Upload
truongphuc
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH INDEKS CORPORATE GOVERNANCE, STRUKTUR
KEPEMILIKAN, DAN DEWAN KOMISARIS, TERHADAP LUAS
PENGUNGKAPAN INFORMASI SUKARELA DALAM LAPORAN
TAHUNAN (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI
INDONESIA TAHUN 2003-2007)
Nurbuana Tunjung Ismoyowati
C2C606084
Prof. Dr. H. Arifin S. M., Com (Hons)., Akt
ABSTRACT
This study aims to analyze and provide empirical evidance of the influence of index
corporate governance, ownership structure, commissioners to the extensive voluntary
disclosure in annual report. Hypothesis are (1) that there are positive and influence from the
index of corporate governance to voluntary disclosure, (2) that there are positive and
influence from the ownership stucture to voluntary disclosure, (3) that there are positive and
influence from the commissioners to voluntary disclosure.
This studies use 50 companies registered in BEI 2003-2007, with the criteria publish
financial statements as of 31 december in a consistent and complete from the year 2003-
2007. Samples obtained by purposive sampling. Data were analyzed with multiple regression.
The result of this study are (1) there is a positive and significant influence of the
broad index corporate governance against information in annual report, (2) there is a
positive and not significant influence ownership structure against information in annual
report, (3) there is a positive and significant of commissioners influence against information
in annual report.
Keyword: Corporate Governance, ownership structure, commissioners, voluntary
information disclosure.
1. Pendahuluan
Terjadinya Revolusi Industri dan penggabungan di Eropa ke-19 yang dibutuhkan
perusahaan pelaksanaan proyek-proyek besar membutuhkan modal moneter yang sangat
besar. Sejak itu jauh di luar fasilitas keuangan dari satu atau lebih investor dan bahkan
pemerintah waktu itu, korporasi pertama dibangun. Format modern (misalnya perusahaan)
adalah solusi yang tepat untuk menyediakan modal besar dan perdagangan distribusi risiko.
Ketika ini terjadi, topik berurusan dengan pemisahan kepemilikan dari manajemen dan,
sebagai konsekuensi, isu laporan keuangan dan memberikan informasi untuk mengambil
keputusan dan untuk menilai kinerja direksi.
Tujuan umum pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi dalam
membuat perdagangan dan keputusan ekonomi. Saat ini, pembangunan ekonomi didasarkan
pada akses ke sumber keuangan untuk investasi yang stabil. Keputusan investor pada
investasi sumber daya mereka di perusahaan, pada gilirannya, tergantung pada reporing
keuangan yang tepat yang ada dalam perusahaan. Pelaporan keuangan mengungkapkan
alokasi sumber daya modal dalam sebuah perusahaan perdagangan dan profitabilitas.
Informasi ekonomi memberikan kontribusi terhadap pengakuan status keuangan dan
kesehatan unit perdagangan. pengungkapan informasi keuangan adalah faktor penting untuk
mengurangi asimetri informasi. Pengungkapan laporan keuangan yang lemah sering
mengakibatkan menyesatkan pemegang saham dan memiliki efek buruk pada kekayaan
mereka.
Mengingat uraian di atas itu terungkap bahwa tingkat pengungkapan informasi untuk
kontribusi alokasi secara optimal atas sumber daya ekonomi terbatas mungkin memiliki peran
penting untuk membantu investor dalam mereka mengambil keputusan yang tepat. Selain,
keputusan yang dibuat pada tingkat pengungkapan informasi keuangan, pelaporan
perusahaan, komposisi sumber daya informasi, kuantitas dan kualitas informasi yang
diungkapkan, dipengaruhi oleh banyak faktor (Archambault dan Archambault, 2003). Jadi,
penilaian empiris variabel efektif pada pengungkapan dapat menciptakan ruang dan kendala
kontribusi terhadap peningkatan kualitas keterbukaan.
Corporate Governace perusahaan adalah faktor yang membawa kualitas yang lebih
baik untuk kinerja perusahaan dan, khususnya, informasi yang disampaikan oleh manajemen.
Setiap perusahaan pada suatu periode akan melaporkan semua kegiatan keuangannya dalam
bentuk ikhtisar keuangan atau laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam satu periode waktu
yang telah berlalu (past performance), serta berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban
manajemen.
Permasalahan timbul ketika kedua belah pihak mempunyai persepsi dan sikap yang
berbeda dalam hal pemberian informasi yang akan digunakan principal untuk memberikan
isentif pada agen. Hal lain yang membuat permasalahan adalah persepsi kedua belah pihak
dalam menanggung resiko (Eisenhard, 1989 dalam Khomsiyah, 2003). Agen yang
mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh,
tidak akan memberikan seluruh informasi atas kepemilikannya, tetapi asses pada informasi
internal perusahaan terbatas akan meminta manajemen memberikan informasi selengkapnya.
Keinginan principal tersebut pada umumnya sangat sulit dipenuhi. Hal ini disebabkan
beberapa faktor seperti: biaya penyajian informasi, keinginan manajemen menghindari risiko
untuk terlihat kelemahannya, waktu yang digunakan untuk menyajikan informasi dan
sebagainya. Produk dari ketiadaan harmonisasi antara agen dan principal ini adalah penyebab
timbulnya ketidakseimbangan informasi (information asymmetry) (Khomsiyah, 2003).
Corporate Governance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen
bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholders. Pelaksanaan Good Corporate
Governance menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham,
terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan Corporate
Governance menunjukkan adanya perlindungan tersebut. Good Corporate Governance
secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang
ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan
untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan
terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Atau secara
singkat, ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu fairness,
transparancy, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena
penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan
keuangan (Beasly, dkk., 1996 dalam researchengines. com).
2. Telaah Teori
Pengungkapan Informasi Sukarela
Tujuan umum pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan yang
bermanfaat untuk membantu pengambilan keputusan bagi pihak-pihak pengguna laporan.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan akan dapat dipahami dan tidak
menimbulkan salah intepretasi apabila laporan keuangan dilengkapi dengan pengungkapan
(disclosures) yang memadai. Pengungkapan (disclosures) didefinisi sebagai penyediaan
sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal efisien
(Hendrickson dan Breda, 1992 dalam Widiastuti, 2002).
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan emiten dikelompokkan menjadi
dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosures) dan pengungkapan sukarela
(voluntary disclosures). Pengungkapan wajib adalah informasi yang harus diungkapkan oleh
emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu negara. Di Indonesia, pengungkapan
wajib dalam laporan tahunan diatur berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-
134/BL/2006 (Peraturan X.K.6). Sedangkan pengungkapan sukarela merupakan
pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan pasar modal yang
berlaku. Perusahaan memiliki keleluasaan dalam melakukan pengungkapan sukarela dalam
laporan tahunan sehingga menimbulkan adanya keragaman atau variasi luas pengungkapan
sukarela antar perusahaan.
Teori pensignalan (signaling theory) melandasi pengungkapan sukarela (Suwardjono,
2005). Manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut
pertimbangannya sangat diminati oleh investor dan pemegang saham, khususnya kalau
informasi tersebut merupakan berita baik (good news). Manajemen juga berminat
menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitas kesuksesan perusahaan
meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan. Beberapa penelitian akademik juga
menunjukkan bahwa makin besar perusahaan makin banyak pengungkapan sukarela yang
disampaikan (Suwardjono, 2005). Teori signaling menunjukkan konsistensi yang besar
terhadap adanya pengungkapan yang luas, yaitu bahwasanya perusahaan yang tidak
mengungkapkan informasi dengan baik, berarti mengasingkan diri dari yang memiliki kesan
baik (Kiswara, 1999).
Luas Pengungkapan Informasi Sukarela dalam Laporan Tahunan
Penelitian ini terbatas pada luas pengungkapan sukarela yang terdapat dalam laporan
tahunan. Alasan pembatasan tersebut adalah bahwa laporan tahunan merupakan suatu proksi
yang baik untuk tingkat pengungkapan sukarela yang disediakan suatu perusahaan. Hal ini
disebabkan tingkat pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan secara positif berhubungan
dengan banyaknya jumlah pengungkapan yang diberikan melalui media lainnya (Lang dan
Lundhlom, 1993 dalam Kasmadi dan Susanto, 2004). Knutson (dalam Kasmadi dan Susanto,
2004) menyatakan bahwa laporan tahunan kepada pemegang saham menduduki urutan teratas
bagi para analis sebagai sumber informasi analisis mereka. Laporan tahunan merupakan
dokumen pelaporan yang paling utama dan setiap laporan keuangan lain bersifat
melengkapinya. Sedangkan dalam penelitian Susanto (1992 dalam Kasmadi dan Susanto,
2004) ditemukan bahwa kebanyakan responden (interviewees) menyatakan bahwa laporan
tahunan merupakan sumber informasi utama bagi investor dalam pengambilan keputusan
untuk berinvestasi atau tidak berinvestasi pada sekuritas perusahaan. Di samping itu, laporan
tahunan sudah meliputi pengungkapan berbagai informasi penting baik keuangan maupun
non-keuangan dari suatu perusahaan. Dari tinjauan terhadap beberapa literatur menunjukkan
bahwa para peneliti memfokuskan pada item-item pengungkapan sebagai ukuran dari luas
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan.
Beberapa penelitian tentang topik ini menggunakan indeks pengungkapan
(disclosures index) sebagai indikator empiris luas pengungkapan. Indeks pengungkapan
merupakan rasio (ratio) antara jumlah elemen (item) informasi yang dipenuhi dengan jumlah
elemen informasi yang mungkin dipenuhi. Makin tinggi angka indeks pengungkapan, makin
tinggi luas pengungkapan (Widiastuti, 2002).
Dengan mempelajari dan menganalisis kasus dianggap pengungkapan sukarela dalam
penelitian serupa, daftar pengungkapan kasus termasuk 30 item yang diambil sebagai berikut
(Khodadadi, 2010):
1. Riwayat singkat perusahaan
2. Nama anggota dewan
3. Nama manajer staf
4. Nama pemegang blok
5. Perusahaan efek yang mungkin
6. Perusahaan utama pasar
7. Perkiraan laba usaha
8. Perkiraan laba bersih
9. Bekerja bertindak untuk mengakses objek
10. Informasi tentang berbagai produksi
11. Informasi penjualan di tahun terakhir
12. Informasi harga pokok penjualan pada tahun terakhir
13. Informasi laba usaha pada tahun terakhir
14. Informasi biaya keuangan dalam beberapa tahun terakhir
15. Pengeluaran modal di tahun terakhir
16. Rasio Profitabilitas
17. Rasio struktur keuangan
18. Rasio likuiditas
19. Jumlah unit yang terjual dari produk utama
20. Harga per unit produk utama
21. Jumlah karyawan
22. Uraian tentang perubahan pendapatan
23. Uraian tentang perubahan harga pokok penjualan
24. Uraian tentang perubahan pendapatan kotor
25. Uraian tentang perubahan biaya administrasi
26. Uraian tentang perubahan biaya keuangan
27. Uraian tentang perubahan bunga
28. Informasi tentang eksekutif dan manajer non-eksekutif
29. Informasi tentang proyek-proyek masa depan
30. Perkiraan penjualan
Pertimbangan Perusahaan untuk Mengungkapkan Informasi
Keputusan manajemen untuk mengungkapkan informasi diperoleh melalui analisis
biaya manfaat. Manajemen akan mengungkapkan suatu informasi, apabila manfaat yang
diperoleh lebih besar dari biayanya. Manfaat tersebut diperoleh karena pengungkapan
informasi oleh perusahaan akan membantu investor dan kreditor memahami resiko investasi.
Beberapa alasan keengganan perusahaan menambah pengungkapan informasi
akuntansinya (Soewardjono, 2005) adalah:
1. Dikhawatirkan pengungkapan hanya akan membantu para pesaing dan merugikan para
pemegang saham.
2. Serikat buruh akan memperoleh keuntungan dalam proses negosiasi upah jika mereka
mengetahui informasi keuangan yang lengkap.
3. Seringkali ada kesangsian mengenai kemampuan para investor untuk memahaami
kebijakan dan proses akuntansi, sehingga pengungkaan yang penuh hanya menyesatkan
mereka.
4. Argumen bahwa laporan keuangan bukan satu-satunya sumber informasi dan sumber
informasi lainnya dapat diperoleh dengan biaya yang lebih murah.
5. Kekurangtahuan perusahaan terhadap kebutuhan investor (Hendriksen, 1994). Perbedaan
variabilitas pengungkapan antar perusahaan salah satunya dibebankan karena perbedaan
pertimbangan manajer masing-masing perusahaan atas faktor-faktor tersebut.
Corporate Governance
Dalam teori keagenan (Agency Theory), hubungan agensi akan muncul ketika satu
orang atau lebih (Principal) memberikan kepercayaan kepada orang lain (Agent) untuk
mengelola suatu bisnis dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan
kepada agen tersebut. Oleh karena itu sebagai pengelola, agent (manajemen) berkewajiban
memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada principal (pemilik). Salah satu
bentuk informasi yang diberikan adalah pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan
keuangan. Akan tetapi pada kenyataannya, hubungan antara pemilik dan pihak manajemen
dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (Asymmetrical Information)
karena biasanya manjemen cenderung pada posisi yang memiliki informasi lebih banyak
tentang perusahaan daripada pemilik. Manajemen cenderung memaksimalkan
kepentingannya, sehingga hal tersebut mendorong mereka untuk menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui oleh pemilik.
Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance merupakan konsep
didasarkan pada teori keagenan. Corporate Governance diharapkan dapat berfungsi sebagai
alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor dan kreditur bahwa mereka akan
menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia, FCGI (2002) definisi
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan,
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Adapun tujuan dari Corporate Governance yaitu untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua kepentingan semua pihak.
Terdapat lima prinsip pokok corporate governance dalam Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) yaitu: perlindungan terhadap hak-hak pemegang
saham, perlakuan yang adil terhadap seluruh pemegang saham, peranan stakeholders dalam
corporate governance, keterbukaan dan transparansi, dan peranan dewan komisaris dalam
perusahaan.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menjabarkan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance.
1. Fairness (Kewajaran)
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham dan jaminan perlindungan hak
pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham
asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak
sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (Insider trading).
2. Disclosure dan Transparency (Transparansi)
Hak-hak para pemegang saham, ang hrus diberi informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan
mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh
bagian dari keuntungan perusahaan. Pengungkapan yang akurat dan tepat waktunya serta
transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan,
serta para pemegang kepentingan (Stakeholders)
3. Accountability (Akuntabilitas)
Dimilikinya dewan komisaris dan direksi yang kompeten dibidangnya. Tanggung jawab
manajemen melalui pengawasan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh
dewan komisaris serta pertanggungjawaban manajemen kepada manajemen dan para
pemegang saham.
4. Responsibility (Tanggung jawab)
Peranan pemeang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hokum dan kerjasama
yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan
kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. Ini merupakan
tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat yag tunduk pada hokum dan
bertindak dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sekitarnya.
Memastikan dipatuhinya semua peraturan, termasuk nilai-nilai sosial.
Kepemilikan Manajerial
Prosentase kepemilikan manajerial yaitu prosentase saham yang dimiliki oleh
manajemen dalam hal ini dewan komisaris dan direksi yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan kepemilikan manajerial, pengungkapan
perusahaan biasanya dilakukan untuk mengendalikan konflik kepentingan antara pemegang
saham, kreditur dan manajemen. Maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan erat
kaitannya dengan hubungan keagenan antara manajemen dan pemilik serta antara pemilik
(melalui manajemen) dengan kreditur. Dengan pengungkapan yang lebih luas, manajemen
berusaha menurunkan potensi konflik yang akan menaikkan biaya pengawasan.
Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen sangat berperan penting dalam setiap
keputusan-keputusan yang akan diambil demi kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Manajemenlah yang menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan agar tujuan perusahaan
tercapai. Hasil kerja manajemen ini akan dipertanggungjawabkan dan pertanggungjawaban
ini dapat diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan. Sehingga diperkirakan jumlah
kepemilikan saham manajerial akan dapat memepengaruhi pengungkapan laporan keuangan
perusahaan.
Dewan Komisaris
Dalam menjalankan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) pemisahan fungsi
antara pemilik modal dan pengelola perusahaan dapat terlihat dengan jelas. Pemilik adalah
pihak yang menyediakan modal sedangkan pengelola adalah yang memanfaatkan modal
untuk menjalankan kegiatan ekonomi. Peran masing-masing dapat bergeser sesuai dengan
besar, sifat kegiatan dan peraturan yang berlaku. Demikian juga tingkah laku masing-masing
dapat tidak saling mendukung kepentingan perusahaan. Pada dasarnya, para pemodal tidak
dapat secara langsung berhubungan dengan pengelola terutama pada perusahaan besar, pada
keadaan inilah hubungan kelembagaan dewan komisaris dibutuhkan, sebagai suatu badan
yang melakukan pengawasan terhadap pihak pengelola agar kepentingan perseroan dapat
terjamin. Adanya komisaris independen yang proposional akan mewakili jumlah kepemilkan
untuk setiap pengambilan keputusan dalam rangka pengawasan terhadap tindakan atau
keputusan yang dibuat oleh direksi.
Dewan komisaris adalah merupakan suatu badan dalam perusahaan yang biasanya
beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang
berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan (Susiana dan
Herawaty, 2007). Secara teori dan praktek fungsi organ perseroan, fungsi dewan komisaris
adalah melakukan fungsi pengawasan dengan segala kemampuan terbaiknya hanya untuk
kepentingan perseroan. Tujuan adanya komisaris independen adalah sebagai penyeimbang
pengambilan keputusan dewan komisaris. Sedang misi komisaris independen adalah
mendorong terciptanya iklim yang lebih obyektif dan menempatkan kesetaraan (Fairness)
diantara berbagai kepentingan termasuk kepentingan perusahaan dan kepentingan
stakeholders sebagai prinsip utama dalam pengambilan keputusan oleh dewan komisaris.
Sehingga ada tolok ukur penilaian dewan komisaris (Board of Director). Dalam konstruksi
hukum perseroan terbatas, kinerja perseroan adalah indikator performa Board of Director.
Hal ini sebagai konsekuensi bahwa Board of Director menjalankan fungsi kepengurusan.
Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka komisaris
independen harus secara proaktif mengupayakan agar dewan komisaris melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi.
Terkait dengan reformasi good corporate governance di Indonesia maka kembali
ditekankan peran penting komisaris yang memungkinkan komisaris berfungsi secara efektif,
independen, dan bernilai tambah. Untuk menciptakan kembali fungsi komisaris dan
memberikan keseimbangan antara pemegang saham mayoritas dan perlindungan terhadap
kepentingan pemegang saham minoritas.
Beberapa rujukan dari institusi-institusi tentang kriteria independensi dari Komisaris
Independen itu sendiri dapat disimpulkan sebagai berikut (Alijoyo dan Zaini, 2004):
1. Dipilih dan diangkat secara independen.
2. Penilaian objektif dan independen.
3. Berasal dari luar perusahaan.
4. Bebas dari pengaruh.
5. Tidak ada hubungan afiliasi.
6. Tidak memiliki kepentingan diperusahaan.
7. Memiliki kopetensi dan integritas yang memadai.
Berkaitan dengan kriteria-kriteria diatas Alijoyo dan Zaini (2004) menyatakan
pengertian Komisaris independen sebagai berikut:
“Anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan (tidak memiliki
hubungan afiliasi dengan perusahaan) yang dipilih secara transparan dan
independen, memiliki integritas dan kompetensi yang memadai, bebas dari
pengaruh yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau pihak lain, serta
dapat bertindak secara objektif dan independen dengan berpedoman pada
prinsip-prinsip good corporate governance (transparency, accountability,
responsibility, fairness”
3. Metode Penelitian
Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah luas pengungkapan informasi
sukarela dalam laporan tahunan. Operasionalisasi dari luas pengungkapan informasi sukarela
dalam laporan tahunan adalah persentase indeks pengungkapan pada masing-masing
perusahaan. Pengungkapan disini adalah item laporan keuangan minimum yang harus
diungkapkan dalam laporan keuangan yang diatur secara rinci dalam SAK. Rumus dari
indeks pengungkapan (Wallace dalam Nugraheni, 2002) adalah:
IP : n/k X 100%
Keterangan:
n : jumlah item yang diungkapkan oleh perusahaan
k : jumlah item yang seharusnya diungkap
Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini ada empat, yaitu indeks corporate governance,
struktur kepemilikan, dewan komisaris, dan komite audit. Operasionalisasi dari keempat
variabel bebas tersebut sebagai berikut:
1. Indeks corporate governance adalah hasil pemeringkatan atas penerapan corporate
governance yang dilakukan oleh lembaga riset independen Indonesian Institute of
Corporate Governance (IICG). Indeks corporate governance diukur dari skor Corporate
Governance Perception Index (CGPI) peringkat 1-10 dari perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di BEI tahun 2003-2007 dan menjadi peserta dari CGPI tahun 2003-2007 yang
diperoleh dari [email protected]. Skor CGPI dinyatakan dalam persen.
2. Struktur kepemilikan adalah proporsi kepemilikan masyarakat sebagai pihak luar dari
perusahaan terhadap jumlah seluruh modal perusahaan. Struktur kepemilikan diukur
dengan menjumlahkan skor publik dibawah 5% yang diperoleh dari laporan keuangan
bagian penjelasan tentang modal saham. Struktur kepemilikan dinyatakan dalam persen.
3. Dewan komisaris adalah proporsi jumlah komisaris independen terhadap jumlah seluruh
komisaris. Dewan komisaris dinyatakan dalam persen dan dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
DK = jumlah komisaris independen x 100%
jumlah keseluruhan komisaris
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI
tahun 2003-2007 dan menjadi peserta dari CGPI tahun 2003-2007. Pada penelitian ini
digunakan sampel dan supaya sampel yang diambil representatif populasi maka sampel
diperoleh dengan menggunakan teknik sampling yang sesuai, yaitu teknik purposive
sampling yang merupakan pemilihan sekelompok sampel yang didasarkan atas ciri-ciri atau
sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah ditetapkan di atas (Azwar, 1998). Selanjutnya populasi dalam
penelitian ini memiliki karakteritik sebagai berikut :
1. Perusahaan go public yang terdaftar di BEI dan mempublikasikan laporan keuangan
auditan per 31 Desember secara konsisten dan lengkap dari tahun 2003-2007.
2. Perusahaan tidak didelisting selama periode tahun 2003-2007. Alasan penggunaan
periode 2003-2007 karena dalam kurun waktu tersebut mulai diterapkan implementasi
CGG oleh Bapepam bagi perusahaan yang go public Selain itu, penggunaan lima tahun
pengamatan dianggap sudah cukup untuk memberikan proyeksi.
3. Perusahaan go public menjadi peserta dari CGPI tahun 2003-2007.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Analisis Statistik Deskriptif
Hasil analisis statistik deskriptif dari masing-masing variabel penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Analisis Statistik Deskriptif
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Sum
Valid Missing
IP 50 0 .844 .061324 .730 .940 42.237
ICGP 50 0 8.074 4.682256 68.560 89.270 4.037E3
SK 50 0 3.435 17.429956 .000 70.550 1.718E3
DK 50 0 3.946 17.167205 .000 75.000 1.973E3
Sumber: Data sekunder yang diolah (2011)
Pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah data yang digunakan dalam penelitian
ini sebanyak 50 sampel data yang diambil dari laporan keuangan dan laporan ICGP dari
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2003-2007, serta menjadi peserta dari
CGPI tahun 2003-2007 dan mendapat peringkat 1-10.
Data luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan yang diukur dengan
menggunakan IP memiliki nilai terendah 0,730, yaitu PT. Apexindo Pratama Tbk (2006).
Sedangkan IP tertinggi adalah 0,940, yaitu Bank Niaga Tbk (2007). Sementara standar
deviasi sebesar 0,061 yang menunjukkan simpangan data yang relatif kecil, karena nilainya
lebih kecil daripada nilai rata-ratanya yaitu sebesar 0,844. Dengan tidak besarnya simpangan
data, menunjukkan bahwa data luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan
dikatakan cukup baik.
Data indeks corporate governance yang diukur dengan menggunakan ICGP memiliki nilai
terendah 68,560, yaitu PT. Bimantara Citra Tbk yang memiliki peringkat kesepuluh pada
tahun 2003. Sedangkan ICGP tertinggi adalah 89,270, yaitu Bank Niaga Tbk yang memiliki
peringkat kesatu pada tahun 2006. Sementara standar deviasi sebesar 4,682 yang
menunjukkan simpangan data yang relatif kecil, karena nilainya lebih kecil daripada nilai
rata-ratanya yaitu sebesar 8,074. Dengan tidak besarnya simpangan data, menunjukkan
bahwa data indeks corporate governance dikatakan cukup baik.
Data struktur kepemilikan yang diukur dengan menggunakan proporsi kepemilikan
masyarakat sebagai pihak luar dari perusahaan terhadap jumlah seluruh modal perusahaan
memiliki nilai terendah 0%, yaitu PT. Astra Agro Lestari Tbk pada tahun 2004 dan 2005.
Sedangkan nilai tertinggi adalah 70,55%, yaitu Bank Niaga Tbk pada tahun 2007. Sementara
standar deviasi sebesar 17,430 yang menunjukkan simpangan data yang relatif besar, karena
nilainya lebih besar daripada nilai rata-ratanya yaitu sebesar 3,435. Dengan besarnya
simpangan data, menunjukkan bahwa struktur kepemilikan dikatakan kurang baik.
Data dewan komisaris yang diukur dengan menggunakan proporsi jumlah komisaris
independen terhadap jumlah seluruh komisaris memiliki nilai terendah 0%, yaitu PT.
Unilever Tbk (2003) dan PT. Astra Agro Lestari Tbk (2004 dan 2005). Sedangkan nilai
tertinggi adalah 75%, yaitu PT. BFI Indonesia Tbk pada tahun 2003-2005. Sementara standar
deviasi sebesar 17,167 yang menunjukkan simpangan data yang relatif besar, karena nilainya
lebih besar daripada nilai rata-ratanya yaitu sebesar 3,946. Dengan besarnya simpangan data,
menunjukkan bahwa data dewan komisaris dikatakan kurang baik.
Hasil Analisis Regresi Ganda
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .308 .111 2.773 .008
ICGP .006 .001 .430 4.094 .000
SK .001 .000 .161 1.402 .168
DK .002 .000 .445 3.906 .000
a. Dependent Variable: IP
Keterangan : t tabel (N=50, α = 0,05, 1-tailed) = 1,677
Sumber : Data sekunder yang diolah (2011)
Berdasarkan Tabel di atas maka dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut:
IP = 0,430 ICG + 0,161 SK + 0,445 DK
Keterangan :
IP : Luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan
ICG : Indeks Corporate Governance
SK : Struktur Kepemilikan
DK : Dewan Komisaris
Arti dari persamaan di atas sebagai berikut:
1. Koefisien regresi variabel indeks corporate governance berpengaruh positif, artinya
semakin tinggi indeks corporate governance maka semakin luas pengungkapan informasi
sukarela dalam laporan tahunan.
2. Koefisien regresi variabel struktur kepemilikan berpengaruh positif, artinya semakin
besar proporsi kepemilikan masyarakat sebagai pihak luar dari perusahaan terhadap
jumlah seluruh modal perusahaan maka semakin luas pengungkapan informasi sukarela
dalam laporan tahunan.
3. Koefisien regresi variabel dewan komisaris berpengaruh positif, artinya artinya semakin
besar proporsi dewan komisaris independen maka semakin luas pengungkapan informasi
sukarela dalam laporan tahunan.
Pengaruh dari Indeks Corporate Govenance terhadap Luas Pengungkapan Informasi
Sukarela dalam Laporan Tahunan
Hipotesis pertama diterima karena nilai t = 4,094 (t hitung > t tabel) dengan nilai p =
0,000 (nilai p < 0,05). Dengan demikian, ada pengaruh positif dan signifikan dari indeks
corporate govenance terhadap luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan.
Semakin tinggi indeks corporate governance maka semakin luas pengungkapan informasi
sukarela dalam laporan tahunan. Implementasi corporate governance dapat menjadi upaya
untuk melindungi investor dari adanya asimetri informasi (Healy dan Palepu dalam
Khomsyah, 2003), serta mendukung prinsip transparansi yang menjadi salah satu prinsip
good corporate governance.
Implementasi corporate governance yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan
berusaha mempraktikan prinsip-prinsip good corporate governance, yang meliputi
kewajaran, transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab. Prinsip kewajaran salah satunya
menekankan adanya keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk
pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (Insider trading). Dengan demikian,
indeks corporate governance yang tinggi mengindikasikan adanya praktik kewajaran yang
mendorong perusahaan melakukan pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan
secara lebih luas.
Indeks corporate governance yang tinggi mengindikasikan adanya praktik
transparansi yang mendorong perusahaan melakukan pengungkapan informasi sukarela
dalam laporan tahunan secara lebih luas. Prinsip transparansi berarti perusahaan memberikan
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan.
Indeks corporate governance yang tinggi mengindikasikan adanya praktik
akuntabilitas, yaitu perusahaan memiliki dewan komisaris dan direksi yang kompeten di
bidangnya. Hal tersebut akan mendorong terealisasinya fungsi pengawasan yang efektif,
seperti manajemen senantiasa mengungkapkan laporan keuangan secara transparansi.
Indeks corporate governance yang tinggi mengindikasikan adanya praktik tanggung
jawab, yaitu manajemen menjalankan usahanya sesuai peraturan atau hukum yang berlaku.
Dengan demikian, manajemen akan dituntut untuk mengungkapkan laporan tahunan sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan.
Pengaruh dari Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan Informasi
Sukarela dalam Laporan Tahunan
Hipotesis kedua ditolak karena nilai t = 1,402 (t hitung < t tabel) dengan nilai p =
0,168 (nilai p > 0,05). Dengan demikian, ada pengaruh positif dan tidak signifikan dari
struktur kepemilikan terhadap luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Khomsiyah (2003) dan Mintara
(2008) bahwa semakin tinggi indeks corporate governance berarti semakin tinggi
implementasi corporate governance sehingga pengungkapan informasi yang diberikan oleh
perusahaan semakin berkualitas. Sebaliknya, hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil
penelitian Susanto (1992) bahwa struktur kepemilikan masyarakat yang besar akan
memberikan tekanan yang besar pula terhadap perusahaan untuk memberikan pengungkapan
laporan tahunan yang lebih baik. Perusahaan mengungkapkan laporan tahunan secara lebih
luas dengan tujuan mampu menarik minat masyarakat untuk membeli saham yang dijualnya
dipasaran.
Dalam banyak kasus sering dijumpai fenomena bahwa manajer dan direktur kebal
terhadap pertanggungjawaban kepada stakeholder. Semakin besar kepemilikan masyarakat
tidak cukup menjadi syarat dilakukannya transparansi (pengungkapan informasi) yang lebih
baik dalam suatu perusahaan. Selain itu, praktik KKN yang disebabkan oleh faktor
kepentingan yang marak terjadi di dalam tubuh perusahaan-perusahaan Indonesia, sehingga
manipulasi data dan penginformasian data yang tidak benar merupakan hal yang wajar dan
dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak salah.
Pengaruh dari Dewan Komisaris terhadap Luas Pengungkapan Informasi Sukarela
dalam Laporan Tahunan
Hipotesis ketiga diterima nilai t = 3,906 (t hitung > t tabel) dengan nilai p = 0,000
(nilai p < 0,05). Dengan demikian, ada pengaruh positif dan signifikan dri dewan komisaris
terhadap luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan. Semakin besar
proporsi dewan komisaris independen maka semakin luas pengungkapan informasi sukarela
dalam laporan tahunan. Keberadaan komisaris independen mendukung prinsip responsibilitas
dalam implementasi corporate governance, yang mengharuskan perusahaan untuk
memberikan informasi lebih baik sebagai wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Khomsiyah (2003) bahwa
keberadaan komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam pengambilan
keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan
pihak-pihak lain yang terkait. Hal tersebut dimanifestasikan dalam fungsi pengawasan
terhadap pengungkapan laporan keuangan secara transparansi.
Kehadiran direktur non-eksekutif di dewan komisaris perusahaan dan kinerja
pengawasan mereka sebagai individu mandiri, sangat memberikan kontribusi penurunan
konflik kepentingan yang ada antara pemegang saham dan direksi perusahaan. Tentu saja,
perlu dicatat bahwa direktur eksekutif perusahaan memainkan peran utama dalam membuat
komposisi yang tepat direktur eksekutif dan non-eksekutif, antara anggota dewan komisaris.
Komposisi seperti dianggap sebagai elemen utama dewan komisaris yang efisien dan efektif,
meskipun sejak direktur eksekutif menawarkan informasi berharga tentang kegiatan
perusahaan, direktur non-eksekutif di direksi perusahaan dan kinerja pengawasan mereka
sebagai individu independen nyata membantu penurunan konflik kepentingan antara
pemegang saham dan direksi perusahaan (Hassas Yeganeh dan Baghoomian, 2006).
5. Simpulan, Keterbatasan dan Saran
Adanya pengaruh positif dan signifikan dari indeks corporate govenance terhadap
luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan. Semakin tinggi indeks
corporate governance maka semakin luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan
tahunan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Khomsiyah (2003) dan
Mintara (2008).
Struktur kepemilikan berprngaruh terhadap luas pengungkapan informasi sukarela
dalam laporan tahunan, tetapi tidak signifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian Mintara (2008)
Dewan komisaris berpengaruh dan signifikan terhadap luas pengungkapan informasi
sukarela dalam laporan tahunan. semakin besar proporsi dewan komisaris independen maka
semakin luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian Khomsiyah (2003).
Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Jumlah pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini relatif sedikit dan periode yang
pendek, yakni perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2003-2007, serta
menjadi peserta dari CGPI tahun 2003-2007 dan mendapat peringkat 1-10. Padahal masih
banyak perusahaan yang terdaftar di BEI yang mungkin dapat dijadikan sebagai objek
penelitian. Dengan demikian, hasil penelitian ini perlu berhati-hati dalam
menggeneralisasi pada konteks perusahaan yang terdaftar di BEI yang lebih luas di
Indonesia.
2. Indeks corporate governance mengacu pada hasil penelitian lembaga riset independen
IICG sehingga tidak dapat melihat secara detail tinggi rendahnya nilai indeks pada setiap
kriteria penilaian corporate governance. Selain itu, indeks corporate governance yang
digunakan hanya peringkat 1-10.
3. Kurang mengkaji komponen-komponen yang membentuk indeks corporate governance
terhadap pengaruhnya pada kebijakan perusahaan dalam mengungkap informasi.
Saran
Mengacu pada keterbatasan penelitian, maka saran yang diajukan antara lain:
1. Jumlah pengamatan yang digunakan dalam penelitian yang akan datang, tidak hanya
sebatas pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2003-2007, serta
menjadi peserta dari CGPI tahun 2003-2007 dan mendapat peringkat 1-10, serta
menggunakan periode pengamatan yang lebih panjang.
2. Indeks corporate governance tidak terbatas pada peringkat no. 1-10.
3. Mengkaji komponen-komponen yang membentuk indeks corporate governance terhadap
pengaruhnya pada kebijakan perusahaan dalam mengungkap informasi.
4. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa indeks corporate governance dan dewan
komisaris memberikangan pengaruh positif dan signifikan terhadap luas pengungkapan
informasi sukarela dalam laporan tahunan. Oleh karena itu, kedua hal tersebut dapat
dipergunakan untuk memprediksi luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan
tahunan. Sebaliknya, struktur kepemilikan masyarakat walaupun memberikan pengaruh
positif terhadap luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan keuangan tetapi
tidak signifikan. Hal tersebut mengindikasikan adanya kemungkinan struktur
kepemilikan bukan satu-satunya faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap
transaparansi laporan keuangan. Selain itu, lemahnya pengaruh variabel tersebut
terhadap luas pengungkapan informasi sukarela dalam laporan keuangan kemungkinan
adanya praktek poor corporate governance.
6. Referensi
Alijoyo, dan Zaini. 2004. “Komisaris Independen; penggerak Praktik Good Corporate
Governance di Perusahaan”
Amalia, Dessy. 2005. :Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan
Sukarela Pada Laporan Tahunan”
Anggraini, R.R. “Pengungkapan Informasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam
Laporan Keuangan Tahunan (Study Empiris pada Perusahaan-Perusahan yang
terdaftar Bursa Efek Jakarta)”. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
Ariyanto, dkk. 2000. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Faktor regulasi Terhadap
Konsep Corporate Governance”
Azwar, 1998. “Metode Penelitian”. Yogyakarta; Pustaka Pelajar Fakultas Psikologi UGM.
Bachtaruddin, T. 2003. Struktur Teori Akuntansi Keuangan.
http://www.zahiraccounting.com/id/modules/zahirtutorial/item.php?itemid
Bryd, J. and Hickman ,K. (1992) “Do outside directors monitors managers?: Evidence from
Tender Offer Bids”. Journal of Financial Economics. Vol. 32: 195-221.
Deni. 2007. “Pengembangan Pustaka Proteksi dengan Perangkat Lunak”
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2002. “Tata Kelola Perusahaan
(Corporate Governance). Jilid II “Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit
dalam Melaksanakan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)”.
http://www.cic-fcgi.org/news/files /FCGI_Booklet_II.pdf.
Ghozali. 2007. “Aplikasi Analisis Multivarian dengan Program SPSS”. Semarang
Gujarati. 1999. “Ekonometrika Dasar”
Hanifah, dan Cooke. 2002. “Influence of Ownership Structure Corporate Governance and
Disclousure”
Ho, S and Wong, K (2001) “A study the relationship between corporate governance
structures and the extent of voluntary disclosure”. Journal of International
Accounting Aauditing & Taxation, Vol. 10,139-156.
-------. 2002. “Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance). The Essence of
Corporate Governance: Konsep dan Implementasi Perusahaan Publik dan Korporasi
Indonesia”. Jakarta: Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia dan Sinergy
Communication.
http://id.wikipedia.org/wiki/Aturan_Etika_Kompartemen_Akuntan_Publik8686
http://www.stekpi.ac.id/skin/download3/Bab1_2.pdf
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Irawan, Bambang. 2006. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan
Laporan Keuangan”
Kasmadi dan Susanto, 2004. “ Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Luas
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial”
Khodadadi. 2010. The effect of Corporate Governance Structur on the extent of Voluntary
Disclosure in Iran.
Khomsiyah. 2003. “Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi:
Pengujian Secara Simultan”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Khomsiyah. 2003. “Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi:
Pengujian Secara Simultan”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Kiswara, 1999. “Pengaruh Earning Power terhadap Praktek Manajemen Laba”
Semarang.
Kusumawati, D.N. “Profitability and Corporate Governance Disclosure: An Indonesian
Study”. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
Lakhal, 2003. “The Effects of Corporate Governance on The Intelectual Capital”
Maksum, A. Tinjauan Atas Good Corporate Governance di Indonesia.
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2005/ppgb_2005_azhar_maksum.pdf.
Mintara. 2008. “Pengaruh Implementasi Corporate Governance terhadap Pengungkapan
Informasi”. Yogyakarta.
Nugraheni, 2002. “Pengaruh Faktor-faktor Fundamental terhadap Kelengkapan
Pengungkapan Informasi”
Shleifer, and, Vishny. 1997. “Survey of Corporate Governance”. Journal of Finance 2.
Suprayitno, G. 2005. Internalisasi Good Corporate Governance dalam Proses Bisnis.
Jakarta: IICG.
Surya, I dan Ivan Yustiavanda. 2006. Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakarta: Prenada
Media Group.
Suryabrata, 2000. “Metodologi Penelitian”. Jakarta.
Susanto. 1992. “Analisis Karakteristik Perusahaan Terhadap Kelengkapan Pengungkapan
Laporan Tahunan”
Susiana, dan Herawaty. 2007. “Analisis Pengaruh Independensi, Mekanisme Corporate
Governance dan Kualitas Audit”
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Yogyakarta:
BPFE.
Theresia, D. “Hubungan Antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan
dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus pada Perusahaan yang Listing di Bursa Efek
Jakarta)”. Kumpulan Artikel SNA VIII Solo. September. hl. 238-247.
Tjager, N, dkk.. 2003. Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas
Bisnis Indonesia. Jakarta: Prenhallindo.
Verdiyana, Renita. 2006. “Variabel-variabel yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan dalam
Laporan Tahunan Perusahaan”
Yeganeh, Hassas, and Baghoomian. 2006. “The Effects of Corporate Governance on The
Extent of Iran”
Wallace, R.S and Naser, K (1995) “Firm specific determinants of the comprehensiveness of
mandatory disclosure in the corporate annual reports of firms listed on the stock
exchange of Hong Kong”. Journal of Accounting & Public Policy, Vol. 14, 31-68.
Lampiran
DATA PENELITIAN
No. Perusahaan Tahun IP ICGP SK DK
1 PT. Astra Internasional Tbk 2003 89.600 81.200 49.850 30.000
2 PT. Unilever Indonesia Tbk 2003 74.800 76.860 14.990 0.000
3 PT. Astra Graphia Tbk 2003 85.200 76.760 23.130 33.333
4 PT. Medco Energi Internasional Tbk 2003 87.800 74.860 42.300 33.333
5 PT. Bank Niaga Tbk 2003 90.700 74.160 36.000 55.556
6 PT. Kalbe Farma Tbk 2003 77.400 72.840 42.300 33.333
7 PT. Dankos Laboratories Tbk 2003 79.100 72.460 49.850 30.000
8 PT. Bank Bumiputra Indonesia Tbk 2003 84.700 70.700 46.640 40.000
9 PT. BFI Indonesia Tbk 2003 86.000 68.600 49.600 75.000
10 PT. Bimantara Citra 2003 76.500 68.560 36.000 55.556
11 PT. Astra Internasional Tbk 2004 87.800 85.870 52.700 30.000
12 PT. Bank Central Asia Tbk 2004 91.300 85.140 41.570 40.000
13 PT. Bank Niaga Tbk 2004 92.600 84.230 42.000 55.556
14 PT. Dankos Laboratories Tbk 2004 79.100 83.720 49.850 30.000
15 PT. Bank Permata Tbk 2004 89.300 83.330 10.730 30.000
16 PT. BFI Indonesia Tbk 2004 88.000 82.550 49.600 75.000
17 PT. Astra Agro Lestari Tbk 2004 75.700 82.310 0.000 0.000
18 PT. Bank Bumiputra Indonesia Tbk 2004 86.000 81.290 0.700 40.000
19 PT. Astra Graphia Tbk 2004 74.800 80.520 23.130 33.333
20 PT. Kalbe Farma Tbk 2004 78.300 80.240 42.300 33.333
21 PT. Astra Internasional Tbk 2005 86.100 85.860 49.850 30.000
22 PT. Bank Central Asia Tbk 2005 92.000 85.140 46.640 40.000
23 PT. Bank Niaga Tbk 2005 92.700 84.230 36.000 55.556
24 PT. Dankos Laboratories Tbk 2005 87.800 83.720 49.850 30.000
25 PT. Bank Permata Tbk 2005 86.000 83.330 10.740 30.000
26 PT. BFI Indonesia Tbk 2005 87.300 82.550 31.250 75.000
27 PT. Astra Agro Lestari Tbk 2005 73.900 82.320 0.000 0.000
28 PT. Bank Bumiputra Indonesia Tbk 2005 82.000 81.290 26.720 40.000
29 PT. Astra Graphia Tbk 2005 77.400 80.520 23.130 50.000
30 PT. Kalbe Farma Tbk 2005 79.100 80.240 45.840 40.000
31 PT. Bank Niaga Tbk 2006 94.000 89.270 62.940 60.000
32 PT. Medco Energi Internasional Tbk 2006 86.100 87.400 42.300 33.333
33 PT. Bank Mandiri Tbk 2006 93.300 83.660 32.140 71.430
34 PT. Astra Internasional Tbk 2006 87.800 83.010 49.870 50.000
35 PT. Aneka Tambang Tbk 2006 89.000 81.920 26.000 40.000
36 PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk 2006 83.500 81.300 42.300 33.333
37 PT. Bank Negara Indonesia Tbk 2006 83.300 79.390 0.830 28.570
38 PT. Kalbe Farma Tbk 2006 78.300 78.700 47.170 40.000
39 PT. Astra Graphia Tbk 2006 75.700 78.330 23.130 33.333
40 PT. Apexindo Pratama Tbk 2006 73.000 77.580 10.360 33.333
41 PT. Bank Mandiri Tbk 2007 93.300 88.660 32.530 71.429
42 PT. Bank Niaga Tbk 2007 94.000 87.900 70.550 60.000
No. Perusahaan Tahun IP ICGP SK DK
43 PT. Aneka Tambang Tbk 2007 89.000 82.070 25.000 25.000
44 PT. Adhi Karya Tbk 2007 87.800 81.790 49.850 30.000
45 PT. United Tractors Tbk 2007 89.000 81.530 41.550 37.500
46
PT. Tambang Batubara Bukit Asam
Tbk 2007 83.500 80.870 49.850 30.000
47 PT. Astra Graphia Tbk 2007 75.700 80.300 23.130 33.333
48 PT. Kalbe Farma Tbk 2007 79.100 79.700 46.380 40.000
49 PT. Bank Negara Indonesia Tbk 2007 83.300 79.460 7.620 28.571
50 PT. Bank Permata Tbk 2007 86.000 78.850 10.990 50.000
ANALISIS REGRESI GANDA
Statistics
N
Mean
Std.
Deviation Minimum Maximum Sum
Valid Missing
IP 50 0 .84474 .061324 .730 .940 42.237
ICGP 50 0
8.07418E
1 4.682256 68.560 89.270 4.037E3
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 DK, ICGP, SKa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: IP
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .707
a .499 .467 .044791 1.437
a. Predictors: (Constant), DK, ICGP, SK
b. Dependent Variable: IP
SK 50 0
3.43550E
1 17.429956 .000 70.550 1.718E3
DK 50 0
3.94611E
1 17.167205 .000 75.000 1.973E3
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .092 3 .031 15.283 .000
a
Residual .092 46 .002
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
ICGP .986 1.014
SK .830 1.204
DK .840 1.190
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .308 .111
2.773 .008
ICGP .006 .001 .430 4.094 .000
SK .001 .000 .161 1.402 .168
DK .002 .000 .445 3.906 .000
a. Dependent Variable: IP
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation N
Predicted Value .74925 .94155 .84474 .043327 50
Std. Predicted Value -2.204 2.234 .000 1.000 50
Total .184 49
a. Predictors: (Constant), DK, ICGP, SK
b. Dependent Variable: IP
Standard Error of
Predicted Value .007 .023 .012 .004 50
Adjusted Predicted
Value .74946 .94180 .84461 .043537 50
Residual -.079888 .072840 .000000 .043398 50
Std. Residual -1.784 1.626 .000 .969 50
Stud. Residual -1.827 1.697 .001 1.000 50
Deleted Residual -.083823 .079287 .000132 .046226 50
Stud. Deleted Residual -1.876 1.733 .000 1.010 50
Mahal. Distance .271 11.641 2.940 2.496 50
Cook's Distance .000 .064 .016 .017 50
Centered Leverage
Value .006 .238 .060 .051 50
a. Dependent Variable: IP
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
ed Residual
N 50
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .04339791
Most Extreme
Differences
Absolute .116
Positive .092
Negative -.116
Kolmogorov-Smirnov Z .822
Asymp. Sig. (2-tailed) .508
a. Test distribution is Normal.
UJI GLESJER
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 DK, ICGP, SKa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: abs_res
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .315a .099 .041 .02285
a. Predictors: (Constant), DK, ICGP, SK
b. Dependent Variable: abs_res
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .003 3 .001 1.692 .182a
Residual .024 46 .001
Total .027 49
a. Predictors: (Constant), DK, ICGP, SK
b. Dependent Variable: abs_res
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .135 .057 2.391 .021
ICGP -.001 .001 -.230 -1.634 .109
SK .000 .000 -.206 -1.340 .187
DK 7.290E-5 .000 .054 .351 .727
a. Dependent Variable: abs_res