Upload
nguyennga
View
240
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
Kehidupan terkadang menyenangkan, tetapi terkadang menyedihkan bahkan sangat
mengecewakan. Setiap individu memiliki gambaran kehidupan yang berbeda-beda. Keadaan
seperti yang dijelaskan di atas tidak dapat dipungkiri dari kehidupan, karena setiap individu
bersosialisasi dengan individu yang lain. Keluarga dapat berfungsi sebagai tempat yang
membuat anggotanya merasa nyaman dan dapat berinteraksi dengan baik, bertukar pikiran,
saling mencintai, mendukung dan saling melindungi. Namun demikian, keluarga dapat pula
menjadi tempat dimana para anggotanya saling mendominasi, menyakiti, bahkan mengalami
penderitaan mendalam, baik secara fisik maupun psikologis.
Dalam perkawinan, seorang istri tidak menginginkan dimadu oleh suaminya.
Fenomena istri dimadu ada hingga saat ini, dan pernikahan dengan istri lebih dari satu ini
disebut dengan pernikahan poligami. Menurut Mulia, M (2004), poligami adalah ikatan
perkawinan dimana suami mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang sama.
Widanti, (www.suaramerdeka.com) mengatakan, Jaringan Peduli Perempuan dan
Anak (JPAA) menolak poligami karena poligami merupakan salah satu bentuk kekerasan
terhadap perempuan. Menurutnya, poligami secara psikis akan menyakiti hati para istri dan
anak-anaknya. Dampak lainnya, secara ekonomi dimana pendapatan biasanya harus dibagi-
bagi, sedangkan secara politik dalam pengambilan keputusan, perempuan atau istri tidak
mempunyai posisi yang sama dengan suami. Dalam lembaran info LBH APIK (Lembaga
Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), dari segi materi suami yang
berpoligami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri pertama dan anak-
anaknya.
Fakta di seputar poligami menunjukkan banyaknya penderitaan yang timbul akibat
poligami. Dari 58 kasus poligami yang didampingi LBH-APIK selama kurun 2001 sampai Juli
2003 memperlihatkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri-istri dan anak-anak mereka,
mulai dari tekanan psikis, penganiayaan fisik, penelantaran istri dan anak-anak, ancaman
dan teror serta pengabaian hak seksual istri. Sementara banyak poligami dilakukan tanpa
alasan yang jelas (35 kasus). Realitasnya banyak kasus poligami yang memicu bentuk-
bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) lainnya yang dialami perempuan dan anak-
anak, meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi; poligami sendiri merupakan
bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dilegitimasi oleh hukum dan sistim kepercayaan
yang ada di masyarakat (sumber: www.lbh-apik.or.id).
Menurut data statistik Mitra Perempuan tahun 2002 terdapat 226 kasus kekerasan
yang dialami oleh 219 perempuan. Sebanyak 34 kasus (15,04%) mengalami kekerasan
tunggal, 59 kasus mengalami dua kekerasan sekaligus dan 132 kasus mengalami lebih dari
dua kekerasan. Menurut Hardiaman (1999) mengatakan, adapun dampak-dampak tindakan
kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa perasaan kebingungan, cemas, marah,
kesal/sedih, terpaku pada pengalaman traumatik, perasaan ketakutan berhadapan dengan
situasi/tempat yang mengingatkannya pada pengalaman buruk yang dialami, perubahan pola
makan dan tidur, berbagai keluhan fisik seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri lambung
dan lain-lain.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia, (2004), korban kekerasan memiliki hak
antara lain untuk mendapatkan: perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan, pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan medis. Hal lain adalah penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan
korban, pendamping oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pelayanan
bimbingan rohani.
Arivia (dalam Hamidah, 2002) mengatakan, seringkali istri tidak ingin masalah
pribadinya diketahui di depan umum, karena ia tidak ingin aibnya diketahui secara terbuka.
Rasa bersalah, malu yang menimpa membuatnya lebih baik berdiam diri. Terlebih bila
korban merasa terancam jiwanya. Hal ini akan menambah kecenderungan untuk tidak
menggunakan kepolisian sebagai sumber informasi dalam melaporkan kejahatan suaminya.
Tetapi ada juga yang melaporkan ke lembaga bantuan yang berwenang.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang kekerasan yang dialami oleh istri pertama dalam keluarga
poligami dan coping yang dilakukan terhadap kekerasan yang dialaminya.
Pertanyaan Penelitian Adapun hal-hal yang akan dikaji adalah sebagi berikut, Bagaimana gambaran
kekerasan yang dialami istri pertama dalam keluarga poligami? Mengapa terjadi kekerasan
terhadap istri pertama dalam keluarga poligami? Bagaimana gambaran coping yang
dilakukan istri pertama dalam menghadapi kekerasan dalam keluarga poligami?
Tujuan Penelitian Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
kekerasan yang dialami istri pertama dalam keluarga poligami, mengetahui terjadinya
kekerasan terhadap istri pertama dalam keluarga poligami, mengetahui gambaran coping
yang dilakukan istri pertama dalam menghadapi kekerasan yang dialaminya.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada masyarakat luas, terutama bagi keluarga mengenai
hal-hal yang harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum melakukan poligami dengan
melihat dampak-dampak yang terjadi setelah terjadinya pernikahan poligami.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digambarkan sebagai studi pendahuluan
tentang bagaimana gambaran kekerasan dan bagaimana gambaran kehidupan seorang
istri pertama di dalam keluarga poligami serta dapat berguna bagi penelitian selanjutnya
mengenai stres, kekerasan dan poligami.
TINJAUAN PUSTAKA
Stres
Sarafino (dalam Smet, 1994), mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi
disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi
jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem
biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.
1. Jenis-jenis Stres
Menurut Atwater (1983), ada 2 jenis stres yaitu:
a. Eustress dikenal sebagai stres yang baik (good stress) yaitu stres yang dapat
menghasilkan efek positif pada penderitaannya. Menurut Selye ( dalam Atwater,
1983) mendefinisikan Eustress sebagai pengalaman yang menyenagkan dan
memuaskan hati. b. Distress dikenal sebagai stres yang buruk (bad stress), apabila orang yang
mengeluhkan bahwa dirinya stres biasanya orang mengeluhkan tipe stres ini.
Biasanya stres ini menimbulkan akibat yang buruk pada penderitanya.
2. Sumber-sumber Stres
Sarafino (1990) membagi sumber stres menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Peristiwa Katastropik, misalnya bencana alam.
b. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan atau kematian orang
yang dicintai.
c. Keadaan kronis, misalnya hidup di lingkungan yang tidak nyaman
3. Tahap-tahap Stres
Hans Seyle (dalam Munandar, 2001), mengamati serangkaian perubahan biokimia,
dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan
lingkungan. Rangkaian perubahan ini dinamakan general adaptation syndrome, yang
terdiri dari tiga tahapan yaitu:
a. Tahap ‘alarm’ (tanda bahaya), yaitu organisme berorientasi terhadap tuntutan yang
diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman.
b. Tahapan resistance (perlawanan), yaitu organisme memobilisasi sumber-sumbernya
supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka
sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis.
c. Tahap exhaustion (kehabisan tenaga).
Coping Menurut Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994), coping adalah suatu proses di
mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan dengan
sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful.
1. Tipe-tipe coping
Lazarus & Folkman (dalam Fausiah&Widury, 2003) membagi tipe coping menjadi 2,
yaitu :
a. Problem-focused coping ( Coping yang terpusat pada masalah)
Problem-focused coping adalah penanganan stres dengan cara mengurangi,
atau memecahkan masalah yang menjadi sumber stres.
b. Emotion-focused coping (coping yang terpusat pada emosi)
Emotion-focused coping adalah penanganan stres dengan mengendalikan
respon emosi yang diakibatkan oleh stressor. Emotion-focused coping lebih
menekankan pada usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika
menghadapi masalah atau tekanan.
2. Coping Yang Efektif
Rutter (dalam Smet, 1994) perlu diketahui, bahwa tidak ada satu pun metode yang
dapat digunakan untuk semua situasi stres. Mungkin yang terbaik adalah menggunakan
kedua coping tersebut secara fleksibel. Strategi coping yang paling efektif adalah strategi
yang sesuai dengan jenis stres dan situasi.
Keluarga a. Menurut Sihombing, U (www.depdiknas.go.id/serba_serbi/cbies) Keluarga adalah
seorang atau sekelompok orang yang biasanya terdiri dari bapak, ibu, anak, dan anggota
keluarga lainnya yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan, yang masing-masing
mempunyai seorang yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala dan bertanggung jawab atas
keberadaannya. Poligami
Menurut Istibyaroh (2004), kata polygamy berasal dari bahasa Yunani : Polus =
banyak; gamos= perkawinan. Sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih
dari seorang istri dalam suatu saat, atau yang kurang lazim, seorang perempuan mempunyai
lebih dari seorang suami dalam suatu saat. 1. Sebab-Sebab Poligami
Faktor-faktor yang mempengaruhi poligami menurut Istibyaroh (2004) adalah:
a. Faktor geografis
Montesquieu dan Bon (dalam Istibsyaroh, 2004), menggolongkan poligami
secara geografis. Kaum perempuan di Timur mencapai usia baliq lebih dini dan lebih
cepat menjadi tua, karena itu laki-laki memerlukan istri yang kedua dan ketiga.
b. Masa subur perempuan terbatas
Hasrat laki-laki untuk mempunyai anak, serta ketidakinginan untuk menceraikan
istrinya yang pertama.
c. Menstruasi & Pasca kelahiran
Haid bulanan pada perempuan dan juga kelesuan sesudah melahirkan,
menempatkan perempuan dan suaminya dalam posisi seksual yang berbeda dan
menimbulkan situasi dimana laki-laki cenderung mencari perempuan lain.
d. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi juga diajukan sebagai penyebab poligami. Dikatakan bahwa di
zaman dahulu, tidak seperti di zaman sekarang, mempunyai banyak istri dan banyak
anak adalah menguntungkan laki-laki secara ekonomis. Kaum laki-laki dapat
menyuruh para istri dan anaknya bekerja sebagai budak, dan menjual anaknya.
e. Lebih banyak perempuan daripada laki-laki
Yang terakhir dan yang terpenting dari semua faktor dalam poligami adalah
kelebihan jumlah perempuan atas jumlah laki-laki.
2. Dampak – dampak poligami
Adapun dampak yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya berpoligami
(www.theceli.com) yaitu:
a. Timbul perasaan inferior, menyalahkan diri sendiri, istri merasa tindakan suaminya
berpoligami adalah akibat ketidakmampuan dirinya memenuhui kebutuhan biologis
suaminya.
b. Suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri pertama dan anak-
anaknya.
c. Sering terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi,
seksual maupun psikologis.
d. Dalam masyarakat sering terjadi nikah di bawah tangan, yaitu perkawinan yang tidak
dicatatkan pada kantor pencatatan nikah.
e. Yang paling mengerikan, kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan
suami/istri menjadi rentan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS) dan bahkan
rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Berdasarkan UU nomor 23 (dalam Mitra Perempuan) yang dimaksud kekerasa
dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan
yang dapat menimbulkan kesengsaraan atas penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah
tangga.
1. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Menurut Djannah (2004), dilihat dari konteks sosial budaya kekerasaan, kekerasaan
yang dialami para istri adalah :kekerasaan fisik, kekerasaan psikologis, kekerasaan
seksual, dan kekerasaan ekonomi.
2. Sebab- sebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Penelitian ini menunjukkan adanya empat faktor penyebab kekerasan, yaitu :
a. Kemandirian Ekonomi Istri
Meiyanti (dalam Djannah, 2002), mengemukakan bahwa ketergantungan istri
kepada suami dalam bidang ekonomi karena status istri tidak bekerja merupakan
faktor yang mendorong suami bertindak semaunya.
b. Pekerjaan Istri
Pekerjaan juga merupakan salah satu faktor penyebab suami melakukan
kekerasan terhadap istri. Meskipun pada awalnya semua suami mengizinkan istrinya
bekerja.
c. Perselingkuhan Suami Dengan Perempuan Lain
Perselingkuhan suami dengan perempuan lain atau menikah lagi menjadi salah
satu penyebab terjadinya kekerasan dalam perkawinan.
d. Campur Tangan Pihak Ketiga
Campur tangan anggota keluarga dari pihak suami, terutama ibu mertua, dalam
penelitian ini merupakan salah satu penyebab timbulnya kekerasan antara suami-
istri.
e. Pemahaman Yang Salah Terhadap Ajaran Agama
Pemahaman yang salah terhadap ajaran agama merupakan faktor lain yang
menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
f. Kebiasaan Suami
Pada beberapa kasus, kekerasan domistik terhadap perempuan timbul dari
kebiasaan atau tradisi suami yang terbentuk dari pengulangan tingkah laku secara
terus-menerus.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus.
Menurut Yin (1994) studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Secara
umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan how dan why.
Subjek Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah istri pertama dari pernikahan poligami yang
mengalami kekerasan.
2. Jumlah Subjek Penelitian
Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak dua orang istri pertama yang
mengalami kekerasan dalam keluarga poligami.
Tahap-Tahap Penelitian
Adapun tahap-tahap persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan peneliti dalam
penelitian ini, yaitu :
1. Tahap Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan terlebih dahulu peneliti mengumpulkan alat bantu
penelitian yang akan digunkan, lalu setelah itu melakukan pengujian terhadap
keabsahan pedoman wawancara dan juga pedoman observasi. Setelah itu peneliti
menghubungi subjek penelitian untuk meminta kesediaan dirinya menjadi objekpenelitian
dan juga mengatur waktu untuk bertemu.
2. Tahap Pelaksanaan
Setelah mendapatkan kesediaan subjek untuk menjadi objek penelitian maka
wawancara dilakukan pada waktu dan tempat yang telah disepakati. Setelah data
didapatkan peneliti selanjutnya menyalin data yang berupa rekaman hasil wawancara
ke dalam bentuk transkrip wawancara (verbatim). Lalu setelah itu peneliti melakukan
analisis dan interpretasi data berdasarkan teori yang digunakan. Setelah analisis dan
interpretasi selesai peneliti lalu membuat kesimpulan dan saran.
Teknik Pengambilan Data Wawancara
Menurut Banister (dalam Poerwandari, 1998) wawancara adalah percakapan dan
tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Observasi Menurut Banister dkk (dalam Poerwandari, 1998), observasi diarahkan pada
kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
Alat Bantu Pengumpulan Data Peneliti menggunkan beberapa alat bantu dalam mengumpulkan data, seperti
pedoman wawancara, pedoman observasi, alat tulis dan juga alat perekam (tape recorder)
Keabsahan dan Keajegan Penelitian Yin (1994) mengajukan empat kriteria keabsahan dan keajengan yang diperlukan
dalam suatu penelitian kualitatif, yaitu :
1. Keabsahan Konstruk (Construct Validity)
Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang terukur
benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur. Patton (dalam Poerwandari 1998)
mengemukakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai
keabsahan, yaitu :
a. Triangulasi Data
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil
observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek.
b. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamatan diluar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data.
c. Triangulasi Teori
Yaitu penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang
dikumpulkan sudah memenuhi syarat.
d. Triangulasi Metodologis
Yaitu penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal. Seperti metode
wawancara dan metode observasi.
2. Keabsahan Internal (Internal Validity)
Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.
3. Keabsahan Eksternal (External Validity)
Keabasahan eksternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada kasus lain.
4. Keajengan (Realiability)
Keajengan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian
berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang kualitatif.
Teknik Analisis Data Adapun proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dianalisa
dengan teknik data kualitatif yang diajukan oleh Marshall dan Rossman.
1. Mengorganisasikan Data
Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam
(indepth interview), yang mana data direkam dengan tape recorder dibantu alat tulis
lainnya. Kemudian dibuatkan transkripnya (verbatim).
2. Pengelompokan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban
Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara peneliti menyusun sebuah
kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan koding.
3. Menguji Asumsi Atau Permasalahan yang Ada Terhadap Data
Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisisis ditinjau kembali
berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat
dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai.
4. Mencari alternatif Penjelasan Bagi Data
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah didapat dari kaitan tersebut, penulis perlu
mencari suatu alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab
dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain.
5. Menulis Hasil Penelitian
Penulisan analisis data masing-masing subjek yang telah berhasil dikumpulkan,
merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah
kesimpulan yang dibuat telah selesai.
HASIL DAN ANALISIS Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan wawancara dan observasi dalam penelitian ini dilakukan mulai tanggal 10
Januari 2007 sampai dengan tanggal 15 Februari 2007. Wawancara dan observasi pada
subjek (1) dan (2) dilakukan di kediamannya. Pada penelitian ini, kegiatan wawancara
dilakukan hanya satu kali dan observasi dilakukan dua kali pada masing-masing subjek. Oleh
karena itu, untuk mengatasai kekurangan data penelitian, peneliti melakukan tambahan
wawancara dengan para subjek melalui telepon sebanyak dua kali.
1. Hasil
a. Subjek 1
1) Identitas Subjek
Nama / Inisial : Y
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Banyumas, 13 Oktober 1962
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Anak Ke : 6 dari 8 bersaudara
Pendidikan Terakhir : SMU
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Usia Perkawinan : 24 Tahun
Istri Ke : 1 dari 3 Istri
Alamat : Tanah Abang
b. Gambaran umum subjek
1). Pelaksanaan Observasi
a) Observasi 1
Hari/Tanggal : Kamis, 10 Januari 2007
Waktu : Pukul 11.20 – 15.00
Tempat : Rumah subjek, Ks. Tubun.
b) Observasi 2
Hari/Tanggal : Minggu, 21 Januari 2007
Waktu : Pukul 10.30 – 14.30
Tempat : Tanah Abang
2). Hasil Observasi
a) Setting
Peneliti melakukan obesrvasi terhadap subjek sebanyak dua kali.
Pertama pada hari Jum’at tanggal 10 Januari 2007 pukul 11.20-15.00 WIB.
Peneliti melakukan observasi di kediaman subjek, di daerah Tanah Abang.
Dilantai pertama rumah subjek terdapat ruang tamu yang dilengkapi dengan
satu set sofa dengan meja yang berkaca, ruang TV yang dilengkapi dengan
sofa, terdapat sebuah ruang makan, dapur, kamar pembantu dan kamar
mandi. Observasi dilakukan diruangan kamar anaknya.
Observasi kedua pada hari minggu tanggal 21 Januari 2007 pukul
10.30-14.30 WIB. Pada saat observasi kedua, rumah subjek terlihat rapi.
Rumah subjek cukup ramai dengan kehadiran saudara-saudara subjek yang
pada hari Minggu tersebut bertandang kerumah subjek, dan peneliti
berkumpul di ruang TV bersama saudara-saudara subjek, sementara subjek
berada di dapur bersama pembantu.
b). Subjek
Subjek adalah seorang ibu rumah tangga, yang berperawakan tidak
terlalu tinggi, dengan badan berisi dan kulit putih. Ketika diwawancarai,
subjek menggunakan kemeja berwarna biru berlengan ¾, dan celana ¾
berwarna hitam, subjek menggunakan kacamata, dengan membawa HP.
Agar lebih santai dan tenang subjek memilih untuk diwawancarai
dikamar anaknya. Selama wawancara berlangsung, Subjek menjawab
pertanyaan dengan jelas. Sebelum wawancara subjek melaksanakan shalat
dzuhur terlebih dahulu. Subjek juga mengeluarkan kata-kata lucu yang
membuat peneliti dan anaknya tersenyum. Terkadang nada suara subjek
berubah menjadi lebih tinggi, dan tekadang mengecil. Pada saat
menceritakan tentang perilaku suaminya yang tidak lagi memperhatikan
anak dan istrinya, bibir subjek bergetar dan suara yang terputus-putus,
subjek mengeluarkan air mata, menunduk dan menggenggam tangannya.
Pada saat wawancara subjek berada dihadapan peneliti, pada saat
melakukan kontak mata kepada peneliti, subjek terkadang membuang
pandangannya kearah luar ruangan pada saat menceritakan tentang
suaminya yang jarang pulang setelah pernikahan ketiganya.
c. Wawancara
Pelaksanaan Wawancara
Hari/ Tanggal : Jum’at, 19 Januari 2007
Waktu : 13.00 – 14.30 WIB
Tempat : Tanah Abang
d. Significant Other 1
1) Identitas Significant Other 1
Nama/Inisial : N
Usia : 24 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Banyumas, 26 Juli 1982
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Karyawati
Hubungan dengan Subjek : Keponakan
Alamat : Tanah Abang
2) Wawancara
Pelaksanaan Wawancara
Hari/ Tanggal : Minggu, 21 Januari 2007
Waktu : Pukul 12.30 – 13.15
Tempat : Tanah Abang
e. Significant Other 2
1). Identitas Significant Other 2
Nama/Inisial : B
Usia : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 19 oktober 1983
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : S-1
Pekerjaan : Karyawati
Hubungan dengan Subjek : Anak Kandung
Alamat : Tanah Abang
2) Wawancara
Pelaksanaan Wawancara
Hari/ Tanggal : Kamis, 15 Februari 2007
Waktu : Pukul 14.00-15.00
Tempat : Cilandak Town Squre
2. Subjek 2
a. Identitas Subjek
Nama / Inisial : MT
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 19 Mei 1976
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Anak Ke : 1 dari 3 bersaudara
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Usia Perkawinan : 5 Tahun
Istri Ke : 1 dari 2 Istri
Alamat : Jakarta Timur.
b. Gambaran umum subjek
1). Pelaksanaan Observasi
a) Observasi 1
Hari/Tanggal : Kamis, 18 Januari 2007
Waktu : Pukul 13.00- 15.00
Tempat : Rumah Subjek, Cipayung.
b) Observasi 2
Hari/Tanggal : Senin, 29 Januari 2007
Waktu : Pukul 10.00-12.30
Tempat : Rumah subjek, Cipayung.
2). Hasil Observasi
a) Setting
Peneliti melakukan observasi terhadap subjek sebanyak dua kali.
Pertama pada hari Kamis tanggal 18 Januari 2007 pukul 13.00-15.00 WIB.
Peneliti melakukan observasi di kediaman subjek, di daerah Cipayung,
Jakarta Timur. Rumah subjek terdapat kursi yang terbuat dari kayu, di dalam
ruang TV terbentang sebuah permadani, terdapat satu kamar mandi, dapur,
dua ruang tidur dan halaman belakang. Rumah subjek terlihat sepi, karena
hanya ada subjek sendiri. Observasi dilakukan diruang tamu subjek, dengan
suasana yang cukup tenang karena jauh dari jalan besar. Subjek terlihat
sangat lelah karena subjek selesai bertugas jaga malam.
Observasi kedua pada hari senin tanggal 29 Januari 2007 pukul
10.00-12.30 WIB. Pada saat observasi kedua, rumah subjek terlihat rapi.
Susana rumah subjek masih seperti pada observasi pertama, terlihat sepi.
b). Subjek
Subjek adalah karyawan disalah satu rumah sakit swasta. Subjek
berperawakan cukup tinggi, dengan badan kurus dan kuning langsat. Ketika
diwawancarai, subjek menggunakan baju kaos tangan panjang dan celana
panjang bahan.
Pada observasi pertama, subjek dan peneliti memperkenalkan diri
satu sama lain, dan berbicara maksud kedatangan peneliti ke rumahnya.
Subjek tersenyum dan memperkenalkan diri pada pertemuan
pertama. Subjek lebih banyak diam dan tidak berbicara jika peneliti bertanya,
setelah pertemuan kedua dan pelaksanaan wawancara, subjek lebih
terbuka. Agar lebih santai subjek memilih untuk diwawancarai ruang tamu.
Pada saat wawancara berlangsung, menjawab pertanyaan dengan
senyuman, setelah dipertengahan wawancara nada suara yang subjek
terkadang mengecil dan membesar. Pada saat peneliti mempertanyakan
kekerasan yang dialami subjek, subjek berusaha untuk tetap tersenyum dan
seketika subjek langsung menundukkan kepala kearah bawah, dengan
menyibukkan tangannya untuk meraih sebuah koran dan mengipaskan ke
arah mukanya. Pada saat peneliti mempertanyakan kekerasan seksual,
subjek terdiam sebentar dan kemudian menjawab pertanyaan yang diajukan
peneliti. Mata subjek berkaca-kaca, pada saat subjek berkata “ saya nggak
masalah kalau harus dipoligami, tapi tidak dengan keadaan seperti ini”.
Subjek juga memegang bagian lehernya seperti memijat secara berlahan
ketika membicarakan tentang aborsi yang diinginkan oleh suaminya.
c. Wawancara
Pelaksanaan Wawancara
Hari/ Tanggal : Senin, 29 Januari 2007
Waktu : 10.00 – 12.30 WIB
Tempat : Ruang tamu, Cipayung
d. Significant Other 1
1) Identitas Significant Other 1
Nama/Inisial : ST
Usia : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 20 Juni 1977
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawati
Hubungan dengan Subjek : Teman Dekat
Alamat : Cinere
2) Wawancara
a) Pelaksanaan Wawancara
Hari/ Tanggal : Sabtu, 27 Januari 2007
Waktu : Pukul 15.00 – 16.00
Tempat : Rumah Makan, Pasar Minggu.
e. Significant Other 2
1) Identitas Significant Other 2
Nama/Inisial : L
Usia : 27 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 16 februari 1980
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan Karyawati
Hubungan dengan Subjek : Sepupu
Alamat : Cimanggis.
2) Wawancara
a) Pelaksanaan Wawancara
Hari/ Tanggal : Kamis, 8 Februari 2007
Waktu : Pukul 19.00 -20.00
Tempat : Margo City, Depok.
PENUTUP
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Gambaran kekerasan yang dialami istri pertama dalam keluarga poligami
Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum kedua subjek
mengalami kekerasan secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi.
• Kekerasan Fisik
Subjek pertama dan kedua mengalami kekerasan fisik seperti pukulan,
tendangan, tamparan, serta mengalami keguguran pada subjek pertama dan
menggugurkan kandungan pada subjek kedua.
• Kekerasan Psikologis
Kekerasan psikologis yang dialami kedua subjek adalah subjek medapatkan
bentakkan, kata-kata kasar, cacian dan makian.
• Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi yang dialami pada subjek pertama, subjek merasa
keadaaan ekonominya menjadi sulit, uang yang diberikan tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehingga subjek menjual barang-barang milikinya untuk
menutupi kebutuhan. Sementara pada subjek kedua masalah ekonomi tidak terlalu
menjadi suatu masalah karena subjek memiliki penghasilan sendiri.
• Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual pada subjek pertama adalah subjek diusir oleh suami ketika
masuk ke kamar, dan pada subjek kedua mengalami hubungan seksual yang tidak
wajar.
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri pertama dalam keluarga
poligami.
Pada kedua subjek kekerasan terjadi karena adanya wanita lain dalam rumah
tangga subjek. Kekerasan muncul ketika subjek meminta penjelasan tentang keadaan
rumah tangganya yang semakin lama semakin berubah. Keadaan ekonomi yang dialami
subjek pertama juga menjadi salah satu pemicu timbulnya kekerasan. Sementara pada
subjek kedua kekerasan timbul karena suami memiliki sifat posesif terhadap istri
3. Coping yang dilakukan oleh istri pertama dalam keluarga poligami
a. Problem Focused Coping
Kedua subjek berusaha untuk membicarakan dan bertanya langsung kepada
suami tentang masalah yang terjadi didalam rumah tangganya, dan berusaha
mencari data, bukti-bukti, dan informasi tentang hal kebenaran yang menimpa
suaminya.
b. Emosional Focused Coping
Pada subjek pertama, mencoba untuk mempelajari hal-hal apa yang biasanya
memicu kemarahan suami, lebih mencoba untuk mengambil hikmah dari kejadian
yang dialaminya, berbagi cerita kepada orang-orang terdekat dan mencari masukkan
yang dapat memotivasi, memilih untuk diam, menyibukkan diri dengan kegiatan
seperti pengajian, sholat, dzikir, membaca buku dan jalan-jalan bersama teman
pengajian. Ketika subjek merasa hatinya tidak tenang subjek lebih memilih berwudu’
dan membaca Al-Qur’an, sehingga subjek merasa lebih kepada Tuhannya.
Sedangkan pada subjek kedua, berusaha berpikir positif sehingga membesarkan
hati dan lebih melapangkan dada dalam menghadapi pernikahannya. Subjek juga
bertukar pikiran dengan temen dan sepupunya sehingga mendapat dukungan dari
mereka. Subjek memilih untuk diam, walaupun hal itu tidak menyelesaikan masalah,
dan subjek merasa jadi serba salah dan menangis dapat membuat subjek merasa
sedikit lebih lega sejenak. Mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga membuat
dirinya menjadi lebih sabar dan bisa meredam emosinya.
Saran Dari hasil penelitian tentang coping stres istri pertama yang mengalami kekerasan
dalam keluarga poligami, maka saran yang diajukan peneliti terhadap penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Disarankan kepada subjek untuk lebih bersabar dan lebih berjiwa besar dalam
menghadapi kehidupan berpoligami. Keinginan untuk mempertahankan pernikahan
adalah suatu perbuatan yang baik dan mendiamkan suatu masalah tidak menyelesaikan
masalah, apalagi masalah yang terjadi sudah menyangkut dengan keterancaman dan
nyawa seseorang. Dan tidak ada salahnya dibicarakan secara baik dan kekeluargan.
2. Untuk para istri yang dipoligami diharapkan untuk menanamkan sikap ikhlas, sabar dan
lebih berjiwa besar dalam menghadapi kehidupan berpoligami karena kehidupan pasti
akan berubah. Apabila kekerasan terjadi dan meningkat diharapkan untuk tidak
menganggap hal ini biasa, lebih baik meminta bantuan pada lembaga yang berwenang.
3. Untuk para suami yang melakukan poligami diharapkan dapat berbuat adil, selalu
bersikap lebih bijaksana, tidak mengandalakan tindakan agresi yang menimbulkan
suatu kekerasan dan bahkan membuat kehidupan istri menjadi terancam. Dan benar-
benar memikirkan secara matang tentang segala dampak dan resiko yang terjadi
kedepannya setelah berpoligami.
4. Untuk penelitian selanjutnya, agar dapat mengembangkan penelitian tentang poligami,
misalnya kekerasan yang juga dialami oleh istri kedua, ketiga dan seterusnya bukan
hanya pada istri pertama.
DAFTAR PUSTAKA Atwater, E. 1983. Psychology Of Adjusment. 2nd: Personal Growth In a Changing
World. USA: Precentice Hall Djannah, F., Rustam, Nurasiah, Sitorus, M., & Batubara, C. 2002. Kekerasan terhadap istri, Yogyakarta: LkiS Fausiah, F. & Widury J. 2003. Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Abnormal.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hardiaman,A. 1999. Menuju Kemitraan Pemerintah LSM dalam
Pencegahan&Penanggulangan Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta: Mitra Perempuan
Hamidah, S. 2002. Sumber Informasi yang Digunakan Oleh Perempuan yang Mengalami Kekerasan Domestik untuk Menyelesaikan Masalah. Jakarta: ISIP
Mulia, M. 2004. Pandangan Islam Tentang Poligami. Jakarta: Lembaga Kajian
Agama dan Jender & The Asia Foundation Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia Mulia, M. 2004. Pandangan Islam Tentang Poligami. Jakarta: Lembaga Kajian
Agama dan Jender & The Asia Foundation Poerwandari, E.K. 1998, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Universitas Indonesia Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology, New York: John Willey & Sons, Inc
Smet, B. 1994, Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Yin, R. 1994. Case Study Research Design and Method. London: Sage Publication www. depdiknas.go.id/serba_serbi/cbies: Pengertian Keluarga
www.suaramerdeka.com: Jaringan Peduli Perempuan dan Anak
www.lbh-apik.or.id/sm-pers-poligami.htm: Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Yang Paling Nyata