13
6 3 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI24-25 November 2016 Purwokerto “Bidang 8 : (Pengabdian Kepada Masyarakat)” PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR DALAM PENINGKATAN KAPASITAS AGRIBISNIS PEMBIBITAN TANAMAN SAYURAN DI WILAYAH PESISIR ADIPALA, CILACAP, JAWA TENGAH Oleh Saparso 1) , Arif Sudarmaji 1) dan Y. Ramadhani 2) 1) : Dosen Faperta UNSOED 2) : Dosen Fakultas Teknik UNSOED e-mail : [email protected] ABSTRAK UMKM Hortikultura di Desa Karanganyar, Kecamatan Adipala, Kabuapaten Cilacap, Jawa Tengah terus berkembang sejak tahun 2002 sehingga melahirkan UMKM Pembibitan Tanaman Sayuran sebagai salah satu sektor agribisnis hortikultura. Luas lahan hortikultura makin berkembang dan persaingan dengan industri rumah tangga menyebabkan terbatasnya ketersediaan dan mahalnya tenaga kerja. Keterbatasan kapasitas masyarakat mengelola hortikultura perlu diberikan alternatif teknologi yang efisien tenaga kerja dan sumberdaya pertanian terutama air melalui penerapan teknologi otomatisasi. Otomatisasi pengairan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman hortikultura dan keuntungan masyarakat namun masih perlu peningkatan pengetahuan, keterampilan dan motivasi dalam penerapan otomatisasi. Kegiatan alih teknologi dan demosntrasi plot serta inkubasi teknologi diharapkan dapat meningkatkan kapasitas UMKM dalam menerapkan teknologi otomatisasi. UMKM telah menyadari pentingnya bibit bermutu yang sehat untuk memproduksi komoditas hortikultura. UMKM hortikultura di desa Karanganyar Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap telah menyadari pentingnya bibit yang sehat meskipun diproduksi dengan teknik pengairan konvensional (gembor) tanpa memperhatikan efisiensi tenaga kerja dan pemanfaatan air. Alih teknologi dan demontrasi plot meningkatkan motivasi penerapan otomatisasi pengairan dalam pembibitan hortikultura sebagai dampak dari meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengelola otomatisasi. Otomatisasi selain efisien tenaga kerja dan air juga meningkatkan keuntungan UMKM. Kata kunci : otomatisasi, agribisnis pembibitan, motivasi, pengetahuan PENDAHULUAN Desa Karanganyar merupakan salah satu desa dari 16 desa yang termasuk wilayah pesisir kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Desa Karanganyar merupakan desa di tepi muara sungai Tipar dan terpengaruh langsung oleh iklim pesisir lautan Indonesia dengan luas lahan 244,790 ha. Desa ini terletak 0-8 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah Regosol Kelabu dan Gromosol. Suhu udara 23-32 o C. Lahan sawah seluas 141,4 ha merupakan lahan tadah hujan dan hanya dimanfaatkan untuk produksi hortikultura pada musim kemarau. Lahan pekarangan seluas 78,17 ha dan lahan tegalan 9,41 ha belum dimanfaatkan secara optimal. Penduduk desa Karanganyar berjumlah 3350 jiwa yang terdiri atas 1704 laki-laki dan 946 perempuan. Produktivitas lahan belum optimal akibat masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan teknologi budidaya tanaman yang efisien. Desa Karanganyar memiliki 4 kelompok tani yaitu Karya Tani, Rukun Tani, Sumber Rejeki dan Rejeki Lancar yang beranggotakan UMKM agribisnis tanaman sayuran. Desa Karanganyar juga berkembang industri pembuatan bata merah yang menyerap banyak tenaga kerja (Supriyono, 2014; Balai Penyuluhan Kecamatan Adipala, 2009). UMKM Agribisnis Hortikultura Agro Lestari merupakan usaha perseorangan yang telah dirintis sejak tahun 2002. UMKM Agro Lestari mengusahakan tanaman hortikultura prospektif antara lain cabai merah, cabai rawit, mentimun, paria dan tomat. UMKM ini merupakan bagian kelompok tani

PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

  • Upload
    others

  • View
    25

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

63

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

“Bidang 8 : (Pengabdian Kepada Masyarakat)”

PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR

DALAM PENINGKATAN KAPASITAS AGRIBISNIS PEMBIBITAN

TANAMAN SAYURAN DI WILAYAH PESISIR ADIPALA, CILACAP,

JAWA TENGAH

Oleh

Saparso

1), Arif Sudarmaji

1) dan Y. Ramadhani

2)

1) : Dosen Faperta UNSOED 2) : Dosen Fakultas Teknik UNSOED

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

UMKM Hortikultura di Desa Karanganyar, Kecamatan Adipala, Kabuapaten Cilacap, Jawa Tengah

terus berkembang sejak tahun 2002 sehingga melahirkan UMKM Pembibitan Tanaman Sayuran

sebagai salah satu sektor agribisnis hortikultura. Luas lahan hortikultura makin berkembang dan

persaingan dengan industri rumah tangga menyebabkan terbatasnya ketersediaan dan mahalnya tenaga

kerja. Keterbatasan kapasitas masyarakat mengelola hortikultura perlu diberikan alternatif teknologi

yang efisien tenaga kerja dan sumberdaya pertanian terutama air melalui penerapan teknologi

otomatisasi. Otomatisasi pengairan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman hortikultura dan

keuntungan masyarakat namun masih perlu peningkatan pengetahuan, keterampilan dan motivasi

dalam penerapan otomatisasi. Kegiatan alih teknologi dan demosntrasi plot serta inkubasi teknologi

diharapkan dapat meningkatkan kapasitas UMKM dalam menerapkan teknologi otomatisasi. UMKM

telah menyadari pentingnya bibit bermutu yang sehat untuk memproduksi komoditas hortikultura.

UMKM hortikultura di desa Karanganyar Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap telah menyadari

pentingnya bibit yang sehat meskipun diproduksi dengan teknik pengairan konvensional (gembor)

tanpa memperhatikan efisiensi tenaga kerja dan pemanfaatan air. Alih teknologi dan demontrasi plot

meningkatkan motivasi penerapan otomatisasi pengairan dalam pembibitan hortikultura sebagai

dampak dari meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengelola otomatisasi. Otomatisasi selain

efisien tenaga kerja dan air juga meningkatkan keuntungan UMKM.

Kata kunci : otomatisasi, agribisnis pembibitan, motivasi, pengetahuan

PENDAHULUAN Desa Karanganyar merupakan salah satu desa dari 16 desa yang termasuk wilayah pesisir

kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Desa Karanganyar merupakan desa di tepi muara sungai

Tipar dan terpengaruh langsung oleh iklim pesisir lautan Indonesia dengan luas lahan 244,790 ha.

Desa ini terletak 0-8 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah Regosol Kelabu dan Gromosol.

Suhu udara 23-32oC. Lahan sawah seluas 141,4 ha merupakan lahan tadah hujan dan hanya

dimanfaatkan untuk produksi hortikultura pada musim kemarau. Lahan pekarangan seluas 78,17 ha

dan lahan tegalan 9,41 ha belum dimanfaatkan secara optimal. Penduduk desa Karanganyar berjumlah

3350 jiwa yang terdiri atas 1704 laki-laki dan 946 perempuan. Produktivitas lahan belum optimal

akibat masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan teknologi budidaya tanaman yang efisien.

Desa Karanganyar memiliki 4 kelompok tani yaitu Karya Tani, Rukun Tani, Sumber Rejeki dan

Rejeki Lancar yang beranggotakan UMKM agribisnis tanaman sayuran. Desa Karanganyar juga

berkembang industri pembuatan bata merah yang menyerap banyak tenaga kerja (Supriyono, 2014;

Balai Penyuluhan Kecamatan Adipala, 2009).

UMKM Agribisnis Hortikultura Agro Lestari merupakan usaha perseorangan yang telah dirintis

sejak tahun 2002. UMKM Agro Lestari mengusahakan tanaman hortikultura prospektif antara lain

cabai merah, cabai rawit, mentimun, paria dan tomat. UMKM ini merupakan bagian kelompok tani

Page 2: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

64

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Rejeki Lancar yang beranggotakan 56 orang petani. Pada awal memulai usaha belum ada anggota

kelompok yang berani menanam hortikultura, anggota yang lain hanya menanam tanaman padi

sehingga masih tersedia tenaga kerja yang memadai untuk agribisnis hortikultura mitra. Lima tahun

terakhir, setelah anggota yang lain tertarik pada usaha agribisnis hortikultura Agro Lestari juga

menyediakan dan menerima pesanan bibit hortikultura. UMKM Agro Lestari selain aktif sebagai

pengurus kelompok tani, oleh UMKM yang lain dijadikan pusat informasi teknologi (inkubasi

teknologi) dari penyuluh serta formulator pestisida dan penangkar bibit nasional seperti PT Panah

Merah, PT Claus, Du Pont dan Sigentha,

Lahan pesisir pantai selatan Jawa pada dasarnya memiliki curah hujan yang cukup bagi

pertumbuhan tanaman hortikultura yaitu 2061,9 mm.tahun-1

(Saparso, 2008) bahkan di Cilacap

mencapai 3512 mm.tahun-1

. Namun demikian jumlah hari hujan hanya 7 hari.bulan-1

dengan

intensitas curah hujan rata-rata 47,3 mm.hari-1

dan hujan lebih sering terjadi pada malam hari. Di sisi

lain pada siang hari sinar matahari bersinar cerah (109.960 lux =2.199,2 µmol.m-2.

detik-1

), sehingga

kebutuhan air tanaman meningkat. Tanaman bawang merah di lahan pasir pantai sering mengalami gagal

panen akibat ngoser yaitu mati mendadak dan serempak dan biasanya tidak dapat tertolong lagi akibat

perubahan cuaca yang mendadak terutama pada masa pancaroba yaitu bulan Pebruari, Mei dan Agustus.

Pada bulan tersebut suhu udara (39oC) dan suhu tanah sangat tinggi (44

oC) serta kelembaban udara rendah,

36% (Saparso, 2008) sehingga penyiraman mendominasi biaya produksi tanaman hortikultura di lahan pasir

pantai (Kertonegoro, 2003). Selain itu tanah pasir pantai memiliki perkolasi yang sangat tinggi yaitu 209

mm.hari-1 dan daya pegang air yang rendah sehingga petani harus menyiram tanaman sangat intensif, 3 kali

sehari. Hal ini sangat membatasi kemampuan seorang petani mengelola lahan yang lebih luas. Kegiatan

sosial kemasyarakatan, sering menyebabkan petani tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk menyiram

tanaman yang dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu perlu dicari teknologi efisiensi pemanfaatan

sumberdaya baik air, energi dan tenaga manusia melalui penerapan teknologi irigasi otomat yang sinergi

dengan kemampuan masyarakat melalui sistem produksi berbasis sumberdaya lokal (Lemlit UGM, 2006).

Penelitian Saparso dan Sudarmaji (2012) telah berhasil mendapatkan sensor kadar air terbaik yaitu Multi

Plate Probe dengan arus DC. Alat telah berhasil dihubungkan dengan mikrokontroler sebagai catu daya dan

dapat ditampilkan dalam software melalui laptop. Penelitian Saparso, Rostaman dan Ramadhani (2014)

telah mendapatkan Paten Sederhana Sensor Multy Plate Kadar Air Tanah di Lahan Kering oleh

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kemenkumham No. S00201300297 yang dipadukan

dengan mikrokontroler AUTOWAT BYS14 dapat digunakan sebagai perangkat otomatisasi pengairan

yang berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah di lahan pasir pantai. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sistem otomatisasi (Sensor meningkatkan hasil umbi segar 38,3 %

terhadap metode konvensional dan meningkatkan 30,2% terhadap metode manual sprinkler. Metode

sprinkler manual meningkatkan hasil 6% daripada cara konvensional. Mulsa jerami meningkatkan

hasil umbi segar 13,47% yaitu 16,42 t/ha. Mulsa Plarik hitam Perak (MPHP) menurunkan hasil umbi

segar 26,67% daripada tanpa mulsa.

UMKM Agro Lestari dalam mengembangkan usaha agribisnis hortikultura baik sebagai

penangkar bibit dan maupun produsen hortikultura perlu didukung oleh tersedianya tenaga yang

cukup terutama untuk pemeliharaan rutin pertanaman. Keterbatasan tenaga kerja menyebabkan

UMKM ini tidak dapat mengembangkan kapasitas usahanya, Memanfaatkan tenaga keluarga hanya

dapat mengelola 0,25 ha agribisnis sayuran akibat kebutuhan air yang intensif bagi pertumbuhan

tanaman. Tenaga kerja luar keluarga sulit diharapkan dukungannya dan makin tingginya biaya tenaga

kerja menyebabkan UMKM tidak efisien. Penerapan teknologi otomatisasi pemberian air diharapkan

dapat meningkatkan kapasitas usaha Agro Lestari. Sasaran kegiatan adalah 1). Meningkatkan

pengetahuan dan motivasi penerapan teknologi otomatisasi pengairan dalam pembibitan tanaman

sayuran prospektif. 2). Meningkatkan keterampilan penerapan teknologi otomatisasi pengairan dalam

pembibitan tanaman sayuran prospektif

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

Page 3: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

65

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Pembangunan menuju bangsa yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan bukan

merupakan sebuah proses yang mudah dilalui (Sumodiningrat, 1999). Bangsa yang maju adalah

bangsa yang telah memiliki budaya inovasi teknologi. Sumbangan ekonomi terbesar bukan datang

dari tenaga kerja dan modal, tetapi dari perubahan teknologi (Juoro, 2010) sebagai upaya

pemberdayaan masyarakat. Keterbatasan kemampuan memanfaatkan sumberdaya untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelompok berawal dari ketidak mampuan/ ketidakberdayaan

akibat lemahnya penguasaan teknologi, motivasi dan terbatasnya akses terhadap modal, sosial, pasar

dan sarana produksi. Menurut Suharto (2009), pemberdayaan menekankan kepada masyarakat untuk

memperoleh pengetahuan, keterampilan dan kekuasaan untuk mempengaruhi, menguasai

kehidupannya. Pemberdayaan merupakan proses alamiah, tidak instan yang meliputi tahapan

penyadaran pencerahan (cognitif, belief, healing), pengkapasitasan (kecakapan, sistem nilai,

teknologi) melalui training, lokakarya, seminar, simulasi (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007).

Kegiatan peningkatan kapasitas agribisnis hortikultura dilaksanakan melalui metode pelatihan,

percontohan, demonstrasi, pendampingan dan inkubasi teknologi.

Keberhasilan program kegiatan penerapan penerapan teknologi otomatisasi pengairan

dilakukan dengan tiga tahap :

1. Evaluasi adopsi alih teknologi dilakukan dengan cara penilaian pre-test dan post-test, untuk

mengetahui tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang telah disampaikan. Program

dianggap berhasil diadopsi oleh peserta jika nilai post-test menunjukkan nilai 80 persen

peserta mencapai nilai diatas 80.

2. Evaluasi demonstrasi, dengan menilai keikutsertaan peserta dalam praktik kegiatan yang

dilakukan. Program dianggap berhasil jika minimal 80 persen peserta terlibat dalam dan

mampu mengadopsi teknologi inovasi yang diberikan

3. Evaluasi dampak kegiatan dilakukan dengan melihat banyaknya peserta yang telah

mempraktikkan teknologi inovasi yang diberikan dan dampaknya terhadap kehidupan

ekonomi mereka.

Gambar 1. Tahapan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Agribisnis Pembibitan Tanaman Sayuran

UMKM Agro Lestari, Desa Karanganyar, Kecamatan Adipala, KabupatenCilacap

Page 4: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

66

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Kegiatan peningkatan kapasitas agribisnis hortikultura UMKM Agro Lestari dilaksanakan

selama 3 tahun. Kegiatan ini akan dilaksanakan selama 6 bulan tiap tahun selama 3 tahun di wilayah

pesisir yang berjarak 40 km dari kampus UNSOED. Kegiatan tahun ke-1 difokuskan pada penerapan

teknologi otomatisasi pengairan pada pembibitan tanaman sayuran komersial. Kegiatan tahun ke-2

ditujukan untuk penerapan teknologi otomatisasi sistem pengairan pada tanaman sayuran prospektif

on-farm. Kegiatan tahun ke-3 ditujukan untuk penerapan teknologi sel surya dalam sistem

otomatisasi irigasi tanaman sayuran prospektif di wilayah pesisir Adipala Cilacap. Pelatihan,

demonstrasi plot dan pendampingan intensif dilaksanakan pada kegiatan tiap tahun untuk

meningkatkan motivasi, pengetahuan dan keterampilan pengelolaan agribisnis berbasis otomatisasi

dan sumberdaya lokal lahan pesisir. Kegiatan akan membentuk inkubasi teknologi bagi UMKM atau

anggota kelompok lain di wilayah pesisir. Pada akhir kegiatan UMKM memiliki pengetahuan dan

keterampilan memanfaatkan sumberdaya lokal mempergunakan sel surya sebagai energi otomatisasi

dan sistem pengairan (Gambar 1).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Profil UMKM Agribisnis Hortikultura di Desa Karanganyar, Kecamatan Adipala,

Kabupaten Cilacap

UMKM Agribisnis Hortikultura di Desa Karanganyar terhimpun dalam Gapoktan Sumber

Rejeki yang terdiri atas 4 kelompok tani yaitu yaitu Karya Tani, Rukun Tani, Sumber Rejeki dan

Rejeki Lancar. Tanaman hortikultura yang diusahan UMKM meliputi cabai, terong, semangka,

kacang panjang, cesim, paria dan timun. Distribusi petani penanam hortikultura tertinggi adalah

kacang panjang (35,9%) dan cabai 30,8%. Tanaman terong menempati urutan ke-3 dengan persentase

petani mencapai 17,9 persen. Tanaman semangka dan cesim memiliki peminat yang sama yaitu 5,1%.

Tanaman paria dan mentimun hanya diminati oleh 2,6% penduduk (Tabel 1.). Tanaman cabai, terong

dan kacang panjang meruapakan tanaman dengan modal awak relatif rendah dan dapat dipertahankan

pertanaman tergantung harga pasar sehingga panen dapat diatur bahkan sampai 20 kali panen.

Tanaman cabai dapat dipanen secara lumintu 4-5 hari sekali sebagai pendapatan mingguan. Tanaman

terong tergolong tanaman yang tahan penyakit dan kekeringan sehingga biaya pemeliharaan relatif

mudah dan murah (Rustomo, dkk., 2011).

Tabel 1. Distribusi UMKM Agribisnis Berdasarkan KomoditasTanaman Hortikultura

No. Komoditas Persen UMKM

1. Kacang Panjang 35,9

2. Cabai 30,8

3. Terong 17,9

4. Semangka 5,1

5. Cesim 5,1

6. Paria 2,6

7. Mentimun 2,6

Cabai merah merupakan komoditas yang sangat berpengaruh terhadap inflasi dan harga

komoditas cabai dapat mencapai Rp 100.000 pada saat hari besar seperti hari raya i’dul fitri, tahun

baru dan musim hajatan sehingga memberikan harapan bagi UMKM. Tanaman terong dan tanaman

mentimun memiliki masa panen yang terbatas dan harga komoditas ini tidak pernah fantastis dan

relatif stabil pada harga yang rendah meskipun harga produksinya juga relatif rendah.

Peserta alih teknologi sangat beragam dari berbagai kelompok tani dengan latar belakang yang

berbeda. Anggota kelompok tani yang terlibat 72,7 persen dan pengurus kelompok tani 27,3 persen.

Hal ini menunjukkan adanya kekompakan kelompok tani untuk bersama-sama mengelolan agribisnis

hortikultura. UMKM yang dapat membuat bibit sendiri hanya 4,6 persen. Pada umumnya UMKM

mendapatkan bibit hortikultura dari penjual bibit 63,6 persen sedangkan UMKM yang membeli bibit

Page 5: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

67

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

dari toko saprodi mencapai 4,6 persen. Membuat bibit merupakan kegaiatan yang perlu keterampilan

dan ketersediaan alat seperti tray dan rumah jaring. Hasil pretes dan post test menunjukkan bahwa

UMKM telah menydari pentingnya bibit yang sehat dan diproduksi dalam screen house seperti pada

gambar 1 dan 2. Kegaiatan alih teknologi telah menggeser sikap UMKM dari tidak tahu peran benih

sehat menjadi tahu dan setuju serta mengeser dari UMKM setuju menajdi sangat setuju. Setelah postes

tidak satupun UMKM yang tidak mengetahui peran bibit sehat sebagai bibit yang baik. Pengetahuan

UMKM tentang peranan scren house dalam produksi bibit yang sehat telah dimiliki sebagian besar

UMKM namun dengan alih teknologi UKKm yang tidak tahu dan agak setuju menurun. UMKM yang

setuju dan sangat setuju meningkat setelah mengikuti alih teknologi.

Gambar 2. Sikap UMKM Terhadap Bibit Yang Sehat Meruapakan Bibit Yang Baik

Gambar 3. Sikap UMKM Terhadap Bibit Yang Sehat Diproduksi Dalam Screen House

2. Teknologi Konvensional Pembibitan Hortikultura

Teknologi pembibitan secara konvensional telah dilaksanakan oleh penangkar bibit di Desa

Karanganyar. Alih teknologi dapat merubah sikap UMKM yang pada awalnya agak setuju tentang

pemberian air yang tidak banyak dalam pembibitan menjadi setuju dan sangat setuju (Gambar 4).

UMKM pada umumnya memberikan air berlebihan yang dapat menurunkan ketersediaan hara akibat

pelindian. Pemanfaatan sumberdaya lokal seperti tanah pasir, kokopit, abu sekam dan pupuk kandang

sebagai media pembibitan telah diyakini dapat mendukung pertumbuhan bibit yang sehat (Gambar 5).

Page 6: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

68

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Gambar 4. Sikap UMKM Terhadap Bibit Yang Sehat Tidak Memerlukan Banyak Air

Gambar 5. Sikap UMKM Terhadap Penggunaan Media Bibit

UMKM hortikultura di desa Karanganyar tidak pernah memperhatikan kebutuhan air sebagai

acuan dalam penyiraman. Alih teknologi dan demonstrasi plot meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran UMKM dalam memberikan air yang sesuai kebutuhan tanaman tidan berdasarkan pada

perasaan kecukupannya (Gambar 6). FAO (1992 ) menyatakan bahwa kebutuhan air tanaman berbeda

antar fase pertumbuhan tanaman. Teknik irigasi konvensional dengan gembor diyakini masyarakat

dapat memberikan bibit yang sehat namun tidak efisien air. Hal ini disadari setelah UMKM mengikuti

alih teknologi dan demonstrasi plot. Irigasi konvensional gembor diyakini sebagai teknik yang tidak

efisien air oleh 36,1 persen UMKM. Hal ini masih harus dilakukan pendampingan dan demonstrasi

plot untuk lebih menyakinkan bahwa teknik pengairan dengan gembor tidak efisien air.

Page 7: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

69

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Gambar 6. Sikap UMKM Terhadap Penggunaan Media Bibit

Gambar 7. Sikap UMKM Terhadap Efisiensi Air Pada Irigasi Gembor

Page 8: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

70

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Gambar 8. Sikap UMKM Terhadap Peranan Irigasi Gembor Pada Bibit Sehat

3. Peranan Otomatisasi Pengairan Dalam Agribisnis Hortikultura

Otomatisasi pengairan merupakan hal baru bagi UMKM di desa Karanganyar. UMKM telah

mengenal irigasi sprinkler namun tidak mengetahui penerapannya dengan otomatisasi yang mencapai

84,2 persen responden. Pelatihan dan demontrasi plot serta inkubasi teknologi meningkatkan

pengetahuan aplikasi otomatisasi dalam irigasi sprinkler dan tetes.UMKM yang setuju dan sangat

setuju meningkat dari 10,5 persen dan 5,3 persen menjadi 57,9 persen dan 26,3 persen. UMKM yang

tidak setuju dan agak setuju mengalami penurunan dari 84,2 persen dan 21,1 persen menjadi 5,3

persen dan 10,5 persen (Gambar 9).

Gambar 9. Sikap UMKM Terhadap Pemanfaatan Otomatisasi Melalui Sprinkler Dan Tetes

Page 9: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

71

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Gambar 10. Sikap UMKM Terhadap Efisiensi Air dan Tenaga Kerja Dalam Otomatisasi

Otomatisasi pengairan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerja dan pengairan. Hal

ini belum diketahui 57,9 persen UMKM namun 26,3 persen dan 15,8 persen sangat setuju manfaat

otomatisasi pengairan. Pengurus kelompok tani 27,3 persen UMKM peserta alih teknologi merupakan

petani maju yang pada umumnya berperan sebagai inovator dan fasilitator kelompok sehingga

memiliki pengetahuan dan motivasi tinggi terhadap inovasi teknologi. Hanya sebagian kecil UMKM

anggota kelompok yang memahami tujuan otomatisasi pengairan. Kegiatan alih teknologi dapat

menurunkan UMKM tidak tahu dari 57,9 persen menjadi 10,5 persen dan meningkatkan persentase

UMKM yang setuju dan sangat setuju akan manfaat otomatisasi dari 15,8 persen dan 26,3 persen

menjadi 52,6 persen (Gambar 10).

Gambar 11. Sikap UMKM Terhadap Penerapan Otomatisasi untuk Lahan Yang Luas

UMKM memiliki persepsi bahwa otomatisasi hanya dapat diapakai secara terbatas dalam skala

lahan sempit yaitu mencakup 68,4 persen peserta alih teknologi. Alih teknologi menyakinkan bahwa

otomatisasi pengairan dapat diterapkan dalam agribisnis hortikultura pada lahan yang luas UMKM

yang setuju dan sangat setuju meningkat dari 15,8 persen dan 21,1 persen menjadi 57,9 persen dan

36,8 persen. UMKM yang agak setuju atau ragu-ragu terhadap penerapan otomatisasi hanya 5,3

Page 10: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

72

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

persen (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa UMKM hortikultura di desa Karanganyar sangat

respon terhadap informasi inovasi teknologi dan harus ada pembinaan berkelanjutan untuk

meningkatkan kapasitas agribisnis dan pendapatan masyarakat UMKM.

UMKM peserta alih teknologi sebagian besar yaitu 78,9 persen dan 21,1 persen tidak tahu dan

agak setuju penerapan otomatisasi pada agribisnis tanaman cabai. Alih teknologi meningkatkan

UMKM yang setuju dan sangat setuju dari 15,8 persen dan 10,5 persen menjadi 47,4 persen dan 15,8

persen (Gambar 12).

Gambar 12. Sikap UMKM Terhadap Penerapan Otomtaisasi Pada Tanaman Cabai

Gambar 13 menunjukkan bahwa UMKM sangat sedikit pengetahuan tentang otomatisasi

sebelum dilaksanakan pelatihan alih teknologi. Hampir seluruh UMKM tidak tahu (85 persen) dan

setuju (15 persen) akan penerapan otomatisasi dalam agribisnis pembibtan tanaman hortikultura. Alih

teknologi menurunkan UMKM yang tidak tahu penerapan otomatisasi pada pembibitan menjadi 15,8

persen dari 85 persen. UMKM yang setuju dan sangat setuju meningkat menajadi 42,1 persen dan

31,6 persen. UMKM masih belum memahami penerapan otomatisasi pada sistem irigasi sprinkler

maupun irigasi tetes lebih sesuai untuk jenis tanaman hortikultura. Inkubasi teknologi pembibitan

berbasis otomatisasi dapat menjadi bahan kajian bagi masyarakat UMKM pada waktu yang akan

datang sekaligus sebagai upaya pelatihan berkelanjutan.

Page 11: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

73

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Gambar 13. Sikap UMKM Terhadap Pemanfatan Otomatisasi Untuk Pembibitan

Gambar 14. Sikap UMKM Terhadap Kesiapan Menerapkan Otomatisasi

Kesiapan UMKM menerapkan otomatisasi masih sangat rendah. UMKM yang tidak tahu dan

agak setuju meliputi 59,1 persen dan 13,6 persen. UMKM yang setuju dan sangat setuju 22,7 persen

dan 4,5 persen. Pelatihan alih teknologi merubah sikap UMKM yang ragu-ragu menerapkan

otomatisasi menjadi tinggi yaitu 47,4 persen dari 13,6 persen. UMKM yang semula tidak tahu tidak

memiliki sikap berubah menajdi ragu-ragu dan UMKM yang ragu-ragu berubah menjadi siap dan

sangat siap. Penerapan teknologi memerlukan biaya awal yang tinggi sering menjadi pertimbangan

utama UMKM dalam meningkatkan kapasitas agribisnisnya.

Page 12: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

74

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Gambar 15. Sikap UMKM Terhadap Keuntungan Penerapan Otomatisasi

UMKM yang pada awal pelatihan masih ragu (13 persen) dan tidak tahu (56,5 persen) berubah

sikap dan yakin akan keuntungan yang diperoleh apabila menerapkan otomatisasi dalam agribisnis

hortikultura. Seluruh UMKM setuju (52,6 persen) dan sangat setuju (47,4 persen) keuntungan apabila

menerapkan otomatisasi dalam agribisnis hortikultura (Gambar 15) .

KESIMPULAN

1. UMKM hortikultura di desa Karanganyar Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap telah

menyadari pentingnya bibit yang sehat meskipun diproduksi dengan teknik pengairan

konvensional (gembor) tanpa memperhatikan efisiensi tenaga kerja dan pemanfaatan air.

2. Kegiatan alih teknologi dan demosntrasi plot serta inkubasi teknologi dapat meningkatkan

kapasitas UMKM dalam menerapkan teknologi otomatisasi. UMKM telah menyadari pentingnya

bibit bermutu yang sehat untuk memproduksi komoditas hortikultura.

3. Alih teknologi dan demontrasi plot meningkatkan motivasi penerapan otomatisasi pengairan

dalam pembibitan hortikultura sebagai dampak dari meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

mengelola otomatisasi. Otomatisasi selain efisien tenaga kerja dan air juga meningkatkan

keuntungan UMKM.

DAFTAR PUSTAKA Balai Penyuluhan Kecamatan Adipala. 2009. Profil dan Potensi Balai Penyuluhan Kecamatan

Adipala, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Pemda

Kabupaten Cilacap

FAO, 1992. Crop Water Requirment, Penman-Montheith Combination Approach. FAO

International Commision fot Irrigation and Drainage Paper, World Meterorological

Organization, Rome.

Juoro, U. 2010. Inovasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Tantangan bagi Indonesia dalam Ekonomi

Inovasi, Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB, Bandung.

Kertonegoro, B.J. 2003. Pengembangan Budidaya Tanaman Sayuran dan Hortikultura pada Lahan Pasir

Pantai: Sebuah Model Spesifik dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Agr-UMY. XI(2): 67-75.

Page 13: PENERAPAN TEKNOLOGI OTOMATISASI PEMANFAATAN AIR …

75

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016 Purwokerto

Lemlit UGM. 2006. Ketahanan Pangan. Html.http:/lemlit.ugm.ac.id/agro. Diakses 29 Mei 2006.

Saparso. 2008. Ekofisiologi Tanaman Kubis Bawah Naungan dan Pemberian Bahan Pembenah Tanah di

Lahan Pasir Panatai. Disertasi-S3 Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. 277 hal.

Saparso dan A. Sudarmadji. 2012. Teknologi Efisiensi Pemanfaatan Air Otomat Berbasis Sensor

Variabel Kapasitansi dalam Sistem Produksi Bawang Merah Organik di Lahan Pasir Pantai.

Laporan Penelitian Tahun ke-1 Hibah Kompetensi, DIPA-DIKTI 2012.

Saparso, Rostaman dan Y. Ramadhani. 2014. Simulasi Teknologi Otomatisasi dan Alih Teknologi

Pemanfatan Air Pada system Produksi Bawang Merah Organik di Lahan Pasir Pantai.

Laporan Peneltian Hibah Kompetensi, Ditjen Diktim Kemendiknas RI.

Suharto, E. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. PT Refika Aditama, Bandung.

Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masysrakat dan Jaring Pengaman Sosial. PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Supriyono. 2014. Programa Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Desa Karanganyar,

Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap Tahun 2014. Balai Penyuluhan Kecamatan Adipala,

Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, BP2KP Kabupaten Cilacap.

Rustomo, B., E. Yuwono, P. Sukardi, Saparso, M. Bata, H. Winarto dan Saparso. 2011.

Pemberdayaan Wilayah Pesisir Ketawang, Kabupaten Purworejo Melalaui Penerapan

Pertanian Terpadu. Laporan Kegaiatan Pemberdayaan Masyarakat CSR Antam dan

Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Wrihatnolo, R. R. dan R. N. Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan, sebuah Pengantar

dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. PT Elex Media Komputindo, Kelompok

Gramedia, Jakarta.