21
Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 251 PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PENERIMAAN PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT (Studi Empiris pada Auditor Pemerintah Yang bekerja di BPKP Perwakilan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta) PROVITA WIJAYANTI Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang ABSTRACT This study examines the influence of personal auditor characteristics on acceptance of dysfunctional audit behavior. The model is designed to enable an assessment of the direct and undirect influence of personal auditor characteristics which consist of : locus of control, employee performance, organizational commitment, and turnover intention on acceptance of dysfunctional audit behavior that comprise of prematur sign off, underreporting of time, and altering replacing audit procedure. This research uses the empirical with convenience sampling technique in the data collection. Data were collected using a survey on 140 government auditors who work at BPKP Central java and DI Yogyakarta, Indonesia. Data were analyzed by using Structural Equation Model (SEM) with the program Visual-PLS (Partial Least Square). The result of hypothesis examination indicate thats there positive influence of locus of control on acceptance of dysfunctional audit behavior, there is positive influence of turnover intention on acceptance of dysfunctional audit behavior with locus of control, employee performance and organizational commitment as antecedent. Negative influence of employee performance on acceptance of dysfunctional audit behavior with locus of control and organizational commitment as antecedent and negative influence of organizational commitment on acceptance of dysfunctional audit behavior with locus of control as antecedent is rejected. Keywords: Locus of Control, Employee Performance, Organizational Commitment, Turnover Intention, Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior, Structural Equation Model (SEM), Visual Partial Least Square (Visual-PLS). PENDAHULUAN Latar Belakang Peringkat korupsi negara Indonesia sebagai negara terkorup kedua di Asia menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan pertanggungjawaban di lembaga pemerintahan (Sindo, 17 Maret 2007). Predikat tersebut mengindikasikan kurang berfungsinya akuntan dan penegak hukum yang merupakan tenaga profesional teknis yang secara sistematis bekerjasama untuk mencegah dan mengungkapkan kasus korupsi di Indonesia secara tuntas (Arif, 2002). Penyebab utama yang mungkin adalah karena kelemahan dalam audit pemerintahan di Indonesia. Mardiasmo (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam audit pemerintahan di Indonesia. Kelemahan tersebut antara lain: pertama tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar pengukur kinerja pemerintahan baik pemerintah pusat maupun daerah. Hal tersebut umum dialami oleh organisasi publik karena output yang dihasilkan yang berupa pelayanan publik tidak mudah diukur. Kedua, berkaitan dengan masalah struktur lembaga audit terhadap pemerintahan pusat dan daerah di Indonesia. Permasalahanya adalah banyaknya lembaga pemeriksa fungsional yang overlapping satu dengan yang lainnya yang menyebabkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan pelaksanaan pengauditan. Di Indonesia yang melaksanakan fungsi pemeriksaan secara garis besar dipisahkan menjadi dua yaitu auditor eksternal dan auditor internal. Auditor eksternal pemerintah diimplementasikan oleh Badan

PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR …unissula.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/provita.pdf · program Visual-PLS (Partial Least Square). ... hukum yang merupakan tenaga profesional

Embed Size (px)

Citation preview

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 251

PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PENERIMAAN PERILAKU

DISFUNGSIONAL AUDIT (Studi Empiris pada Auditor Pemerintah Yang bekerja

di BPKP Perwakilan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

PROVITA WIJAYANTI

Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang

ABSTRACT

This study examines the influence of personal auditor characteristics on acceptance of dysfunctional audit behavior. The model is designed to enable an assessment of the direct and undirect influence of personal auditor characteristics which consist of : locus of control, employee performance, organizational commitment, and turnover intention on acceptance of dysfunctional audit behavior that comprise of prematur sign off, underreporting of time, and altering replacing audit procedure.

This research uses the empirical with convenience sampling technique in the data collection. Data were collected using a survey on 140 government auditors who work at BPKP Central java and DI Yogyakarta, Indonesia. Data were analyzed by using Structural Equation Model (SEM) with the program Visual-PLS (Partial Least Square).

The result of hypothesis examination indicate thats there positive influence of locus of control on acceptance of dysfunctional audit behavior, there is positive influence of turnover intention on acceptance of dysfunctional audit behavior with locus of control, employee performance and organizational commitment as antecedent. Negative influence of employee performance on acceptance of dysfunctional audit behavior with locus of control and organizational commitment as antecedent and negative influence of organizational commitment on acceptance of dysfunctional audit behavior with locus of control as antecedent is rejected. Keywords: Locus of Control, Employee Performance, Organizational Commitment, Turnover

Intention, Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior, Structural Equation Model (SEM), Visual Partial Least Square (Visual-PLS).

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peringkat korupsi negara Indonesia sebagai negara terkorup kedua di Asia

menimbulkan pertanyaan besar mengenai

pengawasan dan pertanggungjawaban di lembaga pemerintahan (Sindo, 17 Maret

2007). Predikat tersebut mengindikasikan kurang berfungsinya akuntan dan penegak

hukum yang merupakan tenaga profesional teknis yang secara sistematis bekerjasama

untuk mencegah dan mengungkapkan kasus

korupsi di Indonesia secara tuntas (Arif, 2002). Penyebab utama yang mungkin adalah

karena kelemahan dalam audit pemerintahan di Indonesia.

Mardiasmo (2000) menjelaskan bahwa

terdapat beberapa kelemahan dalam audit pemerintahan di Indonesia. Kelemahan

tersebut antara lain: pertama tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai

sebagai dasar pengukur kinerja pemerintahan baik pemerintah pusat maupun daerah. Hal

tersebut umum dialami oleh organisasi publik

karena output yang dihasilkan yang berupa pelayanan publik tidak mudah diukur. Kedua,

berkaitan dengan masalah struktur lembaga audit terhadap pemerintahan pusat dan

daerah di Indonesia. Permasalahanya adalah banyaknya lembaga pemeriksa fungsional

yang overlapping satu dengan yang lainnya

yang menyebabkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan pelaksanaan pengauditan.

Di Indonesia yang melaksanakan fungsi pemeriksaan secara garis besar

dipisahkan menjadi dua yaitu auditor eksternal

dan auditor internal. Auditor eksternal pemerintah diimplementasikan oleh Badan

252 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dibentuk

sebagai perwujudan pasal 23E UUD 1945. Auditor internal pemerintah diimplemantasikan

oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas

Daerah (BAWASDA) dan badan pengawas

internal di setiap departemen yaitu Inspektorat Jendral (IRJEN).

BPKP merupakan salah satu lembaga audit internal pemerintah yang melaksanakan

fungsi pemeriksaan. Berdasarkan tujuan pembentukannya, BPKP berperan untuk

menciptakan pemerintahan yang good governance yaitu menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme

(KKN). Berdasarkan fungsinya tersebut BPKP harus melaksanakan audit secara umum atau

audit laporan keuangan dan audit khusus atau

audit forensik (Arif, 2002). Salah satu hasil audit dari BPKP adalah sebuah kesimpulan

mengenai ada tidaknya indikasi tindak pidana ataupun perdata yang menyebabkan kerugian

keuangan dan kekayaan negara. Oleh karena itu audit yang dilakukan oleh BPKP harus

berkualitas.

Kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor untuk menemukan dan

melaporkan pelanggaran sistem kliennya. (Dangelo, 1981 dalam Samsul Ulum, 2005).

Penemuan-penemuan terhadap pelanggaran

harus didukung oleh bukti kompeten yang cukup agar laporan yang disampaikan atau

opini audit dapat dipertanggungjawabkan.Untuk memperoleh

bukti kompeten yang cukup maka auditor

harus melaksanakan prosedur audit yang diperlukan dengan benar atau tidak

melakukan perilaku disfungsioanal audit.(Herningsih, 2001 dalam Maryanti,

2005). Perilaku disfungsional audit dan

berhentinya auditor (turnover) dari

pekerjaannya berhubungan dengan penurunan kualitas audit (Public Oversight Board, 2000

dalam Donelly et al. 2003). Perilaku ini bisa mempunyai pengaruh langsung dan tidak

langsung terhadap kualitas audit. Perilaku

yang mempunyai pengaruh langsung termasuk premature sign-off, pemerolehan bukti yang

kurang (Otley & Pierce, 1995; Donelly et al. 2003), pemrosesan yang kurang akurat (Mc

Danield, 1990) dan kesalahan dari tahapan audit (Margheim & Pany, 1986),

altering/replacing of audit procedure (Donelly,

et al. 2003) dan perilaku audit yang mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap

kualitas audit adalah under reporting of time

(Donelly et al. 2003) Literatur terdahulu sudah

mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan (seperti tekanan waktu, model atau gaya

pengawasan) dan faktor personal auditor

secara signifikan mempengaruhi perilaku disfungsional (Kelly & Margheim, 1990; Otley

& Pierce,1996). Tingkat perilaku disfungsional (Disfungsional Behavior) yang sangat

mengganggu berhubungan dengan profesi auditing (Otley & Pierce, 1995). Menurut

Jansen & Glinow (1985) dalam Malone &

Roberts (1996), perilaku individu merupakan refleksi dari sisi personalitasnya sedangkan

faktor situasional yang terjadi saat itu akan mendorong seseorang untuk membuat suatu

keputusan. Dari pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa perilaku disfungsional audit dapat disebabkan oleh faktor

karakteristik personal dari auditor (faktor internal) serta faktor situasional saat

melakukan audit (faktor eksternal). Penelitian ini penting dilakukan karena

Indonesia masih menempati peringkat kedua

sebagai negara terkorup di Asia (Sindo, 17 Maret 2007). Hal tersebut menunjukkan

kurang berfungsinya badan pengawas yaitu BPKP sebagai auditor internal pemerintah yang

mempunyai logo atau semboyan menciptakan

pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (www.bpkp.co.id).

Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah perlu dipulihkan dan hal itu

tergantung pada praktek profesional yang

dijalankan para auditor pemerintah terutama yang bertugas sebagai pengawas.

Profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi

yaitu: keahlian, pengetahuan, dan karakter. Karakter menunjukkan personality (kepribadian) seorang profesional yang

diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etis (Mar’ie, 2002 dalam Crismastuti

& Vena, 2006).

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini

adalah bagaimana pengaruh karakteristik personal yang terdiri dari locus of control, komitmen organisasi, turnover intention, kinerja karyawan (Employee Performance)

auditor pemerintah yang bekerja di BPKP

terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit.

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 253

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini audit adalah menguji dan memperoleh bukti empiris

pengaruh karakteristik personal auditor yang terdiri dari locus of control, komitmen

organisasi, turnover intention, kinerja

karyawan (Employee Performance) terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Pengembangan teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu, terutama dalam bidang akuntansi keperilakuan dan

auditing mengenai variabel-variabel yang

signifikan menjelaskan penerimaan perilaku disfungsional audit dan juga

diharapkan dapat dipakai sebagai acuan untuk riset-riset mendatang.

2. Pengembangan praktik Penelitian ini diharapkan akan dapat

memberikan kontribusi praktis, yaitu bagi

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan profesi untuk

merencanakan program profesional dan praktek manajemen untuk mendorong

pekerjaan audit yang berkualitas dalam

menciptakan pemerintahan yang Good Governance.

KERANGKA TEORITIS DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Motivasi Menurut Gibson (1994) motivasi

merupakan konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri

seseorang yang akan memulai atau mengarahkan perilakunya. Secara lebih khusus

Hellriegel et al. (2001) dalam (Ghozali & Ivan,

2006) menyatakan bahwa motivasi merupakan dorongan-dorongan individu untuk bertindak

yang menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada

tujuan. Prinsip dasar motivasi tersebut

dinyatakan tingkat kemampuan individu (ability) dan motivasi individu. Berdasarkan

prinsip tersebut tidak ada tugas yang dapat dilaksanakan dengan baik tanpa didukung oleh

kemampuan untuk melaksanakannya. Kemampuan merupakan bakat individu untuk

melaksanakan tugas yang berhubungan

dengan tujuan, namun kemampuan tidak mencukupi untuk menjamin tercapainya

performance (kinerja) terbaik. Individu harus

memiliki motivasi untuk mencapai kinerja

terbaik (Helriegel et al. 2001 dalam Ghozali & Setiawan, 2006).

Pada umumnya para ahli psikologi membagi teori motivasi atas dua kelompok

yaitu content theory dan process theory.

Content theory memfokuskan pada faktor-faktor spesifik yang mendorong, mengarahkan

dan menghalangi perilaku individu. Teori need hierarky Maslow, ERG Adelfer, Achievement

Mclelland dan motivator-hiegene Hertzberg tergolong dalam content theory. Sedangkan

process theory digunakan untuk menguraikan

dan menganalisis mengenai bagaimana faktor-faktor personal (internal individu) berinteraksi

dan mempengaruhi satu sama lain untuk menyebabkan beberapa perilaku (Ghozali &

Setiawan, 2006).

Hubungan Locus Of Control dengan

Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit.

Locus of control adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Rotter (1966) dalam

Donelly et al. (2003) dan sudah digunakan

secara meluas dalam berbagai riset mengenai perilaku disfungsional dalam sebuah

lingkungan auditing dengan latar belakang perusahaan. Rotter (1966) dalam Donelly et al. (2003) menjelaskan bahwa Individu-

individu mengembangkan harapan-harapan mereka yang digeneralisasikan dengan

memperhatikan apakah sukses atau keberhasilan dalam suatu situasi yang tersedia

atau situasi yang ada tergantung kepada

perilaku personil mereka sendiri atau dikontrol oleh kekuatan-kekuatan eksternal.

Individu yang memiliki locus of control internal cenderung menghubungkan hasil atau

outcome dengan usaha-usaha mereka atau mereka percaya bahwa kejadian-kejadian

adalah dibawah pengendalian atau kontrol

mereka dan mereka memiliki komitmen terhadap tujuan organisasi yang lebih besar

dibanding individu yang memiliki locus of control eksternal. Sedangkan individu yang

memiliki locus of control eksternal adalah

individu yang percaya bahwa mereka tidak dapat mengontrol kejadian-kejadian dan hasil

atau outcome (Spector, 1982 dalam Donelly et al. 2003). Jadi, individu yang memiliki locus of control internal dengan eksternal akan memiliki pengaruh kuat dan tindakan yang

berbeda dalam kehidupan mereka ketika

menghadapi situasi-situasi yang identik. Penelitian-penelitian terdahulu telah

menunjukkan suatu hubungan yang kuat dan

254 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

positif diantara eksternal locus of control individual dengan suatu keinginan-keinginan atau maksud-maksud untuk menggunakan

penipuan atau manipulasi untuk memperoleh tujuan-tujuan personil (Gable & Dangelo,

1994; Comer, 1985; Solar & Bruehl, 1971

dalam Donelly et al. 2003). Mudrack (1989) dalam Donelly et al. (2003) menyimpulkan

bahwa penggunaan manipulasi, penipuan atau taktik menjilat atau mengambil muka dapat

menggambarkan suatu usaha dari locus of control eksternal untuk mempertahankan

pengaruh mereka terhadap lingkungan yang

kurang ramah dan memberikan kepada mereka sebuah pendekatan berorientasi

internal seperti kerja keras. Dalam situasi-situasi dimana pihak

eksternal tidak dapat memperoleh penguatan

atau dukungan-dukungan yang diperlukan untuk berkembang atau survive, mereka

memandang bahwa manipulasi terhadap yang lain adalah suatu pertahanan yang perlu dan

penting (Solar dan Bruehl, 1971 dalam Donelly et al. 2003). Perilaku ini sangat mungkin

mewujudkannya dalam bentuk perilaku

disfungsional. Perilaku-perilaku ini adalah alat bagi auditor untuk memanipulasi proses audit

dengan maksud untuk memperoleh tujuan-tujuan kinerja individu. Lebih lanjut perilaku ini

akan lebih terjadi pada pegawai yang

mempersepsikan struktur pengendalian dan pengawasan yang ketat (Gable & Dangello,

1994). Dalam konsteks auditing tindakan

manipulasi atau penipuan akan terwujud

dalam bentuk perilaku disfungsional. Perilaku ini memiliki arti bahwa auditor akan

memanipulasi proses auditing untuk mencapai tujuan kinerja individu. Pengurangan kualitas

auditing bisa dihasilkan sebagai pengorbanan yang harus dilakukan auditor untuk bertahan

di lingkungan audit. Perilaku ini akan terjadi

pada individu yang memiliki locus of control eksternal. Sehingga hipotesis yang diuji adalah

: H1: Locus of control berhubungan positif

dengan penerimaan perilaku

disfungsional audit.

Locus Of Control Sebagai Anteseden Hubungan Kinerja Pegawai dengan

Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit.

Locus of control memainkan peranan

penting dalam kinerja dalam akuntansi seperti pada anggaran partisipatif (Brownel, 1981;

Frucot & Shearon, 1991) dan konflik audit

(Tsui & Gul, 1996 dalam Maryanti, 2005).

Locus of control juga mempengaruhi perilaku disfungsional audit, kepuasan kerja, komitmen

organisasi dan turnover intention (Reed et al;1994 dalam Puji,2005; Donelly et al. 2003)

Penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa locus of control berhubungan signifikan dengan kinerja. Individu yang memiliki locus of control internal cenderung menggunakan tekanan atau mendesak usaha yang lebih

besar dibandingkan dengan individu yang memiliki locus of control eksternal ketika

diyakini bahwa usaha nampak atau mengarah

kepada reward (Spector, 1982 dalam Hyatt & Prawitt, 2001; Rotter, 1990 dalam Hyatt &

Prawitt, 2001; Phares, 1968 dalam Donelly et al. 2003). Internal menunjukkan sikap

pembelajaran yang lebih baik, keahlian-

keahlian memecahkan permasalahan dan penggunaan informasi (Phares, 1976; Wolk

dan Ducette, 1974; dalam Donelly et al. 2003).

Investigasi tentang peranan locus of control dalam literatur akuntansi sedikit agak

terbatas. Locus of control dijelaskan sebagai

suatu moderator dalam partisipasi/ hubungan kinerja didalam beberapa penelitian anggaran

partisipatif (Frucot dan Shearon, 1991). Hyatt dan Prawitt (2001) telah memberikan

beberapa bukti bahwa internal locus of control berhubungan dengan kinerja yang ditingkatkan atau yang ditinggikan.

Disebabkan oleh sifat-sifat teknis dan sifat profesi dari lingkungan kerja audit dan

konsisten dengan temuan-temuan sebelumnya

maka locus of control internal seharusnya memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibanding

locus of control eksternal dalam sebuah lingkungan audit.

Fakta mengenai hubungan yang terjadi antara kinerja dan perilaku

disfungsional dengan locus of control sebagai

variabel anteseden secara umum belum terdapat bukti yang konklusif. Diperkirakan

bahwa tujuan dari perilaku disfungsional adalah untuk memanipulasi pengukuran

kinerja dan untuk mempersulit memperoleh

indikator kinerja sesungguhnya. Namun, terdapat bukti teoretis yang mendukung

bahwa perilaku disfungsional akan lebih sering terjadi dalam situasi dimana persepsi

seseorang terhadap sebuah kinerja bernilai rendah (Donelly.et al. 2003). Sedangkan

seseorang yang memiliki persepsi kinerja

bernilai rendah dipengaruhi oleh karakteristik individu yaitu locus of control eksternal (Hyatt

& Prawitt, 2001).

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 255

Hubungan antara kinerja pegawai

yang bernilai rendah dengan penerimaan perilaku disfungsional dianggap akan lebih

kuat dalam sebuah lingkungan yang dipersepsikan oleh pegawai memiliki struktur

pengendalian dan pengawasan yang tinggi.

Penggunaan program audit, anggaran waktu, dan pengawasan dari dekat dapat

menyebabkan proses audit dipersepsikan sebagai sebuah lingkungan dengan struktur

bertingkat tinggi (Gable & Dangello, 1994). Seorang auditor akan memiliki persepsi yang

lebih rendah terhadap kinerjanya sendiri dan

kinerja yang bernilai rendah dipengaruhi oleh locus of control eksternal yang dimiliki auditor,

sehingga seorang auditor yang memiliki locus of control eksternal akan mempunyai kinerja

pribadi yang rendah dan diperkirakan akan

lebih menerima perilaku disfungsional yang makin besar. Sehingga hipotesa yang diuji

adalah : H2: Locus of control berhubungan negatif

dengan kinerja pegawai yang menyebabkan terjadinya hubungan

positif dengan penerimaan perilaku

disfungsional audit.

Komitmen Organisasi Sebagai Anteseden Hubungan Kinerja Pegawai dengan

Penerimaan Perilaku Disfungsional

Audit. Sejumlah penelitian telah memandang bahwa

komitmen organisasional adalah sebagai anteseden terhadap kinerja (Randhall, 1990).

Mowday et al. (1974) dalam (Donelly et al. 2003) menyatakan, bahwa membentuk karyawan-karyawan dengan komitmen yang

tinggi lebih baik daripada karyawan-karyawan yang kurang kommit. Ferris (1981) dalam

Ghozali & Setiawan (2006) telah menemukan, bahwa kinerja yang ditampilkan oleh para

akuntan professional tingkat junior sebagian

dipengaruhi oleh tingkat komitmen organisasi mereka. Dalam suatu penelitian terhadap

determinan-determinan kinerja auditor, Ferris dan Laccker (1983) dalam Donelly et al. (2003) menjelaskan bahwa kinerja auditor

sebagian merupakan suatu fungsi dari komitmen organisasi. Nouri dan Parker (1998)

telah menemukan bahwa komitmen organisasional mempengaruhi kinerja secara

positif. Hasil-hasil analisis yang telah

dilakukan oleh Randall (1990) menunjukkan

bahwa komitmen organisasional memiliki hubungan yang positif dengan kinerja

karyawan; tetapi hubungan ini adalah kecil.

Dalam penelitian yang sedang dilakukan,

karyawan-karyawan dengan komitmen organisasional yang lebih besar atau lebih

tinggi diharapkan menunjukkan kinerja yang lebih baik.

Fakta mengenai hubungan yang

terjadi antara kinerja dan penerimaan perilaku disfungsional dengan komitmen organisasi

sebagai variabel anteseden secara umum belum terdapat bukti yang konklusif.

Diperkirakan bahwa tujuan dari perilaku disfungsional adalah untuk memanipulasi

pengukuran kinerja dan untuk mempersulit

memperoleh indikator kinerja sesungguhnya. Namun, terdapat bukti teoretis yang

mendukung bahwa perilaku disfungsional akan lebih sering terjadi dalam situasi dimana

persepsi seseorang terhadap sebuah kinerja

bernilai rendah. (Donelly et al. 2003). Sehingga hipotesa yang diuji adalah :

H3: Komitmen organisasi berhubungan positif dengan kinerja pegawai yang

menyebabkan terjadinya hubungan negatif dengan penerimaan perilaku

disfungsional audit.

Locus of control Sebagai Anteseden

Hubungan Turnover Intention dengan penerimaan perilaku disfungsional audit.

Fakta mengenai hubungan yang

terjadi antara turnover intention dan penerimaan perilaku disfungsional dengan

locus of control sebagai variabel anteseden secara umum belum terdapat bukti yang

konklusif. Beberapa penelitian telah

menemukan suatu hubungan yang signifikan antara internal locus of control dan masa

jabatan pekerjaan yang menunjukkan bahwa internal kurang cenderung untuk

mengundurkan diri daripada eksternal (Andrisani & Nestle, 1976; dalam Donelly et al. 2003). Malone & Roberts (1996) menyatakan

bahwa para auditor yang dengan tujuan atau bermaksud untuk meninggalkan perusahaan

bisa jadi lebih mau untuk ikut turut serta dalam perilaku disfungsional audit dengan

tujuan menurunkan atau mengurangi

kekhawatiran atau rasa takut akan kemungkinan penghentian atau pemecatan

jika perilaku mereka tersebut dideteksi. Individu-individu yang sedang bermaksud

meninggalkan perusahaan, sedikit disangkal berhubungan dengan penerimaan perilaku-

perilaku dysfunctional yang lebih besar. Untuk

penilaian kinerja dan promosi dan individu yang bermaksud meninggalkan perusahaan

256 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

biasanya memiliki lokus kendali eksternal.

Sehingga hipotesis yang diuji adalah : H4: Locus of control berhubungan positif

dengan Turnover intention yang menyebabkan terjadinya hubungan

positif dengan penerimaan perilaku

disfungsional audit

Kinerja pegawai Sebagai Anteseden Hubungan Turnover Intention dengan

Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit.

Kinerja karyawan sebagai anteseden

terhadap turnover, telah menjadi suatu perhatian yang dapat dipertimbangkan.

Meskipun hal itu pernah diperdebatkan, bahwa pelaku-pelaku senior atau atasan memiliki

kesempatan atau opportunity yang lebih besar

sehingga lebih mungkin untuk mengundurkan diri (Price, 1977 dalam Donelly et al. 2003).

Penelitian baru-baru ini memberi kesan bahwa hal tersebut tidak menjadi permasalahan.

Dalam kenyataannya, para pelaku atasan atau senior pernah ditemukan lebih cenderung atau

lebih mungkin dipromosikan dan tinggal

menetap dengan organisasi mereka masing-masing daripada para pelaku rendahan atau

bawahan (Vicchio & Norris, 1996; Wells & Muchinsky, 1985; Dreher, 1982; dalam Donelly

et al. 2003).

Hasil-hasil dari beberapa studi yang telah dibentuk dan telah dilakukan oleh

McEvoy & Cascio (1987) dalam Donelly et al. (2003), menemukan bahwa Turnover sangat

rendah diantara para pelaku yang berkinerja

sangat baik. Adanya promosi dan masa jabatan akuntan publik, seseorang akan

mengharapkan tipe hubungan ini ada dan tetap hidup. Para auditor yang menunjukkan

tingkat kinerja yang tinggi dipromosikan, sementara yang tidak mampu mencapai

standar kinerja minimum akhirnya terpaksa

keluar ataupun dipecat dari organisasi. Berdasarkan temuan-temuan ini, diharapkan

bahwa kinerja akan berhubungan secara terbalik dengan turnover intention. Hal ini

menjelaskan bahwa kinerja yang rendah

mengakibatkan turnover yang tinggi; tetapi di pihak lain harus dimaklumi bahwa kinerja yang

tinggi juga kemungkinan atau cenderung mengundurkan diri jika tidak memperoleh

reward seperti promosi atau tidak memperoleh kepuasan kerja.

McEvoy & Cascio (1987) dalam

Donelly et al. (2003) menemukan bahwa Turnover sangat rendah diantara para pelaku

yang berkinerja sangat baik. Malone &

Roberts (1996) menyatakan bahwa para

auditor yang dengan tujuan atau bermaksud untuk meninggalkan perusahaan bisa jadi

lebih mau untuk ikut turut serta dalam perilaku disfungsional audit dengan tujuan

menurunkan atau mengurangi kekhawatiran

atau rasa takut akan kemungkinan penghentian atau pemecatan jika perilaku

mereka tersebut dideteksi. Sedangkan faktor yang menyebabkan individu-individu yang

sedang bermaksud meninggalkan perusahaan, dihubungkan dengan lebih besar untuk

menerima perilaku-perilaku dysfunctional. Sehingga hipotesis yang diuji adalah : H5: Kinerja pegawai berhubungan negatif

terhadap turnover intention yang menyebabkan terjadinya hubungan

positif dengan penerimaan perilaku

disfungsional audit.

Komitmen Organisasi sebagai Anteseden Hubungan Turnover Intention dengan

Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit.

Komitmen organisasional sering dan

selalu digunakan sebagai anteseden dalam penelitian-penelitian yang memprediksi

perilaku-perilaku pengunduran diri atau penarikan diri. Mowday et al. (1982) dalam

(Donelly et al. 2003) telah memprediksi dan

telah menemukan bahwa yang terkuat dan yang sangat dapat diprediksi tentang

konsekwensi perilaku komitmen organisasional adalah dasar-dasar turnover yang lebih

rendah. Hasil analisis dari Mathieu dan Zajac

(1990) dalam Donelly et al. (2003) bahwa komitmen organisasional berhubungan positif

dengan kehadiran dan berhubungan negatif dengan keadaan yang sudah lewat dan

turnover. Komitmen organisasional menunjukkan hubungan yang lebih luas

dengan keinginan-keinginan yang

dihubungkan dengan turnover, yaitu keinginan atau maksud untuk meninggalkan pekerjaan.

Fakta mengenai hubungan yang terjadi antara turnover intention dan

penerimaan perilaku disfungsional dengan

komitmen organisasi sebagai variabel anteseden. Mowday et al. (1982) dalam

(Donelly et al. 2003) telah memprediksi dan telah menemukan bahwa yang terkuat dan

yang sangat dapat diprediksi tentang konsekuensi perilaku komitmen organisasional

adalah dasar-dasar turnover yang lebih

rendah. Hasil analisis dari Mathieu dan Zajac (1990) dalam Donelly et al. (2003)

menyatakan bahwa komitmen organisasional

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 257

berhubungan positif dengan kehadiran dan

berhubungan negatif dengan keadaan yang sudah lewat dan turnover. Malone & Roberts

(1996) menyatakan bahwa para auditor dengan tujuan atau bermaksud untuk

meninggalkan perusahaan bisa jadi lebih mau

untuk ikut turut serta dalam perilaku disfungsional audit dengan tujuan

menurunkan atau mengurangi kekhawatiran atau rasa takut akan kemungkinan

penghentian atau pemecatan jika perilaku mereka tersebut dideteksi. Individu-individu

yang sedang bermaksud meninggalkan

perusahaan, dihubungkan dengan lebih besar untuk menerima perilaku-perilaku

dysfunctional untuk penilaian kinerja dan promosi. Sehingga hipotesis yang diuji adalah

:

H6 = Komitmen organisasi berhubungan negatif dengan turnover intention sehingga menyebabkan terjadinya hubungan positif dengan

penerimaan perilaku disfungsional audit.

Locus of Control sebagai Anteseden Hubungan Komitmen Organisasi dengan

Penerimaan Perilaku Disfungsional. Locus of control telah ditemukan

menjadi anteseden terhadap komitmen

organisasional (Luthan et al. 1987; Kinicki & Vecchio, 1994; dalam Donelly et al. 2003).

Didalam beberapa teori menjelaskan bahwa karyawan yang komit bekerja lebih keras,

tinggal bersama dengan organisasi dan

memberi kontribusi lebih efektif terhadap organisasi tersebut (Mowday et al. 1979 dalam

Donelly et al. 2003). Para individu yang memiliki lokus kendali internal merasa atau

mempersepsikan bahwa mereka memiliki kesempatan atau opportunity yang lebih besar

daripada individu yang memiliki lokus kendali

eksternal (Spector, 1982 dalam Donelly et al. 2003). Oleh sebab itu, ketika internal

bergabung dengan perusahaan, mereka

cenderung memiliki komitmen yang relatif

lebih tinggi dibandingkan dengan eksternal (Luthans et al. 1987 dalam Hyatt & Prawitt,

2001). Selama masa jabatan mereka dengan suatu organisasi, internal akan merasa atau

mempersepsikan ada alternatif yang sama

dalam pasar kerja dan oleh karena sisa-sisa kebaikan mereka dengan suatu organisasi

akan mengembangkan komitmen organisasi yang lebih besar (Spector, 1987 dalam Donelly

et al. 2003). Kontrasnya, eksternal merasa atau mempersepsikan bahwa pilihan-pilihan

lebih sedikit dan kurang mungkin untuk

bertindak pada pilihan-pilihan itu, maka eksternal dapat merasa bahwa mereka tidak

memiliki pilihan walaupun mereka tinggal bersama dengan organisasi yang sedang

berjalan. sementara internal membuat suatu

pilihan aktif untuk tetap dan komitmen mereka terhadap organisasi kemudian meningkat atau

naik setelah pilihan itu. Komitmen organisasional menurut

Luthans (1987) dalam (Donelly et al. 2003) ditentukan oleh nilai pribadi (usia, lama kerja,

perangai atau sifat seperti pengaruh positif

atau negatif, sifat pengendalian locus of control eksternal atau internal) dan

organisasional (desain pekerjaan, gaya kepemimpinan seorang pengawas). Komitmen

organisasional juga dihubungkan dengan

perilaku disfungsional seperti tidak mau berubah yang disebabkan karena kurangnya

kemampuan (Aranya & Ferris 1984, dalam Otley & Pierce, 1996). Jadi hipotesis yang

diharapkan adalah :

H7: Locus of control berhubungan negatif dengan komitmen organisasi sehingga

menyebabkan terjadinya hubungan negatif dengan penerimaan perilaku

disfungsional audit.

MODEL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian diatas maka model penelitian dapat digambarkan sebagai

berikut :

258 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

Gambar 1 :

Model Penelitian PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PENERIMAAN PERILAKU

DISFUNGSIONAL AUDIT

METODE PENELITIAN

Disain Penelitian Pada dasarnya jenis penelitian ini

berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti adalah explanatory causal-comparative research yaitu penelitian untuk menguji

hipotesis yang menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat antara variabel

independen dengan variabel dependen (Bambang Supomo & Nur Indriantoro, 2002).

Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah auditor

pemerintah yang yang bekerja pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) di Jawa Tengah dan DIY. Sedangkan alasan pemilihan lembaga audit pemerintah

BPKP di Jawa Tengah dan DIY adalah:

1. Kemudahan bagi peneliti untuk mengakses informasi

2. Untuk memfokuskan penelitian pada

wilayah kerja dengan indeks persepsi korupsi tertinggi dibawah

Jakarta.([email protected])

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian

ini adalah non-probability sampling dengan metode penentuan sampel convenience sampling. Pendistribusian kuisioner ini dilakukan secara langsung dalam lokasi

penelitian.

Definisi Operasional Variabel

Locus of Control Locus of control diukur dengan

menggunakan jumlah skala dari total 16 item yang berasal dari studi milik Spector (1988)

dalam Donelly et al. (2003). Skore yang lebih

tinggi nilainya dari nilai median skore locus of control memberikan indikasi bahwa

kepribadian eksternal makin besar sedangkan

Kinerja

pegawai

Turnover

intention

Komitmen

organisasion

al

Penerimaan

dysfunctional

audit behavior

Locus of

control

H3+

H7_

H2 _

H1+

_

H4+ H6+

H5+

H2 _

H3 _

H4+

H7_

H5 _

H6_

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 259

skore yang lebih rendah dari nilai median

skore locus of control berhubungan dengan perilaku atau sikap internal (Hyatt & Prawitt,

2001).

Variabel Kinerja pegawai

Variabel kinerja pegawai diukur dengan menggunakan instrumen yang

dikembangkan oleh Mahoney et al. (1963,1965) dalam Donelly et al. (2003).

Setiap responden diminta untuk mengevaluasi kinerja mereka yang terbagi dalam enam

dimensi kinerja; perencanaan; koordinasi;

supervisi; representasi; dan pengaturan staff. Responden diminta untuk memberikan

peringkat efektivitas yang ada secara keseluruhan dalam pertanyaan terakhir. Skore

1 menunjukkan kinerja yang jauh dibawah

rata-rata atau kinerja rendah. Sedangkan skore 7 menunjukkan kinerja diatas rata-rata

atau kinerja tinggi.

Komitmen Organisasi Variabel komitmen organisasi diukur

dengan menggunakan instrumen yang

dikembangkan oleh Mowday (1979) dalam Donelly et al. (2003) dengan menggunakan

sembilam item pertanyaan yang diambil dari Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) dengan menggunakan skala Likert 7

poin, Responden dengan nilai 7 (sangat setuju), menunjukkan komitmen karyawan

tersebut sangat tinggi. Responden yang menjawab dengan nilai 1 (sangat tidak

setuju), menunjukkan komitmen karyawan

tersebut sangat rendah.

Keinginan Karyawan Untuk Berpindah (Turnover Intention)

Variabel ini diukur dengan tiga skala tentang keinginan pegawai untuk berhenti dari

pekerjaannya dinilai berdasarkan keinginan

yang timbul segera yaitu timbul dalam jangka waktu 2 tahun, dan pada periode menengah

yaitu lima tahun dan pada periode jangka panjang (hingga pensiun). Pendekatan multi

item ini didukung oleh literatur sebelumnya

(Scandura dan Viator, 1994; Rasch dan Harrell, 1990; Aranya dan Ferris, 1984 dalam

Donelly et al. 2003). Item-item tersebut ditulis dalam format skala Likert tujuh poin dengan

nilai 1 berarti sangat tidak setuju dan nilai 7 berarti sangat setuju, item ini memilki nilai

berbalik sehingga semakin rendah nilainya

mengindikasikan keinginan pegawai untuk berhenti dari pekerjaannya tinggi.

Penerimaan Perilaku Disfungsional

Audit Variabel ini diukur dengan

menggunakan 12 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Donelly, et al.(2003). Tiga

bagian instrumen tentang perilaku

disfungsional dibentuk untuk menangkap informasi mengenai perilaku disfungsional

yang diperlukan dalam sebuah lingkungan auditing. Empat item yang behubungan

dengan masing-masing jenis perilaku disfungsional disertakan. Item dalam

instrumen penelitian ini dibentuk untuk

mengukur bagaimana seorang auditor menerima beragam bentuk perilaku

disfungsional. Item ini dibentuk dengan berdasarkan skala Likert tujuh poin yaitu nilai

1 = sangat tidak setuju dan 7 = sangat

setuju. Pertanyaan akan ditulis sehingga responden dengan nilai 7 memberikan indikasi

diterimanya perilaku disfungsional oleh responden dengan tingkatan yang tinggi.

TEKNIK ANALISIS

Uji Statistik Deskriptif

Stratistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi empiris suatu data

mengenai demografi responden yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,

varian, maksimum, minimum. Gambaran

tersebut meliputi jenis kelamin, pendidikan, jabatan dan masa kerja.(Ghozali, 2005).

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian

ini akan dilakukan dengan menggunakan struktural (Structural Equation Model) dengan

pertimbangan bahwa SEM memiliki kemampuan untuk menggabungkan

measurement model dengan structural model secara simultan dan efisien bila dibandingkan

dengan teknik multivariat lainnya Hair et al.. (1998). Penggunaan model persamaan tersebut dengan menggunakan pendekatan

partial least square (PLS) dengan menggunakan software VisualPLS .

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Penelitian

Data penelitian dikumpulkan dengan membagikan sebanyak 397 kuisioner kepada

responden yaitu 250 kepada auditor BPKP dikantor perwakilan Jawa Tengah dan 147

kepada auditor BPKP dikantor perwakilan DIY.

Jumlah kuisioner yang kembali sebanyak 150 ekslempar. Dari jumlah tersebut yang diisi

lengkap dan dapat digunakan untuk olah data

260 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

sebanyak 140 dan yang tidak dapat digunakan

10 karena tidak diisi dengan lengkap sehingga tidak dapat diolah. Dengan demikian tingkat

pengembalian (respon rate) dari kuisioner

yang disebarkan sebesar 37,78%. Ringkasan

jumlah pengiriman dan pengembalian kuisioner dalam penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1 :

Ringkasan Pengiriman dan Pengembalian Kuisioner

NO Uraian Jumlah Prosentase

1 Kuisioner yang dikirim 397 100% 2 Kuisioner yang dikirim di perwakilan Jawa Tengah 250 63%

3 Kuisioner yang dikirim di perwakilan DIY 147 37% 4 Kuisioner yang tidak kembali 247 62,2%

5 Kuisioner yang kembali 150 37,78%

6 Kuisioner yang tidak dapat dianalisis 10 2,52% 7 Kuisioner yang dapat dianalisis 140 35,26%

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2007

Demografi Responden

Jumlah responden yang dipakai untuk pengolahan data dalam penelitian ini sebanyak

140 orang. Gambaran umum mengenai profil

responden dapat dilihat pada tabel 2.

TABEL 2 :

PROFIL RESPONDEN(N=140)

No Keterangan Jumlah Prosentase

1 Gender Wanita 32 22,85%

Pria 108 77,14% Jumlah 140 100%

2 Pendidikan SMA 1 0,7% D3 33 20,71%

SI 94 71,43%

S2 12 7,86% Jumlah 140 100%

3 Lama bekerja Antara 1 s/d 5 tahun 1 0,7% Antara 6 s/d 10 tahun 25 17,85%

Antara 11 s/d 15 tahun 28 20%

Diatas 15 tahun 86 61,43% Jumlah 140 100%

4 Jabatan Auditor ahli madya 23 16,43% Auditor ahli muda 13 9,3%

Auditor ahli pratama 24 17,14% Auditor penyelia 29 20,71%

Auditor pelaksana lanjutan 50 35,71%

Auditor pelaksana 1 0,7% Jumlah :

Auditor BPKP Jateng Auditor BPKP DIY

Total responden

59 81

140

42,14% 57,86%

100%

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2007

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 261

Statistik Deskriptif

TABEL 3 :

STATISTIK DESKRIPTIF

Variabel Teoritis Sesungguhnya Standar

deviasi Kisaran Median Kisaran Mean

LC 16 s/d 112 64 16 s/d 75 41,93 10,063 KO 9 s/d 63 36 33 s/d 62 48,70 5,507

TI 3 s/d 21 12 3 s/d 14 7,24 1,705 K 7 s/d 49 28 24 s/d 46 36,97 3,397

PDA 12 s/d 84 48 15 s/d 54 32,31 7,480

Sumber: Data primer Hasil Penelitian, 2007

Berdasarkan tabel 3 Nilai rata-rata jawaban responden terhadap item pertanyaan konstruk

locus of control dibawah nilai median kisaran

teoritis, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum karakteristik personal

responden memiliki internal locus of control. Nilai rata-rata jawaban responden terhadap

item pertanyaan konstruk komitmen

organisasional diatas nilai median kisaran teoritis, maka dapat disimpulkan bahwa

karakteristik personal responden secara umum memiliki komitmen organisasional yang tinggi.

Nilai rata-rata jawaban responden terhadap item pertanyaan konstruk turnover intention dibawah nilai median kisaran teoritis, maka

dapat disimpulkan bahwa karakteristik personal responden secara umum memiliki

turnover intention yang rendah. Nilai rata-rata jawaban responden terhadap item pertanyaan

konstruk kinerja pegawai diatas nilai median

kisaran teoritis, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik personal responden

secara umum memiliki kinerja yang tinggi.

Nilai rata-rata jawaban responden terhadap item pertanyaan konstruk penerimaan perilaku

disfungsional audit dibawah nilai median kisaran teoritis, maka dapat disimpulkan

bahwa responden secara umum memiliki

toleransi yang rendah terhadap perilaku disfungsional audit.

TEKNIK ANALISIS

Menilai Outer Model dengan Convergent Validity

a.Outer Model atau Measurement Model Locus of Control Variabel locus of control dijelaskan oleh 16

indikator yang terdiri dari LC1 sampai dengan LC16.

TABEL 4 :

NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL) VARIABEL LOCUS OF CONTROL

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate Mean Of

Subsample Standar

Deviation T-Statistic

LC LC1 0.2812 0.2978 0.0951 2.9578

LC2 0.2812 0.2978 0.0951 2.9578

LC3 0.5111 0.4987 0.0803 6.3637

LC4 0.493 0.4798 0.0719 6.8555

LC5 0.4506 0.4501 0.1121 4.0186

LC6 0.5279 0.4885 0.0965 5.4685

LC7 0.5591 0.544 0.0743 7.5271

LC8 0.4175 0.4378 0.108 3.8648

LC9 0.5147 0.5122 0.0756 6.8065

LC10 0.6577 0.6469 0.0616 10.6723

LC11 0.5709 0.5774 0.0667 8.5568

LC12 0.3946 0.4058 0.0931 4.2394

LC13 0.5157 0.5009 0.1034 4.9852

LC14 0.5331 0.5149 0.1043 5.1095

LC15 0.5288 0.54 0.0855 6.1855

LC16 0.3588 0.3589 0.0956 3.7544

Sumber: Output Visual PLS 2007

262 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

Berdasarkan tabel 4 outer loading indikator

LC1, LC2, LC4, LC5, LC8, LC12, dan LC16 harus dikeluarkan dari model karena memiliki

loading kurang dari 0,5. Selanjutnya model kita re-estimasi kembali dengan membuang

indikator yang loadingnya kurang dari 0,5.

Tabel 5 adalah hasil re-estimasi kembali.

Berdasarkan tabel 4.5 indikator LC3 harus dikeluarkan dari model karena memiliki

loading kurang dari 0,5. Selanjutnya model kita re-estimasi kembali dan indikator

loadingnya sudah lebih dari 0,5. Tabel 6.

TABEL 5 :

NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL) VARIABEL LOCUS OF CONTROL

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate Mean Of

Subsample Standar

Deviation T-Statistic

Lc LC3 0.3229 0.3199 0.1001 3.2257

LC6 0.6243 0.6201 0.0748 8.3482

LC7 0.6471 0.639 0.0561 11.5261

LC9 0.6358 0.63 0.0658 9.6593

LC10 0.7378 0.7291 0.0437 16.8941

LC11 0.6526 0.6502 0.0767 8.5084

LC13 0.6497 0.6472 0.0837 7.7614

LC14 0.6745 0.6842 0.0748 9.0227

LC15 0.5284 0.5265 0.0903 5.8534

Sumber: Output Visual PLS 2007

TABEL 6 : NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL)

VARIABEL LOCUS OF CONTROL

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate

Mean Of

Subsample

Standar

Deviation T-Statistic

LC LC6 0.6068 0.5943 0.0715 8.4913

LC7 0.6558 0.6523 0.0628 10.4497

LC9 0.6766 0.6749 0.0554 12.2179

LC10 0.7196 0.7161 0.0421 17.1108

LC11 0.6783 0.6801 0.0628 10.801

LC13 0.6773 0.666 0.078 8.6855

LC14 0.6952 0.687 0.0699 9.9495

LC15 0.5276 0.5252 0.0851 6.2004

Sumber: Output Visual PLS 2007

b.Outer Model atau Measurement Model Komitmen Organisasional

Variabel komitmen organisasional memiliki 9 indikator yang terdiri dari KO1 sampai dengan

KO9. Hasil lengkap pengolahan data dapat

dilihat pada lampiran, tabel 7. Indikator KO1

harus dikeluarkan dari model karena memiliki loading kurang dari 0,5. Selanjutnya model

kita re-estimasi kembali dengan membuang indikator yang loadingnya kurang dari 0,5.

Tabel 8.

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 263

TABEL 7 :

NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL) VARIABEL KOMITMEN ORGANISASIONAL

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate Mean Of

Subsample Standar

Deviation T-Statistic

KO KO1 0.1559 0.1563 0.0966 1.6144

KO2 0.5583 0.5591 0.0725 7.6985

KO3 0.7842 0.7841 0.0437 17.9408

KO4 0.6264 0.6367 0.0706 8.878

KO5 0.8652 0.8628 0.0321 26.9352

KO6 0.7996 0.7961 0.0594 13.4651

KO7 0.8397 0.8425 0.0306 27.4471

KO8 0.8538 0.8515 0.0359 23.7771

KO9 0.7201 0.7107 0.0929 7.7516

Sumber: Output Visual PLS 2007

TABEL 8 :

NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL)

VARIABEL KOMITMEN ORGANISASIONAL

Variabel Indikator

Entire Sample

Estimate

Mean Of

Subsample

Standar

Deviation T-Statistic

Ko KO2 0.5576 0.5555 0.0733 7.6097

KO3 0.7823 0.7825 0.0425 18.4154

KO4 0.6214 0.6436 0.0653 9.5105

KO5 0.8661 0.8616 0.0286 30.2856

KO6 0.8013 0.7933 0.0626 12.8103

KO7 0.8395 0.8365 0.0356 23.6016

KO8 0.8556 0.8525 0.0412 20.7439

KO9 0.7227 0.7318 0.0911 7.9328

Sumber: Output Visual PLS 2007

c.Outer Model atau Measurement Model Kinerja Pegawai

Variabel kinerja pegawai memiliki 7 indikator yang terdiri dari K1 sampai dengan K7. Hasil

lengkap pengolahan data menggunakan Visual

PLS dapat dilihat pada lampiran dan tabel 9.

indikator K1 harus dikeluarkan dari model karena memiliki loading kurang dari 0,5. Selanjutnya model kita re-estimasi kembali dengan membuang indikator yang loadingnya

kurang dari 0,5. Tabel 10.

TABEL 9 : NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL)

VARIABEL KINERJA PEGAWAI

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate Mean Of

Subsample Standar

Deviation T-

Statistic

Kinerja K1 0.4459 0.4376 0.0761 5.859

K2 0.7552 0.7608 0.0589 12.8157

K3 0.8511 0.8581 0.0315 27.0106

K4 0.9275 0.9241 0.0204 45.5555

K5 0.74 0.7364 0.0817 9.0595

K6 0.8022 0.7963 0.0565 14.2005

K7 0.6923 0.6835 0.0757 9.1496

Sumber: Output Visual PLS 2007

264 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

TABEL 10 : NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL)

VARIABEL KINERJA PEGAWAI

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate Mean Of

Subsample Standar

Deviation T-Statistic

Kinerja K2 0.7789 0.7854 0.0548 14.2239

K3 0.8476 0.855 0.0359 23.6285

K4 0.9288 0.9285 0.0211 44.0109

K5 0.7255 0.7082 0.0929 7.8129

K6 0.8268 0.8183 0.0418 19.7782

K7 0.7276 0.7185 0.072 10.1082

Sumber: Output Visual PLS 2007

d.Outer Model atau Measurement Model Turnover Intention Variabel turnover intention memiliki 3 indikator yang terdiri dari TI1 sampai dengan TI3. Hasil lengkap pengolahan data menggunakan Visual PLS dapat dilihat pada lampiran dan tabel 4.11. ( Lampiran ). Berdasarkan tabel 4.11. diatas tampak bahwa semaua nilai outer model atau korelasi

antara indikator dengan konstruk atau variabel yaitu entire sample estimate atau loading factor semuanya diatas 0,5 oleh karena itu variabel turnover intention sudah memenuhi syarat dari kecukupan model atau Convergent Validity yang baik dan dapat dilanjutkan kedalam pengolahan data.

TABEL 11 :

NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL) VARIABEL TURNOVER INTENTION

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate Mean Of

Subsample Standar

Deviation T-Statistic

TI TI1 0.8072 0.8137 0.0504 16.0265

TI2 0.6554 0.6638 0.0786 8.3392

TI3 0.7262 0.7237 0.058 12.5288

Sumber: Output Visual PLS 2007 e.Outer Model atau Measurement Model

Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit. Variabel Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit memiliki 12 indikator yang terdiri dari PDA1 sampai

dengan PDA12. Hasil lengkap pengolahan data menggunakan Visual PLS dapat dilihat pada lampiran dan tabel 12, tabel 13 dan tabel 14.

TABEL 12 :

NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL) VARIABEL PENERIMAAN PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate Mean Of

Subsample Standar

Deviation T-Statistic

PDA PDA1 0.1947 0.2217 0.1069 1.8215

PDA2 0.3595 0.3749 0.1007 3.5717

PDA3 0.4343 0.4372 0.0927 4.6857

PDA4 0.6796 0.6863 0.0563 12.0706

PDA5 0.5955 0.6183 0.074 8.0499

PDA6 0.6845 0.7026 0.0624 10.974

PDA7 0.7069 0.7134 0.0487 14.5044

PDA8 0.581 0.5847 0.0744 7.8135

PDA9 0.585 0.5801 0.0839 6.9731

PDA10 0.3882 0.369 0.1035 3.7511

PDA11 0.5198 0.5085 0.0809 6.4234

PDA12 0.4827 0.4725 0.0842 5.7299

Sumber: Output Visual PLS 2007

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 265

TABEL 13 :

NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL) VARIABEL PENERIMAAN PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate Mean Of

Subsample Standar

Deviation T-Statistic

PDA PDA4 0.7571 0.7721 0.0441 17.1612

PDA5 0.6654 0.6755 0.0737 9.0279

PDA6 0.7481 0.7633 0.0782 9.5621

PDA7 0.807 0.8128 0.0348 23.1636

PDA8 0.6095 0.6112 0.0984 6.1952

PDA9 0.6048 0.5979 0.0946 6.3964

PDA11 0.377 0.3572 0.1043 3.6148

Sumber: Output Visual PLS 2007

TABEL 14 :

NILAI OUTER LOADINGS (MEASUREMENT MODEL) VARIABEL PENERIMAAN PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT

Variabel Indikator Entire Sample

Estimate

Mean Of

Subsample

Standar

Deviation

T-

Statistic

PDA PDA4 0.8119 0.8121 0.0318 25.4988

PDA5 0.7104 0.7143 0.064 11.0915

PDA6 0.796 0.8049 0.0516 15.4186

PDA7 0.8277 0.8255 0.0326 25.4155

PDA8 0.5688 0.5606 0.1019 5.5799

PDA9 0.5594 0.5495 0.0939 5.9579

Sumber: Output Visual PLS 2007.

2. Menilai Outer Model dengan Composite Reliability

Outer model juga dilihat dari composite reliability dari blok indikator yang

mengukur konstruk atau variabel. dapat dilihat

tabel 15. Dari tabel diatas dapat dilihat nilai composite reliability untuk masing-masing

konstruk sebelum eliminasi yaitu Kinerja (K) 0,901, Locus of Control (LC) 0,825, Komitmen

organisasi (KO) 0,899, Turnover Intention (TI) 0,774, dan Penerimaan perilaku disfungsional

audit (PDA) 0,819. Sedangkan sesudah

eliminasi diperoleh hasil composite reliability yaitu : variabel kinerja (K) 0,918, Locus of

Control (LC) 0,857, Komitmen organisasi (KO) 0,916, Turnover Intention (TI) 0,775, dan

Penerimaan perilaku disfungsional audit (PDA) 0,863. Dari hasil diatas menunjukkan nilai

composite reliability untuk masing-masing

konstruk sebelum dan sesudah eliminasi diatas 0,6, dan setelah adanya eliminasi nilai

composite reliability untuk masing-masing konstruk mengalami kenaikan. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa semua variabel atau konstruk lebih reliabel setelah dilakukan

eliminasi terhadap indikator yang outer

loading < 0,5.

TABEL 15 :

NILAI COMPOSITE RELIABILITY

Variabel Composite Reliability

Kriteria Belum Eliminasi Sesudah Eliminasi

Kinerja 0,901 0.918 Baik

LC 0,825 0.857 Baik KO 0.899 0.916 Baik PDA 0.819 0.863 Baik TI 0.774 0.775 Baik

Sumber: Output Visual PLS 2007

266 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

3. Pengujian Model Struktural (Inner Model)

Pada tabel 16 menunjukkan R-Square

konstruk KO sebesar 0,218, Kinerja sebesar 0,238, TI sebesar 0,600 , PDA sebesar 0,532.

Semakin tinggi R-Square maka semakin besar

variabel independen tersebut menjelaskan variabel dependen sehingga semakin baik

persamaan struktural.

Untuk menguji hipotesis yang

diajukan, dapat dilihat nilai t-statistik. Batas untuk menolak dan menerima hipotesis yang

diajukan adalah apabila nilai t berada pada rentang nilai -1,96 s/d 1,96 maka hipotesis

akan ditolak atau menerima hipotesis nol (H0).

Hasil estimasi ststistik dapat dilihat pada tabel 17.

TABEL 16 : NILAI R-Square

Variabel R-Square LC - KO 0,218

K 0,238 TI 0,600

PDA 0,532

Sumber: Output Visual PLS 2007

TABEL 17 : ESTIMASI PARAMETER DAN UJI SIGNIFIKANSI PATH

Variabel

Entire Sample

Estimate

Mean of

Subsamples

Standar

d Error

T-

Statistic

Hipotesi

s

Terima /

Tolak

Lc->Kinerja -0.313 -0.3113 0.0786 -3.983 H2 Terima

Kinerja->TI -0.178 -0.1818 0.0528 -3.3717 H5 Terima

Ti->Pda 0.476 0.4837 0.0814 5.8494 H4, H5 Terima

Lc->Ko -0.467 -0.47 0.0641 -7.2837 H7 Terima

Ko->Pda -0.126 -0.1389 0.0793 -1.5891 H7 Tolak

Kinerja->PDA -0.11 -0.1126 0.0657 -1.6743 H2, H3 Tolak

Lc->Ti 0.501 0.4983 0.0558 8.983 H4 Terima

Ko->Ti -0.273 -0.2771 0.0594 -4.5974 H6 Terima

Lc->Pda 0.14 0.1392 0.0749 2,0329 H1 Terima

Ko->Kinerja 0.256 0.2661 0.1158 2.2104 H3 Terima

Sumber: Output Visual PLS 2007

Hipotesis kesatu (H1)

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara locus of control terhadap penerimaan perilaku

disfungsional audit menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 14% (yaitu

berdasarkan nilai entire sample estimate LCPDA dengan nilai 0,14) dan signifikan

pada ( =0,05) dengan nilai t-statistik 2,0329

nilai t-statistik diatas 1,96, sehingga penelitian ini menerima hipotesis alternatif pertama pada

signifikansi ( =0,05). Hasil ini menunjukkan

bahwa auditor yang bekerja di BPKP wialayah Jawa Tengah dan DIY memiliki kecenderungan

locus of control internal dan memberikan

toleransi yang rendah terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit. Secara konsep

teori auditor BPKP sudah memenuhi kriteria

ideal yaitu lokus kendali internal harus dimiliki pada tenaga ahli yang bekerja pada sebuah

lingkungan audit. (Hyatt & Prawitt, 2001).

Hipotesis kedua (H2)

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara locus of control terhadap kinerja pegawai

menunjukkan ada pengaruh negatif sebesar 31,3% (yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate LCK dengan nilai -0,313) dan

signifikan pada ( =0,05) dengan nilai t-

statistik -3,983. Nilai t-statistik diatas -1,96.

Sedangkan pengaruh kinerja terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit (PDA)

adalah negatif sebesar 11% (yaitu

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 267

berdasarkan nilai entire sample estimate KPDA dengan nilai -0,11) tetapi tidak

siginfikan pada ( =0,05) yaitu (-1,6743 < -

1,96). Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa penalitian ini tidak menerima hipotesis

alternatif kedua (H2). Hasil ini mengindikasikan auditor dengan

kecenderungan LC internal memilki kinerja

yang tinggi, tetapi tingkatan kinerja pada auditor BPKP tidak menjadi faktor penerimaan

perilaku disfungsioanal audit. Kondisi tersebut umum karena dilembaga sektor publik evaluasi

kinerja dengan sistem rewards tidak dilakukan dengan optimal, Sehingga tingkatan kinerja

tidak dapat menjadi indikator tinggi rendahnya

penerimaan perilaku disfungsional audit.

Hipotesis ketiga (H3) Hasil uji terhadap koefisien parameter antara

komitmen organisasional terhadap kinerja

pegawai menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 25,6% (yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate KOK dengan nilai 0,256)

dan signifikan pada ( =0,05) dengan nilai t-

statistik 2,2104. Nilai t-statistik diatas 1,96. Sedangkan pengaruh kinerja terhadap

penerimaan perilaku disfungsional audit (PDA)

adalah negatif sebesar 11% (yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate KPDA dengan nilai -0,11) tetapi tidak

siginfikan pada ( =0,05) dengan nilai t-

statistik sebesar 1,6743 Nilai t-statistik dibawah -1,96. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa penelitian ini tidak menerima hipotesis

alternatif ketiga (H3) pada signifikansi 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan komitmen

tinggi berdampak pada kinerja yang tinggi, tetapi tinggi rendahnya kinerja tidak

berdampak pada tinggi rendahnya penerimaan perilaku disfungsioanal audit.

Hipotesis keempat (H4) Hasil uji terhadap koefisien parameter antara

locus of control terhadap turnover intention menunjukkan ada pengaruh positif sebesar

50,1% (yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate LCTI dengan nilai 0,501) dan

signifikan pada ( =0,05) dengan nilai t-

statistik 8,983. Nilai t-statistik diatas 1,96. Sedangkan pengaruh turnover intention

terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit (PDA) adalah positif sebesar 47,6%

(yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate TIPDA dengan nilai 0,476) dan siginfikan

pada ( =0,05) dengan nilai t-statistik sebesar

5,894. Nilai t-statistik diatas 1,96. Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis

alternatif keempat (H4) diterima pada

signifikansi ( =0,05). Hasil ini sejalan dengan

penelitian Malone & Robert (1996) yaitu auditor dengan LC internal memliki turnover intention yang rendah dan cenderung memberikan toleransi yang rendah terhadap

perilaku disfungsioanal audit.

Hipotesis kelima (H5)

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara kinerja pegawai terhadap turnover intention

menunjukkan ada pengaruh negatif sebesar

17,6 % (yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate KTI dengan nilai -0,176) dan

signifikan pada ( =0,05) dengan nilai t-

statistik sebesar -3,3717. Nilai t-statistik diatas

-1,96. Sedangkan pengaruh turnover intention terhadap penerimaan perilaku disfungsional

audit (PDA) adalah positif sebesar 47,6%

(yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate TIPDA dengan nilai 0,476) dan signfikan

pada ( =0,05) dengan nilai t-statistik sebesar

5,894. Dari hasil uji tersebut dapat

disimpulkan bahwa hipotesis alternatif kelima

(H5) diterima pada signifikansi ( =0,05). Hasil

ini menunjukkan auditor dengan kinerja

rendah akan melakukan penerimaan perilaku

disfungsional audit ketika ada keinginan untuk keluar dari instansi tempat auditor bekerja.

Hipotesis keenam (H6)

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara

komitmen organisasional terhadap turnover intention menunjukkan ada pengaruh negatif

sebesar 27,3% (yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate KOTI dengan nilai -0,273)

dan signifikan pada ( =0,05) dengan nilai t-

statistik -4.5974. Nilai t-statistik diatas -1,96.

Sedangkan pengaruh turnover intention terhadap penerimaan perilaku disfungsional

audit (PDA) adalah positif sebesar 47,6%

(yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate TIPDA dengan nilai 0,476) dan siginfikan

pada ( =0,05) dengan nilai t-statistik sebesar

5,894. Dari hasil uji tersebut dapat

disimpulkan bahwa hipotesis alternatif keenam

(H6) diterima pada signifikansi ( =0,05). Hasil

ini menunjukkan tingginya komitmen organisasional akan meminimalkan keinginan

untuk pindah kerja yang akan berdampak pada rendahnya penerimaan perilaku

disfungsioanal audit.

Hipotesis ketujuh (H7)

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara locus of control terhadap komitmen

organisasional menunjukkan ada pengaruh

268 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

negatif sebesar 46,7% (yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate LCKO dengan nilai -

0,467) dan signifikan pada ( =0,05) dengan

nilai t-statistik -7,2837. Nilai t-statistik diatas -1,96. Sedangkan pengaruh komitmen

organisasional terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit (PDA) adalah negatif

sebesar 12,6% (yaitu berdasarkan nilai entire sample estimate KOPDA dengan nilai -

0,126). Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tidak

menerima hipotesis alternatif ketujuh (H7)

pada signifikansi ( =0,05). Hasil penelitian ini

membuktikan auditor dengan lokus kendali

internal memiliki komitmen organisasi yang

tinggi tetapi tingkatan komitmen tidak bisa menjadi indikator tinggi rendahnya

penerimaan perilaku disfungsioanal audit. Hal tersebut disebabkan adanya standar prosedur

audit yang baku pada BPKP dan adanya sangsi yang tegas jika melanggar, sehingga auditor

cenderung bersikap menghindari hal-hal yang

akan merugikan diri sendiri.

KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa karekteristik personal auditor yang

bekerja di BPKP wilayah Jawa Tengah dan DIY yaitu locus of control berhubungan positif

terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit tetapi tidak signifikan dan secara konsep

teori, auditor pada BPKP sudah memenuhi kriteria ideal yaitu lokus kendali internal harus

dimiliki pada orang yang bekerja pada sebuah

lingkungan audit. (Hyatt & Prawitt, 2001) Berdasarkan hasil pengujian SEM

dengan alat bantu analisis Visual-PLS disimpulkan bahwa: (H1 diterima) konsisten

dengan penelitian Donelly et al. (2003) dan

tidak konsisten dengan penelitian Malone & Robert (1996) dan Maryanti (2005). (H2 dan

H3 ditolak), hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Donelly et al. (2003). (H4

diterima), hasil penelitian konsisten dengan

penelitian Donelly et al. (2003). (H5 diterima), hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian

Donelly et al. (2003), Maryanti (2005), (H6 diterima), Hasil penelitian konsisten dengan

penelitian Aranya et al. (1982), Lachman & Aranya (1986) dalam Otley & Pierce (1996),

Mathiew dan Zajac (1990) dalam Donelly et al. (2003), Donelly et al. (2003) dan penelitian Maryanti (2005). (H7 ditolak) hasil penelitian

ini tidak konsisten dengan penelitian Otley & Pierce (1996) dan Maryanti (2005,dan

konsisten dengan penelitian Malone & Robert

(1996)

Keterbatasan

Peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan yang mungkin mempengaruhi

hasil penelitian ini, dan bisa diperbaiki oleh peneliti yang akan datang yaitu:

1. Lokasi penelitian yang digunakan adalah

BPKP perwakilan Jateng dan DIY, sehingga kesimpulan yang dihasilkan tidak

bisa men-generalisasi untuk auditor BPKP seluruh Indonesia. Penelitian yang akan

datang kemungkinan akan menunjukkan hasil yang berbeda jika diterapkan pada

auditor BPKP seluruh perwakilan di

Indonesia. 2. Penelitian ini menggunakan self rating

scale pada pengukuran kinerja sehingga menyebabkan kecenderungan para

responden mengukur kinerja mereka lebih

tinggi dari kinerja aktualnya.Penelitian mendatang diharapkan dapat

menggunakan ukuran kinerja yang lebih obyektif, misalnya menggunakan standar

penilaian kinerja yang sudah ada pada instansi tersebut.

Implikasi Praktis dan Saran Bagi BPKP diharapkan untuk dapat

mengetahui karakteristik personal auditor yang dapat menunjang kesuksesan personal

dan membawa kesuksesan bagi BPKP dalam

menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawasan terhadap lembaga pemerintah

dari tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Langkah yang bisa dilaksanakan

oleh BPKP adalah melakukan seleksi pada saat

merekrut, memberikan program pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan

profesionalisme auditor. Selain itu sangat penting bagi BPKP untuk menekankan pada

semua personel audit untuk bekerja secara profesional dengan memberikan prioritas yang

tinggi dalam evaluasi kinerja, kompensasi,

promosi dan keputusan untuk mempertahankan pegawai.

Saran untuk penelitian yang akan datang adalah :

1. Penelitian yang akan datang perlu untuk

menggunakan populasi yang lebih luas yaitu auditor BPKP seluruh perwakilan

Indonesia. Sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pijakan untuk

evaluasi bagi instansi BPKP seluruh Indonesia untuk meminimalisir faktor

personal yang dapat mengurangi kualitas

audit. 2. Penelitian mendatang diharapkan dapat

menggunakan ukuran kinerja yang lebih

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 269

obyektif, misalnya menggunakan standar

penilaian kinerja yang sudah ada pada instansi tersebut.

3. Penelitian mendatang hendaknya juga mengakomodasi variabel karakteristik

personal selain dari peneletian Donelly et al.(2003.Misalnya gender,dan komitmen profesional. (Rasch & Harrel, 1990;

Malone & Robert, 1996; Micheal & Eaton, 2003)

4. Penelitian mendatang hendaknya juga

mengakomodasi variabel yang berasal dari faktor eksternal/lingkuangan audit,

misalnya time budget pressure, Audit Firm Structure, quality control dan Review procedure, dan gaya kepemimpinan

(Malone & Robert, 1996; Otley & Pierce, 1996).

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Soekrisno. 1996. Auditing. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

Akers. M.D & Eaton. T.V. 2003. “Underreporting of Chargable Time : The Impact of Gender and Characteristics OF underreporters.” Journal of Managerial Issues 1.

Akhmad Samsul Ulum. 2005. Pengaruh Orientasi Etika Terhadap Hubungan Antara Time Pressure Dengan Perilaku Prematur Sign-Off Prosedur Audit. Jurnal Manajemen Akuntansi dan Sistem Informasi. Vol 5. No 2.

An Empirical Study of The Impact of Leadership Style.” Accounting, Organizations and Society 20.

Arens, Alvin, A and James, K.L.1995. Auditing An Integrated Approach, 4th ed. New Jersey : Prentice Hall, Inc.

Blau G.J. & Boal K.B. (1987), “Conceptualizing How Job Involvement and Organizational Commitment Affect Turnover and Absenteeism.” The Academy of Management Review. Vol 12. No 2.

Bluedorn, A.C. 1982, “A Unified Model of Turnover from Organizations”, Human Relations, Vol. 35 No.

2.

Brownell, P. 1981. Participation and Budgeting, Locus of Control and Organizational Effektiviness. The Accounting Review. Vol LVI (4).

Christina Sososutikno, 2003. “ Hubungan Tekanan Anggaran Waktu dengan Perilaku Disfungsional

serta Pengaruhnya terhadap kualitas Audit. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.

Donnely, David P., Jeffrey J. Q, and David O., 2003 ”Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors’ PersonalCharacteristics.” Behavior Research In Accounting : vol 15.

Ferdinand, A. 2004. Structural Equation Modeling (SEM) dalam penelitian Manajemen. Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang.

Frucott, V, and Shearon, W.T. 1991. Budgetary Participation, Locus of Control, and Mexican Managerial Performance and Job Satisfaction. The Accounting Review. Vol 66. No 3.

Gable, M., and F. Dangello. 1994. “Locus of Control, Machiavellianism, and Managerial Job Performance.” Journal of Psychology 128.

Ghozali, I. 2006. “Partial Least Square (PLS)”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gibson et al. 1994. Organization Behaviour, Structure and Process, 8thEd.New York. Irwin Inc.

Hartman F.G.H. and Moers F. 1999. “Testing Contingency Hipotheses in Budgetary Research: an

Evaluation of The US Moderated Regression Analysis. Accounting: Organizations and Society 24.

Hyatt, T., and D. Prawitt. 2001. “Does Congruence Between Audit Structure and Auditors Locus of Control Affect Job Performance?.” The Accounting Review. 76.

Indonesia Terkorup Kelima Sedunia. 2007. [email protected]

270 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 251-271

Ivan Aris Setiawan dan Imam Ghozali, 2006. Akuntansi Keperilakuan : Konsep dan Kajian Empiris

Perilaku Akuntan. BPFE UNDIP . Semarang.

Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis : Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman.

Yogyakarta : BPFE.

Keller, Robert T. (1984). The Role of Performance and Absenteeism in The Prediction Turnover.

Academy Of Management Journal. Vol 27 No.1.

Keller, Robert T. (1997). Job Involvement and Organizational Commitment as Longitudinal Predictor of Job Performance : A Study of Scientists and Engineers. Journal of Applied Psychology. Vol

82. No 4.

Kelley, T., and L. Margheim. 1990. “The Impact of Time Budget Pressure, Personality,and Leadership

Variables on Dysfunctional Auditor Behavior.” Auditing: A Journal of Practice & Theory 9.

Lee, R.T. and Ashforth, B.E. 1993, “A further examination of managerial burnout: toward an

integrated model”, Journal of Organizational Behavior, Vol. 14 No. 1.

Malone, C.F, and R.W Robberts. 1996. “Factors Associated With The Incidence of Reduced Audit Quality Behaviors.” Auditing: A Journal of Practice and Theory 15.

Mardiasmo. 2000. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Maryanti, P. 2005. “Analisis Penerimaan Auditor atas Disfungsional Audit Behavior: Pendekatan

Karakteristik Personal Auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa)”. Jurnal Manajemen Akuntansi dan Sistem Informasi. Vol 5. (2).

McDaniel, L.S. 1990. The Effects of Time Pressure and Audit Program Structure on Audit

Performance. Journal of Accounting Research.

Noury, H., and R. Parker. 1998. “The Relationship Between Budget Participation and JobPerformance:

The Roles of Budget Adequacy and Organizational Commitment.”Accounting: Organizations and Society 23.

Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999. Metodologi Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. BPFE.

Yogyakarta.

Otley, D., and B.Pierce. 1995. “The Control Problem in Public Accounting Firms:

Otley, D., and B.Pierce. 1996. “ The Operation Of Control Systems in Large Audit Firms.” Auditing: A Journal of Practice and Theory 15 (2).

Rahman, Arif. 1999. “Auditing Forensik dan Kontribusi Akuntansi dalam Pemberantsan Korupsi”.

Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Vol 3.(1).

Randall, D. 1990. “The Consequences of Organizational Commitment : Methodological Investigation”.

Journal of Organizational Behavior 11.

Rash R.H. and Harrel A. 1990. “The Impact of Personal Characteristic on The Turrnover Behavior of

Accounting Proffessional”. Auditing: A Journal of Practice and Theory 9 (2).

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi. (judul asli: Organizational Behavior 9th edition) jilid 1 dan 2. Penerjemah Tim Indeks. Jakarta: PT. Indeks, Gramedia Grup 2003. Organizational Behavior, 10th edition. New Jersey :PrenticeHall, Inc.

Salemba Empat.

Scandura, T.A. and Viator, R.E. 1994. Mentoring in public accounting firm: an analysis mentor-protégé relationship, mentorship function and protégé turnover intention, Accounting, Organization and Society, vol. 19, no. 9.

Shapeero M. Koh H.C. Killaugh L.N. 2003. “Underreporting and Prematur Sign Off in Public Accounting”. Managerial and Auditing Journal 18.

Sindo, 17 Maret 2007. “Peringkat Korupsi Indonesia.” Koran Seputar Indonesia.

Pengaruh Karakteristik ………. (Provita Wijayanti) 271

Soobaroyen, Teeroven dan Chelven Chengabroyan. 2005. Auditors’ Perception of Time Budget

Pressure, Premature Sign Offs and Under-reporting of Chargeable Time : Evidence from a Developing Country [On-line] http : //www.aber.ac.uk.

St. Vena P. 2006. “Sifat Mechavelian dan Pertimbangan Etis : Anteseden Independensi dan Perilaku Etis Auditor. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.

Suryanita W. Dodi S dan Hanung T. 2006.” Penghentian Prematur atas Prosedur Audit”. Simposium Nasional Akuntansi 9 . Padang.

Tett, R.P. and Meyer, J.P. 1993, “Job Satisfaction, Organizational Commitment, Turnover Intention,

And Turnover: Path Analyses Based on Meta-Analytic Findings”, Personnel Psychology, Vol. 46 No. 2.

Visi dan Misi BPKP. 2007, www.bpkp.co.id