Upload
amanda-williamson
View
364
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Tabel Pengamatan Sun Drying dan Cabinet Dryer
Kelo
mpok
Lama
Pengeringan
Berat
Awal
(gr)
Berat
Akhir
(gr)
Kadar
Air
(%)
1
Nanas
Blanching
Sun
Drying
80 jam 50.11 7.31 85.41
Cabinet
Dryer
68 jam 50.24 7.04 85.98
2
Nanas Non
Blanching
Sun
Drying
216 jam 50 2.1920 95.61
Cabinet
Dryer
48 jam 35
menit
50 6.51 86.98
3
Apel
Blanching
Sun
Drying
212 jam 19
menit
50.11 1.9505
5
96.20
Cabinet
Dryer
189 jam 50
menit
50.78 5.5232 89.12
4
Apel Non
Blanching
Sun
Drying
240 jam 50.2 6.38 87.29
Cabinet
Dryer
192 jam 50.6 6.45 87.25
5
Nanas
Blanching
Sun
Drying
168 jam 50.25 2.4 95.22
Cabinet
Dryer
73 jam 45
menit
50 5.85 88.3
6 Nanas Non Sun
Blanching Drying
Cabinet
Dryer
2. Tabel Pengamatan Kadar Air(Desikator)
Kelompok Bahan Kadar Air (%)
1 Nanas Steam Blanching 86.18
2 Nanas Non Steam Blanching 77.79
3 Apel Steam Blanching 88.37
4 Apel Non Steam Blanching 75.71
5 Nanas Steam Blanching 88.3
6 Nanas Non Steam Blanching 67.91
3. Tabel Pengamatan Sensoris Produk
Kelom
pok
Warna Aroma Rasa Tekstur
1
Nanas
Blanching
Sun
Drying
Kuning ke-
orange-an
Sedikit
asam
Agak
kering
Cabinet
Dryer
Kuning ke-
orange-an
Sedikit
asam
Kering
patah
2
Nanas Non
Blanching
Sun
Drying
Cabinet
Dryer
Sangat
coklat
Agak
asam
masam Agak
renyah
3 Apel
Blanching
Sun
Drying
Coklat Sedikit
wangi
Asam,
manis
Keras,
kurang
apel renyah
Cabinet
Dryer
Coklat tua Sedikit
wangi
apel,
sedikit
bau
gosong
Asam,
manis,
agak
pahit
Keras
kurang
renyah
4
Apel Non
Blanching
Sun
Drying
Kuning
kecoklatan
Ada
aroma
apel,
asam
Asam Kering
tidak
patah
Cabinet
Dryer
Coklat
kekuningan
Ada
aroma
apel,
asam
asam Kering
patah
5
Nanas
Blanching
Sun
Drying
Kuning ke-
orange-an
Sedikit
asam
Lengket
Cabinet
Dryer
Kuning ke-
orange-an
Sedikit
asam
Agak
kering
dan
lengket
6
Nanas Non
Blanching
Sun
Drying
Cabinet
Dryer
B. PEMBAHASAN
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara
menguapkan dengan menggunakan energi panas. Namun terkadang panas
yang diberikan dapat merusak gizi yang terkandung dalam produk.
Kandungan gizi dalam suatu produk merupakan parameter yang penting bagi
konsumen dalam mempertimbangkan pemilihan makanan yang
dikonsumsinya. Salah satu cara untuk menentukan kandungan gizi suatu
produk yaitu dengan menggunakan analisis proksimat. Hal paling mendasar
dari unsur pokok dalam bahan pangan terdiri dari lima kategori yaitu air,
lemak total, protein kasar, abu dan karbohidrat (Okuzumi dan Fujii 2000).
Proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Luas Permukaan
Permukaan bahan dapat diperluas dengan cara pengecilan ukuran baik itu
chopping, shearing, atau slicing. Semakin kecil ukuran bahan makan
permukaan yang kontak dengan medium pemanasan semakin tinggi. Air akan
lebih mudah berdifusi/menguap. Sehingga waktu pengeringan semakin
singkat.
b. Suhu
Semakin besar perbedaan suhu, proses pemindahan panas dari lingkungan ke
bahan yang akan dikeringkan akan lebih cepat terjadi dan penguapan air pun
lebih cepat terjadi.
c. Kecepatan Pergerakan Udara
Udara yang bergerak lebih cepat mengambil uap air dalam lingkungan sistem
pengeringan sehingga sirkulasi lebih cepat, proses pengeringan semakin
cepat.hal tersebut dapat semakin dipercepat bila volume udara yang bergerak
semakin tinggi. Contohnya pada cabinet dryer, tunnel dryer dan spray dryer.
d. Kelembapan Udara
Pengeringan akan makin cepat pada udara dengan RH rendah(makin lembab
udara, pengeringan makin lambat). Konsentrasi uap yang dihasilkan pada
udara kering tidak jenuh dan tidak ada kadar air akhir pada bahan pangan.
Sedangkan pada udara yang lembab, produk pangan akan higroskopis atau
mudah menyerap air di udara sekitarnya.
Bahan dapat mencapai kesetimbangan nisbi dengan lingkungan sistem yaitu
bahan pangan tidak terjadi penguapan air dari bahan ke udara dan tidak terjadi
adsorpsi uap air dari udara oleh bahan saat kelembapan pada suhu tertentu.
Jika kesetimbangan nisbi terjadi RH udara lebih rendah dari bahan pangan
udara masih dapat dikeringkan sedangkan bila RH udara lebih tinggi dari
bahan pangan maka terjadi proses absorpsi uap air dari udar ke bahan pangan.
e. Tekanan Atmosfer
Jika pengeringan bahan dilakukan pada suhu konstant dan tekanan diturunkan,
maka kecepatan penguapan akan lebih tinggi. Contoh pengering sub
atmosferik menggunakan tekanan dibawah 1 atm. Pengeringan dapat
dipercepat dengan menggunakan kondisi vakum. Pada kondisi vakum titik
didih air mengalami penurunan sehingga perubahan fase air dari cair menjadi
uap lebih cepat tercapai.
f. Evaporasi
Pada proses penguapan air dari permukaan terjadi proses pengambilan energi,
sehingga permukaan menjadi dingin. Absorpsi panas laten hanya mengubah
fase cair menjadi uap/gas/panas, yang mengubah air menjadi uap air yang
keluar dari bahan adalah penguapan.
g. Waktu Pengeringan
Waktu pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Harus
sangat diperhatikan terutama pada pengeringan bahan pangan yang sensitif
panas. Untuk bahan yang sensitif panas sering digunakan sistem HTST ( High
Temperature Short Time) atau proses pada suhu tinggi dalam waktu singkat.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah apel dan nanas.
Kadar air yang terkandung dalam apel atau nanas berbeda-beda dan
menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas produk tersebut
memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia. Apel yang digunakan
dalam praktikum ini mempunyai karakteristik bobot 110 2,5 gr.
Bahan dikupas dan diiris tipis-tipis. Pengeringan bahan sample ini
menggunakan alat pengering yang disebut cabinet drier, oven dan desikator
serta sinar matahari langsung.
Proses pengeringan berlangsung melalui 3 tahap yaitu, tahap
penyesuaian, tahap pengeringan dengan laju konstant dan tahap pengeringan
dengan laju menurun. Air di dalam bahan akan diubah fasenya menjadi uap
melalui cara konduksi seperti kontak dengan plat panas pada oven pengering,
konveksi udara panas seperti pada pengering kabinet (cabinet dryer), energi
gelombang mikro dan radiasi infra merah. Air yang fasenya berubah menjadi
uap ini kemudian akan berdifusi keluar dari bahan yang dikeringkan sehingga
kadar air dalam produk kering menyusut.
Praktikum pengeringan apel dan nanas ini dilakukan dengan 2
perlakuan berbeda, yang pertama apel dan nanas disteam blanching dan yang
kedua apel dan nanas tidak di-steam blanching. Proses pengeringan dilakukan
dengan 3 teknik berbeda, yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar
matahari (sun drying), cabinet dryer dan oven desikator.
Pertama, bahan di kupas kemudian dicuci dan diiris dengan ketebalan
2mm menggunakan pisau. Hal ini dilakukan agar bahan bebas dari
kontaminan-kontaminan yang dapat mempengaruhi hasil akhir serta
mempunyai keseragaman ukuran dan bentuk sehingga dapat memperoleh
perlakukan sama dan mempermudah dalam pengukuran dan penghitungan
ukuran pada akhir proses ini. Bahan yang sudah dibersihkan dan diiris
kemudian ditimbang beratnya sehingga mendapatkan berat 5023gr untuk
tiap teknik proses pengeringan (sun drying dan cabinet dryer). Sedangkan
untuk proses pengeringan menggunakan oven desikator, bahan yang diteliti
sebanyak 3-5gr.
Pada proses pengeringan menggunakan sundrying dan cabinet dryer,
setelah pengukuran berat bahan sample kelompok 1, 3, dan 5 segera
memasuki proses steam blanching pada suhu 90 C selama 3menit. Sample
untuk tiap perlakuan dihamparkan pada loyang yang berbeda. Untuk proses
sun drying bahan sample dalam loyang pada tiap kelompok, diletakkan pada
tempat yang memungkinkan sehingga mendapat sinar matahari langsung.
Sedangkan pada proses pengeringan cabinet dryer, sample dalam loyang
segera dimasukkan ke dalam cabinet dryer pada suhu 50 C. Proses
pengeringan tersebut berlangsung hingga mendapatkan produk sample yang
kering patah.
Suhu udara mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kecepatan
perpindahan uap air, oleh karena suhu ini mengatur tekanan uap jenuh air dan
juga suhu ini melengkapi gaya tarik suhu yang memindahkan panas untuk
menguapkan uap air. Dapat dikatakan bahwa peningkatan kecepatan, dan suhu
udara akan menyebabkan peningkatan laju pengeringan seperti yang
diperkirakan oleh persamaan standar. Bertambah tinggi kecepatan udara akan
menolong perpindahan uap dari daerah bagian atas bahan padat
yangdikeringkan (Earle, 1969).
Faktor- faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah
luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara, dan tekanan uap di
udara. Kelembaban udara dapat dinyatakan dalam 2 cara yaitu kelembaban
nisbi dan kelembaban mutlak. Perbandingan antara tekanan uap di dalam
suatu ruangan dengan tekanan jenuh pada suhu yang sama disebut
kelembaban nisbi atau RH yang dinyatakan dalam persen. Kelembaban
mutlak adalah perbandingan antara berat uap air diudara dengan berat udara
kering pada suhu yang sama.
Kadar air suatu bahan pangan yang dikeringkan mempengaruhi
beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya
proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan.
Air dalam bahan pangan terdapat dalam 3 bentuk yaitu (1) air bebas
yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah diuapkan , (2) air terikat
secara fisik yaitu air yang terikat kapiler atau air absorbsi karena tenaga
penyerapan dan (3) air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang
terikat dalam suatu sistem dispersi.
Seharusnya dalam praktikum ini pengeringan dilakukan hingga tekstur
produk benar-benar kering patah seluruhnya, akan tetapi oleh karena kendala
teknis berupa cabinet drier yang mati ditengah proses pengeringan, kendala
cuaca(mendung dan sample yang terguyur hujan) dan waktu pengamatan yang
minim, maka seluruh proses pengeringan hanya dilakukan dalam 10 hari.
Semakin lama waktu pengeringan kadar air bahan semakin kecil dan
perubahan kadar airnya justru semakin besar, artinya semakin banyak air
dalam bahan pangan yang diuapkan. Kadar air yang diperoleh setelah
pengeringan berbeda-beda. Pada kelompok 1 pengeringan nanas blanching
dengan teknik sun drying memakan waktu lebih lama (80jam) dan kadar air
lebih sedikit (85.41%) bila dibandingkan dengan teknik cabinet driernya (68
jam, ka = 85.98%). Untuk peryataan di atas hasil kelompok satu tidak sesuai.
Namun disini ada faktor pembedanya yaitu teknik pengeringan yang berbeda.
Dmana Sun drying lebih tidak stabil panas yang digunakan sehingga
walaupun pengeringannya lama tetap menghasilkan kadar air yang lebih
sedikit dari cabinet drier karena panas yang digunakan dalam cabinet drier
lebih stabil dan terkontrol sehingga dapat dimaksimalkan.
Tidak sama halnya dengan hasil produk dari kelompok 2, 3, 4, 5, 6.
Pengeringan pada sun drying memakan waktu lebih lama, kadar air yang
didapatkan pada teknik sun drying pun relatif lebih besar dari cabinet drier.
Hal ini mungkin terjadi karena perbandingan lama pengeringan pada kelompo
2,3,4,5,dan 6 tidak seimbang. Yaitu saat pengeringan dengan teknik sun
drying mencapai kadar air yang sama dengan produk dari cabinet drier,
pengeringan tidak langsung dihentikan sehingga air dalam produk kembali
terhidrasi sehingga produk lebih kering dengan waktu yang lebih lama pula.
Pada pengeringan dengan desikator didapatkan produk dengan pra
perlakuan stam blanching pada kelompok 1, 3, 5 memperoleh kadar air yang
lebih besar dari pada produk kelompok 2, 4, 6 yang tidak mendapat perlakuan
steam blanching. Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa blanching selain
dilakukan untuk inaktivasi enzim, membersihkan dan mengurangi kandungan
mikroba, mempertahankan dan memperbaiki warna, juga memperlunak
jaringan, memperbaiki tekstur, serta untuk pengeluaran gas seluler. Sehingga
air dalam bahan menjadi lebih bebas dan lebih mudah untuk terhidrasi.
a. Sun Drying
Selama proses pengeringan ini produk sangat rentan terhadap
perubahan cuaca dan kontaminasi serangga, burung dan hewan lain. Waktu
pengeringan akan lama dan kontaminasi produk akan muncul sebelum konten
kelembaban stabil. Hal ini dapat diatasi dengan membungkus loyang berisi
bahan yang akan dikeringkan dengan plastik transparan.
Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan, nanas dengan
blanching kelompok 1 mempunyai kadar air sebesar 85,41%. Sedangkan
nanas dengan blanching kelompok 5 memiliki kandungan air sebesar 95.22%.
Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan tersebut dapat diketahui
bahwa proses pengeringan tidak merata dan menghasilkan nanas kering
dengan kandungan air yang berbeda jauh. Cara pengeringan ini bahan yang
dikeringkan berada pada kondisi dimana suhu dan aliran udara yang bervariasi
sehingga hasil pengeringan menjadi tidak seragam.
Pengeringan dengan sinar matahari ini mempunyai laju yang lambat
dan memerlukan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan
serangga, segera dihindarkan dari interaksi dengan air dan ditutup pada malam
hari. Selain itu sun drying sangat rentan terhadap resiko kontaminasi
lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara
kotor.
Produk yang dihasilkan pun tidak terlalu memuaskan. Hal ini dapat
diketahui dari sifat organoleptik produk yang dihasilkan dari kedua perlakuan
tersebut. Pada produk bahan kering yang dihasilkan memiliki tekstur yang
kering semi basah dengan bagian luar kering, kenyal tidak patah, dan ada
aroma asam. Selain itu terjadi pula Case hardening, yang merupakan suatu
keadaan dimana bagian luar (permukaan) bahan sudah kering sedangkan
bagian di alamnya masih basah yang disebabkan karena suhu pengeringan
terlalu tinggi. Case hardening juga dapat disebabkan karena adanya
perubahan kimia tertentu misalnya penggumpalan protein pada permukaan
bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrindari pati yang jika
dikeringkan akan menjadi bahan yang massif (keras) pada permukaan bahan.
Kekenyalan pada produk pengeringan merupakan hal yang tidak
diinginkandan tidak disukai oleh konsumen. Dengan kata lain hal
ini merupakan penurunan mutu.
Pada bahan sample yang dikeringkan dengan menggunakan sinar
matahari langsung, prosesnya berjalan lebih dari 1 minggu. Waktu yang
diperlukan untuk mengeringkan bahan lebih lama, selain karena panas yang
didapat dari matahari tidak merata dan tidak konstant juga karena faktor
perbedaan kadar air bebas dan terikat yang terkandung dalam bahan. Untuk
pengeringan apel akan memakan waktu lebih lama dibanding pengeringan
nanas karena kadar air terikat dalam apel lebih besar dibanding nanas
sehingga air lebih sulit unuk meninggalkan bahan.
b. Cabinet Drier
Pengeringan dengan Cabinet Dryer menggunakan suhu 50 C. Adapun
mekanisme pengeringan dengan cabinet dryer yakni kandungan air dalam
bahan dikurangi dengan memanfaatkan energi panas yakni berupa udara panas
yang berasal dari blower. Udara dari blower pada mulanya belum panas, tetapi
setelah udara masuk dalam kabinet dryer diubah menjadi udara panas oleh
kompor listrik yang ada didalamnya. Selanjutnya udara panas tersebut
bergerak ke atas sampai ke bahan. Air dalam bahan akan ikut keluar bersama
udara panas. Hingga hanya tersisa air terikat dalam bahan.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk tiap sample berbeda-beda
tergantung jenis dan luas permukaan bahan serta berlakuan sebelum proses
pengeringan. Pengeringan yang dilakukan secara mekanis ini, yakni dengan
menggunakan alat pengering buatan (artificial drying) dapat mempermudah
dalam mengontrol faktor-faktor dalam proses pengeringan. Pengaturan suhu
udara misalnya, dapat menghasilkan produk yang jauh lebih homogen dan
teratur bila suhu udara pengering tersebut diatur sesuai dengan sifat bahan dan
hasil yang dikehendaki.
Pengaturan suhu dan aliran udara pada unit pengering mempengaruhi
produk hasil pengeringan. Pada pengamatan suhu bahan didapat data kenaikan
suhu pada bahan yang diletakkan di rak bawah lebih tinggi daripada suhu
bahan yang diletakkan di rak atas. Perbedaan suhu pada masing-masing rak
dapat disebabkan oleh aliran panas yang diberikan ke unit pengering. Efisiensi
pengeringan/penguapan air dapat ditentukan sebagai perbandingan panas
secara teoritis dibutuhkan untuk menghasilkan panas laten penguapan air yang
dikeringkan dengan menggunakan panas sebenarnya di dalam alat pengering.
Panas laten inilah yang diperlukan untuk merubah fase benda. Pengamatan
efisiensi penguapan air tiap rak berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa
laju penguapan air bahan semakin meningkat dari rak atas hingga rak bawah.
Efisiensi termis unit pengering dapat mempengaruhi produk yang
dikeringkan. Jika efisiensi kerja unit pengering tinggi maka produk kering
yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.kenaikan atau pun penurunan
efisiensi unit pengering sangat berpengaruh pada produk. Penurunan efisiensi
unit pengering ini dapat mempengaruhi data kuantitatif yang diperoleh dari
pengamatan terdapat beberapa data yang kurang sesuai dengan literatur karena
terdapat unit pengering yang tidak dapat bekerja secara optimal.
Jenis pengeringan ini tidak disarankan untuk pengeringan pangan
karena energi yang digunakan kurang efisien daripada alat pengering
( Dehydrator). Selain itu sulit mengontrol suhu rendah pada cabinet dryer dan
pangan yang dikeringkan lebih rentan hangus (Hughes dan Willenberg,1994).
c. Oven dan Desikator
Pada percobaan penetapan kadar air dengan menggunakan oven dan
desikator, pertama-tama bahan dalam cawan dipanaskan pada oven suhu 105
C selama 4 jam. Cawan dan sampel kemudian didinginkan dalam desikator
selama 15-30 menit kemudian produk akhir ditimbang dan dimasukkan
kembali ke dalam oven dengan suhu 105 C selama 13 jam.
Menurut Sudarmadji (2007), prinsip metode penetapan kadar air
dengan oven biasa atau Thermogravimetri yaitu menguapkan air yang ada
dalam bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan dengan berat
konstant yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini relatif lebih
mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya
reaksi yang lain karena pemanasan maka dilakukan pemanasan dengan suhu
rendah dan tekanan vakum. Selama pendinginan sebelum penimbangan bahan
ditempatkan di ruangan tertutup(desikator) yang telah diberi zat penyerap air.
Saat bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C semua air bebas
menguap ditunjukkan dengan berat konstan bahan setelah 4 jam pemanasan.
Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang
terkandung. Panas dalam oven akan membuat air dalam bahan berdifusi
keluar dari bahan. Pindah massa air ini memerlukan perubahan fase air dari
cair menjadi uap.
Metode ini mempunyai kelebihan yaitu suhu dan kecepatan proses
pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak tepengaruh cuaca, sanitasi
dan higine dapat dikendalikan. Selain itu kelemahan metode ini adalah
memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi
dibandingkan pengeringan sundrying(alami), bahan lain selain air juga ikut
menguap karena panas tinggi yang digunakan . Dapat terjadi reaksi selama
pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Bahan yang
mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan
airnya meskipun sudah dipanaskan.
Analisis kadar air menggunakan pengering oven dan desikator
merupakan cara analisis yang paling banyak digunakan karena relatif
sederhana. Namun demikian sering ada kesalahan yang diabakan penelitian
yaitu : Jika suhu oven yang digunakan lebih kecil dari yang seharusnya (105
C) dapat mengakibatkan tidak semua air dalam sampel teruapkan sehingga
dapat menyebabkan kadar air yang diperoleh lebih kecil dari yang seharusnya.
Kemudian jika suhu oven lebih besar dari yang seharusnya dapat
menyebabkan kadar air lebih tinggi karena tidak hanya air yang teruapkan
akan tetapi bahan lain yang mudah menguap (ex: minyak astiri) ikut teruapkan
dan ketika neraca analitik yang digunakan untuk penimbangan tidak
terkalibrasi.
Dalam praktikum ini hasil yang didapat sudah sesuai dengan literatu
yaitu pengeringan dengan oven dan desikator lebih cepat dilakukan dibanding
dengan dua teknik pengeringan sebelumnya.
d. Blansing
Sebagian besar sayuran dan beberapa buah pucat sebelum diproses
lebih lanjut, seperti pengalengan, pembekuan atau dehidrasi diberi perlakuan
blanching terlebih dulu. Blanching adalah panas ringan tapi bukan merupakan
metode pengawetan yang dilakukan antara persiapan dan pengolahan.
Blanching juga dilakukan untuk inaktivasi enzim, membersihkan dan
mengurangi kandungan mikroba, mempertahankan dan memperbaiki warna,
memperlunak jaringan, memperbaiki tekstur, serta untuk pengeluaran gas
seluler. Hasil proses blanching di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis
bahan, ukuran bahan, suhu blanching, dan cara blanching seperti dengan
menggunakan air panas, uap, IQB (Individual Quick Blanching) dan vacuum.
Blansing adalah contoh transfer panas yang tidak stabil melibatkan
perpindahan panas konvektif dari media blansing dan konduksi dalam bahan
makanan. Perpindahan massa bahan ke dalam dan keluar jaringan juga
penting. Kondisi blansing yang tepat (waktu dan suhu) harus dievaluasi untuk
bahan baku dan biasanya merupakan keseimbangan antara mempertahankan
karakteristik kualitas dari bahan baku dan menghindari over-processing.
Faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:
1. persiapan buah atau sayuran, khususnya konduktivitas termal, yang akan
diterapkan menurut jenis, kultivar, tingkat kematangan dll;
2. keseluruhan efek blansing yang dibutuhkan untuk mengolah produk, yang
dapat ditunjukkan dalam banyak cara termasuk: mencapai suhu sentral
tertentu, mencapai tingkat tertentu dari inaktivasi peroksidase,
mempertahankan proporsi tertentu dari vitamin C;
3. Ukuran dan bentuk potongan makanan;
4. Metode pemanasan dan suhu media blansing.
Pada praktikum ini digunakan sistem blanching dengan uap panas
pada suhu 90 C selama 3 menit untuk bahan apel dan nanas. Proses blanching
akan memperlunak jaringan serta mengeluarkan gas inter seluler sehingga air
lebih bebas bergerak dan terhidrasi. Proses blanching menyebabkan senyawa
pektin yang tidak larut air terhidrolisis sebagian menjadi pektin yang larut
sehingga tekstur lunak (Muchtadi, 1992). Selain itu tahap penyesuaian lebih
cepat dilalui karena blanching menmberikan panas yang kemudian akan
digunakan untuk kelangsungan proses pengeringan. Produk dengan pra
perlakuan blanching lebih cepat kering dan mempunyai kadar air dalam bahan
yang lebih sedikit. Hal inilah yang menyebabkan nilai tekstur produk yang
diblanching lebih tinggi daripada produk non-blanching.
Tingkat Kesukaan
Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang
ditimbulkan oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, pencicipan,
dan pendengaran. Namun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya
terima terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan
(Soekarto 1985). Selanjutnya dikatakan pula bahwa penilaian citarasa makanan
menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian dikenal dengan istilah penilaian
organoleptik/sensori. Cara ini sering disebut juga penilaian subjektif karena
sepenuhnya tergantung pada kemampuan/kepekaan inderawi manusia.
Untuk mengetahui kesan mutu yang bersifat spesifik dari daging buah apel
dan nanas dilakukan pengujian mutu organoleptik dengan 5 orang panelis. Pengujian
organoleptik dapat dilakukan dalam berbagai cara, salah satu diantaranya adalah uji
hedonik (kesukaan). Uji organoleptik yang dilakukan terhadap udang ronggeng rebus
dengan perlakuan penambahan garam 2%, terdiri atas 4 parameter uji yaitu;
penampakan, bau, rasa, dan tekstur.
a. Penampakan
Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai dalam
mengkonsumsi suatu produk. Bila kesan penampakan produk baik atau
disukai,maka konsumen baru akan melihat karakteristik yang lainnya (bau, rasa
dan tekstur) (Soekarto 1985). Untuk apel komnsumen lebih menyukai apel
dengan daging buah berwarna putih pucat bersih tanpa noda/warna lain.
Sedangkan untuk buah nanas konsumen umumnya menyukai nanas dengan
daging buah berwarna kuning terang bersih tanpa noda atau warna lain.
b. Bau
Bau atau aroma makanan dapat menentukan enak atau tidaknya makanan.
Aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada rasa, dan kepekaan indera
pembauan biasanya lebih tinggi daripada indera pencicipan, bahkan industri
pangan menganggap sangat penting terhadap uji bau karena dapat dengan cepat
memberikan hasil penilaian apakah produk disukai atau tidak (Soekarto 1985).
Berdasarkan uji organoleptik, pada kedua bahan sample (apel dan nanas) panelis
menyukai bau asli dari bahan tersebut seperti bau spesifik apel atau nanas segar.
c. Citarasa
Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu produk. Walaupun
aroma dan tekstur bahan pangan tersebut baik tapi jika rasanya tidak enak, maka
paneis akan menolak produk tersebut (Soekarto 1985). Berdasarkan uji
organoleptik diketahui bahwa panelis rata-rata menyukai rasa daging buah apel
atau nanas yang manis dan segar. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan
rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh di bawah 20 oC atau di
atas 30 oC (Winarno 1997). Selain itu, setiap orang memiliki batas konsentrasi
terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan yang disebut dengan
threshold. Batas ini tidak sama pada setiap orang dan threshold orang terhadap
rasa yang berbeda juga tidak sama. Efek interaksi berbeda-beda pada tingkat
konsentrasi dan threshold-nya (Winarno 1997).
d. Tekstur
Tekstur dan konsistensi akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan
oleh bahan tersebut (Winarno 1997). Berdasarkan uji organoleptik diketahui
bahwa panelis menyukai tekstur daging buah apel yang agak keras, padat dan
kesat saat digigit/dimakan. Sedangkan untuk buah nanas panelis menyukai daging
buah yang agak lembut tidak lembek dan berair.
Keempat sifat sensoris tersebut dapat berubah. Perubahan ini dapat
diakibatkan oleh beberapa perlakuan yang diterapkan pada bahan seperti, pra
perlakuan blanching, pengeringan dengan sun drying, cabinet dryer dan atau oven
desikator.
Proses steam blanching berpengaruh besar pada warna produk karena
perlakuan blanching dapat mencegah terjadinya pencoklatan. Hal ini sesuai
dengan Siddiq et all (1992) dan Kumalaningsih, dkk (2004) yang menyatakan
bahwa perlakuan blanching diatas 70 C dapat menginaktifkan enzim PPO
sehingga perubahan warna dapat dicegah. Sedangkan blanching yang terlalu lama
akan menyebabkan warna sedikit agak gelap. Hal ini dikarenakan sample yang
dimasukkan dalam air mendidih dalam waktu yang lama, derajat panas lebih
tinggi daripada blanching dengan pengukusan sehingga menyebabkan semakin
banyak enzim yang rusak. Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya reaksi
pencoklatan enzimatis lebih sedikit sehingga intensitas warna coklat semakin
menurun. Menurut Wuensch dan Schalder (1972) dalam Smith (1987)menyatakan
bahwa perubahan warna dipengaruhi oleh komponen penyusunnya,seperti gula
sederhana, total asam amino dan air. Selain itu tanpa perendaman sulfit akan
meminimalkan kandungan zat kimia pada bahan ( Witono, 2002). Asgar et al.
(2006) juga menyatakan bahwa perambatan panas yang terjadi pada sayuran yang
diblanching dengan cara hot water blanching merupakan perambatan panas
secara konveksi, di mana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi,
sehingga lebih cepat menonaktifkan enzim.
Selain itu, inaktivasi enzim juga perlu karena enzim tertentu dapat
menghasilkan off aroma dan rasa atau menurunkan nilai gizi/nutrisi. Perlakuan
steam blanching mempengaruhi citarasa dan aroma produk. Dari hasil praktikum,
produk yang mendapat perlakuan steam blanching dan yang tidak memiliki
karakter rasa dan aroma yang sama. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan
pernyataan sebelumnya. Seharusnya produk dengan blanching akan mempunyai
aroma dan citarasa asli yang lebih kuat dibanding dengan yang tidak. Perbedaan
hasil ini disebabkan karena kurang telitinya praktikan dalam menganalisa sifat
sensoris produk dan atau kesalahan saat melakukan proses blanching.
Kurva Laju Pengeringan Bahan
Berikut merupakan kurva hubungan antara massa bahan sample dengan waktu
pada pengujian. Pada pengujian dengan proses pengeringan sun drying selama waktu
maksimal 10 hari (240 jam), massa bahan mengalami penurunan. Begitu pula dengan
proses pengeringan lainnya.
a. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Sun Drying
b. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Cabinet Dryer
c. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Oven dan Desikator
V. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Praktikum Dasar Teknologi Pengolahan acara Pengeringan ini memberikan
kesimpulan:
0
50
100
150
200
250
300
0
13
26
39
52
65
78
91
10
4
11
7
13
0
14
3
15
6
16
9
18
2
19
5
20
8
22
1
23
4
nanas(nonblanching)k6
nanas(blanching)k5
apel(nonblanching)
apel(blanching)
Nanas(nonblanching)k2
Nanas(blanching)k1
1. Lama waktu yang dibutuhkan
2. Kadar air
3. Perlakuan pra proses blanching memberikan pengaruh pada sifat sensori
produk seperti warna, aroma dan rasa cenderung tidak berubah. Blanching
juga akan mempercepat proses pengeringan sehingga kadar air dalam bahan
terhidrasi dan menghasilkan tekstur yang kering renyah.
4. Setelah proses pengeringan, didapatkan produk dengan karakter sifat sensori
yang berbeda dengan sebelum dikeringkan:
a. Warna
Sebelum pengeringan daging buah sampel apel berwana putih pucat.
Setelah pengeringan daging buah sampel berwarna kecokelatan.
Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas berwana kuning cerah.
Setelah pengeringan daging buah sampel berwarna kecoklatan.
b. Aroma
Sebelum pengeringan sampel apel beraroma apel segar. Setelah
pengeringan sampel terdapat aroma asam.
Sebelum pengeringan sampel nanas beraroma nanas segar. Setelah
pengeringan sampel terdapat aroma asam.
c. Rasa
Sebelum pengeringan daging buah sampel apel memiliki rasa yang segar
dan manis. Setelah pengeringan daging buah sampel memiliki rasa sedikit
masam.
Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas memiliki rasa yang
segar, manis sedikit asam. Setelah pengeringan daging buah sampel
memiliki rasa yang sedikit asam.
d. Tekstur
Sebelum pengeringan daging buah sampel apel agak keras berair. Setelah
pengeringan daging buah sampel kering dan liat.
Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas lunak dan berair. Setelah
pengeringan daging buah sampel kering dan renyah.
B. SARAN
Demi kelancaran praktikum, sebaiknya praktikan benar-benar memperhatikan
prosedur yang harus dilakukan sehingga tidak ada prosedur yang terlewat. Praktikan
juga harus ulet, gesit, teliti dan sabar menghadapi kondisi yang dapat menghabat
proses praktikum. Kinerja praktikan tidak lepas dari peran asisten praktikum.
Alangkah baiknya apabila assisten praktikum kembali mengkontrol praktikan selama
praktikum berlangsung agar tidak ada prosedur yang terlewat dan tidak terjadi
kesalah pahaman antara praktikan dan assisten praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. Prinsip Metode Oven Kalibrasi http://www.tester-kadar-air.com/prinsip-
metode-oven-kalibrasi/ diakses pada 2 November 2012 pukul 19.12
Anonim.2009.Pengeringan Kabinet http://witdy.wordpress.com/2009/03/15/pengeringan-
kabinet/diakses pada 2 November 2012 pukul 18.43
Winarno, F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.