22
PENATALAKSANAAN TERHADAP KORBAN TENGGELAM AIR LAUT DAN AIR TAWAR Cahyarani Wulansari* Wahyu Hendarto** ABSTRACT First aid in emergency aid is rapid and transient time that is given to a person who suffers injury or sudden disease. Relief is using the facilities and equipment available at the time and in the required place. In the case of drowning victims with first aid measures are required to be done immediately given on the condition drowning person will lose adequate breathing pattern because in a matter of hours hipoksemua drowning victim will experience, which in turn will undergo anoxic central nervous system, there is a failure to resuscitate and if not immediately given help will cause death within 24 hours after the incident. Keywords : Drowning, freshwater, sea ABSTRAK Pertolongan pertama dalam kegawatdaruratan merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang tersedia pada saat itu dan di tempat yang dibutuhkan. Pada Korban dengan kasus tenggelam pertolongan pertama merupakan tindakan wajib yang harus dilakukan segera mengingat pada kondisi tenggelam seseorang akan kehilangan pola nafas yang adekuat karena dalam hitungan jam korban tenggelam akan mengalami

Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

PENATALAKSANAAN TERHADAP KORBAN TENGGELAM AIR LAUT DAN AIR TAWAR

Cahyarani Wulansari* Wahyu Hendarto**

ABSTRACT

First aid in emergency aid is rapid and transient time that is given to a person who suffers injury

or sudden disease. Relief is using the facilities and equipment available at the time and in the

required place.

In the case of drowning victims with first aid measures are required to be done immediately

given on the condition drowning person will lose adequate breathing pattern because in a matter

of hours hipoksemua drowning victim will experience, which in turn will undergo anoxic central

nervous system, there is a failure to resuscitate and if not immediately given help will cause

death within 24 hours after the incident.

Keywords : Drowning, freshwater, sea

ABSTRAK

Pertolongan pertama dalam kegawatdaruratan merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat

sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit

mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang tersedia pada saat itu dan

di tempat yang dibutuhkan.

Pada Korban dengan kasus tenggelam pertolongan pertama merupakan tindakan wajib yang

harus dilakukan segera mengingat pada kondisi tenggelam seseorang akan kehilangan pola nafas

yang adekuat karena dalam hitungan jam korban tenggelam akan mengalami hipoksemua, yang

selanjutnya akan mengalami anoksia susunan saraf pusat, hingga terjadi kegagalan resusitasi dan

jika tidak segera diberikan pertolongan akan menimbulkan kematian dalam 24 jam setelah

kejadian.

Kata kunci: Tenggelam, air tawar, air laut

* Coassisten FK Universitas Trisakti

** Dokter Spesialis Anastesiologi dan Terapi BLU RSUD Kota Semarang

Page 2: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

PENDAHULUAN

Menurut ILCOR (Internasional Liaison Committee on Resuscitation) tenggelam

didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernafasan primer akibat

submersi/imersi pada media cair. Submersi merupakan keadaan dimana seluruh tubuh, termasuk

sistem pernafasan, berada dalam air atau cairan. Sedangkan imersi adalah keadaan dimana

terdapat air/ cairan pada sistem konduksi pernafasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua

keadaan ini, pernafasan korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu terjadi

laringospasme. Henti nafas atau laringospasme yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan

hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya

henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.

Di negara maju seperti Amerika Serikat, 15% dari anak sekolah mempunyai risiko

meninggal akibat tenggelam dalam air. Ini dihubungkan dengan perubahan musim. Pada musim

panas anak-anak lebih tertarik bermain di kolam renang, danau, sungai, dan laut karena mereka

menganggap bermain air sama dengan santai sehingga mereka lupa terhadap tindakan

pengamanan.

Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita tentang anak yang mengalami

kecelakaan di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial ekonomi negara kita. Tetapi,

mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air, baik lautan, danau, maupun sungai, tidak

mustahil jika banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti hanyut dan terbenam yang belum

diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.

Kejadian hampir tenggelam, 40% terjadi pada sebagian besar anak-anak laki-laki untuk

semua kelompok usia dan umumnya terjadi karena kurang atau tidak adanya pengawasan

orangtua. Beberapa faktor lainnya yang menyebabkan kejadian hampir tenggelam pada anak

Page 3: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

adalah tidak ada pengalaman/ketidakmampuan berenang, bernapas terlalu dalam sebelum

tenggelam, penderita epilepsi, pengguna obat-obatan dan alkohol, serta kecelakaan perahu mesin

dan perahu dayung.

Dalam hal ini, maka pertolongan kegawatdaruratan dengan pasien tenggelam harus

dilakukan secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya kolaps pada alveolus, lobus atas

atau unit paru yang lebih besar. Penatalaksanaan tindakan kegawatdaruratan ini tentunya harus

dilakukan secara benar dengan tujuan untuk mencegah kondisi korban lebih buruk,

mempertahankan hidup serta untuk peningkatan pemulihan.

DEFINISI TENGGELAM

Tenggelam dapat diartikan sebagai kematian akibat pembenaman di dalam air. Konsep

asli mekanisme kematian akibat tenggelam adalah asfiksia, ditandai dengan masuknya air ke

dalam saluran pernapasan. Penelitian pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an

menyebutkan bahwa kematian akibat tenggelam disebabkan oleh gangguan elektrolit atau aritmia

jantung, yang dihasilkan oleh sejumlah besar air yang masuk ke sirkulasi melalui paru-paru.

Sekarang, konsep dasar tersebut benar, dan fisiologi kematian yang terpenting pada kasus

tenggelam adalah asfiksia.1

Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan, bila tidak dijumpai

tanda yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam. Pada mayat yang ditemukan tenggelam

dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk ke dalam

air.2

Beberapa istilah drowning

Page 4: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

1. Wet drowning. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah

korban tenggelam.

2. Dry drowning. Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat

spasme laring. Paru-paru tidak menunjukkan bentuk yang bengkak (udem). Tetapi,

terjadi hipoksia otak yang fatal akibat spasme laring. Dry drowning terjadi 10-15% dari

semua kasus tenggelam. Teori mengatakan bahwa sejumlah kecil air yang masuk ke

laring atau trakea akan mengakibatkan spasme laring yang tiba-tiba yang dimediasi oleh

refleks vagal.1,2

3. Secondary drowning/near drowning. Terjadi gejala beberapa hari setelah korban

tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.

4. Immersion syndrome. Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin

akibat refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.

FISIOLOGI TENGGELAM

Ketika manusia masuk ke dalam air, reaksi dasar mereka adalah mempertahankan jalan

napas mereka. Ini berlanjut sampai titik balik dicapai, yaitu pada saat seseorang akan menarik

napas kembali. Titik balik ini terjadi karena tingginya kadar CO2 dalam darah dibandingkan

dengan kadar O2. Ketika mencapai titik balik, korban tenggelam akan kemasukan sejumlah air,

dan sebagian akan tertelan dan akan ditemukan di dalam lambung. Selama interval ini, korban

mungkin muntah dan mengaspirasi sejumlah isi lambung. Setelah proses respirasi tidak mampu

mengompensasi, terjadilah hipoksia otak yang bersifat ireversibel dan merupakan penyebab

kematian.1

Page 5: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

Gambar 1. Mekanisme hipoksia otak pada kasus tenggelam (dikutip dari kepustakaan 3)

Mekanisme kematian pada korban tenggelam:

1. Asfiksia akibat spasme laring

2. Asfiksia karena gagging dan chocking

3. Refleks vagal

4. Fibrilasi ventrikel (dalam air tawar)

5. Edema pulmoner (dalam air asin)

GEJALA KLINIS

Gambaran klinik korban tenggelam sangat bervariasi berhubungan dengan lamanya tenggelam.

Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi yang dianggap bermanfaat untuk pedoman

Page 6: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

penilaian dan pengobatan pasien tenggelam. Klasifikasi ini berdasarkan status neurologis dan

sangat berguna bila digunakan dalam 10 menit pertama.3

Tabel 1. Gambaran Klinik Mennurut Conn dan Barker

Kategori A (Awake)Kategori B

(Blunted)Kategori C (Comatase)

- Sadar (GCS 15)

sianosis, apnoe

beberapa menit

dilakukan pertolongan

kembali bernapas

spontan

- Hipotermi ringan

- Perubahan radiologis

ringan pada dada

- Laboratorium

AGDA: asidosis

metabolik,

hipoksemia, pH < 7,1

- Stupor (fungsi

kortek memburuk)

- Respons terhadap

rangsangan.

- Distress

pernapasan,

sianosis,

tachypone,

perubahan

auskultasi dada.

- Perubahan

radiologis dada

- Laboratorium

AGDA: asidosis

metabolik,

hipercarbia,

hipoksemia.

- Koma (desfungsi batang

otak)

- Respons abnormal

terhadap rangsangan

nyeri.

- Pernapasan sentral

abnormal (disfungsi

batang otak)

- Hipotermi

- Laboratorium AGDA

abnormal

Pembagian:

- C1 (dekortikasi): fleksi

bila dirangsang nyeri,

pernapasancheyne-stokes.

- C2 (deserebrasi):

ekstensi terhadap

rangsangan nyeri,

hiperventilasi central

(GCS 4)

- C3 (flaccid): tidak ada

respons terhadap nyeri,

apnoe, atau gagal napas

(GCS 3)

- C4 (deceased): flaccid,

Page 7: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

apnoe, sirkulasi tidak

teraba.

Tabel 1. Gambaran Klinik Menurut Conn dan Barker (dikutip dari kepustakaan 3)

Pada hipoksia berat (G3, C4) mengalami kegagalan organ multisistem dan gambaran

laboratorium yang abnormal seperti gangguan kardiovaskuler (shock, dysritmia), gangguan

metabolik (Bic-Nat, Kalium, Glukosa, Calcium), Diseminated Intravaskuler Coagulation, gagal

ginjal, dan gangguan gastrointestinal (perdarahan, pengelupasan mukosa).

TENGGELAM DALAM AIR TAWAR

Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang massif. Karena konsentrasi elektrolit dalam

air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka terjadi hemodilusi darah, air

masuk ke dalam cairan darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah

(hemolisis).2

Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan

melepaskan ion Kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion dalam plasma Kalium

meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung dan

dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian

menyebabkan kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.2

TENGGELAM DALAM AIR ASIN

Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan

ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan meninbulkan edema

pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar Magnesium dalam darah.

Page 8: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya

payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.2

PENATALAKSANAAN

Prinsip pertolongan di air :

1) Raih ( dengan atau tanpa alat ).

2) Lempar ( alat apung ).

3) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).

4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).

Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

1. Bantuan Hidup Dasar

Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada

perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan

kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih

berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri

penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air

untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu

apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan

penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi

servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.

2. Penilaian pernapasan 

Page 9: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal

setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio

30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to

mask, dan mouth to neck stoma.

Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk

mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan

pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung

korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 –

15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit,

pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam

lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian bawa korban

langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.

Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan

normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia.

Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun,

pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti

dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.

Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru

maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan

ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.

3. Bantuan hidup lanjut

Page 10: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan hal

yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan

cermat pada saat pertolongan diberikan.4

Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera lain juga harus

dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan berdasarkan keparahan kejadian dan

evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori, penurunan saturasi oksigen dan perubahan

tingkat kesadaran perlu untuk dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada oksigenasi,

ventilasi, dan fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi edema serebri

merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan langsung dengan hasil akhir.

Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan

lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung Oksigen.

Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan

korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.5

Penanganan Rumah Sakit

Pengobatan dilakukan sesuai dengan kategori klinis. Korban pada pasien kategori A dan

B biasanya hanya membutuhkan perawatan medis supportif, sedangkan pasien kategori C

membutuhkan tindakan untuk mempertahankan kehidupan dan perawatan intensif. Penolong

juga harus mencari dan menangani trauma yang timbul seperti trauma kepala dan leher serta

mengatasi masalah yang melatarbelakanginya seperti masalah kejang.

Kategori A

Pertolongan dimulai dengan memberikan oksigen, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

PaO2 arteri, PaCO2, pH, jumlah sel darah, elektrolit, serta rontgen thorax. Pada asidosis

Page 11: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

metabolik yang belum terkompensasi, dapat diberikan O2, pemanasan, dan pemberian Bik-Nat.

Infiltrat kecil pada paru tidak memerlukan pengobatan apabila cairan yang terhisap tidak

terkontaminasi. Sebagian korban yang tidak mempunyai masalah dapat dipulangkan sedangkan

sebagian lagi yang bermasalah dapat diobservasi dan diberi pengobatan simptomatik di ruang

perawatan sampai baik. Biasanya korban dirawat selama 12 sampai 24 jam.

Kategori B

Korban ini membutuhkan perawatan dan monitoring ketat terhadap sistem saraf dan

pernapasan. Masalah pernapasan biasanya lebih menonjol sehingga selain pemberian oksigen

perlu diberikan: Bik-Nat untuk asidosis metabolik yang tidak terkompensasi; Furosemid untuk

oedem paru; Aerosol B simptometik untuk bronchospasme; serta Antibiotik untuk kasus

teraspirasi air yang terkontaminasi.

Pasien yang awalnya diintubasi setelah menampakkan fungsi pernapasan dan neurologi

yang baik dapat dilakukan ekstubasi. Di sini steroid tidak diindikasikan. Sebagian kecil korban

tenggelam mengalami kegagalan pernapasan. Biasanya terjadi setelah aspirasi masif atau

teraspirasi zat kimia yang mengiritasi sehingga korban ini membutuhkan ventilasi mekanis.

Pemberian infus sering diberikan untuk meningkatkan fungsi hemodinamik. Cairan yang

biasanya digunakan adalah cairan isotonik (Ringer lactat, NaCl fisiologis) dan cairan yang

dipakai harus cukup panas (40-43oC) untuk pasien hipotermi. Bila cairannya seperti suhu kamar

(21oC) bisa memancing timbulnya hipotermi. NGT harus dipasang sejak pertama pasien

ditolong, yang berguna untuk mengosongkan lambung dari air yang terhisap. Status neurologis

biasanya membaik bila oksigenasi jaringan terjamin. Perawatan biasanya memakan waktu

beberapa hari dan sangat ditentukan oleh status paru.

Kategori C

Page 12: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

Tindakan yang paling penting untuk kategori ini adalah intubasi dan ventilasi. Vetilasi

mekanis direkomendasikan paling tidak 24 sampai 48 jam pertama, termasuk mereka yang usaha

bernapasnya baik setelah resusitasi untuk mencegah kerusakan susunan saraf pusat akibat

hipoksia dari pernapasan yang tidak efektif. Pedoman ventilasi awal FiO2 1,0 digunakan selama

fase stabilisasi dan transfer. Kecepatan ventilasi awal 1,5 sampai 2 kali kecepatan pernapasan

normal sesuai dengan usia korban, tekanan espirasi 4 sampai 6 Cm H2O. Penyesuaian ini harus

dilakukan untuk mendapatkan nilai gas darah arteri sebagai berikut: PaO2 100 mmHg atau 20--30

mmHg. Bik-Nat, bronchodilator, diuretik, dan antibiotik diberikan apabila korban tenggelam.

Penelitian membuktikan bahwa mortalitas setelah 5 hari pengobatan menurun dari 50% menjadi

25% sampai 35%. Surfactan yang sering digunakan adalah surfactan sintetik (Exosurf) dengan

dosis 5 ml/kgBB diberikan melalui nebulizer terus-menerus selama priode pengobatan.

Disfungsi kardiovaskular harus dikoreksi dengan cepat untuk menjamin tranfer oksigen

yang adekuat ke jaringan. Resusitasi jantung paru perlu dilanjutkan pada korban yang mengalami

hipotensi dan syok setelah membaiknya ventilasi dan denyut nadi harus diberikan bolus cairan

kristaloid 20 ml/kgBB. Tindakan ini harus diulangi bila tidak memberikan respons yang

memuaskan1,5. Apabila tekanan darah tetap rendah, obat inotropik IV harus diberikan. Dopamin

dan Dobutamin harus digunakan pada pasien yang mengalami takikardi sedangkan epinefrin

diberikan pada pasien bradikardi. Pasien dengan suhu tubuh < 30oC harus segera dipanaskan

untuk menjamin fungsi jantung. Kejang diatasi secara konvensinal: pada awal diberikan

benzodiazepin diikuti dengan pemberian phenobarbital seperti Vecuronium atau Pancuronium

0,1--0,2 mg/kgBB IV bisa digunakan untuk pasien yang gelisah agar pemberian ventilasi lebih

efisien, mengurangi kebutuhan metabolik, serta bisa menekan risiko atau ekstubasi yang tak

terencana akibat trauma jalan napas. Bila pasien tetap gelisah, diberikan morfin sulfat 0,1

Page 13: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

mg/kgBB IV atau Benzodiazepin 0,1 mg/kgBB IB diberikan setiap 1--2 jam untuk sedasi. Pasien

kategori C3 dan C4 harus mendapat pengawasan dan tindakan untuk mempertahankan sistem

metabolik, ginjal, hematologi, gastrointestinal, dan neurologis serta dievaluasi dengan ketat

setelah pengobatan dimulai.

KESIMPULAN

Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah pernapasan dan

kardiovaskuler yang penanganannya memerlukan penyokong kehidupan jantung dasar dengan

menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari luar melalui resusitasi dan mencegah insufisiensi.

Terhadap air laut atau air tawar akan mengurangi perkembangan paru, karena air laut bersifat

hipertonik sehingga cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli. Tetapi, alveoli yang dipenuhi

cairan masih bisa menjalankan fungsi perfusinya sehingga menyebabkan shunt intra

pulmonary yang luas. Sedangkan air tawar bersifat hipotonik sehingga dengan cepat diserap ke

dalam sirkulasi dan segera didistribusikan. Air tawar juga bisa mengubah tekanan permukaan

surfaktan paru sehingga ventilasi alveoli menjadi buruk sementara perfusi tetap berjalan. Ini

menyebabkan shunt intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu, aspirasi air

tawar atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh terhadap atelektasis,

bronchospasme, dan infeksi paru.

Perubahan kardiovaskuler yang terjadi pada korban hampir tenggelam terutama akibat

dari perubahan tekanan parsial (PaO2) dan keseimbangan asam basa. Sedangkan faktor lain yang

juga berpengaruh adalah perubahan volume darah dan konsentrasi elektrolit serum. Korban

hampir tenggelam kadang-kadang telah mengalami bradikardi dan vasokonstriksi perifer yang

intensif sebelumnya. Oleh sebab itu, sulit memastikan pada waktu kejadian apakah aktivitas

Page 14: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

mekanik jantung terjadi. Bradikardi bisa timbul akibat refleks diving fisiologis pada air dingin,

sedangkan vasokonstriksi perifer bisa juga terjadi akibat hipotermi atau peninggian kadar

katekolamin.

Hipoksia dan iskemia selama tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi, oksigenasi, dan

perfusi diperbaiki. Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa menimbulkan trauma

sekunder meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru yang adekuat. Oedem cerebri yang

difus sering terjadi akibat trauma sitotoksik yang disebabkan oleh anoksia dan iskemia susunan

syaraf pusat yang menyeluruh. Kesadaran yang hilang bervariasi waktunya, biasanya setelah 2

sampai 3 menit terjadi apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak yang irreversible mulai terjadi

setelah 4 sampai 10 menit anoksia. Ini memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi

dalam beberapa detik setelah orang tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi dalam 2 sampai 6

menit. Otak dalam suhu normal tidak akan kembali berfungsi setelah 8 sampai 10 menit anoksia

walaupun telah dilakukan tindakan resusitasi. Anoksia dan iskemia serebri yang berat akan

mengurangi aktivitas metabolik akibat peninggian tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang

memburuk. Ini dipercayai menjadi trauma susunan saraf pusat sekunder.

Hampir sebagian besar korban tenggelam memiliki konsentrasi elektrolit serum normal

atau mendekati normal ketika masuk rumah sakit. Hiperkalemia bisa terjadi karena kerusakan

jaringan akibat hipoksemia yang menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

1. DiMaio VJ, DiMaio D. Death by drowning. DiMaio VJ, DiMaio D, editors. In: Forensic

pathology second edition. USA: CRC Press LLC; 2001.

Page 15: Penatalaksanaan Terhadap Korban Tenggelam Air Laut Dan Air Tawar

2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, dkk. Kematian

akibat asfiksia mekanik. Dalam: Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007: 64-70.

3. Rijal S. Near Drowning. Bagian Ilmu Anak Universitas Sumatera Utara. 2011. Available at:

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062001/pus-2.htm. Accessed: July 2013.

4. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik edisi pertama. Jakarta: Binarupa Aksara;

2007: 182-8.

5. Dix J. Asphyxia (suffocation) and drowning. Dix J, editor. In: Color atlas of forensic

pathology. USA: CRC Press LLC; 2000.