Upload
adiy-utomo
View
21
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bakteri merupakan organisme terkecil bersel satu. jumlahnya banyak dibandingkan organisme lainnya...
Citation preview
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGUJIAN DAN PERSIAPAN STARTER
a. Pemeriksaan Kultur Acetobacter xvlinum
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap kultur murni A. xylinum meliputii
pewarnaan gram dan identifikasi bentuk bakteri. Hasil pemeriksaan
pewarnaan gram melalui mikroskop dengan pembesaran 40 kali menunjukkan
bahwa bakteri A. xylinum berwarna merah, mempunyai dinding sel yang rapat
seperti terlihat pada Gambar 8. sehingga dapat diketahui bahwa bakteri ini
tergolong bakteri gram negatif.
Gambar 8. Foto Hasil Pewarnaan Gram
--
Gambar 9. Bentuk Bakteri A. xylinum
Pad a Gambar 9. ditunjukkan bentuk bakteri A. xylinum yang dilihat
melalui mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Dari gam bar tersebut
terlihat bahwa bakteri tersebut berbentuk batang. Hal ini sesuai dengan
Fardiaz (1989) yang menyatakan bahwa bakteri A. xylinum termasuk dalam
kelompok bakteri basili.
b. Persiapan Starter
Starter nata atau inokulum adalah kultur mikroorganisme yang
diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada sa at berada pada fase
pertumbuhan eksponensial. Pada penelitian ini kultur mikroorganisme yaitu
Acetobacter xylinum diinokulasikan ke dalam air kelapa sebagai media
26
pertumbuhan. Air kelapa mengandung nutrisi yang kaya, relatif lengkap dan
sesuai untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum (Alaban, 1962). Analisa
proksimat air kelapa menurut Mashudi (1993) adalah seperti terlihat pada
Tabel6.
*Mashudi (1993)
Air kelapa yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri adalah
air kelapa segar yang belum mengalami penundaan cukup lama. Hal ini
dilakukan agar air kelapa terse but belum mengalami perubahan komposisi.
Karena menurut Thampan (1982), komposisi air kelapa terutama kandungan
gula mudah mengalami perubahan dan ditambahkan oleh Woodroof (1979),
komponen gula yang terkandung dalam air kelapa mudah merlgalami
fermentasi spontan. Menurut Mashudi (1993), penundaan air kelapa yang
digunakan untuk medium pertumbuhan nata de coco maksimal selama 9 hari
dan penundaan air kelapa lebih dari 9 hari sudah tidak menghasilkan nata.
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas bakteri A. xylinum. Bakteri ini
merupakan bakteri asam asetat (Acetobaete!,) yang menyukai sua sana asam
atau pH rendah. Pada penelitian ini, pH medium yang digunakan untuk starter
nata adalah 4,5., Hal ini sesuai dengan Widia (1984) yang menyatakan
27
bahwa kondisi optimum untuk menghasilkan nata adalah pada pH 4,5.
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam asetat glasial sebanyak
1 persen (v/v).
Penentuan pH ini merupakan faktor yang kritis untuk mencapai
efektifitas pertumbuhan. Pad a pH yang lebih tinggi dari 4,5 akan
menyebabkan tumbuhnya kontaminan yang mengganggu pertumbuhan dan
fermentasi yang dilakukan oleh bakteri A. xylinum. Sebaliknya kondisi pH
yang lebih rendah dari 4,5 akan menyebabkan suasana fermentasi yang
terlalu asam. Karena sebagian komponen gula akan terdekomposisi selama
fermentasi berlangsung. Hasil lebih lanjut dari dekomposisi gula tersebut
adalah terbentuknya senyawa-senyawa asam seperti asam asetat dan asam
laktat. Suasana yang terlalu asam akan mengurangi keaktifan bakteri A.
xylinum.
Nitrogen merupakan salah satu bahan yang dapat merangsang
pertumbuhan dan aktifitas bakteri A. xylinum (Alaban, 1962). Menurut
Williems dan Wimpeny (1978), peningkatan konsentrasi nitrogen dalam
substrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk. Sumber
nitrogen untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum dapat berasal dari sumber
nitrogen organik dan anorganik. Dalam penelitian ini digunakan sumber
nitrogen anorganik yaitu amonium sulfat ([NH.hSO.) sebanyak 0.25 persen
(b/v). Komposisi medium yang digunakan untuk pembuatan starter nata de
coco terlihat pada Tabel 7.
28
Tabel7. i Medium Starte Nata de coco
Jumlah amonium sulfat yang ditambahkan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap ketebalan dan rendemen nata yang dihasilkan (Mashudi,
1993). Dari hasil penelitian Mashudi (1993), amonium sulfat tidak selamanya
meningkatkan rendemen dan ketebalan nata. Pada konsentrasi 0,5 persen
diperoleh hasil yang tinggi, tetapi pada konsentrasi 1 persen sudah mulai
menurun. Karena itu pada penelitian ini digunakan amonium sulfat sebanyak
0,25 persen (b/v). Diduga dengan penambahan amonium sulfat sebanyak itu
sudah eukup untuk mengkatalisasi atau menstimulasi aktifitas bakteri A.
xylinum, karena menurut Woodroof (1979) dalam air kelapa terkandung
nitrogen sebanyak 0,05 persen. Penggunaan amonium sulfat yang
berlebihan akan menurunkan pH medium karena adanya ion SO/- yang
bersifat asam. Dengan menurunnya pH medium seeara drastis kondisi
fermentasi akan terlalu asam dan mengganggu aktifitas bakteri A. xylinum.
Alat yang digunakan untuk pembuatan starter berupa botol-botol
dengan diameter bawah 7 em, tinggi 28 em dan diameter mulut botol 2 em.
Diameter mulut botol yang kecil dimaksudkan agar kontaminan yang dapat
mengganggu pertumbuhan A. xylinum tidak mudah mas uk ke dalam botol.
Penggunaan penutup kertas pad a botol bertujuan untuk melindungi media
fermentasi dan menghindari gangguan kontaminan. Pemanasan botol-botol
29
dengan. suhu 1500 e dan dalam jangka waktu 3 jam akan membunuh
kontaminan yang dapat menggangu pertumbuhan bakteri A. xylinum.
Penambahan asam asetat glasial dilakukan sebelum larutan mendidih.
Karena diduga suhu pendidihan yaitu ± 1000e cukup mampu mengurai asam
asetat glasial menjadi komponen penyusunnya. Bila asam asetat glasial
tersebut terurai, maka fungsinya sebagai pencegah kontaminan dan pembuat
suasana asam dalam fermentasi tidak akan berhasil.
Pertukaran oksigen yang lancar akan menunjang pertumbuhan baketri
A. xylinum karena bakteri ini termasuk obligat aerobik (Fardiaz, 1989). Karena
itu penuangan medium fermentasi dilakukan dengan menyisakan ruang
kosong di bag ian atas botol.
Inokulasi kultur A. xylinum dilakukan secara aseptis untuk mencegah
kontaminan masuk ke dalam botol. Setelah cairan fermentasi diinkubasikan
pada suhu kamar (± 28°C) selama 7 hari, pada hari ke 3-4 mulai tumbuh
benang-benang halus kemudian menjadi lapisan nata berupa yang
transparan yang terbentuk di permukaan media. Lapisan ini kemudian
menebal dan menjadi berwarna putih. Setelah 7 hari medium fermentasi
dapat digunakan sebagai starter untuk memproduksi nata de coco secara
komersial.
c. Faktor-faktor Penting dalam Pembuatan Nata de coco
Menurut Widia (1984) pada kondisi yang sesuai lapisan nata terbentuk
secara perlahan-Iahan dan semakin menebal di permukaan media.
30
Pad a penelitian ini, lapisan nata mulai tampak pada hari ke 3-4 fermentasi
dan suhu inkubasi ± 28°C. Pemanenan nata dilakukan setelah 12-15 hari
(Soeseno, 1984). Pad a penelitian utama pemanenan dilakukan setelah 11
hari bertujuan untuk mengurangi waktu proses.
Selama fermentasi berlangsung media nata tidak boleh digerakkan atau
digoyang-goyang, karena goncangan media tersebut menyebabkan
pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk. Hal ini menyebabkan lapisan
nata menjadi tipis dan terpisah satu sama lain.
Pada penelitian ini, botol-botol yang digunakan sebagai tempat medium
fermentasi disimpan pad a rak-rak kayu yang diletakkan di dalam kamar
inkubasi (bersuhu 28°C). Botol-botol ini hanya diangkat sewaktu nata akan
dipanen sehingga terhindar dari goncangan.
Bakteri A. xylinum dapat tumbuh dan melakukan aktifitasnya dalam
keadaan aerobik dan anaerobik (Widia, 1984). Keadaan aerobik yaitu pada
saat belum terbentuknya lapisan nata di permukaan medium sedangkan
keadaan anaerobik terjadi pada saat terbentuk lapis an nata di permukaan
medium. Hal ini terjadi karena transfer oksigen ke dalam medium fermentasi
terhalang oleh lapisan nata yang terbentuk di permukaan. Keadaan menjadi
lebih anaerobik bila lapisan nata semakin menebal. Pad a penelitian ini
lapisan nata mulai terbentuk pada hari ke 3-4 inkubasi.
Aktifitas bakteri A. xylinum yang dilakukan pada keadaan aerobik
berbeda dengan keadaan anaerobik. Pad a saat keadaan aerobik yaitu pada
saat oksigen tersedia di atas permukaan medium dan terlarut di dalamnya,
31
bakteri A. xylinum menggunakan oksigen untuk melaksanakan metabolisme
oksidatif. Metabolisme yang dilakukan yaitu melakukan dekomposisi gula
menjadi asam asetat kemudian melalui lintasan asam trikarboksilat Energi
yang didapat digunakan untuk melaksanakan metabolisme zat dalam sel
tersebut, memperbanyak biomassa, atau disimpan dalam bentuk Adenosin Tri
Posfat (A TP). Metabolisme kemudian dilanjutkan dengan membentuk kembali
glukosa melalui lintasan glukoneogenesis. Metabolisme ini dapat terlihat pada
Gambar 3.
Pad a saat oksigen mulai habis, bakteri A. xylinum mulai menjalankan
aktifitas spesifiknya yaitu membentuk selulosa ekstraseluler secara perlahan
lahan. Selulosa ekstaseluler ini sebenarnya merupakan kapsul yang
diproduksi oleh A. xylinum secara berlebih dan digunakan untuk membuat
nata de coco (Fardiaz, 1989). Pada hari ke 3-4 inkubasi, lapisan nata mulai
terbentuk pad a permukaan media. Hal ini akan menyebabkan kondisi yang
lebih anaerobik pad a media fermentasi. Pada saat kondisi ini, aktifitas
spesifik bakteri semakin lancar yaitu membentuk nata yang makin lama makin
menebal.
8. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menguji pertumbuhan A. xylinum
pada media "skim" santan dengan pengenceran santan 1:5, 1:10, 1:25 dan 1:28.
Jumlah "skim" santan yang dihasilkan berbeda-beda untuk tiap pengenceran.
Pengenceran yang tinggi akan menghasilkan "skim" santan dalam jumlah yang
32
tinggi pula. Penentuan titik akhir pengenceran adalah berdasarkan penelitian
Sanches (1994) yang menyatakan bahwa 1 kilogram kelapa dapa! di!ambahkan
dengan 28 liter air (1 :28). Sedangkan pengenceran yang lebih tinggi tidak akan
menghasilkan nata karena jumlah nutrisi yang terdapat dalam "skim" santan
tidak mencukupi untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum.
Penambahan sukrosa merupakan salah satu laktor penting dalam
pembuatan nata de coco secara komersial. Tanpa adanya penambahan
sukrosa ke dalam medium fermentasi, lapisan nata tidak dapat terbentuk. Hal ini
karena jumlah total gula yang terdapat dalam "skim" santan maupun air kelapa
tidak mencukupi kebutuhan A. xylinum untuk menghasilkan nata.
Penambahan gula yang terlalu banyak kurang menguntungkan, karena
selain mengganggu aktilitas bakteri, juga terlalu banyak gula yang terbuang atau
diubah menjadi asam dan menyebabkan penurunan pH secara drastis (Herman,
1979).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pada penelitian pendahuluan
ini dicobakan penambahan gula sebanyak 2, 5 dan 7 persen (b/v) dari total
volume medium fermentasi. Penambahan gula sebanyak 2, 5 dan 7 persen ini
dilakukan pada masing-masing pengenceran "skim" santan yaitu 1:5, 1:10, 1:25
dan 1 :28. Data-data hasil penelitian pendahuluan terlihat pada Lampiran 3.
dan Lampiran 4.
Dari data hasil penelitian pendahuluan terlihat bahwa penambahan kadar
gula tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan nata de coco.
33
Analisa sidik ragam ketebalan nata de coco pada berbagai tingkat penambahan
gula terlihat pada Lampiran 5.
Dari penelitian pendahuluan juga terlihat bahwa bakteri A. xylinum dapat
tumbuh pad a semua tingkat konsebtrasi "skim" santan yang dicobakan. Hasil
penelitian pendahuluan ini digunakan untuk menentukan kisaran konsentrasi
"skim" santan dan sukrosa pad a tahap penelitian selanjutnya (penelitian utama).
c. PENELITIAN UTAMA
Sesuai dengan hasil yang telah diperoleh pada penelitian pendahuluan,
pada penelitian utama ini dilakukan penelitian dengan perlakuan penambahan
sukrosa (C) dengan konsentrasi 1 % (C,), 2%(C,) dan 3% (C3). Hal ini dilakukan
karena pad a penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa tingkat penambahan
kadar gula 2, 5 dan 7 persen (b/v) tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan
dan rendemen nata yang dihasilkan. Karenanya pada penelitian utama
digunakan konsentrasi yang lebih kecil untuk menghemat bahan baku.
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh pengenceran "skim" santan (8) maka
digunakan 5 taraf perlakuan yaitu 1:10 (81),1:15 (82),1:20 (83),1:25 (84) dan
1 :28 (85). Pada penelitian utama ini juga akan diamati pengaruh penambahan
air kelapa (A) sebagai suplemen untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum dengan 2
taraf perlakuan yaitu 0% (A 1) dan 5,8% (A2).
34
D. HASIL PENELITIAN UTAMA
1. Kadar Air
Hasil pengujian kadar air menunjukkan bahwa kadar air nata berkisar
antara 95.80 sampai 99.37 persen (Lampiran 6.). Hasil analisa sidik
ragamnya menunjukkan bahwa perbedaan perlakukan yang dicobakan tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar air nata yang dihasilkan.
Air yang terdapat pada nata de coco berasal dari medium fermentasi.
Air tersebut akan terperangkap dalam jaringan fibril serat-serat sukrosa yang
menyebabkan bentuk gel.
Dari Lampiran 6. terlihat bahwa kadar air terbesar dihasilkan oleh
perlakuan A2BsC2 yaitu pad a medium yang ditambahkan air kelapa,
pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 2 persen.
Sedangkan kadar air terkecil dihasilkan oleh perlakuan A,BsC2 yaitu pad a
medium tanpa penambahan air kelapa, pengenceran "skim" santan 1 :28 dan
konsentrasi sukrosa 2 persen. Hal ini terjadi karena pad a medium yang
ditembahkan air kelapa, kadar gulanya semakin tinggi. Menurut Mashudi
(1993), faktor yang ikut menentukan kadar air adalah jumlah gula, semakin
tinggi jumlah gula maka kadar air semakin tinggi. Ini disebabkan karena gula
yang ada memperlonggar jaringan serat nata yang terbentuk sehingga
banyak molekul air yang terperangkap di dalam jaringan tersebut.
35
2. Derajat Putih
Derajat putih nata diukur dengan menggunakan alat Whiteness meter.
Pad a alat ini derajat putih sampel dibandingkan dengan derajat putih standar
(BaS04) yang bernilai 100 persen. Pembacaan derajat putih pada alat ini
langsung pada skala yang terdapat pada alat.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa derajat putih nata berkisar antara
15.5 sampai 50.0 persen (Lampiran 7.). Sedangkan hasil analisa sidik ragam
tidak menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan yang dicobakan tidak
berpengaruh nyata terhadap derajat putih nata yang dihasilkan.
Menurut Widia (1984), penambahan "skim" santan menyebabkan
penurunan warna permukaan nata yaitu kecerahan warnanya semakin
berkurang. Dengan penambahan ini juga terjadi penurunan nilai derajat
putih. Selain itu nilai derajat putih juga dipengaruhi oleh penambahan
(NH4)zS04. Nilai tersebut akan semakin berkurang dengan pen am bah an
(NH4)zS04' Menurut Mashudi (1993) hal ini diduga karena ion-ion dari
hidrolisa (NH4)zS04 bereaksi dengan gula atau koponen lain pad a air kelapa
dan salah satu hasilnya memberikan warna yang lebih gelap.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai derajat putih terkecil
dihasilkanoleh perlakuan A2B5C2 dan nilai tertingginya dihasilkan oleh
perlakuan A 1 B3C3.
36
3. Kekerasan
Kekerasan nata diukur dengan menggunakan alat Penetrometer
"Instron·'. Hasil pengukuran berkisar antara 0.18 sampai 0.70 mm/g/detik
(Lampiran 8.). Terlihat bahwa nilai kekerasan terbesar dihasilkan oleh
perlakuan A2BsC3, sedangkan nilai kekerasan terkecil dihasilkan oleh
perlakuan A2B4C,. Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan
perlakuan yang dicobakan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan nata
yang dihasilkan.
Kandungan serat dalam struktur nata berpengaruh terhadap tingkat
kekerasan tektur nata. Semakin rapat susunan serat maka jumlah molekul air
yang mungkin terperangkap relatif berkurang sehingga nilai kekerasan
semakin tinggi.
Menurut Mashudi (1993), kandungan mineral yang terdapat di dalam
fhedium turut menentukan tingkat kekerasan. SedalTgkan dart hasi pelTelitian
Widia (1984), diketahui bahwa penambahan senyawa yang mengandung
nitrogen dapat menurunkan tingkat kekerasan nata. Hal ini diduga karena
terbentuknya ikatan antara komponen nitrogen dengan precursor polisakarida
yang ada menyebabkan struktur polimer yang lebih longgar dan lebih elastis.
4. Rendemen
Data hasil penelitian yang tercantum pad a Lampiran 9. menunjukkan
bahwa rendemen nata yang dihasilkan berkisar antara 11.33 sampai 56
~ersen, sedangkan nilai rata-rata keseluruhan adalah 40.84 persen.
37
Rendemen tertinggi diperoleh pad a medium tanpa penambahan air kelapa,
pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 3%. Sedangkan
rendemen terendah diperoleh pada medium dengan penambahan air kelapa,
pengenceran "skim" santan 1 :20 dan konsentrasi sukrosa 1 %.
Dari hasil analisa sidik ragam (a 0.01) diketahui bahwa perbedaan
konsentrasi sukrosa pada medium fermentasi berpengaruh sangat nyata
terhadap rendemen yang dihasilkan. Uji Wilayah 8erganda Duncan (a 0.05)
digunakan untuk menguji lanjut perbedaan ini. Dari hasil uji terse but terlihat
bahwa nilai rendemen tertinggi dihasilkan pada medium dengan konsentrasi
sukrosa 3%, diikuti oleh 2%, lalu 1%.
Perlakuan penambahan air kelapa juga berpengaruh sangat nyata (a
0.01) terhadap rendemen nata. Uji lanjutnya menunjukkan bahwa perlakuan
tanpa penambahan air kelapa mempunyai rata-rata rendemen yang lebih
tinggi dari perlakuan dengan penambahan air kelapa.
Bakteri A. xylinum melakukan aktifitas perombakan gula secara aerobik
selama fermentasi berlangsung. Proses dekomposisi ini menghasilkan energi
yang disimpan untuk melakukan metabolisme zat dalam sel tersebul. Salah
satu diantara proses metabolisme yang dilakukan bakteri A. xylinum adalah
membentuk polisakarida yaitu selulosa ekstraseluler. Diduga dengan
bertambahnya konsentrasi sukrosa maka energi yang dihasilkan lebih
banyak, sehingga akan menghasilkan lebih banyak selulosa atau nata.
Hal-hal yang mempengaruhi besarnya rendemen nata yang dihasilkan
adalah penambahan senyawa yang mengandung nitrogen (Mashudi, 1993).
38
Rendemen tertinggi diperoleh pad a medium tanpa penambahan air kelapa,
pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 3%. Sedangkan
rendemen terendah diperoleh pada medium dengan penambahan air kelapa,
pengenceran "skim" santan 1 :20 dan konsentrasi sukrosa 1 %.
Dari hasil analisa sidik ragam (ex 0.01) diketahui bahwa perbedaan
konsentrasi sukrosa pada medium fermentasi berpengaruh sangat nyata
terhadap rendemen yang dihasilkan. Uji Wilayah Berganda Duncan (ex 0.05)
digunakan untuk menguji lanjut perbedaan ini. Dari hasil uji tersebut terlihat
bahwa nilai rendemen tertinggi dihasilkan pada medium dengan konsentrasi
sukrosa 3%, diikuti oleh 2%, lalu 1%.
Perlakuan penambahan air kelapa juga berpengaruh sangat nyata (ex
0.01) terhadap rendemen nata. Uji lanjutnya menunjukkan bahwa perlakuan
tanpa penambahan air kelapa mempunyai rata-rata rendemen yang lebih
tinggi dari perlakuan dengan pen am bah an air kelapa.
Bakteri A. xylinum melakukan aktifitas perombakan gula secara aerobik
selama fermentasi berlangsung. Proses dekomposisi ini menghasilkan energi
yang disimpan untuk melakukan metabolisme zat dalam sel terse but. Salah
satu diantara proses metabolisme yang dilakukan bakteri A. xylinum adalah
membentuk polisakarida yaitu selulosa ekstraseluler. Diduga dengan
bertambahnya konsentrasi sukrosa maka energi yang dihasilkan lebih
banyak, sehingga akan menghasilkan lebih banyak selulosa atau nata.
Hal-hal yang mempengaruhi besamya rendemen nata yang dihasilkan
adalah penambahan senyawa yang mengandung nitrogen (Mashudi, 1993).
/
39
Dengan adanya nitrogen maka aktifitas bakteri A. xylinum menjadi lebih
sempurna, sehingga rendemen meningkat (Rosario, 1982). Penambahan
nitrogen juga akan meningkatkan jumlah biomassa. Faktor lain yang
mempengaruhi yaitu wadah medium fermentasi. Menurut Rosario (1982),
untuk efisiensi dan efektifitas hasil nata serta mempertinggi rendemen
sebaiknya digunakan wadah yang luas permukaannya relatif besar. Karena
kondisi yang demikian akan menyebabkan pertukaran oksigen dapat
berlangsung dengan baik (Rosario, 1982).
Gambar 13. dan 13b. menunjukkan grafik hubungan antara konsentrasi
sukrosa terhadap rendemen nata pad a berbagai pengenceran "skim" santan
tanpa dan dengan penambahan air kelapa. Dari kedua gambar tersebut
terlihat bahwa rendemen nata yang dihasilkan mengalami fluktuasi pada
berbagai tingkat pengenceran. Hal ini disebabkan karena air kelapa yang
digunakan sudah mengalami penurunan mutu akibat terfermentasi secara
spontan. "Skim" santan yang digunakan juga mengalami perubahan karena
antar perlakuan pengenceran yang dilakukan terdapat selang waktu tertentu.
Sehingga menyebabkan mutu "skim" santan yang digunakan tidak sama.
Rendernen (%) 60 c· .-~--.- ._- --
I 50 ~~~~~~~~~~-.~~
40-~~
30
20
10
o 1 2
Konsentrasi Sukrosa (%)
3
I. 1-: 1-0-1IIll-1U~1~:-~~ng.c1e;~~ S~t~~~: 2~5-.-'-1-:-2:l L ___ _
-~-------'
40
Gambar 10a. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap
60
50
40
30
20
10
o
Rendemen nata pada Berbagai Pengenceran "skim" Santan tanpa Penambahan Air Kelapa
1 2 3
Konsentrasi Sukrosa (0/0) _____ _ . Pengenceran Sanlan .--- i
.1:10 1IIIlIIl1:15 .1:20 §1:25 .1:28! L-___ -'----___ _ ____ ~ ___ . __ . __ ~~
Gambar 10b. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap Rendemen nata pad a Berbagai Pengenceran "skim" Santan dengan Penambahan Air Kelapa
41
5. Ketebalan
Ketebalan nata yang dihasilkan pad a penelitian ini berkisar antara 0.6
sampai 2.8 cm (Lampiran 10.), dengan rata-rata keseluruhan 2.04 cm.
Ketebalan 0.6 cm dihasilkan pad a perlakuan pengenceran "skim" santan
1 :20, konsentrasi sukrosa 1 % dengan penambahan air kelapa. Sedangkan
ketebalan tertinggi dihasilkan pada perlakuan tanpa penambahan air kelapa,
pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 3%.
Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi
sukrosa pada medium fermentasi berpengaruh sangat nyata (a 0.01)
terhadap ketebalan. Uji Wilayah Berganda Duncan (a 0.05) menunjukkan
bahwa ketebalan tertinggi dihasilkan pada penambahan sukrosa 3%, disusul
2%, lalu 1 %. Perlakuan lain yang menunjukkan perbedaan sang at nyata (a
0.01) adalah penambahan air kelapa. Perlakuan tanpa penambahan air
kelapa menghasilkan nata dengan ketebalan yag tinggi dibandingkan dengan
perlakuan dengan penambahan air kelapa.
Ketebalan nata berkorelasi positif dengan rendemen. Artinya apabila
rendemen nata tinggi, maka nata akan semakin tebal. Seperti halnya
rendemen, faktor-faktor yang mempengaruhi ketebalan adalah konsentrasi
sukrosa, sumber nitrogen dan luas permukaan fermentasi. Lama fermentasi
yang dilakukan juga berpengaruh pada ketebalan nata yang dihasilkan.
Ketebalan akan bertambah sampai medium habis terfermentasi.
Pad a pembuatan nata de coco, sebaiknya tinggi medium tidak terlalu
tinggi dan wadah fermentasi yang digunakan luas (Iebar) dan dangkal.
\
42
Karena menurut Mashudi (1993), hal ini akan berpengaruh terhadap
ketebalan nata yang dihasilkan. Semakin luas dan dangkal wadah fermentasi
maka nata yang terbentuk akan semakin tebal karena suplai oksigen pada
wadah yang demikian lebih banyak dibandingkan dengan wadah yang sempit
dan dalam.
Hubungan antara konsentrasi sukrosa terhadap ketebalan pada
berbagai pengenceran "skim" santan tanpa dan dengan penambahan air
kelapa terlihat pad a gambar 14a. dan 14b. Seperti halnya rendemen,
ketebalan nata yang dihasilkan juga berfluktuasi akibat mutu air kelapa dan
"skim" santan yang beragam.
Ketebalan (ern) 3
2.5
1.5
1
0.5
a 1 2 3
Konsentrasi Sukrosa (0/0) Pengenceran Santan -.-----")
DJIIIll-':15 _1:20 ~':25 "'1:28
Gambar 11a. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap Ketebalan nata pada Berbagai Pengenceran "skim" Santan tanpa Penambahan Air Kelapa
3
2.5
1.5
1
0.5
o
43
Ketebalan (ern)
1 2 3
Konsentrasi Sukrosa (0/0 ) I' -----=.---.----:=-"""C".~~-------: I Pengenceran Sanlan I 1_1:10 !IIIIIID1:1S _1:20 ~1:2S _1:28 L __________ .. ___ . ___ _ ___ ---"
Gambar 11 b. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap Ketebalan nata pad a Berbagai Pengenceran "skim" Santan dengan Penambahan Air Kelapa
6. Kadar Serat Makanan (Dietary fiber)
Hasil penentuan kadar dietary fiber yang terlihat pad a Lampiran 11.
menunjukkan bahwa kadar dietary fiber nata berkisar antara 50.385 - 77.66
persen (berat kering) dengan rata-rata keseluruhan 69.54 persen Kadar
dietary fiber terendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa penambahan air
kelapa, pengenceran sanlan 1 :28 dan konsenlrasi sukrosa 2 persen.
Sedangkan kadar dietary fiber tertinggi dihasilkan oleh perlakuan dengan
penambahan air kelapa, pengenceran santan 1 :20 dan konsentrasi sukrosa 2
persen.
Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan pengenceran
santan dan interaksi antara pengenceran santan dengan konsentrasi sukrosa
berbeda nyata (a 0.05). Dari uji wilayah berganda Duncan terlihat bahwa
44
pengenceran yang menghasilkan nata dengan kadar dietary fiber tertinggi
sampai terendah berturut-turut adalah 1:25, 1:10, 1:20, 1:15 dan 1:28.
Gambar 15a. dan 15b. menunjukkan hubungan antara konsentrasi sukrosa
terhadap kadar dietary fiber pada beberapa pengenceran "skim" santan
dengan kondisi tanpa dan dengan penambahan air kelapa.
Dietary fiber adalah kelompok polisakarida yang tidak tercema oleh
sistem pencernaan manusia, contohnya adalah pektin dan vegetable gum.
Jika polisakarida ini terdapat dalam jumlah yang terlalu banyak maka akan
menyebabkan diare karena banyak mengandung molekul air. Beberapa jenis
polisakarida ini dapat didekomposisi oleh mikroflora usus menjadi bagian
bag ian dengan jumlah molekul lebih kecil. Tetapi secara umum jenis
polisakarida (serat makanan) ini tidak dapat dimetabolisme oleh sistem
percernaan manusia (Fennema, 1985).
Nata de coco tersusun oleh alas selulosa yang terbenluk oleh bakteri A.
xylinum. Selulosa merupakan salah satu polisakarida yang termasuk ke
dalam kelompok dietary fiber.
Dietary Fiber (0/0) 80 ,----~ ~-------~ --- ~--~~---
60
40
20
o 1 2
Konsentrasi Sukrosa ("Yo)
3
I ~---- Pengenceran Santan '
~ 1"10 1ITlIIl1"15 .1"20 § 1"25 .1"28-1
45
Gambar 12a, Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap ~ kadar dietary fiber nata pad a Berbagai Pengenceran "skim" Santan tanpa Penambahan Air Kelapa
Dietary Fiber (%) 100 -----
80
60
40
20
o 1 2 3
, ___ . __ --_"-,K",o-::n"sentrasi Sukrosa (%) ____ "
Pengenceran Santan I
1.1:10 1
1IIIIIIl1:15 .1:20 §31:25 .1 :28 ~
Gambar 12b, Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap kadar dietary fiber nata pada Berbagai Pengenceran "skim" Santan dengan Penambahan Air kelapa
46
Penentuan kadar dietary fiber pada penelitian ini bertujuan untuk
menentukan kadar selulosa pada nata. Sistem pencernaan manusia tidak
mempunyai enzim selulase sehingga selulosa yang terdapat dalam makanan
tidak dapat termetabolisme di dalam usus. Tetapi selulosa (termasuk juga
jenis polisakarida lain yang termasuk kelompok dietary fiber) mempunyai
kegunaan tertentu yaitu sebagai penahan pergerakan makanan di dalam
usus. Dengan tertahannya makanan di dalam usus, maka jumlah nutrisi/zat
zat gizi yang terkandung di dalam makan dapat terse rap lebih banyak oleh
jonjot-jonjot usus (Grosch, 1987)
7. Analisa Organoleptik
Analisa organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik atau uji
kesukaan terhadap warna, rasa dan kekerasan nata. Skala hedonik yang
digunakan adalah 1-20 hari dan jumlah panelis yang dilibatkan adalah 20
orang.
Hasil pengujian secara statistik terhadap warna menunjukkan hasil
bahwa perbedaan perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (a. 0.01)
terhadap warna yang disukai panelis. Uji lanjutnya menunjukkan bahwa
perlakuan dengan penambahan air kelapa, pengenceran "skim" santan 1 :20
dan konsentrasi sukrosa 1 % menghasilkan nata yang paling tidak disukai
warnanya, sedangkan warna yang paling disukai diperoleh dari perlakuan
tanpa penambahan air kelapa, pengenceran "skim" 1 :28 dan konsentrasi
sukrosa 3%.
47
Pengujian statistik terhadap rasa menunjukkan hasil bahwa perbedaan
perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (a 0.01) terhadap rasa yang
disukai panel is. Uji lanjutnya menunjukkan bahwa perlakuan dengan
penambahan air kelapa, pengenceran "skim" santan 1 :28 dan kosentrasi
sukrosa 3% menghasilkan nata yang paling tidak disukai rasanya.
Sedangkan rasa nata yang paling disukai diperoleh dari perlakuan dengan
penambahan air kelapa, pengenceran "skim milk' santan 1 :28 dan
konsentrasi sukrosa 2%.
Hasil pengujian terhadap kekerasan nata menunjukka hasil bahwa
perbedaan perlakuan memberikan pengaruh sang at nyata (a 0.01) terhadap
kekerasan nata yang disukai panelis. Sedangkan kekerasan nata yang paling
tidak disukai diperoleh dari perlakuan dengan penambahan air kelapa,
pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 3%. Kekerasan
nata yang paling disukai oleh panelis diperoleh dari perlakuan dengan
penambahan air kelapa, pengenceran "skim" santan 1 :28 dan kosentrasi
sukrosa 2%.
Kekerasan atau kekenyalan nata disebabkan oleh jaringan sera!
selulosa yang cukup kokoh dan rapat. Pad a produksi nata secara komersial,
kekerasan nata dapat dikurangi dengan merebusnya pada larutan gula
dengan konsentrasi yang tinggi. Gula yang terdapat dalam larutan perebusan
akan masuk ke dalam rongga jaringan selulosa sehingga serat-serat tersebut
dapat mengembang dan memanjang. Hal ini menyebabkan nata mudah
digigit dan cenderung lebih disukai konsumen.
48
Konsumen cenderung menyukai warna nata yang lebih transparan atau
derajat putih yang rendah. Hal ini karena penampakannya lebih bag us. Dari
hasil pengujian terlihat bahwa pengenceran "skim" santan yang tinggi (1 :28)
menghasilkan nata yang cenderung lebih disukai konsumen dibandingkan
dengan nata yang dihasilkan oleh pengenceran yang rendah (1 :25). Hal ini
karena pada pengenceran yang lebih tinggi jumlah "skim" santan yang
terkandung semakin sedikit. Menurut Widia (1984), penambahan "skim"
santan berpengaruh terhadap warna nata yang dihasilkan. Semakin banyak
"skim" santan yang terkandung di dalam media, maka semakin berkurang nilai
kekerasan warna dan derajat putih nata, dan nata yang demikian cenderung
lebih disukai konsumen.
E. ANALISA BIAYA
Analisa biaya yang dilakukan berdasarkan neraca massa yang terdapat
pada Lampiran 15. Neraca massa dihitung pada perlakuan dengan rendemen
tertinggi. Biaya produksi meliputi biaya bahan baku, bahan pembantu, kemasan
dan label, serta biaya tenaga kerja, bah an bakar dan transportasi. Analisa biaya
dihitung untuk tiap kemasan gelas plastik nata de coco.
1. Bahan Baku dan Bahan Pembantu :
a. "Skim santan (0.12 liter)
Rp 85.7,001 liter Rp 10.3,00
b. Asam asetat glasial (1 % = 1.2 ml)
Rp 3.5,001 ml Rp 4.2,00
c. Amonium sulfa! (0.25% = 0.3 gr)
Rp 4000,001 kg Rp 1.2,00
d. Kalsium fosfat (0.25% = 0.3 gr)
Rp 6000,001 kg Rp 1.8,00
3.6 gr) e. Sukrosa untuk medium (3% =
Rp 1.5/ gr Rp 5.4,00
f. Sukrosa untuk sirup (15 % = 30 gr)
Rp 1.5/ gr Rp 45,00
g. Flavour untuk sirup Rp 2,00
h. Asam sitrat untuk sirup
2. Biaya Kemasan dan label:
3. Biaya tenaga kerja, transportasi dan bahan bakar
Total biaya produksi
Harga Jual Nata de coco
Rp 1,00 ---+
Rp 70.9,00
Rp 55,00
Rp 113.5,00
Rp 225,00
Rp 500,00
49