Upload
rendha-fatima-rysta
View
17
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian
nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia
dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang (Feigin, 2006). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke
cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia
tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif hal ini
akibat gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak,
makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka
mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serangan stroke. Saat ini
serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya hipertensi yang disebut sebagai
silent killer, diabetes melittus, obesitas dan berbagai gangguan kesehatan yang
terkait dengan penyakit degeneratif. Secara ekonomi, dampak dari insiden ini
prevalensi dan akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh
terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan
bangsa (Yastroki, 2009).
Stroke biasanya ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak atas maupun
bawah pada salah satu sisi anggota tubuh. Untuk itu penderita stroke perlu
mendapatkan penanganan yang sedini mungkin agar pengembalian fungsi dari
anggota gerak serta gangguan lainnya dapat semaksimal mungkin atau dapat
beraktifitas kembali mendekati normal serta mengurangi tingkat kecacatan. Stroke
dapat menyebabkan permasalahan pada tingkat impairment berupa gangguan
motorik, gangguan sensorik, gangguan memori dan kognitif, gangguan koordinasi
dan keseimbangan. Pada tingkat functional limitation berupa gangguan dalam
melakukan aktifitas fungsional sehari-hari seperti perawatan diri, transferdan
ambulasi. Serta pada tingkat participation restriction berupa keterbatasan dalam
melakukan pekerjaan, hobi dan bermasyarakat di lingkungannya
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke iskemik adalah tanda
klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak karena berkurangnya aliran darah
otak, sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen jaringan otak.
Penurunan aliran darah ini jika semakin parah dapat menyebabkan jaringan
otak mati (Gofir, 2009).
B. Etiologi dan Predisposisi
1. Etiologi dari Stroke iskemik / non hemoragik adalah :
a. Aterosklerosis : trombosis pembuluh darah
b. Embolisasi pembuluh darah
c. Pengurangan perfusi sistemik : kelainan jantung, dan syok
C. Patofisiologi
Segala kelainan pada otak yang disebabkan oleh proses patologis pada
pembuluh darah dinamakan penyakit serebrovaskuler. Termasuk dalam
kategori ini adalah lesi dinding pembuluh darah, oklusi lumen pembuluh
darah, dan perubahan pada kualitas darah misalnya peningkatan viskositas
darah.
Kelainan otak yang diinduksi oleh penyakit serebrovaskuler yaitu (1)
iskemia dengan atau tanpa infark jaringan saraf di otak (ischemia), atau (2)
perdarahan (hemorrhage). Manifestasi klinik tersering dari penyakit
serebrovaskular adalah stroke (cerebrovascular accident). Oleh karenanya,
stroke diklasifikasikan dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
iskemik dibagi ke dalam stroke trombotik dan embolik.
Patogenesis iskemia serebral yang menimbulkan stroke iskemik
didasarkan pada pembentukan thrombus yang menyebabkan oklusi arteri
yang memvaskularisasi otak. Sedangkan pada stroke embolik, oklusi dapat
berasal dari thrombus yang terlepas maupun dari gumpalan trombosit yang
terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman karena endokarditis bacterial
atau gumpalan darah dan jaringan karena infark mural.
Berbagai factor risiko seperti yang dimiliki pasien dalam kasus yaitu
pengidap DM, hipertensi, dan merupakan perokok pasif mendukung
terjadinya plak aterosklerotik. Penjelasan mengenai hal ini diperlihatkan
dalam gambar di bawah ini:
Gambar 1. Gambar faktor risiko stroke dan mekanismenya
Hiperlipidemia dan faktor risiko lain seperti diabetes melitus, hipertensi
serta radikal bebas dari asap rokok diduga menyebabkan jejas endotel,
sehingga terjadi perlekatan trombosit dan monosit serta pengeluaran factor
pertumbuhan, termasuk platelet derived growth factor (PDGF), yang
menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos. Sel otot polos menghasilkan
banyak matriks ekstrasel dan kolagen dan proteoglikan. Sel busa dan plak
ateromatosa berasal dari makrofag dan sel otot polos-dari makrofag via
reseptor lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan reseptor penyapu
yang mengenali lipoprotein densitas rendah (LDL) termodifikasi (misal, LDL
teroksidasi), dan dari sel otot polos melalui mekanisme yang masih jelas.
Lipid ekstrasel berasal dari perembesan dari lumen pembuluh, terutama
apabila terdapat huperkolesterolemia, dan juga dari sel busa yang mengalami
degenerasi. Penimbunan kolseterol dalam plak seyogianya dipandang sebagai
cermin ketidakseimbangan antara influks dan efluks, dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL) mungkin membantu membersihkan kolesterol dan timbunan ini.
Proses pada Gambar 10 kemudian berlanjut seiring waktu pada pasien
stroke iskemik. Sampai suatu ketika terjadi plak aterosklerotik yang sangat
luas sehingga menutupi lumen arteri (arterial occlusion). Oklusi arteri akan
memicu pelepasan glutamate dan menyebabkan iskemia serebral. Glutamat
dan iskemia ini memicu terjadinya influks Ca/Na sehingga terjadi proteolisis.
Proteolisis ini menimbulkan kerusakan pada membrane dan sitoskeleton sel
saraf yang berujung pada kematian sel saraf di otak.
Iskemia yang terjadi juga meningkatkan radikal bebas yang diproduksi,
tepatnya saat proses reperfusi. Radikal bebas yang dimaksud termasuk O2-
dan OH. Seperti halnya radikal bebas yang lain, mereka bekerja dengan
menghancurkan protein, asam dan lipids, komponen asam lemak pada
fosfolipid membrane, yang berujung pada perubahan permeabilitas membrane
seluler (peroksidasi lipid).
Sumber utama reaktif oksigen terutama dihasilkan dari oksidasi asam
arakhidonat oleh enzim cyclo-oxygenase dan lipooxygenase. Sumber lain dari
radikal bebas adalah sintesis NO oleh NOS, sebuah enzim yang diaktivasi
oleh calcium-calmodulin. Mekanisme ini terutama terjadi pada fase akut dan
sub akut iskemia. Proses ini memicu leukosit dan jenis sel darah putih lainnya
untuk mengaktivasi adhesion molecul (molekul perlekatan) pada endotel.
Fenomena penting lain yang terjadi saat iskemia adalah proses inflamasi
itu sendiri. Bukti terbaru menunjukkan bahwa inflamasi merupakan penyebab
kedua kerusakan saraf otak setelah iskemia serebral. Penarikan leukosit pada
daerah yang mengalami jejas dapat terjadi sekitar 30 menit setelah cedera
terjadi. Leukosit tersebut dapat mengganggu aliran eritrosit dalam
mikrovaskuler; fosfolipase yang dihasilkan dalam leukosit juga dapat memicu
pengeluaran zat yang menimbulkan vasokontriksi dan meningkatkan agregasi
platelet (contohnya leukotrien, eikosanoid, prostaglandin, dan platelet
activating factor) dan produk–produk yang dikativasi oleh leukosit
(contohnya proinflammatory cytokines, toxic oxygen metabolites, proteases,
gelatinases, dan collagenases) dapat menyebabkan kerusakan jaringan saraf.
Untuk mengetahui topis pada iskemia serebral yaitu berdasar pada
vaskularisasi otak. Daerah yang mengalami kerusakan akibat iskemia
serebral tampak sebagai gejala dan tanda klinis. Pada kasus terdapat
keluhan nyeri kepala dan monoparese ekstremitas inferior sinistra. Topis
untuk tanda klinis ini sesuai dengan daerah fungsional otak yaitu daerah
korteks motorik primer (gyrus precentralis) yang terletak pada lobus
frontalis. Daerah lobus frontalis sebagian besar divaskularisasi oleh arteri
serebri media.
a. Nyeri Kepala
Nyeri kepala dapat terjadi karena aliran darah ke otak, penurunan
ini dapat mengakibatkan penurunan glukosa dan menurunkan produksi
ATP sehinggga mengganggu integritas dinding sel, dan menyebabkan
transport aktif ion-ion terganggu dan ion Ca++ masuk ke dalam sel dan
menyebabkan oedem sel dan akhirnya bisa menjadi oedem otak yang
akan menekan bangunan intrakranial yang peka terhadap nyeri
sehingga dapat menimbulkan nyeri kepala.
b. Hemiparesis/Hemiplegia
Hemiparesis merupakan kelemahan otot atau paralysis parsial
mengenai satu sisi tubuh. Pada umumnya kelumpuhan Upper Motor
Neuron (UMN) melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan
hemiparesis, hemiplegia, atau hemiparalisis karena lesinya menempati
kawasan susunan piramidal sesisi. Ketiga istilah digunakan secara
bebas, walaupun hemiparesis sebenarnya kelumpuhan sesisi badan
yang ringan dan hemiplegi atau hemiparalisis merupakan kelumpuhan
sesisi badan yang berat. Hemiplegia yang melibatkan nervus kranial
pada batang otak secara khas dinamakan hemiplegia alternans.
Kelumpuhan UMN dibagi menjadi :
Hemiplegi karena hemilesi di korteks motorik primer
- Hemiparesis dekstra (jika lesi di hemispherium sinistra)
atau hemiparesis sinistra (jika lesi di hemispherium dekstra)
- Terdapat perbedaan derajat kelumpuhan antara lengan dan
tungkai
- Kelumpuhan otot-otot wajah, pengunyah dan penelan
- Afasia motorik dan afasia sensorik
- Hipertoni yang bersifat spastik
- Forced crying dan forced laughing
- Deviasi konjugat
Hemiplegi karena hemilesi di kapsula interna
- Hemiplegia
- Rigiditas
- Atetosis
- Distonia
- Tremor
- Hemianopsia
- Disartria (pelo)
Hemiplegi alternan karena hemilesi pada batang otak
- Sindrom hemiplegi alternan di mesenchepalon
- Sindrom hemiplegi alternan di pons
- Sindrom hemiplegi alternan di medula oblongata
Tetraplegia/quadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medula
spinalis di atas tingkat konus.
D. Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesa :
Adanya defisit neurologis fokal/umum, untuk membedakan jenis strokenya
dilihat dari gejala sebagai berikut :
Gejala/simptom Stroke Hemoragik Stroke Non hemoragik
Saat Onset Sedang aktifitas Saat istirahat
Peringatan - +
Nyeri kepala +++ +/-
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ ---
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum
Tabel 2. Tabel teknik pemeriksaan umum
Teknik pemeriksaan Kemungkinan terjadi
a. Keadaan Umum Composmentis (Normal), Apatis,
Somnolen, Sopor, Koma
Vital sign
b. Tekanan Darah
c. Denyut nadi
d. Frekuensi nafas
e. Suhu tubuh
120/80 mmHg (Normal), >120/80 mmHg,
<120/80 mmHg
80-100x/menit, regular
16-20x/menit
36,5 – 37,5 ‘C
f. Pemeriksaan status interna
(paru, jantung, hati, ginjal, dll)
Misalnya dari status interna di dapatkan
pembesaran jantung (batas kiri 2 cm lateral
midclavicular line)
2) Pemeriksaan motorik
Jika didapatkan gangguan pada UMN, maka:
- Tonus otot pada sisi yang lumpuh meningkat
- Reflek tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
- Reflek patologik positif pada sisi yang lumpuh
Jika didapatkan gangguan pada cerebellum, maka:
- Tonus otot pada sisi yang lumpuh menurun
- Reflek tendon menurun pada sisi yang lumpuh
- Reflek patologik negatif pada sisi yang lumpuh
Tabel 3. Tabel teknik pemeriksaan motorik
Teknik pemeriksaan Kemungkinan terjadi
1. Posisi tubuh
Amati posisi tubuh pasien selama
bergerak dan istirahat
Postur hemiplegia pada penderita stroke
2. Gerakan involunter
Jika ada gerakan involuter, amati
letak, kualitas, frekuensi, irama,
amplitude, dan kondisi secara
keseluruhan
Tremor, fasikulasi, tik, korea, atetosis, diskinesia
oral-fasial
3. Massa otot
Inspeksi kontur otot Atrofi
4. Tonus otot
Tahanan kekuatan pasif dari
lengan dan tungkai
Spastisitas, rigiditas, flaksiditas
5. Kekuatan otot
Perintahkan pada pasien untuk
melakukan ;
a. Fleksi siku
b. Ekstensi siki
c. Ekstensi pergelangan tangan
d. Menggenggam
e. Abduksi jari-jari
f. Oposisi ibu jari
g. Trunkus –fleksi, ekstensi,
bengkok kea rah lateral
h. Fleksi pinggul
i. Ekstensi pinggul
j. Adduksi pinggul
k. Abduksi pinggul
l. Ekstensi lutut
m. Fleksi lutut
Peringkat kekuatan otot
Tingkat Deskripsi Otot
0 Tidak terdapat kontaksi
muscular yang terlihat
1 Sedikit jejak kontaksi dapat
terdeteksi
2 Gerakan aktif dengan
penghilangan gravitasi
3 Gerakan aktif terhadap gravitasi
4 Gerakan aktif terhadap gravitasi
dan beberapa tahanan
5 Gerakan aktif terhadap gerakan
penuh
n. Dorsifleksi pergelangan kaki
o. Fleksi plantar pergelangan
3) Pemeriksaan sensorik
Tabel 4. Tabel teknik pemeriksaan sensorik
Teknik pemeriksaan Kemungkinan terjadi
Dengan alat, seperti bola kapas untuk
menguji ketajaman dan ketumpulan
sensasi, bandingkan area simetris pada
kedua sisi tubuh
Defisit hemisensoris
Bandingkan area distal dan proksimal
lengan dan tungkai terhadap;
a.Nyeri à dengan ujung runcing
b. Temperature àdengan tabung
yang berisi air hangat dan dingin
c.Sentuhan ringan à dengan lintingan
kapas
Analgesia, hipalgesia, hiperalgesia
Indra temperature dan nyeri biasanya
berhubungan
Anesthesia, hiperestesia
Periksa indra vibrasi dan posisi
dengan menggunakan Garpu Tala 128-
Hz atau 256-Hz, letakan pada tonjolan
tulang
Kehilangan indra vibrasi dan posisi pada
neuropati perifer (disebabkan diabetes
atau alkoholisme, dan penyakit coloumna
posterior karena sifilis atau defisiensi B12
Kaji sensasi Diskriminatif ;
a. Identifikasi benda yang dikenal
b. Identifikasi angka
c. Minta pasien untuk
menemukan jarak minimal
pada bantal jari pasien
d. Beri sentuhan pada kulit pasien
dengan cepat dan minta pasien
untuk identifikasi lokasi
sentuhan
e. Beri sentuhan pada arah
Lesi pada korteks sensoris dapat
menganggu lokalisasi titik pada sisi yang
berlawanan dan menyebabkan hilangnya
sensasi sentuhan pada sisi tersebut
berlawanan dan minta
indentifikasi lagi
4) Pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
Tabel 5. Tabel pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
Teknik pemeriksaan Kemungkinan terjadi
Reflek fisiologis
a. Bisep
b. Trisep
c. Supinator
d. Abdominal bawah dan atas
e. Patella
f. Pergelangan kaki
g. Plantar
Peringkat reflek
nilai Deskripsi
4+ Hiperaktif
3+ Lebih cepat dari rata-rata,
tidak perlu di anggap abn
2+ Rata-rata, Normal
1+ Berkurang, normal rendah
0 Tidak ada respons
Reflek Patologis
a. Hoffman tromer
b. Grasping reflek
c. Palmomental reflek
d. Snouting/menyusu
e. Mayer reflek
f. Babinski
g. Oppenheim
h. Gordon
i. Schaefer
j. Chaddock
Fleksi jari-jari yang lain, adduksi dari ibu
jari à indikasi lesi UMN
Tidak dapat membebaskan jari
pemeriksaà lesi di area premotorik
Kontraksi musculus mentali
ipsilateralàlesi UMN diatas ini saraf VII
kontralateral
Timbul reflek menyusu à lesi UMN
bilateral
Timbul adduksi dan oposisi dari ibu jari
à lesi di traktus piramidalis
Respon jempol kaki akan dorsofleksi,
jari-jari lain akan menyebar atau
membuka à lesi pada UMN
k. Rossolimo
l. Mendel-bacctrerew
Timbul reflek jari-jari kaki
5) Reflek nervus cranialis
Tabel 6. Tabel pemeriksaan reflek nervus cranialis
Teknik pemeriksaan Kemungkinan terjadi
N 1 ( Uji indra penciuman ) Hilang pada lesi lobus frontal
N 2
a.Kaji ketajaman pengelihatan
b. Periksa lapang pandang
c. Diskus opticus
Kebutaan
Hemianopsia
Papiledema, atrofi optic
N 2,3
( Uji reaksi pupil terhadap cahaya ) Kebutaan, paralisis N III, pupil tonik,
sindrom horner dapat memengaruhi
reaksi cahaya
N 3,4,6
Kaji gerakan ekstraokular Strabismus karena paralisis N III, IV, VI;
nistagmus
N 5 ( pada wajah di zona oftalmik,
maksilaris, mandibularis )
a. uji nyeri dan sensasi sentuhan
b. Raba kontraksi otot temporalis
dan maseter
c. Periksa reflek kornea
Gangguan motorik atau sensorik
karena lesi pada N V atau jaras
motorik yang lebih tinggi
N 7
Minta pasien mengangkat kedua alis
matanya, cemberut, menutup mata
dengan rapat, memperlihatkan gigi,
tersenyum menggembungkan pipinya
Kelemahan karena lesi saraf perifer
N 8 ( kaji pendengaran )
a. Uji terhadap lateralisasi
b. Bandingkan konduksi udara
dan tulang
N 9, 10
a. Amati setiap kesulitan menelan
b. Dengarkan suara pasien
c. Perhatikan naiknya palatum
durum dengan ucapan “ah”
d. Uji reflek muntah
Jika positif, kelemahan palatum atau
faring
Serak atau suara hidung
Paralisis palatum pada cedera
cerebrovaskuler
Tidak ada reflek
N 11
a. Kaji otot trapezius ( massa,
gerakan involounter dan
kekuatan mengangkat bahu )
b. Kaji otot sternomastoideus
(kekuatan ketika memalingkan
kepala)
Atrofi, fasikulasi, kelemahan
Kelemahan
N 12
a. Dengarkan artikulasi pasien
b. Inspeksi seluruh lidah
c. Inspeksi lidah yang dijulurkan
Disartria karena kerusakan N 10 atau N
12
Atrofi, fasikulasi
Deviasi ke sisi yang lemah
Skoring untuk penilaian jenis stroke
Untuk mendiagnosis penyakit stroke apakah itu termasuk stroke
hemoragic atau stoke non hemoragik kita dapat melihat dari berbagai hal
seperti Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti CT
scan yang merupakan gold standarnya. Akan tetapi jika gold standar tersebut
tidak ada maka ada alur diagnosis yang dapat membantu mendiagnosis stroke
ini antara lain dengan Sirijaj Stroke Score atau dengan Algoritma Gadjah
Mada.
1) Siriraj Stroke Score
Keterangan :
C = Consciousness atau kesadaran
Alert 0
Drowsy & stupor 1
Semicoma & coma 2
V = Vomiting atau muntah
No = 0
Yes = 1
H = Headache atau nyeri kepala within 2 hours
No 0
Yes 1
A = Atheroma (riwayat diabetes, angina)
No 0
Salah satu ada 1
DBP = Diastolic Blood Pressure
Penilaian :
> 1 Perdarahan intraserebral
< -1 Infark serebri
-1 s/d 1à pakai CT Scan/kurva probability
Pada kasus, SSS = (2,5x0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x100) – (3x1) – 12
= -5 (infark serebri)
2) Algoritma Stroke Gadjah Mada
Penderita Stroke Akut dengan atau tanpa :
- Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala
- Refleks Babinsky
Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada ----------Ya-------- Stroke perdarahan
tidak
SSS = 2,5C + 2V + 2H + 0,1 DBP - 3A - 12
Hanya ada penurunan kesadaran--------------Ya---------Stroke perdarahan
tidak
Hanya nyeri kepala-----------------------------Ya----------Stroke perdarahan
tidak
Hanya ada refleks Babinsky----------------Ya---------Stroke non perdarahan
tidak
Ketiganya tidak ada-------------Ya----------Stroke iskemik/non hemorhagik
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerikasaan CT-Scan kepala
2. MRI (Magnetic Resonace Imaging) untuk melihat pembuluh darah
dan jaringan otak, adakah gangguan pada aliran darah otak atau
perdarahan pada otak.
3. Pemeriksaan laboratorium darah
4. Pemeriksaan gula darah
5. Pemeriksaan profil lipid
6. Pemeriksaan fungsi ginjal
d. Gold Standart Diagnosis
Gold Standart untuk diagnosis stroke non hemoragik yaitu dengan
pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras yaitu akan didapatkan lesi
hipodens.
E. Penatalaksanaan
Pengelolaan umum di bangsal :
1. Breathing
a. Jalan nafas harus bebas, ventilasi dan oksigenasi senantiasa
harus baik.
b. Bila GCS < 8 maka dilakukan pemasangan intubasi
c. Alih baring : miring kiri- terlentang- miring kanan setiap 2 jam
2. Blood
a. Tekanan darah tidak boleh segera diturunkan kecuali : stroke
iskemik : >220/120 mmHg, stroke perdarahan : >180/100
mmHg.
b. Jaga komposisi darah agar tetap baik dengan memperhatikan
Hb, albumin, elektrolit maupun gula darah
c. Gula darah diturunkan bila >200 mg/dl
3. Brain
a. Jaga agar tidak timbul kejang
b. Bila terjadi peningkatan intrakanial segera berikan manitol
c. Mencegah hipertermi
4. Bladder
a. Perhatikan kemungkinan terjadinya retensio / inkontinensia
urin
b. Bila perlu lakukan pemasangan kateter untuk pantau jumlah
urin yang keluar
5. Bowel
a. Jaga nutrisi / kalori yang cukup
b. Jaga keseimbangan cairan
c. Hindari obstipasi (mengejan saat buang air besar)
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa stroke iskemik
Antikoagulan : Heparin
Anti agregasi platelet : Asam asetilsalisilat, cilostazol
Neuroprotektan : Piracetam
b. Nonmedikamentosa
1. Klasifikasi faktor risiko stroke:1) Tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga
terkena stroke, riwayat TIA, penyakit jantung koroner, dan
fibrilasi atrium.
2) Dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus (DM), rokok, drug
abuse, kontrasepsi oral, dan dislipidemia
2. Pencegahan stroke secara umum:1) Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat via pemerintah dan media
massa tentang stroke
2) Gaya hidup sehat bebas stroke:
- Hindari: rokok, stres, alcohol, kegemukan, diet tinggi garam,
obat-obatan amfetamin, kokain
- Kurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
- Kendalikan: penyakit-penyakit penyerta seperti hipertensi,
DM, penyakit jantung koroner, penyakit aterosklerosis
- Lakukan: diet sehat dan seimbang serta olahraga teratur
Peran aktif dari keluarga terdekat dan lingkungan masyarakat
terhadap kesembuhan pasien stroke
3. Program Rehabilitasi Medik
F. Prognosis
Prognosis stroke tergantung dari penyulit atau komplikasi :
1. Letak lesi : supratentotial lebih baik
2. Asal pembuluh darah yang menyumbat
3. Penyebab : infark umumnya lebih baik
4. Beratnya lesi
5. Jumlah lesi
6. Frekuensi serangan stroke
G. Komplikasi
1. Non neurologi
a. Infark jantung
b. Tromboemboli
c. Trombosis vena dalam
d. Bronkopneumonia
e. Infeksi saluran kemih
f. Ulkus dekubitus
2. Neurologi
a. Perdarahan ulang
b. Oedem serebri
c. Peningkatan tekanan intrakanial
d. Afasia
e. Epilepsi
f. Gangguan perilaku
III. KESIMPULAN
1. Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
karena berkurangnya aliran darah otak, sehingga mengganggu kebutuhan
darah dan oksigen jaringan otak. Penurunan aliran darah ini jika semakin
parah dapat menyebabkan jaringan otak mati.
2. Etiologi dari stroke iskemik atau non hemoragik adalah : Aterosklerosis
(trombosis pembuluh darah), Embolisasi pembuluh darah, dan Pengurangan
perfusi sistemik : kelainan jantung, dan syok.
3. Penegakkan diagnosis stroke non hemoragik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
4. Penatalaksanaan dalam stroke non hemoragik adalah prinsip
5B,medikamentosa dan non medikamentosa.
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Dalam:
Bates 5th ed. Jakarta : EGC. 2008; 275-306
Donaghy, M.. Classification And Clinical Features Of Motor Neuron Diseases
And Motor Neuropathies In Adults. Dalam: J.Neurol. 1999;246:331-333.
Feigin, V. 2006. Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. New Zealand : PT Bhuana Ilmu Populer.
Gleadle, Jonathan. At Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 1th Ed. Jakarta:
EMS. 2007;176-177
Gofir, Abdul. 2009. Manajemen Stroke. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press
Hakan, A. Advances In The Diagnosis Of Etiologic Subtypes Of Ischemic Stroke.
Dalam: Curr Neurol Neurosci Rep. 2010;10:14–20.
Harsono, et al. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Hennerici, Michael G., Julien Bogousslavsky, Ralph L. Sacco. 2005. Acute
Therapy. Stroke. USA : Elsevier. Hal. 89–124
Hennerici, Michael G., Julien Bogousslavsky, Ralph L. Sacco. 2005. Managing
Patients with Acute Stroke. Stroke. USA : Elsevier. Hal. 51 – 55.
Israr, Yayan A. 2008. Stroke. Available from URL:
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/case-s-t-r-o-k-e.pdf.
Diakses pada 12 Maret 2011.
Lumbantobing, M.S. 2010. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nassisi, Denise. 2010. Stroke Haemorrhagic: Treatment and Medications.
Med’scape Continually Updated Clinnical Reference. WebMD
EMedicine. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/793821-
treatment pada 5 desember 2012.
Perdossi. 2007. Guideline Stroke. Jakarta: Kelompok Studi Stroke Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Price, Sylvia. 2005. Gangguan Sistem Neurologik. Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi6. Jakarta : EGC.
Putz, Reinhard dan Reinhard Pabst. 2006. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Edisi
22 Jilid 1. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. Susunan Saraf Pusat. Dalam: Fisiologi Manusia: Dari Sel ke
Sistem. Jakarta: EGC. 2001;5:117-120
Sidharta, Priguna dan Mahar Mardjono. 2008. Neurologi Klinis Dasar Cetakan
Ke-13. Jakarta: Dian Rakyat.
Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi
5. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru. 2007. Strok dan Penatalaksanaannya oleh Internis. Dalam: Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
YASTROKI. 2009. Tangani Masalah Stroke di Indonesia. Availabel at :
http://www.yastroki.or.id/read.php?id=4. Diakses pada tanggal 5 Desember
2012.