Upload
doanhanh
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Pertemuan IImiah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
ISSN 1693-3346
PENENTUAN KAPASITAS PLANT PENGOLAHAN
GAS BUANG S02 DAN NOx HASIL PEMBAKARANBATUBARA KADAR SULFUR TINGGIDENGAN MESIN BERKAS ELEKTRON
M. Munawir Z.,Sanda dan SuryantoPusat Rekayasa Perangkat Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ABSTRAK
Penentuan kapasitas plant pengolahan gas buang S02dan nox hasil pembakaran batu
bara kadar sulfur tinggi dengan mesin berkas elektron telah dilakukan. Pembakaran batu
bara kadar sulfur tinggi akan menghasilkan emisi S02 melebihi baku mutu emisi yang
ditetapkan. Menurut keputusan menteri lingkungan hidup No. 13 tahun 1995 emisi yang
diijinkan S02 1500 mg/m3 sebelum tahun 2000 dan 750 mg/m3 setelah tahun 2000,
sedangkan NOx berturut-turut 1700 mg/m3 sebelum tahun 2000 dan 850 mgim3 sesudah
tahun 2000. Berdasar hasil pengukuran kadar sulfur batu bara berada pada jangkau 0,2%
sampai 1,53% ekivalen dengan emisi S02 235 mg/m3 sampai dengan 2113 mg/m3 , namun
mayoritas (-90%) batu bara Indonesia adalah batu bara sulfur tinggi yang melebihi batas
BME 2000, oleh karenanya diperlukan langkah pengolahan gas buang, bila batu bara
tersebut akan digunakan. MBE sebagai salah satu perangkat nuklir dapat dimanfaatkan
untuk pengolahan ga buang batu bara dengan beberapa keuntungan, diantaranya adalah
dapat mengolah emisi S02 dan NOx secara serentak dengan efisiensi cukup tinggi dan
memerlukan space lebih kecil dengan produk akhir lebih berm an faat, berupa pupuk.
Oalam rangka memenuhi BME 2000, telah dihitung kapasitas pengolahan gas buang dari
berbagai pembakaran batu bara kadar sulfur tinggi. Sebagai langkah awal dalam pemilihan
ukuran untuk penetapan kebutuhan desain plant lebih lanjut. Dari hasil perhitungan untuk
memenuhi BME 2000, bila PLTU menggunakan batu bara kadar sulfur 0,53%, kapasitas
plant 23% untuk efisiensi pengolahan S0280%. Dan jika kapasias plant 21% efisiensi
167
Prosiding Pertemuan I1miah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
ISSN 1693-3346
pengolahan S02 90%. Sedangkan bila kadar sulfur 1,53% harus diolah 81% untuk
efisiensi pengolahan S02 80% atau harus diolah 72% untuk efisiensi pengolahan
S02 90%. Keuntungan, kerugian dan dampak pemilihan kapasitas juga ditinjau
dalam tulisan ini.
Kata kunci : plant, gas buang S02 , batu bara sulfur tinggi, MBE.
ABSTRACT
Capacity determination of S02and nox flue gas treatment plant of high sulfur coal
power plant by means electron beam machine was performed. According to Environmental
Ministry Regulation number 13/1995, S02 emission should be lower than 1500 mglm3
before year 2000 and 750 mg/m3 after that time. On the other hand, NOx emission should
be lower than 1700 mg/m3 before year 2000 and 850 mg/m3 after that. 0,53% Sulphur coal
will produces S02 emission of924 mglm3 which is above the regulation. Most Indonesian
coal has more than 0,53% sulphur, therefore, flue gas treatment plant needed. If the
electron beam machine is applied to treat the flue gas, S02 and NOx can be processed at
the same time with high efficiency. The results show that for 0,53% sulphur coal and
efficiency 80% and 90%, plant capacities are 23% and 21 % respectively. On the other
hand, for 1,53% sulphur coal and effciency 80% and 90%, plant capacities are 81% and
72% respectively.
PENDAHULUAN
Emisi S02 dan NOx serta C02 merupakan hasil pembakaran bahan bakar baik bahan
bakar fosil maupun non fosil sangat membahayakan kehidupan khususnya manusia, dan
saat ini telah menjadi isu sangat penting dalam berbagai pertemuan.
Pertemuan penting Perserikatan Bangsa Bangsa yang akan dilaksanakan segera di
Bali mengenai lingkungan hidup dan perubahan iklim berbagai negara, sebagai bukti nyata
bahwa, masalah polusi lingkungan perlu segera diatasi dan berbagai negara perlu ambil
bagian secara aktif untuk tujuan perbaikan tersebut.
168
Prosiding Pertemuan IImiah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
ISSN 1693-3346
Indonesia sebagai penghasil dan sekaligus pengguna batubara memiliki cadangan
batu bara sebesar 36,5 Milyar Ton atau sebanyak 3,10% dari cadangan dunia, memiliki
potensi sangat besar dalam menyumbang emisi gas buang, khususnya S02 dan NOx• Emisi
S02 dan NOx ini akan menghasilkan hujan asam berupa Asam Sulfat dan Asam Nitrat yang
sangat membahayakan kehidupan. Untuk mengurangi bahaya lingkungan, Menteri
Lingkungan Hidup melalui keputusannya No. 13 tahun 1995, telah memberikan batasan
regulasi bahwa emisi S02 dan NOx , seperti tabel 1.
Tabel 1. Batu Bara Mutu Emisi, Kep. Men. LH. No. 13/MEN/LH/3/1995
EMISI GAS TAHUN 1995 (mg/mJ)TAHUN 2000 (mg/mJ)
S02
1.500750NOx
1.700850Total Partikel
300150
Operator
40%20%
Dan bila BME dibandingkan dengan negara lain, Indonesia termasuk berada sangat rendah
diantara beberapa negara, seperti terlihat pada tabel 2.
NEGARA EMISI S02 (mg/mJ)EMISI NOx (mg/mJ)
Jepang
286 - 1.571390 - 820Swedia
770320 - 640USA
900 - 1.800760 - 1.060Indonesia
200 - 300170 - 460
Regulasi ini sebenarnya sangat menyulitkan bagi pengguna batu bara di Indonesia, karena
harus melengkapi pembangkit dengan sistem pengolahan gas buang. Hal ini berlawanan
dengan trend Industri yang berusaha melakukan penghematan dengan meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja, agar mampu bersaing dengan Industri lain. Namun
regulasi dan kondisi batu bara, yang ada (BME 2000) mengharuskan dilakukan pengolahan
gas buang S02 dan NOx tanpa harus melihat, apakah ini ekonomis atau tidak, karena
berdasarkan data pengukuran PT. Tambang Batu Bara kadar sulfur batu bara
Indonesia90% menghasilkan emisi S02 melebihi BME 2000, seperti terlihat pada Tabel 3.
Pengolahan gas buang S02 DAN NOx dapat dilakukan secara konvensional, secara sendiri
sendiri, seperti Flue Gas Desulfurisation (FGD) yang hanya mengolah gas S02 dengan
menggunakan lime stone (CaC03) dan Selective Catalistic Reduction (SCR) yang hanya
169
Prosiding Pertemuan IImiah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
ISSN 1693-3346
mengolah NOx dengan menggunakan bantuan katalis Ammonial (NH3), maka dengan
menghilangkan penggunaan ESP (Electrostatic Precipitator) dan menambah beberapa Wet
Scrubber ( 3 stage) dan satu unit produksi NOx yang memakai katalistor. Sistem 3 stage ini
dapat menghemat ongkos kerja dibanding teknik konvensional, yang masing-masing
mengolah gas buang secara terpisah dengan flue gas desulfurization (FGD) untuk
mengolah S02 dan System Catalistik Reduction (SCR) untuk mengolah NOx secara
terpisah, dengan lime stone (Ca(OHh) dan diduga bisa lebih murah biaya operasinya.
Mesin Berkas Elektron (MBE) sebagai salah satu teknologi nuklir dapat digunakan
untuk mengolah gas buang S02 dan NOx secara serentak ( seperti dengan 3 stage sistem).
Hanya saja untuk menangkap Asam Sulfat dan Asam Nitrat perlu bantuan Amoniak (NH3),
sehingga produk akhir dapat berupa pupukAmonium Sulfat (NH4hS04 dan Amonium
Nitrat (NH4.N03) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pupuk NPK atau langsung
dimanfaatkan sebagai pupuk pertanian.
Tabel 3. Emisi Sulfur Hasil Pembakaran Batu Bara di Indonesia!!].
NO SUMBER BA TU BARA KANDUNGANEMISI (mg/mJ)DEVIASI (mg/mJ)
SULFURI.Airlaya 0,50750= BME 2000
2.
Muara Tiga 0,30 - 1,501.900> BME 2000
3.
Prima Coal 0,50750= BME 2000
4.
Puring Coal 0,40650< BME 2000
5.
Senekin 0,701.272> BME 2000
6.
Multibied 1,001.600> BME 2000
7.
Tiniko 0,801.400> BME 2000
8.
Beuer 1.532.113> BME 2000
9.
Adoro Wind 0,152.019> BME 2000
10
Adoro enviro 0,09-< BME 2000
II.Salai 0,801.400> BME 2000
12.
Pasir Premium 0,20-< BME 2000
13.
Petangis 0,801.400> BME 2000
Terlihat, bahwa sebagian besar batu bara Indonesia menghasilkan emisi S02 melebihi
BME 2000.
Tulisan ini akan membahas berupa kapasitas Plant yang diperlukan untuk mengolah
gas buang hasil pembakaran batu bara. memenuhi BME 2000.
170
Prosiding Pertemuan IImiah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
PERHITUNGAN KAP ASIT AS PLANT.
ISSN 1693-3346
Batu bara Indonesia sebagian besar merupakan batubara muda dengan kalori relatif
rendah, akibatnya untuk mendapatkan ppower listrik yang tinggi diperlukan bahan bakar
lebih banyak. Oalam hal ini debit gas buang yang dihasilkan juga lebih besar. lumlah
bahan bakar yang diperlukan untuk menghasilkan energi (kWh) dikenal sebagai Specific
Fuel Consumption (SFC), semakinkecil SFC, semakin hem at pemakaian bahan bakar.
Nilai SFC dapat diperkecil dengan merancang mesin pembangkit yang baik atau
menaikkan laju pembakaran dengan menambah aditif, namun tetap saja ada batasan
kemampuan, karena pengaruh kandungan kalori sangat menentukan dalam pemakaian
bahan bakar.
Berdasar kajian[3] PLTU Suralaya dengan kapasitas 400 MW, menghasilakn debit
gas buang 2, Ix I06 Nm3/jam, padahal bila dibandingkan dengan negara lain, seperti China,
Polandia, USA, untuk 100 MW hanya menghasilkan debit gas buang 350.000 Nm3/jam.
Bila antara debit gas buang ada korelasi, maka kebutuhan bahan bakar guna menghasilkan
produk yang sarna. PLTU Suralaya memerlukan bahan bakar batu bara lebih banyak
dibanding ke tiga negara diatas. Akibatnya apabila semua gas buang diolah, maka
diperlukan pengolahan gas buang dengan kapasitas yang lebih besar. Namun bila tujuan
pengolahan gas buang hanya untuk memenuhi tujuan regulasi, khususnya BME 2000 dan
batu bara di Indonesia sangat bervariasi, maka sebaiknya kapasitas pengolahan gas buang
diambil berdasar jenis batu bara kandungan Sulfur tinggi yang digunakan, dengan
mengambil batasan kapasitas minimal dengan memasang model plant, seperti Gambar La
dan Gambar Lb.
Berdasar perhitungan, untuk memenuhi BME 2000, kapasitas plant pengolahan gas
buang yang diperlukan untuk tiap kondisi batu bara yang ada di Indonesia, seperti terlihat
pad a Tabel 4.a dan 4.b. Untuk menghitung besar kapasitas pengolahan gas buang berdasar
hubungan :
171
Prosiding Pertemuan IImiah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
1- BME (1)k = I> .••••••••.••••••••.•.•••••••••••••••••••
TJ
dimana :
k = kapasitas yang diolah (%)
11 = efisiensi pengolahan (%)
E = emisi awal (mg/m3)
BME = baku mutu emisi (mg/m3)
ISSN 1693-3346
Tabel 4, Hasil Perhitungan Kapasitas Plant Pengolahan Gas Buang Hasil Pembakaran Batu
Bara Tidak Ramah Lingkungan.
a. Dengan Efisiensi Pengolahan Gas Buang 80%.
NO KADAR SULFUREMISI (mglmJ)KAPASITAS (%)HASILAKHIREV ALUASIPENGOLAHAN1.
0,53 92425 740Lebih Keci)
2.0,60 1,00040 680Lebih Keeil
3.0,70 1,27265 662Lebih Keci!
4.0,93 1,50070 650Lebih Kecil
5.],]5 2,01 ]80 744Lebih Keci)
6.1,53 2,11390 633Lebih Keci!
7.2,00 2,500100500Lebih Keeil
b. Dengan Efisiensi Pengolahan Gas Buang 90%.
NO KADAR SULFUREM1S1 (mglmJ)KAPASITAS (%)HASILAKHIREV ALUASIPENGOLAHAN1.
0,53 92420 74]Lebih Kecil
2.0,60 1,00030 730Lebih Kecil
3.0,70 ],27250 699Lebih Kecil
4.0,93 1,50060 690Lebih Kecil
5.1,15 2,0] 170 744Lebih Kecil
6.1,53 2,1!375 115Lebih Kecil
7.2,00 2,500100250Lebih Keeil
172
Prosiding Pertemuan I1miah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
ISSN 1693-3346
HasH akhir adalah emisi penggabungan antara gas buang yang diolah dan yang tak
dioalah.
Untuk mendapatkan hasil seperti pada Tabel 4.a dan 4.b, maka model plant dirancang
seperti pada gambar ] .a.
BATUBARA
BME TAHUN2000Sa..,_1~/m3
N~Q5Omgtm3
Gambar ] .a. Model Plant Pengolahan Gas Buang Hasil Pembakaran Batu Bara
dengan Kadar Sulfur dibawah 2% dengan Efisiensi Pengolahan S02
80%, (K(%) = Kapasitas Plant.
SO._11JO •••••., •••~~.oooNIW ':1.1 Irl"•••••",.•.•••,
D::.~~~~~ODNo,,-8JO_, •••:II
Gambar ] .b. Model Plant Pengolahan Gas Buang Hasil Pembakaran Batu
Bara dengan Kadar Sulfur dibawah 2% dengan Efisiensi Pengolahan
S0290%, (K(%) = Kapasitas Plant.
Kapasitas Plant dibuat berdasar prosentase debit gas buang yang dihasikan yang
bergantung pada kandungan kalori batu bara dan daya PLTU. Dari tampilan Tebel 4.a dan
4.b. terlihat, bahwa hampir seluruh jenis batu bara di Indonesia yang bersifat (Non
Environmental Coalltidak ramah lingkungan), bila akan diolah dengan hasil memenuhi
regulasi BME 2000 pengolahan kurang dari ] 00%. Hal ini akan bisa menurunkan biaya
plant, karena kapasitasnya lebih kecil, tergantung jenis batu bara yang akan dipakai.
Informasi ini sangat berguna, bila plant akan dibangun didaerah mulut tam bang yang
kondisi batu baranya sangat spesifik.
]73
Prosiding Pertemuan IImiah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
ISSN 1693-3346
Penetapan prosentasi pengolahan akan berpengaruh terhadap ukuran-ukuran
komponen yang digunakan, khususnya komponen mekanik, seperti ukuran "spray cooler",
tanki-tanki storage dan ukuran vessel. Walaupun dari segi pembiayaan masih perlu
dihitung, seberapa jauh pengaruh dari penetapan efisiensi pengolahan terhadap pembiayaan
tersbut.
Berdasar perhitungan yang terlihat pada Tabel 4.1 dan 4.b, semakin besar efisiensi
removal akan semakin kecil prosentasi pengolahan dan bila efisiensi pengolahan semakin
kecil, maka ukuran spray cooler dan perangkat pendukung akan semakin besar, jumlah
NH3 yang diperlukan sam a, hasil
produk sarna, namun ESP harus tetap disesuaikan dengan debit gas buang yang diolah
sedang pengolahan by product tetap. Demikian halnya instrumentasi untuk kapasitas yang
lebih besar, ada satu komponen besar, yakni Spray Cooler dan perangkatnya menjadi lebih
maha!. Namun kenaikan ini akan diikuti oleh turunnya biaya MBE dan ukuran vessel dan
ruang proses, karena dosis yang diperlukan lebih rendah, atau daya MBE lebih keci!.
Perbandingan penurunan biaya MBE dan ukuran vessel disesuaikan dengan energi MBE
dan debit gas buang yang diolah dengan kesesuaian biaya Spray Cooler dan sistem Sup lay
air pendingin. Ini yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan kapasitas proses
pengolahan. Sebaliknya bila dipilih efisiensi pengolahan yang lebih besar, maka debit gas
buang yang diolah kecil, akan didapat kapasitas yang lebih kecil. Ini mengakibatkan
penurunan ukuran Spray Cooler dan perangkat pendukungnya, serta ESP lebih kecil
(sesuai dengan debit yang diolah), sedangkan yang lain sarna, kecuali biaya MBE yang
semakin besar, karena daya MBE daya MBE yang lebih besar. Daya MBE yang besar ini,
yang seringkali menjadi hambatan dalam pemilihan efisiensi dan yang sekarang menjadi
"trend", untuk diselesaikan agar pengolahan gas buang dengan MBE biaya investasi plant
lebih murah, yakni dengan menciptakan MBE bukan hanya dengan daya tinggi,tapi juga
energi yang lebih tinggi, yang semula dibatasi antara 500- 1.000 keY. Saat ini cenderung
dinaikkan sampai 1.500 keY, agar ukuran bejana proses bisa dibuat lebih besar.
Pendekatan ini yang diharapkan dapat menurunkan biaya plant dan angka operasl
pengolahan gas buang dengan MBE di masa yang akan datang, sebagai contoh :
174
Prosiding Pertemuan IImiah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
ISSN 1693-3346
"MBE dengan energi diatas 1.000-1.500 keY dengan arus cukup tinggi saat ini
sedang dipakai untuk pengolahan gas buang di PLTU Jeng Feng Bejing, China, sebagai
Industrial Plant, untuk mengolah gas buang dengan debit 620,000 Nm3/jam dengan
efisiensi removal diatas 90%. Namun karena kadar sulfur batubara yang digunakan
terlampau tinggi, maka pengolahan harus dilakukan dengan kapasitas penuh yaitu 100%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Oari uraian dan data perhitungan diatas, maka penetapan kapasitas pengolahan
harus didasarkan pada kadar sulfur yang akan digunakannya dan pemenuhan regulasi BME
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pemilihan tingkat efisiensi removal, masing-masing punya kelebihan dan
kelemahan, sehingga secara keseluruhan, mungkin tidak akan ban yak berpengaruh
terhdapat biaya plant. Namun untuk perhitungan pembiayaan yang lebih akurat dalam
pembangunan pengolahan gas buang, perlu dihitung seberapa besar pengaruh
(kenaikan/penurunan) harga masing-masing komponen, akibat perubahan ukuran
komponen tersebut.
Adapun komponen-komponen yang perlu dihitung lebih teliti, diantaranya adalah
Spray Cooler, berikut sistem suplay air pendingin pada spray cooler (termasuk pompa
pompa), bejana proses berikut sistem pendingin, kebutuhan MBE, perangkat pengolah
prod uk samping.
175
Prosiding Pertemuan IImiah Nasional Rekayasa Perangkat NuklirSerpong, 20 Nopember 2007
DAFTAR PUSTAKA
ISSN 1693-3346
I. Rukiyatmo dkk, "LAPORAN STUDI KELA YAKAN MBE UNTUK
PENGOLAHAN GAS BUANG PLTU SURALA YA", 2002.
2. Hatiniati, "PEMBERSIH GAS BUANG PADA PEMBANGKIT LISTRIK,
PENGGUNAAN SISTEM 3 STAGE UNTUK MENINGKA TKAN EFISIENSI",
Hasil-hasillokakarya Energi, 1995.
3. IkuoNakanhsi, Sku Jeng He, Hedco Hiyoshi, "PLANT AT ELECTRON BEAM
FLUE GAS TREATMENT AND ITS FUTURE", IAEA Report at the Consultant
Meeting, Honolulu, USA, 11-13 December 2000.
4. Ambyo Mangun Widjojo, "BA TU BARA SEBAGAI POTENSI SUMBER
ENERGI DI INDONESIA", Forum Komunikasi, Dewan Riset Nasional, Jakarta,
176