Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENETAPAN KADAR MAHAR MENURUT MAJLIS FATWA SELANGOR
DAN JABATAN AGAMA ISLAM MELAKA (JAIM)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Sebagai Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh:
MOHAMMAD HAFIZI BIN ABDUL MUTALIB
NIM : SPM 160029
PEMBIMBING:
Dr. FUAD RAHMAN, S.Ag. M.Ag
Dra. RAMLAH, M.Pd.I. M.Sy
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
J A M B I
1440 H / 2019 M
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
Artinya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya.
(QS. An-Nisa’ : 4)
vii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Penetapan Kadar Mahar Menurut Majlis Fatwa Selangor dan
Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM). Penelitian ini dilaksanakan sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Syariah tempat di mana penulis
menimba pengetahuan di Universitas Islam Negeri Sultan Sulthan Thaha Saifuddin,
Jambi, Indonesia. Dari penjelasan di atas, permasalahan yang diteliti adalah dari segi
bagaimana penetapan kadar mahar di Negeri Selangor lebih tinggi berbanding negeri-
negeri lain di Malaysia dan apakah sebab yang menyebabkan di Negeri Melaka
menetapkan kadar maskawin di negeri tersebut. Di samping itu juga penulis mengkaji
penetapan ini dari sudut Kerajaan Negeri melihat aturan yang terdahulu tidak lagi
berjalan sesuai dengan perubahan masa serta penetapan harga mahar ini juga sebagai
langkah pemerintah dalam menjamin kedudukan dan juga martabat wanita. Sungguh
pun begitu dalam mengaplikasikan penetapan harga mahar ini,masih ada lagi
pasangan yang akan melaksanakan pernikahan mempunyai pilihan sendiri dalam
menentukan mahar mereka berbanding mengikut penetapan harga yang dibuat oleh
pemerintah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dengan lebih jelas
tentang siapakah yang berautoritas dalam menentukan mahar wanita baik yang
berstatus dara maupun janda serta tinjauan hukum Islam terhadap mahar yang telah
ditetapkan. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang berlokasi di Majlis
Fatwa Selangor dan Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM). Sumber data yang penulis
gunakan adalah sumber data primer yaitu data yang diperoleh dari Al-Quran dan As-
Sunnah dan secara langsung dari hasil wawancara mendalam bersama pihak terkait
dan sumber data sekunder yaitu data pendukung yang diperoleh dari pelbagai
dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan metode pengumpulan data
secara wawancara mendalam dan dokumentasi. Setelah data terkumpul penulis
melakukan analisa data dengan menggunakan metode deskriptif yaitu digambarkan
melalui kata-kata dengan teknik penulisan deduktif, induktif dan deskriptif.Dari
penelitian ini dapat ditarik satu kesimpulan bahwa dari satu sisi penetapan harga
mahar ini masih lagi belum berjalan sesuai dengan syariat yang telah dilandaskan dan
hal ini dapat dilihat apabila pemerintah tidak sepenuhnya mendapat persetujuan
masyarakat dan juga menetapkan harga mahar kepada wanita yang bersatus janda.
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini
Untuk orang-orang yang kucintai
Segala pujian dengan penuh kesyukuran…Ku panjatkan buatMu yang Maha Esa.
Ya Allah... tiada yang lain selain dariMu.Yang menjadikan makhluk di alam fana ini
Sebagai hamba, Ku harapkan keampunan dan keredhaan dariMu
Agar hidup ini diberkati serta dirahmati.
Bagi ibunda dan ayahanda tersayang…
ABDUL MUTALIB BIN ALI OTHMAN
DAN
HASNAH BINTI MOHD TAIB
Kasih sayang yang telah dilimpahi dan yang telah mendidik dan mengasuh anakanda dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih
sayang, agar kelak anakanda menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan berguna bagi Agama, Bangsa dan Tanah Air serta dapat meraih cita-cita. Tidak lupa adinda-adindaku, terima kasih di atas segala perhatian dan dorongan yang diberikan, semoga segala sesuatu yang
terjadi di antara kita merupakan rahmat dan anugerah dari-Nya, sertamenjadi sesuatu yang indah buat selama-lamanya.
Tidak lupa kepada kedua-dua pembimbing saya yaitu Dr. Fuad Rahman, S.Ag.M.Ag dan Dra. Ramlah, M.Pd.I.M.Sy, karena banyak ilmu yang dicurahkan dan banyak memberi tunjuk ajar
kepada saya erti daya dan upaya untuk menghadapi cabaran hidup.
Serta tak lupa pula terima kasih juga untuk insan yang tercinta yaitu sahabat sejatiku kawan-kawan rumah Jerung, Mess Pelajar Malaysia dan kawan-kawan rumah Pahang serta teman-
temanku lain yang tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia di Indonesia Cabang Jambi, serta teman-teman dari Indonesia maupun teman-teman yang beradadi Malaysia,
yang setia telah memberikan semangat dan dorongan di kalasuka maupun duka, semoga persahabatan kita tetap terjalin dengan baik dan semoga ini semua menjadi kenangan yang
terindah dalam hidupku. Terima kasih atas segalanya.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat dan kurnia-Nya. Shalawat dan Salam turut dilimpahkan
kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintai. Alhamdulillah
dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi nikmat kesehatan dan
kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penetapan
Kadar Mahar Menurut Majlis Fatwa Selangor dan Jabatan Agama Islam
Melaka (JAIM)”.
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
ilmu syariah dalam bagian perbandingan mazhab dan juga untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Jurusan
Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Indonesia.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima
hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun penyusunannya.
Situasi yang mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan lagi daya usaha
untuk menyelesaikan skipsi ini agar selari dengan penjadwalan. Dan berkat kesabaran
dan sokongan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat juga diselesaikan dengan
baik seperti yang diharapkan.
x
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung maupun secara
tidak langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA. selaku Rektor UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Indonesia.
2. Bapak Dr. AA. Miftah, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi, Indonesia.
3. Bapak Hermanto Harun, Lc, MHI.Ph.D selaki wakil Dekan Bidang
Akademik, Ibu Rahmi Hidayati, S.Ag M.HI, wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, keuangan dan Perencanaan dan Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag,
MHI wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama di likungan
Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
4. Bapak Al Husni, S.Ag, M.HI selaku Ketua Jurusan Perbandingan Madzhab
dan Hukum (PMH) UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia
5. Bapak Pembimbing I, Dr. Fuad Rahman, S.Ag.M.Ag, dan Ibuk Pembimbing
II, Dra. Ramlah, M.Pd.I.M.Sy, yang telah banyak memberi tunjuk ajar dan
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibuk dosen yang telah mengajar sepanjang perkuliahan, asisten
dosen serta seluruh karyawan dan karyawati yang telah banyak membantu
xi
dalam memudahkan proses menyusun skripsi di Fakultas Syariah UIN STS
Jambi, Indonesia.
Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan baik dari segi teknis penulisan, analisis data, penyusunan
maklumat maupun dalam mengungkapkan argumentasi pada bahan skripsi ini. Oleh
karenanya diharapkan kepada semua pihak dapat memberikan kontribusi pemikiran,
tanggapan dan masukan berupa saran, nasihat dan kritik demi kebaikan skripsi ini.
Semoga apa yang diberikan dicatatkan sebagai amal jariyah di sisi Allah SWT dan
mendapatkan ganjaran yang selayaknya kelak.
Jambi, 6 November 2018
Penulis,
Mohammad Hafizi Bin Abdul Mutalib
SPM 160029
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i
PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………………….. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………… iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ……………………………………….. iv
MOTTO ……………………………………………………………….. vi
ABSTRAK …………………………………………………………….. vii
PERSEMBAHAN …………………………………………………….. viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. xii
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xv
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 7
C. Batasan Masalah ............................................................... 8
D. Tujuan dan Kegunaan penelitian ...................................... 8
E. Kerangka Teori ................................................................ 9
F. Sistematika Pembahasan .................................................. 11
G. Sistematika Penulisan ....................................................... 15
H. Tinjauan Pustaka .................................................................... 16
BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Dan Perkembangan Majlis Fatwa Selangor ...............18
B. Sejarah Dan Perkembangan Jabatan Agama Islam Melaka ....22
xiii
BAB III: MAHAR DAN PROBLEMATIKANYA
A. Pengertian Mahar .............................................................. 30
B. Macam-macam Mahar....................................................... 32
C. Penentuan Besaran Mahar ................................................ 34
D. Mahar Sebagai Keharusan Dalam Pernikahan ................... 37
E. Kewenangan Menentukan Mahar ...................................... 38
BAB IV: IMPLIKASI PENETAPAN MAHAR DI NEGERI
SELANGOR DAN NEGERI MELAKA
A. Sistem Penetapan Kadar Mahar Di Negeri Selangor dan
Negeri Melaka
1. Penetapan Kadar Mahar Di Negeri Selangor ........ 40
2. Penetapan Kadar Mahar Di Negeri Melaka .......... 44
B. Akibat Yang Ditimbulkan Dari Penetapan Kadar Mahar Di
Negeri Selangor dan Negeri Melaka ................................. 50
C. Upaya Dalam Mengatasi Penetapan Kadar Mahar Di Negeri
Selangor dan Negeri Melaka ............................................ 51
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 57
B. Saran-Saran ..................................................................... 58
C. Kata Penutup ................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
xiv
DAFTAR SINGKATAN
UIN STS : Universitas Agama Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin.
JAIS : Jabatan Agama Islam Selangor
JAIM : Jabatan Agama Islam Melaka
JAKIM : Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
SWT : Subhanahuwata ‘ala.
SAW : Sallallahu ‘alaihiwasallam.
ra. : Radiallahu ‘an.
No. : Nomor.
Q.S : Al-Quran Dan Sunnah.
cet. : Cetakan.
hlm : Halaman.
Hj. : Haji
D.Y.M.M : Duli Yang Maha Mulia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu dari usaha Islam ialah memperhatikan dan menghargai kedudukan
wanita, yaitu memberinya dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak
untuk memegang urusannya. Di zaman jahiliyah hak perempuan itu dihilangkan dan
disia-siakan, sehingga walinya dengan semena-mena dapat menggunakan hartanya,
dan tidak memberikan kesempatan untuk mengurus hartanya, dan menggunakannya.
Lalu Islam datang menghilangkan belenggu ini, kepadanya diberi mahar. Dalam
istilah fikih, di samping perkataan “mahar” juga dipakai perkataan “shadaq, nihlah,
dan faridhah” dalam Bahasa Indonesia dipakai dengan perkataan maskawin1.
Mahar, secara etimologi, artinya maskawin. Secara terminologi, mahar ialah
pemberian wajib dari calon suami2 kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon
suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya.
Atau, suatu pemberian yang wajib bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam
bentuk benda maupun jasa (memerdekakan, mengajar, dan sebagainya).
Berikut firman Allah dalam Al-Qur’an :
1 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani & Darul Fikir, 2007),
hlm. 97 2 http://www.muftimelaka.gov.my/masjid/infoislam/munakahat/maskawin diakses pada 20
Januari 2018
http://www.muftimelaka.gov.my/masjid/infoislam/munakahat/maskawin
2
Artinya : ”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang
hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.3”
Di dalam hadits juga dijelaskan tentang pemberian mahar, Rasulullah
SAW bersabda :
فَالتَِمْس َولَْو َخاتَماً ِمن َحِدْيد
Artinya : “Carilah walaupun hanya sebentuk cincin besi”.4
Maksud dari ayat dan hadis di atas jelaslah bahwa mahar adalah pemberian calon
suami kepada calon istri baik berbentuk barang, uang atau jasa, yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Untuk itu mahar adalah hubungan yang
menumbuhkan tali kasih sayang dan saling mencintai antara suami istri. Mahar
termasuk keutamaan dalam agama Islam dalam melindungi dan memuliakan kaum
wanita dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan berupa mahar
perkawinan yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak karena
pemberian itu harus diberikan secara ikhlas.
Berdasarkan peruntukan dan Enakmen Undang-Undang Keluarga di Selangor
mereka menetapkan kadar mas kawin sebanyak RM 300 sebagai nilai minima bagi
anak dara atau janda dan tanpa had maksimal5 serta jika pihak suami ada memberikan
hantaran maka ia dikira sebagai hantaran. Selain itu, tujuan koordinasi mahar di
3 QS. An-Nisa’ (4): 4 4 Abu Isa Muhammad, Sunan at-Tirmizi, (Muhammad Jamil Al-A’thar), (Beirut: Dar Al-Fikr)
Juz 2, hlm. 360
5 Warta Kerajaan Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor) 2003, hlm. 98
3
Selangor adalah untuk memudahkan dan memelihara si istri dalam urusan bebanan
mengadakan kenduri kawin6.
Hal ini karena, di Selangor adalah provinsi yang ekonominya agak tinggi ongkos
sara-diri, berbeda pada Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Selangor)
2003, Negeri Melaka yang menetapkan RM 100 lebih rendah berbanding Selangor.
Mas kawin (mahar) artinya pembayaran kawin yang wajib dibayar di bawah hukum
syarak oleh suami kepada istri pada masa perkahwinan diakadnikahkan dan
hendaklah dibayar oleh pihak lelaki atau wakilnya kepada pihak perempuan atau
wakilnya di hadapan orang yang mengakadnikahkan perkawinan itu dan sekurang-
kurangnya dua orang saksi lain.
Seksyen 21 (2) pula menyebut mas kahwin (mahar) hendaklah didaftarkan oleh
Pendaftar dan merekodkan maklumat yang berkenaan:
a) Nilai dan butir-butir lain mahar
b) Bernilai dan butir-butir lain pemberian
c) Nilai dan butir-butir lain apa-apa bahagian mahar atau pemberian atau
kedua-duanya yang telah dijanjikan tetapi tidak dijelaskan pada masa akad
nikah itu, dan tarikh yang dijanjikan untuk penjelasan
d) Butir-butir cagaran yang diberi bagi menjelaskan mahar atau pemberian.7
6Kemalia Othman, Mstar dalam artikel “MasKahwin Selangor dinaik Kepada rm 300”, (10
Disember 2009) 7Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Selangor ,(Selangor:Percetakan Nasional
Berhad, 2003), hlm. 98
4
Para ulama bersepakat bahwa tidak ada batas maksimal dalam mahar, karena
syariat tidak menunjukkan adanya batas maksimal dalam mahar8.
sebagaimana firman Allah swt:
Artinya : sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka
harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari
padanya barang sedikitpun9.
Adapun apabila orang tersebut tidak mampu untuk membayarnya maka ini adalah
makruh.10
Tidak ada batasan minimal dalam mahar, ia bisa dibayar dengan apa saja baik
berbentuk materi barang atau sesuatu yang bermanfaat. Ini adalah pendapat yang
paling benar, yang terkumpul dari semua dalil serta sesuai dengan dalil
disyariatkannya mahar. Karena tujuan dari mahar bukan hanya membayar harta
semata, tetapi ia adalah simbol keinginan dan kejujuran niat untuk bersama. Hanya
saja kebanyakan simbol ini menggunakan harta, padahal ia juga boleh menggunakan
sesuatu apapun yang bernilai selama adanya keridhaan dari pihak istri.
Pemikiran materialistis yang menimpa sebagian manusia sehingga meninggikan
dalam memberi mahar bukanlah ciri ajaran Islam. Yang demikian itu kadang hampir
8 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Analisa Fiqih Para Mujtahid, (Penerbit: Pustaka Amani
Jakarta), hlm. 432 9 QS. An-Nisa’ (4): 20 10 Zulkifli bin Mohammad al-Bakri & rakan-rakan, Al-Fiqh Al-Manhaji Mazhab As-Syafie,
(Selangor: Terbitan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia , 2013), hlm. 482
5
setiap selesai akad mereka hanya akan membicarakan mahar dengan jumlah yang
fantastis. Seakan mereka baru keluar dari tempat penjualan barang berharga.
Sesungguhnya perempuan bukanlah barang dagangan seperti yang ada di pasar
supaya bisa dibeli dengan harta semata. Dan pembayaran mahar dengan jumlah yang
berlebihan akan memberikan dampak buruk, di antaranya adalah:
1. Semakin bertambahnya jumlah bujang dan perawan tua (karena pembayaran
mahar)
2. Menyebarnya akhlak buruk pada pemuda dan pemudi, dan ketika masing-
masing putus asa tidak bisa menikah akhirnya mereka melempiaskannya
dengan jalan jalan pintas.
3. Timbulnya penyakit jiwa pada kedua belah pihak karena tidak kuat menahan
hasrat yang diinginkannya.
4. Para pemuda itu menjadi tidak taat kepada orang tuanya serta semakin
menjauh dari kebiasaan baik dan terpuji yang diwariskan oleh bapak ibunya.
5. Orang tua akan mengelabui anaknya supaya jangan menikah dengan orang
yang shalih tapi kecukupan karena dia tidak akan bisa membayar dengan
mahar yang banyak, orang tua akan mengharapkan datang seseorang untuk
menikahi anaknya dengan mahar yang tinggi meski pun orang tersebut
kurang mengerti agama dan tidak baik bahkan tidak bisa diharapkan untuk
menyenangkan anaknya.
6. Akan membebani suami di atas kemampuannya, di mana hal ini akan
menimbulkan permusuhan di dalam hatinya kepada istri dan keluarga.
6
Mahar adalah hak perempuan dan bukannya hak orang tuanya atau
walinya. Hal ini sebagaimana firman Allah swt:
........
Artinya: “berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh.”11
Artinya: “Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban.”12
Dan banyak ayat lainnya yang menunjukkan bawa mahar merupakan hak istri
bukan orang tua atau wali, maka tidak dibenarkan seorang bapak mengambil mahar
tersebut tanpa ada izin dari anaknya.
Di Malaysia, perundangan syariah adalah di bawah bidang kuasa setiap sultan di
setiap negeri seperti yang telah diperuntukan oleh Perlembagaan Persekutuan. Tetapi,
terdapat beberapa buah negeri di Malaysia yang tidak mempunyai sultan yaitu Negeri
Melaka, Pulau Pinang, Sarawak, Sabah, Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur dan
Wilayah Persekutuan Labuan.
Bagi negeri yang tidak mempunyai sultan, perundangan syariah adalah dibawah
bidang kuasa Yang Di-Pertuan Agong yaitu Ketua Negara seperti yang telah
diperuntukkan oleh Perlembagaan Persekutuan. Lembaga yang diberi wewenang
11 QS. An-Nisa’ (4): 4 12 QS. An-Nisa’ (4): 24
7
untuk menetapkan kadar mahar bagi negeri Melaka adalah Jabatan Agama Islam
Melaka (JAIM)13
. Ini juga bermakna bahawa perkara-perkara yang berdasarkan
perkahwinan adalah berlainan di antara negeri-negeri di Malaysia.
Bertolak dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut
tentang kadar mahar yang ditetapkan di Melaka. Selanjutnya penulis akan membahas
lebih spesifik tentang tanggapan masyarakat akibat dari penetapan nilai mahar yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Untuk itu melihat latar belakang permasalahan yang ada, maka penulis akan
melakukan penelitian yang berjudul “Penetapan Kadar Mahar Menurut Majlis Fatwa
Selangor dan Jabatan Agama Islam Melaka”
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sistem penetapan kadar mahar di Negeri Selangor dan Negeri
Melaka ?
2. Apakah akibat yang ditimbulkan dari penetapan kadar mahar yang terdapat di
Negeri Selangor dan Negeri Melaka?
3. Apakah solusi terhadap penetapan mahar yang terdapat di Negeri Selangor
dan Negeri Melaka?
13 Hafizatun Binti Hasim, Penolong Pengarah Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM),
wawancara, pada tanggal 15 Oktober 2018.
8
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang penulis bahas, maka fokus penelitian
penulis membatas permasalahan ini. Oleh sebab itu, penulis hanya membahas
kenyataan tentang penetapan kadar mahar oleh Majelis Fatwa Selangor dan Jabatan
Agama Islam Melaka yang membincangkan isu berkenaan penetapan kadar mahar.
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Bertitik tolak dari belakang masalah dan pokok permasalahan yang menjadi
pokok pembahasan, maka tujuan dan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian
karya ilmiah ini adalah:
1. Tujuan Penelitian
i) Untuk meneliti sistem penetapan kadar mahar di Negeri Selangor dan
Negeri Melaka.
ii) Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari penetapan kadar mahar
yang terdapat di Negeri Selangor dan Negeri Melaka.
iii) Untuk meneliti solusi terhadap penetapan mahar yang terdapat di Negeri
Selangor dan Negeri Melaka.
2. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan diatas, apabila dapat dicapai dengan baik dan dapat
dirumuskan, maka penulisannya akan digunakan:
9
i) Sebagai teoriti menambah pengetahuan penulis tentang mengapa Majlis Fatwa
Negeri Selangor dan Jabatan Agama Islam Melaka menetapkan kadar mahar
di Selangor dan Melaka.
ii) Sebagai bahan bacaan dan rujukan bagi mahasiswa, penelitian dan masyarakat
seluruhnya melalui pembuatan dan penyusunan karya ilmiah secara baik.
iii) Sebagai melengkapi pensyaratan dalam menyelesaikan studi dan untuk
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Syari’ah dalam
Jurusan Perbandingan Mazhab.
E. Kerangka Teori
Penetapan Kadar Mahar Dalam Islam
1) Mahar secara bahasa artinya maskawin. Secara istilah, mahar ialah
“pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan cinta
kasih calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri
kepada calon suaminya”. Atau “suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon
suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk, jumlah dan jenisnya
disepakati oleh kedua belah pihak14.
2) Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita
dengan memberi hak untuk menerima mahar (maskawin). Mahar hanya
diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lainnya
atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh
14Zulkifli Mohamad Al-Bakri, Kekeluargaan Islam Dalam Fiqh Al-Syafi’I, (Selangor: Darul
Syakir Enterprise, 2013), hlm. 135
10
menjamah apalagi menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali
dengan ridha dan kerelaan si istri. Jika si istri telah menerima maharnya tanpa
paksaan dan tipu muslihat lalu ia memberikan sebagian maharnya maka boleh
diterima dan tidak disalahkan. Akan tetapi, bila istri dalam memberikan
maharnya karena malu, takut, maka tidak halal menerimanya.15
3) Di Malaysia, perundangan syariah adalah di bawah bidang kuasa setiap sultan
di setiap negeri seperti yang telah diperuntukan oleh Perlembagaan
Persekutuan. Lembaga yang diberi wewenang untuk menetapkan kadar mahar
bagi negeri-negeri di Malaysia berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
majlis fatwa dan jabatan agama islam. Ini juga bermakna bahawa perkara-
perkara yang berdasarkan perkahwinan adalah berlainan di antara negeri-
negeri di Malaysia. Oleh itu, akan mendapati bahwa wang mahar yang
ditetapkan di setiap negeri adalah berlainan. Sebagai contoh, kadar mahar
yang ditetapkan oleh Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) berdasarkan
Majlis Fatwa Selangor sebanyak Rm300 nilainya dan Jabatan Agama Islam
Melaka (JAIM) bagi negeri Melaka adalah RM100.16
15 Syaikh Abdul Mun’im Musthafa, Ensiklopedi Hak & Kewajiban Keluarga Muslim,
(Indonesia: 2008), hlm. 54 16 Tuan Haji Mohd Shokri Bin Haji Mustafa, Ketua Penolong Pengarah Jabatan Agama Islam
Melaka (JAIM), Bahagian Undang-undang Kekeluargaan Islam, wawancara, pada 28 Februari 2017
11
F. Sistematika Pembahasan
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian lapangan17
(field
research) dengan melaksanakan langkah-langkah berikut:
i) Lokasi penelitian
Memandangkan penelitian ini bersifat lapangan maka penulis mengambil lokasi
penelitian sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu di Majlis Fatwa Selangor yang
ditempatkan di samping Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) yang berlokasi di
Provinsi Selangor dan Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM) yang berlokasi di Negeri
Melaka yang penulis rasa bisa mengumpul sebanyak mungkin informasi dan
maklumat untuk kegunaan penelitian ini.
ii) Subjek dan objek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anggota pegawai di lokasi penelitian yaitu di
Majlis Fatwa Selangor di Negeri Selangor dan di Negeri Melaka tentang penetapan
harga yang dibuat oleh Pemerintah khususnya Jabatan Agama Islam dan objek
penelitiannya pula ialah penetapan harga mahar (maskawin) oleh Pemerintah
Kerajaan Negeri Selangor dan Melaka, Jabatan Agama Islam khususnya.
17 Ishaq, Metode Penelitian Hukum, Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (Terbitan:
Alfabeta, Bandung), hlm. 105
12
Jenis dan Sumber Data
1) Jenis Data
Dalam penelitian ini dua jenis data yang digunakan yaitu data primer dan skunder18
:
a) Data primer:
Data pokok yang diperlukan dalam penelitian yang diperolehi dari Al-Quran, As-
Sunnah dan secara langsung dari Majlis Fatwa Selangor dan Jabatan Agama Islam
Melaka (JAIM), berbentuk dokumen serta wawancara bersama pihak-pihak yang
berwewenang.
b) Data skunder:
Data-data pendukung atau sebagai bahan perbandingan guna melengkapi data-data
primer tersebut ialah informasi buku-buku dan pendapat-pendapat lainnya yang
berhubung dengan penelitian19
.
2) Sumber Data
Penulis memanfaatkan sumber data utama melalui wawancara dan observasi dengan
pihak-pihak tertentu yang terlibat secara langsung dengan penelitian mengenai data-
data dari Majlis Fatwa Selangor dan Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM). Penulis
18 Ishaq, Metode Penelitian Hukum, Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (Terbitan:
Alfabeta, Bandung), hlm. 100 19Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D , (Terbitan: ALFABETA, CV,
cet. ke-17, 2012) hlm. 15
13
juga menggunakan data pelengkap yang diambil dari sumber tertulis dalam bentuk
buku-buku, artikel dan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang
diteliti.
Metode Pengumpulan Data
Untuk memudahkan dalam menghimpun data-data dan fakta di lapangan, maka
penulis menggunakan beberapa teknis pengumpulan data antara lain:-
a. Observasi
Pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang fenomena yang diselidiki20
.
Maka penulis akan mengamati secara langsung ke Majlis Fatwa Selangor di Selangor
dan Jabatan Agama Islam Melaka ( JAIM ) di Melaka.
b. Wawancara
Cara yang digunakan untuk memperolehi keterangan secara lisan guna mencapai satu
tujuan. Teknis yang paling esensial adalah dengan mewawancara pihak-pihak yang
terkait dan juga dengan Pegawai Majlis Fatwa Selangor dan Pegawai Jabatan Agama
Islam Melaka ( JAIM ), Melaka.
c. Dokumentasi
20 Ishaq, Metode Penelitian Hukum, Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (Terbitan:
Alfabeta, Bandung), hlm. 115
14
Sesuatu yang tertulis atau tercatat yang dapat dipakai sebagai bukti atau
keterangan.Penulis mengumpulkan bahan-bahan melalui dokumen tertulis yang
berhubungan dengan penulisan ini dari pegawai-pegawai yang bersangkutan serta
mengambil informasi dari alamat web internet. Metode ini digunakan bertujuan untuk
memperkuatkan data-data yang sudah ada.21
Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul sesuai dengan permasalahan yang ditelitikan dan kemudian
dipelajari serta dipahami, maka penulis menggunakan metode seperti berikut:
a. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk tabel. Melalui penyajian data tersebut,
maka terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah
difahami.22
b. Verifikasi (Conclusion Drawing/verification)
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
21 Ibid, hlm. 116 22 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, (Terbitan: ALFABETA, CV,
Cetakan ke-17, 2012) , hlm. 249
15
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang kredibel.23
G. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terbagi pada lima bab yang mana setiap bab terdiri dari
sub-sub bab. Masing-masing bab menbahas permasalahan-permasalahan tertentu
tetapi tetap saling terkait antara satu sub dengan sub bab yang lainya. Adapun
sistematika perbahasannya sebagai berikut:
Bab pertama membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
kerangka teori, tinjauan pustaka, membahas mengenai matode penelitian. Bab kedua
membahaskan tentang gambaran umum lokasi penelitian.
Bab ketiga menjelaskan tentang mahar dan problematikanya seperti
pengertian mahar, macam-macam mahar, kewenangan dalam menentukan mahar.
Bab keempat pula membuat pembahasan dan hasil penelitian yang
mengandungi sub-sub bab seperti menjelaskan proses penetapan mahar, faktor
penyebab mengapa kadar mahar ni Selangor lebih tinggi berbanding negeri lain di
Malaysia dan kadar penetapan mahar di Melaka meningkat.. Bab lima adalah tentang
penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.
23 Ibid, hlm. 252
16
H. Tinjauan Pustaka
Dalam kajian pembuatan skripsi ini, penulis menemukan beberapa judul-judul
skripsi, buku dan jurnal yang bersangkutan dengan penetapan kadar mahar.
Antaranya:
Skripsi yang ditulis oleh Hasbi Haji Muh. Ali. “Mahar Sebagai Satu Bentuk
Jaminan Sosio-Ekonomi Wanita: Kajian Di Tawau, Sabah”. Ditulis pada tahun 2013
oleh penulis. Skripsi ini menerangkan tentang permasalahan bagaimana masyarakat
dilihat telah terkeliru dengan meletakkan keutamaan kepada adat pemberian hantaran
berbanding pemberian mahar sehinggakan sanggup membelanjakan belasan ribu
ringgit demi memenuhi adat hantaran tersebut. Hal ini berkemungkinan kerana
persepsi masyarakat yang hanya menganggap mahar sekadar pemberian yang bersifat
ritual perkahwinan semata-mata.
Masyarakat juga berkemungkinan tidak mengetahui potensi dan peranan
mahar dengan lebih luas berbanding dengan peranan hantaran yang kebiasaannya
digunakan untuk menampung perbelanjaan kenduri perkahwinan. Panduan kadar
mahar yang dilihat sudah terlalu rendah dan tidak meraikan keadaan semasa juga
menyebabkan seolah-olah mahar tidak dapat memberi manfaat yang besar kepada
wanita, melainkan sebatas pelengkap dalam majlis pernikahan sahaja. Justeru, kajian
ini bertujuan menjelaskan kedudukan mahar menurut Islam dan masyarakat Melayu,
falsafah di sebalik pensyariatan mahar dengan memfokuskan kepada potensi mahar
sebagai satu bentuk jaminan sosio-ekonomi wanita.
17
Selain itu, skripsi berkenaan “Konsep Mahar (Maskawin) Dalam tafsir
Kontemporer” menjadi salah satu kajian lepas oleh penulis dalam proses menyiapkan
tugasan untuk memperoleh Strata Satu (1) ini. penulisan skripsi daripada judul
tersebut yang dilakukan oleh Halimah B. yang ditulisnya semasa kuliah di
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dalam Fakultas Syariah dan
Hukum. Skripsi beliau menyatakan sudah disadari oleh masyarakat bahwa mahar ini
adalah suatu yang harus dibayar seorang suami untuk memperoleh hak-hak istimewa
terhadap istrinya. Tentu ini adalah sebuah fenomena keagamaan yang keliru. Asumsi
ini berimplikasi sangat negatif pada kelangsungan kehidupan keluarga. Istri seakan-
akan adalah hak milik suami disebabkan harta yang telah diberikan. Namun dalam
tafsir kontemporer sangat jelas bahwa mahar adalah harta wajib milik si istri.
Selain itu, penulis mengambil jurnal daripada Muhammad Najib Abd Wakil
yang berjudul “Mas Kahwin Di Pahang : Satu Penilaian Semasa”. Di dalam jurnal
tersebut penulis mendapati bahwa nilai mahar di Pahang adalah yang termurah
nilainya di Malaysia. Penulis juga mendapati bahwa bagaimana mahar di Pahang di
tetapkan dan bagaimana perkiraannya mengikut peredaran zaman, dan melihat efektif
mahar kepada manusia yaitu sang istri. Nilai tersebut diguna pakai sejak zaman
penjajahan di Tanah Melayu yaitu sebanyak RM22.50. Dan kadar tersebut diambil
mengikut sandaran gaji dan taraf hidup masyarakat di Pahang. Jurnal tersebut
diterbitkan bagi menggesa kajian semula ke atas kadar mahar di Pahang dikaji semula
bagi mengangkat martabat hak wanita dan ketinggian sebuah perkawinan.
18
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah dan Perkembangan Majlis Fatwa Selangor
Jabatan Mufti Negeri Selangor pada awalnya kewujudannya merupakan salah
satu bagian dalam Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) yaitu Bahagian Fatwa.
Ketika itu dikepalai oleh Mufti yang pertama dengan gelar Sheikhul Islam. Pada
permulaannya, Syeikhul Islam di Negeri Selangor disandang oleh Tengku Mahmud
Zuhdi bin Tengku Abdul Rahman yang berkhidmat pada tahun 1935 hingga tahun
195224
. Jawatan dengan gelar Mufti mula diwujudkan pada tahun 195325
dan
disandang oleh Tuan Haji Yusuf bin Sahabuddin yang berkhidmat sehingga tahun
1968. Pada pertengahan tahun 1968, Dato' Hj. Ghazali bin Hj. Abdullah dilantik
sebagai Mufti Selangor yang kedua hingga tahun 1973.
Kemudian pada tahun 1974 hingga 1975, Dato' Hj. Md Salleh bin Hassan
Farid dilantik sebagai Mufti Selangor yang ketiga. Dato' Hj. Hassan bin Hj. Omar
dilantik sebagai Mufti Selangor yang keempat pada tahun 1976 hingga 1985. Dato'
Hj. Ishak bin Hj. Baharom dilantik sebagai Mufti Selangor yang kelima pada Julai
1985 hingga November 1997. Mufti Selangor keenam adalah Dato' Setia Hj. Mohd.
Tamyes bin Abd. Wahid yang telah dilantik pada 16 Mac 1998 dan masih berkhidmat
sehingga kini.
24 http://www.muftiselangor.gov.my , diakses tanggal 26 september 2018 25 http://www.muftiselangor.gov.my , diakses tanggal 26 september 2018
http://www.muftiselangor.gov.my/http://www.muftiselangor.gov.my/
19
Sebelum tahun 1985, hanya terdapat dua orang anggota sahaja yang
berkhidmat di Bahagian Fatwa iaitu Mufti dan seorang pemandu. Segala urusan
pentadbiran dan kewangan adalah di bawah pengurusan Jabatan Agama Islam
Selangor. Jawatan Timbalan Mufti hanya diwujudkan pada tahun 1991. Jawatan ini
diwujudkan bagi membantu Mufti dalam menjalankan tugas mengenai Hal Ehwal
Islam sesuai dengan perkembangan semasa. Timbalan Mufti yang pertama ialah Tuan
Hj. Jamaluddin bin Hj. Omar. Beliau berkhidmat selama 7 tahun sehingga Disember
1997. Tuan Hj. Abdul Majid bin Omar merupakan Timbalan Mufti yang kedua.
Beliau dilantik pada 2 Januari 1998 dan berkhidmat sehingga 31 Disember 2015.
Timbalan Mufti yang ketiga adalah Dr. Haji Anhar Bin Haji Opir yang mula
berkhidmat pada 1 Januari 2016 dan berkhidmat hingga kini.
Pada tahun 1996, Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA) telah mengeluarkan
Pekeliling mengenai pengasingan Bahagian Fatwa daripada Jabatan Agama Islam
negeri-negeri di Malaysia. Dari pengasingan ini, berlaku perkembangan struktur
organisasi dan fungsi Jabatan Mufti Negeri Selangor. Pada November 1996, jawatan
Pegawai Hal Ehwal Islam mula diisi, diikuti Pembantu Tadbir (Kesetiausahaan) pada
2 Mei 1997 serta dibantu oleh beberapa orang kakitangan kontrak. Bermula pada
akhir 1997, jawatan Pembantu Tadbir (Perkeranian/Operasi), Pembantu Tadbir
Rendah, Penolong Pegawai Tadbir, Pembantu Am Rendah, Penolong Pegawai Hal
Ehwal Islam dan Pembantu Hal Ehwal Islam mula diisi. Walaupun pada zahirnya
Jabatan Mufti telah berasingan dari Jabatan Agama Islam Selangor tetapi masih
20
berhubung rapat dan bekerjasama dengan Bahagian Penyelidikan, Jabatan Agama
Islam Selangor dalam menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan ajaran salah
(menyeleweng).
Tanggal 22 Februari 1999, Jabatan Mufti telah berpindah ke ruang pejabat
yang baru di Tingkat 4, Podium Selatan, Bangunan Sultan Salahuddin Abdul Aziz
Shah, Shah Alam. Kini, Jabatan Mufti Negeri Selangor beroperasi sepenuhnya di
Tingkat 7 & 8, Menara Utara, Bangunan Sultan Idris Shah, Shah Alam.
B. Moto, Visi dan Misi Majlis Fatwa Negeri Selangor
1. Moto
“PROFESIONAL DAN BERHIKMAH BERLANDASKAN AL-QURAN DAN AS-
SUNNAH.”
2. Visi
“Beriltizam Menjadi Institusi Mufti Yang Berwibawa Dalam Memartabatkan Syariat
Islam.”
3. Misi
“Memacu Kecemerlangan Pengurusan Institusi Mufti
21
C. Obyektif Majlis Fatwa Selangor
1) Memberi nasihat dan panduan kepada Sultan, Kerajaan Negeri dan masyarakat
berkaitan hukum-hukum Islam dan permasalahan umat Islam yang menyentuh
soal Fatwa, terutamanya yang melibatkan isu semasa.
2) Bekerjasama dengan pihak JAKIM dan Jabatan Mufti Negeri-Negeri lain dalam
penyelarasan Fatwa.
3) Bekerjasama dengan JAIS berkaitan kegiatan dakwah, khutbah Jumaat,
pencerapan hilal dan lain-lain.
D. Fungsi Majlis Fatwa Selangor
1) Membantu dan menasihati D.Y.M.M. Sultan dan Kerajaan Negeri dalam
perkara yang berkaitan hal ehwal hukum syarak.
2) Menjalankan kajian dan penyelidikan terhadap sesuatu isu baharu yang
memerlukan keputusan.
3) Mengeluarkan fatwa terhadap isu yang memerlukan penjelasan hukum syarak.
4) Menjelaskan dan menjalankan pendidikan fatwa kepada masyarakat dengan
berhikmah.
5) Menentukan dan mengesahkan arah kiblat, cerapan hilal, takwim jadual waktu
solat dan menjalankan penyelidikan dan pendidikan falak.
22
6) Memberi khidmat nasihat dan perkhidmatan dalam hal-hal berkaitan Aqidah,
Syari’ah dan Akhlak Islamiyyah.
7) Menjalankan kajian dan penyelidikan berkaitan pembangunan ilmu falak.
8) Menjalankan khidmat nasihat Hukum Syara’ dan Aqidah.
9) Membangun, mengurus dan memajukan sumber maklumat dan hal ehwal
hukum syara’.
10) Mengurus dan mentadbir semua perkara yang berkaitan dengan pentadbiran,
perkhidmatan, kewangan, pembangunan modal insan dan teknologi maklumat.
11) Mengurus dan membangun sumber manusia.
E. Sejarah dan Perkembangan Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM)
Sebelum Melaka mencapai kemerdekaan melalui Persekutuan Tanah Melayu,
tidak terdapat Institusi Agama Islam yang ditubuhkan oleh Kerajaan Inggeris untuk
mengurus pentadbiran Hal Ehwal Agama Islam26
. Setelah mencapai kemerdekaan
timbullah hasrat kerajaan untuk menubuhkan satu institusi yang bertanggungjawab
dalam mentadbir Hal Ehwal Agama di negeri ini. Maka pada 1 Rabiul Awal 1380
bersamaan 28 September 1960 Jabatan Agama Islam Melaka telah ditubuhkan
dengan rasminya. Upacara perasmian diadakan di bangunan No. 272, Jalan Tengkera,
Melaka dan bangunan ini menjadi bangunan pertama Pejabat Agama Islam.
26 https://jaim.melaka.gov.my, diakses tanggal 22 Februari 2018
23
Pada masa ditubuhkan, Jabatan Agama Islam Melaka telah dikendalikan oleh
seorang pegawai bersara selaku Yang Di Pertua Jabatan Agama Islam yang dibantu
oleh seorang kerani. Beliau bertanggungjawab untuk membentuk dan mengatur
pentadbiran Jabatan Agama. Orang pertama yang memegang jawatan Yang Di Pertua
ialah Tuan Hj. Amin Bin Imran. Jabatan Agama terus berkembang dengan beberapa
bahagian seperti Pejabat Agama Daerah/Kadhi dan Mahkamah diwujudkan pada
tahun 1962. Pada tahun1967 jawatan Kadhi Besar diwujudkan. Sebelum jawatan ini,
tugas-tugas Kadhi Besar dijalankan oleh Mufti.27
Pada tahun 1990, Mahkamah Syariah diasingkan dari Jabatan Agama dan
pada Disember 1996 Bahagian Mufti pula diasingkan dari Jabatan Agama. Kini,
Jabatan Agama terdiri daripada sebelas bahagian utama iaitu Bahagian Khidmat
Pengurusan, Bahagian Undang-Undang Keluarga Islam, Bahagian Penguatkuasaan,
Bahagian Pendakwaan, Bahagian Dakwah, Bahagian Penyelidikan, Bahagian
Pendidikan, Bahagian Pengurusan Masjid, Pejabat Agama Daerah Melaka Tengah,
Pejabat Agama Daerah Jasin, dan Pejabat Agama Daerah Alor Gajah.28
27 https://jaim.melaka.gov.my, diakses tanggal 22 September 2018 28 https://jaim.melaka.gov.my, diakses tanggal 22 September 2018
24
F. Struktur Organisasi Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM)
No Nama Jawatan Bagian
1 Tuan Md Azhan bin Samat Pengarah JAIM
2 Mohd Shokri bin Mustaffa Ketua Penolong
Pengarah
Dakwah
3 Afzan bt Ismail Ketua Penolong
Pengarah
Khidmat
Pengurusan
4 Muhammad Mawardi bin Shafai Ketua Penolong
Pengarah
Pendidikan
5 Datuk Hj Rahimin bin Bani Ketua Penolong
Pengarah
Penguatkuasaan
6 Luqman Jamil bin Abidin Ketua Penolong
Pengarah
Penyelidikan
7 Noor Haliza binti Ali Ketua Penolong
Pengarah
UU Keluarga Islam
8 Mohd Azli bin Abdul Rahman Ketua Penolong
Pengarah
Pengurusan Masjid
9 NorHafizah binti Ibrahim Ketua Penolong
Pengarah
Pengurusan Halal
25
10 Mohd Nazri bin Abdul Majid Pegawai Tadbir
Agama Islam
Daerah Melaka
Tengah
11 Huzailan Bin Hamzah Pegawai Tadbir
Agama Islam
Daerah Jasin
12 Muhammad Mawardi Bin Shafai Pegawai Tadbir
Agama Islam
Daerah Alor Gajah
G. Motto, Visi dan Misi Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM)
1. Motto
“BERTAKWA DAN BERAKHLAK MULIA”
2. Visi
Menguruskan sistem pengurusan berkualiti dalam hal ehwal Islam bagi
merealisasikan penghayatan Islam sebagai Ad-Din serta melahirkan ummah yang
bertaqwa dan berakhlak mulia.
3. Misi
Berperan sebagai sebuah Agensi Negeri yang unggul dalam menguruskan
pembangunan Hal Ehwal Islam kearah melahirkan ummah yang progresif melalui
penyelidikan, pendidikan, penguatkuasaan dan penggunaan teknologi maklumat.
26
H. Obyektif Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM)
1) Mewujudkan pengurusan pentadbiran dan kewangan yang bersih, cekap dan
amanah
2) Menyediakan system pendidikan agama yang dapat melahirkan ummah yang
bertaqwa dan berakhlak mulia.
3) Memberi perkhidmatan kekeluargaan yang mesra dan berkualiti tinggi.
4) Melaksanakan program dakwah dan pemahaman Islam dengan tersusun dan
berkesan
5) Melaksanakan pengurusan dan pentadbiran masjid dan madrasah dengan
cekap
6) Melaksanakan penguatkuasaan Enakmen Pentadbiran Keluarga Islam dengan
tegas dan berkesan
7) Menentukan kes-kes pendakwaan disediakan dengan lengkap mengikut
prosedur untuk dihadapkan ke mahkamah seterusnya membantu hakim
membuat keputusan yang adil dan saksama.
8) Memberi perkhidmatan persijilan halal dengan sistematik dan cekap.
I. Fungsi Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM)
27
1) Menguruskan pentadbiran, kewangan, teknologi maklumat dan perkhidmatan
organisasi.
2) Menyediakan kemudahan pendidikan agama dan akademik kepada pelajar-
pelajar di peringkat Tadika, Sekolah Rendah Agama, Sekolah Rendah Arab
dan Sekolah Menengah Agama.
3) Menyediakan perkhidmatan kekeluargaan seperti nikah, cerai, rujuk dan
bimbingan keluarga kepada penduduk.
4) Menguatkuasakan Enakmen Pentadbiran dan Keluarga Islam Negeri Islam.
5) Menjalankan pendakwaan ke atas orang yang dituduh melakukan kesalahan
dibawah Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah Negeri Melaka.
6) Merancang, menyelaras dan melaksanakan program dakwah Islam.
7) Menyelaras pengurusan masjid-masjid dan surau.
8) Menguruskan permohonan sijil halal.
9) Memantau dan mengambil tindakan mencegah ajaran salah.
10) Menguruskan dan menyelaras pentadbiran Agama Islam daerah.
J. Strategi Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM)
1) Menguruskan aktiviti dan tugasan Jabatan melalui mesyuarat pagi setiap
minggu.
28
2) Meningkatkan kemahiran pengurusan kewangan Jabatan.
3) Memperkemas manual prosedur kerja yang mesra pelanggan melalui ISO
9001.
4) Meningkatkan disiplin kerja kakitangan melalui penilaian hasil kerja secara
berjadual.
5) Meningkatkan ilmu dan motivasi diri melalui program penghayatan al-Quran,
ceramah dan latihan.
6) Menggalakkan penambahbaikan kualiti perkhidmatan.
K. Bahagian Undang-Undang Kekeluargaan Islam
1) Objektif Bahagian
a. Memberi perkhidmatan kekeluargaan yang mesra dan berkualiti.
b. Mengkaji dan menyediakan peraturan dan undang-undang syariah negeri
Melaka yang memenuhi keperluan semasa.
2) Fungsi Bahagian
a. Menyelaraskan urusan nikah, cerai dan rujuk Negeri Melaka.
b. Memberikan khidmat nasihat kekeluargaan Islam.
c. Menguruskan semakan dan gubalan perwartaan enakmen.
29
d. Mengendalikan latihan, kursus, seminar berkaitan pengurusan hal ehwal
Islam.
e. Merancang aktiviti dan program kearah memperkukuhkan peranan institusi
kekeluargaan.
3) Piagam Pelanggan
a. Permohonan temuduga perkahwinan akan diproses dalam masa 15 minit
b. Sijil perakuan temuduga perkahwinan dapat dikeluarkan dalam tempoh 1 hari.
c. Sijil cerai akan disediakan dalam tempoh 3 hari setelah menerima perintah
penceraian daripada Mahkamah Syariah.
d. Pelanggan yang ingin mendapatkan perkhidmatan pandangan/khidmat nasihat
akan dilayan dalam masa 15 minit.
e. Temujanji pertama perkhidmatan rundingcara keluarga dalam tempoh 7 hari
atau mengikut kehendak pelanggan.
f. Surat permohonan mendapatkan penceramah kekeluargaan akan dijawab
dalam tempoh 3 hari.
30
BAB III
MAHAR DAN PROBLEMATIKANYA
A. Pengertian Mahar
Mahar secara bahasa artinya maskawin. Mahar mempunyai tujuh nama lain
yaitu shadaq, nihlah, faridhah, hiba, ajr, uqr, ala’iq29
, yang semuanya disebut dalam
al-Quran kata mahar itu atau arabnya مهر dirujuk dalam kamus Arab-Melayu Idris
Al-Marbawi membawa arti maskawin. Arti dari shadaq yang berasal dari kata shidq
berarti jujur/kesungguhan sebagai satu syarat keinginan menikah yang bersungguh-
sungguh. Sedangkan lafaz nihlah pula dari segi bahasa ialah suatu pemberian dari
suami kepada istri karena berlakunya perkawinan.30
Dari definisi istilah tersebut,
Imam Muhammad Abduh menjelaskan bahwa hikmah pemberian mahar dari suami
kepada itri akan membuatkan istri merasa senang hidup dibawah pimpinan
suaminya.31
Secara istilah, mahar ialah “pemberian wajib dari calon suami kepada calon
istri sebagai ketulusan cinta kasih calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih
bagi seorang istri kepada calon suaminya”. Atau “suatu pemberian yang diwajibkan
29 Muhammad Bin Ismail al-Amir ash-Shan’ani, Subulus Salam, penerjemah Muhammad
Isnan, Ali Fauzan, Darwis, (Jakarta: Darus Sunnah, 2008), Cet. Ke V, hlm. 208 30 Mohd Idris Abdul Rauf al-Marbawi, Kamus Arab-Melayu Idris al-Marbawi, (Kuala
Lumpur: Darul Fiki, 1990), Cet. Ke 1, hlm. 283. 31 Muhammad Ali Qutb, Mutiara Perkahwinan Menurut Ajaran Islam, (Selangor: Pustaka
Haji Abdul Majid Sdn Bhd, 2010), Cet. Ke II, hlm. 41.
31
bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk, jumlah dan jenisnya
disepakati oleh kedua belah pihak32
.
Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita
dengan memberi hak untuk menerima mahar (maskawin). Mahar hanya diberikan
oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lainnya atau siapapun
walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamah apalagi
menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha dan
kerelaan si istri. Jika si istri telah menerima maharnya tanpa paksaan dan tipu
muslihat lalu ia memberikan sebagian maharnya maka boleh diterima dan tidak
disalahkan. Akan tetapi, bila istri dalam memberikan maharnya karena malu, takut,
maka tidak halal menerimanya. Hal ini karena mahar itu milik mutlak si istri.33
Di Malaysia, perundangan syariah adalah di bawah bidang kuasa setiap sultan di
setiap negeri seperti yang telah diperuntukan oleh Perlembagaan Persekutuan.
Lembaga yang diberi wewenang untuk menetapkan kadar mahar bagi negeri-negeri di
Malaysia adalah Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) berdasarkan fatwa Negeri
Selangor dan Jabatan Agama Islam Malaysia (JAIM). Ini juga bermakna bahawa
perkara-perkara yang berdasarkan perkawinan adalah berlainan di antara negeri-
negeri di Malaysia. Oleh itu, akan mendapati bahwa wang mahar yang ditetapkan di
setiap negeri adalah berlainan. Sebagai contoh, kadar mahar yang ditetapkan oleh
32Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, (Terbitan Pustaka
Al-Kautsar: cetakan pertama 2013) hlm. 462 33 Zulkifli bin Mohammad al-Bakri & rakan-rakan, Al-Fiqh Al-Manhaji Mazhab As-Syafie
(Terbitan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia: cetakan kedua 2013), hlm. 482
32
Majlis Fatwa Selangor adalah RM30034
dan Jabatan Agama Islam Melaka bagi negeri
Melaka adalah RM100.35
B. Macam-macam Mahar
Ulama fiqh sependapat mahar itu ada dua macam, mahar musamma dan mahar
mitsil (sepadan).
1. Mahar Musamma
Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebutkan atau dijanjikan kadar
dan besarnya ketika akad nikah. Dan waktu pemberiannya diberikan secara penuh
ketika:
a) Telah bercampur (bersenggama).
b) Salah satu dari suami istri meninggal (menurut ijma’).
Mahar musamma juga wajib dibayar walau pernikahannya rusak karena sebab
tertentu jika telah bersenggama36
. Pernikahan yang rusak seperti isterinya adalah
mahram sendiri, isteri berbohong mengaku perawan ternyata janda, hamil atau masih
status isteri orang lain. Namun apabila dicerai sebelum bercampur, maka hanya wajib
dibayar setengahnya saja. Allah S.W.T berfirman:
34Warta Kerajaan Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor) 2003 35Hafizatun Binti Hasim, Penolong Pengarah Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM), Bahagian
Undang-undang Kekeluargaan Islam, wawancara, pada 15 Oktober 2018 36 Sri Murni, “Penetapan Mahar Dalam Perkawinan Serta Implikasinya Terhadap
Masyarakat Desa Baturijal Hlu Menrut Tinjauan Hukum Islam”, (Skripsi Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, 2012), hlm. 40
33
Artinya: “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan
mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika
istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang
ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan
janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.”37
Abu Hanifah berpendapat bila suami isteri sudah tinggal menyendiri dalam
pengertian sebenarnya maka ia wajib membayar mahar sepenuhnya. Maksudnya jika
suami isteri berada di suatu tempat yang aman dari penglihatan siapapun dan tak ada
halangan untuk bercampur seperti sedang haid. Alasan Abu Hanifah adalah riwayat
Abu ‘Ubaidah bin Aufa, ia berkata bahwa khalifah yang empat telah menetapkan bila
pintu kamar telah ditutup dan tabir diturunkan berarti wajib mahar.
Tetapi Syafi’i , Malik, dan Dawud berbeda pendapat dengan pendapat di atas.
Mereka berkata bahwa tidak wajib membayar mahar seluruhnya, kecuali bila telah
diawali dengan persetubuhan yang sesungguhya. Abdur Razzaq meriwayatkan juga
dari Ibnu Abbas, ia berkata tidak wajib mahar sebelum terjadi persenggamaan.38
2. Mahar Mitsil.
37 QS. Al-Baqarah (2): 237 38 Ibid. hlm. 41
34
Mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi
pernikahan. Atau mahar yang diukur dengan mahar yang pernah diterima oleh
keluarga yang terdekat seperti mahar saudara perempuan pengantin wanita (bibi).
Dan jika dalam faktor tersebut berbeda, berbeda pula maharnya. Seperti janda yang
mempunyai anak atau tanpa anak. Mahar mitsil hukumnya wajib bagi sang suami jika
terjadi dalam keadaan berikut:
a) Mahar tidak disebutkan kadarnya ketika akad, kemudian suami
bercampur dengan isteri maka suami wajib membayar mahar mitsil, atau
isteri meninggal sebelum bercampur dengan suami.39
b) Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur
dengan isteri dan ternyata nikahnya rusak karena sesuatu. Dalam hal ini,
maka isteri berhak menerima mahar mitsil.
C. Penentuan Besaran Mahar
Islam tidak menetapkan jumlah mahar, karena adanya perbedaan antara yang
kaya dengan yang miskin, lapang dan sempitnya rezeki. Sehingga Islam menyerahkan
masalah mahar berdasarkan kemampuan masing-masing. Segala nash yang
memberikan keterangan tentang mahar tidaklah dimaksudkan kecuali untuk
menunjukkan pentingnya nilai mahar tersebut. Jadi boleh memberi mahar seperti
cincin besi atau segantang kurma atau mengajarkan beberapa ayat Al-Quran dan lain
sebagainya seperti diriwayatkan pada beberapa hadits. Sehingga timbul perbedaan
39 Ibid, hlm. 42
35
ulama dalam menetapkan jumlahnya. Beberapa pendapat ulama adalah sebagai
berikut40
:
a) Hanafi menyebutkan jumlah mahar minimal 10 dirham.
b) Maliki minimal 3 dirham atau barangan seharga itu41.
c) Umar bin Khattab berpendapat jumlahnya terserah harta yang dicintainya,
berdasarkan firman Allah:
Artinya : “Dan kalau kalian ingin mengganti istri dengan istri yang lain sedangkan
kalian telah memberikan harta yang banyak kepada mereka (istri yang
kalian tinggalkan), maka janganlah kalian mengambil kembali sedikit pun
darinya. Apakah kalian akan mengambilnya dengan kebohongan (yang
kalian buat) dan dosa yang nyata?”42
d) Dari Abdullah bin Mus’ab, Umar berkata: “janganlah kamu memberi
mahar kepada perempuan lebih dari 40 uqiyah perak. barang siapa
memberi lebih dari pada itu, niscaya akan saya tarik ke baitul mal” maka
seorang wanita berkata: “Mengapa tuan menjawab begitu..?” Padahal
40 http://hukumperkawinandiindonesia.blogspot.co.id, diakses tanggal 1 April 2018 41 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Analisa Fiqih Para Mujtahid, (Penerbit: Pustaka Amani
Jakarta), hlm. 433
42 QS. An-Nisa’ (4): 20
36
Allah berfirman pada surat An-Nisa ayat 20”. Lalu Umar berkata :
“perempuan ini benar”43
e) Imam Syafi’i , Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan Fuqaha Madinah dari
kalangan tabi’in bahwa mahar tidak ada batas terendahnya. Segala sesuatu
dapat menjadi harga bagi suatu yang lain. Begitu juga dengan Ibnu wahab
dari kalangan Imam malik. Mereka berpendapat bahwa hadits nabi yang
berbunyi “carilah walaupun sepotong besi”, merupakan dalil bahwa mahar
itu tidak mempunyai batasan terendahnya. Karena jika memang ada beliau
pasti menjelaskannya44
.
Menurut syari’at pada pokoknya mahar menjadi hak perempuan dan di
tangannyalah kekuasaan menggunakannya.
Mahar tidak mempunyai kadar minimal dan maksimalnya. Setiap sesuatu
yang dinamakan harta atau boleh ditukar denga harta, boleh dijadikan mahar sama
ada sedikit atau banyak, tunai atau hutang, atau sesuatu yang bermanfaat, seperti kain,
sejadah, wang, tempat kediaman atau mengajar sesuatu kemahiran. Hal ini
berdasarkan firman Allah SWT:
43 http://hukumperkawinandiindonesia.blogspot.co.id, diakses tanggal 1 April 2018 44 Amiruddin, Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Al-Umm, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2013), hlm.
345
37
Artinya: “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (iaitu) mencari
istri-istri dengan hartamu.”45
D. Mahar Sebagai Keharusan Dalam Pernikahan
a) Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw. melarang Ali ra. mengumpuli
Fatimah sampai ia memberikan sesuatu kepadanya. Hadits ini menunjukkan
larangannya dimaksudkan sebagai tindakan lebih baik, yang secara umum
dipandang Sunnah lebih dahulu memberikan sebagain mahar kepada
isterinya46
.
b) Abu Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah menyuruh
Aisyah memasukkan perempuan ke dalam tanggungan suaminya sebelum
membayar maharnya. Hadits ini menunjukkan bahwa boleh mencampuri
perempuan sebelum ia diberi maharnya sedikitpun47
.
c) Al-Auza’i berkata bahwa para ulama menganggap sunnah tidak mencampuri
isteri sebelum dibayarkan sebagian dari maharnya.
d) Abu Hanifah berkata suami berhak mencampuri isterinya baik suka atau tidak,
sekalipun maharnya berhutang, karena ia setuju dengan mahar hutang, dengan
demikian hak suami tidak gugur. Tetapi kalau dengan mahar kontan
seluruhnya atau sebagian , maka suami tidak boleh mencampurinya sebelum
45 QS. An-Nisa’ (4): 24 46 Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, (Terbitan Pustaka
Al-Kautsar: cetakan pertama 2013), hlm. 463
47 Ibid, hlm. 434
38
dibayarkannya lebih dahulu apa yang telah dijanjikannya dengan kontan
tersebut. Dan isteri berhak menolak untuk dicampuri sehingga suami
melunasinya48
.
e) Mahar dilihat adalah suatu yang wajib di dalam sebuah pernikahan karena ia
termasuk di dalam rukun nikah menurut Mazhab Syafi’e49
. Persepakatan di
dalam menentukan mahar seharusnya ada di antara pihak laki-laki dan
perempuan dan orang yang bertanggungjawab memberi kepada perempuan itu
adalah si suami sendiri. Begitu berpatutan dengan firman Allah S.W.T50
:
Artinya : “Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (setubuhi) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajipan.”
E. Kewenangan Menentukan Mahar
Jika kedua pihak yang berakad nikah telah menyetujui jumlah suatu mahar
dengan rahasia, lalu beberapa hari kemudian secara terbuka mereka mengadakan
pembicaraan tentang jumlah mahar dengan kesepakatan lebih besar daripada jumlah
mahar pertama, sehingga akhirnya terjadi sengketa.
Menjadi kewenangan bagi si suami untuk memberikan mas kawin kepada si istri
sebagai pemberian yang wajib. Pihak laki-laki akan memberikan mahar kepada si istri
48 Ibid, hlm. 434 49 Amiruddin, Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Al-Umm, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2013), hlm.
345 50 QS. An-Nisa’ (4) : 24
39
dan bukan kepada si wali, saudara atau kerabat di istri. Hal ini disebut dalam firman
Allah S.W.T :
Artinya : “Dan berilah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu
sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah
pemberian itu dengan senang hati”
.
Maka dengan itu ulama menyatakan bahwa perintah untuk memberikan mahar
kepada perempuan yang dinikahi secara kasar mata menunjukkan bahwa mahar itu
menjadi hak perempunan, bukan walinya. Jika, mahar merupakan hak dari pihak
perempuan, maka wali secara otomatis tidak memiliki kewenangan untuk
menentukan besaran mahar. Dengan bahasa lain, wali tidak boleh melakukan
intervensi dalam menentukan berapa mahar yang harus diserahkan mempelai laki-laki
kepada mempelai perempuan. Dan jika ada mempelai perempuan meminta wakil
walinya untuk menentukan kadar mahar untuk dirinya maka dalam hal ini boleh
walinya untuk menentukan kadar besarnya mahar sang mempelai.
40
BAB IV
IMPLIKASI PENETAPAN MAHAR DI NEGERI SELANGOR DAN NEGERI
MELAKA
A. Sistem Penetapan Kadar Mahar Di Negeri Selangor Dan Negeri Melaka
1. Penetapan Kadar Mahar Di Negeri Selangor
Sejarah penetapan maskawin mengikut sejarah bagian Undang-undang
Keluarga Jabatan Agama Islam Selangor yang mana Sultan Selangor ketika itu
Almarhum Sultan Salahudin Abdul Aziz Shah menghendaki adanya satu ta’rif khas
bagi maskawin sebagai garis panduan bagi masyarakat umum guna untuk merujuk
segala hal yang berkaitan mahar karena pengetahuan masyarakat umum ketika itu
masih lagi tidak celik tentang hukum hakam syari’at Islam dan secara umumnya
melalui Majlis Fatwa Selangor telah mengadakan rapat khusus tentang hal ini
bersama pihak yang terkait yaitu Bagian /Department Jabatan Agama Islam Selangor
(JAIS) dan Mahkamah Syariah.
Melalui hasil rapat menghasilkan satu kata putus telah dicapai yaitu bahwa
maskawin RM 80.00 bagi yang masih gadis dan janda sebanyak RM 40.00 mulai
dilaksanakan pada tahun 196851
.Sedangkan pembukuan dan pemberlakuan
(Akta/Enakmen) secara menyeluruh terhadap Undang-undang harga maskawin di
51Abdul Halem Hapiz Bin Salihin, Ketua Penolong Mufti, Bahagian Fatwa Negeri Selangor,
wawancara, Shah Alam, Selangor 9 Oktober 2018
41
Negeri Selangor ini dibuat pada tahun 1984 tapi masih bersifat tidak mengikat pada
harga yang telah ditetapkan.
Pengkajian ulang atau sekaligus penetapan kadar baru ini dimulai prosesnya dari
tahun 2009 dan tepatnya 6 bulan sebelum perlaksanaan seperti berikut:
a. Seminar perbandingan tentang harga maskawin di seluruh Malaysia.
b. Mesyuarat Jawatan Kuasa Fatwa Negeri Selangor.
c. Mendapatkan persetujuan dari Duli Yang Maha Mulia Sultan Selangor.
d. Penyataan penetapan harga maskawin oleh Penasihat Undang-undang
Kerajaan Negeri Selangor.
Kemudian Jabatan Agama Islam menyebarkan fakta-fakta di atas kepada masyarakat
melalui:
a. Khutbah Jumaat
b. Ceramah-ceramah agama.
c. Acara-acara anjuran jabatan Agama Islam Selangor (JAIS)52.
Adapun yang menjadi faktor penetapan kadar mahar oleh Pemerintah
Kerajaan Negeri Selangor penyebab tentang penetapan kadar maskawin ini adalah:
52Abdul Halem Hapiz Bin Salihin, Ketua Penolong Mufti, Bahagian Fatwa Negeri Selangor,
wawancara, Shah Alam, Selangor 9 Oktober 2018
42
a. Majlis Fatwa Selangor dan Bagian/Department Undang-Undang Keluarga
Islam Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) menganalisis hadits ini dengan
kenyataan dilapangan hari ini:
َصدَاقاً َسُرھُنَّ يْ ْعَظُم الن ِساَِء بََرَكةً أَ أَ : َعْن َعائَِشةَ َرِضَى هللا َعْنهاَ اَن النَّبِي ملسو هيلع هللا ىلص قال
Artinya : “Dari Aishah R.A sesungguhnya Nabi Muhammad S.A.W bersabda;
Kebanyakkan wanita yang berkat perkawinannya ialah yang mudah
dan (rendah) tentang perbelanjaan (mahar)53
dengan mengatakan bahwa hadits ini tidak memenuhi maksud syari’ah untuk
masyarakat yang hidup pada zaman modern hari ini. Ini berlaku karena lelaki masih
terbeban dengan walimah/hantaran yang kebiasaannya tinggi berdasaarkan latar
belakang keluarga serta status pendidikan dan kerjaya calon wanita tersebut sehingga
menjadi buah bicara masyarakat setempat terkait persoalan walimah dan bukannya
maskawin.
b. Pelaksanaan janda mendapat separuh dari nilai maskawin terdahulu seperti
yang diputuskan menurrut Bagian/Department Undang-undang Keluarga
Islam Jabatan Agama Islam tahun 1968 adalah tidak wajar diberlakukan
karena status janda adalah semata-mata suatu faktor yang tidak terlintas oleh
wanita tersebut akan terjadinya perceraian sama ada cerai hidup atau cerai
mati. Satu pemikiran buruk masyarakat hari inji juga yaitu janda atau second
hand dari satu negeri ke negeri lain dibuat satu perbandingan mana yang lebih
mahal atau murah. Ini jelas bertentangan dengan tujuan dasar pemberian
53 Imam al-Hakim, al-Mustadrak, penerjemah Ali Murtadho, M. Iqbal Kadir, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2010), Cet. Ke V, hlm. 324.
43
mahar sebagaimana yang telah disyariatkan dan juga menjejaskan martabat
dan maruah wanita baik gadis maupun janda54
.
c. Aturan yang sedia ada telah hampir empat puluh tahun tidak ditinjau ulang
dan perlunya ada perubahan.
d. Aturan yang sedia ada yaitu harga mahar untuk anak gadis RM 80.00 dan
janda RM 40.00 yang telah berjalan hampir empat puluh tahun tidak
memenuhi maksud sesuai perubahan masa seperti yang telah dirancang baik
dari segi pelaksanaan oleh masyarakat ataupun pemberlakuan undang-undang
oleh Bagian/Departmen Undang-undang Keluarga Islam (JAIS) sendiri.
e. Penetapan ini juga dilaksanakan bagi mengelakkan maksiat yang berleluasa di
antara laki-laki dan perempuan karena faktor tingginya mahar juga sedikit
sebanyak memberikan dampak pada kenaikkan biaya sebuah perkawinan dan
membuka ruang untuk terjadinya maskiat antara laki-laki dan wanita apabila
mereka tidak mampu melaksanakan perkawinan yang memakan biaya yang
sangat besar. Perkara ini terjadi pada golongan masyarakat khususnya laki-
laki yang berpendapat rendah.
f. Penetapan harga baru ini juga dikarenakan untuk mengawal masyarakat
khususnya kaum ibu bapa dan keluarga yang mewakili calon pengantin wanita
54 Kemalia Othman, Maskahwin Selangor Dinaikkan Kepada RM300, Mstaronline 10
Desember 2009
44
yang cenderung meletakkan harga mahar yang tidak bersempadan dan
berdasar.55
g.
Tahun Anak Dara Janda
1968 RM 80 RM 40
2010 RM 300 RM 300
Tabel 2: Kadar Di Selangor Sebelum dan Selepas Pembaruan
Sumber: Jabatan Agama Islam Selangor
2. Penetapan Kadar Mahar Di Negeri Melaka
Di bawah Undang-Undang Islam, tiada penetapan kadar pembayaran mahar
yang ditetapkan. Jika jumlahnya tidak disebut dalam perjanjian perkahwinan,
perundangan Islam telah menetapkan wanita tersebut akan mendapat mahar yang
sepatutnya dan seimbang dengan keadaan serta kedudukannya dalam masyarakat dan
ia biasanya ditetapkan mengikut pangkat bapa pengantin perempuan. Hal ini juga
telah dinyatakan oleh sarjana Islam yang mengakui adat atau ‘urf sebagai asas
55 Wawancara bersama Abdul Halem Hapiz Bin Salihin, Ketua Penolong Mufti, Bahagian
Fatwa Negeri Selangor, Shah Alam, 9 Oktober 2018
45
undang-undang terutamanya dalam penentuan mahar mithil yang mana ditentukan
mengikut kebiasaan, mahar adat atau customary dower.56
Dalam adat Melayu, kadar mahar adalah ditetapkan dan biasanya bergantung
kepada status sosial atau kedudukan bapa kepada pengantin perempuan.
Kebiasaannya kadar mahar ini adalah terletak di bawah bidang kuasa kerajaan negeri
dan terdapat perbedaan kadar mahar yang dikuatkuasakan oleh negeri-negeri di
Malaysia.
Di Melaka, kerajaan negeri telah menguatkuasakan undang-undang khas
mengenai mahar orang-orang Islam sejak 1 Januari 1980 seperti berikut :
Tahun Anak Dara Janda
1980 RM 40 RM 40
2016 RM 100 RM 100
Tabel 2: Kadar Mahar Di Melaka
Sumber : Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM)
Bermula Juni 2016, kadar mahar ini telah dinaikkan daripada RM40 kepada
RM100. Penolong Pengarah Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM), Tuan Haji Shokri
mengatakan kadar mahar yang terbaru ini akan berkuatkuasa pada 1 Juni 2016 dan
56 Nadia Abdul Rahman, “Konsep mahar dan pengamalannya dalam Masyarakat Melayu :
satu Tinjauan di Kota Baharu, Kelantan” (Kertas Projek Fakuliti Sastera dan Sains Sosial, Pengajian
Islam Universiti Malaya, Selangor, 2001)
46
kenaikan dibuat bagi menyelaras semula kadar mengikut perkembangan ekonomi
semasa kerana ia tidak pernah dikaji sejak tahun 1980. Beliau turut menyatakan
bahawa pindaan ini dibuat bagi meninggikan martabat kaum itu sebagaimana dituntut
Islam dan ianya haruslah dinilai dari aspek yang positif. Kadar mahar yang baru ini
telah pun mendapat perkenan dari Yang di-Pertuan Agong .
Selain daripada bayaran mahar ini, terdapat satu lagi bentuk bayaran yang
disebut sebagai pemberian. Dari penelitian yang dibuat, didapati bahawa mahar
merupakan satu bentuk pembayaran yang wajib manakala pemberian pula boleh
diartikan sebagai satu hadiah yang diberi secara sukarela samada berbentuk wang
tunai ataupun benda yang mungkin lebih dikenali sebagai wang hantaran dan barang
hantaran.
Penetapan mahar mengikut sejarah bagian Undang-undang Keluarga Jabatan
Agama Islam Melaka yang mana Yang di-Pertua Negeri Melaka menghendaki
adanya satu ta’rif khas bagi maskawin sebagai garis panduan bagi masyarakat umum
guna untuk merujuk segala hal yang berkaitan maskawin .
Putusan penetapan mahar mengikut sejarah bagian Undang-Undang Keluarga
Jabatan Agama Islam Selangor yang mana Sultan Selangor ketika itu Almarhum
Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah yang merupakan Yang di-Pertuan Agong ketika
itu memperkenankan adanya satu kadar khas bagi maskawin sebagai garis panduan
bagi masyarakat umum guna untuk merujuk segala hal yang berkaitan maskawin .
47
Negeri Melaka tidak pernah mengkaji semula kadar atau harga maskawin
yang ditetapkan hampir dua puluh tahun yang lalu. Menindak lanjut akan hal tersebut,
pihak yang terkait kemudiannya memperpanjang dengan membuat kertas kerja
cadangan/proposal untuk diusulkan kepada Jabatan Agama Islam Melaka dan
Jawatan Kuasa Fatwa dan telah dibincangkan secara khusus melalui rapat-rapat khas
yang dihadiri oleh staf bawahan, para Pegawai, Mufti dan Ulama’ dan Petinggi-
petinggi negeri tersebut.
Oleh yang demikian, tindakan yang serius dapat dilihat apabila enakmen
negeri termasuk Melaka telah mengkodifikasi undang-undang berkenaan mahar dan
pemberian dalam Enakmen Undang-undang Keluarga Islam bagi negeri masing-
masing. Tujuannya adalah untuk mengemaskini pentadbiran Undang-undang
Keluarga Islam secara menyeluruh agar tidak berlaku kecelaruan terhadap masyarakat
yang terkadang ada yang tidak ambil tahu terhadap penetapan kadar maskawin dan
harga upah nikah di negeri Melaka.
Oleh itu, akan mendapati bahwa wang mahar yang ditetapkan di setiap negeri
adalah berlainan. Sebagai contoh, kadar mahar yang ditetapkan oleh Jabatan Agama
Islam Melaka (JAIM)57
pada asalnya dari RM40 dinaikkan kepada RM100 yang
berlaku pada 1 Juni 2016. Selain dari itu, kadar upah nikah bagi perkhidmatan wali
hakim juga dinaikkan dari RM50 kepada RM100 yang ditetapkan oleh Jabatan
57 Bernama, Artikel Harian Metro, diterbitkan pada tanggal 5 April 2016
48
Agama Islam Melaka (JAIM)58
di mana tempoh sah wali hakim berlangsung selama
90 hari dari tanggal putusan di mahkamah syari’ah. Harga upah nikah pegawai syarak
juga ditaambah daripada RM100 kepada RM150 berdasarkan pembagian berikut
imam 1 daripada RM30 kepada RM50, imam 2 daripada RM25 kepada RM35, imam
3 daripada RM15 kepada RM25, bilal daripada RM15 kepada RM 20 dan siak
(pelaksana masjid) daripada RM15 kepada RM20. Hal ini dikarenakan pihak Jabatan
Agama Islam Melaka membuat kaji selidik dan mendapat kadar bayar atau upah
nikah di setiap masjid di Melaka itu berbeda kadarnya. Sehubungan itu pihak
berkuasa melalui rapat pada tanggal 28 Disember 2015 menyatakan hasil rapat yaitu
kadar bayar upah nikah bagi jurunikah, upah nikah wali hakim dan maskawin
disamakan bagi semua masjid seluruh negeri Melaka.59
Hal ini karena pengetahuan masyarakat umum ketika itu rata-ratanya masih
lagi tidak celik tentang hukam hakam syariat Islam dan secara umumnya melalui
Jabatan Agama Islam Melaka telah mengadakan rapat-rapat khusus tentang hal ini
bersama pihak yang terkait yaitu Bagian/Department Majlis Fatwa Negeri Melaka
dan Mahkamah Syariah. Kemudian satu kata putus telah dicapai yaitu bahwa
maskawin RM 40.00 bagi yang masih gadis dan janda juga sebanyak RM 40.00 mulai
dilaksanakan pada 1980.
58 Bernama, Artikel Harian Metro, diterbitkan pada tanggal 5 April 2016 59 Wawancara dengan Hafizatun Binti Hasim, Penolong Pengarah, Bahagian Undang-undang
Keluarga Islam Jabatan Agama Islam Melaka, Bukit Palah, 15 Oktober 2018
49
Sedangkan pembukuan dan pemberlakuan (Akta/Enakmen) secara
menyeluruh terhadap Undang-undang harga maskawin di Negeri Melaka ini di buat
pada tahun 1984 tetapi masih bersifat tidak mengikat pada harga yang telah
ditetapkan. Pengkajian ulang atau sekaligus penetapan kadar baru ini dimulai
prosesnya dari tahun 2015 dan tepatnya 6 bulan sebelum perlaksanaan seperti
berikut60
:
a. Seminar perbandingan tentang harga maskawin di seluruh Malaysia.
b. Mesyuarat Jawatan Kuasa Fatwa Negeri Melaka.
c. Mendapatkan persetujuan dari Yang di-Pertuan Agong Malaysia.
d. Penyataan penetapan harga maskawin oleh Penasihat Undang-undang
Kerajaan Negeri Melaka .
Kemudian Jabatan Agama Islam Melaka menyebarkan fakta-fakta di atas kepada
masyarakat melalui:
a. Khutbah Jumaat.
b. Ceramah-ceramah Agama.
c. Acara-acara anjuran Jabatan Agama Islam Melaka.
60 Hafizatun Binti Hasim, Penolong Pengarah, Bahagian Undang-undang Keluarga Islam
Jabatan Agama Islam Melaka, Bukit Palah, wawancara pada 15 Oktober 2018
50
d. Mengantar surat kepada semua imam-imam desa yang di lantik oleh
Majlis Agama.
B. Akibat Yang Ditimbulkan Dari Penetapan Kadar Mahar Di Negeri Selangor
dan Negeri Melaka
Di dalam melaksanakan putusan ini, bagi masyarakat terutama bagi laki-laki
sebagai pemberi mahar pada wanita yang melanggar atau tidak mengikuti sesuai yang
telah diputuskan tidaklah dikenakan atau mempunyai apa-apa sanksi yang ditetapkan
oleh Majlis Fatwa Selangor dan diguna pakai oleh Jabatan Agama Islam Selangor
serta Jabatan Agama islam Melaka karena iya bukanlah satu bentuk pelanggaran
pidana melainkan aturan ini dibuat pada dasarnya adalah untuk menjamin kedudukan
wanita dengan jumlah pemberian maskawin bagi mengelakkan beban yang akan
ditanggung pihak laki-laki apabila pihak keluarga wanita relatif meminta harga yang
tinggi61
.
Hanya saja bagi pasangan yang tidak mengikuti peraturan yang telah
diputuskan, dalam jangka waktu yang panjang akan mempunyai akibat serta dampak
yang buruk dan akan menjadi ikutan kepada masyarakat yang tidak mempunyai
pedoman dalam menentukan pemberian maskawin sesuai dengan status wanita dan
juga keadaan semasa (dalam hal ini kebiasaannya akan dikembalikan oleh ibu bapa
pihak wanita) akan menentukan harga pemberian mahar yang relative tinggi diminta
61 Wawancara bersama Abdul Halem Hapiz Bin Salihin, Ketua Penolong Mufti, Bahagian
Fatwa Negeri Selangor, Shah Alam, 9 Oktober 2018
51
oleh pihak wanita sehingga mengatasi maskawin putri sultan dan juga kerabat diraja
yang pastinya akan membebankan pihak laki-laki dalam menunaikan permintaan
pihak wanita.62
Secara kemaslahatannya pula, putusan ini masih lagi tidak mewakili
kepentingan sebagian masyarakat Negeri Selangor begitu juga Melaka karena dalam
syari’at Islam sendiri telah menggariskan beberapa hal tentang tata cara pemberian
mahar selain ditentukan oleh hakim seperti:
1. Terdapatnya mahar baik pemberian secara mitsil maupun musamma.
2. Penentuan mahar wanita berstatus janda ditentukan oleh diri sendiri baik atas
kesepakatan bersama atau pemberian yang iya minta.
3. Pemberian mahar kepada istri tidak semestinya dengan uang ringgit.
C. Upaya Dalam Mengatasi Penetapan Kadar Mahar Di Negeri Selangor dan
Negeri Melaka
Penetapan kadar mahar oleh Kerajaan Negeri Selangor dan Melaka menurut
pandangan hukum Islam dari satu sisi penulis melihat penetapan ini masih belum lagi
dilaksanakan secara menyeluruh kepada setiap masyarakat di Negeri Selangor dan
Melaka karena penetapan ini diputuskan hanya pada jumlah minimal bermakna
jumlah mahar bisa mencapai pada tahap semaksimal mungkin bagi masyarakat
62 Wawancara bersama Abdul Halem Hapiz Bin Salihin, Ketua Penolong Mufti, Bahagian
Fatwa Negeri Selangor, Shah Alam, 9 Oktober 2018
52
khususnya ibu bapa yang tidak memahami maksud dan tujuan pemberian mahar
dalam syari’at Islam.
Lain-lain perkara seperti mahar tidak hanya terbatas pada pemberian uang
tunai, ia juga adalah hak mutlak para istri yang boleh dibataskan melalui hasil diskusi
antara pihak suami dan istri. Penetapan ini juga membuatkan perbedaan pendapat
antara masyarakat dan Jabatan Agama Islam yang mana mereka menganggap Jabatan
Agama Islam telah menafikan atau menidakkan hak mereka sebagai pihak yang
berautoritas dalam menetapkan mahar dalam sebuah perkawinan.
Setelah dianalisis menggunakan hukum Islam, maka terdapat sebab –sebab
yang masih tidak memenuhi maksud dan kehendak syari’at islam dalam hal
penetapan mahar yaitu:
Penulis ingin merujuk kembali firman Allah SWT:
اِلكُْم أَْن تَْبتَغُوا َواْلُمْحَصنَاُت ِمَن الن َِسآءِ ِ َعلَْيكُْم َوأُِحلَّ لَكُْم َما َوَرآَء ذََٰ إَِّلَّ َما َملََكْت أَْيَمانُكُْم ِكتَاَب َّللاَّ
ُجنَاَح بِأَْمَواِلكُْم ُمْحِصنِيَن َغْيَر ُمَسافِِحين فََما اْستَْمتَْعتُْم بِِه ِمْنُهنَّ فَآتُوھُنَّ أُُجوَرھُنَّ فَِريَضة َوََّل
َ َكاَن َعِليًما َحِكيًماَعلَ ْيكُْم فِيَما تََراَضْيتُْم بِِه ِمْن بَْعِد اْلفَِريَضِة إِنَّ َّللاَّ
Artinya : “Kemudian mana-mana perempuan yang kamu nikmati percampuran
dengannya (setelah ia menjadi isteri kamu), maka berikanlah kepada
mereka maskawinnya (dengan sempurna), sebagai suatu ketetapan
(yang diwajibkan oleh Allah) dan tiadalah kamu berdosa mengenai
sesuatu persetujuan yang telah dicapai bersama oleh kamu sesudah
ditetapkan maskawin itu (tentang cara dan kadar pembayarannya)
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana”63
63 QS. An-Nisa’ (4): 24
53
Merujuk kepada ayat di atas mengartikan makna kamu itu dikembalikan
hanya kepada suami sahaja karena suamilah sebagai pemberi mahar kepada isteri
meskipun bisa dipakai untuk lebih dari dua orang atau lebih.
Dapatan dari wawancara bersama Pegawai Hal Ehwal Islam Bahagian
Kekeluargaan Islam Jabatan Agama Islam Melaka menjelaskan bahwa Hakim atau
Pemerintah yang diklasifikasikan sebagai kategori wali kepada rakyatnya boleh
menetapkan sesuatu jumlah mahar untuk pasangan laki-laki dan wanita yang ingin
menikah apabila terjadi perkara-perkara sedemikian:
1. Apabila istri meminta menetapkan jumlah mahar tetapi suami menolak
untuk hal itu.
2. Suami istri bertelingkah menentukan kadar mahar.
3. Ataupun apabila terdapat masyarakat khususnya ibu-bapa dari pihak calon
isteri yang menetapkan jumlah yang semaksimal mungkin dan akan membebankan
calon suami seperti contoh yang mana martabat wanita biasa bisa di ukur dengan
tinggi dan rendah mahar.64
Dengan hal yang demikian maka disini bar