If you can't read please download the document
Upload
lyhanh
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT.
SKRIPSI
Oleh :
Muhamad Haryono
NIM : E1A006221
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
ABSTRACT
SEVERE DISCIPLINE ENFORCEMENT FOR A CIVIL SERVANT AT
BANDUNG, WEST JAVA PROVINCE.
By
Muhamad Haryono
E1A006221
Civil Service, in order to perform their duties in a professional manner, must have quality
and a high level of discipline. In order to achieve these objectives, the Government issued
some rules regarding discipline, i.e Civil Government Regulation No. 53 of 2010 concerning
Civil Discipline.
This study uses sociological juridical method, which is a research study the interrelationship
between the law with other social institutions. This study aims to gain an overview of the enforcement of severe disciplinary Civil Servants in Administrative Region of Bandung and, whether the factors that tend to influence it.
Based on the researchs result, the enforcement of severe disciplinary action proses at
Municipal Government environment is implemented based on the flowchart /steps to
be in compliance with the civil service disciplinary guidelines. The process starts
from the call for the inspection, the meeting considered sentencing, sentencing
decisions to the issuance of severe discipline by the Mayor of Bandung. The factors
likely to affect the enforcement of severe disciplinary punishment are: Society Factors,
many civil servants tend dismissively when seeing colleagues disciplinary violations; Law
Enforcement Factors; Many direct Tops of SKPD not understand about Government
Regulation Number 53 Year 2010 on civil servant discipline; Law Factor; Government
Regulation Number 53 Year 2010 regarding discipline of civil servant, does not contain
clear provisions regarding civil servant rules of business license, as well as the rules of
divorce and remarriage for civil servants. Though both of these regulations are often
become the basis of severe violations of discipline civil servant, both the regulation
should be combined into PP No. 53 Year 2010. Thus it is expected to simplify and
clarify the process of enforcement of civil servant severe discipline penalties.
Keywords; Law Enforcement, severe discipline violations, civil servant, Bandung City
Government.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya baik secara materil, maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu
tujuan pembangunan nasional adalah untuk dapat mewujudkan tujuan
kemasyarakatan yaitu kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. Pembangunan
secara materil dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, berarti
pembangunan unsur-unsur diluar kejiwaan manusia seperti pembangunan ekonomi,
teknologi, dan sarana-sarana fisik kehidupan, sedangkan pembangunan spiritual
berarti pembangunan unsur-unsur kejiwaaan manusia seperti pembangunan moral dan
pembangunan pendidikan.
Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan landasan yuridis bagi
warga negaranya dalam memperoleh pekerjaan yang layak, sebagaimana tertulis
dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Isi
pasal tersebut, Negara menyadari akan arti penting dan mendasarnya masalah
pekerjaan bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia untuk menjaga kelangsungan
hidupnya, maka perlu bekerja untuk menghasilkan sesuatu imbalan berupa materi,
2
dan salah satu dari pekerjaan itu adalah dengan cara mengabdi pada Negara dengan
menjadi Pegawai Negeri.
Tujuan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara
merata dan berkesinambungan materill dan spiritual. Hal tersebut dapat dicapai salah
satunya dengan adanya Pegawai Negeri sebagai Warga Negara, Unsur Aparatur
Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan
ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. Pendapat E.Utrecht
yang dikutip oleh Muchsan dalam bukunya Hukum Kepegawaian, bahwa negara
merupakan badan hukum yang terdiri dari persekutuan orang (Gemeenschaap Van
Merten) yang ada karena perkembangan faktor-faktor sosial dan politik dalam
sejarah.1 Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa negara sebagai
organisasi kekuasaan merupakan suatu badan yang berstatus hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum).2 Negara akan mencapai tujuannya
dengan menggunakan status badan hukum beserta hak dan kewajibannya tersebut.3
Hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh aparatur negara didistribusikan kepada
jabatan-jabatan negara. Aparatur yang melaksanakan hak dan kewajiban negara yang
disebut subyek hukum adalah Pegawai Negeri. Hubungan antara Pegawai Negeri
dengan negara menimbulkan kaidah-kaidah dalam hukum kepegawaian.
Kelancaran pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tergantung pada
kesempurnaan dan kemampuan aparatur Negara, dalam hal ini adalah Pegawai
1 Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 10.
2 Ibid.,
3 Ibid.,
3
Negeri. Kedudukan dan peranan pegawai dalam setiap organisasi pemerintahan
sangatlah menentukan, sebab Pegawai Negeri merupakan tulang punggung
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peranan dari Pegawai
Negeri seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi Not the gun, the
man behind the gun yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang
menggunakan senjata itu.4 Senjata yang modern tidak mempunyai arti apa-apa
apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu tidak melaksanakan
kewajibannya dengan benar.5
Pegawai Negeri Sipil sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang dengan
penuh kesetian dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara
dan Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan
serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Tugas kenegaraan dan jabatan yang diemban Pegawai Negeri agar dapat
berjalan dengan lancar, dan dapat menunjang kelancaran pembangunan Nasional,
maka setiap Pegawai Negeri tersebut harus memiliki kemampuan dan kualitas tinggi
serta dengan tingkat disiplin yang tinggi pula. Hal tersebut tidak hanya kemampuan
dalam bidang keterampilannya saja, akan tetapi harus didukung dengan tingkat
kualitas diri secara total, karena kualitas manusia itu ditentukan oleh KSA
(Knowledge, Skill, and Attitude) atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.6
4 Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta : Bina Aksara,,hlm.12
5 Ibid.,
6 F.X. Oerip S, Poerwopoespito, 2000, Mengatasi Krisis Manusia di Perusahaan, Solusi Melalui
Pengembangan Sikap Mental, Grasindo, Jakarta, hlm. 26.
4
Intinya jelas terlihat bahwa suatu keterampilan yang dimiliki seseorang tidak cukup
untuk bisa dikatakan bahwa orang tersebut mempunyai kualitas diri yang baik.
F.X. Oerip S. Poerwopoespito mengatakan bahwa pada dasarnya kualitas manusia
secara total ditentukan oleh7:
1. Kualitas Teknis: Kualitas yang berkaitan dengan kesehatan seseorang, baik dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Kualitas Fisik: Kualitas yang berkaitan dengan kesehatan seseorang (artinya
seberapa sehat dia dalam melakukan pekerjaannya)
3. Kualitas Sikap Mental: Kualitas yang berkaitan dengan konsepsi perilaku jiwa
seseorang dalam bereaksi atas dasar situasi yang mempengaruhi.8
Penyelenggara pemerintahan yang telah mempunyai kualitas tersebut, maka
dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan dapat
berjalan secara efektif. Kualitas Pegawai Negeri yang baik dalam setiap aparatur
Negara, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab baik secara materill maupun moril
terhadap semua tugas-tugas yang dipikulnya, serta tumbuh kesadaran untuk selalu
menjunjung tinggi peraturan yang ada.
Pemerintah dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999, mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, maka
diberlakukanlah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53
7 Ibid., hlm. 26.
8 Ibid.,
5
tersebut, ditetapkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 21 Tahun 2010, yang menetapkan kewajiban dan larangan bagi
Pegawai Negeri Sipil tersebut. Adapun kewajiban tersebut termuat dalam Pasal 3
yang berbunyi sebagai berikut:
1. Mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah;
4. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,
dan/atau golongan;
8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan;
9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;
6
10. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang
dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materiil;
11. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-
baiknya;
14. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
17. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Mengenai larangan Pegawai Negeri Sipil termuat dalam pasal 4 yang
berbunyi sebagai berikut:
1. Menyalahgunakan wewenang;
2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain
dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau
lembaga atau organisasi internasional;
7
4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya
masyarakat asing;
5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga
milik negara secara tidak sah;
6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang
lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara;
7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara
langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam
jabatan;
8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
8
Kewajiban dan larangan teresebut, apabila dilanggar atau tidak dipatuhi akan
dikenakan sanksi hukuman disiplin sesuai dengan tingkat kesalahannya. Pegawai
Negeri Sipil selain ketentuan di atas tentang adanya larangan dan kewajiban, juga
mempunyai hak-hak untuk digunakan seperti yang tertera di dalam Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999. Peraturan mengenai kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil telah
dibentuk dan diberlakukan, tidak jarang ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran
terhadap kedisiplinan tersebut. Contohnya seperti kasus Tiga orang PNS di
lingkungan Pemkot Bandung yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan
korupsi dan bantuan sosial (Bansos) APBD Kota Bandung 2010 senilai Rp.40 miliar
pada pertengahan desember 2011. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan
Tinggi (Kejati) Jabar Fadil Jumhana mengatakan, ketiga PNS tersebut bekerja di
lingkungan Sekretaris Daerah (Setda) Pemkot Bandung berinisial R, F dan UU.
Mereka diduga menyelewengkan dana Bansos yang dikucurkan dari APBD Kota
Bandung, kata Fadil. Tersangka UU saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Tata
Usaha (Kabag TU) sementara R menjabat sebagai bendahara Sekda, sedangkan F
hanya staf biasa namun diduga dialah yang menjadi eksekutor pencairan dana.9
Contoh lain yang lebih baru lagi adalah sebanyak 27 orang PNS di lingkungan
Pemkab Majalengka, dijatuhi sanksi pelanggaran disiplin pada pertengahan februari
2012. Rinciannya 14 orang PNS yang melakukan pelanggaran disiplin ringan, yang
kemudian diberikan sanksi berupa teguran tertulis oleh pimpinan organisasi perangkat
9 Bisnis, Jabar, 23 September 2011 http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/waduh-3-pns-
pemkot-bandung-jadi-tersangka-dugaan-korupsi diakses 11 mei 2012.
http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/waduh-3-pns-pemkot-bandung-jadi-tersangka-dugaan-korupsihttp://bisnis-jabar.com/index.php/berita/waduh-3-pns-pemkot-bandung-jadi-tersangka-dugaan-korupsi
9
daerah, (OPD) tempat mereka bekerja. 5 orang PNS diberikan sanksi penundaan
kenaikan gaji berkala. 2 orang diberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat setelah
terbukti melakukan pelanggaran disiplin sedang. Pegawai yang melakukan
pelanggaran disiplin berat, yakni 2 orang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri, serta sanksi pemberhentian tidak hormat kepada 3 orang10
Pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, bisa saja dikarenakan oleh hak-
hak yang diperolehnya tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sebagaimana kita
ketahui bahwa kebutuhan manusia pada masa sekarang ini semakin kompleks, akan
tetapi mungkin kebutuhan hidup yang semakin banyak tersebut bukan merupakan
satu-satunya faktor penyebab terjadinya pelanggaran. Pemerintah telah menaikan gaji
serta tunjangan, namun tetap saja terjadi pelanggaran, kemungkinan faktor utama
yang menjadi hambatan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil itu terletak pada diri
pegawai itu sendiri. Tindakan yang menyimpang seperti: korupsi, penyalahgunaan
wewenang, dan pemborosan keuangan negara, pungutan liar, dan berbagai bentuk
pelanggaran tersebut akan selalu terjadi, bila dalam diri PNS belum terbentuk suatu
kesadaran dan suatu etika yang dituangkan dalam Nilai-nilai Perilaku Kedinasan.
Adapun materi nilai-nilai perilaku kedinasan tersebut antara lain11
:
1. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya wajib berusaha
meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme di bidang
tugasnya.
10
Radar. Cirebon. 16 februari 2012, http://radarcirebon.com/2012/02/16/27-pns-dijatuhi-
sanksi/ , diakses 11 Mei 2012. 11
Ibid., hlm. 2.
http://radarcirebon.com/2012/02/16/27-pns-dijatuhi-sanksi/http://radarcirebon.com/2012/02/16/27-pns-dijatuhi-sanksi/
10
2. Pegawai Negeri Sipil karena kedudukan atau jabatannya wajib menyimpan
informasi resmi negara yang sifatnya rahasia.
3. Pegawai Negeri Sipil wajib mentaati dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya
segala Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kedinasan yang berlaku.
4. Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
5. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya senantiasa
mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.12
Peraturan kedisiplinan yang ditujukan bagi PNS, agar dapat ditaati dengan
baik, maka hukuman terhadap pelanggaran yang terjadi harus diterapkan secara jelas
dan tegas. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis ingin
melakukan penelitian yang menitikberatkan pada penegakan kedisiplinan yang ada
pada diri Pegawai Negeri sesuai dengan peraturan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan judul
PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI
SIPIL DI PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di
Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat?
12
Ibid.,
11
2. Faktor-faktor apakah yang cenderung mempengaruhi penegakan hukuman
disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi
Jawa Barat?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimanakah proses penegakan hukuman disiplin berat
bagi PNS di Pemerintahan Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses
penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di Pemerintahan Kota Bandung.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis:
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan guna memberikan
penambahan pustaka hukum, yang berkaitan dengan penegakan hukuman disiplin
berat, bagi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah no 53 tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
2. Secara Praktis:
Secara praktis penelitian ini berguna dalam memberikan masukan bagi Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat yang menetapkan penjatuhan hukuman disiplin, dan
12
menjadi bahan renungan bagi Pegawai Negeri Sipil agar senantiasa menaati dan
mengamalkan aturan-atruan berlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara (HAN)
1. Istilah dan Kedudukan Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu mata kuliah wajib pada
studi hukum, Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian
dari hukum yang khusus. Hukum Administrasi Negara dalam studi Ilmu
Administrasi, merupakan mata kuliah bahasan khusus tentang salah satu aspek dari
administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi negara. Hukum
Administrasi Negara dikalangan PBB dan kesarjanaan internasional, diklasifikasi
baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi,
hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana.
13
Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai hukum antara, sebagai
contohnya yitu dalam perihal perizinan bangunan. Penguasa dalam memberikan izin,
memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan.13
Pemerintah
dalam hal demikian, menentukan syarat-syarat keamanan, disamping itu bagi yang
tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi
pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa hampir setiap peraturan berdasarkan
hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in
cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).14
Hukum menurut
isinya dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum
sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu
dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
negara dengan alat-alat perlengkapan, atau hubungan antara negara dengan
perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya
adalah Hukum Administrasi Negara.
Hukum Administrasi Negara secara teoritik, merupakan fenomena kenegaraan
dan pemerintahan yang keberadaannya setua dengan keberadaan negara hukum, atau
muncul bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan
berdasarkan aturan hukum tertentu. Hukum Administrasi Negara sebagai suatu
13
13
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm.
18. 14
W.F. Prins dan Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1983, hlm.3.
14
cabang ilmu, khususnya di wilayah hukum kontinental, baru muncul belakangan.
Hukum administrasi khususnya di Belanda, pada awalnya menjadi suatu kesatuan
dengan Hukum Tata Negara dengan nama staat en administratief recht.15
Hal itu
cenderung berbeda dengan yang berkembang di Perancis sebagai bidang tersendiri di
samping Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara merupakan bidang
hukum yang relatif muda jika dibandingkan dengan hukum perdata dan hukum
pidana (het bestuursrecht een vormt in vergelijking tot het privaatrecht en het
strafrecht een relatief jong rechtsgebid).16
Khusus berbicara tentang Administrasi Negara, berarti melibatkan penguasa
Administrasi yang memiliki fungsi merealisasikan UU dengan menjalankan kehendak
dari pemerintah (penguasa pemerintahan) sesuai peraturan, rencana, program, budget,
dan instruksi secara nyata, umum, individual. Produk yang dikeluarkan antara lain:
a. Penetapan (Beschikking)
b. Tata Usaha Negara
c. Pelayanan Masyarakat
d. Penyelenggaraan pekerjaan, kegiatan-kegitan nyata.
secara garis besar bersifat luas dan memiliki arti yang sangat penting, tidak
hanya bagi para Pejabat Administrasi Negara yang menjalankan tugas dan kewajiban
sehari-hari, dengan kesadaran yang sebesar-besarnya bahwa segala sesuatunya harus
berjalan sesuai hukum yang berlaku. Hukum Administrasi Negara juga mencakup
15
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm. 17. 16
Ibid., hlm. 17.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cts=1331557036213&ved=0CDsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fnl.wikipedia.org%2Fwiki%2FBeschikking&ei=EfBdT_PeOI-GrAf17q27Cg&usg=AFQjCNE9qoxnHo_PzrWqIkgtSNvNfv8rTw&sig2=CtZFrO8i1gXI4MFt3K55Vw
15
bagi masyarakat yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya para pejabat
pemerintah itu menjalankan tugas, kewajiban dan wewenang masing-masing, akan
tetapi sekaligus juga sebagai pengetahuan akan hukum administrasi. Hukum
Administrasi Negara menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan dan kelancaran
organisasi negara sehari-hari. Administrator Negara menjalankan tugas administratif
yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan dan tindakan
administratif yang bersifat organisasional, manajerial, informasional (tata usaha)
ataupun operasional. Berdasarkan hal itu keputusan maupun tindakannya dapat
dilawan melalui berbagai bentuk peradilan administrasi negara.
Hukum Administrasi Negara mengandung dua aspek yakni; pertama, aturan-
aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan itu
melakukan tugasnya; kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara
alat perlengkapan administrasi negara dengan para warga negaranya.17
Seiring
dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam ajaran welfare
state, yang memberikan kewenangan yang luas kepada Administrasi Negara termasuk
kewenangan dalam bidang legislasi, maka peraturan-peraturan hukum dalam
Administrasi Negara disamping dibuat oleh lembaga legislative, juga ada peraturan-
peraturan yang dibuat secara mandiri oleh Administrasi Negara. Tugas-tugas
Pemerintah sendiri merupakan tugas yang paling luas karena jelas pemerintah adalah
pelaksana dalam suatu Negara. Adapun tugas Pemerintah tersebut antara lain18
:
17
Ibid., hlm. 27. 18
Prayudi Atmosudirjo, 1981, Hukumm Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 12.
16
1. Pemerintah yakni, merupakan penegak kekuasaan dan wibawa pemerintah.
2. Tata Usaha Negara, yaitu pengendalian situasi dan kondisi negara mengetahui
secara informasi dan komunikasi apa yang terdapat dalam dan terjadi di
masyarakat dan negara sebagaimana dikehendaki oleh undang-undang.
3. Pengurusan rumah tangga negara, baik urusan rumah tangga intern (personil,
keuangan, domain negara, materiil, logistik) maupun rumah tangga ekstern(
domain publik, logistik masyarakat, usaha-usaha negara, jaminan sosial, produksi,
distribusi, lalu-lintas angkutan dan komunikasi, kesehatan masyarakat).
4. Pembangunan di segala bidang, yang dilakukan secara berencana terutama
melalui Repelita-repelita.
5. Pelestarian Lingkungan Hidup, yang terdiri atas mengatur tata guna lingkungan
dan penyehatan lingkungan. 19
Berdasarkan deskripsi kerja tugas yang dimiliki pemerintah, sebagian besar
adalah tugas yang bersifat terus menerus dan terancang baik teori dan konsep, dalam
artian sudah lama ada dan terus menerus mengalami perkembangan sejak berdirinya
negara Indonesia. Terdapat dua istilah di Belanda mengenai hukum ini yaitu
bestuursrecht dan administratief recht, dengan kata dasar administratie dan
bestuur. Terhadap dua istilah ini para sarjana Indonesia berbeda pendapat dalam
menerjemahkannya, kata administratie ini diterjemahkan dengan Tata Usaha, Tata
Usaha Pemerintahan, Tata Pemerintahan, Tata Usaha Negara, dan Administrasi,
19
Ibid.,
17
sedangkan bestuur diterjemahkan dengan Pemerintahan.20
Perbedaan penerjemahan
tersebut, mengakibatkan perbedaan penamaan terhadap cabang hukum ini, yakni
seperti Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha
Pemerintahan, Hukum Tata Usaha, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Usaha
Negara Indonesia, Hukum Administrasi Negara Indonesia, dan Hukum
Administrasi.21
Keragaman istilah tersebut dalam perkembangannya terdapat kecendrungan
untuk menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara, sebagaimana terdapat Pada
pertemuan di Cibulan, bahwa istilah Hukum Administrasi Negara merupakan istilah
yang luas pengertiannya. Hal itu membuka kemungkinan perkembangan dari cabang
ilmu hukum ini kearah yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan dan
kemajuan. Pengembangan dari ilmu Hukum Administrasi Negara, di masa yang akan
datang sangat erat hubungannya dengan perkembangan Ilmu Administrasi Negara
yang telah mendapat pengakuan umum, baik di linkungan lembaga-lembaga negara
maupun dikalangan Perguruan-perguruan Tinggi. Berdasarkan hal tersebut Hukum
Administrasi Negara adalah hukum mengenai Pemerintah beserta aparaturnya.
Pemerintah beserta aparaturnya menjalankan tugas-tugas Pemerintah dalam fungsi-
fungsi kerja yang telah diatur.
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara, atau yang selanjutnya
dikenal dengan singkatan HAN, sedikit banyak dipengaruhi oleh
20
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 18. 21
Ibid., hlm. 19.
18
keputusan/kesepakatan pengasuh mata kuliah Hukum Administrasi Negara, pada
pertemuan di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973. HAN Sebelum itu dalam kurikulum
minimal tahun 1972, istilah yang digunakan dalam SK Menteri P dan K tanggal 30
Desember 1972 No. 0198/U/1972 adalah Hukum Tata Pemerintahan. Penggunaan
istilah Hukum Tata Pemerintahan walaupun demikian dalam kenyatannya tidak
seragam. Berdasarkan pertemuan di Cibulan diakui istilah Hukum Administrasi
Negara lebih luas dari pada istilah lainya, hal ini karena dalam istilah Administrasi
Negara tercakup istilah Tata Usaha Negara.
Sjachran Basah berpendapat bahwa, Administrasi Negara lebih luas daripada
Tata Usaha Negara. Pendapat tersebut didasari karena secara teknis Administrasi
Negara mencakup seluruh kegiatan kehidupan bernegara dalam penyelenggaraan
pemerintahan, sedangkan Tata Usaha Negara hanya sekedar bagian saja daripada
Administrasi Negara. Hal senada dianut pula oleh Rachmat Soemitro, yang
berpendapat bahwa dalam kata Administrasi Negara, tersimpul di dalamnya Tata
Usaha Negara.22
Administrasi Negara dengan demikian lebih luas dari Tata Usaha
Negara, karena Tata Usaha Negara itu merupakan bagian dari Administrasi Negara.23
2. Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara
Mengawali pembahasan tentang sumber-sumber hukum positif, pertanyaan
mengenai sumber-sumber hukum tidak dapat dijawab dengan sederhana, karena
pengertian sumber hukum ini digunakan dalam beberapa arti. Masing-masing orang
22
Ibid., 23
Ibid.,
19
akan memandang hukum dan sumber-sumber hukum secara berbeda-beda, sesuai
dengan kecendrungan dan latar nelakang keilmuannya. Seorang sosiolog akan
memandang hukum dan sumber hukum yang berbeda dibandingkan dengan seorang
filosof, sejarawan, atau ahli hukum, dan begitu pula sebaliknya. Sumber hukum
kerana memiliki beberapa arti, dan adanya perbedaan orang tentang sumber hukum,
maka mempelajari sumber hukum memerlukan kehati-hatian.
Bagir Manan berpendapat, tanpa kehati-hatian dan kecermatan yang
mendalam mengenai apa yang dimaksud dengan sumber hukum dapat menimbulkan
kekeliruan, bahkan menyesatkan.24
Bagir Manan mengutip pendapat George
Whitecross Paton yang mengatakan bahwa; The term sources of law has many
meanings and is a frequent couse error unless we scrutinize carefully the particular
meaning given to it in any particular text.25
Menurut Sudikno Mertokusumo, kata
sumber hukum sering digunakan dalan beberapa arti, yaitu26
;
1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,
misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya.
2. Menunjukan hukum terdahulu yang member bahan-bahan pada hukum yang
sekarang berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi, dan lain-lain.
3. Sebagai sumber berlakunya, yang member kekuatan berlaku secara formal kepada
peraturan hukum (penguasa, masyarakat).
4. Sebagai sumber darimana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen,
undang-undang, lontar, batu tertulis, dan sebagainya.
24
Bagir Manan, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Armico, Bandung, hlm. 9. 25
Ibid., hlm. 10. 26
Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum , Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm.
69.
20
5. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.27
Kata sumber hukum juga dipakai dalam arti lain, yaitu untuk menjawab
pertanyaan dimanakah kita dapatkan atau temukan aturan-aturan hukum yang
mengatur kehidupan kita itu?. Sumber dalam arti kata ini dinamakan sumber hukum
dalam arti formal.28
Secara sederhana, sumber hukum adalah segala sesuatu yang
dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan-aturan hukum.
Aktivitas Hukum Administrasi Negara yang mencakup kegiatan Administrasi
Negara, yang bersifat nasional dan juga internasional sebagai perkembangan global
saat ini, tentunya menjadikan bahwa sumber Hukum Administrasi Negara dapat
berasal dari sumber hukum nasional. Hukum nasional tersebut berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan sumber hukum internasional
seperti perjanjian internasional antara Indonesia dengan negara lain dan juga berupa
konvensi internasional yang telah diratifikasi. Sumber hukum, dapat dibagi atas dua
yaitu: Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil. Sumber Hukum Materiil
yaitu faktor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi
sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll. Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum
yang dilihat dari cara terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu
undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, traktat.
Pendapat Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno, membagi sumber hukum
menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber Hukum
27
Ibid., 28
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 42.
http://en.wikipedia.org/wiki/Colotomy
21
Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini
merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial
politik, situasi sosial ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian
ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis.29
Contoh: Seorang ahli
ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat
itulah yang menyebabkan timbulnya hukum. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog)
akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang
terjadi di masyarakat. Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana
suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal tersebut berkaitan dengan bentuk
atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.30
Diana
Halim Koentjoro mengatakan ada 2 sumber hukum bagi tindakan administrasi negara
yang merupakan juga sumber hukum TUN, yaitu:
1. Sumber hukum tertulis.
2. Sumber hukum tidak tertulis yang dalam Hukum Administrasi Negara terkenal
dengan asas umum pemerintahan yang baik atau lebih biasa disingkat AUPB.31
1. Sumber Hukum Tertulis
Sumber hukum tertulis bagi Hukum Administrasi Negara adalah tiap
peraturan perundang-undangan dalam arti materill yang berisi pengaturan tentang
wewenang badan/pejabat TUN untuk melakukan tindakan hukum TUN. Hal ini
belum dikodifikasi, tapi tersebar dalam UU khusus maupun peraturan lain. Belinfate
29
R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 118 30
Ibid., hlm. 119. 31
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, ............Op.Cit., hlm. 47.
http://www.belbuk.com/sinar-grafika-m-15.html
22
mengatakan bahwa sumber hukum tertulis dalam Hukum Administrasi Negara tidak
ditentukan oleh tempat tercantumnya, tetapi oleh isi dari peraturan yang
bersangkutan.32
Contohnya:
1. Mungkin ada dalam KUH Perdata, yaitu:
- Permintaan ganti nama keluarga, UU Perkawinan (sebagian masuk HAN).
2. Mungkin ada dalam KUH Pidana, yaitu:
- Dalam hal PNS melakukan pelanggaran disiplin berat dan dijatuhi hukuman
pidana.
3. Mungkin dalam peraturan perundang-undangan lain:
- UU tentang sewa menyewa tanah (hal ini termasuk sebagian hukum perdata
dan sebagaian HAN dalam pengesahannya),
- UU Perburuhan,
- UU Perumahan,
- UU Pendidikan,
- UU Kependudukan,
- UU Lingkungan Hidup,
- UU Perpajakan,
- UU Kepegawaian.
32
Ibid., hlm. 48.
23
Semua peraturan itu harus dapat dikembalikan pada dasar hukum tertinggi,
yaitu UUD 1945. Dalam Undang-undang No 10 Tahun hierarki Peraturan Perundang-
undangan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah
Adapun penjabarannya apabila kita berbicara mengenai sumber hukum tertulis dari
Hukum Administrasi Negara adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945 (Pembukaan)
2. UU No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
3. PP No. 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
4. Keppres No. 81/1971 tentang KORPRI
2. Sumber hukum Tidak Tertulis
Sumber hukum yang tidak tertulis menurut Diana Halim Koentjoro adalah
AUPL (Asas Umum Pemerintahan Yang Layak). Penggunaan asas umum
Pemerintahan yang layak karena istilah layak merupakan kebalikan dari kurang layak,
sedangkan baik kebalikan dari jelek. Istilah tersebut dipergunakan untuk perbuatan
Pemerintah, maka beliau memilih isitilah layak. Adapun asas-asas tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum,
24
2. Asas keseimbangan,
3. Asas kesamaan,
4. Asas bertindak cepat,
5. Asas motivasi,
6. Asas jangan mencampuradukan wewenang,
7. Asas permainan yang layak (fair play),
8. Asas keadilan/kewajaran,
9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar,
10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan batal,
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi,
12. Asas kebijaksanaan,
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum.33
Asas-asas di atas pada mulanya timbul dalam suasana memberikan
perlindungan bagi masyarakat terhadap tindakan Administrasi Negara dalam rangka
kebebasan bertindak. Hal ini juga berarti sebagai sarana pengawasan dari segi hukum
yang dilakukan oleh pengadilan terhadap tindakan Administrasi Negara yang bebas.
Pemerintahan dalam keadaan tidak terdapat suatu hukum tertulis yang menjadi acuan
untuk bertindak dalam hal Administrasi Ngara, maka Administrasi Negara
mempunyai kebebasan bertindak dalam rangka menyelenggarakan kepentingan
umum. Kebebasan bertindak tersebut harus tetap berada dalam suatu koridor hukum,
dengan maksud agar pemerintah tidak salah dalam bertindak, dan agar tidak bertindak
sewenang-wenang sehingga pada akhirnya masyarakat mendapat perlindungan
hukum dari pemerintah.
33
Ibid., hlm. 50.
25
Praktek penyelenggaraan Negara, selain adanya kemungkinan belum
terdapatnya aturan hukum tertulis yang menjadi acuan bagi tindakan Hukum
Administrasi Negara, seringkali wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan adalah samar-samar/tidak jelas atau dengan kata-kata yang sangat umum.
Contohnya, suatu Perda yang berbunyi Dilarang keras berjualan di jalan protokol,
hal ini berarti untuk berjualan diperlukan izin. Masalahnya apakah yang berwenang
memberti izin juga berwenang menyabutnya, serta kapan dan bagaimana caranya?.
Kasus seperti itu terjadi sebagai akibat dari tindakan Administrasi Negara dalam
bidang kebijakan, akan tetapi masyarakat merasa dirugikan, dalam hal demikian,
Administrasi Negara harus dapat mempertanggungjawabkan tindakannya, baik secara
moral maupun secara hukum. Administrasi Negara di sisi lain juga harus diberi
perlindungan atas sikap tindakannya yang baik dan benar dari segi hukum tertulis
maupun dari segi hukum tidak tertulis.
3. Ruang lingkup Hukum Administrasi Negara
Ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan tugas
dan wewenang Lembaga Negara (Administrasi Negara) baik ditingkat pusat maupun
daerah. Hukum Administrasi Negara juga berkaitan dengan perhubungan kekuasaan
antar Lenbaga Negara (Administrasi Negara), dan antara Lembaga Negara dengan
warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum
kepada keduanya. Perlindungan hukum tersebut ditujukan kepada warga masyarakat
dan Administrasi Negara itu sendiri. Negara dalam perkembangannya sekarang ini,
26
mempunyai kecenderungan turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Hal itu mengakibatkan peranan Hukum Administrasi Negara (HAN)
menjadi luas dan kompleks. Secara historis pada awalnya tugas Negara masih sangat
sederhana, yakni sebagai penjaga malam yang hanya menjaga ketertiban, keamanan,
dan keteraturan serta ketentraman masyarakat. Negara hanya sekedar penjaga dan
pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan, baik
menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan, kemerdekaan, dan atau
benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya, apabila hal itu sudah
tercapai, tugas Negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana seperti itu HAN
tidak berkembang dan bahkan statis.
Keadaan seperti dicontohkan di atas tidak akan dijumpai saat ini, baik di
Indonesia maupun di Negara belahan dunia lainnya, dalam batas-batas tertentu
(sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun) tidak ada lagi Negara yang tidak turut
ambil bagian dalam kehidupan warga negaranya. Kekuasaan pemerintah menjadi
kekuasaan yang aktif, sifat aktif tersebut dalam konsep Hukum Administrasi Negara
secara intrinsik merupakan unsur utama dari sturen besturen. Unsur-unsur
tersebut, sebagai berikut34
:
Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinyu. Kekuasaan pemerintah
dalam hal izin mendirikan bangunan misalnya, tidaklah berhenti dengan
diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintah senantiasa
mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan
pendirian bangunan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah
34
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 27-28.
27
akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban yang
mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang tidak sesuai.35
Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah
konsep hukum publik. Sebagai konsep hukum publik, penggunaan kekuasaan
harus dilandaskan pada ass-asas negara hukum, asas demokrasi, dan asas
instrumental. Berkaitan dengan asas negara hukum adalah asas weten
rechtmatigheid van bestuur. Dengan asas demokrasi tidaklah sekedar adanya
badan perwakilan rakyat, asas keterbukaan pemerintah dan lembaga perasn
serta masyarakat dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah adalah
sangat penting artinya. Asas instrumental berkaitan dengan hakekat hukum
administrasi sebagai instrument. Dalam kaitan ini asas efektifitas dan efisiensi
dalam pelaksanaan pemerintah selayaknya mendapat perhatian memadai.36
Sturen menunjukan lapangan diluar legislatif dan yudisial. Lapangan ini lebih
luas dari sekedar lapangan eksekutif semata. Disamping itu, sturen senantiasa
diarahkan kepada suatu tujuan.37
Secara umum dianut definisi negatif tentang Pemerintahan yaitu sebagai suatu
aktivitas diluar perundangan dan peradilan, namun pada kenyataannya Pemerintah
juga melakukan tindakan hukum dalam bidang legislasi.38
Sebagai contoh, misalnya
dalam hal pembuatan undang-undang organik dan pembuatan berbagai peraturan
pelaksanaan lainya, dan juga bertindak dalam bidang penyelesaian perselisihan.
Tindakan Pemerintah dalam bidang penyelesaian perselisihan misalnya, penyelesaian
hukum melalui upaya administrasi dan dalam hal penegakan Hukum Administrasi
35
Ibid., 36
Ibid., 37
Ibid., 38
Ibid.,
28
atau pada penerapan sanksi-sanksi administrasi, yang semuanya itu menjadi objek
kajian Hukum Administrasi Negara. Hal tersebut menunjukan bahwa kekuasaan
pemerintah yang menjadi objek kajian Hukum Administrasi Negara ini menjadi luas.
Keadaan tersebut menyebabkan sulitnya untuk menentukan ruang lingkup
hukum administrasi negara. Kesukaran menentukan ruang lingkup Hukum
Administrasi Negara disebabkan pula oleh beberapa faktor; pertama, HAN berkaitan
dengan tindakan Pemerintah yang tidak semuanya dapat ditentukan secara tertulis
dalam peraturan perundang-undangan. Hal itu seiring dengan perkembangan
kemasyarakatan yang memerlukan pelayanan pemerintah, dan masing-masing
masyarakat disuatu daerah atau Negara itu berbeda tuntutan dan kebutuhan; kedua,
pembuatan peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan instrument yuridis bidang
administrasi lainya tidak hanya terletak pada satu tangan atau lembaga; ketiga,
Hukum Administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas
pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan bidang Hukum
Administrasi Negara tertentu berjalan secara sektoral.39
Faktor-faktor inilah yang
menyebabkan HAN tidak dapat dikodifikasi. HAN Karena tidak dapat dikodifikasi,
maka sukar diidentifikasi ruang lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah
membagi bidang-bidang atau bagian-bagian HAN.
Prajudi Atmosudirjo membagi HAN dalam dua bagian; Han heteronom dan
HAN otonom.40
Han heteronom bersumber pada UUD, TAP MPR, dan UU adalah
39
Ibid., hlm. 29. 40
Ibid.,
29
hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara.41
Penulis HAN lain, membagi bidang HAN menjadi HAN umum dan HAN khusus.
Han umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum
dan hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang
berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, dalam arti tidak terikat pada bidang
tertentu.42
HAN khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-
bidang tertentu seperti peraturan tentang tata ruang, peraturan tentang kepegawaian,
peraturan tentang pertanahan, peraturan kesehatan, peraturan perpajakan, peraturan
bidang pendidikan, peraturan pertambangan dan sebagainya.43
C.J.N. Versteden
menyebutkan bahwa secara garis besar Hukum Administrasi Negara meliputi44
:
1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan dan
kesopanan, dengan menggunakan aturan tingakh laku bagi warga negara yang
ditegakan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah;
2. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan social bagi rakyat;
3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah;
4. Peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari pemerintah
termasuk bantuan aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum;
5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak;
6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga negara
terhadap pemerintah;
7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi;
41
Ibid., hlm. 30 42
Ibid., 43
Ibid., 44
Ibid.,
30
8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintahan lebih tinggi
terhadap organ yang lebih rendah;
9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan.45
Pandangan C.J.N. Versteden berbeda dengan para penulis lain, beliau
menolak pembagian Hukum Administrasi Negara menjadi HAN umum dan HAN
khusus, menurut beliau pembagian ini menyesatkan karena HAN tidak dapat dibagi
menjadi bagian umum dan khusus, peraturan-peraturan HAN itu sangat komplek dan
luas.46
Persoalan HAN muncul dalam semua sektor, seperti mengenai keputusan dan
perlindungan hukum. Pendapat itu agaknya tidak ditopang oleh realitas yang ada,
karena semua negara-negara yang menganut sistem continental seperti Belanda,
Belgia, Denmark, Yunani, Italia, dan lain-lain mengenal mengakui bidang hukum
administrasi umum dan khusus.47
Masing-masing Negara yang menganut sistem
hukum kontinental ditemukan lebih banyak kesamaan dalam bidang hukum
administrasi umum, sedangkan pada bidang hukum administrasi khusus ditemukan
beberapa perbedaan.
Perbedaan bidang hukum administrasi khusus adalah hal yang logis, karena
masing-masing negara mempunyai perbedaan sosio kultural, politik, kebijakan,
pemerintah, dan sebagainya. Pembedaan antara hukum administrasi umum dan
khusus menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari. Munculnya hukum administrasi
khusus semakin penting artinya, seiring dengan lahirnya berbagai bidang tugas-tugas
pemerintahan yang baru dan sejalan dengan perkembangan dan penemuan-penemuan
45
Ibid., 46
Ibid., hlm. 31. 47
Ibid.,
31
baru berbagai bidang kehidupan di tengah masyarakat, yang harus diatur melalui
hukum administrasi.
Hukum administrasi Negara khusus ini telah dihimpun dalam Himpunan
Peraturan-peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, yang disusun
berdasarkan sistem Engelbrecht, yang di dalamnya dimuat tidak kurang dari 88
bidang. Bidang Hukum Administrasi Negara khusus di Belanda, terdapat pada
Staatsalmanak 1995, yang juga memuat puluhan bidang.48
Berdasarkan keterangan
tersebut tampak bahwa bidang Hukum Administrasi Negara itu sangat luas, sehingga
tidak dapat ditentukan secara tegas ruang lingkupnya. Khusus bagi Negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi, terdapat pula Hukum Administrasi Daerah, yaitu
peraturan-peraturan yang berkenaan dengan administrasi daerah atau Pemerintahan
daerah. Ada penulis yang menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara
mencakup hal-hal sebagai berikut49
:
1. Sarana-sarana (instrument) bagi pengusa untuk mengatur, menyeimbangkan, dan
mengendalikan berbagai kepentingan masyarakat;
2. Mengatur cara-cara partisipasi warga masyarakat dalam proses penyusunan dan
pengendalian tersebut, termasuk proses penentuan kebujaksanaan;
3. Perlindungan hukum bagi warga masyarakat;
4. Menyusun dasar-dasar begi pelaksanaan pemerintahan yang baik.50
48
Ibid., hlm. 32. 49
Ibid., hlm. 33. 50
Ibid.,
32
Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat sarjana di atas, dapat disebutkan
bahwa Hukum Administrasi adalah hukum yang berkenaan dengan Pemerintahan
(dalam arti sempit) yang cakupannya secara garis besar mengatur51
:
1. Perbuatan pemerintah (pusat dan daerah) dalam bidang hukum publik;
2. Kewenangan pemerintahan (dalam melakukan perbuatan di bidang publik
tersebut); di dalamnya diatur mengenai dari mana, dengan cara apa, dan
bagaimana pemrintah menggunakan kewenangannya; penggunaan kewenangan
ini dituangkan dalam bentuk instrument hukum, karena itu diatur pula tentang
pembuatan dan penggunaan instrument hukum.
3. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan
pemerintah itu;
4. Penerapan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.52
Sehubungan dengan adanya Hukum Administrasi tertulis, yang tertuang
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan Hukum Administrasi tidak
tertulis, yang lazim disebut AUPL, maka Hukum Administrasi adalah sekumpulan
peraturan hukum tentang Pemerintahan dalam berbagai dimensinya untuk terciptanya
penyelenggaraan Pemerintahan yang layak dalam suatu Negara.
B. Hukum Kepegawaian
1. Sejarah dan Pengertian Hukum Kepegawaian
a. Sejarah Hukum Kepegawaian
hukum kepegawaian Indonesia menurut Utrecht, masih diatur dalam peraturan
incidenteel, peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara kebiasaan
51
Ibid., 52
Ibid.,
33
(administratief gewoonterechtsregels) dan surat-surat edaran (rondschrijven)
beberapa departemen dan Kepala Kantor Urusan Kepegawaian. Hukum kepegawaian
pada zaman kolonial yang masih berlaku antara lain: Bezoldigingsregeling
Burgerlijke Landsdienaren 1938 (BBL 1938), LNHB 1938 Nr. 106 (beberapa kali
diubah, perubahan terakhir dalam LNHB 1947 Nr. 119 dan Nr. 147), dan
Betalingsregeling Ambtenaren En Gopensioneerden 1949 (BAG 1949) LNHB Nr. 2,
dan yang jelas kedudukan hukum (rechtspositie) para Pegawai Negeri pada zaman
kolonial belum diatur semestinya.53
Undang-undang No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
merupakan landasan hukum pembinaan di bidang kepegawaian yang pertama kali ada
semenjak Indonesia merdeka. Undang-undang tersebut diharapkan menjadi landasan
yang kuat bagi penyempurnaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Undang-undang
No. 8 Tahun 1974 diundangkan pada tanggal 6 november 1974, sebelum Undang-
undang tersebut diundangkan, Indonesia belum mempunyai suatu Undang-undang
Kepegawaian (ambtenarenwet) yang dipakai sebagai landasan hukum kepegawaian,
khususnya di kalangan Pegawai Negeri Sipil.54
Undang-undang Kepegawaian yang dimiliki Indonesia menjadi dasar hukum
bagi Pemerintah dalam setiap membuat keputusan, maupun kebijaksanaan di bidang
kepegawaian, dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1974, hal itu memberikan
kedudukan hukum yang jelas bagi setiap Pegawai Negeri, khususnya Pegawai Negeri
53
Ibid., hlm. 19. 54
Soedibyo Triatmodjo, 1983, Hukum Kepegawaian (Mengenai kedudukan hak dan kewajiban
Pegawai Negeri Sipil), Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 18.
34
Sipil. UU No. 8 Tahun 1974 mempunyai sejarah yang panjang dalam
pembentukannya. Pembentukan Undang-undang tersebut berawal dari Keputusan
Presiden No. 130 Tahun 1958 pada tanggal 21 juni 1958 tentang dibentuknya suatu
Panitia Negara Perancang Undang-undang Kepegawaian yang diberi tugas antara
lain:
1. Mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kedudukan, hak-hak serta
kewajiban Pegawai Negeri.
2. Menyiapkan rencana Undang-undang mengenai ketentuan-ketentuan pokok
tentang kepegawaian.55
Kepanitiaan tersebut diketuai oleh Prajudi Atmosudirjo, yang hanya diberi
waktu selama 6 bulan untuk menyelesaikan tugasnya, tidak sampai 6 bulan
kepanitiaan tersebut sudah membuahkan hasil. Hasil kerja kepanitiaan tersebut
berupa Rancangan Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kemudian
pada tahun 1961 RUU tersebut resmi menjadi Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian dalam Lembaran Negara RI Tahun
1961 No. 263.56
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961, pada tahun 1973 ternyata
dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk dapat mendukung atau memperlancar
pembinaan kepegawaian, karena kedudukan dan peranan Pegawai Negeri yang terasa
semakin penting dan menentukan. Hal tersebut disadari oleh Pemerintah, lalu pada
awal 1973 BAKN mengumpulkan bahan-bahan untuk menyusun RUU tentang
Pokok-pokok Kepegawaian. Proses penyusunan rancangan tersebut dikonsultasikan
55
Ibid., 56
Ibid.,
35
dengan para Pejabat dari masing-masing departemen/lembaga serta para ahli dari
berbagai bidang. Rancangan BAKN ini diuraikan Ka. BAKN A.E Manihuruk yang
berjudul Proses Penyusunan Undang-undang No. 8 Tahun 1974 yang disebut
dengan draft pertama. Draft pertama ini kemudian dibahas kembali secara luas di
bawah Pimpinan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara J.B. Sumarlin di dalam
sektor P yang berlangsung pada bulan mei 1973.57
Pembahasan tersebut
menghasilkan penyempurnaan draft pertama, yang kemudian disebut dengan draft
kedua, dalam rangka lebih menyempurnakan draft kedua Menpan memutuskan, agar
BAKN mengadakan rapat dengan seluruh unsur-unsur departemen/lembaga tingkat
pusat maupun unsur-unsur pemerintah serta KORPRI. Hasil dari pembahasan dalam
rapat-rapat yang diadakan draft kedua tersebut mengalami penyempurnaan, yang
kemudian disebut draft ketiga.58
Bulan September 1973 draft ketiga ini dibahas kembail oleh sektor P di
bawah pimpinan Menpan, dan menghasilkan beberapa penyempurnaan kembali yang
kemudian disebut dengan draft keempat. Draft keempat ini rencananya langsung
diajukan sebagai RUU kepada DPR, tetapi berhubung pada akhir tahun 1973 tersebut
masih ada undang-undang lain yang perlu diselesaikan lebih dahulu, maka draft
tersebut belum diajukan sebagai RUU. BAKN ternyata mengkonsultasikan kembali
RUU tersebut kepada pihak-pihak yang berkompeten, yang menghasilkan draft
kelima, draft kelima inilah yang kemudian pada tanggal 13 juli 1974 diajukan sebagai
57
Ibid., hlm. 20. 58
Ibid.,
36
RUU tentang Pokok-pokok Kepegawaian dengan Amanat Presiden No. R-
07/PU/VII/1974 yang disampaikan kepada DPR RI.59
RUU tersebut kemudian dibahas secara mendalam oleh Komisi II DPR,
maupun dalam lobbying antara pemerintah dan fraksi-fraksi, serta panitia perumus,
pada tanggal 10 Oktober 1974 DPR mengesahkan RUU ini menjadi Undang-undang
dalam rapat pleno. Tanggal 6 November 1974, Undang-undang No. 8 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara
Tahun 1974 No. 55. Undang-undang No.18 Tahun 1961 maupun beberapa peraturan
perundang-undangan lainya yang berhubungan dengan itu dinyatakan tidak berlaku
lagi, setelah diundangkannya Undang-undang No. 8 Tahun 1974. Undang-undang
yang baru tersebut diharapkan menjadi landasan yang kuat bagi penyempurnaan
pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dapat digunakan sebagai dasar hukum, harapan
tersebut antara lain:
1. Menyempurnakan dan menyederhanakan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian,
2. Melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar system karir dan
system prestasi kerja,
3. Memungkinkan penentuan kebijaksanaan yang sama bagi segenap Pegawai
Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun daerah,
4. Memungkinkan usaha-usaha untuk pemupukan jiwa korps yang bulat dan
pembinaan keutuhan serta kekompakan segenap Pegawai Negeri Sipil.60
59
Ibid., hlm. 21. 60
Ibid.,
37
Undang-undang No. 8 Tahun 1974 yang mengalami perumusan cukup alot
dengan adanya draft pertama sampai draft kelima ternyata terbukti dapat bertahan
cukup lama, akhirnya tahun 1999, Undang-undang tersebut dirasa sudah tidak sesuai
dengan perkembangan mengenai kepegawaian pada saat ini. Undang-undang tersebut
mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-undang No. 43 Tahun 1999
tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang diundangkan pada tanggal 30 September
1999 dan tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
169.
b. Pengertian Hukum Kepegawaian
Hukum Kepegawaian ialah Hukum yang mengatur dan menjelaskan tentang
kedudukan Pegawai Negeri yang dipelajari di dalam Hukum Administrasi Negara,
yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri mempunyai suatu hubungan dinas publik.
Hubungan dinas publik adalah bilamana seseorang mengikatkan dirinya sendiri,
untuk tunduk pada perintah melakukan satu atau beberapa macam jabatan, yang
dalam melakukan suatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan pemberian
gaji dan beberapa keuntungan lain.61
Pegawai memang bukan hanya Pegawai Negeri
saja, melainkan Pegawai yang bekerja pada perusahanperusahaan swasta yang tidak
mempunyai hubungan dinas publik, yang semuanya itu diatur di dalam Hukum
61
Sastra Djatmika dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta, Djambatan,
hlm. 17.
38
Perburuhan, yang tidak ada kaitannya atau tidak ada hubungannya dengan Hukum
Kepegawaian.
Hukum Kepegawaian Dikaitkan dengan suatu pengertian tidak mempelajari
tentang Hukum perburuhan dilihat dari substansi Pegawai itu sendiri. Pegawai Negeri
mempunyai hubungan Dinas Publik, sedangkan Pegawai yang bekerja pada
perusahaanperusahaan swasta tidak mempunyai Hubungan Dinas Publik. Penulis
dalam hal ini tidak akan membahas pegawai dalam arti luas, namun khusus
membahas mengenai Pegawai Negeri Sipil atau yang biasa disingkat PNS.
Berbicara mengenai obyek Hukum Administrasi Negara, obyeknya adalah
Kekuasaan Pemerintah yang terdiri dari kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan
dan kekuasaan pembuatan perundang-undangan. Pemerintah dalam menjalankan
kekuasaannya memerlukan suatu bentuk perangkat yang dapat menjalankan tugas
tersebut. Tugas tersebut dijalankan oleh Pejabat Publik yang berstatus sebagai
Pegawai Negeri.62
Pejabat Publik tidak semua berstatus Pegawai Negeri seperti
halnya pemegang Jabatan dari suatu Jabatan Negara, sebaliknya tidak setiap Pegawai
Negeri merupakan pemegang Jabatan Publik.
2. Pengertian dan Jenis Pegawai Negeri Sipil
a. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materill mencermati
hubungan antara Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri
62
Ibid., hlm. 18.
39
setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.63
Pegawai Negeri
Sipil, Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pegawai berarti orang yang
bekerja pada pemerintah (perusahaan dan sebagainya), sedangkan Negeri berarti
negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada
Pemerintah atau Negara.64
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengertian dari Pegawai Negeri
yaitu:
setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji
berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri atau seseorang dapat disebut
Pegawai Negeri apabila memenuhi beberapa unsur yaitu:
1. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan;
2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang;
3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri;
4. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian Pegawai Negeri, menurut Mahfud M.D dalam buku Hukum dan
Pilar-Pilar Demokrasi, terbagi dalam dua bagian yaitu pengertian stipulatif dan
pengertian ekstensif (perluasan pengertian).
1) Pengertian Stipulatif
63
Muchsan, 1982, ............Op.Cit., hlm. 12. 64
W,J,S Poerwadarminta, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.
702.
40
Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang diberikan
oleh Undang-Undang) tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No 43 Tahun 1999. Pengertian yang terdapat pada
Pasal 1 angka 1 berkaitan dengan hubungan Pegawai Negeri dengan pemerintah, atau
mengenai kedudukan Pegawai Negeri. Pengertian stipulatif tersebut selengkapnya
berbunyi sebagai berikut 65
:
Pasal 1 angka 1 menyebutkan Pegawai Negeri adalah, setiap warga negara
Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 3 ayat (1) menyebutkan Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur
Negara, yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintahan dan pembangunan.
Pengertian stipulatif berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan
kepegawaian, dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-
undangan, kecuali diberikan definisi lain.66
2) Pengertian Ekstensif
Pegawai Negeri berkaitan dengan pengertian stipulatif, ada beberapa golongan
yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun
65
Sastra Djatmika dan Marsono, Hukum Kepegawaian ............Op.Cit., hlm. 95. 66
Ibid.,
41
1999. Hal tersebut dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlakukan sama
dengan Pegawai Negeri, artinya di samping pengertian stipulatif ada pengertian yang
hanya berlaku pada hal-hal tertentu. Pengertian tersebut terdapat pada 67
:
1. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 415-437 KUHP mengenai kejahatan
jabatan. Menurut pasal-pasal tersebut orang yang melakukan kejahatan jabatan
adalah yang melakukan kejahatan yang berkenaan dengan tugasnya sebagai
orang yang diserahi suatu jabatan publik, baik tetap maupun sementara. Intinya,
orang yang diserahi suatu jabatan publik itu belum tentu Pegawai Negeri,
menurut pengertian stipulatif apabila melakukan kejahatan dalam kualitasnya
sebagai pemegang jabatan publik, ia dianggap dan diperlakukan sama dengan
Pegawai Negeri, khusus untuk kejahatan yang dilakukanya.
2. Ketentuan Pasal 92 KUHP yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat,
anggota dewan daerah dan kepala desa. Menurut Pasal 92 KUHP, di mana
diterangkan bahwa yang termasuk dalam arti Pegawai Negeri adalah orang-orang
yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan peraturan-peraturan umum dan juga
mereka yang bukan dipilih, tetapi diangkat menjadi anggota dewan rakyat dan
dewan daerah serta kepala-kepala desa dan sebagainya. Pengertian Pegawai
Negeri menurut KUHP sangatlah luas, tetapi pengertian tersebut hanya berlaku
dalam hal ada orang-orang yang melakukan kejahatan, atau pelanggaran jabatan
dan Tindak Pidana lain yang disebut dalam KUHP, jadi pengertian ini tidak
termasuk dalam hukum kepegawaian.
3. Ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan
kegaiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta.68
67
Ibid., hlm. 10. 68
Ibid.,
42
Pengertian stipulatif dan ekstensif merupakan penjabaran atas maksud dari
keberadaan Pegawai Negeri Sipil dalam hukum Kepegawaian. Pengertian tersebut
terbagi dalam bentuk dan format yang berbeda, namun pada akhirnya dapat
menjelaskan maksud pemerintah, dalam memposisikan penyelenggara negara dalam
sistem hukum yang ada, karena pada dasarnya jabatan negeri akan selalu berkaitan
dengan penyelenggara negara yaitu Pegawai Negeri Sipil.
b. Jenis Pegawai Negeri Sipil
Jenis Pegawai Negeri Sipil di atur dalam Pasal 2 ayat (1) UU N0.43 Tahun
1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri dibagi menjadi:
1. Pegawai Negeri Sipil,
2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 2 ayat (1) UU No.43 Tahun 1999 tidak menyebutkan apa yang
dimaksud dengan pengertian masing-masing bagiannya, namun dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah, Pegawai
Negeri yang bukan anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
Republik Indonesia. Berdasarkan penjabaran tersebut, Pegawai Negeri Sipil
merupakan bagian dari Pegawai Negeri yang merupakan Aparatur Negara. Pegawai
Negeri Sipil menurut UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) dibagi menjadi;
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.69
Pegawai Negeri Sipil
69
Sri Hartini, dkk, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm, 36.
43
Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. PNS tersebut bekerja pada Departemen, Lembaga
Pemerintah Nondepartemen, Kesekretariatan Lembaga Negara, Instansi Vertikal di
Daerah Provinsi Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk
menyelenggarakan tugas lainya.70
Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai
Negeri Sipil daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintahan daerah,
atau dipekerjakan di luar instansi induknya.71
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang
dipekerjakan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima
perbantuan. Pejabat yang berwenang sebagaimana disebutkan Pasal 2 ayat (1), dapat
mengangkat pegawai tidak tetap. Pengertian pegawai tidak tetap adalah pegawai yang
diangkat untuk jangka waktu tertentu, guna melaksanakan tugas pemerintahan dan
pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi, sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak diberikan
kedudukan sebagai Pegawai Negeri. Penamaan pegawai tidak tetap mempunyai arti
sebagai pegawai diluar PNS dan pegawai lainya. Penamaan pegawai tidak tetap
merupakan salah satu bentuk antisipasi pemerintah terhadap banyaknya kebutuhan
pegawai namun dibatasi oleh dana APBD/APBN dalam penggajiannya.72
70
Ibid., 71
Ibid., hlm. 11. 72
Ibid.,
44
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga
Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, menngatur bahwa semua pejabat
pembina kepegawaian dan pejabat lain di llingkungan instansi, dilarang mengangkat
tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 dilaksanakan sampai dengan tahun
anggaran 2009, namun sampai dengan tahun 2007, dalam hal proses
pengangkatannya terdapat berbagai permasalahan yang ternyata tidak sesuai dengan
keinginan dari Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005. Pasal 3 ayat (1) berbunyi:
pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang
melaksanakan tugas sebagai:
1. Tenaga guru;
2. Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan;
3. Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan; dan
4. tenaga teknis lainya yang sangat dibutuhkan pemerintah.73
Pemerintah dalam implementasinya, hanya melihat pada syarat-sayarat formil,
yaitu masa kerja dan usia tanpa mempertimbangkan skala prioritas yang diharapkan
oleh pembuat peraturan. Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil ternyata didominasi oleh tenaga administratif yang notabene di luar skala
prioritas yang termaktub dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun
2005.
73
Ibid.,
45
3. Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil
a. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil
Kedudukan Pegawai Negeri Sipil didasarkan pada Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1), yaitu Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara
yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepa da masyarakat secara profesional,
jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan
pembangunan. Rumusan kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada pokok-pokok
pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan.
Pemerintah juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau dengan kata
lain, pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga
harus mampu menggerakkan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan
rakyat banyak.74
Pegawai Negeri mempunyai peranan amat penting sebab Pegawai
Negeri merupakan unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara. Kelancaran pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan nasional tergantung pada kesempurnaan aparatur
negara.
Pegawai Negeri Sipil dalam konteks hukum publik, bertugas membantu
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan, tugas
74
Ibid.,
46
melaksanakan peraturan perundang-undangan, dalam artian wajib mengusahakan
agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat. Seorang Pegawai
Negeri sebagai abdi negara juga wajib setia dan taat kepada Pancasila sebagai
falsafah dan ideologi negara, kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada negara,
dan kepada pemerintah.75
Pegawai Negeri Sipil mempunyai kesetiaan, ketaatan penuh terhadap
Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, pada akhirnya dapat memusatkan
segala perhatian dan pikiran serta mengerahkan segala daya upaya dan tenaganya
untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna
dan berhasil guna. Hal tersebut juga berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Pemerintahan Kota Bandung, dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dituntut untuk
dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, serta memiliki ketaatan dan
kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
b. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
Kewajiban Pegawai Negeri Sipil adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sastra Djatmika mengatakan, kewajiban
Pegawai Negeri dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
1. Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan;
75
Ibid., hlm. 39.
47
2. Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan suatu tugas
dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri pada
umumnya;
3. Kewajiban lain-lain.76
Pegawai Negeri Sipil untuk menjunjung tinggi kedudukannya, diperlukan
elemen-elemen penunjang kewajiban meliputi kesetiaan, ketaatan, pengabdian,
kesadaran, tanggung jawab, jujur, tertib, bersemangat dengan memegang rahasia
negara dan melaksanakan tugas kedinasan. Penjelasan hal tersebut sebagai berikut;
a. Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk mewujudkan dan
mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab. Pada umumnya kesetiaan timbul dari pengetahuan
dan pemahaman dan keyakinan yang mendalam terhadap apa yang disetiai, oleh
karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami,
menghayati dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pancasila yang disetiai adalah sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pada
dasarnya dirumuskan secara singkat, oleh karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil
berkewajiban untuk menjabarkan dan melaksanakan secara taat asas, kreatif, dan
konstruktif terhadap nilai-nilai yang terkandung, baik dalam tugas maupun dalam
sikap, perilaku dan perbuatannya sehari-hari. Pelanggaran terhadap disiplin,
pelanggaran hukum dalam dinas maupun di luar dinas secara langsung maupun
tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
76
Ibid., hlm. 40.
48
b. Ketaatan berarti kesanggupan seseorang untuk menaati segala peraturan
perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang berlaku serta kesanggupan
untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.
c. Pengabdian (terhadap Negara dan masyarakat) merupakan kedudukan dan
peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan formal baik
dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan masyarakat secara khusus.
d. Kesadaran berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang sebenarnya) atau
keadaan ingat (tahu) akan dirinya.
e. Jujur berarti lurus hati; tidak curang (lurus adalah tegak benar), terus terang
(benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam melaksanakan
tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan
kepadanya atau keadaan wajib menanggung segala sesuatunya apabila terdapat
sesuatu hal, boleh dituntut dan dipersalahkan.
f. Menjunjung tinggi berarti memuliakan atau menghargai dan menaati martabat
bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara mengandung arti
bahwa norma-norma yang hidup dalam Bangsa dan Negara Indonesia harus
dihormati. Setiap Pegawai Negeri Sipil harus menghindari tindakan dan tingkah
laku yang dapat menurunkan atau mencemarkan kehormatan Bangsa dan Negara.
g. Cermat berarti (dengan saksama); (dengan) teliti; dengan sepenuh minat
(perhatian).
h. Tertib berarti menaati peraturan dengan baik, aturan yang bertalian dengan baik.
i. Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk bekerja keras
dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan tugas dalam rangka pencapaian
tujuan. Bersemangat berarti ada semangatnya, mengandung semangat. Biasanya
semangat timbul karena keyakinan atas kebenaran dan kegunaan tujuan yang akan
dicapai.
j. Rahasia berarti sesuatu yang tersembunyi (hanya diketahui oleh seorang atau
beberapa orang saja; ataupun sengaja disembunyikan supaya orang lain tidak
mengetahuinya). Rahasia dapat berupa rencana, kegiatan atau tindakan yang akan,
49
sedang atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau bahaya,
apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak.
k. Tugas Kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan
untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang mengurus sesuatu
pekerjaan tertentu.77
Berdasarkan uraian-uraian kewajiban Pegawai Negeri Sipil di atas, terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kewajiban-kewajibannya akan dilakukan
penindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
c. Hak Pegawai Negeri Sipil
Presiden Soeharto pernah dalam pidatonya antara lain mengatakan:
Buanglah anggapan yang kurang tepat bahwa menjadi pegawai adalah semata-
mata untuk mencari penghasilan, apalagi untuk memperoleh keuntungan.
Camkanlah baik-baik bahwa Pegawai Negeri adalah abdi yang harus melayani
masyarakat. Lapangan Pegawai Negeri adalah lapangan pengabdian dan
perjuangan, bukan saja lapangan mencari nafkah.78
Kutipan pidato di atas memang benar, tetapi tidak ada salahnya jika dalam hal
ini dibicarakan masalah hak-hak yang dimiliki setiap Pegawai Negeri Sipil karena
dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 telah menggariskan masalah tersebut.
Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, didalamnya terdapat ada 4 Pasal yang
menyebutkan hak-hak Pegawai Negeri Sipil, adapun Pasal tersebut sebagai berikut;
Pasal 7
77
Ibid., hlm. 41. 78
Soedibyo Triatmodjo, 1983, Hukum Kepegawaian, ............Op.Cit., hlm. 108.
50
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagai-mana dimaksud dalam
ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti.
Pasal 9
(1) Setiap Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaandalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya, berhakm memperoleh perawatan.
(2) Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacad jasmani atau cacad rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibat-
kannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berhak
memperoleh tunjangan.
(3) Setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang
duka.
Pasal 10
Setiap Pegawai Negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,
berhak atas pensiun.
Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut, aspek kebutuhan pegawai jika dihubungkan
dengan teori-teori yang ada dapat menjelaskan mengenai hubungan antara hak
dengan kewajiban dari pegawai. Hubungan ini meliputi kecendrungan pegawai untuk
melaksanakan pekerjaanya berdasarkan kebutuhanya secara umum. Faktor motivasi
yang timbul untuk memberikan prestasi dipengaruhi oleh hukum tertulis yang
membatasi setiap aktivitas dan timbulnya output berupa kontraprestasi yang sepadan
51
terhadap pekerjaan yang dikerjakannya. Peraturan kepegawaian dalam hal ini,
merefleksikan pembatasan terhadap aktivitas, baik secara moril maupun dari sudut
pandang hukum dan peraturan ini menempatkan substansi yang ideal, dalam bentuk
kewajiban yang meupakan maksud dan tujuan dalam organisasi guna pencapaian
misinya. Hal tersebut dalam skala yang lebih luas merupakan refleksi dari tujuan,
guna menuju kesejahteraan masyarakat di dalam konteksnya melalui administrasi
kepegawaian.
C. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
1. Konsep dan Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
a. Konsep Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Pembinaan merupakan suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi
lebih baik, pembinaan menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, perubahan,
evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu.79
Pengertian di atas mengandung dua hal yaitu; pertama, bahwa pembinaan itu sendiri
bisa berupa tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan; kedua, pembinaan
bisa menunjukkan kepada perbaikan atas sesuatu. Pengertian lain dikemukakan oleh
Rahardjo dkk, bahwa pembinaan dalam manajemen sumber daya manusia adalah
upaya untuk menaikkan potensi dan kompetensi melalui pendidikan formal maupun
informal, pembinaan menurut pengertian di atas, bertujuan untuk menggali potensi
79
Miftah Thoha, 1999, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Jakarta, Kencana Press,
hlm. 7.
52
dan kompetensi pegawai.80
Potensi dan kompetensi pegawai perlu terus dibina agar
dapat meningkatkan kualitas kerja.
Pembinaan adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer
untuk melatih dan memberikan orientasi kepada seorang karyawan tentang realitas di
tempat kerja, dan membantunya mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi
optimal. Pembinaan erat kaitannya dengan kata membina, membimbing, yaitu proses
pemberian dukungan oleh manajer untuk membantu seorang karyawan mengatasi
masalah pribadi di tempat kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan
organisasi yang berdampak pada prestasi kerja.81
Pembinaan pegawai dapat diartikan
sebagai suatu kebijaksanaan agar perusahaan (organisasi) memiliki pegawai yang
handal dan siap menghadapi tantangan. Kegiatan dalam pembinaan yang dilakukan
antara lain pembentukan sikap mental yang loyal, peningkatan keterampilan dan
kecakapan melaksanakan tugas organisasi.82
Rencana pembinaan harus berkait
dengan sistem penghargaan agar pegawai bersemangat untuk mengabdi dan setia
kepada organisasi.
Pembinaan diberikan batasan yang sempit, yaitu upaya untuk meningkatkan
kecakapan dan keterampilan karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Istilah
pembinaan dalam administrasi kepegawaian diberikan pengertian yang luas, meliputi
berbagai unsur kegiatan seperti pengembangan karier, perpindahan, pendidikan dan
latihan, sampai dengan keseja