Pemberdayaan Petambak Udang Tradisional

Embed Size (px)

Citation preview

Pemberdayaan Petambak Udang Tradisional, Sebuah Konsep yang Perlu Dikembangkan

Secara umum pemberdayaan merupakan upaya meningkatkan daya, atau kekuatan dari dalam yang diperkuat atau didukung oleh unsur-unsur penguat dari luar. Oleh karena itu, konsep pemberdayaan petambak tradisional pada hakekatnya merupakan konsep yang menumbuhkan serta meningkatkan kemampuan petambak-petambak udang tradisional dalam mengatasi persoalan-persoalan ataupun mengembangkan potensi-potensi unggulannya, yang didorong oleh faktor lingkungan dan unsur-unsur dari luar. Pemberdayaan petambak tradisional dapat dipandang sebagai konsep pembangunan ekonomi masyarakat terutama di kawasan pesisir yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep pemberdayaan petambak tradisional ini amat erat kaitannya dengan pembangunan kawasan pesisir yang berkesinambungan dan berkelanjutan, karena di dalamnya terkandung upaya-upaya peningkatan kemampuan petambak udang tradisional untuk mengembangkan usaha budidaya udang ke arah yang lebih baik secara terus menerus. Perbaikan yang dilakukan tidak saja terhadap diri orang perorang, tetapi meluas ke dalam diri petambak tersebut dan lingkungan hidupnya. Konsep pemberdayaan petambak udang tradisional ini memiliki makna yang lebih luas dari sekedar upaya pemenuhan kebutuhan dasar saja atau mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan saja. Konsep ini menyentuh aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan peningkatan kemampuan petambak udang tradisional pada dimensi-dimensi yang saling mendukung dan tidak mempertentangkan pertumbuhan dan pemerataan, akan tetapi membuat keterkaitan pada keduanya. Mengacu pada dasar pemikiran tersebut di atas, konsep pemberdayaan petambak udang tradisional memiliki tujuan antara lain: 1. Melepaskan petambak udang tradisional khususnya yang paling lemah dan paling tertinggal dari keterbelakangan baik secara perekonomian maupun secara penguasaan teknologi budidaya. 2. Memperkuat posisi petambak udang tradisional khususnya yang lemah dan tertinggal tadi dalam struktur dan mekanisme pembangunan sehingga memperkuat "bargaining position" dengan pihak-pihak lain yang lebih kuat, sehingga. akan menumbuhkan keterkaitan yang semakin erat dan pada tahap selanjutnya menumbuhkan kemitraan yang setara dan saling menguntungkan. Sebagaimana uraian di atas, konsep pemberdayaan petambak udang tradisional perlu dilihat dari tiga sisi sebagai berikut:

1. Menciptakan suasana yang memungkinkan potensi petambak udang tradisional berkembang. Suasana tersebut sangat diperlukan untuk membangun daya petambak tradisional melalui dorongan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya. 2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki petambak tradisional. Sebagai upaya memperkuat potensi masyarakat, yang menyangkut penyediaan berbagai masukan, pembukaan peluang-peluang yang membuat petambak udang tradisional semakin berdaya, dan yang penting juga adalah mendidik petambak udang tradisioanl agar lebih terampil dalam memanfaatkan penyediaan masukan serta peluang-peluang tersebut. 3. Melindungi proses pemberdayaan tersebut agar yang lemah tidak bertambah lemah karena ketidakberdayaannya menghadapi yang kuat. Proses pemberdayaan petambak tradisional hanya akan tumbuh dengan pesat apabila dipenuhinya beberapa prasyarat atas kondisi-kondisi yang dituntut antara lain: 1. Adanya kerangka kebijakan pembangunan yang jelas dan mantap untuk mengembangkan konsep pemberdayaan petambak udang tradisonal. Tanpa adanya kebijaksanaan yang jelas dan kuat, maka proses pemberdayaan masyarakat tidak akan berjalan dengan baik dan masyarakat merasa diperdayakan dalam upaya tersebut. 2. Adanya mekanisme yang transparan dalam proses pemberdayaan petambak udang tradisional. Mekanisme yang transparan akan menimbulkan persaingan yang seimbang dan sehat. Mekanisme yang transparan akan menumbuhkan pula perlakuan yang seimbang baik terhadap yang kuat maupun terhadap yang lemah. Dengan demikian, mekanisme yang transparan erat kaitannya dengan pertumbuhan potensi-potensi atau daya yang sebenarnya yang dimiliki masyarakat banyak, bukan dengan yang semu yang banyak ditunjang oleh fasilitas maupun kekuasaan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka upaya pemberdayaan petambak udang tradisional adalah harus terarah dengan jelas.. Pemberdayaan petambak udang tradisional ini harus ditujukan langsung pada kelompok dan lapisan petambak udang yang paling paling sedikit mendapat manfaat pembangunan. Pendekatan utama pemberdayaan petambak udang tradisional adalah masyarakatlah yang menjadi subyek pembangunan dan bukan menjadi objek dari proyek pembangunan. Peran serta masyarakat petambak udang tradisional perlu diorganisasikan, karena organisasi adalah sumber daya kekuatan yang penting. Pendekatan kelompok dipandang sangat efektif dalam menyatupadukan berbagai potensi yang ada pada masyarakat petambak tradisional. Namun demikian, peran serta dan penumbuhan kelompok-kelompok masyarakat petambak tradisional ini perlu didukung oleh upaya pendampingan, agar terwujud suatu upaya yang terarah dan saling mengisi dengan upaya-upaya pembangunan lainnya. Pemberdayaan petambak tradisional sebagai suatu strategi dasar pembangunan memerlukan birokrasi yang sesuai pula. Struktur dan mekanisme yang mendukung pemberdayaan perlu dikembangkan, khususnya yang menempatkan masyarakat petambak udang tradisonal sebagai

pelaku utama dan subyek pembangunan dan bukan lagi peranannya didominasi oleh birokrasi saja. Perbaikan sumber daya manusia birokrasi saja tidak cukup untuk menggerakkan perubahan, oleh karena itu sistem dan tatanan birokrasi pun perlu disesuaikan agar memungkinkan masyarakat berperan sebagai pelaku utama dan subyek pembangunan. Struktur yang terpusatkan ke atas perlu ditarik lebih dekat khususnya ke arah masyarakat sehingga jelas peran konvensionalnya yaitu mengatur kehidupan dan kegiatan usaha masyarakat. Demikian pula mekanisme birokrasi yang mendukung pemberdayaan petambak udang tradisional perlu ditumbuhkan melalui upaya untuk memulai prosesnya dari keinginan-keinginan masyarakat, kemudian dirumuskan, diolah dan dikembangkan lebih lanjut menjadi kegiatan-kegiatan pembangunan.

BUDIDAYA PENDEDERAN DAN PEMBESARAN UDANG GALAHPendahuluanUdang galah (Macrobrachium Rosenbergii de Man) atau dikenal juga sebagai Giant Freshwater Shrimp merupakan salah satu jenis Crustacea, dari famili Palaemonidae yang mempunyai ukuran terbesar dibandingkan dengan udang air tawar lainnya. Komoditas ini diklaim oleh berbagai negara sebagai fauna asli, antara lain oleh India dan Indonesia. Di Indonesia, udang galah dapat ditemukan di berbagai wilayah dan masing-masing memiliki varietas dengan ciri tersendiri. Misalnya, udang galah dari Sumatera dan Kalimantan memiliki ukuran kepala besar, capit panjang, dan berwarna hijau kuning. Udang galah dari Jambi memiliki ukuran kepala lebih kecil, capit kecil dan berwarna keemasan. Pada Foto 1. dapat dilihat bentuk udang galah jantan dan betina, yang secara fisik berbeda. Perbedaan terutama pada galah yang didapati hanya pada udang galah jantan. Foto 1: Udang galah jantan dan betina.

Sumber: http://www.ppk.kpm.my/udang/f_udang1.htm Di Indonesia komoditi ini dikembangkan antara lain oleh Lembaga Penelitian Perikanan Darat Pasar Minggu, Jakarta; Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (Puslit Limnologi LIPI) dan beberapa lembaga di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan antara lain: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukamandi, Unit Pengembangan Udang Galah Pamarican, Ciamis dan Balai Budidaya Air Tawar di Sukabumi. Salah satu penelitian yang dilakukan memberikan hasil yang menggembirakan dengan diperkenalkannya strain udang galah jenis unggul (GI Macro) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada 24 Juli 2001. Selain penelitian mengenai strain udang galah unggul, upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengembangkan udang galah adalah dengan melakukan optimalisasi hatchery melalui perbaikan manajemen induk; dan manajemen kesehatan dan lingkungan. Disamping itu, dilakukan pula pengkajian wilayah potensi pengembangan udang galah guna mengembangkan kawasan terpadu mulai dari sub sistem pembenihan, pendederan dan pembesaran hingga pasca panen. Komoditas yang di Indonesia mulai populer sejak lima tahun yang lalu ini juga banyak dikembangkan di kawasan Asia. Negara produsen terbesar adalah China diikuti Bangladesh, Taiwan dan Thailand. Dalam jumlah yang relatif kecil, komoditi ini juga diproduksi di India, Costa Rica, Ecuador, Brazil dan Malaysia. Peluang pasar udang galah masih terbuka luas baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk pasar lokal, permintaan datang terutama dari wilayah yang banyak dikunjungi turis seperti Bali, Jakarta, Batam, dan Surabaya. Sementara pasar udang galah di luar negeri telah terbentuk di Jepang, Korea, Singapura, Amerika Serikat, Kanada, Skotlandia, Inggris, Belanda, Selandia Baru, dan Australia dengan pasokan utama datang dari Thailand, Cina dan India. Di India dan Malaysia budidaya udang galah sangat memperoleh dukungan dari Pemerintah, terutama dari sisi permodalan. Walaupun tidak disediakan skim kredit secara khusus namun skim kredit yang ada dapat digunakan untuk membiayai budidaya udang galah. Di India pinjaman disalurkan oleh National Bank for Agricultural and Rural Development (NABARD) yaitu bank milik Pemerintah yang khusus membiayai sektor pertanian. Sedangkan di Malaysia, pinjaman serupa disediakan oleh Bank Pertanian Malaysia. Pada Lampiran 2. disajikan informasi mengenai skim pembiayaan udang galah di Bank Pertanian Malaysia. Di Indonesia, Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan juga menyediakan bantuan modal yang disalurkan melalui dinas di tingkat kabupaten. Pinjaman ini juga tidak spesifik untuk udang galah. Sampai saat buku ini ditulis belum diperoleh informasi mengenai pemberian pinjaman dari perbankan di Indonesia untuk komoditi ini. Berdasarkan penjelasan yang diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan salah satu sentra penghasil udang galah di Indonesia ditetapkan sebagai wilayah survey dalam rangka penyusunan buku ini. Walaupun di seluruh wilayah DIY terdapat pengusaha udang galah namun informasi hanya digali dari pengusaha di Kabupaten Sleman, terutama dari pengusaha di desa Jamur, Sindangrejo, Minggir. Dengan demikian informasi teknis budidaya udang galah yang disajikan pada buku ini terutama menggunakan informasi yang diperoleh dari kondisi pengusaha dan lembaga lain di wilayah tersebut. Budidaya udang galah di Sleman, Yogyakarta telah berkembang dengan baik walau masih dalam skala mikro. Sewaktu pertama kali dibudidayakan, usaha ini tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat. Sejalan dengan keberhasilan yang dicapai, akhirnya banyak petani yang mulai beralih profesi dari penanam padi menjadi pembudidaya udang galah. Walaupun

tidak memerlukan perizinan dari instansi yang berwenang, namun untuk memulai usaha dalam budidaya udang galah di wilayah Sleman, diperlukan izin dari aparat desa dan masyarakat setempat. Boks 1: Alamat Lembaga yang Disurvey di Yogyakarta. Pada saat survey di DIY, beberapa lembaga yang dihubungi antara lain:

1. Dinas Perikanan dan KelautanDaerah Istimewa Yogyakarta Jl. Gondosuli No. 2-A Yogyakarta Telp: (0274) 561030, Fax: (0274) 511031 2. Asosiasi Pengusaha Udang Galah Alamat sementara: Toko Lima Satu, Jl. Diponegoro No. 51 Yogyakarta; Telp. (0274) 514177

3. Balai

Benih Udang Galah Jl. Srigading Sanden, Samas (Pantai Samas), Bantul Kode Pos 55763; HP. 0822758821.Sumber : Data Primer

Usaha ini memberikan dampak yang positif terutama bagi masyarakat di sekitar tempat pembudidayaan. Dilihat dari sisi ekonomi usaha ini memberikan keuntungan yang ber-lipat apabila dibandingkan dengan bercocok tanam padi dan bagi pemilik lahan memberikan penghasilan dari usaha persewaan lahan non produktif. Akibat dari perlunya penyediaan kebutuhan untuk usaha antara lain penyediaan pakan, peralatan, obat-obatan dan pemasaran, muncul usaha lain yang mendukung usaha budidaya udang galah tersebut, misalnya, toko atau kios pakan dan saprokan serta pedagang pengepul khusus untuk udang galah. Untuk memenuhi kebutuhan akan benih, di desa Jamur telah didirikan pula suatu hatchery. Didukung oleh lingkungan desa yang sejuk dan asri serta pemandangan yang indah, maka pada tahun 2002 desa Jamur dicanangkan sebagai Desa Wisata oleh Menteri Pariwisata. Di lokasi kolam didirikan dangau untuk tempat menikmati makanan dari hasil kolam berupa udang galah dan produk budidaya air tawar lain yang diolah secara langsung oleh penduduk setempat. Bagi warga setempat, pencanangan sebagai desa wisata merupakan hal yang membanggakan dan merupakan sarana untuk meningkatkan penghasilan. Usaha ini juga memberikan manfaat dari sisi sosial, terutama dalam hal pemanfaatan tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar. Kaum muda yang semula tidak mempunyai ketrampilan dapat ditarik minatnya untuk ikut terjun secara langsung guna mempelajari cara membudidayakan udang galah. Dampak ikutannya adalah, tenaga kerja dari wilayah ini dinilai terlatih sehingga banyak dimanfaatkan oleh wilayah lain yang akan mengembangkan komoditi ini. Pemanfaatan tenaga kerja dari penduduk setempat juga menurunkan tingkat kriminalitas dan masalah-masalah sosial lainnya.

Budidaya udang galah tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik berupa limbah air kotor maupun bau amis, mengingat untuk melakukan budidaya udang galah, kolam harus memenuhi syarat-syarat untuk selalu menjaga kondisi air kolam dalam keadaan bersih dan tidak tercemar. Dengan demikian tidak ada kekuatiran terjadinya pencemaran lingkungan akibat maraknya pembudidayaan udang galah.