14
ABSTRAK PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENINGKATAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA DIKARANG WERDHA PENELEH SURABAYA Oleh Pipit Festi Staf Pengajar FIK UMSurabaya [email protected] Brain Gym merupakan salah satu metode gerak dan latih otak, yang berguna dalam meningkatkan fungsi kognitif terutama pada lansia. Metode ini mengaktifkan dua belah otak dan memadukan fungsi semua bagian otak untuk meningkatkan kemampuan kognitif. Desain penelitian ini adalah quasy experiment dengan teknik Random sampling, yaitu memilih sampel diantara populasi sesuai yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Karang Wherda Peneleh Surabaya dengan mempertimbangkan kriteria inklusi sebanyak 20 orang dengan menggunakan data dari hasil kuesioner yang kemudian ditabulasi dengan menggunakan uji statistik SPSS 15,0. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner ini disajikan dalam bentuk tabel dan diagram lingkaran. Hasil tabulasi kemudian diuji dengan uji statistic McNemar dan Chi-Square dengan taraf signifikansi (α) = 0.05 dengan hasil P = 0.016 pada uji McNemar dan pada uji Chi Square dengan hasil P = 0,03. Ada pengaruh brain gym terhadap fungsi kognitif lansia.Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak. Ini berarti terdapat perbedaan fungsi kognitif yang signifikan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym serta terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym. Kata Kunci : Brain Gym, Fungsi kognitif A. PENDAHULUAN Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh . Proses ini merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah, berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan

Pengaruh Brain Gym Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif Lansia Dikarang Werdha Peneleh Surabaya

Embed Size (px)

Citation preview

  • ABSTRAK

    PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENINGKATAN FUNGSI

    KOGNITIF LANSIA DIKARANG WERDHA PENELEH SURABAYA

    Oleh Pipit Festi

    Staf Pengajar FIK UMSurabaya

    [email protected]

    Brain Gym merupakan salah satu metode gerak dan latih otak, yang berguna

    dalam meningkatkan fungsi kognitif terutama pada lansia. Metode ini

    mengaktifkan dua belah otak dan memadukan fungsi semua bagian otak untuk

    meningkatkan kemampuan kognitif. Desain penelitian ini adalah quasy experiment

    dengan teknik Random sampling, yaitu memilih sampel diantara populasi sesuai

    yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik

    populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Karang

    Wherda Peneleh Surabaya dengan mempertimbangkan kriteria inklusi sebanyak

    20 orang dengan menggunakan data dari hasil kuesioner yang kemudian ditabulasi

    dengan menggunakan uji statistik SPSS 15,0. Data yang diperoleh dari hasil

    kuesioner ini disajikan dalam bentuk tabel dan diagram lingkaran. Hasil tabulasi

    kemudian diuji dengan uji statistic McNemar dan Chi-Square dengan taraf

    signifikansi () = 0.05 dengan hasil P = 0.016 pada uji McNemar dan pada uji

    Chi Square dengan hasil P = 0,03. Ada pengaruh brain gym terhadap fungsi

    kognitif lansia.Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Ini

    berarti terdapat perbedaan fungsi kognitif yang signifikan antara sebelum dan

    sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym serta terdapat perbedaan antara

    kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sesudah pelaksanaan intervensi Brain

    Gym.

    Kata Kunci : Brain Gym, Fungsi kognitif

    A. PENDAHULUAN

    Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan

    fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)

    dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Menua

    bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu proses berkurangnya daya tahan

    tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh . Proses

    ini merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah, berlangsung sejak

    seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan

  • pada otot, susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada beberapa penyakit

    yang menghinggapi kaum lansia, seperti arthritis, asam urat, kolestrol, hipertensi

    dan penyakit jantung, selain aspek fisiologis yang mengalami perubahan pada

    lansia, fungsi kognitif pada lansia juga mengalami penurunan. (Nugroho, 2002).

    Penurunan fungsi kognitif pada lansia dapat meliputi berbagai aspek yaitu

    orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memori dan juga bahasa. Penurunan ini

    dapat mengakibatkan masalah antara lain memori panjang dan proses informasi,

    dalam memori panjang lansia akan kesulitan dalam mengungkapkan kembali

    cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya dan informasi baru

    atau informasi tentang orang. Hasil Case Study Ryan Dalton dan Bryan Hewson di

    Australia (2008), bahawa perubahan fungsi kognitif lansia (orientasi, registrasi,

    atensi dan memory), mampu teratasi dengan intervensi Brain Gym.

    Di Indonesia jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar kurang

    lebih 19 juta, usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 diperkirakan sebesar

    23,9 juta (9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020

    diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.

    Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010, jumlah penduduk Lansia yang tinggal di

    perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar

    15.612.232 (9,97%) (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat,

    2009). Dari sini dapat kita ketahui jumlah lansia dari tahun ke tahun mengalami

    peningkatan, hal ini dipengaruhi oleh majunya pelayanan kesehatan, menurunnya

    angka kematian bayi dan anak, perbaikan gizi dan sanitasi dan meningkatnya

    pengawasan terhadap penyakit infeksi. (Wilson, 2009) mengatakan, seiring

    dengan angka peningkatan orang usia lanjut, maka angka lansia yang mengalami

    penurunan fungsi kognitif juga meningkat. Menurut organisasi kesehatan dunia

    (WHO) mencatat penurunan fungsi kognitif lansia diperkirakan 121 juta manusia,

    dari jumlah itu 5,8 % laki-laki dan 9,5 % perempuan (Ahmad Djojosugito, 2002).

    Berdasarkan survey pendahuluan pada tanggal 6 desember tahun 2009 di Karang

    Wherda peneleh Surabaya dengan 10 responden, didapatkan hasil kognitif utuh

    sejumlah 30% dan 70% pada responden yang mengalami penurunan atau

    kerusakan kognitif.

    Peningkatan jumlah lansia harus diimbangi kesiapan kelurga dan tenaga

    kesehatan dalam memandirikan dan meminimalisir bantuan ADL (Activity Dayli

    Living) makan, minum, mandi, berpakaian dan menaruh barang pada lansia,

    karena pada lansia terjadi berbagai penurunan atau perubahan antara lain

    perubahan fisiologis yang menyangkut masalah sistem muskuloskeletal, syaraf,

    kardiovaskuler, respirasi, indera, dan integumen, hal ini yang menghambat

    keaktifan dan keefektifan lansia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara

    mandiri. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan

    seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya

    sangat berbeda beda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun penurunannya. Perawat atau keluarga sangat berperan penting dalam membantu lansia yang

    mengalami penurunan pada aspek kognitif, yaitu dengan menumbuhkan dan

    membina hubungan saling percaya, saling bersosialisasi, dan selalu mengadakan

  • kegiatan yang bersifat kelompok, selain itu untuk mempertahankan fungsi kognitif

    pada lansia upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menggunakan otak

    secara terus menerus dan di istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca,

    mendengarkan berita dan cerita melalui media sebaiknya di jadikan sebuah

    kebiasaan hal ini bertujuan agar otak tidak beristirahat secara terus menerus.

    Mengisi teka teki silang (TTS) juga merupakan salah satu cara menjaga daya ingat

    yang bisa di lakukan para lansia, Brain Gym (senam otak) juga diduga mampu

    mempertahankankan bahkan meningkatkan kemampuan fungsi kognitif lansia,

    gerakan-gerakan dalam brain gym digunakan oleh para murid di Educational

    Kinesiology Foundation, California, USA (2006), untuk meningkatkan

    kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak. Banyak

    manfaat yang bisa diperoleh dengan melakukan brain gym. Gerakan-gerakan

    ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan

    rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah

    yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi,

    kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas), selain

    itu kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan spiritual sebaiknya digiatkan agar dapat memberi ketenangan pada lansia (Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia, 2008).

    Tujuan Penelitian

    Tujuan

    Untuk mengetahui pengaruh Brain Gym terhadap peningkatan fungsi

    kognitif lansia di Karang Wherda Peneleh Surabaya.

    Manfaat Penelitian

    1) Menambah wawasan ilmu yang berguna bagi pendidikan kesehatan, khususnya tentang brain gym.

    2) Informasi bagi tim kesehatan tentang peningkatan fungsi kognitif dengan metode Brain Gym.

    B. KAJIAN PUSTAKA

    Kosep Dasar Brain Gym

    Pengertian Brain Gym Brain Gym adalah serangkaian latihan yang berbasis gerakan tubuh

    sederhana. Brain Gym merupakan latihan yang terangkai dari gerakn tubuh yang

    dinamis yang memungkinkan didapatkan keseimbangan aktivitas kedua belahan

    otak secara bersamaan. Metode yang digunakan dalam melakukan Brain Gym

    adalah Edu-K (Educational kinosiology) atau pelatihan gerakan yakni melakukan

    gerakan yang bisa merangsang seluruh bagian otak untuk bekerja.

  • Mekanisme Kerja Brain Gym

    Paul dan Gail E. dennison (2006), membagi otak ke dalam tiga fungsi

    yakni, dimensi lateralis (otak kiri-kanan), dimensi pemfokusan (otak depan-

    belakang), dimensi pemusatan (otak atas-bawah). masing-masing dimensi

    memiliki tugas tertentu, sehingga gerakan senam yang harus dilakukan dapat

    bervariasi, diantaranya :

    1. Dimensi Lateralis Otak terdiri atas dua bagian, kiri dan kanan dimana masing-masing

    belahan orak mempunyai tugas tertentu. bila kerja sama antara otak kiri dan otak

    kanan kurang baik, seseorang sulit membedakan antara kiri dan kanan, gerakan

    kaku, tulisan tangannya jelek atau cenderung terbalik, sulit membaca, menulis,

    mengikuti sesuatu dengan mata, sulit menggerakkan mata tanpa mngikutinya

    dengan kepala, tangan miring kedalam ketika menulis, cenderung melihat

    kebawah sambil berpikir, keliru dengan huruf (seperti d dan b; p dan q), serta

    menyebut kata sambl menulis.

    2. Dimensi Pemfokusan Pemfokusan adalah kemampuan untuk menyeberang "giris tengah

    keterlibatan" yang memisahkan otak bagian belakang dan depan. Informasi

    diterima oleh otak bagian betakang (batang otak atau brainstem) yang merekam,

    semua pengalaman, lalu informasi diproses dan diteruskan ke otak bagian depan

    untuk diekspresikan sesuai tuntutan dan keinginannya.

    3. Dimensi Pemusatan Pemusatan adalah kemampuan uniuk menyeberang garis pemisah antara

    tubuh bagian bawah dan atas, sesuai dengan fungsi otak bagian bawah dan atas,

    yaitu sistem limbik. Apa yang dipelajari harus dapat dihubungkan dengan

    perasaan dan rnemberi arti. Bila kerja sama antar otak besar (cerebral corteks) dan

    sistem limbik terganggu, seseorang sulit merasakan emosi atau

    mengekspresikannya, cenderung bertingkah laku "berjuang atau melarikan diri",

    serta dapat mengalami ketakutan yang berlebihan. Dalam keadaan stres, tegangan

    listrik berkurang di otak besar, sehingga fungsinya pun terganggu.

    Konsep Dasar Lansia

    Pengertian Proses Menua

    Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara berlahan lahan jaringan memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

    tidak dapat bertahan infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

    Perubahan Perubahan Pada Lansia 1. Perubahan Fisik 1) Sel 2) Persyarafan 3) Sistem Penglihatan 4) Sistem Kardiovaskuler 5) Sistem Respirasi 6) Sistem Gastrointestinal 2. Perubahan Mental

  • Faktor faktor yang mempengaruhi perubahan mental: 1) Perubahan fisik, khususnya organ perasa 2) Kesehatan umum 3) Tingkat pendidikan 4) Keturunan 5) Lingkungan 3. Perubahan Sosial 1) Pensiun : Nilai seseorang di ukur oleh produktivitasnya, identitas dikaitkan

    dengan peranan dan pekerjaan

    2) Merasakan / sadar akan kematian 3) Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih

    sempit.

    Perubahan-perubahan lain yang terjadi pada lansia adalah :

    1) Perubahan fungsi motorik 2) Perubahan fungsi sensorik 3) Perubahan fungsi sensomotorik 4) Perubahan fungsi kognitif a) Memori panjang b) Proses informasi

    C. METODE PENELITIAN

    Desain Penelitian

    Desain penelitian ini adalah quasy eksperimental, artinya suatu rancangan

    penelitian yang dipergunakan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan

    adanya keterlibatan peneliti dalam melakukan manipulasi terhadap variabel bebas

    (Nursalam, 2003).

    Tabel 4.1. Desain Penelitian

    SUBYEK

    PRE TEST

    PERLAKUAN

    POST TEST

    KE

    01

    X

    02

    KK

    01

    -

    02

    Keterangan :

    KE : Kelompok Perlakuan

    KK : Kelompok Kontrol

    01 : Observasi sebelum perlakuan

    02 : Observasi sesudah perlakuan

    X : Dilakukan Brain Gym

    - : Tidak dilakukan Brain Gym

    Populasi, sampel dan sampling

    Populasi

  • Populasi dalam penilitian ini adalah lansia yang berada di Karang Werdha

    Peneleh Surabaya, sebanyak 37 orang.

    Sampel

    Sampel dalam penitian ini telah ditentukan sesuai dengan kriteria inklusi :

    1. Kriteria Inklusi

    Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi :

    1) Bersedia diteliti 2) Berada di tempat saat penelitian 3) Mampu berkomunikasi dengan baik 4) Mengalami penurunan atau kerusakan kognitif 2. Kriteria eksklusi

    Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi :

    1) Tidak bersedia diteliti 2) Sedang tidak ada di tempat 3) Tidak mampu berkomunikasi dengan baik

    Adapun besar sampel dalam penelitian ini adalah 20 responden yang

    terbagi menjadi 10 responden sebagai kelompok perlakuan dan 10 responden

    sebagai kelompok kontrol.

    Sampling

    Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah random

    sampling.

    Identifikasi Variabel

    1. Variabel Independen

    Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pelaksanaan

    Brain Gym.

    2. Variabel Dependen

    Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah aspek

    kognitif.

    Pengumpulan dan analisis Data

    .1. Instrumen

    Untuk melakukan pengumpulan data, peneliti membuat instrumen berupa

    kuisioner dan selain itu juga menggunakan modul kegiatan Brain Gym, untuk

    mengevaluasi aspek kognitif lansia sebelum dan sesudah perlakuan.

    2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Lokasi penelitian adalah di Karang Wherda Peneleh Surabaya. Waktu

    pelaksanaan tanggal 10 - 31 Januari 2010.

    Prosedur Pengumpulan Data dan Analisa Data

    1. Prosedur Pengumpulan Data

    Peneliti menyiapkan instrumen sebagai tahap persiapan, kemudian peneliti

    mengadakan pre test selama 1 minggu dan memberikan intervensi kepada

    responden yang masuk dalam kategori perlakuan selama 3 minggu, dan metode

  • Brain Gym ini dilakukan 2 kali sehari yakni menjelang dan setelah bangun tidur

    dengan durasi 15 menit, untuk mengetahui hasil intervensi peneliti melakukan

    post test selama 1 minggu kepada seluruh responden. Data dikumpulkan dengan

    menggunakan kuisioner. Sebagai subyek penelitian yaitu lansia di Karang Wherda

    Peneleh Surabaya yang sudah memenuhi kriteria inklusi. Sebelumnya responden

    diberi penjelasan maksud dan tujuan penelitian serta cara mengisi kuisioner

    supaya hasilnya valid. Responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

    perlakuan dan kelompok kontrol. Setelah pengisian kuisioner kelompok perlakuan

    diberi pelatihan atau pelaksanaan Brain Gym dan tiga minggu setelah itu

    kemudian kedua kelompok mengisi kembali kuisioner, dan dilanjutkan dengan

    menganalisa data.

    2. Analisis Data

    Untuk mengevaluasi aspek kognitif sebelum dan sesudah perlakuan,

    dikatakan kognitif utuh atau meningkat jika nilai 22 - 30, kognitif rusak atau tetap

    jika nilai 21. Setelah data terkumpul di lakukan penyuntingan untuk melihat kualitas data, di lanjutkan dengan melakukan coding, scoring dan tabulasi, kemudian di sajikan

    dalam bentuk cross tab sesuai dengan variabel yang hendak di ukur.

    Untuk data yang didapat dianalisa dengan uji statistic :

    1) Mc. Nemar pada data analisis perbedaan fungsi kognitif sebelum dan sesudah perlakuan Brain Gym

    2) Chi Square pada data analisis perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok control sesudah intervensi dilakukan

    dengan = 0,05 dan maka Ho ditolak dan Ha di terima. Ini berarti ada ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di Karang Wherda

    Peneleh Surabaya. Analisa data menggunakan piranti lunak SPSS for Windows

    Release 15,00.

    D.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    1 Hasil Penelitian

    Data Umum

    Data ini menggambarkan karakteristik responden baik kelompok perlakuan

    maupun kelompok kontrol yang berada dalam Karang Wherda Peneleh Surabaya

    meliputi :

  • 1) Karakteristik responden berdasarkan umur

    a. Kelompok perlakuan b. Kelompok Kontrol

    Gambar.1 diagram distribusi responden kelompok perlakuan dan

    kelompok kontrol berdasarkan umur lansia di Karang Wherda

    Peneleh Surabaya tahun 2010.

    Berdasarkan gambar 1 pada responden kelompok perlakuan menunjukan

    usia terbanyak adalah 50 60 tahun dengan jumlah 5 responden (50%) dan usia responden terkecil 70 tahun dengan jumlah responden 1 orang (10%), sedangkan pada kelompok kontrol menunjukan bahwa usia responden terbanyak adalah 60 -

    70 tahun dengan jumlah 5 responden (50%) dan usia responden terkecil 50 - 60

    tahun dengan jumlah responden 2 orang (20%)

    Data Khusus

    Pada bagian ini akan disajikan data khusus mengenai identifikasi

    perbedaan fungsi kognitif lansia pada kelompok perlakuan sebelum dan setelah

    dilakukan intervensi Brain Gym serta menganalisis perbedaan antara kelompok

    perlakuan dan kelompok kontrol.

  • 1 Analisis perbedaan fungsi kognitif lansia sebelum dan setelah dilakukan

    intervensi Brain Gym pada kelompok perlakuan dan kelompok

    kontrol.

    Berdasarkan tabulasi data fungsi kognitif lansia yang telah dilakukan oleh

    peneliti pada kelompok perlakuan sebelum dan setelah diberikan intervensi Brain

    Gym akan disajikan dalam tabel berikut ini.

    Tabel 1 tabel hasil observasi fungsi kognitif lansia sebelum dan setelah

    dilakukan intervensi Brain Gym pada kelompok perlakuan dan

    kelompok kontrol.

    Perlakuan Kontrol Jumlah

    Pre Post Pre Post

    Naik 0 7 0 0 7

    Konstan 10 3 10 10 13

    Total 10 10 10 10 20

    Mc. Neemar P = 0,016 = 0,05

    Berdasarkan tabel 1 di atas didapatkan bahwa dari 20 responden pada

    kelompok perlakuan dan kontrol, pada kelompok perlakuan mengalami

    peningkatan fungsi kognitif 7 responden (70%) dan pada kelompok kontrol 0

    responden (0%).

    Hasil uji analisis skala Mc. Neemar didapatkan data p = 0,016 dengan = 0,05 berarti nilai H0 ditolak berarti ada perbedaan fungsi kognitif yang signifikan

    antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym pada kelompok

    perlakuan dan kelompok kontrol.

    2 Analisis perbedaan antara kelompok perlakuan (diberi intervensi Brain

    Gym) dengan kelompok kontrol (tidak diberi intervensi) setelah

    dilakukan Brain Gym.

  • Tabel.2 Tabel hasil Analisis perbedaan antara kelompok perlakuan ( diberi

    intervensi Brain Gym) dengan kelompok kontrol (tidak diberi

    intervensi).

    Perlakuan Kontrol Jumlah

    Pos test Pos test

    Naik 7 0 7

    Konstan 3 10 13

    Total 10 10 20

    Chi Square P = 0,03 = 0,05

    Berdasarkan tabel 2 di atas didapatkan bahwa dari 20 responden pada

    kelompok perlakuan dan kontrol sebagian besar kelompok perlakuan mengalami

    peningkatan 7 responden (70%) dan 3 responden (30%) konstand, sedangkan pada

    kelompok kontrol 10 responden (100%) konstand.

    Pada uji Chi Square didapatkan hasil p = 0,03 dengan = 0,05 berarti H0 ditolak, berarti ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

    Pembahasan

    1. Analisis perbedaan fungsi kognitif lansia pada responden sebelum dan

    setelah dilakukan intervensi Brain gym pada kelompok perlakuan dan

    kontrol

    Fungsi kognitif lansia pada responden baik kelompok perlakuan maupun

    kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi Brain Gym masih konstan dan

    mengalami kenaikan pada kelompok perlakuan setelah mendapatkan intervensi

    brain gym. Hal ini bisa dilihat dalam lampiran (tabel 5.1) menunjukkan bahwa

    baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol sebelum dilakukan

    intervensi brain gym sebagian besar konstan 10 responden (100%) pada kelompok

    perlakuan dan 10 responden (100%) pada kelompok kontrol. Sedangkan setelah

    intervensi dilakukan pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan sebanyak

    7 responden (70%) dan tidak satu pun yang mengalami peningkatan pada

    kelompok kontrol (0%). Hasil uji Mc. Neemar didapatkan hasil p = 0,016 dengan

    = 0,05 berarti H0 ditolak berarti ada perbedaan fungsi kognitif yang signifikan

  • antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym pada kelompok

    perlakuan dan kelompok kontrol

    Perbedaan fungsi kognitif lansia antara kelompok perlakuan dan kelompok

    kontrol sebelum dan setelah Brain Gym dilakukan terjadi karena pada kelompok

    kontrol tidak terjadi pengoptimalan fungsi otak kembali secara menyeluruh dan

    efektif karena pada lansia telah terjadi beberapa perubahan, diantaranya perubahan

    fisik dan psikologis, perubahan ini mempengaruhi penurunan koordinasi dan

    kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. (Surini dan budi, 2003)

    Menurut Pudjiastuti (2002) bahwa menurunnya kemampuan fungsi

    kognitif lansia dikarenakan susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan

    morfologis dan biokimia, berat otak lansia berkurang berkaitan dengan

    berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak menjadi

    lebih ringan. Akson, dendrite dan badan sel saraf mengalami banyak perubahan,

    dendrit yang berfungsi sebagai sarana untuk komunikasi antar sel saraf mengalami

    perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel saraf, daya hantar

    saraf mengalami penurunan sehingga gerakan menjadi lamban.

    Sedangkan pada kelompok perlakuan ada upaya pengoptimalan fungsi otak

    secara menyeluruh, mengacu hasil sesuai tabel 5,1 bahwa ada peningkatan fungsi

    kognitif pada kelompok perlakuan setelah dilakukan Brain Gym.

    Menurut Assosiasi Alzaemer Indonesia (2003), kemampuan otak dapat

    ditingkatkan melalui gerakan-gerakan, hal ini sesuai dengan teori Dennison (2006)

    bahwa gerakan-gerakan pada brain gym dapat memberikan rangsangan atau

    stimulus pada otak, gerakan yang menimbulkan stimulus itulah yang dapat

    meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan,

    persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kretifitas), menyelaraskan

    kemampuan beraktifitas dan berfikir pada saat yang bersamaan meningkatkan

    keseimbangan dan harmonisasi antara kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan

    fungsi kinerja panca indra, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh,

    meningkatkan daya ingat, meningkatkan ketajaman pendengaran dan penglihatan,

    mengurangi kesalahan membaca, memori dan kemampuan komperhensif pada

    kelompok dengan penggunaan bahasa, hingga mampu meningkatkan respon

    terhadap rangsangan visual.

    Dapat diketahui bahwa perubahan-perubahan pada lansia terutama

    perubahan pada system saraf sangat mempengaruhi penurunan koordinasi dan

    kemampuan lansia dalam beraktifitas. Namun seiring dengan kamajuan zaman

    telah ditemukan metode dan teori baru yang menyatakan bahwa perubahan-

    perubahan lansia dapat diantisipasi dan diminimalisir terutama perubahan

    fisiologis atau fungsi otak.

    2. Analisis perbedaan antara kelompok perlakuan (diberi intervensi

    Brain Gym) dengan kelompok kontrol (tidak diberi intervensi)

    Dari tabel 5.2 tersebut di atas menunjukan bahwa responden yang

    mendapatkan intervensi perlakuan mengalami peningkatan 7 responden (70%) dan

  • hanya 3 responden (30%) yang konstan, sedangkan pada kelompok kontrol 10

    responden (100%) konstan. Hasil uji Chi Square didapatkan hasil p = 0,03 dengan

    = 0,05 berarti H0 ditolak, berarti ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

    Menurut paul E. Denisson (2006), Brain Gym dapat mengaktifkan seluruh

    bagian otak untuk kemampuan akademik, hubungan perilaku, serta sikap karena

    pada dasarnya otak terbagi atas dua belahan yaitu kanan dan kiri. Masing-masing

    belahan mempunyai fungsi yang berbeda. Otak kiri berhubungan dengan potensi

    kamampuan kebahasaan (verbal), kontruksi objek (teknis dan mekanis), temporal,

    logis, analitis, rasional dan konsep kegiatan yang terstruktur. Otak kanan memiliki

    potensi kemampuan kreativitas (kemampuan berinisiatif dan memunculkan ide),

    kemampuan visual, potensi intuitif, abstrak dan emosional (berhubungan dengan

    nilai rasa). Pemetaan potensi kemampuan yang dimiliki oleh bagian otak yaitu

    sebagai berikut:

    1) Implementation thinking merupakan potensi kemampuan yang dimiliki oleh otak kiri bagian bawah. Secara fungsional merupakan kemampuan penerapan

    berbagai konsep ke dalam bentuk pelaksanaan atau kemampuan untuk

    menuangkan kerangka berpikir dalam pelaksanaan. Ketelitian kerja serta

    perencanaan yang matang merupakan bagian terpenting dari kemampuan

    potensial yang dimiliki oleh bagian ini.

    2) Social thinking merupakan kemampuan potensial yang dimiliki untuk menumbuhkan kecerdasan sosial. Kondisi hubungan antar sesama manusia

    menghasilkan tata aturan dan norma-norma sosial. Kepekaan terhadap

    kebutuhan dan norma-norma sesama manusia merupakan suatu kecerdasan

    yang terbentuk oleh bagian ini.

    3) Future thinking adalah konsep masa depan terkait dengan prediksi dan kemungkinan yang dapat terjadi merupakan kemampuan future thinking. Daya

    intuitif dan pemikiran dan holistik atau menyeluruh akan mengarahkan

    kecerdasan terhadap konsep masa depan yang jauh.

    Dengan kata lain Brain Gym ditujukan untuk membantu seseorang yang

    mengalami kesulitan dan penurunan daya kognitif.

    Brain Gym adalah serangkaian gerakan tubuh yang sederhana yang

    digunakan untuk memadukan semua bagian otak untuk meningkatkan kemampuan

    kognitif, membangun harga diri dan rasa kebersamaan. Gerakan tubuh dalam

    Brain Gym dapat dilakukan dengan mudah oleh siapa saja dan dengan efek yang

    langsung terlihat. Gerakan ini efektif membantu seseorang kembali pada kondisi

    mental yang optimal (Gunawan, 2006).

    Dapat diketahui bahwa resiko penurunan fungsi kognitif dapat di cegah

    dan diantisipasi serta dapat ditingkatkan kembali meski tidak sesempurna sepertia

    pada awalnya, Brain Gym memadukan gerakan kaki dan tangan dalam

    optimalisasi fungsi otak kanan dan kiri sehingga mampu memperbaiki fungsi

    kognitif yang mengalami kerusakan ataupun penurunan, selain Brain Gym ada

    beberapa cara lain untuk memelihara fungsi kognitif agar terhindar dari resiko

    kerusakan fungsi kognitif secara dini diantaranya : menggunakan otak secara terus

    menerus dan di istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca,

    mendengarkan berita, cerita dan mengisi teka teki silang (TTS) jaga sangat efektif

    dalam menjaga atau pemeliharaaan fungsi kognitif lansia,

  • E. SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan

    Dengan memperhatikan hasil penelitian dan pembahasan pada bab 5, maka

    dapat disimpulkan tentang pengaruh Brain Gym terhadap peningkatan fungsi

    kognitif lansia di karang wherda peneleh Surabaya.

    1. Terdapat perbedaan fungsi kognitif antara kelompok perlakuan dan

    kelompok kontrol sebelum dan setelah intervensi Brain Gym dilakukan.

    2. Terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

    setelah intervensi Brain Gym dilakukan.

    Saran

    Saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil hasil penelitian dan

    pembahasan di atas adalah:

    1.Bagi Tenaga Kesehatan

    Bagi tenaga kesehatan hendaknya lebih meningkatkan penyuluhan tentang

    kesehatan lansia, pemberian kegiatan kelompok lansia sebagai tindakan

    meningkatkan fungsi kognitif seperti : Brain Gym dan GLO (gerak latih

    otak).

    2.Bagi Lembaga

    Memasukan Brain Gym atau latihan otak dalam program perencanaan

    kegiatan di Puskesmas dan Karang Wherdha Peneleh Surabaya.

    3.Bagi Peneliti Lain

    Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

    kelanjutan penelitian. Dan untuk kesempurnaan penelitian ini hendaknya

    dilakukan penelitian tentang factor-faktor yang mempengaruhi penurunan

    fungsi kognitif.

  • DAFTAR PUSTAKA

    AAzi (2008), Kiat panjang umur dengan gerak dan latih otak.Universitas Indonesia

    Ali jeco (2008), Psikologi pada lansia, www. Bang blog. Com. 29 November

    2009

    Carpenito, Lynda Juall (2001) Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta,

    EGC

    Denisson P, Denisson G (2006), Buku panduan Brain Gym. Jakarta, PT Gramedia

    Fakultas Ilmu Kesehatan (2009), Pedoman Penyusunan Tugas Akhir (Karya Tulis

    Ilmiah/Skripsi). Surabaya

    Gallo, Joseph dan Reichel, William dan Andersen, Lillian (1998). Buku Saku

    Gerontologi Edisi 2. Jakarta, EGC

    Hidayat, A.A. Alimul (2007), Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis

    Data. Jakarta, Salemba Medika

    Heru sabrata (2008), Penerapan Barain Gym dalam PBI, www. Teras pembelajaran

    blog. Com. 29 November 2009

    Irshinta (2009), Brain Gym, www. Home Kesehatan. Com. 29 November 2009

    Moh. Nazir, (2005), Metode Penelitian Bogor : Ghalia Indonesia

    Nugroho, Wahjudi (2000), Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta, EGC

    Nursalam (2008), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan

    Edisi 2. Jakarta, Salemba Medika

    Sabri, Luknis dan Hastono, Sutanto Priyo (2006), statistik Kesehatan. Jakarta,

    Rajawali Press

    Sarlito Wrawan Sarwono (2005), Psikologi Sosial Jakarta : Balai Pustaka

    Sikobet (2009), Pengaruh Brain Gym terhadap belajar, www. Sikobet Blog. Com. 29

    November 2009

    Sri Surini P, Budi Utomo (2003), Fisioterapi Pada Lansia Jakarta : Buku Kedokteran

    EGC