4
PEMBERANTASAN KORUPSI DI JEPANG Muhammad Rico Firmansyah Kelas 7A Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan [email protected] Abstrak – Pemberantasan korupsi di jepang sangat dipengarui kultur budaya yang berkembang di masyarakatnya disamping sistem dan juga penegakan hukum berperan tak kalah penting. Kesadaran masyarakatnya untuk mawas diri dan budaya malu masih tetap dipertahankan dan dijaga hingga saat ini oleh masyarakat Jepang. Tidak adanya Undang-Undang dan badan khusus pemberantasan korupsi senantiasa tidak menjadi hambatan yang berarti dalam proses pemberantasan korupsi di Jepang. Kata Kunci : Korupsi, Jepang, Budaya 1. PENDAHULUAN Jepang memiliki etos kerja dan proses pengembangan diri yang luar biasa dalam tradisi modern masyarakatnya. Bagi orang Jepang, seluruh dunia mengakui, sejak restorasi Meiji di paruh akhir abad ke-19, mereka memiliki keuletan dan ketangguhan tiada tara untuk meraih kemajuan yang setara. Semangat bushido dan kekecewaan akibat Perang Dunia II menjadi trigger bagi bangsa Jepang untuk berperan sebagai sumber kecemburuan dunia lantaran hebatnya invasi ekonomi dan budaya mereka. Jepang sebagai salah satu kekuatan ekonomi di benua Asia masih menghadapi masalah korupsi dalam pemerintahanya. 2. PEMBAHASAN Jepang dikenal sebagai negara dengan sistem ekonomi yang maju di dunia dan kawasan Asia. Ekonomi Jepang pun tercatat sebagai perekonomian yang paling besar di dunia setelah Amerika Serikat dan China berdasarkan Produk Domestik Bruto nya. Sedangkan berdasarkan indeks pesepsi korupsi internasional jepang cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 1998 dimana pada saat itu jepang mendapat skor 5,8 sedangkan data terkini pada tahun 2012 Jepang mendapat peringkat 17 dunia dengan skor 74 (Indonesia peringkat 118, skor 32). . A. Budaya Jepang Budaya Jepang terdapat tradisi memberikan hadiah yang sangat kuat dan telah berlangsung berabad-abad. Giri ( 義 義 ) adalah konsep kewajiban sosial di Jepang. Bila harus didefinisikan, giri berarti memedulikan orang lain yang telah memberi kebaikan hati, dan kebulatan tekad untuk mewujudkan kebahagiaan orang itu, meski kadang-kadang dengan mengorbankan diri sendiri. Giri terkait dengan tradisi memberi hadiah yang bersifat resiprokal. Oleh karena itu, penerima sebuah hadiah secara alami dituntut untuk memberikan hadiah balasan. Kewajiban moral untuk memberi, untuk menerima, dan membalas hadiah berasal dari tradisi Jepang zaman kuno. Hal ini mungkin menimbulkan ambiguitas dengan tindakan suap dan pemberian gratifikasi. Nilai norma pada suatu masyarakat dianggap sebagai suatu

Pemberantasan Korupsi Di Jepang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Paper Pemberantasan Korupsi Jepang

Citation preview

Page 1: Pemberantasan Korupsi Di Jepang

PEMBERANTASAN KORUPSI DI JEPANG

Muhammad Rico Firmansyah

Kelas 7A Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang [email protected]

Abstrak – Pemberantasan korupsi di jepang sangat dipengarui kultur budaya yang berkembang di masyarakatnya disamping sistem dan juga penegakan hukum berperan tak kalah penting. Kesadaran masyarakatnya untuk mawas diri dan budaya malu masih tetap dipertahankan dan dijaga hingga saat ini oleh masyarakat Jepang. Tidak adanya Undang-Undang dan badan khusus pemberantasan korupsi senantiasa tidak menjadi hambatan yang berarti dalam proses pemberantasan korupsi di Jepang.

Kata Kunci : Korupsi, Jepang, Budaya

1. PENDAHULUANJepang memiliki etos kerja dan proses

pengembangan diri yang luar biasa dalam tradisi modern masyarakatnya. Bagi orang Jepang, seluruh dunia mengakui, sejak restorasi Meiji di paruh akhir abad ke-19, mereka memiliki keuletan dan ketangguhan tiada tara untuk meraih kemajuan yang setara. Semangat bushido dan kekecewaan akibat Perang Dunia II menjadi trigger bagi bangsa Jepang untuk berperan sebagai sumber kecemburuan dunia lantaran hebatnya invasi ekonomi dan budaya mereka. Jepang sebagai salah satu kekuatan ekonomi di benua Asia masih menghadapi masalah korupsi dalam pemerintahanya.

2. PEMBAHASANJepang dikenal sebagai negara dengan sistem

ekonomi yang maju di dunia dan kawasan Asia. Ekonomi Jepang pun tercatat sebagai perekonomian yang paling besar di dunia setelah Amerika Serikat dan China berdasarkan Produk Domestik Bruto nya. Sedangkan berdasarkan indeks pesepsi korupsi internasional jepang cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 1998 dimana pada saat itu jepang mendapat skor 5,8 sedangkan data terkini pada tahun 2012 Jepang mendapat peringkat 17 dunia dengan skor 74 (Indonesia peringkat 118, skor 32). .A. Budaya Jepang

Budaya Jepang terdapat tradisi memberikan hadiah yang sangat kuat dan telah berlangsung berabad-abad. Giri (義理) adalah konsep kewajiban sosial di Jepang. Bila harus didefinisikan, giri berarti memedulikan orang lain yang telah memberi kebaikan hati, dan kebulatan tekad untuk mewujudkan kebahagiaan orang itu, meski kadang-kadang dengan mengorbankan diri sendiri. Giri terkait dengan tradisi memberi hadiah yang bersifat resiprokal. Oleh karena itu, penerima sebuah hadiah secara alami dituntut untuk memberikan hadiah balasan. Kewajiban moral untuk memberi, untuk menerima, dan membalas hadiah berasal dari tradisi Jepang zaman kuno. Hal ini mungkin menimbulkan ambiguitas dengan tindakan

suap dan pemberian gratifikasi. Nilai norma pada suatu masyarakat dianggap sebagai suatu hal yang baik namun di satu sisi melanggar etika profesi.

Pada umumnya pegawai negeri Jepang merasa bangga menjadi pegawai negeri, bukan semata bentuk pengabdian kepada Negara, melainkan karena proses seleksi yang sulit dan hampir pasti bekerja hingga seumur hidup kecuali dia melakukan pelanggaran yang menyebabkannya diberhentikan dengan tidak hormat. Namun bukan sekedar berbangga, mereka juga memiliki rasa harga diri yang tinggi, sehingga tidak mudah disuap.

Rasa bangga dan harga diri juga ditunjang dengan gaji yang disesuaikan dengan perkembangan di masyarakat, khususnya penggajian di dunia swasta, mereka juga mendapatkan pesangon dan pensiun. Sehingga makin menunjang upaya penciptaan budaya kerja birokrasi yang positif (disiplin dan pekerja keras). Suasana kerja antara kantor swasta dan pemerintahan juga tidak jauh berbeda karena kantor-kantor pemerintahan Jepang sangat bersih, rapih, dan modern.

Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Bangsa Jepang tidak menganggap tempat kerja hanya sekadar tempat mencari makan, tetapi juga menganggapnya sebagai bagian dari keluarga dan kehidupannya. Kesetiaan mereka pada perusahaan melebihi kesetiaannya pada keluarga sendiri. Mereka selalu berusaha memberikan kinerja terbaik pada perusahaan, pabrik, atau tempat mereka bekerja. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan. Integritas dan kesetiaan tidak hanya ditunjukan kepada organisasi saja, namun juga kepada atasan atau pimpinan. Pada suatu kasus korupsi, pihak yang terlibat cenderung bungkam dan tidak jarang bahwa mereka harus berakhir bunuh diri karena untuk melindungi keterlibatan atasanya atas kasus korupsi

Page 2: Pemberantasan Korupsi Di Jepang

yang sedang diusut, selain juga budaya malu pada masyarakat jepang.

Budaya mundur ketika bersalah sangat tinggi dalam birokrasi dan bahkan dalam politisi Jepang. Hal tersebut berkaitan dengan budaya malu pada masyarakat Jepang. Ada pepatah yang berkembang "lebih baik mati daripada hidup menanggung malu." Luar biasanya, peribahasa itu tidak sekadar menjadi pemanis bibir, namun diimplementasikan secara nyata. Gerakan harakiri yang mengerikan, juga terlahir dari rahim budaya malu. Budaya malu itu sendiri sudah begitu berurat akar bagi masyarakat Jepang. Terbukti, ketika sudah menjadi salah satu negara industri maju di dunia seperti saat ini pun, budaya tersebut masih sangat lekat pada diri masyarakatnya. Melalui budaya malunya, mereka merasa memiliki harga diri yang teramat tinggi. Mereka malu untuk berbuat nista, malu bekerja secara asal-asalan, malu korupsi, dan sebagainya. Wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Publik Jepang cenderung mempunyai sangkaan yang keras kepada seseorang yang diduga melakukan korupsi, padahal proses hukum belum membuktikan hal tersebut sehingga memberikan sanksi moral tersendiri kepada terduga dan keluarganya.B. Pengendalian Korupsi

Pengendalian korupsi di jepang memiliki karakteristik sebagai berikut Jepang lebih memilih strategi soft approach atau dalam hal ini melalui pendekatan budaya dan sosial. Budaya yang ditanamkan dalam masyarakat adalah mentalitas bekerja keras melalui proses, disiplin dan fairness. Tindakan penegakan hukum baik oleh internal maupun oleh aparat penegak hukum sangat tegas. Jepang juga tidak mengenal sistem penangguhan penahanan kecuali karena alasan sakit parah. Tidak diperlukan izin dari perdana menteri untuk memeriksa seorang menteri, gubernur atau walikota (kecuali untuk penangkapan dibutuhkan izin dari hakim). Bahkan untuk seorang anggota parlemen pun tidak diperlukan izin kecuali dalam masa persidangan (karena hak imunitas yang berlaku universal). Begitupun untuk memeriksa seorang hakim, tidak diperlukan izin dari atasan.

Pada tahun 2000 terjadi reformasi birokrasi di Jepang yang dipelopori oleh PM Nakasone Yasuhiro (1982-1987). Yasuhiro membentuk badan koordinasi dan manajemen pada 1984. Badan yang langsung bertanggung jawab kepada PM itu bertugas memperbaiki organisasi dan manajemen kantor perdana menteri, agar PM bisa berfungsi sebaik-baiknya. Jadi, badan koordinasi dan manajemen itu pun perlu menunggu 16 tahun sebelum bisa masuk ke organisasi kepolisian. Pada 2000, ketika skandal korupsi di kepolisian makin sering terdengar, badan ini pun tak bisa lagi hanya menonton.

Badan ini segera melakukan pemeriksaan dan kemudian memerintahkan agar kepolisian

memperbaiki manajemen dan membuat laporan yang masuk akal.

Government Revitalisation Unit (gyouseisasshinkaigi) adalah tim yang ditunjuk untuk memeriksa semua lembaga atau institusi pemerintah yang memanfaatkan pajak dari rakyat Jepang. Dibentuk semenjak PM Hatoyama memerintah, tugas utamanya adalah pemeriksaan proyek (Jigyoushiwake)Jigyou shiwake dibahas di beberapa media sebagai pendekatan yang cukup bagus untuk memeriksa penggunaan uang rakyat di lembaga atau institusi yang dikontrol negara. Program ini menjadi sangat menarik dan ditanggapi positif oleh rakyat Jepang, karena dengannya mereka dapat mengetahui bagaimana penyalahgunaan pajak yang mereka bayarkan, tetapi mereka juga mengkritisi apakah proyek-proyek yang diputuskan. Jigyou shiwake dibahas di beberapa media sebagai pendekatan yang cukup bagus untuk memeriksa penggunaan uang rakyat di lembaga atau institusi yang dikontrol negara. Terdapat sekitar 447 proyek yang akan diselidiki dan tim ini bekerja sangat cepat sehingga sudah puluhan masalah yang dibongkar.

3. PENUTUPUpaya penegakan hukum dalam pemberantasan

korupsi di Jepang masih memiliki sejumlah kelemahan, terutama dalam hal pembuktian dan memaksa pelaku untuk mengaku. Terkadang dalam kasus besar, saksi kunci yang terlibat kerapkali bunuh diri sehingga kasus tidak dapat diungkap tuntas, sehingga sulit ditemukan adanya “whistle blower” di Jepang. Menimbulkan pertanyaan besar bahwa Jepang dengan penduduknya yang tertib dan tidak bisa mentolerir tindakan kecurangan dan penyelewengan memang menolak dengan sadar tindak korupsi sehingga tingkat korupsi disana sangat rendah atau sebaliknya justru ada kemungkinan bahwa kasus korupsi yang terjadi di Jepang tidak bisa diusut secara tuntas dan terkesan ditutup-tutupi, sehingga tidak terlalu banyak kasus korupsi yang ter-blow up di media. Kembali lagi terkait dengan budaya malu, masyarakat disana tidak suka kalau aibnya terbongkar.

Jepang merupakan contoh konkrit bahwa SDM yang terpengaruh kultur suatu bangsa memegang peranan penting selain sistem yang powerful untuk menaggulangi korupsi. Jepang tidak ada UU khusus yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dan juga tidak ada lembaga seperti KPK yang tugasnya khusus pemberantasan korupsi, bisa menciptakan birokrasi pemerintahan yang bersih dan mengutamakan pelayanan prima kepada warganya.

Negara-negara semisal Jepang, perilaku suapnya juga tidak sedikit, akan tetapi mereka tidak memasukan suap dalam kejahatan korupsi. Makanya angka korupsi Indonesia selalu melejit dibanding Jepang. Tolak ukur korupsi sedianya berpijak pada ada tidaknya kerugian keuangan negara atau tidak. Dalam konteks hukum nasional, tidak semua suap-menyuap adalah kejahatan korupsi. Beberapa

Page 3: Pemberantasan Korupsi Di Jepang

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan suap-menyuap merumuskan perbuatan itu sebagai tindak pidana suap saja, misalnya suap yang menyangkut kepentingan umum, baik aktif maupun pasif, seperti diatur dalam UU No 11 Tahun 1980.

Daftar Referensi:[1] Suap, Korupsi, dan Imej Negara

http://hukum.kompasiana.com/2013/01/01/suap-korupsi-dan-image-negara-521535.htmlDiakses pada hari Senin, 22 Juli 2013

[2] Giri,Kebiasaan Memberikan Hadiah Masyarakat Jepang http://id.wikipedia.org/wiki/GiriDiakses pada hari Minggu, 21 Juli 2013

[3] Corruption and Government Scandal in Japan http://factsanddetails.com/japan.phpDiakses pada hari Minggu, 21 Juli 2013

[4] Memberantas Korupsi ala Jepang : Jigyou shiwake http://murniramli.wordpress.com/2010/05/23/memberantas-korupsi-ala-jepang-jigyou-shiwake/Diakses pada hari Minggu, 21 Juli 2013