7
PEMANFAATAN BIJI MANGGA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LOGAM Oleh: Edi Junedi LATAR BELAKANG Korosi merupakan proses alamiah, yang terjadi karena logam berusaha untuk kembali pada bentuknya semula di alam. Jadi, proses korosi tidak bisa dihindari, dan karena proses ini merugikan, maka manusia berusaha untuk merekayasa supaya korosi yang terjadi bisa berjalan selambat mungkin. Penggunaan material logam dengan ketahan korosi yang lebih baik merupakan salah satu pilihan yang bisa ditempuh. Hanya saja, cara ini biasanya jarang menjadi pilihan utama bagi kebanyakan industri, karena peningkatan sifat material berarti pula disertai kenaikan biaya. Teknologi perlindungan logam yang telah dikenal saat ini menawarkan solusi yang lebih baik dalam usaha melawan korosi. Karena biaya yang harus dikeluarkan dan penggunaan metode yang tersedia bisa disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Beberapa metode tersebut adalah proteksi katodik, proteksi anodik, coating, dan penggunaan inhibitor. Proteksi katodik adalah metode pencegahan korosi pada logam dengan cara logam yang ingin dilindungi dijadikan lebih bersifat katodik. Apabila dilakukan dengan arus listrik dari power suplai maka disebut arus tanding, dan jika dihubungkan dengan logam lain disebut anoda korban. Proteksi katodik sangat efektif untuk melindungi korosi eksternal pada pipa saluran yang berada di bawah tanah atau dibawah air laut. Namun penggunaan metoda ini dapat menimbulkan masalah baru yang harus dipertimbangkan, seperti arus sesat (stray- current) yang justru dapat meningkatkan laju korosi pada logam lain di sekitar logam yang dilindungi, melepuhnya permukaan logam (blistering), retak pada

Pemanfaatan Biji Mangga Sebagai Inhibitor Korosi

Embed Size (px)

Citation preview

PEMANFAATAN BIJI MANGGA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LOGAM

Oleh: Edi Junedi

LATAR BELAKANG

Korosi merupakan proses alamiah, yang terjadi karena logam berusaha untuk kembali pada bentuknya semula di alam. Jadi, proses korosi tidak bisa dihindari, dan karena proses ini merugikan, maka manusia berusaha untuk merekayasa supaya korosi yang terjadi bisa berjalan selambat mungkin. Penggunaan material logam dengan ketahan korosi yang lebih baik merupakan salah satu pilihan yang bisa ditempuh. Hanya saja, cara ini biasanya jarang menjadi pilihan utama bagi kebanyakan industri, karena peningkatan sifat material berarti pula disertai kenaikan biaya.

Teknologi perlindungan logam yang telah dikenal saat ini menawarkan solusi yang lebih baik dalam usaha melawan korosi. Karena biaya yang harus dikeluarkan dan penggunaan metode yang tersedia bisa disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Beberapa metode tersebut adalah proteksi katodik, proteksi anodik, coating, dan penggunaan inhibitor.

Proteksi katodik adalah metode pencegahan korosi pada logam dengan cara logam yang ingin dilindungi dijadikan lebih bersifat katodik. Apabila dilakukan dengan arus listrik dari power suplai maka disebut arus tanding, dan jika dihubungkan dengan logam lain disebut anoda korban. Proteksi katodik sangat efektif untuk melindungi korosi eksternal pada pipa saluran yang berada di bawah tanah atau dibawah air laut. Namun penggunaan metoda ini dapat menimbulkan masalah baru yang harus dipertimbangkan, seperti arus sesat (stray-current) yang justru dapat meningkatkan laju korosi pada logam lain di sekitar logam yang dilindungi, melepuhnya permukaan logam (blistering), retak pada struktur, rusaknya lapisan cat, dan apabila dilakukan pada alumunium maka dapat merusak lapisan pasif[1].

Proteksi anodik merupakan metoda perlindungan logam terhadap korosi dengan cara merubah potensial logam menjadi lebih positif sehingga berada di daerah pasif pada diagram pourbaix. Metoda ini digunakan untuk melindungi korosi internal pada tangki atau vessel, namun hanya efektif jika logam dan lingkungan dapat membentuk lapisan pasif. Biaya instalasi, maintenance, dan power yang cukup besar merupakan parameter yang harus dipertimbangkan ketika memilih metoda ini.

Coating atau bisa juga disebut metoda pelapisan bisa dilakukan dengan cat (paint coating), senyawa organik(organic coating), atau logam(metallic coating). Metoda ini sangat umum digunakan karena ekonomis dan efektif. Namun penggunaannya pada perlindungan korosi internal sangat terbatas karena untuk mendapatkan hasil pelapisan optimal material yang akan dilapisi harus diberikan perlakuan khusus.

Inhibitor adalah senyawa kimia yang apabila ditambahkan kedalam lingkungan dalam jumlah sedikit dapat menghambat laju korosi. Penggunaan inhibitor hingga saat ini masih menjadi solusi terbaik untuk melindungi korosi

internal pada logam, dan dijadikan sebagai pertahanan utama industri proses dan ekstraksi minyak. Inhibitor merupakan metoda perlindungan yang fleksibel, yaitu mampu memberikan perlindungan dari lingkungan yang kurang agresif sampai pada lingkungan yang tingkat korosifitasnya sangat tinggi, mudah diaplikasikan (tinggal tetes), dan tingkat keefektifan biayanya paling tinggi karena lapisan yang terbentuk sangat tipis sehingga dalam jumlah kecil mampu memberikan perlindungan yang luas.

Inhibitor yang saat ini biasa digunakan adalah sodium nitrit, kromat, fosfat, dan garam seng[6]. Penggunaan sodium nitrit yang harus dengan konsentrasi besar (300-500 mg/l) menjadikannya inhibitor yang tidak ekonomis[7], berdasarkan hasil penelitian[8][9] kromat dan seng ditemukan bersifat toksik, dan fosfat merupakan senyawa yang dianggap sebagai polusi lingkungan, karena menyebabkan peningkatan kadar fosforous dalam air[10]. Sehingga inhibitor-inhibitor tersebut perlu digantikan dengan senyawa lain yang bersifat nontoksik dan mampu terdegradasi secara biologis , namun tetap bernilai ekonomis dan mampu mengurangi laju korosi secara signifikan.

GAGASAN

Daya inhibisi dari suatu senyawa organik terhadap korosi pada logam bergantung pada kemampuannya melepas elektron, jumlah elektron yang tidak berpasangan, kabut π elektron, sistem cincin aromatik, atau jenis grup fungsional yang mengandung unsur-unsur grup V dan VI dalam table periodik. Grup fungsional yang biasanya dipakai sebagai inhibitor adalah gugus hydroxi (-OH), epoxy (-C-O-C-), amine (-C-N-C-), amino (-NH2), thiol (-C=S-), dan gugus fungsi lainnya terdapat dalam literatur[17]

Mangga merupakan buah yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia, karena rasanya yang khas, kaya akan nutrisi, dan harganya terjangkau oleh semua kalangan. Tanaman mangga sebenarnya berasal dari India, jadi tak heran kalau hingga saat ini India merupakan negara penghasil buah mangga terbesar di dunia.

Klasifikasi tanaman mangga adalah sebagai berikut :Divisi : SpermatophytaSub divisi : AngiospermaeKelas : DicotyledonaeKeluarga : AnarcadiaceaeGenus : MangiferaSpesies : Mangifera sp.Berbagai jenis mangga yang biasanya ditanam di Indonesia adalah Mangifera Indica L. dan Mangifera foetida, seperti mangga gedong, arummanis, golek, cengkir, manalagi, kemang, dan kweni.

Indonesia merupakan penghasil buah mangga terbesar keenam di dunia, setelah India, RRC, Meksiko, Thailand, dan Pakistan[1]. Dengan jumlah produksi dari 33 provinsi 1.621.997 ton pertahun dan luas areal sebesar 195.503 hektar[2].

Daging buah mangga yang telah matang, umumnya langsung dikonsumsi atau diproses menjadi manisan, dodol, selai, permen, sari buah, cocktail, dan produk makanan lainnya. Sedangkan bagian biji dan kulit dari buah mangga langsung dibuang menjadi sampah (limbah).

Bagian biji memiliki berat antara 10-25% dari total berat buah tergantung varietasnya[3]. Dan bagian inti biji mangga yang lunak mewakili 20% dari total berat buah. Jadi dalam satu tahunnya, kita memproduksi lebih dari 300.000 ton sampah biji mangga[4]. Apabila hal ini tetap dibiarkan, maka akan bisa menjadi masalah bagi lingkungan, sehingga pemanfaatan biji mangga menjadi produk yang lebih bermanfaat merupakan hal yang sangat penting.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap buah mangga di Mesir[5], inti buah mangga per 100 gram protein mengandung asam amino essensial sebesar 32.1 ± 2.2 gram, berupa leucine, isoleucine, methionine, phenylalanine, lysine, threonine, tyrosine, valine, asam amino non esensial 52.2 ± 2.1gram, berupa aspartic, glutamic, serine, proline, glycine, alanine, histidine, arginine (dalam 100 g serbuk kering mengandung protein 6,7% g). Kandungan total polifenolnya sebesar 112 mg per 100 gram serbuk kering. Polifenol yang terdapat pada inti buah mangga berupa tannin, gallic acid, caffeic acid, ferulic acid, cinnamic acid, coumarin, dan mangiferinPenemuan tentang kemampuan ekstrak tanaman menghambat laju korosi membuka peluang baru bagi pencarian inhibitor yang lebih ramah lingkungan. Namun sayangnya, penelitian yang dilakukan justru cenderung pada tanaman-tanaman yang memiliki nilai jual tinggi atau bagian-bagian yang dikonsumsi oleh manusia, seperti daun teh, daun tembakau, dan buah strawberry[11][12][13]. Sehingga apabila pemanfaatannya dialihkan menjadi bahan pembuatan inhibitor, maka dapat mengakibatkan gangguan ketersediaan pasar, stabilitas harga atau bahkan ketahanan pangan.

Biji mangga, dalam hal ini memiliki peluang yang besar untuk digunakan sebagai inhibitor korosi, karena mengandung asam amino dan polifenol yang dapat mengurangi laju korosi[14][15][16], bahan tersedia melimpah, tidak bersifat toksik, dan pemanfaatannya membantu mengurangi produksi sampah.

.Asam amino memiliki cincin alifatik atau aromatik yang berikatan dengan grup amine dan asam karboksilik, polifenol juga memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil. Dibawah ini adalah gambar struktur beberapa senyawa yang terdapat dalam inti biji mangga.

valine leucin isoleucin

n = 1, aspartic n = 2 glutamic

caffeic acid gallic acid ferulic acid

Perlindungan logam oleh polifenol dan asam amino terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu adsorpsi secara fisika, adsorpsi secara kimia, dan pembentukan lapisan pada permukaan logam. Adsorpsi secara fisika berlangsung dengan cepat, karena interaksi elektrostatik antara permukaan logam yang memiliki charge positif dengan polifenol yang memiliki charge negatif, reaksi yang terjadi bersifat reversible. Adsorpsi secara fisika ini mudah terlepas akibat gangguan mekanis dan peningkatan temperatur. Sedangkan adsorpsi secara kimia bersifat lebih stabil, tidak sepenuhnya reversible, dan berlangsung dengan lambat. Semakin tinggi temperatur biasanya mengakibatkan peningkatan adsorpsi dan inhibisi. Adsorpsi secara kimia merupakan aktivitas transfer atau berbagi elektron antara polifenol atau asam amio dan permukaan logam, sehingga menentukan kemampuan inhibisi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wikipedia.org2. Statistik Pertanian 2007. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal

Hortikultur. Indonesia.3. Hemavathy J, Prabhakar JV, Sen DP. 1988. Drying and storage behaviour

of mango (Mangifera indica) and Composition of kernel fat. Asian Food Journal, 4, 59–63.

4. Arogba SS. 1997. Physical, Chemical and Functional Properties of Nigerian mango (Mangifera indica) kernel and its processed flour. Journal of the Science of Food and Agriculture, 73, 321–328.

5. Abdalla AEM, Darwish SM, Ayad EHE, El-amahmy RM. Egyptian mango by-product 1, Compositional quality of mango seed kernel. Food Chemistry 103 (2007) 1134–1140.

6. Hatch GB, Nathan CC. Corrosion Inhibitor. National Association for Corrosion Engineers. page : 126-147.

7. Conoby JF, SwainTM. 1967. Nitrite as a CorrosionInhibitor. Controlling Depletion of Sodium Nitrite, Mat. Pro.,6,55-58.

8. Goulart de Medeiros MAP. 2003. Genotoxicity of Chromium Compounds. Laboratory of Toxicology of the Faculty of Pharmacy of the University of Lisbon.

9. Finn J. 1940. Saving Fish from Metal Poisons. Eng. News-Record,125,910. Marcus P, Mansfeld F. 2006. Analytical Methods In Corrosion Science

and Engineering. CRC press.

11. Ilim dan Hermawan B. 2008. Studi Penggunaan Ekstrak Buah Lada, Buah Pinang, dan Daun Teh sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Medium Air LAut Buatan yang Jenuh CO2. Seminar Nasional Science dan Teknologi II. UNILA.

12. Ilim. 2006. Studi Penggunaan Ekstrak Tumbuhan sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak. Laporan Penelitian DINA PNBP. UNILA.

13. Eddy NO, Odoemelam SA, Odiongenyi, AO. 2009. Ethanol Extract of Musa Species Peels as A Green Corrosion Inhibitor for Mild Steel. Electric Journal of Environmental, Agricultural and Food Chemistry.

14. Shreir LL, Jarman RA, Burstein GT. 2000. Corrosion, Metal/Environment Reaction 3rd editon. Butterworth-Heinemann. page 2:158.

15. Shreir LL, Jarman RA, Burstein GT. 2000. Corrosion, Corrosion Control 3rd edition. Butterworth-Heinemann. page 11:19.

16. Rahim AA, Kassim J. 2008. Recent Development of Vegetal Tannins in Corrosion Protection of Iron and Steel. Recent Patents on Materials Science.

17. Papavinasam S, Winston Revie R. 2000. Uhlig’s Corrosion Handbook. John Willey and Son Inc. page : 1085-1105.