53
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TAHUN 1997/1998 – 2011/2012 DENGAN RAHMAT TUHAN MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR Menimbang : a. Bahwa ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Anugrah Tuhan Yang Maha Esa Berupa sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara tepat dan benar untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pemangunan nasional ; b. bhawa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam perlu diselenggarakan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan, dalam pola pembangunan yang berkelanjutan, melalui pengembangan pola tata ruang dalam kesatuan tata lingkungan yang dinamis, sesuai landasan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional ; c. bahwa untuk menjamin terselenggaranya hal dimaksud pada butir b. secara berdayaguna dan eberhasilguna, perlu dituangkan dalam rencana tata ruang pada tingkat Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur yang memuat arahan umum rencana tata ruang, sehingga tercipta suatu pedoman umum yang melandasi penjabaran arahan pentaa ruang dalam bentuk rencana tata ruang bagi setiap wilayah kabupaten dan kotamadya daerah tingkat II di Jawa Timur. d. Bahwa sesuai dengan Undang-Udang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, untuk menciptakan tertib penerapan kebijaksanaan penataan ruang bagi pelaksanaan pembangunan di daerah dan penyelenggaraan pemerintah, rencana tata ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur perlu ditetapkan dalam suatu peraturan daerah. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 1

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

  • Upload
    phamdan

  • View
    238

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMURNOMOR 4 TAHUN 1996

TENTANGRENCANA TATA RUANG WILAYAH

PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMURTAHUN 1997/1998 – 2011/2012

DENGAN RAHMAT TUHAN MAHA ESA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

Menimbang : a. Bahwa ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Anugrah Tuhan Yang Maha Esa Berupa sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara tepat dan benar untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pemangunan nasional ;

b. bhawa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam perlu diselenggarakan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan, dalam pola pembangunan yang berkelanjutan, melalui pengembangan pola tata ruang dalam kesatuan tata lingkungan yang dinamis, sesuai landasan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional ;

c. bahwa untuk menjamin terselenggaranya hal dimaksud pada butir b. secara berdayaguna dan eberhasilguna, perlu dituangkan dalam rencana tata ruang pada tingkat Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur yang memuat arahan umum rencana tata ruang, sehingga tercipta suatu pedoman umum yang melandasi penjabaran arahan pentaa ruang dalam bentuk rencana tata ruang bagi setiap wilayah kabupaten dan kotamadya daerah tingkat II di Jawa Timur.

d. Bahwa sesuai dengan Undang-Udang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, untuk menciptakan tertib penerapan kebijaksanaan penataan ruang bagi pelaksanaan pembangunan di daerah dan penyelenggaraan pemerintah, rencana tata ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur perlu ditetapkan dalam suatu peraturan daerah.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 1

Page 2: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Jawa Timur juncto Undang-Undang Nomor 18 tahun 1950 perihal mengadkan Perubahan dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur;

2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3034) ;

3. Undng-Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823) ;

4. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan (Lembaran Negara tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831) ;

5. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah (Lembaran Negara tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) ;

6. Undang-undang Nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 nomor 65, tambahan Lembaran Negara Nomor 3064) ;

7. Undang-Undang Nomor 13 tahun 1980 tentang jalan (Lembaran Negara tahun 1980 Nomor 83, Tambahan lembaran Negara Nomor 3186) ;

8. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang pokok-pokok Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) ;

9. Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) ;

10.Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian ( Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274) ;

11.Undang-Undang Nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299) ;

12.Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419) ;

13.Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara tahun 1990 Nomor 78, tambahan lembaran negara nomor 3427) ;

14.Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469 ) ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 2

Page 3: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

15.Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470) ;

16.Undang-Undang 24 tahun 1992 tentang penataan Ruang (lembaran Neagara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501) ;

17.Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1969 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2916) ;

18.Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1970 Tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2945) ;

19.Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225) ;

20.Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1982 tentang irigasi (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226) ;

21.Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1985 tentang jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3239) ;

22.Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294) ;

23.Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone) juncto Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 199 tentang kawasan Berikat (Bonded Zone) (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3334) ;

24.Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1991 tentang rawa ;

25.Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1991 tentang sungai ;

26.Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam ;

27.Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara pera serta masyarakat dalam penataan ruang ;

28.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Kawasan Industri ;

29.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 3

Page 4: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

30.Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 tahun 1993 tentang bentuk Peraturan daerah dan Peraturan Daerah Perubahan ;

31.Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 tahun 1991 tentang penetapan kawasan lindung di daerah tingkat I Jawa Timur ;

32.Peraturan Daerah Propinsi Daerah tingkat I jawa Timur Nomor 3 tahun 1993 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1994/1995 – 1998/1999 ;

33.Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 tahun 1986 tentang Penyidikan Pegawai Negeri Sipil.

Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TAHUN 1997/1998–2011/2012.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah Tingkat I, adalah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

b. Daerah Tingkat II, adalah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di Jawa Timur ;

c. Pemerintah Daerah Tingkat I, adalah Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

d. Gubernur Kepala Daerah, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

e. Kepala Daerah Tingkat II adalah Bupati/Walikotamadya Kepla Daerah Tingkat II di Jawa Timur ;

f. Wilayah, adalah ruang yang merupakan kesatuan Geografis beserta unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional ;

g. Ruang, adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya serta memelihara kelangsungan hidupnya ;

h. Tata Ruang, adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 4

Page 5: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

i. Penataan ruang, adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang ;

j. Rencana tata ruang, adalah hasil perencanaan tata ruang ;

k. Rencana tata ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur yang selanjutnya disingkat RTRWP Daerah Tingkat I, adalah merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang Wialayah Nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, yang menjadi pedoman untuk penataan ruang wialayah Daerah Tingkat II yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perijinan lokasi pembangunan ;

l. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, adalah merupakan penjabaran rencana tata ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I kedalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya yang menjadi pedoama untuk perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten/Kotamadya ;

m. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya ;

n. Kawasan Lindung, adalah kawasan yang ditetapkan dengan funsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan ;

o. Kawasan budidaya, adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan ;

p. Kawasan Pedesaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian tremasuk pengelolaan sumber aya alam dengan sususnan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanaan sosial dan kegiatan ekonomi ;

q. Kawasan Perkotaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan sususnan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi palayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi ;

r. Kawasan tertentu, adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan ;

s. Kawasan andalan, adalah kawasan budidaya yang dapat berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sendiri dan kawasan disekitarnya, serta dapat mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang wialayah nasional ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 5

Page 6: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

t. Kawasan pengendalian ketat adalah kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif dan menjamin proses pembangunan yang berkelannjutan ;

u. Satuan Wilayah Pembangunan yang selanjutnya disingkat SWP adalah kesatuan ruang wilayah yang mempunyai spesifik fisik, sosial, ekonomi, serta memerlukan menejemen penyelenggaraan pembangunan yang tertentu untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan laju pertumbuhan wilayah yang berhasil guna dan berdayaguna.

BAB II

ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN

Pasal 2

RTRWP Daerah Tingkat I didasarkan atas asas :

a. Pemafaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan ;

b. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Pasal 3

(1) Tujuan Umum RTRWP Daerah Tingkat I :

a. Menumbuhkan ekonomi wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dalam rangka pertumbuhan ekonomi Nasional ;

b. Memeratakan perkembangan ekonomi sosial budaya masyarakat diseluruh wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur melalui pengurangan kesenjangan ekonomi antar wilayah ;

c. Mengintregasikan wilayah dalam rangka memantapkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, termasuk integrasi wilayah kepulauan dengan wilayah daratan utama Jawa Timur ;

d. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya alam secara serasi dengan sumber daya alam manusia dan sumber daya buatan ;

e. Menyeimbangakan ekologi seluruh wialayah Jawa Timur dalam kaitannya dengan ekosistem pulau Jawa dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan ;

f. Menyeimbangkan kemandirian aspek Hankam disetiap Wilayah Daerah Tingkat I dalam rangka menciptakan stabilitas Daerah yang semakin mantap dan dinamis.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 6

Page 7: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

(2) Tujuan Khusus RTRWP Daerah Tingkat I :

a. Mengatur tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya yang terarah berlandaskan rencana tata ruang yang mantap dan mengacu pada prinsip kelestarian, optimal dan keseimbangan;

b. Menata intensitas penggunaan tanah yang sesuai dengan fungsi dan daya dukung suatu kawasan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang lebih luas ;

c. Mewujudkan suatu tatanan lingkungan hidup fisik yang serasi, antara unsur manusia, unsur buatan dan unsur alami, sebagai bagian dari upaya memantapakan kesejahteraan masyarakat;

d. Mewujudkan suatu tatanan lingkungan yang menjamin terwujudnya asas pembangunan berkelanjutan.

Pasal 4

Sasaran RTRWP Daerah Tingkat I adalah untuk :

a. Mengurangi kesenjangan perkembangan ekonomi diseluruh wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, dengan upaya memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah yang kurang berkembang terutama Jawa Timur bagian Selatan, Wilayah Madura dan Kepulauan, serta wilayah yang masih terbelakangg lainnya, melalui :

1. Penataan pendayagunaan sumber daya ala, secara optimal ;

2. Penataan struktur wilayah ;

3. peningkatan kemudahan pencapaian antar wilayah baik di bidang ekonomi maupun sosial ;

b. Memantapkan fungsi dan peranan kawasan yang berfungsi lindung ;

c. Memantapkan keseimbangan daya dukung wilayah Propinsi Daerah Tingkat I terhadap perkembangan penduduk dan kegiatannya, sehingga selain terarah untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan pemerataan ekonomi juga kelestarian lingkungan ;

d. Mengoptimalkan pemanfaatan unsur ruang kawasan budidaya yang menjamin asas keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum bagi masyarakat.

BAB III

KEDUDUKAN, FUNGSI DAN JANGKA WAKTU

Pasal 5

Kedudukan RTRWP Daerah Tingkat I adalah :

a. Merupakan penjabaran dan strategi nasional pengembangan pola tata ruang dan merupakan matra ruang dari pola Dasar Pembangunan Darah Tingkat I ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 7

Page 8: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

b. Menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Pola Pembangunan Lima Tahun Daerah Tingkat I ;

c. Menjadi dasar penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II .

Pasal 6

Fungsi RTRWP Daerah Tingkat I adalah :

a. Meningkatkan daya guna dan tertib penyelenggaraan pembangunan daerah baik sektoral maupun lintas sektoral, dengan berwawasan tata ruang secara terarah dan optimal ;

b. Memeberikan Pokok-Pokok kebijaksanaan tentang pemanfaatan dan pengendalian ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan serta berasaskan pembangunan yang berkelanjutan ;

c. Memberikan kepastian pola investasi, baik yang dilakukan Pemerintah dan masyarakat/swasta secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri ;

d. Memberikan Pedoman untuk pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah disetiap Daerah Tingkat II, dalam hal penyusunan rencana tata ruang Daerah Tingkat II yang lebih rinci;

e. Menciptakan acuan bagipengembangan sistem pelayanan umum kepada masyarakat, yang berasaskan keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Pasal 7

RTRWP Daerah Tingkat I disusun untuk masa waktu 15 (lima belas) tahun, yaitu Tahun 1997/1998 – 2011/2012.

BAB IV

KEBIJAKSANAAN POKOK

DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TATA RUANG

Pasal 8

Untuk mencapai tujuan, sasaran, fungsi dan kedudukan RTRWP Daerah Tingkat I dimaksud, pengaturan tata ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan :

a. Pemanfaatan fungsi kawasan lindung ;

b. Pengembangan daya guna dan hasil guna fungsi kawasan budidaya ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 8

Page 9: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

c. Pengembangan struktur wilayah yang terwujud dalam penataan sistem kota-kota ;

d. Pengembangan sistem sarana dan prasarana utama wialayh yang terkait struktur wilayah yang ditetapkan ;

e. Pengembangan wilayah Prioritas ;

f. Pengembangan kerangka umum sistem pelaksanaan rencana tata ruang dalam bentuk sistem pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 9

Untuk memenuhi kebijaksanaan sebagaimana tersebut dalam pasal 8, strategi pengembangan tata ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur mencakup :

a. Strategi keseimbangan daya dukung air terhadap kebutuhan perkembangan penduduk dan kegiatannya ;

b. Strategi keseimbangan daya dukung pangan khususnya beras terhadap kebutuhan perkembangan penduduk dan kegiatannya ;

c. Strategi pertumbuhan dan pengembangan ekonomi wilayah yang optimal terhadap pembangunan ekonomi nasioanal, mengikuti dan menyesuaikan perkembangan ekonomi pasar bebas dunia ;

d. Strategi pemerataan ekonomi wilayah melalui pengurangan kesenjangan ekonomi antar wilayah di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

e. Strategi pemanfaatan ruang wilayah secara optimal yang mencerminkan keterkaitan antara sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan ;

f. Strategi pelaksanaan rencana tata ruang yang melalui upaya pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang berdayaguna, berhasilguna serta didasarkan pada asa keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum dalam pelayanan umum kepada seluruh lapisan masyarakat.

Pasal 10

Untuk memenuhi keseimbangan daya dukung air, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a, strategi penanganannya adalah sebagai berikut :

a. Pelestarian sumber-sumber air, baik air permukaan maupun air bawah tanah tanah ;

b. Pengaturan pemanfaatan air secara berdayaguna dan berhasilguna ;

c. Pengaturan kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mempertimbangkan peningkatan dan kelestarian fungsi hidroorologis kawasan serta penanggulangan erosi ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 9

Page 10: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

d. Penataan luas dasar dan lantai bangunan khususnya diwilayah pegunungan ;

e. Pengembangan resapan air ;

Pasal 11

Untuk mencapai keseimbangan daya dukung pangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b, strategi penangananya adalah sebagai berikut :

a. Penetapan Kawasan pertanian absolut untuk mempertahankan fungsi sawah irigasi kecuali pada lokasi-lokasi tertentu ;

b. Pencetakan sawah baru pada wilayah yang memungkinkan ;

c. Peningkatan Pelayanan sarana dan prasarana irigasi ;

d. Intensifikasi pengelolaan lahan pertanian ;

Pasal 12

Untuk memacu pertumbuhan dan pengembangan ekonomi wilayah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c strategi penanganannya diarahkan sebagai berikut ;

a. Pengembangan Kawasan andalan dan Sektor-sektor unggulan wilayah ;

b. Pengembangan Kawasan industri khususnya agro industri dan kawasan-kawasan yang mendukung ekspor non migas ;

c. Pengembangan sarana dan prasarana transportasi wilayah ;

d. Pengembangan sarana dan prasarana air bersih/air baku .

Pasal 13

Untuk mengembangakan pemerataan tingkat perkembangan ekonomi antar wilayah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf d strategi penangananya adalah sebagai berikut ;

a. Pemantapan struktur wilayah dan sistem kota-kota ;

b. Pemantapan sistem kemudahan (accessibility) antar wilayah ;

c. Pengembangan kegiatan usaha utama di dalam sektor-sektor unggulan ;

d. Pengembangan sarana dan prasarana air bersih/air baku ;

e. Pengembangan sistem insentif bagi investasi pada wilayah kurang berkembang .

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 10

Page 11: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 14

Untuk memantapkan pemanfaatan ruang wilayah secara optimal sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf e strategi penanganannya adalah sebagai berikut :

a. Penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya secara optimal, baik untuk mencapai sasaran pembangunan yang berkelanjutan maupun peningkatan nilai tambah ekonomi kawasan ;

b. Pengaturan antar dan didalam kawasan budidaya yang menciptakan hubungan sosial-ekonomi secara saling menunjang;

c. Penatagunaan tanah secara berdayaguna dan berhasilguna di wilayah permukiman maupun diwilayah bukan permuiman pada kawasan budidaya.

Pasal 15

Untuk memantapkan pelaksanaan rencana tata ruang yang berdayaguna dan berhsailguna, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf f strategi penanganannya adalah sebagai berikut :

a. Penetapan progam pemanfaatan ruang yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan iklim investasi pembangunan oleh Pemerintah terutama swasta ;

b. Pengembangan sistem insentif dan disintetif dibidang ekonomi maupun fisik ;

c. Pengembangan sistem pengendalian pemanfaatan ruang yang sebaik-baiknya, baik meliputi sistem pengawasan maupun penertiban ;

d. Pengembangan sistem perijinan pamanfaatan ruang ;

e. Pengembangan sistem pelayanan umum pemanfaatan ruang bagi seluruh lapisan masyarakat ;

f. Pengembangan sistem kelembagaan yang mendukung pelaksanaan tata ruang secara berdayaguna dan berhasilguna.

BAB VPOKOK-POKOK RENCANA TATA RUANG WILAYAH

PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

Bagian Pertama

Standar Klasifikasi Peruntukan Tanah

Pemanfaatan Ruang

Pasal 16

(1) Untuk memantapkan sistem perencanaan tata ruangn, pemanfaatan ruang diseluruh wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ditetapkan standar klasifikasi peruntukan tanah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 11

Page 12: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

(2) Penerapan Standart Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap tingkatan dan atau jenis rencana adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran II ;

(3) Setiap jenis kawasan yang ditetapkan dalam standart klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi pengertian fungsi utama kawasan yang bersangkutan, yang dalam batas-batas tertentu dapat bercampur dengan jenis kawasan lainnya sebagai fungsi penunjang ;

(4) Fungsi Penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan fungsi utama kawasan ;

(5) Fungsi utama kawasan budidaya sekurang-kurangnya mencakup 50% (limapuluh persen) luas kawasan yang bersangkutan ;

(6) Kelayakan percampuran fungsi utama dan penunjang dalam suatu kawasan ditetapkan oleh gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sesuai dengan kewenangannya ;

(7) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangnan yang berlaku.

Bgian Kedua

Penataan Kawasan Lindung dan Budidaya

Pasal 17

(1) Struktur atau komposisi rencana luas jenis kawasan lindung dan budidaya wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ditetapakan sebagaimana tersebut dalam Lampiran III ;

(2) Rencana persebaran setiap jenis kawasan sebagaimana tersebut dalam lampiran IV ;

(3) Penetapan arahan masing-masing jenis kawasan yang dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran V ;

(4) Rencana struktur persebaran dan penetapan arahan penataan masing-masing jenis kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) merupakan pedoman perencanaan tata ruang bagi setiap daerah tingkat II.

Pasal 18

(1) Dalam rangka penyusunan rencana tata ruang di Daerah Tingkat II pada tingkat yang lebih rinci, dilakukan penjabaran arahan penataan kawasan sebagaimana dimaksud pada pasal 17, berdasarkan pedoman umum dan ketentuan pengaturan rinci kawasan, baik bagi kawasan lindung maupun kawasan budidaya;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 12

Page 13: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

(2) Gubernur Kepala Daerah menetapkan Pedoman umum dan petunjuk teknis pengaturan/penataan rinci kawasan lindung diluar kawasan hutan yang sekurang-kurangnya mencakup :

a. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat penetapan perluasan/pengembangan lokasi suatu kawasan ;

b. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat rancang bangun kawasan ;

c. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat percampuran fungsi kegiatan dalam suatu kawasan ;

d. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat perubahan/alih fungsi kawasan.

(3) Gubernur Kepala Daerah menetapkan pedoman umum dan petunjuk teknis pengaturan/penataan rinci kawasan budidaya dan budidaya diluar kawasan hutan yang sekurang-kurangnya mencakup :

a. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat penetapan perluasan/pengembangan lokasi suatu kawasan ;

b. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat rancang design bangun kawasan ;

c. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan aatu syarat-syarat percampuran fungsi kegiatan dalam suatu kawasan ;

d. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat perubahan/alih fungsi ;

e. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat rancang bangun secara vertikal dan horisontal suatu kawasan ;

f. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat fisik dan geometril ruang suatu kawasan ;

g. Pengaturan umu dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat berkenaan dengan penerapan matra Ipoleksosbudhankam dalam suatu kawasan ;

h. Pengaturan umum dan teknis tentang kriteria dan atau syarat-syarat berkenaan dengan aspek kelestarian fungsi lingkungan hidup suatu kawasan.

Bagian Ketiga

Arahan Khusus Penataan Beberapa Kawasan

Pasal 19

(1) Upaya perluasan atau pengembangan lokasi kawasan suaka alam dan pelestarian alam diselenggarakan berdasarkan penelitian secara khusus yang menghasilkan identifikasi tentang

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 13

Page 14: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

lokasi kebutuhan lokasi-lokasi perluasan baru dan ditetapkan secara sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

(2) Penegasan batas lapangan kawasan suaka alam dan pelestarian alam ditetapkan secara koordinatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menghindari sengketa penggunaan kawasan pada areal perbatasan kawasan dimaksud.

Pasal 20

(1) Upaya perluasan atau pengembangan lokasi kawasan hutan lindung diselenggarakan berdasarkan penelitian secara khusus yang menghasilkan identifikasi tentang lokasi kebutuhan lokasi-lokasi perluasan baru dan ditetapkan secara sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

(2) Upaya perluasan atau pengembangan lokasi kawasan hutan lindung dilaksanakan diseluruh wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jawa Timur treutama DAS Brantas dan DAS Bengawas Solo serta DAS Pekalen Sampean ;

(3) Batas lapangan kawasan hutan lindung yang dikuasai Pemerintah ditetapkan secara tegas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menghindari sengketa penggunaan kawasan pada areal perbatasan kawasan dimaksud ;

(4) Kawasan pada kemiringan 25-40 % yang berpotensi erosi ditetapkan sebagai kawasan resapan air absolut, dan pada kawasan hutan tetap diarahkan peruntukannya sebagai kawasan hutan produksi dengan sistem cilvi kultur intensif.

Pasal 21

Untuk meningkatkan kapasitas dan kelestarian mata air, maka wilayah tangkapan air dikembangkan penghijauan dengan jenis tanaman keras yang mempunyai potensi untuk meningkatkan kandungan air bawah tanah melalui penghijauan.

Pasal 22

Pada kawasan rawan bencana alam, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan batas kawasan terlarang untuk Permukiman.

Pasal 23

(1) Pembangunan kawasan perumahan diwilayah perkotaan dikembangkan dengan memperhatikan terciptanya sistem unit pelayanan dan pusat lingkungan perkotaan secara keseluruhan

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 14

Page 15: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

sehingga setiap lokasi perumahan mendapatkan kemudahan pelayanan fasilitas umum dan sosial lingkungan secara relatif merata ;

(2) Pembangunan fasilitas umum dan sosial pada kawasan perumahan baru dikembangkan dengan mempertimbangkan kebutuhan pelayanan fasilitas umum dan sosial bagi kawasan perumahan lama yang telah berkembang dengan sendirinya ;

(3) Untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna pembangunan kawasan perumahan perkotaan, pada kawasan perumahan baru yang merupakan perumahan tipe besra, pengembangan utilitas umum diarahhkan dengan menggunakan sistem bawah tanah (under ground) dan sistem sanitasnya diarahkan sebagai resapan tidak setempat (off site sanitation) ;

(4) Kawasan perumahan kampung dalam kota yang dipandang mempunyai nilai budaya tertentu dan dipaertahankan untuk kepentingan pariwisata tetap ditingkatkan kualitas lingkungannya termasuk fasilitas umum dan sosial yang dibutuhkan oleh penduduk setempat, tanpa mengurangi nilai budaya yang dipertahankan ;

(5) Batas kawasan perumahan kampung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Kepala Daerah Tingkat II, dan nerupakan batas kawasan yang tidak dimaksudkan sebagai obyek peremajaan total (urban renewal) ;

(6) Gubernur Kepala Daerah meneptappkan kawasan siap bangun pada wilayah yang mencakup lebih dari satu Daerah Tingkat II ;

(7) Mengingat semakin terbatasnya lahan, rumah susun/flat dan condominium didorong perkembangannya dan ditata sevara serasa dengan kawasan perumahan perkotaan lainnya, dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat ;

(8) Penataan permukiman pada lokasi yang berbatasan dengan sungai, disamping memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang sempadan sungai juga harus mempertimbangkan dampak banjir puncak.

Pasal 24

(1) Kawasan perumahan villa dan rumah kebun dikembangkan secara serasi dan terpadu dengan kawasan permahan lainnya ;

(2) Kawasan perumahan villa diwilayah pegunungan dikembangkan secara terbatas dengan emperhatikan daya dukung lingkungan, kondisi sosial budaya masyarakat setempat serta tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup ;

(3) Pembangunan kawasan perumahan villa dan rumah kebun dikembangkan dengan memperhatikan terciptanya sistem unit dan pusat lingkungan permukiman secara keseluruhan sehingga

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 15

Page 16: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

setiap lokasi perumahan mendapatkan kemudahan pelayanan fasilitas umum dan sosial lingkungan secara relatif merata ;

(4) Pembangunan fasilitas umum dan sosial pada kawasan perumahan villa dan rumah kebun baru, dikembangkan dengan mempertimbangkan kebutuhan pelayanan fasilitas umum dan sosial bagi kawasan perumahan lama yang telah berkembang dengan sendirinya ;

(5) Untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna pembangunan kawasan perumahan, pada kawasan perumahan villa/rumah kebun baru, maka utilitas umum yang dikembangkan diarahkan untuk sistem bawah tanah (under ground), dan sistem sanitasinya diarahkan sebagai resapan tidak setempat (off site sanitation).

Pasal 25

(1) Lokasi individual pada kawasan sepanjang jalan anteri dan sungai dibatasi perkembangannya ;

(2) Lokasi individual yang telah berkembang ditingkatkan kualitasnya melaluipenataan kawasan secara terpadu, yang meliputi penyediaan perumahan pekerja sistem pematusan, sistem pembuangan limbah domestik, jalan keluar masuk sertapangkalan parkir truk ;

(3) Penataan lokasi industri individual diselenggarakan dengan partisipasi perusahaan industri yang mendapatkan pelayanan penataan kawasan.

Pasal 26

(1) Kawasan pertambangan galian C diwilayah perkotaan dilarang, kecuali penggalian pasir bagian hilir sungai dan dilaut ;

(2) Penggalian pasir sungai dan laut diwilayah perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan.

Pasal 27

(1) Pada wilayah peroktaan, khususnya pada pusat-pusat lingkungan, dikembangkan kawasan perdagangan dan jasa bagi usaha golongan ekonomi lemah yang lokasinya dikembangkan secara serasi dengan kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan lainnya ;

(2) Pada perumahan padat penduduk dan sepanjang jalan lingkungan perumahan, bangunan dan kegiatan pergudangan dibatasi perkembangannya ;

(3) Pemerintah daerah tingkat II mengembangkan ketentuan-ketentuan penataan lingkungan dimaksud pada aya (1) dan (2) sesuai dengan kondisi dan situasi setempat.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 16

Page 17: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 28

(1) Kawasan ruang terbuka hijau/taman kota dan hutan kota yang luas bangunan dikembangkan pada setiap kota yang luas akumulatif sekurang-kurangnya antara sepuluh dan lima belas persen dari luas wilayah terbangun kota ;

(2) Kawasan dimaksud pada ayat (1) dikembangkan secara tersebar pada wilayah sekitar pusat-pusat kota atau pusat lingkungan.

Pasal 29

Penataan kawasan Tertentu dan Kawasan Khusus ditetapkan secara tersendiri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keempat

Kawasan Pedesaan

Pasal 30

(1) Penataan ruang pedesaan dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional ;

(2) Untuk meningkatkan efektifitas dan efisien produksi, sistem koleksi dan distribusi barang dan jasa dikembangkan desa yang dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan yang didukung dengan pengembangan jaringan transportasi, telekomunikasi dan fasilitas lainnya ;

(3) Pengembangan Struktur ekonimi perdesaan bertumpu pada sektor pertanian dan memperhatikan karakteristik sosial budaya ;

(4) Masuknya investasi, teknologi produksi serta jenis modal usaha lainnya dikawasan perdesaan dilakukan dengan memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan massyarakat setempat.

Bagian Kelima

Sistem Kota-kota

Pasal 31

(1) Kota-kota yang ditetapkan sebagai pusat-pusat pengembangannya berdasarkan hirakhirnya adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran VI ;

(2) Namun kota, orde kota, besaran kota, fungsi dan peranan kota serta kegiatan fungsi dasar yang dikembangkan adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran VII.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 17

Page 18: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Bagian Keenam

Kawasan Andalan dan Kawasan Pengendalian Ketat

(Wilayah Prioritas)

Pasal 32

(1) Kawasan prioritas yang dikembangkan sampai dengan Tahun 2011/2012 adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran VIII ;

(2) Kawasan pengendalian ketat yang diprioritaskan sampai dengan Tahun 2011/2012 adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran IX.

Bagian Ketujuh

Pengembangan Struktur Wilayah SWP – I

Pasal 33

(1) Wilayah Gerbang Kertosusilo dibagi dalam 6 (enam) sub wilayah, yaitu :

a. Sub-wilayah Surabaya Raya ;

b. Sub-wilayah pengaruh Surabaya Raya di Bangkalan ;

c. Sub-wilayah pengaruh Surabaya Raya di Lamongan ;

d. Sub-wilayah pengaruh Surabaya Raya di Mojokerto ;

e. Sub-wilayah pengaruh Surabaya Raya di Sidoarjo ;

f. Sub-wilayah pengaruh Surabaya Raya di Gresik.

(2) Sub wilayah Surabaya Raya meliputi :

a. Seluruh wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya ;

b. Seluruh wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Gresik ;

c. Seluruh wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sidoarjo ;

d. Seluruh wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bangkalan.

Pasal 34

(1) Arah pengembangan fungsi masing-masing sub-wilayah adalah sebagai berikut :

a. Sub wilayah Surabaya Raya, meliputi fungsi : perniagaan, pemerintahan, permodalan industri, pariwisata dan informasi ;

b. Sub wilayah pengaruh Surabaya Raya di Bangkalan meliputi fungsi : peternakan, argo industri, industri, pengolahan, informasi dan perniagaan ;

c. Sub wilayah pengaruh Surabaya Raya di Lamonagn, meliputi fungsi : pertanian argo industri dan industri pengolahan ;

d. Sub wilayah pengaruh Surabaya Raya di Mojokerto, meliputi fungsi : pertanian, argo industri, industri pengolahan dan pariwisata ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 18

Page 19: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

e. Sub wilayah pengaruh Surabaya Raya di Gresik, meliputi fungsi : Industri pengelolaan perniagaan, pertanian dan pariwisata ;

f. Sub wilayah pengaruh Surabaya Raya di Sidoarjo, meliputi fungsi : Perniagaan , pertanian, agro industri dan industri pengolahan ;

g. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah kepulauan dikembangkan sistem transportasi laut dan udara.

(2) Arah pengembangan fungsi sub-wlilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran X ;

(3) Hubungan antara sub-wilayh Surabaya Raya yang berciri kota raya dengan sub-wilayah pengaruhnya, terkait pada pengembangan secara serasi antar aspek pertumbuhan ekonomi dan aspek pengembangan sosial ;

(4) Hubungan sub-wilayah dimaksud ayat (3) sebagaimana tersebut dalam lampiran XI.

Pasal 35

Konsepsi struktur wilayah sub-wilayah Surabaya Raya dan wilayah Gerbang Kertosusila adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran XII.

Bagian Kedelapan

Pengembangan Struktur Wilayah SWP-II

Pasal 36

(1) SWP II terdiri dari Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sampang, dengan pusat utama adalah Kota Sumenep;

(2) Prioritas pengembangan Kota Sumenep pada kegiatan perniagaan, pariwisata dan fasilitas pendukungnya, dengan dukungan wilayah belakang (hinterland) yaitu pada pengembangan sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, pariwisata, agro-industri (garam) dan pertambangan dan energi;

(3) Sub pusat pengembangan pertama adalah Kota Pamekasan, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, pariwisata an agroindustri (garam);

(4) Sub pusat pengembangan kedua adalah Kota Sampang, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan agroindustri (garam);

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 19

Page 20: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

(5) Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah kepulauan, maka sektor ekonomi yang dikembangkan terutama adalah perikanan, peternakan dan pertanian tanaman pangan, dengan dukungan pengembangan sistem transportasi laut dan udara.

Bagian Kesembilan

Pengembangan Struktur Wilayah SWP-III

Pasal 37

(1) SWP III terdiri dari wilayah Kabupaten Banyuwangi, dengan pusat utama adalah Kota Banyuwangi.

(2) Prioritas pengembangan Kota Banyuwangi diarahkan pada kegiatan perniagaan, sistem transportasi, pariwisata dan fasilitas pendukungnya, dcngan dukungan pengembangan wilayah belakang (hinterland) yaitu pada pengembangan sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan pariwisata;

(3) Potensi jalur wisata dan sistem transportasi regional di-manfaatkan secara optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah;

(4) Dikembangkan pelabuhan udara untuk meningkatkan kemudahan wilayah dan mendorong pengembangan pariwisata.

Bagian Kesepuluh

Pengembangan Struktur Wilayah SWP – IV

Pasal 38

(1) SWP IV terdiri dan wilayah Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso, dengan pusat utama adalah Kota Jember;

(2) Prioritas pengembangan Kota Jember diarahkan pada kegiatan perniagaan, pendidikan, pariwisata dan fasilitas pendukungnya, dengan dukungan wilayah belakang (hinterland) yaitu pada pengembangan sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, pariwisata dan agro-industri;

(3) Sub pusat pengembangan pertama adalah Kota Situbondo, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pariwisata dan industri pengolahan;

(4) Sub pusat pengembangan kedua adalah Kota Bondowoso, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, peternakan dan pariwisata;

(5) Kemudahan (accessibility) yang tinggi dari sistem transportasi regional dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan sistem kota-kota dan upaya peningkatan sistem koleksi dan distribusi.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 20

Page 21: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Bagian Kesebelas

Pengembangan Struktur Wilayah SWP – V

Pasal 39

(1) SWP V terdiri dari Wilayah Kotamadya Probolinggo, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, Pasuruan dengan pusat utama adalah Kota Probolinggo ;

(2) Prioritas pengembangan Kota Probolinggo diarahkan pada kegiatan perniagaan, industri dan pendidikan, dengan dukungan wilayah belakang (hinterland) yaitu pada pengembangan sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pariwisata, agro-industri, industri pengolahan, pertambangan dan energi;

(3) Sub pusat pengembangan adalah Kota Lumajang, yang mendukung pengembangan wilayah belakang (hinterland), ter-utama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, dan petemakan;

(4) Pengembangan sistem transportasi regional, terutama Jalur Pantura Bali, dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan sistem kota-kota dan upaya perkembangan kawasan pantai utara.

Bagian Keduabelas

Pengembangan Struktur Wilayah SWP – VI

Pasal 40

(1) SWP VI terdiri dari wilayah Kotamadya Malang, Kabupaten Malang, Kotamadya Pasuruan, dan Kabupaten Pasuruan dengan pusat utama adalah Kota Malang;

(2) Prioritas pengembangan Kota Malang diarahkan pada kegtatan industri, pariwisata, pendidikan dan perniagaan dengan dukungan wilayah belakang (hinterland) yaitu pada pengembangan sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan. peternakan, kehutanan, pariwisata, agro industri, industri pengolahan dan pertambangan ;

(3) Sub pusat pengembangan adalah Kota Pasuruan, yang men-dukung pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, pariwisata, agro industri dan industri pengolahan ;

(4) Kemudahan (accessibility) yang tinggi dari sistem transportasi regional ddimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan sistem kota-kota dan upaya pengendalian terhadap perubahan kawasan pertanian yang potensial menjadi perumahan/industri.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 21

Page 22: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Bagian Ketigabelas

Pengembangan Struktur Wilayah SWP-VII

Pasal 41

(1) SWP VII terdiri dari Wilayah Kotamadya Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Blitar, Kotamadya Blitar, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Jombang, dengan pusat utama adalah Kota Kediri ;

(2) Prioritas pengembangan Kota Kediri diarahkan pada kegiatan perniagaan, industri pengolahan, dan pendidikan dengan dukungan wilayah belakang (hinterland) yaitu pada pengembangan sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, pariwisata, agroindustri, industri pengolahan (bahan tambang) dan pertamabangan ;

(3) Sub pusat pengembangan pertama adalah kota tulungagung, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, pariwisata, agro industri, industri pengolahan (bahan tambang) dan pertambangan;

(4) Sub pusat pengembangan kedua adalah Kota Blitar, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, peternakan. pariwisata, agroindustri, industri pengolahan (bahan tarn bang) dan pertambangan ;

(5) Sub pusat pengembangan ketiga adalah Kota Jombang, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, agroindustri dan industri pengolahan ;

(6) Sub pusat pengembangan keempat adalah Kota Nganjuk, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor, pertanian, kehutanan dan pariwisata;

(7) Sub pusat pengembangan kelima adalah Kota Trenggalek, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, pariwisata, agro industri, industri pengolahan (bahan tarn bang) dan pertambangan ;

(8) Pengembangan sistem transportasi regional dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan sistem kota-kota dan upaya peningkatan dayaguna dan hasilguna sistem koleksi dan distribusi.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 22

Page 23: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Bagian Keempatbelas

Pengembangan Struktur Wilayah SWP – VIII

Pasal 42

(1) SWP VIII terdiri dari wilayah Kabupaten Madiun, Kotamadya Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Pacitan dengan pusat utama adalah Kota Madiun;

(2) Prioritas pengembangan Kota Madiun diarahkan pada kegiatan pemiagaan, agroindustri, industri pengolahan, transportasi dan pendidikan dengan dukungan wilayah belakang (hinterland) yaitu pada pengembangan sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, pariwisata, agro industri, industri pengolahan dan pertambangan ;

(3) Sub pusat pengembangan pertama adalah Kota Magetan, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutuama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan pariwisata ;

(4) Sub psat pengembangan kedua adalah Kota Ngawi, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), trerutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata ;

(5) Sub sektor pengembangan ketiga adalh Kota Ponorogo, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hiterland), terutama pada sektor/sub sektor : Pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, pariwisata dan pertambangan ;

(6) Sub Pusat pengembangn keempat adalah Kota Pacitan, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hiterland), terutama pada sektor/sub sektor : pertanian, perkebunan, perikanan, petrnakan, pariwisata dan pertambangan ;

(7) Untuk mendorong perkembangan ekonomi wilayah Pacitan dan sekitarnya, dikembangkan hubungan transportasi udara ;

(8) Kemudahan (accessibility) yang tinggi dari sistem transportasi regional dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan sistem kota-kota dan upaya peningkatan dayaguna dan hasil-guna sistem koleksi dan distribusi.

Bagian Kelima belas

Pengembangan Struktur Wilayah SWP - IX

Pasal 43

(1) SWP IX terdiri dari wilayah Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bqjonegoro dengan pusat utama adalah Kota Tuban ;

(2) Prioritas pengembangan pada kegiatan perniagaan, industri dan transportasi dengan dukungan pengembangan wilayah belakang (hinterland), yaitu pada pengembangan sektor/sub sektor :

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 23

Page 24: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

pertanian, peternakan, kehutanan, industri pengolahan dan pertambangan ;

(3) Sub pusat pengembangan adalah Kota Bojonegoro, yang mendorong pengembangan wilayah belakang (hinterland), terutama pada sektor/sub scktor : pertanian, peternakan dan kehutanan;

(4) Kemudahan (accessibility) yang tinggi dan pengembangan jalur transportasi regional Pantai Utara Pulau Jawa (Pantural dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi vvilayah.

BAB VI

POLA PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI

Bagian Pertama

Prasarana Transportasi

Pasal 44

Untuk mewujudkan perkembangan wilayah seperti di-rencanakan, maka pengembangan kawasan transportasi udara sampai dengan tahun 2011/2012 diarahkan pada :

a. Peningkatan kemampuan pelabuhan udara Juanda;

b. Penyiapan rencana kawasan pelabuhan udara di Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan ;

c. Peningkatan fungsi pelabuhan udara Abdurahman Saleh sebagai pelabuhan domestik;

d. Pengembangan pelabuhan udara di Bawean, Basalembu, Kangean, Trunojoyo-Sumenep, Banyuwangi dan Pacitan.

Pasal 45

Untuk mewujudkan perkembangan wilayah seperti direncanakan, maka pengembangan kawasan transportasi laut sampai dengan Tahun 2011/2012 diarahkan pada :

a. Pengembangan pelabuhan Tanjung Perak;

b. Pengembangan pelabuhan Gresik;

c. Pengembangan pelabuhan Bawean ;

d. Pengembangan pelabuhan Tuban ;

e. Pengembangan pelabuhan Probolinggo ;

f. Pengembangan pelabuhan Meneng/Tanjung Wangi;

g. Pengembangan pelabuhan Kalianget;

h. Pengembangan pelabuhan Masalembu ;

i. Pengembangan pelabuhan Kangean ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 24

Page 25: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

j. Penyiapan rencana kawasan pelabuhan di Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan.

Pasal 46

Untuk mewujudkan perkembangan wilayah seperti di-rencanakan, maka pengembangan sistem transportasi kereta api sampai dengan Tahun 2011 /2012 diarahkan pada :

a. Pengembangan sistem angkutan kereta api dari pusat orde 1 ke orde 2 dimaksud Pasal 30 ayat (2) termasuk sistim angkutan peti kemas kereta api;

b. Pengembangan dan pembangunan sistem angkutan kereta api untuk melayani penumpang dalam wilayah Gerbangkertosusila;

c. Prioritas pengembangan sistem angkutan kereta api meliputi:

1. Jalur Surabaya-Malang;

2. Jalur Surabaya-Mojokerto-Madiun-Jakarta;

3. Jalur Babat-Tuban;

4. Jalur Kertosono-Jombang-Kediri;

5. Jalur Blitar-Malang;

6. Jalur Dampit-Malang;

7. Jalur Kamal-Pamekasan-Sumenep;

8. Jalur Surabaya-Babat-Bojonegoro;

9. Jalur Kediri-Tulungagung-Blitar;

10.Jalur Surabaya-Jember-Banyuwangi;

11.Jalur Jember - Bondowoso ;

Pasal 47

(1) Untuk mewujudkan perkembangan wilayah seperti direncanakan, maka pengembangan sistem transportasi jalan raya regional sampai dengan Tahun 2011/2012 diarahkan pada :

a. Jalan Arteri Primer yang menghubungkan :

1. Surabaya – Malang;

2. Surabaya - Kediri melalui Kertosono ;

3. Surabaya - Madiun – Ngawi;

4. Surabaya - Lamongan - Tuban ;

5. Surabaya - Gresik - Tuban (melalui Pantai Utara);

6. Surabaya - Banyuwangi melalui Situbondo ;

7. Surabaya - Banyuwangi lewat Probolinggo – Jember;

8. Bangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 25

Page 26: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

9. Pembangunan jalan poros selatan/arteri primer yang letaknya sejajar dan mendekati pantai selatan dari Pacitan - Banyuwangi.

b. Jaringan Kolektor Primer meliputi dan menghubungkan antar kota orde II atau antara kota orde (I dengan kota orde III, terutama antara wilayah selatan dengan wilayah utara Jawa Timur antara lain :

1. Pacitan - Ponorogo - Madiun - Nganjuk - Bojonegoro -Tuban;

2. Ngawi - Padangan - Bojonegoro ;

3. Tulungagung - Kediri - Kertosono - Ploso – Babat;

4. Malang - Pujon - Kandangan - Jombang – Ploso;

5. Mojokerto - Gedek - Lamongan ;

6. Jember - Bondowoso - Besuki, Bondowoso -Situbondo;

7. Bangkalan - Ketapang, Sampang - Ketapang, Pamekasan - Sotabar.

c. Pengembangan jaringan jalan Tol meliputi:

1. Surabaya - Gresik - Sadang - Tuban - Bulu ;

2. Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono -Nganjuk - Caruban - Madiun - Ngawi - Mantingan ;

3. Gempol - Malang - Kepanjen ;

4. Gempol - Pasuruan - Probolinggo – Banyuwangi;

5. Jembatan Surabaya – Madura;

6. Ngawi – Babat;

7. Jalan Tol pada kota-kota yang berpenduduk di atas 1 (satu) juta (kota raya);

d. Pada sistem jaringan jalan arteri primer dikembangkan pangkalan-pangkalan parkir khusus bagi kendaraan truk dan trailer;

e. Pada ruas-ruas jalan Tol tertentu dapat dikembangkan penggunaannya sebagai landasan pacu ;

f. Sistim jaringan arteri primer melalui kota-kota lebih besar dari 50.000 (lima puluh ribu) jiwa atau kota-kota yang sudah mengalami kemacetan, diarahkan pada sistem pengembangan jalan lingkar (ring-road);

g. Persimpangan jalan raya dengan rel kereta api pada sistem jaringan arteri primer dikembangkan tidak sebidang;

h. Untuk memelihara fungsi jaringan jalan arteri primer dan kolektor primer, maka penggunaan tanah samping se-panjang jalan arteri primer dan kolektor primer diatur dalam bentuk kawasan pengendalian ketat (high control zone), yang meliputi :

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 26

Page 27: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

1. jenis pemanfaatan ruang:

2. minimum luas persil bangunan kegiatan ;

3. lebar minimum persii menghadap jalan :

4. sempadan pagar dan bangunan ;

5. pembangunan jalan paralel pada lokasi-lokasi tertentu untuk mengontrol akses keluar masuk lalu-lintas dari bangunan kegiatan ke jalan arteri primer;

i. Dilarang memanfaatkan lahan samping sepanjang jalan atau daerah pengawasan jalan diarteri primer dan kolektor primer untuk pembangunan fisik yang dapat menimbulkan hambatan bagi lalu lintas primer, kecuali dengan memberikan jalan samping paralel yang terhubung secara ter-batas ke jalan arteri primer dan kolektor primer sesuai persetujuan dari Instansi yang berwenang.

j. Peningkatan jalan kolektor primer dan lokal primer diprioritaskan pada kawasan-kawasan yang mempunyai obyek-obyek wisata potensial, sumber daya alam potensial serta melalui daerah yang kurang berkembang.

(2) Sistem jaringan jalan didalam wilayah perkotaan atau per-mukiman atau yang disebut pula sebagai sistem sekunder, sekurang-kurangnya mencakup pokok-pokok pengembangan sebagai berikut :

a. Sejauh mungkin menghindari fungsi ganda jaringan jalan utama kota sebagai arteri sekunder dan arteri primer;

b. Persimpangan jalan arteri sekunder dengan rel kereta api dikembangkan tidak sebidang;

c. Sistem jaringan arteri sekunder, kolektor sekunder dan lokal sekunder harus serasi dan mendukung terselenggaranya fungsi pelayanan sistem unit-unit lingkungan permukiman;

d. Sistem jaringan lokal sekunder yang dikembangkan harus mencakup sampai dengan jaringan jalan untuk pejalan kaki (pedestrian) yang mampu memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki;

e. Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dan keterbatasan lahan dalam kota Besar dikembangkan sistem jalan layang secara bertahap ;

f. Pada jaringan-jaringan jalan tertentu. sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi kcmacetan lalu lintas dalam kota, dikembangkan sistcm parkir diluar jalan (off street parking) dan sistem parkir ditepi jalan (on street parking) dibatasi;

g. Pengembangan sistem parkir pada huruf f dikembangkan secara serasi dengan penataan bangunan kegiatan.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 27

Page 28: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 48

Untuk menghindari secara maksimal ketidak terpaduan pembangunan sarana dan prasarana utilitas umum yang berada dalam daerah milik jalan, perlu ditetapkan standar penampang konstruksi jalan yang lengkap dengan pencadangan bagi pengembangan sistem utilitas umum.

Pasal 49

Pengembangan sistem transportasi udara, taut dan darat diarahkan untuk mewujudkan pengembangan kawasan pergantian moda transportasi secara terpadu yang memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi penumpang dalam memilih alternatif moda transportasi.

Bagian Kedua

Sarana dan Prasarana Lainnya

Pasal 50

(1) Pengembangan dan penyediaan sarana dan prasarana lainnya dilakukan secara serasi serta diupayakan untuk mendorong percepatan pertumbuhan dan pemerataan perekonomian daerah;

(2) Pengembangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah meliputi :

a. Sarana dan prasarana telekomunikasi;

b. Sarana dan prasarana listrik/energi;

c. Sarana dan prasarana air bersih.

BAB VII

PELAKSANAAN RTRWP DAERAH TINGKAT I

Bagian Pertama

Program Pemanfaatan Ruang

Pasal 51

(1) Dalam rangka peiaksanaan RTRWP Daerah Tingkat 1 Tahun 1997/1998 - 2011/2012, ditetapkan program pemanfaatan ruang yang terdiri atas program utama pemanfaatan ruang dan program penunjang pemanfaatan ruang yang dirinci dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan selama 15 (lima betas) tahun masa perencanaan;

(2) Program pemanfaatan ruang dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tersebut dalam Lampiran XIII;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 28

Page 29: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 52

(1) Dalam rangka pemantapan fungsi dan pengelolaan kawasan seperti ditetapkan dalam RTRWP Daerah Tingkat I Tahun 1997/1998-2011/2012, dan untuk mengarahkan peranserta dan investasi masyarakat/swasta dalam pengembangan kawasan, ditetapkan pokok-pokok pengembangan perangkat insentif dan disinsentif baik dibidang ekonomi maupun fisik;

(2) Pokok-pokok pengembangan perangkat insentif dan disinsentif pemanfaatan ruang dimaksud adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran XIV.

Pasal 53

Program pemanfaatan ruang dan pokok-pokok pengembangan perangkat insentif dan disinsentif dimaksud dalam pasal 50 dan pasal 51, dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk program operasional lima tahunan oleh instansi yang berwenang serta merupakan sasaran yang perlu ditetapkan dalam REPELITA Daerah Tingkat I maupun REPELITA Daerah Tingkat II.

Pasal 54

Peta Tata lokasi pemanfaatan ruang dengan ketetitian skala 1 : 150.00 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Pokok-pokok Penatagunaan Tanah

Pasal 55

(1) Penggunaan tanah yang terkait dengan penguasaan hak atas tanah yang berjangka waktu tertentu, secara bertahap disesuai-kan dengan rencana peruntukan atau pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, bersamaan dengan selesainya masa berlaku hak atas tanah dimaksud ;

(2) Atas pertimbangan tertentu, dan melalui proses dan prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka penggunaan tanah diatas hak atas tanah yang berjangka waktu tertentu dapat disesuaikan dengan peruntukan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang sebelum selesainya masa berlaku hak atas tanah tersebut;

(3) Penatagunaan tanah diwilayah perkotaan dan perdesaan dikembangkan ketentuan-ketentuan untuk mengatur :

a. luas minimum dan maksimum dari masing-masing persil suatu kawasan;

b. lebar minimum dan maksimum persil menghadap jalan bagi suatu kawasan;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 29

Page 30: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

c. Ketinggian bangunan pada suatu kawasan ;

d. Proporsi pemanfaatan persil untuk bangunan kegiatan ;

e. Proporsi pemanfaatan persil pada suatu kawasan untuk mendukung kebutuhan prasarana dan sarana umum yang diperlukan;

f. Dan hal-hal lainnya yang menyangkut hubungan antara penguasaan persil oleh seseorang atau badan usaha dengan kepentingan umum.

(4) Badan Usaha yang menguasai lahan lebih dari luas tertentu dan digunakan usaha tertentu, yang akan ditetapkan lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, dikenakan kewajiban untuk memberikan kompensasi;

(5) Untuk memenuhi ketentuan rencana peruntukan tanah/pe-manfaatan ruang yang ditetapkan, dan untuk menjamin tertib pelaksanaan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, serta guna menjamin terwujudnya keadilan sosial yang nyata, dalam hal-hal khusus yang akan diatur lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepada seseorang atau badan usaha yang mengajukan permohonan penguasaan tanah dikenakan kewajiban untuk memenuhi batas-batas penguasaan tanah yang ditentukan sesuai rencana tata ruang yang berlaku ;

(6) Untuk meningkatkan upaya pengadaan tanah fasilitas umum diwilayah perkotaan sesuai Rencana Tata Ruang, maka upaya-upaya yang berkenaan dengan konsolidasi tanah, tukar-menukar tanah serta pengendalian pemanfaatan ruang perlu dikembangkan secara serasi sejalan dengan penyelenggaraan tugas-tugas dibidang pemerintahan dan pembangunan.

Bagian Ketiga

Ijin Pemanfaatan Ruang

dan Pelayanan Umum Pemanfaatan Ruang

Pasal 56

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemanfaatan ruang dar. pengendalian pemanfaatan ruang dikembangkan ijin pemanfaatan ruang dan pelayanan umum pemanfaatan ruang yang tidak bersifat perijinan ;

(2) Gubernur Kepala Daerah menetapkan standar perijinan dan pelayanan umum dimaksud pada ayat (1) sebagai pedotnan bagi Daerah Tingkat II;

(3) Kepada setiap orang atau badan usaha yang mendapatkan pelayanan pemberian ijin dan pelayanan umum pemanfaatan ruang, dikenakan kewajiban membayar uang leges, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 30

Page 31: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

(4) Penerapan ijin pemanfaatan ruang dan peiayanan umum pemanfaatan ruang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keempat

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pasal 57

(1) Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan kegiatan pengawasan dan kegiatan peneniban ;

(2) Kegiatan pengawasan terdiri atas kegiatan pelaporan pemantauan dan evaluasi;

(3) Kegiatan penertiban terdiri atas kegiatan penertiban langsung dan penertiban tidak langsung;

(4) Instansi yang berwenang dalam penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang ditetapkan lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

Bagian Kelima

Pengawasan

Pasal 58

(1) Dalam rangka pengawasan pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang yang berlaku, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II mengadakan pemantauan rutin dan pemantauan periodik;

(2) Pemantauan rutin diselenggarakan oleh instansi yang berwenang secara terus menerus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;

(3) Pemantauan periodik diselenggarakan oleh instansi yang berwenang sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun ;

(4) Pemantauan dan pencegahan terhadap segala kegiatan pernbangunan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini menjadi wewenang Kepala Daerah Tingkat II setempat dan wajib melaporkan kepada Gubernur Kepala Daerah selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali duapuluh empat jam.

Pasal 59

(1) Instansi yang berwenang dalam pengawasan pemanfaatan ruang di Pemerintah Daerah Tingkat II melaporkan hasil-hasil pemantauan rutinnya kepada instansi yang berwenang di Pemerintah Daerah Tingkat I setiap triwulan ;

(2) Instansi yang berwenang dalam pengawasan pemanfaatan ruang di Pemerintah Daerah Tingkat II melaporkan hasil-hasil pemantauan periodik tahun anggaran yang sedang berjalan kepada instansi yang berwenang di Pemerintah Daerah Tingkat I

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 31

Page 32: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

selambat-lambatnya pada akhir triwulan pertama tahun anggaran berikutnya;

(3) Tata cara pelaporan pengawasan dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 60

(1) Instansi yang berwenang dalam pengawasan pemanfaatan ruang mengadakan evaluasi rutin sekurang-kurangnya satu tahun sekali pada akhir tahun anggaran ;

(2) Instansi yang berwenang dalam pengawasan pemanfaatan ruang mengadakan evaluasi periodik sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun.

Bagian Keenam

Penertiban

Pasal 61

(1) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, dikenakan penertiban langsung dan atau dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

(2) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dikenakan penertiban tidak langsung dalam bentuk pengenaan sanksi disinsentif;

(3) Penetapan sanksi administrasi pemanfaatan ruang ditetapkan lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 62

Pelaksanaan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam perijinan pemanfaatan ruang berakibat dibatalkannya ijin dimaksud.

Pasal 63

(1) Ijin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRWP Daerah Tingkat I ini, dinyatakan batal oleh Kepala Daerah yang bersangkutan;

(2) Apabila ijin sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibuktikan telah diperoleh dengan itikad baik, terhadap kerugian yang timbul akibat pembatalan ijin tersebut dapat dimintakan peng-gantian yang layak.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 32

Page 33: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

BAB VIII

WEWENANG DAN PEMBINAAN

Pasal 64

Pemerintah Daerah menyelenggarakan pembinaan dengan :

a. Mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat;

b. Menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan,

Pasal 65

(1) Kepala Daerah Tingkat II menyelenggarakan penataan ruang wilayah Daerah Tingkat II;

(2) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan diwilayah Daerah Tingkat II. maka diperlukan pertimbangan dan persetujuan Gubemur kepala Daerah.

BAB IX

KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG

Pasal 66

(1) Untuk mengembangkan kebijaksanaan operasional dan memantapkan pelaksanaan serta pengawasan rencana tata ruang di Daerah, pada jajaran Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II dibentuk lembaga penyelenggara penataan ruang;

(2) Pembentukan lembaga dan tata kerja dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB X

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 67

Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat berhak :

a. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang ;

b. Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah rencana tata ruang kavvasan. rencana rinci tata ruang kawasan ;

c. Menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang ;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 33

Page 34: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

d. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 68

Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat wajib untuk :

a. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang ;

b. Berlaku secara tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang pemanfaatan ruang dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

BAB XI

PERUBAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Pasal 69

(1) Sekurang-kurangnya lima tahun sekali Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi yang telah ditetapkan diadakan evaluasi untuk diubah dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan ;

(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 70

(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan yang tertuang dalam pasal 68 Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah);

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.

BAB XIII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 71

(1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;

(2) Dalam melakukan tugas penyidikan, para pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini berwenang :

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 34

Page 35: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan ;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat;

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang ;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk jari penyidik, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 72

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka :

a. Selambat-lambatnya akhir tahun anggaran 1998/1999 semua materi Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Tingkat II telah disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini;

b. Sementara menunggu penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Tingkat II sebagaimana butir a, maka Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Tingkat II yang berlaku, tetap digunakan sebagai dasar perijinan dan pelayanan umum ;

c. Rencana tata ruang kota yang berlaku, tetap digunakan sebagai dasar perijinan dan pelayanan umum sampai dengan ditetap-kannya peraturan dan ketentuan yang mengatur rencana tata ruang kota.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 73

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, akan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah sepanjang mengenai pelaksanaannya.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 35

Page 36: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 74

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Ditetapkan di : SurabayaTanggal : 30 Desember 1996

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHPROPINSI DAERAH TINGKAT I

JAWA TIMURKetua,

ttd,

TRIMARJONO, SH

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT IJAWA TIMUR

ttd,

M. BASOFI SOEDIRMAN

Disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Januari 1998 Nomor 2 Tahun 1998.

Menteri Dalam Negeri,

ttd,

MOH. YOGIE S.M

Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 20 Maret 1998 Nomor 4 Tahun 1998 Seri D.

A.n. GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT IJAWA TIMUR

Sekretaris Wilayah/Daerahttd

Drs. SOENARJO. MSi.Pembina Utama Madya

NIP 510 040 479

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 36

Page 37: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

P E N J E L A S A NATAS

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 1996

TENTANGRENCANA TATA RUANG

WILAYAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMURTAHUN 1997/1998 – 2011/2012

I. PENJELASAN UMUM

1. Ruang Wilayah Negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia.Ruang Wilayah Jawa Timur merupakan bagian integral dari ruang Wilayah Negara Indonesia, sehingga sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang patut disyukuri, dilindungi dan dikelola, ruang wilayah dimaksud wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai jika didasarkan atas keserasian, keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan tersebut menjadi pedoman dalam penataan ruang.Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah ataupun kepuasan batiniah, akan tetapi juga keseimbangan antar keduanya. Oleh karena itu, ruang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, dan seimbang dalam pembangunan yang berkelanjutan.

2. Ruang sebagai salah satu sumber daya alam tak mengenal batas wilayah, namun demikian apabila dikaitkan dengan pengaturannya, maka haruslah jelas batas, fungsi dan peranannya dalam satu kesatuan.Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur adalah seluruh wilayah yang meliputi daratan, lautan dan udara berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur juncto Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 perihal mengadakan perubahan Undang-undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur.Secara geografis, letak dan kedudukan wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur sangat strategis. baik bagi kepentingan regional maupun nasional. Demikian pula halnya dengan potensi sosial ekonomi yang dalam sejarah perkembangannya telah memberikan kontribusi yang cukup menentukan bagi pembangunan nasional. Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur merupakan asset besar secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta kelestarian dan kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi tercapainya masyarakat adil dan makmur. Dengan kata lain wawasan penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur adalah Wawasan Nusantara.

3. Ruang Wilayah Propinsi sebagai suatu sumber daya alam, terdiri atas berbagai ruang wilayah sebagai suatu subsistem.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 1

Page 38: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Seluruh ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur terdiri atas ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang masing-masing merupakan subsistem menurut batasan administrasi.Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak tertata secara baik dapat mendorong ke arah adanya ketidaklestarian lingkungan hidup. Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan. dan keseimbangan subsistem yang berarti juga meningkatkan daya tampungnya.Oleh karena pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, maka pengaturan ruang menuntut dikembangkan suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ini berarti perlu adanya suatu kebijaksanaan penataan ruang yang memadukan berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang.Seiring dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik di Pusat maupun di tingkat Daerah hams sesuai dengan rencana tata ruang yang telah di-tetapkan. Dengan demikian pemanfaatan ruang dalam rangka pembangunan tidak bertentangan dengan rencana tata ruang.

4. Penataan Ruang pada hakekatnya merupakan suatu proses yang berkelanjutan, yang terdiri atas : upaya perencanaan atau penyusunan rencana tata ruang, upaya pemanfaatan ruang, serta upaya pengendalian pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.Sebagai suatu proses yang berkelanjutan, penataan ruang diselenggarakan dalam kerangka waktu pembangunan yang ditetapkan secara nasional, yang dikenal dengan pembangunan jangka panjang, pembangunan jangka menengah atau PELITA maupun kerangka pembangunan tahunan.Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, jangka waktu rencana penataan ruang tingkat Propinsi adalah lima belas tahun dan jangka waktu rencana penataan ruang tingkat Kabupaten/Kotamadya adalah sepuluh tahun.Daiam akhir masa kurun waktu berlakunya rencana penataan ruang tersebut, upaya perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendaliannya akan menjadi umpan balik bagi proses penataan ruang kurun waktu berikutnya, sehingga penataan ruang adalah merupakan proses yang berlangsung terus menerus sejalan dan serasi dengan proses yang berlangsung terus menerus sejalan dan serasi dengan pembangunan nasional itu sendiri.Rencana penataan ruang pada hakekatnya juga merupakan suatu bentuk ikatan hukurn baik bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun masyarakat, sehingga perubahan-perubahan rencana penataan ruang dalam kurun waktu masa berlakunya karena dinamika pembangunan yang berlangsung, hams tetap di-selenggarakan dengan landasan hukum yang memadai. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar tercipta keserasian antara kepentingan pembangunan nasional dan kepentingan masyarakat itu sendiri dalam menampung dinamika pembangunan yang terjadi.

5. Penataan ruang yang langsung berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban masyarakat pada umumnya berlangsung di ruang wilayah daratan atau juga disebut tanah.Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria terhadap tanah dimaksud sebagian besar telah diberikan hak-hak tanah kepada masyarakat, baik perseorangan maupun badan usaha. Selaras dengan pemberian hak atas tanah dimaksud, juga diberikan wewenang untuk mempergunakan

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 2

Page 39: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

tanah yang bersangkutan.Meskipun demikian pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.Selanjutnya, sesuai dengan ketentuan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, maka bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan aiam yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam art! kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.Dengan hak menguasai dari Negara, maka hal tersebut memberi wewenang kepada Negara untuk :

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Berdasarkan pengertian tersebut, antara penataan ruang yang hakekatnya mengatur peruntukan tanah/pemanfaatan ruang wilayah dengan hak-hak atas tanah dan penggunaan tanah, terjalin pola hubungan timbal batik yang hams tetap didudukan dalam kerangka kepentingan pembangunan nasional, dengan tetap hams menjamin kesejahteraan rakyat.

6. Sejalan dengan penjelasan angka 5 diatas, maka penataan ruang wilayah sebagian besar akan mengatur baik secara langsung maupun tidak langsung penggunaan tanah yang berdasarkan hak atas tanah yang dikuasai oleh masyarakat. Demikian pula halnya dengan kegiatan pembangunan fisik yang berlangsung dimana Peme-rintah dan Pemerintah Daerah pada prinsipnya hanya terbatas pada penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana umum.Sehubungan dengan itu maka penataan ruang pada prinsipnya bersifat mengatur dan mengarahkan suatu kecenderungan perkembangan sedemikian rupa melalui pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana umum serta segi-segi pem-binaan masyarakat lainnya, sehingga perkembangan dan perubahan fisik maupun penggunaan tanah yang tercipta dapat diarahkan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.Dengan demikian penataan ruang pada prinsipnya juga harus mampu mempbilisasi peran serta masyarakat dan swasta dalam mencapai sasaran rencana tata ruang yang ditetapkan.Atas dasar itu pula maka dalam penataan ruang selain asas, keterpaduan dikembangkan pula asas keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

7. Untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran penataan ruang, diperlukan peraturan pelaksanaan dalam satu kesatuan sistem yang dapat memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bag! upaya pemanfaatan dan pengendaiian ruang.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 3

Page 40: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

II. PENJELASAN PASAL DEMIPASAL

Pasal 1 huruf a sampai dengan f

: Cukup jelas

Huruf g : Pengertian ruang yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dititik beratkan pada ruang wilayah daratan yaitu ruang yang terietak di atas dan dibawah permukaan bum! daratan sejauh terkait langsung dengan penggunaan diatasnya, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis taut atau surut terendah. Ruang daratan mempunyai potensi yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan intensitas yang berbeda untuk kehidupan manusia dan mahkluk kehidupan lainnya. Potensi itu antara lain sebagai tempat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan, industri, pertambangan, sebagai jalur perhubungan, sebagai objek wisata, sebagai sumber energi atau sebagai tempat penelitian dan percobaan dan sebagainya.

Huruf h : Yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk pola tata ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, pusat lingkungan, pusat pemerintahan, prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal, rancang bangun kota seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, dan lain sebagainya.Yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran, fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam. Wujud pola pemanfaatan ruang antara lain meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri dan pertanian serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan adalah tata ruang yang direncanakan. Tata ruang yang tidak direncanakan berupa tata ruang yang berbentuk secara alamiah seperti wilayah aliran sungai, danau, suaka alam, gua dan sebagainya.

Huruf i : Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas rencana tata ruang, dan diselenggarakan secara bertahap sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggara kan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Huruf j : Cukup jelas

Huruf k : Strategi dan struktur tata ruang wilayah Daerah Tingkat I dirumuskan dengan mempertimbangkan kemampuan teknologi, data dan informasi, serta pembiayaan.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 4

Page 41: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

RTRWP Daerah Tingkat I memperhatikan antara lain :− Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;− Pokok permasalahan kepentingan nasional;− Arab dan kebijaksanaan penataan ruang wilayah tingkat nasional;− Modal dasar pembangunan Daerah Tingkat I;− Potensi dan tata guna sumber daya di Wilayah Propinsi

Daerah Tingkat I;− Pokok-pokok permasalahan pembangunan Jawa Timur;− Daya dukung dan daya tampung lingkungan;− Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I lainnya

yang berbatasan;− Keseiarasan dengan aspirasi Pembangunan dan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

Huruf l dan m : Cukup jelas

Huruf n : Termasuk dalam kawasan lindung adalah kawas-an hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk/danau, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka atom, kawasan cagar alam, kawasan suaka marga satwa, tout dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata atom, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, dan kawasan bencana alam.

Huruf o : Termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan permukimah, kawasan industri, kawasan berikat, kawasan pariwisata, kawasan fasilitas umum, kawasan pendidikan, kawasan pertahanan keamanan dan sebagainya.

Huruf p sampai dengan u

: Cukup jelas

Pasal 2 Huruf a : Yang dimaksud dengan semua kepentingan adalah bahwa penataan ruang harus menjamin seluruh kepentingan, yakni kepentingan Pemerintah dan masyarakat secara adil dengan mem-perhatikan terwujudnya kesempatan yang luas bagi peningkatan kehidupan dan penghidupan dari masyarakat golongan ekonomi lemah. Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa penataan ruang dianalisis dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat serta dunia usaha. Penataan ruang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencakup antara lain pertimbangan aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung lingkungan, daya tampung lingkungan dan geopolitik. Dalam mempertimbangkan aspek waktu suatu aspek prakiraan, ruang lingkup wilayah yang direncanakan, persepsi yang mengungkapkan berbagai keinginan serta kebutuhan dan tujuan pemanfaatan ruang.Yang dimaksud dengan berdayaguna dan berhasilguna adalah bahwa penataan ruang harus dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang. Yang dimaksud dengan serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 5

Page 42: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan dan perkembangan antar sektor, antar daerah, serta antar sektor dan daerah dalam suatu kesatuan Wawasan Nusantara.Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah bahwa penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antar generasi.

Huruf b : Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bahwa masyarakat berhak mengetahui semua hasil perencanaan tata ruang serta ketentuan-ketentuan pemanfaatan dan pengendalian ruang, kecuali hal-hal yang ditetapkan sebagai rahasia negara seperti misalnya instalasi pertahanan keamanan yang vital dan strategis. Disamping itu keterbukaan juga dapat diartikan sebagai suatu asas dimana rencana penataan ruang bersifat terbuka terhadap dinamika perkembangan sosial, ekonomi dan teknologi yang terjadi.Yang dimaksud keadilan dalam konteks pengertian asas penataan ruang adalah bahwa nilai tambah yang tercipta sebagai hasil penataan ruang hams dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dalam bentuk kesejahteraan sosial secara relatif merata.Yang dimaksud dengan perlindungan hukum dalam konteks pengertian asas penataan ruang adalah hasil penataan ruang untuk menjamin derrri terciptanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b

: Cukup jelas

Huruf c : Yang dimaksud dengan integrasi wilayah adalah peningkatan hubungan sosial dan ekonomi antar wilayah sebagai satu kesatuan sistem atau sub sistem ekonomi dan sosial.

Huruf d : Yang dimaksud dengan mengoptimalkan sumber daya adalah suatu pendekatan untuk mencapai hasil yang maksimal sesuai tujuan atau sasaran yang ditetapkan, dengan mengatur setiap unsur sumber daya pada proporsi tertentu.

Huruf e : Wilayah Jawa Timur adalah merupakan bagian dari wilayah pulau Jawa, sehingga pembangunan wilayah Jawa Timur pada prinsipnya perlu mempertimbangkan ekosistem pulau Jawa.

Huruf f : Cukup jelas

Ayat (2) huruf a : Yang dimaksud dengan tata guna tanah adalah penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan aspek institusi yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 6

Page 43: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Huruf b : Yang dimaksud dengan menata intensitas penggunaan tanah adalah pengaturan perbandingan antara nilai kegiatan dan luas/masa bangunan diatas suatu persil/bidang penggunaan tanah terhadap luas persil/bidang penggunaan tanah. Intensitas penggunaan tanah yang tinggi berarti bahwa nilai pemanfaatan tanah persatuan luas sangat tinggi (intensif). Biasanya intensitas penggunaan tanah ini dikaitkan dengan berbagai kepentingan misalnya : kemampuan daya dukung tanah (land bearing capacity), dampak penggunaan tanah terhadap bangkitan lalu lintas (traffic generation), rasio ketersediaan ruang terbuka (open space), ketinggian masa bangunan dan sebagainya.

Huruf dan d : Cukup jelas

Psal 4 sampai dengan 7

: Cukup jelas

Pasal 8 huruf a dan b

: Cukup jelas

Huruf c : Yang dimaksud dengan sistem kota-kota adalah pola sistem hubungan antar kota-kota sebagai pusat-pusat kegiatan jasa koleksi dan distribusi pelayanan, yang menunjukkan adanya hirarkhi pelayanan secara geografis.Dalam teori ilmu wilayah, kota sebagai pusat konsentrasi penduduk serta kegiatan sosialekonomi dan pemerintahan, merupakan suatu pusat yang dianggap menjadi titik orientasi suatu perkembangan sosial (social innovation) yang merupakan unsur pokok dari perkembangan wilayah.Besamya peranan sosial ekonomi suatu kota atau pusat ditunjukkan oleh besaran jumlah penduduk yang ada dalam kota atau pusat tersebut (urban size).Indikator "urban size" ini menunjukkan besamya pengaruh sosial ekonomi (pengaruh perkembangan) terhadap wilayah sekitarnya. Besarnya kota ini dikelompokkan dalam bentuk orde kota, dimana secara nasional telah terjalin konsensus bahwa orde I yang mempunyai penman atau kontak langsung adalah Surabaya dan sekitarnya (Surabaya Raya). Diluar kota Surabaya (Raya) akan menempati orde dibawahnya, misalnya orde II, orde III dan sebagainya.Menurut teori "Rank Size Rule", kondisi ideal dari suatu perkembangan wilayah (wilayah yang berkembang seimbang) adalah jika besaran (jumlah penduduk) kota orde ke n adalah sebesar (1/n) x jumlah penduduk kota orde baru). Dalam pengertian ekonomi wilayah, kota orde I akan menjadi pusat distribusi maupun koleksi dari berbagai jasa pelayanan dari seluruh kota-kota dibawahnya yang tercakup dalam wilayah ordinasinya.Berkaitan dengan itu suatu pola perkembangan yang ideal adalah jika kota orde ke n berorientasi ke kota orde ke (n-1) ; kota orde ke (n-1) berorientasi kepada kota-kota orde (n-2) dan seterusnya sampai ke orde I. Sistem orientasi yang terjadi harus mencerminkan adanya proses mekanisme dasar yang efisien, dalam pengertian pada setiap orde kota harus terjadi penciptaan nilai tambah ekonomi.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 7

Page 44: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Atas dasar pemahaman tersebut dalam penataan ruang penetapan rencana sistem kota-kota mempunyai peranan sangat penting dalam mengarahkan perkembangan wilayah yang seimbang.

Huruf d samapi dengan f

: Cukup jelas

Pasal 9 dan 10 : Cukup jelas

Pasal 11 : Kawasan pertanian absolut adalah kawasan pertanian yang pada hakekatnya tidak boleh dipercampurkan dengan kegiatan lain yang tidak ada hubungan langsung dengan fungsi kawasan pertanian itu sendiri.

Pasal 12 : Kawasan prioritas merupakan kawasan yang sedang atau akan direncanakan sebagai kawasan yang mempunyai kontribusi penting bagi pertumbuhan ekonomi secara regional maupun nasional.Terhadap kawasan andalan, maka atas dasar pertimbangan ekonomi juga dap[at dianggap sebagai kawasan prioritas.Yang dimaksud dengan sektor unggulan adalh sektor-sektor kegiatan usaha yang berperan sebagai sektor kegiatan usaha “export base” suatu wilayah tertentu dan atau bagai wilayah Jawa Timur secara keseluruhan.

Pasal 13 huruf a : Cukup jelas

Huruf b : Acces artinya jalan masuk ata mudah masuk. Ddalam pengertian ini accessibility diaertikan sebagai kemudahan untuk menjangkau suatu lokasi atau kawasan, secara ringkas dapat diartikan kemudahan.Jadi kemudahan (accessibility) adalah kemudahan suatu lokasi dijangkau dari lokasi lain, dengan demikian kemudahan lokasi perlu didukung oleh sistem transportasi (Infrastruktur Jaringan Jalan, arana angkutan dan penyelenggaraan kegiatannya).Dalam pembangunan ekonomi wilayah, tingkat kemudahan dari suatu wilayah atau kawasan akan sangat mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan.

Hruuf c dan d : Cukupjelas

Huruf e : Yang dimaksud dengan sistem insentif bagi investasi adalh suatu pengembangan perangkat kebijaksanaan baik alam aspek ekonomi (misal pajak, retribusi dan sebagainya) maupun aspek fisik (dukungan sarana dan prasarana umum) yang diarahkan untuk mendorong percepatan atau daya tarik investasi pada wiiayah dimaksud. Pengertian sebaliknya adalah merupakan sistem disinsentif.

Pasal 14 : Cukupjelas

Pasal 15 : Sistem perijinan pada hakekatnya merupakan bagian dari pengertian pelayanan umum kepada masyarakat.Namun demikian dalam hai ini dibedakan antara perijinan dan pelayanan umum dengan maksud untuk membedakan pengertian bahwa :− perijinan berkaitan dengan penetapan suatu ikatan hukum;

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 8

Page 45: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

− sedangkan pelayanan umum seperti misalnya pemberian rekomendasi / pertimbangan rencana, keterangan rencana maupun keterangan tentang syarat-syarat pembangun-an bukanlah merupakan produk ikatan hukum.

Pasal 16 ayat (1)

: Standar klasifikasi kawasan dan peruntukan tanah/pemanfaatan ruang merupakan suatu produk perencanaan yang hingga saat ini belum pernah ditetapkan secara nasional.Diberbagai negara maju dan sedang berkembang lainnya, telah ditetapkan adanya kesamaan atau standar peruntukan/penggunaan tanah yang tidak saja mencakup pengertian jenis-jenisnya, yang biasanya disebut dengan "Standard Land Use Coding System (SLUCS)".Sistem pengkodean dalam setiap klasifikasi peruntukan/penggunaan tanah sangat diperlukan karena dalam suatu kawasan tertentu dapat terjadi pecampuran kegiatan lain, sementara itu kepastian letak kegiatan tersebut belum dapat ditentukan mengingat penguasaan tanahnya tidak dikuasai pemerintah.Klasifikasi dalam pasal ini menjadi sangat penting untuk ditetapkan sebagai pedoman bagi kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang di selumh Jawa Jimur, selain untuk memudahkan pemantauan juga untuk menghindari adanya penyalahgunaan interprestasi terhadap (misalnya) peruntukan fasilitas umum, merupakan kasus yang harus dihindari serta sekaligus untuk mendorong terciptanya kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat.

Ayat (2) : Tingkatan rencana mulai dari Propinsi Daerah Tingkat I, Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, serta bagi an wilayah kota sampai dengan unit-unit lingkungan bagian wilayah kota, mem-punyai ketentuan tertentu mengenai penuangannya dalam peta rencana yang digunakan sebagai dasar perijinan dan pelayanan umum. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 peta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I adalah dengan skala minimal 1 : 250.000, sedangkan peta Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II minimal adalah dengan skala 1 : 50.000. Mengenai rencana kota, sebelum adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992, didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, dimana rencana umum dengan skala minimal 1 : 10.000 rencana terperinci dengan skala 1 : 50.000 dan rencana teknik adalah 1 : 1.000.Secara teknis, tidak mungkin menuangkan jenis-jenis kawasan yang rinci dalam peta dengan skala kecil (misal 1 : 250.000) sehingga setiap jenis dan tingkatan rencana perlu ada pedoman mengenai ketentuan penuangan jenis kawasan yang minimal harus ada dalam setiap rencana. Dengan demikian dapat diharapkan adanya alur penjabaran yang konsisten antara tingkat Propinsi Daerah Tingkat I dan tingkat Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, serta kota.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 9

Page 46: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Ayat (3) : Karakteristik urbanisasi di Indonesia sangat berbeda dengan karakteristik urbanisasi di negara-negara maju dan berkembang lainnya, sehingga apabila misalnya kawasan perumahan di Negara lain khususnya hanya untuk perumahan maka di Indonesia rumah tinggal juga dapat digunakan sebagai tempat usaha. Demikian pula halnya dengan kawasan perdagangan yang bercampur dengan perkantoran dan sebagainya. Karakteristik atau phenomena yang berkembang sedemikian ini tidak bijaksana apabila diatur secara berlawanan ; karena dengan demikian penataan ruang tidak akan mencapai sasaran seperti yang diharapkan.Oleh karena itu percampuran masih akan melandasi kebijaksanaan penataan ruang Jawa Timur, kecuali bagi kawasan-kawasan yang atas dasar pertimbangan tertentu dinyatakan sebagai kawasan absolut.

Ayat (4) : Cukup jelas

Ayat (5) : Penetapan angka 50 % adalah untuk menjamin bahwa fungsi utama kawasan masih tetap dominan.

Ayat (6) : Cukup jelas

Ayat (7) : Cukup jelas

Pasal 17 ayat (1)

: Angka-angka luas yang dimaksud dalam ayat ini bersifat prakiraan, dan dimaksudkan sebagai kebijaksanaan dan pedoman umum yang harus dicapai atau diupayakan untuk didekati dalam penataan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.Angka-angka luas tersebut dapat dikoreksi kembali apabila angka-angka serupa sudah dihasilkan dari masing-masing rencana tata ruang di Kabupaten/Kotamadya Tingkat II dalam bentuk data dan peta terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ayat (2) : Cukup jelas

Ayat (3) : Arahan penataan kawasan dalam pengertian tata ruang tidak dimaksudkan sebagai arahan pengelolaan, melainkan hanya ditujukan pada masalah-masalah keruangan yang perlu saja.Sebagai kebijaksanaan umum, arahan-arahan umum tersebut masih harus dijabarkan olehmasing-masing instansi yang terkait dalam bentuk peraturan pelaksanaan.Aspek keruangan yang dianggap isue penting yang harus ditata dalam penataan ruang tingkat Propinsi mencakup isue perluasan/ pengembangan lokasi kawasan, isue batas kawasan, isue percampuran kawasan, dan isue perubahan/alih fungsi kawasan.Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi juga merupakan pedoman bagi penyusunan rencana tata ruang Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

Ayat (4) : Cukup jelas

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 10

Page 47: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 18 ayat (1)

: Yang dimaksud kawasan lindung dan budidaya dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) adalah kawasan lindung dan budidaya yang menjadi kewenangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Ayat (2) : Sesuai fungsi utamanya untuk memberikan perlindungan, baik bagi kawasan lindung itu sendiri maupun bagi kawasan lainnya, maka rencana kawasan lindung memperhatikan ekosis tem dan kelestarian wilayah pengaruhnya. Pencampuran fungsi kawasan pada kawasan lindung dapat dengan fungsi lindung lainnya maupun dengan fungsi budidaya, dengan tetap mengutamakan fungsi utarna. Pencampuran fungsi kawasan prinsipnya harus memberikan hasil positif bagi semua fungsi kegiatan yang dikembangkan.Alih fungsi kawasan lindung dapat dilakukan dengan mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan tidak menyebabkan perubahan ekosistem dan iklim mikro maupun makro.

Ayat (3) huruf a samapi dengan d

: Cukup jelas.

Huruf e : Kriteria dan syarat-syarat rancang bangun se-cara vertikal dan hprisontal dalam hal ini berkaitan dengan penataan dan penggunaan bangun-an dalam modul ruang.

Huruf f : Kriteria dan syarat-syarat fisik dan geometrik ruang suatu kawasan dalam hal ini dimaksudkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan perubahan rnorfologi permukaan tanah melalui kegiatan "cut & fill" sistem rekayasa dan rancang bangun sarana dan prasarana umum dan sebagainya.

Huruf g Mengingat bahwa tata ruang merupakan suatu lingkungan kehidupan dan penghidupan yang mempengaruhi secara langsung tatanan kehidupan seseorang bagi sebagai manusia, penduduk, warga masyarakat dan warga negara kesatuan Republik Indonesia, maka penerapan matra ipoleksosbudhankam yang merupakan bentuk pengamalan Pancasila perlu diupayakan guna mewujudkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional yang mantap.

Huruf h : Cukup jelas.

Pasal 19 : Cukup jelas.

Pasal 20 ayat (1)

: Meskipun dalam RTRWP Daerah Tingkat I ini telah teridentifikasi persebaran lokasi hutan lindung, akan tetapi karena keterbatasan skala peta, maka tetap diperlukan penelitian secara khusus tentang kebutuhan lokasi perluasan baru yang sudah secara tegas mencerminkan batas-batas fisik lapangan.

Ayat (2) sampai dengan (4)

: Cukup jelas.

Pasal 21 Cukup jelas.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 11

Page 48: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 22 : Yang dimaksud dengan kawasan terlarang dalam hal ini adalah kawasan yang memang benar-benar berbahaya bagi kehidupan manusia.

Pasal 23 ayat (1)

: Yang dimaksud dengan sistem unit dan pusat lingkungan adalah suatu sistem pengaturan persebaran pusat-pusat orientasi pelayanan umum masyarakat dalam suatu kawasan permukiman, yang menunjukkan adanya hirarkhi jangkauan pelayanan dari sarana umum yang berada pada pusat-pusat lingkungan tersebut terhadap kedudukan masyarakat sekitarnya. Sistem unit dan pusat lingkungan ini terkait dengan makna kesejahteraan sosial dalam mendapatkan pelayanan sarana umum secara mudah, aman dan nyaman.Kemudahan mendapatkan pelayanan secara umum terkait dengan jarak dan transportasi sedangkan segi keamanan terkait dengan keamanan masyarakat dalam mencapai lokasi pusat pelayanan secara umum.

Ayat (2) : Cukup jelas.

Ayat (3) : Sistem pembangunan dan pengelolaan utilitas umum lingkungan yang ideal adalah sistem bawah tanah (under ground), baik melalui pipa gas, air minum, listrik, telepon, air limbah (sewerage), kabel televisi dan sebagainya. Kondisi ideal dari pembangunan sistem utilitas umum dewasa ini belum dapat dicapai karena situasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat belum menjangkau kemampuan tersebut, meskipun sistem beberapa jenis utilitas umum dibangun langsung oleh pengembang. Pada kawasan perumahan tipe besar yang dihuni oleh masyarakat golongan ekonomi kuat, pembangunan sistem utilitas umum yang ideal tersebut dapat dicapai, sehingga akan memberikan nilai efesiensi bagi pemerintah dan upaya konsepsual apabila pembangunan kawasan baru oleh para pengembang, pembangunan sistem utilitas umum tersebut sekaligus dapat dibangun.

Ayat (4) dan (5) : Cukup jelas.

Ayat (6) : Kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.

Ayat (7) dan (8) : Cukup jelas.

Pasal 24 : Cukup jelas.

Pasal 25 ayat (1)

: Industri individual adalah industri yang dibangun diluar lokasi kawasan industri (industrial estate) sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1989.Yang dimaksud dengan dibatasi adalah bahwa :− Apabila pada suatu daerah tertentu disekitar lokasi yang dimohon

untuk industri individual belum tersedia dikawasan industri, maka perkembangan industri baru hanya diarahkan pada lahan pengembangan industri individual yang sudah ada dengan pola densifikasi, serta dikendalikan secara ketat dan terbatas pada jenis-

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 12

Page 49: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

jenis industri yang tidak memberikan dampak penting negatif terhadap lingkungan.

− Apabila pada suatu daerah tertentu disekitar lokasi yang dimohon untuk industri individual baru telah ada kawasan industri, maka permohonan tersebut diarahkan pada kawasan industri.

Ayat (2) dan (3) : Cukup jelas.

Pasal 26 : Cukup jelas.

Pasal 27 ayat (1)

: Kegiatan perdagangan dan jasa golongan ekonomimlemah (sektor informal) khususnya pedagang kaki lima, merupakan unsur khas perkotaan indonesia, yang terus berkembangan sejalan dengan perkembangan kota (proses urbanisasi).Kegiatan-kegiatan ini menempati trotoar dilingkungan pusat kegiatan karena memang tidak tersedia lokasi khusus untuk penyelenggaraan kegiatan tersebut.Lokasi kegiatan ini hampir selalu merupakan objek penertiban oleh Pemerintah Daerah dan sejauh ini pemecahan masalah kebutuhan lokasi usaha hanya bersifat temporer, yaitu dengan menutup suatu ruas jalan tertentu atau dengan penetapan sementara pada kawasan sepanjang ruas jalan tertentu.Mengingat kegiatan ini merupakan potensi ekonomi perkotaan yang tidak kecil seta mencakup kehidupan sebagian besar masyarakat golongan ekonomi lemah yang bergerak dibidang perdagangan dan jasa, serta mempertimbangkan bahwa sektor informal dalam jangka panjang masih akan meupakan salah satu unsur penting dalam proses urbanisasi di Indonesia, maka penyediaan lokasi secara khusus perlu diupayakan secara seksama.Lokasi khusus yang disediakan untuk menampung pengusaha golongan ekonomi lemah harus diarahkan pada lokasi-lokasi yang memang dapat menjamin kelangsungan hidup kegiatan tersebut, sehingga lokasinya perlu diserasikan dengan perkembangan lokasi kegiatan usaha formal modern lainnya serrta dikaitkan dengan lokasi pengembangan jalur-jalur pejalan kaki (pedestrian).Dalam pengadaan lokasi kegiatan ini, peran serta pengusaha perdagangan dan jasa golongan ekonomi kuat perlu terus ditingkatkan.

Ayat (2) dan (3) : Cukup jelas.

Pasal 28 : Keberadaan ruang terbuka hijau yyang berupa taman atau hutan kota dewasa ini dipandang sangat kurang sehingga tercipta iklim ekologi perotaan yang kurang baik. Sementara itu keberadaan ruang terbuka hijau perkotaan yang ada pada dasarnya tidak memiliki nilai ekonomi tanah yang meguntungkan, dan sering terdesak dan tergusur oleh kekuatan nilai ekonomi tanah yang berkembang dalam wilayah perkotaan, terutama pada wilayah sekitar pusat-pusat kota/lingkungan.Kawasan ruang terbuka hijau dimaksud untuk kota Surabaya ditetapkan sekurang-kurangnya10 % dari luas wilayah terbangun kota, dan bagi kota-kota lain sekurang-kurangnya 15 % dari wilayah terbangun kotanya.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 13

Page 50: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Sehubungan dengan itu penataan kawasan permukiman perkotaan perlu secara tegas mengatur persediaan tanah untuk kepentingan tersebut, baik melalui upaya pengadaan tanah dalam anggaran pembangunan dan belanja, maupun konsolidasi tanah, upaya tanah serta upaya peremajaan kawasan dan kiat pengelolaan lahan perkotaan lainnya.Penyediaan tanah untuk ruang terbuka hijau permukiman perkotaan, dapat pula diupayakan dengan dukungan peran serta masyarakat.

Pasal 29 : − Kawasan tertentu adalah Kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.

− Kawasan Khusus adalah kawasan yang kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruangnya dilakukan secara tersendiri sesuai kepentingan kegiatan, karena menyangkut keamanan negara, keselamatan masyarakat luas dan nilai strategis kawasan. Contoh kawasan khusus adalah komplek militer, instaiasi penting, daerah latihan perang, daerah yang mengandung banyak ranjau dan sebagainya.

Pasal 30 dan 32 : Cukup jelas.

Pasal 33 ayat (1)

: Cukup jelas.

Ayat (2) : Batas wilayah Surabaya Raya ditetapkan lebih lanjut dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

Pasal 34 : Rencana pengembangan sektor/sub sektor pada tiap SWP adalah jenis kegiatan yang berskala luas, dapat memanfaatkan nilai strategis wilayah, sumber daya pembangunan dan berdampak positif bagi perkembangan ekonomi wilayah.

Pasal 35 sampai dengan pasal 46

: Cukup jelas.

Pasal 47 : Pengendalian ketat dimaksud dituangkan dengan peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan Daerah dengan acuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 dan Peraturan Pemenntah Nomor 26 Tahun 198S tentang Jalan dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan/Prasarana dan Lalu Lintas Jalan serta Rencana Detil Tata Ruang kawasan.

Pasal 48 : Daerah Milik Jalan (damija) merupakan suatu daerah yang tidak semata digunakan untuk jalan, akan tetapi di bawah daerah milik jalan juga digunakan untuk berbagai utilitas umum, seperti saluran pematusan, saluran kabel listrik, saluran kabel telepon, saluran kabel televisi, saluran pembuangan air kotor dan sebagainya. Sehubungan dengan itu untuk menjamin keterpaduan pemanfaatan damija perlu ditetapkan standar penampang konstruksi damija, khususnya pada wilayah permukiman perkotaan.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 14

Page 51: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 49 : Pada kawasan permukiman perkotaan, khususnya pada lokasi-lokasi bongkar muat penumpang/barang untuk berbagai jenis sistem transportasi perlu dikembangkan kawasan pergantian moda transportasi secara terpadu.Kawasan pergantian moda transportasi secara terpadu dimaksudkan sebagai suatu sistem kawasan yang memungkinkan adanya pergantian moda transportasi antar berbagai jenis moda transportasi yang memberi kemudahan dan kenyamanan bagi para penumpang untuk memilih moda transportasi yang dikehendaki.

Pasal 50 sampai dengan 54

: Cukup jelas

Pasal 55 ayat (1) sampai dengan ayat (4)

: Cukup jelas

Ayat (5) : Permohonan penguasaan tanah biasanya mengikuti batas-batas administrasi persil, sehingga sering terjadi adanya persil-persil yang tertutup atau terjepit yang mengakibatkan harga tanah atau nilai tanah persil tersebut menjadi turun. Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan kebijaksanaan untuk menjaga dan menjamin keadilan, maka Pemerintah Daerah dapat mewajibkan pemohon penguasaan tanah untuk menguasai batas-batas tertentu, sesuai dengan rencana tata ruang yang ada.

Ayat (6) : Berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, tugas-tugas yang menyangkut administrasi pertanahan pada umumnya merupakan tugas-tugas berdasarkan prinsip dekonsentrasi. Sementara itu tugas-tugas yang menyangkut penataan wilayah ruang sebagian besar merupakan tugas-tugas berdasarkan prinsip desentralisasi dan tugas pembantuan. Sehubungan dengan itu, agar penataan ruang dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka semua tugas-tugas dalam rangka penataan ruang yang menyangkut aspek administrasi, institusi, teknis dan hukum perlu ditegaskan dan diarahkan untuk menunjang terselenggaranya tugas-tugas dibidang pemerintahan dan pembangunan di Daerah.

Pasal 56 ayat (1)

: Penyelenggaraan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui kegiatan perijinan pemanfaatan ruang dan pelayanan umum pemanfaatan ruang. Pelaksanaan perijinan pemanfaatan ruang dititikberatkan dilakukan di Daerah Tingkat II, dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Ijin pemanfaatan ruang terus dikembangkan, yang meliputi :a. Ijin lokasi/letak tepat penguasaan lahan untuk bangunan/kegiatan;b. Ijin tapak lingkungan ;c. Ijin mendirikan bangunan ; d. Ijin merubah bangunan ;e. Ijin merobohkan bangunan ; f. Ijin menghapus bangunan.

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 15

Page 52: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Selanjutnya, ijin-ijin lain yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang agar disesuaikan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 pasal 26 dan penjelasannya disebutkan bahwa ijin pemanfaatan ruang meliputi lokasi, kualitas ruang dan tata bangunan. Apabila dijabarkan lebih lanjut, maka :− Aspek lokasi diwujudkan dalam bentuk ijin lokasi, yang menempatkan

batas tempat hak penguasaan tanah;− Aspek kualitas ruang diwujudkan dalam bentuk ijin tapak lingkungan,

baik menyangkut ketentuan geometrik pemanfaatan ruang untuk bangunan, maupun yang berkenaan dengan sarana dan prasarana umum serta perubahan morfologi permukaan tanah ;

− Aspek bangunan diwujudkan dalam bentuk ijin mendirikan, merubah, merobohkan dan menghapus bangunan.

Pelayanan umum pemanfaatan ruang tidak ber-sifat perijinan, dan meliputi pelayanan umum dalam bentuk :a. Pemberian rekomendasi prinsip tata ruang;b. Pemberian keterangan rencana; c. Pemberian keterangan syarat-syarat pembangunan lingkungan/

kawasan. Pemberian pelayanan umum non perijinan yang bersifat rekomendasi prinsip tata ruang mencakup pemberian pertimbangan terhadap gagasan atau rencana yang berdampak pemanfaatan ruang, termasuk pemberian penilaian bahwa suatu permohonan pemanfaatan ruang pada suatu lokasi tertentu sudah sesuai dengan rencana tata ruang atau tidak.Pemberian pelayanan umum non perijinan yang berbentuk keterangan rencana adalah mencakup pemberian keterangan tentang aspek-aspek teknis rencana tata ruang suatu obyek tertentu yang dimintakan keterangan. Pemberian pelayanan umum non perijinan yang berbentuk keterangan tentang syarat-syarat pembangunan lingkungan/kawasan mencakup pemberian keterangan dan ketentuan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu rencana pemanfaatan tanah oleh pemohon agar dicapai keterpaduan pembangunan kawasan. Semua pelayanan umum non perijinan harus menyebutkan batas waktu berlakunya rekomendasi, keterangan maupun syarat-syarat pembangunan dimaksud, untuk menjamin agar produk pelayanan umum tefsebut tidak disalahgunakan sebagai bagian dari spekulasi tanah.

Ayat (2) dan (3) : Cukup jelas

Ayat (4) : Dengan tetap berpegang pada prinsip deregulasi dan debirokratisasi, maka penyelenggaraan ijin pemanfaatan ruang dan pelayanan umum tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat, serta selalu disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 57 sampai dengan 68

: Cukup jelas

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 16

Page 53: PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TIMUR_4_1996.pdf · Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar ... Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, ... pada

Pasal 69 : Rencana tata ruang disusun dengan perspektif menuju kekeadaan pada masa depan yang diharapkan, bertitik tolak dari tata, informasi, ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor.Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis ; ilmu pengetahuan dan tehnologi berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang dapat ditinjau kembali dan atau disempumakan kembali ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pada prinsipnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang beriaku RTRWP ditinjau setelah kurun-waktu pelaksanaan 5 (lima) tahun, namun dalam keadaan mendesak dalam arti berskala besar dan berdampak penting, dapat dilakukan peninjauan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 70 sampai dengan 74

: Cukup jelas

Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 17