Upload
cahyonugros
View
238
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
1/9
PEMBUATAN BIOETANOL DARI MIKROALGA DENGAN VARIASI
KONSENTRASI ASAM, WAKTU HIDROLISIS, DAN FERMENTASI
Aprila Yoga Erlangga, Cahyo Nugroho, Siti MiskahJurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jalan Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya, Ogan Ilir 30662
Abstrak
Mikroalga mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai salah satu kandidat bahan baku
penghasil biofuel karena memiliki kemampuan tumbuh dengan cepat serta tidak bersaing dengan bahan
pangan. Mikroalga mengandung karbohidrat, lemak, protein, dan mineral yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kegunaan. Mikroalga hijau seperti Nannochloropsis sp. mempunyai kandungan karbohidrat dalam
bentuk selulosa dan hemiselulosa pada dinding selnya sehingga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan
bioetanol. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi asam dan waktu pada proses
hidrolisis selulosa yang terdapat pada mikroalga dan pengaruh waktu fermentasi terhadap bioetanol yang
dihasilkan dari hasil hidrolisis mikroalga. Proses hidrolisis dilakukan pada 80 ˚C dengan konsentrasi asam
sulfat 1-6% (w/v) selama 15-75 menit. Glukosa yang dihasilkan dianalisa dengan metode Luff-Schoorl.Kondisi hidrolisis yang menghasilkan kadar glukosa tertinggi digunakan untuk pembuatan substrat untuk
fermentasi. Proses fermentasi dilakukan selama 24-120 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
glukosa tertinggi sebesar 27,90% didapat pada konsentrasi asam 4% dan waktu 75 menit. Waktu fermentasi
selama 72 jam menghasilkan kadar etanol tertinggi sebesar 3,5942% dengan yield 8,9% (gram etanol/gram
mikroalga).
Kata kunci: bioetanol;fermentasi; hidrolisis; konsentrasi asam; mikroalga
Microalgae has a good prospect to utilized as a candidate of biofuel feedstock because has a great
productivity and not compete with food feedstock. Microalgae contains carbohydrates, fat, protein, and
mineral which can be utilized for various purpose. Green microalgae like Nannochloropsis sp. has a
carbohydrate content in the cellulose and hemicellulose form in its cell wall which can be utilized for bioethanol production. This research aimed to study the effect of acid concentration and time on hydrolysis of
cellulose contained in microalgae and the effect of fermentation time to bioethanol produced from microalgae
hydrolysate. Hydrolysis process conducted at 80 ˚C with sulphuric acid concentration 1-6% (w/v) for 15-75
minutes. The glucose produced was analyzed with Luff-Schoorl method. Hydrolysis condition that produces
highest glucose yield was used to make a substrate for fermentation. Fermentation process conducted for 24-
120 hours. The results showed that highest glucose yield obtained was 27,90% and this was achieved when
the hydrolysis occurred at 4% (w/v) sulphuric acid concentration and for 75 minutes. Fermentation time 72
hours yielding highest ethanol concentration with 3,5942% and 8,9% in term of yield (gram ethanol/gram
microalgae).
Keywords: bioethanol; fermentation; hydrolysis; acid concentration; microalgae
1. PENDAHULUAN
Energi merupakan kebutuhan primer bagi
kehidupan dan persyaratan utama untuk
menggerakkan perekonomian masyarakat.
Peningkatan populasi penduduk yang pesat
mengakibatkan peningkatan kebutuhan terhadap
energi. Dengan konsumsi energi yang terus
meningkat dan cadangan bahan bakar fosil yang
terus menipis, maka diperlukan alternatif sumber
energi. Selama ini sumber biomassa untuk
dijadikan biofuel terutama bioetanol masih
terbentur pada ketersediaan dan persaingan
dengan bahan pangan.
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
2/9
Pengembangan bioetanol generasi pertama
yang menggunakan bahan baku yang mengandung
pati seperti ubi kayu, jagung, dan tetes tebu
menyebabkan produksi bioetanol bersaing dengan
kebutuhan pangan. Pada generasi kedua yang
menggunakan bahan baku yang mengandunglignoselulosa seperti jerami, ampas tebu eceng
gondok, dan limbah pertanian sulit dalam
produksinya karena adanya kandungan lignin
sehingga perlu dilakukan pre-treatment dan
konversi yang dihasilkan sedikit. Pada generasi
ketiga dikembangkan bioetanol menggunakan
bahan baku yang berasal dari alga.
Mikroalga mempunyai prospek yang
sangat baik untuk dikembangkan sebagai salah
satu kandidat bahan baku penghasil biofuel. Hal
ini dikarenakan mikroalga mempunyai kandungan
yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan
biofuel. Beberapa biofuel yang dapat dihasilkan
dari mikroalga yaitu, biodiesel, bioetanol, dan
biogas. Mikroalga dipilih karena memiliki
kemampuan tumbuh dengan cepat serta tidak
memerlukan area yang luas untuk kegiatan
produksi. Di samping itu mikroalga mempunyai
kemampuan menyerap karbondioksida dengan
baik.
Nannochloropsis sp merupakan salah satu
spesies mikroalga yang telah dibudidayakan di
Indonesia. Nannochloropsis sp mempunyai
kandungan lemak dan karbohidrat yang cukup
besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel dan bioetanol.
Pemanfaatan mikroalga sebagai bahan bakubiodiesel telah cukup banyak diteliti, diantaranya
Kwangdinata (2013) yang meneliti pembuatan
biodiesel dari Nannochloropsis sp dengan metode
ultrasonik. Namun, penelitian tentang pembuatan
bioetanol dari mikroalga, khususnya spesies
Nannochloropsis sp belum diteliti. Oleh karena
itu, perlu dilakukan penelitian mengenai
pembuatan bioetanol dari mikroalga
Nannochloropsis sp.
1.1. Mikroalga
Mikroalga adalah alga berukuran mikro
yang biasa dijumpai di air tawar maupun air laut.
Mikroalga merupakan spesies uniseluler yangdapat hidup soliter maupun berkoloni.
Berdasarkan spesiesnya, ada berbagai macam
bentuk dan ukuran mikroalga. Beberapa contoh
spesies mikroalga di antaranya yaitu Spirulina,
Nannochloropsis sp. , Botryococcus braunii,
Chlorella sp., Dunaliella primolecta, Nitzschia
sp., Tetraselmis suecia, dan lain-lain. Sel-sel
mikroalga tumbuh dan berkembang pada media
air, sehingga mempunyai tingkat efisiensi yang
lebih tinggi dalam hal penggunaan air,
karbondioksida, dan nutrisi lainnya bila
dibandingkan dengan tanaman tingkat tinggi
(Widjaja, 2009).
Komposisi kimia sel mikroalga berbeda-beda, dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis
spesies dan kondisi kultivasi. Oleh karena itu,
terdapat peluang untuk memperoleh mikroalga
dengan komposisi kimia tertentu dengan
memanipulasi faktor lingkungannya seperti suhu,
cahaya, pH, ketersediaan karbondioksida, garam,
dan nutrisi lainnya (Basmal, 2008). Beberapa jenis
mikroalga juga diketahui mengandung lipid yang
dapat diekstraksi dan diproses lebih lanjut untuk
menjadi biodiesel. Hasil samping dari proses
ekstraksi lipid mikroalga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku biometana, bioetanol dan
biohidrogen.
Gambar 1. Nannochloropsis sp
(Sumber: Amini, S., 2010)
Mikroalga merupakan mikroorganismeyang dapat digunakan sebagai bahan baku biofuel.
Beberapa biofuel yang dapat dihasilkan dari
mikroalga yaitu hidrogen, biodiesel (yang
diperoleh melalui proses transesterifikasi),
bioetanol (yang diperoleh melalui proses
fermentasi), dan biogas (Skill, 2007; Basmal,
2008; Harun et al., 2009). Untuk itu diperlukan
pemanfaatan mikroalga secara optimal dengan
mengolahnya menjadi bioetanol dan biodiesel.
Hal ini bertujuan untuk menghasilkan suatu
produk industri melalui sistem produksi bersih
(Assadad, L. 2010).
Mikroalga memiliki kandungan selulosadan hemiselulosa yang tinggi dan tidak
mengandung lignin, terutama pada mikroalga
hijau (Harun et al, 2009). Beberapa spesies
mikroalga hijau diantaranya Chlorella vulgaris,
Chlamydomonas reinhardtii, Tetraselmis
maculata, Tetraselmis chuii, Chlorococcum
infusionum, Nannochloropsis sp, dan lainnya.
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
3/9
Ketiadaan lignin dan tingginya kandungan
selulosa dan hemiselulosa dalam mikroalga hijau
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan monomer
gula berupa glukosa melalui proses hidrolisis.
Dengan tidak adanya lignin pada mikroalga maka
tahap delignifikasi dapat dihilangkan pada proseshidrolisis. Hal ini menjadi sebuah keuntungan
dalam proses produksi bioetanol dari mikroalga.
Penggunaan mikroalga sebagai bahan
baku biofuel mempunyai beberapa keuntungan
jika dibandingkan dengan tanaman pangan, di
antaranya yaitu pertumbuhan yang cepat,
produktivitas tinggi, dapat menggunakan air tawar
maupun air laut, tidak berkompetisi dengan bahan
pangan, konsumsi air dalam jumlah sedikit serta
menggunakan biaya produksi yang relatif rendah
(Guerrero, 2010).
Nannochloropsis sp merupakan salah
satu spesies mikroalga yang telah dibudidayakan
di Indonesia. Nannochloropsis sp mempunyai
kandungan lemak dan karbohidrat yang cukup
besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel dan bioetanol. Selain
itu, Nannochloropsis sp. mudah dikultur secara
massal, tidak menimbulkan racun atau kerusakan
ekosistem di bak pemeliharaan larva,
pertumbuhannya relatif cepat dan memiliki
kandungan antibiotik (Fulks dan Main, 1991).
Nannochloropsis sp secara komersial
dimanfaatkan sebagai bahan makanan, energi
biomassa, pupuk pertanian, dan industri farmasi
karena mikroalga ini mengandung protein,
karbohidrat, lipid dan berbagai macam mineral(Darsi, 2012).
Nannochloropsis sp bersifat kosmopolit
dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt. Salinitas
optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35
ppt, suhu 25-30°C, pH 8-9,5 dan intensitas cahaya
1000―10000 lux (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995). Berikut klasifikasi dan morfologi
mikroalga Nannochloropsis sp:
a. Klasifikasi
Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Adehog
(2001) dan Garofalo (2009) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : ProtistaSuper Divisi : Eukaryotes
Divisi : Chromophyta
Kelas : Eustigmatophyceae
Ordo : Eustigmatales
Familia : Monodopsidaceae
Genus : Nannochloropsis
Spesies : Nannochloropsis sp
b. Morfologi
Fitoplankton Nannochloropsis sp. ini berukuran
2 – 4 m, berwarna hijau, memiliki dinding sel,
mitokondria, kloroplas dan nukleus yang dilapisi
membran (gambar 2.2). Nannochloropsis sp.
termasuk jenis alga yang dapat berfotosintesiskarena memiliki klorofil-a, karakteristik
organisme ini ialah memiliki dinding sel yang
terbuat dari komponen selulosa (Sleigh, 1989 ;
Brown et al, 1997).
Gambar 2.2. Morfologi sel Nannochloropsis sp(Adehog, 2001)
1.2. Teknologi Proses Pembuatan Bioetanol
Menurut Aiman (2014), berdasarkan
bahan baku yang dipakai, bioetanol
dikelompokkan menjadi generasi pertama (G1),
kedua (G2), ketiga (G3), dan keempat (G4).
Bioetanol yang dibuat dari pati serta fermentasi
bahan mengandung gula dikategorikan sebagai
bioetanol generasi pertama (G1). Bahan baku
yang umum dipakai adalah gula tebu, gula bit,
molase gula tebu dan bit atau pati dari ubi kayu,
jagung, sorgum, gandum ataupun umbi-umbian
lainnya. Pembuatan bioetanol generasi pertama
pada akhir-akhir ini banyak dikaji kembali karena
a) berkompetisi dengan bahan pangan sehingga
akan mendorong kenaikan harga komoditi pangan,
b) hanya menggunakan pati dan membuang
lignoselulosa yang ada dalam bahan baku awal,
sehingga limbah berjumlah besar, c) mendorong
peningkatan produksi pupuk, yang akhirnya juga
akan berujung pada biaya komoditi pangan, d)
keterbatasan geografi daerah penghasil.
Bioetanol yang dikategorikan sebagai G2
dibuat dari komponen biomassa seperti selulosa
dan hemiselulosa sehingga sering disebut etanol
selulosa. Biomassa yang pernah diteliti adalahberbagai jenis rumput, kayu lunak, dan limbah
biomassa terutama yang berupa limbah pertanian,
perkebunan, pengolahan hasil hutan, serta sampah
padat kota. Di Indonesia, bioetanol G2 dibuat
pada skala laboratorium dari eceng gondok,
tandan kosong kelapa sawit, ampas tebu, jerami.
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
4/9
Bioetanol yang dikelompokkan sebagai
G3 adalah yang dibuat dari alga, baik mikro
ataupun makroalga, sehingga disebut sebagai
etanol alga. Mikroalga dapat hidup di berbagai
kondisi seperti air tawar, air asin, baik di daerah
tropis maupun di daerah gurun. Alga mengandungminyak (lipid), karbohidrat, protein dengan variasi
komposisi sangat luas, tergantung jenis alga dan
kondisi hidupnya. Secara garis besar, alga bisa
mengandung sampai 50% (dari berat sel kering)
karbohidrat, atau 25-77% asam lemak dan
sejumlah protein. Memperhatikan kandungan
bahan ini serta kemungkinan untuk dibudidayakan
maka dalam dua dekade terakhir alga menjadi
bahan kajian di banyak laboratorium karena
potensinya untuk menjadi bahan baku berbagai
bentuk sumber energi seperti biodiesel, bioetanol,
biogas, atau hidrogen
Bioetanol G4 atau “Etanol Lanjut”
adalah bioetanol yang dihasilkan melalui
biomassa yang telah mengalami modifikasi
genetika, dimana dalam matriks biomassa terdapat
enzim yang akan membantu penghancuran
biomassa itu sendiri (autohydrolysis), sehingga
akan mempermudah proses pretreatment.
1.3. Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi kimia yang
memecah molekul air (H2O) menjadi kation
hidrogen (H+) dan anion hidroksida (OH
-) melalui
suatu proses kimia. Hidrolisis pati merupakan
proses pemecahan molekul amilum menjadi
bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhanaseperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa
(Rindit et al, 1998). Proses ini biasanya digunakan
untuk memecah polimer tertentu, contohnya
polimer organik yang memiliki rantai karbon.
Untuk menghidrolisis ikatan glikosodik pati dapat
dilakukan dengan bantuan katalis asam, katalis
enzim maupun perpaduan antara keduanya. Jika
pati dipanaskan dengan asam maka molekul-
molekulnya akan terurai menjadi gula yang lebih
sederhana (glukosa) secara umum reaksi hidrolisa
dapat dituliskan sebagai berikut :
(C6H10O5)n + n-1 H2O nC6H12O6
Ada tiga metode hidrolisis yang biasa
digunakan, yaitu 1) hidrolisis asam encer (dilute
acid hydrolysis), 2) hidrolisis asam pekat
(concentrated acid hydrolisis) dan 3) hidrolisis
enzim (enzyme hydrolysis). Namun dari beberapa
penelitian melaporkan bahwa proses hidrolisis
secara enzimatis lebih menguntungkan dari pada
menggunakan asam. Sebenarnya proses hidrolisis
dapat juga dilakukan tanpa bantuan katalis asam
maupun enzimatik. Namun hidrolisis alami ini
jarang digunakan karena waktu yang diperlukan
untuk hidrolisis terlalu lama.
Hidrolisis asam dilakukan dengan
menggunakan asam-asam organik seperti H2SO4,
HCl, dan HNO3. Banyaknya pati yang terkonversi
menjadi glukosa dipengaruhi oleh konsentrasi
asam, waktu konversi, suhu dan tekanan selama
reaksi. Pemotongan rantai pati oleh asam lebih
tidak teratur dibandingkan dengan hasil
pemotongan rantai pati oleh enzim. Hasil
pemotongan oleh asam adalah campuran dekstrin,
maltosa dan glukosa, sementara enzim bekerja
secara spesifik sehingga hasil hidrolisis dapat
dikendalikan (Assegaf, 2009).
Selulosa merupakan serat berantaipanjang dimana monomernya saling berikatan
melalui ikatan β-1,4-glikosida memiliki
fleksibilitas yang rendah karena gaya
antarmolekul yang kuat. Struktur cincin
glukopiranosa juga membuat molekul sulit untuk
berputar. Selulosa bisa dipecah menjadi unit-unit
glukosa dengan melarutkannya dengan asam.
Mekanisme reaksi hidrolisis dengan
katalis asam dapat ditunjukkan seperti pada
Gambar 4.2.
Gambar 2. Proses Hidrolisis Selulosa dengan
Katalis Asam(Sumber: Xiang, 2003)
Mekanisme yang terjadi yaitu proton dari
asam akan berinteraksi secara cepat dengan ikatan
glikosidik oksigen pada dua unit gula sehingga
membentuk asam konjugasi. Kemudian terjadi
pemutusan ikatan C-O dan pemecahan asam
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
5/9
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
6/9
maka proses fermentasi akan berlangsung
lama, sedangkan jika ragi yang dipakai terlalu
banyak maka keaktifan khamir akan
berkurang karena pada awal proses alkohol
yang terbentuk sangat banyak sehingga
fermentasinya lebih lama dan banyak glukosayang belum terkonversi.
5) Temperatur
Umumnya ragi dapat berkembang baik pada
suhu ruangan yaitu sekitar 25-30°C dalam
proses fermentasi.
6) pH (Keasaman)
Untuk proses fermentasi alkohol ragi, pH
optimum adalah 4 – 5. Jika pH terlalu asam
atau terlalu basa mikroba yang digunakan
tidak dapat tumbuh optimal atau bahkan mati
sehingga proses fermentasi terganggu.
1.5. Khamir Saccaromyces cereviseae
Saccharomyces cereviseae merupakansalah satu galur yang paling sering digunakan
dalam proses fermentasi. Khamir ini bersifat
fermentatif kuat dan dapat hidup dalam kondisi
aerob maupun anaerob (anaerob fakultatif),
memiliki sifat yang stabil dan seragam, memiliki
pertumbuhan yang cepat dalam proses fermentasi
sehingga proses fermentasi dapat berlangsung
dengan cepat pula serta mampu memproduksi
alkohol dalam jumlah banyak. Saccharomyces sp
melakukan fermentasi terhadap gula jauh
lebih cepat pada keadaan anaerobik, akan tetapi
mengalami pertumbuhan lebih baik pada keadaan
aerobik sehingga jumlahnya bertambah banyak.Berikut taksonomi dari khamir
Saccharomyces cereviseae :
Domain : Eukaryota
Kingdom : Fungi
Subkingdom : Dikarya
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Specific descriptor : cerevisiae
Scientific name : Saccharomyces Cereviseae
2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini meliputi pemanfaatan
mikroalga untuk pembuatan bioetanol. Variasi
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variasi
waktu hidrolisis, konsentrasi asam, dan waktu
fermentasi, untuk menghasilkan bioetanol yang
maksimal.
Bahan yang digunakan adalah biomassa
mikroalga Nannochloropsis sp. yang sudah
kering, H2SO4 96%, aquadest, ragi Saccharomyces
cereviseae, dan NaOH 0,5 N. Alat yang
digunakan yaitu gelas ukur, thermometer,
autoklaf, pemanas, kertas saring, botol, spatula,neraca analitik, mesin pengaduk, pipet tetes,
seperangkat alat distilasi, statif, piknometer, dan
pH universal.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Pada
tahap pertama ditinjau kondisi hidrolisis terbaik
untuk menghasilkan kadar glukosa tertinggi dan
pada tahap kedua ditinjau lama waktu fermentasi
untuk menghasilkan yield etanol tertinggi. Pada
tahap pertama variabel yang diuji adalah
konsentrasi asam (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6%)
dan waktu hidrolisis (15 menit, 30 menit, 45
menit, 60 menit, dan 75 menit) dengan parameter
yang diamati adalah kadar glukosa. Analisa kadar
glukosa dilakukan dengan metode Luff-Schoorl.
Kondisi hidrolisis yang menghasilkan kadar
glukosa tertinggi pada tahap pertama digunakan
untuk pembuatan substrat fermentasi pada tahap
kedua. Pada tahap kedua variabel yang diuji
adalah waktu fermentasi (24 jam, 48 jam, 72 jam,
96 jam, dan 120 jam) dengan parameter yang
diamati adalah yield etanol.
2.1. Hidrolisis
Peralatan untuk melakukan hidrolisis
adalah rangkaian refluks yang terdiri dari labu
leher tiga, kondensor, heating mantle, magnetic
stirrer, dan statif. Mikroalga sebanyak 20 gramdimasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian
ditambahkan larutan H2SO4 dengan konsentrasi
sesuai variabel penelitian (1, 2, 3, 4, 5, dan 6%
b/v) dengan rasio 1:10. Larutan sampel
dihidrolisis pada temperatur 80 °C dengan waktu
sesuai variabel penelitian (15 menit, 30 menit, 45
menit, 60 menit, dan 75 menit). Larutan hasil
hidrolisis diambil kurang lebih 10 ml untuk
dianalisa kadar gula reduksinya menggunakan
metode Luff-Schoorl.
2.2. Penyiapan Starter Fermentasi
Starter fermentasi disiapkan sesuai
dengan Azizah, N., 2012. Substrat pertumbuhanterdiri dari 1000 ml aquadest yang ditambahkan
dengan 100 gram gula pasir (konsentrasi gula
10%) yang disiapkan dalam gelas beker. Setelah
semua bahan dimasukkan, dihomogenkan terlebih
dahulu dengan magnetic stirrer kemudian
disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121 °C
selama 15 menit. Substrat didinginkan hingga
mencapai suhu ruangan. Setelah dingin, 50 gram
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
7/9
ragi roti dimasukkan ke dal
selanjutnya diinkubasi pada suhu 3
jam.
2.3. FermentasiKondisi terbaik yang meng
glukosa tertinggi dari tahap hidrol
untuk pembuatan sampel untuk pros
Larutan hasil hidrolisis didingink
pH-nya agar mencapai 4-5.
Larutan hasil hidrolisis d
dalam erlenmeyer yang suda
menggunakan autoclave. Larutan st
10% dari volume larutan ha
dimasukkan ke dalam erlenmeyer
hasil hidrolisis. Erlenmeyer ditut
dihubungkan dengan selang.
Fermentasi dilakukan d
sesuai dengan variabel penelitian (2
72 jam, 96 jam, dan 120 jam).
2.4. Distilasi
Rangkaian alat distilasi
dinyalakan. Larutan fermentasi d
suhu 78°C. Proses distilasi dilakuka
jam sampai bioetanol tidak menete
(bioetanol) yang dihasilkan disim
botol yang tertutup rapat. Bio
densitasnya dengan menggunakan p
Gambar 3. Diagram prosedur
am substrat,
0 °C selama 8
hasilkan kadar
isis digunakan
es fermentasi.
an dan diatur
imasukkan ke
h disterilkan
rter sebanyak
sil hidrolisis
berisi larutan
up rapat dan
engan waktu
4 jam, 48 jam,
disiapkan dan
idistilasi pada
n selama 1-1,5
s lagi. Distilat
pan di dalam
etanol diukur
iknometer.
penelitian
3. HASIL DAN PEMBAHA
Setelah dilakukan pene
bioetanol dari biomassa mikro
hasil pengamatan berupa kadar
waktu hidrolis dan waktu fer
kadar danyield etanol.Data hasil pengamatan
diuraikan dibawah ini:
3.1. Pengaruh konsentrasi
kadar glukosa pada b
hidrolisis
Gambar 4. Grafik Pengaruh K
dan Waktu Hidrolisis terhadap
Berdasarkan Gambar
glukosa hasil hidrolisis untuk
1% sampai 4% meningkat seirin
disebabkan karena semakin lama
maka semakin banyak juga ran
hemiselulosa yang terurai m
Peningkatan hasil glukosa dipen
konsentrasi katalis asam, karena
banyaknya ion H+
pada asam d
ikatan glikosida yang terdapa
sesuai dengan hasil penelitian Os
Kadar glukosa tertinggi yang di
konsentrasi asam 4% dan wa
menit, yaitu sebesar 27,90%.
Pada konsentrasi 5%
glukosa hasil hidrolisis menuru
Hal ini disebabkan karena pada
yang lebih tinggi akan menyebab
terbentuk terdegradasi lebih
senyawa turunan glukosa dan jproduk samping. Beberapa sen
terbentuk selama proses hidro
adalah furfural, 5-hidroksimetil
asam levulinat, asam asetat, as
uronat, asam 4-hidroksibenzoa
vanillin, fenol, sinamaldehida, f
beberapa senyawa lain. Degr
AN
litian pembuatan
alga, didapatkan
lukosa terhadap
entasi terhadap
secara lengkap
2SO4 terhadap
erbagai waktu
nsentrasi Asam
Kadar Glukosa
4 bahwa kadar
onsentrasi asam
g waktu. Hal ini
waktu hidrolisis,
tai selulosa dan
enjadi glukosa.
garuhi juga oleh
dipengaruhi oleh
pat memutuskan
t pada selulosa
valdo dkk, 2012.
dapat yaitu pada
tu hidrolisis 75
dan 6% kadar
n seiring waktu.
konsentrasi asam
an glukosa yang
lanjut menjadi
ga terbentuknya awa yang dapat
isa asam encer
furfural (HMF),
m format, asam
, asam vanilat,
rmaldehida, dan
adasi gula dan
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
8/9
pembentukan produk samping ini tidak hanya
akan mengurangi perolehan gula, tetapi juga dapat
menghambat pembentukan etanol pada tahap
fermentasi selanjutnya (Taherzadeh & Karimi,
2007).
3.2. Pengaruh waktu fermentasi terhadap
kadar yield etanol
Gambar 5. Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi
terhadap Kadar Etanol
Gambar 5 menunjukan bahwa waktu
fermentasi yang terbaik untuk menghasilkan
etanol yaitu tiga hari dengan kadar etanol yang
dihasilkan yaitu sebesar 3,5942%. Kadar etanol
yang dihasilkan meningkat sampai hari ketiga
namun menurun pada hari keempat dan kelima.
Hal ini disebabkan karena nutrien yang
dibutuhkan ragi sudah habis dan etanol yang
terbentuk akan dikonversi lebih lanjut menjadi
senyawa lain. Sari et al. (2008) menyatakan
bahwa waktu fermentasi etanol oleh
Saccharomyces cerevisiae yang terbaik adalah
tiga hari. Setelah tiga hari, kadar etanol akan
menurun karena etanol akan dikonversi menjadi
senyawa lain seperti ester.
Gambar 6. Grafik Yield etanol
Kadar etanol yang diperoleh pada
penelitian ini cenderung rendah karena
pembentukan senyawa inhibitor selama proses
hidrolisa yang dapat menghambat proses
fermentasi sehingga etanol yang dihasilkan
kurang maksimal. Yield atau perolehan etanol darimikroalga Nannochloropsis sp ini ditunjukkan
pada Gambar 6. Yield etanol tertinggi yang
didapatkan sebesar 8,9% (gram etanol/gram
mikroalga).
4. KESIMPULAN
1) Kondisi terbaik untuk menghidrolisis
karbohidrat yang terkandung dalam
mikroalga menjadi glukosa dengan
konsentrsai H2SO4 4% dan waktu hidrolisis
75 menit.
2) Waktu fementasi yang terbaik untuk
menghasilkan etanol dari hasil hidrolisismikroalga adalah 72 jam.
3) Yield etanol yang dapat diperoleh dari
mikroalga 8,9%.
DAFTAR PUSTAKA
Adehog. 2001.
www.thealgasource.net/chromophyta
Aiman, S. 2014. Perkembangan Teknologi dan
Tantangan dalam Riset Bioetanol di
Indonesia. JKTI Vol. 16 No. 2,
Desember 2014:108-117 ISSN 0853-2788
Amini, S. 2010. Teknik Isolasi Beberapa Jenis
Mikroalga dari Perairan Tawar dan Laut .Prosiding Seminar Nasional Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan
Assadad, L., et al. 2010. Pemanfaatan Mikroalga
sebagai Bahan Baku Bioetanol.
Squalen Vol. 5 No. 2, Agustus 2010
Azizah, N., et al. 2012. Pengaruh Lama
Fermentasi terhadap Kadar Alkohol, pH,
dan Produksi Gas pada Proses
Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan
Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan Vol. 1 No.2,
2012:72-77Brown, M.R, et al. 1997. Nutritional
Properties Of Microalgae for
Marinculture. Aquaculture , 151, hal.
315-331.
Darsi, R., et al. 2012. Karakteristik Kimiawi dan
Potensi Pemanfaatan Dunaliella
salina dan Nannochloropsis sp. Fishtech
0
1
2
3
4
0 2 4 6
K a d a r E t a n o l ( % )
Waktu Fermentasi (Hari)
0
2
4
6
8
10
0 2 4 6 Y i e l d E t a n o l ( % w / w )
Waktu Fermentasi
8/17/2019 Pembuatan Bioetanol Dari Mikroalga Dengan Variasi Konsentrasi Asam, Waktu Hidrolisis, Dan Fermentasi
9/9
Universitas Sriwijaya Vol. 1 No. 1
November 2012
Fulks, W and K.L, Main. 1991. Rotifer and
Microalgae Culture System. Proceeding of a
U.S – Asia Workshop. Argent Laboratories.
Garofalo, R. 2009. Alga and Aquatic SustainableProduction of 2nd Generation
Biofuels. Aquafuels.
González-Delgado, A. D. dan Kafarov, V. (2011).
Microalgae Based Biorefinery:
Issues to Consider . CT&F - Ciencia,
Tecnología y Futuro, 4 (4), 5 – 22
Harun, R., et al. 2009. Microalgal Biomass as a
Fermentation Feedstock for Bioethanol
Production. Journal of Chemical Technology
and Biotechnology 2010; 85:199-203
Harun, R., dan Danquah, M.K. 2010. Influence of
Acid Pretreatment on Microalgal
Biomass for Bioethanol Production.
Elsevier Process Biochemistry, 46,
pp.306 – 309.
Isnansetyo, A Dan Kurniastuty. 1995. Teknik
Kultur Fitoplankton dan Zooplankton.
Kanisius. Yogyakarta.
Kwangdinata, R. et al. 2013. Produksi Biodiesel
dari Lipid Fitoplankton
Nannochloropsis sp melalui Metode
Ultrasonik . Marina Chimica Acta
Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Hasanudin Makassar ISSN 1411-2132 Vol.
14 No. 2
Miranda, G., et al. 2014. Hidrolisis Mikroalga
Tetraselmis chuii dengan VariasiKonsentrasi Asam Sulfat Dan
Temperatur. Jurnal Online Mahasiswa
FTEKNIK Volume 1 No.2 Oktober 2014
Osvaldo, Z. S. et al. 2012. Pengaruh Konsentrasi
Asam dan Waktu pada Proses Hidrolisis dan
Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari
Alang-alang. Jurnal Teknik Kimia No. 2,
Vol 18 April 2012
Putnarubun, C., et al. 2008. Penelitian
Pendahuluan Pembuatan Biodisel dan
Bioetanol dari Chlorella sp Secara
Simultan. J. Sains MIPA, April 2008, Vol.
18, No. 1, Hal: 1 – 6 ISSN 1978-1873Retno, D. E., et al. 2009. Bioetanol Fuel Grade
dari Talas (Colocasia Esculenta).
EKUILIBRIUM Vol. 8. No. 1. Januari
2009
Rusyani, E. 2012. Molase sebagai Sumber Mikro
Nutrien pada Budidaya Phytoplankton
Nannochloropsis sp, Salah Satu Alternatif
Pemanfaatan Hasil Samping Gula. [Tesis].
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
Fakultas Pascasarjana Universitas
Lampung
Sari, I. M., et al. 2008. Pemanfaatan Jerami Padi
dan Alang-alang dalam Fermentasi
Etanol Menggunakan KapangTrichoderma viride dan Khamir
Saccharomyces cerevisiae. Vis Vitalis,
Vol. 01 No. 2 ISSN 1978-9513
Sleigh. M.A. 1989. Protista and Other Protists.
Edward Arnold. London.
Taherzadeh, M. J. dan Karimi K. 2007. Acid-
Based Hydrolysis Processes for Ethanol
from Lignocellulosic Materials: A
Review. BioResources 2(3), 472-499
Xiang, Q., et al. 2003. Heterogenous Aspects of
Acid Hydrolysis of -Cellulose.
Applied Biochemistry and
Biotechnology. Volumes 107 Number 1-3