89
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA (LEGAL PROTECTION ON WITNESSES IN THE INVESTIGATION PROCESS OF CRIMINAL CASES IN INDONESIA) OLEH: MILA GUSTIANA ANSARY Nomor Pokok : P0902211603 FAKULTAS HUKUM PROGAM PASCA SARJANA KELAS KERJASAMA KEJAKSAAN AGUNG RI DAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA

(LEGAL PROTECTION ON WITNESSES IN THE INVESTIGATION PROCESS OF CRIMINAL CASES IN INDONESIA)

OLEH:

MILA GUSTIANA ANSARY

Nomor Pokok : P0902211603

FAKULTAS HUKUM PROGAM PASCA SARJANA KELAS KERJASAMA

KEJAKSAAN AGUNG RI DAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2013

Page 2: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

ABSTRAK

MILA GUSTIANA ANSARY. Perlindungan Hukum bagi Saksi dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana di Indonesia (dibimbing oleh M. Syukri Akub dan Syamsuddin Muchtar)

Penelitian ini bertujuan mengetahui konsep perlindungan saksi dan implementasi perlindungan saksi dalam proses pemeriksaan perkara pidana di Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan bersifat normatif empiris yang ditempuh melalui kajian kepustakaan dan wawancara. Penelitian dilaksanakan di lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak dan kewajiban saksi harus dilindungi negara. Dalam proses persidangan pidana, pemenuhan hak saksi oleh negara merupakan suatu hal yang wajib dan apabila saksi merasa hak-haknya terpenuhi, secara tidak langsung akan berdampak positif bagi pelaksanaan kewajibannya di dalam proses persidangan. Perlindungan terhadap saksi dilakukan berdasarkan prosedur yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban maupun dalam Peraturan LPSK Nomor 6 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan Saksi dan Korban. Peran LPSK dalam perlindungan saksi adalah bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan kepada saksi berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sedangkan pelaksanaan perlindungan saksi oleh LPSK dalam praktik sering menghadapi kendala, baik yang bersifat intern maupun ekstern.

Kata kunci : perlindungan, saksi, LPSK.

Page 3: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

ABSTRACT

MILA GUSTIANA ANSARY. Legal Protection on Witnesses in the Investigation Process of Criminal Cases in Indonesia. (Supervised by M. Syukri Akub and Syamsuddin Muchtar)

The aims of the research is to acknowledge the concepts of witness protection and implementation of witness protection in the process of criminal case investigation in Indonesia.

The research was conducted at the witness and victims protection imstitution (LPSK) with empirical normative method with library studies and interviews. The data employed are primary and secondary data. The data is then analyzed qualitatively.

The result of the research indicated that the rights and the obligation of the witness should be protected by the state. In the process of criminal court, the witness rights fulfillment by the state is obligatory, and when the witness feel their rights were fulfilled, it will automatically have a positive impact on their obligation implementation in the court process. Witness protection is conducted according to procedures regulated Constitution No. 13, 2006 on witness and victims protection, as well as in LPSK regulation No. 6, 2010, on the procedures of witness and victims protection procedures. The roles of LPSK in the witness protection is to be responsible of handling protection provision for the witness based on the jobs and the responsibility which is regulated in the Constitution No. 13, 2006 on witness and victims protection. Meanwhile the witness protection implementation by LPSK, in practice, frequently faces internal and external problems.

Keyword : protection, witness, LPSK.

Page 4: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara berdasar atas hukum,

penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam amandemen ketiga

UUD 1945 tahun 2001 ditegaskan kembali  dalam Pasal  1 ayat (3)

yang berbunyi : "Negara Indonesia merupakan negara hukum".

Hal penting dalam negara hukum adalah adanya penghargaan

dan komitmen menjunjung tinggi hak asasi manusia serta jaminan

semua warga negara sama kedudukannya di dalam hukum (equality

before the law). Adanya perlindungan dan penghormatan terhadap

hak-hak asasi manusia merupakan pilar yang sangat penting dalam

setiap negara yang disebut negara hukum. Argumentasi hukum yang

dapat diajukan tentang hal ini, ditunjukkan dengan ciri negara hukum

itu sendiri, bahwa salah satu diantaranya adalah perlindungan

terhadap hak asasi manusia. Perlindungan terhadap hak asasi

manusia dalam negara hukum, terwujud dalam bentuk penormaan hak

tersebut dalam konstitusi undang-undang dan untuk selanjutnya

penegakannya melalui badan-badan peradilan sebagai pelaksana

kekuasaan kehakiman.

Page 5: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Pasal 28D ayat 1 amandemen kedua Undang-undang Dasar

1945 menegaskan :

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”

Prinsip demikian idealnya bukan hanya sekedar tertuang di dalam UUD

1945 dan perundang-undangan. Namun yang lebih utama dan

terutama adalah dalam pelaksanaan atau implementasinya.

Praktik penegakan hukum seringkali diwarnai dengan hal-hal yang

bertentangan dengan prinsip tersebut. Misalnya penganiayaan

terhadap tersangka untuk mengejar pengakuan, intimidasi, rekayasa

perkara, pemerasan, pungutan liar dan sebagainya. Kemudian dari

pihak korban juga merasakan diabaikan hak-haknya, antara lain

dakwaan lemah, tuntutan ringan, tidak mengetahui perkembangan

penanganan perkara, tidak menerima kompensasi dan tidak terpenuhi

hak-hak yang lain.

Selain tersangka dan korban yang sering diabaikan hak-haknya,

satu lagi yang berperan penting dalam mengungkap kebenaran suatu

tindak pidana adalah saksi.

Dalam konteks penegakan hukum pidana menurut sistem

peradilan pidana (criminal justice system ) Indonesia sebagaimana

diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan

peraturan lainnya, yang dimulai dari fase pemeriksaan pendahuluan

(penyelidikan dan penyidikan) oleh Penyelidik dan Penyidik Polri atau

Page 6: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), penuntutan oleh Penuntut

Umum (Kejaksaan), pemeriksaan pengadilan oleh hakim Pengadilan

Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung,  sampai eksekusi

putusan pengadilan, peran masyarakat sangatlah besar, khususnya

dalam peranannya menjadi saksi terhadap tindak pidana yang terjadi.

Sebagaimana diketahui, peranan saksi yang melihat atau

mendengar terjadinya tindak pidana sangatlah penting, karena

keterbatasan menjadikan penyelidik dan penyidik tidak dapat secara

langsung mengetahui semua tindak pidana yang terjadi di masyarakat.

Polisi  dan PPNS sebagai penyelidik atau penyidik, mengetahui tindak

pidana yang terjadi di masyarakat dari laporan dan pengaduan dari

anggota masyarakat. Dalam konstalasi inilah peran masyarakat

dengan budaya hukumnya mempengaruhi kinerja penegakan hukum

pidana.     

Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, kedudukan saksi

sangatlah penting sehingga keterangan saksi dijadikan  salah satu di

antara lima alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal

184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu: a)

Keterangan saksi; b) Keterangan ahli; c) Surat; d) Petunjuk; dan e)

Keterangan terdakwa.  Penempatan keterangan saksi dalam urutan

pertama dari lima alat bukti yang sah, menunjukkan tentang pentingnya

alat bukti keterangan saksi dalam penyelesaian perkara pidana.

Pentingnya alat bukti keterangan saksi ini terkait dengan  sistem

Page 7: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

pembuktian yang dianut oleh hukum acara pidana Indonesia yaitu

negative wettelijk, sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP yang

berbunyi:

"Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya".

Salah satu alat bukti yang sah yang hampir selalu ada dan

diperlukan dalam setiap perkara pidana adalah keterangan saksi. 

Penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang

tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering

mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan saksi

disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak

tertentu.

Persoalan yang juga sering dijumpai dalam proses peradilan

pidana adalah kadang muncul seorang yang dihadapkan dalam

persidangan merupakan satu-satunya saksi. Padahal dalam peradilan

pidana berlaku prinsip unus testis nulus testis, yang berarti satu saksi

bukan merupakan saksi, sehingga apabila tidak didukung oleh alat

bukti lain maka putusan hakim akan berwujud putusan lepas dari

segala tuntutan.

Page 8: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Pentingnya kedudukan saksi dalam proses peradilan pidana,

telah dimulai sejak awal proses peradilan pidana. Harus diakui bahwa

terungkapnya kasus pelanggaran hukum sebagian besar berdasarkan

informasi dari masyarakat. Begitu pula dalam proses selanjutnya,

ditingkat kejaksaan sampai pada akhirnya di pengadilan, keterangan

saksi sebagai alat bukti utama menjadi acuan hakim dalam memutus

bersalah atau tidaknya terdakwa. Jadi jelas bahwa saksi mempunyai

kontribusi yang sangat besar dalam upaya menegakkan hukum dan

keadilan .

Berhubungan dengan hal tersebut, saksi merupakan salah satu

faktor penting dalam pembuktian atau pengungkapan fakta yang akan

dijadikan acuan dalam menemukan bukti-bukti lain untuk menguatkan

sebuah penyelidikan, penyidikan, dan bahkan pembuktian di

pengadilan.

Pentingnya peran saksi dalam proses penegakan hukum

terutama hukum pidana tentunya membawa konsekuensi tersendiri

bagi orang yang dijadikan saksi, baik itu saksi korban dan saksi

pelapor maupun saksi-saksi lain dalam pembuktian pelaku tindak

pidana.

Dalam lapangan hukum pidana terutama untuk penegakkannya

tidak semudah yang dibayangkan masyarakat, terlebih dalam

mendapatkan keterangan saksi. Hal ini terbukti bahwa masih banyak

Page 9: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

kasus yang terjadi belum dapat diselesaikan secara cepat atau tidak

dapat terungkap, karena tidak ada atau kurangnya alat bukti yang

didapat antara lain dari saksi. Sebagian besar saksi merasa enggan

dan takut memberi keterangan karena mereka tidak mendapat

perlindungan hukum yang jelas. Apalagi dalam kasus-kasus besar

yang mungkin melibatkan pihak-pihak yang mempunyai kekuatan atau

kekuasaan tertentu dalam masyarakat, mempunyai peluang untuk

memberikan penekanan atau intimidasi pada saksi agar tidak

memberikan kesaksiannya .

Posisi saksi yang demikian penting nampaknya sangat jauh dari

perhatian masyarakat maupun penegak hukum. Ternyata sikap ini

memang sejalan dengan sikap pembentuk undang-undang, yang tidak

secara khusus memberikan perlindungan kepada saksi berupa

pemberian sejumlah hak, seperti yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa.

Dalam KUHAP, sebagai ketentuan hukum beracara pidana di

Indonesia, tersangka/terdakwa memiliki sejumlah hak yang diatur

secara tegas dan rinci dalam suatu bab tersendiri. Sebaliknya bagi

saksi, hanya ada beberapa pasal dalam KUHAP yang memberikan hak

pada saksi, tetapi pemberiannya pun selalu dikaitkan dengan

tersangka/terdakwa. Jadi hak yang dimiliki saksi lebih sedikit dari hak

yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa.

Kondisi saksi yang berada pada posisi yang lemah, justru Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) bahkan mengancam dengan

Page 10: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

pidana apabila saksi tidak datang untuk memberikan keterangan

setelah menerima panggilan dari penegak hukum. Selanjutnya KUHAP

mewajibkan saksi untuk bersumpah dan berjanji sebelum memberikan

keterangan tujuannya adalah agar saksi tersebut dapat memberikan

keterangan dengan sungguh-sungguh dengan apa yang diketehui, baik

yang dilihat, didengar atau dialami oleh saksi. Berbicara tentang

kewajiban dalam hukum tentu erat kaitannya dengan Hak Asasi

Manusia dalam hal ini adalah hak saksi, dengan demikian Undang-

undang memberikan hak bagi saksi berupa perlindungan bagi saksi itu

sendiri.

Mengutip artikel yang ditulis Surastini Fitriasih dijelaskan bahwa

sementara saksi sebagai warga masyarakat, juga korban sebagai

pihak yang dirugikan kepentingannya, karena telah diwakili oleh negara

yang berperan sebagai pelaksana proses hukum dianggap tidak perlu

lagi memiliki sejumlah hak yang memberikan perlindungan baginya

dalam proses peradilan. Sesungguhnya bila di cermati dalam

kenyataannya, kondisi saksi tidak jauh berbeda dengan

tersangka/terdakwa, mereka sama-sama memerlukan perlindungan,

karena:

1. Bagi saksi (apalagi yang awam hukum), memberikan keterangan

bukanlah suatu hal yang mudah.

2. Bila keterangan yang diberikan ternyata tidak benar, ada ancaman

pidana baginya karena dianggap bersumpah palsu.

Page 11: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

3. Keterangan yang diberikannya akan memungkinkan dirinya

mendapat ancaman, teror, intimidasi dari pihak yang dirugikan.

4. Memberikan keterangan membuang waktu dan biaya.

5. Aparat penegak hukum tidak jarang memperlakukan saksi seperti

seorang tersangka/terdakwa.

Dengan uraian di atas, tentu muncul dilema bagi saksi saat ini,

disisi lain harus memenuhi kewajiban namun dipihak lain haknya

sendiri tidak terpenuhi dan bahkan malah dirugikan oleh kepentingan

pemeriksaan dalam setiap proses peradilan pidana. Kerugian yang

diderita oleh saksi adalah hak yang dilanggar oleh sebuah undang-

undang, karena kadang kala bukan hanya sekedar hak atas biaya saja

namun lebih dari itu adalah hak untuk tidak mendapatkan ancaman

baik fisik maupun mental, sehingga dengan keadaan yang demikian

tidak jarang saksi keberatan untuk memberikan keterangan atau

kesaksian dalam proses peradilan pidana.

Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum (equality before

the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum, saksi dalam

proses peradilan pidana harus diberi jaminan perlindungan hukum.

Dengan jaminan perlindungan hukum tersebut, diharapkan tercipta

suatu keadaan yang memungkinkan saksi tidak lagi merasa takut untuk

memberikan kesaksian terhadap suatu perkara pidana dalam proses

persidangan.

Page 12: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Hal ini sesuai dengan Pasal 28I ayat (4) amandemen kedua UUD 1945

yang berbunyi :

“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama pemerintah.”

Selanjutnya dalam Pasal 28I ayat (5) menyatakan :

“Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

Lahirnya Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban merupakan salah satu perwujudan

perlindungan hak asasi manusia dalam hal ini perlindungan hak saksi

dan korban.

Salah satu amanat yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan

Korban adalah pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

(LPSK) yang dibentuk paling lambat setahun setelah UU Perlindungan

Saksi dan Korban disahkan. Dalam perkembangan selanjutnya, LPSK

dibentuk pada tanggal 8 Agustus 2008. Di dalam UU Perlindungan

Saksi dan Korban disebutkan bahwa LPSK adalah lembaga yang

mandiri namun bertanggung jawab kepada Presiden dan merupakan

lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan

Page 13: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban

sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Dengan lahirnya UU Perlindungan Saksi dan Korban serta

terbentuknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban diharapkan

dapat memberikan landasan hukum yang kuat khususnya bagi

perlindungan terhadap saksi agar berani dalam memberikan

keterangan yang sebenar-benarnya dalam proses pemeriksaan

perkara pidana tanpa mengalami ancaman atau tuntutan hukum.

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti adalah:

a. Bagaimanakah konsep perlindungan hukum bagi saksi?

b. Bagaimanakah implementasi perlindungan hukum bagi saksi dalam

proses pemeriksaan perkara pidana di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui konsep perlindungan hukum bagi saksi.

b. Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum bagi saksi

dalam proses pemeriksaan perkara pidana di Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

Page 14: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Kegunaan penelitian adalah:

a. Kegunaan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi

dan mendiskripsikan permasalahan yang timbul serta memberikan

sumbangan pemikiran tentang konsep perlindungan hukum bagi

saksi dan implementasi perlindungan hukum bagi saksi dalam

proses pemeriksaan perkara pidana di Indonesia.

b. Kegunaan praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

membuka cakrawala pikir dan menjadi bahan sumbangan

pemikiran bagi para penegak hukum atau pemerintah dalam

mewujudkan penegakan hukum khususnya yang berkaitan dengan

perlindungan hukum bagi saksi dalam proses pemeriksaan perkara

pidana di Indonesia.

Page 15: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa:

“Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya”.

Menurut Soedikno Mertokusumo :

“Perlindungan hukum adalah adanya jaminan hak dan kewajiban manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun di dalam hubungan dengan manusia lain dan apabila terjadinya tindak pidana akan adanya sanksi sesuai ketentuan undang-undang.”

Menurut Satijipto Raharjo :

“Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”

Dalam penulisan ini, perlindungan hukum diberi batasan sebagai

suatu upaya yang dilakukan di bidang hukum dengan maksud dan tujuan

memberikan jaminan perlindungan terhadap saksi agar merasa aman

Page 16: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

dalam memberikan keterangan dalam setiap proses pemeriksaan perkara

pidana.

B. Pengertian Saksi

Pasal 1 angka 26 KUHAP menyatakan:

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”

Definisi saksi di atas cukup luas atau umum, sehingga yang

termasuk dalam pengertian saksi bisa orang yang menjadi korban,

pelapor, pengadu, maupun orang lain yang dapat memberikan keterangan

tentang suatu perkara pidana, baik di tingkat penyidikan, penuntutan,

maupun di muka sidang pengadilan.

Undang-undang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi

dan Korban sebagai produk hukum terbaru yang secara khusus mengatur

tentang perlindungan saksi dan korban, dalam Pasal 1 angka 1 diberikan

pengertian saksi yakni:

"Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri".

Subekti menyatakan :

Page 17: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

“Saksi adalah orang yang didengar keterangannya di muka sidang pengadilan, yang mendapat tugas membantu pengadilan yang sedang perkara.”

Suryono Sutarto mengemukakan bahwa :

“Saksi adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan,dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”

Uraian di atas menunjukkan bahwa saksi dalam proses peradilan

adalah faktor penting dalam setiap tahap dalam proses peradilan pidana.

Pengertian saksi ini menunjukkan betapa berartinya sebuah

kesaksian dalam proses peradilan pidana, agar terungkapnya sebuah

tindak pidana.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saksi adalah

seseorang yang memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana

untuk menemukan titik terang apakah suatu tindak pidana benar-benar

terjadi sebagaimana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan/atau ia

alami sendiri.

Page 18: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

C. Tahap-tahap Pemeriksaan Perkara Pidana menurut Undang-

undang Hukum Acara Pidana

Tahap-tahap pemeriksaan perkara pidana dalam Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana

mengenal 4 (empat) tahapan pemeriksaan perkara pidana, yaitu tahap

penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian, tahap penuntutan oleh

Penuntut Umum, tahap pemeriksaan di sidang pengadilan, dan tahap

pelaksanaan putusan pengadilan.

Dalam konteks inilah yang menjadi pembahasan tentang mekanisme

peradilan pidana sebagai suatu proses, atau disebut “criminal justice

process”. Pemeriksaan perkara pidana berawal dari terjadinya tindak

pidana (delict) atau perbuatan pidana atau peristiwa pidana yaitu berupa

kejahatan atau pelanggaran. Peristiwa atau perbuatan tersebut diterima

oleh aparat penyelidik dalam hal ini adalah Kepolisian Republik Indonesia

melalui laporan dari masyarakat, pengaduan dari pihak yang

berkepentingan atau diketahui oleh aparat sendiri dalam hal tertangkap

tangan (heterdaad).

Uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa tahap-tahap pemeriksaan

perkara dimulai dari proses yang dinamakan “penyelidikan”.

Penyelidikan menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP adalah :

Page 19: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

“Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Jadi, secara umum penyelidikan adalah untuk menentukan apakah

suatu peristiwa atau perbuatan (feit) merupakan peristiwa/perbuatan

pidana atau bukan. Jika dalam penyelidikan telah diketahui atau terdapat

dugaan kuat bahwa kasus, peristiwa atau perbuatan tersebut merupakan

tindak pidana (delict) maka dapat dilanjutkan pada proses selanjutnya

yaitu penyidikan.

Penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah :

“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Jadi, secara umum penyidikan adalah upaya pengusutan, mencari, dan

mengumpulkan bukti-bukti untuk membuat terang tindak pidana yang

terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Berbeda dengan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi yang

diperiksa dalam tingkat penyidikan ini tidak perlu disumpah, kecuali jika

dengan tegas saksi tersebut menyatakan tidak dapat hadir dalam

pemeriksaan di sidang pengadilan, maka saksi perlu disumpah agar

Page 20: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

keterangan yang diberikan ditingkat penyidikan memiliki kekuatan yang

sama seperti jika diajukan di persidangan.

Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

dan dijadikan satu berkas dengan surat-surat lainnya. Jika, dalam

pemeriksaan awal tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana, maka

penyidik dapat menghentikan penyidikan dengan mengeluarkan Surat

Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3). Namun, jika dipandang bukti

telah cukup maka penyidik dapat segera melimpahkan berkas perkara ke

kejaksaan untuk proses penuntutan.

Jika perkara telah diterima oleh jaksa penuntut umum, namun jaksa

penuntut umum memandang bahwa berkas perkara masih kurang

sempurna atau kurang lengkap atau alat bukti masih kurang, maka

penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara kepada penyidik

disertai dengan catatan atau petunjuk tentang hal yang harus dilakukan

oleh penyidik agar berkas atau bukti tersebut dilengkapi. Proses ini

disebut dengan istilah “prapenuntutan” dan diatur dalam Pasal 138 ayat

(2) KUHAP.

Penuntut umum apabila berpendapat bahwa berkas yang

dilimpahkan oleh penyidik tersebut lengkap atau sempurna, maka

penuntut umum segera melakukan proses penuntutan. Dalam proses ini

jaksa penuntut umum melakukan klarifikasi kasus dengan mempelajari

dan mengupas bahan-bahan yang telah diperoleh dari hasil penyidikan

Page 21: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

sehingga kronologis peristiwa hukumnya tampak dengan jelas. Hasil

kongkrit dari proses penuntutan ini adalah “Surat Dakwaan” dimana

tampak di dalamnya terdapat uraian secara lengkap dan jelas mengenai

unsur-unsur perbuatan terdakwa, waktu dan tempat terjadinya tindak

pidana (Locus dan Tempus Delicti), dan cara-cara terdakwa melakukan

tindak pidana. Dalam proses penuntutan, Penuntut Umum juga

menyiapkan barang bukti dari penyidik dan mempersiapkan dengan

cermat segala sesuatu yang diperlukan untuk meyakinkan hakim dan

membuktikan dakwaannya dalam persidangan.

Dengan diajukannya perkara, terdakwa, dan barang bukti ke pengadilan

oleh penuntut umum berarti proses pemeriksaan perkara terdakwa telah

sampai pada tahap peradilan. Tahap ini merupakan tahap yang

menentukan nasib terdakwa karena dalam tahap ini semua argumentasi

para pihak, masing-masing diadu secara terbuka dan masing-masing

dikuatkan dengan bukti-bukti yang ada.

Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh majelis hakim yang

jumlahnya ganjil yang pada umumnya 3 orang terdiri dari seorang hakim

ketua dan dua orang hakim anggota.

Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri, apa yang

diajukan oleh jaksa penuntut umum berupa dakwaan, tuntutan, dan semua

bukti yang diajukan, diperiksa oleh hakim/majelis hakim dan dijadikan

dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Terhadap putusan

Page 22: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

tersebut semua pihak diberi kesempatan untuk menyatakan sikap;

menerima, pikir-pikir atau akan mengajukan upaya hukum.

Jika putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka putusan

tersebut dapat segera dilaksanakan (dieksekusi). Pelaksanaan eksekusi

putusan pengadilan dalam perkara pidana adalah jaksa. Jika amar

putusannya menyatakan bahwa terdakwa bebas atau lepas sedangkan

status terdakwa dalam tahanan, maka terdakwa harus segera dikeluarkan

dari tahanan dan dipulihkan hak-haknya kembali seperti sebelum diadili.

Jika amar putusannya menyatakan bahwa terdakwa dipidana berupa

penjara atau kurungan, maka jaksa segera menyerahkan terdakwa ke

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) untuk menjalani hukuman dan

pembinaan.

Perlindungan hukum bagi saksi dalam proses peradilan pidana

tidak terlepas dengan tahapan-tahapan proses peradilan pidana itu

sendiri, mulai dari penyidikan hingga adanya putusan hakim yang

berkekuatan tetap serta sampai pada pelaksanaan keputusan pengadilan.

D. Keterangan Saksi sebagai Alat Bukti yang Sah dalam

Pembuktian Perkara Pidana

Pasal 1 angka 27 KUHAP memberikan penjelasan bahwa:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu

Page 23: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.”

Keterangan saksi adalah alat bukti yang pertama disebut dalam Pasal 184

ayat (1) KUHAP.

Menurut M. Yahya Harahap bahwa:

“Pada umumnya, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.”

Dalam Pasal 185 KUHAP, berbunyi:

(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang Pengadilan.

(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila tidak disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.

(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.

(5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi.

(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, Hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan :a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang

lain;

Page 24: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;

c. alasan yang mengkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;

d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Pada umumnya semua orang dapat menjadi seorang saksi,

namun demikian ada pengecualian khusus yang menjadikan mereka

tidak dapat bersaksi. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal

168 KUHAP yang berbunyi:

Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

Selanjutnya dalam Pasal 171 KUHAP juga menambahkan

pengecualian untuk memberikan kesaksian dibawah sumpah, yakni

berbunyi :

Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah:

Page 25: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin.

b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.

Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah

kawin atau orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-

kadang baik kembali, boleh diperiksa memberi keterangan “tanpa

sumpah” di sidang pengadilan. Nilai keterangan mereka dinilai bukan

merupakan alat bukti yang sah. Akan tetapi, sekalipun keterangan itu

tidak merupakan alat bukti yang sah, penjelasan Pasal 171 KUHAP

telah menentukan nilai pembuktian yang melekat pada keterangan itu,

“dapat” dipakai sebagai “petunjuk”.

Orang yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya dapat

dibebaskan dari kewajibannya untuk memberi kesaksian, pada Pasal

170 KUHAP berbunyi sebagai berikut:

(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa keterangan

saksi yang dinyatakan dimuka sidang mengenai apa yang ia lihat, ia

rasakan, ia alami adalah keterangan sebagai alat bukti (Pasal 185 ayat

(1) KUHAP), bagaimana terhadap keterangan saksi yang diperoleh dari

pihak ketiga? Misalnya, pihak ketiga menceritakan suatu hal kepada

Page 26: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

saksi bahwa telah terjadi pembunuhan. Kesaksian demikian adalah

disebut testimonium de auditu.

Sesuai dengan penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP yang

mengatakan :

“Dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu”.

Selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yang mencari

kebenaran material, dan juga untuk perlindungan terhadap hak-hak

asasi manusia dimana keterangan seorang saksi yang hanya

mendengar dari orang lain tidak terjamin kebenarannya, maka

kesaksian de auditu atau hearsay evidence patut tidak dipakai di

Indonesia. Namun demikian, kesaksian de auditu perlu didengar oleh

hakim, walaupun tidak mempunyai nilai sebagai bukti kesaksian, tetapi

dapat memperkuat keyakinan hakim bersumber pada dua alat bukti

yang lain .

Hal ini terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP juga menyebutkan sebagai

berikut:

Page 27: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap terhadap dakwaan yang didakwakan kepadanya”.

Menurut D. Simons :

“Satu keterangan saksi yang berdiri sendiri tidak dapat membuktikan seluruh dakwaan, tetapi satu keterangan saksi dapat membuktikan suatu keadaan tersendiri, suatu petunjuk suatu dasar pembuktian dan juga ajaran Hoge Raad bahwa dapat diterima keterangan seorang saksi untuk suatu unsur (bestanddeel) delik”.

M. Yahya Harahap mengungkapkan:

“Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 185 ayat (2), keterangan seorang saksi saja belum dapat dianggap sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, atau “unus testis nullus testis”. Ini berarti jika alat bukti yang dikemukakan penuntut umum hanya terdiri dari seorang saksi saja tanpa ditambah dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti yang lain, “kesaksian tunggal” yang seperti ini tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang didakwakan kepadanya”.

Namun apabila disuatu persidangan seorang terdakwa mengaku

kesalahan yang didakwakan kepadanya, dalam hal ini seorang saksi saja

sudah dapat membuktikan kesalahan terdakwa. Karena selain keterangan

seorang saksi tadi, juga telah dicukupi dengan alat bukti keterangan

terdakwa. Akhirnya telah terpenuhi ketentuan minimum pembuktian yakni

keterangan saksi dan keterangan terdakwa.

Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi tergantung pada

penilaian hakim, artinya hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran

Page 28: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

yang melekat pada keterangan saksi. Tidak ada keharusan bagi hakim

untuk menerima kebenaran yang melekat pada keterangan saksi dan

hakim dapat menerima atau menyingkirkan keterangan saksi tersebut.

Jika seandainya undang-undang menentukan bahwa alat bukti kesaksian

mempunyai sifat kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan,

maka hakim tidak boleh menilai kekuatan pembuktiannya, hakim secara

bulat harus terikat untuk mempergunakannya dalam putusan, tidak lagi

berwenang menilainya secara bebas. Namun dalam hal, hakim

mempergunakan kebebasan menilai kekuatan pembuktian kesaksian,

harus benar-benar bertanggung jawab. Jangan sampai kebebasan

penilaian itu menjurus kepada kesewenang-wenangan tanpa moralitas

dan kejujuran yang tinggi. Kebebasan penilaian tanpa diawasi rasa

tangggung yang tinggi, bisa berakibat orang yang jahat akan mengenyam

keuntungan. Orang yang tak bersalah akan mengalami kesengsaraan.

Oleh karena itu kebebasan hakim dalam menilai kebenaran keterangan

saksi harus berpedoman pada tujuan mewujudkan kebenaran sejati.

E. Kerangka Pemikiran

Istilah negara hukum di Indonesia sudah sangat popular, sehingga

orang tidak asing lagi dengan sebutan itu. Konsep tersebut selalu

dikaitkan dengan konsep perlindungan hukum, sebab konsep itu tidak

lepas dari gagasan untuk memberi pengakuan dan perlindungan terhadap

hak-hak asasi manusia.

Page 29: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Konsep negara juga hukum terkait dengan istilah nomokrasi (nomocratie)

yang berarti penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan Negara adalah

hukum.

Menurut Stahl, konsep negara hukum yang disebut dengan istilah

rechtsstaat mencakup empat elemen penting, yaitu :

1. Perlindungan hak asasi manusia.2. Pembagian kekuasaan.3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.4. Peradilan tata usaha negara.

Adapun AV Decey menyebutkan ciri-ciri negara hukum (The Rule of

Law) yaitu :

1. Supremacy of Law.2. Equality before the Law.3. Due Process of law.

Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie, ada 12 (dua belas) prinsip pokok

atau pilar utama suatu negara hukum, yaitu :

1. Supremasi hukum (Supremacy of Law)2. Persamaan dalam hukum (Equality before the Law)3. Asas legalitas4. Pembatasan kekuasaan. 5. Organ-organ eksekutif yang independen. 6. Peradilan bebas dan tidak memihak. 7. Peradilan tata usaha negara, 8. Mahkamah konstitusi (Constitutional Court). 9. Perlindungan hak asasi manusia. 10.Bersifat demokratis (Democratishe Rechtsstaat). 11.Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara

(Welfare Rechtsstaat).12.Transparansi dan kontrol sosial.

Page 30: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Baik Frederich J Stahl maupun AV Dicey maupun Jimly Asshiddiqie

memasukkan masalah perlindungan hak –hak asasi manusia dalam salah

satu ciri negara hukum.

Perlindungan saksi adalah perlindungan yang tidak terlepas dengan

perlindungan hak asasi manusia.

Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah

perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia. Oleh karena itu, Hak

Asasi Manusia (HAM) merupakan materi inti dari naskah undang-undang

dasar negara modern. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat keberadaan setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha

Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,

dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia .

Oleh karena itu, materi pengaturan mengenai pengakuan dan

perlindungan HAM dipandang perlu untuk diatur dalam konstitusi karena

mengenai pengakuan dan perlindungan HAM merupakan hal dasar yang

harus ada dalam konstitusi (tata hukum), agar mempunyai legitimasi yang

kuat sehingga dalam penerapan perlindungan terhadap HAM mempunyai

dasar hukum yang kuat.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan

tentang hak-hak asasi manusia yang telah diadopsikan ke dalam sistem

hukum dan konstitusi Indonesia itu berasal dari berbagai konvensi

Page 31: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

internasional dan deklarasi universal tentang Hak Asasi Manusia serta

berbagai instrumen hukum internasional lainnya .

Oleh karena itu dalam proses peradilan pidana, setiap orang yang akan

memberi kesaksian harus dilindungi karena itu merupakan hak asasi yang

paling mendasar yang dimiliki setiap manusia.

Muladi menyatakan bahwa perlunya pengaturan dan perlindungan hukum

bagi saksi dan korban dapat dibenarkan secara sosiologis bahwa dalam

kehidupan bermasyarakat semua warga negara harus berpartisipasi

penuh, sebab masyarakat dipandang sebagai sistem kepercayaan yang

melembaga “system of in instuitutionalizet trust”. Tanpa kepercayaan ini,

kehidupan sosial tidak mungkin berjalan baik, sebab tidak ada pedoman

atau patokan yang pasti dalam bertingkah laku. Kepercayaan ini terpadu

melalui norma-norma yang diekspresikan di dalam struktur kelembagaan

(organisasi) seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya.

Perlindungan terhadap saksi harus diberikan bila menginginkan

proses hukum berjalan benar dan keadilan ditegakkan. Ini karena fakta

menunjukkan, banyak kasus-kasus pidana maupun pelanggaran hak asasi

manusia yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan adanya

ancaman baik fisik atau psikis maupun upaya kriminalisasi terhadap saksi

yang membuat mereka takut memberi kesaksian kepada penegak hukum.

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi perlindungan hukum bagi saksi dalam proses pemeriksaan

Page 32: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

perkara pidana. Adapun yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari variabel

utama, yakni : (1) bagaimana konsep perlindungan hukum bagi saksi dan

(2) implementasi perlindungan hukum terhadap saksi dalam proses

pemeriksaan perkara pidana di Indonesia.

Indikator-indikator variabel yang akan dikaji dari konsep perlindungan

hukum bagi saksi dilihat dari hak dan kewajiban saksi, prosedur

perlindungan saksi, dan tanggung jawab LPSK terhadap perlindungan

saksi.

Adapun indikator-indikator variabel yang akan dikaji dari implementasi

perlindungan hukum terhadap saksi dalam proses pemeriksaan

perkara pidana di Indonesia dilihat dari peran LPSK dan kendala-

kendala LPSK dalam memberikan perlindungan hukum terhadap saksi.

Apabila kedua variabel bebas tersebut diatas telah berfungsi sebagaimana

mestinya, maka akan terwujud variabel terikat, yakni optimalisasi

perlindungan hukum bagi saksi dalam proses pemeriksaan perkara

pidana.

Untuk memperjelas kerangka pemikiran tersebut, maka dapat

diperhatikan bagan kerangka pikir berikut ini :

Page 33: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Bagan Kerangka Pikir

Implementasi perlindungan hukum bagi saksi :

1. Peran LPSK2. Kendala-kendala LPSK

dalam memberikan perlindungan hukum terhadap saksi

Konsep perlindungan hukum bagi saksi :

1. Hak dan kewajiban saksi2. Prosedur perlindungan saksi3. Tanggung jawab LPSK

terhadap perlindungan saksi

Optimalisasi perlindungan hukum bagi saksi dalam proses pemeriksaan

perkara pidana

Perlindungan saksi

Page 34: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

F. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan :

1. Konsep adalah gambaran dari proses perlindungan hukum bagi saksi

dalam proses pemeriksaan perkara pidana.

2. Hak adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu krn telah ditentukan oleh

undang-undang.

3. Kewajiban adalah sesuatu yg harus dilaksanakan.

4. Prosedur adalah suatu tata cara kerja atau tahap kegiatan untuk

menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja

yang tetap yang telah ditentukan.

5. Tanggung jawab adalah kesadaran seseorang akan perbuatannya baik

yang disengaja maupun yang tidak di sengaja dan wajib menanggung

segala akibat dari perbuatannya tersebut.

6. Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan dari suatu

pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang

dan terperinci.

7. Peran adalah tindakan yg dilakukan oleh seseorang dalam suatu

peristiwa.

8. Kendala adalah keadaan yg menghalangi pencapaian pelaksanaan

suatu pekerjaan.

9. Optimalisasi perlindungan saksi adalah upaya yang dilakukan untuk

memberikan perlindungan yang terbaik kepada setiap orang yang akan

Page 35: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

bersaksi dalam proses pemeriksaan perkara pidana sehingga tidak

takut lagi memberikan kesaksiannya karena telah dijamin hak-haknya

sebagai saksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Page 36: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Permasalahan pokok dalam penelitian adalah tentang perlindungan

hukum bagi saksi dalam proses peradilan pidana di Indonesia, yang

berorientasi pada kebijakan sistem peradilan pidana. Oleh karena itu

penelitian ini akan menggunakan pendekatan normatif empiris.

Dalam penelitian ini akan dikaji pelaksanaan perlindungan hukum

terhadap saksi, dalam hal ini mencakup :

- Hak dan kewajiban saksi.

- Prosedur perlindungan saksi.

- Tanggung jawab LPSK terhadap perlindungan saksi.

- Peran LPSK.

- Kendala-kendala LPSK dalam memberikan perlindungan hukum

terhadap saksi.

B. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu menyajikan

gambaran tentang perlindungan hukum bagi saksi dalam proses

peradilan pidana di Indonesia dan menganalisis permasalahan

tersebut secara cermat dan objektif.

Page 37: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

C. Jenis Data

Untuk penelitian normatif empiris menggunakan peraturan

perundang-undangan dan data yang diperoleh langsung dari responden

sebagai data primer, sedangkan untuk data sekundernya melalui studi

kepustakaan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dikenal adalah studi kepustakaan,

pengamatan (observasi), wawancara (interview), dan daftar pertanyaan

(kuesioner). Sesuai dengan jenis data seperti yang dijelaskan di atas,

maka dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Studi kepustakaan

Terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi

kepustakaan, yaitu dengan mencari dan mengumpulkan serta

mengkaji peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan artikel

ilmiah yang berhubungan dengan perlindungan saksi.

Page 38: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

b. Wawancara

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan melalui tatap muka secara

langsung dengan cara tanya jawab kepada responden yang dipandang

kompoten dengan penelitian.

E. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari

responden melalui wawancara akan dianalisis dengan menggunakan

metode analisa kualitatif. Analisa kualitatif yaitu metode analisis data yang

mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari studi

kepustakaan dan responden melalui wawancara sehingga diperoleh

jawaban atas permasalahan yang dirumuskan.

F. Lokasi Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, lokasi yang menjadi objek

penelitian adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di

Jakarta.

Page 39: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Konsep Perlindungan Hukum bagi Saksi

1. Hak dan Kewajiban Saksi

Perlindungan hukum terhadap saksi mutlak harus dilakukan.

KUHAP, yang menjadi landasan beracara di dalam peradilan pidana tidak

mengatur mengenai perlindungan terhadap saksi secara spesifik. Hanya

terdapat beberapa ketentuan di KUHAP yang mengatur mengenai hak-hak

seorang saksi.

KUHAP tidak secara jelas mengatur mengenai perlindungan

terhadap saksi. Namun, terdapat beberapa ketentuan di dalam KUHAP

yang mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban seorang saksi dalam

suatu proses pemeriksaan perkara pidana.

Hak-hak saksi dalam KUHAP, yaitu :

1. Hak untuk tidak mendapat tekanan dari siapa pun dan atau dalam

bentuk apapun dalam memberikan keterangan kepada penyidik

(Pasal 117 ayat (1)).

2. Hak untuk tidak diberikan pertanyaan yang bersifat menjerat pada

saat persidangan (Pasal 166).

Page 40: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

3. Hak untuk diperiksa tanpa hadirnya terdakwa pada saat saksi

diperiksa (Pasal 173).

4. Hak untuk mendapatkan penterjemah atas saksi yang tidak paham

bahasa Indonesia (Pasal 177 ayat (1)).

5. Hak saksi yang bisu atau tuli dan tidak bisa menulis untuk

mendapatkan penerjemah (Pasal 178 ayat (1)).

6. Hak untuk mendapatkan pemberitahuan sebelumnya selambat-

lambatnya 3 hari sebelum menghadiri sidang (Pasal 227 ayat (1)).

7. Hak untuk mendapatkan biaya pengganti atas kehadiran di sidang

pengadilan (Pasal 229 ayat (1)).

Hak-hak di atas masih sangat terbatas, mengingat modus tindak pidana

yang terus berkembang.

Adapun kewajiban dari saksi menurut KUHAP antara lain:

1. Pasal 112 ayat (2) mewajibkan saksi yang dipanggil untuk

memberikan keterangan kepada penyidik, kecuali ada alasan wajar

bahwa dia tidak dapat hadir dalam hal mana penyidiklah yang

datang kepadanya (Pasal 113).

2. Sebelum memberi keterangan di pengadilan, saksi wajib

mengucapkan sumpah atau janji (Pasal 160 ayat (3)).

3. Saksi wajib memberikan keterangan yang sebenarnya, jika

keterangan saksi disangka palsu maka saksi tersebut dapat dituntut

karena memberikan keterangan palsu (Pasal 174 ayat (1)).

Page 41: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Menurut Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban, menyebutkan beberapa hak

saksi (termasuk korban), yaitu:

a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;

b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;

c. memberikan keterangan tanpa tekanan;d. mendapat penerjemah; e. bebas dari pertanyaan yang menjerat; f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i. mendapat identitas baru;j. mendapatkan tempat kediaman baru;k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan

kebutuhan; l. mendapat nasihat hukum; dan/ataum. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas

waktu perlindungan berakhir.

Hak-hak ini dilakukan di luar pengadilan dan dalam proses peradilan

jika yang bersangkutan menjadi saksi. Jika dicermati dalam Pasal 5

ayat (2), maka hak-hak sebagaimana dimaksudkan di atas sebenarnya

hanya berlaku untuk kasus-kasus tertentu sesuai keputusan Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) jadi pemberian hak-hak

tersebut secara selektif dan prosedural melalui LPSK. Yang dimaksud

dengan kasus-kasus tertentu, antara lain: tindak pidana korupsi, tindak

pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme, dan tindak

pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi (dan korban) dihadapkan

pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.

Page 42: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Hak-hak yang diberikan kepada saksi diatas belum cukup memberikan

hak-hak kepada saksi secara lebih spesifik misalnya:

1. Hak mendapatkan kepastian atas status hukum.

2. Hak atas jaminan tidak adanya sanksi dari atasan berkenaan

dengan keterangan yang diberikan.

3. Hak untuk mendapatkan pekerjaan pengganti.

Keseimbangan dari hak yang melekat pada seorang saksi,

terdapat juga kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan oleh saksi

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan

Korban, bila saksi menginginkan perlindungan, maka yang

bersangkutan mengajukan permohonan tertulis kepada pihak LPSK.

Jika permohonan saksi diterima, maka diwajibkan untuk

menandatangani persyaratan kesediaan mengikuti syarat dan

ketentuan perlindungan (Pasal 30), sebagai berikut:

1. Kesediaan saksi untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan.

2. Kesediaan saksi untuk mentaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya.

3. Kesediaan saksi untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK.

4. Kewajiban saksi untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya di bawah perlindungan LPSK.

5. Hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK.

2. Prosedur Perlindungan Saksi

Page 43: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Untuk memperoleh perlindungan dari LPSK, ada beberapa

prosedur yang harus dilaksanakan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Saksi wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Ketua LPSK

untuk memperoleh perlindungan.

Permohonan diajukan secara tertulis oleh pihak yang

bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri, diajukan oleh orang yang

mewakilinya, dan atau oleh pejabat yang berwenang.

Pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah :

1) aparat penegak hukum yang mempunyai kewenangan melakukan penyidikan;

2) instansi yang diberikan kewenangan dalam Undang-undang untuk memberikan perlindungan saksi dan/atau korban; dan

3) lembaga atau komisi, yang mempunyai kewenangan untuk melindungi saksi dan/atau korban.

Jika pemohon mengajukan permohonan melalui kuasa hukumnya,

maka kuasa hukumnya harus memperlihatkan surat kuasa dari

pemohon.

Selain itu, pemohon dapat juga mengajukan permohonan melalui

surat maupun dokumen elektronik.

b. LPSK melakukan pemeriksaan terhadap permohonan.

Setelah permohonan diterima oleh LPSK, LPSK lalu menganalisis

dan melakukan investigasi permohonan tersebut.

c. Pemberian perlindungan dan bantuan kepada saksi ditentukan dan

didasarkan pada Keputusan LPSK.

Page 44: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Permohonan yang diajukan oleh pemohon selanjutnya akan

dibahas dalam Rapat Paripurna Anggota LPSK untuk diambil

keputusan diterima atau ditolaknya permohonan dari pemohon.

Jika keputusan Rapat Paripurna LPSK menolak permohonan

pemohon, maka LPSK majib memberitahukan secara tertulis

kepada pemohon dengan disertai alasan penolakannya.

Jika keputusan Rapat Paripurna LPSK menerima permohonan

pemohon, LPSK memberitahukannya secara tertulis kepada

pemohon, kuasa hukum, keluarganya, atau pejabat yang

berwenang mengajukan permohonan perlindungan bahwa

permohonannya telah diterima.

d. Dalam hal LPSK menerima permohonan tersebut, saksi yang

bersangkutan berkewajiban menandatangani perjanjian

perlindungan dan pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan

ketentuan perlindungan Saksi.

e. Sebelum menandatangani perjanjian perlindungan, pemohon wajib

memahami konsep perjanjian perlindungan yang berisi materi

sebagai berikut :

1) Komparasi, yaitu hal yang menjelaskan kedudukan Para Pihak.2) Resital, yaitu hal yang menjelaskan posisi dan/atau

kewenangan Para Pihak.3) Hal yang mendasari dalam pembuatan perjanjian.4) Klasifikasi perlindungan.5) Bentuk perlindungan.6) Hak dan kewajiban para Pihak.7) Batas waktu perjanjian atau berhentinya perlindungan.

Page 45: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

8) Perubahan / Addendum.9) Anggaran. Surat pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan

perlindungan saksi, yang telah ditandatangani oleh saksi,

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjanjian

perlindungan.

f. Perlindungan LPSK diberikan kepada Saksi termasuk keluarganya

sejak ditandatanganinya pernyataan kesediaan mengikuti syarat

dan ketentuan perlindungan saksi.

Program perlindungan dinyatakan berlaku sejak ditandatanganinya

Perjanjian Perlindungan dan Pernyataan kesediaan oleh Para

Pihak dalam hal ini Ketua LPSK sebagai Pihak Pertama dan

pemohon sebagai Pihak Kedua.

g. Pembiayaan perlindungan dan bantuan yang diberikan dengan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas LPSK dalam

memberikan perlindungan kepada saksi dibebankan kepada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

h. Perlindungan bagi saksi hanya dapat dihentikan berdasarkan

alasan:

1) Saksi meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri;

2) Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan perlindungan terhadap saksi berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan;

Page 46: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

3) Saksi melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian; atau

4) LPSK berpendapat bahwa saksi tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan.

i. Penghentian atau perubahan perlindungan keamanan seorang

saksi harus dilakukan secara tertulis.

Page 47: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

3. Tanggung Jawab LPSK

LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian

perlindungan kepada saksi berdasarkan tugas dan kewenangan

sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006

Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Adapun tanggung jawab LPSK dalam hal perlindungan saksi antara lain:

1. Memberikan rasa aman kepada para saksi dalam memberikan keterangan dalam semua tahapan proses peradilan hukum pidana;

2. Memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada para saksi yang akan, sedang dan atau telah memberikan keterangan sehubungan dengan perkara pidana tertentu;

3. Mendayagunakan berbagai sumberdaya kemampuan dan anggaran negara untuk melakukan perlindungan, bantuan, dan perwujudan hak-hak saksi berkenaan dengan proses peradilan pidana terhadap kasus-kasus tertentu;

4. Melakukan upaya perlindungan saksi sesuai kewenangan yang ditentukan oleh ketentuan hukum perundang-undangan yang berlaku;

5. Membuat sistem dan model-model pertanggungjawaban proses pemberian perlindungan dan bantuan kepada saksi; dan

6. Membuat laporan berkala tentang pelaksanaan tugas LPSK kepada DPR-RI dan Presiden RI.

Undang-Undang No 13 Tahun 2006 menyatakan LPSK

bertanggung jawab kepada Presiden. Implikasi atas hal ini maka presiden

sebagai pejabat negara tertinggi yang bertanggungjawab atas kerja-kerja

dari LPSK dan oleh karena itu pula maka presiden harus memfasilitasi

lembaga ini sesuai dengan mandat dan tugasnya. Jangan sampai

Page 48: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

lembaga ini dibiarkan menjadi lembaga yang dikucilkan dan tak terdukung

oleh Presiden.

Salah satu tanggung jawab LPSK adalah membuat laporan secara

berkala tentang pelaksanaan tugas LPSK kepada Dewan Perwakilan

Rakyat paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun. Penugasan ini adalah

sebagai fungsi kontrol dari DPR sebagai perwakilan rakyat Indonesia.

Namun perlu diperhatikan isi dan format seperti apa yang harus dilaporkan

kepada DPR maupun Presiden. Karena laporan-laporan tersebut jangan

sampai membuka informasi yang justru telah ditetapkan sebagai rahasia

oleh LPSK dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006.

Disamping sebagai fungsi kontrol dan pengawasan kinerja, DPR

juga seharusnya menjadi rekan dari LPSK baik sebagai pendukung

program LPSK maupun pemberi rekomendasi yang membantu

pengembangan program LPSK itu sendiri.

B. Implementasi Perlindungan Hukum bagi Saksi dalam Proses

Pemeriksaan Perkara Pidana di Indonesia

1. Peran LPSK

Dalam proses pemeriksaan perkara pidana mulai dari tahap

penyelidikan sampai dengan pembuktian di persidangan, keberadaan

Page 49: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

dan peran saksi sangatlah diharapkan. Bahkan keterangan dari saksi

merupakan menjadi faktor penentu dan keberhasilan dalam

pengungkapan kasus pidana atau bisa di katakan juga saksi bisa

menjadi kunci untuk menerangkan suatu kasus pidana.

Pada saat saksi akan memberikan keterangan tentunya harus

disertai jaminan bahwa yang bersangkutan terbebas dari rasa takut

sebelum, pada saat dan setelah memberikan kesaksian. Jaminan ini

penting untuk diberikan guna memastikan bahwa keterangan yang

akan diberikan benar-benar murni bukan hasil rekayasa apalagi hasil

dari tekanan pihak-pihak tertentu.

Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan

pada pemeriksaan keterangan saksi bahkan pemeriksaan di sidang

pengadilan menurut KUHAP dimulai de ngan mendengarkan saksi,

walaupun dalam permulaan sidang hakim menanyakan identitas dari

terdakwa dan jaksa membacakan surat dakwaan, sekurang-kurangnya

di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu

diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. Menjadi

saksi dalam persidangan merupakan suatu kewajiban bagi setiap

warga Negara. Kesadaran orang yang menjadi saksi merupakan tanda

bahwa orang tersebut telah taat dan sadar hukum.

Saksi dalam proses peradilan pidana selama ini kurang

mendapat perhatian dari masyarakat maupun para penegak hukum.

Tidak banyak orang yang bersedia mengambil resiko untuk

Page 50: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

melaporkan atau menjadi saksi atas suatu tindak pidana jika dirinya,

keluarganya dan harta bendanya tidak mendapat perlindungan dari

ancaman yang mungkin timbul karena laporan yang dilakukannya.

Kalau tidak mendapat perlindungan yang memadai, saksi akan enggan

memberikan keterangan sesuai dengan fakta yang dialami, dilihat dan

dirasakannya sendiri.

Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan

banyak disebabkan karena saksi yang takut untuk memberikan

keterangan yang ia ketahui tentang suatu tindak pidana yang ia lihat

dan dengar sendiri, ini disebabkan karena saksi telah mendapat

ancaman dari pihak tertentu. Untuk menumbuhkan partisipasi

masyarakat untuk mengungkap tindak pidana sudah seharusnyalah

perlu diciptakan keadaan yang kondusif dengan cara memberikan

perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang

mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu

mengungkap tentang suatu tindak pidana yang telah terjadi dan tanpa

ada rasa takut memberikan laporan atau keterangan kepada aparat

penegak hukum demi terungkapnya kebenaran atas suatu peristiwa

tindak pidana. Saksi harus diberikan perlindungan hukum dan

keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga ia tidak merasa

terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan

terciptanya suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi

merasa takut atau khawatir jiwanya terancam oleh pihak tertentu untuk

Page 51: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak

hukum akan memudahkan terungkapnya fakta di dalam proses

peradilan pidana.

Perlindungan hukum bagi saksi dalam proses pemeriksaan

perkara pidana di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 13

Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK).

Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban pada awalnya

adalah amanat yang didasarkan ketetapan (TAP) MPR No. VIII tahun

2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan

pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme, yang menyatakan bahwa

perlu adanya sebuah undang-undang yang mengatur tentang

perlindungan saksi. Berdasarkan amanat TAP MPR tersebut maka

badan legislasi DPR RI kemudian mengajukan sebuah RUU

perlindungan saksi dan korban pada tanggal 27 Juni 2002 dan

ditandatangani oleh 40 anggota DPR dari berbagai fraksi sebagai RUU

usul inisiatif DPR. Selanjutnya pada tanggal 30 Agustus 2005 presiden

Soesilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan sebuah Surat Presiden

(Supres) mengenai kesiapan pemerintah untuk pembahasan RUU

Perlindungan Saksi dan Korban serta sekaligus menunjuk Menteri

Hukum dan HAM sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan

tersebut. Turunnya Supres tersebut sudah menunjukan itikad baik dari

pemerintah agar RUU PSK dapat segera dibahas di DPR. Hal tersebut

kemudian direspon oleh komisi III DPR RI yang menetapkan

Page 52: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

pembahasan RUU PSK dalam bentuk Panitia Kerja (Panja). Proses

pembahasan RUU yang dibantu oleh wakil dari pemerintah dilakukan

secara marathon sejak tanggal 8 Februari 2006, hasil pembahasan

tersebut dirumuskan oleh tim perumus (Timus) dan penelitian bahasa

(Libas) yang diteruskan dalam rapat komisi III dan Pleno DPR. Pada

tanggal 18 Juli akhirnya RUU ini disahkan menjadi UU No. 13 Tahun

2006 tentang Perlindungan Sakai dan Korban.

Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum (equality before

the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum, saksi dalam

proses penegakan hukum pidana harus diberi jaminan perlindungan

hukum. Keberadaan Undang-undang Perlindungan saksi dan korban

diharapkan menjadi terobosan di dunia peradilan di Indonesia. Salah

satu alasan diajukannya Undang-undang ini karena ketentuan hukum

acara pidana atau perundang-undangan lainnya belum memberikan

perlindungan hukum khususnya bagi saksi untuk dapat menyampaikan

sendiri apa yang ia dengar, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Terbentuknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

pada tahun 2008 telah memunculkan harapan baru bagi masyarakat,

khususnya mereka yang menjadi saksi. Masyarakat berharap agar LPSK

dapat memperhatikan kepentingan saksi dan untuk mendapatkan

perlindungan dan keadilan, terutama dalam memberikan perlindungan

terhadap saksi.

Page 53: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Harapan masyarakat tersebut tidaklah jauh berbeda dengan maksud dan

tujuan pembentukan LPSK, yaitu dalam rangka meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam mengungkap suatu tindak pidana.

Oleh karena itu, LPSK harus menciptakan suasana yang kondusif agar

setiap orang yang mengetahui terjadinya tindak pidana memiliki kemauan

dan keberanian untuk melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum.

Respon yang baik terhadap keberadaan LPSK ini tampak dari

meningkatnya laporan dan pengaduan dari saksi kepada LPSK.

Berdasarkan hasil penelitian, laporan dan pengaduan terhadap LPSK

selalu mengalami peningkatan sejak dibentuknya LPSK pada tahun 2008

sampai dengan tahun 2012. Peningkatan perlindungan saksi yang

dilakukan oleh LPSK dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1

Data saksi yang telah mendapat perlindungan LPSK sejak Agustus 2008 s/d Desember 2012

Tahun Jumlah saksi yang dilindungi LPSK2008

2009

2010

2011

2012

10

74

94

266

281

(Sumber : LPSK)

Page 54: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Dari data diatas dapat dilihat bahwa sejak berdirinya LPSK pada

bulan Agustus tahun 2008 sampai dengan bulan Desember tahun 2012,

jumlah saksi yang mendapat perlindungan dari LPSK selalu mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

Peningkatan ini disebabkan karena LPSK telah membuat berbagai

sistem dan mekanisme yang memudahkan saksi untuk mengakses dan

berkomunikasi dengan LPSK, sehingga memberikan gambaran yang jelas

mengenai prosedur dan tahapan yang harus dilalui saksi untuk

mendapatkan perlindungan dari LPSK.

Peningkatan ini juga disebabkan karena sambutan masyarakat atas

keberadaan dan peran LPSK semakin meningkat. Keberadaan LPSK

memberi harapan masyarakat akan adanya penegakan hukum yang lebih

baik di Indonesia.

Khusus untuk propinsi Sulawesi Selatan sejak berdirinya LPSK sampai

dengan tahun 2011 telah menerima laporan permohonan perlindungan

sebanyak 8 (delapan) kasus, sedangkan untuk 2012 tidak ada

permohonan dari Sulsel yang masuk ke LPSK.

Mengutip pendapat Ketua LPSK :

Dalam rentang waktu dari 2008 hingga 2010, lembaga ini baru menerima empat kasus. Sementara hingga September 2011, telah mencapai empat kasus. Sejak berdiri 2008, laporan permintaan perlindungan saksi dari Sulsel total delapan kasus.

Permohonan perlindungan berasal dari kasus pembunuhan, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan

Page 55: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

aparat penegak hukum. Tentu permintaan yang masuk tidak kami terima semua, ada beberapa hal yang harus dilengkapi. Disinyalir masih banyak kasus serupa, tapi enggan dilaporkan, terutama di daerah yang akses informasinya cukup sulit. Kami telah meneliti intensitas terjadinya tindak kekerasan terhadap saksi dan hasilnya cukup banyak. Namun, karena letak LPSK dengan tempat kejadian jauh mengakibatkan laporan yang masuk terbilang kecil.

Perlindungan hukum yang diberikan UU PSK terhadap saksi

dapat dilihat dalam Pasal 10 ayat (1) UU Perlindungan Saksi dan

Korban yang berbunyi :

(1) Saksi, Korban, dan Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

Perlindungan hukum terhadap saksi yang dimaksud pada ayat

tersebut adalah berupa kekebalan yang diberikan kepada saksi untuk

tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas

laporan maupun kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

Selain itu perlindungan hukum terhadap saksi juga dapat dilihat

dalam Pasal 31 Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan Saksi

dan Korban, yang menyatakan bahwa bentuk pemberian perlindungan

hukum kepada saksi diberikan dengan mengadakan :

a. Pelayanan jasa penasehat hukum; b. Pendampingan terhadap saksi dan/atau korban pada saat

memberikan keterangan atau kesaksiannya dalam proses peradilan pidana yang sedang, dan telah dihadapi;

Page 56: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

c. Memberikan surat rekomendasi Ketua LPSK disampaikan kepada pejabat berwenang yang menangani kasus/perkaranya yang memuat antara lain : 1. saksi dalam memberikan keterangan atau kesaksiannya

agar tidak mendapat tekanan; 2. bebas dari pertanyaan yang menjerat.

d. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; e. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; dan f. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.

LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap saksi bersifat

pasif maupun aktif.

Hal ini diperkuat dengan pendapat Anggota LPSK Tasman Gultom, yang

menyatakan :

“LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap saksi dapat bersifat pasif maupun aktif. Pasif artinya LPSK menunggu permohonan dari saksi yang ingin mendapatkan perlindungan, sedangkan aktif artinya tim dari LPSK dapat terjun langsung ke lapangan untuk langsung memberikan perlindungan tanpa harus ada permohonan dari saksi.”

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Wakil Ketua LPSK Lies

Sulistiani, yang menyatakan :

”Jenis kasus apa pun jika ada pihak yang melaporkan butuh perlindungan dalam sebuah kasus akan kami dampingi. Kami juga menjemput bola jika ada saksi yang tidak melaporkan dirinya, tapi kasus cukup besar akan dilindungi.”

LPSK memberikan perlindungan secara aktif dapat dilihat dalam kasus

Mesuji dimana LPSK telah menjemput “bola” terlebih dulu, dalam

kerangka pemberian perlindungan. LPSK menemukan saksi

mengalami penderitaan dan trauma yang mendalam sehingga perlu

percepatan penanganan proses penegakan hukum agar konflik tidak

Page 57: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

berkepanjangan di masyarakat, serta memberikan kepastian hukum

terhadap saksi dalam kasus tersebut.

Adapun kriteria kasus yang dijemput bola LPSK, adalah kasus

yang spesifik dan menonjol. Kasus yang berpotensi membahayakan

saksi menjadi prioritas untuk segera diantisipasi.

Berdasarkan hasil penelitian, saksi-saksi yang dilindungi LPSK

sebagian besar mulai dilakukan perlindungan sejak awal penyelidikan

karena sebagian besar saksi sudah merasa terancam dan sering

diteror pada saat penyelidikan khususnya untuk perkara tindak pidana

korupsi, contohnya pada kasus suap pengurusan kuota impor daging

sapi di Kementerian Pertanian, dimana salah satu saksinya yakni

Mantan Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian,

Prabowo Respatiyo Caturroso telah memperoleh perlindungan

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Perlindungan itu

diberikan karena Prabowo yang kini menjabat staf ahli Menteri

Pertanian merupakan saksi dalam kasus suap pengurusan kuota impor

daging di Kementerian Pertanian dan memohon kepada LPSK untuk

dilindungi karena ia mengaku  sering mendapat ancaman melalui

teleponn sejak menjadi saksi dalam kasus tersebut.

Sepanjang tahun 2012, 22 dari 30 saksi yang meminta

perlindungan ke LPSK sebelumnya mengalami ancaman serangan balik

dari pihak yang dirugikan akibat laporan atau kesaksiannya. Serangan

Page 58: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

balik ini dilakukan mulai dari dilaporkan tindak pidana lain, teror, sampai

upaya percobaan pembunuhan terhadap saksi .

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai mengatakan :

“Kondisi ini mencerminkan potensi ancaman dan serangan balik terhadap saksi dalam kasus korupsi sangat besar. Korupsi merupakan kategori tindak pidana terorganisir, sehingga potensi ancaman terhadap saksi dilakukan secara terorganisir karena melibatkan pihak yang berpengaruh dan posisi 'kuat’.Tingginya potensi ancaman terhadap saksi dalam tindak pidana korupsi ini seharusnya didukung dengan upaya aparat penegak hukum untuk lebih hati-hati dalam menangani proses hukum tindak pidana korupsi. Seharusnya aparat penegak hukum lebih sensitif terhadap potensi ancaman terhadap para saksi dalam tindak pidana korupsi, yakni dengan merahasiakan identitas saksi dan proses pemeriksaan yang kondusif sehingga membuat saksi nyaman dan tidak khawatir akan keselamatan jiwanya ketika diperiksa.”

Juru Bicara LPSK Maharani Siti Shopia, mengatakan :

"LPSK memberikan penanganan khusus terhadap saksi tindak pidana korupsi tersebut, dengan melakukan analisis resiko secara berkala dan intensif untuk meminimalisir perubahan situasi yang dapat memperburuk kondisi saksi tersebut. Perubahan situasi tersebut pernah terjadi dan dialami seorang saksi di Bengkulu. Konstelasi ancaman terhadap saksi tersebut meningkat, seiring rencana bebasnya pelaku korupsi yang dilaporkannya, bentuk ancaman tersebut berupa pembakaran rumah saksi oleh orang yang tidak dikenal pada malam hari.”

Pada dasarnya perlindungan bagi saksi di Indonesia yang

diberikan Negara melalui LPSK sebagai pelaksanaan dari Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 ini difokuskan pada tindak

pidana/kasus-kasus tertentu seperti penjelasan Pasal 5 ayat (2) yang

Page 59: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

dimaksud dengan “kasus-kasus tertentu”, antara lain tindak pidana

korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme

dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dihadapkan

pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya, tetapi pada

kenyataannya perlindungan dan bantuan bagi saksi saat ini bukan

hanya diperlukan untuk tindak pidana atau kasus-kasus tertentu seperti

dimaksud penjelasan Pasal 5 ayat (2) tersebut melainkan tindak

pidana umum lainnya yang bersentuhan dengan konflik sosial di

Indonesia terutama masyarakat di wilayah luar Jakarta dan luar pulau

Jawa yang sedikit lebih sensitif dengan permasalahan hukum yang

dialami. Hal ini sesuai dengan data pada LPSK, bahwa jenis tindak

pidana yang dimasukkan permohonan perlindungan hukum oleh saksi

ke LPSK lebih banyak berasal dari tindak pidana umum.

Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan penegakan

hukum, peran LPSK semakin diperlukan untuk mencari kebenaran dan

pengungkapan suatu tindak pidana terutama untuk kasus-kasus yang

mempunyai implikasi pada kepentingan umum. Peran LPSK dalam

penegakan hukum adalah memastikan perlindungan khususnya

terhadap hak-hak saksi untuk dapat direalisasikan dalam setiap proses

pemeriksaan perkara pidana. Peran LPSK adalah memberikan

dukungan bagi penegak hukum agar proses pemeriksaan perkara

pidana dapat berjalan dan memberikan jaminan keadilan bagi saksi.

Adanya dorongan terhadap peran LPSK yang makin penting dalam

Page 60: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

mendukung proses penegakan hukum dan perlindungan hak asasi

manusia, menuntut LPSK untuk dapat berjalan sesuai dengan aspirasi

dan tuntutan publik yang semakin meningkat.

2. Kendala – kendala LPSK dalam memberikan Perlindungan Hukum

terhadap Saksi

LPSK dalam memberikan layanan pemberian perlindungan memiliki

tugas untuk menjamin agar saksi dapat memberikan keterangan pada

setiap proses pemeriksaan perkara pidana atas apa yang ia dengar, lihat,

dan ia alami sendiri dengan aman tanpa adanya ancaman atau intimidasi

dari pihak manapun, sehingga dapat memberikan kontribusi secara

optimal dalam mengungkap suatu tindak pidana. Namun, LPSK dalam

menjalankan tugasnya, sering menghadapi kendala sehingga hasil kerja

LPSK menjadi tidak optimal. Berdasarkan hasil penelitian, kendala-

kendala LPSK selama menjalankan tugasnya memberikan perlindungan

hukum bagi saksi terbagi 2 yakni :

1. Kendala internal

Dari segi kedudukan LPSK.

Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan

kedudukan LPSK berada di Jakarta,

Page 61: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Bisa dibayangkan kalau LPSK disentralkan di Jakarta, jelas akan

sulit menangani permohonan yang telah dikabulkan LPSK pada

waktu yang bersamaan. Jelas, di tingkat operasional, perlu

desentralisasi penanganan.

Mengutip pendapat Juru bicara LPSK :

“Keberadaan LPSK yang hanya bertempat di ibukota memang menjadi kendala tersendiri dalam pengajuan permohonan perlindungan oleh masyarakat.”

Untuk mengatasi hal tersebut, UU PSK memberikan keleluasaan

bagi LPSK untuk membentuk perwakilannya di wilayah atau daerah

lain jika hal tersebut dianggap menjadi peran yang sangat penting

untuk pemberian perlindungan. Pilihan UU PSK memberikan akses

bagi LPSK untuk mendirikan lembaga perwakilan adalah pilihan

yang tepat karena dari segi geografis wilayah Republik Indonesia

yang sangat luas dan akses informasi maupun komunikasi yang

terbatas baik antara wilayah maupun antar ibukota dengan wilayah

lainnya, dan kasus-kasus intimidasi terhadap saksi yang terjadi

selama ini justru paling banyak terjadi di luar wilayah Jakarta.

Perwakilan LPSK di daerah bisa didirikan ditingkat wilayah tertentu

(antar propinsi) atau dapat juga didirikan di tiap propinsi atau dalam

kondisi khusus (penting dan mendesak) LPSK perwakilan bisa juga

didirikan di wilayah terpilih, misalnya karena tingginya kasus

Page 62: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

intimidasi dan ancaman saksi di daerah tertentu maka LPSK

mendirikan kantor perwakilannya.

Banyaknya permohonan perlindungan dari daerah menjadi indikasi

bahwa warga daerah lebih rentan terkena dampak hukum.

Banyaknya jumlah permohonan dari daerah luar Jakarta tersebut

bertolak belakang dengan keberadaan LPSK yang hanya berada di

Jakarta sehingga membuat para pemohon kesulitan untuk meminta

perlindungan. Untuk menampung pemohon perlindungan yang ada

di daerah, LPSK bahkan harus menjemput bola sekaligus terus

menyosialisasikan fungsi lembaga ke daerah-daerah.

Anggota LPSK Tasman Gultom, mengatakan :

“Sesegera mungkin LPSK sudah merencanakan akan mendirikan kantor perwakilan di 3 kota besar di Indonesia yakni Surabaya, Medan, dan Makassar”.

Walaupun idealnya LPSK ini ada ditiap wilayah Propinsi, namun

kebutuhan untuk mendirikan perwakilan tersebut juga akan

memberikan implikasi atas sumberdaya yang besar pula, baik dari

segi pembiayaan, maupun penyiapan infrastruktur dan sumberdaya

manusianya. Jangan sampai pendirian perwakilan tersebut justru

malah kontraproduktif dengan tujuan dari LPSK misalnya makin

membebani kerja-kerja yang justru menjadi prioritas LPSK karena

problem administrasi dan lain sebagainya.

Pembentukan LPSK di daerah juga masuk dalam revisi UU PSK.

Mengutip pendapat Ketua LPSK :

Page 63: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

“Pembentukan LPSK di daerah merupakan kewajiban, mengingat banyaknya permohonan perlindungan yang masuk dari daerah selain Jakarta. Hal ini mengakibatkan permohonan banyak dilakukan dengan cara melalui email, surat tercatat hingga faks. Jika ada LPSK di daerah akan lebih mengefesiensi dan mengefektifkan pemberian perlindungan terhadap pemohon.”

Dari segi kewenangan.

Dalam UU PSK secara tegas menyatakan bahwa LPSK adalah

lembaga yang mandiri.

Disamping lembaga yang mandiri dan independen, UU PSK juga

telah memberikan sebuah kewenangan yang besar kepada LPSK

dalam hal melakukan koordinasi dalam melaksanakan tugas-

tugasnya.

Pasal 1 angka 3 UU PSK menyatakan :

“Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, yang selanjutnya disingkat LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”

Namun UU PSK tidak merinci tugas dan kewenangan dari LPSK

tersebut lebih lanjut perumus UU kelihatannya tidak menjabarkan

tugas dan kewenangan LPSK dalam suatu bagian atau bab

tersendiri dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 seperti peraturan

lainnya. Problem atas minimalnya kewenangan dari LPSK dalam

prakteknya akan menyulitkan peranan-peranan dari LPSK.

Page 64: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Tugas dan kewenangan LPSK yang tersebar dalam Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2006, yaitu:

1) Menerima permohonan Saksi dan/atau Korban untuk

perlindungan (Pasal 29),

2) Memberikan keputusan pemberian perlindungan Saksi dan/atau

Korban (Pasal 29),

3) Memberikan perlindungan kepada Saksi dan/atau Korban

(Pasal 1),

4) Menghentikan program perlindungan Saksi dan/atau Korban

(Pasal 32),

5) Menentukan kelayakan, jangka waktu dan besaran biaya yang

diperlukan diberikannya bantuan kepada Saksi dan/atau Korban

(Pasal 34).

Dari jabaran tersebut, tugas dan kewenangan LPSK dikelompokan

menjadi empat tugas dan kewenangan pokok yakni:

1. Tugas dan kewenangan yang terkait dengan Program

Perlindungan Saksi.

2. Tugas dan kewenangan yang terkait dengan Kompensasi dan

Restitusi Korban.

3. Tugas dan kewenangan yang terkait dengan Program Bantuan

Korban.

4. Tugas dan kewenangan yang terkait dengan Kerjasama.

Page 65: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Jika dilihat dari tugas maupun kewenangan yang diberikan oleh UU

PSK terhadap LPSK, secara umum terkesan sudah mencukupi.

Namun jika diperhatikan dengan teliti, apalagi jika dikaitkan dengan

mandat dari undang-undangnya maka kewenangan dari lembaga

ini masih kurang memadai.

Ada beberapa hal penting yang sebaiknya menjadi kewenangan

LPSK yang seharusnya dapat dimasukkan dalam revisi UU

Perlindungan Saksi dan Korban, yakni :

1. Wewenang untuk membuat peraturan-peraturan yang

berhubungan dengan :

a. bantuan dan dukungan bagi saksi selama di pengadilan;

b. penyediaan tempat khusus bagi saksi di pengadilan;

c. konsultasi bagi para saksi; dan

d. hal-hal lain yang oleh LPSK dipandang sangat perlu diatur

untuk menyediakan pelayanan bagi saksi di pengadilan;

2. Wewenang untuk melaksanakan tugas-tugas administratif

menyangkut perlindungan saksi dan orang-orang terkait,

termasuk menyangkut perlindungan sementara dan layanan-

layanan lainnya.

3. Wewenang untuk tidak memberikan informasi tentang data-data

tertentu dari saksi (rahasia) yang masuk dalam program

perlindungan saksi.

Page 66: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Masalah atas minimnya kewenangan dari LPSK dalam praktiknya

dikhawatirkan akan menyulitkan implementasi dari pekerjaan yang

harus dilakukan LPSK. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam

melaksanakan sebagian dari tugas-tugasnya LPSK akan

tergantung pula dengan keberadaan institusi-institusi lainnya. Oleh

karena itu maka ketergantungan akan kerjasama dari institusi

lainnya harus segera disadari oleh LPSK, dalam konteks ini ada

beberapa hal yang harus menjadi perhatian yakni adanya problem

eksistensi antar lembaga negara maupun antar instansi pemerintah

bisa dikatakan tidak akan pernah hilang.

UU PSK sebenarnya sudah menentukan kewenangan dari LPSK,

maka untuk membantu dan mendukung kerja-kerja LPSK harus

segera membuat (pemetaan) daftar kewenangan dan turunan

kewenangan yang telah dimandatkan oleh UU PSK. Setelah

melakukan pemetaan, LPSK sebaiknya melihat kembali beberapa

kelemahan dari kewenangan dan menutupinya dengan

menetapkan dalam sebuah keputusan internal LPSK. Walaupun

nantinya keputusan LPSK akan terbatas dapat diterapkan di luar

LPSK. Namun dengan melakukan pemetaan kebutuhan, (tentunya

untuk memperbesar kewenangan) LPSK bisa juga menggunakan

perjanjian-perjanjian atau membuat Surat Keputusan Bersama

(SKB) dengan berbagai instansi lainnya, tentunya dengan

difasilitasi oleh pemerintah. Dengan menggunakan model SKB atau

Page 67: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

perjanjian pemerintah ini diharapkan masalah kewenangan antar

lembaga dapat diminimalisir.

Dari segi anggaran.

UU PSK menyatakan bahwa biaya yang diperlukan untuk

pelaksanaan tugas LPSK dibebankan kepada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Salah satu ruang lingkup dari pengeluaran adalah pengunaan atau

pendirian tempat perlindungan atau “rumah aman” untuk para saksi

maupun orang terkait dengan saksi, misalnya keluarga saksi.

Anggaran menggunakan rumah aman harus ada dalam program

perlindungan. Apakah LPSK ingin membangun sendiri atau

menyewa dari pihak-pihak lainnya.

Biaya lain yang akan dibutuhkan oleh LPSK adalah berkenaan

dengan biaya-biaya khusus yang dikeluarkan untuk perlindungan

khusus yang diberikan kepada saksi. Beberapa hal yang

mempengaruhi besarnya biaya tiap kasus yang dilindungi meliputi

berbagai faktor, termasuk di dalamnya adalah apakah saksi

memiliki keluarga yang membutuhkan perlindungan, waktu yang

dihabiskan oleh saksi di tempat tinggal sementara, standar

kehidupan saksi, dan hak saksi atas bantuan keuangan. Adanya

berbagai macam faktor yang mempengaruhi biaya dan

ketidakpastian pengeluarannya di masa yang akan datang akan

Page 68: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

membuat makin sulit untuk memprediksi dengan tepat jumlah biaya

yang akan dikeluarkan untuk membantu saksi.

Dari segi SDM, terkait dengan kemampuan LPSK menangani dan

menindaklanjuti permohonan yang jumlahnya semakin meningkat

dari tahun ke tahun.

Hal ini didukung oleh pendapat Tasman Gultom, yang menyatakan :

“Jumlah permohonan yang masuk ke LPSK tidak sebanding dengan jumlah personil LPSK, namun dengan jumlah yang sedikit kami berusaha untuk dapat bekerja semaksimal mungkin.”

Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa hal yang mungkin paling

sering dialami saksi ketika berhadapan dengan LPSK adalah terlalu

lamanya proses pengambilan keputusan mengenai diterima atau

tidaknya permohonan perlindungan yang diajukan saksi yang harus

menunggu Sidang Paripurna dimana hal ini disebabkan karena

kurangnya personil dari LPSK sendiri untuk bisa menangani dalam

waktu yang bersamaan semua permohonan yang masuk ke LPSK

yang meningkat dari tahun ke tahun.

Ketentuan UU Perlindungan Saksi dan Korban saat ini belum

mengakomodasi dan memberikan kewenangan LPSK untuk

menentukan sistem manajemen SDM sendiri. Sebagai gambaran,

kriteria perlindungan antara lain; memenuhi kualifikasi pengalaman

perlindungan pribadi, penanganan senjata, hukum dan psikologi,

memenuhi integritas menjaga rahasia, memenuhi profil psikologis

Page 69: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

mengubah peran, merekrut jenis pegawai yang lazim dan fleksibel

(pegawai tetap, pegawai kontrak/honorer, dan tenaga sukarela),

menentukan kebijakan rotasi staf setiap 3-5 tahun (untuk

pengembangan karir, pencegahan korupsi dan sifat pekerjaan yang

menuntut produktivitas tinggi) . Perlu juga memuat ruang lingkup

kemandirian sistem manajemen SDM LPSK yang berbasis

kompetensi atau meritrokrasi. Misalnya seperti persyaratan menjadi

pegawai LPSK, kewenangan mengangkat dan memberhentikan

pegawai, pola kepangkatan, ketentuan mengenai penyertaan

jenjang kepangkatan pegawai yang dipekerjakan ke dalam jenjang

kepangkatan di LPSK, dan dasar yang kuat terhadap aturan

mengenai gaji, honorarium, serta hak-hak lain bagi pegawai LPSK.

Keberhasilan program kerja LPSK hanya dapat dicapai jika adanya

dukungan baik dari segi penambahan jumlah personil maupun

sumber daya manusia yang baik dari kalangan pegawai atau staf

yang bekerja di LPSK. Karena itulah maka keberadaan dukungan

staf yang berintegritas tinggi, profesional, berkualitas dan memiliki

produktifitas yang tinggi sangatlah penting dalam kerja LPSK

terutama jika dikaitkan dengan misi yang spesifik dari kerja-kerja

perlindungan saksi yang menuntut kedisiplinan dan kerahasiaan

yang sangat tinggi.

2. Kendala eksternal

Dari segi koordinasi.

Page 70: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

LPSK dalam melakukan perlindungan terhadap khususnya

terhadap saksi tentunya menyadari bahwa kerja-kerja lembaga

akan melibatkan banyak dukungan dari instansi lain.

Pasal 36 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2006 berbunyi :

“Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerjasama dengan instansi terkait yang berwenang.”

Hal ini menjelaskan bahwa LPSK dalam melakukan perlindungan

saksi dapat berkoordinasi dengan lembaga pemerintah dan non-

pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki

kapasitas dan hak untuk memberikan bantuan baik langsung

maupun tidak langsung, yang diperlukan dan disetujui

keberadaannya oleh saksi .

Sebagai contoh, berkaitan dengan intimidasi dan ancaman yang

serius yang melibatkan relokasi saksi baik relokasi sementara

maupun permanen, kerjasama antar-lembaga dengan program

perlindungan saksi sangatlah penting baik dalam mengamankan

perpindahan saksi dari rumah mereka dengan komunitas baru.

Namun jika seseorang merupakan saksi yang berisiko terkena

intimidasi yang serius yang mungkin juga akan mengancam jiwanya

maupun keluarganya dan memiliki kemungkinan akan ada usaha

dari pihak lain untuk melacak keberadaannya, maka sangatlah

penting bila hubungan dengan lembaga-lembaga terkait dilakukan

secara cepat dan aman.

Page 71: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Kerjasama ini diperlukan karena tidak mungkin LPSK berjalan

sendiri dalam melindungi saksi sementara beberapa pihak ada

yang menginginkan agar LPSK tidak dapat menjalankan tugas dan

fungsinya.

Oleh karena itu pula maka hubungan antar lembaga tersebut harus

didukung dan difasilitasi oleh Presiden, karena LPSK

bertanggungjawab pula kepada Presiden. Posisi Presiden sebagai

posisi yang sangat sentral dalam mendukung kerja LPSK sekaligus

sebagai posisi yang membawahi masing-masing departemen atau

lembaga terkait lainnya.

Seiring berjalannya waktu LPSK dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.

Banyak hal yang terjadi sehingga menimbulkan masalah di dalam

segala kegiatan LPSK dalam melindungi saksi. Salah satu masalah

yang terjadi adalah timbulnya ketidaksepahaman antara LPSK

dengan pihak-pihak terkait yang berwenang khususnya aparat

penegak hukum. Hal ini tentu akan menghambat tugas paling

utama dari LPSK yaitu melindungi saksi.

Ketua LPSK mengungkapkan, pihaknya masih kesulitan

berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terutama di daerah,

terkait tugas lembaganya untuk memberikan perlindungan saksi

dan korban.

Mengutip pendapat Ketua LPSK :

Page 72: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

"Aparat penegak hukum di tingkat operasional terutama daerah seringkali belum memahami dan mengetahui detail peran mereka dalam pelaksanaan pemberian perlindungan saksi dan korban sesuai keputusan LPSK."

Padahal, pemberian perlindungan saksi dan korban mustahil

memutus peran berbagai pihak terkait. Dari pihak penegak hukum

misalnya, yang terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, advokat,

dan hakim.

Berdasarkan hasil penelitian, banyak aparat penegak hukum yang

belum mengetahui keberadaan LPSK. Padahal, LPSK yang

dibentuk pada 8 Agustus 2008 lalu berdasarkan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

berkaitan langsung dengan aparat penegak hukum.

Hal ini diperkuat dengan pendapat Tasman Gultom, yang

menyatakan :

“LPSK sudah sering melakukan sosialisasi ke daerah di luar Jakarta namun sampai saat ini masih banyak yang belum mengetahui keberadaan LPSK khususnya bagi aparat penegak hukum contohnya ada seorang hakim di Pengadilan Negeri di Jakarta yang mengatakan LPSK itu LSM dari mana.”

Hal yang sama juga disampaikan Penanggung Jawab Bidang

Hukum, Diseminasi, dan Humas LPSK, Hotma David Nixon , yang

mengatakan :

"Mayoritas aparat penegak hukum tidak kenal LPSK. Apakah LSM atau lembaga negara? Bahkan, jaksa, hakim, kepolisian, tidak tahu.Kalau penegak hukum tidak kenal LPSK, itu sangat menyedihkan, dan bukan hanya aparat penegak hukum yang

Page 73: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

tidak mengetahui adanya LPSK sebagai lembaga negara yang membidangi masalah perlindungan saksi dan korban, tetapi anggota DPR juga ada yang tidak mengetahui keberadaan lembaga ini. Anggota DPR Komisi X Deddy 'Miing' Gumelar saja tidak tahu apa itu LPSK ketika dia dipindahkan ke Komisi III bidang hukum. Ada juga seorang hakim di Bekasi yang mengira LPSK itu sebuah LSM. Seluruh penegak hukum diharapkan untuk terus mengembangkan diri dalam membaca dan mendapatkan informasi. "Kan informasi tidak hanya harus dari koran, tapi juga bisa browsing melalui internet. Jadi jangan sampai aparat penegak hukum hanya fokus dengan kerjaan, tapi juga harus tahu mengenai informasi lain."

Namun demikian, Ketua LPSK mengatakan pihaknya pun turut

mengapresiasi sejumlah aparat penegak hukum yang telah

menerapkan pola kerjasama yang baik dengan LPSK terutama

dalam pelaksanaan perlindungan saksi dan korban.

Mengutip pendapat Ketua LPSK bahwa :

“Sepanjang tahun 2012, inisiatif aparat penegak hukum untuk merekomendasikan saksi dan korban yang perlu dilindungi pun meningkat jika dibanding tahun-tahun sebelumnya, setidaknya ada sekitar 15 saksi dan korban yang diajukan aparat penegak hukum (Jaksa dan Polisi) untuk diberikan perlindungan oleh LPSK. Respon aparat penegak hukum merupakan point penting untuk menentukan berjalan atau tidaknya pelayanan pemberian perlindungan terhadap saksi dan korban. Komitmen aparat penegak hukum untuk serius dalam menangani proses penegakan hukum menunjukan penghargaan yang signifikan terhadap informasi dan keterangan yang telah disampaikan saksi terutama yang telah mendapatkan perlindungan LPSK. Untuk itu, Ketua LPSK berharap, pelaksanaan forum koordinasi aparat penegak hukum dapat mengurai benang kusut kendala kerjasama aparat penegak hukum dalam melaksanakan keputusan LPSK dan optimalisasi pelaksanaan perlindungan terhadap saksi dan korban. Berjalan atau tidaknya proses hukum sangat menentukan jangka waktu pemberian perlindungan LPSK terhadap saksi, sehingga perlu adanya pemahaman bersama aparat penegak hukum mengenai urgensi pemberian perlindungan terhadap saksi .”

Page 74: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

LPSK tidak dapat bekerja sendiri, ada bagian-bagian dimana LPSK

tidak mempunyai kewenangan untuk mengintervensi tugas dan

wewenang lembaga penegak hukum lainnya. Misalnya masalah

peradilan, LPSK tidak bisa sampai ke sana tanpa ada kerjasama

dengan pihak Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan

Mahkamah Agung. Artinya, dengan mengharmonisasikan

perbedaan yang ada maka diharapkan LPSK dapat menjadi

lembaga yang komplemen yang dapat berguna bagi lembaga-

lembaga penegak hukum dan instansi terkait lainnya.

Sebagai lembaga yang masih relatif baru, LPSK memerlukan

dukungan dari berbagai instansi lainnya. Untuk menyamakan

persepsi tentang jalur dan sistem kerjasama seperti apa yang akan

dipakai untuk perlindungan saksi, LPSK terus membangun

kerjasama kelembagaan secara formal yang dituangkan dalam

Nota Kesepahaman Bersama. Sampai saat ini, kerjasama

kelembagaan telah terwujud dalam penyelenggaraan

penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama antara LPSK

dengan :

- Kejaksaan RI

- Kepolisian RI

- Kemenkumham RI

- Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT)

- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

Page 75: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

- Komnas HAM

- Komnas anti Kekerasan terhadap Perempuan

- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

- PPATK

- Ombudsman

- Badan Narkotika Nasional (BNN)

- Departemen Sosial (Depsos)

- BAKN (Badan Administrasi Kepegawaian Negara)

Kerjasama yang dibangun, selain dengan Instansi/Lembaga

Negara, Lembaga Pendidikan, Lembaga Masyarakat maupun

Lembaga Usaha (dunia penerbitan) didalam negeri juga dilakukan

kerjasama dengan negara-negara lain dan lembaga pada tataran

internasional.

Selain hal tersebut diatas, kendala yang juga sering dihadapi

LPSK dalam menjalankan tugasnya adalah adanya intimidasi dari

pihak-pihak tertentu yang ingin menghalangi LPSK dalam

memberikan perlindungan hukum terhadap saksi. Contohnya pada

kasus penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan terdakwa 12 prajurit Kopassus Grup 2

Kandang Menjangan, Kartosuro, Sukoharjo yang saat ini sudah

masuk tahap pemeriksaan di Pengadilan Militer (Dilmil) II-11

Yogyakarta.

Page 76: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Peran LPSK sangat penting dalam perkara tersebut, dimana LPSK

telah menerima permohonan perlindungan terhadap 42 saksi dalam

kasus tersebut. Berdasarkan data pada LPSK, 42 saksi itu di

antaranya terdiri dari 31 tahanan Lapas Cebongan dan 11 sipir

tahanan. Jumlah tersebut merupakan rekomendasi hasil investigasi

yang dilakukan LPSK.

Namun tindakan LPSK tersebut tidak disambut baik oleh pihak

tertentu. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Komandan Korem

(Danrem) 072/Pamungkas Brigadir Jenderal Adi Widjaja, yang

menyebutkan 42 saksi yang akan memberikan keterangan di

persidangan kasus penembakan tahanan di Lembaga

Pemasyarakatan (LP) Cebongan tidak mengalami stres dan

trauma.

Kepada media massa, Danrem tersebut menyatakan bahwa tidak

ada saksi yang merasa keberatan untuk memberikan kesaksian

langung di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Begitu pula

pernyataan Danrem mengenai permohonan LPSK ke Mahkamah

Agung untuk meminta persetujuan penggunaan video conference

untuk para saksi yang masih trauma untuk memberikan kesaksian

secara langsung didepan persidangan dimana Danrem menuduh

LPSK dalam pemberitaan di beberapa media, memiliki kepentingan

pendanaan dibalik penggunaan Video Conference (VCR) tersebut.

Page 77: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Atas pernyataan Danrem tersebut, Ketua LPSK menyatakan :

"Pernyataan seperti itu tidak pantas diucapkan seorang Danrem. Jika yang bersangkutan belum pernah membaca hasil rekam psikologis para saksi dan tidak melihat langsung kondisi para saksi tersebut. LPSK telah melibatkan 18 orang psikolog untuk memulihkan trauma para saksi tersebut. Jika saksi dianggap tidak trauma dan stres, buat apa 18 orang psikolog kami kerahkan untuk memulihkan psikologis para saksi. LPSK adalah lembaga independen, dibentuk berdasarkan ketentuan UU, dan semua fasilitas yang dimiliki LPSK dibiayai oleh APBN dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Kepentingan kami ya cuma satu, yakni untuk melindungi saksi dan korban, dan kami tidak punya problem pendanaan apalagi kepentingan lain dalam penggunaan VCR, hal itu murni untuk mengakomodir kepentingan saksi yang masuk program perlindungan LPSK."

Selanjutnya, Ketua LPSK juga menyatakan bahwa sikap Danrem

yang demikian justru dapat menunjukan sinyal buruk pelaksanaan

sidang kasus LP Cebongan. Dengan dibiarkannya saksi

berhadapan langsung dengan pelaku, akan membuat saksi

ketakutan, tertekan dan trauma berulang. Akibatnya, keterangan

yang diberikan para saksi tidak maksimal. Jika tidak maksimal,

hukuman bagi pelaku bisa ringan atau bahkan dibebaskan. Agar

Danrem dapat memahami fungsi perlindungan saksi dalam sistem

peradilan pidana. Dalam beberapa kasus yang melibatkan anggota

militer, kehadiran LPSK dapat diterima dengan baik, dan saran-

saran LPSK pun selama ini dijalankan pengadilan militer, kenapa

untuk pengungkapan kasus di LP Cebongan justru dipersulit .

Page 78: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Anggota LPSK, Teguh

Soedarsono, yang menyatakan :

“Tindakan LPSK selama ini menangani saksi kasus penyerangan LP Cebongan adalah bentuk itikad baik terhadap militer, pernyataan Danrem tersebut terkesan melecehkan LPSK. Itikad baik LPSK memberikan perlindungan terhadap para saksi dalam kasus ini adalah agar proses peradilan militer dalam kasus cebongan dapat dipercaya masyarakat dan terkesan transparan, selain itu dengan mengakomodir perlindungan saksi, dapat menaikkan citra TNI AD yang kian terpuruk akibat tragedi ini. Diizinkan atau tidak, lembaganya tetap akan mempersiapkan VCR untuk kebutuhan saksi yang takut berhadapan langsung dengan terdakwa di persidangan nanti. VCR merupakan media alternatif yang dapat digunakan saksi dalam memberikan keterangan di persidangan,jika merasa terancam atau ketakutan."

Salah satu bukti dari pentingnya peran LPSK dalam memberikan

perlindungan hukum bagi saksi kasus penyerangan Lapas

Cebongan tersebut adalah dengan mengajukan permohonan

penggunaan video teleconference ke Mahkamah Agung untuk

beberapa saksi yang tidak ingin bersaksi secara langsung didepan

pengadilan karena masih mengalami trauma pasca kejadian

penyerangan tersebut dimana hal tersebut telah sesuai dengan

ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban yang secara umum menyatakan

bahwa saksi yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang

sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian

tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang

diperiksa dan dapat didengar kesaksiannya secara langsung

Page 79: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang

berwenang.

Permohonan LPSK tersebut telah mendapat persetujuan MA

dimana MA menyetujui penggunaan alat bantu video conference

untuk proses pemberian kesaksian Cebongan di Pengadilan Militer

II–11 Jogjakarta. Ketua LPSK menyatakan :

“MA menyetujui permintaan dari LPSK, namun dana pemasangan dan saluran video conference dibiayai LPSK. Secara administrasi kita telah mengajukan surat kepada ketua pengadilan militer. Dan setelah kita tunggu akhirnya keluar dan pada dasarnya mereka tidak keberatan dan tidak ada masalah, hanya terkait tidak ada alokasi anggaran. Kalau itu masalahnya kita tidak keberatan, kita akan pakai anggaran dari LPSK yaitu dari APBN.”

Meskipun MA telah menyetujui penggunaan alat bantu video

conference, namun berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU

Perlindungan Saksi dan Korban, penggunaan alat tersebut harus

berdasarkan persetujuan hakim.

Bentuk perlindungan LPSK untuk para saksi kasus Cebongan

antara lain saksi yang terlindungi LPSK yang dipanggil pengadilan

akan didampingi oleh LPSK dan psikolog. Untuk saksi yang merasa

siap bersaksi di pengadilan akan dikawal dan dilindungi sejak

keberangkatan hingga Lapas Cebongan. Sedangkan saksi yang

masih tertekan dan trauma akan diprioritaskan memakai video

Page 80: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

conference yang telah disiapkan MA, LPSK dan bekerjasama

dengan Telkom.

Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Anggota LPSK, Teguh

Soedarsono yang menyatakan :

“Selama ini LPSK telah memberikan pengamanan dan pengawalan terhadap para saksi, pendampingan dalam proses pemeriksaan oleh Polisi Militer dan pemulihan psikologis jelang sidang, LPSK akan berikan pengamanan dan pengawalan khusus terhadap saksi di persidangan, pendampingan dan menyediakan sarana VCR yang siap digunakan."

Selain pernyataan Danrem tersebut, LPSK juga mendapat

intimidasi yang disampaikan secara langsung ke LPSK melalui

surat. Termasuk tekanan agar saksi memberikan kesaksian

langsung di Pengadilan Militer.

Juru bicara LPSK menyatakan :

“Surat itu berisi tentang penolakan penggunaan Teleconference dalam proses sidang pengadilan militer perkara di LP Cebongan. Itu bentuk intimidasi kepada para saksi. surat tersebut disampaikan ke LPSK oleh gabungan organisasi masyarakat (ormas) di Jogja, terdiri dari Paksi Katon, Sekretariat Bersama Keistimewaan DIY, Gerakan Pemuda Anshor, Laskar Srikandi Mataram, dan Jogja Wallnation. Surat yang dikirim juga ditembuskan juga ke Komandan Resort Mililiter (Danrem) 072 Pamungkas.”

Adanya intimidasi dari pihak-pihak tersebut menjadi kendala

tersendiri bagi LPSK dalam menjalankan perannya memberikan

perlindungan hukum terhadap para saksi kasus Cebongan.

Page 81: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Upaya perlindungan terhadap saksi kasus Cebongan yang

dilakukan LPSK dimaksudkan untuk kepentingan TNI. LPSK

berharap proses peradilan militer digelar secara transparan

sehingga dipercaya oleh publik.

LPSK dalam kasus LP Cebongan ditantang untuk menunjukkan

peran pentingnya, yakni dapat memberikan jaminan keamanan

kepada para saksi terkait keselamatan jiwa mereka pada setiap

proses pemeriksaan perkara tersebut dan dapat menjaga agar para

saksi tidak mendapatkan intimidasi dari pihak-pihak tertentu. Hal ini

bertujuan agar para saksi dapat memberikan kesaksian

sebagaimana mestinya dalam rangka pencarian dan

pengungkapan kebenaran sebagaimana yang terjadi di lapangan

dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi majelis hakim untuk

dapat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.

Dan untuk mewujudkan hal tersebut perlu dukungan dari semua

pihak demi terciptanya peradilan yang adil (fair trial) bagi saksi.

Page 82: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

BAB V

P EN U T U P

A. Kesimpulan

1. Konsep perlindungan saksi.

Hak dan kewajiban saksi harus dilindungi negara. Dalam proses

proses pemeriksaan perkara pidana, pemenuhan hak saksi oleh

negara merupakan satu hal yang wajib dan apabila saksi merasa hak-

haknya telah terpenuhi, maka secara tidak langsung akan berdampak

positif bagi pelaksanaan kewajibannya di dalam proses persidangan.

Perlindungan terhadap saksi dilakukan berdasarkan prosedur yang

telah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban maupun dalam Peraturan LPSK

Nomor 6 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan

Saksi dan Korban. LPSK bertanggung jawab untuk menangani

pemberian perlindungan kepada saksi berdasarkan tugas dan

kewenangan sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 13

Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

2. Implementasi perlindungan hukum bagi saksi dalam proses

pemeriksaan perkara pidana.

LPSK mempunyai peran yang sangat penting dalam

memberikan perlindungan hukum terhadap saksi dalam setiap proses

pemeriksaan perkara pidana di Indonesia. Hadirnya LPSK dengan

Page 83: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

segala kewenangan, tanggung jawab dan peran yang diembannya

merupakan sebuah pencapaian penting dalam konteks pemenuhan

hak saksi. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah saksi yang

mendapat pelindungan LPSK sejak berdirinya LPSK pada tahun 2008

sampai dengan bulan Desember tahun 2012.

Namun dalam menjalankan tugasnya, LPSK sering mengalami kendala

baik yang bersifat internal yakni dari segi kedudukan, kewenangan,

anggaran, dan SDM LPSK mupun kendala yang bersifat eksternal

yakni dari segi koordinasi. Selain itu, adanya intimidasi dari pihak-pihak

tertentu dapat pula mempengaruhi peran LPSK dalam memberikan

perlindungan hukum bagi saksi.

B. Saran

1. Untuk optimalisasi perlindungan hukum terhadap saksi dibutuhkan

peran pemerintah bersama-sama LPSK untuk lebih fokus lagi

melakukan sosialisasi tentang perlindungan hukum terhadap saksi

yang tidak hanya berpusat di ibukota setiap propinsi saja tetapi

diharapkan dapat sampai ke tingkat pedesaan agar masyarakat dapat

mengetahui dan mudah memahami apa hak-hak mereka ketika

menjadi saksi dan tidak takut lagi memberi kesaksiannya.

2. Keberadaan LPSK mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam

mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu khususnya dalam

memberikan perlindungan hukum bagi saksi dalam proses

Page 84: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

pemeriksaan pekara pidana di Indonesia. Meningkatnya jumlah

perlindungan terhadap saksi dari tahun ke tahun menjadi dasar bagi

LPSK untuk segera membentuk kantor perwakilan LPSK di luar

wilayah Jakarta karena sebagian besar permohonan perlindungan

lebih banyak berasal dari daerah luar Jakarta.

Dalam laporan tahunan LPSK, agar dibuat dalam tabel tersendiri jenis tindak pidana dari saksi yang mendapat perlindungan LPSK.

Page 85: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Al. Wisnubroto 2002. Praktek Peradilan Pidana (Proses Persidangan Perkara Pidana). PT. Galaxy Puspa Mega, Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly. 2012. Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi. Sinar Grafika, Jakarta.

Baehr, Peter, Pieter van Dijk dkk, (eds.). 2001. Instrumen Internasional

Pokok Hak-Hak Asasi Manusia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Hamzah, Andi. 1985. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta.

_____________. 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

Harahap, M. Yahya. 2005. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Sinar Grafika, Jakarta.

Mertokusumo, Soedikno. 1991. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta.

Muhaddar, dkk. 2010. Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana. CV. Putra Media Nusantara, Surabaya.

Muladi. 2002. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Nasution, Bahder Johan. 2012. Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia. CV. Mandar Maju, Bandung.

Page 86: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. 2006. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Edisi 4. Makassar.

Subekti dan R. Tjitro Soedibia. 1976. Kamus Hukum. Pradya Paramita, Jakarta.

Sutarto, Suryono. 1982. Hukum Acara Pidana, Jilid I. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

B. Media Elektronik

Adam, Riski. 2012. Wah, banyak Aparat Penegak Hukum tak Kenal LPSK,http://news.liputan6.com/read/461993/wah-banyak-aparat-penegak-hukum-tak-kenal-lpsk, diakses pada bulan Mei 2013.

Anonim. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21093/4/ChapterI.pdf hal. 10, diakses pada bulan Mei 2013.

Firdaus, Edwin. 2013. LPSK Tetap siapkan Video Conference bagi Saksi, http://www.tribunnews.com/2013/06/12/lpsk-tetap- siapkan-

video-conference-bagi-saksi, diakses pada bulan Juli 2013.

Fitriasih, Surastini. 2003. “Perlindungan Saksi Dan Korban Sebagai Sarana Menuju Proses Peradilan (Pidana) Yang Jujur Dan Adil”, http/www.antikorupsi.org/mod=tema&op=viewarticle&artid=53, diakses pada bulan Desember 2012.

Hardiansya, Rahmat. 2011. LPSK akan buka Perwakilan di Sulsel. http://makassarterkini.com/home/index-berita/3260-lpsk-akan-

buka-perwakilan-di-sulsel.html, diakses pada bulan Juli 2013.

Page 87: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Iksan, Muchamad. 2012. Seri Kuliah Hukum Perlindungan Saksi. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://hukum.ums.ac.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=46

diakses pada bulan Desember 2012.

Nur, M Bachtiar. 2012. Revisi UU Perlindungan Saksi masuk Prolegnas 2013, http://cetak.shnews.co/web/read/2012-12-

26/5407/revisi.uu.perlindungan.saksi.masuk.prolegnas.2013, diakses pada bulan Juni 2013.

Nur/Rahmat. 2012. Restrukturisasi Organisasi menuju Kemandirian, http://www.lpsk.go.id/upload/MajalahKesaksianEdisiII.pdf, diakses pada bulan Juli 2013.

Razak, Abdul Hamied. 2013. Kasus Cebongan : Aksi Massa, Marak, Pengamanan Dilmil Sidang Cebongan tak Kondusif, http://www.sragenpos.com/2013/kasus-cebongan-aksi-massa-marak-pengamanan-dilmil-sidang-cebongan-tak-kondusif, diakses pada bulan Juli 2013.

Romi Rinando. 2011. LPSK Akui Sulit Koordinasi dengan Penegak Hukum Daerah,http://lampung.tribunnews.com/m/index.php/2011/11/22/lpsk-akui-sulit-koordinasi-dengan-penegak-hukum-daerah, diakses pada bulan Juni 2013.

Rozy, Firardy. 2013. Pembantaian LP Cebongan,“Ketua LPSK Geram Atas Tuduhan Danrem 072/Pamungkas,

http://polhukam.rmol.co/read/2013/06/06/113506/Ketua-LPSK-Geram-Dituduh-Danrem-072/Pamungkas, diakses pada bulan Juli 2013.

Shinta. 2013. Kasus Cebongan : MA Setuju pakai Videoconference. http://sorotjogja.com/berita-jogja-1160--kasus-cebongan-ma--setuju-pakai-videoconference.html, diakses pada bulan Juli 2013.

Page 88: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Shopia, Maharani Siti. 2012. Minimalisir Serangan Balik Saksi, LPSK Gelar Rapat Koordinasi Aparat Penegak Hukum, Pers Release LPSK No. : 57/PR/LPSK/XI/2012, http://www.lpsk.go.id, diakses bulan Mei 2013.

__________________. 2012. Menyambut Hari Anti Korupsi Sedunia “22 dari 30 Saksi Korupsi Alami Serangan Balik”, Pers Release LPSK No. : 62/PR/LPSK/XII/2012, http://www.lpsk.go.id, diakses bulan Mei 2013.

__________________. 2013. LPSK : Danrem Tak Peka Perlindungan Saksi LP Cebongan, Pers Release LPSK No. : 40/PR/LPSK/VI/2013, http://www.lpsk.go.id, diakses pada bulan Juli 2013.

Susetyo, Heru. 2011. Peran Negara dan LPSK dalam Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia (disampaikan oleh Abdul Haris Semendawai, Ketua LPSK RI, pada Kuliah Umum Victimologi FHUI tanggal 17 Oktober 2011),

http://herususetyodotcom.files.wordpress.com, diakses pada bulan Mei 2013.

Vardian, Agnes Vira. 2008. Prospek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual dalam Kesenian Tradisional di Indonesia, (Semarang : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2008),http://eprints.undip.ac.id/16220/1/AGNES_VIRA_ARDIAN.pdf, diakses pada bulan Mei 2013.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta amandemennya.

Page 89: PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA …

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

3.