17
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2014, 78-88. ISSN: 2252-7710 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP KELAS VII Nur Qomariyah 1) , Madewi Mulyanratna 2) , dan Beni Setiawan 3) 1) Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail : [email protected] 2) Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNESA. 3) Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, keterampilan proses sains siswa dan respon siswa terhadap model pembelajaran guided discovery. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatf dengan rancangan one group pre-test post-test design. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah siswa kelas VII-F SMP AL-ISLAH Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan, keterlaksanaan model pembelajaran guided discovery berlangsung efektif, dengan peningkatan skor rata-rata dari pertemuan 1 meningkat pada pertemuan 2, yaitu sebesar 3,4 (kriteria baik) menjadi 3,7 (kriteria sangat baik). Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji normalitas diperoleh L o (0,1300) < L tabel (0,1400), ini berarti sampel berdistribusi normal. Dari analisis pada uji N-Gain menunjukkan adanya peningkatan untuk tiap aspek keterampilan proses sains. Perbedaan hasil pre-test dan post-test dikatakan signifikan, dibuktikan dengan uji-t diperoleh t hitung (15,35) > t tabel (1,69) dengan taraf signifikan α = 0,05. Siswa memberikan respons yang baik sekali terhadap pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran guided discovery, dengan persentase siswa yang memberikan jawaban positif adalah 93,75%. Kata kunci : Guided Discovery, Keterampilan Proses Sains Abstract This aimed to describe the feasibility of learning, science process skills of students and students' response to guided discovery learning model. This type of research is descriptive quantitative research design with one group pre-test post-test design. The samples used in the study were students of class VII-F SMP AL-ISLAH Surabaya. The results showed, enforceability guided discovery learning model is effective, with an increase in the average score of the meeting 1 meeting rose at 2, is equal to 3.4 (both criteria) to 3.7 (very good criterion). Based on calculations derived Lo normality test (0.1300) <Ltabel (0.1400), this means that the sample is normally distributed. From the analysis of the N-Gain test showed an increase for every aspect of science process skills. The difference results of pre-test and post-test is said to significantly, evidenced by the t-test obtained t (15.35)> t table (1.69) with significance level α = 78

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP KELAS VII

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : NUR QOMARIYAH

Citation preview

Page 1: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2014, 78-88. ISSN: 2252-7710

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

SISWA SMP KELAS VII

Nur Qomariyah 1), Madewi Mulyanratna 2) , dan Beni Setiawan 3) 1) Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail : [email protected]

2) Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNESA.3) Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, keterampilan proses sains siswa dan respon siswa terhadap model pembelajaran guided discovery. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatf dengan rancangan one group pre-test post-test design. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah siswa kelas VII-F SMP AL-ISLAH Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan, keterlaksanaan model pembelajaran guided discovery berlangsung efektif, dengan peningkatan skor rata-rata dari pertemuan 1 meningkat pada pertemuan 2, yaitu sebesar 3,4 (kriteria baik) menjadi 3,7 (kriteria sangat baik). Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji normalitas diperoleh Lo (0,1300) < Ltabel (0,1400), ini berarti sampel berdistribusi normal. Dari analisis pada uji N-Gain menunjukkan adanya peningkatan untuk tiap aspek keterampilan proses sains. Perbedaan hasil pre-test dan post-test dikatakan signifikan, dibuktikan dengan uji-t diperoleh thitung (15,35) > ttabel (1,69) dengan taraf signifikan α = 0,05. Siswa memberikan respons yang baik sekali terhadap pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran guided discovery, dengan persentase siswa yang memberikan jawaban positif adalah 93,75%.

Kata kunci : Guided Discovery, Keterampilan Proses Sains

Abstract

This aimed to describe the feasibility of learning, science process skills of students and students' response to guided discovery learning model. This type of research is descriptive quantitative research design with one group pre-test post-test design. The samples used in the study were students of class VII-F SMP AL-ISLAH Surabaya. The results showed, enforceability guided discovery learning model is effective, with an increase in the average score of the meeting 1 meeting rose at 2, is equal to 3.4 (both criteria) to 3.7 (very good criterion). Based on calculations derived Lo normality test (0.1300) <Ltabel (0.1400), this means that the sample is normally distributed. From the analysis of the N-Gain test showed an increase for every aspect of science process skills. The difference results of pre-test and post-test is said to significantly, evidenced by the t-test obtained t (15.35)> t table (1.69) with significance level α = 0.05. Students respond well at all to learning by applying guided discovery learning model, with the percentage of students who gave a positive answer is 93.75%.

Keywords : Guided Discovery Learning Model, Science Process Skills

78

Page 2: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2014, 78-88. ISSN: 2252-7710

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sanjaya,2006:4). Oleh karena itu, diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.

Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah menggagas kurikulum 2013 yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Titik tekan pengembangan kurikulum 2013 adalah penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan (Kemendikbud,2013:3). Dengan harapan adanya peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Sedangkan pengembangan kurikulum menjadi amat penting sejalan dengan kontinuitas kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya serta perubahan masyarakat pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di masa depan.

Pada kurikulum 2013, pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk memelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk terampil bertanya dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. (Kemendikbud, 2013:175).

Hal senada juga disampaikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006 :377), yang menyatakan bahwa mata pelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dimaksudkan sebagai sarana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi melalui kegiatan ilmiah sehingga diharapkan memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran IPA, proses penemuan konsep itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan penyelidikan atau eksperimen sebagai bagian dari kinerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah.

Kurikulum 2013 juga menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah sehingga dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk mengembangkan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Keterampilan proses sains diangkat sebagai materi pelajaran yang dalam penyampaiannya terintregrasi pada materi pokok yang lain. Ini berarti keterampilan proses sains sama pentingnya dengan konsep IPA. Menurut Rustaman (2005), keterampilan proses sains perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Dengan meningkatkan keterampilan proses sains maka siswa akan dapat mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengalaman awal yang telah dimilikinya dengan baik.

Dari hasil wawancara dengan guru pengajar IPA di SMP AL ISLAH Surabaya, diperoleh bahwa SMP AL ISLAH Surabaya sudah menerapkan kurikulum 2013. Dalam proses pembelajaran IPA siswa sering melakukan praktikum dan sudah dilatihkan keterampilan proses sains namun, keterampilan proses sains siswa masih cenderung lemah karena tidak semua elemen dari keterampilan proses sains itu dapat mereka kuasai dan untuk memahami beberapa keterampilan proses sains itu pun siswa masih harus dengan bantuan guru. Hal ini diperkuat

Page 3: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery

dengan data dari penyebaran angket pra-penelitian terkait keterampilan proses sains yang dilakukan terhadap siswa kelas VII di SMP AL ISLAH Surabaya, diperoleh hasil bahwa keterampilan proses sains siswa masih belum maksimal. Data yang diperoleh adalah siswa merasa kesulitan dalam keterampilan mengamati 20%, mengklasifikasikan 4%, meramalkan 12%, merumuskan masalah 20%, merumuskan hipotesis 18%, mengidentifikasi variabel 6%, menggunakan alat dan bahan percobaan 4%, menerapkan konsep dalam pengolahan data (interpretasi data ) 12%, menarik kesimpulan 10%, dan mengkomunikasikan 12%.

Selain itu, dari hasil observasi terhadap siswa kelas VII di SMP Al ISLAH Surabaya, diperoleh bahwa siswa kelas VII merupakan siswa baru peralihan dari tingkat Sekolah Dasar (SD) ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sehingga siswa masih terbawa kebiasaan di SD yang cenderung pasif, teacher oriented dimana pembelajaran dilakukan dengan cara siswa mendengarkan ceramah guru dan mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) sehingga keterampilan proses sainsnya belum dikembangkan secara optimal. Siswa cenderung jenuh sehingga tidak memerhatikan pembelajaran dan ramai sendiri atau membuat gaduh dalam kelas jika pembelajaran tidak dibuat menyenangkan. Siswa juga cenderung hanya menerima apa yang diberikan oleh guru tanpa berorientasi pada lingkungan sekolah dan alam sekitar sebagai objek kajian dalam pembelajaran.

Dari uraian di atas, diperlukan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif yang dapat menghidupkan suasana pembelajaran di kelas, sehingga dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Pemilihan model yang kurang tepat dalam proses pembelajaran dapat menimbulkan kejenuhan bagi peserta didik dan motivasi untuk belajar kurang. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan, metode, serta teknik mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru diharapkan selektif dalam menentukan dan menggunakan model pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan di atas adalah model pembelajaran guided discovery. Dalam model pembelajaran guided discovery, materi yang akan dipelajari tidak disampaikan keseluruhan secara langsung, tetapi siswa belajar memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif sehingga siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) terhadap apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir yaitu kesimpulan dari suatu konsep. Model pembelajaran

ini mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif serta mengubah pembelajaran yang teacher oriented menjadi student oriented karena model ini lebih menekankan keterlibatan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran dengan guided discovery merupakan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa belajar memahami suatu konsep dan prinsip secara mandiri dengan proses mentalnya sendiri melalui percobaan sederhana yang dimulai dari pengamatan terhadap objek yang dikaji dan tanya jawab yang bersifat membangun pada proses penemuan konsep. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan konsep-konsep bagi diri sendiri yaitu melalui kegiatan penyelidikan ilmiah untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan arahan atau bimbingan dalam merumuskan masalah, membuat hipotesis, merancang eksperimen, interpretasi data dan menarik kesimpulan atau menyusun konsep. Hal ini menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran guided discovery secara otomatis siswa dapat mengembangkan keterampilan proses sains melalui tahapan dalam proses penemuan suatu konsep yang terintegrasi dengan komponen keterampilan proses sains dalam pembelajarannya.

Di samping itu, tuntutan yang tercantum dalam kurikulum 2013 yakni agar pembelajaran bersifat nyata/autentik, sehingga siswa dituntut untuk mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendekatan scientific dapat digunakan dalam pembelajarannya. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud terintegrasi pada keterampilan proses sains dan metode ilmiah yang meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran (Sudarwan, 2013). Proses pembelajaran yang mengimplementasikan pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu : sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Pendekatan scientific dapat mengubah pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Alur pembelajarannya diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna sekaligus menanamkan nilai-nilai sikap baik spiritual maupun sosial yang akan dimunculkan oleh siswa sehingga dapat diamati oleh guru sebagai representasi dari sikap yang dinilai. Di samping itu, melalui pendekatan scientific tersebut siswa akan menemukan konsep secara mandiri sehingga dapat melatihkan keterampilan proses sains dengan melakukan penyelidikan ilmiah atau karena di dalam kegiatan penyelidikan ilmiah tersebut siswa dapat menggunakan cara berpikir ilmiah. Dengan proses

Page 4: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2014, 78-88. ISSN: 2252-7710

pembelajaran yang demikian maka diharapkan melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan scientific pada pembelajaran IPA bukanlah hal yang baru, penerapannya diintegrasikan pada berbagai model, strategi, metode dan pendekatan lainnya yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yang menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah sehingga pembelajaran akan bermakna.

Berdasarkan dari berbagai hal di atas, maka peneliti melakukan penelitian mengenai “Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP Kelas VII”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, keterampilan proses sains serta respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran guided discovery di kelas VII SMP.

METODE PENELITIANJenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, dimaksudkan untuk mendeskripsikan ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan, yaitu dengan mengamati dan mendeskripsikan hasil dari suatu perlakuan yang diberikan pada subjek penelitian. Adapun rancangan dalam penelitian ini adalah pra-ekperimen dengan desain penelitian yaitu One Group Pre-test and Post-test Design.

Pola :

Keterangan : O1 = Pre-test dilakukan sebelum perlakuanX = Perlakuan berupa penerapan model pembelajaran

guided discovery berpendekatan scientific pada materi pemisahan campuran

O2 = Post-test dilakukan setelah perlakuan (Arikunto, 2010:124)

Penelitian ini dilakukan di SMP AL ISLAH Surabaya pada semester Ganjil tahun ajaran 2013/2014 dengan sasaran dalam penelitian ini adalah kelas VII-F yang berjumlah 40 siswa.

Metode pengumpulan data yang digunakan diantaranya: (1) metode observasi untuk memperoleh data keterlaksanaan pembelajaran dan mengamati aspek sikap siswa; (2) metode tes yang digunakan untuk memperoleh data kuantitatif keterampilan proses sains siswa; dan (3) metode angket digunakan untuk mendapatkan data respons siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan; serta (4) metode wawancara digunakan untuk menggali respon siswa

secara mendalam terkait proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Data tersebut dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan mendeskripsikan skor dalam setiap aspek yang diamati. Adapun kriteria ketuntasan minimal untuk keterampilan proses siswa dalam kurikulum 2013 adalah ≥ 2,66 dengan kategori (B-). Dan secara klasikal akan diadakan remedial apabila terdapat lebih dari 75% siswa belum mencapai ketuntasan minimal yang telah ditetapkan.

Setelah dilakukan pre-test, dilakukan uji normalitas untuk melihat sampel yang digunakan telah berdistribusi normal (Sudjana, 2005:466-467). Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa pada pre-test dan post-test dapat dilakukan analisis deskriptif berupa uji N-Gain ternormalisasi.

Rumusan untuk menganalisisnya adalah sebagai berikut :

< g > =

%<S f>−%<Si>¿

%<S maks >−%<S i>¿¿¿

dengan : Sf = skor final (post-test)Si = skor initial (pre-test) Smaks = skor maksimum yang mungkin dicapai

Kemudian Gain-ternomalisasi diinterpretasikan sesui dengan kriteria menurut Hake yaitu :

<g> > 0,7 = tinggi0,7 < <g> < 0,3 = sedang<g> < 0,3 = rendah

(Hake,1999:1)Selanjutnya untuk melihat signifikansi perbedaan

antara pre-test dan post-test dilakukan analisis inferensial menggunakan uji-t.

Rumusan untuk menganalisisnya adalah sebagai

berikut : t =

Md

√ ∑ X 2d

N ( N−1 )dengan keterangan :Md = mean dari perbedaan pre-test dan post-test

(post-test – pre-test)Xd = deviasi masing-masing subyek (d-Md)∑x2d = jumlah kuadrat deviasiN = subyek pada sampeld.b. = ditentukan dengan N-1

(Arikunto, 2010:125)

HASIL DAN PEMBAHASANKeterlaksanaan pembelajaran dilakukan untuk mengetahui terlaksana tidaknya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh peneliti

dalam proses pembelajaran. Data keterlaksanaan proses pembelajaran diperoleh dengan menggunakan lembar

O1 X O2

Page 5: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery

pengamatan keterlaksanaan pembelajaran. Hasil skor rata-rata penilaian keterlaksanaan pembelajaran disajikan dalam dalam Grafik 4.1 berikut.

P-1 P-2

3.2

3.3

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

3.4

3.7

Grafik Nilai Rata-rata Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran

skor rata...S

ko

r R

ata

-ra

ta

Grafik 4.1 Nilai Rata-rata Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran

Keterangan :P-1 : Pertemuan IP-2 : Pertemuan II

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui adanya peningkatan rata-rata hasil pengamatan pada pertemuan I dengan kriteria baik dan pertemuan II dengan kriteria sangat baik. Pengelolaan pembelajaran dikatakan efektif apabila kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran telah mencapai kategori baik atau cukup. (Depdiknas,

2006). Proses pembelajaran menggunakan model

pembelajaran guided discovery terdiri dari 4 fase yaitu fase motivasi, pengumpulan data, pemrosesan data, dan penutup. Hasil skor rata-rata tiap fase dalam proses pembelajaran yang dinilai oleh 2 orang pengamat disajikan dalam Grafik 4.2 berikut.

Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

3.2

3.4

3.6

3.8

4.0

Grafik Rata-rata FaseKeterlaksanaan Pembelajaran

Pertemuan ke-1

Pertemuan ke-2

Fase Pembelajaran

Nil

ai

Ra

ta-r

ata

Grafik 4.2 Rata-rata Tiap Fase Keterlaksanaan PembelajaranKeterangan :Fase 1 : PemotivasianFase 2 : Pengumpulan DataFase 3 : Pemrosesan DataFase 4 : Penutup

Berdasarkan Grafik 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata keterlaksanaan model pembelajaran guided discovery dari pertemuan I ke pertemuan II mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap fasenya. Fase 3 memiliki skor rata-rata paling tinggi dibandingkan skor rata-rata pada fase yang lain. Pada fase

tersebut siswa melakukan proses penemuan melalui kegiatan praktikum dan guru mengarahkan serta membimbing siswa dalam melakukan percobaan sekaligus mengolah data dari hasil percobaan yang telah dilakukan. Selanjutnya dibuat laporan dan dipresentasikan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Bruner dan wilcox (dalam Nur dan Wikandari, 2008:10) yang menyatakan bahwa model pembelajaran guided discovery merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam menemukan suatu konsep, prinsip atau ide-ide secara mandiri, melalui bimbingan dan petunjuk dari guru yang berupa arahan secara terstruktur. Hal ini juga didukung dengan teori konstruktivis bahwa guru hanya berperan membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi mereka sendiri, bukan guru memberikan pengetahuan kepada siswa.

Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, dilakukan pre-test untuk mengukur kemampuan awal siswa terkait keterampilan proses sains, selanjutnya dapat dilakukan uji normalitas dari sampel yang digunakan. Sedangkan post-test untuk mengetahui capaian keterampilan proses sains setelah diterapkan model pembelajaran guided discovery pada materi pemisahan campuran. Adapun keterampilan proses sains yang diukur antara lain keterampilan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menginferensi, interpretasi data, membuat kesimpulan, mengkomunikasikan. Soal yang diberikan berupa soal pilihan ganda berjumlah 14 soal yang berorientasi pada keterampilan proses sains. Siswa dinyatakan tuntas untuk kompetensi keterampilan apabila telah mencapai nilai minimal 2,66 atau dengan kategori (B-). Dalam proses pembelajaran, suatu kelas akan diadakan remedial secara klasikal apabila lebih dari 75% siswa memperoleh nilai kurang dari KKM yaitu 2,66. (Kurikulum2013). Namun, dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kurang dari 75% siswa yang belum mengalami ketuntasan, sehingga tidak perlu diadakan remedial klasikal. Berikut adalah grafik hasil pre-test dan post-test.

Tuntas Tidak Tuntas

020406080

100120

0

100

57.542.5

Grafik Rekapitulasi Ketuntasan Keterampilan Proses Sains

Pre-test (%)Post-test (%)

Kategori

Per

sen

tase

Grafik 4.3 Rekapitulasi Ketuntasan Keterampilan Proses Sains Siswa

Page 6: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2014, 78-88. ISSN: 2252-7710

Sedangkan keteracapaian masing-masing aspek keterampilan proses sains ditunjukkan dengan besarnya persentase untuk tiap aspeknya yang disajikan pada grafik berikut.

1 2 3 4 5 6 7

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

Grafik Rekapitulasi PersentaseTiap Aspek Keterampilan Proses Sains

Pre-test (%)

Post-test (%)

Aspek Keterampilan Proses Sains

Per

sen

tase

Grafik 4.4 Rekapitulasi Persentase Tiap AspekKeterampilan Proses Sains Siswa

Berdasarkan hasil pre-test dilakukan uji normalitas, dan diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil perhitungan analisis uji normalitasL tabel Lo

0,1400 0,1300

Sampel dikatakan berdistribusi normal apabila L tabel lebih besar dari Lo (Sudjana, 2005:466-467). Dari tabel tersebut Lo lebih kecil dari L tabel dengan taraf signifikan α = 0,05, sehingga dapat diketahui bahwa sampel yang digunakan (kelas VII-F) berdistribusi normal.

Setelah dilakukan pre-test dan post -test, maka untuk mengetahui besarnya peningkatan ketercapaian keterampilan proses sains siswa maka dilakukan uji N-gain. Hasil analisis pada uji N-gain dapat disajikan pada grafik berikut.

Tinggi Sedang Rendah

0

20

40

60

80

100

0 7.5

92.5

Grafik Peningkatan Keterampilan Proses Sains

Persen-tase KPS (%)

Kategori

Per

sen

tase

Grafik 4.5 Peningkatan Capaian Keterampilan Proses Sains

Siswa

Berdasarkan Grafik 4.5 dapat diketahui hasil perhitungan menggunakan N-Gain untuk tiap siswa dengan kategori yang dikemukakan oleh Hake (1999:1), dari 40 jumlah siswa kelas VII-F diperoleh bahwa keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan

dengan rincian 7,5% berkategori sedang dan 92,5% berkategori rendah. Namun, secara keseluruhan menunjukkan adanya peningkatan yang ditunjukkan pada peningkatan nilai rata-rata untuk pre-test dan post-test yang disajikan dengan grafik berikut.

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

1.54

2.76

Nilai Rata-rata Keterampilan Proses Sains

Series1Nil

ai

rata

-ra

ta

Grafik 4.6 Nilai Rata-rata Keterampilan Proses Sains Siswa

Sedangkan kategori peningkatan pada N-Gain untuk tiap aspek keterampilan proses sains dapat disajikan dalam grafik berikut.

Tinggi Sedang Rendah

0

20

40

60

80

14.28

71.44

14.28

Grafik Peningkatan Tiap Aspek Keterampilan Proses Sains

Persen-tase KPS (%)

Kategori

Per

sen

tase

Grafik 4.7 Peningkatan Tiap Aspek Keterampilan Proses Sains

Peningkatan tersebut dikarenakan model pembelajaran yang diterapkan yaitu model guided discovery pada materi pemisahan campuran. Dalam proses pembelajarannya juga menggunakan pendekatan scientific, komponen yang terdapat dalam pendekatan scientific terintegrasi dalam keterampilan proses sains. Keterkaitan antara pendekatan scientific dengan keterampilan proses sains ini lebih memfokuskan kegiatan belajar mengajar pada proses pemerolehan hasil belajar. Siswa belajar memahami suatu konsep melalui proses penemuan yaitu melalui kegiatan ilmiah berupa praktikum yang melibatkan keterampilan proses sains sehingga siswa belajar secara aktif dan dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya karena informasi yang dimiliki siswa karena siswa mengalami sendiri proses penemuan sehingga pembelajaran lebih bermakna. Dalam hal ini, guru hanya membimbing dan memberikan arahan secara terstruktur dalam proses pembelajaran khususnya dalam melatihkan keterampilan proses sains.

Page 7: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery

Selanjutnya dilakukan uji-t untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara pre-test dan post-test. Hasil analisis uji-t disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2. Hasil uji signifikansi pre-test dan post-testt tabel t hitung

1,69 15,35

Perbedaan antara pre-test dan post-test dikatakan signifikan jika t hitung lebih besar dari t tabel. Dari hasil uji signifikansi diketahui t hitung lebih besar dari t tabel dengan taraf signifikan α = 0,05, maka perbedaan antara pre-test dan post-test capaian keterampilan proses sains siswa dikatakan signifikan.

Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan model pembelajaran guided discovery pada materi pemisahan campuran, yang dalam proses pembelajarannya mengarah pada pendekatan scientific sehinggga diperoleh juga capaian pengetahuan siswa melalui pemberian penugasan yang berupa pekerjaan rumah. Penugasan tersebut berupa soal uraian berjumlah 4 buah soal yang disertai dengan kunci jawaban dan rubrik penskoran. Kompetensi pengetahuan yang dicapai siswa dikatakan tuntas apabila siswa telah mencapai nilai minimal 2,66 atau kategori B- dan secara klasikal telah mencapai minimal 75% siswa yang tuntas. (Kurikulum 2013). Adapun capaian pengetahuan dari hasil penugasan siswa dapat disajikan dalam grafik berikut.

Baik Sangat Baik

0

20

40

60

80

100

17.5

82.5

Grafik Capaian Pengetahuan Siswa

Predikat

Per

sen

tase

(%

)

Grafik 4.8 Rata-rata Capaian Pengetahuan Siswa

Tercapainya hasil pengetahuan baik secara individu maupun klasikal ini dikarenakan proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran guided discovery. Dalam model pembelajaran guided discovery, materi yang akan dipelajari tidak disampaikan keseluruhan secara langsung, tetapi siswa belajar memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif sehingga siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) terhadap apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir yaitu kesimpulan dari suatu konsep. Hal ini secara otomatis dapat memengaruhi hasil

dari proses pembelajaran yang diterapkan, yang dalam hal ini adalah capaian pengetahuan siswa. Dengan model pembelajaran guided discovery, siswa dapat memperoleh sendiri konsep-konsep yang dipelajari melalui kegiatan praktikum dalam kelompok sehingga pembelajaran siswa

lebih bermakna (Yamin, 2013). Siswa akan lebih mudah dalam menyimpan informasi yang diperolehnya ke memori jangka panjang karena siswa berperan secara aktif dalam melakukan percobaan (Suprihatiningrum, 2013).

Penilaian sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap siswa sebagai hasil dari suatu pembelajaran. Kompetensi sikap yang dinilai meliputi spiritual, jujur, disiplin, tanggung jawab dan menghargai (toleransi). Masing-masing kompetensi sikap tersebut memiliki beberapa aspek yang diamati sesuai dengan instrumen pada lembar penilaian sikap yang telah dikembangkan. Berikut ini adalah grafik pengamatan sikap siswa.

Pertemuan ke-I Pertemuan ke-II

0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.50

Grafik Pengamatan Sikap Siswa

Spiritual

Jujur

Disiplin

Tanggung Jawab

MenghargaiSk

or

rata

-ra

ta

Grafik 4.9 Nilai Rata-rata Pengamatan Sikap Siswa

Ketuntasan seorang siswa dilakukan dengan memperhatikan aspek sikap pada KI-1 dan KI-2 untuk seluruh mata pelajaran, yakni apabila sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B) menurut standar yang ditetapkan satuan pendidikan yang bersangkutan atau minimal memiliki nilai rata-rata sikap 2,66. Dari Grafik 4.7 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata sikap siswa untuk setiap aspeknya. Siswa kelas VII-F seluruhnya dinyatakan tuntas untuk kompetensi sikap dengan kategori baik dan sangat baik dan predikat mulai B+, A- dan A. Nilai rata-rata sikap siswa meningkat dari 3,1 pada pertemuan I menjadi 3,4 pada pertemuan II. Sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery pada materi pemisahan campuran dapat meningkatkan aspek sikap siswa. Hal ini didukung dengan adanya peningkatan nilai sikap siswa dari kedua pertemuan.

Setelah proses pembelajaran selesai, siswa diberi angket respons untuk mengetahui tanggapan siswa

Page 8: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2014, 78-88. ISSN: 2252-7710

tentang proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berikut ini merupakan grafik hasil respons siswa.

1 2 3 4 5 6

0

20

40

60

80

100

Grafik Respons Siswa Terhadap Pembela-jaran

Ya (%)

Tidak (%)

Pernyataan ke-

Per

sen

tase

Sis

wa

( %

)

Grafik 4.10 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran

Dari Grafik 4.10 di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model guided discovery pada materi pemisahan campuran mendapat respon positif dari siswa. Hal ini dapat diketahui dari tingginya persentase siswa yang memberikan jawaban ‘ya’ terhadap pernyataan yang diajukan. Berdasarkan nilai rata-rata respon siswa, dari 40 siswa kelas VII-F SMP AL-ISLAH Surabaya yang memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang telah diterapkan sebesar 93,75% dengan kategori baik sekali.

Di samping itu, tanggapan positif juga didukung oleh data hasil wawancara yang telah dilakukan kepada sebagian siswa serta salah satu guru pengamat yakni guru IPA di SMP AL-ISLAH Surabaya yang menyatakan bahwa model pembelajaran yang diterapkan khususnya pada materi pemisahan campuran, dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang sesuai dengan karateristik materi yang dipelajari dan menyenangkan bagi siswa. Hal tersebut dapat diketahui dari antusias dan respon siswa selama proses pembelajaran. Siswa yang pada pembelajaran sebelumnya cenderung kurang memerhatikan pelajaran serta membuat gaduh di dalam kelas, dengan adanya model pembelajaran guided discovery ini, hal tersebut dapat diminimalisir bahkan sebagian besar siswa sangat antusias dan merasa senang

dengan pembelajaran guided discovery. Siswa senang terhadap model pembelajaran guided

discovery pada materi pemisahan campuran karena materi dan contoh-contoh yang diberikan sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta memberikan pengetahuan baru bagi siswa khusunya pada materi pemisahan campuran. Dari pembelajaran yang telah dilakukan dengan model pembelajaran guided discovery pada materi pemisahan campuran membuat siswa lebih mudah menerima materi yang diajarkan karena siswa ikut terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran.

Mereka belajar menemukan konsep itu melalui kegiatan praktikum sehingga siswa dapat belajar menghubungkan konsep yang ditemukan dengan konsep yang telah mereka pelajari sebelumnya sehingga konsep tersebut masuk memori jangka panjang dan tidak mudah hilang. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan kognitif oleh Piaget dan teori pemrosesan informasi yang menyatakan bahwa perkembangan pengetahuan siswa itu bergantung pada seberapa jauh mereka terlibat secara langsung dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya sehingga informasi yang diperoleh lebih mengenadan bermakna.

PENUTUP

SimpulanBerdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :1. Keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan

model pembelajaran guided discovery pada materi pemisahan campuran di kelas VII SMP berlangsung efektif, hal ini ditunjukkan dari peningkatan skor rata-rata penilaian keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan I sebesar 3,4 dengan kriteria baik dan meningkat pada pertemuan II sebesar 3,7 dengan kriteria sangat baik.

2. Keterampilan proses sains siswa setelah diterapkan model pembelajaran guided discovery pada materi pemisahan campuran mengalami peningkatan. Pada awalnya nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa saat pre-test adalah 1,54 dan meningkat menjadi 2,76 pada saat post-test dengan persentase ketuntasan pada saat post-test sebesar 57,5% siswa yang tuntas dan 42,5% siswa yang tidak tuntas. Dari hasil perhitungan menggunakan uji N-Gain menunjukkan bahwa tiap aspek keterampilan proses sains mengalami peningkatan dari pre-test ke post-test yaitu 5 aspek dengan kategori sedang, 1 aspek dengan kategori tinggi dan 1 aspek dengan kategori rendah. Perbedaan hasil pre-test dan post-test menunjukkan hasil yang signifikan. Dibuktikan dari hasil uji-t yang menunjukkan t hitung (15,35) > t tabel (1,69) dengan taraf signifikan α=0,05.

3. Respons siswa terhadap pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran guided discovery pada materi pemisahan campuran di kelas VII SMP adalah baik sekali dengan persentase rata-rata siswa yang memberikan jawaban positif adalah 93,75% serta didukung dengan adanya hasil wawancara kepada siswa dan guru IPA di SMP yang menyatakan bahwa model pembelajaran guided discovery pada materi pemisahan campuran merupakan model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan serta dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

Page 9: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery

Saran1. Pada saat melatihkan keterampilan proses sains siswa

membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dengan kegiatan ilmiah, maka saran untuk penelitian selanjutnya agar dipertimbangkan lagi kebutuhan waktunya dan dirancang sebaik-baiknya pengelolaan waktu yang dibutuhkan saat kegiatan belajar mengajar serta guru hendaknya lebih sering melatih keterampilan proses sains siswa dan memberikan peluang bagi siswa untuk menemukan suatu konsep secara mandiri.

2. Berdasarkan hasil penelitian diketahui keterampilan proses sains siswa pada aspek membuat kesimpulan cenderung rendah, maka guru seharusnya membimbing dan melatih siswa dalam membuat kesimpulan hasil percobaaan sehingga diperoleh hasil yang lebih maksimal.

3. Sebaiknya guru dapat menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dalam proses belajar mengajar agar siswa tertarik untuk belajardan dapat meminimalisir kegaduhan di kelas.

4. Peneliti hendaknya mengetahui lebih jauh kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana yang ada di sekolah yang menjadi tempat penelitian, agar hal tersebut tidak menghambat pelaksanaan penelitian.

5. Agar tidak terjadi bias terhadap jalannya pembelajaran, sebaiknya peneliti mengetahui jadwal serta aktivitas yang terjadi di sekolah mitra.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nurul. 2013. “ Implementasi Model Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) pada Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Webbed dengan Tema Biopestisida di Kelas VIII SMP”. Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, (Online), Vol.1, No. 2, 2013, hlm 118-122, (http://ejournal.unesa.ac.id/article/4408/37/article.pdf, diakses 21 November 2013).

Aisyah, Nyimas. 2011. Pendekatan Keterampilan Proses. (Online) melalui http://staff.uny.ac.id/ sites/default/files/PengembanganPembelajaranMatematika_UNIT_6_0.pdf, diakses 23 November 2013.

Anderson, L. & Krathwohl, D. 2001. A Taxonomy For Learning, Teaching and Assessing. New York: Longman.

Aniyah, Siti. 2012. Upaya Peningkatan Pembelajaran Kimia Pada Materi Pemisahan Kimia Melalui Metode Praktikum Berbasis Laboratorium Kelas VII Mts Hidayatus Syubban Genuk. (Online)

melalui : (http:// library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/141/jtptiain--sitianiyah-7024-1-skripsi.pdf, diakses 24 November 2013).

Anonim. 2013. Penilaian Pencapaian Kompetensi Sikap. (Online), melalui: (https:// www.academia.edu/4895048/Penilaian_Kompetensi_Sikap_2013, diakses 26 November 2013).

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Renika Cipta.

Ayu, Novi. Tanpa tahun. Penerapan Siklus Belajar 4E Dipadu dengan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas X-4 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. (Online) melalui : (http://jurnal-online. um.ac.id/data/artikel/artikel0B190BB8647B3044048DCCC28503EB58.doc, diakses 26 November 2013).

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP). 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMP/Mts Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

BSNP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : BSNP.

Carin, A. Arthur. 1993. Teaching Modern Science. New York : Macmillan Publishing Company.

Dahar, RW. 1985. Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di SD Ditinjaui dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains (Disertasi). Bandung : FPS-IKIP Bandung.

Devi, Poppy Kamalia. 2010. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA untuk Guru SMP. Jakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA).

Dias, Naomi dan Laksita Dewi. 2012. Pengaruh Pendekatan Guided Inquiry Terhadap Keterampilan Proses IPA dan Hasil Belajar Ranah Kognitif Peserta Didik SMP. (Online) melalui : (http://eprints.uny.ac.id/9333/3/bab% 202%20-%2008312241008.pdf, diakses 16 November 2013).

Hake, R. R. 2002. Assessment of Student Learning in Introductory Science Course. (Online) melalui :

Page 10: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2014, 78-88. ISSN: 2252-7710

http://www.physics.indiana.edu/~hake/ASLIS.Hake.060102f.pdf. (diakses 21 November 2013).

Hake, Richard. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. (Online) melalui : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. (diakses 21 November 2013).

Haryono. 2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pendidikan Dasar, (Online), Vol.7, No.1, 2006, hlm 1-3, (http://dikdas.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/Model_Pembelajaran_Berbasis_Peningkatan_Ketrampilan_Proses_Sains.pdf, diakses 21 November 2013).

Hidayati, Nurul. 2013. “Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pada Materi Fotosintesis untuk Meningkatkan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Dawarblandong”. Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, (Online), Vol.1, No.2, 2013, hlm 103-109, (http://ejournal.unesa.ac.id/article/4407/37/article.pdf, diakses 21 November 2013).

Howe, H. (1993). Thinking About Our Kids. New York, NY: The Free Press.

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2010. Dasar-Dasar Proser Belajar Mengajar. Surabaya : Surabaya University Press.

Ibrahim, Muslimin. 2005. Assesmen Berkelanjutan. Surabaya : Unipres.

Ibrahim, Muslimin. 2005. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unipres.

Illahi, M. Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vaocational Skill. Jogjakarta : Divapress.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Konsep Pendekatan Scientific. (Online) melalui (http://akhmadsudrajat.files. word press.com/2013/07pendekatan-saintifik-ilmiah-dalam-pembelajaran.docx., diakses 09 Oktober 2013).

Mc Colum. 2009. A Scientific Approach to Teaching. (Online) melalui : (http://kamccollum . wordpress.com/2009/ 08/01/a-scientific-approach-to-teaching/, diakses 21 November 2013).

Nur, Muhammad dan Prima Retno Wikandari. 2008. Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendekatan

Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya : Unesa University Press.

Nur, Muhammad. 2011. Modul Keterampilan-keterampilan Proses Sains. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS).

Nuryani, Rustaman. 2005. (Online) melalui: (http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032-NURYANI_RUSTAMAN/Asesmen_pendidikan_IPA.pdf, diakses 21 November 2013).

Riduwan. 2010. Skala pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ke-VII. Bandung : Alfabeta.

Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Lampiran IV Tentang Implementasi Kurikulum-Pedoman Umum Pembelajaran.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran : Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Pernada Group.

Semiawan, Conny. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar?. Jakarta : Gramedia Widisarana Indonesia.

Sudarwan. 2013. Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran. Jakarta : Pusbangprodik.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiarto, Bambang, dkk. 2010. Kimia Dasar Untuk Pendidikan Sains. Surabya : Unesa University Press.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Tim. 2006. Panduan Penulisan Skripsi dan Penilaian Skripsi. Surabaya: FMIPA Unesa.

Usman Uzer Moh & Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan”Belajar Mengajar”. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Wahono, dkk. 2013. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam . Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 11: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY  UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS  SISWA SMP KELAS VII

Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery

Wahono, dkk. 2013. Ilmu Pengetahuan Alam/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Witri. 2013. Keterampilan Proses Sains. (Online) melalui (http://wytr33.wordpress.com/2013/ 01/07/keterampilan-proses-sains/, diakses 09 Oktober 2013).

Zahrotul. 2013. Pendekatan Keterampilan Proses. (Online) melalui (http://zahrotulmaulia88. blogspot.com/2013/07/pendekatan-keterampilan-proses.html, diakses 23 November 2013).

Zaki, Ahmad. 2013. Penerapan Lembar Kegiatan Siswa Tema Energi Alternatif untuk Melatihkan Keterampilan Proses pada Siswa Kelas VIII-A SMP YPP Nurul Huda Surabaya. Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, (Online), Vol.1, No.3, 2013, hlm 80-87, (http://ejournal.unesa.ac.id/article/6772/37/article.pdf, diakses 21 November 2013.