81
PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP PERTUMBUHAN JATI FITRIANA WULANSARI PERMATA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB

TERHADAP PERTUMBUHAN JATI

FITRIANA WULANSARI PERMATA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 2: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB

TERHADAP PERTUMBUHAN JATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

FITRIANA WULANSARI PERMATA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 3: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

The Effect of Water Absorbant Aquasorb on the Growth of Teak

by:

Fitriana Wulansari P, Iskandar Z. Siregar, and Sri Wilarso Budi R.

Introduction. Teak (Tectona grandis Linn.f) is one of the tree species which is widely

cultivated in Java. In large scale teak plantation forest development, climate is one of the

important factor influencing the success of planting. Tight schedule of planting and

erratic weather condition constitute the constraint for achieving successful planting. One

alternative for overcoming the constraint is by planting outside the rainy season. Planting

outside the rainy season when the water supply is very limited, assisted by the use of

aquasorb, has not been known, in terms of its success rate. The use of aquasorb for

planting forestry planting stocks, particularly that of teak, has never been practiced in

Indonesia. Therefore, there is a need for research to learn the extent that aquasorb effect

could improve the survival percentage of teak planting stocks when they are planted

outside the rainy season.

Materials and method. The research was conducted from May 2008 through Agustus

2008, in the green house of Faculty of Forestry (IPB). The research consisted of three

series of experiments. The experimental designs used were Block Randomized Design

for Experiment 1, Factorial Completely Randomized Design for Experiment 2, and

Completely Randomized Design for Experiment 3. In Experiment 1, there were 5

treatments with 3 replications, and each replication consisted of 4 planting stocks, so

there were 60 experimental units. In Experiment 2, there were 2 factors, namely factors of

leaf and aquasorb. Altogether, in Experiment 2, there were 16 treatments, and each

treatment combination consisted of 3 replications. Each replication consisted of 3

planting stocks, so that altogether, there were 144 experimental units. In Experiment 3,

there were 5 treatments with 3 replications, and each replication consisted of 3 planting

stocks, so that altogether there were 45 experimental units. The observed variables were

among other things, survival percentage; duration for reaching initial, intermediate and

final wilting; percent of dry leaves, and percent of leaf shedding. Analysis of Variance

was performed by using program of Minitab 14 and SAS for Duncan advanced test.

Results and Conclusion. Results of Experiment 1 showed that the use of aquasorb with

concentration of 600 ml, had the highest average of survival percentage (41.67 %) at 4

weeks after planting (WAP) as compared with control. In Experiment 2, application of

aquasorb with concentration of 400 ml, accompanied with leaf cutting (reduction) by 70

% could increase the survival percentage of teak planting stocks, up to 100 %, and

reduced the dry leaf percent to 54.91 % as compared with control. Leaf reduction by 70

and 90 % and the use of Aquasorb of 400 ml could prolong the duration to reach final

wilting, up to 15 – 16 days. Results of Experiment 3 showed that application of aquasorb

with different type, at the same concentration, had significant effect up to 5 WAP, and did

not have significant effect at 6 WAP. The use of aquasorb of type A at concentration of

400 ml, exhibited higher percent of survival (67 %) as compared with the use of aquasorb

of type B. Conclusion from this research was that the use of aquasorb with higher

concentration could increase the survival percentage of teak planting stocks, as compared

with control (without aquasorb). Experiment 3 showed that the use of aquasorb could

maintain the optimal survival percentage of planting stocks, only up to 5 WAP.

Keywords : Aquasorb, Growth, Teak (Tectona grandis Linn.f)

Page 4: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

ii

Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati

Oleh:

Fitriana Wulansari P., Iskandar Z.Siregar, dan Sri Wilarso Budi R.

Pendahuluan. Jati (Tectona grandis Linn.f) merupakan salah satu jenis tanaman yang

masih diusahakan secara luas di pulau Jawa. Dalam pembangunan hutan tanaman Jati

skala luas, iklim merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan

penanaman. Waktu tanam yang sempit dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi

salah satu kendala keberhasilan penanaman. Salah satu alternatif dalam mengatasi

keterbatasan waktu tanam yang sempit adalah dengan melakukan penanaman di luar

musim hujan. Penanaman di luar musim hujan ketika jumlah air terbatas melalui aplikasi

aquasorb belum diketahui keberhasilannya. Penggunaan aquasorb untuk penanaman bibit

kehutanan khususnya Jati belum pernah digunakan di Indonesia. Oleh karena itu

diperlukan penelitian untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh aquasorb dapat

mempertahankan persentase hidup Jati ketika ditanam di luar musim hujan.

Bahan dan Metode. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Kehutanan IPB dari

bulan Mei 2008 sampai Agustus 2008. Penelitian ini terdiri dari 3 seri percobaan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak kelompok pada Percobaan

1. Rancangan Acak Lengkap Faktorial pada Percobaan 2 dan Rancangan Acak Lengkap

pada Percobaan 3. Pada percobaan satu terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-

masing ulangan terdiri dari 4 bibit sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Pada

percobaan dua terdiri dari dua faktor yaitu faktor daun dan aquasorb. Secara keseluruhan

terdapat 16 perlakuan, setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Masing-masing

ulangan terdiri dari 3 bibit sehingga terdapat 144 satuan percobaan. Pada percobaan tiga

terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 3 bibit

sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain persentase hidup,

lama waktu mencapai layu awal, tengah dan akhir, persen daun kering, dan persen daun

gugur. Analisis Sidik Ragam diolah dengan menggunakan program Minitab 14 dan

program SAS untuk uji lanjut Duncan.

Hasil dan Kesimpulan. Hasil dari percobaan 1 menunjukkan bahwa penggunaan

aquasorb pada konsentrasi 600 ml memiliki rata-rata persen hidup tertinggi (41,67%)

pada 4 MST dibandingkan kontrol. Pada percobaan 2, pemberian aquasorb pada

konsentrasi 400 ml dengan pemotongan daun sebesar 70% dapat meningkatkan persen

hidup bibit Jati hingga 100%` dan mengurangi persen daun kering hingga 54,91%

dibanding kontrol. Pengurangan daun sebesar 70 dan 90 % dengan penggunaan aquasorb

400 ml dapat memperlambat waktu layu akhir hingga 15-16 hari. Hasil percobaan 3

menunjukkan bahwa pemberian aquasorb dengan jenis yang berbeda pada konsentrasi

yang sama berpengaruh sampai 5 MST dan tidak berpengaruh pada 6 MST. Penggunaan

aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml memiliki persentase hidup yang lebih tinggi

(67%) dibandingkan dengan penggunaan aquasorb jenis B. Kesimpulan dari penelitian

ini adalah penggunaan aquasorb dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat

meningkatkan persentase hidup bibit Jati dibandingkan kontrol tanpa pemberian

aquasorb. Berdasarkan percobaan 3 penggunaan aquasorb dapat mempertahankan

persentase hidup bibit secara optimal hanya sampai 5 MST.

Kata Kunci : Aquasorb, Pertumbuhan, Jati (Tectona grandis Linn.f.).

Page 5: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan

Jati

Nama : Fitriana Wulansari Permata

NIM : E14204053

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Ketua,

Dr.Ir.Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc

NIP. 131 878 498

Anggota,

Dr.Ir.Sri Wilarso Budi R.,MS

NIP. 131 878 161

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr

NIP. 131 578 788

Tanggal Lulus:

Page 6: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan

Penahan Air Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati adalah benar-benar hasil karya

saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan

sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Fitriana Wulansari P.

NRP. E14204053

Page 7: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 26 Agustus 1986 sebagai

anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Syamsul Basri dan Sukmawati.

Pada tahun 2004 Penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bandung dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

IPB (USMI). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Jurusan

Manajeman Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan

Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan)

Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur dan

BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat, sedangkan Praktek Umum

Pengelolaan Hutan dilaksanakan di KPH Ngawi, Perum Perhutani Unit II Jawa

Timur dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Pada Bulan Maret sampai Mei 2008

penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Desa Cihideung Ilir,

Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM

(Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007, FMSC

(Forest Management Study Club) Periode 2005-2006, TGC (Tree Grower

Community) 2006-2007, dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tenis Lapangan

2006-2008. Selain itu penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dendrologi,

Inventarisasi Hutan, Silvikultur, dan P2EH (Praktek Pengenalan Hutan) untuk

program sarjana tahun ajaran 2007/2008.

Sebagai salah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan IPB,

penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Bahan Penahan Air

Aquasorb Terhadap Pertumbuhan Jati dibimbing oleh Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar,

M.For.Sc dan Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS.

Page 8: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala

curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat

diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Aquasorb

Terhadap Pertumbuhan Jati. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc

dan Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku dosen pembimbing. Bapak Dr.Ir. A.

Machmud Thohari, DEA dan Prof.Dr.Ir. I. Ketut N. Pandit, MS sebagai dosen

penguji. Selain itu penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak Dedi dan Bapak

Atang yang telah banyak membantu di rumah kaca Laboratorium Silvikultur.

Ungkapan terima kasih penulis persembahkan kepada Bapak, Ibu dan keluarga

tercinta atas dukungan, doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan

terima kasih kepada Teddi yunanto, Jo, Albi, Tohirin, Dany, Jeje, Diana, Ana

Heru, Mustian, Mario, Ka Haris, Agus, seluruh rekan-rekan Silvikultur 41 dan

teman-teman Fairus yang telah banyak memberikan motivasi dan tenaganya

dalam penelitian ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini sedikitnya dapat

memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2009

Penulis

Page 9: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.... .................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN... ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................ 2

1.3 Hipotesis ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3

2.1 Jati ....................................................................................................... 3

2.2 Pertumbuhan Tanaman ....................................................................... 6

2.3 Peranan Air Bagi Tanaman ................................................................. 7

2.4 Hubungan Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman ............................... 8

2.5 Aquasorb ............................................................................................ 8

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 11

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................... 11

3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................ 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 23

4.1 Percobaan 1 ......................................................................................... 23

4.1.1 Persen Hidup .............................................................................. 23

4.1.2 Lama Waktu Mencapai Layu .................................................... 25

4.1.3 Persentase Daun Kering ............................................................. 26

4.1.4 Persen Daun Gugur .................................................................... 28

4.2 Percobaan 2 ......................................................................................... 30

4.2.1 Persen Hidup .............................................................................. 30

4.2.2 Lama Waktu mencapai Layu .................................................... 33

4.2.3 Persentase Daun Kering ............................................................. 35

4.2.4 Persen Daun Gugur .................................................................... 37

4.2.5 Persentase Bibit Segar kembali .................................................. 38

4.3 Percobaan 3 ......................................................................................... 39

4.3.1 Persen Hidup .............................................................................. 40

4.3.2 Lama Waktu Mencapai Layu . ................................................... 41

4.3.3 Persen Daun Kering ................................................................... 43

4.3.4 Persen Daun Gugur .................................................................... 44

4.4 Pembahasan Umum ............................................................................ 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 52

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 52

5.2 Saran .................................................................................................. 53

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 54

Page 10: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Pengaruh aquasorb terhadap lama waktu mencapai layu awal (T0),

tengah (T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati............................................... 25

2. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati...... 27

3. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap jumlah daun gugur bibit Jati...... 29

4. Pengaruh interaksi faktor aquasorb dan pengurangan daun terhadap

persen hidup bibit Jati pada 1 ,2, 3 dan 4 MST.......................................... 31

5. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen hidup bibit Jati ............... 32

6. Pengaruh interaksi pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu

layu awal (T0) bibit Jati.............................................................................. 33

7. Pengaruh pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu

tengah ( T50) dan akhir (T100) bibit Jati...................................................... 34

8. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap

persen daun kering bibit Jati. .................................................................... 36

9. Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap

persen daun gugur bibit Jati....................................................................... 37

10. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen hidup

bibit Jati...................................................................................................... 40

11. Pengaruh aquasorb jenis A dan B terhadap waktu layu (T0), awal,

tengah (T50) dan akhir (T100) bibit Jati ...................................................... 42

12. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati...... 43

13. Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap

persen daun gugur bibit Jati ..................................................................... 45

14. Persentase bibit segar kembali bibit Jati setelah dilakukan penyiraman

pada 6 MST .............................................................................................. 46

Page 11: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1 Aquasorb....................................................................................................... 9

2 Ikatan kimia aquasorb.................................................................................. 9

3 Diagram penanaman bibit Jati pada percobaan 1, 2 dan 3 .......................... 12

4 Grafik persen hidup hasil uji lanjut Duncan terhadap

pemberian aquasorb pada 4 MST ................................................................ 23

5 Perbandingan pemberian konsentrasi aquasorb terhadap

waktu layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) .................................... 26

6 Persentase daun kering terhadap konsentrasi aquasorb per minggu

pada masing-masing perlakuan..................................................................... 27

7 Jumlah daun gugur terhadap konsentrasi aquasorb per minggu

pada masing-masing perlakuan..................................................................... 29

8 Grafik Rata-rata persen hidup per perlakuan pada 4 MST........................... 32

9 Rata-rata perbandingan lama waktu mencapai layu awal (T0),

tengah (T50) dan akhir (T100) pada setiap perlakuan..................................... 35

10 Bibit Jati....................................................................................................... 39

11 Grafik rata-rata persen hidup terhadap pemberian aquasorb

per perlakuan pada 6 MST........................................................................... 41

12 Perbandingan waktu layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100)

terhadap pemberian aquasorb jenis A dan B. ............................................ 42

13 Persen daun kering terhadap pemberian aquasorb

per minggu per perlakuan............................................................................. 44

14 Persen daun gugur terhadap pemberian aquasorb pada setiap

perlakuan per minggu.................................................................................... 45

15 Bibit Jati yang dapat segar kembali.............................................................. 47

Page 12: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Percobaan 1. ...................................................... 59

Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Percobaan 2. ...................................................... 61

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Percobaan 3. ...................................................... 65

Page 13: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laju deforestrasi dan degradasi hutan tropis yang semakin meningkat saat

ini telah mengakibatkan ketidakseimbangan proporsi antara areal berpohon dan

lahan kosong. Salah satu dampak yang timbul akibat ketidakseimbangan tersebut

adalah meningkatnya suhu di permukaan bumi akibat adanya efek gas rumah kaca

yang secara tidak langsung memicu terjadinya pemanasan global.

Pengamatan suhu global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan

rata-rata suhu yang menjadi indikator adanya perubahan iklim. Perubahan suhu

global ini ditunjukkan dengan naiknya suhu rata-rata hingga 0,74o

C antara tahun

1906 hingga tahun 2005. Suhu rata-rata global ini diproyeksikan akan terus

meningkat sekitar 1,8-4,0o

C di abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain

dalam IPCC diproyeksikan berkisar antara 1,1-6,4o

C (IPCC 2007).

Salah satu dampak naiknya suhu rata-rata global adalah berubahnya pola

iklim sehingga lamanya musim hujan dan musim kemarau tidak dapat diprediksi

secara tepat. Seringkali lamanya musim hujan lebih pendek daripada musim

kemarau dengan curah hujan dalam frekuensi yang rendah sehingga menimbulkan

kekeringan akibat adanya peningkatan suhu.

Jati merupakan salah satu jenis tanaman yang masih diusahakan secara luas

di pulau Jawa. Dalam pembangunan hutan tanaman Jati skala luas, iklim

merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan

penanaman. Kadang-kadang target penanaman tidak tercapai karena sempitnya

musim tanam. Waktu tanam yang begitu singkat dengan kondisi cuaca yang tidak

menentu menjadi salah satu kendala keberhasilan penanaman.

Salah satu alternatif dalam mengatasi keterbatasan waktu tanam yang sempit

adalah dengan melakukan penanaman di luar musim hujan. Penanaman di luar

musim hujan dapat dilakukan melalui pendekatan genetik dan lingkungan.

Pendekatan secara genetik dapat dilakukan dengan menanam varietas Jati tahan

kering sedangkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan

Page 14: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

2

suatu teknologi yang dapat menyimpan dan mengefisienkan penggunaan air

seperti aplikasi aquasorb.

Penanaman di luar musim hujan ketika jumlah air terbatas melalui aplikasi

aquasorb belum diketahui keberhasilannya. Penggunaan aquasorb untuk

penanaman bibit kehutanan khususnya Jati (Tectona grandis Linn.f.) belum

pernah digunakan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk

mengetahui sampai sejauh mana pengaruh aquasorb dapat mempertahankan

persentase hidup bibit Jati ketika ditanam di luar musim hujan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon bibit Jati terhadap

aplikasi aquasorb.

1.3 Hipotesis

Aplikasi aquasorb dapat membantu mengurangi kematian bibit pada kondisi

tanpa penyiraman.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dalam hal

efektifitas aquasorb sebagai salah satu bahan yang dapat mengefisiensikan

penggunaan air dalam penanaman bibit, sehingga waktu tanam dapat dilakukan

pada musim hujan maupun musim kemarau.

Page 15: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jati

2.1.1 Klasifikasi dan Penyebaran

Tanaman Jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini

mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn.f. secara historis nama tectona

berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki

kualitas yang tinggi (Sumarna 2002).

Menurut Martawijaya et al. (1981) Jati diklasifikasikan sebagai berikut:

divisi : Spermatophyta

kelas : Angiospermae

sub kelas : Dycotiledonae

ordo : Verbenales

family : Verbenaceae

genus : Tectona

spesies : Tectona grandis Linn.f.

Tectona grandis Linn.f. atau Jati adalah tumbuhan tropis yang

penyebarannya meliputi India, Birma, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Di

Indonesia terutama di Jawa, tumbuh pada ketinggian kurang dari 700 meter di atas

permukaan laut. Tumbuhan ini juga terdapat di Muna, Buton, Maluku (Wetar) dan

Nusa Tenggara (Dephut 1991). Di Jawa dan di beberapa pulau Nusa Tenggara

umumnya dinamakan Jati, disebut kayu Jati (dalam bahasa Melayu dan Jawa) atau

kijati di Pasundan (Cordes 1992).

Tanaman Jati dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu (di

wilayah Asam); saigun, segun (Bengali); tekku (Bombay); kyun (Burma); saga,

sagach (Gujarat); sagun, sagwan (Hindi); jadi, saguan, tega, tiayagadamara

(Kannad); sag, saga sgwan, (Manthi); singuru (Oriya); bardaru, bhumisah,

dwardaru, kaharachchad, saka (Sangskirt); tekkumaran, tekku (Tamil);

adaviteeku, peddatekku, teekuchekka (Telugu) teck atau teak baun (Jerman); dan

teak (Inggris) (Sumarna 2002).

Page 16: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

4

2.1.2 Pengenalan Botanis

Tinggi pohon Jati antara 25-30 meter, namun pada daerah yang subur tinggi

pohon bisa mencapai 50 meter dengan diameter + 150 cm. Batang umumnya bulat

dan lurus, kulit kayu agak tipis, beralur dalam sampai agak dalam (Dephut 1991).

Menurut Samingan (1979), kulit luar Jati berwarna abu-abu dengan retak-retak

memanjang, mengelupas, kaku dan liat, tebalnya 10-13 mm, irisan melintang

berwarna putih kotor kecokelat-cokelatan, dengan getah menyerupai air, tanpa

hijau daun, tanpa lentisel, tidak berbau dengan rasa tajam yang pahit.

Tajuk Jati tak beraturan, bulat lebar, terpasang agak rendah di tegakan-

tegakan yang kurang rapat. Dahan-dahan Jati bengkok-bengkok dan lekuk-lekuk,

bercabang banyak, ranting-ranting kasar berpenampang empat segi, dan berambut

banyak (Beekman 1949).

Daun Jati berada saling berhadapan pada rantingnya, tangkai daunnya

pendek dan bagian bawahnya berbulu kehalusan terutama pada pangkal tangkai

itu. Daunnya amat besar, lebar, bundar atau hampir elips, meruncing, bertulang

daun nyata, agak mengkilat, dan bagian bawah umumnya lebih terang

dibandingkan bagian atas (Cordes 1992).

Pohon Jati pada musim kemarau, menggugurkan daun. Di Jawa umumnya

waktu pengguguran daun Jati terjadi pada bulan Juni. Pengguguran ini

dipengaruhi oleh iklim, keadaan setempat dan umur pohon Jati itu sendiri (Cordes

1992). Daun Jati akan tumbuh kembali pada bulan Januari atau Maret, tumbuhnya

daun secara umum ditentukan oleh kondisi musim (Sumarna 2002).

Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu Jati mempunyai berat jenis antara 0,62-

0,75 dan memiliki kelas kuat II dengan penyusutan hingga kering tanur 2,8-5,2%.

Ditinjau dari sifat mekaniknya, kayu Jati memiliki keteguhan lentur statik 718

kg/cm2 serta modulus elastisitas kayu sekitar 127,7 (1000 kg/cm

2). Sedangkan

keteguhan tekan sejajar arah serat maksimum 550 kg/cm2.

Sifat kimia kayu Jati memiliki kadar selulosa 47,5%, lignin 29,9%, pentosan

14,4%, abu 1,4% dan silika 0,4%, serta nilai kalor 5.081 kal/gram. Keawetan kayu

sesuai hasil uji terhadap Cryptotermes cynocephalus, jamur, dan rayap tergolong

kelas II (Sumarna 2002).

Page 17: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

5

2.1.3 Persyaratan Tempat Tumbuh

Secara geologis, tanaman Jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal

dari formasi limestone, granite, gneis, mica shit, sandstone, quartzite,

conglomerate, shale dan clay. Jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam

dan keasamaan tanah (pH) optimum berkisar sekitar 6,0 (Sumarna 2002).

Untuk pertumbuhan Jati membutuhkan iklim musim yang nyata, yaitu

musim dengan curah hujan berkisar antara 1250-2500 mm dan jumlah bulan

kering berkisar antara 3-5 bulan, serta membutuhkan tanah beraerasi baik (Dephut

1991).

Jati tumbuh di wilayah dengan suhu diantara 12,5oC dan 40

oC, Jati juga

dapat tumbuh pada suhu yang ekstrim rendah yaitu 2oC dan suhu ekstrim tinggi

46oC, sedangkan suhu yang optimal untuk Jati diantara 22

oC dan 27

oC dengan

suhu ekstrim 15oC dan 30

oC (Tun 1979, diacu dalam Supriatna 2003). Adapun

kondisi kelembaban lingkungan tanaman Jati yang optimal sekitar 80% untuk fase

vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif (Sumarna 2002). Di Jawa Jati

terutama terdapat pada daerah-daerah yang panas dengan tanah-tanah yang rendah

dan berbukit-bukit, sifatnya agak kurus, dan kurang air, yang terdiri dari formasi

tua kapur dan margalit (FKT UGM 1976).

2.1.4 Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang tumbuhan Jati adalah engkes-engkes (Monohamus

rustricator F), uter-uter (Phassus damor Moore), oleng-oleng (Domittus

ceramicus Wlk), inger-inger (Neotermes tectonae Dam), dan entung Jati (Hyblaea

puera Cr) (Dephut 1991). Hama penggerek batang pada tanaman Jati adalah jenis

Zeuzera coffence, sedangkan yang menyerang akar Jati adalah jenis Leochepalis

rorida (Kusman 2001). Hama penyebab busuk kayu basah pada Jati adalah jenis

Xyleborus destruens BDLF dari famili Scolytidae, dan ordo Coleoptera. Hama ini

kebanyakan tidak menimbulkan kerugian yang tidak berarti, tetapi kadang-kadang

dapat menghebat serangannya (Dephut 1991).

Page 18: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

6

2.2 Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan adalah suatu proses pada organisme terutama peningkatan

ukuran sebagai hasil dari pembelah sel dan pemanjangan sel meristem (Mahlstede

et al. 1957, diacu dalam Herwandi 2003). Sitompul dan Guritno (1995)

menyatakan pertumbuhan adalah suatu konsep yang universal dalam bidang

biologi dan merupakan hasil dari integrasi berbagai reaksi biokimia, peristiwa

biofisik dan proses fisiologis yang berinteraksi dalam tubuh tanaman bersama

dengan faktor luar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara luas terbagi dua,

pertama faktor eksternal (lingkungan) yang terdiri dari: (1) iklim; (2) tanah; (3)

biologis. Kedua, faktor internal (genetik) yang terdiri dari: (1) ketahanan terhadap

tekanan iklim, tanah dan biologis; (2) laju fotosintetik; (3) respirasi; (4)

pembagian hasil asimilasi dan N; (5) klorofil, karoten, dan kandungan pigmen

lainnya; (6) tipe dan letak meristem; (7) kapasitas untuk penyimpanan cadangan

makanan; (8) aktifitas enzim; (9) pengaruh langsung gen; (10) diferensiasi

(Gardner et al. 1991).

Pertumbuhan pada tanaman berlangsung terbatas pada beberapa bagian

tertentu yang terdiri dari sejumlah sel yang baru saja dihasilkan melalui proses

pembelahan sel di meristem. Pertumbuhan dan pembelahan memiliki pengertian

yang berbeda, yaitu pembelah sel tidak menyebabkan pertambahan ukuran

sedangkan pertumbuhan memiliki pertambahan ukuran (Salisburi dan Brady

1995, diacu dalam Gunawan 2007).

Suatu tanaman akan tumbuh dengan suburnya, apabila segala elemen yang

dibutuhkan tersedia cukup dan dalam bentuk yang sesuai untuk diserap tanaman.

Jika suatu unsur kurang, maka penambahannya akan memberikan manfaat, tetapi

apabila unsur itu sudah berlebih, maka penambahannya akan terbuang percuma

dan akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman (Dwijoseputro 1980).

Pertumbuhan tanaman akan banyak kehilangan air melalui transpirasi

karena rangka molekul semua bahan organik pada tumbuhan merupakan atom

karbon yang harus diperoleh dari atmosfer. Karbon masuk ke dalam tumbuhan

sebagai karbondioksida (CO2) melalui pori stomata dan yang paling banyak

terdapat di permukaan daun, dan air keluar secara difusi melalui pori yang sama

Page 19: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

7

pada saat stomata terbuka (Salisbury dan Brady 1995, diacu dalam Gunawan

2007).

2.3 Peranan Air Bagi Tanaman

Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tanaman dan sangat berperan

dalam kehidupan tanaman. Tjondronegoro (1999) menyebutkan bahwa air

merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman

dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya. Hal ini terbukti karena lebih dari

80% berat basah tanaman terdiri dari air sehingga ketersediaannya merupakan

faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebab air

penting untuk pembelahan dan pembesaran sel.

Leiwakabessy (1985) menjelaskan bahwa sejumlah besar air dibutuhkan

untuk mempertahankan turgor tanaman. Energi dalam proses pemanjangan sel

berasal dari tekanan turgor tersebut. Selanjutnya Black (1968) menjelaskan

peranan penting air dalam proses pembesaran sel. Tekanan turgor akan mendesak

dinding sel dari dalam oleh adanya air yang diserap oleh sel tanaman. Tekanan

tersebut menyebabkan dinding sel meregang dan terjadi proses pembesaran sel.

Kekurangan air dalam tanaman akan menghambat proses translokasi unsur-unsur

hara dan hasil fotosintesis, serta menghambat pembelahan dan pemanjangan sel

(Leiwakabessy 1985).

Menurut Levit (1980), istilah kekeringan (drought), cekaman air (water

stress) dan defisit air (water deficit) biasanya dapat dipertukarkan dalam

penggunaannya, namun cekaman air relatif terjadi dalam periode waktu yang

pendek dibandingkan kekeringan. Cekaman air disebabkan oleh kekurangan dan

kelebihan air, sedangkan kekeringan hanya disebabkan oleh kekurangan air (Levit

1980). Slatyer (1967) menunjukkan bahwa kekurangan air akan mempengaruhi

pertumbuhan tanaman dan jika kondisinya cukup berat akan menyebabkan

kematian bagi tanaman tersebut. Kelebihan air yang terlalu banyak juga akan

mengakibatkan jenuh pada media tanam sehingga tanaman akan menjadi

kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian pada tanaman.

Page 20: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

8

2.4 Hubungan Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Mengenai hubungan antara kandungan air tanah dan pertumbuhan tanaman

para ahli memiliki dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa

pertumbuhan tanaman sedikit dipengaruhi oleh perubahan kandungan air tanah

pada kisaran air tersedia, tetapi saat mendekati titik layu permanen terjadi

penurunan laju pertumbuhan yang sangat drastis. Pendapat kedua menyatakan

bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh bertambahnya kekeringan

setelah kapasitas lapang (Pranoto 1983). Tanggap tanaman terhadap kekurangan

air, secara alami sebagian besar ditentukan oleh jenis tanaman, keadaan sistem

perakaran, dan waktu terjadinya kekurangan air pada periode pertumbuhan

(Williams & Joseph 1973). Suatu jenis tanaman tertentu pada suatu periode

tumbuh tertentu sangat dipengaruhi oleh bertambahnya kekeringan.

Untuk melihat lebih jauh hubungan air dengan pertumbuhan tanaman

diperlukan suatu pengertian berbagai tanggap tanaman secara fisiologik terhadap

air. Menurut Kramer (1969), air berfungsi sebagai : (1) penyusun utama jaringan

tanaman yang aktif secara fisiologik, (2) Pereaksi dalam fotosintesa dan dalam

proses hidrolitik, misalnya sebagai penghancur pati, (3) pelarut garam, gula dan

senyawa lain sehingga larutan tersebut dapat bergerak dari sel ke sel atau dari

organ ke organ, (4) sebagai pengatur suhu, dan (5) unsur yang diperlukan dalam

mempertahankan turgor tanaman. Disamping itu air berperan dalam proses

transpirasi, yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman.

Meskipun setiap proses yang terjadi dalam tanaman dipengaruhi oleh air,

tetapi pengaruhnya bervariasi sesuai ciri tanaman, tingkat pertumbuhan, kondisi

tanah dan iklim (Chang 1968). Selanjutnya dikatakan bahwa kekurangan air tidak

hanya mengurangi hasil, tetapi juga merubah pola pertumbuhan tanaman.

2.5 Aquasorb

Aquasorb merupakan super absorbent anionic polyacrylamide polymers.

Produk ini adalah crosslinked copolymers dari acrylamide dan potassium acrylate.

aquasorb adalah penahan air-cairan yang dapat digunakan bersinergi dengan

tanah atau media lain serta pupuk, menyerap dan menyimpan air dan unsur hara

dalam jumlah yang besar. Tidak seperti produk lain, aquasorb tidak larut dalam

Page 21: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

9

air tetapi dia hanya menyerap dan akan melepaskan air dan unsur hara tersebut

secara proporsional pada saat dibutuhkan oleh tanaman, dengan demikian

tanaman akan selalu mempunyai persediaan air dan unsur hara setiap saat karena

aquasorb berfungsi menyerap dan melepaskan (absorption – release). Aquasorb

mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dengan mengurangi kehilangan air dan

unsur hara melalui leaching dan evaporasi. Air dan unsur hara tersimpan

disekeliling akar sehingga dapat mengoptimalkan penyerapan oleh tanaman

(Anonim 2004).

Hidrogel terbuat dari bahan organik polyacrylamide yang dapat

terdekomposisi secara alamiah di dalam tanah, sehingga bersifat ramah

lingkungan. Hidrogel mampu bertahan di dalam tanah selama dua tahun

sepanjang tidak terkena sinar matahari langsung yang kuat dalam waktu yang

lama. Hidrogel dalam keadaan kering berbentuk kristal halus, dan akan

mengembang saat menghisap air, kemudian membentuk gel-gel bening sebagai

tempat penyimpanan air (Gambar 1). Air tersebut akan dikeluarkan kembali jika

tanah di sekitarnya kekurangan air. Hal ini berjalan secara alamiah berdasarkan

prinsip kesetimbangan tekanan osmosis. 1 gram hidrogel dapat menyimpan 100-

200 gram air (Anonim 2008).

Gambar 1 Aquasorb. Sumber : www. Horties.co.id.

Gambar 2 Ikatan kimia aquasorb. Sumber : www. Horties.co.id.

Page 22: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

10

Aquasorb adalah produk polimer yang dapat terurai melalui pembusukan

oleh mikrobia sehingga produk ini sangat aman digunakan. Polimer ini sensitif

terhadap sinar matahari langsung yang akan memutus rantai polimernya dan

terurai menjadi beberapa oligomer. Aquasorb akan terurai secara alami di dalam

tanah menjadi CO2, H2O dan komponen nitrogen (Gambar 2). Aquasorb tidak

dapat menggantikan air tetapi mengoptimalkannya melalui penggunaan yang lebih

efisien (Anonim 2004).

Aquasorb merupakan polimer sintetis dengan ikatan rantai yang panjang

yang bertindak sebagai agen penguat dan mengikat pertikel tanah bersama, oleh

karenanya partikel besar dan berat ini tidak dapat dihilangkan secara mudah oleh

air. Polyacrylamide dipasarkan dibawah nama dagang yang berbeda seperti

terrasorb, hydosource, hydro-mulch, water crystal, pam, copolymer, moist soil,

aquasorb, agrosoke, dll. Semua produk ini merupakan polimer tetapi tidak semua

polyacrylamide sama (Hayat & Ali 2004 ).

Penggunaan aquasorb bukan merupakan hal yang baru dalam dunia

pertanian, aquasorb pertama kali digunakan dalam konservasi tanah pada tahun

1950, ketika non cross-linked acrylamida, vinyl alcohol dan cairan plastik, serta

komposisi karet dikenalkan sebagai penstabil agregat tanah untuk mengontrol

erosi (Gardner et al. 1988, diacu dalam Hayat 2004 ). Produk ini merupakan

bahan kimia sintesis dan telah digunakan sebagai pembantu dalam produksi

tanaman di bawah kondisi kering ketika sumber air terbatas.

Pengembangan aquasorb telah dilakukan dari tahun 1960, pengenalan

cross-linked polimer ketika matrik polimer secara kimia dibangun agar dapat

menyerap dan melepaskan sejumlah besar air. Polimer ini dapat disintesis dari non

ionik, kationik, atau anionik. Beberapa bahan larut air ini dapat diaplikasikan

dengan irigasi air (Helalia dan Latey 1998, diacu dalam Hayat 2004).

Page 23: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas

Kehutanan IPB. Penelitian ini terdiri dari 3 seri percobaan yang dilakukan selama

3 bulan dari Mei-Agustus 2008. Percobaan 1 dilakukan pada bulan Mei-Juni

2008, percobaan 2 dilakukan pada bulan Juni-Juli 2008, dan percobaan 3

dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2008.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aquasorb, bibit Jati,

tanah dan polibag berukuran 35 x 35 cm. Sedangkan alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah timbangan analitik, kamera, gelas ukur, plastik, kaliper,

termometer bola basah dan kering, penggaris, alat penyiram, dan alat tulis.

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi prosedur percobaan 1, percobaan 2, dan

percobaan 3. Prosedur setiap percobaan secara garis besarnya sama, beberapa

perbedaan terdapat pada kegiatan penyiapan bibit sebelum penanaman dan

perlakuan yang diberikan pada setiap percobaan. Pada percobaan 2 dan 3

dilakukan pemotongan daun pada bibit sebelum penanaman sedangkan pada

percobaan 1 tidak dilakukan. Beberapa perlakuan yang membedakan dari setiap

percobaan adalah adanya penutupan di atas permukaan tanah dengan

menggunakan plastik pada percobaan 1 dan serasah pada percobaan 3 sedangkan

pada percobaan 2 tidak dilakukan penutupan (Gambar 3). Hasil yang diperoleh

dari percobaan 2 merupakan acuan bagi percobaan 3.

Page 24: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

12

Gambar 3 Diagram penanaman bibit Jati pada percobaan 1, 2 dan 3

3.3.1 Prosedur Penelitian Percobaan 1

3.3.1.1 Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah. Tanah yang digunakan untuk

media tanam adalah tanah yang telah diayak terlebih dahulu.

3.3.1.2 Penyiapan aquasorb

Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh

dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata

selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.

3.3.1.3 Penanaman

Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid

gel ke dalam lubang tanam kemudian di dalam polibag yang telah dibuat

sebelumnya, bibit Jati diletakkan diatas aquasorb kemudian polibag diisi dengan

media tanam sampai penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah ditutup

dengan plastik untuk mencegah evaporasi dan masuknya air kedalam polibag.

Page 25: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

13

3.3.1.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman dan pembersihan gulma.

Penyiraman bibit dilakukan setiap pagi hari sesuai dengan kapasitas lapang (tanah

jenuh air) terhadap kontrol sedangkan pembersihan gulma dilakukan pada seluruh

bibit.

3.3.1.5 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.

Peubah yang diamati antara lain :

Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan

seluruh bibit yang ditanam.

Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung

ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang

dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir

yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.

Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu

dengan menggunakan rumus :

%100%

Daun

KeringDaunKeringDaun

Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun

kering.

Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya

dengan rumus:

%100%

Daun

GugurDaunGugurDaun

Pengukuran suhu dan kelembaban udara.

Data mengenai suhu dan kelembaban udara relatif merupakan data penunjang

dalam penelitian ini. Pengukuran suhu udara menggunakan termometer dan

pengukuran kelembaban udara relatif menggunakan termometer bola basah

dan kering.

Page 26: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

14

3.3.1.6 Rancangan Percobaan

Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).

Masing-masing perlakuan diulang dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang

diberikan ada 5 yaitu :

Ao = Kontrol tanpa penyiraman

A1 = Kontrol dengan penyiraman

A2 = Penggunaan aquasorb 200 ml

A3 = Penggunaan aquasorb 400 ml

A4 = Penggunaan aquasorb 600 ml

Setiap perlakuan terdiri dari 4 bibit sehingga terdapat (3 x 5 x 4) 60 satuan

percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : (Mattjik

2006).

ijjiij A

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j

µ = Rataan umum

Ai = Pengaruh perlakuan ke-i

ßj = Pengaruh kelompok ke-j

Εijk = Galat atau nilai kesalahan percobaan perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j

3.3.1.7 Analisis Data

Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan software

Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang

diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan

yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :

Pengaruh Utama Faktor A

Ho : Penggunaan aquasorb tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

H1 : Penggunaan aquasorb berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

Page 27: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

15

Untuk kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:

F hitung < F tabel ; Terima Ho

F hitung > F tabel ; Tolak Ho

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang

tujuannya untuk mengetahui beda rata-rata antara perlakuan.

3.3.2 Prosedur Penelitian Percobaan 2

3.3.2.1 Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah. Tanah yang digunakan untuk

media tanam adalah tanah yang telah diayak terlebih dahulu.

3.3.2.3 Luas Daun

Pengukuran luas daun dilakukan pada 10 contoh untuk mendapatkan rata-

rata total luas daun dengan menggunakan metode grid. Daun digambar pada

kertas milimeter dengan meletakkan daun di atas kertas milimeter dan pola daun

diikuti. Luas daun ditaksir berdasarkan jumlah kotak yang terdapat dalam pola

daun yaitu :

Dimana :

n = jumlah kotak

Lk = Luas setiap kotak

Kotak yang terpotong tepi gambar daun dimasukkan dalam perhitungan apabila

mempunyai ukuran > 0,5 cm.

3.3.2.4 Penyiapan Aquasorb

Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh

dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata

selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.

LD = n x Lk

Page 28: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

16

3.3.2.5 Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman daun dikurangi terlebih dahulu sebanyak

50%, 70% dan 90% dari luas total bibit. Setelah dilakukan pengurangan daun,

bibit didiamkan selama kurang lebih 3 hari untuk beradaptasi dengan lingkungan

sekitarnya.

Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid

gel kedalam polibag berukuran 35 x 35 cm pada kedalaman 10-20 cm diikuti

dengan penanaman bibit diatasnya kemudian diisi dengan media tanam sampai

penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah tidak ditutup dengan plastik

seperti pada percobaan 1.

3.3.2.6 Pemeliharaan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut terhadap gulma pada

masing-masing pot. Dilakukan setiap satu bulan sekali untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya persaingan unsur hara antara gulma dengan tanaman

yang diamati. Keberadaan gulma tersebut dikhawatirkan akan mengganggu

pertumbuhan tanaman yang diamati.

3.3.2.7 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.

Peubah yang diamati antara lain :

Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan

seluruh bibit yang ditanam.

Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung

ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang

dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir

yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.

Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu

dengan menggunakan rumus :

%100%

Daun

KeringDaunKeringDaun

Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun

kering.

Page 29: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

17

Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya

dengan rumus :

%100%

Daun

GugurDaunGugurDaun

3.3.2.8 Rancangan Percobaan

Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

dua faktorial yaitu :

a. Faktor luas daun terdiri dari :

Ao = pengurangan daun sebesar 0%

A1 = pengurangan daun sebesar 50%

A2 = pengurangan daun sebesar 70%

A3 = pengurangan daun sebesar 90%

b. Faktor aquasorb :

Bo = konsentrasi aquasorb 0 ml

B1 = konsentrasi aquasorb 100 ml

B2 = konsentrasi aquasorb 200 ml

B3 = konsentrasi aquasorb 400 ml

Setiap perlakuan terdiri dari 3 bibit dengan ulangan sebanyak 3 kali. Total

perlakuan yang ada sebanyak (16 x 3 x 3) 144 satuan percobaan. Perlakuan yang

diberikan adalah :

AoBo = pengurangan daun sebesar 0% tanpa aquasorb

A1Bo = pengurangan daun sebesar 50% tanpa aquasorb

A2Bo = pengurangan daun sebesar 70% tanpa aquasorb

A3Bo = pengurangan daun sebesar 90% tanpa aquasorb

AoB1 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 100 ml

A1B1 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 100 ml

A2B1 = pengurangan daun sebesar 70% dengan aquasorb 100 ml

A3B1 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 100 ml

AoB2 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 200 ml

A1B2 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 200 ml

A2B2 = pengurangan daun sebesar 70% dengan aquasorb 200 ml

Page 30: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

18

A3B3 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 200 ml

AoB3 = pengurangan daun sebesar 0% dengan aquasorb 400 ml

A1B3 = pengurangan daun sebesar 50% dengan aquasorb 400 ml

A2B3 = pengurangan daun sebesar 70% dengan aquasorb 400 ml

A3B3 = pengurangan daun sebesar 90% dengan aquasorb 400 ml

Bentuk dari model rancangan yang digunakan untuk menguji setiap

perlakuan yaitu : (Mattjik 2006)

ijkijjiij

Keterangan :

Yijk = Nilai Pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan

ulangan ke-k

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

ßj = Pengaruh perlakuan ke-j

(αβ)ij = Komponen interaksi dari Faktor A dan Faktor B

Ԑijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2)

3.3.2.9 Analisis Data

Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan program

Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang

diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan

yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :

1. Pengaruh Utama Faktor A

Ho : Perlakuan Luas daun tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

H1 : Perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

2. Pengaruh Utama Faktor B

Ho : Perlakuan aquasorb tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

H1 : Perlakuan aquasorb berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit

Page 31: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

19

3. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B

Ho: Interaksi Perlakuan Pengurangan daun dan aquasorb tidak berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan bibit

H1: Interaksi Perlakuan Pengurangan daun dan aquasorb berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan bibit

Untuk kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:

F hitung < F tabel ; Terima Ho

F hitung > F tabel ; Tolak Ho

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang

tujuannya untuk mengetahui beda rata-rata antara perlakuan.

3.3.3 Prosedur Penelitian Percobaan 3

3.3.3.1 Penyiapan Bibit dan Media Tanam

Penyiapan media tanam dilakukan dengan mengayak dan mempersiapkan

media tanah murni tanpa campuran apapun. Bibit yang digunakan adalah bibit Jati

berumur kurang lebih 2-3 bulan. Daun dipotong kurang lebih sebanyak 70% dari

luas total daun yang ada.

3.3.3.2 Penyiapan Aquasorb

Pada percobaan ini digunakan 2 macam aquasorb. Aquasorb Jenis A

merupakan aquasorb kering berbentuk segiempat dengan diameter 1 mm.

Sedangkan aquasorb jenis B merupakan aquasorb kering berbentuk bulat seperti

crystal.

Aquasorb merupakan koloid berbentuk gel. 1 liter koloid gel diperoleh

dengan mencampur 5 gram butiran gel ke dalam 1 liter air, kemudian diaduk rata

selama + 3-4 jam. Satu gram butiran gel dapat mengikat air sebanyak 200 cc.

3.3.3.3 Penanaman

Penanaman dilakukan dengan memasukkan aquasorb yang berupa koloid

gel kedalam polibag berukuran 35 x 35 cm pada kedalaman 10-20 cm diikuti

dengan penanaman bibit diatasnya kemudian diisi dengan media tanam sampai

Page 32: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

20

penuh dan padat. Bagian atas permukaan tanah ditutup dengan mulsa untuk

mencegah evaporasi yang berlebih dari tanah.

3.3.3.4 Pengembunan

Pengembunan dilakukan setiap pagi hari dengan menyemprotkan air pada

setiap daun bibit sebagai pengganti embun pagi.

3.3.3.5 Pemeliharaan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut terhadap gulma pada

masing-masing pot. Hal ini dilakukan setiap satu bulan sekali untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya persaingan unsur hara antara gulma dengan tanaman

yang diamati. Keberadaan gulma tersebut dikhawatirkan akan mengganggu

pertumbuhan tanaman yang diamati.

3.3.3.6 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama 30 hari setelah bibit ditanam.

Peubah yang diamati antara lain :

Persentase bibit hidup, yaitu banyaknya bibit yang hidup dibandingkan

seluruh bibit yang ditanam.

Lama hari mencapai layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) dihitung

ketika daun telah mengalami waktu layu pada pertama kali, layu tengah yang

dicirikan dengan telah mengeringnya daun sebanyak 30-50% dan layu akhir

yang dicirikan dengan telah mengeringnya daun 70-90%.

Persentase daun kering, yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap minggu

dengan menggunakan rumus :

%100%

Daun

KeringDaunKeringDaun

Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun

kering.

Persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap minggunya

dengan rumus :

%100%

Daun

GugurDaunGugurDaun

Page 33: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

21

3.3.3.7 Rancangan Percobaan

Dalam Penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun

perlakuan yang diujicobakan adalah sebagai berikut:

Ao = Kontrol tanpa aquasorb

A1 = Penggunaan aquasorb Jenis A 200 ml

A2 = Penggunaan aquasorb Jenis A 400 ml

A3 = Penggunaan aquasorb Jenis B 200 ml

A4 = Penggunaan aquasorb Jenis B 400 ml

Pada penelitian ini terdapat 5 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang

sebanyak 3 kali dimana setiap ulangan terdiri dari 3 unit sehingga terdapat (5 x 3

x 3) 45 unit percobaan.

Model rancangan yang digunakan sebagai berikut : (Mattjik 2006)

ijiij

Keterangan :

Yij = Nilai Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

Ԑij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

3.3.3.8 Analisis Data

Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan program

Minitab 14 dan SAS. Analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang

diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan

yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut :

Pengaruh Utama Faktor A :

Ho : Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati

H1 : Paling sedikit ada satu i dimana τi ≠ 0

Page 34: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

22

Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:

F hitung < F tabel ; Terima Ho

F hitung > F tabel ; Tolak Ho

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji lanjut Duncan, yang

tujuannya untuk mengetahui beda rata-rata antara perlakuan.

Page 35: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Percobaan 1

4.1.1 Persen Hidup

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pemberian aquasorb berpengaruh

nyata terhadap persen hidup bibit Jati pada 4 MST (Minggu Setelah Tanam)

(Lampiran 1). Bibit Jati tanpa penggunaan aquasorb memiliki persentase hidup

lebih rendah (16,67%) dibandingkan dengan bibit Jati dengan pemberian

aquasorb. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa persentase hidup bibit Jati

dengan pemberian aquasorb berbeda nyata dengan persentase hidup bibit Jati

tanpa penggunaan aquasorb yang disertai penyiraman seperti hasil yang tersaji

pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik persen hidup bibit Jati hasil uji lanjut Duncan terhadap

pemberian aquasorb pada 4 MST.

Ket: A0 = Kontrol tanpa penyiraman

A1 = Kontrol dengan penyiraman

A2 = Penggunaan Aquasorb 200 ml

A3 = Penggunaan Aquasorb 400 ml

A4 = Penggunaan Aquasorb 600 ml

Page 36: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

24

Gambar 4 menunjukkan bahwa persentase hidup bibit Jati semakin

meningkat dengan adanya penambahan konsentrasi aquasorb, hal ini sesuai

dengan hipotesis dimana pemberian aquasorb pada konsentrasi yang lebih tinggi

dapat meningkatkan persen hidup bibit Jati dalam jangka waktu tertentu. Bibit Jati

tanpa penggunaan aquasorb tidak dapat bertahan sampai 4 MST dikarenakan

suplai air di dalam tanah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bibit

Jati.

Ketersediaan air di dalam tanah yang semakin rendah akan mengakibatkan

ketersediaan air bagi tanaman semakin berkurang sementara proses metabolisme

dan transpirasi masih terus berlangsung. (Slatyer 1967, diacu dalam Dianingsih

1994), menjelaskan bahwa kekurangan air akan mempengaruhi pertumbuhan

tanaman dan jika kondisinya cukup berat akan menyebabkan kematian bagi

tanaman tersebut.

Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tanaman dan sangat berperan

dalam kehidupan tanaman. Tjondronegoro (1999) menyebutkan bahwa air

merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman

dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya. Hal ini terbukti karena lebih dari

80% berat basah tanaman terdiri dari air sehingga ketersediaannya merupakan

faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebab air

penting untuk pembelahan dan pembesaran sel.

Aquasorb dapat meningkatkan persen hidup bibit Jati pada kondisi kering

dalam selang waktu 4 Minggu. Persentase hidup bibit Jati dengan pemberian

aquasorb pada konsentrasi 600 ml memiliki rata-rata persentase hidup yang lebih

tinggi dibandingkan dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 200 ml dan

400 ml. Pada konsentrasi aquasorb yang tinggi cadangan air yang tersedia lebih

banyak dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah sehingga tanaman

dapat bertahan lebih lama.

Pada akhir pengamatan (4 MST) terdapat 2 bibit Jati yang masih bertahan

hidup, hal ini diduga karena adanya daya adaptasi yang tinggi yang dapat

disebabkan oleh faktor genetis dalam suatu jenis terhadap tingkat toleransi pada

kekeringan sehingga bibit masih dapat bertahan hidup walaupun berada pada

kondisi air yang terbatas. Menurut Levitt (1980) mekanisme yang diadopsi

Page 37: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

25

tanaman dalam kondisi kekeringan adalah: (1) Penghindaran terhadap kekeringan

(drought avoidance), yaitu tanaman akan mempertahankan status air dalam

jaringan agar metabolisme tetap berjalan; (2) toleransi terhadap kekeringan

(drought tolerance), yaitu tanaman tetap dapat melangsungkan metabolismenya

pada kondisi status air yang rendah.

Karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air, tumbuhan

memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang. Setiap kali air

menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil

panen tanaman budidaya. Jumlah pengurangan hasil panen ini dipengaruhi oleh

genotipe, tingkat kekurangan air, dan tingkat perkembangan (Gardner et al. 1991).

4.1.2 Lama Waktu Mencapai Layu awal (T0), Tengah (T50) dan Akhir (T100)

Pemberian aquasorb berpengaruh nyata terhadap lama waktu mencapai layu

awal, tengah dan akhir (Lampiran 1). Lama waktu mencapai layu awal pada bibit

Jati dengan pemberian aquasorb 400 ml dan 600 ml berbeda nyata dengan

pemberian aquasorb pada konsentrasi 200 ml serta kontrol tanpa pemberian

aquasorb. Lama waktu mencapai layu tengah dan akhir pada bibit Jati dengan

penggunaan aquasorb 200, 400, dan 600 ml tidak mempunyai pengaruh yang

berbeda. Bibit Jati dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi tersebut berbeda

nyata dengan bibit Jati tanpa pemberian aquasorb seperti hasil yang tersaji pada

Tabel 1.

Tabel 1 Pengaruh aquasorb terhadap lama waktu mencapai layu awal (T0),

tengah (T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati.

Aquasorb T0 (Hari) T50 (Hari) T100 (Hari)

A0 (Kontrol)

A2 (200 ml)

A3 (400 ml)

A4 (600 ml)

2,250a

5,083b

5,750b

7,000b

4,500a

8,750ab

10,167b

12,667b

8,833a

13,833ab

20,500c

19,250bc

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05.

Page 38: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

26

Gambar 5 Perbandingan pemberian konsentrasi aquasorb terhadap waktu layu

awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati.

Penggunaan aquasorb pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat

meningkatkan lama waktu mencapai layu awal, akhir dan tengah (Gambar 5).

Pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 dan 600 ml dapat memperlambat lama

waktu mencapai layu akhir sekitar 10 hari dibandingkan dengan bibit Jati tanpa

penggunaan aquasorb. Bibit Jati tanpa penggunaan aquasorb rata-rata sudah

mencapai layu akhir pada hari kedelapan dan sembilan. Lama waktu mencapai

layu awal pada bibit Jati tanpa pemberian aquasorb terjadi sekitar hari Ke-2 dan

Ke-3 berbeda dengan bibit Jati dengan penggunaan aquasorb dimana lama waktu

mencapai layu awal lebih lambat 2-3 hari (200, 400 ml) dan 4-5 hari pada

konsentrasi 600 ml.

4.1.3 Persentase Daun Kering

Persentase daun kering berpengaruh nyata pada setiap minggunya

(Lampiran 1). Persentase daun kering rata-rata mencapai nilai maksimum (100%)

pada minggu ketiga dan keempat. Bibit Jati tanpa pemberian aquasorb memiliki

rata-rata persentase daun kering tertinggi sedangkan bibit Jati tanpa pemberian

aquasorb yang disertai penyiraman memiliki rata-rata persentase daun kering

yang terendah seperti hasil yang tersaji pada Gambar 6.

Page 39: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

27

Gambar 6 Persentase daun kering bibit Jati terhadap konsentrasi aquasorb per

minggu pada masing-masing perlakuan.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan seperti yang tersaji pada Tabel 2,

persentase daun kering bibit Jati dengan penyiraman pada 4 MST berbeda nyata

dengan bibit Jati yang disertai pemberian aquasorb. Kontrol dengan penyiraman

memiliki persen daun kering terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Pemberian

aquasorb pada konsentrasi 0, 200, 400, dan 600 ml memiliki pengaruh yang tidak

berbeda nyata terhadap persentase daun kering. Pada 2 MST bibit Jati dengan

pemberian aquasorb 200 ml telah mencapai persentase daun kering yang cukup

tinggi (80%) dibandingkan dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 dan

600 ml.

Tabel 2 Pengaruh pemberian aquasorb pada bibit Jati terhadap persen daun

kering

Aquasorb Persentase Daun Kering

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

A0 (Kontrol 0 ml) 73,33a 92,50

a 94,17

a 96,25

a

A1 (Kontrol disiram) 12,92b 20,00

c 20,00

c 20,00

c

A2 (200 ml) 40,42ab

80,00a 86,67

ab 90,00

a

A3 (400 ml) 25,42b 56,67

b 62,08

b 63,33

a

A4 (600 ml) 38,33ab

57,08b 74,58

ab 76,25

a

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05.

Page 40: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

28

Pada 3 MST dan 4 MST rata-rata seluruh bibit telah mencapai persentase

daun kering lebih dari 50%, bibit Jati tanpa pemberian aquasorb dan Bibit jati

dengan pemberian aquasorb 200 ml telah mencapai persentase daun kering

sebesar 90%. Pemberian aquasorb sebesar 400 ml memiliki persentase daun

kering antara 62,08-63,33%, nilai ini cenderung lebih rendah dibandingkan

dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 200 ml dan 600 ml.

Penggunaan aquasorb dengan konsentrasi 600 ml pada 4 MST memiliki

rata-rata persentase daun kering 76,25% lebih tinggi sebesar 13,22% dari

konsentrasi 400 ml. Hal ini menunjukkan bahwa Persentase daun kering tidak

menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi aquasorb.

Pemberian aquasorb pada bibit Jati dengan konsentrasi 600 ml tidak dapat

mengurangi persentase daun kering dikarenakan luasan daun dan kemampuan

metabolisme bibit dalam merespon kekeringan berbeda pada setiap individunya.

Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Respon

tanaman terhadap kekurangan air relatif terhadap aktivitas metabolismenya,

morfologinya, tingkat pertumbuhannya dan potensial hasil panennya. (Gardner et

al. 1991).

4.1.4 Persen Daun Gugur

Persentase daun gugur berpengaruh nyata pada 3 MST (Lampiran 1). Hasil

uji lanjut Duncan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian aquasorb pada

konsentrasi 200 ml memiliki persentase daun gugur yang paling rendah (5,42%)

dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Bibit Jati dengan pemberian

aquasorb pada konsentrasi 600 ml berbeda nyata dengan kontrol dan konsentrasi

aquasorb 200 ml dengan persentase tertinggi (40,42%).

Page 41: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

29

Tabel 3 Pengaruh pemberian aquasorb pada bibit Jati terhadap jumlah daun

gugur

Aquasorb Persentase Daun Gugur

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

A0 (Kontrol 0 ml) tn tn 10,42b tn

A1 (Kontrol disiram) tn tn 19,17ab

tn

A2 (200 ml) tn tn 5,42b tn

A3 (400 ml) tn tn 32,50ab

tn

A4 (600 ml) tn tn 40,42a tn

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05. (tn: tidak nyata).

Gambar 7 Jumlah daun gugur bibit Jati terhadap konsentrasi aquasorb per

minggu pada masing-masing perlakuan.

Jumlah daun gugur terbanyak terjadi pada 3 MST dan 4 MST (Gambar 7),

hal ini disebabkan pada minggu tersebut kandungan air di dalam jaringan tanaman

semakin mencapai titik minimum sehingga untuk mengurangi kehilangan air

tanaman melakukan mekanisme pengguguran daun. Kandungan air dalam

jaringan tanaman dibutuhkan untuk memperoleh turgor yang erat hubungannya

dengan perkembangan daun. Kehilangan air 6-8% dari kadar air tersebut akan

menunjukkan gejala layu (Gardner et al. 1991). Pemberian aquasorb pada

konsentrasi 400 ml dan 600 ml memiliki jumlah daun gugur tertinggi.

Gugurnya daun dapat mengurangi luasan transpirasi tanaman, dan dengan

demikian akan mengurangi hilangnya air dari tanaman (Jones et al. 1981, diacu

dalam Dedywiryanto 2006). Menurut Parson (1982) perubahan morfologi yang

Page 42: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

30

umumnya terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan adalah

terjadinya pengguguran daun, hal ini merupakan mekanisme tanaman untuk

mengurangi kehilangan air.

Bibit Jati dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 dan 600 ml

menggugurkan daun lebih banyak (32,50% dan 40,42%) dibandingkan dengan

pemberian aquasorb pada konsentrasi 200 ml (5,42%) dan kontrol (10,42%). Hal

ini menunjukkan bahwa pemberian aquasorb pada konsentrasi yang tinggi tidak

dapat mengurangi persentase daun gugur dimana pengguguran daun merupakan

mekanisme tanaman dalam mengurangi kehilangan air.

4.2 Percobaan 2

Hasil dari percobaan 1 menunjukkan bahwa penggunaan aquasorb pada

konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan persen hidup bibit Jati

dibandingkan dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi yang lebih rendah.

Penggunaan aquasorb dapat memperlambat lama waktu bibit mencapai layu awal,

tengah dan akhir dibandingkan dengan kontrol. Dilihat dari parameter persen

hidup dan lama waktu mencapai layu, penggunaan aquasorb pada konsentrasi 600

ml merupakan perlakuan yang paling berpengaruh diantara perlakuan lainnya.

Untuk mendapatkan persentase hidup bibit Jati yang lebih tinggi dengan

penggunaan aquasorb yang minimal maka dilakukan pemotongan daun bibit Jati

(0%, 50%, 70% dan 90%) dengan penggunaan aquasorb pada konsentrasi 100

ml, 200 ml dan 400 ml. Pada percobaan 2 permukaan tanah tidak ditutup plastik

seperti pada percobaan 1 sebagai asumsi dari aplikasi penggunaan aquasorb di

lapangan.

4.2.1 Persen Hidup

Interaksi antara pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap

bibit Jati hanya berpengaruh nyata pada 2 MST (Minggu Setelah Tanam)

(Lampiran 2). Kontrol tanpa pengurangan daun dan pemberian aquasorb memiliki

persentase terendah (33,33%) dan tidak berbeda nyata dengan bibit Jati tanpa

pengurangan daun dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 100 ml serta

bibit Jati dengan pengurangan daun 90% tanpa pemberian aquasorb. Bibit Jati

Page 43: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

31

tanpa pemotongan daun dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 200 dan

400 ml (A0B2, A0B3) memiliki persentase hidup tertinggi (100%) dan tidak

berbeda nyata dengan perlakuan A0B2, A0B3, A1B3, A2B2, A2B3, A3B1, dan

A3B3 seperti hasil yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh interaksi faktor aquasorb dan pengurangan daun terhadap

persen hidup bibit Jati pada 1, 2, 3 dan 4 MST

Interaksi Persen Hidup

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

A0B0

A0B1

A0B2

A0B3

A1B0

A1B1

A1B2

A1B3

A2B0

A2B1

A2B2

A2B3

A3B0

A3B1

A3B2

A3B3

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

33,300a

33,333a

100,000d

100,000d

66,7000bc

66,7000bc

77,8000cd

100,000d

55,567b

77,800cd

100,000d

100,000d

33,300a

100,000d

66,700bc

100,000d

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05. (A0= Kontrol tanpa pengurangan luas daun; A1=Pengurangan luas daun

50%; A2=Pengurangan luas daun 70%; A3=Pengurangan luas daun 90%; B0=Kontrol tanpa

pemberian aquasorb; B1= Pemberian aquasorb pada konsentrasi 100 ml; B2=Pemberian aquasorb

pada konsentrasi 200 ml; B3=Pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml; tn= tidak nyata).

Pada 2 MST, hampir semua bibit tanpa penggunaan aquasorb sudah

mengalami layu permanen dan kematian walaupun telah dilakukan pengurangan

luas daun. Hal ini diduga karena permukaan tanah yang tidak ditutup

menyebabkan evaporasi yang terjadi menjadi lebih besar sehingga air yang

tersimpan dalam aquasorb lebih cepat menghilang. Pada kondisi ini bibit Jati

dengan pemberian aquasorb dan pengurangan luas daun dapat mempertahankan

persen hidup bibit lebih dari 50%.

Pada 3 dan 4 MST persen hidup bibit Jati hanya berpengaruh nyata terhadap

pemberian aquasorb. Bibit Jati dengan pemberian aquasorb 400 ml memiliki

Page 44: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

32

persen hidup tertinggi (86,41%) dibandingkan pemberian aquasorb pada

konsentrasi 100 ml, 200 ml, dan kontrol (Tabel 5).

Pengurangan luas daun pada bibit tidak berpengaruh nyata dalam

meningkatkan persen hidup. Hal ini diduga karena evaporasi yang terjadi dari

tanah lebih besar daripada transpirasi pada bibit Jati. Hilangnya air dari tanaman

terjadi melalui evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari daun.

Pengurangan luas daun yang besar dapat menurunkan transpirasi pada bibit Jati

namun disisi lain terjadi pengurangan luasan tajuk yang dapat meningkatkan

evaporasi yang terjadi dari tanah. Menurut Fisher et al. (1984), dalam pertanaman

muda atau berjarak lebar evaporasi tanah secara langsung dapat mencapai 20

sampai 50 persen dari evapotranspirasi pertanaman total, tetapi setelah penutupan

tajuk yang sempurna tercapai, evaporasi tanah secara langsung dapat diabaikan.

Tabel 5 Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen hidup bibit Jati

Aquasorb 3 MST 4 MST

B0 (0 ml)

B1 (100 ml)

B2 (200 ml)

B3 (400 ml)

8,3333a

16,6667a

47,2250b

80,5583c

31,27a

28,87a

52,73b

86,41c

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05.

Gambar 8 Grafik rata-rata persen hidup bibit Jati per perlakuan pada 4 MST.

Page 45: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

33

Penggunaan konsentrasi aquasorb sebanyak 400 ml dan pengurangan luas

daun dapat mempertahankan persentase hidup bibit Jati sampai 4 Minggu. Bibit

Jati dengan pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb pada konsentrasi 400

ml memiliki persentase hidup lebih tinggi (60-100%) dibandingkan dengan

konsentrasi 0 ml, 100 ml, dan 200 ml. Penggunaan aquasorb 400 ml dengan

pengurangan luas daun sebesar 70% merupakan perlakuan dengan persentase

hidup tertinggi seperti hasil yang tersaji pada Gambar 8.

4.2.2 Lama Waktu Mencapai Layu Awal (T0), Tengah (T50), dan Akhir (T100)

Interaksi antara pengurangan daun dan pemberian aquasorb hanya

berpengaruh nyata terhadap lama waktu mencapai layu awal (Lampiran 18). Hasil

yang tersaji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa bibit Jati dengan pengurangan luas

daun 90% serta pemberian aquasorb 400 ml mencapai layu awal lebih lama (7

hari) dibandingkan dengan kontrol (2 hari).

Tabel 6 Pengaruh Interaksi Pengurangan Daun dan aquasorb terhadap Waktu

layu Awal (T0) pada bibit Jati

Interaksi T0 (Hari)

A0B0

A0B1

A0B2

A0B3

A1B0

A1B1

A1B2

A1B3

A2B0

A2B1

A2B2

A2B3

A3B0

A3B1

A3B2

A3B3

2,110a

4,557cde

4,667cdef

6,223ghij

2,00a

3,333abc

5,110defgh

6,780ij

2,7800ab

6,110fghi

4,890defg

6,443hij

3,220abc

3,780bcd

5,447efghi

7,220j

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05. (A0= Kontrol tanpa pengurangan luas daun; A1=Pengurangan luas daun

50%; A2=Pengurangan luas daun 70%; A3=Pengurangan luas daun 90%; B0=Kontrol tanpa

pemberian aquasorb; B1= Pemberian aquasorb pada konsentrasi 100 ml; B2=Pemberian aquasorb

pada konsentrasi 200 ml; B3=Pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml; tn= tidak nyata).

Page 46: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

34

Lama waktu mencapai layu tengah dan akhir berpengaruh nyata terhadap

pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb namun tidak berpengaruh nyata

terhadap interaksi antara keduanya (Lampiran 2). Bibit Jati dengan pemotongan

daun 70% mencapai waktu layu tengah lebih lama dari kontrol (10 hari) dan

tidak berbeda nyata dengan bibit Jati pada pemotongan daun 90%. Penggunaan

aquasorb pada konsentrasi 400 ml mencapai waktu layu tengah setelah 13 hari,

lebih lama 7-8 hari dibandingkan kontrol dan merupakan perlakuan yang paling

berbeda nyata.

Lama waktu mencapai layu akhir pada bibit dengan pengurangan luas daun

50%, 70%, dan 90% rata-rata memiliki nilai yang tidak berbeda seperti hasil yang

tersaji pada Tabel 7. Penggunaan aquasorb pada konsentrasi 400 ml dapat

memperlambat waktu untuk mencapai layu akhir sekitar 10-11 hari dibandingkan

kontrol. Bibit Jati dengan pemberian aquasorb 400 ml berbeda nyata dengan

kontrol dan pemberian aquasorb 100 ml serta 200 ml.

Tabel 7 Pengaruh pengurangan daun dan aquasorb terhadap waktu layu tengah

( T50) dan akhir (T100) pada bibit Jati

Perlakuan T50 (Hari) T100 (Hari)

Pengurangan Daun

A0 (0%)

A1 (50%)

A2 (70%)

A3 (90%)

7,778a

8,362a

9,999b

8,943ab

12,334a

13,722ab

14,833b

14,694b

Aquasorb

B0 (0 ml)

B1 (100 ml)

B2 (200 ml)

B3 (400 ml)

4,972a

7,944b

9,388b

12,778c

8,222a

13,028b

14,695b

19,638c

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05.

Page 47: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

35

Gambar 9 Rata-rata perbandingan lama waktu mencapai layu awal (T0), tengah

(T50) dan akhir (T100) bibit Jati pada setiap perlakuan.

Hasil yang tersaji pada Gambar 9 menunjukkan bahwa pengurangan daun

sebesar 90% dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml (A3B3) rata-

rata mencapai waktu layu awal paling lama (7 hari) dibandingkan perlakuan

lainnya. Bibit Jati dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml dan

pengurangan daun sebesar 70% (A2B3) secara rata-rata mencapai waktu layu

tengah dan akhir terlama (14 dan 22 hari).

Kontrol tanpa pengurangan luas daun dan tanpa pemberian aquasorb rata-

rata mengalami layu akhir pada hari Ke-6. Bibit Jati dengan pemotongan daun dan

tanpa penggunaan aquasorb lebih cepat mengalami layu akhir yang pada

umumnya terjadi dalam 1 MST. Pengurangan daun sebesar 70 dan 90% dengan

pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml dapat memperlambat waktu layu

akhir hingga 15-16 hari dibandingkan kontrol.

4.2.3 Persentase Daun Kering

Pemotongan daun dan pemberian aquasorb pada bibit Jati berpengaruh

nyata pada 1 dan 4 MST begitupun dengan interaksi antara kedua faktor tersebut

(Lampiran 2). Pada 1 MST, pemotongan daun 50% tanpa pemberian aquasorb

telah mencapai persen daun kering tertinggi (100%) dibandingkan bibit Jati

dengan pengurangan luas daun 70, 90% dan pemberian aquasorb 200, 400 ml.

Page 48: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

36

Pada 4 MST, bibit Jati dengan pemotongan daun 70% dan pemberian aquasorb

400 ml memiliki persen daun kering terendah (45,19%) dan berbeda nyata dengan

kontrol. Kontrol tanpa perlakuan telah mencapai persentase daun kering maksimal

(100%) seperti hasil yang tersaji pada Tabel 8.

Pemotongan luas daun tanpa pemberian aquasorb pada 1 MST dapat

mencapai persentase daun kering lebih dari 60%. Hal ini menunjukkan bahwa

pada perlakuan pengurangan luas daun tanpa penggunaan aquasorb, bibit

mengalami pelayuan yang lebih cepat dibandingkan perlakuan dengan

penggunaan aquasorb. Rata-rata bibit mulai mencapai daun kering maksimum

pada minggu kedua dan ketiga, hanya beberapa bibit yang belum mencapai daun

kering maksimum pada 4 MST. Perlakuan pada bibit Jati dengan pengurangan

luas daun 70% dan pemberian aquasorb sebanyak 400 ml dapat mengurangi

persen daun kering sebanyak 54,81% dibandingkan kontrol.

Tabel 8 Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap

persen daun kering bibit Jati

Interaksi Persen Daun Kering

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

A0B0

A0B1

A0B2

A0B3

A1B0

A1B1

A1B2

A1B3

A2B0

A2B1

A2B2

A2B3

A3B0

A3B1

A3B2

A3B3

88,51ef

37,88bc

48,58cd

48,52cd

86,11ef

71,29def

72,40def

13,70ab

100,00f

62,03cde

11,85ab

2,22a

68,52cdef

50,00cd

0,00a

0,00a

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

100,00d

96,83d

100,00d

74,07c

100,00d

100,00d

100,00d

64,82b

100,00d

100,00d

90,74d

45,19a

100,00d

100,00d

97,23d

52,78ab

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05. (A0= Kontrol tanpa pengurangan luas daun; A1=Pengurangan luas daun

50%; A2=Pengurangan luas daun 70%; A3=Pengurangan luas daun 90%; B0=Kontrol tanpa

pemberian aquasorb; B1=Pemberian aquasorb pada konsentrasi 100 ml; B2=Pemberian aquasorb

pada konsentrasi 200 ml; B3=Pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml; tn= tidak nyata).

Page 49: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

37

4.2.4 Persen Daun Gugur

Perlakuan A1B0, A2B0, dan A3B0 tidak berbeda nyata dengan persentase

daun gugur terendah (0%). Rata-rata bibit Jati menggugurkan daun dalam jumlah

yang relatif sama pada setiap perlakuan. Bibit Jati dengan pengurangan luas daun

90% dan pemberian aquasorb 400 ml memiliki persentase daun gugur tertinggi

(14,81%) dibandingkan perlakuan lainnya seperti hasil yang tersaji pada Tabel 9.

Jumlah daun gugur dipengaruhi oleh pengurangan luas daun dan

penggunaan aquasorb. Penambahan aquasorb dan pengurangan luas daun pada

bibit dapat meningkatkan jumlah daun gugur. Dengan bertambahnya penggunaan

aquasorb dan pengurangan luas daun maka jumlah daun gugur semakin

meningkat. Banyaknya jumlah daun gugur pada bibit tergantung dari kondisi bibit

dan tingkat kekurangan air yang dialaminya.

Tabel 9 Pengaruh pengurangan luas daun dan pemberian aquasorb terhadap

persen daun gugur bibit Jati

Interaksi Persen Daun Gugur

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

A0B0

A0B1

A0B2

A0B3

A1B0

A1B1

A1B2

A1B3

A2B0

A2B1

A2B2

A2B3

A3B0

A3B1

A3B2

A3B3

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

11,32abc

3,71ab

15,01bc

11,22abc

0,00a

19,81c

7,78abc

7,78abc

0,00a

7,78abc

4,07ab

10,56abc

0,00a

11,11abc

6,48ab

14,81bc

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05. (A0=Kontrol tanpa pengurangan luas daun; A1=Pengurangan luas daun

50%; A2=Pengurangan luas daun 70%; A3=Pengurangan luas daun 90%; B0=Kontrol tanpa

pemberian aquasorb; B1=Pemberian aquasorb pada konsentrasi 100 ml; B2=Pemberian aquasorb

pada konsentrasi 200 ml; B3=Pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml; tn= tidak nyata).

Page 50: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

38

Kepentingan relatif pengurangan dalam pembentukan dan perluasan daun

dan dalam peningkatan penuaan dan pengguguran daun tergantung pada waktu

dan beratnya kekurangan air tanaman. (Watts 1974, diacu dalam Gardner et al.

1991) secara jelas menunjukkan bahwa kepekaan terhadap kekurangan air

sebagian besar tergantung pada kondisi pertumbuhan.

4.2.5 Persentase bibit segar kembali

Persentase bibit segar kembali menggambarkan seberapa besar bibit Jati

yang dapat kembali ke kondisi normal akibat kekeringan setelah dilakukan

penyiraman. Pada akhir pengamatan terdapat 36 bibit Jati yang masih hidup, akan

tetapi setelah dilakukan penyiraman bibit Jati yang dapat bertahan hidup hanya 25

bibit dengan persen segar kembali 69,44% (Tabel 10). Perlakuan A2B2 memilki

persentase bibit segar kembali tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tanaman yang kekurangan air yang tumbuh di tanah dengan tingkatan air pada

pelayuan permanen biasanya akan segar kembali setelah diairi bila pelayuannya

hanya sebentar (Gardner et al. 1991).

Tabel 10 Persentase recovery bibit Jati setelah dilakukan penyiraman pada 4 MST

Ket: (A0=Kontrol tanpa pengurangan luas daun; A1=Pengurangan luas daun 50%;

A2=Pengurangan luas daun 70%; A3=Pengurangan luas daun 90%; B0=Kontrol tanpa pemberian

aquasorb; B1=Pemberian aquasorb pada konsentrasi 100 ml; B2=Pemberian aquasorb pada

konsentrasi 200 ml; B3=Pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml).

Perlakuan

Jumlah bibit Hidup Persen bibit

segar

kembali

Sebelum

penyiraman

Setelah

penyiraman

A0B2

A0B3

A1B2

A1B3

A2B2

A2B3

A3B2

A3B3

1

6

2

4

4

9

4

6

0

5

1

1

4

6

3

5

0,00%

83,33%

50,00%

25,00%

100,00%

66,67%

75,00%

83,33%

Jumlah Total 36 25 69,44%

Page 51: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

39

Kemampuan tanaman untuk kembali ke kondisi normal setelah mengalami

kekeringan tergantung pada kemampuannya dalam memulihkan tekanan

turgornya. Apabila tanah sudah terlalu kering dan titik layu sudah terlampaui

maka tanaman tersebut akan mengalami layu permanen yang berarti kematian

(Dwidjoseputro 1980). Beberapa bibit tidak dapat hidup kembali setelah

dilakukan penyiraman, hal ini dikarenakan pada kondisi akhir pengamatan bibit

tersebut sudah mencapai titik layu permanen sehingga tidak dapat pulih kembali

walaupun telah dilakukan penyiraman.

(a) (b)

Gambar 10 Gambar bibit Jati. Ket: (a) Bibit Jati yang segar kembali pada bagian

pucuk; (b) Bibit Jati yang segar kembali pada bagian tengah

batang.

4.3 Percobaan 3

Hasil yang diperoleh dari percobaan 2 menunjukkan bahwa bibit Jati dengan

pemotongan daun 70% dan pemberian aquasorb 400 ml memiliki persentase

hidup yang paling tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya. Bibit Jati

dengan pemotongan daun 70, 90% dan pemberian aquasorb 400 ml dapat

mengurangi persentase daun kering pada 4 MST serta memperlambat waktu layu.

Untuk mendapatkan bibit Jati yang dapat bertahan hidup dalam jangka waktu

yang lebih lama dilakukan pemotongan daun sebanyak 70% dengan penggunaan

mulsa diatas permukaan tanah untuk mengurangi evaporasi yang berlebih dan

penyemprotan di pagi hari. Aquasorb yang digunakan terdiri dari 2 jenis yaitu

aquasorb jenis A dan aquasorb jenis B.

Page 52: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

40

4.3.1 Persen Hidup

Persentase hidup bibit Jati dengan penggunaan aquasorb yang berbeda

berpengaruh nyata pada 5 MST (Lampiran 3). Bibit Jati tanpa penggunaan

aquasorb memiliki persentase hidup terendah (0%). Berdasarkan hasil uji lanjut

Duncan pada Tabel 12, penggunaan aquasorb Jenis A pada konsentrasi 200 ml

tidak berbeda nyata dengan penggunaan aquasorb Jenis B pada konsentrasi 200

ml dan kontrol. Bibit Jati dengan pemberian aquasorb jenis A pada konsentrasi

400 ml memiliki persentase hidup yang sama dengan aquasorb jenis B pada

konsentrasi 400 ml (77,77%).

Tabel 11 Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen hidup

bibit Jati

Aquasorb Minggu Setelah Perlakuan

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST

A0 (Kontrol)

A1 (A 200 ml)

A2 (A 400 ml)

A3 (B 200 ml)

A4 (B 400 ml)

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

0,000a

22,222a

77,778b

33,333ab

77,778b

tn

tn

tn

tn

tn Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05. (A0=Kontrol tanpa pemberian aquasorb; A1= Pemberian aquasorb Jenis

A pada konsentrasi 200 ml; A2=Pemberian aquasorb Jenis A pada konsentrasi 400 ml;

A3=Pemberian aquasorb jenis B pada konsentrasi 200 ml; A4=Pemberian aquasorb jenis B pada

konsentrasi 400 ml).

Penggunaan aquasorb Jenis A dan B tidak mempengaruhi persen hidup

setelah 6 minggu, hal ini diduga karena jumlah bibit Jati yang hidup semakin

menurun pada setiap minggunya. Disamping itu jumlah air yang tersimpan dalam

aquasorb semakin menurun dan sudah mencapai titik minimum untuk menyuplai

air pada tanaman. Penggunaan aquasorb mencapai titik optimal pada 5 MST dan

semakin berkurang pada minggu berikutnya.

Page 53: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

41

Gambar 11 Grafik rata-rata persen hidup bibit Jati terhadap pemberian aquasorb

per perlakuan pada 6 MST.

Jenis aquasorb yang berbeda akan mempengaruhi kemampuannya dalam

menyerap dan mengefisiensikan air. Gambar 11 menunjukkan bahwa aquasorb

jenis A memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mempertahankan

persentase hidup bibit Jati pada konsentrasi 400 ml dibandingkan dengan

aquasorb jenis B. Kemampuan aquasorb sebagai bahan pengefisiensi air

tergantung dari bahan polimer yang menyusun dan kondisi lingkungannya.

4.3.2 Lama Waktu Mencapai Layu Awal, Tengah dan Akhir.

Penggunaan aquasorb pada jenis yang berbeda mempengaruhi lama waktu

mencapai layu awal, tengah dan akhir (Lampiran 3). Bibit Jati dengan pemberian

aquasorb jenis A dan B pada konsentrasi 200 dan 400 ml tidak berbeda nyata

dalam mencapai waktu layu awal. Bibit Jati dengan pemberian aquasorb jenis A

dan B pada konsentrasi 200 dan 400 ml tidak berbeda nyata terhadap lama waktu

mencapai layu tengah dan akhir seperti hasil yang tersaji pada Tabel 12.

Page 54: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

42

Tabel 12 Pengaruh aquasorb jenis A dan B terhadap waktu layu (T0), awal,

tengah (T50) dan akhir (T100) bibit Jati

Aquasorb T0 (Hari) T50 (Hari) T100 (Hari)

A0 (Kontrol)

A1 (A 200 ml)

A2 (A 400 ml)

A3 (B 200 ml)

A4 (B 400 ml)

4,000a

7,890b

9,670b

6,330ab

8,560b

7,890a

11,333b

15,557c

11,667bc

14,110c

12,223a

15,330ab

21,557d

17,890bc

19,777cd

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05.

Gambar 12 Perbandingan waktu layu awal (T0), tengah (T50) dan akhir (T100)

bibit Jati terhadap pemberian aquasorb jenis A dan B.

Bibit Jati dengan pemberian aquasorb jenis A dan B tidak memiliki

perbedaan yang signifikan dalam mencapai waktu layu awal, tengah dan akhir.

Hasil yang tersaji pada Gambar 12 menunjukkan bahwa pemberian aquasorb jenis

A dan B hanya memiliki perbedaan 1-2 hari dalam mencapai layu awal, tengah,

dan akhir. aquasorb jenis A pada konsentrasi 200 ml mencapai layu awal lebih

lama 1 hari dibandingkan bibit Jati dengan penggunaan aquasorb jenis B. Pada

konsentrasi yang sama penggunaan aquasorb jenis A mencapai waktu layu akhir

lebih lama 2 hari dibandingkan aquasorb jenis B sedangkan lama waktu yang

diperlukan dalam mencapai layu tengah relatif sama. Penggunaan aquasorb Jenis

A pada konsentrasi 400 ml mencapai layu awal dan akhir lebih lama 1-2 hari

dibandingkan aquasorb jenis B.

Page 55: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

43

4.3.3 Persen Daun Kering

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa persen daun kering berpengaruh

nyata pada 1 MST, 2 MST dan 4 MST (Lampiran 3). Pada 1 MST, persen daun

kering bibit Jati tanpa penggunaan aquasorb tidak berbeda dengan pemberian

aquasorb jenis A pada konsentrasi 200 ml. Pada 2 dan 4 MST, pemberian

aquasorb jenis A dan B dengan konsentrasi 200 ml tidak berbeda nyata dengan

kontrol. Penggunaan aquasorb jenis A dan B pada konsentrasi 400 ml memiliki

pengaruh yang tidak berbeda dalam mempertahankan kesegaran namun dapat

mengurangi persentase daun kering dibandingkan kontrol. Aquasorb jenis A dapat

mengurangi kekeringan pada daun dengan persen daun kering yang lebih rendah

dibandingkan aquasorb jenis B seperti hasil yang tersaji pada Tabel 13.

Tabel 13. Pengaruh pemberian aquasorb terhadap persen daun kering bibit Jati

Perlakuan

Persen Daun Kering

1

MST

2

MST

3

MST

4

MST

5

MST

6

MST

A0 (Kontrol)

A1 (aquasorb A 200 ml)

A2 (aquasorb A 400 ml)

A3 (aquasorb B 200 ml)

A4 (aquasorb B 400 ml)

29,00a

18,00ab

2,30c

9,00bc

13,00bc

68,00a

51,00ab

18,00c

40,00b

35,67bc

tn

tn

tn

tn

tn

97,67a

97,67a

77,67b

100,00a

82,00ab

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05. tn:tidak nyata.

Pemberian aquasorb jenis A dan B hanya dapat mempertahankan kesegaran

daun sampai 3 MST. Pada minggu ini rata-rata bibit sudah mencapai daun kering

sebesar 80%. Persentase daun kering maksimum tercapai pada 5 MST, pada

minggu ini semua bibit Jati sudah mengalami kekeringan pada seluruh bagian

daun dan sebagian batang bagian atas namun masih dapat bertahan hidup karena

kekeringan belum sampai pada batang bawah.

Page 56: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

44

Gambar 13 Persen daun kering bibit Jati terhadap pemberian aquasorb per

minggu per perlakuan.

Gambar 13 menunjukkan bahwa pemberian aquasorb jenis A dan B dengan

konsentrasi 400 ml pada 4 MST memiliki rata-rata pesentase daun kering yang

lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dan pemberian aquasorb pada

konsentrasi 200 ml. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian aquasorb jenis A dan

B pada konsentrasi 400 ml dapat mempertahankan kesegaran bibit lebih lama

dibandingkan kontrol dan pemberian aquasorb pada konsentrasi 200 ml.

4.3.4 Persen Daun Gugur

Persen daun gugur hanya berpengaruh nyata pada 2 MST (Lampiran 3).

Hasil pada Tabel 14 menunjukkan bahwa penggunaan aquasorb jenis B dengan

konsentrasi 200 ml berbeda nyata dengan penggunaan aquasorb jenis A pada

konsentrasi 200 ml dan jenis B pada konsentrasi 400 ml. Pemberian aquasorb

jenis B pada konsentrasi 200 ml memiliki rata rata persen daun gugur terendah

(0%).

Page 57: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

45

Tabel 14 Pengaruh pemberian aquasorb jenis A dan B terhadap persen daun gugur

bibit Jati

Perlakuan 2 MST

A0 (Kontrol)

A1 (aquasorb A 200 ml)

A2 (aquasorb A 400 ml)

A3 (aquasorb B 200 ml)

A4 (aquasorb B 400 ml)

2,20ab

6,60a

2,20ab

0,00b

6,60a

Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT 0,05.

Persentase daun gugur banyak terjadi pada 4 dan 5 MST. Pemberian

aquasorb jenis A dengan konsentrasi 400 ml banyak menggugurkan daun pada 5

MST dengan persentase tertinggi. Pemberian aquasorb jenis B pada konsentrasi

200 ml menggugurkan daun dengan persentase terendah pada 5 MST dan masih

menggugurkan daun pada 6 MST seperti hasil yang tersaji pada Gambar 14.

Apabila dilihat dari tingkat konsentrasi penggunaan setiap jenis aquasorb pada 5

MST, jumlah daun gugur semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

konsentrasi aquasorb. Bibit Jati banyak menggugurkan daun pada 5 sampai 6

MST, hal ini menunjukkan bahwa pada minggu tersebut ketersediaan air dalam

tanah semakin rendah sehingga diperlukan mekanisme untuk beradaptasi dengan

menggugurkan daun. Ketersediaan air yang minim dapat memicu penimbunan

asam absisat sehingga mengakibatkan daun gugur.

Gambar 14 Persen daun gugur bibit Jati terhadap pemberian aquasorb pada

setiap perlakuan per minggu

Page 58: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

46

Dengan berkurangnya potensial air, hormon tanaman juga berubah

konsentrasinya. Misalnya, asam absisat (absisat acid = ABA) meningkat dalam

daun dan buah. Penimbunan ABA merangsang penutupan stomata, yang

mengakibatkan berkurangnya asimilasi CO2. Daun yang lebih tua dan buah

seringkali gugur bila akumulasinya tinggi (Gardner et al. 1991).

4.3.5 Persentase Bibit Segar Kembali

Jumlah bibit Jati yang dapat kembali segar setelah dilakukan penyiraman

selama 4 minggu sebanyak 2 bibit seperti terlihat dalam Tabel 15. Bibit Jati yang

dapat bertahan hidup sampai 6 MST hanya berjumlah 13 bibit sedangkan yang

dapat kembali segar sejumlah 2 bibit. Penggunaan aquasorb dalam jangka waktu

6 minggu tidak dapat mempertahankan persentase bibit segar kembali karena bibit

tidak dapat memulihkan tekanan turgornya dimana titik layu telah terlampaui dan

persediaan aquasorb di dalam tanah diduga telah habis sehingga bibit tidak

mampu tumbuh kembali setelah dilakukan penyiraman.

Air di dalam tanah ialah satu-satunya sumber yang pokok, dari mana akar-

akar tanaman mendapatkan air yang dibutuhkannya. Penyerapan air lewat bagian-

bagian lain yang ada di atas tanah seperti batang dan daun juga ada, akan tetapi

pemasukan air lewat bagian-bagian itu tidak seberapa kalau dibanding dengan

penyerapan air melalui akar (Dwijoseputro 1980).

Tabel 15. Persentase bibit segar kembali bibit jati setelah dilakukan penyiraman

pada 6 MST

Perlakuan

Jumlah bibit Hidup Persen bibit

segar

kembali

Sebelum

penyiraman

Setelah

penyiraman

A1 (aquasorb A 200 ml)

A2 (aquasorb A 400 ml)

A3 (aquasorb B 200 ml)

A4 (aquasorb B 400 ml)

2

5

2

4

0

1

1

0

0

20%

50%

0%

Jumlah Total 13 2 15,38%

Page 59: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

47

(a) (b)

Gambar 15 Bibit Jati yang dapat segar kembali setelah penyiraman. Ket: (a) Bibit

Jati dengan penggunaan aquasorb 400 ml; (b) Bibit Jati dengan

penggunaan aquasorb 200 ml.

4.4 Pembahasan Umum

Hasil dari percobaan 1 menunjukkan bahwa penggunaan aquasorb pada

bibit Jati dapat meningkatkan persentase hidup bibit sampai 4 MST (Minggu

Setelah Tanam). Dengan adanya penambahan aquasorb, bibit Jati yang dapat

bertahan hidup semakin banyak dibandingkan dengan kontrol tanpa pemberian

aquasorb. Penggunaan aquasorb dalam konsentrasi yang lebih tinggi dapat

meningkatkan persentase hidup bibit Jati.

Kemampuan aquasorb dalam meningkatkan persentase hidup pada kondisi

kekeringan sesuai dengan penelitian Hutterman pada Pinus. Hutterman (1990),

menemukan bahwa tingkat ketahanan hidup Pinus halepensis (Allepo pine)

meningkat dua kali lipat dengan penggunaan 0,4% hydrogel dalam tanah

dibandingkan tanpa penambahan Hydrogel. Disamping itu ia menemukan bahwa

hydrogel dapat memperpanjang waktu kematian selama 19 hari lebih lama pada

kondisi kekeringan.

Bibit Jati dengan pemberian aquasorb pada konsentrasi 600 ml merupakan

perlakuan dengan persentase hidup yang tinggi. Pada pemberian aquasorb dengan

konsentrasi 600 ml, air yang tersimpan di dalam aquasorb lebih banyak

dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah sehingga cadangan air yang

diperlukan untuk metabolisme tanaman lebih banyak.

Page 60: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

48

Pada percobaan 2 rata-rata bibit Jati telah mengalami kematian pada 2-3

MST, hanya beberapa bibit saja yang dapat bertahan hidup sampai 4 MST.

Kondisi ini berbeda dengan percobaan 1 dimana jumlah bibit yang dapat bertahan

hidup sampai 4 MST jauh lebih banyak. Kontrol pada percobaan 1 dan 3 dapat

bertahan hidup 2-3 MST sedangkan pada percobaan 2 hanya dapat bertahan 1-2

MST. Penutupan permukaan tanah dengan plastik pada percobaan 1 menyebabkan

bibit dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan percobaan 2. Hal ini terjadi

karena evaporasi dari permukaan tanah lebih besar dibandingkan dengan

transpirasi dari bibit Jati sehingga ketersediaan air dalam tanah pada percobaan 2

lebih cepat berkurang. Kondisi ini pun diduga menjadi salah satu faktor penyebab

pengurangan luas daun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan persen hidup bibit. Walaupun kematian bibit banyak terjadi pada 2-3

MST, penggunaan aquasorb 400 ml dengan pemotongan daun 70% dapat

mempertahankan persentase hidup bibit sampai 4 MST dengan persen tertinggi

(100%).

Berdasarkan percobaan 3 pemberian aquasorb jenis A dan B dapat

mempertahankan ketahanan hidup bibit 1 minggu lebih lama dibandingkan

percobaan 1 dan 2. Penggunaan aquasorb dapat bertahan sampai 5 MST. Pada

akhir pengamatan (6 MST), persentase hidup bibit Jati dengan pemberian

aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml lebih tinggi dibandingkan dengan

pemberian aquasorb jenis B. Setiap jenis aquasorb memiliki daya serap air yang

berbeda tergantung dari bahan-bahan penyusunnya. Aquasorb jenis A merupakan

aquasorb dengan bentuk segi empat sedangkan aquasorb jenis B berbentuk

lingkaran. Permukaan yang bersentuhan dengan akar pada aquasorb jenis A lebih

luas dibandingkan dengan aquasorb jenis B sehingga penyerapan air oleh akar

lebih mudah dilakukan pada aquasorb jenis A.

Bibit Jati pada percobaan 3 dapat bertahan 1 minggu lebih lama

dibandingkan dengan bibit Jati pada percobaan 1 dan 2. Hal ini diduga oleh

adanya beberapa perlakuan seperti pemotongan daun, penyemprotan pada pagi

hari dan pemberian serasah di atas permukaan tanah. Pemotongan daun dan

pemberian serasah di atas permukaan tanah dapat mengurangi evaporasi yang

terjadi dari tanaman dan permukaan tanah sedangkan air hasil penyemprotan

Page 61: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

49

dapat diserap oleh bibit sehingga bibit pada percobaan 3 dapat bertahan lebih lama

dibandingkan percobaan 1 dan 2.

Penggunaan aquasorb pada percobaan 1, 2 dan 3 dapat memperlambat lama

waktu mencapai layu awal, tengah, dan akhir dibandingkan kontrol tanpa

pemberian aquasorb. Pada percobaan 1 dan 2, bibit Jati dengan penggunaan

aquasorb mencapai layu akhir lebih lambat 7-11 hari dan 15-16 hari pada

percobaan 3 dibandingkan kontrol tanpa penggunaan aquasorb. Sharma (2004)

menyatakan bahwa penambahan aquasorb dapat mengurangi cekaman kekeringan

pada tanaman Asclepias incarnata dan Gaillardia grandiflora. Waktu untuk

mencapai pelayuan lebih lama dibandingkan tanaman yang tumbuh pada tanah

tanpa pemberian aquasorb.

Hasil penelitian 1 dan 2 menunjukkan waktu mencapai layu awal terjadi

pada hari kedua dan tiga sedangkan untuk penelitian 3 sampai hari keempat dan

lima. Lama waktu mencapai layu akhir relatif sama pada setiap penelitian, yaitu

terjadi pada hari 19 sampai 21. Beberapa perlakuan seperti pemotongan daun

(penelitian 2 dan 3), penutupan permukaan tanah serta penyemprotan di pagi hari

tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memperlambat lama waktu

mencapai layu akhir.

Penggunaan aquasorb pada bibit Jati dapat menurunkan jumlah daun

kering. Pada akhir pengamatan dari setiap percoban, persentase daun kering

semakin berkurang seiring dengan pertambahan konsentrasi aquasorb (Tabel 2, 8

dan 13). Persentase daun kering pada umumnya mencapai maksimum (100%)

pada 3, 4, dan 5 MST. Dari hasil percobaan 1 persentase daun kering maksimum

terjadi pada 3 dan 4 MST. Persentase daun kering pada percobaan 2 rata-rata

mencapai maksimum pada 2 dan 3 MST dimana kontrol mencapai persentase

daun maksimum pada 2 MST, lebih cepat 1 sampai 2 minggu dibandingkan

percobaan 1 dan 3. Sebaliknya, pada percobaan 3 persentase daun kering rata-rata

mencapai maksimum pada 4 dan 5 MST lebih lama 1 minggu dibandingkan

percobaan 1 dan 2.

Pada penelitian 2 pengeringan daun terjadi lebih cepat bila dibandingkan

dengan penelitian 1 dan 3. Rata-rata bibit Jati telah mengalami daun kering

maksimum pada 2 dan 3 MST. Terjadinya daun kering merupakan salah satu

Page 62: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

50

tahap bibit mencapai kematian dikarenakan kurangnya asupan air. Apabila

keringnya daun terjadi lebih cepat maka kematian bibit akan terjadi lebih cepat.

Bibit Jati banyak menggugurkan daun pada 3 dan 4 MST, pengguguran

daun dapat terjadi setelah daun menjadi kering ataupun masih hijau. Persentase

daun gugur pada percobaan 1, 2 dan 3 banyak terjadi pada konsentrasi aquasorb

yang lebih tinggi. Hasil persentase daun gugur dari setiap percobaan menunjukkan

bahwa semakin tinggi konsentrasi aquasorb yang digunakan maka jumlah daun

gugur semakin meningkat.

Jati merupakan salah satu jenis tanaman yang menggugurkan daunnya bila

kekurangan air. Periode pengguguran daun bervariasi menurut lokasi tempat

tumbuh, kandungan air tanah, curah hujan dan distribusinya (Kadambi 1972,

diacu dalam Dalimunthe 2005). Apabila dilihat dari fungsi aquasorb sebagai

bahan penyimpan dan pengefisiensi air seharusnya penggunaan aquasorb pada

konsentrasi yang lebih tinggi dapat mengurangi jumlah daun gugur karena

ketersediaan airnya lebih tinggi namun kondisi bibit di lapangan menunjukkan hal

yang sebaliknya. Hal ini dapat disebabkan oleh pengguguran daun lebih banyak

terjadi ketika daun masih basah dibandingkan setelah daun kering. Asam absisat

telah terasimilasi sebelum daun kering dan daun Jati yang masih basah

menyebabkan daun tidak kuat menopang beratnya sehingga menjadi cepat gugur.

Jika asam absisat (ABA) diaplikasikan pada daun tumbuhan dengan

konsentrasi yang sangat rendah (misalnya 10-6

M) maka akan menyebabkan

stomata menutup. Pada kondisi kekeringan (dan kondisi lingkungan yang tidak

menguntungkan lainnya, seperti tergenang air atau suhu tinggi), kandungan ABA

pada daun akan meningkat terlebih dahulu sebelum stomata mulai menutup. Dari

hasil pengamatan ini, tersirat bahwa pada kondisi alami, penutupan stomata terjadi

setelah tumbuhan mengakumulasi ABA (Lakitan 1993).

Tidak semua bibit Jati yang masih bertahan hidup pada akhir pengamatan

dapat kembali ke kondisi normal setelah dilakukan penyiraman. Sebagian bibit

tetap kering walau telah dilakukan penyiraman namun ada beberapa bibit yang

hidup kembali ditandai dengan munculnya pucuk daun dari pangkal batang dan

tengah batang. Menurut Sumarna (2001) pada musim hujan, daun akan tumbuh

normal kembali dan aktivitas kambium menjadi cepat. Kemampuan bibit untuk

Page 63: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

51

dapat hidup kembali tergantung pada tingkat kekeringan yang terjadi dan toleransi

bibit terhadap kekeringan.

Pada Penelitian 2, persentase bibit yang dapat segar kembali setelah

dilakukan penyiraman selama kurang lebih 1 bulan bisa mencapai 69,44% dari

total bibit Jati yang dapat bertahan hidup pada 4 MST sedangkan pada penelitan 3

jumlah bibit yang dapat kembali hidup setelah dilakukan penyiraman hanya

sebesar 15,38% dari bibit yang dapat bertahan hidup sampai 6 MST. Hal ini

menunjukkan bahwa bibit yang dapat bertahan hidup sampai 6 MST rata-rata

telah mengalami layu permanen sehingga walaupun telah dilakukan penyiraman

tidak dapat kembali hidup. Penggunaan aquasorb dalam jangka waktu 6 minggu

tidak dapat mempertahankan persen bibit segar kembali bila dibandingkan dengan

penggunaan aquasorb selama 4 minggu. Hal ini dikarenakan semakin menipisnya

ketersediaan air dalam aquasorb sehingga kondisi bibit Jati yang masih dapat

bertahan hidup sampai 6 MST rata-rata telah mengalami titik layu permanen.

Hasil dari beberapa parameter menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dari

percobaan 1 merupakan perlakuan dengan penggunaan aquasorb pada konsentrasi

600 ml. Perlakuan terbaik pada percobaan 2 merupakan perlakuan pada

pemotongan daun sebesar 70% dan penggunaan aquasorb sebanyak 400 ml,

sedangkan untuk percobaan 3 adalah perlakuan dengan penggunaan aquasorb

jenis A pada konsentrasi 400 ml.

Aplikasi aquasorb terhadap pertumbuhan bibit Jati masih memiliki

beberapa kendala. Produk aquasorb masih sulit untuk didapatkan dipasaran dan

kurang ekonomis. Penggunaan bahan dengan fungsi yang sama, bersifat alami dan

relatif lebih murah seperti arang atau sekam padi dapat menjadi salah satu

alternatif lain sebagai bahan penyerap dan penahan air. Abu sekam padi ditinjau

dari komponen penyusunnya, mengandung komponen terbesar berupa SiO2

sebesar 86,9-97,3% berat. SiO2 ini berpotensi besar sebagai bahan baku senyawa

natrium silikat yang merupakan senyawa alkalis dasar dalam industri. Permintaan

terbesar pertama natrium silikat adalah sebagai builder untuk sabun. Penggunaan

lainnya adalah sebagai perekat, gel silika, katalis, pigmen dan absorbant

(Oktiviany et al. 2008).

Page 64: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

52

Page 65: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Aquasorb dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan

persentase hidup bibit Jati dibandingkan kontrol tanpa pemberian

aquasorb. Penggunaan aquasorb pada konsentrasi 600 ml memiliki rata-

rata persen hidup tertinggi (41,67%) pada 4 MST.

2. Pemotongan luas daun bibit Jati dengan pengurangan yang lebih rendah

tidak berpengaruh terhadap persentase hidup bibit Jati, namun penggunaan

aquasorb pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan persen

hidup. Pemberian aquasorb pada konsentrasi 400 ml dengan pemotongan

daun sebesar 70% dapat meningkatkan persen hidup bibit Jati hingga

100% dan mengurangi persen daun kering hingga 54,91% dibanding

kontrol. Pengurangan daun sebesar 70 dan 90% dengan penggunaan

aquasorb 400 ml dapat memperlambat waktu layu akhir hingga 15-16

hari.

3. Pemberian aquasorb dengan jenis yang berbeda pada konsentrasi yang

sama berpengaruh sampai 5 MST dan tidak berpengaruh pada 6 MST.

Penggunaan aquasorb jenis A pada konsentrasi 400 ml memiliki

persentase hidup yang lebih tinggi (67%) dibandingkan dengan

penggunaan aquasorb jenis B. Bibit Jati dengan pemberian aquasorb jenis

A dan B tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam mencapai waktu

layu awal, tengah dan akhir sama halnya terhadap parameter daun gugur

dan persen daun kering.

Page 66: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

53

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penggunaan

aquasorb dengan berbagai konsentrasi terhadap bibit Jati akar telanjang dan jenis

tanaman kehutanan yang berbeda baik di rumah kaca dan di lapangan. Selain itu

diperlukan penelitian dengan alternatif bahan lain yang bersifat alami dan

ekonomis dengan fungsi yang sama sebagai bahan penahan air seperti arang atau

sekam padi.

Page 67: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Hydrogel. http://www.Horties.co.id/Hydrogel/pengenalan

teknis.htm. [13 November 2007].

Anonim. 2008. Spesifikasi Hydrogel Novelgro. http://www.novelvar.com [6

Februari 2008].

Beekman H.A.J.M. 1949. Houtleet in Indonesia. Disalin Bebas Oleh

MS.Hardjodarsono. Bogor: Bagian Pembinaan Fakultas Kehutanan

IPB.Tidak Diterbitkan.

Black C.A. 1968. Soil-Plant Relationships. Second Edition. New Delhi: Wiley

Eastern Private Ltd.

Chang J. 1968. Climate and Agriculture. An Ecological Survey. Chicago: Aldine

Publishing Company.

Cordes J.W.H. 1992. Hutan Jati di Jawa. Malang: Yayasan Manggala Sylva

Lestari.

Dalimunte P. 2005. Pertumbuhan Kayu Jati (Tectona grandis Linn.f.), Pengaruh

Iklim, dan Topografis Terhadap Sifat Fisis dan Anatomis. [Tesis].

Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Dedywiryanto Y. 2006. Respon Bibit dan Kajian Karakter Ketahanan Terhadap

Cekaman Kekeringan Pada Kelapa Sawit (Ealis guineensis Jack.)

[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1991. Petunjuk Teknis Pengadaan

Bibit/Persemaian. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal

Pengusahaan Hutan. Jakarta.

Dwijoseputro D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya.

Dianingsih M.G.A. 1994. Pengaruh Stres Kekurangan Air dan Pemberian

Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Mangga

(Mangifera indica L.) [Skripisi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut

Pertanian Bogor.

Page 68: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

55

[FKT UGM] Fakultas Kehutanan UGM. 1976. Silvikultur Khusus. Yogyakarta:

Yayasan Pembinaan Fakultas Kehutanan UGM.

Fisher N.M dan Goldsworthy P.R. 1984. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.

Tohari, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.

Terjemahan dari : The Physiology of Tropical Field Corps.

Gardner F.P., Pearce R.B., Mitchell R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Herawati Susilo, penerjemah. Universitas Indonesia: Jakarta.

Terjemahan dari: Physiologi of Crop Plants.

Gunawan W.G. 2007. Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Anakan Albizzia

falcataria, Eucalyptus urograndis, Alstonia scholaris dan Gmelina

arborea Pada Berbagai Kadar Air Tanah [Skripsi]. Bogor: Fakultas

Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Hayat R., Ali S. 2004. Water Absorption by Synthetic Polymer (Aquasorb) and its

Effect on Soil Properties and Tomato Yield. Agriculture and Biology.6

(6).

Herwandi H. 2003. Pengaruh Teknik Pengepakan dan Penundaan Waktu Tanam

Terhadap Persen Hidup dan Pertumbuhan [skripsi]. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Hutterman A., Zommorodi M., Reise K. 1990. Addition of Hydrogels to Soil for

Prolonging the Survival of Pinus halepensis Seedlings Subjected to

Drought. Soil Tillage Res. 50: 295-304.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007. The Physical Science

Basis. Summary for Policy Makers, Contribution of Working Group I to

the Fourth Assessment Report of the Intergovenrmental Panel on Climate

Change. Paris, February 2007. http://www.ipcc.ch/. [13 Sept 2008].

Kramer P.J. 1969. Plant and Soil water Relationships: A Modern Synthesis.

Bombay: Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Ltd.

Kusman C.M. 2001. Kegiatan Penanaman Jati Super (Tectona grandis L.f) Inter-

Cropping dengan Jagung (Zea mays L.) di Kebun Percobaan Cikabayan

Fakultas Kehutanan IPB. Laporan Magang Diploma III Budidaya Hutan

Tanaman, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor:

Tidak Diterbitkan.

Page 69: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

56

Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada.

Leiwakabeesy F.M. 1985. Kesuburan Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut

Pertanian Bogor.

Levitt J. 1980. Responses of Plants to Enviromental Stress. Second Edition. New

York: Academis Perss, Inc.

Martawijaya A., Kartasujana I., Kadir K. dan Prawira A. 1981. Atlas Kayu

Indonesia. Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan. Balai Penelitian

dan Pengembangan Pertanian.

Mattjik A.A. dan Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab. Jilid I.Bogor: IPB Press.

Oktaviany dan Tasmalina Y. 2008. Pembuatan Natrium Silikat dari Abu Sekam

Padi. http//digilib.che.itb.ac.id./download.php.[02-06-2008]

Parsons L.R. 1982. Plant Response to Water Defisit. John Wiley and Sons: New

York.

Pranoto A. 1983. Pendugaan Ketersediaan Air dan Penentuan Pola Tanam untuk

Pertanian Lahan Kering di Daerah Pasir Pangarayan Riau. [Skripsi].

Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Samingan T. 1979. Dendrologi. Bogor: Bagian Ekologi, Departemen Botani,

Fakultas Pertanian IPB.

Sharma J. 2004. Establishment of Perennials in Hydrophilic Polymer-Amanded

Soil. SNA Res. 42: 530-532.

Sitompul S. M. Dan Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.

Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.

Slatyer R.O. 1967. Plant-Water Relationships. London: Academis Press.

Sumarna Y. 2002. Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya.

Page 70: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

57

Supriatna H. 2003. Pengaruh Ukuran Bibit dan Pemangkasan Daun Terhadap

Persen Hidup dan Pertumbuhan Bibit Akar Telanjang Jenis Jati (Tectona

grandis L.f.) di Lapangan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut

Pertanian Bogor.

Tjondronegoro, P.D., Said H., dan Hamim. 1999. Fisiologi Tumbuhan Dasar.

Bogor: Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor.

.

Williams, C.N and Joseph K.T. 1973. Climate, Soil and Crop Production in the

Humid Tropics. Singapore: Oxford University Press.

Page 71: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

58

Lampiran

Page 72: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

59

Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Percobaan 1.

Tabel 1. Sidik Ragam Persen Hidup 2 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 6500,00 1625,00 2,74 0,105

Blok 2 3583,30 1791,70 3,02 0,106

Eror 8 4750,00 593,80

Total 14

S = 24,3670 R-Sq = 67,98% R-Sq(adj) = 43,96%

Tabel 2. Sidik Ragam Persen Hidup 3 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 4583,30 1145,80 1,69 0,244

Blok 2 2083,30 1041,70 1,54 0,272

Eror 8 5416,70 677,10

Total 14

S = 26,0208 R-Sq = 55,17% R-Sq(adj) = 21,55%

Tabel 3. Sidik ragam Persen Hidup 4 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 1,308 0,327 7,660 0,008

Blok 2 0,033 0,017 0,390 0,689

Eror 8 0,342 0,0427

Total 14

S = 0,206, R-Sq = 79,70%, R-Sq 64,48

Tabel 4. Sidik ragam Waktu Layu Awal (T0)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 36,391 12,130 11,70 0,006

Blok 2 6,448 3,224 3,11 0,118

Eror 8 6,219 1,036

Total 14

S = 1,01807 R-Sq = 87,32% R-Sq(adj) = 76,76%

Tabel 5. Sidik Ragam Waktu Layu Tengah (T50)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 105,349 35,116 5,17 0,042

Blok 2 10,323 5,161 0,76 0,508

Eror 8 40,760 6,793

Total 14

S = 2,60642 R-Sq = 73,94% R-Sq(adj) = 52,23%

Page 73: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

60

Tabel 6. Sidik Ragam Waktu Layu Akhir (T100)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 258,72 86,24 8,11 0,016

Blok 2 25,26 12,63 1,19 0,368

Eror 8 63,82 10,64

Total 14

S = 3,26146 R-Sq = 81,65% R-Sq(adj) = 66,36%

Tabel 7. Sidik Ragam Persen Daun Kering 1 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 0,848 0,212 6,81 0,011

Blok 2 0,127 0,063 2,04 0,193

Eror 8 0,248 0,031

Total 14

S = 0,176393 R-Sq = 79,65% R-Sq(adj) = 64,39%

Tabel 8. Sidik Ragam Persen Daun Kering 2 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 1,511 0,378 42,150 0,000

Blok 2 0,074 0,037 4,150 0,058

Eror 8 0,072 0,009

Total 14

S = 0,0947, R-Sq = 95,67%, R-Sq (adj) = 92,53%

Tabel 9. Sidik Ragam Persen Daun kering 3 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 1,690 0,423 38,130 0,000

Blok 2 0,021 0,010 0,940 0,430

Eror 8 0,089 0,011

Total 14

S = 3,26146 R-Sq = 81,65% R-Sq(adj) = 66,36%

Tabel 10. Sidik Ragam Persen Daun Kering 4 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 17867,300 446,800 26,330 0,000

Blok 2 431,500 215,700 1,270 0,331

Eror 8 1357,100 169,600

Total 14

S = 13,0244 R-Sq = 93,10% R-Sq(adj) = 87,92%

Page 74: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

61

Tabel 11. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 1 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 6,667 1,670 1,000 0,460

Blok 2 3,333 1,670 1,000 0,410

Eror 8 13,333 1,670

Total 14

S = 1,29099 R-Sq = 42,86% R-Sq(adj) = 0,00%

Tabel 12. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 2 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 204,58 51,15 0,900 0,508

Blok 2 141,56 70,73 1,240 0,339

Eror 8 455,42 56,93

Total 14

S = 7,54500 R-Sq = 43,18% R-Sq(adj) = 0,56%

Tabel 13. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 3 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 2697,300 649,300 3,360 0,068

Blok 2 275,200 137,600 0,710 0,520

Eror 8 1547,700 193,500

Total 14

S = 13,9091 R-Sq = 64,99% R-Sq(adj) = 38,72%

Tabel 14. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 4 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 1426,5 356,6 2,81 0,100

Blok 2 170,2 85,1 0,67 0,538

Eror 8 1014,2 126,8

Total 14

S = 11,2593 R-Sq = 61,16% R-Sq(adj) = 32,02%

Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Percobaan 2

Tabel 15. Sidik Ragam Persen Hidup 2 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 18593,2 6197,7 44,60 0,000

Aquasorb 3 1740,6 580,2 4,18 0,013

Interaksi 9 10209,5 1134,4 8,16 0,000

Eror 32 4446,7 139,0

Total 47

S = 11,7881 R-Sq = 87,29% R-Sq(adj) = 81,33%

Page 75: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

62

Tabel 16. Sidik Ragam Persen Hidup 3 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 38777 12926 10,34 0,000

Aquasorb 3 994 331 0,27 0,850

Interaksi 9 6876 764 0,61 0,778

Eror 32 40011 1250

Total 47

S = 35,3603 R-Sq = 53,83% R-Sq(adj) = 32,19%

Tabel 17. Sidik Ragam Persen Hidup 4 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 0,129 0,043 0,690 0,564

Aquasorb 3 4,687 1,562 25,000 0,000

Interaksi 9 0,370 0,041 0,660 0,739

Eror 32 1,999 0,062

Total 47

S = 0,249972 R-Sq = 72,18% R-Sq(adj) = 59,13%

Tabel 18. Sidik Ragam Waktu Layu Awal (T0)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 5,0539 1,685 2,47 0,080

Aquasorb 3 105,072 35,024 51,33 0,000

Interaksi 9 14,013 1,557 2,28 0,042

Eror 32 21,835

Total 47

S = 0,826041 R-Sq = 85,04% R-Sq(adj) = 78,03%

Tabel 19. Sidik Ragam Waktu Layu Tengah (T50)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 32,312 10,771 3,35 0,031

Aquasorb 3 378,621 126,207 39,28 0,000

Interaksi 9 34,883 3,876 1,21 0,325

Eror 32 102,805 3,213

Total 47

S = 1,79239 R-Sq = 81,26% R-Sq(adj) = 72,48%

Page 76: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

63

Tabel 20. Sidik Ragam Waktu Layu Akhir (T100)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 47,859 15,953 3,08 0,041

Aquasorb 3 798,766 266,255 51,35 0,000

Interaksi 9 95,706 10,634 2,05 0,066

Eror 32 165,926 5,185

Total 47

S = 2,27710 R-Sq = 85,03% R-Sq(adj) = 78,01%

Tabel 21. Sidik Ragam Persen Daun Kering 1 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 6966,500 2322,200 7,930 0,000

Aquasorb 3 32594,400 10864,800 37,12 0,000

Interaksi 9 10976,100 1219,600 4,170 0,001

Eror 32 9366,300 292,700

Total 47

S = 17,1084 R-Sq = 84,36% R-Sq(adj) = 77,03%

Tabel 22. Sidik Ragam Persen Daun Kering 2 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 247,600 82,500 0,300 0,828

Aquasorb 3 12706,300 4235,400 15,160 0,000

Interaksi 9 2173,100 241,500 0,860 0,565

Eror 32 8937,700 279,300

Total 47

S = 16,7123 R-Sq = 62,86% R-Sq(adj) = 45,45%

Tabel 23. Sidik Ragam persen Daun kering 3 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 122,300 408,400 2,370 0,089

Aquasorb 3 7267,300 2422,400 14,070 0,000

Interaksi 9 3489,600 387,700 2,250 0,044

Eror 32 5511,100 172,200

Total 47

S = 13,1233 R-Sq = 68,50% R-Sq(adj) = 53,73%

Page 77: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

64

Tabel 24. Sidik Ragam Persen Daun Kering 4 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 294,080 98,030 4,490 0,010

Aquasorb 3 1360,000 453,330 20,770 0,000

Interaksi 9 480,600 53,400 2,450 0,030

Eror 32 698,530 21,830

Total 47

S = 4,67217 R-Sq = 75,34% R-Sq(adj) = 63,79%

Tabel 25. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 1 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 156,02 52,01 3,37 0,030

Aquasorb 3 24,26 8,09 0,52 0,669

Interaksi 9 27,29 3,03 0,20 0,993

Eror 32 494,11 15,44

Total 47

S = 3,92949 R-Sq = 29,58% R-Sq(adj) = 0,00%

Tabel 26. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 2 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 128,97 42,99 3,97 0,016

Aquasorb 3 66,87 22,29 2,06 0,125

Interaksi 9 168,65 18,74 1,73 0,122

Eror 32 346,27 10,82

Total 47

S = 3,28952 R-Sq = 51,28% R-Sq(adj) = 28,45%

Tabel 27. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 3 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 368,46 122,82 2,99 0,045

Aquasorb 3 148,79 49,60 1,21 0,323

Interaksi 9 296,82 32,98 0.80 0,617

Eror 32 1314,74 41,09

Total 47

S = 6,40979 R-Sq = 38,24% R-Sq(adj) = 9,29%

Page 78: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

65

Tabel 28. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 4 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Pengurangan

Daun

3 139,70 46,57 1,09 0,367

Aquasorb 3 515,71 171,90 4,03 0,015

Interaksi 9 845,80 93,98 2,20 0,049

Eror 32 1365,08 42,66

Total 47

S = 6,53136 R-Sq = 52,37% R-Sq(adj) = 30,05%

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Percobaan 3.

Tabel 29. Sidik Ragam Persen Hidup pada 5 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 14370 3593 4,04 0,033

Eror 10 8889 889

Total 14 23259

S = 29,81 R-Sq = 61,78% R-Sq(adj) = 46,50%

Tabel 30. Sidik Ragam Waktu Layu Awal (T0)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 284,9 71,2 3,41 0,053

Eror 10 208,7 20,9

Total 14

S = 4,568 R-Sq = 57,72% R-Sq(adj) = 40,80%

Tabel 31. Sidik Ragam Waktu Layu Tengah (T50)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 103,46 25,87 7,23 0,005

Eror 10 35,75 3,58

Total 14

S = 1,891 R-Sq = 74,32% R-Sq(adj) = 64,05%

Tabel 32. Sidik Ragam Waktu Layu Akhir (T100)

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 162,72 40,68 12,10 0,001

Eror 10 33,61 3,36

Total 14

S = 1,833 R-Sq = 82,88% R-Sq(adj) = 76,04%

Page 79: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

66

Tabel 33. Sidik Ragam Persen Daun Kering 1 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 0,121 0,030 5,450 0,014

Eror 10 0,055 0,005

Total 14 0,176

S = 0,07439 R-Sq = 68,55% R-Sq(adj) = 55,97%

Tabel 34. Sidik Ragam Persen Daun kering 2 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 0,423 0,106 8,16 0,003

Eror 10 0,129 0,013

Total 14 0,553

S = 0,1138 R-Sq = 76,56% R-Sq(adj) = 67,18%

Tabel 35. Sidik Ragam Persen Daun Kering 3 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 0,648 0,162 1,83 0,199

Eror 10 0,884 0,088

Total 14 1,532

S = 0,2973 R-Sq = 42,30% R-Sq(adj) = 19,22%

Tabel Lampiran 36. Sidik Ragam Persen Daun Kering 4 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 1,074 0,269 6,26 0,009

Eror 10 0,429 0,043

Total 14 1,503

S = 0,2070 R-Sq = 71,47% R-Sq(adj) = 60,06%

Tabel 37. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 1 MST.

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 41,700 10,400 0,59 0,680

Eror 10 177,800 17,800

Total 14 219,500

S = 4,216 R-Sq = 19,01% R-Sq(adj) = 0,00%

Tabel 38. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 2 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 104,540 26,140 4,500 0,024

Eror 10 58,080 5,810

Total 14 162,620

S = 2,410 R-Sq = 64,29% R-Sq(adj) = 50,00%

Page 80: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

67

Tabel 39. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 3 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 159,800 40,000 1,120 0,399

Eror 10 355,600 35,600

Total 14 515,400

S = 5,963 R-Sq = 31,01% R-Sq(adj) = 3,41%

Tabel 40 Sidik Ragam Persen Daun Gugur 4 MST

Perlakuan Db JK KT F-Hitung P

Aquasorb 4 888 222 1,970 0,175

Eror 10 1125 112

Total 14 2013

S = 10,61 R-Sq = 44,12% R-Sq(adj) = 21,77%

Tabel 41. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 5 MST

Perlakuan Db JK2 JK F-Hitung P

Aquasorb 4 8427 2107 1,130 0,397

Eror 10 18667 1867

Total 14 27093

S = 43,20 R-Sq = 31,10% R-Sq(adj) = 3,54%

Tabel 42. Sidik Ragam Persen Daun Gugur 6 MST

Perlakuan Db JK JKT F-Hitung P

Aquasorb 4 106,700 26,700 1,00 0,452

Eror 10 266,700 26,700

Total 14 373,300

S = 5,164 R-Sq = 28,57% R-Sq(adj) = 0,00%

Page 81: PENGARUH BAHAN PENAHAN AIR AQUASORB TERHADAP … · Penulis pernah aktif di BEM Fahutan periode 2005-2006, BEM-KM (Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa) periode 2006-2007,

68