Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PUBLIKASI INI BEKERJA SAMA DENGAN:
Pengamatan Terumbu Karang Untuk Evaluasi Dampak Pengelolaan di Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur
i
Penulis
Amkieltiela : WWF-Indonesia Dominic Andradi-Brown : WWF-US Fikri Firmansyah : WWF-Indonesia Estradivari : WWF-Indonesia
Kontributor Derta Prabuning, Izaak Angwarmasse, Sila Kartika Sari, Prakas Santoso, Rusydi, Kusnanto, Kasman, Khaifin, Christian Novia Handayani, Muhammad Erdi Lazuardi, Estradivari, Dwi Aryo Tjiptohandono, Nisa Syahidah, Irwan Hermawan, dan Wawan Ridwan Pengamatan terumbu karang di SAP Flores Timur tergabung dalam Ekspedisi Alor Flotim. Untuk informasi lebih lanjut tentang Ekspedisi Alor Flotim (#XPDCALORFLOTIM) silahkan kunjungi www.wwf.or.id/xpdcalorflotim atau hubungi: Muhammad Erdi Lazuardi Project Leader for Lesser Sunda Email: [email protected]
Amkieltiela Marine Science & Knowledge Management Officer Email: [email protected]
Sitasi: Amkieltiela, Andradi-Brown, D.A., Firmansyah, F., dan Estradivari, 2018, Pengamatan Terumbu Karang Untuk Evaluasi Dampak Pengelolaan di Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur, World Wide Fund for Nature, Jakarta, Indonesia ©2018 WWF-Indonesia. Perbanyakan dan diseminasi bahan-bahan di dalam buku ini untuk kegiatan pendidikan maupun tujuan-tujuan non komersil diperbolehkan tanpa memerlukan izin tertulis dari pemegang hak cipta selama sumber disebutkan dengan benar. Perbanyakan dari bahan-bahan dari buku ini untuk dijual atau tujuan komersial lainnya tidak diperbolehkan tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta. Foto sampul oleh: Irwan Hermawan/WWF-Indonesia Desain & Tata Letak oleh: Amkieltiela/WWF-Indonesia
ii
Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur terletak di kabupaten Flores Timur, Nusa
Tenggara Timur. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi,
yaitu 345 jenis karang dan 210 jenis ikan karang yang teridentifikasi pada saat survei
dasar dilakukan oleh WWF-Indonesia pada tahun 2009. Tahun 2014, kawasan ini
resmi dicadangkan menjadi kawasan konservasi perairan melalui SK Bupti Flores
Timur No. 4 tahun 2014 seluas kurang lebih 150,000 hektar.
Pengamatan kesehatan terumbu karang di SAP Flores Timur dilakukan pada tanggal
31 Maret – 6 April 2017 yang merupakan rangkaian kegiatan dari Ekspedisi Alor Flotim
(#XPDCALORFLOTIM) yang diselenggarakan oleh WWF-Indonesia bersama
Yayasan Reef Check Indonesia pada 20 Maret – 6 April 2017. Kegiatan ini melibatkan
peneliti dari berbagai lembaga, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Flores Timur, dan Universitas Muhammadiyah Kupang. Kali ini,
tim mengumpulkan data repetisi (T1) setelah pengumpulan data dasar (baseline) yang
dilakukan tahun 2014.
Terima kasih atas dukungan seluruh tim peneliti dalam menyukseskan kegiatan
Ekspedisi Alor Flotim (#XPDCALORFLOTIM).
Semoga laporan ini bermanfaat sebagai salah satu kontribusi dalam inisiasi
penetapan dan pengelolaan Kawasan konservasi perairan di Indonesia
Jakarta, Juli 2018
Direktur Marine and Fisheries
WWF-Indonesia
Wawan Ridwan
iii
Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur merupakan kawasan konservasi seluas
150.000 hektar yang dicadangkan melalui SK Bupati No.4 Tahun 2014. Hasil survei
ekologi oleh WWF-Indonesia tahun 2009 menunjukkan kawasan konservasi yang
terletak di kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur ini memiliki
keanekaragaman yang tinggi, yaitu dengan ditemukannya 345 jenis karang dan 210
jenis ikan karang. Pembentukan kawasan konservasi merupakan salah satu langkah
untuk menjaga keanekaragaman ekosistem laut, namun untuk menyukseskannya,
maka dibutuhkan pengelolaan yang efektif. Salah satu indikator untuk melihat
efektifitas pengelolaan adalah kondisi kesehatan ekosistem terumbu karang. Oleh
karena itu, pemantauan kesehatan terumbu karang yang rutin perlu dilakukan tiap 2-
3 tahun sekali.
Pemantauan kesehatan terumbu karang di SAP Flores Timur dilakukan pada tanggal
31 Maret – 6 April 2017 di 30 titik pengamatan (24 titik di dalam kawasan konservasi
dan 6 titik di luar kawasan konservasi). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian
Ekspedisi Alor Flotim (#XPDCALORFLOTIM) yang dilakukan dari tanggal 20 Maret
hingga 6 April 2017. Pemantauan kali ini merupakan pengambilan data repetisi (T1)
untuk melihat status dan tren perubahan ekosistem terumbu karang setelah 3 tahun.
Data yang dikumpulkan antara lain karakteristik lokasi, tutupan bentik dengan
menggunakan metode PIT (3 x 50 meter), serta kelimpahan dan biomassa ikan karang
menggunakan metode UVC (5 x 50 meter) di kedalaman 10 meter. Metode yang
digunakan terangkum dalam Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang
WWF-Indonesia (Amkieltiela & Wijonarno, 2015).
Secara umum, SAP Flores Timur terlihat mampu menjaga kesehatan ekosistem
terumbu karang. Tahun 2017, kondisi ekosistem terumbu karang didalam kawasan
lebih baik daripada diluar kawasan, ditunjukan tutupan karang lunak (9 + 1%), dan
substrat tersedia (12 + 2%) yang lebih tinggi daripada diluar kawasan (berturut-turut 4
+ 2% dan 3 + 1%). Hal yang sama terjadi pada kelimpahan dan biomassa 16 famili
ikan karang yang berturut-turut lebih tinggi 1,5 dan 2 kali lipat dari diluar kawasan.
Analisa tren menunjukkan tutupan karang keras didalam kawasan tetap stabil dari
tahun 2014 hingga 2017 serta pecahan karang terlihat menurun sebanyak 45% (25 +
iv
3% di tahun 2014 dan 14 + 2% di tahun 2017). Selain itu, SAP Flores Timur juga
mampu meningkatkan biomassa ikan hingga lebih dari 2 kali lipat, yaitu dari 198 kg/ha
di tahun 2014 ke 506 kg/ha di tahun 2017. Hal ini mungkin juga didukung dengan
tekanan dari penangkapan ikan yang cenderung rendah karena masyarakat setempat
lebih mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(Mohebalian, et.al., 2016). Menurut Estradivari (2017), tutupan karang yang tinggi
mampu meningkatkan kelimpahan dan biomassa ikan karang. Percepatan proses
penetapan zonasi, meningkatkan patroli dan penegakkan hukum, serta
mengaplikasikan aturan penangkapan ikan (harvest control rule) diharapkan dapat
meningkatkan dampak dari pengelolaan kawasan konservasi sehingga dapat
dirasakan secara optimal oleh masyarakat setempat dan sekitarnya.
v
KATA PENGANTAR DIREKTUR CORAL TIRANGLE PROGRAM WWF-
INDONESIA ................................................................................................................ ii
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................ iii
Daftar Gambar ......................................................................................................... vii
Daftar Lampiran ...................................................................................................... viii
I. Pendahuluan ...................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
II. Metode ................................................................................................................ 2
2.1. Lokasi Pengamatan ...................................................................................... 2
2.2. Metode Pengumpulan Data........................................................................... 3
2.2.1. Pengumpulan Data Komunitas Bentik ....................................................... 3
2.2.2. Pengumpulan Data Komunitas Ikan Target Pengamatan .......................... 4
2.3. Analisa Data .................................................................................................. 5
2.3.1. Penutupan Karang ..................................................................................... 5
2.3.2. Kelimpahan dan Biomassa Ikan Target ..................................................... 5
2.3.3. Trend Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang .......................................... 6
2.3.4. Analisa Statistik.......................................................................................... 6
III. Hasil dan Pembahasan ...................................................................................... 6
3.1. Status Ekosistem Terumbu Karang 2017 ...................................................... 6
3.1.1. Persentase Tutupan Bentik .................................................................... 7
3.1.2. Kelimpahan Ikan Target Pengamatan .................................................... 8
3.1.3. Biomassa Ikan Target Pengamatan ....................................................... 9
3.2. Tren kesehatan ekosistem terumbu karang (2014 & 2017) ........................ 10
IV. Rekomendasi Pengelolaan ............................................................................. 14
vi
V. Referensi .......................................................................................................... 14
Lampiran ................................................................................................................. 17
vii
Gambar 1. Ilustrasi pengelompokan titik survei menggunakan metode acak
terstratifikasi di sebuah kawasan konservasi perairan. (keterangan: ZI=Zona Inti;
ZP=Zona Pemanfaatan; ZB=Zona Perikanan Berkelanjutan; S=Titik Survei;
T=Transek (Amkieltiela & Wijonarno, 2015) ........................................................ 2
Gambar 2. Lokasi Pemantauan kesehatan terumbu karang di dalam dan di luar SAP
Flores Timur ........................................................................................................ 3
Gambar 3. Metode Titik Garis Menyinggung (Point Intercept Transect - PIT) ............ 4
Gambar 4. Metode sensus visual bawah air (Underwater Visual Census - UVC) ...... 4
Gambar 5. Rata-rata persentase tutupan bentik (+SE) di SAP Flores Timur tahun
2017 .................................................................................................................... 8
Gambar 6. Rerata kelimpahan 16 famili ikan target pengamatan di SAP Flores Timur
tahun 2017 .......................................................................................................... 9
Gambar 7. Rata-rata biomassa 16 famili ikan target pengamatan di SAP Flores
Timur tahun 2017 ................................................................................................ 9
Gambar 8. Rerata persentase tutupan bentik (+SE) tahun 2014 dan 2017 tiap zona
di SAP Flores Timur .......................................................................................... 11
Gambar 9. Rata-rata kelimpahan 6 famili (+SE) tahun 2014 dan 2017 di tiap zona di
SAP Flores Timur .............................................................................................. 12
Gambar 10. Rata-rata biomassa (+SE) famili ikan ekonomis penting (kanan) dan
ikan fungsional (kiri) di tiap zona di SAP Flores Timur tahun 2014 dan 2017 .... 13
viii
Lampiran 1. Lokasi Pengamatan Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang di SAP
Flores Timur Tahun 2017 ..................................................................................... 17
Lampiran 2. Kategori Bentuk Pertumbuhan Bentik .................................................. 18
Lampiran 3. Rata-Rata Persentase Tutupan Bentik di SAP Flores Timur tahun 2014
dan 2017 dan Bentang Laut Sunda Banda .......................................................... 19
Lampiran 4. Persentase rata-rata tutupan bentik per katogori di dalam dan luar
kawasan SAP Flores Timur tahun 2014 dan 2017 ............................................... 20
Lampiran 5. Rata-rata Kelimpahan dan Biomassa 16 Famili Ikan Target Pengamatan
di SAP Flores Timur Tahun 2017 di Dalam dan Luar Kawasan Konservasi ........ 23
Lampiran 6. Rata-rata kelimpahan dan biomassa 16 famili ikan target pengamatan di
SAP Flores Timur Tahun 2017 per site di dalam dan di luar kawasan konservasi23
Lampiran 7. Rata-rata Kelimpahan dan Biomassa 6 Famili Ikan Fungsional dan Ikan
Ekonomis Penting di SAP Flores TImur Tahun 2014 dan 2017 di Dalam dan Luar
Kawasan Konservasi ............................................................................................ 25
Lampiran 8. Rata-rata Kelimpahan dan Biomassa 6 Famili Ikan Target Pengamatan
di SAP Flores Timur Tahun 2014 dan 2017 di Dalam dan Luar Kawasan SAP
Selat Pantar ......................................................................................................... 26
Lampiran 9. Hasil Analisa Mann-Whitney U untuk tutupan bentik ............................ 28
Lampiran 10. Hasil Analisa Mann-Whitney U untuk Biomassa 6 Famili Ikan
Fungsional dan Ikan Ekonomis Penting ............................................................... 28
Lampiran 11. Hasil Analisa Mann-Whitney U untuk Kelimpahan 6 Famili Ikan
Fungsional dan Ikan Ekonomis Penting ............................................................... 29
1
Kabupaten Flores Timur terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan berbatasan
dengan Laut Flores di sebelah Utara, Laut Sawu di sebelah Selatan, Kabupaten
Sikka di sebelah Barat, dan Kabupaten Lembata di sebelah Timur. Kabupaten ini
memiliki 17 pulau yang terdiri atas 3 pulau berpenghuni dan 14 pulau tidak
berpenghuni. Kabupaten Flores Timur memiliki luas wilayah 598.338 ha dimana
70%-nya (417.053 ha) adalah perairan (Pemerintah Kabupaten Flores Timur,
2017).
Wilayah pesisir dan kepulauannya memiliki karakateristik berupa selat-selat kecil
yang berarus kuat namun memiliki keanekaragaman yang tinggi (Khaifin &
Prabuning, 2012). 345 jenis karang dari 19 suku dan 210 jenis ikan karang dari 33
suku ditemukan pada saat survei ekologi oleh WWF-Indonesia (2009). Untuk
melestarikan kawasan ini, maka pada tahun 2014, Suaka Alam Perairan (SAP)
Flores Timur dicadangkan melalui Surat Keputusan Bupati No. 4 Tahun 2014
seluas 150,000 hektar. Kawasan konservasi merupakan salah satu solusi untuk
melindungi keankaragaman hayati laut. Efektifitas suatu pengelolaan dapat dilihat
melalui kondisi kesehatan ekosistem terumbu karangnya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengambilan data kesehatan terumbu karang secara rutin untuk melihat
perubahannya antar waktu. Ekspedisi ini merupakan kegiatan pengambilan data
repetisi (T1). Data dasar (T0) telah dikumpulkan pada tahun 2014 lalu.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menilai status dan tren kesehatan ekosistem
terumbu karang. Data dan informasi ini berguna untuk mendukung pengelolaan
suaka alam perairan yang adaptif.
2
Pemantauan kesehatan terumbu karang di SAP Flores Timur merupakan bagian
dari pengambilan data XPDC Alor Flotim 2017. XPDC ini melaukan pengambilan
data di Alor dan Flores Timur pada tanggal 20 Maret – 6 April 2017. Pengambilan
data di SAP Flores Timur dilakukan pada 31 Maret – 6 April 2017. Titik pemantauan
mengacu pada pengamatan ekosistem terumbu karang alor flotim tahun 2014. Titik
pemantauan ditentukan menggunakan metode acak terstratifikasi berdasarkan
zonasi (Gambar 1). Namun, dikarenakan belum diresmikan zonasi di SAP Flores
Timur, maka area pemantauan dikategorikan menjadi dua, yaitu di Dalam
Kawasan Konservasi dan Luar Kawasan Konservasi. Pemantauan di SAP Flores
Timur dilakukan di 30 titik di dalam (24 titik) dan di luar (6 titik) kawasan (Gambar
2 dan Lampiran 1).
Gambar 1. Ilustrasi pengelompokan titik survei menggunakan metode acak
terstratifikasi di sebuah kawasan konservasi perairan. (keterangan: ZI=Zona Inti;
ZP=Zona Pemanfaatan; ZB=Zona Perikanan Berkelanjutan; S=Titik Survei;
T=Transek (Amkieltiela & Wijonarno, 2015)
KAWASAN KONSERVASI PESISIR, PERAIRAN, DAN PULAU-PULAU KECIL
3
Gambar 2. Lokasi Pemantauan kesehatan terumbu karang di dalam dan di luar
SAP Flores Timur
Metode pemantauan kesehatan karang dilakukan mengacu pada Protokol
Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Perairan
(Amkieltiela & Wijonarno, 2015). Persentase tutupan bentik, biomassa ikan
karang, dan kelimpahan ikan karang merupakan indikator yang digunakan.
Pengumpulan data komunitas bentik dilakukan dengan menggunakan metode
Titik Garis Menyinggung (Point Intercept Transect – PIT). Data dikumpulkan
pada kedalaman 10 meter sejajar garis pantai dengan menggunakan transek
sepanjang 3 x 50 meter (Gambar 3). Tim pemantau mencatat hingga tingkat
bentuk pertumbuhan (Amkieltiela & Wijonarno, 2015). Kategori bentuk
pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2.
4
Gambar 3. Metode Titik Garis Menyinggung (Point Intercept Transect - PIT)
Pengumpulan data ikan karang dilakukan menggunakan metode sensus visual
bawah air (underwater visual census - UVC) pada kedalaman yang sama
dengan bentik, yaitu 10 meter. Data dikumpulkan menggunakan panjang
transek 5 x 50 meter sejajar garis pantai. Pencatatan data ikan karang dibagi
dua berdasarkan ukurannya, yaitu ikan kecil (TL: 10-35 cm) dan ikan besar (TL:
>35 cm). Lebar transek untuk ikan kecil sebesar 5 meter sedangkan ikan besar
menggunakan lebar transek 20 meter (Gambar 4). Informasi yang dikumpulkan
antara lain jenis ikan (hingga tingkat spesies), estimasi panjang total (Total
Length – TL), dan jumlah individu. Identifikasi ikan karang dilakukan hanya
pada 16 famili ikan target sesuai dengan E-KKP3K, yaitu ikan herbivora
(Acanthuridae, Scaridae/Scarini, Siganidae, dan Labridae) dan ikan karnivora
(Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Carangidae, Scombridae, Caesionidae,
Haemulidae, Nemipteridae, Sphyraenidae, Carcharhinidae, Sphyrnidae, dan
Dasyatidae) (Amkieltiela & Wijonarno, 2015).
Gambar 4. Metode sensus visual bawah air (Underwater Visual Census -
UVC)
5
Analisa data terbagi menjadi analisa untuk status ekosistem terumbu karang di
SAP Flores Timur pada tahun 2017 dan tren dengan melihat perubahan kondisi
ekosistem terumbu karang pada tahun 2014 dan 2017 didukung dengan analisa
statistik. Hasil Analisa juga dibandingkan dengan kondisi secara umum di
Bentang Laut Sunda Banda (BLSB) sesuai data yang tersedia. Analisa
menggunakan R studio dengan mengacu pada perhitungan persentase bentik,
biomassa dan kelimpahan ikan karang, dan analisa statistik dibawah ini.
Penutupan karang dihitung dalam satuan persen (%) untuk masing-masing
kategori dengan rumus sebagai berikut:
Kategori bentik = Jumlah titik dalam kategori tersebut
Jumlah total titik dalam satu transek x 100%
Analisa untuk evaluasi dampak fokus pada perubahan persentase tutupan
karang keras dari tahun 2014 ke tahun 2017 di masing-masing zona.
Analisa kelimpahan dan biomassa ikan target terbagi menjadi dua, yaitu analisa
16 famili ikan target pengamatan untuk status ekosistem terumbu karang di
SAP Flores Timur tahun 2017 dan 6 famili ikan karang untuk analisa dampak
kawasan konservasi terhadap kelimpahan dan biomassa ikan karang. 6 famili
tersebut terbagi dua, yaitu ikan ekonomis penting (Lutjanidae, Serranidae, dan
Haemulidae) dan ikan fungsional (Acanthuridae, Scaridae/Scarini, dan
Siganidae).
Perhitungan kelimpahan ikan target menggunakan rumus berikut:
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎ℎ𝑎𝑛 (𝑖𝑛𝑑
ℎ𝑎) =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑐𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛
𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑐𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚2 𝑥 10.000 𝑚2
Sedangkan analisa biomassa ikan target dihitung dengan mengkonversi
panjang ikan ke berat, menggunakan rumus sebagai berikut:
W = aLb(Kulbicki, et al., 2005)
6
dimana W = berat ikan karang (gram), L = panjang total ikan (cm), dan a dan b
adalah konstanta tiap spesies ikan yang ditemukan. Kemudian, nilai berat (W)
digunakan untuk mengitung biomassa (kg/ha) dengan rumus:
Biomassa (kg/ha) = 𝑊
𝐴𝑥10.000
dimana W = berat (kg) dan A = luas transek pengamatan (m2).
Tren kesehatan ekosistem terumbu karang di SAP Flores Timur dianalisa
dengan melihat peubahan yang terjadi di setiap zona antar tahun. Tahun
yang dibandingkan adalah tahun 2014 dimana dilakukan pengumpulan data
dasar (baseline) (T0) dan tahun 2017 untuk data repetisi (T1). Indikator utama
yang digunakan adalah rerata persentase tutupan karang keras, serta
biomassa dan kelimpahan 6 famili ikan karang.
Analisa statistik digunakan untuk membantu interpretasi data. Analisa data
menggunakan uji Mann-Whitney U atau dikenal juga dengan Wilcoxon Rank
Sum Test untuk melihat pengaruh dari adanya kawasan konservasi antar
tahun terhadap perubahan karang keras, biomassa ikan karang, dan
kelimpahan ikan karang di setiap zona. Satu titik pengamatan tidak
dimasukkan dalam analisa statistik karena hanya diambil pada tahun 2017,
yaitu titik 1070. Hasil selengkapnya untuk uji statistik dapat dilihat pada
Lampiran 9, Lampiran 10, dan Lampiran 11.
Secara umum, tutupan bentik di dalam SAP Flores Timur dinilai mampu menjaga
kondisi ekosistem terumbu karang lebih baik dari di luar kawasan. Hal ini dilihat
dari rata-rata persentase tutupan karang keras, karang lunak, dan substrat tersedia
yang lebih tinggi dari di luar kawasan konservasi. Kelimpahan dan biomassa ikan
karang pun menunjukkan hasil yang serupa, yaitu lebih tinggi di dalam kawasan
dibandingkan di luar kawasan. Hal ini sesuai dengan Estradivari (2017) yang
menyebutkan bahwa tutupan karang yang tinggi dapat meningkatkan kelimpahan
7
dan biomassa ikan karang. Hasil analisa ini menunjukkan bahwa SAP Flores Timur
memiliki potensi yang lebih baik dalam menjaga ekosistem terumbu karang serta
mendukung perikanan.
Secara umum, tutupan bentik di SAP Flores Timur masih termasuk baik dengan
didominasi oleh karang keras di dalam maupun di luar kawasan. Persentase
tutupan karang kerasnya pun masih berada di atas rata-rata persentase
tutupan karang keras di Bentang Laut Sunda Banda (BLSB), yaitu sebesar 32
+ 0,9% (Gambar 5 dan Lampiran 3) (Amkieltiela, et al., 2017). Rata-rata tutupan
substrat tersedia pun lebih tinggi daripada di luar kawasan, sehingga
memberikan potensi recruitment karang yang lebih tinggi. Hal yang perlu
menjadi perhatian adalah rata-rata persentase tutupan pecahan karang,
meskipun nilainya lebih tinggi di luar kawasan, namun tidak menutup
kemungkinan akan terjadi peningkatan persentase tutupan pecahan karang
jika tidak dilakukan tindakan antisipasi (Gambar 5 dan Lampiran 3). Sifat
pecahan karang yang tidak stabil dapat mengurangi keberhasilan penempelan
planula karang (Clark & Edwards, 1999).
8
Gambar 5. Rata-rata persentase tutupan bentik (+SE) di SAP Flores Timur tahun
2017
Rata-rata kelimpahan 16 famili ikan target pengamatan tertinggi ditemukan di
dalam kawasan konservasi yaitu sebesar 3377 + 628 ind/ha. Hal yang sama
terjadi untuk rata-rata kelimpahan ikan karnivora dan herbivora. Rata-rata
kelimpahan ikan karnivora terlihat lebih tinggi daripada ikan herbivora di kedua
lokasi pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah ikan karnivora lebih
tinggi dari pada jumlah ikan herbivora di dalam maupun di luar SAP Flores
Timur (Gambar 6, Lampiran 5, dan Lampiran 6). Nilai rata-rata kelimpahan ikan
karnivora yang lebih tinggi juga bisa disebabkan karena jumlah famili ikan
karnivora yang dianalisa juga lebih banyak daripada ikan herbivora.
9
Gambar 6. Rerata kelimpahan 16 famili ikan target pengamatan di SAP Flores
Timur tahun 2017
SAP Flores Timur memiliki rata-rata biomassa 16 famili ikan target pengamatan
yang lebih tinggi daripada rata-rata biomassa ikan di luar kawasan konservasi,
yaitu sebesar 1330 + 273 kg/ha. Hal yang sama terjadi untuk rata-rata
biomassa ikan karnivora dan herbivora. Namun, berbeda dengan di dalam
kawasan, rata-rata biomassa ikan herbivora lebih tinggi daripada ikan
karnivora. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran ikan herbivora lebih besar
daripada ikan karnivora (Gambar 7, Lampiran 5, dan Lampiran 6).
Gambar 7. Rata-rata biomassa 16 famili ikan target pengamatan di SAP
Flores Timur tahun 2017
10
Hasil analisa menunjukkan SAP Flores Timur mampu mempertahankan kondisi
ekosistem terumbu karang selama 3 tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dari rata-
rata tutupan karang keras yang stabil (p=0,3082), penurunan tutupan pecahan
karang yang signifikan (p=0,012), serta peningkatan biomasa ikan karang yang
signifikan (p=0,0001) (Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10, Lampiran 3, Lampiran
9, Lampiran 10, dan Lampiran 11). Kondisi karang keras yang stabil dan tutupan
pecahan karang yang menurun merupakan hal yang baik bagi kesehatan terumbu
karang ditengah-tengah kondisi tutupan karang keras di wilayah Timur Indonesia
yang cenderung menurun di tahun 2016 (Suharsono, 2018). Penurunan tutupan
pecahan karang keras juga menunjukkan adanya indikasi pemulihan. Selain itu,
terjadi peningkatan tutupan kategori ‘lainnya’ yang signifikan di dalam kawasan
konservasi (p=0,049) (Lampiran 4 dan Lampiran 9). Jika pengelolaan
ditingkatkan, maka manfaat kawasan konservasi bisa semakin dirasakan. Kajian
Estradivari (2017) menyatakan bahwa kawasan konservasi yang dikelola secara
efektif dapat memberikan 5 manfaat, yaitu peningkatan biomassa ikan,
memfasilitasi penyebaran larva ikan, ikan juvenil, dan ikan dewasa dari zona
larang tangkap ke zona pemanfaatan, dan keluar kawasan konservasi, perbaikan
stok perikanan, peningkatan daya lenting terumbu karang, serta peningkatan
produktifitas perikanan.
Namun, perlu menjadi perhatian bahwa terjadi peningkatan rata-rata tutupan alga
di dua titik di dalam dan di luar kawasan, yaitu titik 1048 dan 1042. Peningkatan
rata-rata tutupan alga tertinggi di dalam kawasan ditemukan di titik 1048 sebesar
76%. Hal ini mungkin disebabkan adanya penurunan kelimpahan ikan herbivora,
yaitu 776+142 ind/ha di tahun 2014 menjadi 30+20 ind/ha di tahun 2017.
Sedangkan peningkatan rata-rata tutupan alga tertinggi di luar kawasan terjadi di
titik 1042 sebesar 100%, padahal kelimpahan ikan herbivora meningkat yaitu dari
13+13 ind/ha pada tahun 2014 menjadi 704+300 ind/ha pada tahun 2017
(Lampiran 4 dan Lampiran 8). Hal ini mungkin disebabkan karena lokasinya yang
berdekatan dengan sungai. Peningkatan populasi algae disebabkan oleh
meningkatnya nutrien (terutama fosfat dan nitrogen) di laut. Hal ini umumnya
disebabkan oleh tingginya aktifitas di daratan, terutama penggunaan pupuk,
limbah rumah tangga maupun industri, dan lain sebagainya, yang kemudian akan
11
masuk ke aliran sungai dan terbawa hingga ke laut (Government of Western
Australia, 2012).
Gambar 8. Rerata persentase tutupan bentik (+SE) tahun 2014 dan 2017 tiap zona
di SAP Flores Timur
12
Gambar 9. Rata-rata kelimpahan 6 famili (+SE) tahun 2014 dan 2017 di tiap zona
di SAP Flores Timur
13
Gambar 10. Rata-rata biomassa (+SE) famili ikan ekonomis penting (kanan) dan
ikan fungsional (kiri) di tiap zona di SAP Flores Timur tahun 2014 dan 2017
Secara umum, rata-rata biomassa ikan fungsional (p=0,0002) dan ikan ekonomis
penting (p=0,006) mengalami peningkatan selama 3 tahun di dalam kawasan SAP
Flores Timur. Famili Acanthuridae mengalami peningkatan rata-rata biomassa
(p=2,098e-05) tertinggi di dalam kawasan konservasi, yaitu lebih dari 67% (Gambar
14
10, Lampiran 7, dan Lampiran 10). Rata-rata biomassa ikan fungsional dan ikan
ekonomis penting di dalam kawasan konservasi yang cenderung meningkat
mungkin disebabkan tekanan perikanan yang rendah. Mayoritas penduduk di
Kabupaten Flores Timur memenuhi kebutuhannya melalui sektor pertanian
(Mohebalian, et al., 2016). Sebagian kecil penduduk yang bermatapencaharian
sebagai nelayan menargetkan ikan-ikan pelagis untuk dijual, seperi ikan tembang,
cakalang, dan tuna (Rusydi, 2013; Badan Pusat Statistik Kabupaten Flores Timur,
2017).
Hasil analisa menunjukkan bahwa SAP Selat Flores Timur mampu mempertahankan
kondisi ekosistem terumbu karang lebih baik dari daripada di luar kawasan. Namun,
dengan meningkatkan efektifitas pengelolaan, maka manfaat dari kawasan
konservasi akan lebih terasa. Beberapa hal yang direkomendasikan adalah sebagai
berikut:
- Percepatan penetapan zonasi terutama zona larang tangkap untuk mendukung
pengelolaan kawasan konservasi serta ketersediaan stok ikan untuk mendukung
perikanan
- Peningkatan patroli dan penegakan aturan untuk meningkatkan kepatuhan
masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya sehingga mendukung efektifitas
pengelolaan kawasan konservasi
- Penyusunan regulasi harvest control rule untuk mendukung perikanan
berkelanjutan, misalnya aturan alat tangkap, aturan lokasi penangkapan, aturan
ukuran tangkap, aturan jumlah tangkap, dll.
Amkieltiela, Firmansyah, F. & Estradivari, 2017. Status Ekosistem Terumbu Karang
Kawasan Konservasi Perairan di Bentang Laut Sunda Banda. Jakarta, Belum
Dipublikasi.
Amkieltiela & Wijonarno, A., 2015. Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu
Karang di Kawasan Konservasi Perairan (Versi 2). 2nd ed. Jakarta: WWF-
Indonesia.
15
Badan Pusat Statistik Kabupaten Flores Timur, 2017. Kabupaten Flores Timur
Dalam Angka 2017, Larantuka: BPS Kabupaten Flores Timur.
Clark, S. & Edwards, A. J., 1999. An Evaluation of Artificial Reef Structure as Tools
for Marine Rehabilitation in The Maldives. Aquatic Conservation: Marine
Freshwater Ecosystems, Volume 9, pp. 5-21.
Estradivari, 2017. The Benefit of Marine Protected Areas. Denpasar: WWF-
Indonesia.
Flowers, A., 2012. Red Orbit. [Online]
Available at: http://www.redorbit.com/news/science/1112697826/coral-algae-
overgrowth-endangers-ecosystems-092012/
[Accessed 14 Juli 2017].
Government of Western Australia, 2012. Government of Western Australia
Department of Fisheries. [Online]
Available at:
http://www.fish.wa.gov.au/Documents/recreational_fishing/fact_sheets/fact_sheet_
algae.pdf
[Accessed 7 July 2018].
Khaifin & Prabuning, D., 2012. Laporan Monitoring Kesehatan Karang Flores Timur,
NTT 2012, Kupang: WWF-Indonesia.
Mohebalian, P. M., Estradivari, Glew, L. & Dyahapsari, I., 2016. Baseline Social and
Economic Conditions in Flores Timur Marine Protected Area, East Nusa Tenggara
Province, Sunda Banda Seascape, Indonesia, Technical Report, 2016,
Washington D.C., Jakarta: World Wildlife Fund-US and World WIldlife Fund for
Nature-Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Flores Timur, 2017. Website Resmi Pemkab Flores Timur.
[Online]
Available at: http://florestimurkab.go.id/beranda/profil/geografis-umum/
[Accessed 12 January 2018].
Rusydi, 2013. Laporan Hasil Survei Identifikasi dan Inventarisasi Pemanfaatan
Perairan Pesisir dan Laut Dalam Rangka Mendukung Pencadangan dan
16
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Flores
Timur, Kupang: WWF-Indonesia.
Suharsono, 2018. Coral Triangle Initiative. [Online]
Available at: http://www.coraltriangleinitiative.org/
[Accessed 5 Mei 2018].
The Nature Conservancy, 2016. Reef Resillience. [Online]
Available at: http://www.reefresilience.org/coral-reefs/stressors/invasive-
species/algae/
[Accessed 14 Juli 2017].
WWF-Indonesia, 2009. Baseline Ekologi Flores Timur, Kupang: WWF-Indonesia.
17
Lampiran 1. Lokasi Pengamatan Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang di SAP
Flores Timur Tahun 2017
No Site ID
Koordinat Tipe Zona
Lat Lon
1 1042 8.3531°S 122.9666°E Luar Kawasan Konservasi
2 1043 8.3494°S 122.972°E Luar Kawasan Konservasi
3 1044 8.4459°S 122.9634°E Dalam Kawasan Konservasi
4 1047 8.43215°S 122.81945°E Luar Kawasan Konservasi
5 1048 8.609°S 122.8826°E Dalam Kawasan Konservasi
6 1049 8.59222°S 122.87589°E Dalam Kawasan Konservasi
7 1050 8.54035°S 122.95956°E Dalam Kawasan Konservasi
8 1051 8.5532°S 122.9599°E Dalam Kawasan Konservasi
9 1052 8.44885°S 123.16284°E Dalam Kawasan Konservasi
10 1053 8.4582°S 123.1501°E Dalam Kawasan Konservasi
11 1054 8.35662°S 122.76684°E Dalam Kawasan Konservasi
12 1055 8.3424°S 122.7729°E Dalam Kawasan Konservasi
13 1056 8.29695°S 122.80951°E Dalam Kawasan Konservasi
14 1057 8.2956°S 122.8102°E Dalam Kawasan Konservasi
15 1058 8.1951°S 122.82°E Dalam Kawasan Konservasi
16 1059 8.23179°S 122.74635°E Dalam Kawasan Konservasi
17 1060 8.2294°S 122.7376°E Dalam Kawasan Konservasi
18 1061 8.0826°S 122.8365°E Dalam Kawasan Konservasi
19 1062 8.09208°S 122.81924°E Dalam Kawasan Konservasi
20 1063 8.143°S 122.9783°E Dalam Kawasan Konservasi
21 1064 8.1489°S 122.97764°E Dalam Kawasan Konservasi
22 1065 8.15412°S 123.03688°E Dalam Kawasan Konservasi
23 1066 8.1504°S 123.0248°E Dalam Kawasan Konservasi
24 1067 8.23531°S 123.16505°E Dalam Kawasan Konservasi
25 1068 8.2318°S 123.1539°E Dalam Kawasan Konservasi
26 1069 8.24114°S 123.13121°E Dalam Kawasan Konservasi
27 1070 8.2469°S 123.1213°E Dalam Kawasan Konservasi
28 1072 8.2815°S 123.0693°E Luar Kawasan Konservasi
29 1073 8.2724°S 123.0154°E Luar Kawasan Konservasi
30 1074 8.271°S 123.0167°E Luar Kawasan Konservasi
18
Lampiran 2. Kategori Bentuk Pertumbuhan Bentik
Kategori Akronim
Acropora Branching ACB
Acropora Digitate ACD
Acropora Encrusting ACE
Acropora Submassive ACS
Acropora Tabulate ACT
Coral Branching CB
Coral Encrusting CE
Coral Foliose CF
Coral Massive CM
Coral Submassive CS
Coral Mushroom CMR
Coral Millepora CME
Coral Tubipora CTU
Coral Heliopora CHL
Dead Coral DC
Bleached Coral BC
Bleached Soft Coral/Anemones BS
Soft Coral SC
Xenia XN
Sponge SP
Hydroids HY
Zooanthid ZO
Other OT
Turf algae TA
Filamentous Algae FA
Coralline Algae CA
Halimeda HA
Macro algae MA
Sand S
Rubble Rb
Silt SI
Rock RCK
Unidentified UN
19
Lampiran 3. Rata-Rata Persentase Tutupan Bentik di SAP Flores Timur tahun 2014
dan 2017 dan Bentang Laut Sunda Banda
Kategori Bentik
Tipe Zona
Bentang Laut Sunda
Banda
Dalam Kawasan Konservasi
(n=23)
Luar Kawasan Konservasi
(n=6)
2014 2017 2014 2017
Karang Keras 30% 33% 43% 35% 32%
Karang Lunak 13% 9% 6% 4% 16%
Pemutihan Karang 0% 0% 0% 0% 2%
Alga 5% 5% 1% 4% 3%
Pecahan Karang 25% 14% 27% 23% 15%
Substrat Tersedia 12% 12% 5% 3% 14%
Lainnya 15% 26% 16% 31% 18%
(Amkieltiela, et al., 2017)
20
Lampiran 4. Persentase rata-rata tutupan bentik per kategori di dalam dan luar kawasan SAP Flores Timur tahun 2014 dan 2017
Site ID
Tipe Zona
Karang Keras (%)
Karang Lunak (%)
Alga (%) Pemutihan Karang (%)
Pecahan Karang (%)
Substrat Tersedia
(%) Lainnya (%)
2014 2017 2014 2017 2014 2017 2014 2017 2014 2017 2014 2017 2014 2017
1042 Luar Kawasan Konservasi
58 31 0 3 0 13 0 0 16 5 6 1 20 46
1043 Luar Kawasan Konservasi
15 27 1 0 0 0 0 0 67 36 1 3 16 34
1044 Dalam Kawasan Konservasi
46 31 0 2 3 6 0 0 13 3 12 4 27 54
1047 Luar Kawasan Konservasi
58 36 6 2 0 0 0 0 28 29 6 8 2 26
1048 Dalam Kawasan Konservasi
31 21 29 16 5 39 0 0 1 0 20 10 14 15
1049 Dalam Kawasan Konservasi
20 28 56 26 0 2 0 0 0 1 18 32 6 11
1050 Dalam Kawasan Konservasi
35 7 17 1 9 2 0 0 2 24 29 7 8 58
1051 Dalam Kawasan Konservasi
39 17 21 4 11 10 1 0 22 20 4 5 2 44
1052 Dalam Kawasan Konservasi
2 5 44 15 13 4 0 0 0 1 2 16 39 60
1053 Dalam Kawasan Konservasi
8 23 19 12 15 23 0 0 39 12 4 10 16 19
1054 Dalam Kawasan Konservasi
26 45 0 9 11 1 0 0 23 4 15 23 24 18
1055 Dalam Kawasan Konservasi
30 28 1 3 11 1 0 0 33 37 14 20 10 11
21
1056 Dalam Kawasan Konservasi
19 31 16 10 4 0 0 0 19 28 20 24 21 6
1057 Dalam Kawasan Konservasi
14 35 3 15 5 6 0 0 39 12 15 16 25 15
1058 Dalam Kawasan Konservasi
31 53 0 2 1 4 0 0 39 11 16 9 13 21
1059 Dalam Kawasan Konservasi
57 36 15 7 3 1 0 0 17 15 2 22 7 18
1060 Dalam Kawasan Konservasi
41 45 5 3 1 3 0 0 41 5 8 5 4 38
1061 Dalam Kawasan Konservasi
36 60 6 10 0 10 0 2 17 6 25 2 15 10
1062 Dalam Kawasan Konservasi
30 40 6 5 6 1 0 0 14 13 12 27 31 13
1063 Dalam Kawasan Konservasi
32 39 5 9 0 3 0 0 61 22 1 2 2 26
1064 Dalam Kawasan Konservasi
24 48 2 26 2 1 0 0 55 16 10 3 7 5
1065 Dalam Kawasan Konservasi
36 49 11 8 9 1 0 0 13 11 5 9 26 23
1066 Dalam Kawasan Konservasi
53 39 4 1 9 2 0 0 19 23 11 0 5 34
1067 Dalam Kawasan Konservasi
9 41 3 3 0 5 0 0 32 32 24 13 32 6
1068 Dalam Kawasan Konservasi
24 20 13 12 0 1 0 0 34 6 11 2 17 58
1069 Dalam Kawasan Konservasi
44 25 18 8 1 0 0 0 30 19 3 4 4 43
1070 Dalam Kawasan Konservasi
31 - 8 - 0 - 0 - 47 - 8 - 6 -
22
1072 Luar Kawasan Konservasi
31 38 3 3 0 0 0 0 30 9 4 2 32 48
1073 Luar Kawasan Konservasi
49 46 27 14 0 0 0 0 6 23 14 3 4 14
1074 Luar Kawasan Konservasi
49 34 0 1 8 10 0 0 18 34 1 3 24 17
23
Lampiran 5. Rata-rata Kelimpahan dan Biomassa 16 Famili Ikan Target Pengamatan
di SAP Flores Timur Tahun 2017 di Dalam dan Luar Kawasan Konservasi
Kategori Ikan
Tipe Zona Bentang
Laut Sunda Banda
Dalam Kawasan
Konservasi (n=23)
Luar Kawasan
Konservasi (n=6)
Kelimpahan (ind/ha)
16 Famili 3377 2245 3951
Herbivora 1366 1027 1364
Karnivora 2010 1217 2587
Biomassa (kg/ha)
16 Famili 1330 551 985
Herbivora 440 327 390
Karnivora 890 224 595
(Amkieltiela, et al., 2017)
Lampiran 6. Rata-rata kelimpahan dan biomassa 16 famili ikan target pengamatan di
SAP Flores Timur Tahun 2017 per site di dalam dan di luar kawasan konservasi
Site ID
Zona
Kelimpahan (ind/ha) Biomassa (kg/ha)
16 famili
Herbivora Karnivora 16
Famili Herbivora Karnivora
1042 Luar Kawasan Konservasi
2826 802 2024 721 544 177
1043 Luar Kawasan Konservasi
2470 1066 1404 710 373 338
1047 Luar Kawasan Konservasi
1732 472 1260 324 129 194
1072 Luar Kawasan Konservasi
1530 504 1026 320 167 154
1073 Luar Kawasan Konservasi
3342 1868 1474 847 432 415
1074 Luar Kawasan Konservasi
1568 1452 116 386 318 68
1044 Dalam Kawasan Konservasi
38 10 28 123 17 106
24
1048 Dalam Kawasan Konservasi
34 30 4 43 36 7
1049 Dalam Kawasan Konservasi
4286 2656 1630 1172 521 651
1050 Dalam Kawasan Konservasi
1286 954 332 381 320 62
1051 Dalam Kawasan Konservasi
2108 1506 602 992 471 521
1052 Dalam Kawasan Konservasi
1758 842 916 520 351 168
1053 Dalam Kawasan Konservasi
3180 1884 1296 2483 671 1811
1054 Dalam Kawasan Konservasi
1606 1014 592 381 221 159
1055 Dalam Kawasan Konservasi
2288 304 1984 1149 49 1100
1056 Dalam Kawasan Konservasi
4550 2860 1690 1163 924 239
1057 Dalam Kawasan Konservasi
10570 1938 8632 5915 1016 4899
1058 Dalam Kawasan Konservasi
1562 812 750 748 281 467
1059 Dalam Kawasan Konservasi
9968 3970 5998 3312 1363 1949
1060 Dalam Kawasan Konservasi
7494 1408 6086 1365 595 769
1061 Dalam Kawasan Konservasi
8738 878 7860 1594 195 1399
1062 Dalam Kawasan Konservasi
4004 1766 2238 2664 859 1805
1063 Dalam Kawasan Konservasi
1624 1346 278 2120 519 1601
25
1064 Dalam Kawasan Konservasi
3228 1484 1744 1426 360 1066
1065 Dalam Kawasan Konservasi
1074 834 240 793 183 610
1066 Dalam Kawasan Konservasi
1904 1490 414 983 319 664
1067 Dalam Kawasan Konservasi
1486 1206 280 464 367 97
1068 Dalam Kawasan Konservasi
1630 1254 376 383 295 88
1069 Dalam Kawasan Konservasi
3244 976 2268 421 188 234
Lampiran 7. Rata-rata Kelimpahan dan Biomassa 6 Famili Ikan Fungsional dan Ikan
Ekonomis Penting di SAP Flores TImur Tahun 2014 dan 2017 di Dalam dan Luar
Kawasan Konservasi
Kategori Ikan
Tipe Zona
Dalam Kawasan Konservasi
(n=23)
Luar Kawasan Konservasi (n=6)
2014 2017 2014 2017
Kelimpahan (ind/ha)
6 Famili 865 1539 983 1195
Ikan Fungsional 748 1336 871 971
Ikan Ekonomis Penting 119 203 112 224
Biomassa (kg/ha)
6 Famili 198 506 226 372
Ikan Fungsional 152 433 164 311
Ikan Ekonomis Penting 46 73 61 62
26
Lampiran 8. Rata-rata Kelimpahan dan Biomassa 6 Famili Ikan Target Pengamatan Tahun 2014 dan 2017 di Dalam dan Luar
Kawasan SAP Flores Timur
Site ID
Tipe Zona
Kelimpahan (ind/ha) Biomassa (kg/ha)
6 famili Ikan
Fungsional
Ikan Ekonomis Penting
6 Famili Ikan
Fungsional
Ikan Ekonomis Penting
2014 2017 2014 2017 2014 2017 2014 2017 2014 2017 2014 2017
1042 Luar Kawasan Konservasi 27 822 13 704 13 118 22 593 12 515 11 78
1043 Luar Kawasan Konservasi 352 1198 312 994 40 204 27 432 22 340 5 93
1047 Luar Kawasan Konservasi 836 508 524 448 312 60 576 154 306 123 270 31
1072 Luar Kawasan Konservasi 307 1226 187 416 120 810 108 270 66 146 42 124
1073 Luar Kawasan Konservasi 866 1900 778 1828 88 72 268 438 239 423 29 16
1074 Luar Kawasan Konservasi 3513 1518 3413 1436 100 82 351 344 341 316 10 28
1044 Dalam Kawasan Konservasi 80 34 56 10 24 24 11 42 6 17 4 25
1048 Dalam Kawasan Konservasi 792 34 776 30 16 4 216 43 211 36 5 7
1049 Dalam Kawasan Konservasi 764 2856 512 2592 252 264 377 600 231 507 146 93
1050 Dalam Kawasan Konservasi 1066 950 1032 914 34 36 249 320 220 295 28 25
1051 Dalam Kawasan Konservasi 706 1800 680 1474 26 326 182 516 168 464 14 52
1052 Dalam Kawasan Konservasi 120 924 70 810 50 114 25 371 16 344 9 27
1053 Dalam Kawasan Konservasi 274 2062 264 1860 10 202 71 766 62 662 9 104
1054 Dalam Kawasan Konservasi 832 1222 712 1014 120 208 178 285 142 221 36 64
1055 Dalam Kawasan Konservasi 1092 360 1004 304 88 56 237 55 210 49 27 6
1056 Dalam Kawasan Konservasi 1008 3062 928 2844 80 218 210 1048 191 919 19 129
1057 Dalam Kawasan Konservasi 522 2138 426 1898 96 240 103 1112 77 1013 26 99
1058 Dalam Kawasan Konservasi 672 1064 472 780 200 284 224 372 142 278 82 94
1059 Dalam Kawasan Konservasi 1116 4346 704 3970 412 376 586 1596 391 1363 195 233
27
1060 Dalam Kawasan Konservasi 766 1642 414 1368 352 274 108 657 50 588 58 68
1061 Dalam Kawasan Konservasi 548 1024 418 844 130 180 184 243 135 186 49 57
1062 Dalam Kawasan Konservasi 768 2028 582 1750 186 278 205 1016 95 855 110 160
1063 Dalam Kawasan Konservasi 568 1394 520 1298 48 96 116 532 108 509 8 23
1064 Dalam Kawasan Konservasi 1232 2146 1136 1444 96 702 209 532 189 353 20 179
1065 Dalam Kawasan Konservasi 208 928 160 738 48 190 53 215 41 167 12 49
1066 Dalam Kawasan Konservasi 2528 1624 2376 1410 152 214 267 340 226 304 40 36
1067 Dalam Kawasan Konservasi 922 1338 880 1190 42 148 181 412 164 364 17 49
1068 Dalam Kawasan Konservasi 1808 1324 1656 1238 152 86 298 318 222 288 76 30
1069 Dalam Kawasan Konservasi 1078 1092 1012 952 66 140 239 242 211 183 28 59
1070 Dalam Kawasan Konservasi 1282 - 1114 - 168 - 226 - 147 - 79 -
28
Lampiran 9. Hasil Analisa Mann-Whitney U untuk tutupan bentik
Tipe Zona Kategori Bentik V P value
Luar Kawasan Konservasi
Karang Keras 16 0.3125 Karang Lunak 14.5 0.4618 Alga 0 0.1814 Pemutihan Karang
0 NA
Pecahan Karang 13 0.6875 Substrat Tersedia 13 0.6875 Lainnya 1 0.0625
Dalam Kawasan Konservasi
Karang Keras 104 0.3082 Karang Lunak 182.5 0.1807 Alga 151.5 0.6925 Pemutihan Karang
21 0.7143
Pecahan Karang 204.5 0.01186* Substrat Tersedia 146 0.8195 Lainnya 73 0.04978*
Lampiran 10. Hasil Analisa Mann-Whitney U untuk Biomassa 6 Famili Ikan
Fungsional dan Ikan Ekonomis Penting
Tipe Zona Famili V P value
Luar Kawasan Konservasi
Acanthuridae 3 0.1563 Scarini 10 1 Siganidae 6 0.4375 Lutjanidae 7 0.5625 Serranidae 7 0.5625 Haemulidae 5 0.5896 Ikan Fungsional 4 0.2188 Ikan Ekonomis Penting
7 0.5625
Total 6 0.4375
Dalam Kawasan Konservasi
Acanthuridae 13 2.098e-05* Scarini 172 0.3146 Siganidae 27 0.006601* Lutjanidae 48 0.004851* Serranidae 114 0.6968 Haemulidae 55 0.3202 Ikan Fungsional 24 0.0001814* Ikan Ekonomis Penting
50 0.006033*
Total 21 0.0001066*
29
Lampiran 11. Hasil Analisa Mann-Whitney U untuk Kelimpahan 6 Famili Ikan
Fungsional dan Ikan Ekonomis Penting
Tipe Zona Famili V P value
Luar Kawasan Konservasi
Acanthuridae 9 0.8438 Scarini 5 0.3125 Siganidae 9 0.8438 Lutjanidae 8 0.6875 Serranidae 7.5 1 Haemulidae 5 0.5896 Herbivora 7 0.5625 Karnivora 8 0.6875 Total 7 0.5625
Dalam Kawasan Konservasi
Acanthuridae 9 0.8438 Scarini 5 0.3125 Siganidae 9 0.8438 Lutjanidae 8 0.6875 Serranidae 7.5 1 Haemulidae 5 0.5896 Herbivora 7 0.5625 Karnivora 8 0.6875 Total 7 0.5625
WW
F.OR
.IDID
N
WWF-Indonesia dalam angka
+500WWF-Indonesia memiliki lebih
dari 500 staf yang bekerja di
seluruh Indonesia.
1962Awal mula WWF bekerja
di Indonesia.
+64,000Sejak 2006, WWF-Indonesia
didukung oleh lebih dari
64,000 supporter.
28WWF-Indonesia memiliki 28
kantor lapangan dari Aceh
hingga Papua.