Upload
tarynuryana
View
227
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan Optimasi Metode Analisis Obat
Sulfametoxazol dan Parasetamol. Tujuan dilakukannya Optimasi Metode Analisis Obat
adalah untuk memastikan bahwa metode analisis yang digunakan akurat, spesifik dan
reproduksibel untuk menganalisis bahan obat tertentu dalam melakukan pengujian maupun
dalam pengawasan mutu, dimana dapat mencapai hasil yang konsisten serta dapat
memberikan data parameter farmakokinetik obat yang dapat dipercaya kebenarannya.
Pada percobaan ini digunakan data darah karena sebagian besar konsentrasi obat
berada dalam darah, dimana darah merupakan tempat yang cepat dicapai obat sehingga dapat
dilakukan penetapan kadar obat didalam tubuh. Dalam percobaan ini, darah diambil dari
hewan uji tikus melalui bagian vena ekor yang sebelumnya bagian ekor dibersihkan terlebih
dahulu dari kotoran dan bulunya dengan menggunakan scalpel. Darah yang keluar di
tampung pada tempat penampung darah (ependroff), dimana tempat penampung darah
tersebut sudah ditambah heparin yang berfungsi sebagai antikoagulan untuk mencegah
membekunya darah, hal ini karena darah besifat mudah menggumpal kemudian divortex agar
dapat bercampur secara merata dan terbentuk ikatan antara heparin dengan protein plasma
sehingga darah tidak cepat membeku.
Untuk Metode Analisis Obat Sulfametoxazol dan Parasetamol dilakukan optimasi
dengan metode penetapan kadar Bratton-Marshall, dimana metode ini merupakan cara yang
umum digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus amin
aromatis, termasuk di dalamnya sulfamethoxazol dan paracetamol.
Sulfamethoxazol dan Paracetamol dibuat larutan stock dengan konsentrasi 1 mg/ml
atau 1000 μg/ml. Kedua larutan stock tersebut masing-masing dibuat deret bakunya. Untuk
Sulfamethoxazol dibuat dengan kadar 0, 10, 20, 40, 60, 80, 100 dan 120 μg/ml, sedangkan
untuk Paracetamol dibuat dengan kadar 0, 100, 200, 300, 400, 500, 600 dan 700 µg/ml.
Fungsi dari deret baku tersebut adalah untuk membuat suatu persamaan regresi linier.
Sulfametoxazol Parasetamol
Masing-masing konsentrasi (kadar) dan blangko diperlakukan sama yaitu ditambah 2,0 ml
TCA, untuk deret baku Sulfamethoxazol ditambah dengan 2,0 ml TCA 5 % sedangkan untuk
deret baku Paracetamol ditambah dengan 2,0 ml TCA 20 %. Tujuan penambahan TCA
tersebut adalah untuk mengendapkan kandungan protein yang ada di dalam darah. Dimana,
Larutan Asam Trikloroasetat (TCA) mampu mengendapkan protein darah karena ion
negative dari larutan TCA tersebut mampu bergabung dengan protein darah yang bermuatan
positif. Dimana, pada dasarnya di dalam darah mengandung suatu protein (seperti;albumin).
Hal ini sama halnya dengan sifat dari protein, protein darah juga bersifat amfoter atau zwitter
ion, yaitu protein memiliki 2 muatan yang berlainan dalam 1 molekul (muatan positif dan
negative), sehingga dengan penambahan larutan TCA protein mampu diendapkan. Tanpa
adanya penambahan larutan TCA tersebut, protein darah mampu berikatan dengan obat
terutama albumin dan dengan adanya protein tersebut dapat menggangu pada pengukuran
absorbansi menggunakan spektrofotometer visible sehingga absorbansi yang terbaca kurang
tepat. Kemudian divortex agar dapat bercampur secara merata antara darah dengan larutan
TCA yang ditambahkan dan selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 10-
15 menit. Tujuan disentrifuge adalah untuk membantu larutan TCA dalam memisahkan
protein dari darah sehingga protein dalam darah dapat terendapkan dan diperoleh
supernatannya (beningannya).
Untuk perlakuan larutan obat Sulfamethoxazol, setelah diambil beningnya sebanyak
1,50 ml , kemudian ditambah dengan NaNO2 0,1 % , Asam Sulfamat 0,5 % dan larutan N(1-
naftil) etilendiamin 0,1 % , adapun fungsi dari penambahan-penambahan larutan tersebut
sebagai berikut;
Penambahan larutan NaNO2 0,1% pada beningan, berfungsi untuk membentuk garam
diazonium yang terbentuk pada reaksi antara NaNO2 dengan amin aromatis primer pada
Sulfamethoxazol. Adanya penambahan NaNO2 ini dapat menghasilkan gas NO2 sehingga
perlu pendiaman selama ± 3 menit agar gelembung yang terbentuk hilang. Hal ini, karena
apabila terdapat gelembung dapat mengganggu proses pengukuran absorbansi sehingga
pembacaan absorbansi kurang tepat.
Penambahan Asam Sulfamat 0,5% , berfungsi untuk memberikan suasana asam, sehingga
ion H+ dari asam sulfamat akan berikatan dengan gas NO2 membentuk HNO2 yang tidak
stabil dan mudah terurai. Dimana, HNO2 tersebut juga bersifat memprotonasi, sehingga
menghasilkan garam diazonium dan mampu melarutkan sampel golongan sulfa. Serta
dapat juga berfungsi untuk mengurangi kelebihan gas NO2 yang terbentuk.
Penambahan N(1-naftil) etilendiamin 0,1% , berfungsi untuk mengkopling garam
diazonium yang terbentuk, sehingga akan membentuk kompleks berwarna ungu (merah
keunguan). Oleh karena kompleks warna tersebut tidak stabil maka perlu didiamkan di
tempat gelap selama 5 menit. Kestabilan warna yang dihasilkan akan memungkinkan
pembacaan absorbansi yang tepat.
Untuk perlakuan larutan obat Paracetamol, setelah diambil beningnya sebanyak 1,50
ml , kemudian ditambah dengan HCL 6 N dan NaNO2 10% . Reaksi keduannya akan
membentuk HNO2 dengan reaksi sebagai berikut;
HCl (aq) + NaNO2 (aq) HNO2(aq) + NaCl (aq)
HNO2 tersebut bereaksi secara intramolekuler membentuk NO+ (ion nitosonium), dengan
reaksi sebagai berikut;
2 HNO2(aq) OH- (aq) + 2 NO+ (g)
Ion nitrosonium akan bereaksi dengan parasetamol membentuk senyawa berwarna kuning
(reaksi diazotasi). Kemudian di diamkan selama 15 menit ditempat dingin yaitu pada suhu <
15o C, hal ini bertujuan supaya reaksi yang terjadi berjalan dengan sempurna. Kemudian
ditambah dengan Asam sulfamat 15%, dimana Asam sulfamat ini akan bereaksi dengan sisa
gas nitrit yang belum hilang, sehingga gas nitrit yang masih tersisa dapat hilang. Hal ini
karena adanya keberadaan gas nitrit dapat mengganggu proses pengukuran. Dan kemudian
baru ditambah dengan NaOH 10% yang bertujuan untuk menetralkan larutan yang tadinya
bersifat asam karena adanya asam sulfamat. Adapun Reaksi Penetralan yang terjadi sebagai
berikut;
2 H+ (aq) + NaOH (aq) Na+ (aq) + H2O (l)
NaNO2 + HCl HNO2
Parasetamol + HNO2 2-nitro-4-acetamidophenolate
HNO2 >> + HSO3NH2 N2 ↑ + SO4
2- + 2H+ + H2O
2-nitro-4-acetamidophenolate anion 2-nitro-4-acetamidophenolate.
Setelah perlakuan di atas, sampel diambil untuk diukur serapannya pada
spektrofotometer visibel, dimana prinsip dari spektrofotometer visibel adalah penyerapan
NaOH
intensitas warna yang terbentuk oleh senyawa kompleks dari senyawa yang dianalisis yang
serapannya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Intensitas
warna yang dihasilkan akan meningkat secara linier dengan naiknya konsentrasi zat yang
ditetapkan dan semakin tinggi konsentrasi absorbansinya pun juga akan meningkat.
Langkah awal yang harus dikerjakan untuk melakukan Optimasi Metode Analisis
adalah penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan resapan tetap (Operating
Time). Dimana, penentuan operating time dilakukan apabila sampel yang dianalisis terjadi
reaksi pembentukan warna atau pembentukan komplek. Penentuan operating time ini
bertujuan untuk mengetahui jangka waktu pengukuran yang memberikan resapan tetap
(stabil) serta memberikan resapan yang maksimum. Dari hasil percobaan diperoleh Operating
Time untuk Sulfamethoxazol adalah 7 menit dengan nilai absorbansi 0,355. Sedangkan,
Operating Time untuk Paracetamol adalah 8 menit dengan nilai absorbansi 0,128.
Langkah yang kedua adalah dilakukan pencarian panjang gelombang maksimum atau
yang disebut dengan λ max. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang
larutan obat yang dianalisis yang memberikan resapan maksimum. Perlu dilakukan pencarian
λ max karena pada panjang gelombang maksimal mempunyai kepekaan yang maksimum, hal
ini karena setiap perubahan konsentrasi larutan yang dianalisa, perubahan absorbsinya besar.
Selain itu, disekitar panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbsinya datar dan pada
kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh
λ max untuk Sulfamethoxazol adalah 539 nm dengan absorbansi maksimum 0,355.
Sedangkan λ max untuk Paracetamol adalah 455 nm dengan absorbansi maksimum sebesar
0,128.
Kemudian untuk langkah yang ketiga adalah dilakukan pembuatan kurva baku.
Pembuatan kurva baku ini bertujuan untuk mengetahui kelinieritasan suatu kurva dimana
kurva baku tersebut diperoleh dari hubungan antara konsentrasi Vs absorbansi dari deret baku
yang dibuat. Dimana hubungan antara konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi. Dari
hasil pecobaan, untuk Sulfamethoxazol diperoleh persamaan garis y = 0,00558 x – 0,06113
dan diperoleh nilai r = 0,99104. Sedangkan, untuk Paracetamol diperoleh persamaan garis y =
0,00063081 x – 0,0780 dan diperoleh nilai r = 0,9743.
Untuk langkah yang terakhir adalah menentukan nilai perolehan kembali, kesalahan
sistematik dan kesalahan acak;
Nilai Perolehan Kembali (Recovery);
Perolehan kembali merupakan tolak ukur efisiensi metode analisis yang menunjukkan
perbandingan antara kadar yang terukur dengan kadar yang sesungguhnya, serta
menunjukkan akurasi suatu mentoda analisis. Dimana, persyaratan suatu metode analisis
harus dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi yaitu sekitar 75-90% atau
lebih. Semakin akurat menunjukkan bahwa metode analisis tersebut menghasilkan nilai
rata-rata yang sangat dekat dengan nilai sesungguhnya. Dari hasil percobaan, untuk
Sulfamethoxazol diperoleh nilai rata-rata recovery untuk kadar 40,908 µg/ml adalah
154,48 %, untuk kadar 60,388 µg/ml adalah 116,22% dan untuk kadar 99,348 µg/ml
adalah 100,86 %. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa nilai rata-rata recovery
Silfamethoxazol memenuhi syarat metode analisis karena hasil yang diperoleh
memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi yaitu lebih dari 75-90 %. Sedangkan,
untuk Parasetamol diperoleh nilai rata-rata recovery untuk kadar 99,73 µg/ml adalah
391,705 %, untuk kadar 299,20 µg/ml adalah 164,725 % dan untuk kadar 500,75 µg/ml
adalah 137,815 %.
Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa nilai rata-rata recovery untuk
Sulfamethoxazol dan Parasetamol memenuhi syarat metode analisis karena hasil yang
diperoleh memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi yaitu lebih dari 75-90 %.
Kesalahan Sistematik;
Kesalahan sistematik merupakan tolak ukur inakurasi (ketidak akuratan) suatu
penetapan kadar. Persyaratan untuk suatu metode analisis dapat memberikan nilai
kesalahan sistematik kurang dari 10 %. Dari hasil percobaan, untuk Sulfamethoxazol
diperoleh nilai rata-rata kesalahan sistematik untuk kadar 40,908 µg/ml adalah – 54,48
%, untuk kadar 60,388 µg/ml adalah – 16,22 % dan untuk kadar 99,348 µg/ml adalah –
0,86 %. Sedangkan, untuk Parasetamol diperoleh nilai rata-rata kesalahan sistematik
untuk kadar 99,73 µg/ml adalah – 291,705 %, untuk kadar 299,20 µg/ml adalah – 64,725
% dan untuk kadar 500,75 µg/ml adalah – 37,815 %.
Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesalahan sistematik untuk
Sulfamethoxazol dan Parasetamol memenuhi syarat metode analisis karena hasil yang
diperoleh memberikan nilai kesalahan sistematik kurang dari 10 %.
Kesalahan Acak;
Kesalahan acak merupakan tolak ukur imprecision suatu metoda analisis, dimana nilai
ini dapat bersifat positif ataupun negatif. Persyaratan untuk suatu metode analisis dapat
memberikan nilai kesalahan acak kurang dari 10 %. Dari hasil percobaan, untuk
Sulfamethoxazol diperoleh nilai rata-rata kesalahan acak untuk kadar 40,908 µg/ml
adalah 20,25 %, untuk kadar 60,388 µg/ml adalah 0,90 % dan untuk kadar 99,348 µg/ml
adalah 2,02 %. Berdasarkan hasil tersebut untuk kadar 60,388 µg/ml dan 99,348 µg/ml
memenuhi syarat karena hasil kesalahan acak kurang dari 10 % sedangkan untuk kadar
40,908 µg/ml tidak memenuhi syarat karena hasil kesalahan acak lebih besar dari 10 %.
Sedangkan, untuk Parasetamol diperoleh nilai rata-rata kesalahan acak untuk kadar
99,73 µg/ml adalah 31,27 %, untuk kadar 299,20 µg/ml adalah 48,66 % dan untuk kadar
500,75 µg/ml adalah 5,36 %. Berdasarkan hasil tersebut, hanya kadar 500,75 µg/ml yang
memenuhi syarat sedangkan untuk kadar 99,73 µg/ml dan 299,20 µg/ml tidak memenuhi
syarat karena hasilnya lebih dari 10 %. Adanya kesalahan acak yang tidak memenuhi
syarat ini dapat mempengaruhi ketepatan atau presisi suatu metode analisis.
KESIMPULAN
A. Operating time Sulfametoxazol pada menit ke-7 dan Paracetamol pada menit ke-8.
B. Panjang gelombang maksimum Sulfametoxazol adalah 539 nm, dan Paracetamol
adalah 455 nm.
C. Kurva baku untuk Sulfamethoxazol diperoleh persamaan garis y = 0,00558 x –
0,06113 dan diperoleh nilai r = 0,99104. Sedangkan, untuk Paracetamol diperoleh
persamaan garis y = 0,00063081 x – 0,0780 dan diperoleh nilai r = 0,9743.
D. Nilai Perolehan Kembali (Recovery) dari Sulfametoxazol diperoleh nilai rata-rata
recovery untuk kadar 40,908 µg/ml adalah 154,48 %, untuk kadar 60,388 µg/ml
adalah 116,22% dan untuk kadar 99,348 µg/ml adalah 100,86 % (memenuhi syarat).
Sedangkan, untuk Parasetamol diperoleh nilai rata-rata recovery untuk kadar 99,73
µg/ml adalah 391,705 %, untuk kadar 299,20 µg/ml adalah 164,725 % dan untuk
kadar 500,75 µg/ml adalah 137,815 % (memenuhi syarat).
E. Nilai kesalahan sistematik untuk Sulfamethoxazol diperoleh nilai rata-rata kesalahan
sistematik untuk kadar 40,908 µg/ml adalah – 54,48 %, untuk kadar 60,388 µg/ml
adalah – 16,22 % dan untuk kadar 99,348 µg/ml adalah – 0,86 % (memenuhi syarat).
Sedangkan, untuk Parasetamol diperoleh nilai rata-rata kesalahan sistematik untuk
kadar 99,73 µg/ml adalah – 291,705 %, untuk kadar 299,20 µg/ml adalah – 64,725 %
dan untuk kadar 500,75 µg/ml adalah – 37,815 % (memenuhi syarat).
F. - Hasil kesalahan acak Sulfametoxazol kadar 60,388 µg/ml dan 99,348 µg/ml
memenuhi syarat (kurang dari 10 %), sedangkan untuk kadar 40,908 µg/ml tidak
memenuhi syarat (lebih besar dari 10 %).
- Hasil kesalahan acak Parasetamol untuk kadar kadar 500,75 µg/ml memenuhi syarat
(kurang dari 10 %), sedangkan untuk kadar 99,73 µg/ml dan 299,20 µg/ml tidak
memenuhi syarat (lebih besar dari 10 %).
G. Dari data recovery dan kesalahan sistematik memenuhi persyaratan Bratton-Matshall,
sedangkan dari kesalahan acaknya ada beberapa data yang memenuhi persyaratan dan
ada yang tidak memenuhi persyaratan.