14
PEMFIGOID I. DEFINISI Pemfigoid merupakan suatu dermatitis vesikobulosa yang bersifat kronik. Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang terjadi dan bersifat autoimun. 1 Lokasi lesi yaitu pada daerah subepidermal dimana terbentuk antibodi yaitu IgG yang menyerang komponen dari daerah membrana basalis epidermis. 2 Pemfigoid dibagi menjadi 3 jenis yaitu: pemfigoid bullosa, pemfigoid gestasionis, dan pemfigoid sikatrisial. 1 II. ETIOLOGI Etiologi pemfigoid ialah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi autoantibodi pada pemfigoid masih belum diketahui secara pasti. 1 Adapun antibody yang berperan pada pemfigoid ini ialah IgG sedangkan IgA, IgE, dan IgM jarang terlibat. 2 III. PATOGENESIS Antigen PB merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian basal membrane zone (BMZ) epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal 1

PEMPHIGOID

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMPHIGOID

PEMFIGOID

I. DEFINISI

Pemfigoid merupakan suatu dermatitis vesikobulosa yang bersifat kronik.

Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang terjadi dan bersifat autoimun.1 Lokasi lesi yaitu

pada daerah subepidermal dimana terbentuk antibodi yaitu IgG yang menyerang komponen

dari daerah membrana basalis epidermis.2 Pemfigoid dibagi menjadi 3 jenis yaitu: pemfigoid

bullosa, pemfigoid gestasionis, dan pemfigoid sikatrisial.1

II. ETIOLOGI

Etiologi pemfigoid ialah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi

autoantibodi pada pemfigoid masih belum diketahui secara pasti.1 Adapun antibody yang

berperan pada pemfigoid ini ialah IgG sedangkan IgA, IgE, dan IgM jarang terlibat.2

III. PATOGENESIS

Antigen PB merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal,

diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian basal membrane zone (BMZ) epitel gepeng

berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis.

Terdapat 2 jenis antigen PB ialah PB Ag1 atau PB230 (berat molekul 230 kD) dan PBAg2

atau PB180 (berat molekul 180kD).1

PB 180 merupakan komponen BMZ dengam domain kolagen sedangkan PB 230

merupakan protein plak hemidesmosomal intraselular.2 Terbentuk bula akibat ikatan

autoantibodi dengan antigen PB180 dan PB 230 yang akan mengaktifkan komplemen.

Komplemen yang teraktivasi tersebut akan menyebabkan degranulasi sel mast, akumulasi

neutrofil dan eosinofil yang akan memicu dikeluarkan proteinase (metalloproteinase,

elastase, dan lain sebagainya) yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan epidermis

dan dermis.3

1

Page 2: PEMPHIGOID

Adapun isotipe IgG yang utama ialah IgG1 dan IgG4. Pemfigoid sikatrisial

berhubungan dengan HLA-DR4, HLA-DQw7, dan HLA-DQB1*0301 namun patogenesisnya

serupa dengan pemfigoid bullosa sedangkan pada pemfigoid gestasionis memiliki faktor

pencetus yaitu kehamilan sehingga terjadi pada masa kehamilan dan masa pasca-partus.1

Diagram 1: Mekanisme terjadinya bula pada pemfigoid, khususnya pemfigoid bullosa,

dimana dimulai dari ikatan autoantibodi dengan antigen yang akan mengaktivasi koplemen,

interfensi langsung terhadap fungsi PB180 dan PB230, serta menginduksi sitokin pro-

inflamasi.3

2

Ikatan autoantibodi dengan PB 180 & PB230

Aktivasi komplemen

Degranulasi sel Mast

Akumulasi neutrofil &

eosinofil

Dikeluarkannya proteinase

Bula subepidermal

Interfensi langsung terhadap fungsi PB180

dan PB 230

Induksi sitokin pro-inflamasi

Page 3: PEMPHIGOID

IV. DIAGNOSIS

Gambaran klinis

Pemfigoid memiliki 3 jenis isotipe sehingga memiliki gambaran klinik yang

berbeda pula. Adapaun gambaran klinik berdasarkan isotipenya yaitu:

a. Pemfigoid bullosa

Lesi pada kulit dikarateristikkan dengan adanya bula yang berdinding

tebal pada kulit yang normal atau pada kulit yang eritematous. Lesi ini umumnya

terdapat pada perut bagian bawah, paha, dan bagian fleksor lengan meskipun dapat

pula terjadi dimana saja. Bula biasanya berisi cairan jernih tapi dapat pula

hemorragik. Bula tersebut tidak menjadi jaringan sikatriks dan biasanya, walaupun

tidak selalu, ditandai dengan pruritus.4 Jika bula pecah terdapat daerah erosi yang

luas, tetapi tidak bertambah seperti pada pemfigus vulgaris.1

Gambar 1: Gambaran lesi pada pemfigoid bullosa yang ditandai dengan adanya bula

yang berdinding tegang dan makula eritematous pada paha dan daerah betis.4

b. Pemfigoid sikatrisial

Penderita pemfigoid sikatrisial memiliki keadaan umum yang baik.

Dermatosis ini umumnya ditandai oleh adanya bula yang menjadi sikatriks terutama

di mukosa. Kelainan mukosa yang tersering ialah mulut (90%), konjungtiva (66%),

3

Page 4: PEMPHIGOID

dan dapat juga pada mukosa lainnya, misalnya pada mukosa hidung, faring, laring,

esofagus, dan genitalia. Lesi di mulut jarang mengganggu penderita saat makan.

Terdapat berbagai keluhan sesuai dengan lokasi lesi. Adapun keluhan pada okular

meliputi rasa terbakar, lakrimasi, fotofobia, dan sekret mukoid sedangkan keluhan

pada hidung berupa obstruksi nasal. Kelainan kulit dapat ditemukan pada 10-30%

penderita, berupa bula tegang di daerah inguinal dan ekstremitas, dan dapat pula

bersifat generalisata.1

Gambar 2: Pemfigoid sikatrisial yang mengenai mukosa mata. Tampak adanya

jaringan sikatriks pada palpebra inferior disertai tanda-tanda konjungtivitis berupa

injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan sekret mukoid pada mata.5

c. Pemfigoid gestasionis

Pemfigoid gestasionis timbul pada masa kehamilan dan masa pasca-partus. Waktu

timbulnya serangan umumnya pada trimester II. Pada pemfigoid gestasionis, dapat

diawali dengan gejala-gejala prodromal berupa demam, malaise, mual, nyeri kepala,

dan rasa panas dingin yang silih berganti. Beberapa hari sebelum timbul erupsi dapat

didahului perasaan sangat gatal seperti terbakar. Biasanya terlihat banyak

papulovesikel yang sangat gatal dan berkelompok. 1

Lesinya polimorf terdiri atas eritema, edema, papul, dan bula yang tegang.

Tempat predileksinya pada abdomen dan ekstremitas dan dapat pula mengenai

seluruh tubuh dan tidak simetrik. Adapun mukosa jarang sekali terlibat. Jika lesi

sembuh akan meninggalkan hiperpigmentasi namun jika ekskoriasi lesinya dalam

maka akan meninggalkan jaringan parut.1

Pemeriksaan penunjang

4

Page 5: PEMPHIGOID

a. Pemeriksaan histopatologi

Pada gambaran histopatologi didapatkan adanya celah di perbatasan

dermal-epidermal sehingga terbentuk bula subepidermal. Didapatkan pula infiltrasi

sel-se radang terutamal eosinofil. Gambaran histopatologi pada ketiga jenis pemfigoid

ialah serupa namun pada pemfigoid gestasionis, dapat pula ditemukan infiltrasi sel-sel

radang pada bagian dalam dermis, terdiri atas histiosit, limfosit, dan eosinofil.1

Gambar 3: Gambaran histopatologi bula sub-epidermal yang disertai infiltrasi sel-sel

radang terutama eosinofil pada dermis bagian superfisial.4

b. Pemeriksaan imunologi (imunofluoresensi)

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan komplemen

pada BMZ.1 C3 umumnya terdeteksi pada hampir semua penderita. Pemeriksaan

imunofluoresensi menunjukkan bahwa sekitar 70-80% penderita pemfigoid bullosa

memiliki ikatan IgG dengan membran basalis epidermis. Jika substrat

imunofluoresensi diinkubasi pertama kali pada M NaCl untuk memisahkan epidermis

dan dermis pada lamina lusida maka akan memberikan presentasi antibodi yang

terdeteksi lebih tinggi dibandingkan tanpa inkubasi.4

Gambar 4: Metode imunofluoresensi dengan pembesaran 340 kali menunjukkan

adanya ikatan IgG pada membran basalis epidermis yang berbentuk linear.4

5

Page 6: PEMPHIGOID

V. DIAGNOSIS BANDING

a. Impetigo bulosa

Impetigo bullosa merupakan piodermi yang umumnya disebabkan oleh

infeksi Staphylococcus aureus Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion.

Bula terletak di intraepidermal yaitu di daerah sub-korneal sehingga mudah pecah.

Vesikel atau bula yang pecah dapat menjadi koleret. Tempat predileksinya yaitu di

ketiak, dada, dan punggung. Impetigo bullosa dapat menyerang segala usia.1

Gambar 5 : Vesikel-vesikel pada impetigo bulosa yang berisi cairan jernih dan mudah

pecah menjadi koleret.4

b. Pemfigus vulgaris

Pemfigus merupakan penyakit autoimun dimana terjadi proses akantolisis

yaitu hilangnya kohesi antara sel-sel epidermis. Pemfigus vulgaris merupakan pemfigus

tersering (80%) yang didapatkan. Kesadaran umum penderita biasanya buruk. Selain

menyerang kulit dan semua mukosa dengan epitel skuamosa dapat diserang. Adapun bula

yang timbul berdinding kendur, mudah pecah, dan meninggalkan kulit yang terkelupas

diikuti dengan pembentukan krusta yang lama.1

Tanda Nikolskiy positif oleh karena adanya akantolisis. Tanda ini dapat

diperiksa dengan menekan dan menggeser kulit diantara 2 bula dan kulit tersebut akan

terkelupas atau dengan cara menekan bula maka bula akan meluas.1

6

Page 7: PEMPHIGOID

Gambar 6 : Bula pada pemfigus vulgaris yang kendur dan mudah pecah.4

c. Dermatitis herpetiformis

Dermatitis herpetiformis ialah penyakit menahun yang residif dengan

etiologi yang masih belum diketahui.1 Umumnya terjadi pada usia muda (dekade ketiga

sampai keempat) dan 2 kali lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Pada

gambaran klinis, terdapat vesikel atau bula yang gatal pada permukaan ekstensor tubuh.

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat gambaran granular IgA pada papil dermis.6

Gambar 7 : Vesikel yang gatal pada siku penderita dermatitis herpetiformis.6

VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaaan pada pemfigus ditujukan untuk mengontrol penyakit serta untuk

mengurangi keluhan yang ada. Adapun pengobatan yang dapat diberikan berupa3 :

a. Kortikosteroid

o Sistemik

Korikosteroid sistemik merupakan pengobatan terbaik pada pemfigus.

Kortikosteroid yang paling sering digunakan ialah prednisolon dan prednison.

Dosis yang umumnya digunakan ialah 1 mg/kgBB/hari yang diteruskan sampai

7

Page 8: PEMPHIGOID

berkurangnya formasi bula baru kemudian diturunkan pelan-pelan. Adapun dosis

awal prednisolon yang direkomendasikan yaitu 20-30mg/kgBB/hari untuk lesi

lokal atau derajat ringan, 40-60mg/kgBB/hari untuk derajat sedang, dan 50-

70mg/kgBB/hari pada derajat berat. Disamping pemantauan dosis yang ketat,

diperlukan pula pemantauan terhadap efek samping yang ada.

o Topikal

Kortikosteroid topikal merupakan pengobatan yang sangat bermanfaat

pada pemfigoid terlokalisasi dengan derajat ringan hingga sedang. Penggunaan

obat ini dapat menyebabkan efek samping yang ringan berupa infeksi kutaneus

dan atrofi kulit. Pengobatan ini sangat bermanfaat jika dikombinasi dengan terapi

sistemik.

b. Antibiotik dan nikotinamid

Suatu laporan kasus dan penelitian menyatakan bahwa pengobatan ini merupakan

lini pertama dalam pengobatan pemfigoid derajat ringan hingga sedang. Adapun

pengobatan yang sering digunakan dan memberi hasil yang baik yaitu kombinasi

tetrasiklin (500-2000 mg/hari) atau eritromisin dengan nikotinamid (500-2500 mg) dan

kadang-kadang dikombinasi pula dengan kortikosteroid oral atau topikal. Hasil

pengobatan ini mulai tampak 1-3 minggu setelah pengobatan dimulai. Selain itu, dapson

dan sulfonamid juga dapat digunakan.

c. Azathioprin

Setelah kortikosteroid sistemik, azathioprin yang umum digunakan dengan dosis

2,5 mg/kgBB/hari. Azathioptrin ini digunakan sebagai pengobatan lini kedua pada

penderita yang tidak memiliki respon adekuat terhadap kortikosteroid dan juga untuk

menghindari efek samping kortikosteroid pada penderita tertentu. Pemakaian azathioptrin

memerlukan pengukuran thiopurine methyltransferase (TMPT) yang teratur oleh karena

salah satu efek samping obat ini ialah myelosuppresi.

d. Terapi imunomodulator lainnya

Pada kasus-kasus tertentu, dimana penderita resisten dengan pengobatan diatas

maka dapat diberikan terapi imunomodulator lainnya berupa: siklofosfamid,

methotreksat, siklosporin, mikofenolat mofetil, immunoglobulin intravena, klorambusil,

dan dapat pula dilakukan plasmafaresis.

8

Page 9: PEMPHIGOID

VII. PROGNOSIS

Kematian pada pemfigoid jarang terjadi dibandingkan dengan pemfigus vulgaris,

selain itu dapat pula terjadi remisi spontan. Pada pemfigoid gestasionis, komplikasi yang

timbul pada ibu hanyalah rasa gatal dan infeksi sekunder. Kelahiran mati dan kurang bulan

pada janin akan meningkat. Jika penyakit timbul pada masa akhir kehamilan maka akan lama

sembuh dan seringkali timbul pada kehamilan berikutnya.1

9

Page 10: PEMPHIGOID

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiryadi BE, Dermatosis Vesikobulosa Kronik, in: Djuanda A, et al, editors. Ilmu

Penyakit Kulit & Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2008. p.204-17.

2. Wojnarowska F, et al. Guidelines for The Management of Bullous Pemphigoid.

Oxford: British Ass Dermatol 2002. p.214-21.

3. Kasperkiewicz M, Zillikens D. The Pathophysiology of Bullous Pemphigoid. Lubeck:

Clinic Rev Allerg Immunol 2007. p.67-77.

4. Stanley JR, Bullous Pemphigoid, in: Wolff K, et al. editors. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine, 7th edition. New York: Mc Graw Hill Medical;

2008. p.475-80.

5. Foster CS. Ocular Cicatricial Pemphigoid. Boston: American Uveitis Society; 2003.

p.1-3.

6. Gawkrodger DJ, editor. Dermatology: An Illustrated Colour Text, 3rd edition.

Edinburgh: Churchill Livingstone; 2003. p.74-5.

10