15
1 PEMODELAN JUMLAH PENDERITA HIV/AIDS TERKAIT KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPATEN BADUNG DAN KOTA MADYA DENPASAR DENGAN METODE TRANSFER FUNCTION Nyoman Pandu Wiradarma 1 , KresnayanaYahya 2 , Suhartono 2 1 Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya 2 Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika, ITS, Surabaya [email protected]; [email protected]; [email protected] Abstrak Fenomena HIV/AIDS memiliki dependensi waktu bagi seseorang yang mengidap penyakit tersebut. Dependensi waktu tersebut berkaitan dengan lama usia hidup seseorang yang mengidap penyakit HIV/AIDS dan berpotensi menyebarkan ke orang lain dalam periode waktu tersebut sehingga fenomena HIV/AIDS dapat dijelaskan dengan meng-gunakan analisis time series. Jumlah penderita HIV/AIDS yang ada di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar berkaitan dengan waktu dan mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk tersebut dapat berupa kunjungan wisatawan ke dua daerah tersebut. Wisatawan yang bekunjung tidak diketahui dengan pasti apakah mengidap suatu penyakit tertentu dan menyebarkan suatu penyakit. Perlu dilakukan suatu pemodelan untuk melihat keterkaitan antara pola yang ditunjukkan oleh jumlah penduduk yang masuk ke daerah tersebut dengan pola jumlah penderita HIV/AIDS dengan melihat dependensi waktu yang ada. Oleh karena itu, analisis time series dengan menggunakan model transfer function memungkinkan untuk digunakan dalam memodelkan kedua fenomena tersebut. Model akhir transfer function yang diperoleh menjelaskan bahwa dengan hanya melihat secara tahunan saja, jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar memiliki dependensi dengan jumlah penderita HIV/AIDS pada masa sebelumnya, serta memiliki keterkaitan atau suatu hubungan secara korelasi linear dengan jumlah kunjungan wisatawan di daerah tersebut. Hasil ramalan jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar memiliki hasil yang cukup jauh berbeda dengan jumlah penderita secara aktual. Namun, nilai aktual masih berada pada selang kepercayaan 95% dari nilai forcasting. Kata-kata kunci: HIV/AIDS, wisatawan, model transfer function. 1. Pendahuluan Penyakit HIV/AIDS di negara ber- kembang termasuk di Indonesia sangat sulit untuk dikontrol penyebarannya. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) ada- lah penyakit yang membuat tubuh sulit untuk melawan penyakit menular. HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyebab-kan AIDS dengan menginfeksi dan merusak bagian dari pertahanan tubuh (limfosit) yang merupakan jenis sel darah putih dalam sistem kekebalan tubuh (berfungsi untuk melawan infeksi). Penyakit HIV/AIDS dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh seseorang yang terinfeksi virus. Sektor pariwisata memberikan kon- tribusi yang signifikan terhadap perekonomian suatu negara. Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan di daerah pariwisata juga dapat dikatakan sebagai penyebab penyebaran penyakit HIV/AIDS. Hal ini disebabkan oleh tempat hiburan yang memiliki pekerja seks komersil (Ketshabile, 2010). Pulau Bali merupakan salah satu tempat pariwisata yang paling banyak diminati, tidak hanya oleh wisatawan domestik tetapi juga oleh wisata- wan mancanegara. Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar merupakan daerah yang memiliki tempat objek wisata sekaligus men- jadi pusat bagi penduduk yang ada di Bali untuk melakukan aktif pekerjaannya. Kedua daerah tersebut memiliki fasilitas kesehatan terbaik yang ada di Bali sehingga mampu mendeteksi kasus HIV/AIDS lebih cepat dan memiliki proses pencatat lebih baik dibanding- kan dengan daerah lainnya. HIV/ AIDS yang terjadi di kedua daerah tersebut saat ini merupakan suatu ancaman yang harus di-

PEMODELAN JUMLAH PENDERITA HIV/AIDS TERKAIT … · dari desa ke kota atau sebaliknya dan juga dapat berupa kunjungan wisatawan ke dua ... dan menyebarkan suatu penyakit. Perlu dilakukan

Embed Size (px)

Citation preview

1

PEMODELAN JUMLAH PENDERITA HIV/AIDS TERKAIT KUNJUNGAN

WISATAWAN DI KABUPATEN BADUNG DAN KOTA MADYA DENPASAR

DENGAN METODE TRANSFER FUNCTION

Nyoman Pandu Wiradarma1, KresnayanaYahya

2, Suhartono

2

1Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya 2Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika, ITS, Surabaya

[email protected]; [email protected]; [email protected]

Abstrak

Fenomena HIV/AIDS memiliki dependensi waktu bagi seseorang yang mengidap penyakit tersebut. Dependensi waktu tersebut berkaitan dengan lama usia hidup seseorang yang mengidap penyakit HIV/AIDS dan berpotensi menyebarkan ke orang lain dalam periode waktu tersebut sehingga fenomena HIV/AIDS dapat dijelaskan dengan meng-gunakan analisis time series. Jumlah penderita HIV/AIDS yang ada di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar berkaitan dengan waktu dan mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk tersebut dapat berupa kunjungan wisatawan ke dua daerah tersebut. Wisatawan yang bekunjung tidak diketahui dengan pasti apakah mengidap suatu penyakit tertentu dan menyebarkan suatu penyakit. Perlu dilakukan suatu pemodelan untuk melihat keterkaitan antara pola yang ditunjukkan oleh jumlah penduduk yang masuk ke daerah tersebut dengan pola jumlah penderita HIV/AIDS dengan melihat dependensi waktu yang ada. Oleh karena itu, analisis time series dengan menggunakan model transfer function memungkinkan untuk digunakan dalam memodelkan kedua fenomena tersebut. Model akhir transfer function yang diperoleh menjelaskan bahwa dengan hanya melihat secara tahunan saja, jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar memiliki dependensi dengan jumlah penderita HIV/AIDS pada masa sebelumnya, serta memiliki keterkaitan atau suatu hubungan secara korelasi linear dengan jumlah kunjungan wisatawan di daerah tersebut. Hasil ramalan jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar memiliki hasil yang cukup jauh berbeda dengan jumlah penderita secara aktual. Namun, nilai aktual masih berada pada selang kepercayaan 95% dari nilai forcasting. Kata-kata kunci: HIV/AIDS, wisatawan, model transfer function.

1. Pendahuluan

Penyakit HIV/AIDS di negara ber-kembang termasuk di Indonesia sangat sulit untuk dikontrol penyebarannya. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) ada-lah penyakit yang membuat tubuh sulit untuk melawan penyakit menular. HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyebab-kan AIDS dengan menginfeksi dan merusak bagian dari pertahanan tubuh (limfosit) yang merupakan jenis sel darah putih dalam sistem kekebalan tubuh (berfungsi untuk melawan infeksi). Penyakit HIV/AIDS dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh seseorang yang terinfeksi virus. Sektor pariwisata memberikan kon-tribusi yang signifikan terhadap perekonomian suatu negara. Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan di daerah pariwisata juga dapat

dikatakan sebagai penyebab penyebaran penyakit HIV/AIDS. Hal ini disebabkan oleh tempat hiburan yang memiliki pekerja seks komersil (Ketshabile, 2010). Pulau Bali merupakan salah satu tempat pariwisata yang paling banyak diminati, tidak hanya oleh wisatawan domestik tetapi juga oleh wisata-wan mancanegara. Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar merupakan daerah yang memiliki tempat objek wisata sekaligus men-jadi pusat bagi penduduk yang ada di Bali untuk melakukan aktif pekerjaannya. Kedua daerah tersebut memiliki fasilitas kesehatan terbaik yang ada di Bali sehingga mampu mendeteksi kasus HIV/AIDS lebih cepat dan memiliki proses pencatat lebih baik dibanding-kan dengan daerah lainnya. HIV/ AIDS yang terjadi di kedua daerah tersebut saat ini merupakan suatu ancaman yang harus di-

2

waspadai secara serius karena terkenal berbahaya dan mematikan, dengan kata lain, bukan soal jumlah kunjungan wisatanya yang kini paling dikhawatirkan namun maraknya kasus HIV/AIDS yang mulai ditemukan. Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar kemungkinan bisa menjadi tempat penularan HIV/AIDS terbesar di Bali jika tidak segera ditekan penyebarannya karena hampir semua lapisan masyarakat yang ada di Bali akan bertemu di dua daerah tresebut sehingga proses penyebaran lebih mudah terjadi. Sejauh ini jumlah pengidap HIV/AIDS yang terlihat, jauh lebih kecil dari jumlah sebenarnya. Hal ini disebabkan karena, sebagian besar masyarakat masih enggan memeriksakan diri, karena masih ada stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS di masyarakat. Pemodelan mengenai fenomena HIV/AIDS pernah dilakukan Johnson dan Dorrington (2006). Pemodelan yang dilakukan ialah pemodelan mengenai HIV/AIDS yang terjadi di Afrika Selatan terkait dengan demografi dan dugaan terjadinya intervensi. Model yang digunakan ialah model ASSA2002 yang digunakan untuk meng-estimasi pengaruh antara kelompok proyeksi demografi terhadap HIV/AIDS di Afrika Selatan. Nyabadza (2008) melalukan pemodelan pencegahan HIV/AIDS dengan pertahanan diri di Afrika Selatan dengan menggunakan SSS (steady state satiation). Namun, pemodelan dengan menggunakan analisis time series mengenai fenomena HIV/AIDS terkait dengan aspek pariwisata pada daerah yang bersangkutan masih sangat terbatas dilakukan. Fenomena HIV/AIDS memiliki dependensi waktu seseorang yang mengidap penyakit tersebut. Dependensi waktu tersebut berkaitan dengan lama usia hidup seseorang yang mengidap penyakit HIV/AIDS dan berpotensi menyebarkan ke orang lain dalam periode waktu tersebut sehingga fenomena HIV/AIDS dapat dijelaskan dengan meng-gunakan analisis time series. Jumlah penderita HIV/AIDS yang ada di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar berkaitan dengan waktu dan mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk tersebut dapat berupa perpindahan penduduk dari desa ke kota atau sebaliknya dan juga dapat berupa kunjungan wisatawan ke dua daerah tersebut. Wisatawan yang bekunjung ke dua daerah tersebut tidak diketahui dengan pasti apakah mengidap suatu penyakit tertentu

dan menyebarkan suatu penyakit. Perlu dilakukan suatu pemodelan untuk melihat keterkaitan antara pola yang di-tunjukkan oleh jumlah penduduk yang masuk ke daerah tersebut dengan pola jumlah penderita HIV/AIDS dengan melihat dependensi waktu yang ada.Oleh karena itu, analisis time series dengan menggunakan model transfer function memungkinkan untuk digunakan dalam memodelkan kedua fenomena tersebut. Ada beberapa penelitian sebelumnya yang dilaku-kan berdasarkan model transfer function, Farid (2011) yang menyimpulkan bahwa peng-gunaan space untuk pemasangan iklan juga dipengaruhi oleh price. Listyowati (2011) melakukan pe-modelan IHK transportasi berdasarkan pada konsumsi bahan bakar minyak (premium dan solar) untuk wilayah Surabaya. Model transfer function yang di-peroleh nanti akan digunakan untuk meramal-kan kondisi jumlah penderita HIV/ AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar terkait dengan kunjungan wisatawan di kedua daerah tersebut sehingga mampu memberi gambaran mengenai kondisi jumlah penderita HIV/AIDS yang tercatat. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan pemodelan serta peramalan jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar terkait kunjungan wisatawan-nya serta harapan informasi yang diperoleh mampu menginformasikan dan menekan angka penderita HIV/AIDS di kedua daerah tersebut dan di Bali pada umumnya yang disebabkan oleh sektor pariwisata.

2. Tinjauan Pustaka

Tinjaun yang digunakan pada penelitian ini antara lain Univariate Time series, Model Transfer Function, Estimasi Parameter, Uji Asumsi Residual. Selengkap-nya akan dijelaskan sebagai berikut.

2.1 Univariate Time Series

Salah satu analisis time series yang sering digunakan untuk melakukan pemodelan time series dengan satu variabel tanpa mempertimbangkan adanya pengaruh variabel lain adalah model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Model ini dapat menjelaskan keterkaitan suatu pengamatan pada suatu waktu dengan pengamatan pada waktu sebelumnya. Menurut Box dan Jenkins (1976), pembentukan model, yaitu tahap

3

identifikasi, estimasi parameter, cek diagnosa dan peramalan. Model ARIMA merupakan gabungan dari model Auto-regressive (AR) dan Moving Average (MA) dengan differencing orde d. Secara umum model ARIMA (p,d,q) dirumuskan sebagai berikut (Wei, 2006).

𝜙𝑝 𝐵 (1 − 𝐵)𝑑𝑍𝑡 = 𝜃0 + 𝜃𝑞(𝐵)𝑎𝑡 (1) Model ARIMA musiman dinotasikan

dengan ARIMA (P, D, Q)S yang mempunyai faktor musiman dalam pengamatan waktu ke-t. Bentuk persamaan model ARIMA musiman (Wei, 2006).

ts

QtDss

P Z )()1)(( (2)

Apabila terdapat pola non-musiman dan musiman, model yang terbentuk adalah model multiplikatif ARIMA (p, d, q)(P, D, Q)s yang persamaannya bisa dituliskan sebagai berikut (Wei, 2006).

ts

QqtDsd

ps

P )()(Z)1()1)(()(

2.2 Model Transfer Function

Model transfer function adalah suatu model time series yang menggambarkan nilai prediksi masa depan dari suatu time series (yang disebut output series atau 𝑦𝑡) yang didasarkan pada nilai-nilai masa lalu dari time series itu sendiri dan pada satu atau lebih time series yang berhubungan (disebut input series atau 𝑥𝑡) dengan output series tersebut. Bentuk umum persamaan model transfer function dengan single input 𝑥𝑡 dan single output 𝑦𝑡 adalah sebagai berikut (Wei, 2006).

𝑦𝑡 = 𝑣 𝐵 𝑥𝑡 + 𝑛𝑡 (3)

atau

𝑦𝑡 =𝜔𝑠 𝐵 𝐵𝑏

𝛿𝑟 𝐵 𝑥𝑡 +

𝜃 𝐵

𝜙 𝐵 𝑎𝑡

2.3 Tahap Pembentukan Model Transfer

Function

Tahapan-tahapan yang digunakan dalam pembentukan model fungsi transfer adalah sebagai berikut. Tahap 1 : Identifikasi Bentuk Model 1. Stasioneritas Deret Input dan Output

Deret input (𝑥𝑡) dan deret output (𝑦𝑡) harus sudah stasioner, apabila deret input maupun deret output belum dalam keadaan stasioner maka perlu dilakukan transformasi (jika belum stasioner pada variansi) dan differencing (jika belum

stasioner terhadap mean) untuk menstasionerkan data tersebut. Deret data yang telah sesuai dan stasioner disebut 𝑥𝑡 dan 𝑦𝑡 (Makridakis, 1999).

2. Penentuan Model ARIMA dan Prewhitening Deret Input

Saat deret input dalam kondisi stasioner, maka dilanjutkan dengan penentuan model ARIMA pada deret input. Setelah model ARIMA yang sesuai untuk deret input terbentuk, maka dilakukan proses prewhitening. Pada tahap prewhitening ini, sistem input dibuat sesederhana mungkin. Model untuk deret input yang telah di-prewhitening adalah sebagai berikut (Makridakis dkk, 1999).

𝜙𝑥 𝐵

𝜃𝑥 𝐵 𝑥𝑡 = 𝛼𝑡 (4)

3. Prewhitening Deret Output Untuk tetap mempertahankan integritas hubungan antara fungsi deret input dan output maka deret output dimodelkan dengan menggunakan para-meter ARIMA yang terbentuk pada deret input. Prewhitening pada deret output dilakukan dengan cara yang sama dengan prewhitening pada deret input, yaitu sebagai berikut(Makridakis dkk, 1999).

𝜙𝑥 𝐵

𝜃𝑥 𝐵 𝑦𝑡 = 𝛽𝑡 (5)

4. Mendeteksi Hubungan yang Terjadi Antara 𝑥𝑡 dan 𝑦𝑡 dengan Menggunakan CCF (Cross Correlation Function)

Cross correlation Function (CCF) digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan diantara dua variabel random 𝑥𝑡 (variabel input) dan 𝑦𝑡 (variabel output) yang masing-masing merupakan proses univariate yang stationer. Fungsi cross correlation antara 𝑥𝑡 dan 𝑦𝑡 dapat ditulis sebagai berikut.

𝛾𝑥𝑦 𝑘 = 𝐸 𝑥𝑡 − 𝜇𝑥 𝑦𝑡 − 𝜇𝑦 (6)

dimana 𝑘 = 0, ±1, ±2,…, maka CCF yang terbentuk adalah sebagai berikut.

𝜌𝑥𝑦 𝑘 =𝛾𝑥𝑦 𝑘

𝜎𝑥𝜎𝑦 (7)

dimana 𝜎𝑥 dan 𝜎𝑦 adalah standar deviasi 𝑥𝑡 dan 𝑦𝑡 (Wei, 2006).

5. Penetapan (b, r, s) yang Menghubungkan Deret Input dan Deret Output (Model Transfer function)

4

a. Nilai b menjelaskan bahwa 𝑦𝑡 tidak dipengaruhi oleh nilai 𝑥𝑡 sampai periode t+b, besarnya b sama dengan jumlah bobot respon impuls yang tidak berbeda dari nol secara signifikan.

b. Nilai s menyatakan bahwa berapa lama deret output 𝑦𝑡 secara terus-menerus dipengaruhi oleh nilai-nilai baru dari deret input 𝑥𝑡 . 𝑦𝑡 dipengaruhi oleh 𝑥𝑡+𝑏 , 𝑥𝑡+𝑏+1,..., 𝑥𝑡+𝑏+𝑠, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai s adalah jumlah bobot respon impuls sebelum terjadinya pola menurun.

c. Nilai r menunjukkan bahwa 𝑦𝑡 berkaitan dengan nilai-nilai masa lalu dari 𝑦𝑡 , yaitu 𝑦𝑡−1, 𝑦𝑡−2,..., 𝑦𝑡−𝑟 . Terdapat tiga kondisi pada nilai r yang mempunyai indikasi pemodelan berbeda, yaitu r=0, bila jumlah bobot respon impuls hanya terdiri dari beberapa lag yang kemudian langsung terpotong, r=1, bila bobot respon impuls menunjukkan suatu pola eksponensial yang menurun, dan r=2, bila bobot respon impuls menunjukkan suatu pola eksponensial yang menurun dan mengikuti pola sinusoidal (Makridakis dkk, 1999).

6. Penaksiran model transfer function sementara berdasarkan nilai (b,r,s) yang ditetapkan sebelumnya.

7. Penaksiran awal deret noise 𝑛𝑡 Berdasarkan nilai (b,r,s) akan digunakan sebagai dasar penaksiran awal deret noise. Penaksiran awal deret noise dapat dirumuskan sebagai berikut.

𝑛𝑡 = 𝑦𝑡 − 𝛿𝑗 𝛽 −1

𝜔𝑗𝑚𝑗=1 𝐵 𝑗 ,𝑡−𝑏𝑗

𝑥 (8)

8. Penetapan 𝑝𝑛 , 𝑞𝑛 untuk model ARIMA 𝑝𝑛 , 0, 𝑞𝑛 dari deret noise 𝑛𝑡

Tahap 2 : Penaksiran Parameter Model Transfer function

Setelah dilakukan identifikasi bentuk model sementara yang digunakan sebagai dugaan model awal dari model transfer function, maka dapat diperoleh model sementara untuk transfer function adalah sebagai berikut (Makridakis dkk, 1999).

𝑦𝑡 =𝜔𝑠 𝐵

𝛿𝑟 𝐵 𝑥𝑡−𝑏 +

𝜃 𝐵

𝜙 𝐵 𝑎𝑡 (9)

Selanjutnya dilakukan estimasi parameter-parameter transfer function yaitu , , dan dengan menggunakan metode Conditional Least Square.

Tahap 3 : Uji Diagnostik Model Transfer function

Parameter-parameter yang telah diperoleh dan sudah signifikan dari model transfer function dilanjutkan dengan pengujian untuk mengetahui apakah model awal transfer function yang telah terbentuk sudah memenuhi asumsi white noise residual dan kenormalan residual. Adapun langkah-langkah dalam uji diagnostik model adalah sebagai beikut (Wei, 2006). 1. Pengujian cross correlation

Pengujian ini dilakukan untuk memeriksa apakah deret noise 𝑎𝑡 dan deret input 𝑥𝑡 yang telah mengalami pre-whitening saling independen, dengan cara menghitung cross correlation (CCF) antara residual 𝑎 𝑡 dan 𝛼𝑡 . Model yang sesuai adalah model yang CCF antara 𝑎 𝑡 dan 𝛼𝑡 tidak menunjukkan pola tertentu dan terketak diantara 2 𝑛 − 𝑘 −

12 . Selain

itu bisa juga dengan menggunakan statistik uji Ljung Box.

2. Pengujian autokorelasi Pengujian ini dilakukan untuk me-

ngetahui apakah pemodelan deret noise telah sesuai atau tidak. Indikator yang menunjukkan bahwa model yang dipilih telah sesuai adalah ACF dan PACF dari residual model transfer function tidak menunjukkan pola tertentu. Selain itu bisa juga dengan menggunakan statistik uji Ljung Box.

2.4 Estimasi Parameter

Setelah melakukan identifikasi model, tahap selanjutnya adalah melakukan estimasi terhadap parameter dalam model ARIMA. Pada penelitian ini penaksiran parameter model menggunakan metode Conditional Least Square (CLS). CLS merupakan metode Least Square dengan mengasumsikan error pengamatan sebelumnya yang tidak diamati sama dengan nol dan meminimumkan jumlah kuadrat dari error model (sum of square): Untuk model ARMA (p,q), adalah sebagai berikut : 𝑆 𝜙, 𝜃 = 𝑎𝑡

2 ,𝑛𝑡=1 (11)

dimana untuk model AR(p) adalah 𝑎𝑡 = 𝑍𝑡 − 𝜙1 𝑍𝑡−1 − … − 𝜙𝑝 𝑍𝑡−𝑝 (12) dan untuk model MA(q) adalah

𝑆 = 𝑎𝑡2

𝑛

𝑡=1

(10)

5

𝑎𝑡 = 𝜃1 𝑎𝑡−1 + 𝜃2 𝑎𝑡−2 …− 𝜃𝑞 𝑎𝑡−𝑞 (13) Untuk mengestimasi parameter transfer function, yaitu ω, δ, , θ dengan membuat error 𝑎𝑡 yang tidak diketahui dan sama dengan nol. Estimasi parameter fungsi transfer didapatkan dengan meminimumkan : dimana 𝑡0= max{p+r+1,b+p+s+1}.

2.5 Kriteria Pemilihan Model Terbaik

Kriteria in-sample yang digunakan adalah Akaike’s Information Criterion (AIC), AIC merupakan kriteria pemilihan model yang mempertimbangkan banyaknya parameter dalam model. AIC dapat dirumuskan sebagai berikut (Wei, 2006).

𝐴𝐼𝐶 𝑀 = 𝑛 𝑙𝑛𝜎 𝑎2 + 2 𝑀 (15)

semakin kecil nilai AIC maka model tersebut akan semakin baik untuk digunakan.

Kriteria out sample yang digunakan adalah RMSE. RMSE digunakan untuk memperoleh gambaran keseluruhan standar deviasi yang muncul saat menunjukkan perbedaan antara model atau hubungan yang dimiliki. RMSE dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

n

tte

nRMSE

1

21 (16)

nilai RMSE berkisar antara 0 sampai ∞. Semakin kecil nilai RMSE maka model semakin bagus.

2.6 Pengujian Asumsi Residual

Uji asumsi kenormalan untuk residual dilakukan untuk mengetahui apakah residual sudah mengikuti distribusi normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan hasil dari uji Kolmogorov Smirnov. Hipotesis yang diguna-kan adalah sebagai berikut. 𝐻0 ∶ 𝐹 𝑥 = 𝐹0(𝑥) (berdistribusi Normal) 𝐻1 ∶ 𝐹 𝑥 ≠ 𝐹0(𝑥)(tidak berdistribusi

Normal) Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

𝐷 = 𝑠𝑢𝑝 𝑆 𝑥 − 𝐹0(𝑥) (17) H0 ditolak jika 𝐷 > 𝐷(1−𝛼;𝑛), dengan

n adalah ukuran sampel (Daniel, 1989). Residual bersifat white noise berarti

residual dari masing-masing data saling independen. Untuk menguji asumsi white

noise dapat dilakukan dengan menggunakan uji Ljung-Box. Hipotesis yang akan digunakan adalah sebagai berikut.

𝐻0 ∶ 𝜌1 = 𝜌2 = ⋯ = 𝜌𝐾 = 0 𝐻1 ∶ minimal ada satu 𝜌𝑖 yang tidak

sama dengan nol, 𝑖 = 1, 2,… , 𝐾 Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut (Wei, 2006).

𝑄 = 𝑛 𝑛 + 2 𝜌 𝑘

2

𝑛−𝑘 𝐾𝑘=1 (18)

H0 ditolak jika nilai 𝑄 > 𝜒 1−𝛼 ;(𝐾−𝑚)2

dengan m adalah banyaknya parameter atau tolak H0 jika p-value < α.yang artinya residual tidak memenuhi asumsi white noise dengan m=p+q (orde dari ARMA (p,q)).

2.7 HIV dan AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menurunkan kekebalan tubuh manusia, yang termasuk ke dalam golongan retrovirus, dan dapat ditemukan dalam cairan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan sindrom yang fatal karena terjadi kerusakan yang progresif pada sistem kekebalan tubuh sehingga me-nyebabkan manusia sangat rentan dan mudah terjangkit beberapa penyakit tertentu. Penyakit tersebut disebabkan oleh berbagai jenis protozoa, cacing, jamur, bakteri, virus, dan kanker. AIDS (adalah penyakit yang membuat tubuh sulit untuk melawan penyakit menular. HIV menyebabkan AIDS dengan menginfeksi dan merusak bagian dari pertahanan tubuh (limfosit), yang merupakan jenis sel darah putih dalam sistem kekebalan tubuh (berfungsi untuk melawan infeksi) yang seharusnya untuk melawan kuman. Penyakit HIV/AIDS dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh seseorang yang terinfeksi virus.

2.8 Pariwisata di Kabupaten Badung dan

Kota Madya Denpasar

Pulau Bali merupakan salah satu tempat pariwisata yang paling banyak diminati tidak hanya oleh wisatawan domestik tetapi juga oleh wisatawan mancanegara. Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar merupakan daerah yang memiliki tempat objek wisata sekaligus menjadi pusat bagi penduduk untuk melakukan aktif pekerjaannya. Tempat obyek wisata di Kabupaten Badung yang menjadi daya tarik wisatawan adalah Sangeh, Nusa

𝑆(𝛿, 𝜔, 𝜙, 𝜃|𝑏) = 𝑎𝑡2

𝑛

𝑡=𝑡0

(14)

6

Dua, Pantai Kuta, Bukit Jimbaran, dan lainnya. Sedangkan Kota Madya Denpasar memiliki obyek wisata Museum Bali, Pantai Sanur, Art Center, Kertalangu, dan lainnya (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2010).

3. Metodologi Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data pertama merupakan data agregat dari jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan data kedua merupakan data agregat dari jumlah wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali. Data penderita HIV/AIDS dari Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar setiap bulan dari tahun 2006 hingga bulan Mei tahun 2011 dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar tiap bulan dari tahun 2006 hingga tahun 2010.

Langkah pertama yang dilakukan adalah data agregat jumlah penderita HIV/ AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu akan dibagi menjadi dua, yaitu data in-sample dan data out-sample. Data in-sample berjumlah 60 mulai tahun 2006 hingga tahun 2010 dan data out-sample berjumlah 5 yaitu bulan Januari hingga bulan Mei tahun 2011. Model yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah Model jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar terhadap jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar.

Tahapan-tahapan analisis dalam mencapai tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Tahap 1 : Identifikasi Bentuk Model Identifikasi model meliputi tahapan-tahapan seperti berikut. 1. Mempersiapkan deret input (jumlah

kunjungan wisatawan) dan output (jumlah penderita HIV/AIDS) agar memperoleh deret input dan output yang stationer.

2. Menentukan model ARIMA untuk deret input dan melakukan prewhitening pada deret tersebut untuk memperoleh deret yang white noise 𝛼𝑡 .

3. Melakukan prewhitening pada deret output untuk memperoleh 𝛽𝑡 .

4. Mendeteksi Cross Correlation (CCF) dan autokorelasi untuk deret input dan deret output yang telah mengalami proses prewhitening.

5. Menetapkan nilai-nilai (b, r, s) yang menghubungkan deret input dan output.

6. Penaksiran model transfer function sementara berdasarkan nilai (b,r,s) yang ditetapkan sebelumnya.

7. Melakukan penaksiran awal deret noise 𝑛𝑡 dan perhitungan autokorelasi serta parsial korelasinya.

8. Menetapkan 𝑝𝑛 , 𝑞𝑛 untuk model ARIMA 𝑝𝑛 , 0, 𝑞𝑛 dari deret noise 𝑛𝑡 .

Tahap 2 : Penaksiran Parameter Model Transfer function

Penaksiran parameter dari model transfer function dengan menggunakan metode Conditional Least Square. Tahap 3 : Uji Diagnostik Model Transfer function

Pengujian kebaikan dari model yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Tahap 4 : Penggunaan Model Transfer function untuk Peramalan

Peramalan jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar untuk 12 bulan ke depan dengan menggunakan model transfer function akhir.

4. Hasil dan Pembahasan

Kasus HIV/AIDS di Bali pertama kali ditemukan pada tahun 1987 yaitu sebanyak 3 kasus. Pada tahun berikutnya, kasus HIV/ AIDS mulai hampir selalu ditemukan di Bali. Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 hingga 2010 dapat dilihat pada Gambar 1.

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

1988

1987

900

800

700

600

500

400

300

200

100

0

Tahun

Jum

lah

_K

asu

s

831

728

674

583

373

290

165

119120

7849

51066326660243

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Bali Gambar 1 Diagram Jumlah Kasus HIV/AIDS di Bali

7

Gambar 1 menunjukkan terjadi lonjakan kasus pada tahun 2000 dari tahun sebelumnya yang hanya ditemukan 5 kasus, kini menjadi 49 kasus. Tahun 2002 kasus HIV/AIDS di Bali sudah melewati jumlah 100 kasus yaitu sebanyak 121 kasus. Pertambahan ditemukannya kasus pun terus terjadi di tahun-tahun berikutnya, dan pada tahun 2010 kasus HIV/AIDS di Bali yang tercatat mencapai angka 831 kasus.

Pada tahun 1987, saat kasus HIV/AIDS pertama kali di temukan di Bali, dari 3 kasus yang di temukan, satu penderita dinyatakan meninggal dunia. Jumlah penderita HIV/AIDS yang meninggal dunia dari tahun 1987 sampai tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 2.

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

1988

1987

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

Tahun

Jum

lah

_P

en

de

rita

_y

an

g _

Me

nin

gg

al_

Du

nia

71

61

80

66

36

19

14

9

20

200110000

30121

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Bali Gambar 2 Diagram Jumlah Penderita HIV/AIDS di Bali yang Meninggal Dunia

Jumlah Penderita HIV/AIDS di Bali yang meninggal dunia setiap tahunnya juga cenderung selalu meningkat dibandingkat tahun-tahun sebelumnya. Kematian tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebanyak 80 orang dan berkurang pada tahun 2009 menjadi 61 orang yang meninggal akibat penyakit tersebut (Gambar 2). Pada tahun 2010 jumlah kematian akibat HIV/AIDS kembali bertambah menjadi 71 orang. Angka jumlah kasus HIV/ADIS dan jumlah penderita HIV/AIDS yang ditunjukkan pada tahun 2010 (Gambar 1 dan 2) meng-indikasikan bahwa HIV/AIDS sudah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan untuk Indonesia pada umumnya dan Bali khususnya.

Jumlah Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar dari tahun 2003 sampai bulan Juli tahun 2011 ditunjukkan oleh Gambar 3.

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Bali Gambar 3 Diagram Jumlah Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar

Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar dari tahun 2003 hingga data sementara pada bulan Juli 2011 cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya namun terjadi penurunan jumlah kasus yang tercatat pada tahun 2010. Namun pada data bulan Juli 2011 jumlah penderita HIV/AIDS di dua daerah tersebut sudah melampaui jumlah kasus pada tahun sebelumnya, yaitu 458 kasus. Hal ini me-nunjukkan kasus HIV/AIDS yang terjadi sudah sangat mengkhawatirkan. Perlu dilaku-kan suatu tindakan untuk menekan angka tersebut. Pemodelan terhadap jumlah penderita HIV/AIDS dengan melihat dua daerah tersebut sangat perlu dilakukan untuk melihat bagaimana model yang sesuai untuk meng-gambarkan kasus yang sedang terjadi di Ka-bupaten Badung dan Kota Madya Denpasar.

Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan data agregat jumlah penderita HIV/AIDS dan agregat jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar dari tahun 2006 sampai tahun 2010 sehingga dapat lebih mudah dipahamai dan dijelaskan. Agregasi pada data jumlah penderita HIV/AIDS dilakukan karena in-formasi yang terdapat pada data belum terlalu jelas seperti misalnya kelompok umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, dan sebagainya. Begitu juga halnya pada agregasi data jumlah kunjungan wisatawan, pada data yang ada tidak memberikan informasi yang lebih terperinci, seperti asal negara, jenis kelamin, apakah wisatawan tersebut menderita suatu penyakit tertentu, dan sebagainya. Sehingga agregasi pada data hanya men-jelaskan hubungan secara korelasi linear saja.

926

7049

7385

104

77

10996

124147

185

264

295309

176

349

0

50

100

150

200

250

300

350

400

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Badung

Denpasar

8

Hasil analisis deskriptif yang diperoleh ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Statistik Deskriptif Jumlah Penderita HIV/AIDS dan Kunjungan Wisatawan di Kabu-paten Badung dan Kota Madya Denpasar Variable Mean St.Dev Min Maks

HIV/AIDS 26,92 12,68 7 66 Wisatawan 16596 8816 2966 37188

Mean jumlah penderita HIV/AIDS yang tercatat di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar dari tahun 2006 sampai tahun 2010 adalah sebanyak 26,92 kasus atau hampir 27 kasus setiap bulannya, jumlah penderita terbanyak yang mampu dicatat adalah sebanyak 66 kasus dan jumlah penderita paling sedikit tercatat sebanyak 7 kasus (Tabel 1). Nilai standar deviasinya sebesar 12,68 maka jumlah penderita HIV/AIDS tiap bulannya mempunyai variasi yang cukup tinggi. Sedangkan analisis deskriptif untuk jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar tiap bulan secara keseluruhan dari tahun 2006 sampai tahun 2010 memiliki rata-rata jumlah wisatwan sebanyak 16596 orang dengan jumlah maksimum yaitu sebanyak 37188 orang dan minimum sebanyak 2966 orang. Untuk menjelaskan jumlah kunjungan wisatawan lebih baik dengan melihat analisis banyaknya wisatawan yang datang tiap bulan karena jumlah kunjungan wisatawan memiliki pola musiman. Hasil analisis yang diperoleh adalah seperti Tabel 2. Tabel 2 Statistik Deskriptif Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar Bulan Mean StDev Min Maks

Jan 24506 4759 16362 28891 Feb 7213 3027 4785 12216 Mar 14804 7536 4817 22304 Apr 15934 7474 3846 24312 Mei 16697 8425 2966 26112 Jun 24632 12489 4334 37188 Jul 27089 8028 16052 35615

Agust 12926 3714 9142 18567 Sep 10908 6440 5848 21349 Okt 15832 4362 10259 21764 Nop 8537 1415 6674 10596 Des 20073 8295 10350 29510

Tabel 2 menunjukkan bahwa mean tertinggi dari jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 27089 dengan jumlah maksimum wisatawan sebesar 35615 dan minimum wisatawan sebesar 16052. Nilai standar deviasi yang dimiliki adalah sebesar 8028 maka jumlah kunjungan wisatawan tiap tahunnya mempunyai variasi yang cukup tinggi dibandingkan bulan lainnya. Tingginya jumlah kunjungan wisatawan pda bulan Juli jika dibandingkan dengan bulan lain setiap tahunnya menjelaskan bahwa jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar mengikuti pola musiman sehingga dalam penentuan model time series akan digunakan model time series musiman.

Syarat utama yang harus dipenuhi dalam pemodelan time series adalah stasioner. Kestasioneran dalam varians dapat dilihat dari plot time series dari data. Pada model transfer function pengujian stasioner dilakukan pada deret input, sedangkan pada deret output akan mengikuti perlakuan yang terjadi pada deret input (prewhitening). Perlakuan yang sama tersebut dapat berupa transformasi, dif-ferencing, dan model time series-nya. Jadi, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian kestasioneran untuk data input. Secara visual akan terlihat plot dengan kenaikan dan penurunan yang hampir sama disekitar mean dari data. Namun, hasil yang diperoleh kurang obyektif jika hanya dengan melihat plot time series sehingga perlu dilakukan uji ke-stasioneran varians. Plot time series untuk data diperlihatkan oleh Gambar 4.

Year

Month

20102009200820072006

JulJanJulJanJulJanJulJanJulJan

40000

30000

20000

10000

0

Ju

mla

h_

Ku

nju

ng

an

_W

isa

taw

an

Gambar 4 Plot Time Series Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar

Secara visual, data jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar belum stasioner dalam

9

varians pola kenaikan dan penurunan yang tidak sama. Namun untuk lebih jelasnya akan dilakukan uji kestasioneran varians agar hasil yang diperoleh bersifat obyektif. Hasil uji kestasioneran varians menunjukkan hal yang sama yaitu varians belum dalam keadaan stasioner karena nilai lambda belum melalui nilai satu sehingga perlu dilakukan trans-formasi. Salah satu metode transformasi untuk menstasionerkan varians adalah Box-Cox Transformation. Setelah dilakukan trans-formasi hasil dari plot Box Cox adalah seperti Gambar 5.

5,02,50,0-2,5-5,0

1,9

1,8

1,7

1,6

1,5

1,4

Lambda

StD

ev

Lower CL Upper CL

Limit

Estimate 1,23

Lower CL -0,80

Upper CL 3,22

Rounded Value 1,00

(using 95,0% confidence)

Lambda

Gambar 5 Plot Box Cox Setelah Transformasi untuk Data Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar

Gambar 4 memperlihatkan bahwa nilai lambda data jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar setelah mengalami transformasi, nilainya sudah melalui nilai satu. Hal ini dapat dikatakan bahwa varians data sudah stasioner.

Pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan untuk data yang melalui proses transformasi dan data tanpa melalui proses transformasi. Hal tersebut dilakukan berkaitan dengan kepentingan akurasi forcasting dan akurasi interpretasi. Data melalui proses transformasi mengacu pada akurasi perhitungan dari nilai forcasting, sedangkan data tanpa melalui proses transformasi akan lebih mengacu pada ketepatan interpretasi.

Model Transfer Function tanpa melalui proses transformasi akan digunakan untuk memodelkan keterkaitan antara jumlah kunjungan wisatwan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar agar dapat menjelaskan keterkaitan yang ada secara interpretasi bukan secara perhitungan mate-matis, karena dengan melakukan transformasi terdapat proses scaling terhadap varians yang mampu menyebabkan terdapat banyak informasi yang hilang setelah dilakukan

transformasi. Proses transformasi juga dapat menyebabkan perubahan struktur dependensi yang ada karena adanya proses scaling tersebut. Sehingga perlu dilakukan pemodelan tanpa melalui proses transformasi agar struktur dari depndensi waktu variabel asli masih tetap terlihat dan tidak berubah.

Plot ACF yang turun cepat meng-indikasikan bahwa mean sudah dalam keadaan stasioner. Plot ACF yang dihasilkan adalah seperti Gambar 6.

50454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Au

toco

rre

lati

on

12

Gambar 6 Plot ACF Jumlah Kunjungan Wisata-wan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar

Gambar 5 memperlihatkan bahwa mean dari data belum stasioner, hal ini bisa dilihat dari plot ACF yang belum turun secara cepat dan masih terdapat data yang berada diluar batas signifikansi yaitu terjadi pada lag-12. Selain itu data input yaitu jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Badung dan Kota Madya Denapsar memiliki indikasi deret musiman shingga untuk memperoleh deret yang stasioner perlu dilakukan differencing lag-12. Plot ACF setelah dilakukan differencing ditampilkan dalam Gambar 7.

454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Au

toco

rre

lati

on

12 24 36

Gambar 7 Plot ACF Jumlah Kunjungan Wisata-wan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar Setelah Mengalami Differencing 12

Setelah mengalami differencing 12, plot sudah terlihat turun dengan cepat setelah

10

lag-1 sehingga data dapat dikatakan sudah stasioner dalam mean (Gambar 4.7). Indikasi bahwa jumlah wisatawan Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar mengikuti deret musiman sudah terbukti dilihat dari lag yang signifikan terjadi pada lag-12. Differencing pada lag-12 memiliki makna bahwa dengan hanya melihat pola data secara 12 bulanan (tahunan), sudah mampu digunakan untuk membuat suatu model time series. Oleh karena itu, data jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar dapat digunakan sebagai data input untuk model fungsi transfer dan analisis dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya.

454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Pa

rti

al

Au

toco

rre

lati

on

12 24 36

Gambar 8 Plot PACF Jumlah Kunjungan Wisata-wan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar Setelah Mengalami Differencing 12

Identifikasi order ARIMA berdasarkan plot ACF dan PACF menunjukkan bahwa untuk non-musiman plot ACF pada Gambar 6 signifikan pada lag-1 dan cenderung cuts off, dan untuk musiman plot ACF signifikan pada lag-12 dan cederung mendekati batas atau mempunyai pola yang turun lambat (dies down). Plot PACF untuk order ARIMA non-musiman signifikan pada lag-1 dan untuk musiman signifikan pada lag-12, kedua lag yang signifikan menujukkan kencenderungan cuts off (Gambar 7). Sehingga dapat diprediksi bahwa model ARIMA yang terbentuk adalah ARIMA(1,0,0)(1,1,0)12 dan ARIMA (0,0,1) (1,1,0)12.

Model yang baik adalah model yang parameter-parameternya signifikan atau tidak sama dengan nol. Hipotesis untuk pengujian signifikansi parameter 𝜙 adalah sebagai berikut. Hipotesis : 𝐻0: 𝜙𝑖 = 0, untuk i=1,12 (parameter model tidak signifikan) 𝐻1: 𝜙𝑖 ≠ 0, untuk i=1,12 (parameter model signifikan)

Sedangkan hipotesis untuk pengujian signifikansi parameter 𝜃 adalah sebagai berikut. Hipotesis : 𝐻0: 𝜃1 = 0, (parameter model tidak signifikan) 𝐻1: 𝜃1 ≠ 0, (parameter model signifikan) Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji t pada taraf Signifikansi 𝛼 = 0,05 Hasil dari pengujian signifikansi parameter model disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Uji Signifikansi Parameter Model Data Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar

Model ARIMA Parameter Estimasi P-value Keputusan

(1,0,0)(1,1,0)12 𝜙1 0,40775 0,0050 Signifikan

𝜙12 -0,57084 0,0004 Signifikan

(0,0,1)(1,1,0)12 𝜃1 -0,33494 0,0257 Signifikan

𝜙12 -0,56222 0,0004 Signifikan

Tabel 3 menunjukkan bahwa semua parameter pada model ARIMA(1,0,0)(0,1,1)12 dan ARIMA (0,0,1)(0,1,1)12 sudah signifikan karena memiliki p-value yang lebih kecil dari α=0,05. Cek diagnosa residual digunakan untuk mengetahui kelayakan model ARIMA yang terbentuk. Deret input yang digunakan dalam pemodelan fungsi transfer harus me-menuhi asumsi white noise. Berikut ini merupakan hasil dari pengujian diagnosa residual dengan hipotesisnya adalah sebagai berikut. Hipotesis: 𝐻0: 𝜌1 = 𝜌2 = ⋯ = 𝜌𝑘 = 0 𝐻1: minimal ada satu 𝜌𝑖 yang tidak sama dengan nol, untuk 𝑖 = 1,2,… , 𝑘 Taraf Signifikansi : 𝛼 = 0,05 Hasil dari pengujian white noise residual disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Uji White Noise Residual Model Data Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar

Model ARIMA Lag P-value Keputusan

(1,0,0)(1,1,0)12

6 0,6147 White noise

12 0,4458 White noise

18 0,2983 White noise

24 0,2747 White noise

(0,0,1)(1,1,0)12

6 0,3970 White noise

12 0,4155 White noise

18 0,3861 White noise

24 0,3248 White noise

11

Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil pengujian residual white noise untuk model ARIMA(1,0,0)(0,1,1)12 dan ARIMA (0,0,1) (0,1,1)12 dengan tingkat signifikansi 𝛼 =0,05 sudah memenuhi asumsi white noise karena p-value dari residual pada lag-lag yang diuji memiliki nilai lebih besar dari 𝛼 =0,05. Model yang dipilih sebagai model terbaik dilihat berdasarkan nilai AIC paling kecil. Tabel 5 merupakan AIC in-sample dari masing-masing model.

Tabel 5 Kriteria Model Deret Input Terbaik

Model ARIMA AIC

(1,0,0)(1,1,0)12 475,9051 (0,0,1)(1,1,0)12 477,8095

Nilai AIC pada Tabel 5 memper-lihatkan bahwa untuk data in-sample yang

memiliki nilai AIC paling kecil adalah model ARIMA(1,0,0)(1,1,0)12. Sehingga model ter-sebut merupakan model terbaik untuk data jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar. Oleh karena itu model yang digunakan adalah model ARIMA(1,0,0)(1,1,0)12 dan dapat ditulis sebagai berikut.

1 − 𝜙1𝐵)(1 − 𝜙12𝐵12 (1 − 𝐵12)𝑋𝑡 = 𝑎𝑡

Tahapan selanjutnya dalam pemodelan fungsi transfer adalah prewhitening deret input dan deret output. Berikut ini merupakan prewhitening deret input melalui persamaan 𝛼𝑡 = 𝑋𝑡 − 0,40775 𝑋𝑡−1 − 0,42196 𝑋𝑡−12 + 0,17499𝑋𝑡−13 +

−0,57084𝑋𝑡−24 + 0,23276𝑋𝑡−25

Sehingga prewhitening untuk deret output-nya adalah sebagai berikut. 𝛽𝑡 = 𝑌𝑡 − 0,40775 𝑌𝑡−1 − 0,42196 𝑌𝑡−12 + 0,17499𝑌𝑡−13 +

−0,57084𝑌𝑡−24 + 0,23276𝑌𝑡−25

CCF menunjukkan seberapa jauh deret input mampu mempengaruhi mempengaruhi deret output. Plot CCF yang diperoleh adalah seperti Gambar 7.

Gambar 7 Plot CCF Jumlah Penderita HIV/AIDS dengan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Ka-bupaten Badung dan Kota Madya Denpasar

Gambar 7 menjelaskan bahwa jumlah lag yang signifikan adalah lag-0, 1, dan 6. Hal ini memiliki makna bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar pada bulan ini memiliki keterkaitan secara linear dengan jumlah kunjungan wisatawan di kedua daerah tersebut pada bulan ini, satu bulan yang lalu, dan 6 bulan yang lalu. Namun secara inter-pretasi fenomena HIV/AIDS mengalami suatu proses inkubasi dari saat tertular hingga mampu teriden-tifikasi secara medis, masa tersebut berkisar antara 3-6 bulan, sehingga dengan mengabaikan lag-0 dan lag-1 yang signifikan, maka dapat dijelaskan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS pada bulan ini memiliki keterkaitan secara linear dengan jumlah kunjungan wisatawan pada 6 bulan sebelumnya.Berdasa rkan plot CCF-nya, orde b, r,dan s dapat diduga nilainya (Ganbar 7). Berikut ini orde b, r,dan s dugaan dalam model yang diperoleh pada pembahasan sebelumnya. Tabel 6 Estimasi dan Signifikansi Parameter Orde (b, r, s)

Model

b=0 ; r=0 ; s=[1,6] b=6 ; r=0 ; s=0

Estimasi P-value Estimasi P-value

𝜔0 0,02002 0,0017 - - 𝜔1 0,00579 0,0139 - - 𝜔6 0,00546 0,0386 -0,01354 0,0370

AIC 149,686 159,8337

Orde b, r,dan s yang dipoeroleh adalah dalam 2 model dugaan yaitu b=0; r=0; s=[1,6] dan b=6; r=0; s=0 (Tabel 6). Pendugaan model pertama merupakan indikasi dari CCF antara deret input dan deret output, terlihat bahwa lag yang signifikan terletak pada lag-0, lag-1, dan lag-6 sehingga untuk kepentingan dalam akurasi maka dijelaskan oleh model pertama. Model kedua menjelaskan model dalam hal interpretasi dari fenomona HIV/AIDS dimana masa inkubasi yang harus dilalui oleh penderita untuk terdeteksi mengidap penyakit tersebut adalah berkisar 3-6 bulan sehingga kunjungan wisatawan yang datang lebih memungkinkan memiliki kaitan secara linear pada jumlah penderita HIV/AIDS pada 6 bulan ke depan. Tabel 6 juga menjelaskan bahwa kedua model memiliki parameter yang ber-pengaruh terhadap model. Hal ini dapat dilihat dari p-value dari parameternya yang lebih

12

kecil dari α=0,05 sehingga parameter signifikan dalam model.

Dari plot CCF antara (𝛼𝑡) dengan (𝛽𝑡) didapatkan dugaan awal untuk model fungsi transfer adalah :

𝑦𝑡 = 𝜔0 − 𝜔1𝑥𝑡−1 − 𝜔6𝑥𝑡−6 + 𝜂𝑡 dan 𝑦𝑡 = 𝜔6𝑥𝑡−6 + 𝜂𝑡

Untuk menentukan kelayakan model fungsi transfer berdasarkan model dugaan awal dilakukan diagnosa residual. Selanjutnya dilakukan identifikasi deret noise dan cek diagnosa residual.

Tabel 7 menunjukkan bahwa residual dari fungsi transfer belum memenuhi asumsi white noise karena berdasarkan lag-lag yang diuji terdapat lag yang residualnya belum memenuhi asumsi white noise karena p-value yang lebih kecil dari α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa residual dependen secara statistic, sehingga komponen noise dapat dimodelkan dengan model ARMA. Tabel 7 Uji White Noise Residual Fungsi Transfer

Model Lag P-value Keputusan

b=0; r=0; s=[1,6]

6 0,1297 White noise

12 0,0082 Tidak white noise

18 0,0140 Tidak white noise

24 0,0262 Tidak white noise

b=6; r=0; s=0

6 0,3737 White noise

12 0,0111 Tidak white noise

18 0,0607 White noise 24 0,0882 White noise

Plot ACF dan plot PACF model deret noise b=0;r=0; s=[1,6] menunjukkan bahwa terjadi cuts off pada lag-5 dan lag-9. Hal ini mengindikasikan bahwa model ARMA yang diprediksi adalah model ARMA(0,[5,9]) dan ARMA ([5,9],0). Model ARMA([5,9],0) menunjukkan bahwa adanya dependensi antara jumnlah penderita HIV/AIDS pada bulan ini dengan jumlah penderita HIV/AIDS pada bulan sebelumnya. Berdasarkan model yang terdeteksi perlu dilakukan estimasi dan signifikansi parameter dari model ARMA deret noise untuk mencari model terbaik untuk menjelaskan keterkaitan pola kunjungan wisatawan terhadap pola jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar. Hasil estimasi dan

signifikansi parameter ditunjukkan oleh Tabel 8. Tabel 8 Estimasi dan Signifikansi Parameter Model ARMA Deret Noise b=0;r=0;s=[1,6] dari Fungsi Transfer Model

ARMA Parameter Estimasi P-value Keputusan

(0,[5,9])

𝜃5 -0,29147 0,0635 Signifikan

𝜃9 0,47767 0,0205 Signifikan

𝜔0 0,01410 0,0103 Signifikan

𝜔1 0,01577 0,0103 Signifikan

𝜔6 -0,00960 0,1159 Tidak Signifikan

([5,9],0)

𝜙5 0,37452 0,0131 Signifikan

𝜙9 -0,47662 0.0059 Signifikan

𝜔0 0,01675 0,0027 Signifikan

𝜔1 0,01796 0,0028 Signifikan

𝜔6 0,00856 0,1077 Tidak Signifikan

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari model ARMA yang diprediksi untuk model deret noise b=0;r=0; s=[1,6] yaitu model ARMA(0,[5,9]) dan ARMA ([5,9],0). Kedua model dugaan menunjukkan estimasi parameter yang tidak signifikan. Pada model ARMA(0,[5,9]) parameter yang tidak signifikan adalah 𝜔6 karena p-value yang dimiliki adalah 0,1159 atau lebih besar dari α=0,05. Dan, model ARMA([5,9],0) parameter yang tidak signifikan adalah 𝜔6 karena p-value yang dimiliki adalah 0,1077 atau lebih besar dari α=0,05.

Pada model deret noise b=6;r=0; s=0, plot ACF menunjukkan bahwa terjadi cuts off pada lag-5 dan lag-12 sedangkan plot PACF menunjukkan bahwa terjadi cuts off pada lag-5, lag-9, dan lag-12 (Lampiran 6). Hal ini mengindikasikan bahwa model ARMA yang diprediksi adalah model ARMA (0,[5,12]) dan ARMA([5,9,12],0). Model ARMA([5,9,12],0) menunjukkan bahwa adanya dependensi antara jumnlah penderita HIV/AIDS pada bulan ini dengan jumlah penderita HIV/AIDS pada bulan sebelumnya. Hasil estimasi dan signi-fikansi parameter ditunjukkan oleh Tabel 9. Tabel 9 Estimasi dan Signifikansi Parameter Model ARMA Deret Noise b=6;r=0;s=0 dari Transfer Function

Model

ARMA Parameter Estimasi P-value Keputusan

(0,[5,12]) 𝜃5 -0,29692 0,0308 Signifikan

𝜃12 0,64590 0,0003 Signifikan

𝜔6 -0,00899 0,1327 Signifikan

13

Tabel 9 Estimasi dan Signifikansi Parameter Model ARMA Deret Noise b=6;r=0;s=0 dari Transfer Function (Lanjutan)

Model

ARMA 𝑷𝒂𝒓𝒂𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 Estimasi

P-

value Keputusan

([5,9,12],0)

𝜙5 0,26863 0,0473 Signifikan 𝜙9 0,33718 0.0201 Signifikan 𝜙12 -0,48534 0,0028 Signifikan 𝜔6 -0,01349 0,0217 Signifikan

Tabel 9 menunjukkan bahwa dari model ARMA yang diprediksi untuk model deret noise b=6; r=0; s=0 yaitu model ARMA(0,[5,12]) dan ARMA ([5,9,12],0). Pada model ARMA (0,[5,12]) terdapat parameter yang tidak signifikan adalah 𝜔6 karena p-value yang dimiliki adalah 0,1327 atau lebih besar dari α=0,05. Sedangkan model ARMA ([5,9,12],0) menunjukkan bahwa semua parameter sudah signifikan pada model karena p-value yang dimiliki lebih kecil dari α=0,05. Sehingga model ARMA untuk model deret noise yang digunakan adalah model deret noise b=6; r=0; s=0 dengan model ARMA-nya adalah ARMA ([5,9,12],0). Model ini menjelaskan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar pada suatu waktu tertentu memiliki kaitan dengan jumlah penderita HIV/AIDS di daerah tersebut pada 5, 9, dan 12 bulan sebelumnya. Jumlah penderita HIV/AIDS pada 12 bulan atau satu tahun sebelumnya memiliki kaitan yang sangat erat dengan jumlah penderita HIV/AIDS pada bulan ini karena nilai estimasi parameternya menunjukkan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan periode waktu yang lainnya. Hasil dari uji white noise-nya disajikan pada Tabel. Tabel 10 Uji White Noise Residual Model Deret Noise

Model

ARMA Lag P-value Keputusan

([5,9,12],0)

6 0,1469 White noise

12 0,2037 White noise

18 0,5223 White noise

24 0,7601 White noise

Tabel 10 menunjukkan bahwa untuk model deret noise ARMA([5,9,12],0), semua residual sudah memenuhi asumsi white noise. Hal ini dapat dilihat dari p-value lebih besar dari 𝛼 = 0,05. Hasil pengujian asumsi normalitas residual deret noise menunjukkan bahwa nilai statistik uji D yang diperoleh adalah 0,128218 dengan p-value sebesar

0,0819. Hal ini menunjukkan bahwa residual pada model deret noise sudah mengikuti asumsi normalitas residual karena p-value >0,1500 atau lebih besar dari 𝛼 = 0,05. Asumsi yang harus dipenuhi selanjutnya adalah crosscorrelation residual (𝑎𝑡) dengan deret input (𝛼𝑡) memenuhi asumsi white noise. Hasil dari pengujian asumsi tersebut adalah seperti Tabel 11. Tabel 11 Crosscorrelation Residual dengan Deret Input

Model ARMA Lag P-value

([5,9,12],0)

5 0,5437 11 0,5522 17 0,5271 23 0,6354

Tabel 11 menjelaskan bahwa nilai p-value dari hasil crosscorrelation residual (𝑎𝑡) dengan deret input (𝛼𝑡) memiliki p-value yang lebih besar dari α=0,05 yang artinya residualnya telah white noise. Sehingga model deret noise ARMA([5,9,12],0) dengan keter-kaitan antara deret input dengan deret output terjadi pada lag-6 dapat dinyatakan sebagai berikut

(1 − 𝜙5𝐵5 − 𝜙9𝐵

9 − 𝜙12𝐵12)𝜂𝑡 = 𝑎𝑡

(1 − 0,26863𝐵5 − 0,33718𝐵9 + 0,48534𝐵12)𝜂𝑡 = 𝑎𝑡

𝜂𝑡 =𝑎𝑡

(1 − 0,26863𝐵5 − 0,33718𝐵9 + 0,48534𝐵12)

Sehingga model transfer function yang didapatkan adalah sebagai berikut. 𝑦𝑡 = (−0,01349𝑥𝑡−6) +

𝑎𝑡

(1 − 0,26863𝐵5 − 0,33718𝐵9 + 0,48534𝐵12)

dimana 𝑦𝑡 = 𝑌𝑡 − 𝑌𝑡−12 dan 𝑥𝑡−6 = 𝑋𝑡−6 −

𝑋𝑡−18, sehingga model akhir yang diperoleh adalah 𝑌𝑡 = −0,01349𝑋𝑡−6 + 0,00362𝑋𝑡−11 + 0,004549𝑋𝑡−15 +

0,00694𝑋𝑡−18 + 0,00362𝑋𝑡−23 − 0,004549𝑋𝑡−27 + 0,006547𝑋𝑡−30 + 0,26863𝑌𝑡−5 + 0,33718𝑌𝑡−9 + 0,51466𝑌𝑡−12 + 0,26863𝑌𝑡−17 + 0,33718𝑌𝑡−21 + 0,48534𝑌𝑡−24 + 𝑎𝑡

Sedangkan dengan menggunakan prosedur yang sama seperti prosedur yang dilakukan untuk data input setelah melalui proses transformasi untuk data input tanpa melalui proses transformasi diperoleh model akhir transfer function adalah sebagai berikut. 𝑌𝑡 = −0,00062𝑋𝑡−6 + 0,000173𝑋𝑡−11 + 0,00019𝑋𝑡−15 +

0,000309𝑋𝑡−18 − 0,000173𝑋𝑡−23 − 0,00019𝑋𝑡−27 + 0,000311𝑋𝑡−30 + 0,2785𝑌𝑡−5 + 0,30657𝑌𝑡−9 +

14

0,49878𝑌𝑡−12 − 0,2785𝑌𝑡−17 + 0,30657𝑌𝑡−21 + 0,50122𝑌𝑡−24 + 𝑎𝑡

Model akhir transfer function yang diperoleh menjelas-kan bahwa pola jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar pada bulan ini memiliki keterkaitan secara linear dengan pola jumlah penderita HIV/AIDS pada bulan 5, 9, 12, 21, 17, 21, dan 24 bulan sebelumnya serta kunjungan wisatawan pada 6,11, 15, 18, 23, 27, dan 30 bulan sebelumnya di kedua daerah tersebut. Penderita HIV/AIDS beberapa bulan sebelumnya juga memiliki kaitan dengan jumlah penderita HIV/AIDS pada bulan ini. Nilai yang relatif tinggi ditunjukkan pada 𝑌𝑡−12 dan 𝑌𝑡−24 hal ini menunjukkan bahwa terjadi efek dengan pola tahunan antar jumlah penderita HIV/AIDS saat ini dengan penderita HIV/AIDS satu tahun dan dua tahun sebelumnya, dan bulan-bulan yang lain merupakan pola yang mengikuti efek tahunan yang ada. Sehingga secara interpretasi model deret noise ARMA ([5,9,12],0) dengan keterkaitan terjadi pada lag-6 dapat digunakan untuk menjelaskan keterkaitan secara linear antara jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar terkait dengan jumlah kunjungan wisatawan di kedua daerah tersebut. Tabel 12 Perbandingan Hasil RMSE Model Transfer Function Melalui Transformasi dan Tanpa Transformasi Pada Deret Input

Model Transfer Function RMSE

Deret Input Melaui Proses Transformasi 32,927 Deret Input Tanpa Proses Transformasi 32,863

Tabel 12 menunjukkan bahwa hasil perbandingan antara model transfer function melaui transformasi dan tanpa transformasi deret input. Model dengan nilai ramalan terbaik ditunjukkan oleh model transfer function tanpa melalui proses transformasi pada deret input-nya karena nilai RMSE yang diperoleh lebih kecil dari nilai RMSE model transfer function setelah melalui proses transformasi pada deret input-nya. Jadi model transfer function tanpa melalui proses transformasi pada deret input-nya akan digunakan untuk melakukan forcasting jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar untuk beberapa periode waktu ke depan.

Tabel 13 Nilai Ramalan Jumlah Penderita HIV/ AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar Tahun 2011

Bulan Nilai

Ramalan

Selang Kepercayaan

95% Nilai

Aktual Batas

Bawah

Batas

Atas

Januari 53,67 25,47 81,87 23

Februari 25,17 -3,03 53,37 37

Maret 16,18 -12,02 44,38 242

April 17,27 -10,93 45,47 36

Mei 14,58 -13,62 42,78 32

Juni 46,29 17,02 75,57 33

Juli 27,68 -3,47 58,82 24

Agustus 31,14 -0,01 62,28 *

September 22,33 -8,82 53,47 *

Oktober 34,51 2,19 66,83 *

November 25,77 -6,62 58,17 *

Desember 25,69 -6,70 58,09 *

Tabel 13 menunjukkan bahwa hasil ramalan jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar memiliki hasil yang cukup jauh berbeda dengan jumlah penderita secara aktual. Namun, model transfer function yang diperoleh masih layak digunakan untuk menjelaskan keterkaitan atau hubungan antara jumlah penderita HIV/AIDS dengan jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar karena nilai aktual masih berada pada selang kepercayaan 95% dari nilai forcasting. Hal ini mungkin disebab-kan karena hasil ramalan yang diperoleh hanya mengacu pada data penderita HIV/AIDS yang tercatat di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar sehingga nilai forcasting masih lebih rendah dari nilai aktualnya. Data yang ada hanya sebatas data jumlah penderita HIV/ AIDS yang tercatat pada bulan tersebut, bukan data yang menjelaskan fenomena HIV/AIDS yang terjadi pada bulan tersebut ataupun pengaruh jumlah penderita HIV/AIDS dari bulan sebelumnya mengikuti suatu perhitung-an matematis atau suatu pola yang pasti.

5. Kesimpulan dan Saran Model Model transfer function akhir yang diperoleh menjelaskan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar memiliki dependensi dengan jumlah penderita HIV/ AIDS pada masa sebelumnya, selain itu

15

memiliki keterkaitan atau suatu hubungan secara korelasi linear dengan jumlah kunjun-gan wisatawan di daerah tersebut. Dependensi tersebut menjelaskan bahwa setiap terjadi peningkatan satu penderita HIV AIDS pada satu tahun dan dua tahun sebelumnya maka akan terjadi peningkatan pada bulan ini sebeanyak 0,49878 dan 0,50122 atau dengan kata lain sebanyak satu penderita HIV/AIDS. Periode waktu lainnya merupakan pola yang mengikuti peningkatan pada satu tahun dan dua tahun sebelumnya. Serta jumlah penderita HIV/AIDS memiliki keterkaitan secara korelasi linear dengan jumlah kunjungan wisatawan di daerah tersebut pada 6 bulan sebelumnya dan mengikuti pola tahunan. Hasil ramalan jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar memiliki hasil yang cukup jauh berbeda dengan jumlah penderita secara aktual. Namun, model transfer function yang diperoleh masih layak digunakan untuk menjelaskan keterkaitan atau hubungan antara jumlah penderita HIV/AIDS dengan jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar karena nilai aktual masih berada pada selang kepercayaan 95% dari nilai forcasting. Saran kepada peneliti berikutnya dapat memodelkan jumlah penderita HIV/AIDS di Bali secara tersendiri tanpa mengaitkan dengan sektor lainnya karena beradasarkan jumlah penderita HIV/AIDS yang terus meningkat setiap tahunnya dan kemungkinan adanya dependensi dengan penderita HIV/ AIDS pada masa sebelumnya tanpa adanya pengaruh dari sektor pariwisata akan tetapi akibat dari penularan penderita HIV/AIDS yang sudah ada. Selain itu peneliti selanjutnya juga bisa memilih satu daerah yang ada namun dibahasa secara lebih mendalam, seperti berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, perantara penyebaran, dll. Kepada Dinas Kesehatan Provinsi Bali agar melakukan pencatatan lebih intensif tidak hanya sebatas jumlah namun juga berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, latar belakang pendidikan, dll. Sehingga persebaran dari penderita HIV/AIDS lebih terlihat jelas pergerakannya serta publikasi kepada masyarakat mengenai jumlah penderita HIV/AIDS lebih sering dilakukan sehingga mampu menumbuhkan kesadaran yang lebih akan bahaya HIV/AIDS.

Daftar Pustaka

Box, G.E.P., dan Jenkins, G.M. (1976). Time Series Analysis Forecasting and Control, 2nd Edition. San Francisco: Holden-Day.

Bowerman, B.L. dan O’Connell, R.T. (1993). Forecasting and Time series: An Applied Approach, edisi ketiga. Belmont, California : Duxbury Press.

Cryer, J.D. (1986). Time Series Analysis. Boston : Publishing Company.

Daniel, W.W.(1989). Statistika Nonparametrik Terapan. Jakarta : PT. Gramedia.

Dinas Pariwisata Bali (2010). Data Objek dan Daya Tarik Wisata Tahun 2010. tidak dipublikasikan, Bali.

Farid,F.F.(2011). Pemodelan Space Pe-masangan Iklan Di Surat Kabar Harian “X” Dengan Metode Variasi Kalender Dan Fungsi Tansfer Single Input. Tugas Akhir Jurusan Statistika FMIPA. Surabaya: ITS

Johnson, L. F., Dorrington, R. E. (2006). Modelling the Deographic Impact of HIV/AIDS in South Africa and the Likely Impact of Interventions, “Demographic Research, Vol.14, No.22, pp.541-574”.

Ketshabile, L. S. (2011). Utilising Tourism Potential in Combating the Spread of HIV/AIDS through Poverty Allevaiation in Rural Areas of Botswana, “E3 Journal of Business Management and Economics, Vol. 2, No.1, pp. 001-11”.

KPAN. (1998). Buku Pegangan Untuk Wartawan : 11 Langkah Memahami HIV & AIDS. tidak dipublikasikan, Jakarta.

Listyowati (2011). Pemodelan IHK Transportasi Berdasarkan Pada Konsumsi Bahan Bakar Minyak (Premium dan Solar) Untuk Wilayah Surabaya. Tugas Akhir Jurusan Statistika FMIPA. Surabaya: ITS.

Makridakis, S., Wheelwright, S.C., dan McGee, V.E. (1999). Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta: Erlangga.

Nyabadza, F. (2008). Modeling HIV/AIDS Prevention by Defense, “International Journal of Biological and Life Science 4:2”.

Wei, W.W.S. (2006). Time Series Analysis: Univariate and Multivariate Methods. United State of America: Addison-Wesley Publishing Company Inc.