Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    1/207

    Seminar Optima Preparation

    Batch Mei 2015

    Part II

    No. 101-200

    Office Address:

    Jl Padang no 5, Manggarai, Setiabudi, JakartaSelatan(Belakang Pasaraya Manggarai)Phone Number : 021 8317064

    Pin BB 2A8E2925WA 081380385694

    Medan :Jl. Setiabudi No. 65 G, MedanPhone Number : 061 8229229Pin BB : 24BF7CD2

    www.optimaprep.com 

    dr. Widya, dr. Eno, dr. Yolina

    dr. Cemara, dr. Yusuf

    dr. Reza

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    2/207

    ILMU KESEHATAN ANAK

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    3/207

       N   O

       P   N   E   U   M   O   N   I   A• No

    tachypnea,no chestindrawing

       P   N   E   U   M   O   N   I   A • Di

    sampingbatukataukesulitan

    bernapas,hanyaterdapatnapascepatsaja.

       S   E   V   E   R   E

       P   N   E   U   M   O   N   I   A•Batuk dan/atau dyspnea

    ditambah min salah satu:

    •Kepala terangguk-angguk

    •Pernapasan cupinghidung

    •Tarikan dinding dada

    bagian bawah ke dalam•Foto dada menunjukkan

    infiltrat luas, konsolidasi

    •Selain itu bisa didapatkanpula tanda berikut ini:

    •takipnea

    •Suara merintih (grunting)

    pada bayi muda•Pada auskultasi

    terdengar: crackles(ronkii), Suarapernapasan menurun,suara napas bronkial

       V   E   R   Y   S   E   V   E   R   E

       P   N   E   U   M   O   N   I   A• Dalam keadaan

    yang sangat beratdapat dijumpai:

    • Tidak dapatmenyusu atau

    minum/makan,ataumemuntahkansemuanya

    • Kejang, letargisatau tidak

    sadar• Sianosis

    • Distrespernapasanberat

    101. Diagnosis Pneumonia (WHO)

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    4/207

       N   O   P

       N   E   U   M   O   N   I   A  

    • Donotadministeranantibiotic

       P   N   E   U   M   O   N   I   A • rawat jalan

    • Kotrimoksasol(4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kalisehari selama3 hari atauAmoksisilin(25 mg/kgBB/kali) 2 kalisehari selama3 hari.

       S   E   V   E   R   E  -   V

       E   R   Y   S   E   V   E   R   E   P   N   E   U   M   O   N   I   A• ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau

    IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yangbaik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hariberikutnya.

    • Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapatmenyusu atau minum/makan, atau memuntahkansemuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,sianosis, distres pernapasan berat) makaditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IMatau IV setiap 8 jam).

    • Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasiampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).

    • Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateternasofaringeal.

    Tatalaksana Pneumonia

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    5/207

     

    Mild  Severe 

    stopped 

    Bleeding 

    intervention 

    continues 

    prolonged delayed

    Platelet disorder   Coagulation disorderKuliah Hemostasis FKUI.

    102.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    6/207

    Spontaneous bleeding (without injury) 

    superficial, multiple  deep, solitary 

     petechiae,

     purpura,

    ecchymoses

    hematoma,

    hemarthrosis 

    platelet disorder coagulation disorder 

    Kuliah Hemostasis FKUI.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    7/207

    Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders 

    Kuliah Hemostasis FKUI.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    8/207

    Bleeding Disorder

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    9/207

    103. Hipotiroid kongenital pada Anak

    • Hipotiroid kongenital (kretinisme)ditandai produksi hormon tiroid yanginadekuat pada neonatus

    • Penyebab: – Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur

    metabolisme hormon tiroid

     – Inborn error of metabolism

    • Merupakan salah satu penyebabretardasi mental yang dapat dicegah.Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan,akan terjadi penurunan IQ bermakna.

    • Tata laksana tergantung penyebab.Sebaiknya diagnosis etiologi

    ditegakkan sebelum usia 2 minggudan normalisasi hormon tiroid(levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

    • infants with severe hypothyroidism oftenhave a unique appearance, including:

     – Dull look

     – Puffy face

     – Thick tongue that sticks out

    • This appearance usually develops as thedisease gets worse. The child may alsohave:

     – Choking episodes

     – Constipation

     – Dry, brittle hair

     – Jaundice

     – Lack of muscle tone (floppy infant)

     –

    Low hairline – Poor feeding

     – Short height (failure to thrive)

     – Sleepiness

     – Sluggishness

    Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    10/207

    Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

    Grüters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism

    Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    11/207

    104. Benda asing di saluran jalan

    napas

    • 3% in the larynx

    • 13% in the trachea

    • 52% in the right main bronchus

    •6% in the right lower lobe bronchus

    • fewer than 1% in the right middle lobe bronchus

    • 18% in the left main bronchus

    • 5% in the left lower lobe bronchus; 2% were

    bilateral.• In a child in a supine position, material is more

    likely to enter the right main bronchus.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    12/207

    Bronchial ariway obstruction

    • 80-90% of airway foreign bodies

    • Right main stem most common(controversial)

    • Additional history/physical: – Diagnostic triad (

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    13/207

    105. Fluorosis Gigi 

    • Penggunaan fluor dalam waktu yang lamaselama pembentukan enamel mengakibatkanperubahan-perubahan klinik yang dimana dari

    timbulnya garis putih yang kecil pada enamelsampai dengan yang parah yaitu enamelmenjadi putih seperti kapur dan opak danmungkin sebagian patah, segera sesudah gigi

    erupsi.

    • Risiko pada anak

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    14/207

    Fluorosis Gigi

    • The proper amount of fluoride helps prevent

    and control dental caries.

    • Severe forms of this condition can occur only

    when young children ingest excess fluoride,

    from any source, during critical periods of

    tooth development.

    • The severity of the condition depends on the

    dose, duration, and timing of fluoride intake.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    15/207

    106. LeukemiaCLL CML ALL AM L

    The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they

    should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets.

    This makes it hard for normal blood cells to do their work.

    Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in

    children

    Adults &

    children

    Symptoms &

    Signs

    Grow slowly may

    asymptomatic, the disease is

    found during a routine test.

    Grow quickly feel sick & go to

    their doctor.

    Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,

    bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,

    bone pain.

    Lab Mature

    lymphocyte

    Mature

    granulocyte

    Lymphoblast

    >20%

    Myeloblast

    >20%

    Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    16/207

    Leukemia

    • Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada

    anak-anak adalah Acute Lymphoblastic

    Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous

    Leukemia (AML)

    • ALL merupakan keganasan yg paling sering

    ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus

    keganasan pediatrik)

    • Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    17/207

    Clinical Manifestation

    • More common in AML – Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded

    microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA, dyspnea,hypoxia

     – DIC (promyelocitic subtype)

     – Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype)

     – Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.

    • More common in ALL – Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also seen in

     –

    monocytic AML) – CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting,

    headache, anterior mediastinal mass (T-cell ALL)

     – Tumor lysis syndrome

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    18/207

    Leukemia Limfoblastik Akut

    • Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan padamasa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan padaanak.

    • Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun

    Manifestasi klinis – Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat),

    neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan)

     – Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeritulang, dan pembesaran hati serta limpa

     –

    Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum• Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi

    sumsum tulang untuk memastikan diagnosis

    • Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    19/207

    ALL AML

    epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling

    sering ditemui pada anak-anak (1/4

    total kasus keganasan pediatrik)

    Puncak insidens usia 2-5 tahun

    15% dari leukemia pada pediatri, juga

    ditemukan pada dewasa

    etiologi Penyebab tidak diketahui Cause unknown. Risk factors: benzene

    exposure, radiation exposure, prior

    treatment with alkylating agents

    Gejala dan

    tanda

    Gejala dan tanda sesuai dengan

    infiltrasi sumsum tulang dan/atau

    gejala ekstrameduler: konjungtiva

    pucat, petekie dan memar akibat

    trombositopenia; limfadenopati,

    hepatosplenomegali.Terkadang ada

    keterlibatan SSP (papil edem, canial

    nerve palsy); unilateral painless

    testicular enlargement.

    Pucat, mudah lelah, memar, peteki,

    epistaksis, demam, hiperplasia gingiva,

    chloroma, hepatosplenomegali

    Lab Anemia, Trombositopenia,

    Leukopeni/Hiperleukositosis/normal,

    Dominasi Limfosit, Sel Blas (+)

    Trombositopenia,

    leukopenia/leukositosis, primitif

    granulocyte/monocyte, auer rods (hin,

    needle-shaped, eosinophilic cytoplasmic

    inclusions)

    Terapi kemoterapi kemoterapi

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    20/207

    107. Kelainan Pembekuan Darah

    http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    21/207

     

    Mild  Severe 

    stopped 

    Bleeding 

    intervention 

    continues 

    prolonged delayed

    Platelet disorder   Coagulation disorderKuliah Hemostasis FKUI.

    107.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    22/207

    Spontaneous bleeding (without injury) 

    superficial, multiple  deep, solitary 

     petechiae,

     purpura,

    ecchymoses

    hematoma,

    hemarthrosis 

    platelet disorder coagulation disorder 

    Kuliah Hemostasis FKUI.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    23/207

    Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders 

    Kuliah Hemostasis FKUI.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    24/207

    Bleeding Disorder

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    25/207

    108. KONTRAINDIKASI IMUNISASIBerlaku umum untuk semua vaksin

    Indikasi Kontra BUKAN Indikasi Kontra

    • Reaksi anafilaksis terhadap

    vaksin (indikasi kontra

    pemberian vaksin tersebut

    berikutnya)

    • Reaksi anafilaksis terhadapkonstituen vaksin

    • Sakit sedang atau berat, dengan

    atau tanpa demam

    • Reaksi lokal ringan-sedang (sakit, kemerahan,

    bengkak) sesudah suntikan vaksin

    • Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi

    sebelumnya

    • Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam ringan• Sedang mendapat terapi antibiotik

    • Masa konvalesen suatu penyakit

    • Prematuritas

    • Terpajan terhadap suatu penyakit menular

    • Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga

    • Kehamilan Ibu

    • Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi

    • NB: Batuk pilek ringan tanpa demam boleh

    diimunisasi, kecuali bila bayi sangat rewel, imunisasi

    dapat ditunda 1 - 2 minggu kemudian.

    Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi – IDAI. 2008

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    26/207

    109. Intususepsi/ Invaginasi

    • Intussusception can occuressentially anywhere,although in children there is astrong predilection for theileocolic region. –

    ileocolic - most common (75-95%), presumably due to theabundance of lymphoid tissuerelated to the terminal ileumand the anatomy of theileocaecal region

     – ileoileocolic - second most

    common – ileoileal and colocolic – 

    uncommon

    • classic triad: intermittentabdominal pain, vomiting andright upper quadrant mass,plus occult or gross blood onrectal examination

    The hallmark physical findingsin intussusception are a righthypochondrium sausage-shaped mass and emptiness inthe right lower quadrant(Dance sign).

    • This mass is hard to detect andis best palpated betweenspasms of colic, when theinfant is quiet.

    http://radiopaedia.org/articles/intussusception

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    27/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    28/207

    110. Newborn Baby

    • Neonatus Kurang Bulan (Pre-term infant) : Usia gestasi < 37minggu

    • Neonatus Lebih Bulan (Post-term infant) : Usia gestasi > 42

    minggu

    •Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : Usia gestasi 37 s/d 42

    • Small for Gestational Age (SGA, Kecil Masa Kehamilan) : Berat

    lahir dibawah 2SD / persentil 10th dari populasi usia gestasi yang

    sama

    • Large for Gestational Age (LGA, Besar Masa Kehamilan) : Berat

    lahir diatas persentil 90 untuk populasi usia gestasi yang sama

    • Appropriate for Gestational Age (Sesuai Masa Kehamilan) :

    Diantaranya

    The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson Textbook of

    Pediatrics 17th ed

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    29/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    30/207

    111. Limfadenitis TB

    • Pembesaran kelenjar limfe di daerah leher, aksila,atau inguinal dapat menjadi tanda adanya TBanak

    • Umumnya pembesaran kelenjar bersifat multipel,

    tidak nyeri, tidak panas, perabaan kenyal, padaawalnya warna sama dengan sekitarnya lamakelamaan berubah menjadi livide (merahkebiruan)

    • Pembesaran kelenjar ini harus dibedakan denganlimfadenitis akibat bakteri, umumnya bersifatsoliter, nyeri, warna lebih merah.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    31/207

    Limfadenitis TB

    • Gambaran PA TBkelenjar:

    • Inflamasi granulomatosakronik spesifik dengannekrosis perkejuan/

    kaseosa.• Karakteristik morfologik:

    granuloma tuberkel:giant multinucleatedcells (Langhans cells),

    dikelilingi denganagregasi sel-sel epiteloid,Limfosit sel T, danbeberapa fibroblas.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    32/207

    Terapi

    • Anak dengan TB paru atau limfadenitis TB

    dapat diberikan regimen 2RHZ/4RH

     – Kecuali pada anak yang tinggal di daerah dengan

    prevalensi HIV yang tinggi atau resistensi isoniazidyang tinggi, atau anak dengan TB paru yang

    ekstensif→ diberikan 2RHZE/4RH

    WHO. Rapid advice treatment of tuberculosis in children.http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241500449_eng.pdf

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    33/207

    112. Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis

    pada neonatusPenyakit Keterangan

    Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak

    terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah

    O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah

    anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak

    pertama. Pemeriksaan: Coomb’s Test

    Inkompatibilitas Rh Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh – berarti

    tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya

    antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak

    terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada

    anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg

    berhasil melewati plasenta belum banyak.

    Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +

    antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan

    anemia hemolisis. Pemeriksaan: Coomb’s Test

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    34/207

    Inkompatibilitas ABO vs Inkompatibilitas Rh

    Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas Rh

    Terjadi pada ibu dengan golongandarah O terhadap janin dengan

    golongan darah A, B, atau AB

    Ketika ibu Rh (-) hamil danmemiliki janin dengan Rh (+),

    terekspos selama perjalanan

    kehamilan melalui kejadian aborsi,

    trauma, prosedure obstetrik

    invasif, atau kelahiran normal

    Biasanya timbul sejak anak

    pertama

    Terjadi pada anak kedua dengan

    Rh +

    Gejala yang timbul adalah ikterik,

    anemia ringan, dan peningkatan

    bilirubin serum, kadang

    kernikterus

    Gejala yang timbul mulai dari

    anemia, hiperbilirubinemia,

    hingga kernikterus, hidrop fetalis,

    kematian in utero

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    35/207

    Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas Rh

    Inkompatibilitas ABO jarang

    sekali menimbulkan hidrops

    fetalis dan biasanya tidakseparah inkompatibilitas Rh

    Gejala biasanya lebih parah jika

    dibandingkan dengan

    inkompatibilotas ABO, bahkanhingga hidrops fetalis

    Risiko dan derajat keparahan

    tidak meningkat di anak

    selanjutnya

    Risiko dan derajat keparahan

    meningkat seiring dengan

    kehamilan janin Rh (+) berikutnya,kehamilan kedua menghasilkan bayi

    dengan anemia ringan, sedangkan

    kehamilan ketiga dan selanjutnya

    bisa meninggal in uteroapusan darah tepi memberikan

    gambaran banyak spherocyte

    dan sedikit erythroblasts

    pada inkompatibilitas Rh banyak

    ditemukan eritoblas dan sedikit

    spherocyte

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    36/207

    113. Risk Factor of UTI

    • In girls, UTIs often occur at the onset oftoilet training. The child is trying to retainurine to stay dry, yet the bladder mayhave uninhibited contractions forcingurine out. The result may be high-pressure, turbulent urine flow orincomplete bladder emptying, both ofwhich increase the likelihood ofbacteriuria.

    • Constipation can increase the risk of UTIbecause it may cause voiding dysfunction

    • Babies who soil to diaper can alsosometimes get small particles of stool

    into their urethra• Tindakan pencegahan: tidak menahan

    kencing, memapaki lampin sekali pakai,menjaga higien periuretra dan perineum

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    37/207

    114. Acetaminophen Toxicity

    • Acute overdose is usuallyconsidered to be a singleingestion

    •  (therapeutic range in blood 10-30µg/ml)

    • Generally, 7.5 gm in an adult or150 mg/kg in a child are thelowest threshold capable oftoxicity

    • NAPQI (N-acetyl-p-benzoquinoneimine)-derived toxicity –

    Liver – begins in zone 3(centrilobular) – Renal – Acute Tubular Necrosis

    • Multiorgan failure – Heart, kidney

    • Phase 1 – 0-24 hours – Nausea, vomiting

    • Phase 2 – 24-72 hours – RUQ pain, elevated liver

    enzymes, prolonged PT• Phase 3 – 72-96 hours

     – Hepatic necrosis,encephalopathy,coagulopathy, ATN

    • Phase 4 – 4 days- 2 weeks – If damage is not

    irreversible, completeresolution of hepaticdysfunction will occur

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    38/207

    Lab Values

    Measure Indicative of Toxicity

    Serum Creatinine (SrCr) Elevated over 3.4 mg/dL

    Creatinine Clearance (CrCl) Lowered

    International Normalized Ratio

    (INR)

    Elevated

    Prothrombin Time (PT) Elevated over 100 seconds

    Aspartate Aminotransferase (AST) Elevated

    Alanine Transaminase (ALT) Elevated

    Billirubin Elevated over 18 mg/dL

    O'Malley, Gerald F. "Acetaminophen Poisoning: Poisoning: Merck Manual Professional." Merck & Co., Inc. Merck & Co. Web. 08 Oct. 2010.

    http://www.merck.com/mmpe/sec21/ch326/ch326c.html >.

    Schaefer, Jeffrey P. "Acetaminophen Intoxication." Dr. Jeffrey P Schaefer, 14 Oct. 2007. Web. 10 Oct. 2010..

    http://www.merck.com/mmpe/sec21/ch326/ch326c.htmlhttp://www.merck.com/mmpe/sec21/ch326/ch326c.html

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    39/207

    GI Decontamination

    • Very rapid GIabsorption

    • Activated Charcoal(AC)

     – Very earlypresentation

     – Don’t give AC tounconscious patient

     – Effective ifadministered in 1 hour

     – Co-ingestants

     – Adsorbs to NAC

    • N-Acetylcysteine therapy – Prevents toxicity by limiting

    NAPQI formation

     – Increases capacity to detoxifyformed NAPQI

     – Treatment instituted within 6 to

    8 hours after an acute ingestion – Late NAC therapy

    • Decreased hepatotoxicity whentreatment begins 16-24 hourspost ingestion

     – If IV NAC begun after onset of

    fulminant hepatic failuredecreased need forvasopressors, and decreasedincidence of cerebral edemaand death

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    40/207

    115. Food Poisoning

    Staphylococcus aureus

    • Gram positive cocci that occurs insingles, pairs, short chains, tetradsand irregular grape like clusters.

    • Food is usually contaminated frominfected food handler.

    • The food handler with an activelesion or carriage can contaminatefood.

    • Custard and cream filled bakeryfood, ham, chicken, meat, milk,fish, salads, puddings, pie

    • The bacteria produce enterotoxin

    while multiplying in food.• Clinical features:

    • The onset is sudden and ischaracterized by vomiting anddiarrhea but no fever.

    • The illness lasts less than 12 hours.

    Clostridium Botulinum

    • It is a gram positive anaerobicspore bearing bacilli

    • Incriminated food: Most cases ofbotulism are associated withhome canned or bottled meat,

    vegetables and fish.• Incubation period: 12-36 hours

    • Clinical features: Commonfeatures include vomiting, thirst,dryness of mouth, constipation,

    ocular paresis (blurred-vision),difficulty in speaking, breathingand swallowing. Coma or deliriummay occur in some cases. Deathmay occur due to respiratoryparalysis within 7 days.

     

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    41/207

    Clostridium Perfringens

    • It is a gram positive anaerobic spore bearing bacilli• Incriminated food: food-borne outbreaks of C.perfringens involve

    meat products that are eaten 1- 2 days after preparation.

    • Fish pastes and cold chicken too have been incriminated.

    • Meats that have been cooked, allowed to cool slowly, and then held

    for some time before eating are commonly incriminated.• Pathogenesis: Spores in food may survive cooking and then

    germinate when they are improperly stored.

    • When these vegetative cells form endospores in the intestine, theyrelease enterotoxins.

    •Incubation period: 8-24 hours

    • Clinical features: Illness is characterized by acute abdominal pain,diarrhea, and vomiting. Illness is self- limiting and patient recoversin 18-24 hours. 

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    42/207

    Bacillus Cereus

    • Gram positive aerobic sporebearing bacilli.

    • Incriminated food: Commonlyassociated with rice andvegetables

    • Pathogenesis: During the slow

    cooling, spores germinate andvegetative bacteria multiply, thenthey sporulate again.

    • The toxin is heat-stable, and caneasily withstand the brief hightemperatures used to cook fried

    rice.• Long-incubation food poisoning is

    frequently associated with meator vegetable-containing foodsafter cooking.

    • Clinical features:• The ‘emetic-type’ or the short

    incubation type has an incubationperiod of 1 to 6 hours.

    • The short-incubation form is mostoften associated with fried rice

    that has been cooked and thenheld at warm temperatures forseveral hours.

    • Within 16 hours of eatingcontaminated fried rice, patientssuffer a bout of nausea, vomiting

    and abdominal cramps thatgenerally lasts for less than a day.

    • The second type is manifestedprimarily by abdominal crampsand diarrhea with an incubationperiod of 8 to 16 hours.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    43/207

    116. Penanganan Diare

    • Rehidrasi: dapat diberikan oral/parenteral tergantungstatus dehidrasinya – Tanpa dehidrasi TERAPI A

    • 5 cc/kg ORS setiap habis muntah

    • 10cc/kg ORS setiap habis mencret

     – Dehidrasi ringan sedang TERAPI B• 75 cc/kg ORS dalam 3 jam

    • Bila per oral tidak memungkinkan, dapat diberikan parenteraltergantung kebutuhan maintenance cairan + defisit cairan

     – Dehidrasi berat (parenteral) TERAPI C

    Golongan Umur

    Pemberian Pertama

    30 ml/kgbb selama :

    Pemberian Berikut

    70 ml/kgbb selama :

    Bayi ( < umur 12 bulan ) 1 jam 5 jam

    Anak ( 12 bln – 5 tahun ) 30 menit 2.5 jam

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    44/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    45/207

    117. Bronchiolitis:

    Management

    Mild disease

    • Symptomatic therapy

    Moderate to Severe diseases

    • Life Support Treatment : O2, IVFD• Etiological Treatment

     – Anti viral therapy (rare)

     – Antibiotic (if etiology bacteria)

    • Symptomatic Therapy – Bronchodilator: controversial

     – Corticosteroid: controversial (not effective)

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    46/207

    Tatalaksana Bronkiolitis

    • Walaupun pemakaian nebulisasidengan beta2 agonis sampai saatini masih kontroversi, tetapimasih bisa dianjurkan denganalasan: – Pada bronkiolitis selain terdapat

    proses inflamasi akibat infeksi virus juga ada bronkospasme dibagianperifer saluran napas (bronkioli)

     – Beta agonis dapat meningkatkanmukosilier

     – Sering tidak mudah membedakanantara bronkiolitis denganserangan pertama asma

     – Efek samping nebulasi beta agonisyang minimal dibandingkanepinefrin.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    47/207

    118. Urine Specimen

    • A midstream, clean-catch specimen may be obtained

    from children who have urinary control.

    • In the infant or child unable to void on request, the

    specimen for culture should be obtained by suprapubicaspiration or urethral catheterization.

    • Suprapubic aspiration is also the method of choice for

    obtaining urine from uncircumcised boys with a

    redundant or tight foreskin, from girls with tight labialadhesions, and from children of either sex with

    clinically significant periurethral irritation.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    48/207

    Interpretasi Hasil Biakan Urin

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    49/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    50/207

    Patofisiologi

    • Saat pertama terjadi defisiensi iodium pembesaran

    tiroid sbg proses adaptif (goiter) benjolan difus

    lama kelamaan nodular beberapa nodul menjadi

    autonomous & mensekresikan hormon tirod yg

    tidakbergantung pada TSH. hormon tiroid yg

    disekresikan oleh kelenjar normal berkurang untuk

    menjaga euthyroidism sedangkan kelenjar yang

    autonomous bisa menyebabkan hyperthyroidism.

    • Ketika defisiensi iodium semakin parah produksi

    hormon tiroid jauh berkurang pasien mengalami

    hipotiroid

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    51/207

    • Recommended daily

    allowance (RDA) menurutWHO: – Adults and adolescents > 12

    years - 150 mcg/day

     – Pregnant women & Lactatingwomen - 200 mcg/day

     – Children aged 7-12 years - 120mcg/day

     – Children aged 2-6 years – 90mcg/day

     – Infants – 50 mcg/day

    • defisiensi iodium postnatal

    pada bayi dan anak bisamengganggu perkembanganmental dan psikomotorik (terutama kemampuan memoridan bahasa)

    • Retardasi mental yang

    disebabkan karena kekuranganiodium posnatal bisa bersifatreversible dengan terapihormon tiroid.

    • Retardasi mental karena

    kekuraan iodium prenatalbersifat ireversibel

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    52/207

    120. Hipoglikemia pada Neonatus

    • Hipoglikemia adalah kondisi bayi

    dengan kadar glukosa darah

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    53/207

    Diagnosis

     – Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,

    apneu, sianosis, menangis lemah/melengking

     – PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir – Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi

    urin, elektrolit darah

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    54/207

    PPM IDAI jilid 1

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    55/207

    121. Tatalaksana Pneumonia

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    56/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    57/207

    122. Tatalaksana Demam Pada Anak

    • Demam merupakan reaksi normal tubuh yangbermanfaat melawan kuman.

    • Tujuan utama obat antipiretik adalah

    membuat anak merasa nyaman, bukanmempertahankan suhu yang normal.

    • Penurunan suhu tubuh dapat dibantu denganpenggunaan obat penurun panas (antipiretik),terapi fisik (nonfarmakologi) seperti istirahatbaring, kompres hangat, dan banyak minum.

    Mulya Rahma Karyanti (Divisi Infeksi dan Pediatri Tropis RSCM)

    Antipiretik Kompres air hangat (tepid sponging):

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    58/207

    Antipiretik 

    • Parasetamol merupakan pilihan lini pertama

    • Indikasi: suhu >38oC (aksila).

    • Dengan menurunkan suhu tubuh maka

    aktivitas dan kesiagaan anak membaik, dan

    perbaikan mood dan nafsu makan jugasemakin membaik.

    Tirah baring: 

    • Aktifitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan

    suhu tubuh anak dengan demam dan tanpa

    demam.• Penelitian case control dari 1082 anak

    dengan demam, ditemukan bahwa tirah

    baring tidak menurunkan suhu secara

    signifikan

    Kompres alkohol: 

    • Kompres dengan menggunakan etil alkohol

    70% / isopropil alkohol dalam air tidak efektif

    menurunkan suhu

    Kompres air hangat (tepid sponging): 

    • Penggunaan kompres air hangat di lipat

    ketiak dan lipat selangkangan (inguinal )

    selama 10-15 menit akan membantu

    menurunkan panas dengan cara panas keluar

    lewat pori-pori kulit melalui prosespenguapan.

    • Kompres bisa dilakukan jika suhu tubuh tetap

    tinggi walau sudah diberikan obat demam.

    • Misalkan suhu meningkat lebih dari 40

    derajat Celsius, berikan obat penurun panas

    terlebih dahulu untuk menurunkan pusat

    pengatur suhu di hipotalamus, kemudiandilanjutkan kompres air hangat.

    Kompres dingin: 

    • Kompres dingin tidak direkomendasikan

    untuk mengatasi demam karena dapat

    meningkatkan pusat pengatur suhu (set point ) hipotalamus, mengakibatkan badan

    menggigil sehingga terjadi kenaikan suhu

    tubuh.

    Mulya Rahma Karyanti (Divisi Infeksi dan Pediatri Tropis RSCM)

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    59/207

    123. GENETIC DISORDERPatauSyndromeTrisomi 13noninherited

    Mental retardation, heart defects, CNS abnormalities, microphthalmia, polydachtyly, acleft lip with or without a cleft palate, coloboma iris, and hypotonia, Clenched hands(with outer fingers on top of the inner fingers), Close-set eyes, Low-set ears, Singlepalmar crease, microcephaly, Small lower jaw (micrognathia), cryptorchidism, Hernia

    Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.

    SindromKlinefelter

    47,XXYnoninherited

    cryptorchidism, hypospadias, or micropenis, small testes, delayed or incompletepuberty, gynecomastia, reduced facial and body hair, and an inability to have biological

    children (infertility).Older children and adults tend to be taller. Increased risk of developing breast cancerand SLE.May have learning disabilities and delayed speech; tend to be quiet, sensitive, andunassertive.

    Sindrom

    EdwardTrisomi 18Noninherited

    Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a

    rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mentaldelay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinalhernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoekidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability

    It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 diebefore birth or within their first month.

    Sindrom Down mikrosefal; hypotonus, Excess skin at the nape of the neck, Flattened nose, Separated

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    60/207

    Trisomi 21

    noninherited

    ; yp , p , , p

    sutures, Single palm crease, Small ears, small mouth, Upward slanting eyes, Wide, short

    hands with short fingers, White spots on the colored part of the eye (Brushfield spots),

    heart defects (ASD, VSD)

    Physical development is often slower than normal (Most never reach their average adult

    height), delayed mental and social development (Impulsive behavior, Poor judgment, Shortattention span, Slow learning)

    Sindrom turner

    45 + XO

    noninherited

    The most common feature is short stature, which becomes evident by about age 5. Ovarian

    hypofunction. Many affected girls do not undergo puberty and infertile.

    About 30 % have webbed neck, a low hairline at the back of the neck, limfedema

    ekstrimitas, skeletal abnormalities, or kidney problem, 1/3 have heart defect, such as

    coarctation of the aorta.

    Most of them have normal intelligence. Developmental delays, nonverbal learning

    disabilities, and behavioral problems are possible

    Marfan

    syndrome

    3 dari 4 kasus

    bersifatditurunkan

    Mutasi pada fibrillin (protein pada jaringan ikat tubuh).

    A tall, thin build, Long arms, legs, fingers, and toes and flexible joints, skoliosis, pektus

    karinatum/ ekskavatum, Teeth that are too crowded, Flat feet.

    Pierre robin

    Syndrome

    infant has a smaller-than-normal lower jaw, a tongue that falls back in the throat, and

    difficulty breathing, Cleft soft palate, High-arched palate, Jaw that is very small with small

    (receding) chin, Jaw that is far back in the throat, Repeated ear infections, Teeth that

    appear when the baby is born (natal teeth), Tongue that is large compared to the jaw

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    61/207

    124-125. Kejang demam

    • Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas38,4° C tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolitpada anak di atas usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpademam sebelumnya (ILAE, 1993)

    • Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun

    • Kejang demam sederhana (simpleks) – Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam

    24 jam

    • Kejang demam kompleks – Lama kejang > 15 menit

     – Kejang fokal atau parsial menjadi umum

     – Berulang dalam 24 jam

    • Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis,meningoensefalitis, APCD (pada infant), epilepsi

    Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    62/207

    Pemeriksaan Penunjang

    • Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam/kejang: DPL, GDS, elektrolit, urinalisis, kultur darah/urin/feses

    • Pungsi lumbal dilakukan utk menyingkirkan meningitis

    • sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 12-18 bulan, > 18 bln tidak rutin dilakukan

    • Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekananintrakranial

     – EEG tidak direkomendasikan, tetapi masih dapat dilakukanpada kejang demam yang tidak khas, mis: KDK pada anak

    berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal – CT scan/ MRI hanya jika ada indikasi, mis: kelainan neurologis

    fokal yang menetap, edema papil, dst

    Generalized epilepsy with febrile Febrile seizures plus

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    63/207

    p p yseizures plus (GEFS+)

    • A syndromic autosomal dominantdisorder where afflicted individuals

    can exhibit numerous epilepsyphenotypes.

    • Generalised epilepsy with febrileseizures plus (GEFS+) is an unusualepilepsy syndrome.

    • It describes families who haveseveral members from differentgenerations with epileptic seizures.

    • The epileptic seizures nearly alwaysstart after a family member has hadfebrile convulsions.

    • In GEFS+ families, children may goon to have febrile seizures well

    beyond this age.• They may also develop other

    seizure types not associated with ahigh temperature.

    Febrile seizures plus

    • This is similar to febrile seizures,

    but the child has seizures beyond

    the normal age range.

    • The seizures are always

    associated with a high

    temperature.

    The seizures usually stop by thetime the child reaches the age of

    10 or 12.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    64/207

    126. Gagal Ginjal Akut

    • Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal mendadakyang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untukmempertahankan homeostasis

    • Terdapat peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL perhari.

    • GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik. – Oliguria ialah produksi urin

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    65/207

    Tatalaksana Medikamentosa GGA

    • Terapi sesuai penyakit primer• Bila terdapat infeksi, dosis

    antibiotik disesuaikan denganberatnya penurunan fungsi ginjal

    • Pemberian cairan disesuaikandengan keadaan hidrasi

    • Koreksi gangguanketidakseimbangan cairanelektrolit

    • Natrium bikarbonat untukmengatasi asidosis metaboliksebanyak 1-2 mEq/kgBB/ hari

    sesuai dengan beratnya asidosis

    • Pemberian diuretik pada GGArenal dengan furosemid 1-2mg/kgBB dua kali sehari dandapat dinaikkan secara bertahapsampai maksimum 10mg/kgBB/kali. (pastikan

    kecukupan sirkulasi dan bukanmerupakan GGA pascarenal).

    • Bila gagal denganmedikamentosa, maka dilakukandialisis peritoneal atauhemodialisis.

    • Pada soal, pasien mengalami GGArenal akibat sindrom nefritik,dengan kadar ureum dankreatinin yang sangat tinggi,sehingga pilihan jawaban jatuhpada hemodialisa

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    66/207

    127. Malnutrisi Energi Protein

    • Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhanenergi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya(WHO)

    • Dibagi menjadi 3: – Overnutrition (overweight, obesitas) 

     – Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk) 

     – Defisiensi nutrien spesifik• Malnutrisi energi protein (MEP):

     – MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)• BB/TB (CDC) ≥80-90% mild malnutrition (KEP I)

    • BB/TB (CDC) ≥70-80% moderate malnutrition (KEP II)

     – MEP derajat berat (gizi buruk) (KEP III)

    • BB/TB (CDC) ≤70%  severe malnutrition• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:

     – Marasmus

     – Kwashiorkor

     – Marasmik-kwashiorkor

    Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and adolescents.Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition. http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    67/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    68/207

    edema

    rambut kemerahan, mudah

    dicabut

    kurang aktif, rewel/cengeng

    pengurusan otot 

    Kelainan kulit berupa bercak

    merah muda yg meluas &

    berubah warna menjadi coklat

    kehitaman dan terkelupas (crazy

     pavement dermatosis)

    Kwashiorkor

    128.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    69/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    70/207

    ILMU KULIT DAN KELAMIN

    D & C

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    71/207

    129-130 Filariasis

    Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3berdasarkan habitat cacing dewasa di hospes:

     – Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca

     – Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori

     – Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

    • Fase gejala filariasis limfatik: – Mikrofilaremia asimtomatik

     – Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitisretrograde, demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi,anoreksia, malaise, sesak)

     – Limfedema ireversibel kronik

    •Grading limfedema (WHO, 1992): – Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation

     – Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation

     – Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

    Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview 

    WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.

    http://emedicine.medscape.com/article/217776-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/217776-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/217776-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/217776-overview

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    72/207

     

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    73/207

    • Chyluria kencing seperti air susu – Muncul pada 2% penderita filariasis

     – Cacing filaria dewasa menyebabkan limfangitis, hipertensi limfatik dan inkompetensi valviular terbentuk fistula limfourinaria chyluria

    Penatalaksanaan Filariasis

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    74/207

    Penatalaksanaan Filariasis

    • Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau

    memperbaiki perjalanan penyakit, antara lain dengan: – Memelihara kebersihan kulit.

     – Fisioterapi kadang diperlukan pada penderita limfedema kronis.

     – Obatantifilaria adalah Diethyl carbamazine citrate (DEC) danIvermektin.

     –DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa,Ivermektin merupakan antimikrofilaria yang kuat, tetapi tidakmemiliki efek makrofilarisida.

     – Dosis DEC 6 mg/kgBB, 3 dosis/hari setelah makan, selama 12hari, pada TropicalPulmonary Eosinophylia (TPE) pengobatandiberikan selama tiga minggu

     – Ivermektin diberikan dosis tunggal 150 ug/kg BB efektifterhadap penurunan derajat mikrofilaria W.bancrofti, namun pada filariasis oleh Brugia spp. penurunan tersebut bersifatgradual.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    75/207

    131. Akne Vulgaris

    • Penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea• Faktor: perubahan pola keratinisasi dalam folikel,

    produksi sebum ↑, terbentuknya fraksi asam lemakbebas, peningkatan jumlah flora folikel(Propionibacterium acnes), pembentukan circulatingantibodies, peningkatan kadar hormon androgen, strespsikis, faktor lain (usia, ras, familial, makanan, cuaca)

    • Gejala klinis: – Predileksi: muka, bahu, dada atas, punggung atas

     – Erupsi kulit polimorfi:• Tak beradang: komedo, papula tidak beradang

    • Beradang: pustula, nodus, kista beradang

    Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    76/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    77/207

     

    CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013

    A

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    78/207

    132. Dermatofitosis• Infeksi fungsi superfisial yang mencerna

    keratin sebagai nutrien serta berkoloni dengan

     jaringan yang mengandung keratin (ektoderm)

     stratum korneum epidermis, rambut dan

    kuku• 3 jenis dermatofita :

    1. Microsporum

    2. Tricophyton

    3. Epidermophyton

    MIKOSIS

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    79/207

    MIKOSIS 

    Superficialis Inter-

    mediate

    Profunda

    Dermatofitosis Non

    Dermatofitosis

    Subcutis Sistemik

    Tinea capitis

    Tinea barbae

    Tinea corporis

    ( T. imbrikata &

    T. favosa )

    Tinea manum

    Tinea pedisTinea kruris

    Tinea unguium 

    Pitiriasis

    versikolor

    Piedra hitam

    Piedra putih

    Tinea nigra

    palmaris

    Otomikosis 

    Kandidiasis

    Aspergillosis 

    Misetoma

    Kromomikosis

    Sporotrikosis

    Fikomikosis -

    subkutan

    Rinosporodiosis 

    Aktinomikosis

    Nokardiosis

    Histoplasmosis

    Kriptokokosis

    Koksidioidomikosis

    Blastomikosis

    Fikomikosis -sistemik  

    133. Tinea kapitis B

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    80/207

    p• Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh dermatofit

    • Bentuk klinis:

     – Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum)

    • Papul merah yang melebar, membentuk bercak, pucat, bersisik.

    Rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat, mudah patah dan

    tercabut. Lampu Wood: hijau kekuningan.

     – Kerion

    • Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, pembengkakan

    menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang. Dapat

    menimbulkan jaringan parut dan alopesia menetap.

     – Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton tonsurans dan 

    Trycophyton violaceum)

    • Rambut yang terkena infeksi patah pada muara folikel, dan yang

    tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora (black dot).

    • Terapi: griseofulvin (lini pertama), ketokonazol, itrakonazol, terbinafin.

    Pemberian topikal saja kurang efektif.

    Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

    3 3 i i l iA & A

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    81/207

    134-135. Psoriasis vulgaris

    • Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dantransparan

    • Predileksi: skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku &lutut), lumbosakral

    • Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign

    • Patofisiologi: – Genetik: berkaitan dengan HLA – Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan

    keratinosit

     – Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat,alkohol, dan merokok

    • Tata laksana:

     – Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll – Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll

     – PUVA (UVA + psoralen)

    Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    82/207

    5Tanda

    Penjelasan

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    83/207

    5Tanda Penjelasan

    Fenomena tetesan

    lilin

    Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan,

    seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks bias.

    Fenomena Auspitz Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosisdengan cara pengerokan skuama yang berlapis-lapis hingga

    habis.

    Fenomena Kobner Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul

    akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira

    muncul setelah 3 minggu.

    Komplikasi Psoriasis :

    • Artritis psoriasis

    • Psoriasis pustulosa timbul pustul miliar di daerah eritema. Psoriasis tipe Zumbusch

    bila pustul timbul pada lesi psoriasis dan kulit di luar lesi, disertai gejala sistemik

    berupa panas/rasa terbakar•Psoriasis eritrodermia : lesi psoriasis berada di seluruh tubuh disertai dengan gejala

    konstitusional

    P l k P i i

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    84/207

    Penatalaksanaan Psoriasis

    • Pengobatan bersifat simtomatis sambil mencari /mengeliminasi faktor pencetus :

    • Terapi Sistemik – Kortikosteroid (prednison dosis rendah 30-60 mg). Diberikan

    pada psoriasis dengan komplikasi

     – Metotreksat psoriasis resisten terhadap obat lain. dosis 2,5 – 5 mg/ hari selama 14 hari dengan istirahat yang cukup

    • Terapi Topikal – Preparat ter dengan konsentrasi 2-5%. Dapat dikombinasi

    dengan asam salisilat 2-10% dan sulfur presipitatum 3-5%

     – Kortikosteroid topikal – Psoralen + UV A (PUVA). Psoralen diberikan dengan dosis 0,6

    mg/kg BB, diberikan oral 2 jam sebelum disinar dengan sinar UV.Terapi sebanyak 2x/minggu

    136 &137. Pioderma (Impetigo Bulosa) B & A

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    85/207

    ( p g )

    • Folikulitis: peradangan folikel rambut yang ditandai dengan papul eritema

    perifolikuler dan rasa gatal atau perih.

    • Furunkel: peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya berupa papul,

    vesikel atau pustul perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa

    nyeri.

    • Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

    Karbunkel: kumpulan dari beberapa furunkel, ditandai dengan beberapafurunkel yang berkonfluensi membentuk nodus bersupurasi di beberapa

    puncak.

    • Impetigo krustosa: peradangan yang memberikan gambaran vesikel yang

    dengan cepat berubah menjadi pustul dan pecah sehingga menjadi krusta

    kering kekuningan seperti madu. Predileksi spesifik lesi terdapat di sekitarlubang hidung, mulut, telinga atau anus.

    • Impetigo bulosa: peradangan yang memberikan gambaran vesikobulosa

    dengan lesi bula hipopion (bula berisi pus).

    • Ektima: peradangan yang menimbulkan kehilangan jaringan dermis bagian

    atas (ulkus dangkal).

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    86/207

    138 Mili iB

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    87/207

    138. Miliaria

    • Suatu dermatitis yang timbul akibat sumbatanpada kelenjar keringat

    • Faktor resiko : udara panas, pakaian yang tidakmenyerap keringat

     – Terjadi sumbatan pada pori – pori kelenjar keringatoleh bakteri inflamasi dan edema akibat keringattidak dapat dikeluarkan dan diabsorbsi oleh stratumkorneum

    • Lokasi terutama pada anggota badan dan bagiantubuh lain seperti wajah, leher, kulit kepala danbadan

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    88/207

    139 140 M l iE & A

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    89/207

    139-140. Malaria

    •Penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebabkanoleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit danditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalamdarah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan

    pembesaran limpa

    • Faktor Risiko :

     – Riwayat menderita malaria sebelumnya.

     –Tinggal di daerah yang endemis malaria.

     – Pernah berkunjung 1-4 minggu di daerah endemic malaria.

     – Riwayat mendapat transfusi darah.

    Kl ifik i M l i

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    90/207

    Klasifikasi MalariaJenis Malaria Etiologi Keterangan

    Malaria Falciparum /malaria tropikana

    Plasmodium falciparum Periode tidak panas tiap 12 jam, demam muncul tiap

    24, 36 atau 48 jam

    Malaria ovale Plasmodium ovale -Terutama di daerah Afrika,

    sifatnya ringan dan self

    limiting-Tidak panas tiap 36 jam,

    demam muncul tiap 48 jam

    Malaria vivax / tertiana /

    benigna

    Plasmodium vivax Tidak panas tiap 36 jam,

    demam muncul tiap 48 jam

    Malaria malariae /

    quartana

    Plasmodium malariae Tidak panas selama 60 jam,

    demam muncul tiap 72 jam

    Malaria knowlesi Plasmodium knowlesi Parasit malaria terutama di

    monyet, dapat menginfeksi

    manusia juga

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    91/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    92/207

    141 Malaria CerebralB

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    93/207

    141. Malaria Cerebral

    • Malaria cerebral (WHO) – Sindroma klinis yang dicirikan dengan koma yang berlangsung

    minimal 1 jam setelah terjadinya kejang atau hipoglikemia,ditemukan bentuk aseksual plasmodium falciparum di darahtepi dan tidak ditemukan penyebab koma lainnya

    • Koma pada infeksi plasmodium falciparum terjadi akibatbeberapa mekanisme kerusakan otak antara lain : – Sequestrasi parasit di mikrovaskulatur otak. Sekuestrasi terjadi

    akibat sitoadherensi eristrosit ke sel endotel hipoperfusi danhipoksia otak koma

     – Ketidakseimbangan sitokin pro dan antiinflamasi

     – Kerusakan endotel, apoptosis dan disfungsi BBB meningkatkanhipertensi intrakranial

    142. B

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    94/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    95/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    96/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    97/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    98/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    99/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    100/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    101/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    102/207

    A

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    103/207

    144.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    104/207

    145 Larutan KompresA

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    105/207

    145. Larutan Kompres

    • Prinsip pemilihan vehikulum: – Basah dengan basah

     – Kering dengan kering

     – Pada dermatosis basah atau eksudatif diobati dengan

    kompres. Jika dermatosis kering diobati misalnyadengan salep

    • Manfaat Kompres –

    Membersihkan, mendinginkan, anti radang,mempercepat epitelisasi, memperbaiki vaskularisasi,antiseptik, deodoran, vasokonstriksi, astrigen,antipruritus.

    Larutan Kompres

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    106/207

    Larutan Kompres

    • Permanganas kalikus 1:5000 atau 1:10000 – Untuk dermatosis akut dan eksudatif 1:10000.

     – PK 1:5000 ulkus yang eksudatif.

    • Asam salisilat dalam konsentrasi 1:1000 dapat

    digunakan untuk kompres dan bersifat antiseptik

    • Rivanol: zat kimia (etakridin laktat) yangmempunyai sifat bakteriostatik (menghambat

    pertumbuhan kuman). Biasanya lebih efektif padakuman gram positif daripada gram negatif.

    146 Sediaan UrinalisisE

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    107/207

    146. Sediaan Urinalisis

    •Diagnosis didasarkan kultur kuantitatif dari spesimenurine yang telah dikumpulkan

    • Urine midstream: pada anak yang telah dapatmengontrol kencing.

    Aspirasi suprapubik: Bayi atau anak di bawah 2 tahundengan demam tanpa sumber tampak sakit berat,antibiotik diberikan dan contoh urin diambil untukkultur dengan cara aspirasi suprapubik atau kateter Kemungkinan kontaminasi pada urin yang diperoleh

    dengan kedua cara tersebut sangat kecil sehinggakedua cara tersebut merupakan cara yang palingdiandalkan.

    147 ProglotidA

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    108/207

    147. Proglotid

    Taenia Saginata

    • Proglotid memiliki cabang

    uterus sebanyak 15-30 buah

    Taenia Solium

    • Proglotid memiliki canag

    uterus sebanyak 7-12 buah

    148 Skabies dengan Infeksi SekunderA

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    109/207

    148. Skabies dengan Infeksi Sekunder

    • Adanya keterlibatan pakteri pioderm seperti s.Pyogens

    • Erosi merupakan tanda yang paling sering munculpada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat

    ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, danulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama,dan semua tanda inflamasi lain pada ekzemsebagai respon imun tubuh yang kuat terhadapiritasi.

    • Th/: antibiotik dan kompres pada lesi basah setelah kering dan mereda terapi skabies

    149. Kondiloma Akuminatum D

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    110/207

    • PMS akibat HPV, kelainan berupa fibroepitelioma

    pada kulit dan mukosa• Gambaran klinis: vegetasi bertangkai dengan

    permukaan berjonjot dan bergabung membentukseperti kembang kol

    • Pemeriksaan: bubuhi asam asetat berubahputih

    • Terapi: tingtura podofilin 25%,

    kauterisasi

    Etiologi Gejala Sumber Infeksi150. Food-Borne Illness C

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    111/207

     

    Bacillus cereus Pusing, diare berair, muntah-

    muntah

    Serealia, makanan kering, produk-

    produk susu, daging

    dan produk-produk daging,rempah-rempah, sayur-sayur

    Clostridium

    botulinum 

    Gangguan pencernaan akut diikuti

    pusing, muntah, diare, sakit kepala.

    Gejala lanjut: konstipasi, double

    vision, kesulitan menelan dan

    berbicara, kelumpuhan otot

    Makanan kaleng dengan pH>4,6

    Clostridium

    perfringens

    Sakit perut bagian bawah diikuti

    diare dan kembung. Demam dan

    pusing- pusing jarang terjadi

    Daging ternak dan daging unggas,

    makanan kering, rempah-rempah,

    sayur-sayur

    Staphylococcus

    aureus

    Pusing, muntah-muntah, diare

    berdarah dan berlendir pada

    beberapa kasus, sakit kepala, detak

     jantung lemah, pembengkakan

    saluran pernafasan

    Makanan dingin, produk-produk

    susu terutama jika

    menggunakan bahan baku susu

    mentah

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    112/207

    152 Cutaneus larva migrans

    A

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    113/207

    152. Cutaneus larva migrans• Peradangan berbentuk linear,

    berkelok-kelok, menimbul danprogresif

    • Etio : Ancylostoma braziliense danAncylostoma caninum

    Larva masuk ke kulit menimbulkanrasa gatal dan panas, diikuti lesi linearberkelok-kelok, menimbul,serpiginosa membentuk terowongan

    • Gatal hebat pada malam hari

    • Th/ Tiabendazole, Albendazole,Cryotherapy, Kloretil

    Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008 , Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126

    153. TineaD

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    114/207

    • Tinea kapitis: grey patch ringworm, kerrion,

    black dot ringworm• Tinea korporis: polimorfis, polisiklik, central

    healing

    •Tinea kruris: tepi aktif, polisiklis, skuama,vesikel

    • Tinea unguium: subungual distalis, leukonikiatrikofita, subngual proksimal

    • Tinea pedis: intertriginosa, vesiculer akut,moccasin foot

    Pemeriksaan KOH pada Tinea

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    115/207

    Pemeriksaan KOH pada Tinea

    The presence of spores andbranching hyphae

    • gambaran hifa sebagai dua

    garis sejajar terbagi oleh

    sekat dan bercabang

    maupun spora berderet(artrospora) pada Tinea

    (Dermatofitosis)

    • Terapi

    KOH stain Gambaran Tinea

    Terapi

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    116/207

    • Pengobatan topikal

     – Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%)

    dalam bentuk salep ( Salep Whitfield). – Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk

    salep (salep 2-4, salep 3-10)

     – Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1% dll.

    • Pengobatan sistemik

     – Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak10-25 mg/kgBB sehari.

     – Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan

    topikal tidak ada perbaikan. – Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada

    pagi hari setelah makan

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    117/207

    Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat

     Ascaris

    lumbricoides

    Mebendazole,

    pirantel pamoat

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    118/207

    lumbricoides pirantel pamoat

    Taenia solium Albendazole,

    prazikuantel, bedah

    Enterobius

    vermicularis

    Pirantel pamoat,

    mebendazole,

    albendazole

     Ancylostomaduodenale

    Necator

    americanus

    Mebendazole,pirantel pamoat,

    albendazole

    Schistosoma

    haematobium

    Prazikuantel

    Trichuris

    trichiura

    Mebendazole,

    albendazole

    Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.

    155.

    C

    156. PiodermaB

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    119/207

    156. PiodermaPenyakit Keterangan

    Erisipelas -Infeksi akut oleh Streptococcus

    -Eritema merah cerah, batas tegas, pinggirnya meninggi, tanda

    inflamasi (+)

    -Predileksi: tungkai bawah

    -Lab: leukositosis

    -Jika sering residif dapat terjadi elefantiasis

    Selulitis -Infeksi akut oleh Streptococcus

    -Infiltrat difus (batas tidak tegas) di subkutan, tanda inflamasi (+)

    -Predileksi: tungkai bawah

    -Lab: leukositosis

    Impetigo

    krustosa

    -Impetigo kontagiosa=impetigo vulgaris=impetigo Tillbury Fox

    -Etio : Streptococcus B hemolyticus

    -Predileksi: muka, lubang hidung dan mulut

    -Krusta tebal berwarna kuning seperti madu

    Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008 , Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    120/207

    157. Observasi Persalinan: Fase LatenA

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    121/207

    • Denyut jantung janin : setiap 30 menit• Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30

    menit

    • Nadi : setiap 30 menit

    • Pembukaan serviks : setiap 4 jam

    • Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam

    • Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam

    Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 – 4 jam• Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan

    •  Sumber (JNPK-KR,2008).

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    122/207

    158. Indikasi VBACD

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    123/207

    Proses melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea

    Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :

    • Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah

    • rahim.• Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

    • Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

    • Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,

    • persalinan dan seksio sesarea emergensi.

    • Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea• darurat

    Kontra Indikasi VBAC

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    124/207

    Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah:

    • Bekas seksio sesarea klasik

    • Bekas seksio sesarea dengan insisi T

    • Bekas ruptur uteri

    Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviksyang luas

    • Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnyamiomektomi

    • Disproporsi sefalopelvik yang jelas.

    • Pasien menolak persalinan pervaginal

    • Panggul sempit

    • Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasipersalinan pervaginal

    VBAC

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    125/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    126/207

    159. Imunisasi TT pada KehamilanA

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    127/207

    • Diberikan 2 kali (BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001),

    dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutandalam (Depkes RI, 2000)

    • Sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untukmendapatkan imunisasi TT lengkap (BKKBN, 2005)

    • Waktu Pemberian: – TT1 dapat diberikan sejak di ketahui positif hamil dimana

    biasanya diberikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana

    kesehatan (Depkes RI, 2000)

    • Jarak pemberian imunisasi TT1 dan TT2 – Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah

    minimal 4 minggu (Saifuddin dkk , 2001; Depkes RI, 2000).

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    128/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    129/207

    Uterotonika

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    130/207

    • Oksitosin (IM atau IV) – Perdarahan aktif infus dengan RL 20 IU/L

     –Sirkulasi kolaps 10 IU intramiometrikal (IMM)

     – Efek samping: nausea, vomitus, intoksikasi cairan

    • Metilergonovin maleat (IM, IMM, IV) – IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg

     – IMM atau IV bolus 0,125 mg

     – Kontraindikasi: pasien dengan hipertensi – Efek samping: vasospasme perifer, hipertensi, nausea, vomitus

    • Prostaglandin (IMM, intraservikal, transvaginal, IV, IM, dan rectal) – Pemberian secara IM/ IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai

    dosis maksimum 2 mg

     – Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5tablet 200 µg = 1 g)

     – Kontra Indikasi: pasien dengan kelainan KV, pulmonal, disfungsi hepatik

     – Efek samping: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi, bronkospasme,muka kemerahan, gelisah, penurunan saturasi oksigen

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    131/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    132/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    133/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    134/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    135/207

    Diagnosis

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    136/207

    • HCG measurement

    • ultrasound examination

    • detecting the fetal heart beat by ultrasound

    Doppler

    136

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    137/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    138/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    139/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    140/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    141/207

    165. Shoulder PresentationD

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    142/207

    Presentasi Bahu

    • Aksis longitudinal fetus tidak sesuai dengan ibu

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    143/207

    Aksis longitudinal fetus tidak sesuai dengan ibu

    • Malpresentasi paling berbahaya karena penyulit mekanik saat lahir

    Insidens: 3-4% pada trimester terakhir• Etiologi:

     – Perubahan bentuk panggul, uterus, atau fetus

     – Ibu:• Panggul teregang

    • Gangguan dinding perut

    • Uterus: bikornu, fibroid

    • Massa pelvis

     – Fetus:• Kehamilan ganda

    • Polihidramnion

    • Plasenta previa

    • Prematuritas

    • IUFD

    • Diagnosis – Abdomen melebar ke samping

     – Palpasi leopold: kepala pada Leopold II

    • Tatalaksana – Sectio Caesarea Obstetrics Simplified - Diaa M. EI-Mowafi

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    144/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    145/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    146/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    147/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    148/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    149/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    150/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    151/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    152/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    153/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    154/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    155/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    156/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    157/207

    173. Toksoplasma• Etiologi: Toxoplasma gondi

    A

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    158/207

    • Gejala dan Tanda:

     – Tanpa disertai gejala yang spesifik. Hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai

    gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam

     – Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus

    spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.

    pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata

    dan telinga, retardasi mental, hidrosefalus, kejang-kejang dan ensefalitis.

    • Diagnosis

     – Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).

     – Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-

    Toxoplasma IgG.

    Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibusebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif perlu diulang sebulan sekali khususnya

    pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi

    Toxoplasma.

    Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-

     pencegahannya

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    159/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    160/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    161/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    162/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    163/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    164/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    165/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    166/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    167/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    168/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    169/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    170/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    171/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    172/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    173/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    174/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    175/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    176/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    177/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    178/207

    185. Indikasi SC UlangA

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    179/207

    •VBAC: risiko ruptur uteri apabila terdapatkomplikasi selama persalinan

    • Faktor risiko: Distosia, gangguan kontraksi

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    180/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    181/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    182/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    183/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    184/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    185/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    186/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    187/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    188/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    189/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    190/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    191/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    192/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    193/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    194/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    195/207

    Atonia Uteri

    Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    196/207

    Tahap III : bila belum tertolong maka usahaterakhir adalah menghilangkan sumberperdarahan dengan 2 cara yaitu meligasiarteri hipogastrika atau histerektomi.

    Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat

    diatasi dengan memberikan uterotonika,

    mengurut rahim (massage) dan memasang

    gurita.

    •Tahap II : bila perdarahan belum berhenti danbertambah banyak, selanjutnya berikan infus dan

    transfusi darah lalu dapat lakukan : –Perasat (manuver) Zangemeister. –Perasat (manuver) Fritch. –Kompresi bimanual. –Kompresi aorta. –Tamponade utero-vaginal. –Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    197/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    198/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    199/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    200/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    201/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    202/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    203/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    204/207

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    205/207

    Plasenta Previa: Tatalaksana

    Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9%

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    206/207

    atau RL).

    SC tanpa memperhitungkan usiakehamilan

    Waktu untuk mencapai 37

    minggu masih lama rawat jalan kembali kerumah sakit jika terjadiperdarahan.

  • 8/16/2019 Pembahasan Seminar Part II No. 101-200

    207/207