35
PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA Oleh : 1. Amazonia Dhita Ristanti (G1B007036) 2. Subekhan (G1B007038) Rombongan : 1 (Satu) Asisten : Dwi Ratna Sari (B1J005085) LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU - ILMU KESEHATAN

Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA

Oleh :

1. Amazonia Dhita Ristanti (G1B007036)

2. Subekhan (G1B007038)

Rombongan : 1 (Satu)

Asisten : Dwi Ratna Sari (B1J005085)

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU - ILMU KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

2008

Page 2: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

LEMBAR PENGESAHAN

Oleh : Amazonia Dhita R (G1B007036)

Subekhan (G1B007038)

Laporan praktikum ini dibuat untuk memenuhi persyaratan mengikuti

responsi praktikum Parasitologi Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas

Jenderal Soedirman.

Purwokerto, Juni 2008

Mengetahui dan Menyetujui

Dwi Ratna SariB1J005085

Page 3: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena

atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya Penulis mampu

menyelesaikan Laporan Praktikum Parasitologi yang berjudul ” Pemeriksaan

Feses Pada Manusia”.

Laporan Praktikum Parasitologi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi

persyaratan mengikuti responsi dan untuk melaporkan hasil praktikum yang

Penulis lakukan untuk mata kuliah Parasitologi pada Jurusan Kesehatan

Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak lupa untuk mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan karya

ilmiah ini dapat terselesaikan.

2. Ibu Drs. Siti Subadrah AZ, SU selaku dosen mata kuliah Parasitologi

Universitas Jenderal Soedirman.

3. Ibu dr. Tutik Ida Rosanti, M.Kes selaku dosen mata kuliah Parasitologi

Universitas Jenderal Soedirman.

4. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan baik moral dan

materiil.

5. Teman-teman dan pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian

penulisan laporan ini.

Penulis menyadari dalam penulisan Laporan Praktikum ini masih banyak

kekurangan dan kelemahannya serta masih jauh dari kesempurnaan di dalamnya.

Maka dari itu Penulis mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang ada.

Akhir kata, atas perhatian pembaca, Penulis ucapkan terima kasih.

Purwokerto, Juni 2008

Page 4: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

salah satu diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan

ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan

produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan

kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta

kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama

pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit

penyakit ini.

Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010, Pembangunan Kesehatan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional,

pembangunan tersebut mempunyai tujuan untuk mewujudkan manusia yang sehat,

produktif dan mempunyai daya saing yang tinggi. Salah satu cirri bangsa yang

maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu

kehidupan yang berkualitas.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,

pada Pasal 3 dinyatakan bahwa : Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta

dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan

lingkungannya. Sedangkan pada Pasal 8 dinyatakan bahwa: Pemerintah bertugas

menggerakkan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pembiayaan

kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan

bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin.

Sejalan dengan berlakunya desentralisasi sebagaimana tercantum dalam

Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; Undang-Undang

No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah; dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota sebagai daerah Otonom. Maka berbagai kegiatan

Page 5: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

telah dilaksanakan seperti Pencanangan program pemberantasan cacingan pada

anak dilakukan oleh Menteri Kesehatan Prof. DR. Sujudi di Medan pada tanggal

12 Juni 1995. Kerjasama upaya pemberantasan Cacingan merupakan salah satu

program Departemen Kesehatan, dalam rangka mendorong masyarakat untuk

menjadi pelaku utama dalam pemberantasan cacingan di daerahnya masing-

masing.

Deklarasi Bali menjelaskan lagi bahwa program pemberantasan Cacingan

menghasilkan perbaikan besar baik bagi kesehatan perorangan maupun kesehatan

masyarakat. Setiap negara berkembang harus memberikan perhatian yang tinggi

terhadap program pemberantasan penyakit Cacingan. Mengingat bahwa Cacingan

merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan maka perhatian terhadap

sanitasi lingkungan perlu ditingkatkan. Oleh karena itu di samping hal-hal

tersebut diatas maka perlu disusun suatu Pedoman Nasional yang dalam

pelaksanaannya melibatkan berbagai sektor, guna memudahkan daerah dalam

membuat perencanaan operasional.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui teknik pemeriksaan telur pada tinja anak-anak.

2. Mengetahui tingkat infeksi dari cacing-cacing parasiter dalam tinja

3. Mengetahui bentuk-bentuk dari cacing parasiter, bentuk telur maupun

larva agar kita mudah untuk mengenali dan melakukan tindakan efektif

baik untuk pencegahan maupun pengobatan terhadap infeksi cacing

parasiter.

Page 6: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

II. TELAAH PUSTAKA

Dalam diagnosis infeksi cacing usus secara parasitologis, bahan yang

diperiksa adalah tinja penderita. Kepekaan suatu metoda diagnosis sangat penting

tidak hanya untuk menentukan ada tidaknya infeksi, namun juga untuk menguji

keberhasilan penggunaan obat cacing yang dipakai dalam pengobatan.

Ada beberapa metoda pemeriksaan tinja yang sudah dikenal. Pemeriksaan

tinja metoda natif, pengapungan, dan cara harada mori yang merupakan metoda

yang paling murah, sederhana dan cepat. Metoda ini biasa dilakukan untuk

diagnosis rutin di laboratorium klinik.hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :

A. Macam Metode dan Dasar Teori

1. Pemeriksaan Secara Natif

Pemeriksaan tinja secara natif, termasuk pemeriksaan tinja

kualitatif. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik

untuk infeksi yang berat, karena untuk infeksi yang ringan, cara ini sukar

mendapatkan hasil, atau dengan kata lain, sukar untuk menemukan telur

– telur cacing parasit.

Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9 %)

atau 2 %. Penggunaan eosin 2 % dimaksudkan untuk lebih jelas

membedakan telur-telur cacing dengan kotoran dasekitarnya.

2. Pemeriksaan Dengan Metode Apung (Flotation Method)

Pemeriksaan dengan menggunakan metode ini dimaksudkan untuk

mengidentifikasi tinja yang mempunyai sedikit telur. Cara identifikasinya

yaitu dengan membedakan berat jenis (BJ) telur dengan kotoran pada

tinja. Pada dasarnya penggunaan NaCl jenuh (33 %) dimaksudkan agar

telur – telur cacing dapat terapung ke permukaan larutan karena BJ telur

lebih ringan dari kotoran yang lainnya.

3. Pemeriksaan Dengan Metode Harada Mori

Pemeriksaan dengan menggunakan metode ini yaitu untuk

mengidentifikasi larva cacang parasit, telur yang dieramkan selama + 7

hari, akan memungkinkan terjadinya penetasan terhadap telur tersebut.

Page 7: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

Penggunaan media aquades disini berfungsi untuk menciptakan suatu

suasana yang lembab, sehingga pada daerah atau suasana tersebut telur

cacing akan menetas dan larva (larva infektif) ini akan teridentifikasi

pada aquades di bawahnya.

Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan

larva cacing A. Duodenale, N americanus, Strongyloides stercoralis dan

Trichostrongylus yang didapatkan dari feces penderita.

4. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

Dalam mendiagnosis kecacingan terdapat beberapa cara dan

tehnik, cara yang paling umum digunakan adalah memeriksa feses segar

dengan membuat sediaan langsung (direct smear). Untuk pemeriksaan ini

sebaiknya menggunakan feses yang masih segar (tidak kering) karena

telur cacing tambang dalam tinja yang agak basah dalam waktu itu akan

menetas dan sukar diidentifikasi. Cara yang dianjurkan internasional

adalah cara Kato Katz, yaitu sediaan tinja ditutup dan diratakan dibawah

“cellophane tape” yang sudah direndam dalam larutan hijau malachite

(malachite green) supaya dapat efek penjernihan (clearing).

Pemeriksaan kuantitatif diperlukan untuk menentukan intensitas

infeksi atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per

gram feses (EPG) pada setiap jenis cacing.

Ada 4 kiteria menurut Darwin Karyadi :

Infeksi Sangat Ringan:1-9 (15 – 149 butir)

Infeksi Ringan : 10 – 24 (150 - 375 butir)

Infeksi sedang : 25 – 49 (376 – 794)

Infeksi Berat : > 50 (750 butir telur lebih)

B. Kekurangan

1. Pemeriksaan Secara Natif

Kekurangan dari metode natif ini adalah tidak tepat untuk

pemeriksaan jenis infeksi yang ringan, karena pada infeksi ringan, telur

cacing parasit sukar ditemukan. Selain itu tinja yang dipakai pada

Page 8: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

percobaan adalah molekul besar, sehingga terdapat telur yang sukar

ditemukan.

2. Pemeriksaan Dengan Metode Apung (Flotation Method)

Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur–telur Nematoda,

Schistosoma, Dibothriocephalus, telur yang berpori-pori dari famili

Taenidae, telur-telur Acanthocephalus atau telur Ascaris yang infertil.

Pemeriksaan ini rentan terhadap getaran atau sentuhan berlebih,

karena jika tabung reaksi banyak getaran atau sentuhan, maka yang

semula telur akan naik, dengan adanya hal ini telur kembali lagi ke dasar

dan akan memakan waktu yang lama lagi untuk mencapai permukaan

larutan NaCl jenuh (33%).

Saat akan diamati di bawah mikroskop juga harus cepat-cepat, pada

pengambilan dengan cover glass, harus cepat-cepat agar telurnya tidak

turun kembali ke dasar.

3. Pemeriksaan Dengan Metode Harada Mori

Kekurangan dari metode ini yaitu apabila ada beberapa telur cacing

yang beroperkulum telur Schistosoma sp. dan telur Ascaris lumbricoides

yang tidak dibuahi tidak dapat dikonsentrasikan dengan baik. Sehinggan

dengan kata lain, apabila ada telur yang tidak dibuahi, maka tidak akan

terdapat stadium larva infektifnya di dalam aquades.

4. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

Kekurangan dari metode kuantutatif ini adalah diperlukan jumlah

tinja yang lebih banyak dalam pemeriksaannya. Selain itu juga

diperlukan ketelitian dalam menghitung dan mengidentifikasi telur secara

mikroskopis, karena jumlah telur yang sangat banyak an berukuran

sangat kecil.

C. Kelebihan

1. Pemeriksaan Secara Natif

Kelebihan dari menggunakan metode ini adalah suatu metode

mikroskopis yang cepat dan mudah untuk dilakukan. Telur cacingnya

juga dapat mudah diidentifikasi karena pada percobaan ini menggunakan

Page 9: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

larutan eosin 2 %, yang dapat memberikan perbedaan warna pada telur

cacing dan kotoran – kotoran sekitarnya.

2. Pemeriksaan Dengan Metode Apung (Flotation Method)

Pemeriksaan dengan metode ini cukup mudah dilakukan, dan

hasilnya juga mendekati akurat, karena hampir seluruh telur cacing dapat

terapung karena perbedaan Berat Jenis dengan kotoran atau benda-benda

yang lainnya.

3. Pemeriksaan Dengan Metode Harada Mori

Pemeriksaan dengan metode ini mempunyai kelebihan bila

dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini dikarenakan pada metode ini

dapat mengidentifikasi jenis larva infektif dari cacing parasit. Bukankah

tidak semua jenis cacing parasit dapat menetas telurnya di daerah yang

bersuasana lembab, hanya beberapa saja. Sehingga hal ini dapat

memudahkan kita mengidentifikasi langsung jenis atau spesies yang

dimaksud tersebut.

Apabila harus dipilih salah satu dari ketiga metoda natif, harada

mori dan pengapungan untuk digunakan secara rutin, maka dianjurkan

agar natif yang digunakan, dengan alasan meskipun pada sediaan metoda

natif terdapat partikel-partikel tinja, namun semua protozoa, telur dan

larva yang ada akan terdeteksi dan metoda ini juga merupakan metoda

yang lebih kecil kemungkinannya menjadi subjek kesalahan teknik.

4. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

Pemeriksaan dengan metode ini merupakan metode yang paling

murah, cepat dan sederhana, Metode ini biasanya dilakukan untuk

diagnosis rutin di laboratorium klinik.

Page 10: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

1. Pemeriksaan Secara Natif

- Alat

1. Object Glass

2. Lidi

3. Cover glass / kaca penutup

4. Pipet tetes

- Bahan

1. Feses anak-anak usia 6-11 tahun

2. Larutan NaCl fisiologis atau Eosin 2%

Prinsip pemeriksaannya adalah penggunaan eosin dimaksudkan untuk

dapat lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran-kotoran di

sekitarnya.

2. Pemeriksaan Dengan Metode Apung

- Alat

1. Beker glass atau gelas ukur

2. Gelas Pengaduk

3. Penyaring teh

4. Tabung Reaksi

5. Object glass

6. Cover glass

- Bahan

1. Feses anak-anak usia 6-11 tahun

2. Larutan NaCl jenuh sebanyak 200ml

3. Pemeriksaan Dengan Metode Harada Mori

- Alat

1. Tabung reaksi ukuran 18 x 180 mm atau 20 x 200 mm atau

kantung plastik ukuran 30 x 200 mm.

Page 11: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

2. Kertas saring ukuran 3 x 15 cm

3. Lidi bambu

4. Rak tabung reaksi atau tempat untuk menggantung plastik

5. Pensil berwarna atau spidol

- Bahan

1. Feses anak-anak usia 6-11 tahun

2. Akuadest steril

4. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

- Alat

1. Selophane sebesar 2,5 – 3 cm

2. Gelas preparat

3. Karton yang berlubang, dengan volume tertentu (2mm3)

4. Soket bambu

5. Kawat saringan

6. Kertas minyak

- Bahan

1. Larutan untuk memulas selophane, terdiri atas:

● 100 bagian aquadest ( 6% fenol)

● 100 bagian gliserin

● 1 bagian larutan hijau malachite 3%

2. Tinja seberat 30 mg

Page 12: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

B. Metode

1. Pemeriksaan Secara Natif

a. Pada object glass yang sudah dibersihkan diteteskan 1-2 tetes larutan

NaCl fisiologis atau eosin 2%, akan tetapi yang dipergunakan dalam

praktikum kali ini adalah eosin.

b. Dengan menggunakan sebatang lidi, feses yang sudah ada diambil dan

diletakkan diatas object glass yang telah ditetesi eosin tadi.

c. Dengan menggunakan lidi yang tadi, kita ratakan atau larutkan feses

dengan eosin agar merata, kemudian ditutup dengan cover glass atau

kaca penutup.

d. Amati di mikroskop apakah terdapat telur cacing atau tidak.

Gambar : eosin

Eosin tinja

Ratakan dengan lidi

Amati di mikroskop

Page 13: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

2. Pemeriksaan Dengan Metode Apung

a. 200ml larutan NaCl jenuh dituangkan kedalam bekker glass atau gelas

ukur, kemudian ditambahkan tinja kurang lebih 10gr, kemudian diaduk

dengan batang pengaduk hingga tercampur rata.

b. Campuran tadi dituangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh atau

sampai rata dengan permukaan tabung reaksi. Diamkan selama kurang

lebih 5-10 menit.

c. Tutupkan atau letakkan object glass ke atas permukaan tabung tadi,

dan segera diangkat. Kemudian tutup dengan cover glass. Sehingga

cairan tadi berada diantara cover glass dan object glass.

d. Amati di bawah mikroskop apakah terdapat telur cacing atau tidak.

Gambar :

Gelas pengaduk

Dituang ke tabung reaksi

Sampai cembung

Amati di mikroskop

NaCl jenuh+ tinja

Page 14: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

3. Pemeriksaan Dengan Metode Harada Mori

a. Plastik diisi dengan aquadest steril + 5ml

b. Dengan lidi atau bambu, tinja dioleskan pada kertas saring sampai

mengisi sepertiga bagian tengahnya.

c. Kemudian kertas saring dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau

plastik tersebut diatas. Cara memasukkan kertas saring dilipat

membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan aquadest dan

tinja jangan sampai tercelup aquadest.

d. Tulis nama penderita, tanggal penamaan, tempat penderita dan nama

mahasiswa. Plastik ditutup dengan cara dijepit.

e. Simpan pada suhu kamar selma 3-7 hari.

Gambar :

Diisi Aquadest +5ml Tinja Dijepit

Kertas Saring

Kantong Plastik Aquadest

Page 15: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

Kertas diangkat

Air dimasukkan

Plastik dipotong ke tabung reaksi

Lalu disentrifuge

Amati di mikroskop

Diambil air

Bagian dasar

4. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

a. Sebelum pemakaian, pita selofan dimasukkan ke dalam larutan

malachite green selama + 24 jam.

b. Diatas kertas minyak, ditaruh tinja sebesar biji kacang, selanjutnya di

atas tinja tersebut ditumpangi dengan kawat saringan dan ditekan

sehingga didapatkan material atau tinja yang kasar tertinggal di bawah

kawat dan tinja yang halus keluar di atas kawat penyaring.

Page 16: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

c. Dengan lidi, ambil tinja yang sudah halus tersebut di atas kawat

penyaring + 30mg. Dengan memakai cetakan karton yang berlubang,

taruh di atas gelas preparat yang bersih.

d. Kemudian ditutup dengan pita selofan dengan meratakan tinja di

seluruh permukaan pita selofan sampai sama tebal, dengan bantuan

gelas preparat yang lain.

e. Biarkan dalam temperatur kamar selama 30-60 menit supaya menjadi

transparan.

f. Periksa seluruh permukaan dengan menghitung jumlah semua telur

cacing yang ditemukan dengan perbesaran lemah.

Gambar :

Selophane direndam 24 jam

Tinja diletakkan di atas karton

Malachite Green

Selophane

Ditutup dengan selophane

Amati di mikroskop

Page 17: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Pemeriksaan Secara Natif

Dalam pemeriksaan dengan metode natif ini, eosin 2 % digunakan sebagai

pewarna telur yang akan membedakan warna telur cacing dengan tinja. Setelah

object glass ditetesi dengan eosin 2 % sebanyak satu tetes, tinja diambil

secukupnya dengan menggunakan lidi. Perbandingan jumlah tinja tidak

diperhatikan karena metode ini hanya memperhatikan secara kualitatif, bukan

secara kuantitatif. Setelah itu, object glass ditutup dengan cover glass dan

preparat siap diamati.

Berikut adalah hasil pengamatan dari pemeriksaan feses metode natif :

Nama probandus : Ditya

Umur : 10 tahun.

Jenis Kelamin : Laki – laki

Tanggal pemeriksaan : 7 Mei 2008

Hasil Pemeriksaan : Negatif (tidak ditemukan telur semua species

cacing )

Hasil pemeriksaan ini belum menunjukan hasil yang akurat karena masih

terdapat beberapa faktor yang kurang mendukung antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Faktor human error atau kesalahan praktikan sendiri, yaitu ketelitian dalam

pemeriksaan, keterampilan dan ketepatan praktikan dalam melaksanakan

praktikum sesuai dengan prosedur.

2. Faktor kebersihan alat yang digunakan.

3. Faktor kelemahan dari metode natif sendiri, yaitu hanya sensitif pada

pemeriksaan feses penderita dengan kemungkinan infeksi yang berat.

Hasil dari praktikum pemeriksaan tinja yang telah kami lakukan adalah

negatif, sehingga tidak perlu adanya upaya pengobatan dan pengendalian terhadap

cacing parasit yang dapat menginfeksi penderita. Sedangkan apabila penderita

terinfeksi cacing – cacing parasit maka penderita harus segera melakukan

pengobatan dan pengendalian tehadap jenis cacing yang menginfeksi agar

penyakit yang dideritanya tidak semakin parah. Pengobatan yang dilakukan harus

Page 18: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

sesuai dengan cacing yang menginfeksi manusianya, misalkan terinfeksi cacing

Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale dan Necator americanus, maka

pengobatan yang harus diberikan adalah Albendazole dan obat tersebut harus

diberikan dengan dosis tunggal 400mg selama beberapa hari secara berturut –

turut agar memberikan hasil yang maksimal.

b. Pemeriksaan Dengan Metode Apung (Flotation Method)

Pemeriksaan feses dengan metode apung ini didasarkan pada perbedaan

berat jenis antara telur cacing parasit dan pelarut yang digunakan. Dalam

praktikum Metode Apung ini digunakan NaCl jenuh 33 %. Karena NaCl ini

memiliki berat jenis yang lebih besar dibanding dengan telur cacing, maka telur

cacing dalam feses akan mengapung dipermukaan larutan NaCl di dalam tabung.

Yang dilakukan pertama kali adalah feses dan larutan NaCl dilarutkan di

dalam beker glass dan kemudian diaduk, setelah feses dan larutan NaCl tercampur

dengan homogen, campuran larutan tadi dituang kedalam tabung reaksi sampai

cembung dengan permukaan tabung reaksi. Agar telur cacing dapat mengapung,

maka larutan didiamkan selama +5 menit. Kemudian object glass ditempelkan ke

permukaan tabung dengan cepat, lalu ditutup dengan cover glass, setelah itu

diamati pada mikroskop.

Berikut adalah hasil pengamatan dari pemeriksaan feses dengan metode

apung :

Nama probandus : Ditya

Umur : 10 tahun.

Jenis Kelamin : Laki – laki

Tanggal pemeriksaan : 7 Mei 2008

Hasil Pemeriksaan : Negatif (tidak ditemukan telur dari semua species

cacing)

Pada pemeriksaan metode apung (Flotation Method), hasilnya pun kurang

menunjukan data yang akurat, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Faktor human error atau kesalahan praktikan sendiri, yaitu kurangnya kehati-

hatian praktikan dalam melaksanakan praktikum, misalnya adalah pada saat

Page 19: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

larutan campuran feses dan NaCl di dalam tabung reaksi tersenggol dan

mengalami goncangan atau getaran. Padahal sebenarnya hal itu tidak

diperbolehkan, karena telur-telur cacing yang sudah mengambang

dipermukaan dapat turun kembali ke dasar tabung reaksi.

2. Campuran antara feses dan pelarut yang kurang homogen.

3. Faktor kebersihan alat.

4. Faktor dari sediaan yang diamati (feses), yang mungkin memang benar-benar

tidak terdapat telur-telur cacing spesies apapun.

Orang yang positif terinfeksi oleh cacing parasit dapat melakukan

pengobatan. Pengobatan cacingan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tinja,

dan untuk mengurangi prevalensi tingginya penyakit cacingan dapat dilakukan

upaya pencegahan yang salah satunya dapat dilakukan melalui upaya kebersihan

perorangan ataupun sanitasi lingkungan.

Sejak lama telah dicoba memberantas kecacingan ini dengan memakai

obat-obatan seperti : Piperazine, levamisole, Pyrantel pamoate, Mebendazole,

gabungan Oxantel Pyrantel pamoate dan Thiabendazole, dengan berbagai regimen

bahkan ada yang harus puasa, memakan obat pencahar dengan hasil yang

berbeda-beda, serta tidak satupun diantara obat-obat tersebut diatas yang bekerja

secara efektif untuk semua soil transmitted helminthiasis.

c. Pemeriksaan Dengan Metode Harada Mori

Dalam pembuatan preparat untuk metode Harada Mori ini, dilakukan

melalui beberapa cara. Yang pertama kali di lakukan adalah feses diletakkan di

atas kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang telah berisi

aquadest. Plastik tersebut didiamkan di dalam suhu ruangan selama + 7 hari.

Kemudian kertas saring diangkat keatas plastik tanpa harus keluar dari plastik itu

sendiri. Lalu aquadest yang ada di dasar plastik dituang ke dalam tabung reaksi.

Diamkan selama 5 menit, ambil aquadest yang ada di dasar tabung reaksi dan

letakkan di atas object glass. Amati apakah ada larva dalam preparat yang kita

amati.

Page 20: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

Pemeriksaan feses dengan metode Harada Mori ini, hanya spesifik untuk

species cacing yang memiliki larva sebagai stadium infektif. Diantaranya adalah

A. duodenale, N. Americanus, Strongyloides stercolaris dan Trichostrongylus.

Berikut adalah hasil pengamatan pemeriksaan feses metode Harada Mori :

Nama probandus : Ditya

Umur : 10 tahun.

Jenis Kelamin : Laki –laki

Tanggal pemeriksaan : 7 Mei 2008

Hasil Pemeriksaan : Negatif (tidak ditemukan larva semua species

cacing )

Sama halnya dengan hasil pengamatan metode sebelumnya, pada

pemeriksaan larva metode Harada Mori pun hasilnya kurang menunjukan data

yang akurat, disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :

1. Kesalahan prosedur dalam menginkubasi larutan yang berisi feses.

Seharusnya larutan tinja diinkubasi dalam waktu 7 hari, tetapi pada

praktikum kali ini tinja yang dibiarkan lebih dari 7 hari maka larutan

akan terpapar udara dan memungkinkan mikroorganisme lain masuk ke

dalam plastik.

2. Praktikan kurang memperhatikan prediposisi yang dimiliki probandus,

yang akan mempengaruhi hasil praktikum.

3. Faktor pengamatan dari praktikan yang mungkin kurang teliti, kurang

cermat, dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan.

Apabila hasil pemeriksaan feses probandus positif terinfeksi cacing

parasit, maka harus segera diberikan obat cacing yang sesuai dengan hasil

pemeriksaan feses. Salah satu cacing yang dapat teridentifikasi dengan metode

Harada Mori adalah Strongyloides stercolaris. Cacing ini bila menginfeksi

manusia dapat menyebabkan anemi, timbul rasa nyeri, mual, diare dan konstipasi,

apabila terjadi infeksi berat maka akan berakibat fatal yaitu kematian. Oleh karena

itu untuk mengobati dan mengendalikan infeksi cacing ini harus diobati dengan

tiabendazol dua kali sehari selama 2 atau 3 hari.

Page 21: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

d. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

Dengan menggunakan teknik ini, akan lebih banyak telur cacing yang

dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini pun dianjurkan

juga untuk pemeriksan tinja secara massal karena lebih sederhana dan murah.

Pemeriksan telur cacing parasit dengan cara ini menggunakan larutan yang terdiri

dari akuades, gliserin, dan larutan hijau malachite karena berfungsi untuk

memulas selofan dan supaya ada efek penjernihan, sehingga dalam pemeriksaan

tinja dapat diketahui dengan jelas perbedaan antara telur dari cacing parasit

dengan lingkungan sekitar (tinja). Pemeriksaan dengan teknik ini dengan cara

didiamkan selama 30 – 60 menit yang bertujuan agar sediaan berubah menjadi

transparan.

Hasil perhitungan telur – telur cacing parasit dalam tinja probandus :

Parasit Jumlah telur

- Ascaris lumbricoides 30

- Trichuris trichiura 25

- Cacing tambang 60

Perhitungan :

Jumlah telur tiap gram tinja :15000 × 60 butir =18.000.000 butir

0,5

Ascaris : 200.000 butir telur / hari

Cacing dewasa : 18.000.000 = 90 cacing dewasa

200.000

Dari hasil pemeriksaan telur cacing parasit secara kuantitatif, ternyata telur

cacing parasit yang terdapat dalam tinja probandus adalah A.lumbricoides, T.

trichiura, dan cacing tambang sehingga diperkirakan jumlah cacing yang hidup di

dalam usus probandus adalah 90 cacing dewasa betina dan sesuai dengan kriteria

menurut Darwin Karyadi, probandus termasuk mengalami atau menderita infeksi

berat. Oleh karena itu untuk mencegah infeksi yang lebih berat lagi maka hal yang

harus dilakukan untuk menyembuhkan dan mengendalikan pertumbuhan cacing

parasit dalam usus probandus adalah sebagai berikut :

Page 22: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

- Untuk infeksi cacing A. lumbricoides dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5

tahun, akan tetapi jika dengan pengobatan kesembuhan diperoleh antara

70 – 99 %

- Pada infeksi cacing tambang dapat disembuhkan dengan obat pirantel pamoat,

semprotan kloretil atau albendazol

- Pada infeksi cacing T. trichiura dapat disembuhkan dengan obat mebendazol,

albendazol, dan oksantel pamoat.

Page 23: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil pemeriksaan secara natif adalah negatif (tidak ditemukan telur dalam

tinja), hal ini menunjukan bahwa kondisi probandus dalam keadaan normal.

2. Hasil pemeriksaan dengan Metode Apung atau Flotation Method adalah

negatif (tidak ditemukan telur dalam tinja) dan menunjukan probandus

dalam keadaan normal.

3. Hasil pemeriksaan dengan metode Harada Mori adalah negatif (tidak

ditemukan larva cacing parasit).

4. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif, dengan perkiraan jumlah cacing dewasa betina

dalam usus probandus adalah 90 cacing. Menurut Darwin Karyadi, jumlah

ini termasuk kedalam golongan infeksi berat.

B. Saran

Praktikan diharapkan dapat :

1. Menjalankan praktikum dengan cermat dan tepat serta teliti agar dapat

mendapatkan hasil yang diinginkan.

2. Praktikan diharapkan telah menguassai dasar teori dari masing-masing

metode praktikum, sehingga dapat menjalankan praktikum sesuai

prosedur.

3. Dalam upaya menentukan metode mana yang cocok, harus

dipertimbangkan segala aspek dan menyesuaikan dengan kebutuhan

dari pemeriksaan tersebut.

Page 24: Pemeriksaan Telur Cacing Parasit

DAFTAR PUSTAKA

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/

14PerbandinganSensitifbeberapaMetodaPemeriksaanTinjaManusia124.pdf/

14PerbandinganSensitifbeberapaMetodaPemeriksaanTinjaManusia124.html .

Diakses pada tanggal 24 mei 2008.

Keputusan Menteri Kesehatan. 2007. www.dinkes.com diakses pada tanggal 25

mei 2008

Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sylvia, A. P and Lorraine, M. W. 2003. Patofisiologi. Jakarta:EGC.

Widmann Frances K, M.D. 1995. Tinjauan Klinik Atas Hasil Pemeriksaan Edisi

9. Jakarta : Penerbit Egc

Hyde John E. 1990. Moleculer Parasitology. New York : Van Nostrand Reinhold.

Onggowaluyo Jangkung Samidjo. 2001. Parasitologi Medik 1 Helmintologi.

Jakarta :EGC.

Gandahusada Srisasi, dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Fakultas

Kedokteran UI.