Pemenuhan Hak Politik Kelompok Rentan

Embed Size (px)

Citation preview

aa1

123


Pemenuhan Hak Politik Kelompok Rentan Oleh DR Saharudin Daming, SH MA. Pemilu sebagai pesta demokrasi memang harus melibatkan semua elemen warga Negara tanpa terkecuali. Sebab sangat disadari bahwa salah satu indikator penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas adalah unsur partisipasi masyarakat. Dalam patologi sosial, dikenal berbagai kelompok masyarakat dengan aneka ragam latar belakang maupun kondisi. Salah satu kelompok masyarakat yang penting sekali mendapat perhatian dalam penyelenggaraan Pemilu adalah kelompok masyarakat rentan. Betapa tidak karena kelompok ini sering sekali luput dari jangkauan pelayanan bahkan ada yang mengalami perlakuan tidak adil dan diskriminatif. Kelompok rentan sebagaimana diuraikan diatas mencakup kelompok : 1. Rentan karena kecacatan yang terdiri dari Tuna Netra, Tuna Rungu/Wicara, Tuna Drahita/Retardasimental, Tuna Daksa atau Tuna Ganda termasuk penyandang kusta. 2. Rentan karena Lemah Fisik / mental terdiri dari : orang sakit, orang gila, lansia yang telah mengalami keadaan pikun atau rentan dan sebagainya. 3. Rentan karena lemahnya pemahaman antara lain : Pemilih Pemula, Kaum Udik, Tuna Grafika, Tuna Sekolah, suku terasing, orang yang tinggal didaerah terpencil dan sebagainya. 4. Rentan karena mukim antara lain Pengungsi Internal, buruh migran, Orang yang sedang bertugas, bepergian atau melakukan aktifitas lain pada saat Pemilu berlangsung . 5. Rentan karena ketidak bebasan antara lain Narapidana, Tahanan, orang yang sedang dibina dipanti sosial dan tidak diperkenankan keluar-masuk pondokan selama pembinaan, Pembantu rumah tangga atau pekerja yang diisolasi dan sebagainya. 6. Rentan karena Prosedur administrasi Pemilu antara lain : Orang yang tidak mempunyai KTP/ orang yang mempunyai KTP tetapi tidak mempunyai KK atau orang yang berada diluar wilayah TPS-nya pada hari pencontrengan tetapi tidak mempunyai formulir pindah TPS dan lain-lain. Kelompok masyarakat rentan sebagaimana digambarkan diatas, secara kondisional mengalami berbagai hambatan atau kesulitan untuk berpartisipasi secara konstruktif dalam penyelenggaraan Pemilu. Kalau tidak ada political will dan komitmen yang tinggi dari otoritas pemilu, maka hal tersebut berpotensi kehilangan kesempatan untuk menggunakan Hak Politiknya dalam Pemilu. Untuk itu, penyelenggara Pemilu perlu bahkan harus dengan sedemikian rupa menggunakan kewenangannya dalam memfasilitasi kelompok rentan hingga mereka dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu. Untuk mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang lebih berkualitas selain perlu disusun sistem hukum penyelenggaraan Pemilu yang sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip HAM dan demokrasi yang bersifat universal maupun dalam lingkup lokal. Pemilu juga seyogianya diselenggarakan oleh sebuah badan khusus yang bersifat independen, netral dan objektif. Selain itu penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai jika memenuhi tiga syarat yaitu legitimeit, akuntabel dan representatif termasuk dalam hal ini adalah warga negara dari kalangan KELOMPOK RENTAN yang dapat mencakup lemah fisik dan atau mental, lanjut usia (Lansia), orang sakit dan lain-lain. Penempatan warga negara KELOMPOK RENTAN sebagai kelompok pemilih yang perlu mendapat perlakuan khusus dari otoritas Pemilu, tidak lain merupakan seruan internasional yang mempersyaratkan kualitas penyelenggaraan Pemilu dengan mengikutsertakan sistem Pemilu yang adil dan aksesibel. Ini sesuai dengan perjanjian International Covenant on Civil and Political Rights yang diperkuat oleh resolusi PBB tentang HAM menetapkan bahwa setiap warga KELOMPOK RENTAN mempunyai hak khusus berupa kemudahan dalam memperoleh pelayanan dan atau penyediaan sarana termasuk jaminan kerahasiaan pilihan dalam penyelenggaraan Pemilu. Semua hak tersebut harus dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu tanpa diskriminasi,

pembatasan, pengurangan, penghambatan yang disebabkan oleh kecacatan fisik, intelegensi, kebuta-hurufan, dan rendahnya pendidikan. Negara berkewajiban untuk menyusun kerangka hukum yang menunjukkan keberpihakan (Affirmative Action) untuk mengatasi hal-hal tersebut, sehingga warga negara KELOMPOK RENTAN dapat melaksanakan hak politiknya secara penuh dengan asas kesamaan, keadilan dan bermartabat. Dalam rangka menegakkan hak politik yang universal bagi KELOMPOK RENTAN, International Foundation for Election System (IFES) dan International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menggelar workshop di Sigtuna Stockholm Disabilities Swedia pada tanggal 14-17 September 2002. Hadir dalam workshop tersebut antara lain petugas pelapor PBB bidang KELOMPOK RENTAN, wakil-wakil parlemen, wakil-wakil Komisi Pelaksana Pemilu dan wakil-wakil organisasi KELOMPOK RENTAN dari 45 negara, termasuk Indonesia. Workshop tersebut telah menghasilkan sebuah dokumen internasional penting berupa The Bill of Electoral Right for Citizen with Disabilities (piagam tentang hak bagi pemilih KELOMPOK RENTAN). Butir-butir The Bill of Electoral Right for Citizen with Disabilities sebagaimana dikemukakan di atas, akhirnya terlegitimasi secara formal dalam instrumen hukum internasional yaitu International Convention on the Rights of Person With Disabilty, Resolusi PBB 61/ 106 13 Desember 2006 khususnya pada article 29 yang selengkapnya berbunyi: States parties shall guarantee to person with disabilities political rights and the opportunity to enjoy them others, and shall undertake: a. To ensure that persons with disabilities can effectively and fully participate in political and Public life on an equal basis with others, directly or through freely chosen representatifs, including the right and opportunity for persons with disabilities to vote and elected, inter, via, by: 1. Ensuring that voting procedures, facilities, and materials, are appropriate, accesible and easy to understand and use; 2. Protecting the right of persons with disabilities to vote by secret ballot in election and Publik referendums without intimidation, and to stand for elections, to effectively hold office and perform all 0020 Publik functions all levels of government, facilitating the use of assistive and new technologies where appropriate; 3. Guaranteeing the free expression of the will of persons with disabilities as electors and to this end, where necessary, at their reguest, allowing assistance in voting by person of their own choice. b. To promote actively an environment in which persons with disabilities can effectively an fully participate in the conduct of Publik affairs, without discrimination and on an equal basis with others, and encourage their participation in Publik affairs, including; 1. Participation in non-governmental organizations and associations concerned with the Publik and political life of the country, and in activities and administration of political parties; 2. Forming and joining organizations of persons with disabilities at international, national, regional, and local levels. Pengaturan konvensi tersebut di atas mengenai hak politik, terutama perlakuan khusus bagi KELOMPOK RENTAN dalam penyelenggaraan Pemilu disetiap Negara atau bangsa dan masyarakat dunia yang menjunjung tinggi sistim demokrasi dan negara hukum, sebetulnya merupakan bentuk pengejawantahan dari UDHR tahun 1948. Dalam artikel 21 UDHR telah menegaskan: 1. Everyone has the right to take part in the government of his country, directl y or through freely chosen representative. 2. Everyone has the right to equal access to Publik service in his country. 3. The will of the people shall be the basis of the authority of government; thi s

will shall be expressed in periodic and genuine elections which shall be by universal and equal sufferage and shall be held by secret vote or by equivalent free voting procedures. Hal terpokok dari UDHR adalah penegasan yang tertuang pada ayat ke 3 bahwa: Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara. Ketentuan yang mengharuskan penyelenggaraan Pemilu bebas dari perlakuan yang diskriminasi dan pengabaian hak pemilih semua warga negara tidak terkecuali KELOMPOK RENTAN, lebih dipertegas lagi pada Covenant Civil and Political Rights tahun 1966. Dalam artikel 25 Kovenan tersebut diatur: Every citizen shall have the right and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in article 2 and without unreasonable restrictions: (a) To take part in the conduct of Publik affairs, directly or through freely chosen representative; (b) To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal sufferage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors; (c) To have access, on general terms of equality, to Publik service in his country. Berdasarkan ketentuan dalam kovenan tersebut di atas, terlihatlah dengan jelas bahwa masyarakat dunia sangat menginginkan terselenggaranya Pemilu sebagai pesta demokrasi dapat diakses kemanfaatannya oleh setiap warga negara, termasuk KELOMPOK RENTAN. Sebagai warga negara, KELOMPOK RENTAN pun seyogyanya mempunyai hak untuk diperlakukan secara khusus serta bebas dari segala bentuk diskriminasi. Kuatnya semangat hukum internasional tentang perlunya prinsip keadilan dan penghilangan segala bentuk hambatan, pembatasan bagi setiap warga negara dalam penyelenggaraan Pemilu tentu tidak lain karena Pemilu merupakan sarana pengejawantahan kedaulatan rakyat untuk membentuk sistem pemerintahan. Penyelenggaraan Pemilu yang demokratis berdasarkan prinsip luber dan jurdil, tentu akan membuahkan hasil yang berkualitas. Sehingga titik impasnya adalah menghasilkan sistem pemerintahan yang juga berkualitas. Semangat untuk membangun, memajukan, menghormati, melindungi dan memenuhi tanggung jawab Publik terhadap HAM, khususnya hak KELOMPOK RENTAN dalam sistem penyelenggaraan Pemilu yang adil, aksesibel dan bermartabat bagi KELOMPOK RENTAN atas dasar demokrasi luber dan jurdil sebagaimana yang tertuang pada instrumen HAM tersebut di atas sebenarnya telah banyak diakomodasi dalam galeri peraturan hukum di Indonesia antara lain sebagai berikut: 1. UUD 1945 hasil amandemen meliputi : a. Pasal 28 huruf C ayat (2): Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. b. Pasal 28 huruf H ayat (2): Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan . c. Pasal 28 huruf I ayat (2): Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. d. Pasal 28 huruf J ayat (1): Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam

tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 Tentang KELOMPOK RENTAN meliputi : a) Pasal 5: Setiap KELOMPOK RENTAN mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. b) Pasal 7: i) ayat (1) : Setiap KELOMPOK RENTAN mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, ii) ayat (2) : Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya. c) Pasal 8: Pemerintah dan atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak KELOMPOK RENTAN. d) Pasal : Setiap KELOMPOK RENTAN mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan . e) Pasal 10: i) Ayat (1): Kesamaan kesempatan bagi KELOMPOK RENTAN dalam segala aspek penghidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas. ii) Ayat (2): Penyediaan aksesibilitas dimaksud untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang KELOMPOK RENTAN dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat. iii) Ayat (3): Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. 3. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang HAM meliputi : (1) Pasal 1: (i) Ayat (1): Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, di junjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. (ii) Ayat (6): Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. (2) Pasal 5 ayat (3): Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. (3) Pasal 41 ayat (2): Setiap KELOMPOK RENTAN, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. (4) Pasal 42 : Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik, dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya-biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(5) Pasal 43 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM berbunyi: i. Ayat (1): Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ii. Ayat (2): Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan. iii. Ayat (3): Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan. Memperhatikan substansi peraturan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan di atas, tidak dapat diragukan lagi jika hukum telah mengatur tanggung jawab Publik khususnya penyelenggara Pemilu dalam memfasilitasi hak KELOMPOK RENTAN demi mewujudkan Pemilu yang tidak saja luber dan jurdil, tetapi juga terjangkau dan tidak diskriminatif bagi kelompok pemilih yan g mempunyai hambatan fisik atau intelektual tertentu. Sudah merupakan tugas, fungsi dan tanggung jawab Negara khususnya legislatif dan eksekutif untuk menghilangkan segala sistem hukum yang berpotensi menimbulkan diskriminasi dan pelanggaran HAM bagi KELOMPOK RENTAN dalam penyelenggaraan Pemilu. Selain itu otoritas Negara berkewajiban untuk menciptakan peraturan hukum termasuk freiss ermessen demi memenuhi tugas dan tanggung jawabnya dalam melakukan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak bagi KELOMPOK RENTAN. Sebab hanya dengan paradigma perlakuan Publik seperti ini, maka penyelenggaraan Pemilu sebagai basis pembangunan demokrasi dapat meraih prestasi sebagai penyelenggaraan Pemilu dan sistem demokrasi yang berkualitas. Ini penting demi memenuhi nilai filosofi dasar penyelenggaraan Pemilu yang luber, jurdil, dan aksesibel yaitu: 1 Sebagai sarana pengejawantahan kedaulatan rakyat tidak terkecuali para KELOMPOK RENTAN dalam menentukan perangkat ketatanegaraan secara periodik, dan menjunjung tinggi sistem demokrasi dan sistem negara hukum, berdasarkan Pancasila maupun UUD 1945 hasil amandemen pertama sampai terakhir. 2 Penyelenggaraan Pemilu diupayakan untuk mencapai tri sukses yaitu: (a) Penyelenggara yang bersih, transparan, netral dan mandiri; (b) Peserta dan konstituen mampu menjaga iklim yang kondusif, keamanan, ketertiban dan taat hukum; (c) Hasil Pemilu yang lebih berkualitas dengan parameter: representatif, akuntabilitas dan legitimasi formal maupun materil. Untuk mempromosikan bentuk-bentuk aksesibilitas yang secara spesifik dibutuhkan oleh pemilih KELOMPOK RENTAN dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan dalam konvensi hak KELOMPOK RENTAN, maupun peraturan perundang-undangan tersebut diatas, maka penulis dan kawan-kawan pada awal tahun 2004 telah menyusun draf petunjuk teknis penyelenggaraan pemilu yang adil dan aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN. Naskah draf tersebut disusun berdasarkan hasil kajian yang intensif dan komprehensif baik berdasarkan hasil workshop Sigtuna Stocholm Swedia 2002, maupun dengan berbagai instrumen hukum internasional yang mengatur mengenai standar universal penyelenggaraan pemilu yang luber dan jurdil. Adapun varian aksesibilitas khusus bagi KELOMPOK RENTAN dalam penyelenggaraan pemilu adalah sebagai berikut: Ketentuan Umum 1) Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang menyediakan peluang/akses yang sama kepada KELOMPOK RENTAN, lansia dan PBK untuk menyalurkan potensi dalam seluruh tahapan Pemilu. 2) Adil adalah hal yang sepatutnya terwujud dirasakan atau dialami

secara wajar dan bermartabat oleh setiap orang tanpa pembatasan, pengurangan atau diskriminasi baik karena keadaan kecacatan dan atau kebutuhan khusus maupun karena latar belakang sosial, budaya, agama, ras, aliran politik dan sebagainya. 3) Aksesibel adalah keadaan yang memungkinkan KELOMPOK RENTAN, Lansia atau PBK lainnya hingga pada derajat yang paling berat untuk mengakses/memperoleh manfaat dari segala hal yang bersangkut-paut dengan penyelenggaraan Pemilu. 4) Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi KELOMPOK RENTAN, guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala hal yang bersangkutpaut dengan penyelengaraan Pemilu. 5) Ramp adalah jalur jalan yang memiliki kelandaian tertentu sebagai pengganti anak tangga. 6) Template yaitu alat yang terbuat dari karton atau bahan lain yang berukuran persis sama dengan ukuran surat suara dengan bentuk yang disesuaikan menurut jumlah, ukuran, dan tata letak gambar dan/atau nama/foto peserta Pemilu yang berfungsi sebagai media penuntun bagi penyandang tuna netra, tuna grafik, atau buta huruf dan sebagainya dalam mencoblos secara mandiri. 7) Simbol braille yaitu aksara khusus untuk tunanetra yang diakui oleh UNESCO dan badan internasional lainnya sebagai aksara yang berlaku secara universal sejajar dan sama kedudukannya dengan aksara latin. 8) Kemandirian yaitu keadaan yang mewujudkan setiap tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan, sehingga dapat digunakan dan/atau dijangkau oleh semua orang, terutama KELOMPOK RENTAN, Lansia, dan Orang yang Berkebutuhan Khusus tanpa dampingan orang lain; 9) Pendamping adalah setiap orang yang mengemban tugas untuk mendampingi orang yang berkeinginan untuk didampingi dalam memberikan suara, baik karena ditunjuk/dimohon oleh yang didampingi sendiri maupun oleh pihak lain sejauh tidak bertujuan lain dari fungsi pendamping pada umumnya; 10) Pelanggaran hak KELOMPOK RENTAN, adalah setiap tindakan dan/atau upaya oleh penyelenggara Pemilu dan atau pihak lain yang terkait dengan hal itu, baik yang dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang: a. Mengurangi, membatasi, mempersulit, menghambat atau menghilangkan hak dan/atau kesempatan serta berbagai bentuk perlakuan diskriminatif lainnya terhadap KELOMPOK RENTAN, Lansia, dan PBK dalam setiap tahapan Pemilu; b. Mengurangi, membatasi, mempersulit, menghambat, mengabaikan atau tidak memberikan aksesibilitas bagi KELOMPOK RENTAN, Lansia, dan Orang yang Berkebutuhan Khusus dalam setiap tahapan Pemilu; c. Menetapkan semua KELOMPOK RENTAN, Lansia, dan Orang yang Berkebutuhan Khusus, yang dipersamakan dengan orang yang tidak dapat membaca atau menulis, tidak dapat Berbahasa Indonesia atau tidak sehat jasmani dan/atau rohani, sehingga KELOMPOK RENTAN, Lansia, dan Orang yang Berkebutuhan Khusus dapat kehilangan, dibatasi, dikurangi hak politiknya dalam setiap tahapan Pemilu. Asas a. Penghargaan dan Penghormatan Penghargaan dan penghormatan adalah setiap kerentanan, yang dialami oleh seseorang, merupakan anugerah dari Tuhan yang Maha Kuasa dengan kewajiban bagi penyelenggara negara dan kemasyarakatan untuk senantiasa menghargai dan menghormati keberadaan mereka dalam bentuk penyediaan fasilitas dan aksesibilitas. b. Anti Diskualifikasi Anti Diskualifikasi adalah setiap kerentanan, bukan dan tidak boleh menjadi

alasan apapun dan oleh siapapun untuk mengurangi, membatasi, mempersulit, menghambat apalagi menghilangkan hak mereka dalam seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu. Setiap ketentuan yang mendiskualifikasi seseorang dalam rangkaian penyelenggaraan Pemilu hanya karena yang bersangkutan sebagai KELOMPOK RENTAN, maka ketentuan tersebut dinyatakan tidak sah dan merupakan pelanggaran HAM. c. Langsung Langsung adalah bahwa setiap KELOMPOK RENTAN dengan tidak terkecuali harus dapat menggunakan hak politiknya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Lembaga pendampingan diperlukan sebagai upaya terakhir, sehingga pemberian suara secara langsung dan mandiri merupakan hal yang pertama dan utama. Untuk menjamin terselenggaranya hal dimaksud, maka KELOMPOK RENTAN perlu disediakan aksesibilitas sesuai jenis dan tingkat kebutuhannya. d. Umum Umum adalah setiap KELOMPOK RENTAN harus dapat diikutsertakan baik sebagai peserta maupun sebagai penyelenggara, pengawas, pemantau dalam setiap tahapan Pemilu tanpa diskriminasi. e. Bebas Bebas adalah setiap KELOMPOK RENTAN bebas menggunakan hak politik tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. KELOMPOK RENTAN juga bebas untuk dipilih sesuai dengan kemampuan dan keyakinan politiknya tanpa pensyaratan yang mengurangi, membatasi, menghambat, mempersulit atau menghilangkan hak politiknya. f. Rahasia Rahasia adalah setiap KELOMPOK RENTAN dalam menggunakan dan menentukan hak politiknya terutama pada saat pemberian suara, tidak boleh diketahui oleh siapa pun kecuali bagi orang yang karena sebab tertentu memerlukan dampingan, maka pendamping tidak boleh menyebarkan pilihan orang yang didampingi pada siapa pun. g. Jujur Jujur adalah setiap penyelenggara atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu termasuk dalam hal ini adalah pendamping, harus berlaku jujur, terbuka, dan tidak memanfaatkan keterbatasan KELOMPOK RENTAN untuk melakukan kecurangan. Sebaliknya KELOMPOK RENTAN dilarang memanfaatkan keterbatasannya untuk melakukan kecurangan. h. Adil Adil adalah setiap KELOMPOK RENTAN harus mendapat kesempatan yang sama dalam menggunakan hak politiknya tanpa persyaratan yang mengurangi, membatasi, menghambat, mempersulit atau menghilangkan hak politik dimaksud oleh siapa pun. Penyediaan aksesibilitas bagi KELOMPOK RENTAN bukanlah bentuk perlakuan istimewa atau ketidakadilan, melainkan sebagai hal yang menjamin terwujudnya asas Pemilu yang Luber, Jurdil, demokratis, dan non diskriminatif. Tugas dan Kewajiban Penyelenggara Pemilu Untuk menjamin terlaksananya Pemilu yang adil dan aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN, maka penyelenggara Pemilu menetapkan bentuk dan menyediakan: 1) Sarana fisik berupa tempat dan perlengkapan Pemilu yang adil dan aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN, 2) Sarana non fisik berupa pelayanan, penyampaian informasi dan suasana yang kondusif berupa penjelasan (lisan/tertulis) pada setiap tahapan Pemilu yang sesuai dengan jenis dan derajat kebutuhan yang diperlukan; 3) Untuk mencapai maksud sebagaimana yang tersebut pada butir (1) dan (2) di atas, penyelengara Pemilu menerbitkan dan mensosialisasikan buku pedoman tentang tata cara pelaksanaan Pemilu yang adil dan aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN. Pendaftaran Pemilih Kelompok Rentan 1) Untuk mengoptimalkan hasil pendaftaran pemilih KELOMPOK

RENTAN, maka pendaftaran pemilih yang dilakukan oleh petugas pendaftar pemilih harus dilakukan secara profesional dan proporsional dengan memperhatikan secara khusus terdatanya pemilih KELOMPOK RENTAN, sebagai acuan dalam pelaksanaan Pemilu yang adil dan aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN. 2) Sebelum penyelenggara Pemilu melakukan pengesahan dan pengumuman daftar pemilih tetap, harus pro aktif melakukan pemutahiran data yang akurat mengenai jumlah, jenis, dan alat bantu yang dibutuhkan oleh pemilih KELOMPOK RENTAN, pada saat hari pemungutan suara. 3) Melakukan Pemetaan pemilih KELOMPOK RENTAN, yang mencakup jumlah dan penyebaran populasi, jenis sarana dan prasarana yang dibutuhkan, berdasarkan hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) atau dari sumber lain menjadi pedoman bagi penetapan jumlah dan penyebaran layanan dan alat bantu khusus yang dibutuhkan. Apabila data mengenai pemilih KELOMPOK RENTAN, dari hasil pelaksanaan P4B tidak atau kurang mencerminkan tingkat akurasi dan validitas yang memadai, maka penyelenggara Pemilu dengan segala kewenangan dan perangkat struktural yang dimiliki berkewajiban untuk melakukan penyisiran ulang atau cara lain di daerah atau tempat yang mengalami keadaan dimaksud. Kampanye yang Adil dan Aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN. 1) Dalam kegiatan kampanye yang dilakukan oleh setiap peserta Pemilu, maka penyelenggara kampanye harus sedapat mungkin menjangkau tingkat pemahaman dan atau pengertian KELOMPOK RENTAN, termasuk penggunaan sarana atau media khusus untuk itu. 2) Alat peraga atau media lain yang dipakai dalam kegiatan kampanye, selain mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan, juga harus mengindahkan kepentingan KELOMPOK RENTAN, terutama desain alat peraga yang adil dan aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN. 3) Setiap atribut, tuturan/orasi, gaya/aksi, anekdot, gurauan, grafik, materi pidato dan segala yang bersangkut paut dengan kegiatan kampanye Pemilu, tidak boleh menyinggung, melecehkan, mendiskreditkan atau merendahkan harkat dan martabat KELOMPOK RENTAN. 4) Setiap orang tidak boleh mengarahkan KELOMPOK RENTAN, pada pilihan tertentu dengan memanfaatkan keterbatasan KELOMPOK RENTAN. Apresiasi Hak Aktif KELOMPOK RENTAN 1) Yang dimaksud cakap membaca dan menulis adalah kemampuan untuk mengenali dan menuliskan maksud dalam lambang huruf Latin atau braille atau lambang huruf lain yang berlaku secara universal. 2) Yang dimaksud cakap berbicara dalam Bahasa Indonesia adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan pihak lain sedemikian rupa dalam Bahasa Indonesia, baik berkomunikasi melalui struktur alat ucap maupun dengan bahasa isyarat atau dengan bantuan media khusus yang memungkinkan pihak lain dapat menerima maksud pembicara. 3) Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah keadaan fisik dan/atau intelektual seseorang yang secara medis dinyatakan tidak sedang sakit (mengidap penyakit) berdasarkan hasil pemeriksaan dokter secara menyeluruh yang dikuatkan dengan surat keterangan (general cek up). Surat keterangan dokter dimaksud hanya memuat informasi tentang nama, jenis, derajat dan riwayat penyakit yang diderita. 4) Keadaan sakit (penyakit yang diidap) sebagaimana yang disebut pada butir (3) di atas adalah sakit (penyakit) yang sulit atau memerlukan waktu yang lama untuk sembuh, sehingga keadaan dimaksud dapat mengganggu tugas dan kewajibannya sebagai pemegang hak aktif. Bahwa keadaan cacat yang disandang oleh seseorang bukan dan tidak

boleh dipersamakan sebagai orang yang tidak sehat jasmani dan rohani. 5) Dengan demikian surat keterangan dokter sebagaimana yang tersebut pada butir (4) di atas yang memberikan keterangan tambahan berupa keadaan cacat yang dialami KELOMPOK RENTAN, tidak mengikat karena prosedur penetapan kualitas KELOMPOK RENTAN, yang memiliki kemampuan, bukan menjadi bagian dari kewewenangan dokter atau kalangan medis lainnya. 6) Yang dimaksud kemampuan KELOMPOK RENTAN, dalam melakukan tugas sebagai pemegang hak aktif adalah kesanggupan, kecakapan dan kekuatan KELOMPOK RENTAN, untuk malakukan tugas-tugas sebagai pemegang hak aktif meliputi : a. Aktivitas administratif yaitu potensi untuk mengisi dan menandatangani dokumen, melakukan transaksi yang dilakukan sendiri atau dengan bantuan/panduan orang lain atau media tertentu. b. Aktivitas komunikasi yaitu potensi untuk menyimak, menelaah, menyampaikan gagasan, pendapat, saran, sanggahan, tentangan, usulan, solusi, kesimpulan secara lisan dan tertulis baik secara langsung maupun dengan bantuan/panduan orang lain atau media khusus untuk itu. c. Aktivitas lapangan yaitu potensi untuk melakukan mobilitas, kunjungan kerja, observasi/pemantauan, penerimaan aspirasi, temu ilmiah dan lain-lain kegiatan di luar gedung/kantor dilakukan secara mandiri maupun dengan bantuan/panduan orang lain atau media khusus untuk itu. 7) Apabila KELOMPOK RENTAN, secara nyata dan objektif tidak memenuhi tingkat minimal unsur-unsur pengertian kemampuan sebagaimana yang tersebut pada butir (6) di atas maka KELOMPOK RENTAN, di maksud, dianggap tidak memiliki kemampuan. 8) KELOMPOK RENTAN, yang dianggap tidak memiliki kemampuan menjadi pejabat publik sebagaimana yang tersebut pada butir (7) di atas, dilakukan melalui keputusan penyelenggara Pemilu sesuai batas kewenangannya secara berjenjang berdasarkan hasil penilaian dan penelusuran yang seksama antara penyelenggara Pemilu dan Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN yang sah. 9) Penetapan KELOMPOK RENTAN yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut pada butir (7) yang mengabaikan ketentuan pada butir (8) di atas adalah tidak sah dan melanggar hak politik KELOMPOK RENTAN. 10) Bahwa KELOMPOK RENTAN, yang terpilih sebagai pejabat publik, seharusnya tidak menjadikan keadaan yang disandangnya sebagai alasan untuk menghindari, mengurangi, membatasi tugas dan tanggung jawab keanggotaannya secara umum pada lembaga yang bersangkutan kecuali dalam hal tertentu yang secara objektif dan absolut tidak mungkin dilakukan oleh yang bersangkutan akibat keadaan Rentan yang disandangnya. 11) Apabila seseorang diberhentikan/non aktif/recalling atau nama lain yang menyebabkan ia kehilangan status sebagai pejabat publik, semata-mata karena keadaan yang disandangnya, sehingga yang bersangkutan dinyatakan tidak dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya pada lembaga dimaksud, maka penilaian ketidakmampuan menjalankan tugas dan tanggung jawab akibat keadaan yang disandangnya selain harus dikonsultasikan kepada pihak yang mengangkat dan mendukungnya, juga harus berdasarkan rekomendasi dari Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN yang sah sesuai tingkat kewilayahan. Dimana proses penerbitan rekomendasi yang bersifat mengikat tersebut, didahului dengan proses penilaian dan penelusuran oleh Lembaga representasi KELOMPOK RENTAN yang sah.

12) Apabila dalam suatu daerah pemilihan, tidak terdapat jaringan Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN yang mampu untuk melakukan proses penilaian dan penelusuran, terhadap KELOMPOK RENTAN yang mengalami keadaan sebagaimana yang tersebut pada butir (8) dan (10) di atas, maka tugas dimaksud dapat didelegasikan kepada komunitas KELOMPOK RENTAN setempat yang wilayah hukumnya berada atau berdekatan dengan daerah pemilihan yang bersangkutan. 13) Ketentuan dalam butir (1) sampai butir (12) berlaku pula sebagai persyaratan bagi KELOMPOK RENTAN untuk dipilih dan ditetapkan sebagai bagian dari penyelenggara dan pengawas Pemilu. 14) Dalam Kelompok Retan, terdapat kelompok orang yang mengalami gangguan jiwa dan tunagrahita dengan kategori berat dan permanen. Kelompok tunagrahita dimaksud meliputi imbecile yaitu tingkat IQ 50 sampai 25o atau idiot dengan tingkat IQ kurang dari 25o. 15) Dalam hal kelompok orang yang mengalami gangguan jiwa dan tunagrahita sebagaimana yang disebut pada butir (14) di atas dikecualikan bagi imbecile atau idiot yang tidak permanen atau kesadarannya dapat pulih sewaktu-waktu mendekati normal paling lambat 3 hari sebelum pemungutan suara. 16) Penetapan orang dengan kategori sebagaimana disebut pada butir (14) dan butir (15) di atas terutama bagi orang yang mengalami gangguan jiwa dan tunagrahita yang tidak berhak memilih, diputuskan oleh penyelenggara Pemilu melalui suatu rapat berdasarkan rekomendasi dari Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN, yang sah dan/atau jaringannya. 17) Apabila dalam suatu daerah tidak terdapat jaringan Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN, yang sah untuk melakukan tugas verifikasi, maka tugas tersebut dapat didelegasikan kepada dokter atau psikolog atau kalangan pembina/aktifis Kelompok Rentan yang mempunyai Kafabilitas, Integritas dan Kredibilitas dibidang itu. Sarana dan Prasarana Pemilu yang Adil dan Aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN 1) Sarana dan Prasarana untuk Tunanetra, meliputi : a. Menyediakan surat suara dengan desain yang adil dan aksesibel bagi tunanetra berupa tanda yang dapat menunjukan dan dikenali oleh tunanetra secara mandiri mengenai sisi atas dan sisi depan dari kertas suara. b. Menyediakan template disertai simbol dalam tulisan braille yang disusun berdasarkan tata letak gambar partai dan identitas peserta Pemilu yang termuat dalam surat suara. c. Menyediakan kotak suara dengan posisi masing-masing pada kotak suara diberi tanda dalam simbol Braille atau tanda timbul lainnya yang disusun dari kiri ke kanan yang memungkinkan pemilih tunanetra dapat memasukkan surat suara yang telah dicontreng secara langsung dan mandiri ke dalam kotak suara. d. Pengaturan hal-hal sebagaimana yang tersebut pada huruf a, b dan c di atas, selain berguna untuk pemilih tunanetra, juga dapat dimanfaatkan oleh pemilih tuna grafika, buta huruf dan hal lain yang serupa dengan itu. e. Rincian mengenai bentuk dan ukuran surat suara, serta template yang adil dan aksesibel bagi tunanetra akan diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis penyelenggara Pemilu. f. Untuk mencapai maksud dari ketentuan pada huruf a, b dan c di atas maka penyelenggara Pemilu secara berjenjang berkoordinasi dengan Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN, yang sah dan/ atau jaringannya, melakukan sosialisasi secara berkala, terencana, terarah dan berkesinambungan. 2) Sarana dan Prasarana untuk Tunarungu/wicara, meliputi: a. Melakukan sosialisasi/ pendidikan Pemilu secara berkala,

terencana, terarah dan berkesinambungan kepada pemilih tunarungu mengenai karakteristik atau unsur pembeda masingmasing peserta Pemilu dengan menggunakan alat bantu, simulasi atau media lain yang memungkinkan tunarungu memperoleh pemahaman optimal. b. Kampanye yang dilakukan melalui media audio visual harus menyertakan penerjemah dan/ atau fasilitas/ media yang dapat mengkomunikasikan secara cermat dan maksimal materi kampanye kepada pemirsa tunarungu. c. Proses pemanggilan pada saat pemberian suara sebaiknya menggunakan penterjemah, multi media atau panggilan isyarat atau dengan cara lain yang memungkinkan tunarungu mengetahui maksud panggilan. 3) Sarana dan Prasarana untuk Orang yang mengalami gangguan jiwa dan Rentan Intelegensia lainnya Tunagrahita, meliputi: a. Melakukan sosialisasi/ pendidikan Pemilu secara berkala, terencana, terarah dan berkesinambungan kepada pemilih gangguan jiwa, tunagrahita maupun kelompok Rentan pemahaman / intelegensia lainnya mengenai karakteristik atau unsur pembeda masing-masing peserta Pemilu dengan menggunakan alat bantu, simulasi atau media lain yang memungkinkan gangguan jiwa, tunagrahita dan Rentan intelegensia lainnya dalam memperoleh pemahaman optimal. b. Pemilih gangguan jiwa, tunagrahita dan Rentan Intelegensia lainnya yang bertempat tinggal secara berkelompok dalam satu tempat, maka tempat pemungutan suara harus didirikan di dalam atau di sekitar tempat tinggal mereka, yang terintegrasi dengan pemilih umum. c. Apabila ketentuan huruf b di atas tidak dapat dipenuhi karena alasan tertentu, maka penyelenggara Pemilu dalam mendirikan TPS dimaksud harus memilih lokasi yang tersedia sarana yang adil dan aksesibel bagi pemilih gangguan jiwa, tunagrahita dan Rentan Intelegensia lainnya khususnya toilet dan ruang tunggu yang kondusif baginya. 4) Sarana dan Prasarana untuk Tunadaksa atau Lansia atau lemah fisik lainnya, meliputi : a. Lokasi TPS yang datar atau tidak berumput tebal, berbatu, becek, atau gundukan dan berbagai perintang lainnya. b. Tidak berada di atas bangunan tinggi/ bertangga/ berundak kecuali jika dilengkapi dengan lift atau fasilitas lain yang serupa dengan itu atau dibuat jalur landai (ramp) yang memungkinkan mobilitas kursi roda. c. Tidak dihalangi oleh parit atau lubang kecuali jika dibuat jembatan atau fasilitas penyeberangan yang aman. d. Bentuk dan ukuran bilik suara dapat disesuaikan dengan kemampuan daya jangkau para Tuna Daksa. e. Menyediakan kursi dalam bilik suara sejauh diperlukan dalam mempermudah pencontrengan khusus bagi pemilih yang karena usia atau kondisi kecacatan yang disandangnya mengakibatkan ia tidak cukup kuat untuk berdiri lama. f. Penyelenggara Pemilu menyediakan TPS khusus dan TPS keliling atau yang dipersamakan dengan itu khusus bagi pemilih yang tidak dapat hadir untuk memberikan suara di TPS pada hari pemungutan suara, baik karena hambatan kondisi tertentu, maupun karena gangguan kesehatan dalam tingkat yang memang memerlukan layanan khusus. g. Khusus bagi pemilih yang tidak dapat mencontreng blos dengan tangan dan/ atau kaki, ia dapat membawa alat fasilitas sendiri yang memungkinkan ia dapat menggunakan.hak pilihnya secara Luber dan Jurdil.

h. Tinggi kotak suara maksimal 100 cm dari permukaan lantai, untuk memudahkan pemilih yang memiliki hambatan dapat memasukkan surat suara secara langsung dan mandiri. 5) Sarana dan prasarana untuk Rentan Lainnya meliputi : a.) Pengadaan TPS dan TPS keliling yang dapat menjangkau tempat kedudukan Pemilih Kelompok Rentan. b.) Penyederhanaan dan atau penghapusan segala hambatan prosedur dan atau Meknisme yang bersifat administrative. c.) Penyelenggaraan sosialisasi pendidikan Pemilih secara sistematis, intensif, komprehensif dan berkesinambungan. d.) Penerapan sistem dan mekanisme Penyelenggaraan Pemilu yang bersifat fleksibel, arif namun tetap menjunjung tinggi asas Luber dan Jurdil. 6) Agar ketentuan pada butir (1), (2), (3), (4), dan (5) di atas dapat terlaksana secara efektif dan optimal, maka penyelenggara Pemilu secara berjenjang yang berkoordinasi dengan Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN, Lansia dan BPK yang sah dan/ atau jaringannya melakukan pelatihan, penataran, bimbingan, pendidikan Pemilu dan sebagainya secara berkala, terencana, terarah dan berkesinambungan kepada penyelenggara Pemilu tanpa terkecuali. Pendamping dan Kerahasiaan Pilihan Pemilih KELOMPOK RENTAN. 1) Demi tercapainya ketepatan dalam mencontrengan sekaligus menghindari batalnya pemberian suara atau karena alasan lain, maka pemilih KELOMPOK RENTAN, Lansia dan PBK yang tidak dapat melakukan pencoblosan langsung dan mandiri, maka baginya berhak didampingi oleh orang lain. 2) Pendamping sebagaimana tersebut pada butir (1) diutamakan dari kalangan keluarga terdekat hingga kerabat. 3) Pendamping dari kalangan penyelenggara Pemilu hanya boleh jika unsur pada butir (2) tidak ada. 4) Keberadaan pendamping sebagaimana disebutkan di atas adalah upaya terakhir, sehingga pemberian suara oleh pemilih KELOMPOK RENTAN, secara langsung dan mandiri dengan alat bantu, merupakan hal yang pertama dan utama. 5) Batas kewenangan dan tugas pendamping dimaksud meliputi: a. Menuntun, memapah pihak yang didampingi menuju ke TPS atau bilik suara. b. Bersama-sama pihak yang didampingi masuk ke dalam bilik suara sejauh hal itu dikehendaki oleh pihaknya. c. Membuka surat suara dan membacakan pihak yang didampingi sejauh hal tersebut dikehendaki olehnya. d. Mencontreng atau melipat kembali surat suara sesuai dengan kehendak pihak yang didampingi. e. Memasukkan surat suara ke dalam kotak suara sejauh hal tersebut dikehendaki oleh pihak yang didampingi. 6) Pendamping semata-mata hanyalah untuk membantu pihak yang didampingi dalam proses pemberian suara, sehingga pendamping yang dimaksud bukanlah dari unsur peserta Pemilu atau yang berafiliasi dengannya. 7) Pendamping tidak boleh mengarahkan, mempengaruhi, memaksa atau memanipulasi pilihan pihak yang didampingi pada keinginan pendamping. 8) Pendamping wajib merahasiakan pilihan pihak yang didampingi dan untuk menjamin kerahasiaan suara pihak yang didampingi, maka khusus pendamping yang bukan dari unsur keluarga atau kerabat, wajib mengisi dan menandatangani berita acara pendampingan yang telah disediakan oleh penyelenggara Pemilu. Pemungutan dan Perhitungan Suara yang Adil dan Aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN

1) Penyelenggara Pemilu dalam memberikan penjelasan tentang tata cara pemungutan suara harus dapat dengan mudah dimengerti oleh pemilih KELOMPOK RENTAN. 2) Dalam menyusun daftar urutan pemilih untuk memberikan suara di TPS, berdasarkan prinsip urutan kehadiran, maka penyelenggara Pemilu atas dasar kemanusiaan dan kearifan seyogianya mendahulukan pemilih KELOMPOK RENTAN. 3) Penyelenggara Pemilu dalam melakukan proses perhitungan suara harus sedemikian rupa sehingga dapat disaksikan dengan mudah oleh KELOMPOK RENTAN. Pemantauan dan Evaluasi Pemilu/Pilkada yang Adil dan Aksesibel bagi Kelompok Rentan. 1) Untuk mengetahui terlaksananya penyelenggaraan Pemilu yang adil dan aksesibel bagi KELOMPOK RENTAN, maka KELOMPOK RENTAN, baik secara institusional maupun personal seyogianya diberi hak dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Pemilu dimaksud. 2) Untuk mengoptimalkan misi pemantauan dan evaluasi dimaksud, maka komunitas KELOMPOK RENTAN, dapat mewakilkan tugas tersebut tanpa kuasa kepada Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN, jaringannya. Yang sah. 3) Untuk kelancaran tugas, pemantauan dan evaluasi sebagaimana tersebut pada butir (2) di atas, maka Lembaga Representasi KELOMPOK RENTAN, dan jaringannya yang sah dapat bekerjasama dengan pihak lain. 4) Penyelenggara Pemilu berkewajiban untuk memberikan pelayanan baik yang berupa informasi, teknis, asistensi maupun berupa bantuan finansial serta penghapusan klausul pemantauan/ evaluasi yang tidak disanggupi oleh Lembaga Representasi dimaksud. By : nuri sulistia_Garut.