5
F. Pembahasan Percobaan kali ini mengenai pemanfaatan kromatografi lapis tipis dalam analisis identifikasi jamu palsu. Jamu merupakan salah satu obat tradisional asli yang berasal dari Indonesia berupa bahan yang berasal dari tumbuhan, hewani, maupun pelican (mineral) atau campuran dari bahan tersebut yang digunakan secara turun temurun untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Penggunaan obat-obat kimia sebagai campuran dalam jamu kini semakin marak beredar di masyarakat. Tujuannya agar jamu yang dikonsumsi tersebut manjur alias langsung berkhasiat bila dikonsumsi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya bahan- bahan obat sintetik dalam produk jamu adalah dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen- komponennya akan dipisahkan antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Fase diam mengandung substansi yang dapat berpendar dalam sinar UV. Fase gerak merupakan pelarut atau

Pembahasan Klt Kognosi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kognosi

Citation preview

F. Pembahasan

Percobaan kali ini mengenai pemanfaatan kromatografi lapis tipis dalam analisis identifikasi jamu palsu. Jamu merupakan salah satu obat tradisional asli yang berasal dari Indonesia berupa bahan yang berasal dari tumbuhan, hewani, maupun pelican (mineral) atau campuran dari bahan tersebut yang digunakan secara turun temurun untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Penggunaan obat-obat kimia sebagai campuran dalam jamu kini semakin marak beredar di masyarakat. Tujuannya agar jamu yang dikonsumsi tersebut manjur alias langsung berkhasiat bila dikonsumsi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya bahan-bahan obat sintetik dalam produk jamu adalah dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Fase diam mengandung substansi yang dapat berpendar dalam sinar UV. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase gerak yang digunakan dalam percobaan ini ialah etil asetat : metanol (9 : 1).Dalam percobaan kali ini dilakukan identifikasi pemalsuan jamu pegal linu yang dibandingkan dengan jamu simulasi. Sampel jamu yang akan diidentifikasi ialah jamu sehat lelaki, jamu langgeng purba sejati, jamu sakit pinggang, jamu pegel linu, jamu angkur plus tribulus, dan jamu cleng marem. Bahan kimia obat yang umumnya ditambahkan ke dalam produk jamu ialah parasetamol, antalgin, Na-diklofenak, asam mefenamat, piroxicam, dan metampiron. Namun yang digunakan sebagai pembanding adalah parasetamol dan Na-diklofenak karena keduanya paling sering ditambahkan ke dalam produk jamu.Plat KLT yang digunakan harus dipanaskan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 100o C. Hal ini bertujuan untuk mengaktifkan silica gel agar saat proses elusi, plat KLT dapat menyerap dan berikatan dengan sampel. Apabila tidak diaktifkan maka silica gel tidak akan mampu berikatan dengan sampel sehingga pemisahan menjadi tidak sempurna. Eluen dijenuhkan dalam chamber untuk menghilangkan uap air atau gas lain yang mengisi eluen yang akan menghalangi laju eluen. Selain itu, hal ini juga betujuan agar mempermudah eluen dalam membawa senyawa yang memiliki kepolaran yang sama. Eluen yang sudah jenuh ditandai dengan terbasahinya seluruh bagian dari kertas saring yang dicelupkan dalam eluen.Larutan uji yang digunakan terdiri dari tiga jenis, yaitu larutan sampel, larutan pembanding dan larutan simulasi (sampel + pembanding). Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel maupun pembanding ialah methanol. Alasan pemilihan methanol dikarenakan pelarut tersebut merupakan pelarut universal dan bersifat semi polar yang mampu melarutkan senyawa polar maupun non polar dengan baik. Selain itu, parasetamol dan Na-diklofenak memiliki kelarutan yang baik dalam methanol. Masing-masing larutan ditotolkan pada plat KLT, kemudian dimasukkan ke dalam chamber berisi eluen yang telah jenuh dan ditunggu hingga eluen mencapai batas atas. Setelah itu, plat KLT diangkat dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Pengamatan noda (bercak) dilakukan pada sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm dan 254 nm. Mekanisme penampakan noda pada UV, yaitu suatu molekul yang mengabsorpsi cahaya ultraviolet akan mencapai mutu keadaan tereksitasi dan kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada waktu kembali ke tingkat dasar (emisi), emisi inilah yang digambarkan sebagai fluoresensi. Langkah selanjutnya ialah menghitung nilai Rf yang merupakan penentuan prinsip dari KLT dengan pengukuran berdasarkan jarak yang ditempuh oleh noda dan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari masing-masing sampel yang dapat diamati pada sinar ultraviolet. Bercak larutan pembanding tidak terlihat pada plat KLT, oleh karena itu dilakukan pemanasan di atas hot plate untuk memunculkan noda (bercak). Pemanasan ini akan mengakibatkan pergeseran pada penjang gelombang senyawa sehingga dapat diamati pada sinar tampak.Berdasarkan hasil pengamatan, maka diperoleh nilai Rf masing-masing sampel dengan pembanding parasetamol, yaitu jamu angkur plus tribulus (0,875 : 1), jamu cleng marem (0,9875 : 0,85), jamu langgeng purba sejati (0,75 : 0,8), jamu pegel linu (0,925 : 0,8), jamu sakit pinggang (0,875 : 0) dan jamu sehat lelaki (0,825 : 0,725). Sedangkan nilai Rf sampel dengan pembanding Na-diklofenak, yaitu angkur plus tribulus (1 : 1), cleng marem (0,9875 : 0,95), jamu langgeng purba sejati (0,95 : 0,825), jamu pegel linu (0,875 : 0,825), jamu sakit pinggang (0,9 : 0,85) dan jamu sehat lelaki (0,85 : 0,925). Diantara keenam sampel jamu tersebut, sampel jamu yang memiliki nilai Rf sama dengan pembandingnya ialah sampel jamu angkur plus tribulus. Hal ini menunjukkan bahwa jamu tersebut mengandung bahan obat kimia berupa natrium diklofenak. Sedangkan untuk kelima sampel lainnya dinyatakan negatif mengandung parasetamol dan natrium diklofenak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kelima sampel tersebut aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Akan tetapi, perlu identifikasi lebih lanjut dengan pembanding yang lain karena terdapat kemungkinan bahwa sampel jamu tersebut mengandung bahan kimia obat yang lain walaupun bukan parasetamol dan natrium diklofenak. Identifikasi terhadap jamu ini dilakukan untuk menjamin dan memastikan bahwa kandungan bahan di dalamnya tidak terdapat bahan kimia obat (BKO) yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.Kromatografi lapis tipis yang digunakan ini memiliki keuntungan yaitu dapat memisahkan senyawa yang sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks organik dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat dengan biaya yang tidak terlalu mahal, dan kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa g, sedangkan kerugiannya adalah harga Rf yang tidak tepat.