Upload
nerslita
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI
Kebutuhan untuk bergerak bebas, mudah, berirama, dan nyaman
merupakan hak setiap manusia. Kondisi sakit menyebabkan klien
mengalami keterbatasan atau diberikan pembatasan dalam melakukan
pergerakan.
Tugas 1.
Sesuai pengalaman saudara, tuliskan apa saja faktor yang
mempengaruhi pergerakan seseorang.
-aktivitas
-lingkungan rumah
-makanan/nutrisi
-jenis kelamin
-umur
Faktor yang mempengaruhi mobilisasi:
1. Sistem neuromuskular
2. Gaya hidup
3. Ketidakmampuan
4. Tingkat energi
5. Tingkat perkembangan
- Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel.
Ekstremitas lentur dan persendian memiliki ROM lengkap.
Posturnya kaku karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke
depan dan tidak seimbang sehingga mudah terjatuh.
- Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada
tulang belakang servikal dan lumbal lebih nyata
- Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan
dan tungkai tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih
kuat, berakibat pada perkembangan postur dan peningkatan
kekuatan otot. Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak
melakukan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan
motorik yang baik.
- Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang
lebih dulu dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak
disimpan di lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki
pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang
panjang dan meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih
panjang dan pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot
meningkat di dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.
- Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik.
Perubahan normal pada tubuh dan kesegarisan tubuh pada
orang dewasa terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan ini
akibat dari respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat
dan pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian
depan. Wanita hamil bersandar ke belakang dan agak
berpunggung lengkung. Dia biasanya mengeluh sakit punggung.
- Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi
pada orangtua.
6. Kondisi patologik:
- Postur abnormal:
a. Tortikolis: kepala miring pada satu sisi, di mana adanya
kontraktur pada otot sternoklei domanstoid
b. Lordosis: kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke
depan/ anterior
c. Kifosis: peningkatan kurva spinal torakal
d. Kipolordosis: kombinasi dari kifosis dan lordosis
e. Skolioasis: kurva spinal yang miring ke samping, tidak
samanya tinggi hip/ pinggul dan bahu
f. Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior
dan lateral
g. Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki
karena kerusakan saraf peroneal
- Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular,
terjadi karena gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat
otot skeletal
- Kerusakan sistem saraf pusat
- Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah
urat, dan fraktur.
Pelajari situasi di bawah ini!
Anda seorang perawat di ruang rawat bedah ortopedi dan bertanggung
jawab untuk merawat enam klien. Klien anda Tn. A (20 tahun) telah
dirawat di ruang tersebut selama tujuh hari dengan diagnosa medis
fraktur femur kanan paska operasi pemasangan fiksasi internal hari
keenam. Klien takut untuk menggerakkan anggota tubuhnya karena
nyeri dan khawatir jahitannya lepas. Punggung, bokong, dan tumitnya
tampak merah karena lama tertekan. Dokter bedahnya juga telah
menginstruksikannya untuk latihan berjalan. Anda mencoba
membantu klien tersebut berjalan, namun karena beban klien terlalu
berat, anda mengalami kesulitan untuk melakukannya.
Tugas 2.
Apakah Tn. A memerlukan kebutuhan untuk bergerak?
Iya, klien membutuhkan pergerakan.
Apa tujuan Tn. A bergerak?
1. untuk membiasakan diri agar mudah beraktivitas kembali.
2. memulihkan kondisi seperti semula (agar punggung,bokong, dan
tumitnya tidak merah lagi).
3. menjalankan instruksi dari dokter.
4. Agar tidak terjadi atrofi.
Sebagai perawat, apa yang harus anda perhatikan dan lakukan untuk
mengatasi masalah TnA. Tersebut?
Kita harus memperhatikan keadaan psikologis dan fisiologis dari klien
karena klien mengalami kekhawatiran terhadap akan jahitannya lepas.
Perubahan mobilisasi memberikan respon fisiologik dan psikologik
tubuh kita. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi adalah
perubahan pada semua sistem tubuh klien. Uraikan perubahan
tersebut:
- Muskuloskeletal: kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur), serta gangguan
metabolisme kalsium
- Kardiovaskuler:
Hipotensi ortostatik, peningkatan kerja beban jantung,
pembentukan trombus.
- Pernafasan
Beresiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru yang paling umum
adalah atelektasis dan pneumonia hipostatik, kemampuan klien
untuk batuk produktif menurun sehingga penyebaran mukus dalam
bronkus meningkat maka terjadi bronkopneumonia hipostatik.
- Metabolisme dan nutrisi
Mengganggu fungsi metabolic normal antara lain laju
metabolic;metabolisme karbohidrat, lemak dan protein;
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan
kalsium dan gangguan pencernaan, mengalami penurunan selera
makan sekunder yang mengakibatkan defisiensi kalori dan protein,
pelepasan kalsium ke dalam sirkulasi.
- Eliminasi urin
Mengalami statis urine dan meningkatkan resiko infeksi saluran
perkemihan dan terjadi pembentukan batu karena gangguan
metabolisme kalsium dan akibat hiperkalsemia, meningkatkan
resiko dehidrasi.
- Integumen
Terjadi dekubitus akibat iskemia dan anoksia jaringan, terjadi
gangguan respirasi selullar dan sel menjadi mati.
- Neurosensori
Sensori deprivation
Respon psikososial dari antara lain menyebabkan respons
emosional, intelektual, sensori dan sosiokultural.
Perubahan emosional yang paling umum adalah depresi, perubahan
perilaku, perubahan siklus tidur-bangun dan gangguan koping.
Kesemua respon di atas juga merupakan hal-hal yang perlu dikaji
perawat sebelum merumuskan diagnosa keperawatan klien.
Pemeriksaan penunjang apa yang perlu ditambahkan untuk
melengkapi hasil pengkajian Tn. A? Bagaimana kira-kira hasil setiap
pemeriksaan penunjang itu?
Pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan refleks.
Tugas 3.
Perawat Ina akan merumuskan diagnosa keperawatan Tn. A. Apa saja
kemungkinan diagnosa yang dapat ditegakkan? Ingat rumus PES! Tuan
A. takut untuk menggerakkan anggota tubuhnya karena nyeri dan
khawatir jahitannya lepas. Hal ini disebabkan karena Tn. A. telah
menjalani operasi pemasangan fiksasi internal akibat fraktur femur
kanan. Tn. A. merasa nyeri di bagian punggung, bokong, dan tumitnya
serta pada bagian tersebut tampak merah karena lama tertekan.
Tugas 4.
Akhirnya Tn A diperbolehkan melakukan latihan mobilisasi bertahap.
Tahapan latihan apa yang harus dilalui Tn. A.?
Tahapan latihan yang harus diikuti Tn. A:
- latihan rentang gerak.
- latihan berjalan
- latihan aktivitas
- latihan kesejajaran tubuh
Identifikasi bentuk-bentuk alat bantu mobilisasi dari referensi yang
saudara baca! Jelaskan beserta tujuan dan hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk masing-masing alat.
ü Walker: suatu alat yang berguna untuk membantu klien yang
sulit untuk bermobilisasi.
ü Tongkat: Pada umumnya digunakan untuk sokongan dan
keseimbangan klien yang kekuatan kakinya menurun.
ü Tongkat empat kaki:memberikan sokongan yang terbesar dan
digunakan pada kaki yang mengalami sebagian atau
keseluruhan paralisis ataupun hemiplegia.
ü Kruk (lofstrand dan aksila): digunakan untuk meningkatkan
mobilisasi seperti pada setelah kerusakan ligamen di lutut,
mencapai kestabilan gaya berjalan saat naik dan turun tangga
serta bangkit dari duduk.
ü Walking belt adalah berupa ikat pinggang untuk menjaga
keseimbangan.
Apa saja rencana intervensi yang dapat diberikan pada Tn. A?
- memonitor perkembangan untuk bergerak.
- membantu mengajarkan gaya berjalan dengan alat bantu.
- melatih rentang gerakan sendi secara teratur.
- mempertahankan kesegarisan tubuh yang sesuai.
- mencapai kembali kesegarisan tubuh atau tingkat optimal
kelurusan tubuh.
- mengurangi cidera pada kulit dan sistem muskuloskeletal
dari ketidaktepatan mekanika atau kesegarisan tubuh.
- mencapai ROM penuh atau optimal.
- mencegah kontraktur
- menjaga kepatenan jalan napas
- mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal
- memobilisasi sekresi jalan napas
- menjaga fungsi kardiovaskuler
- meningkatkan toleransi aktivitas
- mencapai pola eliminasi normal
- menjaga pola tidur normal
- mencapai sosialisasi
- mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri
- mencapai stimulasi fisik dan mental
Apa kriteria evaluasi keberhasilan perawatan pada Tn. A?
- klien akan dapat mempertahankan rentang gerak
pada sendi ekstrimitas bawah.
- klien akan dapat bergerak untuk memudahkan
melakukan aktivitas.
- Klien akan dapat mengikuti programlatihan teratur 3-4
kali sehari dengan perencanaan pulang.
- Klien akan dapat melakukan rentang gerak penuh pada
sedi yang sakit.
- Tidak ada kontraktur sendi.
Tuliskan hal-hal penting lainnya yang perlu saudara pelajari!
- cara memotivasi klien agar mau melakukan latihan
rentang gerak sendi secara teratur.
Referensi:
-http://scele.ui.edu
Potter, Patricia dan Perry.(1999).Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, dan Praktik, ed.4, volume 2. Jakarta:EGC.
DISKUSI RESPON SEL TERHADAP JEJAS KELOMPOK 12
Gambaran struktur anatomi makroskopik
Jenis adaptasi Gambaran Makroskopik Gambaran Mikroskopik
Mekanisme terjadi
Atrofi organ yang mengalami menjadi lebih kecil dari ukuran normal
sel-sel penyusun organ tersebut menjadi lebih kecil ukurannya
contoh atrofi otot skelet, menurunnya proses metabolisme sel otot sehingga jumlah myofilament yang menyusun sel otot menurun. Adapun sebab metabolisme sel menurun adalah mitokondria sel tidak lagi melakukan respirasi untuk metabolisme sel.
Hiperplasia organ yang terkena menjadi lebih besar dari ukuran normalnya
sel-sel yang menyusun organ tersebut bertambah banyak jumlahnya
contoh pada payudara ibu hamil, terjadi peningkatan jumlah sel pada kelenjar mammae untuk kesempurnaan proses melahirkan bayi, yaitu untuk menyusui bayi, terjadi pada sel dengan kemampuan mitosis tinggi
Hipertrofi organ yang terkena menjadi lebih besar dari
sel-sel yang menyusun
hipertofi sel otot karena sering
ukuran normalnya organ mejadi lebih banyak jumlahnya
dilatih, sehingga metabolisme dalam sel tinggi dan membuat ukuran sel bertambah besar, terjadi pada sel dengan kemampuan mitosis rendah
Metaplasia&Displasia Metaplasia adalah perubahan suatu jenis jaringan dewasa (yang telah berdiferensiasi) menjadi jaringan lain yang juga dewasa. Perubahan ini terjadi pada jaringan epitel atau messenchymal,,,displasia, yaitu perubahan polarisasi pertumbuhan sel dewasa. Displasia yang tidak tertanggulangi dapat mengarah pada keganasan (karsinoma).
sel-sel yang menyusun organ itu pada awalnya berdifferensiasi menjadi jenis sel lain
tipe epitel yang menyusun saluran nafas orang normal, pada perokok berubah menjadi epitel squamosa. Hal ini terjadi karena jejas yang disebabkan asap rokok yang mengandung racun.
Degenerasi Hidropik(Mola)
kelompok sel trofoblas membengkak membentuk gelembung-gelembung berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter.
terdapat edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi, dan proliferasi sel-sel trofoblas (jumlah selnya bertambah).
sel telur yang harusnya berkembang menjadi janin justru terhenti perkembangannya. Yang terus berkembang malah sel-sel trofoblas. Padahal, sel-sel yang terbentuk dari trofoblas ini mengalami kelainan, seperti tidak mengandung pembuluh-pembuluh darah di dalamnya. Kelompok sel
inilah yang kemudian membengkak membentuk gelembung-gelembung berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter
Nekrosis bisa membentuk infark, sel mengecil, matinya
anggota sel, autolisis karena terjadinya degradasi enzimatik juga terjadi pengumpulan kromatin sehingga mengalami lisis.
nekrosis terjadi disebabkan adanya jejas irreversible,
dan selalu sebuah proses patologis.
DAMPAK TERHADAP KLIEN
Atrofi--> Klien akan mengalami gangguan pada sistem geraknya akibat mengecilnya otot bisep tersebut bahkan jika otot terlalu lama tidak digunakan dapat mengarah pada suatu penyakit yaitu osteoporosis (biologis), klien merasa dirinya tak bisa sembuh dan menjadi normal kembali serta malu untuk bergaul dengan orang lain (psikososial), merasa lemah karena ini adalah ujian yang berat bagi dirinya dari Tuhan (spiritual).
Untuk hiperplasia, metaplasia, displasia, mola dan nekrosis dampak biologisnya bagi klien adalah terjadi kerusakan organ sehingga dapat mengganggu sistem fungsional organ tersebut, untuk dampak psikososial dan spiritual dampaknya pun tak begitu berbeda dengan yang terjadi dengan atrofi.
Isu-isu yang menjadi fokus pembahasan
1. Proses pembentkan mola hidatidosa
embrio yang harusnya berkembang menjadi janin justru berhenti perkembangannya dan berkembang adalah sel-sel trofoblas. Padahal, sel-sel yang terbentuk dari trofoblas ini mengalami kelainan, seperti, tidak adanya pembuluh-pembuluh darah. Kumpulan sel inilah yang kemudian membengkak membentuk gelembung-gelembung berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter. Ini terjadi karena degenerasi akibat berubahnya biokimia intraseluler yang disertai perubahan morfologik, karena adanya jejas non-fatal pada sel. Jika proses degenerasi ini terus terjadi dan berkelanjutan atau bisa juga bersamaan dengan peningkatan intensitas jejas sel hingga vesikel membengkak inilah kemunduran sel yang disebut degenerasi hidropik.
Mola hidatidosa merupakan degenerasi hidropik yang terjadi pada vili korialis yang melapisi fetus. Oleh sebab itu, fetus yang sedang berkembang akan mati karena kerusakan yang terjadi pada vili korialis menggangu sirkulasi nutrisi dan oksigen untuk kehidupan fetus. inilah sebabnya janin tidak bisa hidup.
2. Iskhemi dan Hipoksia
Iskhemi adalah kurangnya suplai darah pada suatu jaringan maupun organ. Biasanya terjadi karena aliran pembuluh darah yang tersumbat, bisa karena adanya arteriosklerosis atau karena berkurangnya drainase aliran pembuluh vena. hipoksia adalah kurangnya suplai O2 pada tingkat sel. Hipoksia ini dapat pula disebabkan karena iskhemi yang berkepanjangan dan merupakan salah satu penyebab utama kematian sel.
Keadaan iskhemi berkelanjutan atau jangka panjang akan memperburuk reaksi intrasel karena akan disertai proses kerusakan membrane sel dan/atau inti sel, sehingga perbaikan situasi tidak akan bermanfaat lagi atas kehidupan sel sel yang terkena jejas. Jejas reversible berubah menjadi irreversible.
3. Terjadinya Apoptosis
Respon sel dalam menghadapi stress ataupun sel yang tak diinginkan, salah satu diantaranya adalah sel akan mengalami apoptosis. Faktor yang dapat menyebabkan sel menjadi stress misalnya adalah suhu yang meningkat, kelaparan ataupun keracunan. Stress yang dialami pada beberapa jenis sel dapat memicu terjadinya apoptosis.
Apoptosis adalah kematian terprogam sel dalam rangka menjaga keseimbangan jaringan dan organ yang disusun oleh sel tersebut. Dapat kita bayangkan apabila dalam suatu jaringan terjadi pembaharuan sel secara terus-menerus tanpa diikuti pengurangan jumlah sel yang sudah tidak produktif, maka akan terjadi populasi sel yang berlebihan. Namun, apoptosis tak bisa dilakukan secara sembarangan, hanya selsel tertentu yang diizinkan untuk melakukannya.
contoh apoptosis fisiologis pada usia sel dalam tubuh makhluk hidup multiseluler yang tidak sama dengan usia individu. Mereka selalu mengalami regenerasi secara periodik.
Sebagai contoh sel darah merah manusia berumur sekitar 120 hari dan sel korpus luteum dalam indung telur selalu berganti mengikuti siklus menstruasi pada manusia juga pada proses organogenesis pada fetus, sedangkan apoptosis patologis biasanya terjadi pada sel tumor yang ada merusak organ tertentu, sel ini akan melakukan apoptosis untuk mencegah metastasis tumor tersebut.
Berkurban, bukan bunuh diri
Berdasarkan jenisnya, kematian yang terjadi pada sel setidaknya dapat dibedakan menjadi dua. Kematian pertama adalah nekrosis. Sel yang mengalami kematian secara nekrosis umumnya disebabkan oleh faktor dari luar secara langsung. Misalnya kematian sel dikarenakan kecelakaan, infeksi virus, radiasi sinar radio aktif atau keracunan zat kimia. Tanpa adanya tekanan dari luar, sel tidak akan dapat mati secara nekrosis.
Jenis kematian kedua adalah apoptosis. Sel yang mengalami apoptosis, sejatinya adalah sel normal dan sehat. Namun dikarenakan munculnya perintah berupa sinyal-sinyal biokimia, sel akan mati. Mirip dengan kisah Nabi Ismail as yang menyerahkan jiwa raganya karena perintah Allah SWT melalui mimpi ayahanda Ibrahim as, sel yang melakukan apoptosis pun dengan taat akan menyerahkan jiwa raganya untuk mati. Bila sinyal kematian sudah ditangkap, tanpa alasan apapun sel tidak akan menolak dan memulai proses apoptosis. Kebanyakan ilmuwan di dunia menyatakan apoptosis adalah peristiwa bunuh diri sel. Namun dalam kenyataannya, apoptosis bukan sekedar kematian sia-sia. Di balik apoptosis, banyak manfaat dan hikmah yang dirasakan oleh individu yang disusunnya dan juga sel-sel dari generasi selanjutnya. Berikut akan dijelaskan beberapa manfaat dan sebab terjadinya apoptosis, baik terhadap sel itu sendiri maupun bagi individu yang disusunnya.
Mekanisme keseimbangan (homeostasis)
Peristiwa apoptosis tidak akan mengganggu fisiologi tubuh organisme. Juga tidak akan mengurangi jumlah sel dalam satu individu. Hal itu dikarenakan peristiwa apoptosis selalu diikuti dengan pertambahan jumlah sel melalui mekanisme reproduksi sel.
Apoptosis adalah kematian terprogam sel dalam rangka menjaga keseimbangan jaringan dan organ yang disusun oleh sel tersebut. Dapat kita bayangkan apabila dalam suatu jaringan terjadi pembaharuan sel secara terus-menerus tanpa diikuti pengurangan jumlah sel yang sudah tidak produktif, maka akan terjadi populasi sel yang berlebihan. Salah satu akibat dari kegagalan kelola itu adalah sel yang semestinya sudah dieliminasi menjadi berubah sifat dan karakter. Hal tersebut yang disebut mutasi yang mengawali terjadinya sel kanker. Pada dasarnya, apoptosis memberi kesempatan kepada sel generasi baru untuk bekerja secara optimal.
Merupakan bagian dari pertumbuhan
Hewan bertulang belakang (vertebrata) memiliki bentuk embrio yang hampir sama pada masa awal pembentukan. Pada masa perkembangannya, spesies akan berubah bentuk embrio secara spesifik sesuai dengan ciri khas masing-masing.
Awal dari embrio hanya berbentuk sebongkah daging. Namun perlahan-lahan bongkahan daging tersebut akan berubah bentuk menjadi kepala, badan dan anggota gerak. Contoh lain apoptosis adalah terbentuknya jejari tangan dan kaki. Pahatan-pahatan alami itulah yang menyebabkan bentuk organ tubuh menjadi bentuk yang sempurna dan dinamis. Bentuk abnormal bawaan polydactyly (jari tangan atau kaki berjumlah lebih dari lima) atau brachydactyly (dua jari tangan atau kaki gagal berpisah satu dengan yang lain) adalah salah satu contoh dari kelainan genetika yang disebabkan karena proses apoptosis yang berjalan tidak normal saat perkembangan embrio.
Mekanisme penghancuran sel-sel tidak berguna
Usia sel dalam tubuh makhluk hidup multiseluler tidaklah sama dengan usia individu. Mereka selalu mengalami regenerasi secara periodik. Sebagai contoh sel darah merah manusia berumur sekitar 120 hari dan sel korpus luteum dalam indung telur selalu berganti mengikuti siklus menstruasi pada manusia dan siklus estrus pada hewan memamah biak.
Regulasi sistem kekebalan tubuh
Sistem kekebalan yang dimaksud tentunya bukan kebal dari tusukan atau dapat makan beling seperti kuda lumping. Kekebalan di sini adalah kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit atau benda asing lain yang masuk ke dalam jaringan tubuh. Sistem kekebalan tubuh pada kebanyakan makhluk hidup multiseluler dipegang peranannya oleh sel B dan sel T. Apoptosis dapat dirangsang oleh sel imunitas, sebagai sel pembunuh, sel T (killer T cell) memiliki kemampuan menebar berbagai macam sinyal (dalam hal ini protein), salah satunya yang dikenali oleh sel sebagai faktor kematian.. Dalam keadaan normal, sel T berada dalam keadaan tidak aktif. Aktivasinya dapat dirangsang apabila terdapat benda asing yang akan dikenali sebagai antigen. Dalam hal tersebut, antigen dapat berupa sel yang tidak sempurna/rusak, virus dan bibit penyakit lainnya.
Suatu respon stress
Layaknya makhluk hidup, sel pun dapat menderita stress. Keadaan lingkungan yang di luar kebiasaan atau abnormal adalah pemicu utama terjadinya stress pada sel. Respon sel dalam menghadapi stress dapat bervariasi, salah satu diantaranya adalah sel akan mengalami apoptosis. Faktor yang dapat menyebabkan sel menjadi stress misalnya adalah suhu yang meningkat, kelaparan ataupun keracunan. Stress yang dialami pada beberapa jenis sel dapat memicu terjadinya apoptosis.
Program kematian yang terencana dan dengan seleksi ketat
Walaupun apoptosis adalah gejala fisiologis yang pasti terjadi, namun untuk melakukan apoptosis tidak semua sel dapat melakukan sekehendaknya. Mirip tentara yang akan berangkat ke medan perang. Untuk melakukan apoptosis, sel melalui seleksi ketat. Seleksi tersebut dapat berupa protein yang berfungsi memicu terjadinya apoptosis atau bahkan protein yang dapat menghalangi terjadinya apoptosis.
Sinyal apoptosis dapat berasal dari luar maupun dari dalam sel. Dari luar sel, sinyal apoptosis dibawa oleh Sel T, yaitu protein Fas atau sinyal kematian lainnya misalnya protein Tumor Necrosis Factor τ (TNF). Bila protein-protein tersebut berikatan dengan masing-masing reseptornya, maka proses apoptosis dimulai. Sinyal apoptosis tersebut ditangkap oleh death domain yang teraktivasi oleh kehadiran Fas dan TNF. Sebelum dilanjutkan, apoptosis diyakinkan kembali untuk diteruskan atau dihambat melalui mekanisme seleksi oleh protein FLIP (Flice/caspase-8 inhibitory protein). Ekspresi yang berlebihan dari FLIP, akan menyebabkan proses apoptosis terhenti. FLIP inilah sebagai penyeleksi awal dan memastikan apakah sel layak "berkurban" atau tidak. Model penghambatan apoptosis melalui mekanisme FLIP terjadi pada apoptosis ekstrinsik yaitu mekanisme apoptosis dengan sinyal kematian berasal dari luar sel. Bila ekspresi FLIP rendah, maka sinyal kematian akan diteruskan oleh mediator apoptosis selanjutnya yaitu caspase-8.
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi kondisi sel. Beberapa protein dapat terekspresi pada kondisi lingkungan yang ekstrem. Protein Bax, yang merupakan anggota keluarga protein Bcl-2, merupakan protein pembawa sinyal apoptosis dari dalam sel. Ekspresi yang berlebihan dari Bax dalam sitoplasma, dapat menyebabkan membran mitokondria berlubang. Mitokondria adalah organ sel yang berfungsi sebagai tempat pembangkit energi sel. Rusaknya membran mitokondria menyebabkan sel kehilangan energi dan salah satu protein terpenting di dalamnya, yaitu cytochrome C lepas menuju sitoplasma. Sebelum Bax merangsek membran mitokondria, kerja protein tersebut harus mendapat izin "berkurban" terlebih dahulu dari protein Bcl-2. Bila tidak mengantongi izin, maka ekspresi protein Bcl-2 akan meningkat dan mendesak keberadaan protein Bax sehingga apoptosis tidak terjadi. Kehadiran cytochrome C di dalam sitoplasma dapat menyebabkan teraktivasinya protein Apaf-1, yang nantinya bersama-sama dengan caspase-9 akan melanjutkan perjalan akhir dari sinyal kematian. Mekanisme tersebut merupakan bagian dari jalur apoptosis intrinsik, yang dilihat dari asal sinyal kematian yaitu dari dalam sel.
Tidak menyusahkan pihak lain
Perjalanan akhir sinyal apoptosis, akan dieksekusi oleh salah satu anggota keluarga protein caspase, yaitu caspase-3. Bila sinyal apoptosis sudah mencapai caspase-3, maka kepastian dari apoptosis sudah final. Caspase-3 akan memotong-motong protein histon yang berfungsi mengikat rangkaian DNA, menjadi beberapa bagian. Salah satu ciri khas dari sel yang mengalami apoptosis yaitu bentuk sel menjadi bulatan-bulatan kecil. Berbeda dengan kematian sel akibat nekrosis yang berbentuk tidak beraturan, bentuk bulatan-bulatan kecil ini dimaksudkan untuk memudahkan dan meringankan tugas makrofage yang berfungsi sebagai "mobil jenazah" untuk mencerna sel yang mati akibat
apoptosis dan diangkut menuju sistem pembuangan. Demikian mekanisme apoptosis tersebut berjalan tiap hari tanpa dirasakan oleh si empunya sel. Bila dilihat dari jumlah sel yang mati "mendadak" secara bersamaan, tingkat ketaatan sel tersebut memang sangat mengagumkan. Sistem seleksi dan proses penerusan sinyal kematian itu juga didukung oleh kerja gen-gen yang bekerja sangat terkoordinasi.
Sampai saat ini studi tentang apoptosis banyak dilakukan dan menjadi topik hangat di beberapa bidang kajian. Dalam bidang kesehatan salah satunya dalam pencarian metode pengobatan baru untuk menghentikan perbanyakan sel kanker, selain itu apoptosis banyak dipelajari dalam cabang imu teratologi, yaitu ilmu yang mempelajari terjadinya penuaan pada makhluk hidup. Dalam bidang reproduksi pun dipelajari bagaimana memperpanjang usia subur dari organ reproduksi terutama dari hewan ternak.
Penulis adalah kandidat doktor pada Okayama University, Japan. Bidang kajian yang ditekuni saat ini adalah studi tentang apoptosis sel korpus luteum ruminansia.
Sumber bacaan: [1] Lockshin RA, Zakeri Z. (2004). When Cells Die II: A Comprehensive Evaluation of Apoptosis and Programmed Cell Death. Wiley-Liss, New York.
[2] Shi, Y., Cidlowski, J., Scott, D., Wu, J., and Shi, Y.-B. (2003) Eds. Molecular Mechanisms of Programmed Cell Death. Kluwer Academic/Plenum, New York
diunduh dari www.beritaiptekonline.com
Jadi, yang saya tangkap dari penjelasan artikel diatas adalah apoptosis fisiologis tidak bisa terjadi secara bersamaan dengan apoptosis patologis, karena setiap sel dudah memiliki program apoptosisnya masing-masing dan apoptosis ini dilakukan juga tidak sembarangan melainkan demi kehidupan sel itu sendiri.