, William J., (2005). Operations Management, 8th Edition, .McGraw-Hill
Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
51
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP
KINERJA KARYAWAN PADA PT. GLOBAL SARANA INFORMASI BERMUTU
Laurencia S. K dan Setyo Riyanto
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Universitas Mercu Buana
E-mail: [email protected] dan [email protected]
Abstract: The purpose of this study is to determine the effect of education and work
experiences to employee performance at PT. Global Informasi Bermutu. Descriptive
quantitative research methods by using statistical correlation an multiple regression with
the aim of analyzing the effect of the two independent variables (Education and Work
Experiences) on the dependent variable (Employee Performance). The sample used was
an employee of employees as much as 240 respondents who made a sample random
determination. The result research showed that from the analysis are known, also
demonstrated from regression technique and significance, which states that both partially
and jointly a positive and significant of employee performance. From two independent
variables, the education has the most dominant influence on employee performance.
Keywords: education, work experiences, employee performance.
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan
pengalaman terhadap kinerja karyawan bekerja di PT. Global INFORMASI BERMUTU.
Metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan korelasi statistik yang
regresi berganda dengan tujuan menganalisis pengaruh kedua variabel bebas (Pendidikan
dan Kerja Pengalaman) terhadap variabel terikat (Kinerja Karyawan). Sampel yang
digunakan adalah karyawan karyawan sebanyak 240 responden yang membuat tekad
acak sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis diketahui, juga
menunjukkan dari teknik regresi dan signifikansi, yang menyatakan bahwa baik secara
parsial dan bersama-sama yang positif dan signifikan dari kinerja karyawan. Dari dua
variabel independen, pendidikan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap
kinerja karyawan.
Kata kunci: pendidikan, pengalaman kerja, kinerja karyawan.
PENDAHULUAN
Tuntutan perkembangan media semakin cepat dan pesat di era kompetisi dewasa ini. PT.
Global Informasi Bermutu (GlobalTV) yang merupakan salah satu unit bisnis dari MNC
Group. Dalam persaingan industri broadcast, GlobalTV diharapkan mampu memiliki dan
dapat menjalankan strategi yang jitu dalam memenuhi permintaan konsumennya. Hal
tersebut tidak terlepas dari sumber daya yang dimiliki oleh GlobalTV, sumber daya
manusia menjadi pengerak utama berjalan dan suksesnya proses bisnis serta tujuan dari
GlobalTV. Strategi yang dijalankan untuk meningkatkan kualitas sumber dayanya yaitu
dengan penerapan standarisasi pendidikan minimum yang dilaksanakan dalam proses
perekrutan, permanen, dan promosi. Adanya kualifikasi dalam perekrutan dalam memilih
Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
52
karyawan yang mempunyai pengalaman kerja daripada yang belum berpengalaman. Hal
ini disebabkan karena yang berpengalaman lebih berkualitas dalam melaksanakan
pekerjaan sekaligus tanggung jawab yang diberikan perusahaan dapat dikerjakan sesuai
dengan ketentuan dan permintaan perusahaan sehingga pengalaman kerja juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Pengukuran pengalaman kerja
ditinjau sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam melaksanakan
tugas pekerjaan.
Jenis evaluasi penilaian kinerja di GlobalTV dibagi menjadi penilaian selama masa
kontrak kerja dan penilaian tahunan. Unsur penilaian dan gambaran perilaku dari hasil
penilain untuk kedua jenis evaluasi tersebut sama.Hasil penilaian kinerja tersebut
digunakan sebagai dasar promosi karyawan baik level atau status karyawan, dan
penyesuaian dari benefit yang akan diberikan kepada karyawan. Adanya kebijakan
standarisasi pendidikan dalam penentuan promosi, perekrutan karyawan, dan data dari
masa kerja karyawan berkaitan dengan pengalaman kerja yang dimilikinya menjadi
sebuah topik yang menarik jika diteliti pengaruhnya terhadap kinerja karyawan,
sehinggadiharapkan penelitian ini mendapatkan hasil yang lebih akurat dan signifikan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah pendidikan dan pengalaman kerja
berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan di GlobalTV ?; (2) Apakah
pendidikan karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di GlobalTV ?; (3) Apakah
pengalaman kerja yang dimiliki karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di
GlobalTV ?
Maksud dan tujuan riset adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai ada atau
tidaknya pengaruh yang signifikan dari pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja
karyawan pada PT. Global Informasi Bermutu dan memberikan rekomendasi yang
bermanfaat dalam pengelolaan sumber daya manusia di PT. Global Informasi Bermutu.
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, kerangka
pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan pengaruh
pendidikan dan pengalaman kerja terjadap kinerja karyawan dapat disajikan dalam gambar
berikut:
Pendidikan (X1)
1. Formal
2. Informal
3. Pembinaan
4. Perilaku Karyawan
5. Penerapan
Pengalaman Kerja (X2)
1. Masa Kerja
2. Tingkat Pengetahuan
dan Keterampilan
3. Penguasaan Terhadapa
Peralatan dan Pekerjaan
4. Frekuensi dan Jenis
Pekerjaaan
5. Implementasi
Kinerja Karyawan
(Y)
1. Kualitas Kerja
2. Ketepatan
3. Inisiatif
4. Kapabilitas
5. Komunikasi
Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
53
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, ingin diketahui pengaruh pendidikan dan
pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan. Pendidikan dan pengalaman kerja
merupakan variabel bebas, sedangkan kinerja karyawan merupakan variabel terikat.
Hipotesis Penelitian. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Terdapat pengaruh postitif yang signifikan pendidikan dan pengalaman kerja secara
bersama-sama terhadap kinerja karyawan.; (2) Terdapat pengaruh positif yang signifikan
pendidikan terhadap kinerja karyawan.; (3) Terdapat pengaruh postitif yang signifikan
pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah
hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier berganda.
Dalam analisis regresis linier berganda ini yang ingin diketahui adalah koefisien
determinasi dan koefisien regresinya serta uji-F, uji-t dan korelasi antar dimensi.
Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase
pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Dari hasil
pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan berikut:
Tabel 1. Analisa Regresi Linier Berganda
Variabel Independen Koefisien Regresi Beta t-value Sig
(Constant) 5.679 5,756 0,000
Pendidikan 0,421 0,434 7,321 0,000
Pengalaman Kerja 0,285 0,289 4,880 0,000
R 0,639
R Square 0,408
F Hitung 81,599
Sig F 0,000
Sumber: Data diolah
Tabel di atas menjelaskan bahwa angka R didapat 0,639; artinya korelasi antara variabel
pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 0,639. Hal ini berarti
terjadi hubungan yang kuat. Nilai R2 disebut juga sebagai koefisien determinasi, gunanya
untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen (X) secara serempak dalam
menjelaskan variabel dependen (Y). R2 juga dapat menunjukkan ragam naik atau turunnya
variabel dependen yang dijelaskan oleh pengaruh linier variabel independen. Nilai R2
sebesar 0,408 artinya prosentase sumbangan pengaruh variabel pendidikan dan
pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 40,8 %, sedangkan sisanya sebesar
59,2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Uji F. Dalam tabel di atas menjelaskan tentang hasil uji F yang digunakan untuk menguji
signifikansi pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam
hal ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja
secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan. Hasil uji F di atas dapat dilihat F hitung
sebesar 81,599, dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 (jumlah
Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
54
variabel – 1) atau 3-1 = 2 dan df 2 (n-1) atau 240-2-1 = 237 (n adalah jumlah kasus dan k
adalah jumlah variabel independen), hasil diperoleh F tabel sebesar 3,104. Karena F
hitung > dari F tabel (81,599>3,100), maka Ho ditolak, artinya pendidikan dan
pengalaman kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT.
Global Informasi Bermutu.
Koefisien Regresi. Setelah mengetahui pengaruh secara bersama-sama, selanjutnya akan
dianalisis bagaimana pengaruhnya secara parsial.
Kriteria pengujian uji t adalah:
a. Jika signifikansi t < α, maka H0 ditolak dan H1 tidak ditolak
b. Jika signifikansi t > α, maka H0 tidak ditolak dan H1 ditolak.
Berdasarkan data hasil regresi pada tabel di muka diketahui nilai t dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Nilai uji t untuk variabel pendidikan adalah sebesar 7,321 dengan tingkat signifikansi
0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa
variabel pendidikan secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2. Nilai uji t untuk variabel pengalaman kerja adalah sebesar 4,880 dengan tingkat
signifikansi 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat
dinyatakan bahwa variabel pengalaman kerja secara parsial berpengaruh terhadap
kinerja karyawan.
3. Dari nilai beta, menunjukkan bahwa untuk variabel pendidikan merupakan variabel
yang berpengaruh dominan, karena nilai beta variabel pendidikan lebih besar yaitu
0,434 dibandingkan dengan nilai beta variabel pengalaman kerja.
Korelasi Antar Dimensi
a. Pengaruh Pendidikan terhadap Kinerja Karyawan. Untuk mengetahui kuat
lemahnya pengaruh antara dimensi-dimensi variabel Pendidikan terhadap dimensi
variabel Kinerja Karyawan, maka diperoleh matriks seperti di bawah ini:
Tabel 2. Matrix Hubungan Variabel Pendidikan terhadap Kinerja Karyawan
Variabel Kinerja Karyawan
Pendidikan (X1)
Dimensi Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
X11 0,211 0,202 0,087 0,273 0,281
X12 0,380 0,122 0,197 0,411 0,329
X13 0,451 0,243 0,196 0,300 0,507
X14 0,393 0,196 0,392 0,487 0,335
X15 0,431 0,198 0,131 0,246 0,188
Sumber: Data diolah
Keterangan: Y1 = Kualitas Kerja ; Y2 = Ketepatan ; Y3 = Inisiatif ; Y4 = Kapabilitas ; Y5 =
Komunikasi ; X11 = Formal ; X12 = Informasl ; X13 = Pembinaan ; X14 = Perilaku ; X15 =
Manfaat
Dari keseluruhan data di Tabel 2, bahwa terdapat hubungan yang lemah antara pendidikan
formal dengan inisitiaf karyawan sebesar 0,087. Hubungan yang lemah tersebut menjadi
dimensi yang juga perlu diperhatikan karena pendidikan formal tidak berpengaruh secara
Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
55
signifikan terhadap inisiatif karyawan. Pengaruh dari tingginya inisiatif karyawan dapat
lebih digali dari pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada karyawan yang akan
mengembangkan kemampuan karyawan dan memunculkan inisiatif dan kreativitas yang
berdampak positif dan berpengaruh pada muncul dan berkembangnya inovasi baru bagi
perusahaan.
Nilai terbesar terdapat pada dimensi pembinaan yaitu 0,507. Hal ini berarti terdapat
hubungan yang cukup kuat terhadap peningkatan kinerja karyawan jika diberikan
pembinaan kepada karyawan seperti job redesign, task delegation, training, career
development untuk pengembangan karyawan.
b. Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Untuk mengetahui kuat
lemahnya pengaruh antara dimensi-dimensi variabel Pengalaman Kerja terhadap
dimensi variabel Kinerja Karyawan, maka diperoleh matriks seperti berikut:
Tabel 3. Matrix Hubungan Variabel Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Variabel Kinerja Karyawan
Pengalaman Kerja (X2)
Dimensi Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
X21 0,226 0,350 0,111 0,195 0,258
X22 0,306 0,210 0,311 0,373 0,315
X23 0,306 0,172 0,192 0,237 0,347
X24 0,169 0,249 0,266 0,195 0,170
X25 0,336 0,165 0,132 0,270 0,297
Sumber: Data diolah
Keterangan: X21 = Masa kerja; X22 = Tingkat pengetahuan dan keterampilan; X23 =
Penguasaan peralatan dan pekerjaan ; X24 = Frekuensi dan jenis Pekerjaan ; X25 =
Penerapan ; Y1 = Kualitas Kerja ; Y2 = Ketepatan ; Y3 = Inisiatif ; Y4 = Kapabilitas ; Y5 =
Komunikasi
Dari keseluruhan data di Tabel 3, bahwa hubungan yang lemah juga dilihat dari
masa kerja karyawan dengan inisiatif dari karyawan (0,111) sehingga masa kerja yang
telah dijalani karyawan tidak berpengaruh secara signifikan dengan inisiatif yang timbul,
sedangkan nilai terbesar terdapat pada dimensi tingkat pengetahuan dan keterampilan
(0,373). Hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat terhadap peningkatan kinerja
karyawan jika tingkat pengetahuan dan keterampilan meningkat.
Pembahasan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas diperoleh kenyataan
bahwa pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh kuat terjadap kinerja kayawan.
Hasil penelitian ini tidak bertentangan dengan teori dan penelitian terdahulu seperti dari
hasil penelitian Ahmad Nizam (2008), Nurhalis (2007) yang menjelaskan bahwa adanya
pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja.
Hasil penelitian tersebut juga sesuai dan didukung dengan kajian teori yang
digunakan, menurut Stone (2002:37-38) mengemukakan bahwa kinerja karyawan atau
pegawai ditentukan oleh faktor - faktor yaitu kemampuan, keterampilan, pengetahuan,
pengalaman dan kepribadian serta persepsi kerja karyawan.
Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
56
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Terdapat pengaruh variabel
pendidikan dan pengalaman kerja bersama-sama secara positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan meningkatkan
pendidikan dan pengalaman kerja, maka kinerja karyawan akan meningkat.; (2) Terdapat
pengaruh variabel pendidikan secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di
PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan meningkatkan pendidikan, maka
kinerja karyawan akan meningkat.; (3) Terdapat pengaruh variabel pengalaman kerja
secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Global Informasi Bermutu,
yang berarti dengan meningkatkan pengalaman kerja, maka kinerja karyawan akan
meningkat.; (4) Secara parsial variabel pendidikan mempunyai pengaruh yang lebih besar
dibandingkan variabel pengalaman kerja.; (5) Dari hasil analisa hubungan variabel
pendidikan dengan kinerja karyawan diperoleh bahwa dimensi pembinaan karyawan
menjadi faktor dominan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Selain pembinaan, hasil
analisa dimensi lain dari pendidikan secara lebih spesifik yang berpengaruh positif dan
kuat terhadap kinerja yaitu dimensi pendidikan formal dengan komunikasi, pendidikan
informal dengan kapabilitas karyawan, perilaku karyawan dengan kualitas kerja karyawan
dan manfaat dari pendidikan memberikan pengaruh positif untuk kualitas kerja yang
dihasilkan karyawan, sedangkan yang memiliki hubungan lemah adalah pendidikan formal
dengan inisiatif. Peningkatan pendidikan formal karyawan tidak berpengaruh signifikan
terhadap munculnya inisiatif atau kreativitas dari karyawan.; (6) Dari hasil analisa
hubungan variabel pengalaman dengan kinerja karyawan diperoleh bahwa dimensi tingkat
pengetahuan dan keterampilan karyawan menjadi faktor dominan terhadap peningkatan
kinerja karyawan. Selain faktor tersebut, hasil analisa dimensi lain dari pengalaman kerja
secara lebih spesifik yang berpengaruh positif dan cukup kuat terhadap kinerja yaitu
dimensi masa kerja terhadap ketepatan hasil kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan
karyawan terhadap kapabilitas, penguasaan peralatan dan pekerjaan terhadap kualitas
kerja, frekuensi dan jenis pekerjaan terhadap inisiatif karyawan, penerapan pengalaman
yang telah diperoleh karyawan terhadap kualitas kerja yang dihasilkan karyawan.
DAFTAR RUJUKAN
ACCA. (2010). Performance Management. London: BPP Learning Media Ltd.
Ashari dan Santosa, Purbaya, Budi. (2005). Analisa statistik dengan Microsoft Excel dan.
SPSS. Yogyakarta: Andi.
Dessler, Gary. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indeks.
Effendi, Marihot Tua. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Foster, Bill. (2001). Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta: PPM.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:
Penerbit Universitas Diponegoro.
Gomes, Faustino Cardoso. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi
Offset.
Hariandja, Marihot Tua E dan Yovita Iardiwati. (2002). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Grasindo.
Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
57
Hartoto. (2008). Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan. Makasar: Universitas Negeri
Makasar.
Hasibuan, Malayu. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hermawan, Asep. (2003). Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: LPFE
Universitas Trisakti
Hutapea, Parulian dan Nuriana Thoha. (2008). Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan
Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
J. Stone, Raymond. (2002). Human Resource Management. California: Kent Publising
Company.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mudyaharjo, Redja. (2001). Pengantar Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo Persada.
Muhibinsyah. (2003). Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Murtie, Afin. (2011). Menciptakan SDM yang Handal Dengan TMC. Jakarta: Laskar
Aksara.
Noor, Juliansyah. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Oei, Istijanto, (2010). Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia.
Priyatno,Duwi. (2010). Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta:
Mediacom.
Rachmawati, I. K., (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi.
Riduwan, (2008). Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Rivai, Veithzal dkk. (2011). Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Robbin, Stephen R. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Rowley, Chris, dan Keith Jackson. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Ruky, Ahmad. (2002). Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar
Maju.
Simanjuntak, Payaman J. (2005). Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga Penerbit
FEUI, Jakarta.
Veithzal Rivai, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya.
Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Widiatrirahayu. (2008). Manajemen Pendidikan Berbasis Kinerja. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Wijaya, Toni. (2011). Cepat Menguasai SPSS 20. Yogyakarta: Cahya Atma Pustaka.
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
58
PENGARUH KECERDASAN EMOSI (EQ) DAN MOTIVASI BERPRESTASI
TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKPARNAS-UNAS
JAKARTA
Tine Yuliantini
Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: The research aims to analyze the influence of emotional intelligence and
achievement motivation to achievement in learning ofstudents in Akparnas Unas
Jakarta.The Research is descriptive research with used regression analysis and
correlation with data of questionnaire collected from the all students at Akparnas Unas
Jakarta.The result of research showed that Emotional intelligence and achievement
motivation have a positive and significant effect to achievement in learning. The variable
achievement motivationis the most dominant variable to influence achievement in
learning with almost powerful dimension is the dimension of need of achievement.
Keywords: emotional intelligence, achievement motivation dan achievement in learning
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional
dan prestasi motivasi terhadap prestasi belajar ofstudents di Akparnas Unas Jakarta.The
penelitian adalah penelitian deskriptif dengan analisis regresi dan korelasi digunakan
dengan data kuesioner yang dikumpulkan dari semua siswa di Akparnas Unas Jakarta.
hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi
memiliki efek positif dan signifikan terhadap prestasi belajar. Pencapaian variabel
motivationis variabel yang paling dominan mempengaruhi prestasi belajar dengan
dimensi hampir kuat adalah dimensi kebutuhan prestasi.
Kata kunci: kecerdasan emosional, motivasi berprestasi Dan prestasi dalam belajar
PENDAHULUAN
Dunia pendidikan masa kini mengenal tiga kompetensi penting yang harus dimiliki oleh
seorang mahasiswa setelah mengalami proses pendidikan yaitu, aspek kognitif
(pengetahuan umum), psikomotor (praktek), dan afektif (sikap diri). Selama ini banyak
orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan
kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi.
Namun, menurut hasil penelitian terbaru di bidang psikologi membuktikan bahwa IQ
bukanlah satu–satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada
banyak faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor
biologis, dan faktor psikologis yang terdiri dari bakat, minat, dan kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosi (EQ) merupakan formulasi baru dari "soft skills” tradisional
(seperti leadership, sensitivity dan social skills) dimana kecerdasan emosi adalah sejumlah
kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pembinaan hubungan sosial dengan
lingkungan yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain,
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
59
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik dan
dalam hubungan dengan orang lain serta beradaptasi menghadapi lingkungan sekitar dan
penyesuaian secara cepat agar lebih berhasil dalam mengatasi tuntutan lingkungan.
Kecerdasan emosi tidak dapat diakses seperti fakta atau jawaban, tetapi terlebih adalah
sebuah proses bagaimana cara kita mengalami segala sesuatu yang berhasil dimasa lalu dan
mengantisifasi cara kita bertindak pada situasi baru dan sebagaimana hal ini dapat
diwujudkan di lembanga pendidikan tinggi sebagai persiapan SDM yang berprestasi dan
berkualitas untung menyongsong masa depan yang penuh tantangan.
Goleman, seorang peneliti dalam bidang kecerdasan emosi mengatakan bahwa kecerdasan
emosi merupakan aspek psikologis yang sangat dominan dalam menentukan sukses dalam
hidup (80%).
Hal ini diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami
keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu
mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun
fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang
berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli
prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat
memperkirakan prestasi belajar seseorang.
Orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka
cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung
menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan
kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan
emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Seseorang
memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan
terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah
percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus
asa bila mengalami stress. Kondisi itu sebaliknya tidak akan terlihat pada seseorang yang
memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Di samping itu,
bukti–bukti mutakhirneurologis menunjukkan bahwa emosi merupakan bahan bakar yang
sangat diperlukan bagi kekuatan penalaran otak.
Dari pendapat–pendapat diatas maka semakin menguatkan pemikiran kita bahwa
IQ bukanlah satu–satunya faktor penentu keberhasilan seseorang. Akan tetapi ada hal
yang lebih berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang, yaitu kecerdasan
emosi.Kecerdasan emosi tumbuh (EQ) seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga
meninggal dunia.Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, sekolah dan keluarga dan
contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya.Orang tua adalah
seseorang yang pertama kali harus memberitauladan dan contoh yang baik. Agar
mahasiswa memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan stabil, dosen (pendidik), orang tua
harus menanamkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Membina hubungan persahabatan yang
hangatdan harmonis, bekerja dalam kelompok secara harmonis, berempati dengan sesama,
memecahkan masalah, mengatasi konflik, membangkitan rasa humor, memotivasi diri bila
menghadapi masa sulit, menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri dan menjalin
keakraban.
Perlu diketahui untuk mengembangkan kecerdasan emosi, pendidik dan peserta didik
dalam pembelajaran perlu menyadari bahwa emosi itu adalah bener-benar ada dan riil serta
bila dapat mengelola emosi menjadi kecerdasan emosi yang baik akan mengembangkan
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
60
kreativitas dan imajinasi mahasiswa ketika belajar sehingga akan akaan menunjukkan hasil
yang jauh lebih baik dalam berprestasi. Dalam memotivasi, seseorang dituntun melakukan
suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran.
Selain kecerdasan emosi yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam belajar
atau prestasi belajar, ada faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil
belajar yang baik, salah satunya adalah motivasi. Motivasi itu berupa kumpulan perasaan
antusiasme, gairah, dan keyakinan diri, emosi itulah yang mendorong seseorang untuk
berprestasi, dimana motivasi itu terbentuk bisa berasal dari dalam diri anak ataupun dari
lingkungan.
Dalam hubungannya dengan kecerdasan emosi dalam memotivasi, kecerdasan emosi akan
membantu memotivasi seseorang untuk melakukan segala hal seperti berimajinasi,
berkreativitas dan berprestasi. Maka imajinasi dan kreativitas yang telah terbentuk akan
memacu mahasiswa untukberfikir tingkat tinggi dan bergairah dalam belajar sehingga
dapat berprestasi dengan baik.
Pada dasarnya motivasi adalah dorongan untuk berperilaku. Motivasi merupakan
suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan
yang terjadi pada diri seseorang. Banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak
diperolehnya motivasi yang tepat.Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka
lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga.
Untuk itu kita tidak boleh melupakan peran motivasi belajar dalam meraih prestasi
belajar. Seseorang berhasil dalam belajar karena dorongan hatinyayang memacunya untuk
belajar.Didalam dunia pendidikan motivasi berprestasi juga merupakan komponen penting
dalam menentukan prestasi belajar mahasiswa. Para mahasiswa seharusnya termotivasi
dalam belajar karena hasil belajar akan optimal jika ada motivasiyang tepat. Oleh karena
itu, proses pembelajaran juga harus menjadi suatu hal yang menyenangkan bagi
mahasiswa.
Peran dosen sangat penting dalam memicu motivasi berprestasi, dosen sebisa
mungkin harus menciptakan suasana belajar yang menarik bagi mahasiswa sehingga,
mahasiswa memiliki rasa ketertarikan yang tinggi serta dorongan belajar yang kuat atau
bisa disebut sebagai motivasi untuk berprestasi, dimana dalam proses pembelajaran dosen
perlu memberikan suatu motivasi yang positif pada mahasiswa untuk menimbulkan minat
belajar. Namun ada kalanya, terdapat beberapa dosen dalam proses pembelajaran tidak
memberikan suatu motivasi yang positif dan hanya melihat aspek nilai hasil belajar saja,
padahal peran dosen sangat besar dalam memberi motivasi berprestasi terhadap
mahasiswanya. Dari uraian diatas penulis telah menemukan fenomena masalah tentang
pengaruh kecerdasan emosi, motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar mahasiswa
Akparnas- Unas, eeperti misalnya dengan kampus Akparnas yang berada di di kampus
Universitas Nasional yang terlentak di dalam kota Jakarta disekitar pemukiman penduduk
yang cukup padat dan ramai dimana kondisi dan suasana kampus tidak kondusif, dimana
kerap terjadi perselisihan antara mahasiswa dan penduduk disekitar kampus seperti yang
pernah terjadi pada bulan Febuari 2011 dimana demonstrasi mahasiswa Akparnas
Universitas Nasional berbuntut bentrok dengan warga sekitar (Tempo: 2011). Fenomena
lainnya diliat dari kurangnya minat mahasiswa untuk berprestasi dimana dapat dikaitkan
dengan rendahnya kecerdasan emosi menyebabkan tidak termotivasinya seorang
mahasiswa untuk meraih prestasi dibidang apapun, seperti Tabel 1 memperlihatkan
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
61
beberapa kejuaran yang berhubungan dengan pariwisata yang tidak diikuti oleh para
mahasiswa Akademi Pariwisata Nasional –Unas.
Tabel 1. Kejuaran Ketrampilan Pariwisata
Kejuaran
Tahun
Mengikuti
Tidak Mengikuti
Penghargaan
Karya tulis perjalanan wisata 2011 Tidak mengikuti
Lomba Memasak rendang se
Sekolah tinggi Pariwisata se
Jakarta
2011 Tidak mengikuti
English Debate on Tourism for
the Youth 2011 Mengikuti
Pemenang
kategori Best
Material
Kejuaran Barista se Jakarta 2011 Tidak mengikuti
Sumber: Data Akparnas
Tabel 1 gambaran data kejuaran ketrampilan pariwisata yang diikuti dan tidak diikuti
mahasiswa Akparnas-Unas. Dalam Tabel 1 digambarkan ada beberapa kejuaran
ketrampilan yang berhubungan dengan kepariwisataan yang sayangnya tidak diikuti oleh
para mahasiswa Akparnas yang mungkin tidak termotivasi untuk berprestasi dikejuaraan
itu. Pada Tabel 2 diperlihatkan data dari IPK mahasiswa yang mengalami fluktuasi.
Tabel 2. Data IPK mahasiswa Akparnas dari tahun 2008 sampai 2011
Jurusan Perhotelan
Tahun Ajaran Tahun Ajaran
2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012
Semester
Rata-rata
Ganjil
Genap
3.29
3.1
3.02
2.7
3.1
2.9
2.8
2.1
2.4
2.8
3.3
3.01
Jurusan
UPW
Tahun
2008/2009
Ajaran
2009/2010
Tahun
2010/2011
Ajaran
2011/2012
Semester Ganjil
Genap
2.9
3.12
3.01
2.7
2.3
2.5
3.1
2.88
Rata-rata 3.02 2.8 2.4 2.9
Sumber: Akparnas-Unas
Pada Tabel diatas terlihat bahwa terdapat fluktuasi IPK mahasiswa dari tahun 2008-2011.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis telah memilih permasalahan yang berkaitan
dengan pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar.
Adapun permasalahan tersebut dirumuskan dalam permasalahan sebagai berikut: (1)
Apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi belajar secara simultan
(bersama-sama) terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas-Unas.; (2) Apakah
terdapat pengaruh kercerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas-
Unas.; (3) Apakah terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar
mahasiswa Akparnas-Unas
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, dan kegunaan antara lain ialah: (1)
Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
62
pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran
mengenai pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar.; (2)
Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi
khususnya kepada para orang tua, konselor mahasiswa, dosen dan ketua jurusan dalam
upaya membimbing dan memotivasi mahasiswa untuk menggali kecerdasan emosi yang
dimilikinya.
Kegunaan Penelitian antara lain ialah: (1) Aspek teoritis keilmuan, bahwa hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai daftar pustaka dan bahan pengayaan atas hasil-hasil
penelitian terdahulu, berkaitan dengan pengaruh prestasi mahasiswa. Selain itu melalui
penelitian ini juga diharapkan ditemukan dasar-dasar konseptual yang mempunyai
implikasi metodologis bagi studi tentang masalah prestasi serta variabel-variabel terkait
lainnya.; (2) Aspek praktis dapat digunakan menjadi bahan pertimbangan dan masukan
bagi pengambilan kebijakan dalam peningkatan prestasi mahasiswa di bidang ilmu
pariwisata.
Prestasi Belajar. Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan,
karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus
dihadapi. Prestasi belajar adalah merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika
mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu (Tu‟u 2004: 75). Prestasi akademik merupakan
hasil yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di kampus yang bersifat kognitif dan
biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Prestasi belajar merupakan
penguasaan terhadap mata pelajaran yang ditentukan lewat nilai atau angka yang diberikan
dosen. Berdasarkan hal ini, prestasi belajar dapat dirumuskan: (1) Prestasi belajar adalah
hasil belajar yang dicapai ketika mengikuti, mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran
di kampus.; (2) Prestasi belajar tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena
bersangkutan dengan kemampuan mahasiswa dalam pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi.; (3) Prestasi belajar dibuktikan dan
ditunjukkan melalui nilai atau angka dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh dosen.
Menurut Bloom (Nurman, 2006:36), prestasi belajar merupakan hasil perubahan
tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Poerwodarminto (Ratnawati, 2004:206)
yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau
dikerjakan oleh seseorang.Sedangkan prestasi belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai
prestasi yang dicapai oleh seorang mahasiswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat
dalam laporan indek prestasi. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal
dengan tes prestasi belajar.Menurut Anwar (2005:8-9) mengemukakan tentang tes prestasi
belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar.
Kecerdasan Emosi. Kemunculan istilah kecerdasan emosi dalam pendidikan, bagi
sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas pertanyaan tentang faktor lain
dari keberhasilan dan kesuksesan seseorang selain dari faktor kecerdasan intelektual. Teori
Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, Emotional Intellegence memberikan
definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru
dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan
emosi tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44)
Untuk lebih menjelaskan tentang pentingnya kecerdasan emosi, Steiner dan Perry
(Efendi, 2005:65) juga menegaskan dalam bukunya, Achieving Emotional Literacy (1997),
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
63
bahwa semata – mata IQ yang tinggi tidak akan membuat seseorang menjadi cerdas.Tanpa
kecerdasan emosi, kemampuan untuk memahami dan mengelola perasaan–perasaan kita
dan perasaan–perasaan orang lain serta kesempatan kita untuk hidup bahagia menjadi
sangat tipis. Menurut Goleman (2002: 512), kecerdasan emosi adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness
of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,
motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa,
untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya,
Kecerdasan emosi juga adalah kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta
untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada
anak-anak.Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri
menderita kekurang mampuan pengendalian moral.Juga menurut Goleman, mengatakan
bahwa setinggi–tingginya, IQ hanya menyumbang kira–kira 20 persen bagi faktor–faktor
yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan–kekuatan
lain. Kekuatan–kekuatan lain itu, selain dari kecerdasan emosi atau Emotional Quotient
(EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan
hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama
(Mangkunegara, 2000: 44). Selain itu, Cooper dan Aymani (Efendi, 2005: 65) juga
menulis ”Voltaire menunjukkan, bahwa bagi bangsa romawi, sensus communis dan
sensibility (kemampuan), adalah mencakup seluruh penggunaan indera, hati dan intuisi‟.
Dalam proses belajar bagi mahasiswa, kedua inteligensi yaitu IQ dan EQ sangat
diperlukan,. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional
terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah.Namun biasanya kedua inteligensi
itu saling melengkapi.Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan
belajar mahasiswa di tempat belajar.Pendidikan di sekolah atau dikampus-kampus bukan
hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya
dipahami mahasiswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence
mahasiswa itu.
Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur
neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa
dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi
rasional.EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar
membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan antar sesama yang harmonis
dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002:17).
Berdasarkan teori diatas maka kecerdasan emosi adalah sejumlah kemampuan dan
keterampilan yang berkaitan dengan pembinaan hubungan sosial dengan lingkungan yang
merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dan mengelola hubungan
dengan orang lain dengan baik.
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
64
Motivasi Berprestasi. Konsep motivasi berprestasi dirumuskan pertama kali oleh Henry
Alexander Murray dengan memakai istilah kebutuhan berprestasi (need for achievement)
untuk motivasi berprestasi, yang dideskripsikannya sebagai hasrat atau tendensi untuk
mengerjakan sesuatu yang sulit dengan secepat dan sebaik mungkin (Purwanto, 2004:20-
21). Menurut Murray (Winkel, 2004: 29) “Achievement motivation (motivasi berprestasi)
adalah daya penggerak untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin demi
pengharapan kepada dirinya sendiri.”
Sementara itu Hasibuan (2009: 219), berpendapat bahwa motivasi berprestasi
adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar
mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya
upayanya untuk mencapai prestasi dan kepuasan.
McCelland (Mangkunegara, 2010: 19), seorang psikologi dan masyarakat dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat menyatakan teori motivasi dengan
mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh ”virus mental”
yang ada pada dirinya.Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang
untuk mampu mencapai prestasi secara maksimal. Virus mental yang dimaksud
Achievement Motivation. Virus mental (komponen motvasi berpretasi) yang
dimaksud terdiri dari 3 golongan kebutuhan, yaitu Need of achievement (kebutuhan
untuk berprestasi), Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan), dan
Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu).
Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat penting membina virus mental
(motivasi berprestasi) mahasiswa dengan cara mengembangkan potensi mereka
melalui lingkungan belajar yang dapat mendorong prestasi belajar yang
baik.Berdasarkan beberapa teori diatas maka motivasi berprestasi dapat diartikan
sebagai dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu
kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat
terpuji. Dengan demikian berdasarkan uraian teoridiatas dan penelitian terdahulu
maka dapat diuraikan kerangka pemikiran dalam gambar skema konstelasi antar
variabel sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi
belajar mahasiswa Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut:
H2
H1
H3
Gambar 1. Skema Konstelasi antar Variabel
Motivasi Berprestasi ( X2)
X2.1. Kebutuhan untuk
berprestasi.
X2.2 Kebutuhan
untukmemperluas
pergaulan.X2.3. Kebutuhan
menguasai sesuatu.
Prestasi Belajar (Y)
Y1.1.Nilai IPK mahasiswa
Kecerdasan Emosi (X1)
x1.1.kesadaran diri
X1.2.. Pengaturan diri
X1.3..Memotivasi diri
X1.4.Empati
X1.5.ketrampilan diri
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
65
2. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas
– Unas sebagaimana skema berikut:
3. Terdapat pengaruh motivasi berprestasi berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa
Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut :
Keterangan: X1 = Kecerdasan Emosi; X2 = Motivasi Berprestasi; Y = Prestasi
Belajar
Hipotesa. Hipotesa dari penelitian ini dapat diasumsikan sebagai berikut :
H1: Terdapat pengaruh positif secara bersama-sama antara kecerdasan emosi dan motivasi
berprestasi terhadap prestasi belajar para siswa. Artinya makin baik kecardasan emosi
yang membantu motivasi berprestasi yang tinggi pada para mahasiswa akan
membantu mereka berprestasi dalam belajar.
H2: Terdapat pengaruh positif dari kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar para
mahasiswa. Artinya, kecerdasan emosi yang baik membantu para mahasiswa secara
kejiwaannya mencapai keberhasilan dalam prestasi belajar.
H3: Terdapat pengaruh positif dari motivasi berprestasi terhadap prestasi para mahasiswa.
Artinya, makin tinggi motivasi berprestasi maka prestasi belajar para mahasiswa akan
tercapai.
METODE
Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui dua sumber yaitu data primer
dan sekunder, data prime diperoleh langsung dari responden berupa populasi dari
keseluruhan mahasiswa Akparnas-Unas yang berjumlah 115 dengan menggunakan
kuesioner dan data sekunder Diperoleh dari nilai tugas dan laporan IPK para mahasiswa.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel independen,
yaitu variabel kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi serta terdiri dari satu variabel
dependen yaitu variabel prestasi belajar. Variabel kecerdasan emosi terdiri dari empat
dimensi yaitu kesadaran diri,pengaturan diri,memotivasi diri, empati dan keterampilan
sosial. Variabel motivasi berprestasi terdiri dari tiga dimensi yaitu Need of achievement
(kebutuhan untuk berprestasi baik faktor internal dan eksternal), Need of affiliation
(kebutuhan untuk memperluas pergaulan) dan need of power (kebutuhan untuk menguasai
sesuatu).
Variabel prestasi belajar mempunyai satu dimensi yaitu prestasi belajar adalah hasil
dari pengukuran terhadap peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran yang
diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan (nilai
IPK).Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi
Prestasi Belajar
(Y) Kecerdasan Emosi
(X1)
Motivasi
Berprestasi
(X2)
Prestasi Belajar
(Y)
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
66
berprestasi terhadap prestasi belajar belajar mahasiswa Akparnas-Unas Jakarta. Variabel
penelitian terdiri dari Variabel kecerdasan emosi (X1), variabel motivasi berprestasi (X2)
dan variabel prestasi belajar belajar (Y) dimana korelasi antar variabel dan dimensi
digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3. Matrik Hubungan Variabel Kecerdasan Emosi dan Motivasi Berprestasi
Terhadap Prestasi Belajar mahasiswa Akparnas-Unas
Variabel(X1)
Dimensi(X2)
Variabel Prestasi Belajar
(Y)
Kecerdasan Emosi X1.1 Kesadaran Diri X1.1 Y
(X1) X1.2 Pengaturan Diri X1.2 Y
(Goleman) X1.3 Memotivasi Diri X1.3 Y
X1.4 Empati X1.4Y
X1.5 ketrampilan Sosial X1.5Y
Motivasi berprestasi X2.1Kebutuhan Berprestasi X2.1 Y
(X2) X2.2 Kebutuhan Memperluas pergaulan X2.2 Y
(McCelland) X2.3 Kebutuhan Untuk Menguasi
sesuatu
X2.3 Y
Sumber: data diolah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Regresi (Uji pengaruh). Analisis regresi linear berganda digunakan untuk
mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi prestasi terhadap prestasi belajar.
Pengaruh secara bersama Kecerdasan Emosidan Motivasi Berprestasi terhadap Prestasi
Belajar (Uji Simultan). Pengaruh secara bersama kecerdasa emosi dan motivasi berprestasi
terhadap prestasi belajar mahasiswa akparnas-Unas terlihat hasilnya dalam Tabel 4.
Tabel 4. Koefisien regresi Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara
bersama- terhadap Prestasi belajar
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.864 .025 74.608 .000
Kecerdasan emosi .004 .001 .146 3.320 .001
Motivasi berprestasi .024 .001 .846 19.186 .000
a. Dependent Variable: Prestasi belajar
Sumber: data diolah
Persamaan yang diperoleh adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2
Y = 1.864 + 0.004X1 + 0.240X2
Keterangan: Y = Prestasi Belajar; X1= Kecerdasan Emosi; X2 = Motivasi Berprestasi
Dari persamaan dimuka dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang positif/berbanding
lurus antar variabel kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar.
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
67
Hal ini dapat dilihat dari koefisien regresi yang bernilai positif.Sehingga, apabila terjadi
peningkatan kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi, maka prestasi belajar mahasiswa
juga meningkat dan sebaliknya. Nilai intersep sebesar 1.864 berarti bahwa ketika
kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi bernilai konstan, maka skor prestasi belajar
akan bernilai 1,864. Nilai koefisien regresi untuk variabel kecerdasan emosi sebesar 0,004
berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan pada variabel kecerdasan emosi akan
menaikkan skor prestasi belajar sebesar 0,004 dengan asumsi variabel yang lain konstan.
Nilai koefisien regresi untuk variabel motivasi berprestasi sebesar 0,240 berarti bahwa
setiap kenaikan satu satuan pada variabel motivasi berprestasi akan menaikkan skor
prestasi belajar sebesar 0,240 dengan asumsi variabel yang lain konstan.
Tabel 5. Uji F Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama-sama
Terhadap Prestasi Belajar
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 15.870 2 7.935 1358.925 .000a
Residual .654 112 .006
Total 16.524 114
a. Predictors: (Constant), Motivasi berprestasi, Kecerdasan emosi
b. Dependent Variable: Prestasi belajar
Sumber: data diolah
Tabel 5 ANOVA mengindikasikan bahwa regresi berganda secara statistik sangat
signifikan dengan uji statistik F = 1358.925 untuk derajat kebebasan k = 2 dan n – k – 1 =
115 – 2 – 1 = 112 dan P-value = 0.000 yang jauh lebih kecil dari α = 0.05. Dari table
ANOVA jelas sekali terlihat bahwa Ho ditolak dengan P-value = 0.000 lebih kecil dari α =
0.05.
Analisis koefisien Determinasi. koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan
koefisien korelasi. Perhitungan koefisien korelasi dilakukan oleh SPSS versi 17, hasil
analisis tersebut akan memperlihatkan seberapa besar variabel independent mempengaruhi
terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan terlihat pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Analisis Koefisien DeterminasiModel Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .980a .960 .960 .07641
a. Predictors: (Constant), Motivasi berprestasi, Kecerdasan emosi
b. Dependen Variabel ; Prestasi Belajar
Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 6 nilai output diatas diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar
98,0%. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara prestasi
belajar terhadap variabel indepedennya yaitu kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
68
(batasan yang dipakai adalah 0,5 atau 50%) (Santoso, 2002:167) atau variabel independen
mempengaruhi variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Variabel
independen yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah Variabel
motivasi berprestasi (X2). Hal ini bisa dilihat dari Nilai Nilai R2 (R Square) yang
menunjukkan bahwa 95.7 % dari variance “motivasi berprestasi” dapat dijelaskan oleh
perubahan dalam variabel prestasi belajar. Faktor kedua yang paling berpengaruh adalah
variabel Kecerdasan emosi (X1). Hal ini bisa dilihat dari Nilai R2 (R Square) dari tabel
5.28 yang menunjukkan bahwa 83 % dari variance “Kecerdasan emosi” dapat dijelaskan
oleh perubahan dalam variabel prestasi belajar. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar
96%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam penelitian
inimampu menjelaskan pengaruh terhadap variabel terikat yaitu prestasi belajar sebesar
96%.
Adapun analisis dalam penelitian ini yang dikaitkan dengan teori kecerdasan emosi
yang berpengaruh pada prestasi belajar berdasarkan teori Goleman, menerangkan tentang
kesadaran pengaturan emosi, yang mencakup kesadaran diri, pengaturan diri, memotivasi
diri, empati dan ketrampilan sosial, menunjukkan bahwa pengaruh kecerdasan emosi
terhadap prestasi belajar mahasiswa memiliki peranan yang signifikan bagi prestasi belajar
yang diraih oleh mahasiswa, hal ini di dukung dari hasil korelasi antar dimensi dimana
terdapat korelasi positif atau berbanding lurus diantara dimensi. Jadi kecerdasan emosional
dapat membantu mahasiswa dalam menggunakan kemampuan kognitifnya sesuai dengan
potensi yang dimilikinya secara maksimum, dimana kecerdasan emosi merupakan aspek
yang sangat dibutuhkan dalam bidang kehidupan sehari-hari kita baik di lingkungan
keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Selain itu, kecerdasan emosilah yang
memotivasi kita untuk mencari manfaat, potensi dan mengubahnya dari apa yang kita
pikirkan menjadi apa yang kita lakukan. Sedangkan kaitannya dengan motivasi berprestasi
yang berpengaruh pada prestasi belajar berdasarkan teori McCelland yang menerangkan
tentang vitus mental pendorong motivasi diri yang mencakup kebutuhan untuk berprestasi,
kebutuhan untukmemperluas pergaulan dan kebutuhan untuk menguasai sesuatu, dalam
peneliti ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar yang dipeloreh mahasiswa, Oleh karena itu untuk
mengoptimalkan dorongan bermotivasi berprestasi pada mahasiswa mutlak dilakukan.,
karena motivasi berprestasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja dan belajar pada seseorang atau mahasiswa agar mereka mau bekerja
sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan dan prestasi belajar para masiswa untuk bekal dimasa depan mereka.
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama-sama
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Prestasi belajar itu artinya Kecerdasan emosi
dan Motivasi berprestasi harus lebih diperhatikan dan ditingkatkan oleh pihak universitas
agar bisa meningkatkan prestasi belajar para mahasiswa. Berdasarkan Nilai R2 (R Square)
menunjukkan bahwa 96 % dari variance “Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi”
dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel Prestasi belajar. Sisanya 4% dipengaruhi
oleh variabel lain seperti prasaran dan sarana. Kedua. Pada variabel kecerdasan emosi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel prestasi belajar artinya perubahan
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
69
nilai Kecerdasan emosi mempunyai pengaruh searah terutama terhadap perubahan prestasi
belajar atau dengan kata lain apabila Kecerdasan emosi baik maka akan terjadi
peningkatan prestasi belajar dan secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan.
Variabel Kecerdasan emosi merupakan variabel kedua yang paling berpengaruh terhadap
prestasi belajar. Hal ini didukung dengan adanya korelasi positif antar dimensi dan
didukung dengan hasil nilai Nilai R2 (R Square) yang menunjukkan bahwa 83% dari
variance “Kecerdasan emosi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel prestasi
belajar. Dan untuk dimensi pada kecerdasan emosi, dimensi yang paling kuat
hubungannya dengan dimensi Prestasi belajar (IPK) pada variabel prestasi belajar adalah
dimensi Kesadaran diri. karena memiliki nilai koefisien = 0.905 (memiliki hubungan yang
SangatKuat).Pada variabel motivasi berprestasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap variabel prestasi belajar artinya perubahan nilai motivasi berprestasi mempunyai
pengaruh searah terutama terhadap perubahan prestasi belajar atau dengan kata lain
apabila motivasi berprestasi meningkat maka akan terjadi peningkatan pada prestasi
belajar dan secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan.Variabel motivasi
berprestasi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi
belajar. Hal ini bisa dilihat dengan adanya korelasi positif antar dimensi dan didukung dari
hasil dariNilai R2 (R Square) yang menunjukkan bahwa 95,7 % dari variance “Motivasi
berprestasi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel Prestasi belajar. Dan
padavariable Motivasi berprestasi , dimensi yang paling kuat hubungannya dengan
dimensi Prestasi belajar (IPK) pada variabel prestasi belajar adalah dimensi Need of
achievement, karena memiliki nilai koefisien = 0.957 (memiliki hubungan yang
SangatKuat).
Rekomendasi. Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan: Pertama. Diharapkan
para mahasiswa dapat mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga
keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Karena kecerdasan
emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh para
mahasiswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik. Hal
yang dapat dilakukan oleh akademi dan para dosen adalah: (a) Menjadikan fasilitas materi
pelajaran secara teori dapat diprektekan, dalam menumbuhkan analisis kreatif dan inovatif
peserta didik melalui kelompok pembelajaran penelitian seperti dengan memberikan lebih
sering tugas-tugas kepada mahasiswa dan para mahasiswa dapat mempresentasi tugas-
tugas itu dikelas, studi banding ke perguruan tinggi lain atau industri pariwisata lainnya
dan aktif mengunjungi pameran-pameran pariwisata.; (b) Menjadikan fasilitas pendidikan
sebagai sarana yang dapat berkembang sesuai dengan peluang dan tantangan
perkembangan ilmu dan pengetahuan seperti mengupayakan berbagai kegiatan mahasiswa
yang menunjang upaya terbentuknya kecerdasan emosi terutama untuk seperti ceramah
keagaman, ESQ dan seminar-seminar yang dapat melatih ketrampilan dan wawasan para
mahasiswa. Maknanya, bila ini dapat diaplikasikan secara formal dan kontinu, kita dapat
melihat kualitas dari perubahan karakter dan kepribadian kualitas sumber daya manusia
pada zaman millennium sekarang ini.
Kedua. Perlu adanya penanaman motivasi berprestasi pada para mahasiswa sejak dini
melalui dibangunnya hubungan yang akrab dan bersahabat antara pihak universitas dengan
para mahasiswa, sehingga para mahasiswa dapat menunjukan adanya keinginan, harapan,
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
70
penentuan untuk mencapai sesuatu hasil yang dinyatakan secara eksplisit. mahasiswa perlu
memahami dan mengenal diri sendiri termasuk juga memahami dan mengembangkan gaya
belajar yang dimilikinya. Upaya mahasiswa dalam mengembangkan gaya belajar dan
motivasi berprestasi dilakukan dengan mengembangkan pemahaman kepada mahasiswa
perlunya motivasi dalam usaha mencapai suatu tujuan hidup, mengembangkan motivasi
belajar dalam upaya mencapai keberhasilan belajar dan mengembangkan motivasi
berprestasi dan disiplin belajar dalam mencapai prestasi akademik. Beberapa strategi
motivasi berprestasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran bisa dilakukan sebagai
berikut: (a) Memberi penghargaan dengan menggunakan kata-kata, seperti ucapan bagus
sekali, hebat, dan menakjubkan. Penghargaan yang dilakukan dengan kata-kata (verbal) ini
mengandung makna yang positif karena akan menimbulkan interaksi dan pengalaman
pribadi bagi diri mahasiswa itu sendiri.; (b) Memberikan nilai ujian atau tes sebagai
pemacu mahasiswa untuk belajar lebih giat. Dengan mengetahui hasil yang diperoleh
dalam belajar maka mahasiswa akan termotivas untuk belajar lebih giat lagi dan
termotivasi untuk berprestasi.; (c) Menumbuhkan dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam
diri mahasiswa. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh suasana yang mengejutkan atau
tiba-tiba.; (d) Menumbuhkan persaingan dalam peserta didik. Maksudnya adalah dosen
memberikan tugas dalam setiap kegiatan yang dilakukan, dimana mahasiswa dalam
melakukan tugasnya tidak bekerjasam dengan mahasiswa lainnya. Dengan demikian
mahasiswa akan dapat membandingkan hasil pekerjaan yang dilakukannya dengan hasil
mahasiswa lainnya.; (e) Memberikan contoh yang positif, artinya dalam memberikan
pekerjaan kepada mahasiswa dosen tidak dibenerkan meninggalkan ruangan untuk
melaksanakan pekerjaan lainnya.; (f) Penampilan dosen yang menarik, bersih, rapi dan
sopan serta tidak berlebih-lebihan akan memotivasi mahasiswa dalam mengikuti
pembelajaran. Temasuk juga kepribadian dosen, dosen yang masuk kelas dengan wajah
tersenyum dan menyapa mahasiswa dengan ramah akan membuat mahasiswa merasa
nyaman dan senang mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung sehingga akan
termotivasi berprestasi.; (g) Upaya yang dapat dilakukan akademi dalam mendorong
motivasi berprestasi pada mahasiswa dengan mengadakan pertandingan-pertandingan antar
mahasiswa dilingkungan internal.
Ketiga. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melihat pengaruh masing-masing variabel
terikat dengan prestasi belajar, dan juga pengaruhnya secara bersama-sama terhadap
prestasi belajar. Ada baiknya untuk penelitian selanjutnya dilihat pula pengaruh antar
variabel-variabel terikat. Keempat. Variabel dalam penelitian ini difokuskan pada dua
faktor internal dari diri para mahasiswa, ada baiknya dilakukan penelitian lanjutan yang
variabelnya melibatkan beberapa faktor internal dan eksternal dari diri mahasiswa.
DAFTAR RUJUKAN
Agustian Ginanjar, Ary., (2004). ESQ POWER. Jakarta, Arga
Ahmadi, Abu, (2009). Psikologi Pendidiklan, Jakarta: Rinaka Cipta
Dessler, Gary, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, 10 th Edition, New Jersey,
hlm. 98
Djmarah, (2006). Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rieneka Cipta
Hasibuan, Malayu. (2009). Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalahnya, Jakarta:
Bumi Aksara.
Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
71
Hasibuan, Malayu. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Gunung Agung.
Hsiung, Chin-Min, (2011). Using Mastery Goals in Music to Increase Student Motivation.
Aplications of Researh in Music Edition, p. 3-9.
Kerlinger, Fred N, (2006). Asas-asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta: Gajah Mada
Universitas.
King, Laura A., (2010). Psikologi Umum, Jakarta: Salemba Humanika
Mangkunegara. (2010). Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika Aditama
Mangkunegara. (2005). Prilaku dan Budaya Organisasi, Bandung: Refika
Purwanto. (2010). Psikologi Pendidikan, Bandung,Remaja Rosda karya
Safarian, Trianto dan Uno, Hamzah. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta,
Bumi Aksara
Slameto., (2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta, Rineka Cipta.
Uno, Hamzah. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta, Bumi Aksara
Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja, Jakarta,Rajagrafindo Persada.
Zainun, Buchari. (2003). Manajemen Motivasi, Jakarta, Balai Aksara.
Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja, Jakarta,Rajagrafindo Persada.
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
72
ANALISIS PERBANDINGAN PERSENTASE REJECT SEBELUM DAN
SETELAH PENERAPAN PROJECT IMPROVEMENT TEAM DI MESIN
CUPFORMING LINE 3 DI PT D dan D PACKAGING INDONESIA
Iin Alma Pegaria
Institut Pertanian Bogor (IPB)
E-Mail: [email protected]
Abstract: The thesis aims to solve the problem in reducing reject level using PDCA and
8 Steps Quality Improvement. The results shows that the most dominant reject cup
because leak. Root causes of this reject caused by limitation of training to operator,
machine problem, no machine setting guidance and usage of more than one type of
material. Base on the root causes then improvements that have been made are operator
training, improved the machine, producing guidelines for setting the machine, and
allocation of material every single type of material in a period of time.
Keywords: PDCA, 8 Steps Quality Improvement, Reject Cup Forming.
Abstrak: Tesis ini bertujuan untuk memecahkan masalah dalam mengurangi tingkat
menolak menggunakan PDCA dan 8 Langkah Peningkatan Mutu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa yang paling dominan menolak cup karena kebocoran. Akar
penyebab ini menolak disebabkan oleh keterbatasan pelatihan untuk operator, masalah
mesin, tidak ada bimbingan pengaturan mesin dan penggunaan lebih dari satu jenis
bahan. Berdasarkan akar penyebab maka perbaikan yang telah dibuat adalah pelatihan
operator, meningkatkan mesin, pembuatan panduan pengaturan mesin, dan alokasi
bahan setiap jenis tunggal materi dalam jangka waktu tertentu.
Kata kunci: PDCA, 8 Langkah Peningkatan Mutu, Tolak Piala Pembentukan
PENDAHULUAN
Industri manufaktur sejenis dewasa ini berkembang sangat pesat, hal ini mengakibatkan
persaingan yang sangat ketat antar perusahaan sejenis. Persaingan tersebut dalam bentuk
desain, kualitas dan harga, sebagai supplier dituntut oleh manajemen untuk dapat
menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya, maka
para manajer dituntut untuk dapat merefleksikan keinginan manajemen dan customer
dengan beberapa cara diantaranya dengan melakukan efisiensi, meningkatkan
produktivitas dengan penurunan downtime dan reject saat memproduksi suatu produk.
Sedangkan untuk memenuhi persyaratan customer dapat dilakukan pengawasan terhadap
kualitas barang saat diproduksi, pengiriman tepat waktu dan harga yang kompetitif.
Pada triwulan pertama tahun 2011, masalah besar yang sering terjadi pada mesin cup
forming line 3 adalah meningkatnya persentase reject dibandingkan dengan triwulan
keempat tahun 2011 yaitu meningkat hingga diatas 3%, hal ini tidak sesuai dengan target
reject yang diterapkan untuk tahun 2011 yang seharusnya di bawah 1,5 persen, efeknya
mengakibatkan kendala rendahnya efisiensi mesin dan tingginya downtime. Jika hal
tersebut terus berlanjut dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif terhadap DIFOT
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
73
(Delivery In Full On Time) yang berakibat pada kepuasan pelanggan dimana salah satunya
adalah pengiriman tepat waktu dengan jumlah barang yang terkirim sesuai dengan pesanan
mereka namun di sisi lain harga tetap harus bersaing.
Dengan terbatasnya kapasitas mesin dan tenaga kerja yang ada, maka cara terbaik
untuk menghindari adanya over time atau waste yang tinggi jika sewaktu-waktu terjadi
peningkatan order mengingat mesin ini termasuk mesin idola adalah dengan menurunkan
tingkat reject barang sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja demi tercapainya
peningkatan kapasitas produksi yaitu dengan menerapkan Project Improvement Team
(PIT) yang merupakan salah satu bentuk kaizen untuk meningkatkan produktivitas kerja
operator yang bertujuan untuk mengurangi biaya untuk pengerjaan barang yang tidak baik
dan meningkatkan hasil order untuk memenuhi permintaan pelanggan.
Permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang
menyebabkan reject selama proses produksi?; (2) Bagaimana penerapan Project
Improvement Team (PIT) di mesin cup forming line 3 untuk mencapai penurunan reject
sesuai dengan target perusahaan?; (3) Berapa besarnya persentase reject sebelum dan
setelah penerapan PIT?
Maksud dan tujuan penelitian adalah: (1) Untuk menganalisis faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya reject selama proses produksi; (2) Untuk menghitung dan
menganalisis perbandingan persentase reject sebelum dan setelah penerapan PIT; (3)
Memberikan usulan perbaikan (standarisasi) untuk menurunkan reject selama proses cup
forming
Daya Saing Perusahaan Rendah
Tingginya Biaya Produksi
Meningkatnya Presentasi Reject
Analisa Penyebab Masalah (Fishbone Diagram)
Identifikasi Masalah Utama (Pareto)
Analisis GAP (Toleransi Reject vs Aktual Reject)
LANGKAH KE-1: Penentuan Tema
LANGKAH KE-2: Menganalisa kondisi yang ada
LANGKAH KE-3: Penentuan Target
LANGKAH KE-4: Rencana penanggulangan masalah
LANGKAH KE-5: Proses penanggulangan masalah
Kesimpulan dan Rekomendasi
LANGKAH KE-7: Standarisasi
LANGKAH KE-8: Menentukan langkah berikutnya
Tahapan
Action
Tahapan
Check
Tahapan
Do
Tahapan
Plan
LANGKAH KE-6:
Evaluasi
Tidak
Ya
8 LANGKAH
Gambar 1. Diagram Alir Rerangka Pemikiran
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
74
Gambar 1 merupakan kerangka pemikiran yang menjadi latar belakang ditulisnya karya
akhir ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan PIT, efisiensi biaya operasi sebelum
dan setelah PIT dan juga perbandingannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Langkah ke-1: Penentuan Tema. Penentuan tema dilakukan berdasarkan hasil meeting
Project Improvement Team, data yang diambil pada pendataan Reject Internal di bagian
Quality Control. Data reject selama periode Januari hingga Maret 2011 dapat dilihat
dalam Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Grafik Persentase Reject Periode Januari-Maret 2011
Sumber: data diolah
Setelah dibuat diagram pareto berdasarkan jenis reject diketahui bahwa reject terbagi
menjadi tiga kategori yaitu: leak base 92,01%, leak seam 7,02% dan seam seal 0,97%.
Dengan mengacu data tersebut maka diketahui bahwa masalah didominansi oleh reject
leak base yang mencapai 92,01%. Dengan demikian dalam hal ini, reject menurunkan
leak base adalah merupakan tema yang dipilih.
Gambar 3. Diagram Pareto Reject Berdasarkan Jenis Januari-Maret 2011
Sumber: data diolah
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
75
Langkah ke-2: Menganalisis Kondisi yang ada. Hasil diskusi anggota tim PIT dalam
menentukan faktor 4M-1E berdasarkan 5 Why’s dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penentuan Akar Masalah Dengan Metode 5 Why’s
Analisis kondisi yang ada dengan cara melakukan diskusi antar anggota Project
Improvement Team dan menggunakan alat bantu diagram tulang ikan (fishbone diagram)
yang ditinjau dari faktor 4M-1E dengan tujuan menemukan penyebab masalah baik
penyebab utama maupun penyebab lainnya. Hasil diskusi anggota tim PIT tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4.
4M-1E No Why Why Why Why Why
Man 1 Berbeda skill
setting bottom
feeder
Training operator
minim
Belum ada standar
setting mesin
Machine 2.1 Pola heater tidak
rata
Panas preheat
tidak rata
Output nozzle
tekanan angin
tidak rata
Nozzle yang
dipakai
tidak sesuai
2.2 Tekanan angin
kompressor
kurang stabil
Kompresor tidak
stabil
Tekanan
Kompressor
dibawah 6 Bar
2.3 Penambahan spray
di bottom finish
Untuk menghindari
baret/scratch
Ada kemungkinan
bagian yang
kasar/kurang halus
2.4 Posisi mandrell
tidak center
terhadap bottom
finish
Cam mandrell aus
(Lebih cepat
dibanding yang
lainnya)
Bushing dan Rail
di bottom finish
aus
Pelumasan
yang tidak
merata dan
tidak tepat
sasaran
Daily
lubricati
on tidak
dilakuka
n dengan
benar
Method 3 Belum ada standar
setting
Belum ada
panduan setting
mesin
Belum dibuat
Material 4 Material berbeda
karakter
Ada dua jenis
material yang
digunakan
Kebijakan
perusahaan
Env. 5 Tidak ada Tidak ada
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
76
Berbeda skill setting
bottom feeder
Training operator minim
MAN
Pola heater tidak rata Tekanan angin
kompressor kurang stabil
Kompresor tidak stabil
Untuk menghindari
baret/scratch
Ada kemungkinan bagian
yang kasar/kurang halus
Nozzle yang dipakai
tidak sesuai
Penambahan spray
dibottom finish
Output Nozzle
tekanan angin
tidak rata
Tidak
teridentifikasi
Posisi mandrell tidak center
terhadap bottom finish
MACHINE
LEAK
BASE
Belum ada panduan
setting mesin
Bushing dan Rail
dibottom finish aus
Cam mandrell aus (Lebih
cepat dibanding yang lainnya)
Belum ada standar setting
Ada dua jenis material
yang digunakan
Material berbeda karakter
Daily lubrication tidak
dilakukan dengan benar
Pelumasan yang tidak
merata dan tepat sasaran
METHOD
ENV.
MATERIAL
Belum ada standar
setting mesin
Panas preheat
tidak rata
Tekanan kompresor
dibawah 6 Bar
Belum dibuat
Kebijakan perusahaan
Gambar 4. Diagram fishbone Reject Leak Base
Sumber: data diolah
Langkah ke-3: Target. Target dari penyelesaian masalah ini adalah menurunkan reject
dari nilai rata-rata reject tiga bulan terakhir sebesar 3.32% menjadi sebesar 1.50% sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh manajemen.
Langkah ke-4: Rencana Penanggulangan Masalah. Identifikasi akar masalah dibuat
rencana penanggulangannya mengacu pada metode 5W+1H seperti tertera pada Tabel 2.
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
77
Tabel 2. Rencana Penanggulangan dengan Menggunakan Metode 5W + 1H
Sumber: Diolah penulis
Langkah ke-5: Proses Penanggulangan Masalah. Proses perbaikan atau
penanggulangan masalah:
(1) Training ini dilakukan selama satu hari dibagi ke dalam dua kelompok yaitu pada
tanggal 11 dan 13 April 2011 dengan tujuan pemahaman yang sama antar operator
dan untuk memperoleh masukan dari para operator tentang kendala yang ada saat
aktual produksi. Materi training mengacu pada panduan setting mesin yaitu proses
4M-1E No What Why How Who When Where
Man 1 Berbeda
skill
setting
bottom
feeder
Training operator
minim
Training operator mengacu standar
setting mesin
Engineering
Manager
13-Apr-12 Ruang
training
dan mesin Belum ada standar
setting mesin
Machine 2.1 Pola heater
tidak rata
Output Nozzle tekanan
angin tidak rata
1. Modifikasi Nozzle dari T ke L
2. Jarak kerapatan Rel Blank
dirapatkan
Engineering
Spv
4-Apr-12 Bengkel
Maintenanc
e Nozzle yang dipakai
tidak sesuai
Nozzle tidak sesuai
2.2 Tekanan
angin
kompressor
kurang
stabil
Kompresor tidak
stabil
Memastikan kompresor stabil
dengan cara dibuat terompet bunyi
otomatis saat kompresor turun
hingga dibawah 6 Bar kemudian
info ke bag. Eng. untuk di setting
Maintenanc
e Manager
3-Apr-12 Ruang
Kompress
or Tekanan kompresor
dibawah 6 Bar
2.3 Penambaha
n spray
dibottom
finish
Untuk menghindari
baret/scratch
Pisah spray bottom finish dan
tamper mineral oil
Maintenanc
e Staff
4-Apr-12 Area
mesin
Ada kemungkinan
bagian yang
kasar/kurang halus
Tambahkan selenoid pada
pengaturan spray
Foreman 3-Apr-12 Area
mesin
2.4 Posisi
mandrell
tidak
center
terhadap
bottom
finish
Cam mandrell aus,
Lebih cepat dibanding
yang lainnya
Setting sesuai standar Foreman 3-Apr-13 Area
mesin
Bushing dan rail di
bottom finish aus
Dibuatkan pelumasan otomatis
Engineering
Spv
5-Apr-12 Area
mesin Pelumasan yang tidak
merata dan tepat
sasaran
Daily lubrication
tidak dilakukan
dengan benar karena
manual
Method 3 Belum
ada
standar
setting
Belum ada panduan
setting mesin
Buat panduan setting mesin Production
Manager
9-Apr-12 Ruang
Produksi Belum dibuat
Material 4 Material
berbeda
karakter
Ada dua jenis material
yang digunakan
Alokasi hanya satu jenis material
pada periode tertentu
Planning
Manager
2-Apr-12 Kantor
Kebijakan perusahaan
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
78
setting mesin yang benar dan sesuai standar yang ditetapkan untuk mencapai produk
bermutu tinggi.
(2) Hasil perbaikan mesin adalah sebagai beikut: (a) Modifikasi nozzle dilakukan pada
tanggal 4 April 2011 di bengkel maintenance.; (b) Modifikasi kompressor yang
dilakukan pada tanggal 3 April 2011 bekerja sama dengan supplier kompresor.; (c)
Pada tanggal 3 April 2011 Foreman produksi melakukan penambahan solenoid dan
melakukan setting posisi mandrel sesuai dengan standarnya.; (d) Melakukan
pemisahan spray bottom finish dan tamper mineral oil pada 4 April 2011.; (e) Pada
tanggal 5 April 2011 membuatkan pelumasan otomatis pada bottom finish.
(3) Panduan setting mesin dalam bentuk instruksi kerja diselesaikan pada tanggal 9 April
2011.
(4) Mulai awal April, melakukan alokasi material yang digunakan berdasarkan minggu.
Langkah ke-6: Evalusi. Proses evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan
persentase total reject cup sebelum dan setelah dilakukan proses Project Improvement
Team (PIT). Hasil evaluasi perbandingan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Persentase Reject Sebelum dan Setelah Perbaikan
Sumber: data diolah
Sedangkan reject leak base jika dibandingkan sebelum dan setelah PIT maka hasilnya
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Persentase Reject Leak Base Sebelum dan Setelah Perbaikan
Sumber: data diolah
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
79
Grafik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa proses perbaikan mencapai target yang
direncanakan. Data diambil dan dimonitor sejak mulai perbaikan pada bulan April dan
dipantau terus hingga Juni 2011 untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil adalah
efektif.
Langkah ke-7: Standarisasi. Proses perbaikan dibuat menjadi standar kerja mulai dari
bagaimana setting mesin, proses lubrikasi hingga standar alokasi material yang digunakan.
Hal ini dituangkan dalam dokumen Panduan Setting Mesin Cup Forming Line 3 yang
berupa instruksi kerja.
Langkah ke-8: Menentukan Langkah Berikutnya. Langkah penentuan selanjutnya
ditentukan dari masalah yang diangkat dari masalah berikutnya yang belum sesuai target,
dan proses diulang dari awal yaitu tahap planning, sesuai dengan prinsip dari PDCA.
Akan tetapi jika sasaran telah tercapai sesuai dengan target yang sudah ditentukan dan
permasalahan tersebut bukanlah permasalahan yang sangat mengganggu proses kerja
maka langkah selanjutnya dapat dilihat dari data dengan faktor yang dominan atau
permasalahan terbesar.
Analisis. Berdasarkan analisis menggunakan metode fishbone, terjadinya reject leak base
disebabkan karena ada perbedaan keahlian operator saat setting mesin, beberapa
permasalahan mesin, belum adanya panduan setting mesin dan adanya penggunaan
material lebih dari satu jenis yang berbeda karakteristik dalam hari yang sama.
Dari usulan perbaikan dilakukan tidakan perbaikan: melakukan training pada
operator, proses perbaikan pada mesin, pembuatan buku panduan setting mesin, serta
alokasi material setiap satu jenis material dalam periode waktu tertentu.
Setelah dilakukan proses perbaikan penyelesaian masalah ini diperoleh hasil
persentase reject cup lebih kecil dari standar dimana terjadi penurunan reject dari diatas
3,00% menjadi di bawah target 1,50% yaitu 1,00%. Metode PDCA-8 langkah ini telah
berhasil mengatasi masalah reject cup yang cukup signifikan, dengan reject menurun
maka kualitas meningkat, tidak hanya itu karena berkurangnya reject cup juga
menyebabkan menurunnya mesin downtime dan meningkatnya mesin efisiensi dan pada
akhirnya DIFOT (Delivery In Full On Time) juga tinggi, hal ini membuat kepercayaan
konsumen meningkat yang berdampak positif terhadap perkembangan perusahaan di masa
depan dan sejalan dengan sasaran mutu perusahaan seperti disebutkan pada bab awal
pendahuluan.
PENUTUP
Kesimpulan. Kesimpulan yang didapat dari hasil penyelesaian masalah, penerapan dan
analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat dibuat kesimpulan sebagai
berikut: Pertama. Produk reject digolongkan 3 jenis yaitu leak base, leak seam dan seal
seam. Reject dominan yaitu leak base yang disebabkan perbedaan keahlian antar operator
dari sisi manusia, masalah mesin yaitu: pola panas preheat tidak rata, tekanan angin
kompressor kurang stabil, adanya penambahan spray di bottom finish, posisi mandrell
tidak center terhadap bottom finish. Sedangkan dari sisi metode disebabkan belum ada
standar setting dan dari sisi material adalah adanya perbedaan karakter dalam dua material.
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
80
Kedua. Tindakan perbaikan untuk menyelesaikam masalah reject leak base dilakukan
dengan cara: training untuk operator mesin cup forming line 3, perbaikan mesin dengan
cara: modifikasi nozzle, memastikan kompresor stabil, memisahkan spray bottom finish
dan tamper mineral oil, menambahkan selenoid pada pengaturan spray bottom finish,
setting posisi mandrell terhadap bottom finish sesuai standar dan dibuatkan pelumasan
secara semi otomatis pada cam mandrell. Selain itu dilakukan juga pembuatan panduan
setting mesin, serta alokasi material setiap satu jenis material dalam periode waktu tertentu
oleh Planning manager. Ketiga. Penyelesaian masalah menerapkan konsep PDCA dan
Delapan Langkah, hasil yang didapat adalah terjadinya penurunan reject cup leak base
dari di atas 3.00% menjadi kurang dari 1.00%, hal ini memenuhi target perusahaan yaitu
tidak melebihi dari 1,50%.
Rekomendasi. Rekomendasi untuk PT. DDPI yaitu: (1) Menetapkan dan menerbitkan
standar panduan standar setting mesin.; (2) Memastikan training diberikan untuk setiap
operator baru dan refreshing training untuk operator lama.; (3) Memastikan semua
komponen mesin terawat dan sesuai standar.; (4) Memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh
tim PIT demi tercapainya perbaikan tepat waktu.; (5) Membentuk tim-tim PIT baru dari
anggota yang berbeda agar kesadaran akan perbaikan dapat menjadi budaya perusahaan.;
(6) Memberikan waktu khusus di luar jam kerja untuk tim PIT agar dapat melakukan
pertemuan-pertemuan demi mendiskusikan perbaikan yang diinginkan.; (7) Rekomendasi
untuk penelitian selanjutnya adalah agar diteliti lebih lanjut mengenai PDCA dan Delapan
Langkah ditinjau dari tingkat efisiensi mesin dan mesin downtime sebelum dan setelah
perbaikan kualitas.
DAFTAR RUJUKAN
Ariani, Dorothea W, (2003). Manajemen Kualitas, Bogor: Ghalian Indonesia
Bayazir, Ozden. (2003). Total Quality Management (TQM) Practices In Turkish
Manufacturing Organizations. The TQM Magazine, Vol. 15 (5), 2003. pp 345-350
Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah. (2007). Gugus Kendali Mutu,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta
Feigenbaum, Armand V, (2002). Kendali Mutu Terpadu. Jakarta: Edisi ketiga. Erlangga.
Firmasyah, (2011). Analisis perbadingan efisiensi biaya operasi sebelum dan setelah
penerapan kaizen di Weatherstrip Door D12D PT IRC INOAC D16D PT IRC
INOAC Indonesia. Jakarta. Universitas Mercu Buana
Gasperz, Vincent. (2005). Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Heizer, Jay and Barry Render. (2006). Operations Management (Manajemen Operasi).
Jakarta : Salemba Empat.
Johnson, CN. (2002). Benefits of PDCA, ASQ Quality Progress , May 2002; 35,5 pp 120
Juran. (1988). Juran's Quality Control Handbook 1dan2, 4th edition, McGrawHill, Inc.
Liker, Jeffrey. (2006). The Toyota Way. Jakarta. Erlangga
Masaaki, Imai. (2001). Gemba Kaizen: A Commonsense, Low-Cost Approach To
Management. McGraw-Hill
Nasution, M. N., (2005). Manajemen Mutu Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.
Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
81
Reksohadiprojo, Soekanto dan Indriyo Gito Sudarmo. (2000). Manajemen Produksi.
Yogjakarta: Edisi keempat. BPFE.
Rahmasari, Yuliana. (2011). Analisi peningkatan kualitas pada divisi cetak koran dengan
metode USE-PDSA di PT. Masscomgraphy Semarang. Semarang. Universitas
Diponegoro
Sefrina, Mega. (2008). Aplikasi siklus PDCA (Plan, Do, Check ,Action) Dalam upaya
peningkatan mutu ayam goreng keres (Studi kasus di kedai ayam kremes “pinarak”
Semarang). Bogor: IPB
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
82
ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KESALAHAN
PENGIRIMAN BARANG DARI GUDANG
(STUDI KASUS: PT. NIRO CERAMIC SALES INDONESIA)
Donny Hendrawan
Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti
Email: [email protected]
Abstract: This thesis proposes to analyze some factors that caused error in delivery end
products from the warehouse to customer at PT. Niro Ceramic Sales Indonesia. This
research use the Five Whys Analysis and Fishbone Analysis as tools to identify some
factors that caused errors in delivery end products from the warehouse. Results of this
research showed that error of shipments of end products from warehouse to customer are
caused by humans (the employee do not have enough training and do not have enough
working hours) and methods (lack of Standart Operating Procedure, no exception rule
order for loyal customers and the material order request always urgently needed), even
for media or environment factors are not enough lighting and indoor building conditions
is not properly manage. Based on that result, this research proposes some recomendation
for the management of the company, i. e. conduct a routine training for all warehouse
personnel, add the number of warehouse personnel, change the working hours become
two shifts per day and evaluate daily expenditures‟s procedure for delivery of end
product from warehouse to the customer or to dealer.
Keywords: Error Delivery, Five Whys Analysis, Fishbone Analysis
Abstrak: Tesis ini mengusulkan untuk menganalisis beberapa faktor yang menyebabkan
kesalahan dalam produk akhir pengiriman dari gudang ke pelanggan di PT. Niro
Penjualan Keramik Indonesia. Penelitian ini menggunakan lima Analisis Mengapa dan
Analisis Fishbone sebagai alat untuk mengidentifikasi beberapa faktor yang
menyebabkan kesalahan dalam produk akhir pengiriman dari gudang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kesalahan pengiriman produk akhir dari gudang ke pelanggan
disebabkan oleh manusia (karyawan tidak memiliki pelatihan yang cukup dan tidak
memiliki jam kerja yang cukup) dan metode (kurangnya Standart Operating Procedure,
ada perintah aturan pengecualian untuk pelanggan setia dan order permintaan bahan
selalu sangat dibutuhkan), bahkan untuk media atau faktor lingkungan tidak cukup
pencahayaan dan kondisi bangunan dalam ruangan tidak benar mengelola. Berdasarkan
hasil tersebut, penelitian ini mengusulkan beberapa rekomendasi untuk pengelolaan
perusahaan, i. e. melakukan pelatihan rutin bagi semua personil gudang, tambahkan
jumlah personil gudang, mengubah jam kerja menjadi dua shift per hari dan
mengevaluasi prosedur pengeluaran sehari-hari untuk pengiriman produk akhir dari
gudang ke pelanggan atau ke dealer.
Kata kunci: Kesalahan Pengiriman, Lima Analisis Mengapa, Analisis Fishbone
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
83
PENDAHULUAN
Dewasa ini pertumbuhan industri yang sangat pesat menyebabkan persaingan yang sangat
kompleks dalam semua hal, khususnya dalam bidang industri manufaktur. Dalam industri
ini, setelah melewati beberapa macam proses produksi dan proses-proses sebelumnya
maka akan menghasilkan suatu product atau barang jadi (finished goods). Barang/product
yang sudah jadi ini, pada prosesnya kemudian diserahkan ke bagian gudang untuk
disimpan sebelum kemudian dilakukan proses pengiriman ke pelanggan (Hartungi, 2003).
PT. Niro Ceramic Sales Indonesia adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang
Granite Tile and Sanitary yang mempunyai beberapa gudang yang tersebar di seluruh
kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Pekanbaru dan sebagainya.
Selama ini banyak sekali keluhan dari bagian penjualan maupun dari pelanggan mengenai
terlalu seringnya pihak gudang melakukan kesalahan dalam mengirimkan barang,
kesalahan ini bisa berupa salah item, salah code, salah surface, salah lot shade, quantity
tidak sesuai dengan Surat jalan/DO (barang kurang atau lebih), barang masih tertinggal di
gudang (tidak terangkut) dan lain sebagainya.
Data di bawah ini merupakan daftar kesalahan pengiriman barang dari gudang dan
sudah dikeluhkan oleh pihak penjualan di sisi internal perusahaan maupun pihak eksternal
dari pelanggan (data diambil selama enam bulan terakhir), sebagai berikut:
Grafik 1. Jumlah Frekuensi Salah Kirim Barang dari Gudang
Sumber: data diolah
Berdasarkan Grafik 1 dapat disimpulkan bahwa selama 6 (enam) bulan di awal tahun
2011, frekuensi kesalahan pengiriman barang tertinggi terjadi di bulan Maret 2011 yaitu 6
kali kesalahan pengiriman barang dari total pengiriman sebanyak 40.344 dus. Frekuensi
kesalahan terendah terjadi di bulan Januari 2011 yang mengalami 3 kali kesalahan
pengiriman barang dari total pengiriman sebanyak 15.530 dus.
Selama ini keluhan yang disampaikan oleh pelanggan ke bagian penjualan dilakukan
dengan cara menuliskan email beserta dilampirkan foto pendukung dari barang yang salah
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
84
terkirim tersebut dan dari bagian penjualan diteruskan lagi ke bagian pengiriman/gudang
via email untuk bisa dicek, diklarifikasi dan ditindaklanjuti. Dari keluhan yang masuk
karena kesalahan pengiriman tersebut menimbulkan banyak sekali dampak atau akibat
yang ditimbulkan, baik dari sisi internal perusahaan maupun eksternal perusahaan.
Dampak internal bagi perusahaan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman barang
menyebabkan harus dilakukannya pengiriman ulang ke pelanggan.; (2) Kesalahan
pengiriman barang menyebabkan biaya tambahan untuk re-shipment ini.; (3) Kesalahan
pengiriman barang menyebabkan pihak gudang memerlukan tambahan waktu untuk re-
arrangement, melakukan loading on truck/containers dan unloading barang retur yang
salah.; (4) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak shipping departement harus
mencari lagi trucking/ekspedisi untuk mengirim ulang dan menarik barang yang salah
tersebut.; (5) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak sales/bagian penjualan
harus menginformasikan ulang skejul pengiriman kembali barang yang sesuai ke
pelanggan.
Dampak eksternal bagi perusahaan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman
barang menyebabkan lead time delivery tidak dapat terpenuhi, khususnya customer
project.; (2) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan tingkat kepercayaan konsumen
terutama toko dan sub-dealer menjadi berkurang dikarenakan seringnya kejadian seperti
ini.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Banyaknya keluhan dari bagian
penjualan maupun pelanggan bahwa gudang seringkali melakukan kesalahan dalam
pengiriman barang.; (2) Kesalahan bisa berupa salah kuantiti, salah tipe, salah lot-shade,
salah surface, aksesoris sanitary tidak lengkap dan sebagainya.; (3) Dampak yang
ditimbulkan dari kesalahan pengiriman barang ini yaitu tingkat kepercayaan customer
berkurang terhadap kebenaran barang kita kirim serta lead time delivery tidak terpenuhi,
khususnya pelanggan project.; (4) Dampak lainnya yaitu harus kirim ulang ke konsumen
barang yang benar, keluar biaya lagi untuk pengiriman, cancellation invoice dan faktur
pajak dan sebagainya.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang
dari gudang ini bisa seringkali terjadi dan hal ini bisa dirumuskan melalui beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan
terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang ?; (2) Dari beberapa faktor diatas,
faktor manakah yang paling dominan yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengiriman
barang dari gudang?; (3) Bagaimanakah solusi dan rekomendasi yang tepat untuk
perusahaan setelah mengetahui akar permasalahan dalam terjadinya kesalahan pengiriman
barang dari gudang?
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam Gambar 1.
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
85
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasakan Tabel 1. berikut, dapat dilihat bahwa beberapa kali kesalahan kirim barang
dari gudang diantaranya yaitu barang yang dikirim jumlahnya kelebihan atau kekurangan
(tidak sesuai dengan kuantiti di Surat Jalan) serta ada beberapa yang salah item code dan
surfacea.
Faktor-faktor Penyebab Kesalahan Pengiriman Barang. Kita bisa meng-identifikasi-
kan faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang (Harsono,
2008), dengan pengelompokan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman barang yang
disebabkan oleh Faktor Manusia (manpower/karyawan/staff gudang).; (2) Kesalahan
pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Metode (method/standart operating
procedure/SOP).; (3) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Material
(variansi product).; (4) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Media
(lingkungan kerja, waktu kerja, lay-out).; (5) Kesalahan pengiriman barang yang
disebabkan oleh Faktor Manajemen (supporting mananagement/soft skill training).
Diantara ke-5 faktor utama yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang tersebut
diatas, kita bisa cari tahu masing-masing penyebab (cause) dan alasan (reason), dengan
menggunakan teknik bertanya sebanyak 5 kali yang disebut Five Whys atau 5 WHYS
(Gasperz, 2000).
Analisa :
1. Five Whys Analysis
2. Fishbone Analysis
Analisa dari akar masalah penyebab salah kirim
barang dari gudang
Hasil :
Data :
Primer
Wawancara dengan divisi terkait.
Sekunder Hasil komplain dari shipping
departement dan sales selama 6
(enam) bulan.
Mjn pergud dan lay out
Analisa akar masalah
Teknik bertanya 5 Whys
Fishbone Diagram
Teori :
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
86
Tabel 1. Data Perincian Frekuensi Kesalahan Kirim Barang dari Gudang
Sumber: Dokumen PT. NCSI
Five Whys Analysis. Faktor Manpower. Masalah utama: Barang yang dikirim
jumlahnya tidak sesuai dengan surat jalan (terkadang kelebihan dan ada kalanya
kekurangan), yang intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa bisa salah kirim ?
Karena tally checker tidak teliti‟ (2) Mengapa tidak teliti ? Karena fisiknya kelelahan dan
kecapekan; (3) Mengapa kecapekan ? Karena kurang tidur atau kurang istirahat; (4)
Mengapa kurang isirahat ? Karena malam sebelumnya bekerja lembur; (5) Mengapa
sampai harus kerja lembur ? Karena order dari sales terlalu sore.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa ada suatu
prosedur yang tidak berjalan dengan semestinya, yaitu tidak adanya cut-off time terima
order, dari bagian sales support ke bagian shipping/distribution sehingga order di terima
gudang terlambat, yang menyebabkan staff gudang harus kerja sampai lembur sehingga
menyebabkan kelelahan secara fisik. Hal ini terkait erat dan masuk dalam kategori Faktor
Metode. Ada kalanya untuk case-case tertentu biasanya dengan dalih urgent dari sales
minta dikirim keesokan harinya, order diterima sore hari dan minta barang harus dikirim
besok paginya, sehingga terkadang bagian gudang harus lembur mempersiapkan
barangnya supaya bisa dikirim ke-esokan paginya.
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
87
Dengan teknik bertanya yang lain, dapat disampaikan sebagai berikut: (1) Mengapa bisa
salah kirim barang ? Karena staff gudang kurang terampil.; (2) Mengapa staff gudang
kurang terampil ? Karena kurangnya pengetahuan.; (3) Mengapa kurang pengetahuan ?
Karena tidak ada pelatihan khusus orang gudang dari manajemen.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa analisa
penyebab kesalahan kirim barang ini dikarenakan kurangnya keterlibatan dari pihak
Manajemen untuk memberikan pelatihan mengenai product knowledge dan pelatihan
lainnya yang mendukung operasional sehari-hari di lapangan. Hal ini terkait erat dan
masuk dalam kategori Faktor Manajemen.
Faktor Metode. Masalah utama: Barang yang dikirim terutama sanitary/WC banyak yang
kurang aksesoris dan kelengkapannya, serta beberapa ada yang cacat produksi yang
intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa barang tidak lengkap dikirim ke
customer ? Karena staff gudang tidak mempunyai waktu untuk mengecek isi kardus satu
per satu.; (2) Mengapa tidak mempunyai waktu untuk mengecek isi kardusnya ? Karena
barang disiapkan pagi itu juga disaat trucking sudah menunggu.; (3) Mengapa baru
disiapkan di hari yang sama ? Karena jika disiapkan sehari sebelumnya akan
menyebabkan overtime.; (4) Mengapa harus overtime ? Karena jam kerja hanya ada 1
shift, yaitu jam 08.00-17.00 WIB sedangkan order diterima setelah jam 16.00 WIB.; (5)
Mengapa cuma dibuat 1 shift di gudang NCSI ? Karena manpower terbatas.; (6) Mengapa
tidak mengusulkan penambahan manpower ? Karena tidak adanya budget penambahan
karyawan.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa kesalahan
pengiriman barang terjadi karena tidak adanya standart operating procedure (SOP) yang
jelas dan yang terukur. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat
disimpulkan bahwa faktor kesalahan pengirirman barang bisa disebabkan oleh akar
masalah sebagai berikut: (1) Jam kerja hanya 1 (satu) shift.; (2) Manpower terbatas; (3)
Budget tahunan tidak ada spare.
Untuk merubah jam kerja menjadi 2 shift diperlukan penambahan manpower dan ini
memerlukan keterlibatan dari sisi HR untuk menghitung berapa head count yang ada di
departemen tersebut dan disesuaikan dengan budget tahunan, sedang Manager Gudang
membuat perhitungan produktifitas manpower setiap bulan untuk pengajuan penambahan
manpower tersebut ke manajemen guna menghindari overtime dan mengurangi kesalahan
kirim barang. Hal ini masuk dalam kategori Faktor Metode dan Faktor Manajemen.
Faktor Material. Masalah utama: Barang yang dikirim ke customer banyak yang tidak
sesuai antara surat jalan dengan fisiknya, terutama di variansi ukuran misal di surat jalan
minta ukuran 30 x 60 cm yang dikirim ukuran 15 x 60 cm, atau mintanya warna putih
yang dikirim warna hitam, yang intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa
dapat barang yang dikirim tidak sesuai ? Karena tally checker gudang tidak secara detil
memperhatikan kode di surat jalan.; (2) Mengapa tidak di cek secara detil ? Karena begitu
banyaknya variansi quantity produk, variansi lot-shade, variansi ukuran dan variansi
surface dan jumlahnya banyak.; (3) Mengapa jumlah yang banyak eceran berada dalam
satu surat jalan ? Karena barang akan dipakai buat promosi, ke masing-masing toko atau
dealer dan dibagikan ke seluruh Indonesia.; (4) Mengapa barang yang jumlahnya eceran
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
88
tersebut, tidak di cek terlebih dahulu ? Karena permintaan mendadak dari sales atau
bagian promosi.; (5) Mengapa permintaan mendadak dari bagian promosi ? Karena tidak
adanya SOP permintaan barang.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa kesalahan
pengiriman barang terjadi karena banyaknya variansi produk, maka diperlukan
manajemen pengaturan pengambilan barang untuk keperluan promosi.
Sebagai contoh, misal dalam satu nomer Surat Jalan/DO ada sebanyak 33 lembar
dengan jumlah item sebanyak 100 item barang dan jumlahnya masing-masing 1 (satu)
dus, maka diperlukan beberapa hari sebelumnya bagi gudang untuk mempersiapkan
barangnya. Hal ini termasuk kategori Faktor Metode.
Faktor Media. Masalah utama: Barang yang dikirim ke customer banyak yang tidak
sesuai antara surat jalan dengan fisiknya, terutama di item code-lot shading, di surat jalan
minta tipe Ester GMA07 lot R1123A3M3 sedang fisik yang dikirim adalah Carolina
GMA02 lot R1123A3M3, yang intinya adalah salah kirim barang juga.
1. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena helper gudang yang ambil barang dari lokasi
tidak teliti.
2. Mengapa helper tidak teliti waktu pengambilan barang dari lokasi ? Karena lokasi
penempatan barang tersebut terletak di gudang paling belakang, yang kondisi
penerangannya temaram, sehingga pandangan mata helper terganggu.
3. Mengapa bisa begitu, apakah ada alasan yang lain lagi ? Karena selain temaram,
kondisi sebagian atap bocor sehingga menyebabkan kardus keramik beberapa ada
yang basah dan rusak sehingga tulisan/marking item di kardus hilang serta samar
sehingga helper banyak yang ragu-ragu serta asal ambil saja barangnya.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa lay-out
lokasi penempatan barang perlu ditinjau ulang. Sedangkan dari sisi lay-out pengaturan 1
pintu saja untuk transfer in dan 1 pintu lain lagi untuk transfer out, untuk lebih
memudahkan tally checker dan supervisor dalam mengontrol keluar masuknya barang.
Hal ini masuk kategori faktor Media/Lingkungan/Environment.
Faktor Manajemen. Masalah utama: Barang yang dikirim tipenya tidak sesuai antara
fisik dengan surat jalan, di surat jalan yang diminta permukaan (surface) keramik yang
halus, dikirimnya permukaan (surface) keramik yang kasar, yang intinya adalah salah
kirim barang juga. (1) Mengapa bisa salah kirim barang ? Karena tally checker tidak
mengecek tulisan marking di kardus dan tidak cek di Surat Jalan.; (2) Mengapa tidak di
cek ? Karena order diterima oleh gudang terlalu sore.; (3) Mengapa order diterima telat,
tetap saja barang minta dikirim keesokan harinya ? Karena adanya keputusan tidak tepat
dari manajemen tentang prosedur pengiriman barang.; (4) Mengapa bisa keputusan dari
manajemen tidak tepat ? Karena adanya ke-berpihak-an terhadap customer tertentu.; (5)
Mengapa bisa berpihak ke salah satu customer ? Karena tidak adanya aturan baku tentang
pengecualian order. Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara
bahwa tidak adanya aturan yang baku tentang pengecualian order bisa membuat gudang
melakukan kesalahan dalam pengiriman barang. Hal ini masuk kedalam kategori Faktor
Manajemen.
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
89
Pemetaan Fishbone Diagram. Dalam teknik bertanya 5 whys hasil yang diperoleh adalah
saling berhubungan dan keterkaitan antara satu dengan yang lain, misalkan kita tetapkan
faktor manpower maka jika diurutkan satu persatu dengan beberapa pertanyaan akan
bersinergi dengan faktor lain seperti faktor metode, media, manajemen dan lain
sebagainya. Dengan melakukan analisa dan diagnosa untuk mengidentifikasi faktor faktor
yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang,, maka dari hasil analisa dan
beberapa wawancara dengan metode 5 Whys diatas, dapat di petakan hasilnya kedalam
diagram fishbone seperti gambar 2 di bawah ini.
Dari Gambar 2. dibawah ini, terlihat bahwa kejadian salah kirim barang yang
disebabkan oleh beberapa faktor 5 M mempunyai kesimpulan dan hasil akhir yang
kesemuanya (paling dominan) disebabkan oleh Faktor Metode / SOP.
Gambar 2. Pemetaan Diagram Fishbone Salah Kirim Barang
Sumber: diolah penulis
Faktor Paling Dominan Penyebab Kesalahan Pengiriman Brg dari Gudang. Dari
hasil wawancara dengan menggunakan Teknik Five Whys diatas, dapat diperoleh hasil
sebagai berikut: (1) Untuk Faktor Manpower, setelah dilakukan hasil wawancara yang
berkaitan dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode dan Faktor
Manajemen.; (2) Untuk Faktor Method, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan
dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode dan Faktor Manajemen.; (3)
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
90
Untuk Faktor Materials, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal ini,
hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode.; (4) Untuk Faktor
Media/Lingkungan/Environment, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan
dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Media dan Faktor Manajemen.; (5)
Untuk Faktor Management, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal
ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode. Oleh sebab itu, dari beberapa macam
diatas dapat ditentukan bahwa Faktor yang Paling Dominan dalam penyebab terjadinya
kesalahan pengiriman barang dari gudang yaitu Faktor Metode.
Upaya Perbaikan Kesalahan Pengiriman Barang. Dari banyak faktor diatas yang
menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang, maka bisa diberikan beberapa
alternatif solusi untuk mengurangi masalah tersebut diatas sebagai berikut:
1. Mereview semua proses bisnis internal perusahaan. Dari departemen penjualan, sales
support, shipping dan warehouse department semua saling keterkaitan, sejak
menerima order dari customer, pengecekan stock availability, pemesananan ekspedisi
atau trucking dan proses penyiapan barang sebelum dikirim ke customer.
2. Memberikan 2 alternatif untuk meng-absorp schedulle delivery. Untuk bisa meng-
absorp schedulle delivery sehari-hari, maka diperlukan 2 (dua) alternatif yang harus
dilakukan diantaranya sebagai berikut: (a) Memberikan overtime kepada personil
gudang atau jam kerja dibuat menjadi 2 shift.; (b) Jika jam kerja dibuat menjadi 2 shift,
maka akan ada penambahan anpower.
3. Merubah prosedur pengambilan barang khusus sample atau promosi dari H-1 menjadi
H-2 atau H-3 untuk memberikan ruang bagi bagian gudang dalam mempersiapkan
segala sesuatunya.
4. Perbaiki kondisi fisik, sarana dan prasarana gudang. Dengan melihat kondisi fisik
bangunan atau gudang, baik sarana dan prasarana, maka perlu dilakukan hal-hal
sebagai berikut: (a) Terutama atap yang bocor supaya tidak mengakibatkan kondisi
kardus rusak, basah, sobek, tinta marking di kardus hilang atau samar sehingga
mengakibatkan helper gudang kesulitan dalam membaca kode barang di box sehingga
salah ambil.; (b) Tambahkan penerangan yang maksimal supaya untuk beberapa
gudang yang kondisinya dibelakang dan gelap, kondisi barang dan tulisan di marking
bisa terlihat dengan maksimal.; (c) Desain lay-out gudang secara maksimal, buat jalur
transfer in dan transfer out dalam satu pintu, untuk lebih mempermudah pengawasan
keluar masuknya barang, merubah komposisi pengaturan penempatan barang dengan
teori FIFO dan LIFO.
5. Keterlibatan dari manajemen guna memberikan pelatihan dan terus menerus terutama
tentang Product Knowledge beserta update-nya, tidak hanya kepada sales and
marketing tapi juga kepada staff gudang atau back office.
Dari beberapa analisa faktor penyebab kesalahan pengiriman diatas serta faktor
mana saja yang paling dominan yang menyebabkannya, dapat diketahui bahwa Faktor
Metode memiliki peran yang cukup besar sebagai penyebab utama timbulnya kesalahan
pengiriman barang, sedangkan untuk Faktor Manajemen menempati urutan berikutnya,
sebagai faktor yang paling dominan yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari
gudang ini bisa terjadi.
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
91
Adapun dari Tabel 2 berikut ini bisa diketahui beberapa faktor yang menyebabkan
kesalahan pengiriman barang dari gudang beserta rekomendasi atau upaya perbaikan yang
wajib dilakukan oleh perusahaan untuk setidaknya meminimalisasi terjadinya kesalahan
pengiriman barang dari gudang dengan berdasarkan unsur 5 W + 1 H yaitu Why, What,
Who, When, Where dan How yang kesemuanya diuraikan satu per satu dalam Tabel 2
berikut ini.
Tabel 2. Upaya Perbaikan bagi Manajemen berdasarkan Unsur 5 W (Why, What, Who,
When and Where) + 1 H
(How.)
Sumber: diolah penulis
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
92
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Setelah diidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan
pengiriman barang dari gudang PT. NCSI diketahui dan disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut: faktor manpower (manusia), faktor method (metode), faktor materials
(varians product), faktor media (lingkungan kerja) dan faktor management (manajemen
perusahaan) atau biasa disebut dengan 5 M dan dari kelima faktor tersebut di atas, bisa
diperinci detil dari akar masalahnya berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
departemen terkait dengan menggunakan teknik Five Whys yaitu sebagai berikut: (1)
Faktor Manusia, akar permasalahannya yaitu kurang pelatihan dan order masuknya ke
gudang terlalu sore.; (2) Faktor Metode, akar permasalahannya yaitu pada jam kerja yang
hanya 1 (satu) shift dan keterbatasan manpower gudang.; (3) Faktor Material, akar
permasalahannya yaitu pada jumlah varians dan banyaknya barang serta tidak adanya
SOP permintaan.; (4) Faktor Media, akar permasalahannya yaitu pada penerangan yang
kurang terang dan atap yang bocor sehingga menyebabkan marking di kardus di rusak,
serta lay-out tidak cocok.; (5) Faktor Manajemen, akar permasalahannya yaitu tidak
adanya aturan baku tentang pengecualian order. Kedua. Penyebab utama dari terjadinya
salah pengiriman barang dari gudang adalah sangat komplek dan kalau dibuatkan urutan
berdasarkan faktor yang paling dominan yaitu: Faktor Metode. Tidak menutup
kemungkinan dari masing-masing faktor diatas saling keterkaitan antara yang satu dengan
yang lain, misalkan faktor manusia atau tingkat ketelitian dari staff yang ada di lapangan,
terkait juga oleh faktor metode yaitu prosedur pengiriman barang dari gudang serta faktor
material yaitu variasi jenis produk yang dimiliki oleh perusahaan tersebut serta faktor
manajemen perusahaan yang mau tidak mau juga turut ambil bagian dalam menciptakan
suatu proses terjadinya kesalahan pengiriman barang. Ketiga. Adapun usulan atau upaya
perbaikan yang wajib dilakukan oleh perusahaan yaitu mengenai perubahan jam kerja
karyawan gudang, membuatkan SOP yang baku, merubah komposisi lay out penempatan
barang, merubah pola pengiriman barang promosi dari H-1 menjadi H-3 dan me-review
internal bisnis proses perusahaan serta untuk faktor manajemen diperlukan turun tangan
secara langsung dari level top-management untuk menganalisa bisnis proses dan dari
Human Resources-Training Department memberikan pelatihan berupa product
knowledge.
Rekomendasi. Setelah dilakukan penelitian, analisa data dan pengamatan di lapangan
serta wawancara dengan beberapa departemen terkait, maka bisa diberikan solusi, usulan
dan rekomendasi bagi perusahaan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan, dari sisi:
1. Faktor Metode. Rekomendasi yang tepat dan sesuai bagi perusahaan untuk
menyelesaikan masalah mengenai pengiriman barang dari faktor metode, diantaranya
yaitu: (a) Melakukan review mengenai internal proses, dari terima Purchase Order
sampai melakukan pengiriman ke customer.; (b) Membuat batasan cut-off secara
sistem, dengan cara menentukan time limit penerimaan order dari sales department.;
(c) Membuat SOP mengenai pelaksaaan proses In-Out di gudang, yaitu proses
penerimaan barang import, barang transit, barang retur dan proses pengiriman barang
kepada customer.; (d) Membuat SOP mengenai pengecekan secara fisik dan
kelengkapannya untuk barang jenis sanitary (acsesories and physically check list).; (e)
Merubah jam kerja dari 1 shift menjadi 2 shift.; (f) Mengganti prosedur pengiriman
Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
93
barang khusus promosi, yang sebelumnya H-1 menjadi H-2 atau H-3.; (g) Merubah
komposisi penyusunan barang serta metode pengambilan barang (Mulcahy, 2004) dari
LIFO (Last In First Out) menjadi FIFO (First In First Out).
2. Faktor Manajemen. Rekomendasi yang tepat dan sesuai bagi perusahaan untuk
menyelesaikan masalah mengenai pengiriman barang dari faktor manajemen,
diantaranya yaitu: (a) Mengesahkan SOP pengiriman barang yang sudah dirancang,
dibuat dan disepakati bersama di level manajerial.; (b) Memberikan sosialisasi kepada
seluruh karyawan, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung,
mengenai standart baku dan prosedur baru tentang proses pengiriman barang agar
sampai di customer dengan cepat dan tepat.; (c) Menambah manpower gudang atas
rekomendasi dari manager atau kepala gudang.; (d) Menghitung existing head count
dan mencocokkannya dengan annually budget yang sudah disepakati sebelumnya.; (e)
Menyetujui dan mengesahkan perubahan jam kerja dari 1 shift (jam 08.00–17.00)
menjadi 2 shift (jam 07.00–15.00 dan jam 15.00– 23.00).; (f) Menyetujui dan
mengesahkan prosedur pengambilan barang sampel atau promosi dari H-1 menjadi H-2
atau H-3 sehingga bisa memberikan ruang dan waktu bagi personil gudang untuk
menyiapkan barangnya.; (g) Menyetujui, mengesahkan dan memberikan penekanan
terhadap para sales and marketing department untuk bisa memprioritaskan penjualan
yang barang-barang tipe lama (old stock) disamping barang-barang tipe baru (new
product), guna meng-antisipasi banyaknya persediaan barang slow-moving.; (h)
Memberikan assignment kepada Human Resources and Training Department untuk
melakukan pelatihan kepada personil gudang tentang Product Knowledge, Production
and Flow Process, Safety Induction and Warehouse Management System, yang mana
pelatihan ini tidak terbatas hanya kepada bagian Sales and Marketing atau back office
saja.; (i) Memberikan penilaian dan appraisal terhadap personil gudang setelah
dilakukan pelatihan secara intensif dan reguler.; (j) Memberikan bimbingan, arahan
dan konseling kepada personil gudang atau tally checker yang melakukan kesalahan
dalam pengiriman barang di lapangan.; (k) Memanggil kontraktor guna memperbaiki
sarana dan prasarana gudang, seperti menambahkan lampu penerangan di area gudang
sehingga tidak temaram di malam hari, menambal atap yang bocor jika musim
penghujan serta merapikan lantai yang berlubang dan tidak rata.; (l) Memanggil
konsultan sistem untuk me-review penggunaan modul MFG Pro di perusahaan trading
seperti PT. NCSI.
DAFTAR RUJUKAN
Gasperz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Siqma terintegrasi dengan
ISO 9001: 2000, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Harsono, Ari. (2008). Metode Analisis Akar Masalah dan Solusi. Makara, Sosial
Humaniora, Vol. 12, (2), Desember 2008: 72-81
Hartungi, Djufri. (2003). Training Manajemen Pergudangan, C dan G Training Network
Mulcahy, David E., (2004). Warehouse Distribution dan Operations Hand Book, Grand
Rapids Michigan, Mc Graw Hill Inc.
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
94
PENGARUH ORIENTASI PASAR TERHADAP ORIENTASI STRATEGIS
ALTERNATIF DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA BISNIS
PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN
DI KOTA TANGERANG DAN JAKARTA INDONESIA
Johan Doerlaksono
Institut Teknologi Surabaya (ITS)
E-mail: [email protected] dan [email protected]
Abstract: The purpose of this study was to research the influence of the market
orientation on the alternative strategic orientations and their impact on business
performance on companies in the city of Tangerang and Jakarta, Indonesia. Alternative
strategic orientations in this study is innovation, learning, entrepreneurial and employee
orientations. This research is associative causal relationship to determine a causal
relationship between the independent variable, market orientation, intermediate
variables, innovation, learning, entrepreneurial and employee orientation, and
dependent variable, business performance. This study using the Structural Equation
Modeling (SEM).The results of the SEM analysis shows effect of market orientation on
innovation, learning, entrepreneurship, employee orientation and direct impact on
business performance gives the figure a significant correlation. The effect of learning
orientation on business performance gives the figures a moderate correlation. Effect of
employee orientation on business performance gives the figure a low correlation .
Innovation and entrepreneurial orientation influence on the business performance gives
the figure a negative correlation.The researcher recommends that the variables that
have significant correlations can be implemented while the variables that have a
moderate, low and negative correlation are recommended for future research to improve
the questionnaire‟s statements and respondent terms of both quality and quantity.
Key words: Market, Innovation, Learning, Entrepreneurial, Employee, Business
Performance.
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh orientasi pasar
terhadap orientasi strategis alternatif dan dampaknya terhadap kinerja bisnis pada
perusahaan di Kota Tangerang dan Jakarta, Indonesia. Orientasi strategis Alternatif
dalam penelitian ini adalah inovasi, pembelajaran, orientasi kewirausahaan dan
karyawan. Penelitian ini merupakan hubungan asosiatif kausal untuk menentukan
hubungan sebab akibat antara variabel independen, orientasi pasar, variabel perantara,
inovasi, pembelajaran, orientasi kewirausahaan dan karyawan, dan variabel dependen,
kinerja bisnis. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) .The
hasil analisis SEM menunjukkan pengaruh orientasi pasar terhadap inovasi,
pembelajaran, kewirausahaan, orientasi karyawan dan berdampak langsung pada
kinerja bisnis memberikan angka korelasi yang signifikan. Pengaruh orientasi pada
kinerja bisnis belajar memberikan angka korelasi yang moderat. Pengaruh orientasi
karyawan terhadap kinerja bisnis memberikan angka korelasi yang rendah. Inovasi dan
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
95
kewirausahaan orientasi berpengaruh terhadap kinerja bisnis menghasilkan angka
seorang peneliti correlation.The negatif merekomendasikan bahwa variabel yang
memiliki korelasi yang signifikan dapat diimplementasikan sedangkan variabel yang
memiliki korelasi sedang, rendah dan negatif yang direkomendasikan untuk penelitian
masa depan untuk meningkatkan kuesioner ini pernyataan dan persyaratan responden
baik kualitas dan kuantitas.
Kata kunci: Pasar, Inovasi, Belajar, Wirausaha, Karyawan, Kinerja Bisnis.
PENDAHULUAN
Kondisi rugi atau pailitnya perusahaan adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan dan
menyangkut nasib semua orang yang terlibat baik didalam perusahaan maupun diluar
perusahaan. Menurut TEMPO.CO tertanggal 9 Nopember 2011, Dinas Perindustrian dan
Koperasi Pemerintah Kota Tangerang menerima laporan penutupan pabrik, baik industri
kecil, menengah, maupun besar. Sepanjang tiga tahun terakhir dari 2010, 2011 dan 2011
ada 13 pabrik yang tutup dengan alasan pailit.
Data dari Tribunnews.com tertanggal 27 Januari 2013 menyebutkan bahwa di dalam
aturan penangguhan upah buruh, menyatakan audit keuangan perusahaan harus
menyatakan bahwa perusahaan harus menyatakan rugi 2 tahun. Sampai saat ini sudah ada
908 perusahaan yang meminta penangguhan akibat kenaikan Upah Minimum Propinsi
khususnya di DKI Jakarta. Dari 908 perusahaan hanya 47 perusahaan yang dikabulkan.
Dari berita tersebut dapat disimpulkan bahwa minimal ada 47 perusahaan di Jakarta yang
selama dua tahun dalam kondisi rugi. Karena tidak memungkinkan untuk mendapatkan
informasi tentang penyebab pailit atau ruginya perusahaan-perusahaan tersebut, penulis
melakukan studi literatur tentang penyebab pailit atau ruginya perusahaan. Penemuan dari
penelitian menunjukkan bahwa kegagalan bisnis disebabkan oleh beberapa penyebab
diantaranya adalah tekanan dari pesaing dan pemain baru, rendahnya sales (Oparanwa,
Hamilton, dan Opibi, 2010). Selain itu salah satu penyebab kegagalan bisnis adalah tidak
merespon sebagaimana mestinya terhadap perubahan pasar secara cepat (WGdanL
Accounting News, 1984). Ini menunjukkan salah satu faktor kegagalan bisnis atau pailit
disebabkan karena kurangnya orientasi pasar.
Disisi lain kondisi di Indonesia sangat mendukung untuk pertumbuhan Industri.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap relative tinggi sejak tahun 2008 sampai kuartal II
2011. 2005 pertumbuhannya 5,7%, 2006 pertumbuhannya 5,5%, 2007 pertumbuhannya
6,3%, 2008 pertumbuhannya 6,0%, 2009 pertumbuhannya 4,6%, 2010 pertumbuhannya
6,1%, 2011 pertmbuhannya 6,5%, 2011 Q1 pertumbuhannya 6,3% dan 2011 Q2
pertumbuhannya 6,4% (Taufik, 2011, 69).
Menurut Kertajaya (2011), pada tahun 2010 golongan penduduk Indonesia golongan
menengah mencapai 134 Juta atau 56,5% penduduk Indonesia Penduduk Indonesia
golongan menengah ini adalah penduduk yang mempunyai pengeluaran 2 sampai dengan
20 Dolar Amerika per hari dan ini menjadi kekuatan pasar yang nyata di Indonesia.
Perusahaan agar bisa bertahan dan berkembang harus mempunyai kinerja bisnis
yang bagus. Oleh karena itu perusahaan harus mengetahui variabel-variabel yang
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
96
mempunyai pengaruh yang secara signifikan berdampak terhadap kinerja bisnis sehingga
dapat menerapkan strategi-strategi yang efektif dan efisien untuk mencapai target kinerja
bisnis yang telah ditetapkan.
Melihat kondisi ini, peneliti ingin meneliti pengaruh Orientasi Pasar terhadap
Orientasi Strategi Alternatif dan dampaknya terhadap Kinerja Bisnis. Dalam kontek
Orientasi Pasar, orientasi strategi alternatif yang mempunyai kontribusi terhadap
keunggulan bersaing perusahaan adalah Orientasi Inovasi, Orientasi Pembelajaran,
Orientasi Kewirausahaan dan Orientasi Karyawan. Obyek yang akan kami teliti adalah
industri sedang dan besar yang berada di wilayah Kota Tangerang dan Jakarta.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pengaruh Orientasi
Pasar terhadap Orientasi Inovasi.; (2) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap
Orientasi Pembelajaran.; (3) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi
Kewirausahaan.; (4) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi
Karyawan.; (5) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis.; (6)
Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.; (7)
Bagaimanakah pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis.; (8)
Bagaimanakah pengaruh Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis.; (9) Bagaimanakah
pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis.
Kerangka Pemikiran. Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti ditunjukkan
didalam Gambar 1. berikut.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hipotesis. Hipotesis untuk penelitian ini ada sembilan hipotesis yang diuraikan sebagai
berikut:
H1 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Inovasi.
H2 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran.
H3 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
97
H4 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan.
H5 Terdapat pengaruh dari Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis..
H6 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.
H7 Terdapat pengaruh dari Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis.
H8 Terdapat pengaruh dari Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis.
H9 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah terkumpul 72 kuesioner dari 72 perusahaan yang terdiri dari 59
kuesioner melalui email dan 13 kuesioner hardcopy langsung. Setiap perusahaan diwakili
oleh satu orang responden. Adapun karakteristik responden adalah seperti pada table 1. di
bawah.
Dari 72 responden yang ada, dari karakteristik jenis kelamin yang terbanyak adalah
pria yaitu sebanyak 60 responden (83,3%). Dari karakteristik pendidikan yang terbanyak
adalah responden berpendidikan S1 sebanyak 51 responden (70,8%), dan urutan kedua
adalah responden berpendidikan S2/S3 yaitu 16 responden (22,2%). Dari karakteristik
Jabatan yang terbanyak adalah responden yang mempunyai jabatan manajer/staf yaitu 56
responden (77,8%), sedangkan urutan kedua adalah pemilik perusahaan dengan jumlah 8
responden. Dari karakteristik bentuk usaha, yang terbanyak adalah dalam bentuk
Perseroan Terbatas (PT) yaitu berjumlah 58 (80.6%) perusahaan. Dari karakteristik jumlah
pegawai yang terbanyak adalah perusahaan yang mempunyai pegawai lebih besar dari 99
orang (>99) yaitu memiliki pegawai 50 orang (69,4%) dan sisanya 22 perusahaan (30,6%)
adalah perusahaan yang mempunyai pegawai antara 20 – 99 orang. Karakteristik menurut
lokasi perusahaan yang terbanyak adalah perusahaan yang berlokasi di Jakarta yaitu 49
perusahaan (68,1%) dan sisanya berlokasi di Tangerang yaitu berjumlah 23 perusahaan
(31,9%).
Tabel 1. Karakteristik Responden
DESKRIPSI JUMLAH %
Jenis Kelamin:
Pria 60 83.3
Wanita 12 16.7
Total 72 100.0
Pendidikan:
SMU 2 2.8
Diploma 3 4.2
S1 51 70.8
S2/S3 16 22.2
Total 72 100.0
Jabatan:
Pemilik 8 11.1
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
98
DESKRIPSI JUMLAH %
Direktur 6 8.3
Manajer/Staf 56 77.8
Lainnya 2 2.8
Total 72 100.0
Bentuk Usaha:
Perseroan Terbatas 58 80.6
Lainnya 14 19.4
Total 72 100.0
Jumlah Pegawai :
20 - 90 22 30.6
>90 50 69.4
Total 72 100.0
Lokasi:
Tangerang 23 31.9
Jakarta 49 68.1
Total 72 100.0
Sumber: diolah penulis
Analisis Hubungan. Di dalam analisa hubungan indikator dengan konstruk masih
digunakan notasi yang ada didalam AMOS diantarannya untuk arah panah untuk indikator
berlawanan arah dengan arah anak panah konvensional. Nama indikator tidak boleh ada
spasi dan disingkat menjadi 2 atau 3 suku kata.
Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk. Variabel Kinerja Bisnis. Hubungan
antara indikator-indikator untuk Variabel Kinerja Bisnis ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Kinerja Bisnis
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
Untung <--- KinerjaBisnis 0.635
sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya
≥ 0.5
Bagian dr Konstruk
PertumbuhanPenjualan <---
KinerjaBisnis 0.809 Bagian dr Konstruk
KepuasanPelanggan <---
KinerjaBisnis 0.675 Bagian dr Konstruk
ProdukBaru <--- KinerjaBisnis 0.769 Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
99
Dari Tabel 2. keempat indikator yaitu untung, pertumbuhan penjualan, kepuasan
pelanggan dan produk baru yang sukses nilai factor loading lebih besar dari 0,5 dan dapat
disimpulkan semua indikator adalah bagian dari konstruk Kinerja Bisnis.
Variabel Orientasi Pasar. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi
Pasar ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 9 indikator untuk
orientasi pasar ada 8 indikator yaitu “Kontribusi Nilai Pelanggan”, “Informasi Ke
Fungsi”, “Pelayanan Purna Jua”, “Mengukur Kepuasan Pelanggan”, “Tujuan Kepuasan
Pelanggan”, “Kebutuhan Pelanggan”, “Nilai Pelanggan”, “Komitmen Pelanggan”
mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 dan dapat disimpulkan 8 indikator
adalah bagian dari konstruk orientasi pasar. Sedangkan indikator “Membagi Informasi
Pesaing” mempunyai nilai 0.473 dimana nilai ini mendekati 0,5 dan dianggap masih
bagian dari konstruk.
Tabel 3. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Pasar
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
KontribusiNilaiPelanggan <--- OrientasiPasar 0.634
sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya
≥ 0.5
Bagian dr
Konstruk
InformasiKeFungsi <--- OrientasiPasar 0.694 Bagian dr
Konstruk
MembagiInformasiPesaing <--- OrientasiPasar 0.473 Bagian dr
Konstruk
PelayananPurnaJual <--- OrientasiPasar 0.635 Bagian dr
Konstruk
MengukurKepuasanPelanggan <---
OrientasiPasar 0.717
Bagian dr
Konstruk
TujuanKepuasanPelanggan <--- OrientasiPasar 0.743 Bagian dr
Konstruk
KebutuhanPelanggan <--- OrientasiPasar 0.600 Bagian dr
Konstruk
NilaiPelanggan <--- OrientasiPasar 0.720 Bagian dr
Konstruk
KomitmenPelanggan <--- OrientasiPasar 0.685 Bagian dr
Konstruk
Sumber: data diolah
Variabel Orientasi Inovasi. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel
Orientasi Pasar ditunjukkan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Inovasi
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
KeinovasianManajemen <---
OrientasiInovasi 0.732
sebuah
indikator Bagian dr Konstruk
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
100
KeinovasianLayanan <---
OrientasiInovasi 0.629
bagian dari
konstruknya
jika faktor
loadingnya
≥ 0.5
Bagian dr Konstruk
KemampuanBerinovasi <---
OrientasiInovasi 0.715 Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah
Dari Tabel 4 ada 3 dijelaskan bahwa indikator untuk variabel orientasi inovasi yaitu
“KeinovasianManajemen”, “KeinovasianLayanan” dan “KemampuanBerinovasi”. Semua
indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan
bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi.
Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Pembelajaran ditunjukkan
dalam Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Pembelajaran
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
KomitmenBelajar <---
OrientasiPembelajaran 0.830
sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya
≥ 0.5
Bagian dr Konstruk
VisiPosisiArah <---
OrientasiPembelajaran 0.879 Bagian dr Konstruk
VisiDikomunikasikan <---
OrientasiPembelajaran 0.817 Bagian dr Konstruk
PikiranTerbuka <---
OrientasiPembelajaran 0.693 Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah
Dari Tabel 5 ada 4 indikator untuk variabel orientasi pembelajaran yaitu
“KomitmenBelajar”, “VisiPosisiArah”, VisiDikomunikasikan dan “PikiranTerbuka”.
Semua indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat
disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi
inovasi. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Kewirausahaan
ditunjukkan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Kewirausahaan
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
Proaktif <---
OrientasiKewirausahaan 0.597 sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya
≥ 0.5
Bagian dr Konstruk
PengambilanResiko <---
OrientasiKewirausahaan 0.702 Bagian dr Konstruk
Inovasi <---
OrientasiKewirausahaan 0.742 Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
101
Dari Tabel 6. ada 3 indikator untuk variabel orientasi inovasi yaitu “Proaktif”,
“PengambilanResiko” dan “Inovasi”. Semua indikator mempunyai nilai factor loading
lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut
merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi.
Variabel Orientasi Karyawan. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel
Orientasi Karyawan ditunjukkan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk
Orientasi Karyawan
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
PendelegasianTanggungJawab <---
OrientasiKaryawan 0.750 sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya ≥
0.5
Bagian dr
Konstruk
InvestasiPengembanganKaryawan <---
OrientasiKaryawan 0.633
Bagian dr
Konstruk
PengambilanKeputusanDesentralisasi <-
-- OrientasiKaryawan 0.472
Bagian dr
Konstruk
Sumber: data diolah
Dari Tabel 7 ada 3 indikator untuk variabel orientasi karyawan, dimana ada 2 indikator
“PendelegasianTanggungJawab” dan “InvestasiPengembanganKaryawan” mempunyai
nilai loading factor lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua indikator
tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi karyawan. Ada 1 indikator yaitu
“PengambilanKeputusanDesentralisasi” yang mempunyai nilai 0,472 dimana nilai ini
sangat dekat dengan 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator “Pengambilan
Keputusan Desentralisasi” masih bagian dari variabel orientasi karyawan.
Analisis Hubungan Antar Konstruk
Tabel 8. Analisis Ada Tidaknya Hubungan Konstruk (Variabel)
Estimate S.E. C.R. P
Evaluasi
(Ada hubungan yang nyata
jika P < 0.05)
OrientasiInovasi <---
OrientasiPasar 0.9510 0.179 5.306 ***
*** menunjukkan angka P
adalah 0.0000. Ada
hubungan yg nyata.
OrientasiPembelajaran <--
- OrientasiPasar 0.8980 0.139 6.466 ***
*** menunjukkan angka P
adalah 0.0000. Ada
hubungan yg nyata.
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
102
Estimate S.E. C.R. P
Evaluasi
(Ada hubungan yang nyata
jika P < 0.05)
OrientasiKaryawan <---
OrientasiPasar 0.7100 0.163 4.355 ***
*** menunjukkan angka P
adalah 0.0000. Ada
hubungan yg nyata.
OrientasiKewirausahaan
<--- OrientasiPasar 0.7260 0.17 4.267 ***
*** menunjukkan angka P
adalah 0.0000. Ada
hubungan yg nyata.
KinerjaBisnis <---
OrientasiPembelajaran 0.3910 0.199 1.967 0.049 Ada hubungan yg nyata.
KinerjaBisnis <---
OrientasiKewirausahaan -0.4770 0.318 -1.499 0.134
Tidak ada hubungan yg
nyata (Signifikan)
KinerjaBisnis <---
OrientasiKaryawan 0.2400 0.211 1.137 0.255
Tidak ada hubungan yg
nyata (Signifikan)
KinerjaBisnis <---
OrientasiInovasi -0.6150 1.094 -0.562 0.574
Tidak ada hubungan yg
nyata (Signifikan)
KinerjaBisnis <---
OrientasiPasar 1.0930 1.159 0.943 0.346
Tidak ada hubungan yg
nyata (Signifikan)
Sumber: data diolah
Hubungan antar konstruk / variabel hasil dari analisa SEM menggunakan AMOS adalah
seperti ditunjukkan dalam Tabel 8. Nilai P digunakan untuk menentukan apakah ada
hubungan antar konstruk atau tidak.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Inovasi. Tabel 8. menunjukkan bahwa
simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000, nilai ini lebih kecil dari pada
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan yg nyata Orientasi pasar terhadap
orientasi inovasi.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap orientasi inovasi adalah 0.962. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi inovasi sangat
erat (signifikan). Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H1 “Ada pengaruh Orientasi Pasar
terhadap Orientasi Inovasi” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan
akan signifikan menentukan orientasi inovasi perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Pembelajaran. Tabel 8. menunjukkan
bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000, nilai ini lebih kecil dari
pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan yg nyata (signifikan)
orientasi pasar terhadap orientasi pembelajaran.
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
103
Tabel 9. Analisis Erat Tidaknya Hubungan Konstruk (Variabel)
Hubungan
Estimates
(Angka
Korelasi)
Kriteria Hasil
OrientasiInovasi <---
OrientasiPasar 0.962
Di atas 0,5
dijadikan acuan
adanya keeratan
antara dua
variabel
Positip Signifikan
OrientasiPembelajaran <---
OrientasiPasar 0.838 Positip Signifikan
OrientasiKaryawan <---
OrientasiPasar 0.752 Positip Signifikan
OrientasiKewirausahaan <---
OrientasiPasar 0.858 Positip Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiPembelajaran 0.425
Positip tidak
Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiKewirausahaan -0.410
Negatip Tidak
Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiKaryawan 0.230
Positip tidak
Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiInovasi -0.617 Negatip Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiPasar 1.109 Positip Signifikan
Sumber: data diolah
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar terhadap
orientasi pembelajaran adalah 0.838. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi pembelajaran
sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H2 “Ada pengaruh Orientasi Pasar
terhadap Orientasi Pembelajaran” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu
perusahaan akan sangat menentukan orientasi pembelajaran perusahaan tersebut. Hasil ini
sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Kewirausahaan. Tabel 8.
menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000. nilai ini
lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yg nyata
(signifikan) orientasi pasar terhadap orientasi kewirausahaan.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap orientasi kewirausahaan adalah 0.858. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan
hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi
pembelajaran sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H3 “Ada pengaruh
Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan” diterima. Dengan kata lain orientasi
pasar suatu perusahaan akan signifikan menentukan orientasi kewirausahaan perusahaan
tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Karyawan. Tabel 8. menunjukkan
bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000. nilai ini lebih kecil dari
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
104
pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yg nyata (signifikan) orientasi
pasar terhadap orientasi karyawan.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap orientasi karyawan adalah 0.752. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal
ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi karyawan
sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H4 “Ada pengaruh Orientasi Pasar
terhadap Orientasi Karyawan” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan
akan sangat menentukan orientasi karyawan perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.
Hubungan Orientasi Inovasi Terhadap Kinerja Bisnis. Tabel 8. menunjukkan bahwa
angka P adalah mempunyai nilai 0.574. Nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi inovasi terhadap kinerja
bisnis.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi inovasi
terhadap kinerja bisnis adalah -0.617. Angka korelasi ini negatif dan hal ini menunjukkan
bahwa hubungan antara variabel orientasi inovasi dan kinerja bisnis sangat erat dan
mempunyai efek negatif. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H5 “Ada pengaruh
Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis”, ditolak. Dengan kata lain “Ada pengaruh
negatip Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis” atau naiknya nilai orientasi inovasi
suatu perusahaan akan menyebabkan turunnya kinerja bisnis pada perusahaan tersebut.
Kondisi ini tidak sesusai dengan penelitian sebelumnya. Hal ini bisa disebabkan karena
waktu respon yang diperlukan mulai munculnya ide inovasi, pelaksanaan dan hasil berupa
kinerja bisnis yang cukup lama atau kemampuan untuk mengimplementasikan ide inovasi
yang masih rendah. Hasil ini akan dijadikan rekomendasi untuk penelitian yang akan
datang.
Hubungan Orientasi Pembelajaran Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8.
menunjukkan bahwa angka P adalah 0.049, nilai P ini lebih kecil dari pada 0,05 dan dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata orientasi pembelajaran terhadap kinerja
bisnis.
Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi
pembelajaran terhadap kinerja bisnis adalah 0.425. Angka korelasi ini lebih kecil dari 0,5
dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pembelajaran dan
kinerja bisnis adalah sedang. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H6 “Ada pengaruh
Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis”, diterima tetapi hubungannya sedang.
Dengan kata lain orientasi pembelajaran suatu perusahaan akan tidak signifikan (sedang)
menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi
untuk penelitian yang akan datang. Hasil ini masih sesuai dengan hasil penelitian
terdahulu.
Hubungan Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8
menunjukkan bahwa angka P adalah 0.134, nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata (lemah) orientasi kewirausahaan
terhadap kinerja bisnis.
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
105
Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi kewirausahaan
terhadap kinerja bisnis adalah -0.410. Angka korelasi ini negatip dan hal ini menunjukkan
bahwa hubungan antara variabel orientasi kewirausahaan dan kinerja bisnis tidak erat dan
mempunyai efek negatif. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H7 “Ada pengaruh
Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis” ditolak. Dengan kata lain “Ada pengaruh
negatip Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis secara tidak signifikan” atau
naiknya nilai orientasi inovasi suatu perusahaan akan sangat menyebabkan turunnya
kinerja bisnis yang tidak signifikan pada perusahaan tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oscar et. al. Kondisi ini dapat disebabkan karena
waktu respon yang dibutuhkan antara mulainya aktivitas kewirausahaan dan hasil nyata
kinerja bisnis membutuhkan waktu yang cukup lama. Kondisi ini akan dijadikan
rekomendasi untuk penelitian yang akan datang.
Hubungan Orientasi Karyawan Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8. menunjukkan
bahwa angka P adalah 0.255, nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi karyawan terhadap kinerja bisnis.
Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi
karyawan terhadap kinerja bisnis adalah 0.230. Angka korelasi ini lebih kecil dari 0,5 dan
hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi karyawan dan kinerja
bisnis kurang erat (lemah). Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H8 “Ada pengaruh
Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis” diterima tetapi lemah atau kurang signifikan.
Dengan kata lain orientasi karyawan suatu perusahaan akan tidak signifikan menentukan
kinerja bisnis perusahaan tersebut. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi untuk
penelitian yang akan datang.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8 menunjukkan
bahwa angka P adalah 0.346, nilai ini P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi pasar terhadap kinerja
bisnis.
Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap kinerja bisnis adalah 1.109. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan kinerja sangat erat.
Angka korelasi lebih besar dari 1 ini dianggap bahwa hubungan sempurna antara orientasi
pasar terhadap kinerja bisnis. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H9 “Ada pengaruh
Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu
perusahaan akan signifikan menentukan kinerja Bisnis perusahaan tersebut. Hal ini sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oscar, Javier dan Pablo.
PENUTUP
Kesimpulan. Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa: (1) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap
Orientasi Inovasi.; (2) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar
terhadap Orientasi Pembelajaran.; (3) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari
Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.; (4) Terdapat pengaruh yang kuat dan
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
106
positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan.; (5) Terdapat pengaruh yang
kuat dan negatip dari Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis.; (6) Terdapat pengaruh
yang sedang dan positip dari Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.; (7)
Terdapat pengaruh yang sedang dan negatip dari Orientasi Kewirausahaan terhadap
Kinerja Bisnis.; (8) Terdapat pengaruh yang lemah dan positip dari Orientasi Karyawan
terhadap Kinerja Bisnis.; (9) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar
terhadap Kinerja Bisnis.
Rekomendasi. Pertama. Untuk perusahaan industri sedang dan besar dapat
mempertimbangkan untuk menerapkan strategi yang hubungan antar variabel mempunyai
pengaruh yang kuat karena strategi orientasi tersebut mempunyai pengaruh yang
signifikan. Kedua. Untuk penelitian yang akan dilakukan pada masa yang akan datang
disarankan untuk mengalisa dan memperbaiki pernyataan atau responden baik jumlah
maupun kualitasnya untuk variabel yang mempunyai pengaruh sedang, lemah dan negatip.
DAFTAR RUJUKAN
Assauri, Sofjan, (2011). Strategic Marketing, Sustaining Lifetime Customer Value,
Rajawali Pers, Jakarta.
Baker dan Sinkula, (1999). Learning Orientation, Market Orientation, and Innovation:
Integrating and Extending Models of Organizational Performance, Journal of
Market, p. 295.
BPS Provinsi DKI Jakarta, (2011). Jakarta Dalam Angka 2011, BPS Provinsi DKI Jakarta,
Jakarta.
Damanpour, F. (1991). Organizational Innovation: A Meta-Analysis of Effects of
Determinants and Moderators, Academy of Management Journal, Vol. 34 (3).
Dimitriades, (2006). Customer Satisfaction, Loyalty and Commitment in Service
Organization, Some Evidence From Greece, Management Research News Vol. 29
(12), 2006, pp. 782-80
Fritz, (1996). Market Orientation and Corporate Success: Finding from Germany,
European Journal of Marketing, Vol. 30 (8), p 59-74.
Gatignon, H dan Xuereb, J.M. (1997). Strategic Orientation of The Firm and New Product
Performance, Journal of marketing Research, Vol 34, p. 77-90.
Grawe, Chen, dan Daugherty, (2009). The Reationship Between Strategic Orientation,
Service Innovation, and Performance, International Journal of Physical Distribution
and Logistics Management, Vol 39 (4), 2009, pp 282 – 300.
Gima dan Ko, (2001). An Empirical Investigation of the Effect of Market Orientation and
Entrepreneurship Orientation Alignment on Product Innovation, Organization
Science, Vol. 12, p. 54 – 74.
Grinstein Amir, (2008). The relationships between market orientation and alternative
strategic orientations, European Journal of Marketing Vol 42 No. ½, pp. 115-134.
Kertajaya, Hermawan, (2011). Indonesia Middle Class: The Real Market Power, Marketer
Diner Seminar April 2011, Mark Plus, Inc., Jakarta.
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
107
Huan, J., Kim, N. dan Srivastava, R., (1998). Market Orientation and Organizational
Performance Is Innovation Missing Link ?, Journal of Marketing, Vol 34, No. ¾, p
30-45.
Hameed dan Waheed, (2011). Employee Development and Its Affect on Employee
Performance, A Conceptual Framework, International Journal of Business and
Social Science Vol. 2 (13), [Special Issue - July 2011]
Hongming, Changyong dan Chunhui, (2007). Relationships among market orientation,
learning orientation, organizational innovation and organizational performance: An
empirical study in the Pearl River Delta region of China, Guanli Shijie,
Management World, 2006, (2): 80–94, 143.
Hult dan Ketchen, (2001). Does Market Orientation Matter ? A Test of The Relationship
Between Positional Advantage and Performance, Strategic Management Journal,
Vol. 22, p. 899-906.
Jogiyanto, (2011). Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling (SEM) Berbasis
Varian Dalam Penelitian Bisnis, STIM YKPN Yogyakarta.
Kohli dan Jaworski, (1990). Market Orientation: The Construct, Research Propositions,
and Mangerial Implications, Journal of Marketing Vol. 54., pp. 1-18.
Kotler dan Keller, (2009). Marketing Management,13th
edition, Pearson Education Inc.,
New Jersey
Lin, Peng, dan Kao, (2008). The Innovativeness Effect of Market Orientation and
Learning Orientation on Business Performance, International Journal of Man
Power, Emerald Publishing Limited
Marquardt, (2002). Building The Learning Organization, Davis-Black Publishing, Palo
Alto.
Malhotra, (1993). Marketing Research, 5th
Edition, Pearson Education, New Jersey.
Narver dan Slater, 1990. The effect of a Market Orientation on Business Profitability,
Journal of Marketing 54, 4, pp. 20-35.
Narver dan Slater, (1995). Market Orientation and the Learning Organization, Journal of
Marketing 59, 3, pp. 63-74.
Oparanma, Hamilton dan Opibi, (2010). Diagnosis of the Causes of Business Failures: A
Nigerian Experience, International Journal of Management and Innovation, Volume
2 Issue 1.
Oscar, Javier dan Pablo, (2009). Role of Entrepreneurship and Market Orientation in
Firms‟ Success, European Journal of Marketing Vol. 43 No. ¾, pp. 500 – 522.
Pfeffer, J. dan Veiga, J., (1999). Putting People First for Organizational Success, The
Academy of Management Executives, Vol. 13 (2), p. 37-48.
Raaij dan Stoelhorst, (2008). The Implementation of a Market Orientation, A Review and
Integration of The Contributions to Date, European Journal of Marketing Vol 42
No.11/12 pp1265-1293.
Santoso, Singgih, (2011). Analisa SEM Menggunakan AMOS, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Senge, (1990). The Fifth Discipline, The Art Practice of The Learning Organization,
Bantam Doubleday Publishing, New York.
Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
108
Sarjono, Haryadi dan Julianita, Winda, (2011). SPSS Vs LISREL: Sebuah Pengantar,
Aplikasi Untuk Riset, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Sekaran, 2006. Research Methode for Business, Edisi 4. Buku 2. Jakarta, Penerbit
Salemba.
Supramono dan Jony Oktavian Haryanto, 2005. Desain Proposal Penelitian Studi
Pemasaran, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Taufik, (2011). Rising Middle Class in Indonesia, Penerbit Gramedia, Jakarta
Tjiptono, Chandra dan Adriana, (2008). Pemasaran Strategik, Edisi 1, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah.
WGdanL Accounting News, (1984). Why Companies Go Bankrupt, WGdanL Accounting
News 4. 1 (Winter 1984): 25.
Zhang dan Duan, (2010). The Impact of Different Types of Market Orientation on Product
Innovation Performance, Evidence From Chinese Manufacturers, Management
Decision, Vol 48 (6), 2010, pp. 849-867.
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
109
PENGARUH KOMITMEN DAN JOB INSECURITY TERHADAP
INTENSI TURNOVER PADA OPERATOR GARUDA CALL CENTER
Dinar Hendrayani
PT. Garuda Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstract: Every Company wants its employees have the ability to high productivity in
work. This is an ideal desire for profit-oriented companies, because how can a company
make a profit if it is filled in by people who are not productive. However, sometimes
companies are not able to distinguish which employees are productive and which are not
productive. Garuda Call Centre operators are contracted to work for one year under the
Employment Services Provider Company, and after it had conducted an evaluation to
determine whether the employees in question will resume contract or the contract may be
terminated. This kind of employment contract system was influential on the level of
turnover. Result of research can be said a significant influence Commitment (X1) of the
Turnover Intention (Y) with most dominant in dimension of faith in the management
wishes to move, the correlation value is 0.849, there is a significant effect of Job
Insecurity (X2) on Turnover Intention (Y) with most dominant in dimension of the threat
of job loss itself wishes desire and commitment to move (X1), the correlation value is
0.829, and Job Insecurity (X2) are jointly significance influence on Turnover Intention
(Y).
Keywords: Commitment, Job Insecurity, Turnover Intention
Abstrak: Setiap Perusahaan menginginkan karyawan memiliki kemampuan untuk
produktivitas yang tinggi dalam pekerjaan. Ini adalah keinginan yang ideal bagi
perusahaan yang berorientasi profit, karena bagaimana bisa sebuah perusahaan membuat
keuntungan jika diisi oleh orang-orang yang tidak produktif. Namun, terkadang
perusahaan tidak mampu membedakan mana karyawan produktif dan yang tidak
produktif. Garuda Call Centre operator dikontrak untuk bekerja selama satu tahun di
bawah Employment Services Provider Perusahaan, dan setelah itu dilakukan evaluasi
untuk menentukan apakah karyawan tersebut akan melanjutkan kontrak atau kontrak
dapat dihentikan. Jenis sistem kontrak kerja berpengaruh pada tingkat turnover. Hasil
penelitian dapat dikatakan Komitmen berpengaruh signifikan (X1) dari Niat Omset (Y)
dengan yang paling dominan dalam dimensi iman dalam manajemen ingin bergerak,
nilai korelasi adalah 0,849, ada pengaruh yang signifikan dari Job Insecurity (X2 ) dari
Turnover Intention (Y) dengan paling dominan dalam dimensi ancaman kehilangan
pekerjaan itu sendiri ingin keinginan dan komitmen untuk bergerak (X1), nilai korelasi
adalah 0,829, dan job Insecurity (X2) secara bersama-sama signifikan berpengaruh
terhadap Turnover Intention (Y ).
Kata kunci: Komitmen, Job Insecurity, Perputaran Niat
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
110
PENDAHULUAN
Setiap perusahaan ingin karyawannya memiliki kemampuan produktivitas yang tinggi
dalam bekerja. Ini merupakan keinginan yang ideal bagi perusahaan yang berorientasi
pada keuntungan semata sebab bagaimana mungkin perusahaan memperoleh keuntungan
apabila di dalamnya diisi oleh orang-orang yang tidak produktif. Akan tetapi, terkadang
perusahaan tidak mampu membedakan mana karyawan yang produktif dan mana yang
tidak produktif. Hal ini disebabkan perusahaan kurang memiliki sense of business yang
menganggap karyawan sebagai investasi yang akan memberikan keuntungan. Perusahaan
lebih terfokus pada upaya pencapaian target produksi dan keinginan menjadi pemimpin
pasar. Akibatnya, perusahaan menjadikan karyawan tak ubahnya seperti mesin. Ironisnya
lagi mesin tersebut tidak dirawat atau diperlakukan dengan baik. Perusahaan lupa kalau
karyawan adalah investasi dari profit itu sendiri yang perlu dipelihara agar tetap dapat
berproduksi dengan baik.
Tingkat Turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi,
hal ini seperti menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenaga
kerja dan peningkatan biaya sumber daya manusia yakni yang berupa biaya pelatihan yang
sudah diinvestasikan pada karyawan sampai biaya rekrutmen dan pelatihan kembali.
Turnover yang tinggi juga mengakibatkan organisasi tidak efektif karena perusahaan
kehilangan karyawan yang berpengalaman dan perlu melatih kembali karyawan baru.
Tingkat Turnover karyawan yang tinggi merupakan ukuran yang sering digunakan sebagai
indikasi adanya masalah yang mendasar pada organisasi. Turnover karyawan dapat
menelan biaya yang tinggi, oleh karena itu organisasi perlu menguranginya sampai pada
tingkat-tingkat yang dapat diterima. Namun demikian, mempertahankan tingkat
perputaran sebesar nol adalah tidak realistis dan bahkan tidak dikehendaki.
Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi atau perusahaan
seringkali menjadi isu yang sangat penting. Begitu pentingnya hal tersebut, sampai-sampai
beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk
memegang suatu jabatan atau posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan
pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha
maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh.
Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif
sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif.
Selain faktor komitmen, terdapat faktor lain yang makin menggejala di dunia kerja
atau industri yakni, makin meningkatnya Job Insecurity yang dialami karyawan. Adanya
berbagai perubahan yang terjadi dalam perusahaan, karyawan sangat mungkin merasa
terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi
kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari perusahaan.
Karyawan mengalami rasa tidak aman yang makin meningkat karena ketidakstabilan
terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa
diramalkan, akibatnya intensi Turnover cenderung meningkat.
Garuda Call Center dibentuk atas tuntutan untuk memberikan pelayanan reservasi
yang cepat, tepat dan teliti. Garuda Call Center berdiri atas desakan pemakai jasa untuk
dapat menghubungi Garuda secara cepat tanpa harus menunggu lama. Selain itu, tingginya
tingkat Abandon Call (telepon yang terabaikan) yang terjadi di setiap Local Reservation
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
111
merupakan salah satu alasan utama PT. Garuda Indonesia untuk membuat suatu call center
sebagai sarana pelayanan penumpang melalui telepon. Operator Garuda Call Center ini
dikontrak untuk bekerja selama satu tahun dibawah Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga
Kerja. dan setelah itu baru dilakukan evaluasi untuk memutuskan apakah karyawan yang
bersangkutan akan dilanjutkan kembali kontraknya atau akan diputuskan kontraknya.
Sampai bulan April tahun 2011 ini jumlah karyawan kontrak mencapai 200 orang. Sistem
kontrak kerja semacam ini ternyata berpengaruh pada tingkat Turnover. Ditemukan
kenyataan bahwa angka pegawai yang mengundurkan diri dari perusahaan tersebut dalam
3 (tiga) tahun ini mengalami peningkatan.
Sistem kontrak kerja semacam ini ternyata berpengaruh pada tingkat Turnover.
Ditemukan kenyataan bahwa angka pegawai yang mengundurkan diri dari perusahaan
tersebut dalam 3 (tiga) tahun ini mengalami peningkatan.
Gambar 1.1
Data Karyawan yang Mengundurkan Diri Periode 2010 – 2012
Sumber : Garuda Call Center
Jan Feb Mar Apr Mei Jun JulAgust
Sep Okt Nop DesTOTAL
BULAN
Tahun 2010 3 9 11 19 12 13 11 17 17 14 14 15 155
Tahun 2011 15 33 31 15 35 25 24 28 25 20 32 34 317
Tahun 2012 20 18 26 31 20 23 24 35 24 34 25 45 325
050
100150200250300350
Jumlah
Data Pegawai yang Mengundurkan Diri
Gambar 1. Data Karyawan yang Mengundurkan Diri periode 2010-2012
Sumber: Garuda Call Center
Pihak HRD menghadapi permasalahan dari tingginya Turnover, dikarenakan tingginya
biaya untul rekrutmen dan pelatihan bagi operator baru. Dengan dasar pemikiran tersebut
maksud dan tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh komitmen dan Job
Insecurity terhadap intensi Turnover pada operator Garuda Call Center dan memberikan
rekomendasi untuk perbaikan perusahaan.
Komitmen. Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan
dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. Menurut Martin dan Nicholss (dalam
Amstrong, 2004), ada 3 pilar besar dalam komitmen. Ketiga pilar itu meliputi: (1) Adanya
perasaan menjadi bagian dari organisasi; (2) Adanya ketertarikan atau kegairahan terhadap
pekerjaan (a sense of excitement in the job); (3) Adanya keyakinan terhadap manajemen.
Green dan Baron (dalam Maharani, 2005) mengemukakan, komitmen merupakan
sikap yang merefleksikan derajat seorang individu diidentikan dan terlibat dengan
organisasi serta tidak berkeinginan untuk meninggalkan organisasi. Komitmen terhadap
organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai
organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan
organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
112
identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Rendahnya komitmen
mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugasnya.
Mempersoalkan komitmen sama dengan mempersoalkan tanggung jawab, dengan
demikian, ukuran komitmen seorang pimpinan yang dalam hal ini adalah kepala sekolah
adalah terkait dengan pendelegasian wewenang (empowerment). Dalam konsep ini
pimpinan dihadapkan pada komitmen untuk mempercayakan tugas dan tanggung jawab ke
bawahan. Para karyawan yang memiliki komitmen efektif yang kuat akan tetap tinggal
bersama organisasi dikarenakan mereka ingin tinggal (because the wan to). Para karyawan
yang memiliki komitmen kontiyu yang kuat dikarenakan mereka harus tinggal bersama
organisasi.
Job Insecurity. Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Suwandi dan Indriartoro, 2003)
mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan
kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Komponen yang
mengakibatkan timbulnya job insecurity menurut Grennhalgh dan Rosenblatt adalah: (a)
Tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek pekerjaan seperti
kemungkinan untuk mendapat promosi, mempertahankan tingkat upah yang sekarang, atau
memperoleh kenaikan upah. Individu yang menilai aspek kerja tertentu yang terancam
(terdapat kemungkinan aspek kerja tersebut akan hilang) akan lebih gelisah dan merasa
tidak berdaya; (b) Arti pekerjaan itu bagi individu. Seberapa pentingnya aspek kerja
tersebut bagi individu mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak amannya.; (c)
Tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif
mempengaruhi keseluruhan kerja individu, misalnya dipecat atau dipindahkan ke kantor
cabang yang lain.; (d) Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi
setiap peristiwa tersebut. Komponen kalimat dalam konstruk job insecurity adalah
ketidakberdayaan (powerlesness) yang dirasakan individu
Menurut Mobley (dalam Muchinsky, 2001) tentang employee turnover, terdapat
hubungan antara kepuasan dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dari adanya pikiran
untuk berhenti bekerja (thinking of quitting), usaha-usaha untuk mencari pekerjaan baru,
berintensi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah
memutuskan untuk berhenti bekerja. Diantaranya yaitu: (1) kecenderungan atau niat
karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya
sendiri.; (2) Keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai
kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti
meninggalkan organisasi. Perasaan tidak puas akan memicu rencana untuk berhenti
bekerja, yang kemudian akan mengarahkan pada usaha mencari pekerjaan baru. Namun
model Mobley yang membahas mengenai turnover ini harus memperhatikan setting
ekonomi yang sedang terjadi. Jika perekonomian dalam kondisi baik sehingga
pengangguran rendah, maka karyawan akan lebih mempermasalahkan kepuasan kerja
dibanding jika perekonomian buruk dan pengangguran melimpah.
Model Mobley dapat dipakai untuk menunjukkan bahwa kognisi dan perilaku dapat
menjebatani kepuasan akan pekerjaan dan tindakan berhenti bekerja. Kepuasan adalah
determinan dari turnover, namun konteks ekonomi harus diperhatikan. Kepuasan akan
menjadi prediktor dari turnover, jika kondisi ekonomi dalam keadaan baik. Jika kondisi
perekonomian kurang menguntungkan, akan berpengaruh terhadap jumlah pengangguran
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
113
yang melimpah. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi
berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan
keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan
hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti
meninggalkan organisasi.
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka
rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan kualitas
persiapan dan efektivitas pelaksanaan kontrak pengadaan barang dapat disajikan dalam
gambar berikut:
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Berdasarkan rerangka pemikiran di atas, ingin diketahui pengaruh komitmen dan Job
Insecurity terhadap intensi Turnover pada operator Garuda Call Center.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (a) Komitment berpengaruh terhadap intensi
Turnover pada Operator Garuda Call Center.; (b) Job Insecurity berpengaruh terhadap
intensi Turnover pada Operator Garuda Call Center.; (c) Komitment dan Job Insecurity
secara bersama-sama berpengaruh terhadap intensi Turnover pada Operator Garuda Call
Center.
METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif kuantitatif yang sifatnya
penjelasan/eksplanatif, yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan suatu variabel dengan
variabel lain untuk menguji suatu hipotesis. Tujuan pemilihan metode ini karena peneliti
ingin menjelaskan hubungan antara variabel komitmen dan job insecurity terhadap intensi
turnover melalui uji hipotesis. Objek penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Operator
Garuda Call Center Jakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode sampel jenuh, yaitu seluruh operator ganda call center. Hal ini disebabkan jumlah
responden yang akan diteliti jumlahnya hanya sedikit, yaitu sebanyak 102 orang.
Komitmen Intensi
Turnover
Job
Insecurity
H1
H3
H2
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
114
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner atau angket dan dokumentasi.
Disamping itu peneliti juga mencatat data-data mengenai profil perusahaan, struktur
organisasi, dan data karyawan. Skala pengukuran dengan menggunakan Skala Likert
sebagai pengukur. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Ridwan dan Kuncoro, 2008).
Pengujian diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service
Solution) 19.0 for window.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah
hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier
sederhana. Dalam analisis regresi linier sederhana ini yang ingin diketahui adalah
koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.
Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase
pengaruh variable independen terhadap perubahan variable dependen. Dari hasil
pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square berikut:
Tabel 1. Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted
R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .872a .760 .755 3.26849
a. Predictors: (Contant), Job Insecurity (X2), Komitmen (X1)
b. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)
Sumber: data diolah
KD = R2 × 100%
= (0,872)2 × 100%
= 76,0%
Dengan demikian, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 76,0% yang
menunjukkan arti bahwa Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) memberikan pengaruh
simultan (bersama-sama) sebesar 76,0% terhadap Intensi Turnover (Y). Sedangkan
sisanya sebesar 24,0% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian
ini. Untuk mengetahui persentase pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap
Intensi Turnover (Y), maka digunakan rumus Koefisien Beta × Zero-order, dengan hasil
sebagai berikut.
1. Variabel Komitmen (X1) = 0,556 x 0,860 = 0,4782 = 47,82%
2. Variabel Job Insecurity (X2)= 0,335 × 0,839 = 0,2811 = 28,11%
Dari hasil uji individu diatas diketahui bahwa variabel Komitmen (X1) terhadap variabel
Intensi Turnover (Y) memiliki pengaruh sebesar 0,4782 atau 47,82% dan variabel Job
Insecurity (X2) terhadap variabel Intensi Turnover (Y) memiliki pengaruh sebesar 0,2811
atau 28,11%.
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
115
Tabel 2. Pengaruh Komitmen dan Job Insesurity terhadap Intensi Turnover
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Correlations
B Std. Error Beta Zero-order Partial Part
1 (Constant) -.367 1.438
Komitmen (X1) .227 .048 .556 .860 .433 .235
Job Insecurity (X2) .351 .122 .335 .839 .278 .142
a. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)
Sumber: data diolah
Uji Simultan (Uji F).
Hipotesis:
H0 : Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama tidak berpengaruh
signifikan terhadap Intensi Turnover (Y);
Ha : Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap Intensi Turnover (Y).
Tingkat signifikan (α ) sebesar 5%
Kriteria Pengujian:
Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka H0 ditolak.
Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima.
Hasil pengujian hipotesis secara simultan adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Pengujian ipótesis Simultan (Uji-F)
ANOVAb
Model
Sumo f
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1 Regresión 3341.491 2 1670.746 156.392 .000a
Residual 1057.621 99 10.683
Total 4399.112 101
a. Predictors: (Contant), Job Insecurity (X2), Komitmen (X1)
b. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)
Sumber: data diolah
Berdasarkan output di atas diketahui nilai Fhitung sebesar 156,392 dengan p-value (sig)
0,000. Dengan α = 0,05 serta derajat kebebasan v1 = 2 dan v2 = 99 (n-(k+1)), maka di
dapat Ftabel 3,088. Dikarenakan nilai Fhitung > Ftabel (156,392 > 3,088) maka H0 ditolak,
artinya variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover
(Y). Dari perhitungan diatas diperoleh nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar
4,773 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima,
artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Sedangkan
untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung >
ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2) berpengaruh signifikan
terhadap Intensi Turnover (Y).
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
116
Uji Parsial (Uji t). Hasil perhitungan pengujian parsial adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Pengujian Hipotesis Parsial (Uji-t)
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig.
Model B Std. Error Beta
1 (Constant) -.367 1.438 -.255 .799
Komitmen (X1) .227 .048 .556 4.773 .000
Job Insecurity (X2) .351 .122 .335 2.876 .005
a. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)
Sumber: data diolah
Sedangkan untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan
nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2)
berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y).
Analisis Korelasi Pearson Pruduct Moment
Tabel 5. Rekapitulasi Analisis Pearson Product Moment
Variabel
Dimensi
Intensi Turnover (Y)
Kecenderungan atau
Niat Karyawan
untuk Berhenti dari
Pekerjaannya secara
Sukarela (Y1)
Keinginan Pindah
Mengacu pada Hasil
Evaluasi Individu (Y2)
Komitmen
(X1)
Perasaan menjadi bagian dari
organisasi (X1.1)
0.799 0.807
Ketertarikan atau kegairahan
terhadap pekerjaan (X1.2)
0.803 0.825
Keyakinan terhadap
manajemen (X1.3)
0.818 0.849
Job
Insecurity
(X2)
Ancaman terhadap hilangnya
pekerjaan (the threat of job
loss itself) X2.1)
0.825 0.829
Arti pekerjaan bagi individu
(X2.2)
0.753 0.739
Tingkat ancaman
kemungkinan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang
secara negatif mempengaruhi
keseluruhan kerja individu
(X2.3)
0.780 0.810
Tingkat kepentingan yang
dirasakan individu mengenai
potensi setiap peristiwa (X2.4)
0.767
0.749
Sumber: diolah penulis
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
117
Pembahasan. Dari hasil tabel di muka diperoleh koefisien korelasi antara X1.1 dan y1
sebesar 0,799 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799.
Kemudian diperoleh koefisien korelasi antara X1.2 dan Y1 sebesar 0,803. Berdasarkan
pedoman intreprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,803 termasuk pada kategori hubungan
yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara X1.3 dan Y1 sebesar
0,818, berdasarkan pedoman interprestasi guildford, korelasi sebesar 0,803 termasuk pada
kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Korelasi X1.1 dan Y2
sebesar 8,807, berdasar pedoman interprestasi Guilford, korelasi sebesar 0,807 termasuk
pada kategori hubungan yangsangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi
antara X.1.2 dan Y2 sebesar 0,825. Berdasarkan pedoman interpretasi Guilford, korelasi
sebesar 0,825 termasuk pada kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-
1,000. Koefisien korelasi antara X1.3 dan Y2 sebesar 0,849. Berdasarkan pedoman
interprestasi Guilford, korelasi sebesar 0,849 termasuk pada kategori hubungan yang
sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara X2.1 dan Y1 sebesar 0,825.
Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,825 termasuk pada
kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara
X2.2 dan Y1 sebesar 0,753. Berdasarkan pedoman interprestasi Guilford, korelasi sebesar
0,753 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien
korelasi antara X2.3 dan Y1 sebesar 0,780. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford,
korelasi sebesar 0,780 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-
0,799. Koefisien korelasi antara X2.4 dan Y1 sebesar 0,767. Berdasarkan pedoman
interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,767 termasuk pada kategori hubungan yang kuat
yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi antara X2.1 dan Y2 sebesar 0,829.
Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,829 termasuk pada
kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi antara X2.3 dan
Y2 sebesar 0,810. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,810
termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi
antara X2.4 dan Y2 sebesar 0,749. Berdasarkan pedokan interprestasi Guildford, korelasi
sebesar 0,749 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799.
Pengaruh komitmen terhadap intensi turn over. Untuk pengujian hipotesis pertama
yaitu mengetahui pengaruh komitmen terhadap intensi turn over dapat dilihat pada tabel 5
dilihat perolehan nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar 4,773 dan ttabel 1,984.
dikarenakan thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Komitmen (X1)
berpengaruh signifikan terhadap intensi turnover (Y).
Dari hasil pengujian hipotesis pertama yaitu mengetahui Pengaruh Komitmen
Terhadap Intensi Turnover perolehan nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar
4,773 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima,
artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dengan
hasil penelitian ini semakin memperkuat studi yang dilakukan oleh Cropanzano (dalam
Chiu dan Francesco, 2003) diketahui bahwa individu yang cenderung memiliki emosi
positif, memperlihatkan komitmen yang lebih tinggi dan kurang memiliki intensi
Turnover. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap
organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan ada loyalitas serta afeksi
positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
118
organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu
lama. Richard M. Steers (dalam Sri Kuntjoro, 2002) mendefinisikan komitmen organisasi
sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan
(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas
(keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan
oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen
organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai,
dan sasaran organisasinya.
Untuk pengujian hipotesis Pengaruh Job Insecurity Terhadap Intensi Turnover
perolehan nilai thitung untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984.
Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity
(X2) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dengan hasil penelitian ini
semakin memperkuat Penelitian yang dilakukan oleh Barling dan Fiksenbaum (2002)
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara Job Insecurity dengan intensi Turnover,
karena Job Insecurity yang terjadi secara terus menerus akan mempengaruhi kondisi
psikologis karyawan. Semakin individu tersebut merasa tidak berdaya menghadapi
perubahan, maka akan meningkatkan rasa tidak aman dalam bekerja (insecure) yang jika
tidak didapatkan solusi yang memadai dapat menimbulkan efek negatif, baik bagi individu
tersebut maupun perusahaan / organisasinya. Peranan Job Insecurity dalam hal ini adalah
memunculkan rasa tidak tenang dalam bekerja (insecure), mengancam keberadaan
individu atau karyawan yang bersangkutan dan jika berlangsung terus menerus dapat
menimbulkan gangguan psikologis. Karena Job Insecurity mencerminkan serangkaian
pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan,
maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif dan mengakibatkan
karyawan berkeinginan untuk mencari pekerjaan baru di perusahaan lain.
Berdasarkan output nilai Fhitung > Ftabel (156,392 > 3,088) maka H0 ditolak, artinya
variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y).
Peranan komitmen terhadap organisasi berkaitan erat dengan niat atau intensi untuk tetap
bertahan, atau dengan kata lain bersikap loyal terhadap organisasi. Jika karyawan memiliki
komitmen yang rendah, maka kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi
semakin tinggi, karena perasaan menjadi anggota organisasi-nya juga rendah, antusiasme
dalam bekerja juga makin menipis dan kemungkinan muncul rasa tidak percaya kepada
pihak manajemen. Faktor Job Insecurity juga dianggap sebagai determinan dari intensi
Turnover, dimana semakin individu tersebut merasa tidak berdaya menghadapi perubahan,
maka akan meningkatkan rasa tidak aman dalam bekerja (insecure) yang jika tidak
didapatkan solusi yang memadai dapat menimbulkan efek negatif, baik bagi individu
tersebut maupun perusahaan / organisasinya. Karyawan yang berada dalam keadaan
komitmen yang rendah disertai dengan kekhawatiran terhadap pekerjaannya akan
mengakibatkan karyawan tidak nyaman dalam bekerja dan berpikir dan berkeinginan
untuk meninggalkan organisasi tempatnya bekerja. Melihat hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa komitmen dan Job Insecurity secara bersama-sama berpengaruh terhadap intensi
Turnover.
Korelasi variabel Komitmen (dimensi keyakinan terhadap manajemen) terhadap
variable Intensi Turnover (dimensi keinginan pindah mengacu pada hasil evaluasi
individu) mempunyai hubungan paling kuat dibandingkan dimensi lainnya, yaitu sebesar
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
119
0.849. Artinya keinginan karyawan untuk pindah organisasi disebabkan oleh keyakinan
terhadap manajemen. Sedangkan korelasi variable Job Insecurity (dimensi ancaman
terhadap hilangnya pekerjaan) terhadap variable Intensi Turnover (dimensi keinginan
pindah mengacu pada hasil evaluasi individu) mempunyai hubungan paling besar
dibandingkan dimensi lainnya, yaitu sebesar 0.829. Artinya keinginan karyawan untuk
pindah organisasi disebabkan oleh ancaman terhadap hilangnya pekerjaan.
PENUTUP
Dari hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian tentang “Pengaruh Komitmen dan
Job security terhadap intensi Turnover karyawan pada Operator Garuda Call Centre”,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Terdapat pengaruh yang signifikan
Komitmen (X1) terhadap Intensi Turnover (Y) dengan dimensi yang paling kuat
hubungannya adalah keyakinan terhadap manajemen dengan dimensi keinginan
berpindah.; (2) Terdapat pengaruh yang signifikan Job Insecurity (X2) terhadap Intensi
Turnover (Y) dengan dimensi yang paling kuat hubungannya adalah ancaman terhadap
hilangnya pekerjaan (the threat of job loss itself) dengan dimensi keinginan berpindah.; (3)
Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap Intensi Turnover (Y).
DAFTAR RUJUKAN
Armstrong, Michael. (2004). The Art of HRD: Managing People (Vol 5) . London: Crest
Publishing House
Allen, N. J. dan Meyer, J. P., (1993). Organizational commitment: Evidence of career
stage effects? Journal of Business Research, 26, 49-61
Cahyono, Rachmat Nugroho, (2001). Pengaruh komitmen organisasi dan job insecurity
karyawan terhadap intensi turnover. Tesis Pascasarjana, Pengembangan sumber daya
manusia Universitas Mercu Buana, Jakarta
Chiu, Randy ., Anne Marie Francesco. (2003). Dispositional traits and turnover intention:
Examining the mediating role of job satisfaction and affective commitment
International Journal of Manpower, 24 (3):284-298
Curtis, Susan, and Dennis Wright, (2001). Retaining Employees - The Fast Track to
Commitment, Management Research News, Volume 24
Cut Zurnali, (2010). Learning Organization, Competency, Organizational Commitment,
dan Customer Orientation: Knowledge Worker-Kerangka Riset Manajemen
Sumberdaya Manusia di Masa Depan, Penerbit Unpad Press, Bandung
Greenglass, Esther, Ronald Burke and Lisa Fiksenbaum. (2002). Impact of Restructuring,
Job Insecurity and Job Satisfaction in Hospital Nurses Stress News January ,14(1):1-
10
Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset
Hartley, J., Jacobson, D., Klandermans, B., dan Van Vuuren T. (1991). Job Insecurity:
Coping with Jobs at Risk. London: Sage
Hasibuan, Malayu S.P., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Bumi
Aksara
Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
120
Kuntjoro, Sri Zainuddin, (2002). Komitmen Organisasi, Salemba Empat, Jakarta
Kurniasari. 2005. Pengaruh komitmen organisasi dan job insecurity karyawan terhadap
intensi turnover. Tesis Pascasarjana, Pengembangan sumber daya manusia
Universitas Airlangga, Surabaya.
Maharani, Ardita Eva, (2005). Pengaruh Komitmen Terhadap Kepuasan Kerja Dengan
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Mueller ,John Dwight Kammeyer. (2003). Turnover Processes in a Temporal Context:It’s
About Time (online), (www.emeraldinsight.com, diakses 12 Mei 2004)
Muchinsky, Paul M, (2001). Psychology Applied to Work (4th
Edition). New York
:Brooks/ Cole Publishing Company
Murnighan, K., dan Malhotra, D. (2002). The Effects of Contracts on Interpersonal Trust.
Administrative Science Quarterly.
Naswall, K., De Witte H. (2003). Who Feels Insecure in Europe? Predicting Job Insecurity
from Background Variabels. Economic and Industrial Democracy, 24 (2), 189-215
Probst ,Tahira , Ty Brubaker. (2001). The Effects of Job Insecurity on employee Safety
Outcomes: Cross-Sectional and Longitudinal Explorations. Educational Publishing
Foundation
Robbins SP, dan Judge. (2007). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat
Ruvio, A., dan Rosenblatt, Z. (1999). Job Insecurity among Israeli Schoolteachers Sectoral
Profiles and Organizational Implications. Journal of Educational Administration, 37
(2), 139
Smithson, Janet., Suzan Lewis. (2000). Is job insecurity changing the psychological
contract? Personnel Review
Suwandi,Nur Indriartoro. (2003). Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser:
Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik. Jogyakarta: Universitas Gadjah
Mada
Sopiah, Andi, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: ANDI