Penerapan Tindakan Rehabilitasi Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

k

Citation preview

  • JURNAL KARYA ILMIAH

    PENERAPAN TINDAKAN REHABILITASI BAGI PELAKU TINDAK PIDANANARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

    TENTANG NARKOTIKA

    Oleh:

    CARLINA RUSEL

    D1A. 009 217

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS MATARAM

    MATARAM

    2013

  • 1HALAMAN PENGESAHAN

    PENERAPAN TINDAKAN REHABILITASI BAGI PELAKU TINDAK PIDANANARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

    TENTANG NARKOTIKA

    Oleh:

    CARLINA RUSEL

    D1A. 009 217

    Menyetujui,Pembimbing Pertama,

    Muhammad Natsir, SH. M.Hum.NIP. 19590126 198703 1 001

  • 4ABSTRAKPENERAPAN TINDAKAN REHABILITASI BAGI PELAKUTINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-

    UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

    NAMA : CARLINA RUSELNIM : D1A 009 217

    FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MATARAM

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Tindakan RehabilitasiBagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika berdasarkan Undang-undang No 35 Tahun2009, tentang narkotika dan apa menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaanrehabilitasi. metode penelitian yang digunakan oleh penyusun adalah Jenis normatif-empiris yaitu mengkaji dan mempelajari perundang-undangan dengan adanyapenambahan unsur empiris dengan mengimplimentasikan yang tertulis dan peristiwahukum di dalam masyarakat. Maka dapat disimpulkan berdasarkan ketentuan Pasal 54pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalanirehabilitasi. Faktor penghambat dari pelaksanaan rehabilitasi penempatan pecandunarkotika yang disamakan oleh tindak pidana lain di Lembaga Pemasyarakatan,kuranganya tempat terapi rehabilitasi.

    Kata kunci : Penerapan,Rehabitasi,Narkotika

    ABSTRACT

    THE APPLICATION OF REHABILITATION TREATMENT FORPERPETRATORS OF NARCOTIC CRIMES ACCORDING

    TO THE LAW N0.35 YEAR 2009 ON NARCOTICS

    This study aims at identifying the application of rehabilitation treatment forthe perpetrators of narcotic crimes according to the Law No. 35 Year 2009 onNarcotics, and identifying the obstruction in the application of the rehabilitation.This is an empirical normative research studying the relavant laws and the legalevents that happen in the society. It is concluded, as stated in Article 54 of the Law,that "drug users and drug abuse victims are obliged to undergo a rehabilitationtreatment". It is also found that the drawback of the rehabilitation program is that thedrug users share the same place with other crime prisoners and accordingly lack oftherapy facilitites.

    Keywords: application, rehabilitation, narcotics

  • 1I. PENDAHULUAN

    Generasi muda adalah penerus harapan bangsa dan negara merupakan istilahyang sering menjadi pembicaraan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungansosial saat ini memerlukan panutan dan contoh yang dapat membawa masyarakatkearah yang lebih baik. Pada era reformasi ini, generasi muda dituntut untuk lebihberpartisipasi dalam membangun masyarakat Indonesia.

    Generasi muda adalah generasi penerus bangsa dan negara masa depan Indonesia.Mereka adalah harapan bangsa dan negara,ibarat matahari yang akan memberikan sinarbagi masa depan bangsa. Oleh karena itu, menjaga mereka agar tidak terpengaruh olehbahaya Narkoba adalah kewajiban semua pihak.

    Penyalahgunaan narkotika telah menjadi masalah sangat serius bukan hanya lokal,nasional, melainkan juga pada tingkat internasional. Ketergantungan pada narkotika biladianalisis secara medis pada dasarnya merupakan penyakit otak oleh karena itupersoalan para pecandu narkotika bukan karena kurang motivasi untuk pulih melainkankarena perubahan mekanisme yang ada dalam otak yang pada umumnya memerlukanwaktu yang lama untuk dapat beradaptasi dan kembali pulih dengan kondisi bebas zat(abstinensia).

    Terkait dengan hal ini maka diperlukan suatu program terapi dan rehabilitasi atasgangguan narkotika yang paling sesuai dengan seseorang namun tentu bukanlah sesuatuyang mudah dijalani oleh pecandu. Hal ini dikarenakan tidak semua pasien dapatmerespon dengan baik satu jenis program terapi, respon terhadap program terapi sangattergantung kepada cara tindakan pemulihan sehingga dapat cocok di terima dengan baikbagi kebutuhan individual tersebut. Sekarang kita dapat mengetahui bahwa programpengobatan terapi bagi pecandu sangat sulit dan lama.mengendalikan peredarannarkotika dan menangani pecandu narkotika secara benar. Berdasarkan uraian latarbelakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :1)Bagaimana penerapan tindakan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana narkotikaberdasarkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika? 2)Apakah yang

    i

  • 4menjadi faktor penghambat di dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku tindakpidana narkotika?

    Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan tujuan sertakegunaan yang dapat diambil dari penelitian, sebab kecilnya manfaat dan tujuanpenelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun manfaat dantujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahuipenerapan tindakan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana narkotika berdasarkandari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.2) Untuk mengetahuifaktor-faktorpenghambat di dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana narkotika.Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: 1)Secara akademis penelitian ini dilakukanuntuk memperoleh data bahan penyusunan skripsi, sebagai salah satu persyaratan gunamencapai kebulatan Studi Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Hukum UniversitasMataram. 2) Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan akan memperkaya ilmu danpengatahuan bagi generasi yang akan datang terutama yang ingin memperdalam dibidang narkotika. 3) Secara praktisi diharapkan dapat menjadikan masukan bagi AparatPenegak Hukum, Pemerintah dalam usaha Penerapan sanksi terhadap pelaku tindakpidana narkotika di tinjau dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Menggunakanmetode penelitian yaitu jenis Penelitian Hukum Normatif Empiris dengan mengkaji danmempelajari aturan Perundang-undangan dengan adaya penambahan berbagai unsurEmpiris yang di Implementasikan secara tertulis baik Hukum Normatif dalam peristiwahukum yang ada dalam masyarakat.

    ii

  • 1II.PEMBAHASAN

    A. Penerapan Tindakan Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana NarkotikaBerdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    Penggunakan Narkotika bagi diri sendiri mengandung arti bahwa penggunaannarkotika tersebut tanpa melalui pengawasan dokter dianggap merupakan suatuperbuatan tanpa hak dan melawan hukum. Dikeluarkan Undang-Undang Nomor35 tahun 2009 mengatur ketentuan mengenai putusan memerintahkan untukmenjalani rehabilitasi bagi pengguna narkotika pada Pasal 54 dan Pasal 103 :

    Pasal 54Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalanirehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.Pasal 103

    (1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

    dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut terbukti bersalahmelakukan tindak pidana narkotika; atau

    b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatandan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut tidak terbuktibersalah melakukan tindak pidana narkotika.

    (2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotikasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diperhitungkan sebagai masamenjalani hukuman.

    Double track system dalam perumusan sanksi terhadap penyalahgunaannarkotika merupakan kebijakan hukum pidana dalam formulasi ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai sanksi yang diberikan kepada pelakupenyalahgunaan narkotika, yaitu berupa sanksi pidana dan sanksi tindakanmengingat pelaku penyalahgunaan narkotika memiliki posisi yang sedikit berbedadengan pelaku tindak pidana lainnya. Di satu sisi ia merupakan pelaku tindak

  • 4pidana yang harus dihukum,namun di sisi lain merupakan korban dari tindak pidanayang dilakukannya itu sendiri, sehingga perlu dilakukan suatu tindakan beruparehabilitasi.

    Penentuan sanksi terhadap pecandu narkotika, apakah akan diterapkan sanksipidana atau sanksi tindakan rehabilitasi dimana dalam hal ini penentuan tersebutberada di tangan hakim. Sebab berdasarkan ketentuan undang-undang narkotika,hakim diberikan kewenangan untuk menentukan dan menjatuhkan pidana penjaraatau tindakan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika tersebut, untuk menentukanapakah dalam menangani perkara pecandu narkotika, hakim akan menerapkanketentuan Pasal 127 (mengatur mengenai sanksi pidana) atau menerapkanketentuan Pasal 103 (mengatur mengenai sanksi tindakan rehabilitasi) adalah

    pada akhirnya bermuara kepada keyakinan hakim apakah pelaku penyalahgunaannarkotika tersebut tepat untuk dikatakan sebagai pecandu yang harus direhabilitasiatau lebih tepat dikatakan sebagai pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotikayang harus dipidana penjara adalah dengan berdasarkan hasil keteranganlaboratorium yang menyatakan bahwa pelaku tersebut mengalami ketergantunganterhadap narkotika sehingga memerlukan proses perawatan dan atau pengobatanyang dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi dan yang tentunya berdasarkanketentuan undang-undang.

    Ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan narkotika tersebut yaitu di dalamUndang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur mengenai pidana minimum danmaksimum. Didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ketentuan pidanaterhadap penyalahgunaan narkotika di dalam menerapkan ketentuan pidana tersebutjuga langsung diikuti dengan kewajiban untuk memperhatikan ketentuan Pasal 103mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika yang dimuat di dalam ketentuanayat (2) . Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 memberikan peluang yang lebihbesar bagi pecandu narkotika untuk divonis menjalani rehabilitasi yangdiperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

    Pecandu narkotika menurut Undang-undang baru ini di satu sisi merupakanpelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika adalah dengan adanya ketentuan

    2

  • 1Undang-undang narkotika yang mengatur mengenai pidana penjara yang diberikankepada para pelaku penyalahgunaan narkotika kemudian, di sisi lainnya dapatdikatakan bahwa menurut Undang-undang narkotika, pecandu narkotika tersebutmerupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadappecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi. Hal ini berarti Undang-undangdi satu sisi masih menganggap pecandu narkotika sebagai pelaku tindak pidana,dan di sisi lain merupakan korban dari penyalahgunaan narkotika yang dilakukan.1. Batas-batas perlindungan hak asasi dalam Undang-undang Narkotika

    Dalam batas batas yang dimungkinkan perlindungan terhadap hakhakasasi warga masyarakat Indonesia, terhadap beberapa prinsip yang terkandungdalam Undang-undang narkotika adalah : a. Bahwa Undang-undang narkotika jugadipergunakan untuk menegaskan ataupun menegakkan kembali nilai nilai sosialdasar prilaku hidup masyarakat dalam negara kesatuan Republik Indonesia yangdijiwai oleh falsafah Negara Pancasila. b. Bahwa Undang-undang narkotikamerupakan satu-satunya produk hukum yang membentengi bagi pelaku tindakpidana narkotika secara efektif. c. Dalam menggunakan produk hukum lainnya,harus diusahakan dengan sungguh sungguh bahwa caranya seminimal mungkintidak mengganggu hak dan kewajiban individu tanpa mengurangi perlindunganterhadap kepentingan masyarakat yang demokrasi dan modern.1

    Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 ini meliputi segala kegiatandan perbuatan yang berhubungan dengan narkotika, yaitu:(1) Narkotika sbagaimana di maksud dalam Pasal 5 di golongan ke dalam :

    a. Narkotika Golongan I;b. Narkotika Golongan II;c. Narkotika Golongan III;

    1 Mardjono Reksodiputra, 1995, Pembaharuan Hukum Pidana, Pusat Pelayanan danPengendalian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi) UI, Jakarta, hal 23-2.

    3

  • 4(2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertamakali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran l dan merupakanbagian yang tak terpisahkan dari Undang-undang ini.

    (3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

    Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 mengenai penerapan tindakan rehabilitasi,yaitu:

    Pasal 56(1) Rehabilitasi medis Pacandu Narkotika dilakukan di rumah sakit oleh

    Menteri

    (2) Lembaga rehabilitasi tertentu diselenggarakan oleh instansi pemerintah ataumasyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelahmendapat persetujuan Menteri.

    Pasal 57Selain melalui pengobatan dan /atau rehabilitasi medis,penyembuhan PecanduNarkotika dapat diselanggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melaluipendekatan keagaman dan tradisional.Pasal 58Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselanggarakan baik oleh instansipemerintah maupun oleh masyarakat.

    B. Faktor-faktor penghambat di dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelakutindak pidana Narkotika.

    Sistem pemidanaan terhadap penyalahgunaan narkotika tidak dapatdilepaskan dari sistem pemidanaan yang dianut dalam hukum Indonesia. Tujuansistem pemidanaan pada operasionalnya adalah tujuan penegakan hukum yangdijalankan oleh sistem peradilan berdasarkan perangkat-perangkat hukum yangmengatur kriminalisasi penyalahguna narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 35Tahun 2009 tentang Narkotika.

  • 1Menentukan tujuan pemidanaan pada sistem peradilan menjadi persoalan yangcukup dilematis, terutama dalam menentukan pemidanaan ditujukan untukmelakukan pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yanglayak dari proses pidana adalah pencegahan tingkah laku yang anti sosial. Hakimdalam menangani perkara pecandu narkotika memiliki kesulitan untuk menentukanbahwa seseorang itu mengalami kecanduan atau ketergantungan narkotika karena didalam berkas perkara sering kali tidak disertai dengan adanya alat bukti surat yangmenyatakan bahwa seseorang tersebut mengalami ketergantungan.

    Peredaran Narkotika yang sangat pesat membuat Badan Narkotika Sempatkewalahan, dari hasil Wancara Oleh Kepala BNN Kota Mataram yakni BapakAbdul Latif pada tanggal 20 Juli 2013 menuturkan bahwa selama ini salah satunyayang membuat susahnya peredaran narkotika dikalangan masyarakat baik itupelajar atau pekerja untuk di berantas yaitu dikarenakan adanya keberadaannarkotika yang sangat mudah didapatkan sehingga membuat seseorang sulit untukkembali hidup normal antara lain:a. Ketersedian yang dapat di beli dengan harga murah dan terjangkaub. Mudah untuk mendapatkannyac. Variasi jenis yang ada beragam dengan kemasan hemat atau kecil dan gampang

    disimpan membuat sindikat narkoba meluas, tidak di kawasan pelajar saja tetapipekerja

    d. Akses teknologi dan pergaulan bebas tanpa pengawasan orang tua sertapendidik

    e. Perdagangan narkotika di kendalikan oleh sindikat yang kuat dan profesional2

    Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk WargaBinaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahanmemperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima

    2Wawancara ketua BNN (Badan Narkotika Nasional) Kota Mataram, Abdul Latif . Tanggal20/ 07/2013.

    5

  • 4kembali oleh lingkungan masyarakat serta dapat aktif kembali berperan dalampembangunan dan hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

    Bidang pemidanaan pelaku pecandu narkotika secara umum masih menganutmemperbaiki terpidana di Lembaga Pemasyarakatan sehingga memberikangambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan akan muncul kembalikedalam lingkungan kehidupan sosial membuat tidak jera narapidana pengedarnarkotika dan beredarnya barang haram itu di penjara. Kriminologi menerangkanbahwasanya kejahatan narkotika ini harus ada sanksi terobosan yang dapat menjadiefek jera bagi narapidana narkotika. Indonesia memiliki Undang-Undang Narkotikadan Undang- Undang Pemasyarakatan yang sebetulnya representatif untuk dapatmenciptakan sistem hukum ideal. Menyusul perubahan undang-undang narkotikayang baru yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

    Terpidana pengguna narkotika dan korban penyalahguna dipulihkan di pusatrehabilitasi. Sekarang mereka yang telah terbukti penyalahguna narkotika, sesuaiSurat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2009 tentang PenempatanPenyalahguna Narkotika ke Pusat Terapi dan Rehabilitasi dengan demikianpengguna narkotika masuk ketempat rehabilitasi.

    Berdasarkan hasil wawancara penyusun pada tanggal 9 Agustus 2013 dengan,Dewe Irawan seorang mantan pecandu narkotika yang pernah di rehabilitasi adabeberapa faktor yang sulit untuk dihindari dalam pelaksanaan tersebut antara lain :

    1) Adanya kesulitan dalam mengendalikan diri untuk melawan keinginan keinginan agar tidak terjerumus kembali dalam pengaruh buruk obatterlarang.

    2) Adanya dampak mental merasa tidak percaya diri karena orangseringkali menggap sakaw putus obat, di lingkungan sekitar dirinyasebagai suatu tindakkan kriminal sehingga lebelisasi terhadap dirinyakerap membuat kesal dan merasa dikucilkan

    6

  • 13) Ketidaknyamanan berada di dalam masa pengobatan atau terapi,karena merasa sulit dalam beradaptasi.3

    Dari keterangan diatas dampak narkotika bukan hanya berupa fisik namunmental yang dapat memepengaruhi kehidupan sosial seseorang oleh karenanyaharus disadari pemulihan ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang harusditangani secara benar, namun dengan adanya pemberian saksi minimum danmaksimum di dalam beberapa pasal membatasi seseorang, dengan tidakmemperdulikan seseorang tersebut yang tidak mempunyai niatan melakukan tindakpidana narkotika seperti mengedarkan hanya terjerumus ketergantungan terhadapnarkotika tersebut.

    Dewe irawan mantan pecandu narkotika dalam hal ini ketika sebelummenjalani rehabilitasi sempat diciduk oleh aparat kepolisian bersama beberapapecandu yang lain, dari keterangannya ia mengatakan bahwa temannya yang padasaat itu bersamaan terangkap tangan sedang mengkonsumsi narkotika dalam bentukganja dengan alat pemakaian di bawah 1,5 gr dikenakaan hukuman 4 tahun penjaratanpa adanya denda. Penuturan dari dewe irawan menyankut tentang dirinya dalamhal ini dapat lolos dari jeratan penjara dikarenakan keluarga yang meminta izinkepada BNN berupa surat keterangan bahwa ia dalam keadaan sakit(ketergantungan) sesuai dengan hasil laboratorium rumah sakit pemerintah.(RS)Singaraja, sehingga ia mendapatkan perawatan secara refrensip hingga dapatsembuh dan kembali berangsur normal dan diterima oleh keluarga khususnya sertamasyarakat.4

    Berdasarkan keterangan dari wawancara diatas oleh Dewe irwan adanyapenggunaan pidana minimal terhadap pecandu akan menutup hakim dalammenjatuhkan putusan walau di dalam prakteknya hakim mempunyai kewenagandalm menjatuhi tindakan berupa rehabilitasi dengan adanya Surat Edaran MakamahAgung No 7 tahun 2009 pada ayat (1) mengenai penempatan terhadap3Wawancara Dewe irawan mantan pecandu narkotika yang telah direhabilitasi. pada tanggal 9

    Agustus 20134 Wawancara terhadap mantan pecandu narkotika yang pernah menjalani rehabilitasi pada tgl 13

    Agustus 2013

    7

  • 4penyalahgunaan narkotika yang mendapatkan perawatan rehabilitasi medis danrehabilitasi sosial.

    Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, menggunakanpendekatan pidana melakukan pengawasan dan pencegahan terhadappenyalahgunaan narkotika. Penggunaan pidana masih dianggap suatu upaya untukmenakut menakuti agar tidak terjadinya penggunaan narkotika. Hal tersebutdidukung dengan diberikannya kewenangan bagi BNN (Badan Nrkotika Nasional)yang menjadi institusi yang berwenang untuk melakukan penyadaran kepadamasyarakat, melakukan penyelidikan serta penuntutan dalam tindak pidananarkotika berdasarkan dari aturan-aturan yang telah ada memberikan ancamanpidana penjara selama 1 tahun bila adanya kesengajaan tidak melaporkan tindakpidana narkotika.

    Seiring dengan kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang tidak mendukungpada saat ini karena dampak negatif keterpengaruhan prilaku kriminal lainnya dapatsemakin memperburuk kondisi kejiwaan, kesehatan yang diderita para narapidananarkotika dan psikotropika akan semakin berat, keadaan ini diperlakukan denganperbedaan di Lembaga Pemasyarkaan Narkotika karena yang menjadi penghuni diLembaga Pemasyarakatan Narkotika secara khusus merupakan narapidananarkotika sehingga pola pembinaan di Lembaga Pemasyarkatan Narkotika adalahpembinaan yang konfrehensif antara pemulihan dengan pemidanaan.

    Pelaksanaan SEMA RI No. 07 tahun 2009 tentang Penempatan PenyalahgunaNarkotika ke Pusat Terapi dan Rehabilitasi hakim tetap memperhatikan komposisipemakaian sehingga pengguna dapat diputuskan untuk melaksanakan perawatan ditempat rehabilitasi.

    Penjelasan Pasal 56 dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentangUndang-undang Narkotika disebutkan :

    1. Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi pecandu narkotikadilakukan dengan maksud untuk memulihkan dan/atau mengembangkankemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan.

    8

  • 12. Yang dimaksud dengan instansi pemerintah misalnya Lembaga

    Pemasyarakatan Narkotika dan Pemerintah Daerah. Ketentuan ini

    menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medis bagi pecandu narkotikapengguna jarum suntik dapat diberikan serangkaian terapi untuk mencegahpenularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dengan pengawasan ketatDepartemen Kesehatan.

    Pasal 57 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Undang-undangNarkotika menyebutkan selain pengobatan dan/atau rehabilitasi medispenyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintahatau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional, dengan iniUndang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Undang-undang Narkotikamemberi suatu pengertian bahwa pengguna narkotika sudah menjadi suatu penyakitbukan lagi menjadi suatu kriminal biasa sehingga untuk penanganannya perlupengobatan untuk pemulihan maka di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika.Sebagaimana pada Pasal 56 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentangUndang-undang Narkotika tersebut adalah sebagai instansi pemerintah dalampelaksanaan rehabilitasi sosial

    Menyangkut Undang-undang Narkotika dalam pelaksanaan rehabilitasi untukpembinaan, penyelenggaraan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.Menteri dapat mengadakan kerjasama dengan instansi terkait, badan-badankemasyarakan lainnya atau perorangan yang isi kegiatan seiring denganpenyelenggaraan sistem pemasyarakatan.

    Rehabilitasi ini merupakan bagian dari sistem pembinaan yang digunakanuntuk membantu seseorang melepaskan diri dari kecanduan dan merubah pelakuagar menjadi lebih baik dengan melakukan pembinaan dengan melatihkemampuan-kemapuan kreatifitas yang berdampak positif.

    9

  • 4II. PENUTUP

    A. KesimpulanDari uraian yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas maka dapat

    disimpulkan bahwa Penerapan Tindakan Rehabilitasi Terhadap Pelaku TindakPidana Narkotika Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentangNarkotika yaitu : Ketentuan dasar pada keputusan hakim pada Pasal 54 : pecandu

    narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi danPasal 103 : Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan untuk

    menjalani pengobatan hingga sembuh ( dengan adanya tanda bukti keteranganbahwa yang bersangkutan sedang dalam ketergantungan obat) dengan sebagaimanadimaksud pada ayat(1) Menjalani pengobatan diperhitungkan sebagai masamenjalani hukuman. Upaya memberikan tindakan rehabilitasi bagi pelaku tindakpidana narkotika antara lain dengan cara melakukan pembinaan yang berguna untukmembantu seseorang melepaskan diri dari penyalahgunaan narkotika, melatihkemampuan dan kreatifitas pecandu yang dimiliki guna mengalihkan perhatian dariobat-obatan terlarang dengan adanya pengisian waktu luang yang memiliki dampakpositif dengan mengikuti siraman rohani dan pendekatan kembali terhadap TuhanYang Maha Esa . serta penerapan hidup sehat dengan berolahraga

    Faktor-faktor penghambat didalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelakunarkotika .1) Faktor penempatan terhadap pengguna narkotika dan pengedar yangdisamaka pada Lembaga Pemasyarakatan , kurangnya tempat terapi yang membuatpelaku bukan membaik namun semakin terpuruk sehingga pemidanaan tidakmembuat efek jera. 2) Sistem pemidanaan minimum dan maksimum terhadappenyalahgunaan narkotika ( pecandu ) bila adanya kesengajaan tidak melaporkankejahatan narkotika di pidana penjara minimal 1 tahun membuat seseorangtakutmelaporkan sanak keluarganya bahwa berada dalam ketergantungan. 3) padadasarnya peraturan perundang-undangan ini blom sejalan dengan perakteknya.

    10

  • 11. SaranAdapun saran yang dapat disampaikan sebagai bagian dari penyusunan

    skripsi ini, semoga dapat memberikan manfaat dalam rangka mencegah terjadinyapenyalahgunaan Narkotika antara lain sebagai berikut :

    1. Bagi Pemerintah: a) Diharapkan kepada penegak hukum, dalam hal ini hakimberani untuk memutuskan hukuman yang berat sesuai dengan perundang-undangan. b) Badan Narkotika Provinsi harusnya melakukan upaya yang lebihserius dalam pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkotika denganmelibatkan semua pihak penegak hukum didalamnya sehingga memudahkankoordinasi dalam mengatasi penyalahgunaan narkotika. c) Bagi pemerintahdalam hal ini harusnya lebih serius lagi dalam penyelenggaraan sosialisasi AntiTerhadap Narkoba, dengan mengadakan penyuluhan bahaya barang haramtersebut sehingga banyak memberikan pengetahuan bagi masyarakat awammengenai sanksi-sanksi menyangkut Tindak Pidana Narkotika.

    2. Bagi Masyarakat Seluruh Indonesia : a) Masyarakat harus tetap ikut berperanserta dalam membantu pemeritah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaannarkotika terlebih pada lingkunganya, yang dimulai dari keluarga dalammendindik anak-anaknya dalam segi akhlak dan mental. b) Anak Indonesiamerupakan generasi dan penerus bangsa maka hendaklah mawas diri denganbudi pekerti mulia dan kreativitas yang dimiliki serta menjauhkan diri dari halyang dapat merusak diri sendiri seperti pengaruh Narkotika atau hal-hal buruklainnya.

    11

  • 4DAFTAR PUSTAKA

    1. Buku, Makalah dan Artikel

    Chazawi adami,2001. Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta : Raja GrafindoPersada.Dirjosisworo Soedjono, 2002. Respon Terhadap Kejahatan,Introduksi Hukum

    Penanggulangan Kejahatan (Introduction To the Law of CrimePrevention).Bandung : STHB Press.

    E.M. Zul Fazrin dan Ratu A. Senja. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. DifaPublisher.

    Hamzah Andi, 1994. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta.

    Lisa Juliana FR, 2013.Narkotika, Psikotropika dan Gangguan Jiwa TinjauanKesehatan dan Hukum, Yogyakarta : Nuha Medika.

    Moeljatno, SH. Prof, 1985. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : PT. Bina Aksara.Masum Sumarno, 1987. Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan

    Obat.(Jakarta : CV Haji Masagung)R. Soesilo, 1985. Kriminologi (Pengetahuan Tentang Kejahatan) Bogor : PoliteiaRay. Pasal Karet UU Narkotika Mengebiri Hak-hak Korban Napza, di akses dari

    www. Satuportal.com pada tanggal 26 Oktober 2013

    Sri Mamuji dan Soerjono Soekanto, 2001. Penelitian Hukum Normatif (SuatuTujuan singkat), Jakarta : Rajawali Pers.

    Soebekti dan Tjitrosedibio, 1978. Kamus Hukum . Jakarta:Pradya Paramita.

    2. Peraturan PeraturanIndonesia, KUHP DAN KUHAP. Permata Press, Jakarta 2008Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Yang Sudah Diamandemen Dengan

    penjelasan, Apollo, Surabaya 2002Indonesia, UndangUndang Tentang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No.

    5211 Tahun 2009

    SEMA (Surat Edaran Makamah Agung),Nomor 7 Tahun 2009.

  • 1