Upload
phunghuong
View
234
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih zat
aktif, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang dapat membuat
tablet melarut atau hancur perlahan lahan dalam mulut (FI, 1995). Tablet hisap
biasanya mengandung satu atau lebih kombinasi kategori berikut, yaitu antiseptik,
anastesi lokal, antibiotik, antihistamin, antitusif, analgesik atau dekongestan
(Siregar dan Wikarsa, 2010). Keuntungan tablet hisap menurut Banker & Anderson
(1994) adalah memiliki rasa manis yang menyenangkan, mudah dalam penggunaan,
kepastian dosis, dan tidak diperlukannya air minum untuk menggunakannya. Tablet
hisap memiliki keuntungan lain yaitu cocok digunakan untuk orang orang yang
sukar menelan tablet konvensional.
Dalam hal mengatasi nyeri, seperti nyeri gigi dan radang tenggorokan, asam
mefenamat adalah obat golongan NSAID yang paling banyak digunakan di
masyarakat. Asam mefenamat merupakan derivat asam antranilat dan termasuk
AINS yang mempunyai khasiat sebagai analgetik dan antiinflamasi (Wilson &
Gisvold, 1982). Pada penggunaannya, asam mefenamat diberikan secara oral dan
tersedia dipasaran dalam bentuk sediaan tablet dan kapsul 250-500 mg (Munaf,
1994). Penggunaan tablet konvensional tidak praktis karena harus menggunakan air
untuk menelan disamping itu kurang nyaman bila digunakan pada pasien yang
menderita radang tenggorokan karena akan terasa sakit jika menelan, dan juga
masih terdapat orang orang yang sukar dalam menelan tablet. Dengan
2
pengembangan tablet hisap asam mefenamat diharapkan sebagai salah satu
alternatif bentuk sediaan yang praktis, nyaman dalam penggunaan, dan takaran
dosis yang tepat.
Tablet hisap asam mefenamat yang baik membutuhkan zat tambahan
(eksipien) yang sesuai. Salah satu eksipien yang penting digunakan pada tablet
hisap adalah zat pengikat. Pada penelitian ini, zat pengikat yang digunakan berupa
kombinasi PGA (Pulvis Gummi Arabic) dan sukrosa.
PGA dipilih karena musilago gummi arabici atau akasia merupakan salah
satu bahan pengikat yang biasa digunakan dalam granulasi basah, dimana metode
granulasi basah sangat cocok untuk zat aktif asam mefenamat. Metode granulasi
basah digunakan untuk memperbaiki sifat alir asam mefenamat yang kurang baik
sehingga asam mefenamat tidak cocok menggunakan metode kempa langsung.
Kelemahan gom sebagai bahan tambahan yaitu menjadikan tablet mudah
terkontaminasi mikroba.
Bahan pengikat lain yang ditambahkan adalah sukrosa. Sukrosa merupakan
bahan pengikat yang memiliki kemampuan memberikan rasa manis sehingga
sukrosa dapat membantu untuk menutupi rasa pahit dari asam mefenamat.
Kelemahan sukrosa adalah apabila dibuat tablet dengan komposisi sebagian besar
sukrosa menyebabkan tablet mengeras pada penyimpanan. Sukrosa bukan gula
pereduksi tetapi akan menjadi coklat pada penyimpanan dan sangat higroskopis.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan penelitian optimasi
formula tablet hisap untuk mengetahui pengaruh kombinasi campuran bahan
pengikat berupa PGA dan Sukrosa yang kemudian dianalisis dengan menggunakan
3
Simplex Lattice Design. Optimasi bertujuan untuk memudahkan dalam merancang,
menyusun dan menginterprestasikan data secara matematis. Penerapan simplex
lattice design digunakan untuk menentukan formula optimum dari campuran bahan,
dalam desainnya jumlah total bagian komponen campuran dibuat tetap yaitu sama
dengan satu bagian (Bolton, 1997). Model Simplex Lattice Design merupkan
metode yang relatif sederhana dibandingkan dengan metode lainnya dalam
menentukan formula optimum.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimanakah pengaruh variasi komposisi kadar zat pengikat PGA yang
dikombinasikan dengan sukrosa terhadap sifat fisik granul dan tablet hisap
asam mefenamat yang dihasilkan?
2. Pada variasi komposisi kadar berapakah zat pengikat PGA yang
dikombinasikan dengan sukrosa memberikan sifat fisik tablet hisap yang
optimum dengan menggunakan metode simplex lattice design?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengembangkan formula baru asam mefenamat sebagai zat aktif dalam
sediaan tablet hisap
4
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan formula optimum dengan campuran PGA dan Sukrosa
sebagai eksipien pembuatan tablet hisap secara granulasi basah dengan
pendekatan Simplex Lattice Design.
b. Mengetahui pengaruh kombinasi campuran PGA dan sukrosa terhadap
sifat fisik tablet hisap dengan menggunakan metode optimasi Simplex
Lattice Design.
D. Tinjauan Pustaka
1. Tablet
Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam
bentuk pipih/sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung, mengandung satu
jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan (FI, 1979). Target
secara umum harus memiliki keseragaman dosis, kecepatan waktu hancur yang
baik dan kekuatan regangan (Agrawal dan Prakasam, 1988).
Secara umum tablet memiliki beberapa keuntungan, antara lain:
a. Dapat menutupi rasa pahit obat
b. Pemakaiannya mudah
c. Mudah pengaturan dosis
d. Lebih stabil pada waktu penyimpanan yang lama (Sadik,1984).
2. Problem pada Pembuatan Tablet
5
Berberapa permasalahan yang mungkin timbul selama penabletan antara
lain:
a. Pelekatan (binding)
Binding adalah pelekatan antara tablet dengan lubang kempang
yang menyebabkan sulitnya pengeluaran tablet ke luar lubang kempa yang
biasanya disebabkan oleh lubrikasi yang tidak cukup. Hal ini dapat diatasi
dengan penambahan zat pelicin, penggunaan zat pelicin yang lebih efisien,
mengurangi ukuran granul dan meningkatkan kandungan lembab dari
granul (Siregar dan Wikarsa, 2010).
b. Sticking, Picking, dan Filming
Sticking biasanya terjadi karena pengeringan yang tidak memadai
atau kurangnya zat pelicin sehingga permukaan tablet melekat pada
permukaan punch. Apabila terjadi sticking, gaya tambahan diperlukan
untuk mengatasi gesekan antara tablet dan dinding kempa selama
pengeluarannya dari lubang kempa.
Picking masih termasuk dalam bentuk sticking dimana terdapat
lubang pada permukaan tablet yang disebabkan ketika bagian kecil granul
melekat pada permukaan punch dan terus bertambah setiap putaran mesin
tablet. Sedangkan Filming adalah bentuk lambat dari picking.
Penyebab umum dari sticking, picking dan filming sebagian besar
disebabkan karena kelembapan berlebihan dalam proses granulasi, suhu
tinggi atau permukaan punch yang sudah aus. Hal ini dapat diatasi dengan
6
menurunkan kandungan lembab, penambahan adsorben atau penambahan
zat pelicin (Siregar dan WIkarsa, 2010).
c. Kaping dan Laminasi
Kaping adalah suatu istilah dimana sebagian atau seluruh tablet
terpisah antara bagian atas dan bawahnya. Sedangkan laminasi adalah
pemisahan tablet menjadi dua atau lebih lapisan berbeda. Biasanya terjadi
setelah pengempaan, tetapi dapat juga setelah beberapa saat setelahnya.
Pengujian kerapuhan adalah pengujian yang paling cepat untuk
mengetahui kemungkinan masalah tersebut (Lachman dan Lieberman,
1980).
Kaping dan laminasi dapat disebabkan karena kurang lembab,
terlalu lembab, pengikat tidak cukup atau tidak sesuai, kurang pengikat,
udara berlebihan dalam granul atau permasalahan pada alat kempa.
Pengatasannya dapat dengan menyemprot granul dengan air apabila
kurang lembab, dikeringkan kembali apabila terlalu lembab, penambahan
pengikat atau mengurangi kecepatan pengempaan (Kohli dan Shah, 1998).
d. Sumbing dan Retak
Sumbing merupakan kondisi dimana tablet tercuil pada sekitar
pinggiran tablet. Sedangkan keretakan biasanya terjadi pada pusat bagian
atas tablet dikarenakan faktor mesin tablet. Sumbing dan keretakan dapat
diatasi dengan mengeringkan kembali granul yang lembap, mengganti zat
pelicin atau mengganti punch (Kohli dan Shah, 1998).
e. Bercak-bercak (mottling)
7
Mottling adalah distirbusi warna yang tidak merata pada
permukaan tablet. Salah satu penyebabnya adalah zat aktif yang warnanya
berbeda dengan eksipien tablet atau hasil uraiannya dengan eksipien,
terjadi migrasi obat dan atau perwarna selama pengeringan atau adanya
eksipien yang berupa larutan berwarna yang tidak merata (Siregar dan
Wikarsa, 2010; Gunsel dan Kanig, 1976)
3. Tablet Hisap
Tablet hisap adalah tablet kempa berbentuk piringan dan solid yang
dibuat dari zat aktif dan zat pemberi aroma dan rasa yang menyenangkan, serta
dimaksudkan terdisolusi lambat dalam mulut untuk efek lokal pada selaput
mukosa lingkungan mulut (Siregar dan Wikarsa, 2010). Zat aktifnya biasanya
terdiri dari antiseptik,antibakteri, lokal anestetik, antiinflamasi, antibiotik dan
antifungi (Peters, 1989). Diameter tablet hisap umumnya lebih besar daripada
tablet biasa yaitu lebih besar dari 18 mm (Lachman et al,1994).
Tablet hisap akan rusak atau berjamur bila disimpan pada kondisi yang
lembab, sehingga harus disimpan pada wadah kedap air dan kering.
Penyimpanan pada tempat yang sejuk diperlukan untuk tablet hisap yang
kandungan zat aktifnya adalah zat yang mudah menguap (Cooper dan Gunn,
1975).
4. Bahan Tambahan Tablet Hisap
Dalam suatu sediaan farmasi, selain zat aktif juga dibutuhkan zat
tambahan/eksipien. Eksipien dalam sediaan tablet dapat diklasifikasikan
berdasarkan peranannya dalam produksi tablet. Biasanya pada tablet hisap
8
tidak digunakan zat penghancur, dan zat yang digunakan sebagian besar adalah
zat-zat yang larut air. Adapun zat-zat tambahan dalam sediaan tablet hisap
meliputi:
a. Zat Pengisi (dilluent)
Zat pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet.
Fungsi lain dari zat pengisi adalah untuk memperbaiki kompresibilitas dan
sifat alir bahan yang sulit dikempa serta memperbaiki daya kohesi
sehingga dapat dikempa langsung. Bahan pengisi harus memenuhi kriteria
yaitu, harus non toksis, harus tersedia dalam jumlah yang cukup, harganya
haeus cukup murah, tidak boleh saling berkontraindikasi, secara fisiologis
harus inert/netral, harus stabil dalam sifat fisik dan kimia, tidak boleh
mengganggu bioavaobilitas obat, harus bebas dari segala jenis mikroba
dan harus color compatible (Banker dan Anderson, 1994). Untuk tablet
hisap, rasa dan kenyamanan dimulut menjadi parameter dalam seleksi
bahan pengisi (Lachman et al, 1994).
b. Zat Pengikat (binder)
Zat pengikat adalah parameter yang cukup penting dalam tablet
hisap. Zat pengikat diperlukan dengan maksud untuk meningkatkan
kohesivitas antar partikel serbuk sehingga memberikan kekompakan dan
daya tablet (Voigt, 1984).
Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan
selama granulasi basah untuk membentuk granul atau menaikkan
9
kekompakan kohesi bagi tablet yang tidak dicetak langsung (Banker dan
Anderson, 1994).
c. Zat pelicin (lubricant)
Zat ini digunakan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan
jalan mengurangi gesekan diantara partikel–partikel (Lachman et al.,
1994). Jumlah pelicin yang dipakai pada pembuatan tablet 0,1% sampai
0,5% berat granul (Ansel, 1989). Zat pelicin yang biasa digunakan adalah
talk, mg stearat atau campuran keduanya (Gunsel dan Kanig, 1976).
d. Zat Pemanis
Rasa sangat penting dalam pembuatan tablet hisap. Apa yang
dirasa mulut saat menghisap talet sangat terkait dengan penerimaan
konsumen nantinya dan berarti juga sangat berpengaruh terhadap kualitas
produk sehingga salah satu solusinya adalah ditambahkannya bahan
pemanis. Dalam formulasi tablet hisap, bahan perasa yang digunakan
biasanya juga merupakan bahan pengisi tablet hisap tersebut (Peters,
1980).
Tablet hisap cenderung menggunakan banyak pemanis sekitar 50%
atau lebih dari berat tablet keseluruhan seperti laktosa,manitol, sorbitol,
dan sebagainya.
5. Metode Granulasi Basah
Metode ini merupakan suatu proses untuk mengubah serbuk halus
menjadi bentuk granul dengan cara menambahkan larutan zat pengikat. Granul
yang dihasilkan setelah kering ditambahkan zat pelicin atau tanpa zat
10
penghancur, untuk selanjutnya dikempa menjadi tablet (Sadik, 1984). Dalam
proses granulasi basah, zat pengikat digunakan untuk mempermudah proses
aglomerasi (Parikh, 1997).
Metode ini memliki beberapa keuntungan, antara lain:
a. Menaikkan volume tablet atau bahan obat yang dosisnya kecil dengan
dipakainya eksipien dalam jumlah tertentu.
b. Menaikkan kohesifitas dan kompresibilitas serbuk sehingga diharapkan
tablet dapat dikempa menjadi massa tablet yang kompak, cukup keras, dan
tidak rapuh.
c. Mencegah segregasi komponen penyusun tablet yang telah homogen
selama proses pencampuran.
d. Menjaga homogenitas dan memperbaiki distribusi zat aktif dengan
digunakannya zat pengikat.
e. Untuk bahan obat yang bersifat hidrofob, sistem granulasi basah dapat
memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif dengan penambahan cairan
pelarut yang cocok pada zat pengikat (Sheth et al., 1980).
Akan tetapi, metode granulasi basah juga memiliki keterbatasan, antara
lain:
a. Biaya yang besar karena keterkaitan penggunaan ruang,waktu dan alat
yang relatif banyak.
b. Terdapat kemungkinan besar adanya kontaminasi silang yang lebih besar
daripada dengan metode kempa langsung
11
c. Dapat memperlambat disolusi zat aktif dari dalam granul setelah tablet
terdisintegrasi jika tidak diformulasi dan diproses dengan tepat (Siregar
dan Wikarsa, 2010).
Granul yang didapatkan melalui metode granulasi basah maupun
menggunakan metode lain perlu dilakukan evaluasi sifat fisik. Evaluasi sifat
fisik granul meliputi sifat alir, kompaktibilitas dan daya serap air. Evaluasi sifat
alir pada granul menggunakan parameter berupa waktu alir, sudut diam dan
indeks pengetapan.
6. Evaluasi sifat fisik granul
Evaluasi sifat fisik granul dilakukan untuk menjamin bahwa granul yang
dibuat telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yang secara langsung
akan mempengaruhi proses pengempaan dan tablet yang dihasilkan.
Pemeriksaan yang umum dilakukan antara lain, meliputi:
1. Sifat alir
Sifat alir dipengaruhi oleh gaya yang bekerja antara partikel-partikel
padat, antara lain gaya gesekan/friksi. Gaya tegangan permukaan, gaya
mekanik yang disebabkan oleh saling menguncinya partikel yang
bentuknya tidak teratur, gaya elektrostatik, dan gaya kohesi atau Van
der Waals (Indriani,2009).
Pemeriksaan sifat alir dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara
langsung yaitu pengukuran waktu alir dengan menggunakan metode
12
corong, sedangkan pengukuran tidak langsung dengan menggunakan
sudut diam dan pengetapan (Sulaiman, 2007)
2. Kompaktibilitas dan kompresibilitas
Kompaktibilitas adalah kemampuhan bahan untuk membentuk
massa yang kompak setelah diberi tekanan, sedangkan kompresibilitas
adalah kemampuan serbuk untuk berkurang/menurun volumenya
setelah diberi tekanan (Sulaiman, 2007)
3. Ukuran dan distiribusi ukuran partikel/granul
Ukuran dan distribusi ukuran granul dapat diketahui dengan metode
pengayakan, mikroskopi, sedimentasi, stream scanning, sentrifugasi,
elutriation, light scattering, Conductivity test, permeametri, dan
trayekrori partikel (Sulaiman, 2007).
4. Daya serap air
Cara pengamatan daya serap air yang paling mudah adalah dengan
mengamati jumlah air yang mampu diserap oleh serbuk atau tablet
dengan bantuan alat timbang (Sulaiman, 2007).
5. LOD dan MC
Kelembaban suatu zat padat dapat dinyatakan berdasarkan berat
basah atau berat kering. Bila dihitung berdasarkan berat basahnya
(%LOD) kandungan air dari suatu bahan dihitung sebagai persen berat
dari bahan basahnya, sedangkan bila berdasarkan berat kering,
kandungan air dinyatakn sebagai persen dari bobot bahan kering
(%MC) (Sulaiman, 2007).
13
7. Evaluasi sifat fisik tablet
Evaluasi sifat fisik tablet ditujukan untuk mendapatkan gambaran
kualitas tablet saat dikonsumsi. Uji sifat fisik tablet yang biasa dilakukan
meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, ketebalan, waktu hancur,
dan keseragaman kadar (Anderson dkk., 1990). Uji sifat fisik tablet yang
dilakukan pada penelitian ini antara lain:
a. Keseragaman Bobot Tablet
Uji keseragaman bobot dipersyaratkan jika tablet yang akan diuji
tidak bersalut dan mengandung 50 mg atau lebih zat aktif tunggal yang
merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan (Siregar dan Wikarsa,
2010). Keseragaman bobot dapat digunakan sebagai gambaran keseragaman
kadar zat aktif. Uji dilakukan dengan menimbang 20 tablet secara satu per
satu dengan neraca analitik kemudian dihitung reratanya.
Persyaratan untuk keseragaman bobot, tidak boleh ada lebih dari dua
tablet yang masing masing bobotnya menyimpang dari reratanya lebih dari
harga yang ditetapkan pada kolom A, dan tidak boleh ada satupun tablet
yang bobotnya menyimpang dari reratanya lebih dari harga yang ditetapkan
pada kolom B.
Tabel I. Persentase persyaratan penyimpangan bobot tablet (FI, 1979)
Bobot rerata
Penyimpangan bobot rereta (%)
A B
14
25 mg atau kurang 15 30
26-150 mg 10 20
151-300 mg 7,5 15
>300 mg 5 10
b. Kekerasan Tablet
Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet
dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, pengikisan, dan
terjadinya keretakan tablet yang didapat selama pengemasan, pengangkutan
dan pendistribusian kepada konsumen (Parrott, 1971). Kekerasan pada
tablet hisap harus lebih besar dari tablet biasa dimana tablet hisap
mempunyai kekerasan antara 7-14 kg/cm2 (Cooper dan Gunn, 1975)
sedangkan untuk tablet biasa hanya 4-8 kg/cm2 (Parrott, 1971). Kekerasan
tablet yang dibuat dengan metode granulasi basah dipengaruhi oleh ikatan
yang terjadi antar partikel setelah tablet mengalami pengempaan (Rawlins,
1977).
c. Kerapuhan Tablet
Kerapuhan tablet dinyatakan dalam persen dan mengacu pada massa
tablet sebelum dan sesudah pengujian dan telah dibebas debukan.
Kerapuhan menggambarkan kekuatan ikatan antar partikel. Kerapuhan
tablet yang baik adalah kurang dari 0,5%-1% (Banker dan Anderson, 1994).
Nilai kerapuhan tablet tidak boleh lebih dari 1% (Parrott, 1971).
15
d. Waktu Larut Tablet
Waktu larut adalah waktu yang dibutuhkan tablet hisap untuk
melarut atau terkikis secara perlahan didalam rongga mulut. Waktu larut
yang ideal bagi tablet hisap adalah sekitar 30 menit atau kurang (Banker dan
Anderson, 1994).
e. Tanggap Rasa Tablet
Tanggap rasa adalah suatu uji organoleptis untuk mengetahui rasa
dan tingkat kemanisan dari tablet hisap yang dibuat. Rasa tablet merupakan
parameter penting dalam menentukan kualitas tablet hisap karena tablet
hisap harus mempunyai rasa yang enak agar dapat diterima oleh konsumen.
8. Simplex Lattice Design (SLD)
Metode Simplex Lattice Design merupakan suatu metode untuk
menentukan formula optimum dari sejumlah komposisi bahan, dalam
desainnya jumlah total bagian komponen campuran dibuat tetap yaitu sama
dengan satu bagian (Bolton, 1997). Persamaan pada simplex lattice design
untuk 2 campuran yang berbeda (A dan B), yaitu:
Y = a(A) + b(B) + ab(A)(B)..........................................................................(1)
Dimana: Y = respon atau efek yang dihasilkana, b, ab = koefisien yang dapat dihitung dari percobaan(A) dan (B) = fraksi komponen, dengan jumlah (A) + (B) harus
satu bagian
Hasil persamaan yang didapat dari hasil percobaan merupakan suatu
persamaan empiris yang dapat menggambarkan pola respon dalam suatu ruang
simplex (Bolton dan Bon, 2004).
9. Monografi Bahan
16
a. Asam mefenamat
Asam mefenamat atau Asam N-2,3-xililantranilat memiliki BM
241,29, mengandung tidak kurang 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0%
C15H15NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Berupa serbuk
hablur, putih atau hampir putih dan melebur pada suhu kurang lebih 230°
disertai peruraian. Asam mefenamat larut dalam alkali hidroksida ; agak
sukar larut dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan dalam metanol;
praktis tidak larut dalam air (FI, 1995).
Asam mefenamat merupakan derivat asam antranilat dan termasuk
kedalam golongan obat Anti Inflamasi Nonsteroid (AINS). Dalam
pengobatan, asam mefenamat digunakan untuk meredakan nyeri dan
rematik. Obat ini cukup toksik terutama untuk anak-anak dan janin, karena
sifat toksiknya, asam mefenamat tidak boleh dipakai selama lebih dari satu
minggu dan sebaiknya jangan digunakan untuk anak-anak yang usianya di
bawah 14 tahun (Munaf, 1994).
Gambar 1. Struktur asam mefenamat (Departement of Health, 2009)
b. PGA (Pulvis Gummi Arabica)
PGA (Pulvis Gummi Acaciae) atau gom arab dikenal juga sebagai
gum acacia, gum arabic, dan talha gum. Gom arab adalah eksudat yang
mengeras di udara seperti gom, yang mengalir secara alami atau dengan
penorehan batang dan cabang tanaman Acacia senegal (Linne) Willdenow
17
(Familia Leguminosae) atau spesies lain Acacia (Familia Leguminosae)
yang berasal dari Afrika.
Gom arab tidak berbau, larut dalam gliserin (1:20), propilen glikol
(1:20), Air (1:2,7) dan tidak larut dalam etanol (95%). Gom arab
memerlukan waktu yang lama untuk larut dalam air. Gom arab dapat
digunakan sebagai emulgator dan agen pensuspensi pada sediaan farmasi
oral dan topikal, bahan pengikat untuk tablet dan agen penambah viskositas
(Kibbe, 2009). Konsentrasi PGA sebagai zat pengikat dalam tablet berkisar
10-25% dalam bentuk larutannya (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Akasia yang ada dipasaran berwarna putih atau putih kekuningan,
berbentuk bulat, granul, serbuk atau serbuk kering. Tidak berbau dan tidak
berasa. Akasia digunakan untuk kosmetik, makanan, oral dan topikal pada
formulasi farmasi (Kibbe, 2009).
c. Sukrosa
Gambar 2. Struktur sukrosa
Sukrosa adalah gula berupa serbuk hablur putih atau tidak berwarna,
massa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih tidak berbau,
rasa manis, stabil di udara. Sukrosa sangat mudah larut dalam air, lebih
mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter (FI, 1995). Sukrosa bersifat higroskopis sehingga
18
granul yang dihasilkan mudah lembab karena menyerap air (Lachman dan
Lieberman, 1980).
Sukrosa berfungsi sebahai bahan pengikat dalam pembuatan tablet
secara granulasi basah. Dalam bentuk serbuk, sukrosa berperan sebagai
bahan pengering (20% b/b) atau sebagai bahan pengisi atau pemanis dalam
tablet hisap dan tablet kunyah. Densitas massa dari sukrosa adalah 1,6
g/cm3. Sukrosa yang terlalu banyak jumlahnya dalam suatu tablet dapat
menurunkan disintegrasi tablet tersebut (Armstrong, 2009). Sukrosa
merupakan pemanis yang biasa digunakan dalam sediaan oral dan aman jika
dikonsumsi (Ansel dkk, 2005).
d. Aspartam
Gambar 3. Struktur aspartam
N-L-a-Aspartyl-L-phenylalanine 1-methyl ester atau yang dikenal
dengan aspartam memiliki rumus kimia C14H18N2O5 dan bobot molekul
sebesar 294,30. Aspartam berwarna putih, berbentuk kristal dan memiliki
rasa manis yang kuat. Aspartam sukar larut dalam etanol (95%) dan sukar
larut dalam air. Pada kondisi kering, aspartam cukup stabil, tetapi dengan
adanya kelembaban, akan menyebabkan terjadinya hidrolis. Aspartam juga
mudah terdegradasi akibat pemanasan sehingga pada penyimpanannya,
19
aspartam harus disimpan pada tempat kering dalam wadah yang tertutup
rapat. Pada temperatur yang tinggi, aspartam dapat menyebabkan
kecoklatan ketika digunakan. Aspartam banyak digunakan sebagai gula
alternatif pengganti sukrosa pada pasien diabetes karena nilai gizinya yang
rendah (Cram, 2009).
Berdasarkan perbedaan scanning pada kalorimetri dengan beberapa
eksipien pada tablet kempa langsung, diketahui bahwa aspartam
inkompatibel dengan kalsium fosfat dan juga dengan magnesium stearat
(El-shattawy dkk, 1981).
e. Magnesium Stearat
Gambar 4. Struktur Mg stearat (Allen and Luner, 2009)
Magnesium stearat dengan rumus kimia C36H70MgO4 dan bobot
molekul 591,34 merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-
asam organik padat yang diperoleh dari lemak terutama dari magnesium
stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan (FI, 1995).
Magnesium stearat sering digunakan untuk kosmetik, makanan dan
dalam formulasi sediaan farmasi. Biasanya digunakan sebagai zat pelicin
pada pembuatan tablet dan kapsul dengan konsentrasi antara 0,25%-5% w/w
(Allen and Luner, 2009). Magnesium stearat berbentuk serbuk putih, halus,
memiliki bau lemah khas, mudah melekat pada kulit dan serbuknya sedikit
licin jika disentuh. Mg stearat bersifat inkompatibel dengan asam kuat,
20
alkalis dan garam besi. Magnesium stearat juga bersifat hidrofobik dan
memperlambat disolusi dari obat pada bentuk sediaan padat (Genderton,
1969).
f. Laktosa
Gambar 5. Stuktur Laktosa
Laktosa biasa digunakan sebagai zat pengikat, zat tambahan pada
tablet kempa langsung dan zat pengisi pada tablet dan kapsul. Kegunaan
laktosa pada umunya adalah untuk meningkatkan ukuran dan kohesi tablet.
Laktosa kualitas baik digunakan dalam pembuatan tablet menggunakan
metode granulasi basah (Edge et al, 2009). Sediaan obat yang menggunakan
laktosa memberikan kecepatan pelepasan obat yang baik dan granul yang
terbentuk lebih cepat kering (Banker dan Anderson, 1994).
E. Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan kombinasi dua zat pengikat, yaitu PGA dan
sukrosa. Kedua zat pengikat ini termasuk zat pengikat kuat yang memiliki sifat alir
yang baik, inert secara farmakologi serta memiliki kompresibilitas dan
21
kompaksibilitas yang baik. PGA dan sukrosa ditambahkan pada formula dalam
bentuk larutan karena zat pengikat ini lebih efektif jika di tambahkan dalam bentuk
larutan pada pembuatan granul daripada dalam bentuk keringnya (Banker dan
Anderson, 1994). Sejalan dengan penambahan zat pengikat yang berbentuk larutan,
metode pembuatan tablet yang digunakan adalah granulasi basah karena asam
mefenamat sebagai zat aktifnya memiliki sifat alir yang kurang baik sehingga tidak
dapat dibuat tablet menggunakan metode kempa langsung.
Asam mefenamat sendiri merupakan derivat asam antranilat dan termasuk
kedalam golongan obat Anti Inflamasi Nonsteroid (AINS) yang paling sering
digunakan, berbentuk serbuk putih, pahit, tidak berbau, dan memiliki kelarutan
yang kecil dalam air sehingga untuk dibentuk menjadi tablet hisap, membutuhkan
eksipien yang larut air untuk memperbaiki sifat fisiknya.
PGA atau gom arab memiliki sifat memperlama waktu larut tablet, mudah
larut dalam air tetapi membutuhkan waktu,dikombinasikan dengan sukrosa yang
cukup sering digunakan dalam pembuatan tablet secara granulasi basah dan
memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Sukrosa selain sebagai zat pengikat dapat
juga digunakan sebagai zat pengisi dan pemanis sehingga dapat membantu
mengurangi rasa pahit dari asam mefenamat. Tablet hisap memiliki kekerasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tablet konvensional, penggunaan zat pengikat
PGA dan sukrosa yang memiliki sifat deformasi plastis akan membentuk ikatan
kuat sehingga menyebabkan kekerasan tablet meningkat (Pratiwi dkk, 2011).
Kombinasi antara PGA dan sukrosa akan menghasilkan sifat fisik yang baik
terutama pada kekerasannya. Untuk mengetahui kombinasi yang memberikan sifat
22
fisik optimum, maka dilakukan optimasi formula menggunakan metode Simplex
Lattice Design. Formula optimum akan menghasilkan tablet hisap asam mefenamat
dengan kualitas yang paling baik.
F. Hipotesis
1. Perbedaan komposisi kadar antara kombinasi PGA dan sukrosa sebagai zat
pengikat dapat berpengaruh terhadap sifat alir granul, kekerasan, kerapuhan,
waktu larut dan tanggap rasa pada tablet hisap asam mefenamat.
2. Pada variasi komposisi zat pengikat PGA 10% yang dikombinasikan dengan
sukrosa 20% dapat menghasilkan sediaan tablet hisap yang optimum yang
ditinjau pada sifat fisiknya dengan menggunakan metode Simplex lattice
Design.