Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN RELIGIUSITAS
TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING
PADA PENSIUNAN PNS
Skripsi
DiajukanuntukMemenuhiPersyaratanMemperoleh
GelarSarjanaPsikologi (S.Psi)
Oleh:
AuliaDeviraUtami
NIM: 11130700000012
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H /2018
2
MOTTO
“ Perjuangan terbesar adalah melawan diri sendiri “
- Mario Teguh –
“ Janganlah membanggakan dan menyombongkan diri dari apa
yang telah kita peroleh,
turut dan ikutilah ilmu padi semakin berisi ia akan semakin
tunduk.
Bersyukurlah kepada Allah SWT yang telah
menciptakan kita “
- Damril Mukti -
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Mei 2018
C) Aulia Devira Utami
D) Pengaruh Dukungan Sosial dan Religiusitas Terhadap Subjective Well-
Being Pada Pensiunan PNS
E) xiii + 84 halaman + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial dan
religiusitas terhadap subjective well-being pada pensiunan PNS. Hipotesis
peneliti bahwa ada pengaruh dimensi dukungan sosial(dukungan
emosional, dukungan informasional, dukungan instrumental dan dukungan
persahabatan) dan dimensi religiusitas(keyakinan agama, konsekuensi
agama, pengetahuan agama, pengalaman agama dan praktek agama)
memiliki pengaruh terhadap subjective well being pada pensiunan PNS.
Populasi dalam penelitian ini yaitu pensiunan PNS di Provinsi Jambi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 206 pensiunan
PNS yang diambil menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu
accidental sampling. Validitas alat ukur diuji dengan menggunakan teknik
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.70 dan
untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 21. Hasil penelitian menggunakan
analisis regresi berganda menunjukan bahwa seluruh variabel bebas yang
digunakan berpenngaruh signifikan terhadap subjective well-being dengan
proporsi varian sebesar 50,6%, sedangkan sisanya 49,4% dipengaruhi oleh
variabel lain diluar penelitian. Sementara, hasil analisis masing-masing
variabel secara terpisah menunjukan bahwa variabel dukungan emosional,
dukungan informasional, dukungan instrumental, dukungan persahabatan
dan praktek agama berpengaruh signifikan terhadap subjective well being
pada pensiunan PNS. Sedangkan empat variabel keyakinan agama,
konsekuensi agama, pengalaman agama dan pengetahuan agama tidak
signifikan berpengaruh terhadap subjective well-being pada pensiunan
PNS.
G) Bahan Bacaan:30; jurnal:17 + buku: 8 + artikel: 5.
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) May 2018
C) Aulia Devira Utami
D) The influence of social support and Subjective Well-Being Against Religiosity
On Retired Civil Servants
E) xiii + 84 pages + annexes
F) This research was conducted to find out the influence of social support and
subjective well being against religiosity on retired civil servants. The researchers
hypothesized that there is an influence of dimensions of social support (emotional
support, informasional support, instrumental support and support friendship) and
dimensions of religiosity (religious beliefs, the consequences of religion, religious
knowledge, experience religion and religious practices) has an influence on
subjective well being on retired civil servants. The population in this study i.e.
retired civil servants in the province of Jambi. The samples used in the study
totalled 206 retired civil servants were taken using a nonprobability sampling
technique that is accidental sampling. The validity of the measuring instrument
tested using Confirmatory Factor Analysis (CFA) software with Lisrel 8.70 and to
test the hypothesis of research using multiple regression analysis using SPSS
software 21. The results of research using multiple regression analysis showed
that all the free variables used significant effect against the subjective well being
with the proportion of variants of 50.6%, while the remaining 49.4% are
influenced by variables other than research. Meanwhile, the results of the analysis
of each variable separately variable indicates that emotional support,
informasional support, instrumental support, friendship and support of influential
religious practice significantly to subjective well being on retired civil servants.
While the four variables of religious belief, the consequences of religion, religious
experience and religious knowledge not significant effect on subjective well-being
on retired civil servants.
G) reading material: 30; Journal: 17 + books: 8 + article: 5.
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat Nya
kepada manusia. Banyak pihak yang telah membantu sehingga karya ini terselesaikan, maka
penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si., Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta para wakil dekan, Dr. Abdul Rahman
Shaleh, M.Si, Bapak Ikhwan Luthfi, M.Si, dan Dra. Diana Mutiah, M.Si.
2. Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang
telahmembimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh ketulusan dankesabaran
serta memberikan wawasan baru terhadap penulis.Dr. Natris Indriyani, M.Si selaku
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat selama perkuliahan
berlangsung.
3. Para dosen dan para staff Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu, wawasan
baru dan membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan hingga skripsi ini.
4. Pemerintah Provinsi Jambi yang telah memberikan masukan, arahan dan mengizinkan
penulis untuk mengambil data penelitian skripsi ini.
5. Drs. Damril Mukti, S.E dan Pidayan Sasnifa, M.Sy selaku orang tua penulis, adik
kandung tercinta M. Fadil Syahdan yang telah mendukung, mendo’akan, memberikan
perhatian, motivasi, nasehat, serta penyumbang materi terbesar dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. H. Siradjuddin dan Hj. Suwarni selaku kakek nenek serta keluarga besar Siradj yang
selalu mendukung, mendoa’kan memberikan nasehat dan membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini. Keluarga besar Dr. H. Nasrun Rusli, M.H dan Drs. Busman
Hamid yang telah memberikan do’a dan bantuannya selama penulis mengerjakan
skripsi
7. Teman kampus. Indah, Dian Sinurat, Arafat, Redo TW, Vivi, Erna, Rara, Destiana,
Maya Hillary, Fathya NA, Syifa, AnnisaMuf, Dewi T dan Psikologi Angkatan 2013
yang telah mewarnai kehidupan di dunia kampus dan memberikan canda tawa serta
dukungan di sela-sela penulisan skripsi ini. Terutama buat Amelia, Annisaa, Indah,
Wuland, Yasmin, Icha Gumala, Kak Shafan dan Kak Kaffa yang telah banyak
memberikan dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat penulis, Karlinda, Deby Rieva,Nitra I. Carindra, Doki, Sherly Maisa EP,
Faza, Kak Nia, Pewe yang telah memberikan bantuan, nasehat, motivasi, dan
dukungan kepada penulis agar semangat dalam menyelesaikan penulisan ini serta
mendengarkan keluh kesah penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telahmemberikan doa,
dukungan, serta bantuannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan,
oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.Penulis
berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat kepada penulis, pembaca,
pihak terkait, serta peneliti yang ingin mengelaborasi penelitian ini.
Jakarta, Mei 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................ v
ABSTRAK ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1-17
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ...................................................... 13
1.2.1 Pembatasan masalah.................................................................. 13
1.2.2 Perumusan masalah ................................................................... 14
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 15
1.3.1 Tujuan penelitian ....................................................................... 15
1.3.2 Manfaat penelitian ..................................................................... 16
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ......................................................... 16
1.3.2.1 Manfaat Praktis ........................................................... 16
BAB 2 LANDASAN TEORI ....................................................................... 18-37
2.1 Subjective Well-Being .............................................................................. 18
2.1.1 Definisi subjective well-being ................................................... 18
2.1.2 Dimensi-dimensi subjective well-being .................................... 19
2.1.3 Pengukuransubjective well-being .............................................. 21
2.1.4 Faktor-faktor subjective well-being........................................... 21
2.2Dukungan Sosial ....................................................................................... 25
2.2.1 Pengertian dukungan sosial ...................................................... 25
2.2.2 Dimensi-dimensi dukungan sosial ........................................... 26
2.2.3 Pengukuran dukungan sosial ..................................................... 27
2.3 Religiusitas ............................................................................................... 27
2.3.1 Pengertian religiusitas ............................................................... 27
2.3.2 Dimensi religiusitas ................................................................... 28
2.3.3 Pengukuran religiusitas ............................................................. 31
xi
2.4 Kerangka Berpikir .................................................................................... 31
2.5 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 36
BAB 3 METODE PENELITAN ................................................................ 37-57
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Data ................................... 37
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .......................... 37
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................. 39
3.4 Uji Validitas Konstruk ............................................................................ 42
3.4.1 Uji validitas konstruk subjective well-being ............................. 44
3.4.2 Uji validitas konstruk dukungan emosional .............................. 46
3.4.3 Uji validitas konstruk dukungan informasional ........................ 47
3.4.4 Uji validitas konstruk dukungan instrumental ......................... 48
3.4.5 Uji validitas konstruk dukungan persahabatan ......................... 49
3.4.6 Uji validitas konstruk keyakinan agama ................................... 50
3.4.7 Uji validitas konstruk konsekuensi agama ............................... 51
3.4.8 Uji validitas konstruk pengalaman agama ............................... 53
3.4.9 Uji validitas konstruk pengetahuan agama .............................. 54
3.4.10 Uji validitas konstruk praktek agama ..................................... 55
3.5 Metode Analisis Data .............................................................................. 56
BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................... 58-72
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ....................................................... 60
4.1.1 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin,
Sumber pendapatan, dan aktifitas setelah pensiun ............................ 60
4.2 Analisis Deskriptif .................................................................................. 60
4.3 Kategorisasi Skor .................................................................................... 61
4.3.1 Kategorisasi skor subjective well-being .................................... 61
4.3.2 Kategorisasi skor dukungan sosial ............................................ 62
4.3.3 Kategorisasi skor religiusitas ................................................... 63
4.4 Uji Hipotesis ........................................................................................... 63
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian ........................................... 63
4.4.2 Pengujian Proporsi Varian ........................................................ 69
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ................................... 73-81
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 73
5.2 Diskusi .................................................................................................... 74
5.3 Saran ........................................................................................................ 79
5.3.1 Saran metodologis .................................................................... 79
5.3.2 Saran praktis ............................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 82
xii
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 85
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print alat ukur subjective well-being ..................................... 40
Tabel 3.2Blue Print alat ukur dukungan sosial .............................................. 41
Tabel 3.3 Blue print alat ukur religiusitas ..................................................... 41
Tabel 3.4Muatan Faktor Item Skala Subjective Well-Being .......................... 45
Tabel 3.5Muatan Faktor Item Skala DukunganEmosional ............................ 46
Tabel 3.6Muatan Faktor Item Skala Dukungan Informasi............................. 48
Tabel 3.7Muatan Faktor Item Skala Dukungan Instrumental ........................ 49
Tabel 3.8Muatan Faktor Item Skala Dukungan Persahabatan ...................... 50
Tabel 3.9Muatan Faktor Item Skala Keyakinan Agama ................................ 51
Tabel 3.10Muatan Faktor Item Skala Konsekuensi Agama ........................... 52
Tabel 3.11Muatan Faktor Item Skala Pengalaman Agama ........................... 53
Tabel 3.12Muatan Faktor Item Skala Pengetahuan Agama .......................... 54
Tabel 3.13Muatan Faktor Item Skala Praktek Agama ................................... 55
Tabel 4.1 Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin, sumber
pendapatan dan aktifitas setelah pensiun ................................... 58
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian .......................................... 60
Tabel 4.3 Norma Skor .................................................................................... 61
Tabel 4.4Kategorisasi subjek berdasarkan tingkatsubjective well-being ....... 61
Tabel 4.5 Kategorisasi skor berdasarkan tingkat dukungan sosial ................ 62
Tabel 4.6 Kategorisasi subjek berdasarkan tingkat religiusitas ..................... 63
Tabel 4.7 Proporsi varian dependent variable pada seluruh independent
variabel .......................................................................................... 64
Tabel 4.8 Anova pengaruh seluruh independent variable terhadap
dependent variabel ......................................................................... 65
Tabel 4.9 Koefisien Regresi Setiap Variabel ................................................. 66
Tabel 4.10 Proporsi Varian Masing-Masing Variabel ................................... 70
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir .......................................................... 35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Skripsi ……………………................ 85
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ………………………………….. …. 91
Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram Uji Validitas Skala …………… 100
Lampiran 4 Tabel Output Regresi …………………………………….. 109
Lampiran 5 Indikator Setiap Variabel ………………………………… 111
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini umumnya individu diberikan kesempatan untuk bekerja baik pria
maupun wanita. Di Indonesia sendiri cukup banyak berbagai pekerjaan yang
ditawarkan mulai dari pekerjaan di pemerintahan maupun swasta. Berbagai
pekerjaan yang ditawarkan ini memberikan kesempatan kepada individu untuk
mencapai karir yang diinginkan, memperbaiki kondisi ekonomi, memberikan
konstribusi bagi pemerintah atau lingkungan, serta mengasah lagi kemampuan
baru. Semakin banyaknya kesempatan pekerjaan menimbulkan bertambahnya
jumlah individu yang ingin bekerja.
Salah satu pekerjaan yang banyak diminati oleh masyarakat di
Indonesia adalah Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik pada tahun 2014 Pegawai Negeri Sipil(PNS) berjumlah 4.455.303
orang. Hal itu dikarenakan PNS memiliki fasilitas yang diberikan diantaranya
tunjangan gaji pokok, tunjangan kesehatan, fasilitas yang diberikan berupa
kendaraan dinas dan adanya jaminan di hari tua (pensiunan). PNS memiliki
masa kerja aktif dan masa pensiun yang telah ditentukan. PNS yang telah
memasuki batas usia pensiun akan diberhentikan secara hormat sebagai
seorang PNS. Seorang PNS akan pensiun apabila ia telah memiliki masa kerja
sekurang-kurangnya 10 tahun dan sudah berusia 58 tahun. Di Indonesia setiap
2
tahunnya ada sekitar 500.000 orang PNS yang akan di pensiunkan dari
pekerjaannya.
Ketika memasuki masa usia pensiun, individu mengharapkan dapat
menjalani kehidupan saat pensiun dengan bahagia, dapat berkumpul bersama
keluarga, bebas dari rutinitas kerja, dan memiliki waktu untuk bersantai
(Cuomo dan Crossdale, 2017). Dampak positif lainnya dari pensiun juga dapat
memperpanjang usia individu dikarenakan dua hal. Pertama, pensiun
membebaskan individu memungkinkan menghabiskan banyak waktu untuk
investasi dalam kesehatan dan menjaga gaya hidup. Kedua tentunya
mengurangi stress karena bekerja, hipertensi, dan berbagai kondisi fatal
lainnya (cnbcindonesia.com, 29 Maret 2018). Bagi beberapa individu, pensiun
memiliki berbagai manfaat. Hal ini menyediakan cara bagi individu untuk
meningkatkan kualitas hidup dan menikmati waktu di usia lanjut.
Namun, disisi lain individu ini juga memiliki kecemasan, dikarenakan
belum siap secara emosi dan finansial untuk menghadapi kehidupan setelah
pensiun. Ketika memasuki pensiun, mungkin pemasukan rutin akan
berkurang, kehilangan peran sosial dimasyarakat, merasa kesepian, dan
penurunan fungsi kesehatan karena tidak adanya kegiatan rutin. Hal itu akan
meyebabkan timbulnya stress (Cuomo&Crossdale, 2017).Penelitian yang
diterbitkan oleh Institute of Economic Affairs (IEA), sebuah lembaga
penelitian yang berpusat di London, Inggris ini menemukan bahwa pensiun
dapat menyebabkan "penurunan kesehatan secara drastis" pada jangka
menengah dan panjang. Masa pensiun dinilai meningkatkan risiko depresi
3
klinis sebesar 40% dan 60% kemungkinan untuk menderita secara fisik.
Dampak ini sama bagi perempuan maupun laki-laki, sementara risiko untuk
menjadi sakit akan meningkat seiring dengan panjangnya waktu selama masa
pensiun itu (bbc.com, 2013).
Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey yang dilakukan Lembaga
ESQ dengan menggunakan ARS (Anxiety Rating Scale) ditemukan bahwa
lebih dari 63% para pegawai jelang pensiun merasakan kondisi cemas sedang
hingga panik. Sementara yang merasakan kecemasan ringan yang dapat
memotivasi mereka untuk dapat beraktivitas secara aktif pada masa pensiun
hanya 37% saja. Penyebab utama kecemasan adalah 51% kecemasan berasal
dari masalah emosional spiritual. Selain itu, terlihat pula bahwa kehilangan
sumber keuangan adalah kecemasan kedua sebanyak 29% dari seluruh
responden. Sementara penyebab kecemasan berikutnya dengan proporsi 20%
mengalami kecemasan yang disebabkan oleh menurunnya tingkat kesehatan
mereka (esqmpp.com, 2017).
Dampak pensiun yang dirasakan oleh individu akan mempengaruhi
kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupannya. Para pensiunan ini
sangat penting dapat merasakan kesejahteraan dalam hidupnya. Apabila pada
pensiunan ini tidak merasa adanya kesejahteraan pada lanjut usia dimana tidak
dijumpai keakraban, kelekatan, kedekatan, sebagaimana layaknya sebuah
keluarga akan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lanjut usia seperti
terjadinya kecemasan, stress, maupun frustasi. Selain itu, jika pensiunan tidak
merasakan kesejahteraan dalam hidupnya, ia akan mencari perhatian dari
4
keluarganya dengan cara mengganggu aktifitas-aktifitas anggota keluarga
maupun perhatian dari lingkungan sekitar, melakukan tindakan yang dapat
membahayakan dirinya, tidak dapat melakukan aktifitas dengan baik dan
teratur.
Salah satu dampak lainnyaapabila pensiun tidak merasakan
kesejahteraan adalah permasalahan pada kesehatan. Jika pensiun ini tidak
merasakan kesejahteraan maka akan berdampak pula bagi kesehatannya
sehingga anggaran pengeluaran keuangan untuk BPJS kesehatan akan
mengalami peningkatan. Hal ini akan menjadi beban bagi Negara dikarenakan
biaya kesehatan bagi pensiunan masih ditanggung oleh Negara dengan adanya
pemberian fasilitas BPJS kesehatan (bkn, 2017).
Namun sebaliknya jika pensiunan merasakan kesejahteraan dalam
hidupnya dapat meningkatkan kulitas hidup dirinya termasuk memiliki
kesehatan yang baik, tidak merasa kesepian, dapat melakukan aktifitas dengan
baik, merasa disayangi dan diperhatikan oleh keluarga. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Dinie (2014) mengatakan bahwa pensiunan yang
merasakan kesejahteraan dalam hidupnya dapat mengambil peran aktif dalam
memenuhi kebutuhannya, bersikap mandiri, mampu bertahan pada tekanan
sosial, dan mampu menunjukan sikap positif terhadap dirinya.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada para pensiunan. Diantara
sepuluh pensiunan yang diwawancarai, enam pensiunan mengatakan mereka
merasakan kesejahteraan hidup setelah pensiun. Para pensiunan tersebut
mengaku bahwa lebih merasa bahagia, berkurangnya rasa stress dalam
5
kehidupan, tidak ada tekanan dan beban tugas dari atasan, lebih banyak
memiliki waktu untuk beribadah, berkumpul bersama keluarga, berobat,
melakukan aktifitas yang disukainya, dan dapat mengikuti kegiatan yang ada
di masyarakat. Namun empat pensiunan mengaku tidak merasakan
kesejahteraan hidup setelah pensiun. Hal ini dikarenakan mereka merasa sedih
karena tidak mendapatkan perhatian dari keluarga, tidak memiliki aktifitas
yang rutin, berkurangnya pemasukan keuangan, kehilangan status jabatan
fungsional di pekerjaan, beban sosial yang dialaminya, mengalami rasa
tertekan karena merasa dianggap tidak mampu lagi bekerja secara aktif,
dianggap memiliki kesehatan yang terus menurun, dan mereka merasakan
kesepian juga setelah pensiun karena tidak ada lagi interaksi dengan rekan
kerja yang biasa dilakukan.
Seorang inidvidu yang memasuki masa pensiun pastinya
mengharapkan dapat menjalani dan menikmati masa tuanya dengan bahagia.
Kebahagiaan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan hidup seorang
pensiunan baik fisik dan psikis. Namun beberapa para pensiun tidak dapat
merasakan kesejahteraan hidupnya setelah memasuki masa pensiun
dikarenakan masalah kesehatan, kesepian, berkurangnya pemasukan
keuangan, sulit untuk penyesuaian diri dengan situasi yang baru, serta tidak
mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarga maupun lingkungan.
Fenomena diatas menunjukan bahwa seseorang dapat merasakan
kesejahteraan dalam hidupnya setelah pensiun disebabkan oleh berbagai faktor
yaitu kebahagiaan hidup, dukungan sosial, dan perasaan(mood). Faktor
6
tersebut merupakan bagian dari Psikologi lebih spesifiknya bagian dari
Kesejahteraan Subjektif (Subjective Well-Being).
Subjective Well-Being(SWB) adalah evaluasi seseorang tentang kognitif
dan afektif didalam hidup mereka. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional
untuk penilaian kepuasan dan pemenuhan kognitif. Subjective Well-
Beingadalah konsep luas yang mencakup pengalaman emosi yang
menyenangkan, tingkat mood negatif yang rendah, dan kepuasan hidup yang
tinggi(Diener, 2002). Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi subjective
well-being individu yaitu, religiusitas, dukungan sosial, kepribadian, tujuan
hidup, kesehatan dan faktor demografi.
Subjective well being terkait dengan rasa puas individu terhadap
kondisi hidupnya. Beberapa individu merasakan kepuasan dan kesejahteraan
dalam hidupnya dikarenakan individu tersebut mampu menyesuaikan diri
dalam kehidupan yang baru setelah memasuki masa pensiun. Penelitian
Barrett dan Kecmanovic (2013) mengatakan bahwa pensiun sebagai pemicu
kesejahteraan, karena dengan memasuki usia pensiun memungkinkan individu
untuk menikmati kehidupannya dengan berkumpul dengan keluarga atau
teman. Selain itu usia individu juga mempengaruhi subjective well-being yang
dirasakan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Jivlaj et. al
(2014) mengenai pengaruh usia terhadap subjective well-being menunjukan
hasil bahwa individu dengan usia yang lebih tua memiliki subjective well-
being yang lebih baik dari pada individu yang berusia lebih muda. Penelitian
lainnya yang dilakukan Huxhold et. al (2013) menunjukan hasil bahwa
7
kelompok usia setengah baya yang memiliki kegiatan dengan keluarga dan
teman dapat meningkatkan subjective well-being yang dirasakan dan
kelompok usia lanjut yang memiliki kegiatan dengan keluarga tidak
meningkatkan subjective well-being tetapi kegiatan dengan teman-teman dapat
meningkatkan subjective well-being yang dirasakan.
Memasuki masa Pensiun tidaklah mudah bagi beberapa individu,
terjadinya beberapa perubahan yang cukup signifikan diantaranya dari
awalnya bekerja hingga sekarang tidak bekerja lagi, perubahan pada
pemasukan keuangan, tanggungan hidup anak dan pasangan, status kesehatan,
dan lingkungan sosial. Perubahan tersebut membutuhkan dukungan sosial agar
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Penelitian mengenai faktor penyebab dari subjective well-beingini
semakin banyak dilakukan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa salah satu
faktor penyebab dari subjective well-beingadalah dukungan sosial. Penelitian
yang dilakukan oleh Dai et. al (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan
positif antara dukungan sosial dan subjective well-being, artinya semakin
tinggi dukungan sosial seseorang maka semakin tinggi untuk mengalami
subjective well-beingdan sebaliknya. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Pilkington et. al (2012) menunjukan bahwa para relawan merasakan subjective
well-beingyang cukup tinggi karena mendapatkan dukungan sosial terutama
dari keluarga dan teman-teman.
8
Dukungan sosial yang bisa di dapat oleh individu setelah masa pensiun
adalah dukungan dari keluarga, dukungan dari teman dan dukungan dari
lingkungan. Keluarga adalah media yang paling dekat yang dapat memberikan
dukungan dalam bentuk perhatian, emosional maupun materi kepada individu
yang telah pensiun. Penelitian yang dilakukan oleh Karen et. al (2013)
menunjukan hasil bahwa dukungan sosial menjadi prediktor yang signifikan
terhadapsubjective well-being, terutama faktor keterikatan dukungan keluarga
yang memiliki pengaruh positif dengan subjective well-being. Penelitian
kedua yang dilakukan oleh Mandieta et. al (2013) menunjukan hasil bahwa
dukungan sosial memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan
subjective well being. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Chen dan Felley
(2014) menunjukan hasil bahwa jika semakin tinggi dukungan sosial yang
diterima oleh pensiunan maka semakin tinggi tingkat subjective well-
beingyang dirasakan, terutama dukungan emosional yang diterima dari
keluarga, pasangan dan teman.
Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, harga diri,
atau bantuan yang tersedia bagi seseorang dari orang lain atau kelompok.
Dukungan tersebut bisa berasal dari banyak sumber seperti pasangan
seseorang, keluarga, teman, dokter, atau organisasi kemasyarakatan. Individu
yang mendapatkan dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai, dihargai,
dan individu tersebut merasa bagian dari jaringan sosial, seperti keluarga atau
komunitas Organisasi, yang bisa membantu pada saat dibutuhkan (Sarafino,
2011). Jadi, Dukungan sosial mengacu pada tindakan yang benar-benar
9
dilakukan oleh orang lain atau individu yang mendapat dukungan dan persepsi
individu tentang kenyamanan, perhatian, serta bantuan yang
didapatkan.Bentuk dukungan sosial yaitudukungan informasi, dukungan
persahabatan, dukungan instrumental, dukungan emosi (Sarafino, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Shinta dan Hastaning(2015)
menunjukan hasil bahwa dukungan sosial memiliki hubungan yang signifikan
dengan subjective well-beingpada Tenaga Kerja Wanita (TKW). Semakin
tinggi dukungan sosial yang didapatkan maka semakin tinggi pula subjective
well-beingyang dirasakan. Pada penelitian ini aspek dukungan emosional dan
dukungan informasional merupakan faktor yang paling kuat mempengaruhi
subjective well-being. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ficret (2010)
menunjukan hasil bahwa dukungan sosial merupakan faktor yang
mempengaruhi subjective well-beingsiswa terhadap proses belajar di
Universitas terutama dukungan dari keluarga.
Dukungan sosial yang diberikan kepada individu yang telah pensiun
bisa memberikan dukungan emosi positif bahwa individu tersebut masih
dibutuhkan, mengurangi tekanan stress, mengurangi kesepian, memberikan
nasihat atau masukan, membantu individu untuk menentukan kegiatan apa
yang akan dilakukan setelah pensiun. Dukungan sosial juga bisa mengurangi
resiko kematian akibat stress yang berlebihan dan penyakit serius serta
menjadikan hidup lebih bermakna positif (Taylor, 2015).
10
Selain dukungan sosial, faktor lain yang dapat meningkatkan
subjective well-beingseorang pensiun adalah religiuitas. Beberapapenelitian
yang dilakukan menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab dari subjective
well-beingadalah religiusitas. Penelitian yang mendukung hal ini yaitu
penelitian yang dilakukan dilakukan oleh Diener dan Louis (2012)
menyatakan bahwa religiusitas sangat berkaitan dengan subjective well-being.
Religiuisitas akan meningkat pada saat individu memasuki lanjut usia.
Salah satu ciri religiusitas pada lanjut usia adalah tercapainya kemantapan
beragama. Hal ini dapat diasumsikan bahwa religiusitas pada lanjut usia
semakin meningkat (Jalaluddin, 2008).
Ketika religiusitas pada lansia muncul, maka para pensiunan akan
merasakan efek yang positif seperti dapat menerima keadaan dirinya dan
masa lalu yang dilewati dengan apa adanya tanpa ada rasa penyesalan, dapat
bergaul dengan lingkungan disekitar, mampu menjadi pribadi yang mandiri
sehingga tidak selalu meminta perhatian terus menerus dari orang sekitarnya,
adanya kepuasan hidup, memiliki tujuan dan makna hidup, sehingga terlihat
jelas bahwa ketika seseorang memiliki sikap religiusitas, maka ia akan
mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dan mendapatkan kesejahteraan
psikologis (Jalaluddin, 2008). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Chintya dan Ima (2015) menunjukan bahwa religiusitas
dinyatakan berpengaruh secara signifikan terhadap subjective well-
beingwanita yang berperan ganda.
11
Religiusitas adalahkeseluruhan dari fungsi jiwa individu mencakup
keyakinan, perasaan, dan perilaku yang diarahkan secara sadar dan sungguh-
sungguh pada ajaran agamanya dengan mengerjakan lima dimensi keagamaan
yang didalamnya mencakup tata cara ibadah wajib maupun sunat serta
pengalaman dan pengetahuan agama dalam diri individu (Glock dan Stark
dalam Jalaluddin, 2004). Dimensi-dimensi religiusitas yaitu dimensi
Keyakinan (the belief), Praktik agama (practice), Pengalaman (the
experience), Pengetahuan agama (the knowledge), Konsekuensi (the
consequence) (Glock&Stark, 1968).
Penelitian yang dilakukan oleh Khalek (2011) menunjukan bahwa
religiusita memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-
beingpada mahasiwa di Mesir. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hisham
dan Qutaiba (2015) menunjukan bahwa religiusitas hubungan yang signifikan
dengan subjective well-beingdimana dukungan sosial juga menjadi mediator
antara hubungan religiusitas dan subjective well-being.
Individu yang memiliki pengetahuan agama berbeda dengan orang
yang memiliki kesadaran beragama. Orang yang tahu agama belum tentu
melaksanakan kewajiban-kewajiban perintah agama karena agama hanya
sekedar pengetahuan tetapi tidak diamalkan, berbeda dengan orang yang
memiliki kesadaran beragama mereka akan melaksanakan seluruh perintah-
perintah agama dengan ikhlas tanpa paksaan dan berdampak pada
kesejahteraan pensiunan itu sendiri. Ketika kesadaran beragama pada
pensiunan meningkat maka akan mempengaruhi aktivitas mereka sehari-hari
12
untuk melaksanakan seluruh perintah agama dan akan berdampak positif
dengan aktivitas yang mereka lakukan dalam menjalani hari-hari kedepannya.
Khalek (2012) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan tingkat
religiusitas dan kebahagianyang dimiliki antara pria dan wanita. Dimana pria
merasa lebih bahagiadan kesehatannya secara mental lebih baik dibandingkan
wanita, sedangkan untuktingkat religiusitas lebih tinggi wanita dibandingkan
pria. Koenig (dalam Khalek, 2012) juga menyatakan bahwa seseorang yang
beriman serta tulus dalam menjalankan ibadahnya sesuai dengan aturan
agamanya maka ia akan lebih menikmati dan kesehatannnya secara fisik dan
psikis lebih baik.
Pengaruh Agama bagi pensiunan adalah memberi kemantapan batin,
rasa bahagia, rasa terlindungi dan puas yang merupakan aspek-aspek dari
kesejahteraan yang dimiliki individu tersebut. Perasaan positif ini lebih lanjut
akan menjadi pendorong bagi pensiunan untuk berbuat pada hal-hal yang
lebih positif. Agama dalam kehidupan pensiunan selain menjadi motivasi,
dapat juga merupakan harapan. Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam
mendorong individu untuk melakukan aktifitas karena perbuatan yang
dilakukan dengan latar belakang agama dan mendorong individu untuk
bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdo’a (Jalaluddin,
2008).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fouiza dan
Saima (2013) yang menunjukan hasil bahwa religiusitas memiliki pengaruh
13
yang positif bagi kepuasan hidup dan kesejahteraan para lansia. Penelitian
lainnya yang mendukung yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nan sook et. al
(2013) menunjukan hasil bahwa para orang dewasa yang telah pensiun dan
memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan mempengaruhi kesejahteraan
hidup mereka terutama dalam kesehataan dan keuangan.
Pensiunan memiliki banyak waktu yang bisa dipergunakan untuk
menyibukkan diri dengan kegiatan rohani atau berbagi dengan sesama dalam
kegiatan sosial. Dengan demikian akan memberikan ketenangan dan
ketentraman psikis dan bathin sehingga individu dapat merasakan
kesejahteraan hidupnya sebagai pensiunan Pegawai Negeri Sipil.
Berdasarkan pemaparan diatas tersebut maka penulis tertarik untuk
mengangkat fenomena tersebut menjadi sebuah permasalahan pada penelitian
ini. Penulis ingin mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan
sosial dan religiusitas terhadap subjective well-beingpada pensiunan PNS di
Provinsi Jambi.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, penelitian ini dibatasi pada pengaruh
dukungan sosial dan religiusitas terhadap subjective well-being. Adapun
pengertian konsep yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Subjective Well-Beingyang dimaksud adalah evaluasi seseorang
tentang kognitif dan afektif didalam hidup mereka. Evaluasi ini
14
meliputi reaksi emosional untuk penilaian kepuasan dan pemenuhan
kognitif. (Diener, 2002)
b. Dukungan sosial yang dimaksud adalah mengacu pada kenyamanan,
perhatian, harga diri, atau bantuan yang tersedia bagi seseorang dari
orang lain atau kelompok. Dukungan tersebut bisa berasal dari banyak
sumber seperti pasangan seseorang, keluarga, teman, dokter, atau
organisasi kemasyarakatan(Sarafino, 2011).
c. Religiusitas adalah keseluruhan dari fungsi jiwa individu mencakup
keyakinan, perasaan, dan perilaku yang diarahkan secara sadar dan
sungguh-sungguh pada ajaran agamanya dengan mengerjakan lima
dimensi keagamaan yang didalamnya mencakup tata cara ibadah wajib
maupun sunat serta pengalaman dan pengetahuan agama dalam diri
individu. Dimensi-dimensi religiusitas yaitu dimensi Keyakinan (the
belief), Praktik agama (practice), Pengalaman (the experience),
Pengetahuan agama (the knowledge), Konsekuensi (the consequence)
(Glock dan Stark, 1968).
d. Pensiunan yang dijadikan sampel adalah pada PNS di Pemerintahan
Provinsi Jambi yang sudah pensiun satu sampai lima tahun terakhir.
1.2.2 Perumusan Masalah
a. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial (dukungan
informasi, dukungan emosional, dukungan persahabatan, dukungan
instrumental) terhadap subjective well-beingpada pensiunan PNS?
15
b. Apakah ada pengaruh yang siginifikan religiusitas (keyakinan agama,
praktek agama, pengalaman agama, pengetahuan agama, konsekuensi
agama) terhadap subjective well-beingpada pensiunan PNS?
c. Apakah ada pengaruh yang siginifikan dukungan sosial (dukungan
informasi, dukungan emosional, dukungan persahabatan, dukungan
instrumental) dan siginifikan religiusitas (keyakinan agama, praktek
agama, pengalaman agama, pengetahuan agama, konsekuensi agama)
terhadap subjective well-beingpada pensiunan PNS?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Untuk mengetahui pengaruh siginifikan dukungan sosial
(dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan
persahabatan, dukungan instrumental) terhadap subjective well-
being pada pensiunan PNS.
b. Untuk mengetahui pengaruh religiusitas (keyakinan agama,
praktek agama, pengalaman agama, pengetahuan agama,
konsekuensi agama) terhadap subjective well-beingpada pensiunan
PNS.
c. Untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial (dukungan informasi,
dukungan emosional, dukungan persahabatan, dukungan
instrumental) dan siginifikan religiusitas (keyakinan agama,
praktek agama, pengalaman agama, pengetahuan agama,
16
konsekuensi agama)terhadap subjective well-beingpada pensiunan
PNS.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis.
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dalam ilmu pengetahuan psikologi, khususnya pada psikologi
organisasi, psikologi perkembangan dan psikologi sosial. Penelitian ini
juga dapat mengembangkan teori dukungan sosial, religiusitas dan
subjective well-being. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
stimulus pada pemerhati dibidang ini untuk melakukan penelitian
selanjutnya yang diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik
lagi.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada masyarakat luas yang bertujuan
untuk memberikan pengetahuan tentang subjective well-beingpada
pensiunan PNS.
b. Memberikan informasi kepada individu yang telah pensiun
pentingnya dukungan sosial dan religiusitas terhadap subjective
well-being.
17
c. Diharapkan dapat meningkatkan minat pembaca lainnya untuk
melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
pensiunan PNS.
18
18
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Subjective Well-Being
2.1.1 Definisi Subjective Well-Being
Subjective well-being didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif individu
terhadap hidupnya. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional (emosi positif dan
negatif) terhadap peristiwa yang terjadi, serta penilaian kognitif terhadap
kepuasaan hidup, pemenuhan kebutuhan, (Diener, 2002).
Diener (2003) mengatakan bahwa:
“ Subjective well-being (SWB) is the field in the behavioral sciences in
which people’s evaluations of their lives are studied. SWB includes diverse
concepts ranging from momentary moods to global judgments of life satisfaction
“.
Russel (2008) mendefinisikan subjective well-being sebagai
“ People’s perceptions of their existence or their subjective view of their
life experience”.
Subjective well-being dapat diartikan sebagai penilaian individu terhadap
kehidupannya yang meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan
penilaian afektif mengenai mood dan emosi seperti perasaan emosional positif dan
negatif (Eddington&Shuman, 2008).
19
Subjective well-being dapat diartikan sebagai penilaian individu terhadap
kehidupannya yang meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan
penilaian afektif mengenai mood dan emosi (Diener&Lucas, 1999).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
subjective well-beingadalah penilaian subjektif yang diberikan oleh individu
mengenai kehidupannya meliputi penilaian mengenai kepuasan hidup dan emosi.
Untuk penelitian ini, penulis memakai definisi dari Diener (2002), yaitu: “evaluasi
kognitif dan afektif individu terhadap hidupnya. Evaluasi ini meliputi reaksi
emosional terhadap peristiwa yang terjadi, serta penilaian kognitif terhadap
kepuasaan hidup, pemenuhan kebutuhan,”. Definisi ini dipilih karena lebih
menggambarkan komponen – komponen yang akan digunakan untuk mengukur
subjective well-beingdalam penelitian ini.
2.1.2 Dimensi-Dimensi Subjective Well Being
Dimensi Subjective Well Being terbagi atas dua komponen, yaitu komponen
kognitif (penilaian atau judgment) dan afektif (emosional) (Diener, 2002).
A. Dimensi Kognitif
Dimensi kognitif mencakup evaluasi terhadap kepuasan hidup yang
didefinisikan sebagai penilaian hidup individu. Evaluasi ini terbagi
menjadi dua yaitu:
a. Evaluasi hidup secara keseluruhan yaitu evaluasi individu terhadap
kehidupannya secara keseluruhan. Istilah kehidupan dapat
didefinisikan sebagai semua bidang kehidupan individu pada titik
dalam waktu tertentu, atau sebagai penilaian integratif tentang
20
kehidupan indvidu sejak lahir. Kepuasan hidup individu secara
keseluruhan melibatkan persepsi individu terhadap perbandingan
kehidupannya dengan standar yang ditentukan oleh individu tersebut
(Diener, 2002).
b. Evaluasi kepuasaan terhadap domain tertentu adalah penilaian yang
dibuat oleh individu untuk mengevaluasi domain atau aspek tertentu
dalam kehidupannya, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan,
hubungan sosial, kehidupan dengan pasangan hidup dan kehidupan
dengan keluarga (Diener, 2002).
B. Dimensi Afektif
Dimensi afektif mencakup evaluasi terhadap emosi yang dirasakan oleh
individu dalam kehidupannya. Evaluasi ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Afek Positif merepresentasikan emosi yang bersifat menyenangkan
seperti cinta dan kasih sayang. Afek positif ini dapat merefleksikan
reaksi individu terhadap sejumlah peristiwa dalam hidup yang
menunjukan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan
(Diener, 2002).
b. Afek negatif merepresentasikan emosi yang bersifat tidak
menyenangkan dan merefleksikan respon negatif yang dialami
individu sebagai reaksinya terhadap kehidupan, kesehatan dan
peristiwa yang dialami oleh individu tersebut (Diener, 2002).
Afek negatif diperlukan dan seharusnya terjadi didalam kehidupan
agar hidup dapat berfungsi serta berjalan dengan optimal. Fungsi dari afek
21
negatif yaitu mengarahkan individu untuk menghindari perilaku dan
situasi yang berbahaya. Afek negatif yang sering terjadi atau terjadi secara
berkepanjangan dapat mengindikasikan individu bahwa individu memiliki
penilaian yang buruk terhadap hidupnya. Pengalaman negatif yang
dirasakan oleh individu secara berkepanjangan akan menghambat individu
bertingkah secara efektif dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan
demikikan, individu menilai bahwa kehidupannya tidak menyenangkan
(Diener, 2002).
2.1.3 Pengukuran
Sebagian besar alat ukur yang digunakan untuk mengukur subjective well-
beingmengasumsikan bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup dapat disusun
dalam sebuah kontinum mulai dari “sangat bahagia” sampai dengan “sangat tidak
bahagia”. Salah satu skala yang memiliki nilai reliabilitas yang tinggi dan paling
sering digunakan adalah Satisfaction with Life Scale (Diener, 1985) untuk
mengukur nilai individu mengenai kepuasan hidupnya (kognitif). Skala yang
digunakan untuk penilaian afektif yaitu Scale of Positive and Negative Experience
(SPANE)yang disusun oleh Diener and Biswas (Diener dan Biswas, 2009). Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur dari dua skala tersebut.
2.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being yaitu:
a. Dukungan sosial
Dukungan Sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, harga diri,
atau bantuan yang tersedia bagi seseorang dari orang lain atau kelompok.
22
Dukungan tersebut bisa berasal dari banyak sumber seperti pasangan
seseorang, keluarga, teman, dokter, atau organisasi
kemasyarakatan(Sarafino, 2011).
Individu-individu yang memperoleh dukungan sosial yang
memuaskan melaporkan bahwa mereka lebih sering merasa bahagia dan
lebih sedikit merasakan kesedihan. Hal ini dikarenakan pemikiran bahwa
individu memiliki tempat bersandar ketika mereka membutuhkan sesuatu
hal dan membuat individu merasa nyaman serta hal ini akan berkontribusi
pada afek positif yang dirasakan individu.
b. Kepribadian
Ciri-ciri yang paling konsisten dikaitkan dengan kesejahteraan
subjektif adalah ekstraversion dan neuroticism (Diener & Lucas, 1999).
c. Budaya
Diener, Oishi dan Lucas (2003) mengemukakan bahwa perbedaan
subjective well-beingdapat terjadi karena perbedaan kekayaan negara.
Negara yang kaya dinilai dapat membentuk subjective well-beingyang
tinggi pada penduduknya karena negara yang kaya cenderung menghargai
hak asasi manusia, memberikan angka harapan hidup yang lebih panjang
dan lebih demokratis.
d. Optimis
Diener, Lucas dan Suh (1996) mengungkapkan bahwa optimis
berkorelasi dengan subjective well-being seperti kepuasan hidup, pengaruh
menyenangkan dan pengaruh yang tidak menyenangkan. Scheier dan
23
Carver (1993) menunjukkan bahwa optimis mempertahankan tingkat SWB
yang lebih tinggi saat menghadapi stressor (Eddington&Shuman, 2008).
e. Harga Diri (self esteem)
Menurut Eddington dan Shuman (2008) harga diri berhubungan
kuat secara positif di budaya barat.
f. Agama
Ellison (dalam Eddington&Shuman, 2008) mengatakan bahwa
manfaat agama terutama bersifat kognitif menawarkan kerangka interpretif
untuk memahami pengalaman hidup daripada menghilangkan kejadian
negatif. Religiusitas mengacu pada sistem simbol, sistem keyakinan,
sistem nilai, sistem perilaku yang terlembangkan dimana semuanya
berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang
paling maknawi (Glock&Stark,1968).
g. Hubungan sosial
Individu yang memiliki kesejahteraan lebih tinggi cenderung
memilikihubungan sosial yang lebih dekat dan lebih mendukung daripada
individu dengan kepuasan hidup awal yang rendah (Diener&Biswas,
2008).
h. Faktor demografis
Diener, Lucas dan Oishi (2002) mengatakan bahwa efek faktor
demografis (misalnya pendapatan, usia dan jenis kelamin, status
pernikahan dan pekerjaan) terhadap subjective well-beingbiasanya kecil.
24
Berikut adalah penjelasan mengenai faktor demografis yang
mempengaruhi subjective well-being.
1. Pendapatan
Pendapatan tidak terlalu kuat pengaruhnya terhadap
subjective well-beingkarena kebanyakan orang yang memiliki
pendapatan lebih tinggi harus menghabiskan waktu lebih banyak
untuk bekerja dan memiliki sedikit waktu untuk bersenang –
senang dan berhubungan sosial (Diener, 2009).
2. Status pernikahan
Menurut Lucas (2005) Rata-rata tingkat kesejahteraan
individu yang menikah lebih tinggi dari pada individu yang belum
menikah. Individu yang telah bercerai menunjukkan tingkat
kesejahteraan yang lebih rendah dibawah rata-rata (dalam diener,
2009) Pernikahan memberikan dukungan emosional dan finansial
yang menghasilkan kondisi positif subjective well-being(Eddington
& Shuman, 2008).
3. Usia dan Jenis kelamin
Mroczek dan Spiro (2005) menemukan bahwa kepuasan
hidup sebenarnya meningkat dari usia 40 sampai 65 dan turun
ketika mendekati usia kematian (Diener, 2009). Perempuan dan
laki-laki secara substansial berbeda dalam hal subjective well
being. Wanita lebih merasakan sangat bahagia, bukti menunjukkan
bahwa representasi berlebihan ini disebabkan oleh fakta bahwa
25
wanita mengalami emosi positif. Pria jarang merasakan bahagia
dan sering mengalami emosi negatif, (Diener, 2009).
4. Pendidikan
Kaitan antara kecerdasan yang diukur dengan tes IQ dan
subjective well beingtampaknya hampir tidak ada. Namun,
kecerdasan emosional berkaitan tinggi jika berkaitan dengan
subjective well-being(Diener, 2009).
2.2 Dukungan Sosial
2.2.1 Definisi Dukungan Sosial
Menurut Rietschlin dukungan sosial didefinisikan sebagai informasi dari individu
lain bahwa individu itu dicintai, diperhatikan, berharga dan bagian dari sebuah
jaringan komunikasi yang merupakan kewajiban dari orang tua, pasangan,
keluarga, teman dan komunitas sosial. Ketika dihadapkan pada masalah, individu
dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi akan lebih sedikit merasakan stress
dan mampu melakukan coping dengan baik (Taylor, 2011).
Dukungan sosial menurut Sarafino (2011) adalah perasaan kenyamanan,
perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok
lain. Individu-individu yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan
bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat
menolong mereka ketika membutuhkan bantuan.
Dukungan sosial dapat berupa informasi, dukungan emosi, ataupun materi
yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa
diperhatikan, bernilai, dan dicintai. Dukungan sosial yang diterima dapat
26
membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan
kompeten (Taylor, 2011). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial adalah perasaan nyaman, perhatian, rasa dihargai dan adanya
bantuan yang diperoleh individu dari orang lain, baik dari perorangan atau
kelompok.
2.2.2 Dimensi Dukungan Sosial
Cohen et. al (1985) menyimpulkan empat bentuk dukungan sosial yang
berpengaruh terhadap respon individu pada kondisi yang menekan, yaitu:
a. Dukungan Praktis (tangible support), atau bantuan-bantuan yang bersifat
pelayanan seperti membantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari maupun
bantuan secara finansial.
b. Dukungan Informasi (appraisal support), atau suatu bentuk bantuan yang
membantu individu dalam memahami kejadian yang menekan dengan lebih baik
serta memberikan pilihan strategi coping yang harus dilakukan guna menghadapi
kejadian tersebut.
c. Dukungan Harga Diri (self-esteem), atau suatu bentuk bantuan dimana individu
merasakan adanya perasaan positif akan dirinya bila dibandingkan keadaan yang
dimiliki dengan orang lain, yang membuat individu merasa sejajar dengan orang
lain seusianya.
d. Dukungan Belonging, atau suatu bentuk bantuan dimana individu tahu bahwa
ada orang lain yang dapat diandalkan ketika ia ingin melakukan suatu kegiatan
bersama.
Menurut Sarafino (2011) ada empat dimensi dukungan sosial, yaitu:
27
a. Dukungan Instrumental (instrumental support) adalah bantuan yang diberikan
secara langsung, seperti memberikan bantuan materi dan cara mengatasi
stress.
b. Dukungan Informasi (informational support) mencakup pemberian saran,
petunjuk atau umpan balik. Misalnya, individu yang sakit mungkin mendapat
informasi dari keluarga atau dokter tentang bagaimana cara mengobati
penyakit tersebut.
c. Dukungan Persahabatan (companion support) mengacu pada adanya
kebersamaan, kesediaan dan aktifitas sosial yang dilakukan bersama.
d. Dukungan Emosional (emotional support) mencakup ungkapan empati,
kepedulian dan perhatian terhadap individu. Dukungan ini diperoleh dari
pasangan atau keluarga, seperti memberikan pengertian terhadap masalah
yang sedang dihadapi.
2.2.3 Pengukuran dukungan sosial
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang
dikembangkan dari teori dukungan sosial Sarafino (2011) yang memiliki beberapa
dimensi instrumental support, informational support, companion support, dan
emotional support.
2.3 Religiusitas
2.3.1 Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia religiusitas berarti taat pada agama.
Glock dan Stark (1968) mengartikan religiusitas adalah sistem simbol, sistem
keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya
28
berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling
maknawi.
Religiusitas adalah sesuatu yang lebih menitik beratkan pada masalah
perilaku, sosial dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan.
Karenanya doktrin yang dimiliki oleh setiap agama wajib diikuti oleh setiap
pengikutnya (Fetzer, 1999).
2.3.2 Dimensi Religiusitas
Fetzer (1999) menjelaskan dua belas dimensi religiusitas, yaitu:
a. Daily Spiritual Experiences (dalam Fetzer, 1999) merupakan dimensi yang
memandang dampak agama dan spritual dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini Daily Spiritual Experinces merupakan persepsi individu
terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan
sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut,
sehingga Daily Spiritual Experinces lebih kepada pengalaman
dibandingkan kognitif.
b. Meaning mengacu pada sejauh mana agama dapat menjadi tujuan
hidupnya.
c. Value adalah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai hidup, seperti
mengajarkan tentang nilai cinta, saling tolong, saling melindungi, dan
sebagainya.
d. Belief merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas merupakan
keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama.
e. Forgiveness mencakup lima dimensi turunan, yaitu :
29
1. Pengakuan dosa (Confession).
2. Merasa diampuni oleh Tuhan (feeling forgiven by God).
3. Merasa dimaafkan oleh orang lain (feeling forgiven by others).
4. Memaafkan orang lain (forgiving others).
5. Memaafkan diri sendiri (forgiving one self)
f. Private religious practices merupakan perilaku beragama dalam praktek
agama meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain
untuk meningkatkan religiusitasnya.
g. Religious/spiritual coping merupakan coping stress dengan menggunakan
pola dan metode religius. Metode yang digunakan seperti berdoa,
beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya.
h. Religious support adalah aspek hubungan sosial antara individu dengan
pemeluk agama sesamanya.
i. Religious/spiritual history adalah seberapa jauh individu berpartisipasi
untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh agama
memepngaruhi perjalanan hidupnya.
j. Commitment adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya,
komitmen terhadap agamanya, serta berkontribusi kepada agamanya.
k. Organizational religiousness mengukur seberapa jauh individu ikut serta
dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas di
dalamnya.
l. Religious preference mengacu sejauh mana individu membuat pilihan dan
memastikan pilihan agamanya.
30
Menurut Glock dan Stark (1968) terdapat lima dimensi religiusitas
yaitu:
1. Keyakinan (the belief)adalah tingkatan sejauh mana seseorang
berpegang teguh, menerima, dan mengakui ajaran-ajaran dalam
agamanya. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di
mana para penganut diharapkan untuk taat.
2. Praktik agama (practice) dimensi ini melihat tindakan individu dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban praktik dalam agamanya. Dimensi
ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan pengabdian dalam
menjalani kewajiban agama, serta hal-hal yang menunjukkan
komitmen terhadap agama yang dianut individu tersebut. Praktik
agama terdiri dari dua hal yaitu ritual dan ketaatan. Ritual mencakup
kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti menghadiri pengajian bagi umat
Muslim, menghadiri kegiatan israj mi’raj, mengadakan baptis dan
sekolah minggu bagi umat Kristiani. Sedangkan ketaatan mencakup
hal-hal utama dan merupakan suatu kewajiban untuk menjalankannya,
seperti shalat, membaca Al-Qur’an atau alkitab, menyanyikan puji-
pujian, dan lain-lain.
3. Pengalaman (the experience) dimensi ini mengatakan fakta bahwa
semua agama terdapat pengaharapan-pengharapan tertentu dan
pengalaman, perasaan, sensasi keagamaan yang pernah dialami serta
dirasakan individu atau di definisikan oleh suatu kelompok agama..
31
4. Pengetahuan agama (the knowledge)mengacu kepada harapan
seberapa jauh seseorang mengetahui dan memahami ajaran-ajaran
agamanya dimulai dari dasar-dasar keyakinan, ritual atau tradisi yang
ada di dalam kitab suci, hadist,, dan lain-lain.
5. Konsekuensi (the consequence)membahas mengenai implikasi ajaran
agama yang dianut mempengaruhi perilaku individu dalam kehidupan
sosial. Konsekuensi juga mengacu pada identifikasi komitmen
terhadap agama terdiri dari keyakinan agama, praktik, pengalaman,
dan pengetahuan yang dimiliki.
2.3.3 Pengukuran Religiusitas
Pengukuran religiusitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala yang di
adaptasi dari teori religiuitas yang dikembangkan oleh Glock and Stark (1968)
yang mengacu pada dimensi keyakinan agama (the belief), praktik agama
(practice), pengalaman (the experience), pengetahuan agama (the knowledge),
konsekuensi agama(the consequence).
2.4 Kerangka Berpikir
Masa pensiun merupakan waktu yang diharapkan bagi beberapa individu. Hal ini
dikarenakan setelah pensiun, individu dapat terbebas dari rutinitas kerja, dapat
berkumpul dengan keluarga, memiliki waktu untuk bersantai dan memiliki waktu
untuk meningkatkan ibadah. Namun, tidak banyak pula pensiunan yang tidak siap
dengan masa pensiun. Hal ini dikarenakan mereka belum siap menghadapi
perubahan emosi, belum siap secara finansial, dan menyesuaikan dirinya dengan
32
perubahan-perubahan setelah memasuki pensiun. Sehingga menimbulkan rasa
cemas, stress, bahkan depresi.
Memasuki masa pensiun individu mungkin akan merasakan kesepian,
berkurangnya harga diri, berkurangnya interaksi sosial dengan rekan kerja,
berkurangnya pemasukan. Selain itu, kurangnya perhatian dan dukungan dari
keluarga atau orang-orang terdekatnya, ditinggal meninggal oleh suami/istri,
saudara, atau anaknya terlebih dahulu, tidak bisa merasakan kebermaknaan dan
kepuasan dalam hidupnya dapat menyebabkan pensiunan tidak bisa merasakan
kesejahteraan.
Kesejahteraan hidup individu dapat dilihat secara keseluruhan.
Kesejahteraan keseluruhan itu dikenal dengan subjective well-being. Subjective
well-being didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap
hidupnya. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional yang meliputi emosi positif dan
negatif terhadap peristiwa yang terjadi, serta penilaian kognitif terhadap
kepuasaan hidup, pemenuhan kebutuhan (Diener, 2002). Subjective well-being ini
sangat berpengaruh bagi kehidupan individu setelah pensiun dikarenakan individu
tersebut dapat merasakan kepuasaan dalam hidupnya yang meliputi kepuasaan
emosi, kepuasan dalam peristiwa yang terjadi di kehidupan, kepuasan dalam
pencapaian tujuan hidup, kepuasan dalam kesehatan dan hubungan sosial. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor dukungan sosial yang di dapat dari keluarga, rekan kerja
dan lingkungan serta faktor religiusitas.
33
Dukungan sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan individu setelah pensiun. Dukungan Sosial mengacu
padakenyamanan, perhatian, harga diri, atau bantuan yang tersedia bagi seseorang
dari orang lain atau kelompok. Dukungan tersebut bisa berasal dari banyak
sumber seperti pasangan seseorang, keluarga, teman, dokter, atau organisasi
kemasyarakatan(Sarafino, 2011). Dukungan sosial yang diberikan kepada
individu dapat mengurangi rasa stress, membangkitkan semangat individu setelah
pensiun, memberikan nasehat atau masukan, memberikan rasa tenang,
memberikan rasa percaya diri, rasa dicintai, dan dihargai pada individu.
Dukungan sosial yang dapat diberikan yaitu berupa:
Dukungan informasi ini diberikan dalam bentuk nasehat, pemberian saran,
informasi tentang kesehatan atau informasi lain yang bermanfaat. Pemberian saran
dalam mengatasi suatu permasalahan dan informasi tentang kesehatan itu
sangatlah penting untuk diberikan kepada pensiunan. Misalnya, informasi
mengenai cara mencegah penyakit, informasi mengenai cara mengatasi stress, dan
pemberian saran yang digunakan untuk memecahkan masalah. Dengan pemberian
dukungan informasi kepada pensiunan tersebut merasa terbantu dalam kehidupan
sehari-harinya. Dukungan emosional yang diberikan dalam bentuk ungkapan
empati, perhatian dan kepedulian terhadap individu adalah salah satu cara untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup seseorang. Bentuk dukungan emosional
tersebut membuat pensiunan merasa nyaman, dihargai, dicintai.
Dukungan instrumental yang diberikan berupa bantuan secara langsung,
misalnya dalam bentuk materi berupa uang saku. Bantuan dalam bentuk materi
34
dapat digunakan oleh pensiun untuk digunakan di kehidupan sehari-hari, untuk
berobat, untuk membuka usaha agar ada pemasukan tambahan setelah pensiun.
Dukungan tersebut dapat membantu pensiunan mengurangi beban biaya hidup
dan biaya berobat. Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pensiunan.
Dukungan persahabatan mengacu pada kebersamaan dan aktifitas sosial
yang dilakukan bersama. Dukungan tersebut bisa di dapat dari rekan kerja
maupun komunitas sosial yang diikuti sehingga pensiunan merasa individu lain
yang kesamaan dalam mengatai suatu permasalahan. Semakin tinggi dukungan
sosial yang diberikan kepada individu, maka semakin tinggi pula individu merasa
dihargai, diterima dilingkungan sehingga meningkatkan kesejahteraan individu
yang telah pensiun.
Selain faktor dukungan sosial yang mempengaruhi subjective well-
beingpada individu, terdapat faktor lainnya yaitu religiuitas. Individu yang dalam
kesehariannya berinteraksi dengan Tuhan secara tidak langung merasakan adanya
keterlibatan agama pada kehidupannya sehingga tanpa disadari dapat merasakan
kesejahteraan. Religiusitas adalah keluruhan fungsi jiwa individu mencakup
keyakinan, perasaan, dan perilaku yang diarahkan secara sadar dan sungguh-
sungguh pada ajaran agamanya dengan mengerjakan lima dimensi keagamaan
yang mencakup tata cara ibadah wajib maupun sunah serta pengalaman dan
pengetahuan dalam diri individu (Glock dan Stark, 1968).
Ketika religiusitas pada lansia muncul, maka para pensiunan akan
merasakan efek yang positif seperti dapat menerima keadaan dirinya dan masa
35
lalu yang dilewati dengan apa adanya tanpa ada rasa penyesalan, adanya kepuasan
hidup, memiliki tujuan dan makna hidup yang lebih terarah, mampu mengatasi
stress dengan pendekatan religiusitas, mampu menerapkan nilai-nilai keagamaan
pada kehidupan sehari-hari. Sehingga terlihat jelas bahwa ketika seseorang
memiliki sikap religiusitas, maka ia akan mendapatkan kualitas hidup yang lebih
baik dan mendapatkan kesejahteraan psikologis (Jalaluddin 2008). Khalek (2006)
pun menjelaskan semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang, maka ia akan
semakin lebih bahagia, kesehatan secara mental maupun fisik menjadi lebih baik.
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
Dukungan Sosial
- Informational
Support
- Emotional
Support
- Instrumental
Support
- Companion
Support
Religiusitas
- Keyakinan (the
belief)
- Praktik agama
(practice)
- Pengalaman (the
experience)
- Pengetahuan
agama (the
knowledge)
- Konsekuensi (the
consequence)
Subjective Well-
Being
36
2.5 Hipotesis Penelitian
Ho1 : Tidak ada pengaruh dukungan instrumental (tangible support)terhadap
subjective well-beingpada pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
Ho2 : Tidak ada pengaruh dukungan informasi (appraisal support) terhadap
subjective well-beingpada pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
Ho3 : Tidak ada pengaruh dukungan emosi (emotional support) terhadap
subjective well-beingpada pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
Ho4 : Tidak ada pengaruh dukungan persahabatan (companion support) terhadap
subjective well-beingpada pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
Ho5 : Tidak ada pengaruh Keyakinan (the belief)religiusitas terhadap subjective
well-beingpada pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
Ho6 : Tidak ada pengaruh Praktik agama (practice)religiusitas terhadap
subjective well-beingpada pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
Ho7 : Tidak ada pengaruhPengalaman (the experience)religiusitas terhadap
subjective well-beingpada pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
Ho8 : Tidak ada pengaruhPengetahuan agama (the knowledge) religiusitas
terhadap subjective well being pada pensiunan PNS di wilayah Provinsi
Jambi.
Ho9 : Tidak ada pengaruhKonsekuensi (the consequence)religiusitas terhadap
subjective well-beingpada pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil(PNS) yang telah
pensiun di Provinsi Jambi. Adapun PNS yang menjadi kriteria populasi dalam
penelitian ini adalah PNS yang sudah pensiun 1-5 tahun.
Tidak seluruh populasi penelitian yang ada Provinsi Jambi yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode non-probabilitysamplingdengan menggunakan
accidental sampling. Metode ini dipilih karena wilayah pengambilan sampel yang
tersebar di beberapa wilayah dan tidak memungkinkan untuk mengumpulkan
sampel dalam satu tempat. Penyeberan kuesioner dilakukan kurang lebih dua
bulan pada bulan Januari hingga Februari 2018.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan satu variabel terikat dan dua variabel bebas. Variabel terikat pada
penelitian ini adalah subjective well-beingsedangkan variabel bebas pada
penelitian ini adalah dukungan sosial dan religiusitas.
Adapun definisi operasional dari setiap variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
A. Subjective well-being adalah evaluasi kognitif dan afektif individu
terhadap hidupnya. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional (emosi positif
38
dan emosi negatif) terhadap peristiwa yang terjadi, serta penilaian kognitif
terhadap kepuasaan hidup, pemenuhan kebutuhan (Diener, 2002).
B. Dukungan Sosial mengacu pada perasaan kenyamanan, perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain.
Individu-individu yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan
bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok
yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan (Sarafino,
2011). Dimensi dukungan sosial yaitu:
a. Dukungan Instrumental (instrumental support) adalah bantuan yang
diberikan secara langsung kepada seseorang atau , seperti memberikan
bantuan materi dan cara mengatasi stress.
b. Dukungan Informasi (informational support) adalahpemberian saran,
petunjuk atau umpan balik yang diberikan dan diterima oleh seseorang.
c. Dukungan Persahabatan (companion support) mengacu pada adanya
kebersamaan, kesediaan dan aktifitas sosial yang dilakukan bersama.
d. Dukungan Emosional (emotional support) adalah ungkapan empati,
kepedulian dan perhatian terhadap individu. Dukungan ini diperoleh
dari pasangan atau keluarga, seperti memberikan pengertian terhadap
masalah yang sedang dihadapi.
C. Religiusitas adalah sebuah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai,
sistem perilaku yang terlembangkan dimana semuanya berpusat pada
persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi
(Glock&Stark, 1968). Dimensi religiusitas yaitu:
39
a. Keyakinan (the belief) adalah tingkatan sejauh mana seseorang
berpegang teguh, menerima, dan mengakui ajaran-ajaran dalam
agamanya. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di
mana para penganut diharapkan untuk taat.
b. Praktik agama (practice) adalah tindakan individu dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban praktik dalam agamanya. Dimensi ini mencakup
perilaku pemujaan, ketaatan dan pengabdian dalam menjalani
kewajiban agama, serta hal-hal yang menunjukkan komitmen terhadap
agama yang dianut individu tersebut.
c. Pengalaman agama (the experience) adalah peristiwa, kejadian,
perasaan, sensasi keagamaan yang pernah dialami serta dirasakan
individu atau di definisikan oleh suatu kelompok agama.
d. Pengetahuan agama (the knowledge) mengacu kepada harapan seberapa
jauh seseorang mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya
dimulai dari dasar-dasar keyakinan, ritual atau tradisi yang ada di dalam
kitab suci, hadist, dan lain-lain.
e. Konsekuensi (the consequence) membahas mengenai implikasi ajaran
agama yang dianut mempengaruhi perilaku individu dalam kehidupan
sosial.
3.2 Instrumen Pengumpulan Data
Metode yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Instrument
pengumpulan data dengan menggunakan skala. Ada pun jenis skala yang
40
digunakan adalah skala model Likert. Subjek diminta untuk memilih
pernyataan yang paling sesuai dan diberikan empat pilihan dalam
memberikan respon, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Terdapat tiga skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala
Dukungan Sosial, Religiusitas dan Subjective Well-Being.
1. Skala Subjective Well Being dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi
dari skala baku yaitu menggunakan skala Satisfaction with Life Scale
(SWLS) yang disusun oleh Diener (1985) untuk mengukur nilai individu
mengenai kepuasan hidupnya dan menggunakan Scale of Positive and
Negative Experience (SPANE)yang disusun oleh Diener and Biswas
(2009) untuk mengukur afek positif dan afek negative.
Table 3.1 Blue print alat ukur subjective well-being
Dimensi Nomor Item Jumlah Fav Unfav
Kognitif 1,2,3,4,5 - 5 Afek Negatif 11 12,13,14,15 5
2. Skala Dukungan Sosial dalam penelitian ini disusun peneliti dengan
memuat pernyataan-pernyataan berdasarkan teori dukungan sosial yang
dikembangkan oleh Sarafino (2011) yang mengacu pada dimensi
dukungan informasi (informational support), dukungan
instrumental(instrumental support), dukungan persahabatan(companion
support) dan dukungan emosional (emotional support).
41
Tabel 3.2 Blue Print alat ukur dukungan sosial
Dimensi Nomor Item Jumlah Fav Unfav
Dukungan instrumental (instrumental support)
1,2,8,9,22 - 5
Dukungan informasi (informational support)
3,10,17,21,24
12,25 7
Dukungan Persahabatan (companion support)
4,5,14,15 19 5
Dukungan Persahabatan (companion support)
4,5,14,15 19 5
Dukungan Emosional (emotional support)
6,7,11,13 18,20,23 7
3. Skala religiusitas dalam penelitian ini mengadaptasi dari teori religiuitas
yang dikembangkan oleh Glock and Stark (1968)yang mengacu pada
dimensi Keyakinan (the belief), Praktik agama (practice), Pengalaman
(the experience), Pengetahuan agama (the knowledge), Konsekuensi (the
consequence).
Tabel 3.3
Blue Print alat ukur religiusitas
Dimensi Nomor Item Jumlah Fav Unfav
Keyakinan Agama 1,2,4,6,7,8,9 3,5 9 Praktek Agama 10,11,12,13,14,15 - 6 Pengalaman Agama 16,17,18,19 - 4 Pengetahuan Agama 20,21,22 - 3 Konsekuensi Agama 23,24,25,26,27 - 5
42
3.4 Uji Validitas Konstruk Alat Ukur
Peneliti melakukan uji instrumen dengan sejumlah item dari 3 skala, yaitu
skala subjective well being, skala dukungan sosial, dan skala religiusitas. Uji
instrumen ini diberikan kepada seluruh sampel.
Untuk menguji validitas konstruk dari alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis
(CFA). Adapun prosedur uji validitas konstruk dengan CFA adalah sebagai
berikut (Umar, 2012):
1. Dibuat atau disusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait yang
hendak diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan item
(stimulus) sebagai indikatornya.
2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah valid
mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan (hipotesis)
bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang didefinisikan
(model unidimensional).
3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut matriks S.
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi yang
seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika teori/hipotesis
pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item hanya mengukur satu
faktor saja (unidimensional).
5. Adapun langkah-langkahnya adalah:
43
- Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang dalam
halini terdiri dari dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan
pengukuran (residual)
- Setelah nilai parameter diperoleh kemudian diestimasi (dihitung) korelasi
antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar item
berdasarkan hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut sigma).
6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=∑ atau
dapat dituliskan Ho : S - ∑ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi square, dimana jika chi square tidak signifikan (p>0.05)
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) tidak ditolak. Artinya,
teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja
terbukti sesuai (fit) dengan data.
7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka
dapat dilakukan seleksi terhadap item dengan menggunakan 3 kriteria, yaitu:
- Item yang koefisien muatan faktornya tidak signifikan didrop karena tidak
memberikan informasi yang secara statistik bermakna.
- Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga didrop karena
mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan. Namun
demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang pernyataannya
unfavorable atau negatif sudah disesuaikan (direverse) skornya sehingga
menjadi positif. Hal ini berlaku khusus untuk item dimana tidak ada
jawaban yang benar ataupun salah (misalnya, alat ukur personality,
motivasi, persepsi, dsb).
44
- Item dapat juga didrop jika residualnya (kesalahan pengukuran)
berkorelasi dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini berarti
bahwa item tersebut mengukur juga hal lain selain konstruk yang hendak
diukur.
Jika langkah-langkah di atas telah dilakukan, maka diperoleh item-item
yang valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, penulis
tidak menggunakan raw score/skor mentah (hasil menjumlahkan skor item). Item-
item inilah yang diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan
demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang
hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true score). True
score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.
Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak
ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah:
Rumus 3.1
T score = (10 x skor faktor) + 50
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software
LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan dalam sub bab berikut.
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Subjective Well Being
Peneliti menguji apakah 16 item dari SWB bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur SWB saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan
45
model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-Square=315.61, df=104, P-
value=0.00000, RMSEA=0.100.Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 18 kali, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square=92.59, df=86, P-value=0.29434, RMSEA=0.019.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran SWB
disajikan pada tabel 3.4berikut
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Skala Subjective Well-Being
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.56 0.10 5.42 √ item2 0.73 0.10 7.38 √ item3 0.74 0.10 7.52 √ item4 0.59 0.10 5.85 √ item5 0.92 0.09 9.84 √ item6 0.87 0.10 9.12 √ item7 1.02 0.09 10.75 √ item8 1.03 0.09 10.97 √ item9 0.91 0.09 9.68 √ item10 0.56 0.10 5.47 √ item11 0.48 0.10 4.67 √ item12 0.45 0.10 4.37 √ item13 0.21 0.11 1.95 X item14 0.43 0.10 4.12 √ item15 0.06 0.11 0.53 X item16 0.00 0.11 -0.02 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa item yang memiliki nilai t > 1,96 berjumlah
13 item dan 3 item memiliki t < 1,96 yaitu item 13, item 15 dan item 16. Dengan
46
demikian item 13, item 15 dan item 16 tersebut akan didrop dan tidak diikutkan
pada analisis berikutnya.
3.4.2 Uji Validitas Dukungan Emosional
Peneliti menguji apakah 7 item dari dukungan emosional bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur dukungan emosional saja. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square=330,96 df=14, P-value=0.00000, RMSEA=0.332.Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item
dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 13
kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.01, df = 1, P-value =
0.91798, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
dukungan emosional disajikan pada tabel 3.5berikut:
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item SkalaDukunganEmosional
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.28 0.09 3.02 √ item2 0.40 0.10 3.89 √ item3 0.40 0.10 4.06 √ Lanjutan Tabel 3.5 Muatan Faktor Item SkalaDukunganEmosional
47
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item4 0.74 0.20 3.74 √ item5 -0.56 0.12 -4.74 X item6 -0.93 0.20 -4.70 X item7 -0.72 0.14 -5.24 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t> 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa item yang memiliki nilai t > 1,96 berjumlah 4
item dan 3 item memiliki t < 1,96 yaitu item 5, item 6 dan item 7. Dengan
demikian item 5, item 6 dan item 7 tersebut akan didrop dan tidak diikutkan pada
analisis berikutnya.
3.4.3 Uji Validitas Dukungan Informasi
Peneliti menguji apakah 6 item dari dukungan informasi bersifat unidimensional,
artinya benar hanya dukungan informasi saja. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square=145.82
df=9, P-value=0.00000, RMSEA=0.272.Oleh karena itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan
berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 8 kali, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.01, df = 1, P-value = 0.93340,
RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
dukungan infromasi disajikan pada tabel 3.6berikut:
48
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Skala Dukungan Informasi
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.58 0.15 3.96 √ item2 0.86 0.08 10.16 √ item3 -0.38 0.07 -5.16 X Item4 0.86 0.08 10.21 √
Item 5 -0.59 0.12 -4.94 X
Item 6 0.47 0.08 5.84 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa item yang memiliki nilai t > 1,96 berjumlah 4
item dan 2 item memiliki t < 1,96 yaitu item 3 dan item 6. Dengan demikian item
3 dan item 6 tersebut akan didrop dan tidak diikutkan pada analisis berikutnya.
3.4.4 Uji Validitas Dukungan Instrumental
Peneliti menguji apakah 5 item dari dukungan instrumental bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dukungan instrumental saja. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit, dengan Chi-Square=158.99 df=5, P-value=0.00000, RMSEA=0.388.Oleh
karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan
modifikasi sebanyak 5 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00,
df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
49
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
dukungan instrumental disajikan pada tabel 3.7berikut:
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Dukungan Instrumental
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.46 0.07 6.13 √ item2 0.46 0.07 6.17 √ item3 0.75 0.08 9.78 √ item4 0.96 0.08 12.00 √ item5 0.46 0.07 6.34 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua item bermuatan
positif dan signifikan. Sehingga semua item pada instrumen yang telah disebutkan
telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah model fit dan akan diikutkan
pada analisis berikutnya.
3.4.5 Uji Validitas Dukungan Persahabatan
Peneliti menguji apakah 5 item dari dukungan persahabatan bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dukungan persahabatan saja. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit, dengan Chi-Square=227.04 df=9, P-value=0.00000, RMSEA=0.344.Oleh
karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan
modifikasi sebanyak 3 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.03,
df = 2, P-value = 0.98752, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di
drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
50
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran dukungan
persahabatan disajikan pada tabel 3.8berikut:
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala Dukungan Persahabatan
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.48 0.08 3.67 √ item2 0.27 0.07 3.58 √ item3 0.86 0.08 10.51 √ item4 1.00 0.09 11.51 √ item5 0.97 0.09 11.21 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua item bermuatan
positif dan signifikan. Sehingga semua item pada instrumen yang telah disebutkan
telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah model fit dan akan diikutkan
pada analisis berikutnya.
3.4.6 Uji Validitas Keyakinan Agama
Peneliti menguji apakah 8 item dari keyakinan agama bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur keyakinan agama saja. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square=446,98 df=20, P-value=0.00000, RMSEA=0.324.Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item
dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 13
kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =9.73 , df = 7, P-value =
0.20432, RMSEA = 0.044.
51
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
keyakinan agama disajikan pada tabel 3.9berikut:
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala Keyakinan Agama
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.45 0.07 6.26 √ item2 0.30 0.07 4.51 √ Item4 0.51 0.07 7.25 √ Item5 0.48 0.07 6.97 √ Item6 0.42 0.06 6.56 √ Item7 1.18 0.07 16.89 √ Item8 0.81 0.07 11.83 √ Item9 1.14 0.07 15.95 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua item bermuatan
positif dan signifikan. Sehingga semua item pada keyakinan yang telah disebutkan
telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah model fit dan akan diikutkan
pada analisis berikutnya.
3.4.7 Uji Validitas Konsekuensi Agama
Peneliti menguji apakah 4 item dari konsekuensi agama bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur konsekuensi saja. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square=132.04 df=2, P-value=0.00000, RMSEA=0.563.Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item
52
dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 2
kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =0.00 , df = 0, P-value =
1.00000, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
konsekuensi disajikan pada tabel 3.10berikut
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Konsekuensi Agama
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.91 0.06 16.29 √ item2 1.05 0.05 20.65 √ item3 0.50 0.07 7.51 √ item4 0.68 0.06 10.90 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua item bermuatan
positif dan signifikan. Sehingga semua item pada konsekuensi yang telah
disebutkan telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah model fit dan
akan diikutkan pada analisis berikutnya.
3.4.8 Uji Validitas Pengalaman Agama
Peneliti menguji apakah 4 item dari pengalaman agama bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur pengalaman agama saja. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
53
Square=33.95 df=2, P-value=0.00000, RMSEA=0.279.Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item
dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 2
kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =0.00 , df = 0, P-value =
1.00000, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
pengalaman agama disajikan pada tabel 3.11berikut
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Pengalaman Agama
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.47 0.07 6.81 √ item2 0.74 0.07 10.92 √ item3 1.23 0.06 19.57 √ item4 1.09 0.16 6.81 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua item bermuatan
positif dan signifikan. Sehingga semua item pada konsekuensi yang telah
disebutkan telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah model fit dan
akan diikutkan pada analisis berikutnya.
3.4.9 Uji Validitas Pengetahuan Agama
Peneliti menguji apakah 3 item dari pengetahuan agama bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur pengetahuan agama saja. Dari hasil awal analisis
54
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square =0.00 , df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
pengetahuan agama disajika n pada tabel 3.12berikut
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala Pengetahuan Agama
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.82 0.06 12.94 √ item2 0.71 0.07 10.93 √ item3 0.87 0.06 13.92 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua item bermuatan
positif dan signifikan. Sehingga semua item pada konsekuensi yang telah
disebutkan telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah model fit dan
akan diikutkan pada analisis berikutnya.
3.4.10 Uji Validitas Praktek Agama
Peneliti menguji apakah 6 item dari praktek agama bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur praktek agama saja. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square=46.01 df=9, P-value=0.00000, RMSEA=0.142.Oleh karena itu, penulis
55
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item
dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 4
kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =1.56 , df = 5, P-value =
0.90663, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
praktek agama disajikan pada tabel 3.13berikut
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Skala Praktek Agama
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan item1 0.61 0.12 5.11 √ item2 0.60 0.12 5.11 √ Item3 0.81 0.12 6.88 √ Item4 1.01 0.11 8.97 √ Item5 0.84 0.11 7.70 √ Item6 0.55 0.12 4.68 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua item bermuatan
positif dan signifikan. Sehingga semua item pada konsekuensi yang telah
disebutkan telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah model fit dan
akan diikutkan pada analisis berikutnya.
3.5 Metode Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah multi regresi.
Analisis multi regresi adalah suatu metode untuk mengkaji akibat-akibat dan
56
besarnya akibat dari lebih satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat,
dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan regresi. Dengan dependent
variable yaitu subjective well being dan independent variable yaitu dukungan
sosial dan religiusitas, maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 +b9x9+ e
Dimana: Y = Nilai prediksi Y (SWB) a = Konstan intersepsi b = Koefisien regresi untuk masing-masing IV X1 = emosional X2 = infromasi
X3 = instrumental
X4 = persahabatan
X5 = keyakinan
X6 = konsekuensi
X7 = pengalaman agama
X8 = pengetahuan agama
X9 = praktek agama
e = Residual dari DV Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan
analisis sebagai berikut:
1. R2 (R square) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan DV
yang dijelaskan oleh IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV.
�� =����� ��
Keterangan: R2 = Proporsi varians SSreg = Sum of Square Regression (jumlah kuadrat regresi) SSy = Sum of Square Y (jumlah kuadrat Y)
2. Diketahui signifikan atau koefisien regresi dari masing – masing IV.
57
Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari
IV yang bersangkutan.
F = �²/ (� � ��)/(� � � �)
Keterangan: F = Taraf signifikans R2= Proporsi varians k = Jumlah independent variable
N = Jumlah sampel
3. Dapat diketahui besarnya sumbangan dari setiap IV dan
melihatsignifikansinya.
Keterangan: t = Taraf signifikansi b = koefisien regresi
Sb = standard error
58
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS DATA
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Pada sub bab ini akan di bahas mengenai reponden yang digunakan dalam
penelitian ini. Responden dalam penelitian ini adalah 206 orang.Responden dalam
penelitian ini adalah Pensiunan PNS di wilayah Provinsi Jambi.
4.1.1 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, sumber
pendapatan dan aktifitas setelah pensiun
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang subjek penelitian,
maka pada sub bab ini ditampilkan gambaran banyaknya subjek penelitian
berdasarkan jenis kelamin, sumber pendapatan dan aktifitas setelah pensiun.
Tabel 4.1
Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin, sumber pendapatan
dan aktifitas setelah pensiun No. Kategorisasi berdasarkan Kategori Frekuensi Presentase
1 Jenis Kelamin Laki-Laki 129 62.6%
Perempuan 77 37.44%
2. Sumber Pendapatan Tunjangan Pensiun 147
71.4%
Tunjangan Pensiun dan
Bisnis
38 18.4%
Diberi oleh
keluarga
38
18.4%
Tunjangan Pensiun, dll 1 5%
Tunjangan Pensiun,
Diberi oleh keluarga
dan Bisnis
3 1.5%
59
Lanjutan
Tabel
Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin, sumber pendapatan
dan aktifitas setelah pensiun No. Kategorisasi berdasarkan Kategori Frekuensi Presentase
3. Aktifitas Setelah Pensiun Berkumpul
dengan
keluarga
171
17
83%
8.3% Berkumpul
dengan
keluarga dan
bisnis
Berkumpul
dengan
keluarga, dll
8
3.9%
Berkumpul
dengan
keluarga dan
sosialisasi
7
3.4%
Berkumpul
dengan
keluarga,
sosialisasi dan
bisnis
2
1%
Dll 1 5%
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa keseluruhan responden dalam
penelitian ini berjumlah 206 orang.Dengan rincian, responden dengan jenis
kelamin laki-laki berjumlah 129 orang (62.6%) dan perempuan berjumlah 77
orang (37.44%). Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, jumlah
responden laki-laki lebih banyak dari perempuan. Untuk rincian responden
dengan sumber pendapatan yang terdiri dari tunjangan pensiun berjumlah 147
orang (71.4%), tunjangan pensiun dan bisnis berjumlah 38 orang (18.4%),
tunjangan pensiun dan diberi oleh anak/keluarga berjumlah 16 orang (17.8%),
60
diberi oleh anak/keluarga berjumlah 1 orang(5%), tunjangan pensiun dan lain-lain
berjumlah 1 orang (5%) dan tunjangan pensiun, bisnis, diberi oleh anak/keluarga,
berjumlah 3 orang (1.5%). Sedangkan rincian responden dengan aktifitas setelah
pensiun yang terdiri dari berkumpul dengan keluarga berjumlah 171orang (83%),
berkumpul dengan keluarga dan bisnis berjumlah 17orang (8.3%), berkumpul
dengan keluarga dan lain-lain berjumlah 8orang(3.9)%, berkumpul dengan
keluarga dan sosialisasi berjumlah 7 orang (3.4%), berkumpul dengan keluarga,
bisnis dan sosialisasi berjumlah 2 orang(1%), dan lain-lain berjumlah 1orang (5%)
4.2 Analisa Deskriptif Variabel Penelitian
Sebelum dilakukan uji hipotesis, penulis melakukan analisis deskriptif. Analisis
deskriptif tersebut bertujuan untuk menganalisis sejumlah data yang dikumpulkan
dalam penelitian guna memperoleh gambaran mengenai suatu variabel
Tabel 4.2
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Subjective Well Being 206 29.09 67.49 50.0000 9.84581
Emosional 206 25.73 69.57 49.9998 10.00097
Informasi 206 30.82 67.73 49.9995 10.00163
Instrumental 206 32.85 75.57 49.9987 10.00141
Emosional 206 25.73 69.57 49.9998 10.00097
Informasi 206 30.82 67.73 49.9995 10.00163
Instrumental 206 32.85 75.57 49.9987 10.00141
Persahabatan 206 45.31 76.67 50.000 9.50141
Keyakinan 206 35.84 61.10 50.000 9.57133
Konsekuensi 206 34.31 6872 50.000 10.000
Pengalaman Agama 206 36.44 63.73 50.000 10.000
Pengetahuan Agama 206 27.80 61.36 50.0010 10.0090
Praktek Agama 206 38.80 69.00 49.999 10.00129
Valid N (listwise) 206
61
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui deskripsi statistik pada setiap
variabel.Kolom N menjelaskan bahwa sampel pada setiap variabel berjumlah
206.Kolom minimum dan maximum menjelaskan nilai minimum dan maximum
pada setiap variabel.Dilihat dari kolom minimum diketahui variabel dukungan
emosional instrumenmemiliki nilai terendah dengan nilai 25.73.Sementara itu,
berdasarkan kolom maximum diketahui variabel pengalaman agamamemiliki
nilai tertinggi dengan nilai 36.44.
4.3 Kategorisasi Skor
Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori yaitu tinggi dan
rendah.Adapun norma kategorisasi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3
Norma Skor Norma Intepretasi
X < Mean Rendah
X > Mean Tinggi
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan
dikategorikan sebagai rendah dan tinggi.
4.3.1.Kategorisasi skor subjective well-being
Uraian mengenai gambaran kategorisasi skor variabel berdasarkan tinggi
danrendahnya variabel subjective well-being dijelaskan pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4
Kategorisasi subjek berdasarkan tingkat
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 148 71.8%
Tinggi
Total
58
206
28.2%
100%
62
Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat 148 responden (71.8%)
memiliki skor subjective well being tinggi dan 58 responden (28.2%) memiliki
skor subjective well being diri rendah.
4.3.2 Kategorisasi skor dukungan sosial
Uraian mengenai gambaran kategorisasi skor variabel berdasarkan tinggi
danrendahnya variabel dukungan sosial dijelaskan pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Kategorisasi skor dukungan sosial Variabel Rendah (%) Tinggi (%)
Dukungan Emosional 125 (60.7%) 81 (30.3%)
Dukungan Informasional 96 (46.6%) 110 (53.4%)
Dukungan Instrumental 116 (56.3%) 90 (43.7%)
Dukungan Persahabatan 175 ( 85%) 31 (15%)
Berdasarkan tabel 4.5 tersebut pertama untuk variabel dukungan
emosional diketahui bahwa terdapat 125 responden (60.7%) memiliki skor
dukungan emosi tinggi dan 81 responden (30.3%) memiliki skor emosional
rendah. Kedua berdasarkan table 4.5 tersebut diketahui bahwa terdapat 96
responden (46.6%) memiliki skor dukungan informasi tinggi dan 110 responden
(53.4%) memiliki skor dukungan informasi rendah. Ketiga berdasarkan table 4.5
tersebut diketahui bahwa terdapat 116 responden (56.3%) memiliki skor
dukungan instrumen tinggi dan 90 responden (43.7%) memiliki skor instrumen
rendah. Dan yang terakhir berdasarkan tabel 4.5 tersebut diketahui bahwa terdapat
63
175 responden (85%) memiliki skor dukungan persahabatan tinggi dan 31
responden (15%) memiliki skor persahabatan rendah.
4.3.3 Kategori subjek berdasarkan tingkat religiusitas
Uraian mengenai gambaran kategorisasi skor variabel berdasarkan tinggi
danrendahnya variabel keyakinan agama dijelaskan pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
Kategorisasi subjek berdasarkan tingkat religiusitas
Variabel Rendah (%) Tinggi (%)
Keyakinan Agama
Konsekuensi Agama
Pengalaman Agama
Pengetahuan Agama
Praktek Agama
103 (50%)
123 (59.7%)
117 (56.8%)
95(46.1%)
118(57.3%)
103 (50%)
83 (40.3%)
89(46.2%)
111 (53.9%)
88(42.7%)
Berdasarkan tabel 4.6 tersebut diketahui bahwa terdapat 103 responden (50%)
memiliki skor keyakinan tinggi dan 103 responden (50%) memiliki skor
keyakinan rendah. Kedua berdasarkan tabel 4.6 tersebut diketahui bahwa terdapat
123 responden (59.7%) memiliki skor konsekuensi agama tinggi dan 83
responden (40.3%) memiliki skor konsekuensi rendah. Ketiga berdasarkan tabel
tersebut diketahui bahwa terdapat 117 responden (56.8%) memiliki skor
pengalaman agama tinggi dan 89 responden (46.2%) memiliki skor pengalaman
agama rendah. Keempat berdasarkan tabel 4.6 tersebut diketahui bahwa terdapat
95 responden (46.1%) memiliki skor pengetahuan agama tinggi dan 111
responden (53.9%) memiliki skor pengetahuan agama rendah. Dan yang terakhir
berdaarkan tabel 4.6 tersebut diketahui bahwa terdapat 118 responden (57.3%)
memiliki skor praktek agama tinggi dan 88 responden (42.7%) memiliki skor
praktek agama rendah.
64
4.4 Uji Hipotesis
Selanjutnya, analisis uji hipotesis yang dilakukan untuk mengetahui
pengaruhmasing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dalam
penelitian ini adalah menggunakan teknik regresi berganda.Data yang dianalisis
adalah faktor score atau true score yang diperoleh dari hasil analisis faktor.Pada
tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 17. Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat,
yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen varians variabel
dependen yang dijelaskan oleh variabel independen, kedua apakah secara
keseluruhan variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen, dan yang ketiga adalah melihat siginifikan atau tidaknya koefisien
regresi dari masing-masing variabel independen.
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pengujian hipotesis dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama penulis
melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen varians variabel
dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. Selanjutnya untuk table R
square dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .711a .506 .483 7.07873
a. Predictors: (Constant), praktek, persahabatan, informasi, pengetetahuan, keyakinan,
pengalaman, emosi, konsekuensi, instrumental.
Pada tabel 4.14 dapat dilihat bahwa diperoleh R-Square sebesar 0.506 atau
50.6%. Artinya, sebesar 50.6% variasi dari subjective well-being dapat dijelaskan
oleh variasi seluruh independent variabel (dukungan praktek, dukungan
65
persahabatan, dukungan informasi, dukungan pengetetahuan, keyakinan agama,
pengalaman agama, dukungan emosi, konsekuensi agama, dukungan
instrumental) sedangkan 49.4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar
penelitian ini.Langkah kedua peneliti menguji apakahseluruh independen variabel
memiliki pengaruh yang signifikan terhadapsubjective well-being.Adapun hasil uji
F dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8
Anova pengaruh seluruh IV terhadap DV
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 10051.472 9 1116.830 22.288 .000a
Residual 9821.387 196 50.108
Total 19872.709 205
a. Predictors: (Constant), praktek, persahabatan, informasi, pengetahuan, keyakinan,
pengalaman, emosi, konsekuensi, instrumental
b. Dependent Variable: swb
Berdasarkan uji F pada tabel 4.8, dapat dilihat bahwa taraf signifikan (p)
pada kolom paling kanan ialah sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti hipotesis
nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh dukungan sosial dan religiusitas terhadap
subjective well-being” ditolak.Artinya, terdapat pengaruh signifikan dukungan
sosial dan religisuitas terhadap subjective well-being. Langkah selanjutnya,
peneliti menghitung signifikansi dari setiap koefisien variabel menggunakan uji t.
Sama halnya dengan uji F, koefisien variabel dikatakan signifikan apabila p <
0,05, dapat dilihat pada table 4.9 berikut
66
Berdasarkan tabel 4.9 terdapat lima koefisien independent variable yang
memiliki nilai p < 0,05 yaitu variabel dukungan emosi, dukungan infromasi,
dukungan instrumental, dukungan persahabatan dan praktek agama sedangkan
variabel lainnya memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Maka dari itudukungan
emosi, dukungan infromasi, dukungan instrumental, dukungan persahabatan dan
praktek agamaberpengaruh signifikan terhadap subjective well-being.Berdasarkan
tabel koefisien regresi di atas, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Subjective Well-Being = 5.730+ 0.550 dukungan emosional* +0.340 dukungan
informasi* + 0.525 dukungan instrumental* + 0.210 dukungan persahabatan*
- 0.064 keyakinan agama + 0.128 konsekuensi agama + 0.036pengalaman
agama - 0.072 pengetahuan agama +0.282 praktek agama*
Keterangan: tanda (*) menunjukkan variabel signifikan
Setelah memperoleh persamaan regresi penjelasan mengenai masing- masing
koefisien variabel adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9
Koefisien Regresi Setiap Variabel
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 5.730 3.683 1.556 .121
Emosi
Informasi
.550
.340
.100
.085
.559
.346
5.496
3.989
.000*
.000*
Instrumental
Persahabatan
Keyakinan
Konsekuensi
Pengalaman
.525
.210
-.064
.128
.036
.114
.070
.086
.085
.077
-.533
.203
.062
.130
.036
-4.596
2.996
-.745
1.508
.457
.000*
.003*
.457
.133
.641
Pengetahuan
Praktek
-.072
.282
.070
.090
-.073
.286
-1.037
.286
.301
.002*
a. Dependent Variable: SWB
67
1. Variabel dukungan emosional memiliki nilai koefisien regersi sebesar
0,550 dan nilai p sebesar 0,000 (p <0,05). Dengan demikian, hipotesis
nihil yang menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh dukungan emosional
terhadap subjective well-being” ditolak, sehingga ada pengaruh signifikan
dukungan emosional terhadap subjective well-being. Karena koefisien
regresi dukungan emosibernilai positif, berarti semakin tinggi skor
dukungan emosi ndividu mengenai subjective well-beingakan semakin
tinggi individu untukmengalami subjective well-being.
2. Variabel dukungan informasi memiliki nilai koefisien regersi sebesar
0.340 dannilai p sebesar 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian, hipotesis
nihil yangmenyatakan bahwa “tidak ada pengaruh dukungan
informasiterhadap subjective well-being” ditolak, sehingga ada pengaruh
signifikan dukungan informas terhadap subjective well-being. Karena
koefisien regresi dukungan informasibernilai positif, berarti semakin tinggi
skor dukungan informasi ndividu mengenai subjective well-beingakan
semakin tinggi individu untukmengalami subjective well-being.
3. Variabel dukungan instrumental memiliki nilai koefisien regersi sebesar -
0.525 dan nilai p sebesar 0,000 (p <0,05). Dengan demikian, hipotesis
nihil yang menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh dukungan instrumental
terhadap subjective well-being” ditolak, sehingga ada pengaruh signifikan
dukungan instrumental terhadap subjective well-being. Karena koefisien
regresi dukungan emosibernilai negatif, berarti semakin tinggi skor
68
dukungan instrumental individu mengenai subjective well-beingakan
semakin rendah individu untukmengalami subjective well-being.
4. Variabel dukungan persahabatan memiliki nilai koefisien regersi sebesar
0,210 dan nilai p sebesar 0,003 (p < 0,05). Dengan demikian, hipotesis
nihil yang menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh dukungan
persahabatan terhadap subjective well-being” ditolak, sehingga ada
pengaruh signifikan dukungan persahabatan terhadap subjective well-
being. Karena koefisien regresi dukungan persahabatanbernilai positif,
berarti semakin tinggi skor dukungan persahabatan ndividu mengenai
subjective well-beingakan semakin tinggi individu untukmengalami
subjective well-being.
5. Variabel keyakinan agama memiliki nilai koefisien regersi sebesar -0.064
dan nilai p sebesar 0,457 (p > 0,05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang
menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh keyakinan terhadap subjective
well-being” diterima, sehingga tidak ada pengaruh signifikan keyakinan
agama terhadap subjective well-being.
6. Variabel konsekuensi agama memiliki nilai koefisien regersi sebesar 0,128
dan nilai p sebesar 0,133 (p > 0,05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang
menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh konsekuensi agama terhadap
subjective well-being” diterima, sehingga tidak ada pengaruh signifikan
konsekuensi agama terhadap subjective well-being.
7. Variabel pengalaman agama memiliki nilai koefisien regersi sebesar 0,036
dan nilai p sebesar 0,641 (p > 0,05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang
69
menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh pengalaman agama terhadap
subjective well-being” diterima, sehingga tidak ada pengaruh signifikan
pengalaman agama terhadap subjective well-being.
8. Variabel pengetahuan agama memiliki nilai koefisien regersi sebesar
-0.072 dan nilai p sebesar 0,002 (p <0,05). Dengan demikian, hipotesis
nihil yang menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh pengetahuan agama
terhadap subjective well-being” diterima, sehingga tidak ada pengaruh
signifikan pengetahuan agama terhadap subjective well-being.
9. Variabel praktek agama memiliki nilai koefisien regersi sebesar 0,282 dan
nilai p sebesar 0,002 (p <0,05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang
menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh praktek agama terhadap
subjective well being” ditolak, sehingga ada pengaruh signifikan praktek
agama terhadap subjective well-being. Karena koefisien regresi praktek
agamabernilai positif, berarti semakin tinggi skor praktek agama ndividu
mengenai subjective well-beingakan semakin tinggi individu
untukmengalami subjective well-being.
4.4.2 Pengujian Proporsi Varian
Langkah selanjutnya ialah melihat proporsi varians untuk masing-
maisngindependent variable.Untuk mengetahui proporsi varians dari masing-
masingindependent variable, peneliti melakukan perhitungan nilai R2
Change
dengancara melakukan analisis regresi satu per satu., langkah ini dilakukan untuk
mengetahui besarnya R2Change setiap kali menambahkan independent variable
70
kedalam analisis regresi. Adapun besar R2Change untuk masing-masing
independent variable pada penelitian ini dapat dilihat pada table 4.10 berikut:
Tabel 4.10
Proporsi Varian Masing-Masing Variabel Change Statistics
Model R Square R Square
Change
F Change df1 df2 Sig F.
Change
1 .332 .332 101.555 1 204 .000*
2 .362 .030 9.540 1 203 .002*
3 .381 .018 6.013 1 202 .015*
4 .416 .035 12.084 1 201 .001*
5 .449 .034 12.208 1 200 .001*
6 .476 .027 10.230 1 199 .002*
7 .481 .005 1.828 1 198 .178
8 .481 .000 .044 1 197 .834
9 .506 .024 9.711 1 196 .002*
Berdasarkan tabel 4.10, penjelasan untuk masing-masing R2 Change adalah
sebagaiberikut:
1. Variabel dukungan emosi memberikan sumbangan sebesar 0,332 atau
33,2%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan dukungan
emosi signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change = 0.000 (p <
0,05)
2. Variabel dukungan informasimemberikan sumbangan sebesar 0,030 atau
3%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan dukungan
informasi signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change = 0.002 (p <
0,05)
71
3. Variabel dukungan instrumentalmemberikan sumbangan sebesar
0,018atau 1,8%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan
dukungan informasi signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change
=0,015 (p < 0,05)
4. Variabel dukungan persahabatan memberikan sumbangan sebesar 0,035
atau 3,5%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan
dukungan informasi signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change
=0,001 (p < 0,05)
5. Variabel keyakinanagama memberikan sumbangan sebesar 0,034 atau
3,4%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan keyakinan
agama signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change = 0,001 (p
<0,05)
6. Variabel konsekuensi agamamemberikan sumbangan sebesar 0,027 atau
2,7%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan
konsekuensi agama signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change
=0,002 (p < 0,05)
7. Variabel pengalaman agamamemberikan sumbangan sebesar 0,005 atau
5%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan pengalaman
agama signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change = 0,178 (p
<0,05)
8. Variabel pengetahuan agamamemberikan sumbangan sebesar 0,000 atau
0%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan pengetahuan
72
agama signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change = 0,834 (p <
0,05)
9. Variabel praktek agamamemberikan sumbangan sebesar 0,024 atau
2,4%dalam proporsi varians subjective well-being. Sumbangan
konsekuensi agama signifikan secara statistik karena nilai Sig F Change =
0,002 (p < 0,05)
73
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, kesimpulan pertama yang diperoleh dari penelitian
ini adalah terdapat pengaruh dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan
informasi, dukungan instrumental dan dukungan persahabatan)dan religiusitas
(konsekuensi agama, keyakinan agama, pengetahuan agama, praktek agama dan
pengalaman agama) terhadap subjective well-being Pensiunan PNS.
Berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi masing-
masing koefisien regresi terhadap dependent variable, dapat diketahui bahwa
terdapat lima varibel yang nilai koefisien regresinya signifikan. Variabel yang
signifikan adalah dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan
instrumental, dukungan persahabatan dan praktek agama. Sementara empat
variabel lain tidak signifikan.
Penulis menyimpulkan bahwa Subjective Well-Being dipengaruhi oleh
empat dimensi dari dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan
informasi, dukungan instrumental, dukungan persahabatan sementara dimensi
dari religiusitas yaitu praktek agama. Dukungan emosional, dukungan informasi,
dukungan persahabatan dan praktek agama secara signifikan berpengaruh positif
terhadap subjective well-being.Sementara, dukungan instrumental secara
signifikan berpengaruh negatif terhadap subjective well-being.
74
5. 2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial dan
religiusitasterhadap subjective well-being pada Pensiunan PNS.Beberapa variabel
yang diduga berpengaruh terhadap subjective well-being adalah dukungan sosial
yang terdiri dari dimensi dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan
instrumental, dukungan persahabatan; religiusitas terdiri dari dimensi praktek
agama.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, seluruh dimensi dari
dukungan sosial berpengaruh secara siginifikan terhadap subjective well-
beingpada pensiunan PNS.Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Diener dan Selligmen(2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan
predictor subjective well-being. Orang-orang yang memperoleh dukungan sosial
yang memuaskan melaporkan bahwa individu lebih sering merasa bahagia dan
memiliki tempat bersandar ketika mereka membutuhkan serta hal ini akan
berkontribusi pada afek positif yang dirasakan oleh individu. Tiga dari dimensi
dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan informasi dan dukungan
persahabatan memiliki pengaruh positif yang siginifikan terhadap subjective well
being yang artinya semakin tinggi dukungan emosional, dukungan informasi dan
dukungan persahabatan maka semakin tinggi pula subjective well-beingyang
dirasakan oleh pensiunan PNS.
Dimensi dukungan emosional pada penelititian ini memberikan
sumbangan pengaruh terhadap subjective well-beingyang artinya pensiunan PNS
merasakan adanya pengaruh dukungan emosional yang cukup tinggi terhadap
75
subjective well-being. Dukungan emosional yang diterima oleh pensiunan PNS
pada penelitian ini lebih mengarah ke dukungan emosional dari keluarga dan
teman-teman. Dukungan emosional yang diterima oleh para pensiunan berupa
perhatian yang diberikan oleh keluarga seperti menanyakan kegiatan apa saja
yang dilakukan oleh para pensiunan, menemani para pensiunan berobat,
meluangkan waktu untuk bercengkrama dengan pensiunan, memperhatikan
asupan makanan dan memberikan masukan positif kepada para pensiunan. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mandieta et. al(2012) yang
menunjukan bahwa dukungan emosional memiliki pengaruh yang paling kuat
terhadap subjective well-beingseseorang dibandingkan dengan dukungan
instrumental dan informasional.
Dimensi dukungan informasional pada penelitian ini memberikan
sumbangan pengaruh terhadapsubjective well-beingyang artinya adanya pengaruh
dukungan informasional yang tidak terlalu tinggi namun berpengaruh secara
signifikan terhadap subjective well-beingyang dirasakan oleh pensiunan PNS. Hal
ini disebabkan karena dukungan informasi yang diterima oleh pada pensiunan
seperti mendapatkan informasi dari dokter bagaimana cara mencegah penyakit
agar tidak kumat, cara mengelola stress dengan baik, keluarga mengatur dan
memperhatikan pola hidup sehingga pensiunan merasakan kepedulian dari
keluarga dan lingkungan sekitar.
Dimensi dukungan persahabatan pada penelitian ini memberikan
sumbangan pengaruh positif yang signifikan terhadap subjective well-beingyang
artinya semakin tinggi dukungan persahabatan yang diterima oleh pensiunan PNS
76
maka semakin tinggi pula subjective well-beingyang dirasakan. Salah satu bentuk
dukungan persahabatan yang didapatkan oleh pensiunan yaitu adanya
perkumpulan para pensiunan. Para pensiunan ini sering berkumpul dan
mengadakan berbagai macam kegiatan seperti reunian akbar, kegiatan bakti sosial,
kegiatan peduli kesehatan seperti jalan santai, senam sehat, dan cek kesehatan.
Para pensiunan merasa kegiatan tersebut sangat bermnafaat bagi kesejahteraan
hidup mereka dimana mereka bisa bertemu dan berbagi dengan anggota sesama
pensiunan .
Salah satu dimensi dari dukungan sosial yaitu dukungan instrumental
memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap subjective well-beingartinya
semakin tinggi dukungan instrumental yang diterima oleh pensiunan PNS maka
semakin rendah subjective well-beingyang dirasakan oleh pensiunan
PNS.Berdasarkan pengertian dukungan instrumental adalah pemberian
dukungan/bantuan secara langsung yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah secara praktis seperti memberikan bantuan berupa materi,
bantuan dalam jasa(Sarafino, 2011). Hal yang menyebabkan pensiunan PNS
merasa pemberian dukungan instrumental berpengaruh rendah terhadap subjective
well-beingyaitu individu tersebut merasa malu karena dinilai tidak mampu lagi
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dinilai tidak mampu lagi
mengerjakan sesuatu pekerjaan yang berat, individu tersebut merasa dianggap
tidak memiliki kemampuan yang lebih, dan merasa dianggap tidak berdaya lagi.
Selain itu faktor lain yang menyebabkan rendahnya pengaruh dukungan
instrumental terhadap subjective well-beingadalah faktor budaya dimana para
77
pensiunan menganggap harga diri mereka tidak begitu dinilai dan dihormati lagi
oleh para anggota keluarga atau lingkungan sekitar dikarenakan dianggap tidak
mampu lagi menghasilkan pemasukan finansial yang dapat mencukupi kebutuhan
hidup pensiunan.
Dukungan sosial berkaitan dengan pemberian bantuan baik itu berupa
bantuan materi, bantuan jasa, dan bantuan informasi. Dengan adanya dukungan
sosial yang diterima dari keluarga, teman ataupun pihak lainnya maka akan
membuat para pensiunan ini merasakan kesejahteraan dalam hidupnya. Para
pensiunan yang merasakan kesejahteraan dalam hidupnya dapat lebih
mengembangkan diri lagi dengan berbagai aktifitas yang positif dimana aktifitas
tersebut dapat meningkatkan kesehatan psikis dan fisik mereka.
Selanjutnya dimensi religiusitas yang berpengaruh siginifikan terhadap
subjective well-beingpada pensiunan PNS adalah dimensi praktek agama.Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eryilmaz (2014)
menunjukan bahwa praktek agama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
subjective well-being.Berdasarkan pengertian praktek agama mencakup ibadah
dan pengabdian, sesuatu yang dilakukan orang-orang sebagai bentuk ketaatan
pada agama dan merupakan komitmen dalam agama yang dianutnya.Para
pensiunan PNS mengaku mereka merasakan ketenangan, kenyamanan ketika
melakukan praktek agama seperti melakukan ibadah malam, berdzikir, membaca
al-qur’an.Sehingga praktek agama yang dilakukan dapat meningkatkansubjective
well-beingpara pensiunan PNS.
78
Sedangkan dimensi religiusitas lainnya yaitu konsekuensi agama,
keyakinan agama, pengetahuan agama dan pengalaman agama tidak berpengaruh
secara siginifikan terhadap subjective well being. Penelitian yang dilakukan oleh
Gull dan Dawood(2013) pada 100 subjek yang berusia diatas 60 tahun
menunjukan bahwa religiusitas memiliki pengaruh yang positif signifikan
terhadap subjective well-being.
Sementara empat dimensi dari religisuitas tidak memiliki pengaruh yang
signifikan. Pertama, dimensi keyakinan agama, tidak berpengaruhnya dimensi ini
mungkin disebabkan karena para pensiunan merasa agama yang dianutnya pasti
akan membawa kebahagiaan diakhir hidupnya. Apabila hanya mempercayainya
saja, namun tidak mengaplikasikannya maka kesejahteraan yang dirasakan dalam
hidupnya tidak terlalu. Kedua, dimensi konsekuensi agama pada penelitian ini
hanya memberikan sumbangan 2,7% namun tidak berpengaruh secara kuat
terhadap kesejahteraan para pensiunan. Konsekuensi agama adalah implikasi dari
ajaran agama yang dianut.Implikasi tersebut mempengaruhi perilaku dalam
kehidupan sosial.Ketiga, dimensi pengalaman agama tidak berpengaruh signifikan
mungkin dikarenakan para pensiunan di Provinsi Jambi tidak semua mendapatkan
dan merasakan pengalaman agama dalam hidupnya. Keempat, dimensi
pengetahuan agama pada penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan
dengan subjective well-beingdikarenakan pensiunan di Provinsi Jambi merasa apa
yang diajarkan oleh agama yang mereka anut jika tidak diimbangi dengan praktek
dengan mendekatkan diri secara langsung dengan Tuhan. Hal itu tidak begitu
memberikan dampak yang kuat bagi kesejahteraan hidup mereka.Jadi, keempat
79
dimensi tersebut tidak begitu membawa dampak yang terlalu kuat terhadap
kesejahteraan para pensiunan jika tidak diimbangi dengan mendekatkan diri
kepada Tuhan secara langsung melalui praktek agama.
5.3 Saran
Pada penelitian ini, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis
dan saran praktis.Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan
pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya.Selain itu, penulis juga
menguraikan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi
pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
5.3.1. Saran Metodologis
1. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan faktor-faktor lain yang
menarik yang dapat dijadikan variabel independent untuk melihat
pengaruhnya terhadap Subjective Well-Being pada Pensiunan, seperti
hubungan sosial, self disclosure, emotional attachmentvariabel lainnya.
2. Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk variabel dukungan
sosial menggunakan skala yang di adaptasi dari teori dukungan sosial yang
dikembangkan oleh Sarafino dan variabel religiusitas menggunakan skala
yang di adaptasi dari teori religiuitas yang dikembangkan oleh Glock and
Stark untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk lebih menyesuaikan
lagi item tersebut dengan budaya pada sampel yang akan diteliti.
5.3.2. Saran Praktis
Mengingatnya variabel-variabel yang dapat mempengaruhi subjective well-
beingpensiunan maka peneliti menyarankan beberapa hal yaitu:
80
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi
orangtua, keluarga, dan pihak lain yang terkait untuk lebih memperhatikan
faktor-faktoryang dapat mempengaruhi subjective well-beingterutama bagi
pensiunan PNS
2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dukungan instrumental
memiliki pengaruh yang signifikan bagi pensiunan. Jadi bagi keluarga atau
teman-teman para pensiunan sebaiknya menanyakan terlebih dahulu apa
saja kebutuhan dan bantuan yang diperlukan oleh pensiunan, sehingga
keluarga atau teman-teman tau apa saja yang dibutuhkan oleh pensiunan.
3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukandukungan persahabatan
memiliki pengaruh yang signifikan bagi pensiunan sebaiknya para
pensiunan lebih aktif bersosialisasi dengan teman-teman para pensiunan
dan kelompok sosial yang lain sehingga dapat menambah jaringan
pertemanan ataupun jaringan sosial yang dapat menjadi tempat bertukar
pikiran, bertukar informasi, mendapatkan informasi terbaru dan dapat
meingkatkan rasa subjective well-being.
4. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa religiusitas memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-beingpensiunan
terutama praktek agama seperti beribadah di malam hari, berdo’a,
berdzikir, dll. Sehingga para pensiunan hendaknya lebih meningkatkan
kegiatan ibadah baik secara pribadi maupun berjama’ah yang dapat
meningkatkan rasa subjective well-being.
81
5. Hendaknya para pensiunan dapat menambahkan wawasan baru tentang
beberapafaktor lainnya yang dapat meningkatkan subjective well-
beingmereka seperti kegiatan yang produktif, kesehatan, hubungan sosial,
dll.
6. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dukungan emosional
berpengaruh yang signifikan bagi pensiunan. Sehingga para anggota
keluarga dan teman-teman dapat meluangkan waktu untuk memberikan
perhatian sebagai bentuk kepedulian dan dukungan kepada anggota
mereka yang telah pensiun sehingga mereka tidak merasa kesepian,
merasa dicintai dan menambah wawasan baru tentang beberapafaktor yang
dapat meningkatkan subjective well-beingpara lansia terutama pensiunan
sehingga mereka dapat membimbing, merawat dan memberi dukungan
kepada pensiunan.
82
DAFTAR PUSTAKA
Bbc Indonesia. (2013). Pensiun merugikan kesehatan.Diunduh pada tanggal 14
Juli 2018 dari https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2013/05/130517.
BKN.(2017). Civil apparatus policy brief konsepsi pembiayaan dan pola jaminan
pensiun pegawai negeri sipil.ISSN 25441-4267.Diunduh dari
http://www.bkn.go.id/wp-content/uploads/2014/06/11.Policy-Brief.pdf.
Barrett, G. F., & Kecmanovic, M. (2013). Changes in subjective well-being with
retirement: assessing savings adequacy. Applied Economics, 45(34-36),
4883–4893. doi: 10.1080/00036846.2013.806786
CNBC Indonesia.(2018). Pensiun dini bisa perpanjang hidup.Dipetik dari
https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20180329165757-33.
Cohen, S., Mermelstein, R.,et. al. (1985).Measuring the functional components of
social support. In I. G. Sarason, & B. R. Sarason (Eds.), Social Support:
Theory, Research and Applications. The Netherlands: Martinus Nijhoff
Publishers.
Cuomo, A. M., & Corinda, C. (2017).Self help guide to pre-retirement planning.
New York: New York State Office For The Aging.
Desiningrum, Dinie Ratrie. (2014). Kesejahteraan psikologis lansia dan duda
ditinjau dari persepsi terhadap dukungan sosial dan gender.Jurnal
Psikologi Undip, 13(2), 102-106.
Diener, E., Robert., A. E., Randy, J. L., et.al. (1985). The satisfaction with life
scale. Journal of Personality Assessment., 49 (1). 71-75.
Diener, E., Suh, E. M.,et. al. (1999). Subjective well-being: Three decades of
progress. Psychological Bulletin, 125, 276-302.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002). Subjective well-being: The science of
happinessand life satisfaction. Dalam C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds.),
Handbook of positivepsychology (pp. 63-73). New York.: Oxford
University Press.
Eddington, N., & Shuman, R. (2008).Subjective well being (happiness).
California: Continuing Psychology Education Inc.
Esqmpp.(2017). Hasil survey kecemasan jelang pensiun.Diunduh pada tangga 14
Juli 2018 darihttp://esqmpp.com/hasil-survey-kecemasan-jelang-pensiun-
2016-2017.
83
Fetzer, J. E. (1999). Multidimensional measurement of religiousness/ spirituality
foruse in health research: a report of the fetzer institute/ national institute
on aging working group. MI: Fetzer Institute.
Gatz, M, Symer,M. A.& Deborah, A. D (2016). Psychology’s contribution to the
well-being of older americans. American Psychological Association.71(4),
257–267.
Gianyarkab. (2017). HUT ke-55 PWRI tetap berkarya di usia senja. Diunduh pada
tanggal 08 Mei 08, 2018 dari https://gianyarkab.go.id/index.php/baca
berita/5833/HUT-kemin55-PWRIkoma-Tetap-Berkarya-di-Usia-Senja.
Gul, F., &Saima, D. (2013).Religiosity and subjective well-being
amongstinstitutionalized elderly in pakistan. Health Promotion Perspectives,
3(1), 124-128.
Gulacti, Ficrat. (2010). The effect of perceived social support on subjective well
being.Procedia Social and Behavioral Sciences. 2, 3844-3849.
Glock., C. Y., &Stark., R. (1968). American piety: The nature of religious
commitment. Berkeley: University of California Press
Huxhold, O., Miche, M., & Schuz, B. (2013).Benefits of having friends in older
ages: differentialeffects of informal social activities on well-being in
middle-aged and older adults.Journals ofGerontology, Series B:
Psychological Sciences and Social Sciences, 69(3), 366–375,
doi:10.1093/geronb/gbt029.
Jalaluddin.(2000). Psikologi agama.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Jivraj, S., Nazroo, J., Van Houtte, B & Chandola, T. (2014).Aging and subjective
well being in later life.Journals of Gerontology, Series B: Psychological
Sciences and Social Sciences, 69(6), 930–941,doi:10.1093/geronb/gbu006.
Khalek, Ahmad M. A. (2013). The relationships between subjective well being
health, and religiosity among young adults from Qatar.Mental Health,
Religion & Culture, 16(03), 306-318.
doi.org/10.1080/13674676.2012.660624
Khalek, Ahmad M. A. (2011). Subjective well-being and religiosity in egyptian
college students. Psychological Reports, 108(1), 54-58.
Khalek, Ahmad M. A. (2012). Subjective well being and religiosity: a
crosssectional study with adoslecents young and middle age adults. Mental
Health Religion and Culture, 15(1), 39-52.
84
Lun, V. M., &Bond, M. H. (2013).Examining the relation of religion and
spirituality to subjective well-being across national cultures.American
Psychology Association. 13. 1941-1022. doi: 10.1037/a0033641.
Mendieta, I., Martin, M. A.,& Jacinto, L. G. (2013).The relationship between
social support, loneliness, and subjective well-being in a spanish sample
from a multidimensional perspective.Spinger Science. 114, 1013–1034.
doi: 10.1007/s11205-012-0187-5.
Pilkington, P. D., Windsor, T. D., & Crisp, D. D. (2012).Volunteering and
subjective well-being in midlife and older adults: the role of supportive
social networks.Journals of Gerontology, Series B: Psychological
Sciences and Social Sciences, 67(2), 249–260,
doi:10.1093/geronb/gbr154.
Russell, J.E.A. (2008). Promoting subjective well being at work.Journal of
CareerAssessment, 16, 117 – 131. doi: 10.1177/1069072707308142.
Sarafino, E. N., & Timothy, W. S. (2011).Health pychology: biopsychosocial
interactions. New York: John Wiley&Sons Inc.
Shinta, K, S., & Hastaning, S. (2015). Dukungan sosial dan subjective well being
pada tenaga kerja wanita PT. Arni Family Ungaran. Jurnal Empati, 4(4),
208-216.
Siedlecki, K. L., Timothy, A. S.,et. al. (2013).The relationship between social
support and subjective well-being across age. NewYork:
Departement of Psychology.
Taylor, S.E. (2015). Health psychology. USA: McGraw-Hill Education.