Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PELESTARIAN TRADISI GREBEG BESAR DI DEMAK ( 1974-
2016 ): Agensi Pemerintah Kabupaten Demak, Ahli Waris
Kadilangu, Dan Masyarakat.
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk MemperolehGelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Disusun Oleh:
Durrotul Muazah (1112022000066)
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 / 1440 H
0
i
ABSTRAK
Tradisi Grebeg Besar merupakan tradisi yang dilaksanakan setiap setahun
sekali pada bulan Dzulhijjah di Kabupaten Demak. Tradisi Grebeg Besar diyakini
sudah ada sejak Kesultanan Islam pertama di Demak saat dipimpin oleh Sultan
Fattah. Tradisi ini awalnya bertujuan untuk menyiarkan agama Islam yang
dilakukan oleh Wali Songo. Tradisi ini terus berlangsung sampai sekarang dan
terus dilestarikan di Kabupaten Demak. Tradisi ini merupakan rangkaian acara
yang dimulai dengan pembukaan dan acara puncaknya adalah penjamasan pusaka
Sunan Kalijaga.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui menapa tradisi Grebeg
Besar di Demak dapat berlangsung hingga saat ini, dan untuk mengetahui
seberapa jauh peran pemerintah Kabupaten Demak, Ahli Waris Kadilangu, dan
Masyarakat dalam melestarikan tradisi Grebeg Besar di Demak. Dalam penelitian
ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sedangkan pengumpulan
datanya, dilakukan dengan cara wawancara, studi pustaka, studi dokumentasi, dan
observasi.
Dari penelitian ini, ditemukan bertahannya tradisi Grebeg Besar di Demak
sampai sekarang karena adanya peran aktif dari Pemerintah Kabupaten Demak
yang menjadikan Grebeg Besar sebagai agenda wisata budaya tahunan unggulan
Kabupaten Demak. Pendapatan daerah Kabupaten Demak meningkat selama
prosesi Grebeg Besar berlangsung. Peran serta Ahli Waris Kadilangu dalam
melestarikan tradisi Grebeg Besar sebagai wasiat leluhur yang terus dilaksanakan,
dan partisipasi masyarakat Demak membuat tradisi Grebeg Besar menjadi meriah
dan tetap lestari sampai saat ini.
Kata kunci: Tradisi Grebeg Besar, Peran Pemerintah, Ahli Waris Kadilangu, dan
Masyarakat Demak.
ii
Kata Pengantar
Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji syukur penulis haturkan kepada
Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya.
Sholawat serta salam, senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat serta umatnya. Rasa Syukur dan haru luar biasa atas
Izin Allah SWT penulis akhirnya mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pelestarian Tradisi Grebeg Besar di Demak (1974 – 2016): Agensi Pemerintah
Kabupaten Demak, Ahli Waris Kadilangu, dan Masyarakat.’’ penulis
menyadari bahwa dengan selesainya skripsi in tidak berarti penulisan skripsi ini
telah sempurna melainkan masih memiliki banyak kekurangan. Namun penulis
berharap tulisan ini dapat memberikan sumbangsih bagi khazanah penelitian
khususnya yang membahas tradisi Islam di Demak Jawa Tengah.
Tentunya dalam menyelesaikan skripsi ini penulis tidak hanya berhasil
sendirian saja namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam selesainya
skripsi ini, baik bersifat moril ataupun materiil. Maka dengan ini penulis
mengucapkan terima kasih serta penghargaannya atas dorongan, do’a dan
kerjasamanya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Rasa terima kasih
dan penghargaan yang begitu besar penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
2. Dr. Saiful Umam, M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
3. H. Nurhasan, M.A. selaku Kepala Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang senantiasa
memotivasi penulis dan teman-teman angkatan 2012 untuk segera
menyelesaikan skripsi.
4. Solikhatus Sa’diyah, M.pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang
dengan sabar membantu penulis mengurusi segala proses administrasi
yang penulis butuhkan.
iii
5. Dr. Awalia Rahma, MA selaku Dosen Pembimbing skripsi yang begitu
sabar meluangkan waktunya, memotivasi penulis, memberikan nasehat
dan masukan yang luar biasa berharga untuk membantu menyelesaikan
skripsi. Penulis merasa sangat beruntung berada di bawah bimbingan
sosok yang senantiasa menginspirasi penulis. Kebaikan hati serta
kesabarannya selalu menjadi motivasi penulis untuk terus belajar lebih
baik lagi.
6. Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum dan Drs. H. M. Ma’ruf Misbah,
M.A selaku dosen penguji skripsi saya.
7. Terima kasih kepada seluruh Dosen Prodi Sejarah dan Peradaban
Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menjadi mahasiswa
aktif di Fakultas Adab dan Humaniora.
8. Kedua orang tua yaitu bapak Amrin Salam dan Ibu Siti Roekhah
tercinta yang selalu memberikan dukungan, do’a dan perhatian serta
kasih sayang yang tiada henti kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dan lebih jauh membawa penulis menjadi
Sarjana.
9. Terima kasih kepada Suamiku tercinta Ahmad Islahul Abdi yang tanpa
lelah untuk terus memberikan motivasi, do’a, cinta dan kasih
sayangnya kepada penulis dan memberikan dukungan penuh secara
materiil maupun immaterial hingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
10. Terima kasih kepada Anakku tercinta Zahra Ayatul Husna yang selalu
mendampingi selama proses pembuatan skripsi. Terima kasih sayang
atas segala dukungannya yang membuat penulis termotivasi untuk
segera menyelesaikan skripsi.
11. Terima kasih kepada saudara-saudaraku, Umi Chabibah, Muhammad
Rizqi Mubarok, Ahmad Khoiruz Zidni, Shofwatul Bariyah, Ahmad
Niam, Laili Ismatun, lek Siti, tante Vivi, om Han, mami Puji, Cak
iv
Man, tante Sri, mba Ati’, mas Fathan, mba Ima, lek Kumet, dan tante
Fitri.
12. Terima kasih kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Demak terutama bapak Ardhito Prabowo, Raden Widjayanto dan
Raden Hariadi Saptianto selaku Ahli Waris Kadilangu, KH.
Muhammad Asyiq ketua MUI Kabupaten Demak, dan Afif Luthfi.
13. Terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan; Martin Lusyana,
Nuzulul Inayah, Nur Afidah, Agidia Oktaviani, Fitriana, Rizki Nurdia
Astuti, Irma fauziah, Diah Nur Afifah, Dede Delfia, Andhini
Rahmalia, Mardiyah, Suci Kismayanti, Merindu Fitriani, Dliya
Mubarokah, Alifianti Uswatun Hasanah, dan Muspiroh.
14. Terima kasih kepada teman-teman sekosan: Ema Rosmayanti, Fina
Aghnia, Syifa Nur Hidayah, Mila, Nila, dan Malih Pratiwi.
15. Terima Kasih yang luar biasa untuk teman-teman Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam Angkatan 2012.
Jakarta, 29 April 2019
Durrotul Muazah
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ....................................................
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 7
C. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8
F. Kerangka Teori .............................................................................. 9
G. Metode Penelitian ........................................................................ 12
H. Sistematika Penulisan .................................................................. 14
BAB II TENTANG MASYARAKAT DEMAK .......................................... 15
A. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat Demak .......................... 16
B. Kondisi Keagamaan Masyarakat Demak ..................................... 20
C. Kondisi Ekonomi Masyarakat Demak ......................................... 21
BAB III TRADISI GREBEG BESAR DI DEMAK ..................................... 22
A. Asal Usul Tradisi Grebeg Besar di Demak .................................. 22
B. Kronologi Pelaksanaan Tradisi Grebeg Besar di Demak ............ 27
B.1. Persiapan Tradisi Grebeg Besar ........................................... 27
B.2. Pelaksanaan Tradisi Grebeg Besar ....................................... 29
C. Nilai-Nilai dalam Perayaan Tradisi Grebeg Besar di Demak ...... 35
BAB IV PELESTARIAN TRADISI GREBEG BESAR ............................. 38
A. Penjaga Tradisi Grebeg Besar di Demak ..................................... 38
A.I. Peran Pemerintah Kabupaten Demak ................................... 38
B. Peranan Ahli Waris Kadilangu dalam Mempertahankan
Tradisi Grebeg Besar di Demak ................................................... 41
C. Peranan Masyarakat Kabupaten Demak dalam Melestarikan
Tradisi Grebeg Besar di Demak. .................................................. 44
vi
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 47
A. Kesimpulan .................................................................................. 47
B. Saran ............................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam di Jawa mempunyai karakter dan ekspresi keberagamaan
yang unik, hal ini dikarenakan adanya akulturasi budaya dalam penyebaran agama
Islam1 di tanah Jawa yang dilakukan oleh Wali Songo terutama Sunan Kalijaga.
Agama Islam masuk ke tanah Jawa saat budaya dan tradisi nenek moyang masih
mengakar kuat dalam masyarakat Jawa.2 Pola akulturasi Islam dengan budaya
Jawa dapat dilihat dari ekspresi tradisi yang dilaksanakan di daerah Jawa
termasuk salah satunya tradisi Grebeg Besar di Demak. Banyak literatur yang
sudah membahas tentang Islam Jawa, namun lebih banyak mengacu pada
Yogyakarta dan Solo, karena dua daerah tersebut dianggap sudah cukup mewakili
untuk menjadi model Islam di Jawa. Banyaknya sumber Islam di Jawa bagian
selatan karena adanya anggapan bahwa Islam di Jawa bagian selatan lebih unik
karena dinilai sinkretik. Padahal praktik keagamaan Islam di pesisir utara pun
tidak kalah menarik untuk diteliti lebih dalam. Salah satu praktik keagamaan yang
dimaksud adalah tradisi Grebeg Besar yang sampai saat ini tetap dilestarikan di
Kabupaten Demak.3
Demak merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa
Tengah bagian utara, berbatasan langsung dengan Kota Semarang sebagai pusat
pemerintahan di Jawa Tengah. Keberadaan Demak sebagai kerajaan Islam
pertama di pulau Jawa dengan tokoh utamanya Sunan kalijaga dan Raden Fattah4
yang diakui merupakan tokoh besar dan berpengaruh dalam lintas sejarah
1 Ummi Sumbulah, “Islam Jawa dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi dan
Ketaatan Ekspresi”, El Harakah vol. 14 no. 1, (2012), h. 51 2Ibid., h.52
3 Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa volume XVII no. 1,
(Januari - Juni 2010) , h. 73 4 Raden Fattah adalah Putra Raja Majapahit, Brawijaya V dengan seorang selir dari
Cempa. Raden Fattah kemudian berguru kepada sunan Ampel dan menikah dengan anak sulung
dari Nyai Ageng Maloka, cucu sunan Ampel, Raden Fattah diangkat oleh Brawijaya V sebagai
Adipati di Glagahwangi (Demak) dengan sebutan Adipati Natapraja (lihat: Ahmad Khalil, Islam
Jawa Sufisme Dalam Etika dan Tradisi Jawa, Malang: UIN Malang Press, 2008, h. 61)
2
Kabupaten Demak. Pada abad XV agama Islam mulai memasuki pulau Jawa,
penyebarannya dipelopori oleh Wali Sembilan atau lebih dikenal dengan sebutan
Wali Songo. Salah satu Wali yang terkenal adalah sunan Kalijaga. Cara Sunan
Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam sangat mudah diterima oleh semua
kalangan, karena Sunan Kalijaga tidak memperlakukan agama Islam sebagai
sebuah ancaman kebudayaan Jawa yang sudah mengakar.5 Dalam berdakwah,
Sunan Kalijaga sering mengenalkan Islam lewat pertunjukan wayang yang sangat
digemari oleh masyarakat saat itu.6 Kehidupan sosial dan budaya masyarakat
Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam, pada dasarnya Demak
menjadi pusat penyebaran agama Islam dan tempat berkumpulnya para wali.7
Sunan Kalijaga menggunakan berbagai cara yang disesuaikan dengan
kebudayaan asli masyarakat Jawa yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-
Budha. Sunan Kalijaga termasuk wali yang sangat produktif dalam menciptakan
tembang dan cerita wayang untuk dijadikan sarana dalam menyebarkan agama
Islam.8 Sunan Kalijaga melakukan akulturasi antara budaya lokal dengan Islam
sebagai media dakwahnya,9 akhirnya agama Islam dapat diterima oleh masyarakat
Jawa dengan memasukkan kebudayaan yang sudah ada sebelumnya. Perpaduan
antara ajaran agama Islam dengan kebudayaan asli masyarakat Jawa, antara lain
dapat dilihat dalam pelaksanaan upacara keagamaan pada bulan-bulan tertentu,
yang pelaksanaannya tidak bisa lepas dari adat istiadat yang telah ada
sebelumnya, seperti selametan.10
Masyarakat Demak sangat membanggakan dirinya sebagai warga kota
Wali. Tidaklah mengherankan jika kemudian beragam acara atau ritual yang
diperkenalkan oleh para wali masih berlangsung sampai saat ini dan menjadi
5 Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No. 1,
(Januari – Juni 2010), h. 75 6 Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, (Depok: Pustaka IIMaN, 2016), h. 267
7 Soedjipto,Abimanyu, Babad Tanah Jawi, (Jogjakarta:Laksana, 2014), h.324
8 Moh. Anif Arifani, “Model Pengembangan Dakwah Berbasis Budaya Lokal (Analisis
Tentang Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Dakwah Sunan Kalijaga)”, Ilmu dakwah vol. 4 No.
(15 Januari-Juni 2010 ), h. 851 9 Ibid., h. 851
10 Dinas Pariwisata Kabupaten Daerah tingkat II Demak, Upacara Grebeg Besar di
Kabupaten Demak, ( Demak : 1995 ),h.1
3
semacam acara ritual yang selalu dinantikan masyarakat Demak dan daerah
sekitarnya. Salah satu upacara ritual yang diselenggarakan masyarakat Demak
adalah Grebeg Besar.11
Tradisi Grebeg Besar merupakan perwujudan rasa syukur terhadap
perjuangan para Wali yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Demak
terutama Sunan Kalijaga. Tradisi Grebeg Besar juga dijadikan sarana dakwah
Islamiah. Tradisi Grebeg Besar di Demak yang jatuh pada bulan Dzulhijjah
diyakini pertama kali diadakan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 (tahun
1506 Masehi) bersamaan dengan datangnya peringatan Hari Raya Idul Adha
(Qurban) atau hari Raya Haji.12
Tradisi Grebeg merupakan tradisi yang biasa
dilakukan oleh raja-raja Islam di tanah Jawa seperti Kesultanan Yogyakarta,
Kesultanan Surakarta, maupun Kesultanan Demak. Tradisi Grebeg banyak
macamnya seperti tradisi Grebeg Syawal, tradisi Grebeg Maulud, dan tradisi
Grebeg Besar.13
Ada yang menarik dalam pelaksanaan tradisi Grebeg Besar yaitu pada
malam 9 Dzulhijjah di serambi Masjid Agung Demak diadakan Tumpeng
Sembilan atau Tumpeng Songo yang berbentuk gunungan atau kerucut yang
mencerminkan jumlah Wali Songo.14
Dalam acara tumpeng sembilan yang
dijadikan sebagai bentuk rasa syukur kepada ALLAH SWT atas segala
kenikmatan, namun juga digunakan sebagai dakwah Islamiah yang dihadiri
masyarakat Demak dan kota sekitarnya. Acara puncak dari Grebeg Besar adalah
penjamasan pusaka kutang ontokusumo15
dan keris Kyai Carubuk. Pensucian
11
Hamid, A.Kasah, Grebeg Besar Kota Wali Demak, (Demak : CV. Cipta Adi Grafika,
2006), h.9 12
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, (Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989), h.127 13 Nur Achmad, “Perayaan Grebeg Besar Sebagai Sarana Komunikasi Dakwah, “ At-
Tabsyir Vol.1 dan 2, (Juli-Desember 2013), h. 12 14
Ibid., h. 3 15
Kutang Ontokusuma adalah sejenis baju tanpa lengan, yang dalam bahasa Jawa disebut
kutang. Menurut Babad tanah Jawa, begitu pembangunan masjid Agung Demak selesai dan orang-
orang selesai melaksanakan sholat subuh, Sunan Bonang melihat sebuah bungkusan aneh
tergantung di atas mihrab. Sunan Bonang kemudian memerintahkan Sunan Kalijaga untuk
mengambilnya. Menurut kepercayaan setempat, begitu membuka bungkusan tersebut, Sunan
Bonang menemukan surat yang mengatakan bahwa baju tersebut berasal dari Nabi Muhammad
4
pusaka Sunan Kalijaga merupakan lambang bahwa ajaran yang telah diberikan
kepada murid-muridnya maupun anak cucunya, jangan sampai dilupakan, harus
tetap dilestarikan, ditaati serta diamalkan dalam kehidupan.16
Tradisi Grebeg Besar yang diadakan setahun sekali di Kabupaten Demak
ini mendatangkan banyak pengunjung, yang datang dari Demak sendiri maupun
yang datang dari kota-kota lain. Pengunjung biasanya datang untuk menyaksikan
tradisi Grebeg Besar sekaligus ziarah ke makam Raden Fatah yang terletak di
komplek makam Masjid Agung Demak dan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di
Kadilangu. Pelestarian budaya merupakan upaya untuk mempertahankan budaya
tersebut agar tetap terjaga. Pelestarian mencakup upaya-upaya pemeliharaan,
perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya. Pengembangan
dan pemanfaatan warisan budaya merupakan alat dan strategi pelestarian, dalam
upaya memberdayakan dan mengangkat nilai-nilai penting warisan budaya. Nilai-
nilai penting warisan budaya meliputi nilai penting bagi ilmu pengetahuan,
kebudayaan, sejarah, dan nilai ekonomis yang terkandung dalam warisan
budaya.17
Bagi masyarakat Demak, adanya Grebeg Besar merupakan bentuk
pelestarian budaya dengan ikut serta meramaikan dan mengikuti rangkaian acara
dalam tradisi Grebeg Besar. Masyarakat selain mendapatkan hiburan dengan
adanya keramaian yang ada di Tembiring Jogo Indah. Masyarakat juga yakin akan
merasakan ketentraman dengan mengikuti serangkaian prosesi Grebek Besar di
Demak .18
Tradisi Grebeg Besar ini merupakan tradisi religius yang diwariskan
secara turun temurun. Tradisi ini dipercaya merupakan perwujudan yang kuat
terhadap adat istiadat yang diwariskan leluhur dan diyakini dapat memberikan
SAW. Para wali mencobanya tapi tak seorangpun yang pas memakainya kecuali Sunan Kalijaga. (
Lihat dalam Artikel yang ditulis oleh Siti Muawanah , Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga,
Analisa Volume XVII No. 1, Januari - Juni, 2010, h. 78-79 16
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, (Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989), .h.133 17
Roby Ardiwidjaja, Arkeowisata: Mengembankan Daya Tarik Pelestarian Warisan
Budaya, (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2018), h. 24 18
Nur Achmad, “Perayaan Grebeg Besar Sebagai Sarana Komunikasi Dakwah”, At-
Tabsyir Vol.1 dan 2, (Juli-Desember 2013), h. 5
5
keseimbangan dalam kehidupan. Besaran nama lain dari Grebeg Besar ini
diambil dari nama Besar yang merupakan nama dari bulan jawa yaitu bulan
Dzulhijjah, dimana perayaan grebeg besar berlangsung pada bulan besar
(Dzulhijjah) ini mampu membangkitkan semangat dan kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat Kabupaten Demak. Tradisi Grebeg Besar dilaksanakan setiap setahun
sekali di bulan Dzulhijjah, biasanya berlangsung selama satu minggu. Tradisi ini
terus dilestarikan dan dikembangkan dengan menambahkan beberapa rangkaian
acara seperti ziarah ke makam Raden Fattah di komplek Masjid Agung Demak
dan makam sunan Kalijaga di Kadilangu, serta penjamasan pusaka Sunan
Kalijaga di Kadilangu.
Perayaan Grebeg Besar telah mengalami beberapa perubahan. Pada tahun
1806 Bupati Demak Condronegoro VI mempunyai ide untuk menggabungkan
tradisi Grebeg Besar dengan beberapa kegiatan budaya seperti tarian barong
hakikat, topeng syari’at dan ronggeng ma’rifat, hal ini dimaksudkan untuk
menjadi sarana pemberitaan Islam di pendapa Kabupaten Demak. Pada tahun
yang sama, ada juga penjamasan pusaka (pencucian pusaka) Sunan Kalijaga yaitu
Kotang Ontokusumo dan Keris kyai Carubuk yang dipegang oleh pihak
kasepuhan Kadilangu.19
Tradisi Grebeg Besar pernah berhenti diadakan pada masa pendudukan
Jepang sampai tahun 1950, kemudian dari tahun 1950 sampai sekarang tradisi
Grebeg Besar dilestarikan kembali.20
Pada tahun 1972 Pemerintah kabupaten
Demak turut langsung menangani jalannya tradisi grebeg besar.21
Pada tahun
1974 atas saran Ki Nartosabdo ada pembaharuan dalam perayaan tradisi Grebeg
Besar yaitu adanya prajurit patang puluhan yang dimaksudkan untuk lebih
mensakralkan ritual tradisi Grebeg Besar. Pada tahun 1976 Drs. Winarna Surya
19
Siti Muawanah, “The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak” Studika Islamika Volume 13, (3 November 2006) , h. 443 20
Nur Achmad, “Perayaan Grebeg Besar Sebagai Sarana Komunikasi Dakwah,” At-
Tabsyir Vol.1 dan 2,( Juli-Desember 2013), h. 13 21
Muhammad Adhim, Tradisi Grebeg Besar: Sejarah dan Perannya dalam penyebaran
Islam di Demak , Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora ,Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 35
6
Adisubrata selaku bupati Demak memodifikasikan ritual tradisi Grebeg Besar
dengan menambahkan prosesi selametan tumpeng sembilan, yang melambangkan
jumlah wali sembilan yang telah sangat berjasa dalam mensyiarkan agama Islam
di tanah Jawa.22
Pada tahun 1989 atas saran dari bapak Soekamto selaku Kabag Humas
Demak mengusulkan agar perayaan Grebeg Besar lebih menarik perlu
ditambahkan suatu sajian tarian Bedhayan. Hal ini disambut baik oleh H.
Soekarlan selaku bupati Demak. Akhirnya perayaan Grebeg Besar tahun 1989
ditambahkan penampilan Tari Bedhaya Tunggal Jiwa yang disajikan dengan
sembilan penari untuk mengiringi keluarnya Bupati beserta stafnya dalam proses
penyerahan minyak jamas.23
Peran masyarakat Demak dalam pelestarian Grebeg Besar yaitu dengan
cara ikut berpartisipasi dalam prosesi Grebeg Besar Demak. Dalam arti sebagian
masyarakat demak menjadi pedagang saat perayaan Grebeg Besar Demak. Untuk
yang tidak menjadi pedagangpun mereka ikut mengunjungi perayaan Grebeg
Besar. Dampak positif masyarakat yang berjualan saat perayaan Grebeg Besar
yaitu membuat suasana menjadi ramai. Pengunjung yang datang dari masyarakat
Demak sendiri maupun luar juga banyak. Keramaian ini yang menjadi ciri khas
grebeg besar Demak.
Peran pemerintah dalam pelestarian Grebeg Besar yaitu dengan terus
menerus berinovasi untuk perayaan Grebeg Besar Demak. Pada tahun 1998
perayaan Grebeg Besar diadakan di alun-alun Masjid Agung Demak, perayaan
grebeg masih tradisional, semua pedagang yang berjualan pada masa itu
mayoritas menjual barang-barang yang berkaitan dengan agama Islam dan barang
khas kota Demak, seperti tasbih, meja Al-Qur’an, lukisan Walisongo, busana
22
Siti Muawanah, “The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak”, Studika Islamika Volume 13,( 3 November 2006) , h. 443 23
Dyah Purwani Setianingsih, Deskripsi Tari Bedhaya Tunggal Jiwa Dalam Rangkaian
Tradisi Grebeg Besar, (Demak : Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Demak, 1 998), h. 6
7
muslim, dsb.24
Pemerintah juga mengupayakan ketertiban dan keamanan saat
prosesi Grebeg Besar berlangsung.
Berangkat dari hal tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji
dan membahas pembahasan tersebut dengan judul “Pelestarian Tradisi Grebeg
Besar di Demak (1974-2016) : Agensi Pemerintah Kabupaten Demak, Ahli Waris
Kadilangu, dan Masyarakat ”.
B. Identifikasi Masalah
Grebeg Besar adalah suatu ritual keagamaan yang berfungsi untuk
menyebarkan Agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dengan cara
berkumpul di Alun-alun Masjid Agung Demak dan memberi suatu hiburan seperti
wayang, musik gamelan, dan lain sebagainya. Sehingga Grebeg Besar pada jaman
sekarang adalah sebagai penghormatan dan rasa syukur atas perjuangan para
leluhur sehubungan dengan kegiatan Syiar Islam yang dilaksanakan oleh
Walisongo terutama Kanjeng Sunan Kalijaga. Terdapat beberapa permasalahan
yang penulis identifikasi dan berpotensi untuk dijadikan kajian terkait
pelaksanaan Grebeg Besar di Demak, diantaranya :
1. Grebeg Besar di Demak sebagai bukti kearifan lokal masyarakat yang
harus difahami sebagai salah satu tradisi budaya yang menyimpan nilai-
nilai historis masyarakat sehingga dapat berlangsung sampai sekarang.
2. Grebeg Besar merupakan akulturasi budaya, di mana para Wali Songo
mengadakan peringatan ini untuk mengislamkan masyarakat Demak
khususnya melalui perayaan seni. Ada pemaknaan tersendiri dalam setiap
prosesi grebeg Besar di Demak.
3. Grebeg Besar di Demak itu unik.
4. Ada perubahan fungsi sosial Grebeg Besar
5. Grebeg besar merupakan objek wisata religius yang penting.
6. Grebeg besar merupakan sumber Devisa di Demak.
24
Iwan, Effendy, “Dinamika grebeg Besar Demak pada Tahun 1999-2003 (Tinjauan
Sejarah dan Tradisi)”, JIH (Journal of Indonesian History), volume 3 No. 1 tahun 2014, h. 25
8
C. Rumusan Masalah
Dari beberapa Permasalahan yang berhasil teridentifikasi, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini diantaranya :
1. Bagaimana peran Pemerintah Kabupaten Demak, Ahli Waris
Kadilangu, dan masyarakat dalam melestarikan tradisi Grebeg Besar di
Demak?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini yaitu :
1. Untuk menjelaskan upaya Pemerintah Kabupaten, Kasepuhan
Kadilangu, dan masyarakat dalam pelestarian tradisi Grebeg Besar.
2. Untuk mengetahui cara melestarikan budaya Islam agar tetap terjaga
sampai sekarang.
3. Untuk memberikan masukan dan saran kepada pemerintah Kabupaten
Demak.
E. Tinjauan Pustaka
Grebeg Besar merupakan tradisi yang rutin dilaksanakan setahun sekali di
Kabupaten Demak, tradisi ini mampu bertahan ditengah-tengah masyarakat
modern sehingga tradisi ini tetap terjaga dan terus dilestarikan sampai sekarang.
Grebeg Besar juga mampu mendatangkan banyak pengunjung sehingga sangat
menarik untuk diteliti. Beberapa karya yang berkaitan dengan Grebeg besar
banyak ditemukan seperti buku, artikel, jurnal, dan majalah, skripsi dan tesis. Di
bawah ini beberapa sumber yang dijadikan rujukan dalam skripsi ini, diantaranya :
Dalam artikel yang ditulis oleh Siti Muawanah seorang Peneliti dari Balai
Litbang Semarang pada Jurnal Analisa Volume XVII, No. 01 pada Januari – Juni
2010 dengan judul Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga menjelaskan tentang
nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam ritual penjamasan Pusaka Sunan
Kalijaga. Penulis menjadikan artikel ini rujukan karena banyak sekali informasi
yang dapat diambil berkaitan dengan Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga. Seperti
9
yang diketahui bahwa penjamasan pusaka Sunan Kalijaga merupakan bagian dari
rangkaian acara Grebeg Besar.
Artikel yang di tulis oleh Siti Muawanah pada jurnal Studia Islamika vol.
13 no. 3 pada tahun 2006 yang berjudul : The Meaning of An Islamic Festival: A
Study on the Grebeg Besar in Demak. Dari artikel ini penulis mendapatkan
banyak informasi tentang sejarah Grebeg Besar dan penjelasan tentang beberapa
prosesi dalam acara Grebeg Besar. Namun dalam Artikrl ini tidak dijelaskan
bagaimana peran pemerintah dalam melestarikan Tradisi Grebeg Besar.
Artikel yang ditulis oleh Setiyarini dalam Jurnal PP Volume 1, No. 2,
Desember 2011 yang berjudul “Ritual Grebeg Besar Di Demak Kajian Makna,
Fungsi dan Nilai “ menjelaskan bahwa Grebeg besar merupakan sebuah ritual
yang dilaksanakan setahun sekali pada bulan besar (Dzulhijjah ) sebagai wujud
penghormatan dan rasa syukur atas semua jasa para leluhur dalam mensyiarkan
agama Islam yang dilakukan oleh Walisongo khusunya sunan Kalijaga . Dalam
tulisannya dijelaskan makna dari setiap proses ritual Grebeg Besar, fungsi, dan
nilai nilai yang terkandung dalam tradisi Grebeg Besar. Temuan dari tulisan ini
adalah Grebeg Besar mempunyai fungsi sebagai upacara adat, media komunikasi,
hiburan, Integrasi masyarakat, dan objek wisata. Kemudian Nilai nilai yang
terkandung dalam Grebeg Besar antara lain religi/ Ibadah, Kerukunan, Solidaritas,
Kepemimpinan, Tanggung Jawab, Gotong royong, etika, estetika, dan ekonomi.
Tulisan ini sangat bermaanfaat bagi penulis untuk memperoleh gambaran dari
makna setiap proses ritual tradisi Grebeg Besar, Fungsi, dan nilainya.
F. Kerangka Teori
Indonesia adalah salah negara yang kaya akan beragam kultur dan
bahasanya. Dalam buku J. Van Baal dijelaskan kultur seperti yang dijelaskan oleh
Taylor25
adalah suatu pengertian yang menentukan norma, dan suatu yang hanya
25
Tylor adalah seorang yang pertama-tama menggunakan kata kultur untuk menunjukkan
keseluruhan keterampilan, kebiasaan, dan pengertian yang didapatkan dari belajar, yang berlaku
untuk kelompok tertentu di daerah tertentu. (Lihat: J. van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori
Antropologi Budaya Hingga Dekade 1970, Jakarta: Gramedia, 1970, h. 16)
10
bisa dicapai oleh mereka yang unggul.26
Jawa sebagai suku yang memiliki kultur
dan budaya dalam pembahasan ini penulis ingin menunjukkan salah satu kultur
dan budaya yang terdapat dalam tradisi Grebeg Besar.
Teori William H. Sewell tentang agensi menyatakan bahwa, adanya
beragam struktur dan sumber daya dalam setiap budaya tertentu memungkinkan
dan membatasi perilaku sosial, dengan menekankan diberlakukannya praktik
skema budaya semacam itu oleh agen manusia, yang kegiatannya tidak pernah
dengan sempurna meniru struktur yang mendasarinya, Sewell mengembalikan
dinamika internal ke konsep struktur yang menjelaskan bagaimana hal itu
dipertahankan melalui reproduksi manusia dan pada saat yang sama
memungkinkan untuk transformasi yang berkelanjutan. Sewell menjelaskan
bahwa istilah “agen” menunjukkan adanya kemampuan untuk melakukan kontrol
atas relasi sosial di mana si agen tersebut berada. Agensi ini menyangkut
kehendak, tindakan secara kreatif, dan juga tindakan untuk mengkoordinasi
tindakan seseorang dengan orang lain maupun berhadapan dengan orang lain.27
Agen diberdayakan oleh struktur, baik oleh pengetahuan tentang skema
budaya yang memungkinkan mereka untuk memobilisasi sumber daya dan dengan
akses ke sumber daya yang memungkinkan mereka untuk membuat skema.
Struktur itu dinamis, bukan statis; ini adalah hasil yang terus berkembang dari
proses interaksi sosial. Bahkan reproduksi struktur yang kurang lebih sempurna
adalah proses temporal yang mendalam yang membutuhkan perilaku manusia
yang banyak akal dan inovatif. Tetapi agensi yang sama akal yang menopang
reproduksi struktur juga memungkinkan transformasi dengan cara transposisi
skema dan remobilisasi sumber daya yang membuat struktur baru dikenali sebagai
transformasi dari yang lama.28
Teori ini digunakan karena adanya agensi, dari Ahli Waris Kadilangu, dam
Masyarakat Demak yang berperan dalam pelestarian Grebeg Besar. Ahli Waris
26
J. van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya Hingga Dekade
1970, (Jakarta: Gramedia, 1970), h. 16 27
Rilus A. Kinseng, “Struktugensi:Sebuah Teori Tindakan”, Sodality: Jurnal Sosiologi
Pedesaan, (Agustus, 2017), h. 131 28
Gabrielle M. Spiegel, Practicing History New Directions in Historical Writing After
The Lingistic Turn, ( New York And London: Routledge Taylor & Francis Group, 2005), h. 141
11
Kadilangu mempunyai kemampuan dalam derajat tertentu untuk
mengkoordinasikan acara penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga, yang pada akhirnya
bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Demak untuk menyatukan acara
penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga dengan rangkaian acara tradisi Grebeg Besar,
sehingga tradisi Grebeg Besar menjadi lebih menarik karena adanya kegiatan
sakral penjamasan pusaka Sunan Kalijaga.
Masyarakat juga berperan penting dalam tradisi ini. Masyarakat terbagi
menjadi dua, yaitu masyakat setempat dan masyarakat pendatang. Masyarakat
setempat melestarikan tradisi Grebeg Besar di Demak karena masyarakat
mendapat keuntungan baik secara materiil maupun imateriil. Masyarakat
pendatang yang mengikuti tradisi Grebeg Besar pun mendapat kepuasan
tersendiri, selain bisa berziarah, masyarakat pendatang juga bisa menikmati
keramaian yang ada di Tembiring Jogo Indah. Masyarakat pendatang juga ada
yang individu dan kelompok. Masyarakat pendatang individu biasanya hanya
datang sendirian untuk mengikuti acara tradisi Grebeg Besar. Masyarakat
pendatang kelompok merupakan sekelompok rombongan baik dari kelompok
majlis ta’lim, sekolahan dan pesantren yang datang dari berbagai daerah untuk
berziarah ke makam Raden Fattah dan Sunan Kalijaga. Di balik rombongan yang
datang berziarah ada sosok kyai yang menjadi panutan. Dalam hal ini jika
dikaitkan dengan tradisi Grbeg Besar, adanya sosok kyai yang ikut serta berperan
dalam melestarikan Grebeg Besar. Kyai yang memimpin rombongan ziarah
menjadi agen pelestarian tradisi Grebeg Besar karena kyai merupakan figur
panutan yang dihormati, diikuti petuah dan perilakunya.29
Struktur sendiri maksudnya adalah pemerintah kabupaten kota yang
memberdayakan agen (Masyarakat dan ahli waris Kadilangu) untuk menjaga dan
melestarikan tradisi Grebeg Besar. Pemerintah terus berupaya melalui agensi
untuk menjadikan tradisi Grebeg Besar lebih menarik lagi sehingga peran agensi
sangatlah dibutuhkan dengan menyumbangkan gagasan atau inovasi baru.
29
Mahmud MM, Model-model Pembelajaran di Pesantren , (Ciputat: Media Nusantara,
2006), h. 6
12
Selain itu, teori Bourdieu tentang modal Sosial dan Budaya. Bourdieu
menjelaskan bahwa dengan mengonversi modal ekonomi ke modal politik, sosial,
dan budaya atau modal simbolik. Upaya ini bisa dianggap sebagai upaya yang
kurang nyata benefitnya saat ini, namun bisa menjadi investasi pada masa yang
akan datang. Reproduksi budaya yang mengacu pada kecenderungan suatu
masyarakat secara umum, dan sistem pendidikan secara khusus, untuk
memproduksi sendiri dengan cara menanamkan pada generasi muda nilai-nilai
masa lalu.30
Tradisi Grebeg Besar merupakan modal budaya yang dimiliki
Kabupaten Demak yang dapat dijadikan modal untuk generasi selanjutnya tentang
pentingnya menjaga warisan leluhur. Dari pelestarian tradisi ini baik pemerintah
maupun masyarakat dapat menikmati hasilnya dengan memperoleh keuntungan
dari pelestarian tradisi Grebeg Besar.
G. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian
sejarah. Setelah penulis menetapkan dan menemukan obyek dalam pembahasan
tentang Pelestarian Tradisi Grebeg Besar Tahun 1974-2016: Agensi Pemerintah
Kabupaten Demak, Ahli Waris Kadilangu, dan Masyarakat. Penelitian ini
dilakukan di Demak Jawa Tengah, sesuai dengan judul yang diangkat penulis.
Adapun Metode Penelitian yang akan penulis pakai dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Heuristik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber.31
Dalam penelitian ini penulis menelusuri dan mengumpulkan sumber data
melalui pelacakan atas berbagai dokumen, wawancara dengan pemerintah
kabupaten Demak, Ta’mir Masjid Agung Demak, pihak Ahli Waris Kadilangu,
dan masyarakat Demak terkait dengan penelitian ini. Sumber primer dapat
diperoleh dari pihak pemerintah, dan kasepuhan Kadilangu yang berupa dokumen,
30
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial Edisi kedua, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2015), h. 104 31
Dudung Abdurrahman. Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), cetak II, h. 54
13
gambar dan hasil wawancara. Sedangkan sumber sekunder penulis dapatkan dari
buku-buku, jurnal, artikel, pamflet, yang berhubungan dengan penelitian ini.
Sebagai langkah awal, penulis mencari data di beberapa tempat, mendatangi
langsung Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak, Kasepuhan
Kadilangu, Perpustakaan Kabupaten Demak, Perpustakaan Utama Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora.
2. Kritik Sumber
Sumber-sumber yang telah dikumpulkan baik berupa benda, sumber
tertulis maupun sumber lisan kemudian diverifikasi atau diuji melalui serangkaian
kritik, baik yang bersifat intern maupun ekstern.32
Dalam tahap kritik intern
langkah ini dilakukan untuk menilai kelayakan sumber mana yang dipercaya atau
tidak sebagai sumber tertulis. Penulis membandingkan isi sumber tersebut dengan
karya lain. Kemudian kritik ekstern penulis lakukan untuk mengetahui sejauh
mana keabsahan dan otentisitas sumber. Dalam menguji sumber lisan penulis
melihat latar belakang responden terkait adanya hubungan antara responden
dengan pelaksanaan tradisi Grebeg Besar di Demak yang sekiranya mempunyai
kedekatan dengan penelitian ini.
3. Interpretasi
Pada tahap selanjutnya yaitu Interpretasi yang merupakan upaya
penafsiran atas fakta-fakta sehingga fakta itu menjadi struktur yang logis. 33
penulis akan melakukan interpretasi pada setiap sumber yang telah ditemukan
yang berkaitan dengan Tradisi Grebeg Besar dan perkembangannya, dengan
menggunakan pendekatan ilmu sejarah dan sosial berdasarkan data yang terdapat
dari dalam sumber yang ada.
4. Historiografi
32
M. Dien Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta:UIN Jakarta Press,2013), h. 113 33
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2015), cetak II, h.. 83
14
Historiografi ialah proses menuliskan hasil penafsiran menjadi sejarah
yang utuh. Penulis akan menuangkan seluruh gagasan, pemikiran, imajinasi untuk
menjawab beberapa pertanyaan penelitian yang terdapat dalam rumusan masalah
dalam sebuah karya sejarah.
H . Sistematika Penulisan
Secara Keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab I, terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian,
sistematika penulisan.
Bab II, dalam pembahasan ini penulis akan membahas dan menjabarkan
tentang gambaran tentang masyarakat Demak, kondisi sosial dan budaya
masyarakat Demak, kondisi keagamaan masyarakat Demak, kondisi ekonimi
masyarakat Demak.
Bab III, dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan tentang tradisi
Grebeg Besar yaitu asal usul tradisi Grebeg Besar Demak, kronologi pelaksanaan
tradisi Grebeg Besar yang berisi persiapan tradisi Grebeg Besar, pelaksanaan
tradisi Grebeg Besar, dan nilai-nilai dalam perayaan tradisi Grebeg Besar di
Demak.
Bab IV, dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan dan
memaparkan tentang pelestarian tradisi Grebeg Besar di Demak 1974-2016 yang
berisi penjaga tradisi Grebeg Besar, peran Pemerintah Kabupaten Demak, peranan
Ahli Waris Kadilangu dalam mempertahankan tradisi Grebeg Besar di Demak,
dan peranan masyarakat Kabupaten Demak dalam melestarikan tradisi Grebeg
Besar di Demak.
Bab V Berisikan penutup yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan
jawaban dari permasalahan yang menjadi motif awal pengkajian penelitian ini,
dan saran-saran yang menjadi masukan-masukan untuk perbaikan penelitian
selanjutnya.
15
BAB II
GAMBARAN TENTANG MASYARAKAT DEMAK
Demak sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terletak pada
koordinat 6º43´26´´- 7º09´43´´Lintang Selatan dan 110º27´58´´- 110º48´47´´
Bujur Timur.34
Kabupaten Demak berada pada pertengahan jalur jalan raya antara
Semarang- Kudus, dengan jarak dari Semarang 26 Km, dan jarak dari kudus 25
Km, Sehingga Demak seolah-olah terjepit diantara kota besar tersebut.35
Secara
Geografis wilayah kabupaten Demak berbatasan dengan :
- Sebelah Utara : Kabupaten Jepara dan Laut Jawa
- Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan
- Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang
- Sebelah Barat : Kota Semarang
Dilihat dari ketinggian permukaan tanah dan permukaan laut (elevasi),
wilayah Demak terletak mulai dari 0 sampai dengan 100 m dari permukaan laut
sedangkan dari tekstur tanahnya, wilayah Demak terdiri atas tekstur tanah halus
(tanah liat) seluas 49.066 ha dan tekstur tanah sedang (lempung) seluas 40.677 ha.
Luas wilayah Kabupaten Demak adalah 89.743 ha, yang terdiri atas 14
kecamatan, 243 Desa, dan 6 Kelurahan. Kabupaten Demak merupakan daerah
agraris yang kebanyakan penduduknya hidup dari pertanian. Sebagian besar
wilayah Kabupaten Demak terdiri atas lahan sawah yang mencapai luas 51,799 ha
(57,72 persen).36
Demak terkenal dengan sebutan Kota Wali, karena mempunyai bangunan
yaitu Masjid Agung Demak yang konon didirikan oleh Wali Songo. Masjid
Agung Demak mempunyai keistimewaan tersendiri karena salah satu tiang Masjid
34
BPS dan BAPPEDA Kabupaten Demak, Demak Dalam Angka 2016, (Demak:2016), h.
6 35
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah,( Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989). h. 125 36
BPS dan BAPPEDA Kabupaten Demak, Demak Dalam Angka 2016, (Demak:2016),
h.6
16
terbuat dari tatal (pecahan kayu) atau sering disebut soko tatal yang dipercaya
sebagai karya Sunan Kalijaga. Di komplek Masjid Agung Demak terdapat
makam raja-raja Kesultanan Demak yaitu makam Raden Fattah, makam Sultan
Trenggono, Patih Wonosalam dll. Sedangkan makam Sunan Kalijaga, Pangeran
Wijil, dan Empu Supa terletak di Kelurahan Kadilangu, sebelah tenggara kota
Demak dengan jarak kurang lebih 1,5 km.37
A. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat Demak
Masyarakat Demak dalam kehidupan sehari-hari masih menjunjung tinggi
nilai sopan santun, ramah tamah, dan gotong royong, hal ini terlihat ketika ada
saudara atau tetangga yang punya hajat tanpa ragu mereka datang untuk
berpartisipasi. Masyarakat Demak dengan beragam profesi dan agama yang
berbeda-beda, mampu hidup berdampingan secara rukun dan damai. Jumlah
Penduduk Kabupaten Demak pada sensus penduduk tahun 2015 berjumlah
1.117.901 orang terdiri atas 553.876 lakilaki (49,55 persen) dan 564.025
perempuan (50,45 persen). Jumlah ini meningkat sebanyak 5.681 orang atau
sekitar 1,04 persen dibanding tahun 2014. Berdasarkan kelompok usia, sebagian
besar penduduk kabupaten Demak termasuk dalam usia produktif (1564 tahun)
sebanyak 758.944 orang, dan selebihnya 296.880 orang berusia di bawah 15 tahun
dan 62.077 orang berusia 65 tahun keatas. Dilihat dari kepadatan penduduknya,
pada tahun 2015 kepadatan penduduk kabupaten Demak mencapai 1.246
orang,/km2. Penduduk terpadat terdapat di kecamatan Mranggen dengan
kepadatan 2.494 orang/km2, sedangkan penduduk paling jarang berada di
kecamatan Mijen dengan kepadatan hanya 517 orang/km2.
37
Muhammad Adhim, Tradisi Grebeg Besar: Sejarah dan Perannya dalam penyebaran
Islam di Demak , Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora ,Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 10
17
Tabel 1
Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Demak
tahun 2015.38
No. Kecamatan Penduduk Luas (KM2) Kepadatan
1 Mranggen 180.152 77,22 2.494
2 Karangawen 88.132 66,95 1.316
3 Guntur 76.163 57,53 1.324
4 Sayung 103.932 78,69 1.321
5 Karangtengah 62.110 51,55 1.205
6 Bonang 100.727 83,24 1.210
7 Demak 100.831 61,13 1.649
8 Wonosalam 75.240 57,88 1.300
9 Dempet 53.009 61,61 860
10 Kebonagung 39.767 41,99 947
11 Gajah 43.658 47,83 913
12 Karanganyar 70.209 67,76 1036
13 Mijen 51.107 50,29 1016
14 Wedung 72.864 98,76 738
Jumlah 1.117.901 897,43 1.246
38
Demak Dalam Angka ( Demak in Figures) 2016. Bekerjasama dengan Badan Pusat
Statistik Kabupaten Demak. (Demak: Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak, 2016), h. 74.
18
Jika dilihat dari tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten Demak.
Penduduk kabupaten Demak usia 15 tahun keatas yang bekerja pada tahun 2015
sebanyak 534.301 orang yang terdiri atas 316.456 lakilaki dan 217.845
perempuan, sedangkan banyaknya pencari kerja yang mendaftar selama tahun
2015 adalah sebanyak 6.455 orang yang terdiri dari 2.651 orang laki-laki dan
3.804 orang perempuan. Sebagian besar dari pencari kerja tersebut berpendidikan
setingkat SLTA 3.752 orang, setingkat SLTP 770 orang, sedangkan yang
berpendidikan Diploma /perguruan tinggi sebanyak 1.596 orang dan selebihnya
sekitar 292 orang berpendidikan SD.39
Pendidikan merupakan hal yang sangat
penting dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Di Kabupaten
Demak pada tahun 2014 terdapat sekitar 145.902 orang yang masih aktif
bersekolah. Terdapat 95.101 orang sekolah SD, 25.881 orang sekolah SLTP, dan
24.920 orang sekolah SLTA. Berdasarka catatan DINDIKPORA Kabupaten
Demak pada tahun 2014 ada sekitar 700 sekolah yang ada di Kabupaten Demak
yang terdiri dari 509 Sekolah Dasar, 89 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan
96 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Sedangkan tenaga pengajar pada tahun 2014
terdapat sekitar 10.945 orang, yang terdiri dari 5.686 guru SD, 1.702 guru SLTP,
dan 2.188 guru SLTA. 40
Dalam bidang kesehatan, Pemerintah Kabupaten Demak melalui Dinas
Kesehatan berupaya memberikan pelayanan kesehatan kapada masyarakat
khususnya di wilayah Kabupaten Demak dengan menyediakan sarana dan
prasarana kesehatan berupa pembangunan rumah sakit, puskesmas, penyediaan
obat-obatan dan penyediaan tenaga medis. Pada tahun 2014 tercatat ada sebanyak
3 unit rumah sakit, 27 unit puskesmas, 53 unt puskesmas pembantu, dan 44 unit
klinik. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan puskesmas, ada beberapa
puskesmas telah ditingkatkan fungsinya menjadi puskesmas dengan tempat
perawatan. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Demak pada tahun
2014 di Kabupaten Demak ada sekitar 49 orang dokter spesialis, dokter umum
39
Demak Dalam Angka ( Demak in Figures) 2016. Bekerjasama dengan Badan Pusat
Statistik Kabupaten Demak. (Demak: Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak, 2016), h. 58-60. 40
http://demakkab.go.id diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 10:50 WIB.
19
sebanyak 76 orang, dokter gigi 15 orang, apoteker 11 orang, sarjana kesehatan 31
orang, perawat 672 orang, perawat khusus gigi 32 orang, dan bidan sebayak 487
orang.41
Dalam bidang kebudayaan, kebanyakan bernafaskan Islam antara lain jenis
qosidahan, zippin, orkes melayu, rebana, dll. Wisata budaya yang dianggap dapat
mewakili peninggalan Islam adalah Masjid Agung Demak dan makam sunan
Kalijaga.42
Masjid Agung Demak mempunyai keistimewaan khas Nusantara,
dengan mempunyai atap limas bersusun tiga yang mempunyai makna bahwa
untuk menjalankan kehidupan, seseorang harus menapaki tiga tingkatan yaitu,
Iman, Islam, dan Ihsan. Makna lain dari karakteristik atap limas bersusun tiga ini
yang konon merupakan manifestasi dari keislaman pada masa wali-wali yang
lebih condong ke Tasawuf. Atap pertama yang paling bawah melambangkan
syariah, tarekat, dan hakikat.43
Masjid ini juga mempunyai lima pintu yang saling
berhubungan, pintu ini melambangkan Rukun Islam, yaitu Syahadat, Sholat,
puasa, zakat, dan Haji.44
Berdasarkan informasi dari Demakkab.go.id pada tahun
2014 tercatat ada 603.352 orang mengunjungi masjid agung Demak. 45
Menurut informasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Demak selama tahun 2014 tercatat 1.538.064 orang telah mengunjungi objek
wisata di Kabupaten Demak. Jumlah pengunjung tersebut terdiri dari 1.537.388
wisatawan domestik dan 676 orang wisatawan asing yang berasal dari beberapa
negara di Asia. Ada empat destinasi wisata yang bisa dikunjungi di Kabupaten
Demak diantaranya wisata religi Masjid Agung Demak, Makam Sunan Kalijaga,
Pantai morosari, dan Taman Ria.46
41
http://demakkab.go.id diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 11:00 WIB. 42
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989. h. 127 43
Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992 . h.209 44
Lily Turangan dkk, Seni Budaya dan Warisan Indonesia, Jakarta: PT Aku Bisa, 2014,
h.58-59 45
http://demakkab.go.id, diakses pada tanggal 06 Januari 2019, pukul 05:00 WIB 46
http://demakkab.go.id diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 11:16 WIB.
20
B. Kondisi Keagamaan Masyarakat Demak
Demak dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yang
didirikan oelh Raden Fattah (1500-1550), oleh karena itu Demak pun menjadi
salah satu pusat penyebaran agama Islam. Kerajaan Demak sangat berperan besar
dalam proses Islamisasi pada saat itu. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat
perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak
meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di
Kalimantan. 47
Dilihat dari segi keagamaan, hampir 95% lebih penduduk
Kabupaten Demak memeluk agama Islam, dan sisanya memeluk agama Kristen
Protestan, Katolik, dan Hindu.48
Tercatat ada 1.109.489 Masyarakat Demak yang memeluk Agama Islam,
3.297 Orang beragama Katholik, 4.799 Orang beragama Protestan dan 316 orang
memeluk agama Hindu. Adapun tempat Ibadah Masyarakat Demak tercatat ada
698 Masjid, 4.147 Musholla, 26 Gereja, dan 1 Wihara. Mayoritas Masyarakat
Demak yang memeluk Islam sangat terlihat dengan banyaknya pondok-pondok
Pesantren yang tersebar di beberapa desa dengan pusat Informasi pondok
pesantren di Mranggen dan Jogoloyo. Tercatat ada 308 Pondok Pesantren di
Kabupaten Demak. Pada dasarnya Masyarakat Demak merupakan masyarakat
yang kuat beragama. Hal ini dapat terlihat dengan kebiasaan sehari-harinya yang
sarat dengan aktifias yang bersifat religus. Banyaknya kegiatan pengajian yang
diadakan dari pelosok desa sampai kota, seperti ahad awal bulan (pengajian pada
minggu pertama bulan Dzulhijjah) , selasan (pengajian yang diadakan setiap hari
selasa), Setunan (pengajian yang diadakan setiap hari sabtu di minggu ke tiga
bulan Dzulhijjah), Latihan Qiro’ah setiap hari Jum’at setelah selesai sholat
47
Ibid., h. 296 48
Muhammad Adhim, Tradisi Grebeg Besar: Sejarah dan Peranannya dalam
Penyebaran Islam di Demak, Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 12
21
Jum’at. Setiap habis maghrib kegiatan mengaji 1 juz Al-Qur’an yang rutin
dilaksanakan di Masjid Agung Demak. 49
C. Kondisi Ekonomi Masyarakat Demak
Mata pencaharian penduduk Demak sebagian besar menjadi petani, baik
petani penggarap sawah maupun buruh tani, selebihnya sebagai nelayan,
pedagang, buruh pabrik, pekerja bangunan, dan perantauan di dalam atau di luar
Jawa.50
Kabupaten Demak merupakan salah satu Kabupaten yang menjadi
penyangga pangan nasional. Luas panen bersih tanaman padi pada tahun 2015
seluas 98.618 hektar. Jika dibandingkan di tahun 2014 naik sebesar 2,01%.
Produksi padi pada tahun 2015 mencapai 653.547 ton gabah kering giling. Selain
padi, komoditas lain yang dihasilkan Kabupaten Demak dari sektor pertanian
adalah kacang hijau, jagung, kedelai, cabe, bawang merah, umbi-umbian dan
buah-buahan. Berbagai macam buah yang dihasilkan diantaranya jambu citra,
jambu delima, belimbing, kelengkeng, semangka, melon, pisang dan blewah. Pada
sektor peternakan Kabupaten Demak mempunyai ternak besar seperti sapi,
kerbau, dan kuda. Sedangkan ternak kecil berupa kambing, kelinci, dan unggas.
Populasi ternak besar pada tahun 2014, untuk sapi 4.070 ekor, kerbau 3.004 ekor,
dan kuda 538 ekor. Pada tahun yang sama populasi ternak kecil, untuk kambing
45.938 ekor, domba 71.121 ekor dan kelinci 3.061 ekor. 51
Dalam sektor industri kabupaten Demak mengalami perkembangan yang
sangat pesat dimana kontribusinya menempati urutan pertama dalam penyusunan
PORB di Kabupaten Demak. Pada tahun 2014 sektor industri meyumbang dalam
pembentukan PORB sebesar 10,61%. Menurut catatan Dinas Perindustrian,
perdagangan, koperasi dan UMKM Kabupaten Demak. Unit usaha di Kabupaten
Demak mencapai 7.700 unit dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 53.848 orang.
Unit usaha tersebut mmerupakan gabungan dari industri besar/ kecil dan rumah
49
Wawancara pribadi dengan Ahmad Islahul Abdi, pengurus Masjid Agung Demak.
Demak, 09 Februari 2019. 50
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989. h. 127 51
http://demakkab.go.id diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 10:32 WIB.
22
tangga. Sektor perikanan Kabupaten Demak didominasi oleh budidaya ikan
kolam. Kegiatan usaha tersebut mampu menghasilkan 20.155,9 ton ikan kolam
pada tahun 2014. Usaha perikanan laut masyarakat yang berprofesi sebagai
nelayan berada di Kecamatan Sayung, Bonang, dan Wedung. Pada tahun 2014
hasil tangkapan ikan laut di Kabupaten Demak mencapai 2.006,782 ton. Potensi
besar kelautan di Kabupaten Demak, ternyata tidak hanya sebatas pada
melimpahnya hasil perikanan. Potensi lain yang tak kalah besar adalah produksi
garam rakyat. Hasil produksi garam dikabupaten Demak mencapai 1,6 juta ton
pertahun. 52
52
http://demakkab.go.id diakses pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 10:00 WIB.
23
BAB III
TRADISI GREBEG BESAR DI DEMAK
A. Asal usul Tradisi Grebeg Besar Demak
Tradisi Grebeg Besar merupakan ritual keagaamaan masyarakat Demak
yang dilaksanakan setiap bulan Dzulhijjah bertepatan dengan hari raya Idul Adha.
Grebeg Besar sendiri berasal dari kata dalam bahasa jawa garebeg, grebeg,
gerbeg yang artinya suara angin menderu, dalam kata bahasa jawa (h)anggarebeg
mengandung arti menggiring raja.53
Makna lain dari Grebeg yaitu beramai-ramai
oleh banyak orang, sedangkan Besar merupakan nama dari bulan jawa yaitu bulan
Dzulhijjah, dimana perayaan grebeg besar berlangsung pada bulan besar
(Dzulhijjah). Jadi Grebeg Besar diartikan sebagai berkumpulnya masyarakat
Islam pada bulan besar setahun sekali untuk kepentingan dakwah Islamiyah di
Masjid Agung Demak.54
Tradisi Grebeg Besar saat ini dipusatkan di Masjid Agung Demak, makam
sunan Kalijaga, pendapa kabupaten Demak, dan tembiring Jogo Indah. Tradisi
Grebeg Besar merupakan serangkaian acara yang dimulai dengan pembukaan,
acara tumpeng sembilan di Masjid Agung Demak, penyembelihan hewan Qurban,
iring-iringan dari pendapa kabupaten Demak menuju makam sunan Kalijaga
Kadilangu, kemudian acara puncaknya yaitu penjamasan pusaka sunan Kalijaga
yang berupa kotang ontokusuma dan keris kyai cerubuk. Tradisi Grebeg Besar
terus dirayakan sampai sekarang sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT
atas segala kenikmatan, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat Demak dan
merupakan bentuk penghormatan terhadap jasa para wali dalam mensyiarkan
ajaran Islam.55
53
Soerlanto B, Garebeg di Kasultanan Yogyakarta, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 9 54
Hamid A. Kasah, Sejarah dan Legenda Grebeg Besar Kota Wali Demak, ( Demak:
Cv. Cipta Adi Grafika, 2006), h. 6 55
Sestri Indah Pebrianti,” Makna Simbolik Tari Bedhaya Tunggal Jiwa”, Harmonia
Volume 13, no. 2 ,(Desember 2013), h. 121
24
Tradisi grebeg Besar diyakini sudah ada sejak tahun 1506 M pada masa
kesultanan Demak Bintoro yang dipimpin oleh Raden Fattah.56
Menurut sejarah
lisan, dijelaskan bahwa dahulu kala para raja Jawa selalu menyelenggarakan
selamatan kerajaan (wilujengan nagari) setiap tahun yang di sebut rojowedo.
Rojowedo sendiri artinya upacara hewan kurban raja. Tujuan dari selamatan ini
adalah suatu acara qurban agar Tuhan yang maha kuasa memberikan
perlindungan, keselamatan kepada raja, kerajaan serta rakyatnya. Dalam peristiwa
itu rakyat datang menghadap raja untuk menyampaikan sembah baktinya,
kemudian raja keluar dari keraton, lalu duduk di singgasana keemasan (dhampar
kencono) di bangsal ponconiti. Penampilan raja untuk menerima sembah bakti
rakyat yang datang menghadap (sowan) itu di iringi (ginarebeg) oleh putra dan
segenap punggawa keraton. Adat menyelenggarakan qurban itu sudah ada dan di
lestarikan raja jawa hingga akhir kerajaan majapahit. Ketika kesultanan Demak
yang di pimpin oleh sultan Raden Fattah upacara itu di hapuskan karena tidak
sesuai dan bertentangan dengan syariat Islam. Akan tetapi baru beberapa tahun
Rojowedo dihapuskan kurang lebih tiga tahun (dari tahun 1503 M sampai 1506
M) timbullah wabah penyakit menular merajalela sehingga menimbulkan paceklik
panjang57
dan ini menimbulkan keresahan di kalangan rakyat, karena rakyat
percaya dan sudah berabad-abad terbiasa hidup dengan kepercayaan lama.58
Raden Fattah beserta para Wali sholat tahajut dan berdoa memohon
petunjuk Allah SWT. Seusai sholat Sunan Kalijaga mendapatkan wisik (bisikan
batin), dan hal ini disampaiakan kepada sunan Bonang dan Sunan Giri, bahwa
rakyat dapat terbebas dari wabah penyakit dan kondisi dapat tentram kembali,
yaitu dengan menghidupkan kembali upacara penyembelihan hewan kurban
dengan disesuaikan dengan syari’at Islam59
dan atas saran sunan Giri upacara
56
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989.h.127 57
M. Khafid, Sejarah Demak Matahari Terbit di Glagah Wangi, (Demak: Kantor
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak, 2008), h. 79 58
Hamid A. Kasah, Sejarah dan Legenda Grebeg Besar Kota Wali Demak, ( Demak:
Cv. Cipta Adi Grafika, 2006), h. 6–7 59
M. Khafid, Sejarah Demak Matahari Terbit di Glagah Wangi, (Demak: Kantor
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak, 2008), h. 80
25
penyembelihan hewan kurban dilakukan pada saat hari raya Idul Adha. Hewan
kurban disembelih dengan tata cara Islam, kemudian hewan kurban dibagikan
kepada rakyat.60
Setelah kerajaan menyelenggarakan upacara kurban itu, tidak
lama wabah penyakit rakyat menghilang, dan ketentraman pulih kembali. Sesudah
aman dan tentram, para Wali songo menggiatkan usaha untuk mensyiarkan agama
Islam di kalangan rakyat.61
Tradisi Grebeg besar dijadikan sarana dakwah para wali untuk
menyebarkan agama Islam. Rakyat yang saat itu masih sangat mempercayai
adanya kekuatan gaib dari nenek moyang dan masih sangat mempertahankan
budaya nenek moyang. Para wali bermusyawarah dan atas saran sunan kalijaga
dalam berdakwah seharusnya mensyiarkan agama Islam dengan cara bertahap dan
penuh kearifan, bersikap sopan santun, ramah tamah dalam berdakwah, dan tanpa
mencela adat serta unsur-unsur kebudayaan rakyat.62
Para Wali sepakat untuk mensyiarkan agama Islam dengan memasukkan
ajaran Islam ke dalam budaya masyarakat. Sunan Kalijaga mengetahui bahwa
rakyat menyukai perayaan, keramaian yang dihubungkan dengan upacara-upacara
keagamaan. Apalagi jika perayaan, keramaian itu disertai irama gamelan, tentu
akan sangat menarik perhatian rakyat untuk datang menghampiri. Timbullah
gagasan Sunan Kalijaga agar kerajaan menyelenggarakan perayaan, keramaian
setiap hari-hari besar Islam. Untuk menarik perhatian rakyat agar mau datang ke
Masjid Agung Demak, dibunyikan gamelan di halaman masjid. Para wali dapat
berdakwah langsung dihadapan rakyat.63
Perayaan tradisi Grebeg Besar pertama kali pada masa kesultanan Raden
Fattah yang dilaksanakan pada tahun 1506 M, pada saat itu sang Raja diikuti oleh
para Wali, dan punggawa kerajaan keluar dari istana menuju alun-alun dengan
membawa makanan dan uang untuk dibagikan kepada rakyat dengan cara udik-
60
Siti Muawanah, The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak, Studia Islamika Volume 13, 3 November, 2006, h. 442 61
Soerlanto B, Garebeg di Kasultanan Yogyakarta, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 10 62
Hamid A. Kasah, Sejarah dan Legenda Grebeg Besar Kota Wali Demak, ( Demak:
Cv. Cipta Adi Grafika, 2006), h. 8 63
Soerlanto B, Garebeg di Kasultanan Yogyakarta, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 12
26
udik (sebuah aksi melempar uang receh), sementara rakyat saling berebut untuk
mendapatkannya. Setelah melakukan ritual ini, raja kemudian kembali ke istana,
sementara para wali berkumpul di Masjid Agung Demak untuk memberikan
ceramah agama.64
Seiring berjalannya waktu, perayaan Grebeg Besar telah mengalami
beberapa perubahan. Pada tahun 1806 Bupati Demak Condronegoro VI
mempunyai ide untuk menggabungkan tradisi Grebeg Besar dengan beberapa
kegiatan budaya seperti tarian barong hakikat, topeng syari’at dan ronggeng
ma’rifat, hal ini dimaksudkan untuk menjadi sarana pemberitaan Islam di pendapa
Kabupaten Demak. Pada tahun yang sama, ada juga penjamasan pusaka
(pencucian pusaka) Sunan Kalijaga yaitu Kotang Ontokusumo dan Keris kyai
Carubuk yang dipegang oleh pihak kasepuhan Kadilangu.65
Tradisi Grebeg Besar pernah berhenti diadakan pada masa pendudukan
Jepang sampai tahun 1950, kemudian dari tahun 1950 sampai sekarang tradisi
Grebeg Besar dilestarikan kembali.66
Pada tahun 1974 atas saran Ki Nartosabdo
ada pembaharuan dalam perayaan tradisi Grebeg Besar yaitu adanya prajurit
patang puluhan yang dimaksudkan untuk lebih mensakralkan ritual tradisi Grebeg
Besar. Pada tahun 1976 Drs. Winarna Surya Adisubrata selaku bupati Demak
memodifikasikan ritual tradisi Grebeg Besar dengan menambahkan prosesi
selametan tumpeng sembilan, yang melambangkan jumlah wali sembilan yang
telah sangat berjasa dalam mensyiarkan agama Islam di tanah Jawa.67
Pada tahun 1989 atas saran dari bapak Soekamto selaku Kabag Humas
Demak mengusulkan agar perayaan Grebeg Besar lebih menarik perlu
ditambahkan suatu sajian tarian Bedhayan. Hal ini disambut baik oleh H.
Soekarlan selaku bupati Demak. Akhirnya perayaan Grebeg Besar tahun 1989
64
Siti Muawanah, “The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak”, Studia Islamika Volume 13, (3 November 2006), h. 442 65
Ibid.,h. 443 66
Nur Achmad, “Perayaan Grebeg Besar Sebagai Sarana Komunikasi Dakwah”, At-
Tabsyir Vol.1 dan 2, Juli-Desember 2013,Kudus: STAIN Kudus, h. 13
67 Siti Muawanah, “The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak”, Studia Islamika volume 13, (3 November 2006), h. 443
27
ditambahkan penampilan Tari Bedhaya Tunggal Jiwa yang disajikan dengan
sembilan penari untuk mengiringi keluarnya Bupati beserta stafnya dalam proses
penyerahan minyak jamas.68
Tradisi Grebeg Besar terus dilestarikan sampai sekarang sebagai wujud
rasa syukur atas jasa para Wali dalam mensyiarkan agama Islam khusunya di
Demak.
B. Kronologi Pelaksanaan Tradisi Grebeg Besar
B.1. Persiapan Tradisi Grebeg Besar
Sebelum tradisi Grebeg Besar diadakan setidaknya ada dua tahap
persiapan yang dilakukan menjelang tradisi ini berlangsung. Persiapan pertama
yaitu persiapan fisik, yang berwujud perlengkapan-perlengkapan atau benda-
benda yang diperlukan selama tradisi Grebeg Besar berlangsung. Persiapan kedua
yaitu persiapan non fisik, yang berwujud perbuatan atau sikap yang harus
dipersiapkan oleh pemerintah kota Demak, Ahli Waris Kadilangu, dan
Masyarakat yang terlibat dalam tradisi ini, sebelum acara Grebeg Besar tersebut
berlangsung. Persiapan dilakukan dengan sebaik-baiknya agar pelaksanaan tradisi
Grebeg Besar dapat berlangsung dengan lancer sesuai harapan. Terutama bagi
para petugas yang ditunjuk untuk membuat minyak jamas (minyak yang
digunakan untuk mensucikan pusaka Sunan Kalijaga)69
, dan Ahli Waris
Kadilangu yang mendapat tugas menjamas pusaka Sunan Kalijaga. Mereka
terlebih dahulu harus berpuasa selama empat puluh hari untuk mensucikan diri,
agar nanti saat pelaksanaannya dapat berjalan sesuai harapan.70
Minyak jamas yang berupa lisah klentik (minyak kelapa) juga
dipersiapkan dengan penuh kehati-hatian dan tidak bias sembarangan. Minyak
68
Dyah Purwani Setianingsih, Deskripsi Tari Bedhaya Tunggal Jiwa Dalam Rangkaian
Tradisi Grebeg Besar, (Demak : Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Demak, 1 998), h. 6 69
Muhammad Adhim, Tradisi Grebeg Besar: Sejarah dan Perannya dalam penyebaran
Islam di Demak, skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005, h.41 70
Wawancara pribadi dengan Raden Hariadi Saptianto, Ahli Waris Kadilangu,
(Natabratan, 18 Januari 2019)
28
jamas dibuat dari Sembilan kelapa yang mangklung kea rah timur laut, alasannya
adalah buah kelapa yang mangklung kea rah timur laut itu lebih sehat karena lebih
banyak menerima sinar matahari, sehingga menghasilkan minyak dengan kualitas
lebih baik, lebih jernih, dan lebih bersih. Cara memetik buah kelapapun tidak
boleh menyentuh tanah sama sekali, yaitu dengan cara menggunakan tali. Ini
merupakan bentuk kehati-hatian dan tidak boleh ceroboh. 71
Persiapan juga dilakukan oleh pihak pemerintah Kabupaten Demak
dengan membentu kepanitiaan yang bertugas dalam pelaksanaan Tradisi Grebeg
Besar. Selanjutnya dari panitia akan menunjuk beberapa pelajar berprestasi dari
sekolah pilihan untuk dijadikan anggota dari prajurit patangpuluhan72
yang
bertugas mengiring minyak jamas dari pendhopo Kabupaten Demak menuju
Kadilangu untuk diserahkan kepada Ahli Waris. H-2 mendekati acara iring-
iringan biasanya karyawan pemda mulai mempersiapkan berbagai keperluan
seperti menghias kereta kuda yang akan dinaiki oleh Bupati bererta jajarannya.
Persiapan juga dilakukan oleh Ta’mir Masjid Agung Demak bekerjasama dengan
ikatan remaja Masjid Agung Demak yang nantinya akan ditugaskan dalam iring-
iringan tumpeng Sembilan. Dari pihak Ahli Waris Kadilangu juga disibukkan
dengan beberapa persiapan, terutama yang perempuan berlatih tari-tarian untuk
menyambut rombongan tamu dari Surakarta Hadiningrat yang membawa minyak
jamas. Kedatangan pihak Keraton Surakarta Hadiningrat ini sebagai bentuk
penghormatan, karena berdasarkan sejarahnya Keraton Surakarta Hadiningrat
statusnya lebih muda dari pada kesultanan Demak Bintoro. Tarian yang
dimainkan biasanya adalah tari gambyong.73
71
Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No. 1,
(Januari – Juni 2010), h. 68 72
Prajurit patangpuluhan adalah pasukan elit pada masa kerajaan Demak Bintoro.
Pasukan ini dulunya merupakan pasukan pengawal raja Demak yang dipimpin oleh seorang
Manggolo Yudho atau yang disebut “Lurah Tamtomo”. Pesona Wisata Demak Kota Wali (Demak:
Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, 2018). 73
Muhammad Adhim, Tradisi Grebeg Besar: Sejarah dan Perannya dalam penyebaran
Islam di Demak, skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 70
29
B.2. Pelaksanaan Tradisi Grebeg Besar
Tradisi Grebeg Besar dilaksanakan setahun sekali di kabupaten Demak.
Tradisi ini berlangsung selama 10 hari, dengan beberapa rangkaian acara. Tradisi
Grebeg Besar diawali dengan saling bersilaturrahmi antara pihak kasepuhan
Kadilangu dengan Bupati Demak beserta jajarannya. Bupati Demak bersama
rombongan bersilaturrahmi ke Kasepuhan Kadilangu yang bertempat di
Natarbtaran Kadilangu Demak. Selanjutnya sesepuh Kadilangu beserta keluarga
kasepuhan bersilaturrahmi ke Kabupaten Demak dan biasanya mereka diterima
oleh Bupati di ruang tamu Kadipaten Demak. Setelah bersiturrahmi, Bupati
beserta jajaranya berziarah ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro Demak di
komplek Masjid Agung Demak dan dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan
Kalijaga di Kadilangu Demak. Dilanjutkan dengan rangkaian acara berikutnya
yaitu Bupati beserta jajarannya meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar
di lapangan Tembiring Jogo Indah.74
Dalam keramain yang bisa dikatakan seperti
pasar malam ini, masyarakat Demak menyebutnya dengan Besaran75
, banyak
penjual yang menjual berbagai dagangannya seperti makanan, minuman, mainan,
pakaian, dan bahkan berbagai pertunjukan seperti pertunjukan lumba-lumba, tong
setan, ombak banyu, dll. Keramaian ini dapat menjadi hiburan sekaligus ladang
usaha untuk masyarakat Demak dan sekitarnya. Sebagian penjual mempercayai
bahwa dengan berjualan di Tembiring Jogo Indah saat perayaan tradisi Grebeg
Besar dapat memperoleh penghasilan lebih, karena mendapatkan barokah dari
para wali, sehingga dagangan yang dijual menjadi laris.
Pada malam 10 Dzulhijjah dilaksanakan selametan tumpeng sembilan di
Masjid Agung Demak. Tumpeng Sembilan yang melambangkan jumlah wali
songo ini berjumlah sembilan (songo) yang berbentuk gunungan atau kerucut
74
M. Khafid, Sejarah Demak Matahari Terbit di Glagah Wangi, (Demak: Kantor
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak, 2008), h. 115 75
Besaran diambil dari nama bulan dalam bahasa Jawa yaitu Besar yang merupakan
nama bulan jawa dari bulan Dzulhijjah.
30
lengkap dengan lauk pauknya76
. Tumpeng sembilan diarak dari pendapa
kabupaten Demak menuju Masjid Agung Demak dengan dikawal empat puluh
pasukan dengan seragam putih memegang obor. Iring-iringan diawali dengan
empat orang yang membawa spanduk kemudian diikuti oleh group rebana,
kemudian diikuti barisan ulama’ dan santri. TNI dan anak-anak pramuka yang
berbaris panjang juga ikut serta mengawal iring-iriingan tumpeng sembilan agar
semuanya berjalan lancar dan aman. Kemudian diikuti dengan tumpeng sembilan
yang masing-masing tumpeng ditopang oleh dua orang untuk delapan tumpeng
yang berbentuk gunungan atau kerucut, dan empat orang untuk tumpeng barisan
pertama yang berbentuk miniatur masjid Agung Demak. Para pengantar tumpeng
menggunakan baju surjan (pakaian khas Sunan Kalijaga berwarna coklat gelap
dengan garis-garis vertikal).77
Pada acara Tumpeng sembilan yang dihadiri warga Demak dan
sekitarnya, sebelum tumpeng sembilan dibagikan kepada masyarakat biasanya
diadakan pengajian dan do’a bersama agar seluruh masyarakat senantiasa
diberikan kesehatan, keselamatan, dan keberkahan. Di Masjid Agung Demak
sendiri sebelum malam puncak iring-iringan tumpeng sembilan, pada hari-hari
sebelumnya diadakan beberapa rangkaian acara seperti ziarah ke makam raja-raja
Demak untuk seluruh takmir Masjid Agung Demak dan seluruh panitia Grebeg
Besar dan ada acara hataman Al-Qur’an yang diikuti oleh santri-santri pilihan di
Demak.
Pada malam puncak tumpeng sembilan yaitu pada malam 10 Dzulhijjah,
yang dihadiri Bupati Demak, pejabat, serta masyarakat baik dari Demak maupun
luar Demak, di bacakan do’a dan biasanya ada ceramah agama yang disampaikan
oleh ulama agar masyarakat tidak salah faham dalam memaknai selametan
tumpeng sembilan. Tumpeng sembilan diperebutkan masyakat Demak dan
sekitarnya, sebagian masyarakat mempercayai bahwa dengan mendapatkan bagian
76
Nur Ahmad, “Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai sarana religi dalam
Komunikasi dakwah”, At-Tabsyir (jurnal komunikasi penyiaran Islam), Volume 1, nomor 2,(
Juli-Desember 2013), h. 3 77
Siti Muawanah, ”The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak”, Studia Islamika volume 13, (3 November 2006), h. 444
31
dari tumpeng sembilan, hidupnya akan mendapatkan keberkahan dan limpahan
rezeki dari Allah SWT, karena barokah dari para wali.78
Pada waktu yang sama pada malam 10 Dzulhijjah di Kadilangu juga
mengadakan acara selametan Ancakan. Ancakan adalah tempat nasi dan lauk pauk
yang terbuat dari anyaman bambu. Ancakan sebelum diletakkan Nasi dan lauk
pauk biasanya dilapisi dengan daun jati. Tumpeng Ancakan biasanya terdiri dari
nasi, lauk pauk, dan kuluban79
. Selametan Anca’an dilaksanakan di pendapa
Natabratan ini dahadiri masyarakat Demak dan juga daerah sekitar Demak.80
Selametan Ancakan ini dimaksudkan untuk memohon kepada Allah SWT agar
sesepuh dan seluruh panitia dapat melaksanakan semua prosesi grebeg besar
dengan lancar tapa suatu halangan apapun, terutama keesokan harinya pada saat
penjamasan pusaka sunan Kalijaga.81
Pada pagi harinya di tanggal 10 Dzulhijjah tepatnya pukul 05:30 WIB
masyarakat Demak melaksanakan sholat Idul Adha di Masjid Agung Demak,
kemudian dilanjutkan dengan pemotongan hewan Qurban untuk dibagikan kepada
masyarakat Demak yang membutuhkan. Selanjutnya pada pukul 09:00 WIB di
pendapa kabupaten Demak diadakan iring-iringan Uborampe minyak Jamas.
Uborampe artinya perlengkapan, Uborampe minyak jamas ini diiring dari pendapa
kabupaten Demak menuju Kadilangu.82
Penyerahan minyak jamas dari dayang-
dayang kepada Bupati kemudian dilanjutkan penyerahan minyak jamas kepada
lurah tamtama untuk diserahkan kepada sesepuh Kadilangu.83
Ada yang menarik
dari Iring-iringan minyak jamas yaitu perajurit patang puluhan yang bertugas
78
Nur Ahmad, “Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai sarana religi dalam
Komunikasi dakwah”, At-Tabsyir (jurnal komunikasi penyiaran Islam), Volume 1, nomor 2,(
Juli-Desember 2013), h. 3 79
Kuluban adalah jenis lauk yang terbuat dari sayuran yang dikukus (direbus), kemudian
dicampur dengan kelapa parut yang dibumbui. Lihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,
diakses pukul 09:50 pada tanggal 4 Oktober 2018. 80
Iwan Effendy, “Dinamika Grebeg Besar Demak pada tahun 1999-2003 Tinjauan
Sejarah dan Tradisi”, Journal of Indonesian History, vol. 3 No. 1 ,(2014) , h. 22 81
Setyarini, ”Ritual Grebeg Besar di Demak Kajian Makna, Fungsi dan Nilai”, Jurnal
PP volume 1, no. 2, (Desember 2011), h. 169 82
Iwan Effendy, ’’Dinamika Grebeg Besar Demak pada tahun 1999-2003 Tinjauan
Sejarah dan Tradisi’’, Journal of Indonesian History, vol. 3 No. 1 tahun 2014, h. 22 83
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989.h. 132
32
menjaga minyak jamas sampai ke Kadilangu untuk diserahkan kepada ndoro
Kasepuhan kadilangu. Prajurit patang puluh dipimpin oleh lurah tamtama yang
memimpin jalannya perajurit patang puluh. Dalam acara iring-iringan ini
serangkaian prosesinya menggunakan adat jawa dengan bahasa krama inggil.
Bupati dan segenap peserta iring-iringan menggunakan kostum khas Jawa.
Sebelum iring-iringan berangkat, ada sebuah pertunjukan kesenian yang berupa
tari bedhaya tunggal jiwa84
yang menggambarkan “Manunggaling kawula gusti”
yang dibawakan oleh sembilan penari cantik dengan diiringi lagu lir-ilir ciptaan
sunan Kalijaga.85
Prajurit Patangpuluhan terbagi menjadi dua barisan dengan memakai baju
khas prajurit disertai dengan tombak panjang dan tameng bulat. Prajurit
Patangpuluhan bertugas mengawal minyak jamas pemberian dari pihak
pemerintah kabupaten Demak (Bupati) yang akan diserahkan kepada sesepuh
kadilangu untuk menjamas pusaka sunan Kalijaga. Hal menarik lainnya dalam
acara iring-iringan adalah pelaksanaannya menggunakan bahasa krama inggil,
berbeda dengan acara pembukaan Grebeg Besar yang memakai bahasa Indonesia.
Semua jajaran yang terlibat dalam acara ini mengenakan pakaian adat Jawa.
86Setelah sampai di Kadilangu minyak Jamas kemudian diserahkan kepada
sesepuh Kadilangu. Sesepuh, ahli waris, Juru kunci semua telah siap menunggu
dan menerima minyak jamas dari kabupaten. Serah terima minyak jamas dari
lurah tamtama kepada sesepuh Kadilangu kemudian diserahkan kepada abdi
dalem Suronoto untuk membawa bokor yang berisi botol tempat minyak Jamas.
Sesepuh dan ahli waris diikuti oleh putri domas pembawa minyak jamas
berangkat dari ndalem Natabratan menuju Makam Sunan Kalijaga untuk
melaksanakan penjamasan pusaka. Bupati beserta jajarannya kemudian masuk ke
84
Bedhaya tunggal Jiwa merupakan tari yang digunakan untuk berbagai konteks, baik
sebagai tarian untuk hiburan suatu acara maupun untuk keperluan tradisi grebeg Besar. Lihat :
Dyah Purwani Setianingsih, Deskripsi Tari Bedhaya Tunggal Jiwa Dalam Rangkaian Tradisi
Grebeg Besar, (Demak : Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Demak, 1
998), h. 7 85
Siti Muawanah, “The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak”, Studia Islamika Volume 13, (3 November 2006), h. 445 86
Ibid.,h. 444
33
kawasan makam sunan Kalijaga untuk mengikuti prosesi penjamasan yang akan
dilakukan oleh pihak kasepuhan Kadilangu. Sebelum penjamasan pusaka dimulai
dilaksanakan tahlilan bersama di makam Sunan Kalijaga.87
Dalam acara penjamasan pusaka Sunan Kalijaga, ada tiga tim inti
(sesepuh, Juru kunci Astana Ageng, dan juru kunci Astana Gendok) yang dibantu
oleh enam petugas yang ditunjuk oleh pihak Kasepuhan Kadilangu. Enam orang
ini biasanya masih termasuk ahli waris Sunan Kalijaga dan orang yang dapat
dipercaya. Penunjukan para petugas ini tidak tetap setiap tahunnya, hal ini
disesuaikan dengan situasi.88
Sebelum melaksanakan tugas, tim penjamas
melakukan ritual berupa puasa. Proses menjamas pusaka harus dilakukan dalam
kondisi hati yang bersih dan tidak disertai hawa nafsu.89
Tim Penjamas
mengenakan pakaian warna hitam, kain coklat, blangkon hitam, dan alas kaki
hitam. Di leher tim penjamas tergantung samir berwarna kuning keemasan
(kecuali sesepuh menggunakan warna hitam). Tim inilah yang bertugas membantu
sesepuh menjamas pusaka Kutang Antakusuma dan keris Kyai Sirikan di dalam
makam Sunan Kalijaga.90
Penjamasan pusaka Kutang Antakusuma dan keris Kyai
Sirikan dilakukan oleh sesepuh Kadilangu dengan cara tangan sesepuh dicelupkan
pada minyak jamas kemudian diusapkan ke pusaka Kutang Antakusuma yang
masih tetap di dalam peti, Sementara penjamasan Keris Kyai Cerubuk dilakukan
oleh juru kunci Sentono Gendok dengan menggunakan bulu ekor ayam putih
mulus, caranya bulu ekor ayam tersebut dicelupkan pada minyak jamas sedikit
demi sedikit kemudian dioleskan pada pusaka tersebut. 91
Selama penjamasan berlangsung tim penjamas harus memejamkan mata
karena menurut keyakinan, siapapun yang mencoba melihat pusaka sunan
87
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989.h. 135 88
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989.h. 131 89
https://regional.kompas.com diakses pada 16 Februari 2019.pukul 22.22 90
Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No. 1,
(Januari – Juni 2010), h. 87 91
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, Semarang: Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989.h. 136
34
Kalijaga akan mendapat musibah.92
Tidak ada seorangpun yang diperkenankan
untuk melihat pusaka sunan Kalijaga pada saat penjamasan pusaka meskipun itu
petugas penjamas. Pantangan ini tetap dipatuhi secara turun temurun dan tidak ada
yang berani melanggarnya.93
Setelah selesai melakukan penjamasan pusaka Sunan
Kalijaga, Sesepuh dan timnya kemudian kembali ke Natabratan Kadilangu,
mereka beristirahat sebentar, sebelum menerima masyarakat yang ingin berjabat
tangan. Sesepuh Kadilangu disongsong oleh ribuan orang yang sudah menunggu
di luar. Prosesi penjamasan pusaka sunan Kalijaga mengundang daya tarik warga.
Ribuan warga dari berbagai daerah memadati kompleks makam sunan Kalijaga,
dan disepanjang jalan yang dilalui iring-iringan minyak jamas.94
Mereka berebut
bersalaman dengan sesepuh berharap mendapatkan berkah dari sisa minyak jamas
yang masih melekat pada tangan sesepuh kadilangu. Oleh karenya, sesepuh
kadilangu harus dikawal sampai ndalem Natabratan. Sesampainya di Natabratan
petugas penjamas istirahat sebentar. Sementara para petugas beristirahat, para
tamu undangan dan keluarga ahli waris Sunan Kalijaga melaksanakan selametan
Riyayan (Selametan hari raya) yang sudah dipersiapkan semenjak pagi hari.
Selametan Riyayan ini dimulai dengan do’a bersama yang dipimpin oleh Imam
Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu. Selametan ini dimaksudkan sebagai ucapan
syukur kepada Allah SWT atas terlaksananya penjamasan pusaka sunan Kalijaga
dengan selamat, dan lancar.95
Setelah selametan riyayan selesai para petugas
penjamas yaitu Sesepuh Kadilangu kemudian meluangkan waktu untuk
menyambut para pengunjung yang ingin bersalaman untuk ngalap berkah.96
Setelah acara penjamasan pusaka Sunan Kalijaga, maka berakhilah
serangkaian acara tradisi Grebeg Besar dengan ditandai acara penutupan.
92
92
Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa volume XVII No.
1, (Januari - Juni 2010), h. 87 93
Sugeng Haryadi, Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan Grebeg Besar, Jakarta:
CV. Mega Berlian, 2003,hal. 22 94
https://regional.kompas.com diakses pada 16 Februari 2019 pukul 22.27 95 Nur Achmad, “Perayaan Grebeg Besar Sebagai Sarana Komunikasi Dakwah,” dalam
jurnal At-Tabsyir Vol.1 dan 2, (Juli-Desember 2013) ,Kudus: STAIN Kudus, h. 19
96 Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No. 1,
(Januari – Juni 2010), h. 81-82
35
C. Nilai-Nilai dalam Perayaan Tradisi Grebeg Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar di Demak merupakan bentuk dari kebudayaan yang
erat kaitannya dengan nilai-nilai yang mempunyai arti penting bagi kehidupan
masyarakatnya. Kebudayaan sebagai norma, ide-ide, serta peraturan yang harus
dipatuhi dalam kehidupan bermasyarakat.97
Tradisi Grebeg Besar di Demak
mengandung nilai-nilai yang sangat penting bagi masyarakat Demak. Adapun
nilai-nilai yang dapat diambil dalam tradisi Grebeg Besar yaitu nilai sejarah, nilai
sosial, nilai seni, nilai agama, dan nilai ekonomi. Dalam tradisi Grebeg Besar nilai
sejarah yang dapat diambil adalah tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur
kepada Allah SWT dan bentuk penghormatan atas jasa walisongo, terutama sunan
Kalijaga yang telah mensyiarkan agama Islam di tanah Jawa khususnya di
Demak.98
Nilai agama dalam tradisi Grebeg Besar di Demak dapat diambil dari segi
anjuran untuk membaca doa setiap melakukan pekerjaan, hal ini dapat dijumpai
saat acara pembukaan sampai acara penutupan tradisi Grebeg Besar. Adanya
pengajian dan hataman Al-Qur’an di masjid Agung Demak dapat meningkatkan
keimanan masyarakat Demak. Tumpeng songo yang diartikan sebagai lambang
wali songo yang berbentuk kerucut menjulang ke atas mempunyai makna bahwa
manusia khususnya umat Islam harus senantiasa ingat kepada Allah SWT dan
bersyukur atas segala kenikmatan yang diberikan.99
Nilai sosial dalam tradisi Grebeg Besar dapat terlihat dalam rangakaian
prosesinya. Masyarakat berkumpul dengan rukun dan damai dalam
penyelenggaraan tradisi Grebeg Besar. Pemerintah, ahli waris Kadilangu, dan
Masyarakat mengikuti serangkaian acara Grebeg Besar dengan tertib. Partisipasi
97
Koentjaraningrat, Kebudayaan Melintas dan Pembangunan, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2004), h. 5 98
Setyarini, “Ritual Grebeg Besar di Demak Kajian Makna, Fungsi dan Nilai”, PP volume 1, no.
(2, Desember 2011), h. 169 99
Setyarini, Ritual Grebeg Besar di Demak Kajian Makna, Fungsi dan Nilai, PP volume
1, no. 2, (Desember 2011), h. 168
36
dari semua pihak dapat memperlancar jalannya tradisi Grebeg Besar. Nilai gotong
royong terlihat dalam persiapan pengajian dan tumpeng songo yang disiapkan
oleh ta’mir Masjid Agung Demak. Kerukunan juga terlihat dari para pedagang
yang menjual berbagai makanan, kerajinan, barang-barang yang sama, akan tetapi
mereka tidak saling bertengkar berebut pembeli.100
Nilai seni merupakan suatu nilai budaya khusus yang berhubungan dengan
kesenian.101
Seni merupakan nilai budaya yang dapat dinilai dengan rasa senang
melalui suara, bunyi, dan bangunan. Tradisi Grebeg Besar mempunyai nilai seni
dikarenakan begitu banyak pertunjukan yang ditampilkan serta sarana yang
digunakan. Pertunjukan ditampilkan sangat menarik sehingga dapat menarik
perhatian masyarakat. Sedangkan sarana prasarana yang digunakan juga memiliki
daya pikat tersendiri sehingga masyarakat puas dalam menyaksikan tradisi Grebeg
Besar.102
Nilai seni dapat disaksikan dalam acara uborampe iring-iringan minyak
jamas sunan Kalijaga. Banyak kesenian yang ditampilkan dalam tradisi Grebeg
Besar seperti tari bedhaya tunggal jiwa yang dibawakan oleh sembilan penari
yang cantik-cantik dan pakaian yang Indah. Gerakan tari bedhaya tunggal jiwa
mempunyai makna sebagai proses kehidupan manusia yang senantiasa mencari
kebenaran sesuai dengan ajaran para wali yang sederhana penyampaiannya namun
jelas diterima maknanya. Para penari juga menggunakan tasbih yang dipakai
sebagai sarana untuk berdzikir mendekatkan diri kepada Allah.103
Lagu lir-iir
yang mengiringi tari bedhaya tunggal Jiwa juga menjadi daya tarik tersendiri.
Lagu Lir-ilir yang diciptakan oleh sunan Kalijaga ini penuh makna ajaran Islam.
Lagu ini mengingatkan masyarakat muslim untuk melaksanakan sholat lima
waktu dan menjalankan rukun Islam yang lainnya.104
Selain itu seni lain yang
100
Ibid., h. 169 101
Sedyawati dkk, Kajian Nilai Budaya Naskah kuno Puspakerma, (Jakarta: Depdikbud,
1997), h. 126 102
Setyarini, Ritual Grebeg Besar di Demak Kajian Makna, Fungsi dan Nilai, PP volume
1, no. 2, (Desember 2011), h. 171 103
Dyah Purwani Setianingsih, Deskripsi Tari Bedhaya Tunggal Jiwa Dalam Rangkaian
Tradisi Grebeg Besar, (Demak : Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Demak, 1 998), h. 13 104
Siti Muawanah, The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak, Studia Islamika Volume 13, (3 November, 2006), h. 448
37
tampak adalah kostum yang dipakai dalam acara penajamasan pusaka Sunan
Kalijaga, pada acara tumpeng sembilan, dan iring-iringan minyak jamas pusaka
Sunan Kalijaga. Semua anggota inti menggunakan pakaian khas Jawa. 105
Nilai ekonomi dalam perayaan tradisi Grebeg Besar di Demak dapat
dirasakan oleh pemerintah dan masyarakat kabupaten Demak. Ada hubungan erat
antara tradisi grebeg besar dengan upaya memperoleh keuntungan ekonomi.
Pemerintah selain melestarikan warisan budaya lokal, namun juga mendapat
keuntungan karena tradisi Grebeg Besar dapat menjadi sumber pendapatan
Pemerintah Daerah Kabupaten Demak.106
Adanya keramaian yang ada di Joglo
Indah, Pemerintah Kabupaten Demak menyewakan tempat untuk berdagang baik
dikelola sendiri atau pun pihak swasta. Grebeg Besar juga menjadi destinasi
wisata yang mampu mengundang banyak wisatawan sehingga dapat menambah
pemasukan daerah Kabupaten Demak. Masyarakat juga mendapatkan keuntungan
dengan berjualan selama acara Grebeg Besar berlangsung.107
105
Ibid,h. 444 106
Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No. 1,
(Januari – Juni 2010), h.85 107
Siti Muawanah, ’’The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the
Grebeg Besar in Demak, Studia Islamika Volume 13,( 3 November, 2006), h. 449
38
BAB IV
Pelestarian Tradisi Grebeg Besar di Demak 1974-2016
A. Penjaga Tradisi Grebeg Besar
Tradisi Grebeg Besar merupakan salah satu budaya yang masih
berlangsung sampai sekarang di Kabupaten Demak. Tradisi Grebeg Besar yang
sampai sekarang masih bertahan di tengah-tengah masyarakat modern perlu
diapresiasi, bertahannya tradisi Grebeg Besar di Demak tidak dapat dilepaskan
dari para pendukung dan peranan pemerintah Kabupaten Demak, Ahli Waris
Kadilangu, dan Masyarakat yang aktif dalam melestarikan budaya lokal tersebut.
Budaya merupakan identitas yang perlu dilestarikan serta dijaga supaya bisa
menjadi warisan untuk generasi penerus.108
Pelestarian warisan budaya pada
hakikatnya adalah melestarikan warisan budaya agar tetap ada dalam konteks
sistem dan berguna bagi kehidupan masyarakat sekarang. Pengelolaan warisan
budaya adalah upaya untuk memberi makna baru bagi warisan budaya itu, apakah
sebagai identitas atau jati diri, daya tarik wisata ataupun untuk kajian ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu jika tidak ada makna baru yang dapat dirasakan oleh
masyarakat sekarang, upaya pengelolaan itu akan terasa sulit atau bahkan tidak
akan mencapai sasaran.109
Pelestarian tradisi Grebeg Besar melibatkan banyak pihak diantara agensi
(Ahli Waris Kadilangu dan Masyarakat) dan Pemerintah Kabupaten Demak.
A.1. Peran Pemerintah Kabupaten Demak
Tradisi yang dilaksanakan setahun sekali ini menurut kepercayaan
masyarakat setempat, sudah ada sejak 1506 pada periode Sultan fattah. Pada tahun
1806 Bupati Demak Condronegoro VI mempunyai ide untuk menggabungkan
tradisi Grebeg Besar dengan beberapa kegiatan budaya seperti tarian barong
hakikat, topeng syari’at dan ronggeng ma’rifat, hal ini dimaksudkan untuk
108
Johanes Mardimin, Jangan Tangisi Tradisi, (Jakarta: Kanisius, 1994), h. 61 109
Roby Ardiwidjaja, Arkeowisata Mengembangkan Daya Tarik Pelestarian Warisan
Budaya, (Yogyakarta: CV. Budi Utama), h. 24
39
menjadi sarana pemberitaan Islam di pendapa Kabupaten Demak. Pada tahun
yang sama, ada juga penjamasan pusaka (pencucian pusaka) Sunan Kalijaga yaitu
Kutang Ontokusumo dan Keris kyai Carubuk yang dipegang oleh pihak
kasepuhan Kadilangu.110
Tradisi Grebeg Besar pernah berhenti diadakan pada masa pendudukan
Jepang sampai tahun 1950, kemudian dari tahun 1950 sampai sekarang tradisi
Grebeg Besar dilestarikan kembali.111
Pada tahun 1974 atas saran Ki Nartosabdo
ada pembaharuan dalam perayaan tradisi Grebeg Besar yaitu adanya prajurit
patang puluhan yang dimaksudkan untuk lebih mensakralkan ritual tradisi Grebeg
Besar. Pada tahun 1976 Drs. Winarna Surya Adisubrata selaku bupati Demak
memodifikasikan ritual tradisi Grebeg Besar dengan menambahkan prosesi
selametan tumpeng sembilan, yang melambangkan jumlah wali sembilan yang
telah sangat berjasa dalam mensyiarkan agama Islam di tanah Jawa.112
Pada tahun 1989 atas saran dari bapak Soekamto selaku Kabag Humas
Demak mengusulkan agar perayaan Grebeg Besar lebih menarik perlu
ditambahkan suatu sajian tarian Bedhayan. Hal ini disambut baik oleh H.
Soekarlan selaku bupati Demak. Akhirnya perayaan Grebeg Besar tahun 1989
ditambahkan penampilan Tari Bedhaya Tunggal Jiwa yang disajikan dengan
sembilan penari untuk mengiringi keluarnya Bupati beserta stafnya dalam proses
penyerahan minyak jamas.113
Pada tahun 2001 perayaan pasar malam Grebeg
Besar yang awalnya berada di alun-alun depan Masjid Demak, dipindahkan ke
Tembiring Jogo Indah yang berada disebelah utara Masjid Agung Demak. Tempat
tersebut digunakan untuk pasar malam Grebeg Besar pada bulan Dzulhijjah, di
tempat ini pula di bulan-bulan lainnya digunakan sebagai tempat parker para
110
Siti Muawanah, “The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak”, Studia Islamika Volume 13, 3 November, 2006, h. 443 111
Nur Achmad, Perayaan Grebeg Besar Sebagai Sarana Komunikasi Dakwah, At-
Tabsyir Vol.1 dan 2, (Juli-Desember 2013),Kudus: STAIN Kudus, h. 13 112
Siti Muawanah, “The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the Grebeg
Besar in Demak”, Studia Islamika Volume 13, 3 November, 2006, h. 443 113
Dyah Purwani Setianingsih, Deskripsi Tari Bedhaya Tunggal Jiwa Dalam Rangkaian
Tradisi Grebeg Besar, (Demak : Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Demak, 1 998), h. 6
40
peziarah makam Raden Fattah. Pemidahan tempat pasar malam dari alun-alun
Demak ke Tembiring Jogo Indah dikarenakan jika pasar malam tetap
dilaksanakan di alun-alun depan Masjid Agung Demak dapat mengganggu
kegiatan ibadah dan para peziarah makam Raden Fattah.114
dilestarikan
Pelestarian Grebeg besar di Demak yang diambil alih pemerintah setempat dengan
tujuan ikut serta melestarikan warisan budaya. Hal ini juga mendapat apresiasi
positif dari masyarakat dan ahli waris Kadilangu. Bentuk peranan pemerintah
dalam menjaga dan melestarikan tradisi grebeg besar di Demak yaitu sebagai
berikut:
1. Pemerintah Kabupaten Demak mengangkat tradisi grebeg besar
menjadi agenda wisata budaya tahunan yang dilaksanakan mulai dari
awal bulan Dzulhijjah sampai tanggal sebelas Dzulhijjah. Sebagai
tradisi warisan leluhur, sudah menjadi kewajiban masyarakat khusunya
pemerintah kabupaten Demak untuk nguri-nguri atau melestarikan
tradisi ini. Grebeg besar menjadi agenda wisata budaya unggulan dan
andalan Kabupaten Demak sampai saat ini.115
Antusiasme masyarakat
yang datang tidak hanya dari masyarakat Demak namun juga dari
daerah sekitar Demak, membuat tradisi grebeg besar menjadi ikon
penting wisata di kabupaten Demak.116
Selain untuk melestarikan
warisan budaya pemerintah juga melihat adanya peluang besar untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Masyarakat biasanya
menyediakan jasa parkir, menjual berbagai makanan dan kerajinan
tangan, dan bentuk jasa lainnya. Tradisi Grebeg besar tidak hanya
menambah pendapatan masyarakat namun juga pemerintah dan
pengelola pihak swasta melalui penyewaan tempat area berjualan, dan
tiket masuk di keramaian Tembiring jogo Indah.
114
Iwan Effendy, Dinamika Grebeg Besar Demak pada tahun 1999-2003 (Tinjauan
Sejarah dan Tradisi), Journal of Indonesian History Vol. 3 No. 1, (2014), h. 23-24 115
https://www.wawasam.co diakses pada tanggal 09 Februari 2019 pukul 02.26 116
https://beritagar.id diakses pada 09 februari 2019. Pukul 02.12
41
2. Pelaksanaan tradisi grebeg besar di Demak sekarang menjadi agenda
budaya dan pariwisata di Kabupaten Demak. Sebagai tradisi, seperti
biasanya tradisi ini dilaksanakan setiap tahun pada bulan Dzulhijjah.
Pemerintah kabupaten Demak telah melakukan beberapa upaya untuk
mempromosikan tradisi Grebeg Besar melalui berbagai media sosial
seperti pemberitaan di akun instagram Kabupaten Demak, facebook,
twitter, dan di berbagai media online, surat kabar, dan pemasangan
spanduk perayaan tradisi Grebeg Besar.
3. Pemerintah setempat juga membuat tumpeng sembilan, dan
menyiapkan semua fasilitas terkait adanya iring-iringan prajurit patang
puluhan. Pemerintah Kabupaten Demak berusaha untuk pembiayaan
perayaan tradisi grebeg besar diambil dari pendapatan daerah.
4. Pemerintah juga melakukan pelatihan khusus kepada personil yang
terlibat dalam acara tumpeng sembilan, dan iring-iringan minyak
jamas. Pemerintah melibatkan anak-anak sekolah pilihan yang diikut
sertakan dalam prosesi ini untuk dilatih dan ini menjadi cara untuk
mengenalkan budaya dengan melibatkan anak-anak tersebut secara
langsung.
5. Pemerintah menyediakan petugas keamanan selama perayaan tradisi
grebeg besar berlangsung. Pemerintah bekerjasama dengan polisi, TNI,
Satpol PP, dan anak-anak sekolah yang berseragam pramuka dengan
membuat pagar betis pada acara iring-iringan tumpeng sembilan dan
iring-iringan minyak jamas.
Peranan pemerintah daerah Kabupaten Demak dalam pelestarian
Grebeg Besar sangatlah besar. Dengan adanya peran dari pemerintah
ini tradisi Grebeg Besar di Demak terus bertahan sampai sekarang.
B. Peranan Ahli Waris Kadilangu dalam Mempertahankan Tradisi Grebeg
Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar di Demak merupakan serangkaian acara yang
berlangsung pada bulan Dzulhijjah. Puncak acara dari tradisi ini adalah
42
penjamasan pusaka Sunan Kalijaga. Ritual penjamasan pusaka sunan Kalijaga ini
terus dilaksanakan oleh ahli waris sunan Kalijaga sesuai dengan wasiat sunan
Kalijaga yang terdapat dalam serat kaki waloko yang berpesan kepada para ahli
warisnya yaitu “Agemanku, mbesuk yen aku wes dikeparingke sowan Ingkang
Kuwaos, salehno neng dhuwur peturonku, Kejobo kui sawise aku kukut,
agemanku jamasano” (Setelah saya dipanggil Allah SWT, letakkan “Ageman”ku
di atas tempat tidurku. Selain itu basuhlah agemanku. Meskipun Sunan Kalijaga
tidak menyebutkan secara rinci apa yang dimaksud dengan Ageman dalam
wasiatnya. Ahli waris Sunan Kalijaga menafsirkannya ageman dengan tiga
pusaka Sunan Kalijaga yaitu kutang Antakusuma, keris Kyai cerubuk, dan keris
Kyai Sirikan. 117
Ahli waris merasa punya tanggung jawab untuk terus
melestarikan tradisi ini. Menurut ahli waris, prosesi penjamasan pusaka sunan
Kalijaga harus tetap dilaksanakan karena pada dasarnya semua ritual yang
dilaksanakan dalam penjamasan mempunyai arti yang dapat diajarkan kepada
anak cucu keturunan sunan Kalijaga. Misalnya pada saat menjamas pusaka Sunan
kalijaga yang dilakukan dengan kondisi mata tertutup, dapat diartikan sebagai
ujian pada anak cucunya untuk patuh apa tidak pada wasiat leluhur, jangan sampai
ada kesombongan dengan melanggar aturan tersebut. Semua rangkaian prosesi
yang syarat dengan nasehat agar ahli waris mempunyai budi pekerti yang luhur
untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.118
Menurut Raden Hariadi Saptianto tradisi Grebeg Besar harus selalu
dilestarikan karena tradisi Grebeg Besar mempunyai pesan-pesan religius.119
Pesan religious yang terkandung dalam acara penjamasan pusaka Sunan Kalijaga
dapat diungkap dari lagu lir-ilir dan ancakan. Adapun lagu lir-ilir adalah sebagai
berikut:
Lir-ilir, lir-ilir, tandure wus sumilir
117 Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No.
1, (Januari – Juni 2010), h.5-6 118
Wawancara pribadi dengan Raden Hariadi Saptianto, Ahli waris Kadilangu,
(Natabratan, 18 Januari 2019 ).
43
Tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar
Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi,
Lunyu-lunyu penekna kanggo mbasuh dodot ira,
Dodot ira, dodot ira, kumitir bedhah ing pinggir,
Dhondomano jlumatono kanggo sebha mengko sore,
Mumpung padhang rambulane, mumpung jembar kalangane,
Yo Surak-a, surak horeee.120
Lagu Lir-ilir diyakini merupakan karangan dari Sunan Kalijaga, lagu ini
biasanya dilantunkan dalam rangkaian acara penjamasan pusaka Sunan Kalijaga.
Lagu ini dikumandangkan sebelum ancakan, saat Ahli Waris Kadilangu menerima
abon-abon (bahan untuk penjamasan pusaka) dari keraton Surakarta dan
dikumandangkan juga sepanjang perjalanan dari Natabratan menuju cungkup
Sunan Kalijaga. Lagu ini syarat dengan pendidikan dan ajaran Islam. 121
Jika
ditelusuri maknanya menggambarkan ajaran para Wali sudah mulai bangkit (wis
sumilir) yang semakin lama semakin subur (royo-royo), dan diterima oleh umat
Islam, buah belimbing yang bersegi lima diibaratkan sebagai sholat lima waktu
yang harus ditunaikan (penekno belimbing kui) sekalipun berat melaksanakannya
(lunyu-lunyu penekno) untuk menyempurnakan agamamu. Ketika imanmu masih
goyah (bedhahing pinggir) maka sempurnakanlah dengan sebaik-baiknya
(dhondhomano jlumatono) untuk persiapan menghadap Allah SWT di hari akhir
nanti (kanggo sebho mengko sore) mumpung masih ada kesempatan hidup di
dunia ( mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane) lakukan
dengan suka cita (surak horee).122
Pelajaran yang dapat diambil dari tradisi Grebeg Besar selanjutnya dapat
terlihat dari selametan ancakan yaitu nasi ancakan yang ditutup dengan godhong
jati bukan dengan daun pisang seperti selametan biasa. Hal ini terkandung makna
120
Jhony Hady Saputra, Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga, (Pustaka Media, 2010)
h. 18. 121
Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No.
1, (Januari – Juni 2010), h. 82 122
Muhammad Adhim, Tradisi Grebeg Besar: Sejarah dan Perannya dalam penyebaran
Islam di Demak, skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 34-35
44
godhong jati berarti sejatining urip (hakekat hidup) dan ajaran yang sejati (ajaran
seng sejati) artinya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah untuk beribadah
dan menyembah Allah SWT.123
Tradisi Grebeg Besar yang terus dilestarikan oleh Ahli Waris Kadilangu
mempunyai banyak makna tidak hanya dari serangkaian prosesi penjamasan
pusaka Sunan Kalijaga, namun pada saat tradisi ini berlangsung dijadikan sebagai
sarana berkumpulnya keluarga besar Ahli Waris Kadilangu. Semua anggota
keluarga Ahli Waris Sunan Kalijaga akan berkumpul di Kadilangu. Mereka
biasanya tinggal di Kadilangu sampai penjamasan pusaka Sunan Kalijaga
berakhir. Hubungan yang semula agak renggang karena jarang bertemu akan
terbina kembali. Bahkan rumah sesepuh Kadilangu yang biasanya dapat menerima
tamu menginap, pada saat Grebeg Besar berlangsung tidak dapat menerima tamu
karena sudah dipenuhi oleh Ahli Waris Kadilangu yang datang dari luar kota.124
C. Peranan Mayarakat Kabupaten Demak dalam melestarikan Tradisi
Grebeg Besar di Demak
Bertahannya tradisi Grebeg Besar di Demak sampai sekarang tidak dapat
dilepaskan dari masyarakat pendukungnya yang sadar akan pentingnya menjaga
warisan budaya. Perayaan tradisi grebeg besar tidak hanya diikuti oleh penduduk
yang berumur, akan tetapi pemuda pemudi juga ikut serta dalam melestarikannya.
Masyarakat yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam prosesi
tradisi Grebeg Besar merasa punya kewajiban untuk tetap mempertahankan dan
menjaga budaya yang dimiliki. Upaya masyarakat dalam pelestarian Grebeg Besar
yaitu dengan cara mengikuti serangkaian acara tradisi Grebeg Besar, juga ikut
mempromosikan tradisi Grebeg Besar ke daerah lain. Tradisi Grebeg Besar
mampu menumbuhkan solidaritas antar warga masyarakat untuk saling bekerja
123
Siti Muawanah, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No. 1,
(Januari – Juni 2010), h. 84 124
Siti Muawanah, Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII No. 1,
(Januari – Juni 2010), h. 86
45
sama satu sama lain, dalam mempersiapkan penyelenggaraan tradisi Grebeg
Besar. 125
Masyarakat terbagi menjadi dua yaitu masyarakat setempat dan
masyarakat pendatang. Masyarakat setempat (warga Kabupaten Demak)
mendapatkan keuntungan dari pelestarian tradisi Grebeg Besar ini. Masyarakat
yang ikut serta langsung dalam rangkaian acara, maupun masyarakat yang hanya
menikmati keramaian yang ada di Tembiring Jogo Indah. Masyarakat pendatang
biasanya berasal dari kota-kota sekitar Demak. Masyarakat pendatang biasanya
berziarah di makam Raden Fattah dan Sunan Kalijaga. Masyarakat dari luar
daerah Demak biasanya menginap untuk menyaksikan tradisi Grebeg Besar, hal
ini jelas menguntungkan bagi warga masyarakat Kabupaten Demak. Seperti yang
disampaikan Nurus warga asli Semarang yang mengatakan bahwa setiap tahun
selalu datang ke Demak untuk menghadiri tradisi Grebeg Besar. 126
Menurut Ahmad Islahul Abdi tradisi Grebeg Besar harus terus dijaga dan
dilestarikan karena dapat mengingatkan dan memberi pelajaran kepada generasi
penerus untuk mengingat perjuangan para wali dalam meyebarkan agama Islam
terutama di Demak. Disamping itu menurutnya tradisi Grebeg Besar dapat
memberi hiburan kepada masyarakat mulai pedesaan sampai masyarakat kota,
dengan adanya keramaian yang ada di Tembiring Joglo Indah.127
Menurut Mujibur
Rahman dengan berkontribusi dalam tradisi Grebeg Besar, dia merasa bangga
karena sudah bisa terlibat dalam melestarikan tradisi Grebeg Besar di Demak.128
Masyarakat Demak sangat berperan dalam pelestarian tradisi Grebeg
Besar yang rutin dilaksanakan setiap tahun di kabupaten Demak, hal ini tearlihat
dari banyaknya masyarakat yang berdondong-bondong mengikuti jalannya tradisi
ini. Usaha masyarakat Demak dalam mempertahankan tradisi ini dengan
mengikuti langsung jalannya tradisi Grebeg Besar dengan mengajak anak-
anaknya, dengan maksud mengenalkan tradisi leluhur. Masyarakat mempercayai
125
Iwan Effendy, Dinamika Grebeg Besar Demak pada tahun 1999-2003 (Tinjauan
Sejarah dan Tradisi), Journal of Indonesian History Vol. 3 No. 1, (2014), h. 25 126
Wawancara pribadi dengan Nurus, warga Semarang, Demak 21 Agustus 2018. 127
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Islahul Abdi, karyawan Masjid Agung Demak.
Demak, 17 Januari 2019. 128
Wawncara pribadi dengan Mujibur Rahman, Remaja Masjid Agung Demak, 02
Februari 2019
46
dengan mengkuti tradisi Grebeg Besar akan mendapatkan barokah dari para wali.
Tradisi Grebeg Besar di Demak masih terus bertahan sampai sekarang salah
satunya karena masyarakat setempat dan pemerintah Kabupaten Demak mau
bekerja sama untuk melestarikannya.
Tradisi Grebeg Besar terus dilestarikan di Kabupaten Demak, karena
tradisi ini juga bisa menjadi media hiburan rakyat yang murah meriah serta dapat
menghilangkan kejenuhan atau kepenatan dalam menjalani kegiatan sehari-hari.129
Masyarakat dapat memanfaatkan momentum ini untuk bersilaturrahmi satu sama
lain. Tradisi Grebeg Besar juga dapat meningkatkan solidaritas di antara para
pedagang yang berjualan di tembiring Joglo Indah.
129
Nur Ahmad, Perayaan Grebeg Besar Demak sebagai Sarana Religi Dalam
Komunikasi Dakwah, At-Tabsyir, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam vol. 1 no. 2, (Juli-Desember
2013), h. 14
47
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Tradisi Grebeg Besar merupakan tradisi peninggalan Walisongo yang
berlangsung setiap bulan Dzulhijjah di Kabupaten Demak bersamaan
dengan peringatan hari raya Idul Adha.
2. Tradisi Grebeg Besar dahulunya berfungsi sebagai sarana penyebaran
agama Islam, saat ini dilestarikan dengan tujuan sebagai bentuk rasa
syukur atas segala kenikmatan yang Allah SWT berikan kepada
Masyarakat Demak, dan sebagai bentuk penghormatan terhadap
Walisongo terumata Sunan Kalijaga yang telah menyebarkan agama Islam
di Kabupaten Demak.
3. Pemerintah Kabupaten Demak mengangkat tradisi Grebeg Besar sebagai
agenda wisata budaya tahunan.
4. Pemerintah berusaha mempromosikan tradisi Grebeg Besar melalui media
online seperti facebook, instagram, dan media lainnya.
5. Masyarakat, terutama generasi tua memberikan pengarahan kepada
generasi muda untuk terus melestarikan tradisi Grebeg Besar.
6. Masyarakat Kabupaten Demak berpatisipasi aktif dalam tradisi Grebeg
Besar.
7. Masyarakat pendatang juga berperan serta dalam melestarikan tradisi
Grebeg Besar dengan berziarah di makam Raden Fattah dan Sunan
Kalijaga di Kadilangu. Terutama peran sang kyai yang mampu membawa
jama’ahnya untuk mengikuti tradisi Grebeg Besar.
8. Ahli Waris Kadilangu menjaga nilai-nilai tradisi Grebeg Besar dengan
terus melaksanakan penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga sesuai dengan
wasiat.
9. Agensi (Ahli Waris Kadilagu dan Masyakat) bersama dengan Pemerintah
Kabupaten Demak terus berinovasi agar pelaksanaan tradisi Grebeg Besar
lebih menarik.
48
Saran
1. Pemerintah Kabupaten Demak seharusnya lebih memperhatikan
keramaian yang ada di Tembiring Joglo Indah dengan memberikan
pertunjukan hiburan yang mendidik.
2. Nilai dan fungsi dalam perayaan tradisi Grebeg Besar seharusnya dapat
dipahami semua kalangan sehingga tradisi ini terus terjaga kelestariannya.
3. Pemerintah daerah seharunya meningkatkan keamanan dan kenyamanan
agar masyarakat dapat mengikuti tradisi ini dengan lebih aman.
49
Daftar Pustaka
Arsip
BPS dan BAPPEDA Kabupaten Demak, Demak Dalam Angka 2016, (Demak:
2016)
Dinas Pariwisata Kabupaten Daerah tingkat II Demak, Upacara Grebeg Besar di
Kabupaten Demak, ( Demak : 1995 )
Jurnal
Achmad, Nur, “Perayaan Grebeg Besar Sebagai Sarana Komunikasi Dakwah, “
At-Tabsyir Vol.1 dan 2, (Juli-Desember 2013).
Arifani, Moh. Anif, “Model Pengembangan Dakwah Berbasis Budaya Lokal
(Analisis Tentang Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Dakwah Sunan Kalijaga)”,
Ilmu dakwah vol. 4 No.(15 Januari-Juni 2010).
Effendy, Iwan, “Dinamika grebeg Besar Demak pada Tahun 1999-2003 (Tinjauan
Sejarah dan Tradisi)”, JIH (Journal of Indonesian History), volume 3 No. 1 tahun
2014.
Muawanah, Siti, “Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga”, Analisa Volume XVII
No. 1, (Januari- Juni 2010).
____________, “The Meaning of An Islamic Holiday Festival :A Study on the
Grebeg Besar in Demak”, Studika Islamika Volume 13, ( 3 November 2006).
MM, Mahmud, Model-model Pembelajaran di Pesantren , (Ciputat: Media
Nusantara, 2006).
Pebrianti, Sestri Indah, “Makna Simbolik Tari Bedhaya Tunggal Jiwa”,
Harmonia Volume 13,no. 2 ,(Desember 2013).
50
Sumbulah, Umi “Islam Jawa dan Akulturasi Budaya : Karakteristik, Variasi dan
Ketaatan Ekspresi,” El Harakah Vol. 14 No. 1, 2012
Buku dan Skripsi
Achmad, Nur, Perayaan Grebeg Besar Sebagai Sarana Komunikasi Dakwah,
dalam jurnal At Tabsyir Vol.1 dan 2, Juli-Desember 2013, Kudus: STAIN Kudus.
Abimanyu, Soedjipto, Babad Tanah Jawi, (Jogjakarta: Laksana, 2014)
Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999), cetak II
Adhim, Muhammad, Tradisi Grebeg Besar: Sejarah dan Perannya dalam
penyebaran Islam di Demak , Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora
,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2015), cetak II
Ardiwidjaja, Roby, Arkeowisata Mengembangkan Daya Tarik Pelestarian
Warisan Budaya, (Yogyakarta: CV. Budi Utama), 2018.
A. Kasah, Hamid, Grebeg Besar Kota Wali Demak, (Demak : CV. Cipta Adi
Grafika, 2006)
Baal, J. Van, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya Hingga
Dekade 1970, Jakarta: Gramedia, 1970
Hady Saputra, Jhony, Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga, (Pustaka Media,
2010) .
Hartati, dkk, Upacara Tradisional Jawa Tengah, (Semarang: Proyek Inventaris
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah, 1989)
Haryadi, Sugeng, Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan Grebeg Besar,
(Jakarta: CV.Mega Berlian, 2003).
51
Koentjaraningrat, Kebudayaan Melintas dan Pembangunan, (Jakarta: PT
Gramedia PustakaUtama)
Lily Turangan dkk, Seni Budaya dan Warisan Indonesia, Jakarta: PT Aku Bisa,
2014Madjid, M. Dien, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2013)
M. Khafid, Sejarah Demak Matahari Terbit di Glagah Wangi, (Demak: Kantor
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak, 2008).
Sedyawati dkk, Kajian Nilai Budaya Naskah kuno Puspakerma, (Jakarta:
Depdikbud, 1997).
Setianingsih, Dyah Purwani, Deskripsi Tari Bedhaya Tunggal Jiwa Dalam
Rangkaian Tradisi Grebeg Besar, (Demak : Kantor Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Demak, 1998).
Soerlanto B, Garebeg di Kasultanan Yogyakarta, (Yogyakarta: Kanisius, 1993)
Spiegel, Gabrielle M, Practicing History New Directions in Historical Writing
After The Lingistic Turn, (New York And London: Routledge Taylor & Francis
Group, 2005).
Sunyoto, Agus, Atlas Wali Songo, (Depok: Pustaka Iman, 2016)
Website
https://beritagar.id
http://demakkab.go.id
https://regional.kompas.com
https://www.wawasam.co
52
Wawancara
Raden Widjayanto, Ahli Waris Kadilangu, Demak: 17 Maret 2017
Ardhito Prabowo, Sie. Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Kabupaten Demak,
Demak: 05 Januari 2017
Raden Hariadi Saptianto, Ahli Waris Kadilangu, Natabratan: 18 Januari 2019
Ahmad Islahul Abdi, karyawan Masjid Agung Demak, Demak: 17 Januari 2019
Mujibur Rahman, remaja Masjid Agung Demak, Demak: 02 Februari 2019
LAMPIRAN
Foto Pembukaan Tradisi Grebeg Besar
(Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Demak)
Iring-iringan tumpeng Sembilan
(Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Demak)
Tumpeng Sembilan
(Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Demak)
Bupati beserta jajarannya dalam acara tumpeng Sembilan
(Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Demak)
Perajurit Patangpuluhan dalam perayaan Tradisi Grebeg Besar tahun 2013
(Sumber: Facebook Wisata Religi Masjid Agung Demak dan makam para Wali
foto oleh Adhi Pramanto)
Perajurit Patangpuluhan dalam perayaan Tradisi Grebeg Besar tahun 2016
(Sumber: Facebook Wisata Religi Masjid Agung Demak dan makam para Wali
foto oleh Adhi Pramanto)
Penyerahan Minya Jamas dari Bupati Demak kepada Lurah Tamtama
(Sumber: Facebook Wisata Religi Masjid Agung Demak dan makam para Wali
foto oleh Adhi Pramanto
Sembilan penari Bedhaya Tunggal Jiwa
(Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Demak)
Lurah Tamtama beserta Prajurit Patangpuluh bersiap mengantar minyak jamas
untuk diserahkan kepada pihak kasepuhan Ahli Waris Kadilangu
Bupati beserta jajarannya ziarah ke makam Sunan Kalijaga
Sesepuh Ahli Waris Kadilangu beserta tim penjamas
(Sumber: Facebook Wisata Religi Masjid Agung Demak dan makam para Wali
foto oleh Adhi Pramanto)