102
PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTREN (Studi analisis Tradisi Pendidikan di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Tarbiyah Disusun oleh: I S N A E N I A B D U L A H NIM: 3102134 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008

PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTREN (Studi analisis Tradisi Pendidikan di Pondok Pesantren

Soko Tunggal Semarang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

Dalam Ilmu Tarbiyah

Disusun oleh:

I S N A E N I A B D U L A H

NIM: 3102134

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2008

Page 2: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp. : 4 (empat) eks.

Hal : Naskah Skripsi

An. Sdr. Isnaeni Abdulah

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini

saya kirimkan naskah skripsi Saudari:

Nama : Isnaeni Abdulah

NIM : 3102134

Judul : PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTREN

(Studi Analisis Tradisi Pendidikan Di Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang).

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera

dimunaqasyahkan.

Demikian harap menjadi maklum adanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, 17 Januari 2008

Pembimbing

Ahmad Muthohar, M.Ag. NIP. 150 276 929

Page 3: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

iii

DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS TARBIYAH

PENGESAHAN Skripsi saudara : Isnaeni Abdulah

Nomor Induk : 3102134

Judul : PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTREN

(Studi Analisis Tradisi Pendidikan Di Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang).

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama

Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, dengan predikat

Cumlaude/ Baik/ Cukup, pada tanggal 29 Januari 2008 Dan dapat diterima

sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata1 tahun akademik 2008/ 2009

Semarang, 29 Januari 2008

Ketua Sidang Sekretaris Sidang Drs. Ruswan, MA. Drs. Mahfud Junaedi, M.Ag. NIP. 150 262173 NIP. 150 289 436 Penguji I Penguji II Prof. Dr. H. Djamaludin Darwis, MA. Syamsul Ma’arif, M.Ag. NIP. 150 030 529 NIP. 150 321 619

Pembimbing

Ahmad Muthohar, M.Ag. NIP. 150 276 929

Alamat : Jl. Prof. DR. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Telp. 024-7601295 Semarang 50185

Page 4: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

iv

MOTTO

يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل

بريخ ليمع إن الله قاكمالله أت عند كممفوا إن أكرارعلت

)١٣:احلجرتز(

“Wahai manusia! Sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang- orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah maha mengetahui dan maha teliti” (QS. Al-Hujurat: 13).1

1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, cet. ke-3,

(Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2005), hlm. 261.

Page 5: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

v

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini sepenuhnya untuk orang-orang yang memberi arti dalam

hidupku:

1. Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu tersenyum meski kenyataan tak seindah harap,

terimakasih untuk kasih sayang yang kadang terlupa.

2. Kakak dan adik-adikku tercinta (Genung, Siti, Arba)

3. Keluarga embah di Kebumen

4. Istriku tercinta, Yusna Rahmawati

5. Seluruh keluargaku di Semarang, sedulur-sedulur Teater beta yang telah memberiku

tempat untuk berteduh, mengeluh, mengolah rasa dan berbagi.

6. Abah KH. Manshur Hidayat dan Bu Nyai beserta keluarga sebagai guru sekaligus

panutan yang telah memberikan bimbingan dan do’a restu bagi penulis.

7. Temen-temen seperjuangan S.16

8. Mas Fauzul Adzim, terimakasih untuk pinjaman bukunya

9. Para ustadz dan santri Pondok Pesantren Soko Tunggal yang telah membantu penulis

dalam proses penelitian

10. Seluruh angkatan 2002

11. Dan semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Page 6: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis orang lain atau di terbitkan.

Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 29 Januari 2007

Deklalator,

ISNAENI ABDULAH NIM. 3102134

Page 7: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

vii

ABSTRAK PENELITIAN

Isnaeni Abdulah (NIM: 3102134) “PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTREN (Studi Analisis Tradisi Pendidikan di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang). Skripsi. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pendidikan pluralistik di pesantren dan untuk mengetahui bagaimana tradisi pendidikan pluralistik di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang menyelidiki ikatan-ikatan antar manusia, mengungkap sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup, kepercayaan dan keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data interview (wawancara), observasi partisipan (participant observation) dan metode dokumentasi. Sedangkan metode analisis data yang digunakan, penulis memilih metode content analysis, interpretasi dan metode analitis kritis. Hal yang dapat ditemukan dari hasil penelitian ini adalah bahwa dalam tradisi pendidikan yang dilakukan di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang yang melingkupi proses pembelajaran dan juga pola pergaulan antara seluruh penghuni pesantren benar-benar memunculkan suatu fenomena adanya bentuk pendidikan pluralistik, yaitu pendidikan yang membuat dan menciptakan situasi lembaga pendidikan beserta kegiatannya mampu melayani diversity atau pluralisme siswanya. Setiap siswa punya hak dan perlakuan yang sama (equality), tetapi setiap siswa juga mendapatkan perhatian secara pluralis. Dengan adanya pengakuan kemajemukan yang ada kemudian dijabarkan melalui proses pendidikan di pesantren bukanlah untuk menciptakan suatu keseragaman (uniformity) tetapi untuk mencari titik temu agar mampu hidup berdampingan satu sama lain, yang itu berarti titik tekan dari pendidikan pluralistik ini lebih merupakan masalah aplikatif, praktis, administratif dan historis, daripada masalah keimanan dan teologis. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan mengisi kekosongan mengenai model pendidikan yang akan dikembangkan di pesantren yang relevan dengan kondisi kemajemukan bangsa indonesia pada khususnya dan pendidikan Islam pada umumnya.

Page 8: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

viii

KATA PENGANTAR

لبسم اهللا الرحمن الرحيمPuji syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang

telah mencurahkan taufiq, hidayah dan inayahnya. Sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas dalam menyusun skripsi yang berjudul “Pendidikan

Pluralistik di Pesantren (Studi Analisis Tradisi Pendidikan di Pondok Pesantren

Soko Tunggal Semarang)” Sebagai tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana

program Strata Satu (S-1) Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri

Walisongo (IAIN) Semarang.

Shalawat dan dalam senantiasa tersanjungkan kepangkuan Nabi

Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya

yang telah membawa Islam dan mengembangkannya hingga sekarang ini.

Dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari saran-saran dari berbagai

pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan

selesainya skripsi ini penulis menyampaikan terima kepada :

1. Ahmad Muthohar, M.Ag selaku pembimbing yang senantiasa membimbing

dan mengarahkan penulis terutama dalam penyusunan skripsi ini

2. Drs. Ikhrom, M.Ag. selaku dosen wali yang telah memberikan nasehat dan

arahan kepada penulis selama menempuh masa studi di Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

3. KH. Dr. Nuril Arifin Husain, MBA dan keluarga dalem yang telah berkenan

mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian

4. Bapak Fahrur Rozi, M.Ag yang telah banyak memberikan sebegitu banyak

motivasi dan pengertian tentang makna hidup.

5. Seluruh Bapak/ Ibu dosen di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang

6. Bapak dan Ibu tersayang yang selalu memberikan motivasi baik secara materi

maupun do'a kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

hingga akhir

7. Sahabat-sahabatku semua yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Page 9: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

ix

Penulis tidak dapat memberi balasan yang setimpal, hanya sebatas do'a

semoga amal baik yang telah diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari

Allah SWT.

Akhirnya, tiada kesempurnaan kecuali hanya milik Allah SWT, sehingga

kritik dan saran senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Semarang, 29 Januari 2007

Penulis

Page 10: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

x

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………….

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………...

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………

HALAMAN MOTTO ………………………………………………………………

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………… ……………………

HALAMAN DEKLARASI……………………………… …………………………

HALAMAN ABSTRAKSI…………………………………………………………

HALAMAN KATA PENGANTAR ……………………………………………….

HALAMAN DAFTAR ISI …………………………………………………………

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah …………………………………….……

B. Penegasan istilah ………………………………………………...

C. Rumusan masalah ……………………………………………….

D. Tujuan penelitian ………………………………………………...

E. Manfaat Penelitian ………………………………………………

F. Telaah pustaka …………………………………………………..

G. Metode penelitian ………………………………………………..

1

6

11

11

11

11

14

BAB II : PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTREN

A. Pesantren

1. Pengertian pesantren ………………………………………...

2. Sejarah dan perkembangan pondok pesantren ………………

3. Unsur-unsur pesantren ………………………………………

4. Sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren .……...

B. Pendidikan pluralistik

1. Pengertian pendidikan pluralistik …………………………...

2. Dasar pendidikan pluralistik ……………….………………..

C. Pendidikan pluralistik di pesantren ……………….……………..

18

19

22

24

30

33

39

Page 11: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

xi

BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN DI PONDOK PESANTREN

SOKO TUNGGAL SEMARANG

A. Kondisi Umum Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang,

1. Sejarah Berdirinya ……………….………………………….

2. Letak Geografis ……………….…………………………….

3. Keadaan Pengajar dan Santri ……………….……………….

4. Struktur Organisasi ……………….…………………………

5. Sarana dan Prasarana ……………….……………………….

B. Kondisi Khusus Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

1. Tujuan pendidikan……………….…………………………..

2. Pelaksanaan pendidikan ……………….…………………….

3. Kurikulum pendidikan ……………….……………………...

4. Materi yang Diajarkan ……………….……………………...

5. Metode pembelajaran ………….….…………………………

6. Evaluasi ……………..……………….………………………

7. Tradisi Pendidikan Pluralistik di Pondok Pesantren Soko

Tunggal Semarang …………………………………...……...

45

49

50

50

51

52

53

56

56

57

59

60

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDIDIKAN PLURALISTIK DI

PONDOK PESANTREN SOKO TUNGGAL SEMARANG

A. Pendidikan Pluralistik di Pesantren ………..………………………

B. Implementasi Pendidikan Pluralistik Dalam Proses

Pembelajaran dan Interaksi Sosial di Pondok Pesantren Soko

Tunggal Semarang ………………………………………………

65

75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………………...………………...……………….…

B. Saran-Saran ………………...………………...……………….…

C. Penutup ………………...………………...……………….……..

85

86

86

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN

Page 12: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling

ekuator. Kadang kala dikatakan bahwa kepulauan nusantara yang amat luas

ini terdiri atas ribuan pulau yang selalu hijau yang menyelimuti daratan

seluas 735.000 dan lautan seluas 1.263.000 mil persegi yang amat kaya

dengan sumber daya alam.1

Kekayaan alam Indonesia diimbangi dengan keragaman budaya

sebagaimana terlihat pada kemajemukan suku, etnis, bahasa dan agama.

Indonesia yang terdiri atas 17.800 pulau, baik kecil maupun besar telah

mengakibatkan kemajemukan suku dan etnis menurut daerahnya masing-

masing. Lebih dari 525 bahasa dan dialek diucapkan oleh beragam suku dan

etnis yang ada. Begitupun dengan kemajemukan agama, itu terlihat dari

kemajemukan agama dan jumlah pemeluknya. Dengan populasi lebih dari

210 Juta penduduk, sekitar 87,21% adalah muslim; 6,04% Kristen Protestan;

3,58% Kristen Katolik; 1,83% Hindu; 1,03% Budha; dan 0,31% animisme.

Melihat jumlah muslim di atas, dapat dikatakan bahwa penganut agama

Islam di Indonesia adalah mayoritas.2

Adanya keanekaragaman tersebut tidak jarang menyebabkan dampak

negatif sehingga memunculkan adanya fanatisme pada kelompok tertentu

bahkan hingga menyebabkan kerusuhan di beberapa daerah. Oleh karena itu

upaya memelihara kesatuan bangsa menuntut perhatian dan kepedulian dari

segenap komponen bangsa. Hal itu sangat terasa ketika terjadi berbagai

konflik horisontal yang bernuansa etnik dan keagamaan dalam rentang waktu

yang cukup lama dan tidak mudah dipadamkan. Berbagai kasus itu memaksa

1 Abd. Racman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan di

Negara-Negara Islam dan Barat, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hlm. 253 2 Ibid, hlm. 254.

Page 13: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

2

kita untuk melakukan perenungan dan berpikir dengan jernih agar tidak

berkelanjutan atau terulang.3

Sebagai Bangsa yang sangat plural yang memiliki berbagai nuansa

kemajemukan yang mewujud dalam kelompok-kelompok etnis dengan

kekhasan latar belakang bahasa daerah, tradisi, adat istiadat, seni, budaya, dan

agama masing-masing, pendidikan pluralistik menempati urutan yang sangat

diutamakan dalam pendidikan, bahkan harus menjadi tujuan prioritas yang

harus di capai. Hal ini karena dalam dinamika kehidupan, Pluralisme

merupakan keniscayaan yang harus dikembangkan di era globalisasi.

Adanya serentetan kerusuhan-kerusuhan yang berbau SARA di

Indonesia, menunjukkan bahwa secara kolektif kita sebenarnya tidak mau

belajar tentang bagaimana hidup secara bersama dengan rukun. Bahkan, dapat

dikatakan, agen-agen sosialisasi utama seperti keluarga dan lembaga

pendidikan, tampaknya tidak berhasil menanamkan sikap toleransi-inklusif

dan tidak mampu mengajarkan untuk hidup bersama dalam masyarakat plural.

Di sinilah letak pentingnya sebuah ikhtiar menanamkan pluralisme melalui

pendidikan agama. Sehingga, masyarakat Indonesia akan mampu membuka

visi pada cakrawala yang semakin luas, mampu melintas batas kelompok etnis

atau tradisi budaya.

Jika pluralisme4 dipahami sebagai sebuah sikap yang mengakui dan

menghargai keadaan yang plural secara etis, kebudayaan dan keagamaan

tertentu, maka sikap ini harus ditumbuhkembangkan pada diri generasi muda

melalui pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan yang menjunjung tinggi

nilai-nilai pluralisme sangat diperlukan untuk menciptakan dan memelihara

kerukunan antar sesama.

3 M. Saerozi, Politik Pendidikan Agama dalam Era Pluralisme: Telaah Historis atas

Kebijaksanaan Pendidikan Agama Konfensional di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), hlm. XV.

4 Anis Malik Thoha dalam bukunya menjelaskan bahwa secara garis besar tren pluralisme dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori, yaitu: Tren Humanisme Sekuler, Tren Teologi Global, Tren Sinkretisme, dan Tren Hikmah Abadi. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, (Jakarta: Perspektif Kelompok Gema Insani, 2005), hlm. 51.

Page 14: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

3

Hal tersebut mengingat, pendidikan diyakini sebagai “usaha sadar,

terarah dan disertai dengan pemahaman yang baik untuk menciptakan

perubahan- perubahan yang diharapkan pada perilaku individu, dan

selanjutnya pada perilaku jama’ah atau komunitas dimana individu itu hidup”

termasuk usaha internalisasi paham pluralisme ini, pada peserta didik.5

Pandangan dan ideologi pluralisme bukan sesuatu yang baru, tetapi

aktualisasi yang perlu diperbaharui. Pendidikan merupakan wahana untuk

menanamkan hakekat dan praktek pluralistis bagi siswa. Filsafat pluralisme

dalam pendidikan tidak terbatas pada aspek pendidikan semata, melainkan

mencakup pula berbagai aspek kemasyarakatan yang mau tidak mau akan

mempengaruhi proses pendidikan.

Pendidikan oleh karenanya bukan hanya semata-mata proses transfer

pengetahuan. Apa yang terpenting dalam proses pendidikan adalah bagaimana

kemampuan berpikir dilatih dengan memberikan rangsangan, rangsangan

diberikan melalui metode ilmiah seperti kemampuan menganalisis atau

memilih secara rasional diantara beberapa alternatif.6

Dalam kaitannya dengan pendidikan, hakikat kehidupan pluralistis

bertumpu pada adanya “Social reproduction”, artinya, apa yang dilaksanakan

di dunia pendidikan dewasa ini akan berbuah dimasa mendatang. Kalau

pendidikan mengajarkan sikap sopan santun, kelak akan muncul sopan santun,

kalau pendidikan mengajarkan korupsi, kelak akan muncul generasi korup,

kalau pendidikan mengajarkan disiplin, kelak akan muncul perilaku disiplin,

dan jika pendidikan menanamkan jiwa pluralistis, kelak akan lahir masyarakat

dimana masing- masing warga mampu hidup dan berperilaku layak dalam

masyarakat plural.7

Pendidikan merupakan suatu usaha investasi manusia yang sangat

berharga bagi pembinaan dan kelangsungan bangsa dan negara. Pendidikan

5 Syamsul Ma’arif, Pendidikan Pluralisme Di Indoneasia, (Yogyakarta: Logung Pustaka,

2005), hlm. 1. 6 Siti Murtiningsih, Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Paulo Freire,

(Yogyakarta: Resist Book, 2004), hlm. 4. 7 Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Socienty, (Yogyakarta:

Bigraf Publishing, 2001), hlm. 81-82.

Page 15: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

4

sesungguhnya merupakan pembibitan generasi penerus yaitu persemaian tunas

bangsa yang pada waktunya akan ditebarkan dalam masyarakat sebagai

pemegang tongkat tanggung jawab dalam membangun bangsa dan negara.

Oleh karena pendidikan adalah bagian terpenting dalam kehidupan yang harus

ditangani dan menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun

swasta, pejabat maupun rakyat, masyarakat maupun orang tua.

Sedangkan pendidikan agama, sebagaimana dinyatakan oleh John

Sealy dalam bukunya Religious Education: Philosophical Perspective (1986),

diantaranya memiliki fungsi neo confessional, yaitu disamping berfungsi

untuk meningkatkan keberagamaan peserta didik dengan keyakinan agamanya

sendiri, juga berfungsi memberikan kemungkinan keterbukaan untuk

mempelajari dan mempermasalahkan agama lain sebatas untuk menumbuhkan

sikap toleransi. Hal ini mempunyai tempat yang sangat penting dan strategis

untuk tujuan penanaman sikap pluralisme tersebut.8

Sudah barang tentu arti pendidikan tidak hanya berarti pendidikan

formal sebagaimana dalam kurikulum, melainkan pendidikan yang terkandung

dalam hidden-curriculum, yakni pendidikan yang terkait erat dengan perilaku

para pelaksana pendidikan dan suasana yang melingkupi. Oleh karena itu,

dalam pendidikan pluralistik ini diperlukan kesadaran dikalangan pendidik

atas “Social reproduction” tersebut dan dapat mengarahkan untuk

membentuk pandangan, nilai-nilai, sikap, dan prilaku pluralisme siswa dimasa

mendatang dalam masyarakat pluralistis.9

Sementara itu keberadaan Pendidikan pesantren yang selama ini

dikenal sebagai pendidikan berbasis masyarakat,10 pesantren menjadi sangat

potensial untuk mengembangkan pluralisme melalui multidimentional

approach.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang memberi

pengajaran agama Islam, tujuannya tidak semata-mata memperkaya pikiran

santri dengan teks-teks dan penjelasan-penjelasan yang Islami, tetapi untuk

8 Syamsul Ma’arif, Op.Cit, hlm. 2. 9 Zamroni, Op.Cit, hlm. 84. 10 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 6.

Page 16: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

5

meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-

nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap tingkah laku yang jujur

dan bermoral, dan menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati.

Setiap murid diajar agar menerima etik agama di atas etik-etik yang lain.

Pesantren dalam hal ini berperan ganda, yakni pesantren terlibat dalam

proses penciptaan nilai yang memiliki dua unsur yaitu usaha yang dilakukan

terus menerus secara sadar untuk memindahkan pola kehidupan ala Rasulullah

SAW, dan para pewaris nabi ke dalam kehidupan pesantren. Kemudian unsur

selanjutnya adalah disiplin sosial yang ketat di pesantren, yaitu kesetiaan

tunggal kepada pesantren untuk mendapatkan topangan moril dari Kyai untuk

kehidupan pribadinya. Ukuran yang dipakainya guna mengukur kedisiplinan

dan kesetiaan seorang santri kepada pesantren-nya atau kepada Kyai adalah

kesungguhan dalam melaksanakan pola kehidupan mutasawuf.11

Seiring perkembangan sistem sosial, khususnya pendidikan pesantren

sendiri secara bertahap melakukan proses adaptasi (secara dinamis)

melakukan inovasi serta pembaharuan karena tuntutan dan tekanan sistem di

luar pesantren. Seperti yang terjadi sekarang ini. Pesantren sudah ada yang

memulai menyelenggarakan pendidikan madrasah dan sekolah umum dari

jenjang pra sekolah dan sekolah dasar, sekolah menengah sampai perguruan

tinggi. Perkembangan pesantren juga mengarah pada fungsi pesantren sebagai

salah satu pusat pembangunan masyarakat yang diharapkan menjadi alternatif

pembangunan yang berpusat pada masyarakat itu sendiri sekaligus pusat

pengembangan pembangunan yang berorientasi pada nilai-nilai agama.

Ideologi pendidikan yang dikembangkan pesantren sekarang ini pun

mengalami perkembangan, hal ini bisa dilihat dari kurikulum yang diajarkan,

sistem pembelajaran yang telah diperbarui dan juga menyerap ilmu-ilmu yang

bersifat “umum”, juga telah dikembangkan pula paradigma ilmu yang bersifat

komparatif antar berbagai disiplin atau berbagai pendapat.

Kontinuitas lembaga pendidikan pesantren hingga kini menyebabkan

banyak perdebatan tentang sistem pendidikan dalam konteks pendidikan

11 Ibid, hlm. 45.

Page 17: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

6

nasional. Penilaian dan penelitian tentang kondisi dan sistem pendidikan

pesantren tidak hanya dilakukan oleh kalangan akademisi di perguruan tinggi,

LSM maupun kelompok yang memang mempunyai basic dan kultur

pesantren, akan tetapi juga dilakukan oleh orang-orang yang ada diluar

pesantren.

Ada beberapa hal yang membuat mereka tertarik untuk selalu meneliti

dunia pesantren. Pertama, pesantren senantiasa eksis sejak ratusan tahun yang

lalu di Indonesia baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kedua, antara satu

pesantren dengan pesantren yang lain mempunyai kekhasan yang berbeda dan

sama-sama dapat mempertahankan kekhasan masing-masing. Ketiga, tidak

komprehensifnya definisi tradisional dan modern hingga kini yang sering

ditunjukkan untuk memberikan penilaian terhadap pesantren. Keempat,

perkembangan pesantren yang semakin kompleks dan multi dimensi.12

Dari sinilah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut

dalam sebuah penelitian lapangan bersifat kualitatif dengan judul “Pendidikan

Pluralistik di Pesantren (Studi Analisis Tradisi Pendidikan di Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang).

B. Penegasan Istilah

Untuk memberikan pemahaman dan menjaga agar tidak terjadi

kesalahpahaman tentang judul skripsi ini maka diperlukan penegasan istilah.

Adapun istilah yang dimaksud antara lain:

a. Pendidikan Pluralistik

Sebelum memahami pengertian pendidikan pluralistik, terlebih

dahulu akan diuraikan tentang makna pendidikan dalam pengertian yang

umum. Melalui pengertian dan penajaman terhadap makna pendidikan

dalam pengertian umum ini akan dapat diketahui makna pendidikan

pluralistik serta kondisi yang membedakannya dengan pendidikan secara

umum.

12 Ahmad Muthohar, Idiologi Pendidikan Pesantren: Pesantren Ditengah Arus Idiologi-

Idiologi Pendidikan, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm. 5.

Page 18: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

7

Para ahli pendidikan berbeda dalam memahami makna atau arti

pendidikan. Perbedaan pemaknaan yang dimaksud, dilatarbelakangi oleh

latar belakang pendidikan serta tujuan yang dikehendaki oleh pendidikan

yang dimaknai oleh ahli pendidikan itu sendiri. Beberapa pengertian

pendidikan yang beragam itu akan terlihat dari beberapa pendapat berikut

ini:

Menurut Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H Harahap dalam

Ensiklopedi Pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai berikut:

Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta ketrampilannya (orang menanamkan ini juga ”mengalihkan” kebudayaan, dalam bahasa Belanda cultuuroverdracht) kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Tetapi pada manusia masih ada satu faktor penting yaitu adanya rasa tanggung jawab. Dalam hubungan ini maka pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk membawa si anak yang belum dewasa ke tingkat kedewasaan dalam arti sadar dan mampu memikul tanggungjawab atas segala perbuatannya secara moril.13

Sedangkan menurut John Dewey, pendidikan diartikan sebagai

berikut:

Pendidikan merupakan suatu proses penggalian dan pengolahan pengalaman secara terus menerus, untuk itu pendidikan mesti berpusat pada kondisi kongkret subyek didik dengan minat, bakat dan kemampuannya serta peka terhadap perubahan yang terus terjadi dalam masyarakat.14

Dengan bahasa yang berbeda, John Dewey juga menyatakan

bahwa: “Education is thus a fostering, a nurturing, a cultivating process.

All of these word mean that it implies attention to the conditions of

growth”.15

13 Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung

Agung, 1982), Cet. III, hlm. 257 14 John Dewey, “Experience and Education”, (New York: Collier Books, 1972), terj.

Hani’ah, Pendidikan Berbasis Pengalaman, (Jakarta: Penerbit Teraju, 2004), hlm. x 15 John Dewey, Eduication as a Social Function, (New York: The Macmillan Company,

1964), hlm. 10.

Page 19: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

8

Kata pluralistik dalam hal ini harus dibedakan dengan pengertian

pluralisme dan pluralistik meskipun sama-sama berasal dari akar kata

plural yang berarti: kejamakan; orang banyak, ganda, terdiri dari banyak

macam.16

Secara etimologis17, pluralisme merupakan sebuah aliran atau

“ism” tentang pluralitas (a pluralism is an “ism” about a “plurality”)18

dengan kata lain pluralisme adalah paham yang mengajarkan, mengakui

dan dapat menempatkan diri dalam banyaknya perbedaan.

Lebih jauh disebutkan bahwa pluralisme berasal dari bahasa

Inggris pluralism, dalam bahasa latin plural berarti jamak; lebih dari satu.

Pluralisme berarti keadaan masyarakat yang majemuk bersangkutan sistem

sosial dan politiknya.19

Pluralitas bisa diartikan sebagai: ….the existence of many different

groups in one society, for example people of different races or of different

political or religious beliefs; cultural of political pluralism”20 Pluralisme

adalah keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau kelompok-

kelompok kultural dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman

kepercayaan atau sikap dalam suatu badan, kelembagaan dan sebagainya.

16 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,

1994), hlm. 326. 17 Etimologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata. ata

etimologi sebenarnya diambil dari bahasa Belanda etymologie yang berakar dari bahasa Yunani; étymos (arti sebenarnya adalah sebuah kata) dan lògos (ilmu). Pendeknya, kata etimologi itu sendiri datang dari bahasa Yunani ήτυµος (étymos, arti kata) dan λόγος (lógos, ilmu). Beberapa kata yang telah diambil dari bahasa lain, kemungkinan dalam bentuk yang telah diubah (kata asal disebut sebagai etimon). Melalui naskah tua dan perbandingan dengan bahasa lain, etimologis mencoba untuk merekonstruksi asal-usul dari suatu kata - ketika mereka memasuki suatu bahasa, dari sumber apa, dan bagaimana bentuk dan arti dari kata tersebut berubah. Agus Aditoni, “Etimologi”, http://www.geocities.com/ HotSprings/6774j-35.html, hlm. 1

18 Richard J. Mouw & Sander Griffon, “Pluralism & Horizons”, dalam Syamsul Ma’arif, Op.Cit, hlm. 12.

19 Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 777.

20 Syamsul Ma’arif, Op.Cit, hlm. 13.

Page 20: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

9

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan

pluralistik21 adalah bentuk pendidikan yang membuat dan menciptakan

situasi lembaga pendidikan beserta kegiatannya mampu melayani diversity

atau pluralitas siswanya. Setiap siswa punya hak dan perlakuan yang sama

(equality), tetapi setiap siswa juga mendapatkan perhatian secara pluralis

dan bukan suatu pendidikan yang mendidik peserta didiknya untuk

membenarkan semua yang berbeda dan membuat suatu keseragaman tetapi

untuk mendapatkan titik pertemuan yang dapat membawa semua

perbedaan menjadi saling mengisi dan berdampingan.

b. Pesantren

Secara terminologi pesantren berarti lembaga tradisional Islam

untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam (tafaqquh

fiddin) dengan mengaksentuasikan moral agama Islam sebagai falsafah

hidup dalam masyarakat. Penyelenggaraan lembaga pendidikannya

berbentuk asrama yang merupakan komunitas khusus di bawah pimpinan

kyai dan dibantu oleh beberapa kyai atau ustadz yang berdomisili

bersama-sama santri dengan Masjid atau gedung sebagai pusat kegiatan

ibadah dan pusat aktivitas belajar mengajar serta pondok atau asrama

sebagai tempat tinggal santri dan kehidupannya bersifat kolektif seperti

satu keluarga.22

Sedangkan ensiklopedi Islam memberikan pengertian yang

berbeda, kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti

guru mengaji. Sumber lain, juga menyebutkan bahwa kata itu berasal dari

bahasa India “shastri” dari akar kata “shastra” yang berarti buku-buku

agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.23

21 Pluralistic (adj) berkenaan dengan pluralisme, Peter Salim, The Contemporary English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: Modern Press, 1996), hlm. 1436.

22 Ahmad Syafi’i Noer, et.al., Sejarah dan Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hlm. 90.

23 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 99.

Page 21: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

10

c. Tradisi Pendidikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tradisi diartikan sebagai

adat kebiasaan, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada

merupakan cara yang paling baik dan benar.24

Tradisi atau heritage (Perancis) menurut kacamata Islam diartikan

sebagai warisan kepercayaan dan adat istiadat bangsa tertentu. Tradisi

adalah segala yang secara asasi berkaitan dengan aspek pemikiran dalam

peradaban Islam, mulai dari ajaran doktrinal, syari’at, bahasa, sastra, seni,

kalam, filsafat dan tasawuf.25

Sedangkan pendidikan dalam Undang-Undang RI Nomor 20

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”26

Jadi, yang dimaksud dengan judul penelitian skripsi di atas, adalah

usaha untuk mempelajari dengan seksama mengenai pendidikan

pluralistik, dalam arti usaha dalam rangka untuk membentuk manusia yang

menjunjung tinggi kemajemukan dimana masing-masing peserta didiknya

mampu hidup dan berprilaku layak dalam masyarakat pluralistis, dan

dilakukan di lembaga pendidikan Islam berupa pesantren dengan

memfokuskan pada penelaahan dan penganalisaan terhadap tradisi

pendidikan pluralistik yang ada di pondok pesantren Soko Tunggal,

Semarang.

24 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1994), Cet. IV, hlm. 959. 25 Muhammad Abed Al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, (Yogyakarta: LkiS, 2000), hlm.

16. 26 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:

Penerbit Kaldera Pustaka Nusantara, 2003), Cet. I, hlm. 3

Page 22: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

11

C. Rumusan Masalah

Dalam skripsi ini ada beberapa rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimanakah Pendidikan Pluralistik di Pesantren Soko Tunggal

Semarang?

2. Bagaimana Tradisi Pendidikan Pluralistik di Pondok Pesantren Soko

Tunggal Semarang?

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui proses pendidikan pluralistik di Pondok Pesantren

Soko Tunggal Semarang.

2. Untuk mengetahui bagaimana tradisi pendidikan pluralistik di Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dibedakan menjadi dua:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi,

wawasan pemikiran dan pengetahuan dalam bidang pendidikan Islam

bagi penyusun pada khususnya dan dunia pendidikan Islam pada

umumnya.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat mengenalkan dan

mensosialisasikan suatu realitas yang berkembang pada salah satu

pondok pesantren (tradisi pendidikan pluralistik) untuk kemudian agar

bisa dikembangkan pada lembaga-lembaga pendidikan lain.

F. Telaah Pustaka

Telah menjadi sebuah ketentuan di dunia akademis, bahwa tidak ada

satupun bentuk karya seseorang yang terputus dari usaha intelektual yang

dilakukan generasi sebelumnya, yang ada adalah kesinambungan pemikiran

dan kemudian dilakukan perubahan yang signifikan. Penulisan ini juga

Page 23: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

12

merupakan mata rantai dari karya-karya ilmiah yang lahir sebelumnya. Namun

sejauh informasi yang penulis ketahui penelaahan terhadap masalah yang

penulis angkat belum pernah penulis temui.

Hal tersebut tercermin dalam hasil penelitian yang relevan dengan

permasalahan penelitian ini, antara lain :

1. Tesis yang berjudul : “Pendidikan Pluralisme Agama” Pada

Comparative Studies Graduate Program UGM, oleh Syamsul Ma’arif

(5100024) 27. Penelitian tersebut dilakukan di Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta dan sekarang telah diterbitkan dalam bentuk buku yang

berjudul: “Pendidikan Pluralisme di Indonesia” terbit pada tahun 2005,

yang menyebutkan bahwa konsep Pendidikan Islam yang perlu

dikembangkan di Indonesia adalah pendidikan yang mampu menjawab,

merespons, dan mengantisipasi persoalan- persoalan kerusuhan berbau

SARA. Bentuk pendidikannya juga harus mencerminkan adanya

pluralitas. Maksudnya, guru dan para murid harus bersifat heterogen,

tidak terkotak- kotak satu sama lain. Sehingga orang-orang yang

memiliki keanekaragaman budaya, agama, dan etnis dapat berinteraksi

secara langsung dan memungkinkan untuk saling belajar dan memahami

satu sama lain dalam satu komunitas pendidikan.

2. Disertasi yang berjudul: “Politik Pendidikan Agama di Era Pluralisme”

yang kemudian ditata ulang dan menjadi sebuah buku dengan judul:

“Politik Pendidikan Agama Dalam Era Pluralisme; Telaah Historis

Atas Kebijaksanaan Pendidikan Agama Konvensional di Indonesia”,

oleh Saerozi, yang terbit pada tahun 2004 menguraikan bahwa Indonesia

yang multi etnik dan multi agama memerlukan kebijaksanaan yang

mampu memberdayakan kelompok keyakinan minoritas (KKM),

sehingga negara bersih dari pola dominasi maupun pola penerlantaran.

Kebijaksanaan pemberdayaan itu bersumber pada konsep ”Pluralisme

agama konfensional”

27 Syamsul Ma’arif, “Pendidikan Pluralisme Agama” Pada Comparative Studies Graduate Program UGM, (Semarang: IAIN Walisongo, 2002), diterbitkan dalam bentuk buku berjudul: “Pendidikan Pluralisme Di Indonesia” (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005).

Page 24: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

13

3. Buku yang berjudul: “Pendidikan Untuk Demokrasi, Tantangan Menuju

Civil Socienty” karangan Zamroni, bahwasanya sebagai bangsa yang

sangat majemuk, pendidikan di Indonesia haruslah mampu

mengembangkan pemahaman tentang kemajemukan karena pendidikan

akan mempersiapkan masyarakat guna memiliki misi untuk melahirkan

masyarakat yang cerdas sesuai dengan tujuan nasional dan landasan

bangsa Indonesia yang juga sarat akan pluralisme.

Penulis juga melihat dan mempelajari skripsi-skripsi yang ada di

Fakultas Tarbiyah yang ada kaitannya dengan tema skripsi yaitu pendidikan

pluralistik sebagai bahan pertimbangan dan pembanding. Adapun skripsi yang

penulis maksud adalah:

Skripsi yang disusun oleh Khusnul Aflah (NIM. 3101424), lulus tahun

2007 Jurusan Pendidikan Agama Islam yang berjudul: “Tradisi Ikhtilaf Dalam

Islam Urgensinya Bagi Aktualisasi Pendidikan Islam Berbasis Pluralisme“

yang menjelaskan bahwasanya pendidikan berbasis pluralisme merupakan

pendidikan Islam yang bertujuan selain memperteguh iman, aqidah dan

identitas indifidu dan kelompok sekaligus dengan menanamkan kesadaran

pentingnya hidup bersama dalam keragaman (pluralitas) suku, agama, ras dan

budaya dalam mengatasi konflik antar agama dan menciptakan perdamaian

untuk mewujudkan Islam sebagai rahmatan li al-‘amin. Landasan filosofisnya

adalah bahwa hakikat penciptaan alam ini termasuk manusia adalah dalam

bentuk yang beragam.oleh karena itu keragaman harus dipahami sebagai

sunatullah sekaligus rahmat bagi manusia.

Skripsi yang berjudul: “Konsep Pendidikan Multikultural H.A.R.

Tilaar Dalam Perspektif Pendidikan Islam“ karya M. Noer Arif (NIM.

3101314), lulus tahun 2007 Jurusan Kependidikan Islam, yang menyebutkan

bahwa konsep Pendidikan Islam yang perlu dikembangkan di Indonesia

adalah pendidikan yang memadukan antara pendidikan moral dan keagamaan

dengan pengembangan rasa nasionalisme atau persatuan di Indonesia agar

mampu menciptakan kehidupan beragama yang saling menghormati satu sama

lain.

Page 25: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

14

Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,

yaitu: “Konsep Al-Qur’an Tentang Pluralisme Agama dan Urgensi

Implementasinya dalam Pendidikan Islam ”28 oleh Darmono Hadi (NIM.

3198202) yang bertujuan untuk mengetahui konsep Al-Qur'an tentang

pluralisme agama.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research).

Yang dimaksud dengan field research adalah suatu research yang

dilakukan di kancah atau medan tempat terjadinya gejala-gejala yang

diselidiki.29

Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang menyelidiki ikatan-ikatan antar

manusia, mengungkap sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan

tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup, kepercayaan

dan keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama

itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.30

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data-data yang

diperlukan yang bersumber di lapangan. Dalam melaksanakan penelitian

tersebut, antara lain peneliti terapkan metode-metode pengumpulan data

sebagai berikut di bawah ini:

28 Darmono Hadi, “Konsep Al-Qur’an Tentang Pluralisme Agama dan Urgensi

Implementasinya dalam Pendidikan Islam”, Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2003). t.d.

29 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 137.

30 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 38-39

Page 26: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

15

a. Metode Interview (wawancara)

Metode wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan

jalan mengadakan tanya jawab sepihak dengan sistematis dan

berlandaskan kepada tujuan penelitian. Dan pada umumnya dua orang

atau lebih hadir dalam secara fisik dalam proses tanya jawab

tersebut.31

Dalam hal ini peneliti akan menggunakan bentuk bebas

terpimpin, dan akan ditujukan kepada informan untuk meminta

keterangan tentang sejarah, dan perkembangan dari pesantren tersebut.

Kemudian juga tentang proses pendidikan yang berkaitan dengan

tradisi pendidikan pluralistik di Pondok Pesantren Soko Tunggal

Semarang.

b. Metode Observasi Partisipan (Participant Observation)

Pengamatan dengan berpartisipasi merupakan teknik

pengumpulan data yang melibatkan interaksi sosial antara peneliti dan

informan dalam suatu latar penelitian selama pengumpulan data yang

dilakukan oleh peneliti secara sistematis, tanpa menampakkan diri

sebagai peneliti, atau observasi dengan terlibat langsung.32

Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data secara

umum atau gambaran mengenai Tradisi Pendidikan Pluralistik,

keadaan pengajar dan santri serta proses pendidikan di Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang serta seluruh kegiatan yang

berlangsung di dalamnya.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi ialah dokumen sebagai bahan klasik untuk

meneliti perkembangan historis yang khusus, dan biasanya digunakan

untuk menjawab beberapa persoalan tentang apa, kapan dan dimana.

31 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004) hlm. 72. 32 James A. Black & Dean J. Champion, Methods and Issues in Social Research, terj. E.

Kuswara, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Eresco, 1992), hlm. 289.

Page 27: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

16

Jawabannya tersusun sebagai konfigurasi khas yang memuat fakta-

fakta yang dinyatakan secara deskriptif.33

Data-data dokumentasi tersebut dapat berupa catatan, transkip

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan

sebagainya34 yang digunakan untuk memperjelas keberadaan Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang mulai berdirinya hingga

perkembangannya hingga saat ini.

3. Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.35

Penulisan skripsi yang bersifat kualitatif pada dasarnya

menekankan pada realitas yang terjadi, oleh karena itu analisis yang

dipakai lebih ditekankan pada metode Content Analisis (analisis isi), yaitu

analisis ilmiah tentang isi pesan atau komunikasi yang ada untuk

menerapkan metode ini terkait dengan data-data kemudian dianalisis

sesuai dengan isi materi yang dibahas.36

Metode ini peneliti gunakan untuk menganalisis dan menafsirkan

mengenai pendidikan pluralistik di pesantren kaitannya dengan konsep

yang ada tentang pendidikan pluralistik. Penafsiran (interpretasi) disini

dimaksudkan untuk mencari latar belakang, konteks materi yang ada agar

dapat dikemukakan konsep atau gagasan yang jelas.

33 Suharsimi Arikunto, Op.Cit, hlm. 135. 34 Lihat juga: Amirul Hadi, dkk, Metodologi Penelitian Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung,

1998, hlm. 117 35 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),

hlm. 248 36 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik,

Fenomenoogi Dan Realieme Metafisik Telaah Studi Teks Dan Penelitian Agama, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1989), hlm. 49

Page 28: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

17

Selain metode tersebut, penulis juga menggunakan metode analisis

lainnya, yaitu:

a. Metode Interpretasi

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode interpretasi.

Interpretasi data adalah pencarian pengertian yang lebih luas tentang

data yang telah dianalisis, atau dengan kata lain interpretasi merupakan

penjelasan yang terperinci tentang arti yang sebenarnya dari data yang

telah dianalisis atau dipaparkan. Dengan demikian, pemberian

interpretasi dari data berarti memberikan arti yang lebih luas dari data

penelitian.

Interpretasi mempunyai dua aspek, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk menegakkan keseimbangan suatu penelitian, dalam

pengertian menghubungkan hasil suatu penelitian dengan

penemuan penelitian lain.

2. Untuk membuat atau menghasilkan suatu konsep yang bersifat

menerangkan atau menjelaskan.37

b. Metode Analitis Kritis

Mengkaji gagasan primer mengenai suatu ruang lingkup

permasalahan yang dipercayakan oleh gagasan sekunder yang relevan.

Fokus gagasan penelitian adalah dengan mendeskripsikan, membahas

dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan

dengan gagasan primer lain dalam upaya melakukan studi yang berupa

perbandingan hubungan dan pengembangan model.38

37 Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:

Penerbit Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 137-138 38 Jujun, S. Suriasumantri, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, (Jakarta: Pusjarlit dengan

Penerbit Nuansa, tth), hlm. 45.

Page 29: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

18

BAB II

PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTREN

A. PESANTREN

Pesantren merupakan warisan sekaligus kekayaan kebudayaan intelektual

bangsa Indonesia dalam rentangan sejarah masa lalu dan sekarang, dapat kita lihat

besar peranannya dalam proses perkembangan sistem pendidikan nasional, di

samping eksistensinya dalam melestarikan dan mempertahankan serta melestarikan

ajaran-ajaran agama Islam.

Berdasarkan kondisi pesantren yang sedemikian rupa, maka konsep pesantren

menjadi cerminan pemikiran masyarakat dalam mendidik dan melakukan perubahan

sosial terhadap masyarakat. Dampak yang jelas terjadi perubahan orientasi kegiatan

pesantren sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian pondok

pesantren berubah tampil sebagai lembaga pendidikan yang bergerak di bidang

pendidikan dan sosial. Bahkan lebih jauh daripada itu pesantren menjadi konsep

pendidikan sosial dalam masyarakat muslim baik di desa maupun di kota.1 Untuk itu

akan dijelaskan mengenai gambaran tentang pondok pesantren sebagaimana berikut.

1. Pengertian Pesantren

Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata ”santri” yang mendapat

imbuhan awalan ”pe” dan akhiran ”an” yang menunjukkan tempat, maka artinya

adalah tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan

dari kata ”santri” (manusia baik) dengan suku kata ”tra” (suka menolong)

sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik.2

Lebih jelas dan sangat terinci sekali Nurcholis Madjid mengupas asal usul

perkataan santri, ia berpendapat ”Santri itu berasal dari perkataan ”sastri” sebuah

kata dari Sansekerta, yang artinya melek huruf, dikonotasikan dengan kelas

literary bagi orang jawa yang disebabkan karena pengetahuan mereka tentang

1 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi, (Yogyakarta:

LKIS, 2004), hlm. 77. 2 Amal Fathullah Zarkasy, Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah,

(Jakarta: Gema Risalah Press, 1998), hlm. 106.

Page 30: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

19

agama melalui kitab-kitab yang bertuliskan dengan bahasa Arab. Kemudian

diasumsikan bahwa santri berarti orang yang tahu tentang agama melalui kitab-

kitab berbahasa Arab dan atau paling tidak santri bisa membaca al-Qur'an,

sehingga membawa kepada sikap lebih serius dalam memandang agama. Juga

perkataan santri berasal dari bahasa Jawa ”cantrik” yang berarti orang yang selalu

mengikuti guru kemana guru pergi menetap (ingat dalam istilah pewayangan)

tentunya dengan tujuan agar dapat belajar darinya mengenai keahlian tertentu.3

Pesantren juga dikenal dengan tambahan istilah pondok yang dalam arti

kata bahasa Indonesia mempunyai arti kamar, gubug, rumah kecil dengan

menekankan kesederhanaan bangunan atau pondok juga berasal dari bahasa Arab

”Funduq” yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana, atau mengandung arti

tempat tinggal yang terbuat dari bambu.4

Sehingga pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren

dapat diartikan sebagai tempat atau komplek para santri untuk belajar atau

mengaji ilmu pengetahuan agama kepada kyai atau guru ngaji, biasanya komplek

itu berbentuk asrama atau kamar-kamar kecil dengan bangunan apa adanya yang

menunjukkan kesederhanaannya.

Lebih luas lagi M. Arifin mendefinisikan pondok pesantren sebagai suatu

lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat

sekitar, dengan sistem asrama (kampus) di mana menerima pendidikan agama

melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah

kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas

yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.5

2. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren

Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang

tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus)

yang santri-santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau

3 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Praktek Perjalanan, (Jakarta: Paramadina,

1997), hlm. 19-20. 4 Amal Fathullah Zarkasyi, Op.Cit, hlm.105-106. 5 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm.

240.

Page 31: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

20

madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dan kepemimpinan

seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis

serta independen dalam segala hal.6

Selain itu disebutkan bahwa pondok pesantren adalah suatu bentuk

lingkungan “masyarakat” yang unik dan memiliki tata nilai kehidupan yang

positif. Pada umumnya, pesantren terpisah dari kehidupan sekitarnya. Komplek

pondok pesantren minimal terdiri atas rumah kediaman pengasuh disebut juga

kyai, masjid atau mushola, dan asrama santri. Tidak ada model atau patokan

tertentu dalam pembangunan fisik pesantren, sehingga penambahan bangunan

demi bangunan dalam lingkungan pesantren hanya mengambil bentuk

improvisasi sekenanya belaka.

Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya,

dimana dan siapa pendirinya, tidak dapat diperoleh keterangan yang pasti.

Berdasarkan hasil pendataan yang dilaksanakan oleh Departemen Agama pada

tahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada

tahun 1062 di Pamekasan Madura, dengan nama Pesantren Jan Tampes II. Akan

tetapi hal ini juga diragukan, karena tentunya ada Pesantren Jan Tampes I yang

lebih tua. Kendatipun Islam tertua di Indonesia yang peran sertanya tidak

diragukan lagi, adalah sangat besar bagi perkembangan Islam di nusantara.7

Lembaga pendidikan yang disebut pondok pesantren sebagai pusat

penyiaran Islam tertua yang lahir dan berkembang seirama dengan masuknya

Islam di Indonesia. Pada awal berdirinya, pondok pesantren umumnya sangat

sederhana. Kegiatan pembelajaran biasanya diselenggarakan di langgar

(mushala) atau masjid oleh seorang kyai dengan beberapa orang santri yang

datang mengaji. Lama kelamaan “pengajian” ini berkembang seiring dengan

pertambahan jumlah santri dan pelebaran tempat belajar sampai menjadi sebuah

lembaga yang unik, yang disebut pesantren.

Sedangkan asal-usul pesantren di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari

sejarah pengaruh Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga

6 HM. Amin Haedari, et. al., Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan

Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), hlm. 4. 7 Ibid, hlm. 3.

Page 32: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

21

pendidikan Islam yang unik Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah

berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim

(meninggal 1419 di Gresik Jawa Timur), spiritual father Walisongo, dalam

masyarakat santri Jawa biasanya dipandang sebagai gurunya-guru tradisi

pesantren di tanah Jawa. Ini karena Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh

Maulana Maghribi yang wafat pada 12 Rabi’ul Awal 822 H bertepatan dengan 8

April 1419 M dan dikenal sebagai Sunan Gresik adalah orang yang pertama dari

sembilan wali yang terkenal dalam penyebaran Islam di Jawa.8

Meskipun begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan

mengembangkan pondok pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden

Rahmat (Sunan Ampel). Ia mendirikan pesantren di Kembang Kuning, yang pada

waktu didirikan hanya memiliki tiga orang santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu

Hurairah, dan Kyai Bangkuning. Kemudian ia pindah ke Ampel Denta, Surabaya

dan mendirikan pondok pesantren di sana. Misi keagamaan dan pendidikan

Sunan Ampel mencapai sukses, sehingga beliau dikenal oleh masyarakat

Majapahit. Kemudian bermunculan pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh

para santri dan putra beliau. Misalnya oleh Raden Patah, dan Pesantren Tuban

oleh Sunan Bonang.

Pondok pesantren memang bila dilihat dari latar belakangnya, tumbuh

dan berkembang dengan sendirinya dalam masyarakat yang terdapat implikasi-

implikasi politis sosio kultural yang menggambarkan sikap ulama-ulama Islam

sepanjang sejarah. Sejak negara kita dijajah oleh orang barat, ulama-ulama

bersifat noncooperation terhadap penjajah serta mendidik santri-santrinya dengan

sikap politis anti penjajah serta nonkompromi terhadap mereka dalam bidang

pendidikan agama pondok pesantren. Oleh karena itu, pada masa penjajahan

tersebut pondok menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang

menggembleng kader-kader umat yang tangguh dan gigih mengembangkan

agama serta menentang penjajahan berkat jiwa Islam yang berada dalam dada

8 Ibid, hlm. 5.

Page 33: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

22

mereka. Jadi di dalam pondok pesantren tersebut tertanam patriotisme di samping

fanatisme agama yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada masa itu.9

3. Unsur-Unsur Pesantren

Dalam lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren sekurang-

kurangnya ada unsur-unsur: kyai yang mengajar dan mendidik serta menjadi

panutan, santri yang belajar, masjid sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan,

pengajaran kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning) dan asrama tempat tinggal

para santri.10

a. Kyai

Adanya kyai dalam pesantren merupakan hal yang sangat mutlak,

bagi sebuah pesantren, sebab dia adalah tokoh sentral yang memberikan

pengajaran, karena kyai menjadi satu-satunya yang paling dominan dalam

kehidupan suatu pesantren.

b. Pondok (asrama)

Disinilah kyai tinggal bersama para santri untuk bekerja sama

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dalam situasi kekeluargaan dan

kegotong-royongan sesama warga pesantren. Pesantren menampung santri-

santri yang berasal dari daerah jauh untuk bermukim. Pondok bukan hanya

tempat tinggal (asrama), tetapi juga untuk mengikuti dengan baik pelajaran

yang diberikan oleh kyai dan sebagai tempat latihan bagi santri agar mampu

mandiri dalam masyarakat.

c. Masjid

Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar mengajar, di

samping sebagai tempat melakukan shalat berjamaah setiap waktu shalat.

Dan waktu belajar mengajar dilaksanakan sebelum atau sesudah shalat

berjamaah.

Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan

pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik

9 Zamkhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3S, 1982), hlm. 17.

10 Ahmad Syafi’i Noer, et.al., Sejarah dan Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hlm. 120.

Page 34: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

23

para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah dan

shalat Jum’at dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.

Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya

pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini

biasanya di ambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia akan

sanggup memimpin sebuah pesantren.

d. Santri

Merupakan unsur pokok dari pesantren, biasanya terdiri dari dua

kelompok, yaitu:

1) Santri mukim ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan

menetap dalam pondok pesantren.

2) Santri kalong yaitu santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar

pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren. Mereka

pulang ke rumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu

pelajaran di pesantren

e. Pengajaran Kitab Kuning

Kitab-kitab Islam klasik yang sekarang dikenal dengan kitab kuning

sebagai karangan ulama terdahulu, mengenai berbagai macam ilmu

pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab.11

Meski demikian, bukan berarti elemen-elemen yang lain tidak menjadi

bagian penting dalam sebuah lembaga pendidikan pesantren. Sebaliknya,

perkembangan dan kemajuan peradaban telah mendorong pesantren untuk

mengadopsi ragam elemen bagi teroptimalisasinya pelaksanaan pendidikan

pesantren. Seiring dengan hal itu, pengkategorisasian bagian-bagian yang

termasuk dalam elemen penting pesantren pun menjadi beragam. M. Arifin

misalnya menegaskan bahwa sistem pendidikan pesantren harus meliputi

infrastruktur maupun suprastruktur penunjang. Infrastruktur bisa berupa

perangkat lunak (software) seperti kurikulum, metode pembelajaran dan

perangkat keras (hardware) seperti bangunan pondok, masjid, sarana dan

prasarana belajar (laboratorium, komputer, perpustakaan dan tempat praktikum

11 Ibid, hlm. 28-38

Page 35: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

24

lainnya. Sedangkan suprastruktur pesantren meliputi yayasan, kyai, santri, ustadz

dan para pembantu kyai.12

4. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pondok Pesantren

Bila kita mempergunakan istilah sistem pendidikan dan pengajaran

pondok pesantren, maka yang dimaksud adalah saran berupa perangkat

organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran

yang berlangsung dalam pondok pesantren. Sedangkan bila kita mempergunakan

istilah sistem pendekatan tentang metode pengajaran agama Islam di Indonesia,

maka pengertiannya adalah cara pendekatan dan penyampaian ajaran agama

Islam di Indonesia dalam ruang lingkup yang luas, tidak hanya terbatas pada

pondok pesantren, tetapi mencakup lembaga-lembaga pendidikan formal, baik

madrasah maupun sekolah umum dan nonformal, seperti pondok pesantren.

Pesantren sebagaimana kita ketahui, biasanya didirikan oleh perseorangan

(kyai) sebagai figur sentral yang berdaulat dalam mengelola dan mengaturnya.

Hal ini, menyebabkan sistem yang digunakan di pondok pesantren, berbeda

antara satu dan yang lainnya. Mulai dari tujuan, kitab-kitab (atau materi) yang

diajarkan, dan metode pengajarannya pun berbeda. Namun secara garis besar

terdapat kesamaan.

Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional,

yaitu metode sorogan dan metode bandongan. Kedua metode ini kyai aktif dan

santri pasif. Untuk itu perlu adanya metode pembelajaran sebagaimana

merupakan jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi

jika dikaitkan dengan istilah mengajar, dimana mengajar berarti menyajikan atau

menyampaikan, sedangkan metode mengajar sendiri adalah salah satu cara yang

harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran.

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang termasuk tertua, sejarah

perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pembelajaran yang

bersifat klasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode pengajaran

12 M. Arifin, “Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum”, dalam HM. Amin Haedari, et. al.,

Op.Cit, hlm. 3

Page 36: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

25

wetonan dan sorogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan

bandongan, sedangkan di Sumatra digunakan istilah Halaqoh.

Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan

manusia. Arno F. Witting dalam buku Psychology of Learning mengatakan

bahwa learning is a relatively permanent change in an organism’s behavioral

repertoire as a result of experience.13 (Belajar didefinisikan sebagai suatu

perubahan permanen yang terjadi secara relatif dalam membentuk perilaku diri

yang baik sebagai hasil dari pengalaman).

Menurut Elisabeth Hill, bahwa yang dinamakan belajar adalah a

relatively enduring change in behavior caused by experience or practice.14

(perubahan dalam tingkah laku yang tetap yang terjadi secara relatif akibat dari

suatu pengalaman atau latihan). Menurut Englewood Clifes, learning is a process

of progressive behavior adaptation. 15 (Belajar adalah suatu adaptasi perilaku

yang berkelanjutan atau terus menerus).

Secara garis besar metode pengajaran di pesantren, dapat dikelompokkan

menjadi dua macam, di mana diantaranya masing-masing sistem mempunyai ciri

khas tersendiri, yaitu:

a. Metode Wetonan (Halaqoh)

Istilah weton berasal dari bahasa jawa yang diartikan berkala atau

berwaktu. Pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian, tetapi

dilaksanakan pada saat-saat tertentu.16

Metode ini di dalamnya terdapat seorang kyai yang membaca suatu

kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama

lalu santri mendengar dan menyimak bacaan kyai. Metode ini dapat dikatakan

sebagai proses belajar mengaji secara kolektif. Termasuk dalam kelompok

sistem bandongan atau weton ini adalah halaqah, yaitu model pengajian yang

umumnya dilakukan dengan cara mengitari gurunya. Para santri duduk

13 Arno F. Witting, Psychology of Learning, ( New York: Mc Graw-Hill, 1981), hlm. 12 14 Elisabeth Hall, Psychology to Day Introduction, (New York: Random House, 1983), hlm.

177. 15 Englewood Clifes, Essential of Education Psychology, (USA: Prentice Hall, 1958), hlm. 199 16 HM. Amin Haedari, et. al., Op.Cit, hlm. 40.

Page 37: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

26

melingkar untuk mempelajari atau mendiskusikan suatu masalah tertentu di

bawah bimbingan seorang guru.

b. Metode Sorogan

Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-kan (mengajukan)

sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam

bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kyai. Metode ini dapat dikatakan

sebagai proses belajar mengajar individual.

Model ini amat bagus untuk mempercepat sekaligus mengevaluasi

penguasaan santri terhadap kandungan kitab yang dikaji. Akan tetapi metode

ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, ketaatan dan kedisiplinan yang

tinggi dari para santri. Model ini biasanya hanya diberikan kepada santri

pemula yang memang masih membutuhkan bimbingan khusus secara intensif.

Pada umumnya pesantren lebih banyak menggunakan model wetonan karena

lebih cepat dan praktis untuk mengajar banyak santri.

Meskipun setiap pesantren mempunyai ciri-ciri dan penekanan tersendiri,

hal itu tidaklah berarti bahwa lembaga-lembaga pesantren tersebut benar-benar

berbeda satu sama lain, sebab antara yang satu dengan yang lain masih saling kait

mengkait. Sistem yang digunakan pada suatu pesantren juga diterapkan di

pesantren lain.

Pada umumnya, pelaksanaan pendidikan di pesantren yang mengikuti

prinsip-prinsip pendidikan yang meliputi:

a. Prinsip Teosentris

Prinsip ini memandang semua aktivitas manusia harus senantiasa

diarahkan pada pencapaian nilai ibadah kepada Tuhan. Semua aktivitas

pendidikan merupakan bagian integral dari totalitas kehidupan, sehingga

belajar di pesantren tidak dipandang sebagai alat tetapi dipandang sebagai

tujuan. Oleh karena itu kegiatan belajar-mengajar di pesantren tidak

memperhitungkan waktu.17

Prinsip ibadah mengajarkan agar sesuatu tindakan bisa bernilai ibadah

dan berdasarkan rasa kecintaan terhadap tuhan. Segala perbuatan harus

17 Zamkhsyari Dhofier, Op.Cit, hlm. 29.

Page 38: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

27

diarahkan dan didasarkan atas niat mencapai ridho Tuhan. Tanpa niat seperti

ini, tidak ada artinya amal yang dilakukan

b. Prinsip Sukarela dan Mengabdi

Para pengasuh pesantren memandang semua kegiatan pendidikan

sebagai ibadah kepada Tuhan. Oleh karena itu, maka penyelenggaraan

pesantren dilaksanakan secara sukarela dan mengabdi pada sesama dalam

rangka mengabdi kepada Tuhan. Sebagaimana perintah agama, bahwa santri

wajib menghormati ustadznya serta saling menghormati satu sama lain. Santri

yakin bahwa dirinya tidak menjadi orang berilmu tanpa guru dan bantuan

sesama. Untuk itu banyak santri yang mengabdikan dirinya di pesantren

sampai bertahun-tahun tanpa pamrih hanya untuk mencapai ridlo Allah

semata.

c. Prinsip Kearifan

Pesantren menekankan pentingnya kearifan dalam menyelenggarakan

pendidikan pesantren dan dalam tingkah laku sehari-hari. Kearifan yang

dimaksud disini adalah berperilaku sabar, rendah hati, berbuat adil dan amar

ma’ruf nahi mungkar, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain

dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama.

d. Prinsip Kesederhanaan

Pesantren menekankan pentingnya penampilan sederhana sebagai

salah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman perilaku sehari-hari

bagi seluruh warga pesantren. Kesederhanaan bukanlah kemiskinan,

melainkan hidup secara wajar, proporsional dan tidak berlebihan, terutama

pada materi.

Kesederhanaan sudah menjadi ciri kehidupan pesantren, seluruh

elemen pesantren berusaha untuk memperoleh ridlo Allah dengan senantiasa

mendekatkan diri kepada-Nya dan tidak memikirkan kepentingan duniawi.

Mereka membiasakan diri untuk hidup dalam ke-sufi-an.

Page 39: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

28

e. Prinsip Kolektivitas

Di Pondok Pesantren Soko Tunggal berlaku prinsip bahwa santri

harus mendahulukan kewajiban dan kepentingan orang lain di atas

kepentingan sendiri, sehingga terjadi kekompakan, rasa solidaritas dan

persaudaraan yang erat di antara para santri. Dalam pesantren, upaya

kebersamaan diciptakan melalui kegiatan-kegiatan setiap hari, misalnya

kegiatan keagamaan dan kegiatan belajar.

f. Prinsip Mandiri

Santri dilatih untuk mengatur dan bertanggung jawab atas

keperluannya sendiri. Prinsip ini tidak bertentangan dengan prinsip

kolektivitas, bahkan sebaliknya justru menjadi bagian dari padanya, karena

mereka menghadapi nasib dan kesukaran yang sama. Maka jalan yang baik

setiap individu mengatasi masalahnya ialah tolong-menolong.

Disisi lain, santri dituntut aktif dan mampu memilih yang sesuai

dengan kebutuhannya. Keberanian mengambil sikap ini sangat menentukan

kesuksesan seorang santri

g. Prinsip Mengagungkan Ilmu

Seorang santri (pelajar) tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan

tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu

sendiri, ahli ilmu dan menghormati keagungan gurunya. Seperti ungkapan

yang mengatakan: ”Dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena

mengagungkan sesuatu itu, dan gagalnya juga hanya karena tidak mau

mengagungkannya”.

Hal tersebut sesuai dengan uraian pada kitab Ta’lim Muta’allim

sebagai salah satu kitab yang banyak dikaji di lingkungan pondok pesantren,

yang menyebutkan bahwa: سأنبيك عن مجموعها ببيان* اال ال تنال العلم الا بستة

18وارشاد أستاذ وطول زمان* ذآاء وحرص واصتباروبلغة

18 Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’allim, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Islamiyah, tt), hlm.15

Page 40: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

29

“Ketahuilah kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan bekal enam perkara, yaitu: cerdas, semangat, bersabar, memiliki bekal, petunjuk atau bimbingan guru dan waktu yang lama”

h. Prinsip Estafet

Dalam sistem pendidikan pesantren, semua tanggung jawab tidak

menjadi tanggungan kiai, melainkan dibantu oleh santri-santri senior yang

dianggap mampu. Mereka mewakili kiai untuk membimbing santri baru.

i. Prinsip Kebebasan Terpimpin

Seperti prinsip-prinsip di atas, prinsip ini digunakan di pesantren

dalam menjalankan kebijaksanaan kependidikannya. Dalam kehidupan sosial,

individu juga mengalami keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan

kultural maupun struktural. Namun demikian, manusia juga memiliki

kebebasan mengatur dirinya sendiri. Atas dasar itu pesantren memperlakukan

kebebasan dan keterikatan sebagai hal kodrati yang harus diterima dan

dimanfaatkan sebagaimana mestinya dalam kegiatan belajar-mengajar. Hal

itu tercermin dari pandangan kiai bahwa kepada anak wajib ditanamkan jiwa

agama, yang akan menjadi dasar kepribadiannya, tetapi pada saat menginjak

dewasa, anak itu sendirilah yang akan memilih jalan hidupnya, apakah akan

ingkar atau beriman dan bertaqwa pada Tuhan. Misalnya: seorang kyai

berkeyakinan bahwa kesan pertama yang ditanamkan kepada santri akan

mempengaruhi secara mendalam kepribadian selanjutnya.

Sehubungan dengan itu maka sikap pesantren dalam melaksanakan

pendidikan adalah membantu dan mengiring anak didiknya, tetapi pesantren

juga berpegang teguh pada tata tertib pesantren, terutama pada hukum agama.

j. Prinsip Restu Kyai

Dalam kehidupan pesantren semua aktivitas warga pesantren sangat

bergantung pada restu kyai. Implikasi prinsip ini adalah tanda kelulusan

ditentukan sendiri oleh kyai.19

19 Ahmad Muthohar, Idiologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm. 21-23

Page 41: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

30

B. PENDIDIKAN PLURALISTIK

Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengembangkan segala aspek

pribadi dan kemampuan. Dalam upaya pengembangan kemampuan, jalur yang harus

ditempuh adalah pendidikan. Dalam pendidikan itu sendiri ada beberapa aspek yang

harus dicapai dalam berbagai segi kehidupan. Hal ini meliputi pengembangan segala

segi kehidupan masyarakat, termasuk pengembangan sosial budaya, ekonomi, dan

politik, serta bersedia menyelesaikan permasalahan masyarakat terkini dalam

menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memelihara sejarah dan

kebudayaannya.

Pada hakekatnya pendidikan adalah agen sebuah tradisi yang menjunjung

tinggi nilai dan adat istiadat serta mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan

permasalahan pelik dan bukan berorientasi pada aspek kapitalisme dan kanibalisme

intelektual. Jika memahami dan mengerti permasalahan diatas tentunya kita bisa

menilai bahwa pendidikan hanya memihak pada orang atau golongan tertentu.

1. Pengertian Pendidikan Pluralistik

Untuk memasuki pendidikan pluralistik, terlebih dahulu diungkapkan

makna dari pendidikan Islam, karena pendidikan pluralistik memiliki korelasi

yang kuat dengan konsep pendidikan Islam.

Pendapat M. Fadhil al-Jamaly tentang pendidikan Islam:

“Pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan mendorong, serta mengajak manusia lebih maju berdasarkan nilai - nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.”20

Selanjutnya Chabib Thoha, mendefinisikan Pendidikan Islam: “Adalah

pendidikan yang falsafah, dasar dan tujuan serta teori - teori yang dibangun untuk

melaksanakan praktek didasarkan nilai - nilai dasar Islam yang terkandung dalam

al-Qur'an dan Hadits).” 21

Kemudian dalam konggres sedunia II tentang pendidikan Islam tahun

1980, misalnya telah dihasilkan suatu rumusan, dinyatakan bahwa pendidikan

20 Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Filsafat Pendidikan Dalam Al-Qur'an, Terj. Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Pepera, 1986), hlm. 3.

21 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cet I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 99.

Page 42: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

31

Islam ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia

secara menyeluruh melalui latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan dan panca

indra. Oleh karena itu pendidikan Islam harus mengembangkan seluruh aspek

kehidupan manusia baik spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, keilmuan

bahasan, baik secara individu maupun kelompok, serta mendorong aspek - aspek

tersebut ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup.

Dari penjelasan di atas memberikan gambaran tentang rangkaian

pengertian dan ruang lingkup yang mendasari konsep pendidikan Islam. Secara

garis besarnya pendidikan itu menyangkut tiga faktor utama, yaitu:

1. Hakikat penciptaan manusia22, yaitu agar manusia menjadi pengabdi Allah

yang taat dan setia.

2. Peran dan tanggung jawab manusia sejalan dengan statusnya selaku Abd

Allah, Al Basyir, Al Insan, Al Nas, Bani Adam maupun Khalifah Allah.

3. Tugas utama yaitu membentuk akhlak yang mulia serta memberi rahmat

bagi semua alam (rahmat li al alamin)

Ketiga faktor ini merupakan dasar berpijak bagi perumusan pendidikan

Islam. Dengan demikian pendidikan Islam dapat diartikan sebagai usaha

pembinaan dan pengembangan potensi manusia secara optimal sesuai dengan

statusnya, dengan pedoman kepada syari’at Islam yang disampaikan oleh

Rasulullah agar manusia dapat berperan sebagai pengabdi Allah yang setia

dengan segala aktivitasnya guna tercipta suatu kondisi kehidupan Islami yang

ideal, selamat, aman, sejahtera dan berkualitas, serta memperoleh jaminan hidup

di dunia dan jaminan bagi kehidupan di akhirat.

Sedangkan kata pluralistik dalam hal ini harus dibedakan dengan

pengertian pluralisme dan pluralistik meskipun sama-sama berasal dari akar kata

plural yang berarti: kejamakan; orang banyak, ganda, terdiri dari banyak

macam.23

22 Dalam tafsir Al-Quranul Majid an Nur, Teungku Hasbi ash Shiddiqy menyebutkan bahwa

fitrah manusia adalah hamba yang diciptakan oleh Allah yang Esa dan dengan akal yang diturunkan Allah merupakan karunia yang tidak terhingga dan kebanyakan manusia tidak mengakui nikmat yang telah diturunkan kepadanya. Lih. Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddiqy, Tafsir al Qur’anul Majid an Nur, (Semarang: PT. Pustaka Rizqi Putra, 1995), cet. II, Edisi. II, hlm. 3079-3080.

23 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hlm. 326.

Page 43: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

32

Pluralisme merupakan sebuah aliran atau “ism” tentang pluralitas (a

pluralism is an “ism” about a “plurality”)24 dengan kata lain pluralisme adalah

paham yang mengajarkan, mengakui dan dapat menempatkan diri dalam

banyaknya perbedaan.

Pluralitas bisa diartikan sebagai: ….the existence of many different group

in one society, for example people of different races or of different political or

religious beliefs; cultural of political pluralism”25 Pluralisme adalah keberadaan

atau toleransi keragaman etnik atau kelompok- kelompok kultural dalam suatu

masyarakat atau negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu

badan, kelembagaan dan sebagainya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pluralistik adalah

usaha yang sistematis, terarah yang bertujuan untuk membentuk kesadaran,

mensosialisasikan dan menanamkan hakikat dan praktek pluralistis bagi peserta

didik yang menekankan pada nilai-nilai moral seperti kasih sayang, tolong

menolong, toleransi, menghormati perbendaan pendapat, dan sikap-sikap

kemanusiaan lainnya yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.

Pendidikan pluralistik dirasa perlu dan mutlak harus direalisasikan

mengingat salah satu tujuan pendidikan adalah tidak mengenal kelas sosial

kemasyarakatan. Pendidikan pluralistik adalah sebuah sistem pendidikan yang

berupaya untuk meredam kesenjangan sosial, kelas sosial, kecemburuan sosial

dengan mengenalkan dan mensosialisasikan salah satu orientasinya yakni

kebersamaan. Orientasi kebersamaan ini paling tidak akan mampu untuk

memahami betapa sangat vitalnya menghargai dan menciptakan kebersamaan.

Jika kelas sosial masih saja di agung-agungkan maka akan timbul kecemburuan

sosial. Selama ini kecemburuan sosial sering terjadi di dunia pendidikan

khususnya dalam upaya pembenahan sebuah sistem yang akan digunakan dalam

rangka pengembangan model pendidikan tersebut.

24 Richard J. Mouw & Sander Griffon, “Pluralism & Horizons”, (Eerdsmans Publishing

Company, 1993), hlm. 13, dalam Syamsul Ma’arif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005), hlm. 12.

25 Oxford Advanced Learned’s Dictionary: (New York: Webster’s New World: 2000), dalam Syamsul Ma’arif, Pendidikan Pluralisme Di Indonesia, (Jakarta: Logung Pustaka, 2005), hlm. 13.

Page 44: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

33

Pendidikan yang selama ini diwacanakan diberbagai aktifitas itu adalah

pendidikan pada taraf teoritik. Pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan

yang mampu mengenal, mampu mengakomodir segala kemungkinan, memahami

heterogenitas, menghargai perbedaan baik suku, bangsa, terlebih lagi agama.

Selain itu jika kita menyimak dengan maraknya isu sekitar dua tahun kebelakang

yakni jual beli kursi pendidikan, membumbungnya biaya pendidikan dan masih

banyak lagi. Ini tentunya akan menjadi cermin bagi kita, bagaimana sebenarnya

kebenaran arah dan rel tujuan pendidikan yang beberapa dekade telah disuarakan.

Sebagai upaya meredam berbagai permasalahan di atas pendidikan pluralistik

naik ke permukaan wacana pendidikan sebagai solusi dalam rangka pemenuhan

ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem pendidikan yang telah dijalankan.26

Wacana pluralisme dalam konteks Al-Quran adalah mengupayakan

pengenalan dan pemahaman SARA dalam upaya memahami heterogenitas, yakni

menerapkan hakekat pendidikan pluralistik itu sendiri.

2. Dasar Pendidikan Pluralistik

Menurut Umar Muhammad al Tomy al-Saibany menyatakan bahwa dasar

pendidikan Islam identik dengan dasar tujuan Islam keduanya berasal dari

sumber yang sama yaitu al-Qur'an dan hadits. Pemikiran yang serupa, juga dianut

oleh para pemikir pendidikan Islam.27 Atas dasar tersebut, maka para ahli didik

dan pemikir pendidikan muslim mengembangkan pemikiran mengenai

pendidikan Islam dengan kedua sumber utama ini, dengan bantuan berbagai

metode dan pendekatan seperti qiyas, ijma’, ijtihad dan tafsir.

Berangkat dari sini kemudian diperoleh suatu rumusan pemahaman

komprehensif tentang alam semesta, manusia, masyarakat dan bangsa,

pengetahuan kemanusiaan dan akhlak. Hasil pemikiran tersebut kemudian

menjadi titik awal dari kajian tentang pendidikan dalam Islam. Sebab dalam

pandangan filsafat pendidikan Islam, kelima unsur tersebut berkaitan erat dengan

permasalahan pendidikan.

26 Ainurrafiq Dawam, Emoh Sekolah: Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural”, (Yogyakarta: Inspeal Prees, 2003), hal. 87-88.

27 Abuddin Nata, Pemikiran Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Cet II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 224.

Page 45: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

34

Disisi lain, doktrin ajaran Islam sesungguhnya sejak awal menegaskan

penghargaan terhadap pluralitas (kemajemukan). Hal tersebut tentu saja sangat

bersesuaian dengan jargon Islam sendiri sebagai agama rahmatan lil alamin.

Pluralitas adalah hukum Tuhan (sunatullah) yang diciptakan untuk kebaikan

manusia sendiri. Sebab jika Tuhan menghendaki, Dia bisa saja hanya

menciptakan satu agama dan satu golongan masyarakat. Namun Tuhan

menginginkan keberagaman (pluralitas) agar manusia bisa saling menolong,

membantu, bekerja sama dan saling berlomba untuk mencapai kebaikan.

Banyak isyarat tentang pluralisme dalam Al-Qur'an merupakan pondasi

paling penting. Isyarat-isyarat itu menunjukkan adanya persepsi khusus dari

Islam yang ada dalam masyarakat manusia.28 Al-Qur’an telah memberikan

referensi paling otentik bagi pluralisme, buktinya gaya bahasa Al-Qur'an yang

istimewa membuat setiap kata yang digunakan memiliki kemungkinan makna

yang beragam. Lebih dari itu, hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur'an yang

ditetapkan secara pasti dalam penjelasannya menggunakan kalimat-kalimat

umum yang memberikan peluang besar bagi sunnah untuk menjelaskan maksud

kandungan Al-Qur'an. Al-Qur'an tidak pernah menghendaki manusia menjadi

umat yang satu yang diatur oleh suatu konvensi atau suatu gagasan. Ketika Al-

Qur'an mengatakan bahwa kaum muslimin adalah umat yang satu, maka yang

dimaksud adalah kesatuan di dalam akidah. 29

Adapun beberapa ayat Al-Quran yang sangat berkaitan dengan penegasan

bahwa keseragaman merupakan sunatullah adalah:

a. QS. Al Hujurat: 13

يا أيها الناس إنا خلقناآم من ذآر وأنثى وجعلناآم شعوبا وقبائل

)١٣:الحجرتز(لتعارفوا إن أآرمكم عند الله أتقاآم إن الله عليم خبير

“Wahai manusia! Sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang- orang

28 Thoyib IM., Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2002), hlm. 180. 29 Ibid, hlm. 14.

Page 46: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

35

yang paling bertaqwa. Sungguh Allah maha mengetahui dan maha teliti” (QS. Al-Hujurat: 13).30

Karena ayat al-Quran sendiri telah mengatakan tentang intisari dari

problem dan sekaligus solusi tentang pluralitas menurut pemahaman Islam.

Ayat tersebut di mulai dengan kenyataan tentang fakta bahwa masyarakat

dalam dirinya sendiri terbagi kedalam berbagai macam kelompok dan

komunitas yang masing-masing memiliki orientasi kehidupannya sendiri

yang memberikannya arah petunjuk.

Penggalan pertama ayat di atas “Sungguh kami telah menciptakan

kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan……” adalah pengantar

untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama disisi

Allah, tidak ada perbedaan antar suku dengan suku yang lain. Tidak ada juga

perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena

semua diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pengantar

tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan terakhir

ayat ini yakni: “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah

ialah orang- orang yang paling bertaqwa.” Karena itu berusahalah untuk

meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia disisi Allah.

Dan apapun sabab nuzul-nya, yang jelas ayat di atas menegaskan

kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat

kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri

lebih tinggi dari yang lain, bukan saja antar satu bangsa, suku atau warna

kulit dengan selainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka, karena kalaulah

seandainya ada yang berkata bahwa Hawa yang perempuan itu bersumber

dari tulang rusuk Adam, sedang Adam adalah laki-laki, dan sumber sesuatu

lebih tinggi derajatnya dari cabangnya, sekali lagi seandainya ada yang

berkata demikian maka itu hanya khusus terhadap Adam dan Hawa, tidak

30 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, cet. ke-3,

(Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2005), hlm. 261.

Page 47: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

36

terhadap semua manusia karena manusia selain mereka berdua kecuali Isa as.

lahir akibat percampuran laki-laki dan perempuan.31

b. QS. Al Al-Kafirun: 6

) ٦: الكافرون( لكم دينكم ولي دين “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku” (QS. Al-Kafirun: 6)32

Dalam ayat ini, kata din diartikan agama, maka apakah ayat ini berarti

bahwa Nabi diperintahkan mengakui kebenaran anutan mereka? Jelas tidak.

Ayat ini hanya mempersilahkan mereka menganut apa yang mereka yakini.

Apabila mereka telah mengetahui tentang ajaran agama yang benar dan

mereka menolaknya serta bersikeras menganut ajaran mereka, silahkan.33

“Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku” merupakan

pengakuan eksistensi secara timbal balik, sehingga masing-masing pihak

dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa

memutlakkan pendapat kepada orang lain sekaligus tanpa mengabaikan

keyakinan masing-masing.

Pengakuan eksistensi secara timbal balik disini sangat berbeda dengan

fatwa MUI dalam Munas-nya yang ketujuh pada 25-29 Juli 2005 di Jakarta,

yang menyebutkan bahwa pluralisme adalah suatu paham yang mengajarkan

bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama

adalah relatif.

Pengakuan eksistensi berbeda dengan mengakui kebenaran agama

lain. Dengan kata lain untuk masalah sosial yang tidak berkaitan dengan

akidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif dalam artian tetap melakukan

31 Dalam konteks ini sewaktu haji wada’ Nabi SAW berpesan antara lain: “Wahai seluruh

manusia, sesungguhnya Tuhan kamu esa, ayah kamu satu. Tidak ada kelebihan orang Arab atas non Arab, tidak juga orang non Arab atas orang Arab, atau orang berkulit hitam atas yang berkulit putih, tidak juga sebaliknya kecuali dengan taqwa, sesungguhnya semulia-mulia kamu disisi Allah adalah yang paling bertaqwa, Ibid. hlm. 142

32 Ibid, hlm. 641 33 Karena memang: “tidak ada paksaan dalam memeluk agama, sesungguhnya telah jelas jalan

yang benar dari jalan yang sesat. (QS 2:256), “…Dan katakanlah bahwa kebenaran itu datang dari tuhanmu (hai Muhammad), maka siapa yang hendak beriman silahkan beriman, dan siapa yang hendak kufur silahkan pula (QS 18: 29). Ibid, hlm. 642.

Page 48: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

37

pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling

merugikan, karena Islam sendiri menjamin kebebasan berakidah dan

meletakkan dasar-dasar toleransi (di antara akidah-akidah lain).

Akidah Islam sangat berpengaruh dalam memberikan kebebasan,

karena setiap agama bebas mempunyai aturan masing-masing dengan tanpa

campur tangan undang-undang Islam seperti agama Nasrani yang

membiasakan diri mereka mengadakan acara ritual di gereja ataupun tempat

persembahan mereka. Dalam akidah Islam, banyak sekali pesan positif

mengenai hal ini seperti menganjurkan umat Islam untuk berbuat baik kepada

umat Nasrani serta berlaku adil terhadap mereka.

Secara garis besar, pluralisme disini dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa bagian agar pemahaman mengenai pluralisme dibatasi pada kajian

yang seharusnya dan tidak melenceng dari yang diharapkan. Dalam bukunya,

Anis Malik Thoha menyebutkan ada beberapa tren pluralisme yang

berkembang saat ini, yaitu:34

1. Humanisme Sekular

Secara umum, konsep humanisme sekuler bercirikan

“antroposentris”, yakni menganggap manusia sebagai hakikat sentral

kosmos, (center of cosmos) atau menempatkannya di titik sentral. Dengan

kata lain bahwa setiap manusia adalah standar dan ukuran segala sesuatu

dan apabila terjadi perbedaan opini diantara mereka alam suatu masalah

maka tidak ada apa yang disebut “kebenaran obyektif”, sehingga tidak

boleh dikatakan yang satu benar dan yang lain salah.

Kemudian, karena hanya memfokuskan pada pertimbangan dan

nilai-nilai humanis murni tanpa menghiraukan pertimbangan dan nilai-

nilai ketuhanan sama sekali, maka humanisme pada dasarnya sekuler atau

dengan kata lain ateistik.

2. Teologi Global

Tren ini merupakan upaya yang sangat serius, sistematis dan

sophisticated (arti: licik) untuk menghapus agama-agama secara perlahan-

34 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, (Jakarta: Perspektif Kelompok Gema Insani, 2005), hlm. 232

Page 49: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

38

lahan, atau paling kurang untuk mendangkalkannya dan menjinakkannya.

Tren ini sangat berbahaya, apalagi ia disuguhkan dalam kemasan yang

tampaknya religius, teologis, ilmiah dan obyektif dan sangat kontekstual,

yakni seirama dengan globalisasi yang sedang melanda dunia dan dengan

gaya yang tampak meyakinkan.35

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan Islam mengingat tidak

ada agama yang paling benar di dunia ini kecuali Islam.

3. Sinkretisme

Tren ini berkesimpulan bahwa setiap agama adalah benar adanya,

dengan kata lain tren ini mengajak untuk mencampuradukkan unsur-unsur

religius yang berbeda-beda.

Islam tidak mengakui dan tidak membenarkan cara-cara seperti ini

sama sekali. Sikap yang tegas seperti ini didasarkan pada akidah tauhid

yang murni yang merupakan sari pati Islam yang mana segala sesuatu

yang berhubungan dengan eksistensi dan hakikat agama ini (aqidah,

syari’at dan akhlak) adalah bersumber darinya. Maka tidak ada aqidah

ataupun syari’at ataupun akhlak kecuali yang dijelaskan oleh allah SWT

dan Rasul-Nya.36

4. Hikmah Abadi (Shophia Perennis)

Hikmah abadi pada dasarnya muncul sebagai akibat langsung dari

sikap permusuhan dan kebencian akal modern “yang tercurahkan”

terhadap segala sesuatu yang sakral serta kegagalannya memahami

hakikat “kebenaran” (the truth) dan “hakikat” (the reality), termasuk

hakikat pluralitas dengan pemahaman yang tepat, benar dan integral.

Dengan demikian, tren ini ingin menghidupkan tradisi sakral dan

memelihara kesemuanya secara adil, tanpa menganggap salah satunya

lebih superior daripada yang lain dan tanpa mengingkari kesakralan hal-

hal yang sepatutnya disakralkan, juga tanpa berusaha mencampuradukkan

sesuatu yang mutlak dengan yang nisbi.37

35 Ibid, hlm. 235. 36 Ibid, hlm. 249. 37 Ibid, hlm. 121.

Page 50: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

39

Dengan demikian gagasan ini tidak saja semakin jauh dari Islam

dan semakin menjauh dari harapan yang dicitakan. Oleh karena itu ia

lebih merupakan problem daripada solusi bagi masalah keragaman.

Terdapat perbedaan mendasar antara Islam dan teori-teori agama dalam

hal pendekatan metodologis tentang isu dan fenomena pluralitas agama. Islam

memandangnya sebagai hakikat ontologis yang genuine yang tidak mungkin

dinafikan atau dinihilkan, sementara teori-teori pluralis melihatnya sebagai

keragaman yang terjadi hanya terjadi pada level manifestasi eksternal yang

superfisial dan oleh karenanya tidak hakiki atau tidak genuine.38

Oleh karena itu keberadaan “yang lain” (existence of “other” sebagai

suatu fenomena sosial alami, tidak ada masalah dengan Islam, sebab agama ini

memang diturunkan oleh Allah sebagai sistem atau pedoman yang komprehensif

untuk kehidupan manusia di bumi secara individu maupun kolektif.

Disamping konstruksi di atas, masih ada hal lain yang perlu diperhatikan

yaitu; dimensi spiritual yang dimiliki oleh agama yang terrefleksikan dalam

bentuk nilai-nilai moral kategorikal yang mengikat semua orang yang baik yang

seagama maupun diluarnya, misalnya persamaan hak, kebebasan, kasih sayang,

saling membantu dalam kebaikan, menghormati martabat orang lain. Bentuk

nilai-nilai ini tidak dipunyai oleh konsep ilmu-ilmu humaniora empiris. Dengan

demikian konstruksi teologis harus dalam wilayah ini harus ditekankan, sehingga

hasilnya nanti dalam pendidikan tidak terjadi truth claim dalam wilayah esoteris

yang praktis-empiris dalam dataran sosial politik. Truth claim hanya boleh terjadi

dalam wilayah esoteris-dogmatis yang jangan sampai mengganggu pada

hubungan antar individu atau kelompok lain yang tidak segaris pemikiran.39

3. Pendidikan Pluralistik di Pesantren

Pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan yang bersifat non

formal mulai mengadakan perubahan-perubahan guna menghasilkan generasi-

generasi yang tangguh, yang berpengalaman luas, di antaranya dengan

38 Ibid, hlm. 183. 39 Ismail SM., et.al., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bekerjasama

dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2001), hlm. 305.

Page 51: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

40

memasukkan mata pelajaran non agama ke dalam kurikulum pesantren, sebagian

juga ada yang memasukkan pelajaran bahasa asing ke dalam kurikulum wajib di

pondok pesantren.

Demikian pula pesantren mulai mengembangkan sayapnya dengan

memperbaharui sistem klasikal dalam pengajarannya, mendirikan madrasah-

madrasah, tempat kursus, sekolah umum dan bahkan ada sebagian pondok

pesantren yang memiliki perguruan tinggi. Pondok pesantren mulai membuka

diri dari berbagai masukan dan kritikan yang bersifat membangun dan tidak

menyimpang dari Agama Islam, sehingga pembaharuan di sana sini terus

dilakukan oleh pesantren.

Hal ini akan merubah penafsiran bahwa pesantren itu identik dengan

kekolotan, tradisional, bangunannya yang sempit, kumuh dan terisolasi di

pedesaan kepada pandangan yang menilai bahwa pesantren adalah lembaga

pendidikan yang unggul dan dapat dibanggakan, yang bisa menjadi alternatif

sistem pendidikan modern.

Pesantren sebagai salah satu basic dari pendidikan Islam di Indonesia

yang diharapkan dapat mendidik para santri sesuai dengan kebutuhan masyarakat

pada beberapa tahun terakhir tiba-tiba menjadi center of interest setelah

terjadinya beberapa pengeboman yang dilakukan oleh beberapa oknum dari

sekelompok orang yang bersembunyi dan menjadikan pondok pesantren sebagai

sarang teroris.

Terkait dengan fakta tersebut, adalah suatu hal yang sangat bertentangan

dengan keadaan di pesantren, mengingat fakta pendidikan pluralistik di pesantren

telah ada dan berkembang sejak awal berdirinya pesantren. Hal tersebut juga

dapat kita telusuri dari kondisi yang ada di pesantren dan tujuan pendidikannya.

Sebagai lembaga pendidikan tradisional, pesantren pada umumnya tidak

memiliki rumusan tujuan pendidikan secara rinci, dijabarkan dalam sebuah

sistem pendidikan yang lengkap dan konsisten direncanakan dengan baik. Namun

secara garis besar, tujuan pendidikan pesantren dapat diasumsikan sebagai

berikut:

a. Tujuan Umum, yaitu untuk membimbing anak didik (santri) untuk menjadi manusia yang berkepribadian islami yang sanggup dengan ilmu agamanya

Page 52: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

41

menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.

b. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.40

Lebih jauh dijelaskan bahwa tujuan pendidikan pesantren tidak semata-

mata untuk memperkaya pikiran santri dengan penjelasan-penjelasan, tetapi

untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai

nilai-nilai sepiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang

jujur dan bermoral, dan menyiapkan para santri untuk hidup sederhana dan bersih

hati.

Setiap santri diajar agar menerima etik agama di atas etik-etik yang lain.

Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan,

uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar

adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian (`ibadah) kepada Tuhan.

Pesantren yang memiliki kepentingan mendasar untuk menanamkan tradisi

keilmuan Islam terhadap santri, perlu untuk dirumuskan ulang tujuan pendidikan

dan pengajarannya. Jika tidak demikian, maka akan terjadi kesenjangan.

Hal ini terjadi, menurut Nurchalish Majid, dikarenakan belum adanya

kesiapan bagi pesantren untuk memahami pola-pola budaya Barat, apalagi

mengimbangi, merespon saja terkadang mengalami kesulitan. Kepentingan

tersebut adalah dalam rangka merealisasikan dua visi utamanya yaitu;

Pertama, untuk menyebarluaskan ajaran tentang universalitas Islam ke seluruh pelosok Nusantara yang sangat pluralis. Hal ini oleh para Wali telah membuktikan dan berhasil menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam lingkungan masyarakat, tanpa meninggalkan jati diri pesantren.

Kedua, untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral dengan “Amar ma’ruf nahi munkar”. Ini berarti pesantren menjadi agen perubahan dan selalu melakukan pembebasan masyarakat dari segala keburukan moral, penindasan politik, kemiskinan ilmu pengetahuan dan bahkan kemiskinan ekonomi.41

40 M. Arifin, Op.Cit, hlm. 110-111 41 Nurcholis Madjid, Op.Cit, hlm. 3-5

Page 53: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

42

Lembaga pendidikan mempunyai banyak keunggulan yang dapat

diberdayakan untuk mengurangi masalah yang timbul dalam masyarakat

pluralistik. Beberapa keunggulan itu diberdayakan sehingga pendidikan betul-

betul diandalkan sebagai kekuatan untuk meredam kerawanan masalah dalam

masyarakat pluralistik.

a. Melatih peserta didik yang dalam hal ini adalah santri untuk menghindari

sikap kesetiakawanan buta. Peserta didik harus lebih banyak diberi

kesempatan untuk mencari, menemukan serta mengolah sendiri agar

muncul sikap kemandirian.

b. Hendaknya lembaga pendidikan mengembangkan didikan sikap saling

menghargai, saling mengerti dan dialog. Lembaga pendidikan seharusnya

menciptakan kesempatan serta suasana untuk bergaul secara terbuka dan

dengan siapa saja.

c. Mengembangkan sikap universal dan dibiasakan bergaul dengan siapa saja

diluar dari kelompok partikularnya.

d. Peserta didik dibiasakan untuk melatih diri agar tidak mencampuradukkan

masalah yang dihadapi.42

Pendidikan pluralistik yang mencoba mengantisipasi berbagai perbedaan

dari yang hanya sekedar berbeda, berhadapan (vis a vis), bertolak belakang/

berpisahan (Dikotomis) sampai yang saling berlawanan (konfrontative). Pluralitas

dan heterogenitas sebagai sebuah realitas tidak dapat dipungkiri dan tidak

dihilangkan dari eksistensinya di dunia ini. Bisa dikatakan bahwa heterogenitas

dan pluralitas adalah sebuah hukum alam (natural law/ hukum alam). Sebagai

hukum alam, eksistensinya tidak dapat digugat lagi sama sekali. Dan disini tugas

manusia adalah mengatur berbagai perbedaan tersebut.

Pendidikan pluralistik sebagaimana telah dijelaskan dimuka, merupakan

sebuah pendidikan alternatif yang menjunjung tinggi dan menghargai perbedaan.

Karena itu model pendidikan seperti ini diharapkan memiliki orientasi yang jelas,

yang memihak pada realitas masyarakat yang majemuk. Hal ini dimaksudkan

42 Tn. Sumartana, et.al., Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 263-264.

Page 54: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

43

agar dalam perjalanan sejarah pendidikan pluralistik nantinya tidak kehilangan

arah atau bahkan berlawanan dengan nilai-nilai dasar pluralisme.

Membahas tentang pendidikan pluralistik di pesantren, berarti juga

membicarakan tentang unsur-unsur dan komponen yang ada dalam pesantren,

dan hubungan antara komponen-komponen itu sendiri. Dalam dunia pesantren

terdapat lima unsur pokok yang antara satu dan lainnya saling terkait dan yang

menjadi titik tolak adalah santri yang kemudian membentuk sebuah tradisi yang

unik yang berbeda dengan tatanan yang ada di masyarakat pada umumnya.

Dalam pendidikan pluralistik, semua aspek kelembagaan dan proses

belajar mengajarnya harus menerapkan sistem dan metode yang dapat

menumbuhkan pluralisme serta mampu menggali sisi perdamaian dan toleransi.

Oleh karenanya, diantara langkah yang harus ditempuh guru, khususnya yang

terkait dengan kegiatan pembelajaran adalah penentuan penggunaan pendekatan

dan metode. Penentuan pendekatan dan metode ini merupakan elemen penting

dalam proses belajar mengajar. Berhasil dan tidaknya suatu tujuan pendidikan

tergantung pendekatan dan metode yang digunakannya.

Pendekatan dan metode dengan begitu juga memainkan peran yang sangat

vital demi keberhasilan suatu proses belajar mengajar. Tujuan menggunakan

metode ini adalah untuk memperoleh efektifitas dari kegunaan metode itu

meskipun tidak ada satupun metode yang paling tepat untuk segala kondisi.

Sedangkan mengenai garis-garis yang dapat dijadikan pedoman atau

guidance dalam menyusun kurikulum pluralistik, Syaikh Abdul Mahbub dalam

bukunya menjelaskan sebagai berikut:

a. Penyusunan kurikulum harus didasarkan pada keimanan kepada Tuhan

Yang Maha Kuasa, norma-norma atau nilai-nilai absolut yang diambil dari

agama dan hubungan integral antara Tuhan, manusia dan alam.

b. Meninggikan nilai-nilai kemanusiaan sebagai alat yang dapat dijadikan

sebagai alat atau inspirasi untuk menyeleksi, menginvestigasi, menerima

dan menikmati adanya kebenaran.

c. Peserta didik (baca: santri) harus mengetahui hierarki antara ilmu

pengetahuan dan sumber nilai. Ilmu pengetahuan diperoleh melalui

pengalaman dan harus tunduk kepada pengetahuan rasional dan

Page 55: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

44

pengetahuan rasional harus tunduk kepada norma-norma agama yang

datang dari Tuhan.

d. Keimanan dan nilai-nilai harus diakui sebagai dasar kebudayaan manusia.

Dengan demikian pendidikan harus digunakan untuk mendorong value atau

nilai-nilai yang baik.

e. Antara perasaan, pemikiran, institusi dan intelektual harus bekerja secara

harmoni dan terinterogasikan kedalam sebuah sistem pendidikan yang

komprehensif.

f. Peserta didik harus didorong untuk mengetahui prinsip unity and diversity

dan menyadari adanya dasar-dasar keamanan yang menembus dunia

biologis dan psikis.43

43 Syaikh Abdul Mahbub, “An Integrated Education System in a Multi Faith and Multi-Cultural

Country”, dalam Syamsul Ma’arif, Pendidikan Pluralisme Di Indoneasia, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005), hlm. 102-103.

Page 56: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

45

BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

DI PONDOK PESANTREN SOKO TUNGGAL SEMARANG

A. Kondisi Umum Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

1. Sejarah dan Perkembangan

Keberadaan seorang kyai1 sebagai pemimpin pesantren, ditinjau dari

tugas dan fungsinya dapat dipandang sebagai fenomena kepemimpinan

yang unik. Legitimasi kepemimpinan seorang kyai secara langsung

diperoleh dari masyarakat yang menilai tidak saja dari segi keahlian ilmu-

ilmu agama seorang kyai melainkan dinilai pula dari kewibawaan

(kharisma) yang bersumber dari ilmu, kesaktian, sifat pribadi dan seringkali

keturunan.

Begitupun di Pondok Pesantren Soko Tunggal2 Semarang, cikal

bakal berdirinya pondok pesantren ini tidak lepas dari sosok KH. Nuril

Arifin Husain atau yang akrab disapa Gus Nuril, selaku penggagas awal

berdirinya Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengasuh Pondok Pesantren

Soko Tunggal, ide awal pendirian Pondok Pesantren Soko Tunggal itu tidak

hanya bermula dari pemikiran murni beliau melainkan juga gagasan dari

para ulama salaf3 yang khawatir terhadap pertumbuhan bangsa dan negara

Indonesia.

1 Pengertian Kyai adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama

Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya. Oleh karena itu sebutan Kyai bisa menempel pada diri siapa saja. Baik orang mempunyai maupun tidak, sebab sebutan itu datang dari masyarakat setempat dan bukan seperti sarjana, Doktor, maupun Profesor yang semuanya itu harus melalui jenjang pendidikan atau suatu penemuan (penelitian). Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan Kyai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya untuk Allah serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan. Lihat; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hal. 499.

2 Menurut kaidah bahasa, Soko berarti tiang/ pilar. Sedangkan Tunggal berarti satu (esa), ijen, Soko Tunggal yaitu “Tiang satu” yang berarti lambang ketuhanan, bahwa kita senantiasa mengingat keesaan Allah SWT

3 Para ulama yang dimaksud disini antara lain: KH. Abdul Aziz Bahri, Kyai Muslim Rifa’i atau Mbah Lim, Gus Mus, Mbah Dimiyati, Tubagus Ahmad dari Cirebon, Syech Yakub, Gus Jogo

Page 57: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

46

Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang resmi berdiri pada tahun

1995 yaitu ditandai dengan berdirinya masjid Soko Tunggal diatas tanah

seluas 3000 M² yang berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus pusat

seluruh kegiatan pesantren. Sedangkan istilah “Soko Tunggal” sendiri

terinspirasi dari nama masjid yang didirikan oleh Hamengkubuwono IV

yang memang hanya memiliki satu tiang penyangga (soko guru).

Pada perkembangan selanjutnya, khusus untuk Pondok Pesantren

Soko Tunggal telah membuka cabang diberbagai daerah4. Pembangunan

pondok pesantren sebagai cabang dari Pondok Pesantren Soko Tunggal

Semarang dilakukan oleh beberapa santri yang telah diizinkan pengasuh

pondok, termasuk oleh mereka yang tidak nyantri harian (santri kalong).

Sebagaimana kita ketahui bahwa keberadaan pondok pesantren

sebagai lembaga pendidikan Islam berbasis masyarakat tidak hanya

berfungsi sebagai tempat kegiatan belajar mengajar ilmu-ilmu agama, tetapi

juga sebagai tempat dan sarana bagaimana menyelesaikan permasalahan

sosial yang ada.

Berawal dari beberapa konflik yang meresahkan dan mengancam

kerukunan antar pemeluk agama di Indonesia, maka pada tahun 2005,

bertempat di komplek Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang, KH.

Nuril Arifin bersama dengan seluruh pemuka agama dari agama Islam,

Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu5, mantan Presiden RI KH.

Rekso (Putra Pangeran Singosari), Sulton Abdul Hamid, Nur Moga Pemalang, Gus Nur Salim Bahr Malang, Gus Kholil Sonhaji Sucen, Gus Mik sendiri, Gus Ali Sidoarjo, Kyai Maimun Zuber dan lain-lain. Hasi wawancara dengan KH. Nuril Arifin selaku pengasuh Pondok Pesantren Soko Tunggal, tanggal 15 Juli 2007.

4 Cabang Soko Tunggal: Pondok Pesantren Taman Hati Soko Tunggal, berada di Jakarta yang didirikan oleh KH. Nuril Arifin, Soko Tunggal An Nuriyah III di Wirosari Kabupaten Grobogan, Anwar Soko Tunggal IV di Blora, Soko Sejati Soko Tunggal V di Guci, Pesantren Soko Tunggal VI, berada di wilayah Kabupaten Demak dan beberapa kota di Jawa Tengah. Hasil wawancara dengan Sukisno, salah satu tenaga pengajar Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang tanggal 14 Juli 2007

5 Tokoh agama tersebut antara lain: Pandita D. Henry Basuki, B.A. dan Ninik Lesmanati dari agama Buddha, Pendeta Z.S. Djoko Purnomo, S.Th., Dra. Lena Pudjiastuti (Kristen), Prof. Dr. A. Widanti, S.H. (Katolik), Dr. I Wayan Sukarya D., dan Dra. Sri Rahayu Dewa (Hindu). Acara tersebut juga dihadiri Muspida Jateng, mantan KSAD Jenderal TNI Tyasno Sudarto, duta besar Cina dan Korea. Dan sebagai tindak lanjut dari deklarasi soko tunggal tersebut, telah dibangun pondok pesantren multiagama, di daerah Mijen. Ponpes tersebut diyakini sebagai satu-satunya di dunia dan

Page 58: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

47

Abdurrahman Wahid dan elemen lainnya bersepakat untuk membentuk

Forum Keadilan dan Asasi Umat Beragama (Forkaghama) yang melahirkan

Deklarasi Soko Tunggal yang dideklarasikan pada 17 Desember 2005.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah prasasti soko tunggal yang

terletak di dalam komplek Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang:

1. Mewujudkan kehidupan beragama dengan mengedepankan perlindungan hukum, solidaritas, dan toleransi dalam kerangka NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

2. Bisa menyelesaikan permasalahan umat beragama di tingkat bawah. 3. Memberi ruang gerak demi terciptanya persaudaraan antar umat

beragama 4. Membantu memudahkan dan menciptakan koridor serta sarana-

prasarana dalam mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis. 5. Melakukan mediasi antar umat beragama. 6. Menjadi bagian tak terpisahkan dari prinsip Bhineka Tunggal Ika. 7. Menciptakan iklim sejuk dan menghilangkan kecemburuan antar

umat beragama.6

Sebagai pusat kegiatan Forkaghama, keberadaan Pondok Pesantren

Soko Tunggal Semarang semakin menunjukkan jatidirinya sebagai bagian

dari masyarakat yang ikut berperan aktif dalam menciptakan generasi

penerus bangsa yang taat beragama, cerdas, terampil dan toleran terhadap

sesama pemeluk agama.

Di lain pihak, untuk lebih mengembangkan sayap dalam rangka

membentuk peserta didik (santri) yang memiliki kecakapan dan ketrampilan

yang suatu saat akan terjun kedalam masyarakat, maka melalui Yayasan

Soko Tunggal, dikembangkanlah beberapa bidang selain pesantren itu

sendiri, yaitu:

akan menjadi pengakuan internasional tentang kuatnya kerukunan hidup beragama di Indonesia. Disebut multi agama, karena ponpes yang akan dibangun di kawasan Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang seluas 9.000 meter persegi itu akan dijadikan aktivitas rohani umat Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Kong Hu Cu. Bahkan khusus umat Islam yang menempati ponpes tersebut termasuk paham Ahmadiyah yang baru-baru ini menjadi perdebatan pelik di Indonesia sehubungan pemahamannya yang mengatakan Nabi Muhammad SAW bukan nabi terakhir. Dokumentasi Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang.

6 Hasil observasi di Pondok Pesantren Soko Tunggal tanggal 09 Juli 2007.

Page 59: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

48

1. Bidang Usaha

Untuk mengembangkan usaha bagi kesejahteraan santri,

melalui Yayasan Soko Tunggal telah terbentuk koperasi dan CV yang

telah bekerjasama dengan PT. Rajawali Lusindo (RNI), Dolog, PT.

Kereta Api (Persero) dan Perhutani.

2. Bidang Pendidikan Formal

Selain pendidikan informal (pesantren) sendiri, melalui

Yayasan Soko Tunggal yang diketuai oleh KH. Nuril Arifin sendiri,

didirikan pula beberapa lembaga pendidikan formal antara lain:

a. Akademi Kebidanan

Akademi Kebidanan yang berlokasi di lingkungan Pondok

Pesantren Soko Tunggal ini resmi dibuka oleh Gus Dur pada

tahun 2005 dan pada tahun ini merupakan angkatan ke-3.

Untuk tenaga pengajarnya, pihak yayasan telah

menyediakan para pengajar profesional baik dari dalam dan luar

lingkungan pondok, termasuk tenaga pengajar untuk bidang

agama selain Islam, mengingat ada beberapa peserta didik yang

beragama non Islam.

b. Diklat Bahasa

Pendidikan bahasa Korea, atau Pusdiklat Soko Tunggal

merupakan program yang resmi dibuka pada tahun 2006, selain

gedung yang memadai, program ini menggunakan sistem

karantina sehingga selama 1 bulan peserta pelatihan wajib

mengikuti serangkaian kegiatan yang telah ditentukan. Termasuk

kegiatan di pondok pesantren bagi peserta yang beragama Islam.

Bagi peserta yang beragama Non Islam, pihak yayasan juga telah

menyediakan tenaga pengajar khusus untuk materi keagamaan.

c. LPK

Lembaga Pelatihan Keterampilan (LPK) Teknik Otomotif

ini dibuka pada awal tahun 2006 yang berlokasi di dekat komplek

Page 60: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

49

Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang, Desa Sendangguwo,

Rt. 04/ 09 Kecamatan Tembalang Kodya Semarang.

3. Bidang Sosial

Untuk bidang sosial, yayasan juga mendirikan pantai asuhan

yang bernama “Tarbiyatush Shibyan Soko Tunggal”. Namun dalam

perkembangannya, panti asuhan ini kurang berkembang sehingga saat

ini lebih diarahkan untuk menampung anak-anak yang tidak mampu,

anak-anak yang putus sekolah dan pengangguran untuk kemudian

digabungkan, dibina dan dididik seperti santri-santri yang lain.

Selain beberapa program yang sudah terealisasi, dalam waktu dekat

ini juga akan dibuka program Pendidikan Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bagi masyarakat yang masih belum melek

aksara.

2. Letak Geografis

Secara geografis, Pondok Pesantren Soko Tunggal berdiri di atas

tanah seluas ± 3000 M2 tepatnya di Jl. Sendangguwo Raya No. 36,

Kelurahan Sendangguwo, Rt. 04 Rw. 09 Kecamatan Tembalang Kodya

Semarang.

Pondok Pesantren Soko Tunggal sangat mudah untuk dijangkau

karena terletak di Semarang Timur ± 100 M masuk dari jalan raya jurusan

Semarang Pedurungan (Jl. Majapahit), ke arah selatan.7

Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang memiliki lokasi yang

berbatasan dengan:

Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Majapahit

Sebelah barat berbatasan dengan Desa Gayam Sari

Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kedung Mundu

Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pedurungan Kecamatan

Pedurungan Kodya Semarang.

7 Hasil observasi di Pondok Pesantren Soko Tunggal tanggal 5 Juli 2007.

Page 61: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

50

3. Keadaan Pengajar dan Santri

a. Pengajar/ Ustadz

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengurus Pondok

Pesantren Soko Tunggal bahwa ustadz atau tenaga pengajarnya hanya

terdiri dari para badal yang sudah ditunjuk secara langsung oleh

pengasuh pondok pesantren. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa

tenaga pengajar/ ustadz di Pondok Pesantren Soko Tunggal adalah: KH.

Nuril Arifin Husein (Pengasuh Pondok), Ustadz Masnun (Badal I),

Ustadz Abdullah Adib (Badal II).

b. Santri

Bagi Pondok Pesantren Soko Tunggal, kata “santri” tidak hanya

mewakili dua macam santri seperti pengklasifikasian jenis santri yang

telah ada (mukim8 dan kalong) tetapi lebih luas dari itu, santri adalah

istilah yang digunakan untuk menyebut semua orang yang ingin belajar

dan pernah ikut berproses di Pondok Pesantren Soko Tunggal yang

dalam hal ini termasuk mahasiswa Akbid Soko Tunggal, Peserta Diklat

Bahasa Soko Tunggal, dan seluruh santri dari penjuru manapun yang

juga ikut belajar dan mengikuti beberapa kegiatan Pondok Pesantren

Soko Tunggal Semarang.

4. Struktur dan Organisasi

Setiap pesantren memiliki struktur organisasi sendiri-sendiri yang

berbeda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kebutuhan masing-masing

pesantren. Meskipun demikian, ada kesamaan-kesamaan yang menjadi ciri-

ciri umum struktur pesantren, dan tampak adanya kecenderungan perubahan

yang sama di dalam menatap masa depannya.

8 Jumlah keseluruhan santri yang tinggal di lingkungan Pondok Pesantren Soko Tunggal pada

tahun 2007 tercatat 44 santri, terdiri dari: santri asrama pondok putra sebanyak 24 santri dan santri asrama pondok putri sebanyak 20 santri dan berasal dari kota-kota di Jawa Tengah, yakni Demak, Purwodadi, Blora, Kebumen, Tegal, Pemalang dan dan kota lainnya. Hasil wawancara dengan Sukisno, salah satu tenaga pengajar di Pondok Pesantren Soko Tunggal tanggal 14 Juli 2007.

Page 62: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

51

Sebagaimana layaknya sebuah lembaga pendidikan, maka Pondok

Pesantren Soko Tunggal memiliki struktur organisasi untuk pembagian

tugas dan wewenang dari kelancaran kegiatan pondok pesantren yang telah

diprogramkan, dan juga untuk menyiapkan rencana-rencana secara matang

sehingga hasil yang dihasilkan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Adapun struktur organisasi Pondok Pesantren Soko Tunggal

terlampir.

5. Sarana dan Prasarana

Pondok Pesantren Soko Tunggal sebagai lembaga pendidikan Islam,

mempunyai lima gedung utama, yaitu gedung untuk tempat tinggal (asrama)

santri putra, gedung untuk asrama santri putri dan gedung serba guna (aula),

gedung kantor dan masjid sebagai pusat kegiatan belajar mengajar.

Di samping fasilitas utama sebagai sarana pelaksanaan proses

pendidikan yang telah penulis sebutkan di atas, terdapat pula berbagai

fasilitas penunjang lainnya seperti dapur, empat buah kamar mandi, dan

perlengkapan lainnya, seperti tempat wudlu, mesin pompa air, sound sistem,

komputer dan beberapa perlengkapan lain.

Gedung asrama putra yang terletak di sebelah utara masjid terdiri

atas empat kamar. Masing-masing kamar rata-rata diisi oleh 5-6 santri tanpa

membedakan asal dan usia santri. Setiap kamar juga dilengkapi dengan

perabot lainnya demi untuk kenyamanan santri. Setiap santri juga diberikan

tempat khusus seperti loker untuk menaruh barang.

Gedung untuk asrama putri terbagi atas empat kamar dan aula yang

berada di ruang tengah yang berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan

rapat kecil serta untuk kegiatan yang lain. gedung ini juga dilengkapi

dengan kamar mandi, tempat mencuci dan dapur umum.

Gedung kantor terdiri atas ruang kantor dan satu kamar untuk

asrama pengurus, sebuah serambi yang juga berfungsi sebagai tempat

Page 63: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

52

menerima tamu, sebuah ruangan studio radio Soko Tunggal dan di samping

sebelah barat dilengkapi dengan kamar mandi.

Gedung aula yang berbentuk menyerupai joglo,9terletak

bersebelahan dengan gedung asrama putra dan asrama untuk peserta diklat

bahasa (dalam proses pembangunan). Aula ini berfungsi sebagai tempat

pusat kegiatan santri dan juga digunakan sebagai tempat majelis ta’lim

masyarakat sekitarnya pada waktu-waktu tertentu. Gedung ini juga

dilengkapi dengan tempat berwudhu. Namun untuk sementara waktu aula

tersebut dialihfungsikan sebagai tempat pelaksanaan diklat bahwa

mengingat untuk asrama dan gedung tempat pelatihan masih dalam proses

pembangunan.

Sarana yang lain adalah bangunan masjid yang merupakan elemen

yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren. masjid adalah bangunan

sentral sebuah pesantren, dibanding bangunan lain, masjid lah tempat serba

guna yang selalu ramai atau paling banyak menjadi pusat kegiatan warga

pesantren.

B. Kondisi Khusus Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

1. Tujuan Pendidikan

Berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang pada

umumnya menyatakan tujuan pendidikannya dengan jelas, pesantren

terutama pesantren-pesantren lama biasanya tidak merumuskan secara

eksplisit dasar dan tujuan pendidikannya. Namun bukan berarti bahwa

pendidikan pesantren itu berlangsung tanpa arah yang dituju, hanya saja

tujuan tidak dirumuskan secara sistematis dan dinyatakan secara eksplisit.

Hal ini ada hubungannya dengan sifat kesederhanaan pesantren yang sesuai

dengan dorongan berdirinya di mana kyai mengajar dan santri belajar

adalah semata-mata untuk ibadah.

9 Joglo merupakan bentuk rumah khas daerah Jawa Tengah, berbentuk persegi dengan atap

yang menjulang tinggi.

Page 64: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

53

Tujuan pendidikan yang diselenggarakan dapat diketahui dengan

jalan menanyakan langsung kepada para penyelenggara dan pengasuh

pesantren atau dengan cara memahami fungsi-fungsi yang dilaksanakan

baik dalam hubungannya dengan para santri maupun dengan masyarakat

sekitarnya. 10

Namun secara umum, berdasarkan hasil wawancara dengan pengasuh

Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang proses pendidikan yang

dilaksanakan di Soko Tunggal mempunyai tujuan yaitu untuk memberikan

manfaat bagi orang lain, dalam arti pendidikan yang dilakukan mengarah

pada pembentukan akhlak santri. Akhlak mempunyai kedudukan yang

sangat penting dalam sebuah pesantren yang dijunjung tinggi oleh segenap

elemen-elemen pesantren, termasuk juga ustadz dan kyai.

2. Pelaksanaan Pendidikan di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

Berdasarkan hasil wawancara dengan pendiri dan pengasuh Pondok

Pesantren Soko Tunggal serta salah satu ustadz di Pondok Pesantren Soko

Tunggal, pada dasarnya Pondok Pesantren Soko Tunggal merupakan

pondok pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan tasawuf11 untuk

lebih mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat

10 Terkait dengan pendidikan pluralistik di pesantren, Nurcholis Madjid menjelaskan bahwa

visi utama pesantren sebagai lembaga pendidikan yaitu pertama, untuk menyebarluaskan ajaran tentang universalitas Islam ke seluruh pelosok Nusantara yang sangat pluralis. Hal ini oleh para Wali telah membuktikan dan berhasil menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam lingkungan masyarakat, tanpa meninggalkan jati diri pesantren. Kedua, untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral dengan “Amar ma’ruf nahi munkar”. Ini berarti pesantren menjadi agen perubahan dan selalu melakukan pembebasan masyarakat dari segala keburukan moral, penindasan politik, kemiskinan ilmu pengetahuan dan bahkan kemiskinan ekonomi, Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 3-5

11 Secara etimologis kata tasawuf berasal dari bahasa Arab, Tashawwafa, Yathawwasafu, Tashawwufan. Ulama berbeda pendapat dari mana asal usulnya. Ada yang mengatakan dari kata shuf (bulu kambing), shafa yang berarti bersih dan suci, Sophia yang berarti hikmah atau filsafat, shuffah yang artinya suatu ruangan dekat masjid Madinah tempat Nabi Muhammad SAW memberikan pengajaran kepada para sahabatnya. Sedangkan secara terminologi banyak dijumpai definisi yang berbeda yang oleh Ibrahim Basyuni diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu al-Bidayah, al- Mujahadah, dan al- Madzaqat. Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), hlm. 192.

Page 65: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

54

melihatnya dengan mata hati, bahkan ruhnya dapat bersatu dengan ruh

Tuhan.

Dalam konsep tasawuf sendiri terdapat istilah tasawuf ilmi atau

nadhari, yaitu tasawuf yang bersifat teoritis. Tasawuf yang tercakup dalam

bagian ini ialah sejarah lahirnya tasawuf dan perkembangannya sehingga

menjelma menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Termasuk di dalamnya adalah

teri-teori tasawuf menurut berbagai tokoh tasawuf dan tokoh luar tasawuf

yang berwujud ungkapan sistematis dan filosofis.

Pengetahuan mengenai ilmu tasawuf ini diberikan langsung oleh

KH. Nuril Arifin melalui pengajian tasawuf yang dilaksanakan setiap dua

minggu sekali setiap malam Jum’at yang bertempat di Masjid Soko Tunggal

yang dihadiri oleh seluruh santri, warga sekitar dan para jama’ah yang

datang dari dalam dan luar kota Semarang.

Bagian kedua ialah tasawuf amali atau tathbiqi yaitu tasawuf

terapan, yakni ajaran tasawuf yang praktis. Tidak hanya teori belaka, tetapi

menuntut adanya pengamalan dalam rangka mencapai tujuan tasawuf.

Dalam hal ini, KH. Nuril Arifin menganjurkan kepada seluruh santri untuk

dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu melalui

pembentukan pribadi yang bermoral paripurna, dan berakhlak mulia.

Dimulai dengan membiasakan berprilaku baik, yang pada gilirannya akan

menghasilkan manusia yang sempurna (insan kamil) dan mengenal diri

sendiri agar dapat mengetahui posisi Tuhan.

Dengan kata lain proses pendidikan yang dilaksanakan di Soko

Tunggal mempunyai tujuan yaitu semata untuk meninggikan moral santri,

menghargai nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah

laku yang bermoral, melatih santri untuk hidup sederhana dan bersih hati

serta semata-mata merupakan kewajiban dan pengabdian kepada Allah

SWT.

Adapun beberapa kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren Soko

Tunggal berdasarkan waktu pelaksanaannya, terlihat seperti pada table

dibawah:

Page 66: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

55

Tabel: 01 Kegiatan Pembelajaran

Di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

No. Waktu Jenis Kegiatan Keterangan 1. Harian Ngaji Kitab Diikuti oleh seluruh santri dan

dilaksanakan setiap hari setelah ba’da shalat dhuha dan shalat isya dengan menggunakan sistem sorogan, bertempat di Masjid dan diampu oleh pengsuh/ badal. Adapun kitab yang dikaji antara lain: Fatmun Mu’in (fiqih) karya Zainuddin al-Malaybari, Taklimul Mutaallim karya Afiduddin Asyaih Abdullah Ibnu Alawi Muhammad Al-Haddad, Tafsir Jalalaini karya Jalaluddin Muhamad Bin Ahmad Al-Mahalli dan lain sebagainya.

Sema'an/ ngaji Al-Qur’an

Diikuti oleh seluruh santri dan dilaksanakan setiap hari setelah ba’da shalat ashar dengan menggunakan sistem sorogan, bertempat di Masjid dan diampu oleh pengasuh/ badal.

2. Mingguan Pengajian tasawuf

Dilaksanakan setiap dua minggu sekali setiap malam Jum’at yang bertempat di Masjid Soko Tunggal yang dihadiri oleh seluruh santri, warga sekitar dan para jama’ah yang datang dari dalam dan luar kota Semarang.

3. Selapanan Pengajian Sabtu malam Ahad Pon

Kegiatan ini dilaksanakan 40 hari sekali pada malam ahad pon dan diisi langsung oleh KH. Nuril Arifin yang dihadiri oleh seluruh santri, warga sekitar dan para jama’ah yang datang dari dalam dan luar kota.

4. Tahunan Asma’ Qomar Kegiatan ini dilakukan setiap pertengahan bulan Agustus di atas kapal (ditengah laut) untuk napak tilas sekaligus sebagai media agar lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Page 67: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

56

3. Kurikulum Pendidikan

Sejalan dengan tidak dirumuskannya tujuan pendidikan secara

eksplisit, maka pada sebagian pesantren istilah kurikulum tidak dapat

ditemukan, walaupun essensi materinya ada dalam praktek pengajaran,

bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan sehari-hari di

pesantren, yang semuanya itu merupakan kesatuan dalam proses

pendidikannya.

Meski di Pesantren Soko Tunggal Semarang tidak merumuskan

secara tajam materi pelajaran dalam bentuk kurikulum. Namun demikian

dapat dinyatakan bahwa kurikulum pesantren sebenarnya meliputi seluruh

kegiatan yang dilakukan santri selama sehari semalam. Di luar pelajaran

formal banyak kegiatan yang bernilai pendidikan dilakukan di sana seperti

latihan hidup sederhana, latihan ketrampilan, ibadah dengan tertib dan lain-

lain yang mengarah pada tujuan dan visi Pondok Pesantren Soko Tunggal

yaitu memberi manfaat kepada orang lain.

4. Materi yang Diajarkan di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

Dalam proses belajar di suatu lembaga pendidikan tidak akan dapat

dipisahkan dengan adanya kurikulum atau materi-materi yang diajarkan,

karena kurikulum merupakan acuan dan pedoman yang dipakai sebagai

perantara oleh pengajar dalam pelaksanaan pendidikan untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan.

Kurikulum di pesantren pada umumnya, belum ada ketentuan dan

aturan bakunya, sehingga dapat dikatakan masih sangat sederhana.

Demikian juga di Pondok Pesantren Soko Tunggal, untuk sumber belajar

yang digunakan masih terbatas pada kitab-kitab kuning yang dijadikan

sebagai acuan dalam proses belajar mengajar.

Dan dari hasil observasi yang dilakukan penulis, ada beberapa kitab

yang dijadikan sebagai bahan rujukan dan kajian di pondok pesantren yang

secara langsung maupun tidak langsung berisi tentang materi-materi Tauhid,

Page 68: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

57

Tafsir, Hadits, Fiqih, Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghoh dan Tajwid),

dan akhlak. Kitab-kitab tersebut antara lain:

Tabel: 02

Beberapa Jenis Kitab yang Digunakan Dalam Proses Pembelajaran Di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

No. Jenis Kitab Nama Kitab 1. Nahwu Shorof - Al-Fiyah Ibnu Malik Karya Jamaluddin

Muhammad Bin Abdullah Bin Malik - Syarh Ibnu Aqil karya Imam Bahauddin

Abdillah, dll. 2. Fiqih - Al-Iqna’ karya Syaih Muhammad Assarbini

Al Khotib - Fatkhul Mu’in karya Zainuddin al Malaybari - Fatkhul Qorib, dll.

3. Hadits - Riyadhus Sholihin karya Syaihul Islam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya Bin Sarof An-Nawawi

- Bulughul Maram, dll. 4. Akhlak

Tasawuf - Ayyuhal Walad karya Al Imam Abu Hamid

Muhammad Bin Muhammad Al Ghozali - Taklimul Mutaallim karya Afiduddin Asyaih

Abdullah Ibnu Alawi Muhammad Al Haddad - Adabul ‘Alim wal Muta’alim karya Hasyim

Asy'ari - Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, dll.

5. Tafsir - Tafsir Jalalaini karya Jalaluddin Muhamad Bin Ahmad Al Mahalli dan Syaih Al Mutabakhur Jalaluddin Abdurrohman Bin Abi Bakrin Assayuthi, dll.

Pelaksanaan pengajaran kitab ini dilakukan dengan menggunakan

metode-metode seperti: sorogan, bandongan, hafalan dan majlis ta’lim.

5. Metode Pembelajaran yang Digunakan di Pondok Pesantren Soko

Tunggal Semarang

Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola

tradisional, yaitu metode sorogan dan metode bandongan. Untuk metode

sorogan ini digunakan dalam mempelajari kitab-kitab yang sedang dikaji.

Page 69: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

58

Metode ini amat bagus dan dirasa tepat untuk mempercepat sekaligus

mengevaluasi penguasaan santri terhadap kandungan kitab yang dikaji

mengingat jumlah santri Pondok Pesantren Soko Tunggal yang tidak begitu

banyak. Akan tetapi metode ini membutuhkan kesabaran, ketekunan,

ketaatan dan kedisiplinan yang tinggi dari para santri.

Teknik penyampaian materi dalam metode sorogan di Pondok

Pesantren Soko Tunggal ini adalah sekelompok santri satu persatu secara

bergantian menghadap kyai, mereka masing-masing membawa kitab yang

akan dipelajari, disodorkan kepada kyai. Kyai membacakan pelajaran yang

berbahasa Arab, kalimat demi kalimat kemudian menterjemakan dan

menerangkan maksudnya, santri menyimak ataupun ngesahi (memberi

harkat dan terjemah) dengan memberi catatan pada kitabnya, kemudian

santri disuruh membaca dan mengulangi sepersis mungkin seperti yang

dilakukan kyainya, serta mampu menguasainya.

Dalam menggunakan metode sorogan ini, kadang ada pengulangan

pelajaran ataupun pertanyaan yang dilakukan oleh kedua pihak dan setiap

santri yang telah menguasai apa yang telah diajarkan, kemudian santri diberi

materi pelajaran baru. Semua pelajaran ini diberikan oleh kyai atau

pembantunya yang disebut badal (pengganti).

Kenaikan kitab ditandai dengan bergantinya kitab yang dipelajari.

Sedangkan evaluasi dilakukan pada waktu-waktu yang telah disepakati

bersama, dengan cara ustadz memberikan soal secara lisan kemudian santri

yang telah ditunjuk memberikan jawaban secara lisan juga. Ketika jawaban

santri salah maka terkadang soal dilempar pada santri lain sampai

mendapatkan jawaban yang tepat.

Pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan metode sorogan akan

tersusun kurikulum individual yang sangat fleksibel dan sesuai dengan

kebutuhan pribadi seorang santri sendiri. Dengan demikian metode sorogan

merupakan bentuk pengajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada

seluruh santri untuk belajar secara mandiri berdasarkan kemampuan

masing-masing individu. Dan kegiatan ini setiap santri dituntut mengerjakan

Page 70: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

59

tugasnya dengan kemampuan yang mereka miliki sendiri. Oleh karenanya

kyai atau ustadz harus mampu memahami dan mengembangkan strategi

dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan individu. Implikasi dari

kegiatan belajar ini pengajar harus banyak memberikan perhatian dan

pelayanan secara individual, bagi siswa tertentu pengajar harus dapat

memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan taraf kemampuan

santri.

Metode bandongan atau metode wetonan juga digunakan di Pondok

Pesantren Soko Tunggal. Pada pelaksanaannya, pengasuh pondok/ badal

membaca dan menafsirkan suatu kitab, kemudian para santri menyimak

bacaan kyai. Dalam hal ini, santri juga membawa kitab yang sama.

Disamping metode bandongan dan metode sorogan, juga dikenal

beberapa metode pengajaran, yaitu: Hafalan (tahfidz), Hiwar atau

musyawarah, bahtsul masa’il (mudzakaroh), fathul kutub, muqoronah dan

muhadatsah.12

6. Evaluasi

Proses evaluasi pembelajaran kaitannya dengan materi yang

diajarkan oleh para ustadz/ kyai (kitab kuning) dilaksanakan sesuai dengan

waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan untuk proses evaluasi

tahap akhir, Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang mengikuti prinsip

tanpa ijazah, artinya pesantren tidak memberikan ijazah sebagai tanda

keberhasilan belajar. Keberhasilan bukan ditandai oleh ijazah yang

berisikan angka-angka sebagaimana madrasah dan sekolah umum, tetapi

ditandai oleh prestasi kerja yang diakui oleh khalayak dan mendapat restu

kiai. Sehingga tidak ada standar yang pasti apakah santri tersebut lulus

dengan baik atau tidak.

12 HM. Amin Haedari, et. al., Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan

Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), hlm.17-22.

Page 71: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

60

7. Tradisi Pendidikan Pluralistik di Pondok Pesantren Soko Tunggal

Semarang

Yang dimaksud tradisi di sini adalah seperangkat perilaku yang

sudah menjadi kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan dan senantiasa

dilakukan, diamalkan, dipelihara dan dilestarikan yang dalam hal ini di

Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang.

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di Pondok

Pesantren Soko Tunggal terdapat beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh

santri selain belajar tentang ilmu agama antara lain:

a. Dalam proses pembelajaran

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa untuk

menanamkan jiwa inklusif dan saling mencintai pada para santri, Gus

Nuril sebagai pengasuh pondok sadar betul bahwa dia harus

mempersiapkan seperangkat materi dan metode yang mampu

menjembatani hal tersebut secara relevan. Oleh karena itu sebagai

pengasuh pondok sekaligus Ketua Yayasan Soko Tunggal, Gus Nuril

senantiasa memberikan contoh yang baik bagi para santrinya dalam

kehidupan sehari-hari. Hal tersebut amat nampak pada kebijaksanaan-

kebijaksanaan beliau, antara lain: Gus Nuril dengan lapang dada

menerima pemeluk agama lain yang sekedar ingin mempelajari ajaran

Islam atau berkunjung ke Soko Tunggal.

Selain penggunaan metode sorogan dan wetonan juga digunakan

juga digunakan metode bahtsul masa’il. Pada kegiatan bahtsul masa’il

(mudzakaroh), santri dianjurkan untuk tidak hanya menggunakan satu

rujukan saja, tapi dengan menggunakan berbagai pendekatan dan banyak

sumber. Ditambah dengan metode lainnya, yaitu metode muqoronah yang

akan membandingkan antara sumber yang satu dan lainnya. Dari situ

proses pendidikan di Soko Tunggal bena-benar telah mencerminkan

semangat pluralisme.

Bahtsul masail biasanya diadakan di serambi kantor yang cukup

luas dan diikuti oleh para santri yang berasal dari luar daerah (baca; santri

Page 72: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

61

kalong), pengasuh pondok dan didampingi oleh para badal, dan tidak

jarang memunculkan berbagai masalah ditilik dari berbagai sudut

pandang.13 Pada bahsu al-masail ini para santri diberikan kesempatan

yang seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam menanggapi pokok

permasalahan yang sedang dibahas.

Gagasan besar Gus Nuril secara spesifik mengenai pentingnya

pendidikan pluralistik juga terealisasi dalam beberapa kegiatan dan

kebijakan beliau, antara lain: Pemberian materi seperti fiqih dan tafsir

tidak diberikan serta merta menggunakan satu rujukan, namun

menggunakan banyak pendekatan. Sehingga para santri tidak hanya

dibekali pengetahuan atau pemahaman tentang ketentuan hukum dalam

fiqih atau makna ayat yang tunggal, namun juga diberikan pandangan

yang berbeda. Tentunya, bukan sekedar mengetahui yang berbeda, namun

juga diberikan pengetahuan tentang mengapa bisa berbeda.

Setiap santri memiliki hak yang sama dalam menerima

pendidikan. Hal itu tercermin pada salah satu tradisi selapanan yang

diadakan setiap 40 hari sekali (setiap malam minggu pon) yang

memposisikan seluruh santri baik santri mukim dan kalong, tua-muda,

kaya-miskin, dan bentuk pluralitas lainnya; duduk satu atap dan sama

rendah untuk sama-sama menerima siraman rohani. Disisi lain, santri juga

diberikan perhatian secara pluralis kaitannya dengan kemampuan santri.

Hal tersebut terlihat pada adanya perbedaan materi yang diterima santri

pada proses pembelajaran kitab dengan menggunakan metode sorogan

mengingat tingkat pemahaman dan kemampuan santri yang berbeda.

Untuk membekali dan menopang pemahaman santri mengenai

pluralisme, maka santri diberi pengetahuan tentang perbandingan agama,

dan materi tentang aliran kalam yang disampaikan langsung oleh Gus

Nuril.

13 Membandingkan atau Muqoronah adalah sebuah metode yang terfokus pada kegiatan

perbandingan, baik perbandingan materi, paham, maupun kitab. Ibid, hlm. 21.

Page 73: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

62

b. Dalam proses pendidikan dan interaksi sosial

Sebagai lembaga pendidikan sekaligus lembaga keagamaan,

pesantren menggunakan pendekatan holistik. Artinya di pesantren semua

kegiatan belajar mengajar dan aktifitas kehidupan, termasuk aktifitas

keagamaan merupakan kesatupaduan utuh dalam totalitas kehidupan

sehari-hari. Yang itu berarti proses pendidikan pesantren berlangsung

selama 24 jam penuh, karena hubungan antara santri dan kyai yang

terkonsentrasi dalam satu kompleks.

Di Pondok Pesantren Soko Tunggal diajarkan bahwa semua

kegiatan pendidikan di pesantren merupakan ibadah kepada Tuhan. Oleh

karena itu, ditekankan adanya sikap saling tolong menolong antar sesama

tanpa memandang adanya perbedaan. Hal itu dimaksudkan demi untuk

dapat memberikan manfaat bagi orang lain sesuai dengan misi Soko

Tunggal.

Tradisi pendidikan pluralistik juga nampak pada interaksi antar

santri yang menjunjung tinggi sikap hormat antar sesama santri, ustadz

dan semua penghuni pondok pesantren, termasuk mahasiswa Akbid Soko

Tunggal dan peserta Diklat Bahasa Korea yang notabenenya berasal dari

berbagai daerah dengan keragaman suku, agama dan budaya masing-

masing, juga menghormati setiap tamu yang datang dari pemeluk agama

lain, yang berkunjung untuk bertemu dengan KH. Nuril Arifin (Selaku

Ketua Forkaghama).

Disisi lain, seperti telah disinggung sebelumnya bahwa Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang lebih menekankan pada aspek tasawuf

untuk bagaimana mendapatkan nur illahi. Dengan demikian, bisa

tidaknya seseorang mendapatkan cahaya pengetahuan dari Tuhan adalah

tergantung dari akhlak seseorang itu sendiri. Dengan kata lain tradisi

pendidikan pluralistik di Soko Tunggal merupakan pengejawantahan dari

seluruh proses pendidikan yang ada.

Penekanan pentingnya kearifan dalam proses pendidikan

pesantren dan dalam tingkah laku sehari-hari juga merupakan salah satu

Page 74: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

63

prioritas utama. Kearifan yang dimaksud disini adalah berperilaku sabar,

rendah hati, berbuat adil, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang

lain dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama.

Seperti yang dapat kita temui di pondok pesantren pada

umumnya, Soko Tunggal juga menjunjung tinggi prinsip kebebasan

terpimpin, maksudnya adalah bahwa Pondok Pesantren Soko Tunggal

dalam menjalankan kebijaksanaan kependidikannya tidak membatasi

santri secara mutlak. Hal itu tercermin dari pandangan salah satu ustadz

bahwa kepada anak wajib ditanamkan jiwa agama, yang akan menjadi

dasar kepribadiannya, tetapi pada saat menginjak dewasa, anak itu

sendirilah yang akan memilih jalan hidupnya, apakah akan ingkar atau

beriman dan bertaqwa pada Tuhan.

Proses pendidikan yang berlangsung selama 24 jam setiap hari

mewajibkan santri untuk bisa belajar dari semua yang ditemui. Namun

begitu tambahan pengalaman tidak sekedar menjadi tumpukan

pengalaman demi pengalaman yang lepas, tetapi dapat terjadi suatu

perpaduan yang memperkaya dan menumbuhkan pribadi yang

mengalami, walau hal itu tidak terjadi begitu saja.

c. Dalam kegiatan Forkhagama

Kegiatan Forkaghama yang melibatkan berbagai elemen dari

pemeluk agama Islam dan non Islam adalah media pendidikan yang

disadari atau tidak telah membawa santri kepada pemahaman mengenai

bagaimana untuk bisa hidup saling berdampingan dengan pemeluk agama

lain.

Adapun tujuan dibentuknya Forum keadilan dan Hak Asasi Umat

Beragama (Forkhagama) tercermin dalam prasasti Soko Tunggal yang

terletak di dalam komplek Pondok Pesantren Soko Tunggal yaitu: (1)

Untuk mewujudkan kehidupan beragama dengan mengedepankan

perlindungan hukum, solidaritas, dan toleransi dalam kerangka NKRI

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang berarti adanya kebebasan

memeluk agamanya masing-masing dan berhak mendapatkan

Page 75: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

64

perlindungan hukum yang sama. (2) Bisa menyelesaikan permasalahan

umat beragama di tingkat bawah, (3) Memberi ruang gerak demi

terciptanya persaudaraan antar umat beragama (4) Membantu

memudahkan dan menciptakan koridor serta sarana-prasarana dalam

mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis, (5) Melakukan mediasi

antar umat beragama, (6) Menjadi bagian tak terpisahkan dari prinsip

Bhineka Tunggal Ika dan (7) Menciptakan iklim sejuk dan

menghilangkan kecemburuan antar umat beragama.

Untuk membekali santri agar tidak melenceng dari yang

diharapkan maka santri diberikan pendidikan lintas agama melalaui

kegiatan-kegiatan Forkaghama yang juga tidak jarang menghadirkan

beberapa orang dari penganut agama lain. Dengan dialog seperti ini,

peserta didik diharapkan akan mempunyai pemahaman dan bisa

menentukan sikap dalam menghadapi realitas kemajemukan yang ada.

Untuk itu, Pondok Pesantren Soko Tunggal sebagai pusat kegiatan

Forkaghama dan juga beberapa aktifitas pembelajaran diluar kegiatan

pesantren merupakan tempat yang sangat potensial untuk mendidik santri

menjadi manusia yang dapat memandang pluralitas keindonesiaan dalam

berbagai aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, dan agama sebagai

kekayaan spritual bangsa yang harus tetap dijaga kelestarianya.

Page 76: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

65

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PENDIDIKAN PLURALISTIK

DI PONDOK PESANTREN SOKO TUNGGAL SEMARANG

A. Pendidikan Pluralistik di Pesantren

Pendidikan Islam adalah aktifitas rutin sehari-hari umat Islam yang

berkesinambungan terus-menerus tanpa henti. Aktivitas keseharian yang

dimulai dari bangun tidur sampai tidur kembali; dari pranatal sampai manula.

Aktifitas kalangan elit-intelektual maupun orang awam biasa; keluarga kaya

maupun miskin; di desa maupun di kota.

Berbicara tentang pendidikan Islam dalam format pernyataan seperti

di atas sebenarnya tidak mengundang begitu banyak persoalan. Persoalan

baru muncul ke permukaan jika aktifitas pendidikan dihadapkan pada fakta

yang ada yang melibatkan perbandingan masa lalu, masa kini, dan masa yang

akan datang. Terlebih jika teori-teori keilmuan seperti psikologi, antropologi,

sosiologi dan filsafat turut terlibat dalam proses evaluasi dan analisis

aktivitas pendidikan Islam yang telah berjalan rutin dan berkesinambungan

tersebut.

Ibarat seseorang yang melihat hutan lebat dari atas ketinggian jelajah

pesawat terbang, maka yang tampak Cuma pemandangan hijau yang

menyenangkan dipandang mata. Tapi begitu turun dan mendekat ke tengah

hutan, kiranya hutan yang terlihat hijau dari kejauhan tidak seluruhnya

demikian. Disana terdapat banyak jurang-jurang, bukit-bukit terjal, lubang-

lubang bebatuan, aneka ragam pepohonan, semak belukar, bunga-bunga,

hewan dan begitu seterusnya, yang masing-masing punya kajian keilmuan

sendiri-sendiri.

Sama halnya dengan dunia pendidikan Islam. Jika dilihat dari

kejauhan, ia merupakan aktivitas rutin sehari-hari yang tidak begitu banyak

menimbulkan persoalan yang perlu dicermati dan ditelaah lebih lanjut.

Namun demikian, hal itu merupakan sebuah sistem yang rumit yang

melibatkan beragam institusi (pesantren madrasah, sekolah), pola

Page 77: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

66

kepemimpinan (kyai, kepala sekolah, lurah pondok, direktur, kepemimpinan

keluarga), materi pengajaran (materi pelajaran agama saja, sebagian agama,

keterampilan, dan lain-lain), metodologi pengajaran (wetonan, sorogan,

ceramah, diskusi). Masing-masing pemilihan mempunyai karakteristik

sendiri-sendiri dan punya implikasi dan konsekwensi dari bentuk institusi,

pola kepemimpinan, materi, metodologi, staf pengajar yang dipilihnya dalam

pelaksanaan pendidikan.

Ketika kita membicarakan pendidikan Islam di Indonesia, ada ciri

khas yang dapat dilihat dari fenomena penyebaran pondok pesantren yang

hampir diseluruh pelosok Indonesia. Dikatakan khas karena adanya tradisi-

tradisi yang berkembang di lingkungan pesantren yang (bisa) dikatakan tidak

dijumpai diluar dan hingga saat ini, ketika dunia telah memasuki era modern

dengan menawarkan kebudayaan yang oleh kebanyakan orang disebut-sebut

sebagai kebudayaan maju, tradisi pesantren tetap bertahan dengan kekhasan

budaya yang dimilikinya, bahkan cenderung untuk dipertahankan dan

dilestarikan.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam sebagai

wahana untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam

dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup

bermasyarakat sehari-hari dan untuk memberikan respon terhadap situasi dan

kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya

sendi-sendi moral melalui transformasi nilai yang ditawarkanya (amar

ma’ruf nahi munkar). Kehadiran pesantren bisa disebut sebagai agen

perubahan sosial yang selalu melakukan pembebasan pada masyarakat dari

keburukan moral, penindasan dan kemiskinan. Selain itu, berdirinya

pesantren juga memiliki misi untuk menyebarluaskan informasi ajaran

universalitas Islam keseluruh pelosok Nusantara yang berwatak pluralis.

Semestinya umat Islam sadar atas realitas pluralitas masyarakat dan

budaya Indonesia, dan hal ini telah menjadi perhatian tersendiri oleh para

pendiri republik. Kesadaran bahwa permasalahan pluralitas merupakan

permasalahan krusial, jika tidak ditangani secara bijaksana akan menjadi

Page 78: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

67

sumber konflik yang berkepanjangan. Dengan disetujuinya Pancasila sebagai

dasar negara maka jelas para pendiri Bangsa Indonesia dengan sadar

menjadikan pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.

Karena kenyataan keragaman itulah buka tanpa alasan semboyan

resmi negara "Bhineka Tunggal Ika" (Bercerai berai tapi tetap satu jua)

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang pluralis karena ia menyimpan akar-

akar keberagaman dalam hal agama, etnis, seni, budaya dan cara hidup.

Sosok keberagaman yang indah ini, dengan latar belakang mosaik-mosaik

yang memiliki nuansa-nuansa khas masing-masing tidak mengurangi makna

kesatuan Indonesia. Motto Indonesia "Bhineka Tunggal Ika" yang dipakai

oleh Bangsa Indonesia jelas mempertegas pengakuan adanya "kesatuan

dalam keberagaman atau keragaman dalam kesatuan" dalam seluruh

spektrum kehidupan kebangsaan kita.

Kehadiran Pancasila sebagai dasar negara yang disahkan oleh Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Oktober 1945, pada

hakekatnya secara kultural dan politis merupakan hasil kompromi bangsa

Indonesia yang beranekaragam, suatu konsensus nasional yang mampu

menggalang dan menjamin persatuan bangsa menuju terwujudnya cita-cita

bersama. Cita-cita bersama ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang

di dalamnya termuat sila-sila dari pancasila.

Kemudian dari pada itu untuk terbentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Karena itulah keanekaragaman yang ada di Indonesia haruslah

didudukkan sebagai kekayaan perikehidupan berbangsa dan bukan

Page 79: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

68

menyempitkan diri dalam pengkotakkan atau sektarian. Selain kesenian dan

budaya, kekayaan ini yang terpenting adalah cara pandang dan kesadaran

mengenai dunia yang hendak dibentuk atau dicita-citakan. Dan pada

hakekatnya semua agama terbuka bagi siapa saja, sehingga bersifat universal

tanpa membedakan suku, etnis dan jenis kelamin. Untuk itu semangat seperti

inilah yang dibutuhkan bagi semua umat beragama.

Dengan menggunakan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah

hidup bangsa, maka persatuan dan kesatuan bangsa akan bertambah kokoh

dan kuat, karena masing-masing sila bukan hanya dapat diterima, melainkan

juga dapat menimbulkan semangat persatuan di kalangan berbagai golongan

dan suku bangsa di Indonesia.

Pluralitas agama dikalangan penduduk Republik Indonesia juga sudah

disadari pula sejak awal. Kesadaran itu mengantar lahirnya peraturan yang

menyangkut kebebasan beragama. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945

pasal 29 ayat (2) dinyatakan bahwa: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk

beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu.”

Dengan demikian, bangsa Indonesia memiliki landasan konstitusional

yang kuat untuk mengelola pluralitas secara baik dan benar. Landasan itu

diperkuat lagi oleh budaya bangsa Indonesia yang dikenal dengan sikap

ramah, santun, saling menghormati dan tolong menolong. Selain itu, agama

memandang keragaman suku bangsa dan budaya sebagai bagian dari

sunatullah dalam ciptaan-Nya. Sementara itu, keyakinan teologis keagamaan

dianggap sebagai tawaran yang sifatnya persuasif. Artinya, boleh diterima

atau ditolak dengan konsekwensinya masing-masing

Semangat dari sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa,

idealnya diwujudkan dalam setiap bidang kehidupan pribadi dan publik

bangsa Indonesia. Salah satunya adalah melalui bidang pendidikan sebagai

Page 80: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

69

kendaraan utama negara untuk mengembangkan watak dan peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.1

Salah satu unsur pesantren (kyai) sebagai komponen yang utama,

adalah sosok figur orang yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan

agama, kyai adalah sebagian pemimpin dan sekaligus pemilik pesantren

Sebagai tokoh agama (ulama), kyai dituntut memerankan fungsi

agama sebagai kemaslahatan manusia dengan cara mengembangkan

interpretasi (tafsir) yang memiliki semangat perdamaian dan kerukunan antar

umat beragama. Pengembangan interpretasi semacam ini diyakini mampu

mencerahkan keberagaman umat sehingga ajaran ketuhanan tampil lebih

fungsional, bahkan mampu menciptakan kedamaian, keadilan, toleransi dan

nilai-nilai kemanusiaan lainnya dalam kehidupan bermasyarakat.2 Mengingat

peranan ulama antara lain:

1. Menterjemahkan nilai-nilai dan norma-norma agama dalam kehidupan masyarakat

2. Menterjemahkan gagasan-gagasan pembangunan kedalam bahasa yang dipahami oleh umat beragama

3. memberikan pendapat, saran dan petunjuk terhadap ide-ide dan cara yang dilakukan untuk suksesnya pembangunan

4. Dengan bahasanya mendorong masyarakat dan umat beragama untuk ikut serta secara aktif dalam usaha pembangunan bangsa.3

Pendidikan pluralistik yang mencoba mengantisipasi berbagai

perbedaan dari yang hanya sekedar berbeda, berhadapan ( vis a vis ), bertolak

belakang/ berpisahan (Dikotomis) sampai yang saling berlawanan

(konfrontative). Pluralitas dan heterogenitas sebagai sebuah realitas tidak

dapat dipungkiri dan tidak dihilangkan dari eksistensinya di dunia ini. Bisa

dikatakan bahwa heterogenitas dan pluralitas adalah sebuah hukum alam

(natural law/ hukum alam).

1 M. Saerozi, Politik Pendidikan Agama dalam Era Pluralisme; Telaah Historis Atas Kebijaksanaan Pendidikan Agama Konvensional di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm. xvi.

2 Asep Saefullah, Merukunkan Umat Beragama; Studi Pemikiran Tarmizi Taher Tentang Kerukunan Umat Beragama, (Jakarta: Penerbit Grafindo Khasanah Ilmu, 2007), hlm. 212.

3 Toyib IM dan Sugiyanto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 185

Page 81: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

70

Pendidikan pluralistik sebagaimana telah dijelaskan dimuka,

merupakan sebuah pendidikan alternatif yang menjunjung tinggi dan

menghargai perbedaan. Karena itu model pendidikan seperti ini diharapkan

memiliki orientasi yang jelas, yang memihak pada realitas masyarakat yang

majemuk. Hal ini dimaksudkan agar dalam perjalanan sejarah pendidikan

pluralistik nantinya tidak kehilangan arah atau bahkan berlawanan dengan

nilai-nilai dasar pluralisme.

Bentuk pendidikan pluralistik semacam itu, tentunya akan dapat

dijadikan sebagai jawaban atau solusi alternatif bagi pemecahan masalah-

masalah yang dihadapi oleh masyarakat majemuk seperti Indonesia ini. Serta

mampu mengantisipasi dan meminimalisir ketegangan dan pertikaian antar

kelompok dan akhirnya mampu menuntun ke arah keselamatan, rahmatan li

al-‘alamin, menebarkan berkah bagi seluruh warga masyarakat.

Pendekatan dan metode yang relevan dengan tuntutan reformasi

pendidikan tersebut adalah metode yang dapat menumbuhkan kemerdekaan

pada peserta didik untuk menumbuhkan sisi-sisi kemanusiaanya. Yaitu

metodologi pembelajaran yang mampu mengembangkan semangat dan

kemampuan belajar lebih lanjut. Metode tersebut adalah metode yang

mengajak peserta didik yang dalam hal ini adalah santri untuk mencari dan

menemukan ilmu pengetahuan dalam prespektif menuju kedewasaanya,

mengembangkan jati diri kepribadianya.

Adapun metode yang dirasa relevan dan dapat dipergunakan dalam

pendidikan pluralistik di pesantren antara lain:

a. Metode keteladanan dan pemberian nasihat

Pendidikan dengan keteladanan adalah pendidikan dengan cara

memberi contoh-contoh kongkrit pada para siswa. Dalam pendidikan

pesantren, pemberian contoh-contoh ini sangat ditekankan. Tingkah laku

seorang ustadz mendapatkan pengamatan khusus dari para siswanya.

Seperti perumpamaan yang mengatakan “Guru kencing berjalan, murid

kencing berlari”, disini dapat diartikan bahwa setiap perilaku yang di

Page 82: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

71

tunjukkan oleh guru selalu mendapat sorotan dan ditiru oleh anak

didiknya.

b. Metode latihan dan pembiasaan

Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan

cara memberikan latihan-latihan dan membiasakan untuk dilakukan setiap

hari. Misalnya: setiap santri ditekankan untuk saling menghormati antar

sesama santri dan seluruh penghuni pondok pesantren, tenggang rasa,

toleransi, saling mengasihi dan tolong-menolong.

c. Metode dialogis

Jembatan yang paling tepat untuk menghubungkan keberbedaan

dan kemajemukan adalah dialog. Jika dialog itu menjadi strategi dalam

proses pembelajaran, kiranya berbagai perbedaan dalam hidup ini dapat

dijembatani.

Dalam konteks pendidikan pluralistik, dialog menjadi suatu yang

penting dalam proses pembelajaran. Santri dibiasakan untuk berdialog jika

mendapati berbagai perbedaan pendapat atau pandangan. Perbedaan

hendaknya dianggap sebagai kewajaran, dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang serba plural.

Metode dialog itu pada akhirnya akan dapat memuaskan semua

pihak sebab metodenya telah mensyaratkan setiap orang untuk bersikap

terbuka.

Seperti pemaparan pada bab III, disamping metode bandongan dan

metode sorogan, juga dikenal beberapa metode pengajaran yang salah

satunya adalah bahtsul masa’il (mudzakaroh) dan muqoronah yang

didalamnya membahas mengenai berbagai permasalahan.4

Pada metode bahtsul masa’il (mudzakaroh) yang bisanya

membahas tentang masalah diniyah, seperti ibadah, aqidah dan

permasalahan-permasalahan lainnya, santri dianjurkan untuk tidak hanya

menggunakan satu rujukan saja, tapi dengan menggunakan berbagai

4 HM. Amin Haedari, et. al., Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan

Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), hlm.17-22.

Page 83: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

72

pendekatan dan banyak sumber. Ditambah dengan metode lainnya, yaitu

metode muqoronah yang akan membandingkan antara sumber yang satu

dan lainnya, proses pendidikan di Soko Tunggal bena-benar

mencerminkan semangat pluralisme.

Dalam mengajarkan persoalan syariah misalnya; sering umat Islam

berbeda pendapat dan bertengkar. Maka disinilah perlunya pesantren

memberikan penjelasan adanya perbedaan pendapat dalam Islam dan

semua pendapat itu sama-sama memiliki argumen, dan wajib bagi kita

untuk menghormati. Pesantren seharusnya tidak menentukan salah satu

mazhab yang harus diikuti oleh peseta didik, pilihan mazhab terserah

kepada mereka masing-masing.

Dalam pengajian atau majelis ta’lim, yang diikuti oleh jama’ah

yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, juga berlatarbelakang

pengetahuan bermacam-macam dan tidak dibatasi oleh tingkatan usia atau

perbedaan kelamin. Sebagai suatu media untuk menyampaikan ajaran

Islam secara terbuka, biasanya dalam pengajian ini seorang pengasuh

pondok memberikan nasihat dengan tema tertentu didukung dengan

landasan hukum dan kisah-kisah untuk diambil hikmahnya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa kisah dan cerita mempunyai fungsi

edukatif yang memiliki dampak psikologis yang cukup kuat terhadap anak

didik. Kisah dan cerita akan dapat membekas pada diri seseorang apabila

benar-benar dapat menyentuh hati nurani anak didik yang peka. Karena cerita

atau kisah yang baik dapat merangsang, menggugah dan mendorong anak

didik untuk bertindak sesuai dengan apa yang terkandung dalam isi cerita,

sehingga anak didik akan melakukan apa yang sesuai dengan hatinya dan

menyingkirkan apa yang tidak sesuai dengan dikehendaki.

Perlunya pesantren mengembangkan pendidikan pluralistik adalah

dalam rangka menumbuh kembangkan kecintaan, saling menghormati satu

dan lainnya. Hal seperti akan bisa dilakukan hanya dengan perlunya

mengenalkan suatu konsep dan pemahaman tentang kemajemukan kepada

Page 84: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

73

para santri. Ini sangat penting sekali, apalagi kalau didasarkan pada

pertimbangan bahwa, masyarakat Indonesia dengan tingkat kemajemukan

sangat tinggi baik etnik, budaya, ras bahasa, dan agama merupakan potensi

sekaligus ancaman. Berbagai konflik bernuansa SARA yang terjadi selama

ini sering dikaitkan dengan kegagalan bangsa ini memahami pluralitas.

Melihat realitas seperti itu, maka sikap menghormati dan menghargai

bahkan menjunjung tinggi harkar martabat semua orang adalah sikap yang

sangat penting. Perlakuan dan penghormatan yang sama harus diaplikasikan

dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan agama.

Pendidikan pluralistik disini bukan berarti bertentangan dengan

prinsip pendidikan pesantren yang selalu akrab dengan ”taklid” dan

mengikuti seluruh petunjuk pengasuh pondok (prinsip restu kyai), namun

untuk memberikan pemahaman lebih jauh mengenai adanya realitas

kemajemukan termasuk di dalam ajaran Islam dan bagaimana seharusnya

kita menyikapinya.

Dengan adanya pengakuan kemajemukan yang ada kemudian

dijabarkan melalui proses pendidikan di pesantren sekali lagi bukan untuk

menciptakan suatu keseragaman (uniformity) tetapi untuk mencari titik temu

agar mampu hidup berdampingan satu sama lain, yang itu berarti titik tekan

dari pendidikan pluralistik ini lebih merupakan masalah aplikatif, praktis,

administratif dan historis, daripada masalah keimanan dan teologis.

Pada konteks yang demikian, Nurcholis Madjid menyatakan sebagai

berikut:

Jadi pluralitas tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita adalah majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama hanya menggambarkan kesan fragmentasi. Pluralisme juga tidak boleh dipahami sekedar sebagai “kebaikan negatif” hanya ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisme.5

Pluralitas hanyalah salah satu fenomena genesis (ciptaan-kejadian)

yang kompleks dan plural: Siang-malam, tua-muda, baik-jelek, malaikat-

5 Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis: Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur, (Yogyakarta: Galang Press, 2003, hlm. 91.

Page 85: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

74

manusia-setan, dan sebagainya. Namun yang perlu dicermati bahwa Allah

kadang menciptakan sesuatu dan menghendakinya secara ontologis tapi tidak

secara legalitis seperti setan, kufur, maksiat dan segala sesuatu yang tidak

diridloi-Nya.6

Pendidikan pluralistik yang menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan yang sangat terpuji, seperti kebebasan toleransi dan persamaan

bukanlah suatu sistem baru yang akan mencampuradukkan unsur-unsur yang

berbeda termasuk agama dan kepercayaan, pendidikan ini dirasa perlu

mengingat pesantren sebagai lembaga pendidikan telah menunjukkan

eksistensinya dalam kurun waktu yang tidak pendek.

Akhirnya, dengan model pendidikan pluralistik seperti ini, diharapkan

mampu memberikan dorongan terhadap penciptaan perdamaian dan upaya

menanggulangi konflik yang akhir-akhir ini marak, sebab nilai dasar dari

pendidikan pluralisme adalah penanaman dan pembumian nilai toleransi,

empati, simpati, dan solidaritas sosial.

B. Implementasi Pendidikan Pluralistik dalam Proses Pembelajaran dan

Interaksi Sosial di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

Pendidikan merupakan aspek kehidupan yang sangat penting, satu hal

yang tak bisa dipisahkan dari masyarakat, terutama sekali pada masing-

masing manusia. Semuanya harus saling merefleksi dan terlibat dalam arus

perubahan. Keterlibatanya tidak hanya sebatas pada kemampuan untuk

mengadakan peyesuaian diri terhadap perubahan, tetapi harus lebih pada

bagaimana pendidikan itu mampu menjadi agen perubahan sosial.

Mengenai adanya toleransi dan saling hormat dengan suku, agama,

dan golongan lain pada masa Nabi Muhammad SAW dengan Piagam

Madinah-nya, sejarah telah mencatat bahwa piagam ini ditulis Nabi dengan

tujuan utama menciptakan perdamaian antara penduduk Madinah yang

6 Mun’im A. Shirry, Islam dan Tantangan Pluralisme Agama, (Jakarta: Paramadina,

2000), hlm. 183

Page 86: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

75

beraneka ragam suku, agama dan budaya telah membawa kita kepada

pemahaman lebih jauh mengenai pentingnya pendidikan pluralistik.

Pada saat itu, ada dua agama besar yang berkembang di Madinah,

yaitu Islam yang dibawa Nabi dan dipeluk oleh orang-orang Arab Makkah

(Muhajirin) dan Madinah (Anshar), dan agama Nabi Musa yang dipeluk

orang-orang Yahudi. Di lain pihak juga masih ada kepercayaan-kepercayaan

penyembah berhala.

Keputusan Nabi sangat tepat dan adil dalam menjalankan

pemerintahannya, yaitu beliau menerapkan hukum-hukum Islam berikut

sangsinya kepada umat Islam, dan bagi orang-orang non muslim diberi

kebebasan tidak harus mengikuti hukum-hukum Islam.

Inilah diantara tujuan ditulisnya Piagam Madinah, yaitu

mempersatukan penduduk Madinah secara integral yang terdiri dari unsur-

unsur heterogen. Rasulullah tidak hendak menciptakan persatuan orang-

orang muslim saja secara eksklusif, terpisah dari komunitas yang lain di

wilayah tersebut. Oleh karenanya ketetapan Piagam Madinah ini menjamin

hak semua kelompok.7

Dalam hal ini Nabi Muhammad tentulah tidak mencampuradukkan

antara agama Islam dengan selain agama Islam, namun Nabi saat itu telah

benar-benar dapat menghargai adanya realitas kemajemukan di dalam

masyarakat dan sekaligus telah meletakkan pondasi bagi pengembangan

sikap pluralisme umat Islam.

Dengan menyadari kegagalan pendidikan di Indonesia dalam

menumbuhkan sikap pluralisme serta melihat kenyataan masyarakat kita

terdiri dari banyak suku dan beberapa agama, maka pencarian bentuk

pendidikan alternatif mutlak diperlukan. Yaitu suatu bentuk pendidikan yang

berusaha menjaga kebudayaan suatu masyarakat dan memindahkanya kepada

generasi berikutnya, memupuk persahabatan antara peserta didik yang

beraneka ragam suku, ras, dan agama, mengembangkan sikap saling

memahami, serta mengerjakan keterbukaan dan dialog. Paradigma

7 Asep Syaefullah, Op.Cit, hlm. 142.

Page 87: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

76

pendidikan seperti inilah yang dimunculkan dan terus dipupuk di Pondok

Pesantren Soko Tunggal, tentunya memalui berbagai pendekatan baik dalam

proses pembelajaran maupun dalam praktek keseharian seluruh masyarakat

pondok.

1. Implementasi pendidikan pluralistik dalam proses pembelajaran di Pondok

Pesantren Soko Tunggal

Dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai lembaga

pendidikan sekaligus lembaga keagamaan, Soko Tunggal juga

menggunakan pendekatan holistik seperti pesantren pada umumnya.

Artinya di pesantren semua kegiatan belajar mengajar dan aktifitas

kehidupan, termasuk aktifitas keagamaan merupakan kesatupaduan utuh

dalam totalitas kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain proses pendidikan

pesantren berlangsung selama 24 jam penuh, karena hubungan antara

santri dan kyai yang terkonsentrasi dalam satu kompleks. Namun jika

boleh ditimbang, orientasi tujuan pesantren lebih mengutamakan dan

mementingkan pendidikan akhlak atau moral dalam membentuk

kepribadian santri untuk menjadi muslim sejati.8

Dalam proses pembelajaran di pondok pesantren, nilai-nilai

pendidikan pluralistik juga nampak pada metode pembelajaran klasikal

yang merupakan ciri tradisi pesantren yang unik, yaitu:

a. Metode Sorogan

Tentang metode sorogan ini, penulis mencermati ada pelajaran

tersendiri yang diperoleh santri, disamping pelajaran agama Islam.

Seperti diketahui, bahwa dalam pelaksanaan metode sorogan secara

aktif santri mendatangi kyai, men’sorog’kan kitab, kyai membacakan

dan menjelaskan isi kitab tersebut. Lain waktu, santri kembali

mendatangi kyai, menyodorkan kitab, membaca serta menjelaskan

kandungan kitab tersebut. Kyai memperhatikan apa yang dilakukan

8 Ahmad Muthohar, Idiologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,

2007), hlm. 20.

Page 88: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

77

santri, membetulkan manakala terjadi kesalahan yang dilakukan santri.

Demikian dan seterusnya.

Metode sorogan yang biasa disebut dengan pengajaran

individual ini memberikan kebebasan kepada para santri (siswa) untuk

mengikuti pelajaran menurut prakarsa dan perhitungan sendiri,

menentukan bidang dan tingkat kesukaran buku pelajarannya sendiri

serta mengatur intensitas belajar menurut kemampuan menyerap dan

memotivasinya sendiri.

Dalam pengajaran yang memakai metode sorogan ini kadang

ada pengulangan pelajaran ataupun pertanyaan yang dilakukan oleh

kedua pihak dan setiap pelajaran biasanya dimulai dengan bab baru.

Semua pelajaran ini diberikan oleh kyai atau pembantunya yang disebut

badal (pengganti) yang terdiri dari santri senior. Kenaikan kitab ditandai

dengan bergantinya kitab yang dipelajari. Sedangkan evaluasi dilakukan

sendiri oleh santri yang bersangkutan, apakah ia cukup menguasai bahan

yang telah dipelajari dan mampu mengikuti pengajian kitab berikutnya.

Dalam mengikuti pelajaran santri mempunyai kebebasan penuh

baik dalam kehadiran, pemilihan pelajaran, tingkat pelajaran, dan

sikapnya dalam mengikuti pelajaran. Jadi dapat dipahami bahwa metode

sorogan sebagai salah satu tradisi pesantren merupakan salah satu

bentuk interaksi antara santri (murid) dengan kyai (pengasuh pondok)

atau para ustadz (guru) yang mencerminkan adanya implementasi

pendidikan pluralistik di pesantren.

Pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan metode sorogan

akan dapat memberikan kesempatan kepada seluruh santri untuk belajar

secara mandiri berdasarkan kemampuan masing-masing individu. Dan

kegiatan ini setiap santri dituntut mengerjakan tugasnya dengan

kemampuan yang mereka miliki sendiri. Oleh karenanya kyai atau

ustadz harus mampu memahami dan mengembangkan strategi dalam

proses belajar mengajar dengan pendekatan individu. implikasi dari

kegiatan belajar ini guru harus banyak memberikan perhatian dan

Page 89: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

78

pelayanan secara individual, bagi siswa tertentu guru harus dapat

memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan taraf kemampuan

siswa.

b. Metode Weton/ Bandongan

Proses metode pengajaran ini adalah santri berbondong-bondong

datang ke tempat yang sudah ditentukan oleh kyai, kyai membaca suatu

kitab alam waktu tertentu, dan santri membawa kitab yang sama sambil

mendengarkan dan menyimak bacaan kyai, mencatat terjemahan dan

keterangan kyai pada kitab itu yang disebut dengan istilah maknani,

ngasahi atau njenggoti. Pengajian seperti ini dilakukan secara bebas,

tidak terikat pada absensi, dan lama belajarnya, hingga tamatnya kitab

yang di baca, tidak ada ujian.

Seperti pada metode sorogan, santri diberi keleluasaan penuh

dan mengembangkannya sendiri sesuai dengan pemahaman masing-

masing. Disini lagi-lagi seorang guru/ ustadz harus mencurahkan

perhatiannya untuk memantau perkembangan santri.

Dalam proses pembelajaran di Soko Tunggal, penggunaan

metode bahtsul masa’il (mudzakaroh) jika dipergunakan untuk

membahas masalah diniyah, seperti ibadah, aqidah dan permasalahan-

permasalahan lainnya, santri tidak hanya menggunakan satu rujukan

saja, namun dilengkapi dengan metode lainnya. yaitu muqoronah yang

akan membandingkan antara sumber yang satu dan lainnya.

Adapun bentuk mudzakaroh yang dilakukan di Pondok pesantren

Soko Tunggal meliputi:

Mudzakaroh yang diadakan antar sesama kyai atau ustadz. Metode

ini selain ditujukan untuk memecahkan permasalahan agama dan

kemasyarakatan yang timbul, disamping itu juga untuk

memperdalam pengetahuan agama.

Mudzakaroh yang diadakan sesama santri. Berbeda dengan yang

pertama, tujuan pelaksanaannya adalah untuk melatih santri dalam

memecahkan masalah dengan menggunakan rujukan-rujukan yang

Page 90: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

79

jelas. Selain itu juga untuk melatih santri berargumentasi dengan

menggunakan nalar yang lurus. Mudzakaroh seperti ini biasanya

dipimpin oleh seorang ustadz atau santri senior.

Pemberian materi lintas agama juga diberikan, mengingat Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang sebagai pusat kegiatan Forkhagama

akan selalu bersentuhan dengan kegiatan Forkhagama yang pastilah

mengikutkan para pemeluk agama lain.

2. Implementasi pendidikan pluralistik dalam tradisi interaksi sosial di

Pondok Pesantren Soko Tunggal

Pendidikan agama, merupakan sarana yang sangat efektif untuk

menginternalisasi nilai-nilai atau aqidah inklusif pada peserta didik.

Perbedaan di antara peserta didik (santri) bukanlah menjadi penghalang

untuk bisa bergaul dan bersosialisasi diri. Justru pendidikan agama dengan

peserta didik yang berbeda aliran bahkan agama, dapat dijadikan sarana

untuk menggali dan menemukan nilai-nilai keagamaan pada agamanya

masing-masing sekaligus dapat mengenal tradisi agama orang lain

Dalam rangka mengembangkan potensi santri dan kehendak jiwa

santri, agar dapat menjadi manusia yang memiliki kepribadian mulia yang

sesuai dengan tatanan nilai yang ada sehingga terbentuk manusia yang

berakhlak karimah dan dapat menempatkan diri dalam pergaulan, maka

penempaan dibidang akhlak merupakan prioritas pendidikan yang terus

dilakukan di pesantren, karena proses pendidikan sesungguhnya dijalankan

dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan sumber daya

manusia yang sanggup menyelesaikan persoalan lokal yang

melingkupinya. Dalam artian proses pendidikan dapat menghasilkan

output manusia yang sanggup untuk memetakan sekaligus memecahkan

masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Bagaimana mungkin

dapat diperoleh keluaran pendidikan yang mengerti kebutuhan lokal

Page 91: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

80

manakala proses belajarnya tidak pernah bersentuhan dengan kebutuhan-

kebutuhan yang memang mengakar dalam masyarakat.9

Pendidikan akhlak dan tradisi yang ada di pesantren merupakan

dua hal yang saling terkait dan secara komprehensif dapat membentuk

pribadi yang sangat utuh, karena pendidikan akhlak di pesantren

dilaksanakan secara terpadu dan komprehensif. Di mana adanya

pandangan pesantren yang menganggap akhlak sebagai hal yang utama,

materi-materi yang diajarkan semuanya berorientasi pada pembentukan

akhlak, dan dibarengi serta didukung dengan lingkungan yang penuh

dengan keteladanan yang sangat mendukung dalam pembentukan pribadi

yang religius dan berakhlak karimah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pendidikan akhlak di pesantren dapat dijadikan sebagai alternatif dalam

mengenalkan konsep pendidikan yang dapat menampung perbedaan dan

mendasari pola hubungan yang ada.

Mengingat proses pendidikan di pesantren setiap hari maka dalam

kehidupan sehari-hari seorang kyai, guru (ustadz) dituntut untuk tetap

berperilaku sebagai seorang pendidik bagi para santri begitu juga

sebaliknya seorang bagi peserta didik (santri).

Selain pola pergaulan antara santri dan guru (kyai dan para ustadz)

yang juga melibatkan elemen pesantren lain (kitab kuning dan masjid

sebagai pusat seluruh kegiatan), hubungan santri dengan santri tidak lepas

dari unsur pendidikan pluralistik.

Dengan adanya sistem asrama, pesantren adalah tempat menuntut

ilmu sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal para santri, oleh sebab itu

santri tidak akan terlepas dari interaksi dengan sesamanya. Dengan

kehidupan yang senantiasa bersama dalam satu tempat akan menuntut para

santri untuk memiliki sikap kebersamaan, dan merasa senasib

seperjuangan. Sehingga akan menumbuhkan sikap saling tolong-

menolong, saling hormat-menghormati, yang terefleksikan dalam perilaku

9 Firdous M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire dan YB.

Mangunwijaya, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004), hlm. x

Page 92: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

81

sehari-hari, seperti memasak bersama, belajar dan diskusi bersama dan lain

sebagainya.

Adapun bentuk lain dalam tradisi di Pondok Pesantren Soko

Tunggal, biasanya santri yang sudah dewasa dan telah lama tinggal di

pesantren akan ikut membantu dalam proses belajar mengajar, dengan

menjadi ustadz, mengajarkan kitab-kitab yang ia kuasai dan mampu untuk

diajarkan kepada santri lain. Hal ini juga akan semakin menguatkan

hubungan dan sikap saling hormat menghormati antar sesama santri,

sehingga memunculkan suatu tradisi yang positif dengan penggunaan

panggilan “kang” atau “mbah” bagi santri yang telah lama menjadi santri

di pesantren, sebagai penghormatan kedewasaanya dan juga karena tingkat

pengetahuannya.

Selanjutnya, terkait dengan obyek yang penulis teliti, seperti yang

telah disinggung pada bab III bahwasanya Pondok Pesantren Soko

Tunggal Semarang merupakan pesantren yang lebih menitikberatkan pada

pendidikan tasawuf. Lalu bagaimanakah keterkaitan antara tasawuf dengan

pendidikan pluralistik di pesantren?

Tasawuf merupakan suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah

manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat

atau sedekat mungkin dengan Allah SWT dengan jalan mensucikan

jiwanya dengan melepaskan jiwa dari kungkungan jasad yang

menyandarkan pada kehidupan kebendaan serta melepaskan jiwanya dari

noda dan sifat tercela.10

Sekalipun ada banyak definisi tasawuf dalam Islam yang

dikemukakan dalam beberapa buku tasawuf dan sebagainya, kita bisa

mengatakan bahwa menurut kaum sufi sendiri, tasawuf pada umumnya

bermakna menempuh kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan

duniawi, rela hidup dalam keprihatinan, melakukan berbagai jenis amalan

ibadah, melaparkan diri, mengerjakan shalat malam dan melantunkan

berbagai jenis wirid sampai fisik atau dimensi jasmani manusia agar

10 Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 192.

Page 93: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

82

tunduk kepada dimensi rohani (nafs), dengan berbagai cara sambil

bergerak menuju kesempurnaan akhlak seperti dinyatakan kaum sufi dan

meraih pengetahuan atau makrifat (ma’rifat) tentang zat ilahi dan

kesempurnaan-Nya.11

Meskipun dalam catatan sejarah umat Islam, munculnya tasawuf

telah melahirkan berbagai masalah yang kontroversial namun terlepas dari

hal tersebut harus diakui, munculnya tasawuf telah memberikan

sumbangan yang sangat berharga bagi pemikiran dan praktik keagamaan

umat Islam. Jalan tasawuf telah memberi contoh bagaimana mendekatkan

diri kepada Allah lewat berbagai bentuk dzikir, penyucian jiwa dan hati

dan melakukan amalan kebajikan yang murni termasuk bagaimana

berinteraksi dan saling tolong dengan orang lain tanpa memandang dari

mana mereka berasal.

Salah satu alasan yang dapat dipergunakan untuk memperkuat

statemen-statemen tentang sikap toleransi kaum sufi yang menjunjung

tinggi kemajemukan adalah dengan mengetahui inti dari ajaran tasawuf itu

sendiri. Inti dari ajaran tasawuf adalah keyakinan bahwa manusia

senantiasa ingin meraih kesucian diri dan dambaan untuk berdekatan atau

berdialog kepada Allah SWT.

Agar tujuan tersebut dapat terwujud, maka manusia lebih dulu

diharuskan mensucikan dirinya. dengan kata lain dalam hal ini tasawuf

sebenarnya dapat dipahami sebagai suatu bentuk ajaran yang menentang

terhadap adanya perbedaan lahiriyah seperti; ras, suku, warna kulit dan

lain-lain.

Berdasarkan hal itulah Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang

sebagai salah satu pesantren yang lebih menekankan pada sikap “al-Zuhud

wa Al-Wara’”, para santrinya senantiasa dianjurkan untuk memiliki sikap

toleransi dan mengenyampingkan adanya perbedaan sebagai salah satu

bentuk implementasi dari ajaran tasawuf yang mengarah pada pendidikan

11 H. Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), hlm.

174.

Page 94: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

83

pluralistik. Dengan demikian, interaksi sosial yang terjadi dan tradisi di

Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang secara tidak langsung telah

mampu mengembangkan logika pluralitas, yaitu logika yang mengakui

bahwa semua hal itu berbeda, tak ada yang sama, dan semua yang

berbeda-beda itu mempunyai hak untuk hidup dan berkembang.

Sejalan dengan orientasi pendidikan pluralistik, kehadiran Pondok

Pesantren Soko Tunggal Semarang telah membuka wacana baru

pentingnya pendidikan tentang bagaimana berinteraksi dengan manusia

lain yang memiliki latar belakang yang begitu majemuk. Hal tersebut salah

satunya tercermin dalam prasasti Deklarasi Soko Tunggal12 yang

bertempat di dalam kompleks pondok pesantren.

Dengan adanya kegiatan Forkhagama secara tidak langsung telah

menyangkal tudingan bahwa pondok pesantren hanya akrab dengan dogma

dan konservatisme. Persinggungan dengan pemeluk agama lain maupun

aliran kepercayaan lainnya menambah lengkap pemahaman mengenai

banyaknya keragaman masyarakat Indonesia.

Munculnya Deklarasi Soko Tunggal tidak lepas dari berbagai

kejadian yang melibatkan pertikaian antar suku dan agama yang kerap

terjadi. Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Soko Tunggal KH. Nuril

Arifin merasa tersentuh untuk segera mengambil tindakan dalam rangka

meredam gejolak yang terus memanas.

Secara umum interaksi sosial yang terjadi di Soko Tunggal dapat

diklasifikasikan kedalam tiga bentuk sejalan dengan prinsip tri kerukunan

umat beragama, yaitu: (1) Antar sesama umat seagama, yaitu seluruh

aspek kehidupan yang melibatkan aktivitas antar pemeluk umat beragama

12 Isi deklarasi Soko Tunggal: (1) Mewujudkan kehidupan beragama dengan

mengedepankan perlindungan hukum, solidaritas dan toleransi dalam kerangka NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (2) Bisa menyelesaikan permasalahan umat beragama ditingkat bawah, (3) Memberi ruang gerak demi terciptanya persaudaraan antar umat beragama, (4) Membantu memudahkan dan menciptakan koridor serta sarana-prasarana dalam mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis, (5) Melakukan mediasi antar umat beragama, (6) Menjadi bagian tak terpisahkan dari prinsip Bhineka Tunggal Ika, (7) Menciptakan iklim sejuk dan menghilangkan kecemburuan antar umat beragama; Hasil observasi di Pondok Pesantren Soko Tunggal tanggal 09 Juli 2007.

Page 95: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

84

(Islam). (2) Antar umat beragama, dalam hal ini Forkhagama memiliki

andil yang sangat besar dalam mengajak seluruh warga Soko Tunggal

untuk saling mencintai sesamanya, dan (3) Antar umat beragama dengan

pemerintah.

Terkait dengan hubungan antara seluruh umat beragama dengan

pemerintah, Forkhagama bisa disebut sebagai salah satu media untuk

mempererat hubungan antar umat beragama, bukan sebagai wasit dalam

persaingan antar golongan ataupun agama tapi dapat dilihat sebagai media

pemersatu bangsa.

Dari situ, Forkhagama (Forum Keadilan dan Hak Asasi Umat

Beragama) yang sudah menjadi bagian dari keseharian warga Pondok

Pesantren Soko Tunggal merupakan poin tambah sebagai bukti adanya

implementasi pendidikan pluralistik di Soko Tunggal.

Melalui kegiatan Forkaghama yang melibatkan warga Pondok

Pesantren Soko Tunggal dan juga dari penganut agama lain, diharapkan

pada diri santri akan memiliki pandangan yang mengapresiasi pluralitas

agama dan menganggap pluralitas agama bukanlah hal yang aneh lagi.

Apabila pemeluk agama-agama, mampu menerapkan jiwa

pluralisme (terutama melalui pendidikan agama), sebagaimana yang telah

dilakukan Pondok Pesantren Soko Tunggal, maka ketegangan yang

diakibatkan oleh “truth claim” dapat dikurangi atau bahkan dihapus.

Page 96: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab kesatu sampai bab keempat maka

kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut:

1. Pendidikan pluralistik merupakan suatu bentuk pendidikan yang

membuat dan menciptakan situasi lembaga pendidikan beserta

kegiatannya mampu melayani diversity atau kemajemukan peserta

didiknya, suatu bentuk pendidikan yang mendidik peserta didiknya

untuk membenarkan semua yang berbeda dan membuat suatu

keseragaman tetapi untuk mendapatkan titik pertemuan yang dapat

membawa semua perbedaan menjadi saling isi dan berdampingan.

Suatu bentuk pendidikan yang menitikberatkan pada pemahaman dan

upaya untuk bisa hidup dalam konteks perbedaan agama dan budaya,

baik secara individual maupun secara kelompok.

2. Pendidikan pluralistik di pesantren tertuang dalam seluruh kegiatan

belajar mengajar dan aktifitas kehidupan, termasuk aktifitas

keagamaan yang merupakan kesatupaduan utuh dalam totalitas

kehidupan sehari-hari sehingga memunculkan tradisi dan pola

pergaulan unik yang mencerminkan implementasi pendidikan

pluralistik di pesantren

3. Tradisi pendidikan pluralistik yang tertuang dalam proses pendidikan

dan pola pergaulan yang berkembang di Pondok Pesantren Soko

Tunggal merupakan pengejawantahan dari pendidikan akhlak dan

tasawuf yang menempatkan santri untuk menjadi muslim sejati yang

memiliki kepribadian mulia dan kecintaan terhadap sesama tanpa

memandang suku, agama, ras dan golongan.

Page 97: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

86

B. Saran-saran

1. Dalam pendidikan pluralistik di pesantren, semua aspek kelembagaan

dan proses belajar mengajarnya harus menerapkan sistem dan metode

yang dapat menumbuhkan multikulturalisme serta mampu menggali sisi

perdamaian dan toleransi

2. Untuk mengembangkan pendidikan pluralistik di pesantren maka

kurikulum pesantren harus disusun dan disesuaikan dengan pendidikan

pluralistik yang dapat menumbuhkan pluralisme serta mampu menggali

sisi perdamaian dan toleransi. sekaligus dapat menghimpun berbagai

pemikiran dan pandangan dari berbagai kalangan yang memiliki

kepedulaian terhadap peran agama dalam memecahkan problem sosial

yang ada.

3. Pengoptimalan metode dialog, sebab dengan dialog memungkinkan

setiap komunitas yang notabenya memiliki latar belakang berbeda dapat

mengemukakan pendapat secara argumentatif. Melalui metode dialog

inilah diharapkan nantinya akan memunculkan adanya sikap saling

mengenal antar tradisi sehingga bentuk-bentuk “truth claim” dapat

diminimalisir.

C. Penutup

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan

rahmat, taufiq dan hidayahnya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul: “Pendidikan Pluralistik di Pesantren (Studi Analisis

Tradisi Pendidikan di Pondok Pesantren Soko Tunggal Semarang.” Penulis

sadar bahwa skripsi ini masih sarat dengan keterbatasan dan jauh dari

kesempurnaan. Karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi

sempurnanya skripsi ini.

Kepada semua pihak yang memberikan dorongan dan bantuan atas

tersusunnya skripsi ini, kami ucapkan banyak terima kasih, dan hanya Allah

lah yang berkuasa untuk memberikan balasan kepada semuanya yang tak

Page 98: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

87

dapat kami sebutkan namanya satu persatu dengan iringan do’a Jazaa

kumullahu khoiran katsiraa.

Harapan kami semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri

pada khususnya dan bagi seluruh pembaca juga masyarakat pada umumnya

dan dapat menjadikan suatu kontribusi bagi model pendidikan di pesantren

yang relevan dengan kondisi kemajemukan bangsa indonesia pada

khususnya dan pengajaran ilmu pendidikan ajaran agama Islam pada

umumnya. Serta menjadi bekal kebaikan ilmu pengetahuan, amien yaa

rabbal alamien.

Page 99: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004.

Aditoni, Agus, “Etimologi”, http://www.geocities.com/ HotSprings/6774j-35.html.

Al-Jabiri, Muhammad Abed, Post Tradisionalisme Islam, Yogyakarta: LkiS, 2000.

Al-Jamaly, Muhammad Fadhil, Filsafat Pendidikan Dalam Al-Qur'an, Terj. Zainal Abidin Ahmad, Jakarta: Pepera, 1986.

Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1996.

Ash Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al Qur’anul Majid an Nur, Semarang: PT. Pustaka Rizqi Putra, 1995, cet. II.

Assegaf, Abd. Racman, Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan dio Negara-Negara Islam dan Barat, Yogyakarta: Gama Media, 2003.

Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’allim, Beirut: Dar Al-Kitab Al-Islamiyah, tt.

Clifes, Englewood, Essential of Education Psychology, USA: Prentice Hall, 1958.

Dawam, Ainurrafiq, Emoh Sekolah: Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural”, Yogyakarta: Inspeal Prees, 2003.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, Cet. IV.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993.

Page 100: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

Dewey, John, “Experience and Education”, New York: Collier Books, 1972, terj. Hani’ah, Pendidikan Berbasis Pengalaman, Jakarta: Penerbit Teraju, 2004.

_______, Eduication as a Social Function, New York: The Macmillan Company, 1964.

Dhofier, Zamkhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3S, 1982.

Haedari, HM. Amin, et. al., Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, Jakarta: IRD Press, 2004.

Hall, Elisabeth, Psychology to Day Introduction, New York: Random House, 1983.

Hasan, Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2002.

James A. Black & Dean J. Champion, Methods and Issues in Social Research, terj. E. Kuswara, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Eresco, 1992.

Ma’arif, Syamsul, Pendidikan Pluralisme Di Indoneasia, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005.

Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997.

Mas’ud, Abdurrahman, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi, Yogyakarta: LKIS, 2004.

Moloeng, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Fenomenoogi Dan Realieme Metafisik Telaah Studi Teks Dan Penelitian Agama, Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1989.

Murtiningsih, Siti, Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Paulo Freire, Yogyakarta: Resist Book, 2004.

Page 101: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

Muthohar, Ahmad, Idiologi Pendidikan Pesantren, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004.

_______, Pemikiran Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Cet II, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Noer, Ahmad Syafi’i, et.al., Sejarah dan Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo, 2001.

Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994.

Ridwan, Nur Khalik, Pluralisme Borjuis: Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur, Yogyakarta: Galang Press, 2003.

Saefullah, Asep, Merukunkan Umat Beragama; Studi Pemikiran Tarmizi Taher Tentang Kerukunan Umat Beragama, Jakarta: Penerbit Grafindo Khasanah Ilmu, 2007.

Saerozi, M., Politik Pendidikan Agama dalam Era Pluralisme: Telaah Historis atas Kebijaksanaan Pendidikan Agama Konfensional di Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.

Salim, Peter, The Contemporary English-Indonesian Dictionary, Jakarta: Modern Press, 1996.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, cet. ke-3, Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2005.

Shirry, Mun’im A., Islam dan Tantangan Pluralisme Agama, Jakarta: Paramadina, 2000.

SM., Ismail, et.al., Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bekerjasama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2001.

Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1982, Cet. III.

Page 102: PENDIDIKAN PLURALISTIK DI PESANTRENlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/...3877-1-3102134_-p.pdf · Ibarat untaian mutiara, kepulauan Indonesia membentang sekeliling ekuator

Sumartana, Tn., et.al., Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Suriasumantri, Jujun, S., Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Jakarta: Pusjarlit dengan Penerbit Nuansa, tth.

Thoha, Anis Malik, Tren Pluralisme Agama, Jakarta: Perspektif Kelompok Gema Insani, 2005.

Thoha, M. Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cet I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

Toyib IM. dan Sugiyanto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Penerbit Kaldera Pustaka Nusantara, 2003, Cet. I.

Witting, Arno F., Psychology of Learning, New York: Mc Graw-Hill, 1981.

Yunus, Firdous M., Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire dan YB. Mangunwijaya, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004.

Yusuf, Ali Anwar, Studi Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003.

Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Socienty, Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001.

Zarkasy, Amal Fathullah, Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah, Jakarta: Gema Risalah Press, 1998.