Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SSBM – 02 = SPESIFIKASI STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG
PELATIHANPELAKSANA MADYA PERAWATAN
GEDUNG(SITE SUPERVISOR OF BUILDING
MAINTENANCE)
2005
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUMBADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIAPUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -i-
KATA PENGANTAR
“Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung” adalah merupakan salah satu modul dari
beberapa modul yang perlu diberikan kepada peserta pelatihan Pelaksana Madya
Perawatan Bangunan Gedung sebagai bekal didalam melaksanakan tugasnya di
lapangan.
Penulisan dan penyusunan buku ini disesuaikan dengan posisi pelatihan, dimana
Para Peserta Pelatihan Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site
Supervisor of Building Maintenance) ini bukanlah mereka yang masih awam
dalam hal pekerjaan Perawatan Bangunan Gedung.
Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi
materi sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam
rangka perbaikan dan penyempurnaan modul ini.
Jakarta, Desember 2005
Penyusun
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -ii-
LEMBAR TUJUAN
MODUL PELATIHAN : Pelatihan Pelaksana Madya Perawatan BangunanGedung (Site Supervisor of Building Maintenance )
MODEL PELATIHAN : Lokakarya Terstruktur
TUJUAN UMUM PELATIHAN :Mampu mengawasi pekerjaan perawatan bangunan gedung sesuai dengan metode dan
prosedur yang dapat diterima, dinyatakan pada gambar teknik dan spesifikasi seperti
pada dokumen kontrak dan perjanjian kerja.
TUJUAN KHUSUS PELATIHAN :Pada akhir pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Melaksanakan sesuai spesifikasi struktur bangunan gedung.
3. Melaksanakan sesuai spesifikasi arsitektur bangunan gedung.
4. Melaksanakan sesuai spesifikasi utilitas bangunan gedung.
5. Membuat alokasi waktu dan penjadwalan.
6. Membuat perhitungan rancangan anggaran biaya.
7. Mengawasi pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan dokumen kontrak.
8. Menggunakan teknologi bahan, bangunan dan konstruksi.
9. Menggunakan Komputer
10. Menjelaskan rekayasa bangunan.
11. Menggunakan perlengkapan dan metode kerja.
12. Melaksanakan manajemen pemeliharaan & perawatan bangunan gedung.
13. Melaksanakan manajemen supervisi lapangan & pelaporan.
14. Menjelaskan pranata pembangunan.
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -iii-
NO. DAN JUDUL MODUL : SSBM – 02 SPESIFIKASI STRUKTUR BANGUNANGEDUNG
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)Setelah mempelajari modul, peserta mampu melaksanakan sesuai spesifikasi struktur
bangunan gedung guna pelaksanaan perawatan dan pemeliharaan bangunan gedung
sesuai ketentuan dokumen kontrak sebagai acuan dalam pelaksanaan pekerjaan
perawatan bangunan gedung sesuai peraturan yang berlaku sehingga layak difungsikan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)Pada akhir pelatihan peserta mampu :
1. Membaca gambar struktur bangunan gedung.
2. Melaksanakan sesuai spesifikasi pondasi.
3. Melaksanakan sesuai spesifikasi struktur bagian atas (pelat, balok & lantai).
4. Melaksanakan sesuai spesifikasi atap gedung.
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -iv-
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
LEMBAR TUJUAN ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODULPELATIHAN PELAKSANA MADYAPERAWATAN BANGUNAN GEDUNG (SiteSupervision of Building Maintenance) .......................................... vii
DAFTAR MODUL .......................................................................................... viii
PANDUAN INSTRUKTUR ............................................................................. viii
BAB I GAMBAR STRUKTUR BANGUNANGEDUNG1.1 Sistem Struktur Bangunan Tinggi ...................................................... I-11.2 Struktur dan Pembebanannya ........................................................... I-2
1.2.1 Pengertian Pekerjaan Struktur ............................................... I-21.2.2 Kombinasi Pembebanan ........................................................ I-41.2.3 Pengertian Beban .................................................................. I-4
1.3 Jenis Pekerjaan Struktur.................................................................... I-51.3.1 Pekerjaan Struktur Beton ....................................................... I-51.3.2 Pekerjaan Struktur Komposit.................................................. I-51.3.3 Pekerjaan Struktur Beton ....................................................... I-5
1.4 Lingkup Pelaksanaan Pekerjaan Struktur .......................................... I-7
BAB II SPESIFIKASI PONDASI
BAB III SPESIFIKASI STRUKTUR BAGIAN ATAS3.1 Struktur Pelat dan Kolom pada Lantai................................................ III-2
3.1.1 Sisten Penahan Gaya Gravitasi ............................................. III-23.1.2 Sistem Penahan Gaya Lateral................................................ III-4
3.2 Luas Lantai Bangunan Efektif ............................................................ III-63.2.1 Bangunan Hotel ..................................................................... III-73.2.2 Bangunan Rumah Sakit ......................................................... III-9
3.3 Batasan dan Ketentuan Peruntukan .................................................. III-9
BAB IV SPESIFIKASI ATAP BANGUNAN GEDUNG
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -v-
4.1 UMUM ............................................................................................... IV-14.2 PEMILIHAN BAHAN YANG EKOLOGIS............................................ IV-14.3 BAHAN PENUTUP ATAP .................................................................. IV-2
4.3.1 Atap Genteng Tanah.............................................................. IV-34.3.2 Atap Genteng Beton............................................................... IV-54.3.3 Atap Genteng Keramik ........................................................... IV-64.3.4 Atap Genteng Asbes .............................................................. IV-74.3.5 Atap Genteng Sirap Kayu....................................................... IV-74.3.6 Atap Genteng Metal (Zincalume)............................................ IV-8
4.4 STRUKTUR ATAP............................................................................. IV-84.4.1 Atap Kayu Bentangan Besar (Large
Span Timber Roofs) ............................................................... IV-94.4.2 Atap Baja Bentangan Besar (Large
Span Steel Roofs) .................................................................. IV-124.4.3 Atap Tempurung (Shell Roofs) .............................................. IV-164.4.4 Atap Lempeng Lipatan (Folded Plate
Roofs) .................................................................................... IV-184.4.5 Struktur Atap Tegangan (Tension
Roof Structures) ..................................................................... IV-19
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -vi-
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHANPELAKSANA MADYA PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG
(Site Supervision of Building Maintenance)
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Pelaksana Madya PerawatanBangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) dibakukan dalam
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah
ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Pelaksana Madya PerawatanBangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) unit-unit tersebut
menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit
Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan
kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen
Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus
pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan
Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul
pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan
pengajaran dalam pelatihan Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (SiteSupervisor of Building Maintenance).
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -vii-
DAFTAR MODUL
Jabatan Kerja : Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung(Site Supervisor of Building Maintenance)
NomorModul Kode Judul Modul
1 SSBM – 01 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2 SSBM – 02 Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung3 SSBM – 03 Spesifikasi Arsitektur Bangunan Gedung
4 SSBM – 04 Spesifikasi Utilitas Bangunan Gedung
5 SSBM – 05 Alokasi Waktu dan Penjadwalan
6 SSBM – 06 Perhitungan Rancangan Anggaran Biaya
7 SSBM – 07 Dokumen Kontrak
8 SSBM – 08 Teknologi Bahan, Bangunan & Konstruksi
9 SSBM – 09 Komputer
10 SSBM – 10 Rekayasa Bangunan
11 SSBM – 11 Perlengkapan dan Metode Kerja
12 SSBM – 12 Manajemen Pemeliharaan & Perawatan BangunanGedung
13 SSBM – 13 Manajemen Supervisi Lapangan dan Pelaporan
14 SSBM – 14 Pranata Pembangunan
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -viii-
PANDUAN INSTRUKTUR
NAMA PELATIHAN : PELATIHAN PELAKSANA MADYAPERAWATAN BANGUNAN GEDUNG (SITESUPERVISOR OF BUILDING MAINTENANCE)
KODE MODUL : SSBM - 02
JUDUL MODUL : SPESIFIKASI STRUKTUR BANGUNANGEDUNG
DESKRIPSI : Materi ini membahas pengetahuan Gambarstruktur bangunan gedung, Spesifikasipondasi, Spesifikasi struktur bagian atas(pelat, balok dan lantai), Spesifikasi atapbangunan gedung untuk pelatihan Pelaksana
Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site
Supervisor of Building Maintenance).
TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya.
WAKTU PEMBELAJARAN : 2 (Dua) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit)
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -ix-
RENCANA PEMBELAJARAN
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG
1. Ceramah : Pembukaan
Menjelaskan tujuaninstruksional umum(TIU) danTujuan instruksional khusus(TIK)
Menjelaskan maksud dantujuan spesifikasi strukturbangunan gedung.
Menjelaskan pengertianspesifikasi struktur bangunangedung.
Waktu : 5 menit
Mengikuti penjelasan TIUdan TIK dengan tekun danaktif
Mengikuti penjelasanmaksud dan tujuanspesifikasi strukturbangunan gedung.
Mengikuti penjelasanpengertian spesifikasistruktur bangunan gedung.
Mengajukan pertanyaanapabila ada yang kurangjelas.
OHT
2. Ceramah : Bab I, GambarStruktur Bangunan Gedung
Memberikan penjelasan, uraianatau-pun bahasan mengenai :Gambar struktur bangunangedung.
Waktu : 25 menit
Mengikuti penjelasan,uraian atau bahasaninstruktur dengan tekundan aktif.
Mengajukan pertanyaanapabila ada yang kurangjelas.
OHT
3. Ceramah : Bab II, SpesifikasiPondasi
Memberikan penjelasan, uraianatau-pun bahasan mengenai :Spesifikasi pondasi.
Waktu : 20 menit
Mengikuti penjelasan,uraian atau bahasaninstruktur dengan tekundan aktif.
Mengajukan pertanyaanapabila ada yang kurangjelas.
OHT
4. Ceramah : Bab III, SpesifikasiStruktur Bagian Atas (Pelat,Balok & Lantai)
Memberikan penjelasan, uraianatau-pun bahasan mengenai :Spesifikasi struktur bagian atas(pelat, balok & lantai).
Mengikuti penjelasan,uraian atau bahasaninstruktur dengan tekundan aktif.
Mengajukan pertanyaan
OHT
Modul SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) -x-
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNGWaktu : 20 menit apabila ada yang kurang
jelas.
5. Ceramah : Bab IV, SpesifikasiAtap Bangunan Gedung
Memberikan penjelasan, uraianatau-pun bahasan mengenai :Spesifikasi atap bangunangedung.
Waktu : 20 menit
Mengikuti penjelasan,uraian atau bahasaninstruktur dengan tekundan aktif.
Mengajukan pertanyaanapabila ada yang kurangjelas.
OHT
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab I: Gambar Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) I-1
BAB IGAMBAR STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG
1.1 SISTEM STRUKTUR BANGUNAN TINGGI
Pada dasarnya setiap sistem struktur pada suatu bangunan merupakan
penggabungan berbagai elemen struktur secara tiga dimensi, yang cukup
rumit. Fungsi utama dari sistem struktur adalah untuk memikul secara aman
dan efektif beban yang bekerja pada bangunan, serta menyalurkannya ke
tanah melalui fondasi. Beban yang bekerja pada bangunan terdiri dari beban
vertikal, horizontal, perbedaan temperatur, getaran dan sebagainya.
Sistem struktur dalam proses perancangannya selalu menghadapi beberapa
kendala, diantaranya: persyaratan arsitektural, sistem mekanikal dan elektrikal,
metode konstruksi dan aspek ekonomi.
Dalam berbagai sistem struktur, baik yang menggunakan bahan beton
bertulang, baja maupun komposit, selalu ada komponen (subsistem) yang
dapat dikelompokkan dalam sistem yang digunakan untuk menahan gaya
gravitasi dan sistem untuk menahan gaya lateral (Gambar 1.1).
Gambar 1.1: Sistem Struktur Bangunan Tinggi
Gambar 1.1: Sistem Struktur Bangunan Tinggi
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab I: Gambar Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) I-2
1.2 STRUKTUR DAN PEMBEBANANNYA
1.2.1 Pengertian Pekerjaan Struktur
Pekerjaan struktur pada bangunan rumah susun adalah pekerjaan rangka
bangunan yang berada di atas pekerjaan pondasi dengan bentuk komponen
berupa kolom, balok, joint balok dan kolom, lantai, dinding serta tangga.
Struktur bangunan untuk bangunan bertingkat sederhana (bertingkat rendah)
umumnya berupa Struktur Rangka Portal yang terdiri dari kolom dan balok
yang merupakan rangkaian yang menjadi satu kesatuan yang kuat.
Gambar 1.2 Struktur Rangka Beton
Kolom portal harus dibuat menerus dari lantai bawah sampai lantai atas,
artinya letak kolom-kolom portal tidak boleh digeser pada tiap lantai, karena hal
ini akan menghilangkan sifat kekakuan dari struktur rangka portalnya. Jadi
harus dihindarkan denah kolom portal yang tidak sama untuk tiap-tiap lapis
lantai. Ukuran kolom makin ke atas boleh makin kecil, sesuai dengan beban
bangunan yang didukungnya makin ke atas juga makin kecil. Perubahan
dimensi kolom harus dilakukan pada lapoi lantai, agar pada satu lajur kolom
mempunyai kekakuan yang sama.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab I: Gambar Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) I-3
Gambar 1.3: Perubahan Dimensi Kolom
Balok portal merangkai kolom-kolom menjadi satu kesatuan. Balok menerima
seluruh beban dari palat-lantai dan meneruskan ke kolom-kolom pendukung.
Hubungan balok dan kolom adalah jepit-jepit, yaitu suatu sistem dukungan
yang dapat menahan Momen, Gaya Vertikal dan Gaya Horisontal. Untuk
menambah kekakuan balok, dibagian pangkal pada pertemuan dengan kolom,
boleh ditambah tebal .
Gambar 1.4: Penebalan balok pada pertemuan dengan kolom
Rangka portal harus direncanakan dan diperhitungkan kekuatannya terhadap
beban-beban sebagai berikut:
Beban-Mati, dinyatakan dengan lambang : M
Beban-Hidup, dinyatakan dengan lambang : H
Beban-Angin, dinyatakan dengan lambang : A
Beban-Gempa, dinyatakan dengan lambang : G
Beban-Khusus, dinyatakan dengan lambang : K
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab I: Gambar Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) I-4
1.2.2 Kombinasi Pembebanan
Pembebanan Tetap : M + H
Pembebanan Sementara : (M + H) + A dipilih pengaruh mana yang
lebih besar
atau : (M + H) + G
Pembebanan Khusus : (M + H) + K
atau : (M + H) + A + K
atau : (M + H) + G + K
Untuk merencanakan dan menghitung kekuatan suatu konstruksi bangunan
dipakai pembebanan tetap yang terberat. Setelah diperoleh ukuran dari
konstruksi portalnya berdasarkan tegangan ijin bahan (σb), langkah-langkah
selanjutnya adalah mengadakan hitungan kontrol terhadap beban sementara
atau beban khusus, dipilih pengaruh mana yang lebih membahayakan
konstruksi. Apabila pada hitungan kontrol ternyata konstruksi tidak aman
terhadap beban sementara, maka ukuran konstruksi tersebut harus diperbesar
lagi. Jadi suatu konstruksi bangunan harus aman dan mampu mendukung
beban tetap, beban sementara dan beban khusus.
1.2.3 Pengertian Beban
a. Beban-mati adalah berat dari semua bagian bangunan yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, pekerjaan pelengkap (finishing), serta
alat atau mesin yang merupakan bagian tak terpisahkan dari rangka
bangunannya.
b. Beban-hidup adalah berat beban dari penghuni dan atau barang-barang
yang dapat berpindah, yang bukan merupakan bagian dari bangunan.
Pada atap, beban-hidup termasuk air hujan yang tergenang.
c. Beban-angin adalah beban yang bekerja pada bangunan atau bagiannya,
karena adanya selisih tekanan udara (hembusan angin kencang).
d. Beban-gempa adalah besarnya getaran yang terjadi di dalam struktur
rangka bangunan akibat adanya gerakan tanah oleh gempa, dihitung
berdasarkan suatu analisa dinamik.
e. Beban-khusus adalah beban kerja yang berasal dari: adanya selisih, suhu,
penurunan pondasi, susut bahan, gaya rem dari kran, getaran mesin berat.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab I: Gambar Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) I-5
Rangka portal untuk bangunan bertingkat rendah, umumnya dibuat dari bahan
konstruksi beton bertulang. Bahan beton merupakan konstruksi yang kuat
menahan gaya desak, sedang tulang baja mampu menahan gaya tarik, jadi
bahan beton bertulang juga merupakan konstruksi tahan gempa, tahan api,
merupakan bahan yang kuat dan awet yang tidak perlu perawatan dan dapat
berumur panjang.
1.3 JENIS PEKERJAAN STRUKTUR
Pekerjaan Struktur dibedakan menurut jenis bahan-
bahan yang digunakan untuk membuat struktur portal
bangunan bertingkat antara lain:
1.3.1 Pekerjaan Struktur Baja
Pekerjaan Struktur Baja yaitu dimana komponen-
komponennya yang terdiri dari kolom, balok, lantai dan
tangga semuanya dari bahan baja dan dibuat secara
fabrikasi.
Dimana untuk pekerjaan rumah susun di Indonesia saat
ini belum pernah dilaksanakan mengingat biaya
pembangunannya mahal, peralatan berat yang
digunakan cukup banyak dan sistem pelaksanaan
pekerjaan memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi
dengan tenaga kerja yang ahli di bidang pekerjaan baja.
1.3.2 Pekerjaan Struktur Komposit
Pekerjaan Struktur Komposit dimana komponen kolom,
balok dan tangga memakai bahan baja sedang
lantainya memakai bahan beton bertulang.
Di Indonesia pekerjaan rumah susun sederhana dengan
sistem ini belum dapat dilaksanakan mengingat
biayanya cukup mahal, peralatan yang dipakai cukup
banyak dan sistem pelaksanaan pekerjaan memerlukan
tingkat ketelitian yang tinggi terutama pada sambungan-
sambungan (joint).
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab I: Gambar Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) I-6
1.3.3 Pekerjaan Struktur Beton
Pekerjaan Struktur Beton yaitu dimana komponen-
komponennya yang terdiri kolom, balok, lantai, tangga
semuanya dibuat dari bahan beton bertulang dan
dicetak di tempat serta merupakan satu kesatuan dalam
suatu sistem struktur yang seimbang (stabil).
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab I: Gambar Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) I-7
Keuntungan Struktur Beton dalam pembuatan rumah
susun antara lain:
a. Bahan relatif murah dibanding baja dan precast
b. Pengerjaannya mudah
c. Bisa dibentuk sesuai dengan desain
d. Teknik konstruksi secara konvensional
Dari hasil pengumpulan data teknis konstruksi
pembangunan rumah susun sederhana di Indonesia,
maka banyak yang memakai Teknik konstruksi
konvensional yaitu memakai struktur beton bertulang
(lihat table di bawah ini yang diambil dari Laporan Akhir
Pengkajian dan Penerapan Teknik Konstruksi Rumah
Susun Tahun 1995/1996 oleh Proyek Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Perumahan dan Permukiman
PUSLITBANGKIM halaman 13).
Tabel 1.1: Komposisi Data Berbagai Teknik Konstrusi Rumah Susun
No. LOKASI RUMAH SUSUNTEKNIK
KONSTRUKSI YANGDIPAKAI
KETERANGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pekunden, Semarang
Bandarharjo, Semarang
Gayung Kebon Sari, Surabaya
Perumnas Menanggal, Surabaya
Dupak Mangunrejo, Surabaya
Penjaringan, Surabaya
Sombo, Surabaya
Bendungan Hilir, Jakarta
Bandar Kemayoran, Jakarta
Konvensional
Konvensional
Konvensional
Konvensional
Konvensional
Konvensional
Konvensional
Konvensional
Sub Konvensional Outinor
Pekerjaan struktur kayu untuk penggunaan rumah susun di Indonesia sampai
saat ini belum pernah dilaksanakan, mengingat untuk bangunan rumah
dengan struktur kayu hanya bisa dipakai sampai dengan 2 lantai, bahan kayu
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab I: Gambar Struktur Bangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) I-8
dengan jumlah yang banyak juga sulit didapatkan dan memerlukan
pemeliharaan yang tinggi terhadap cuaca dan serangga.
1.4 LINGKUP PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR
Pekerjaan Struktur yang dibahas di dalam
pembangunan rumah susun adalah pekerjaan struktur
beton bertulang.
Lingkup pelaksanaan pekerjaan struktur meliputi
pekerjaan persiapan, penyediaan bahan, perlengkapan
peralatan/mesin, pemasangan serta tenaga kerja dan
pengetesan mutu bahan yang diperlukan untuk struktur
beton bertulang, selama proses / tata cara kerja.
Pemeriksaan mutu bahan untuk beton termasuk
bahannya, seperti semen, pasir, kerikil/batu pecah dan
airnya.
Pemeriksaan atas ukuran baik sebagai bahan bangunan
(seperti Ø besi, bahan pasir, batu kerikil) maupun
sebagai komponen atau bagian bangunan (dimensi
balok, kolom, plat).
Pemeriksaan pembuatan bekisting, kualitas dan bentuk
material, kestabilan selama pembuatan beton
(pengecoran), waktu pembukaan bekisting
rangka/penunjang, pengikat dan sebagainya.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab II: Spesifikasi Pondasi
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) II-1
BAB IISPESIFIKASI PONDASI
Pada bangunan tinggi, umumnya digunakan pondasi dalam (pondasi tak langsung),
baik berupa tiang pancang maupun tiang bor. Di samping itu, kerap kali digunakan
pondasi rakit (basemen) yang kadang kala diperkuat dengan pondasi tiang.
Dalam perencanaan pondasi tiang, perlu dilakukan penyelidikan tanah, khususnya
percobaan sondir untuk memperoleh nilai konus (qc) dan Jumlah Hambatan Pelakat
(JHP = ). Nilai qc dan ini diperlukan untuk menghitung kapasitas daya pikul satu
tiang.
Dewasa ini, dikenal banyak jenis pondasi tiang, diantaranya: Frankie Pile, Baja Profil
’H’, Pipa Baja. Namun yang paling sering digunakan adalah tiang pancang beton
bertulang berpenampang bujur sangkar atau pipa beton prategang atau pondasi bor
(dengan atau tanpa selubung casing).
Pada pondasi tiang, dikenal dua jenis pondasi tiang :
1) Pondasi yang bertumpu pada lapisan keras (point bearing pile).
Pada kondisi ini, tiang dianggap bertumpu pada lapisan keras dengan nilai qc >
200 kg/cm2.
2) Pondasi yang mengandalkan lekatan tanah (friction pile)
Mengingat lapisan tanah keras berada jauh di dalam tanah, daya pikul tiang
pancang dihitung berdasarkan rumus:
63
LOqAP c
Persamaan 2.1
Di mana : A adalah luas penampang tiangqc adalah tegangan konus tanah keras (qc = 200 kg/cm2)O adalah keliling penampang tiang adalah Jumlah Hambatan Pelekat ( = 0.2 kg/cm2)L adalah panjang tiang
Di atas pondasi tiang, terutama jika kita menggunakan kelompok tiang, berikanlah
pelat pengikat yang diberi nama poer (pile cap). Ketebalan poer ini diperhitungkan
dengan memperhatikan tegangan pons:
kolom
kolompoerpons A
P
141
6
1 ' Persamaan 2.2
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab II: Spesifikasi Pondasi
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) II-2
Selanjutnya ketebalan ’poer’ dapat diperoleh dengan rumus :
ttba
Pkolompons 22 (kolom persegi empat) Persamaan 2.3
ttr
Pkolompons
2(kolom lingkaran) Persamaan 2.4
Gambar 2.1: Pondasi Tiang dan ’Poer’
di mana : r adalah jari-jari penampang kolom
Bangunan tinggi yang menggunakan pondasi rakit berupa basemen, daya
dukung pondasinya dihitung berdasarkan :
fondasiahahfondasiGrakit AWWWP tantan Persamaan 2.5
di mana : WG adalah berat bangunanWpondasi adalah berat pondasiWtanah adalah berat tanah yang dipindahkan =
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab II: Spesifikasi Pondasi
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) II-3
= Apondasi x f x gtanah(berat jenis tanah : tanah = 1700 kg/cm2)
ahtan adalah berat pondasi
Gambar 2.2: Skematik Basemen
Jika pondasi bangunan merupakan gabungan antara pondasi rakit dan pondasi
tiang (Gambar 2.3), maka jumlah tiang pancang yang diperlukan adalah :
tiang
rakitG
P
PWn
Persamaan 2.6
di mana : WG adalah berat bangunanPrakit adalah daya pikul pondasi rakit (persamaan 2.5)Ptiang adalah daya pikul satu pondasi tiang (persamaan 2.1)
Gambar 2.3: Pondasi Rakit dan Tiang
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-1
BAB IIISPESIFIKASI STRUKTUR BAGIAN ATAS
Dalam perancangan bangunan tinggi yang melibatkan aplikasi teknologi dan sistem
bangunan secara terpadu, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
menghasilkan bangunan tinggi yang lebih peduli terhadap lingkungan.
Kemungkinan untuk mengetahui kepekaan terhadap iklim setempat terlihat pada
bangunan vernakular, terutama jika iklim setempat sangat ekstrem dan metode
pembangunan dengan cara tradisional masih sangat kuat. Pendekatan strategi ini
tentunya tidak terbatas pada suatu lingkup yang hanya dibatasi oleh pemilihan bahan
bangunan tradisional, kepercayaan, metode pelaksanaan yang digunakan, tetapi juga
oleh pengaruh budaya dan tradisi masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari bentuk
yang masif dan bukaan yang sedikit, untuk menghindari iklim pasa dan kering, atau
bangunan yang terkesan ringan dengan bukaan besar, pada daerah yang beriklim
panas dan lembab, untuk menangkap sebanyak mungkin manfaat dari matahari dan
sirkulasi udara.
Pada pendekatan strategi ini, orientasi bukaan bangunan, dimensi dan tata letak serta
pemilihan bahan bangunan yang sesuai menjadi titik tolak perancangan, sehingga
menghasilkan bangunan yang banyak memanfaatkan potensi alam, terutama sinar
matahari dan angin. Bangunan yang terbentuk dapat berupa bangunan tropis atau
bangunan bioklimatik.
Strategi rancangan ini erat kaitannya dengan strategi yang sebelumnya, rancangan
dengan pertimbangan iklim, sekaligus menjadi potensi lingkungan setempat agar tidak
tercemar atau rusak dengan keberadaan bangunan. Rancangan ini juga terintegrasi
dengan sistem pengendalian lingkungan di mana bangunan tersebut didirikan.
Pada strategi ini, seakan-akan terlihat pembagian yang jelas antara ruang-ruang
pelayanan dan ruang-ruang yang dilayani, sehingga kebutuhan ruangan yang
digunakan untuk sistem mekanikal dan elektrikal dapat dialokasikan secara baik.
Dengan demikian, bangunan merupakan suatu kompleks sistem layanan di mana
jaringan utilitas merupakan bagian yang perlu diperhatikan dalam rancangan.
Dalam perancangan bangunan tinggi, ketiga strategi perancangan tersebut
merupakan dasar bagi tercapainya integrasi sistem bangunan yang ditujukan demi
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-2
tercapainya kebutuhan fungsi bangunan tanpa mengabaikan kekuatan struktur dan
kenyamanan di dalam bangunan.
Arsitek bagai menghadapi teka-teki setiap kali dirinya melakukan perancangan
bangunan baru. Meskipun setiap bangunan memiliki fungsi yang sama, selalu ada
keunikan yang perlu diselesaikan dengan cara yang berbeda.
3.1 STRUKTUR PELAT DAN KOLOM PADA LANTAI
Pekerjaan struktur pada bangunan bagian atas adalah pekerjaan rangka bangunan
yang berada di atas pekerjaan pondasi dengan bentuk komponen berupa kolom,
balok, joint balok dan kolom, lantai, dinding serta tangga.
Struktur bangunan untuk bangunan bertingkat sederhana (bertingkat rendah)
umumnya berupa Struktur Rangka Portal yang terdiri dari kolom dan balok yang
merupakan rangkaian yang menjadi satu kesatuan yang kuat.
Kolom portal harus dibuat menerus dari lantai bawah sampai lantai atas, artinya letak
kolom-kolom portal tidak boleh digeser pada tiap lantai, karena hal ini akan
menghilangkan sifat kekakuan dari struktur rangka portalnya. Jadi harus dihindarkan
denah kolom portal yang tidak sama untuk tiap-tiap lapis lantai. Ukuran kolom makin
ke atas boleh makin kecil, sesuai dengan beban bangunan yang didukungnya makin
ke atas juga makin kecil. Perubahan dimensi kolom harus dilakukan pada lapoi lantai,
agar pada satu lajur kolom mempunyai kekakuan yang sama.
Dalam berbagai pekerjaan struktur bangunan bagian atas dapat dikelompokkan
menjadi dua sistem yaitu :
Sistem Penahan Gaya Gravitasi
Sistem Penahan Gaya Lateral
3.1.1 Sistem Penahan Gaya Gravitasi
Beban gravitasi merupakan beban yang berasal dari beban mati struktur dan
beban hidup yang besarnya disesuaikan dengan fungsi bangunan.
Struktur lantai merupakan bagian terbesar dari struktur bangunan, sehingga
pemilihannya perlu dipertimbangkan secara seksama, di antaranya:
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-3
a. Pertimbangan terhadap berat sendiri lantai, makin ringan beban lantai
makin berkurang dimensi kolom dan fondasinya serta makin dimungkinkan
menggunakan bentang yang lebih besar.
b. Kapasitas lantai untuk memikul beban pada saat pekerjaan konstruksi.
c. Dapat menyediakan tempat/ruang bagi saluran utilitas yang diperlukan.
d. Memenuhi persyaratan bagi ketahanan terhadap api.
e. Memungkinkan bagi kesinambungan pekerjaan konstruksi, jika
pelaksanaan pembangunannya membutuhkan waktu yang panjang.
f. Dapat mengurangi penggunaan alat bantu pekerjaan dalam pembuatan
pelat lantai (perancah – steiger)
Sistem struktur lantai biasanya merupakan kombinasi pelat dengan balok induk
(girder) atau anak balok (beam) atau rusuk (rib atau joist), yang ketebalannya
tergantung pada bentang, beban, dan kondisi tumpuannya (Gambar 3.1).
Gambar 3.1: Struktur Lantai
Pelat satu arah (one way slab) ditumpu oleh balok anak
yang ditempatkan sejajar satu dengan lainnya, dan
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-4
perhitungan pelat dapat dianggap sebagai balok tipis
yang ditumpu oleh banyak tumpuan.
Pelat rusuk satu arah (one way rib/joist slab) ditumpu
oleh rusuk, anak balok yang jarak satu dengan lainnya
sangat berdekatan, sehingga secara visual hampir
sama dengan pelat satu arah.
Pelat yang keempat sisinya ditumpu oleh balok dengan
perbandingan lx/ly < 2, disebut pelat dua arah, sehingga
perhitungan pelat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan dua arah; biasanya dengan menggunakan
tabel tertentu.
Dua jenis berikutnya adalah pelat dua arah yang tidak
ditumpu oleh balok, tetapi langsung oleh kolom. Jenis
pertama, pelat lantai ditumpu langsung oleh kolom
tanpa penebalan di sekeliling kolom (drop panel)
dan/atau kepala kolom (column capital), sehingga
beban vertikal langsung dipikul oleh kolom dari segala
arah (flat plate). Sedangkan pada jenis kedua, pada
puncak kolom terdapat penebalan pelat lantai dan/atau
kepala kolom (flat slab), sehingga dapat memikul gaya
geser atau momen lentur yang lebih besar.
Pelat wafel adalah pelat dua arah yang ditumpu oleh
rusuk dan dua arah. Pelat ini memberikan kekuatan
yang cukup besar, sehingga dapat memikul beban
vertikal atau dapat digunakan untuk bentang lantai yang
besar.
3.1.2 Sistem Penahan Gaya Lateral
Hal yang penting pada struktur bangunan tinggi adalah
stabilitas dan kemampuannya untuk menahan gaya
lateral, baik yang disebabkan oleh angin atau gempa
bumi. Beban angin lebih terkait pada dimensi ketinggian
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-5
bangunan, sedang beban gempa lebih terkait pada
massa bangunan.
Kolom pada bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan
sistem pengaku untuk dapat menahan gaya lateral, agar
deformasi yang terjadi akibat gaya horizontal tidak
melampaui ketentuan yang disyaratkan (P-D Effect).
Pengaku gaya lateral yang lazim digunakan adalah
portal penahan momen, dinding geser atau rangka
pengaku.
Portal penahan momen terdiri dari komponen
(subsistem) horizontal berupa balok dan komponen
(subsistem) vertikal berupa kolom yang dihubungkan
secara kaku (rigid joints). Kekakuan portan tergantung
pada dimensi balok dan kolom, serta proporsional
terhadap jarak lantai ke lantai dan jarak kolom ke kolom.
Dinding geser (shear wall) didefinisikan sebagai
komponen struktur vertikal yang relatif sangat kaku.
Dinding geser pada umumnya hanya boleh mempunyai
bukaan sedikit (sekitar 5%) agar tidak mengurangi
kekakuannya. Fungsi dinding geser berubah menjadi
dinding penahan beban (bearing wall), jika dinding
geser menerima beban tegak lurus dinding geser.
Rangka pengaku (branced frame) terdiri dari balok dan
kolom yang ditambahkan pengaku diagonal. Adanya
pengaku diagonal ini akan berpengaruh pada
fleksibilitas perpanjangan/perpendekan lantai di mana
pengaku tersebut ditempatkan. Rangka pengaku
banyak digunakan pada bangunan tinggi yang
menggunakan struktur baja. Jenis rangka pengaku yang
sering digunakan, di antaranya adalah pengaku
diagonal tunggal/ganda, pengaku ’K’ (horisontal/
vertikal), atau rangka pengaku eksentris lihat Gambar
3.2.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-6
Gambar 3.2: Perilaku Sistem Gabungan PenahanGaya Lateral
Pada bangunan tinggi sering digunakan gabungan
antara portal penahan momen dengan dinding geser,
terutama pada bangunan tinggi yang dibangun di
daerah yang terkena pengaruh gempa bumi.
Penggabungan antara portal dan dinding geser populer,
terutama bagi bangunan tinggi dengan struktur beton.
Hal ini dapat memberikan hasil yang baik untuk
memperoleh kekenyalan/daktilitas (ductility) dan
kekakuan sistem struktur (Gambar 3.2).
Penempatan dinding geser dapat dilakukan pada sisi
luar bangunan atau pada pusat bangunan. Dinding
geser yang ditempatkan pada bagian dalam bangunan
biasa disebut dengan inti struktural (structural core).
3.2 LUAS LANTAI BANGUNAN EFEKTIF
Banyak program arsitektural hanya menghitung luas lantai bangunan yang
dibutuhkan bagi kegiatan penghuni/pengguna bangunan (luas netto) dan tidak
memperhatikan luas lantai yang dibutuhkan untuk sirkulasi (horizontal dan
vertikal), penempatan perlengkapan/peralatan bangunan baik berupa
peralatan mekanikal maupun elektrikal, dan luas lantai yang ditempati oleh
struktur bangunan, baik berupa kolom maupun dinding geser/inti bangunan.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-7
Perbandingan antara luas efektif (luas netto) dan luas bruto (luas tipikal) dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1: Nisbah Luas Netto terhadap Luas Lantai Bruto
Fungsi Bangunan KoefisienApartemenAsramaAuditoriumBalai Pertemuan UmumBankBangunan Institusional/AdministrasiGedung ParkirGudangHotelMuseumPengadilanPerbelanjaan/PertokoanPerkantoranPerpustakaanRestoranRumah SakitSekolah (Laboratorium)Sekolah (Ruang Peragaan Biologi)Sekolah (Ruang Kelas)
0.640.650.700.580.720.670.850.930.630.800.610.810.800.760.700.550.590.620.66
Kadang-kadang luas lantai bruto ditentukan berdasarkan unit okupansi dari
fungsi bangunan, sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2: Rancangan Luas Bruto sesuai Fungsi per Unit Okupansi
Fungsi Bangunan Unit Luas Bruto (m2)
ApartemenAsramaAuditoriumBioskop/TeaterGedung ParkirHotelRumah SakitRestoranSekolah Dasar
UnitTempat Tidur
KursiKursiMobil
KamarTempat Tidur
KursiMurid
80.018.52.51.5
33.585.030.03.07.0
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-8
Sekolah Lanjut PertamaSekolah Menengah Umum
MuridMurid
10.012.0
3.2.1 Bangunan Hotel
Mengingat bangunan hotel terbagi dalam beberapa kategori, yang umumnya
diistilahkan dengan bintang, maka satuan luas kamar hotel, luas lantai bruto
dan jumlah minimal kamar ditentukan berdasarkan Tabel 3.3.
Tabel 3.3: Ketentuan Dasar Hotel
Klasifikasi HotelLuas Kamar
(m2)Luas Lantai Bruto
per Kamar (m2)Jumlah Kamar
Minimal
Bintang 5Bintang 4Bintang 3Bintang 2Bintang 1
36 (4.5 x 8)32 (4 x 8)
30 (4 x 7,5)28 (4 x 7)24 (4 x 6)
1501201008060
500400300200100
Selanjutnya, kamar dalam hotel dibagi dalam beberapa jenjang, sebagaimana
tertera dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4: Jenjang Jenis Kamar Hotel
Jenis Kamar Koefisien terhadapKamar Standar
Junior SuiteStandar SuiteDeluxe SuiteSuper Deluxe SuitePresidential Suite
1.5 x2.0 x4.0 x4.0 x6.0 x
Dalam perhitungan kebutuhan luas bruto untuk hotel, dapat pula digunakan
pendekatan lain. Dengan menganggap luas yang diperlukan untuk sirkulasi
horizontal (10% luas bruto) dan sirkulasi vertikal (25% luas bruto), maka luas
bruto untuk kamar :
kamarkamarbrutokm LL
251
1
101
1
,,Persamaan 3.1
Di mana : kamar adalah jumlah kamar yang disediakan
Lkamar adalah luas netto kamar tidur (Tabel 3.3)
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-9
Di samping kebutuhan luas lantai untuk kamar tidur, diperlukan pula ruangan-
ruangan bagi kebutuhan penunjang kegiatan produktif (restoran, banquete,
toko, dan lain-lain):
brutokmprodpenj LL %40 Persamaan 3.2
Dengan demikian jumlah luas lantai produktif menjadi :
prodpenjbrutokmprod LLL Persamaan 3.3
Selanjutnya, kebutuhan lantai non-produktif (ruangan pengelolaan hotel,
mekanikal & elektrikal, dan lain-lain) mengikuti :
%:%: 4060 prodnonprod LL Persamaan 3.4
atau
prodprodnon LL3
2 Persamaan 3.5
Jadi, luas lantai bruto untuk hotel adalah :
prodnonprodutorb LLL Persamaan 3.6
Nilai yang dihasilkan dari Persamaan 3.6 biasanya mendekati nilai yang
tercantum dalam Tabel 3.3.
Luasan yang diperlukan untuk kamar (Lkm-bruto) biasanya menempati lantai
tipikal, sedang sisanya (Lbruto-Lkm-bruto) ditempatkan pada bangunan podium.
Adapun luas dan jumlah lantai tipikal disesuaikan dengan ketentuan Koefisien
Dasar Bangunan (KDB) dan jumlah lantai tipikal harus memenuhi ketentuan
Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
Untuk bangunan hotel yang berbentuk menara (tower), jumlah kamar per
lantainya biasanya berkisar antara 24-36 kamar, sedangkan untuk hotel yang
bentuk memanjang (slab) jumlahnya disesuaikan dengan fasilitas layanan dan
persyaratan keamanan (jarak ke lif dan tangga kebakaran, dilatasi dan lain-
lain).
3.2.2 Bangunan Rumah Sakit
Sebagaimana halnya bangunan hotel, Rumah Sakit juga terbagi atas beberapa
klasifikasi seperti yang tertera pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5: Ketentuan Dasar Rumah Sakit
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-10
KlasifikasiRumah Sakit
Luas Lantai Bruto pertempat tidur (m2)
KapasitasTempat Tidur
Kelas AKelas BKelas C
302010
1000800500
3.3 BATASAN DAN KETENTUAN PERUNTUKAN
Dalam ketentuan Ijin Mendirikan Bangunan, setiap bangunan harus memenuhi
persyaratan peruntukan tata guna lahan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), Koefisien
Tapak Basement (KTB), maksimum ketinggian lantai, Garis Sepadan
Bangunan (GSB), Garis Sepadan Jalan (GSJ) dan Jarak Bebas antar
Bangunan.
DP
ltdasar
L
LKDB Persamaan 3.7
DP
total
L
LKLB Persamaan 3.8
Di mana : LDP adalah luas Daerah Perencanaan
luas tanah di belakang GSJ
Ltotal adalah luas total lantai bangunan
Dalam peta Rencana Tata Lingkungan Bangunan (RTLB), nilai-nilai ini tertera
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-11
Gambar 3.3: Notasi Peruntukan, KDB, KLB, dan Ketinggian Bangunan
Menurut Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Propinsi DKI Jakarta Nomor 4
tahun 1975, Perda Nomor 7 DKI Jakarta Tahun 1991, dan Surat Keputusan
Gubernur Pemerintah Propinsi DKI Jakarta Nomor 678 Tahun 1994, ketentuan
tentang jarak bebas dan lantai-lantai bangunan disyaratkan sebagaimana
dalam Gambar 3.4.
Untuk Jarak Bebas antar Masa Bangunan dalam Satu Daerah Perencanaan
(DP) ketentuannya adalah sebagai berikut :
a. Kedua Dinding Berjendela/TransparanJarak Bebas Minimum = YA + YB (Gambar 3.5)
b. Satu Dinding Transparan dan Satu Dinding MasifJarak Bebas Minimum = YA + 0,5 YB (Gambar 3.6)
c. Kedua Dinding MasifJarak Bebas Minimum = (YA + YB) x 0,5 (Gambar 3.7)
d. Jika Nilai Jarak GSB – GSJ kurang dari YUntuk ketinggian lebih dari 4 lapis, Jarak Bebas Minimum bidang terluar
Massa Bangunan dengan GSJ = Yn (Gambar 3.4).
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-12
Gambar 3.4: Jarak Bebas dan Ketinggian Bangunan
Gambar 3.5: Jarak Bebas Dua Bangunan Transparan
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-13
Gambar 3.6: Jarak Bebas antar Bangunan Transparan dan Masif
Gambar 3.7: Jarak Bebas Dua Bangunan Masif
Untuk Ketinggian Bangunan empat lapis, Jarak Bebas Minimum bidang terluar
Massa Bangunan dengan GJS = nilai GSB (Gambar 3.8).
Gambar 3.8: Jarak GSB – GSJ < Y
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-14
e. Denah dari Lantai Dasar sampai Denah Lantai Tertinggi samaJika denah lantai dasar suatu bangunan sampai dengan denah lantai
tertinggi membentuk bidang vertikal (yang lurus), maka Jarak Bebas
Minimum dikurangi sebesar 10% dari ketentuan (Gambar 3.9).
Gambar 3.9: Lantai Dasar sampai Lantai Tertinggi Vertikal
f. Denah Bangunan Berbentuk U atau HApabila suatu massa bangunan mempunyai denah berbentuk ‘U’ atau ‘H’
(dengan lekukan) dan bila kedalaman lekukan melebihi Y, maka bangunan
tersebut dianggap dua massa bangunan dan antara dua massa tersebut
harus ada Lebar Minimum Lekukan = Y (Gambar 3.10).
Gambar 3.10: Bangunan dengan Bentuk Denah ’U’ atau ’H’
Ketentuan lainnya adalah menyangkut jarak lantai ke lantai, sebagaimana
terlihat pada Gambar 3.11.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab III: Spesifikasi Struktur Bagian Atas
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) III-15
Gambar 3.11: Jarak Maksimum antar Lantai Bangunan
Jika pada bangunan terdapat basemen, maka :
1) Jarak basemen tidak boleh kurang dari 3,00 meter dari pagar
pekarangan
2) Lantai Dasar tidak boleh lebih tinggi dari 1,20 meter.
3) Kemiringan (ramp) tidak boleh melebihi 1 : 7.
4) Jarak Ketinggian bebas basemen minimum 2,10 meter.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-1
BAB IVSPESIFIKASI ATAP BANGUNAN GEDUNG
4.1 UMUM
Perkembangan pembangunan gedung berjalan dengan pesat, sesuai dengan Undang-
Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung maka yang termasuk dalam
bangunan gedung berdasarkan fungsinya adalah :
1. Fungsi Hunian yaitu rumah tinggal, asrama, pemondokan, dan lain-lain.
2. Fungsi Komersial/Usaha yaitu pusat perbelanjaan, gedung-gedung perkantoran
komersial, hotel, pabrik dan lain-lain.
3. Fungsi Keagamaan/Tempat Ibadah yaitu masjid, gereja, pagoda, kuil, dan lain-lain.
4. Fungsi Sosial Budaya yaitu gedung sekolah, puskesmas, rumah sakit, panti asuhan
dan lain-lain
5. Fungsi Khusus.
Pesatnya pembangunan tersebut menimbulkan kebutuhan terhadap bangunan yang
meningkat baik jenis maupun ragamnya dan material-material substruktur atau alternatif
yang dapat digunakan. Ini memungkinkan adanya variasi alternatif pemilihan bahan
bangunan dalam struktur dan elemen estetis gedung. Karena itu untuk memilih jenis
bahan yang akan digunakan perlu pengetahuan tentang bahan bangunan yang
membahas jenis, sifat dan penerapan bahan bangunan tersebut. Pemakaian bahan
bangunan tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi fungsinya saja, tetapi juga harus
efisien dan tepat. Karena itu, selain faktor sistem struktur, lokasi dan kondisi lahan, maka
bahan bangunan merupakan salah satu elemen penting yang menentukan kualitas,
mewah, murah, sederhana dan mahalnya suatu gedung.
4.2 PEMILIHAN BAHAN YANG EKOLOGIS
Arsitektur Ekologis adalah cara membangun yang holitis (berhubungan dengan sistem
keseluruhan), memanfaatkan pengalaman manusia (tradisi dalam pembangunan),
sebagai proses dan kerja sama antara manusia dan alam sekitarnya seperti berikut ini:
berhubungan erat dengan tempat bangunan, sejarah, kebudayaan, tata kota, tata
lingkungan, serta keadaan lalu lintas (pencapaian).
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-2
Memiliki kualitas tinggi berhubungan dengan penggunaan ruang dalam maupun ruang
luas, pencahayaan, warna, bentukan dan bahan bangunan;
Menjadi fleksibel sekali dalam penggunaan dan perubahan, memungkinkan
keanekaragaman kebersamaan penghuni dan mendukung partisipasi semua anggota
terkait dengan perencanaan, pembangunan, pemeliharaan, maupun penggunaan
(pemasangannya);
Memperhatikan ekologi pada bahan bangunan (peredaran bahan dan rantai bahan);
Mendukung kesehatan penghuni dan menghindari bahan bangunan yang
menimbulkan penyakit pada manusia.
Hal ini berarti bahwa titik berat terletak pada pilihan bahan bangunan dengan perhatian
khusus terhadap perencanaan lingkungan, menurut kriteria-kriteria berikut :
Pengaruh posifit terhadap kesehatan dan kenyamanan penghuni;
Pengunaan energi yang hemat;
Pencemaran lingkungan yang sedikit, dengan perhatian atas :
o Bahan yang dapat digunakan kembali atau bertambah kembali
o Sumber bahan bangunan dan pengolahan dari daerah setempat
o Tidak mengalami perubahan (transformasi yang tidak dapat dikembalikan pada
alam).
Atap merupakan salah satu bagian pokok bangunan selain dari pondasi, lantai, dinding,
langit-langit (plafond) dan bagian-bagian lainnya perlu memperhatikan hal-hal tersebut
diatas dalam memilih jenis material yang digunakan.
4.3 BAHAN PENUTUP ATAP
Penutup atap merupakan bagian dari bangunan yang berfungsi untuk menutup rangka
atap dengan tujuan melindungi ruangan dibawahnya dari pengaruh cuaca. Bahan
penutup atap telah banyak berkembang, baik dari segi bahan maupun bentuknya yang
berbeda. Beberapa bangunan tradisional menggunakan daun-daunan (rumbai) dan ijuk
sebagai bahan penutup atap. Sementara itu bangunan orang-orang yang mampu dan
bangunan-bangunan istana telah menggunakan bahan penutup atap berupa sirap (kayu).
Saat ini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan bahan bangunan, dapat dijumpai
pabrik-pabrik yang memproduksi bahan penutup atap yang beraneka ragam yang tidak
hanya menampilkan fungsinya saja tetapi juga menyangkut segi estetika (keindahan).
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-3
Meskipun banyak pilihan bahan penutup atap yang tersedia dipasar atau toko bahan
bangunan, namun untuk memilih yang tepat perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Fungsi
2. Estetika (keindahan)
3. Kondisi iklim
4. Lingkungan gedung yang akan dibangun
5. Daya tahan
6. Keserasian dengan arsitektur gedung
7. Dana yang tersedia
Penutup atap yang baik adalah yang memiliki kadar ketahanan (keawetan) yang tinggi
dan mudah perawatan maupun pemeliharaannya.
Berikut ini adalah jenis-jenis bahan penutup atap, yaitu :
a. atap genteng tanah
b. atap genteng beton
c. atap genteng keramik
d. atap genteng asbes
e. atap genteng sirap kayu
f. atap genteng metal (logam)
4.3.1 ATAP GENTENG TANAH
Atap genteng tanah ini terbuat dari bahan baku tanah liat yang dicetak dan dibakar
matang. Ada beberapa tipe genteng ini, yaitu Tipe S (Vlam), Tipe Kodok, Tipe
Plentong, Tipe Morando, dan Tipe Turbo. Dari segi bentuk dan kualitas, Tipe S
(Vlam) adalah tipe yang paling sederhana, untuk menahan air genteng tipe S
(Vlam) cukup memadai, tetapi tidak kuat untuk menahan beban yang cukup berat
seperti beban manusia. Genteng tipe Kodok memiliki struktur lebih kuat dan tebal
dengan bagian tengah bawah menonjol bulat yang berfungsi sebagai pengunci
antara genteng satu dengan lainnya dan juga sebagai tempat berpijak ketika
pemasangan genteng. Adapun genteng tanah tipe plentong bentuknya mirip
genteng tipe S (Vlam), tetapi memiliki bentuk lebih terstruktur yang membuat
genteng ini lebih rapi dan kuat untuk menahan beban pijakan manusia diatasnya.
Pemasangan konstruksi atap dari bahan genteng menggunakan sudut 30o – 40o.
Kelebihan atap genteng dari bahan tanah adalah tidak menyerap panas, sehingga
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-4
ruangan dibawahnya menjadi sejuk. Sedang kelemahan genteng tanah ini adalah
mudah ditumbuhi lumut. Cara mengatasinya dengan jalan genteng tanah tersebut
difinishing dengan cat atap.
Ada beberapa cara untuk memilih genteng tanah, yaitu dipilih genteng yang
berwarna merah merata, genteng yang terdapat sedikit warna coklat berarti
pembakarannya kurang sempurna. Perlu diperhatikan juga genteng yang
bentuknya rapi dan ukurannya relatif seragam sehingga memudahkan
pemasangannya. Ukuran lain tentang sempurnanya pembakaran genteng tersebut
adalah jika genteng diketuk-ketuk, suaranya terdengar nyaring. Masyarakat pada
umumnya banyak menggunakan genteng ini karena harganya relatif terjangkau.
Gambar 4.1: Genteng Tanah
Gambar 4.2: Pemasangan Genteng Tanah
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-5
4.3.2 ATAP GENTENG BETON
Atap genteng beton dibuat dengan bahan campuran pasir, semen, bahan pengikat
dan zat aditif yang berupa penguat serta bahan pewarna. Berbagai ukuran dapat
dijumpai pada genteng beton ini, tergantung dari bentuk dan tipenya. Genteng
beton umumnya diproduksi secara masal (mass production) dipabrik-pabrik
genteng, sehingga menghasilkan ukuran yang relatif seragam. Hal ini merupakan
kelebihan genteng beton, karena mudah dan rapi pemasanganya. Berbagai warna
terdapat pada genteng beton ini mulai natural, merah, hijau, biru dan sebagainya.
Kelebihan lain genteng beton adalah tahan api dan anti lumut, kuat menahan
beban berat dan tahan hingga 20 tahun. Adapun kelemahannya genteng beton
adalah berat, menyerap panas, sehingga ruang dibawahnya mudah menjadi
panas. Untuk pemasangan konstruksi atap genteng beton, sudut yang digunakan
sekitar 30o – 40o.
Gambar 4.3: Genteng Beton
Gambar 4.4: Pemasangan Genteng Beton
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-6
4.3.3 ATAP GENTENG KERAMIK
Genteng keramik dibuat dari bahan baku tanah, ditambah campuran khusus dan
dilapisi bahan keramik. Pembuatan genteng keramik dilakukan dengan proses
pembakaran temperatur tinggi sehingga menghasilkan genteng yang bermutu
tinggi dengan tingkat presisi yang sama. Kelebihan genteng keramik ini meliputi
tahan api, mampu menahan beban berat, anti lumut, licin sehingga air mudah
mengalir, warnanya tahan lama, tidak perlu pemeliharaan khusus dan tahan
hingga 30 tahun. Genteng keramik memiliki aneka macam warna sehingga dapat
dijadikan pilihan, aksesoris seperti penutup nok atau kerpus, penangkal petir,
listplank, dan sebagainya. Kelemahan genteng keramik harganya relatif mahal.
Adapun pemasangan konstruksi genteng keramik sama dengan genteng tanah
dan genteng beton.
Gambar 4.5: Genteng Keramik
Gambar 4.6: Pemasangan Genteng Keramik
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-7
4.3.4 ATAP GENTENG ASBES
Atap genteng asbes dibuat dari campuran semen dan bahan serat yang
dipadatkan. Bentuk dan ukurannya beragam dengan tipe gelombang, antara lain
gelombang 5 ½ , gelombang 6 1/2 , dan gelombang 14. Kelebihan genteng asbes
adalah harganya relarif murah, mudah pemasangannya, sedikit menggunakan
kayu untuk rangka sehingga hemat biaya dan sedikit memerlukan usuk dan reng.
Kekurangannya, genteng asbes adalah menyerap panas sehingga ruang
dibawahnya mudah panas, mudah berlumut dankurang tahan dibanding genteng
keramik atau genteng beton. Sudut kemiringan dalam pemasangan konstruksinya
adalah 15o – 25o.
Gambar 4.7: Bentuk dan Pemasangan Genteng Asbes
4.3.5 ATAP GENTENG SIRAP KAYU
Bahan untuk atap genteng sirap adalah kayu ulin, kayu jati dan sebagainya.
Bentuknya berupa lembaran tipis dengan panjang 40 – 60 cm, lebar 7 – 20 cm,
dan tebal 3 – 5 cm. Dengan genteng sirap maka kemungkinan air meresap
kebawah sangat kecil karena genteng sirap ini dipasang dengan susun berlapis
dengan sudut kemiringan 25o – 40o.
Keunggulan genteng sirap adalah beratnya ringan, kuat dan kokoh menahan
beban berat, tidak menyerap panas dan memiliki keindahan ketika telah dipasang.
Kekurangan genteng sirap adalah pemasangannya perlu waktu lama, jika bocor
sulit ditemukan lokasi kebocorannya dan harganya relatif mahal karena
menggunakan bahan kayu yang mulai langka dipasaran.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-8
Gambar 4.8: Bentuk dan Pemasangan Genteng Sirap
4.3.6 ATAP GENTENG METAL (ZINCALUME)
Bahan atap genteng metal (zincalume) terbuat dari campuran aluminium (Al) dan
seng (Zn). Atap genteng metal ini merupakan temuan bahan atap terbaru saat ini
yang pembuatannya dilakukan secara masal (mass production) dipabrik-pabrik.
Karena dengan proses mekanisasi maka menghasilkan produk atap genteng
metal dengan presisi tinggi. Kelebihan atap genteng ini adalah beratnya ringan,
cepat pemasangannya, kuat dan kokoh menahan beban berat, pilihan warna
beragam, dan harganya relatif murah. Genteng ini cocok untuk di Indonesia yang
beriklim tropis. Untuk sudut pemasangan konstruksinya adalah 30o – 40o.
Gambar 4.9: Atap Genteng Metal (Zincalume)
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-9
4.4 STRUKTUR ATAP
Dalam merancang dan membangun gedung, terdapat beberapa struktur atap, yaitu :
Atap Kayu Bentangan Besar (Large Span Timber Roofs)
Atap Baja Bentangan Besar (Large Span Steel Roofs)
Atap Tempurung (Shell Roofs)
Atap Lempeng Lipatan (Folded Plate Roofs)
Struktur Atap Tegangan (Tension Roof Structures)
4.4.1 ATAP KAYU BENTANGAN BESAR (LARGE SPAN TIMBER ROOFS)
Ada berbagai atap-atap kayu yang tersedia untuk ukuran bentangan sedang dan
besar yang dikelompokkan sebagai berikut :
a. Penopang Miring (Pitched Trusses)
b. Balok Penopang Puncak (Flat Top Girders)
c. Penopang Benang Simpul (Bowstring Trusses)
a. Penopang Miring (Pitched Trusses)
Ada 2 (dua) ukuran segitiga yang merancang rangka-rangka yang ditempatkan
pada 4.500 – 6.000 pusat-pusat dengan bentangan mencapai 30.000.
Kemiringan (pitch) harus mempunyai ratio kedalaman terhadap bentangan
sebesar 1 : 5 atau kecuraman (ketinggian) dan dipilih pada penutup-penutup
atap yang tepat/cocok.
Gambar 4.10 berikut adalah struktur atap jenis / tipe penopang miring (Pitched
Truses).
b. Balok Penopang Puncak (Flat Top Girders)
Pada dasarnya terhadap balok-balok kisi-kisi kemiringan rendah pada 4.500
sampai 6.000 pusat (titik) dan bentangan mencapai 45.000, dengan ratio
kedalaman terhadap bentangan 1 : 8 sampai 1 : 10. Detail konstruksinya sama
dengan tipe pitched trusses dimana hubungan-hubungan dan sambungan-
sambungannya biasanya dibuat dari penghubung-penghubung kayu dan baut-
baut. Secara garis besar, tipe ini dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan 4.11berikut.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-10
Gambar 4.10: Penopang Miring (Pitched Trusses)
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-11
Gambar 4.11: Balok Penopang Puncak (Flat Top Girders)
c. Penopang Benang Simpul (Bowstring Trusses)
Tipe ini pada dasarnya adalah sebuah penopang kisi-kisi dengan sebuah
lengkungan atas dan ditempatkan pada 4.500 sampai 6.000 pusat (titik)
dengansuatu interval bentangan ekonomis mencapai 75.000. Ratio antara
kedalaman dan bentangan biasanya 1 : 6 sampai 1 : 8 dengan radius/jari-jari
penghubung puncak mendekati sama dengan bentangan. Tipe benang simpul
(bowstring trusses) ini dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut.
Gambar 4.12: Penopang Benang Simpul (Bowstring Trusses)
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-12
Dari ketiga jenis / tipe struktur atap kayu bentangan besar tersebut dapat dipilih
salah satu dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :
Ketersediaan ukuran kayu yang cocok sesuai kebutuhan
Biaya kayu alternatif
Biaya fabrikasi dan perancangan (desain)
Biaya-biaya dan problem transportasi
Biaya-biaya dan problem pendirian (erection) dan assembling di lapangan
Biaya dan ketersediaan bahan penutup atap
Pertimbangan-pertimbangan rancangan arsitektur.
SambunganHubungan antara anggota-anggota kayu struktur dapat dibuat dengan (Gambar4.13) :
Paku
Baut + Skrup
Lem (perekat) dan paku atau skrup
Baut-baut
Baut-batu dan penghubung-penghubung kayu
Lempengan-lempengan penopang
4.4.2 ATAP BAJA BENTANGAN BESAR (LARGE SPAN STEEL ROOFS)
Tipe-tipe atap diberikan untuk atap-atap kayu bentangan lebar juga dapat
dirancang dan difabrikasi menggunakan standar konstruksi baja. Interval
bentangan dan ruang dari rangka-rangka atau penopang kisi-kisi adalah sama
dengan atap-atap kayu. Sambungan pada tipe struktur ini dengan cara di baut
atau di las. Ada 2 (dua) jenis / tipe atap baja bentangan besar, yaitu geladak ruang
(space deck) dan rangka ruang (space frames).
a. Geladak Ruang (space deck)
Space deck adalah strutkur sistem atap yang dirancang untuk bentangan yang
besar dengan kolom yang lebar (wide column spacings). Ini didasarkan pada
unit pengulangan yang sederhana terdiri dari rangka piramida terbalik yang
dapat dihubungkan pada rangka-rangka yang sama untuk menghasilkan
bentangan sampai 22.000 untuk rancangan bentangan tunggal dan mencapai
33.000 untuk dua atap bentangan. Unit-unit ini dihubungkan bersama dengan
baut dan mengikat batang-batang antara pasangan-pasangan apex / puncak.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.14 dan Gambar 4.15.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-13
Gambar 4.13: Typical BS 159 timber connectors
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-14
Gambar 4.14: Typical Space Deckstandar units
Gambar 4.15: Typical ’Speed Deck’edge-fixing details
b. Rangka Ruang (space frames).
Rangka ruang prinsipnya sama dengan geladak ruang tetapi umunya lebih
fleksifbel dalam rancangan dan kemungkinan tata letak karena komponen
utamnya adalah hubungan/gabungan bersama penghubung-penghubung dan
penjepit (penguat). Rangka ruang biasanya dirancang sebagai double layer
grid sebagai dihadapkan pada single layer grid yang utamanya digunakan
untuk bentuk-bentuk geometrik seperti lengkungan (dome). Kedalaman double
layer grid adalah relatif dangkal dibanding dengan sistem atap struktur lain dari
bentangan dan beban yang sama. Ration bentangan, terhadap lebar adalah
sekitar 1 : 20, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan
Gambar 4.17.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-15
Gambar 4.16: Typical BSC Nodus System joint details
Gambar 4.17: Typical BSC Nodus space frame details
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-16
4.4.3 ATAP TEMPURUNG (SHELL ROOFS)
Atap tempurung (shell roof) dapat didefinisikan sebagai struktur kulit melengkungyang menutupi area dan bentuk rencana yang diberikan, dengan titik-titik utama : Utamanya sebuah elemen struktur Kekuatan dasar dari suatu tempurung khusus adalah menyatu dalam
bentuknya. Jumlah material yang diperlukan untuk menutup area bentuk rencana yang
diberikan biasanya kurang dari bentuk atap-atap yang lain.
Material dasar yang digunakan dalam pembentukan atap tempurung adalah beton,kayu dan baja. Atap tempurung beton terdiri dari cor membrane (lapisan) tipislengkung yang diperkuat terletak diatas kayu. Sedang timber shell (tempurungkayu), kayu yang dilaminasi dan tempurung baja dibentuk menggunakan singlelayer grid.
Berbagai variasi atap tempurung (shell roof) dapat dikelompokkan menjadi :a. Domes (dapat dilihat pada Gambar 4.18 dan 4.19).b. Vaults (dapat dilihat pada Gambar 4.20 dan 4.21)c. Saddle Shaper and Conoid (lihat Gambar 4.22)
Gambar 4.18: Typical dome roofshapes: 1
Gambar 4.19: Typical dome roofShapes: 2
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-17
Gambar 4.20: Typical Barrel Vaults
Gambar 4.21: Typical Barrel Vaults Details
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-18
Gambar 4.22: Typical Conoid Shell Roof Types
4.4.4 ATAP LEMPENG LIPATAN (FOLDED PLATE ROOFS)
Konsep rancangan dasar tipe ini adalah membengkikkan atau menekuk / melipat
lempeng datar sehingga atap akan mengikuti sebagai batok yang membentang,
dalam arah lipatan. Untuk menghasilkan atap yang ekonomis seluruh kedalaman
dari atap harus dihubungkan pada bentangan dan kedalaman sehingga berada
antara 1/10 dan 1/15 dari bentangan atau 1/10 dari kelebaran, pilih mana yang
lebih besar. Lipatan dapat mengambil bentuk pitched roof atau monitor roof. Untuk
ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 4.23).
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-19
Gambar 4.23: Typical Folded Plate Roof Details
4.4.5 STRUKTUR ATAP TEGANGAN (TENSION ROOF STRUCTURES)
Struktur atap tegangan dapat digunakan untuk atap permanen atau sementara
dan umumnya sebuah sistem atau jaringan kerja kabel-kabel atau dalam bentuk
sementara dapat berupa tabung-tabung berisi udara yang digunakan untuk
menopang/menunjang atap menutupi material-material dari bentuk tradisional atau
lembaran-lembaran membran (selaput) yang berkesinambungan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.24.
Gambar 4.24: Tensioned Roof Structure
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Bab IV: Spesifikasi AtapBangunan Gedung
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) IV-20
SAMBUNGANNYA UNTUK SPESIFIKASI BAHAN FINISHING (STRUKTUR ATAPNYANGAK IKUT)
4.5 LANTAI
Lantai merupakan penutup permukaan tanah dalam ruangan dan sekitar bangunan
gedung, yaitu teras dan halaman parkir. Fungsi utama lantai adalah sebagai alas pijakan
kaki agar memberi kenyamanan pada orang yang berjalan diatasnya. Karena itu
pemasangan lantai harus benar-benar baik, rapi dan rata. Kurangnya pemahaman akan
jenis, teknik pemasangan yang tidak baik dan fungsi yang diharapkan tidak tercapai
secara maksimal menurut kebutuhan ruang.
Ada beberapa jenis bahan lantai dan tinggi rendah pemasangan lantai juga berbeda-beda
yang umumnya dipengaruhi hal-hal sebagai berikut :
1. Selera pemilik gedung
2. kondisi lingkungan setempat
3. Daerah yang sering banjir, biasanya lantai dibuat cukup tinggi agar terhindar banjir
di musim hujan.
4. Ketinggian jalan raya sekitar gedung yang akan dibangun, sebaiknya tinggi lantai
lebih tinggi dari jalan raya.
Adapun jenis-jenis bahan finishing untuk lantai adalah plesteran semen, lantai tegel, lantai
teraso, lantai keramik, lantai marmer, lantai granit, lantai kayu, lantai karpet dan lantai
blok.
4.5.1 LANTAI PLESTERAN SEMEN (UBIN SEMEN)
Bahan plesteran semen terdiri dari semen dicampur pasir kemudian disiram air.
Lantai ubin semen biasanya digunakan dibasemen yaitu ruang-ruang mesin
seperti ruang genset, chiller, pompa-pompa, dan lain.lain.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Rangkuman
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) R-1
RANGKUMAN
BAB I GAMBAR STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG
Sistem struktur pada suatu bangunan merupakan penggabungan berbagai elemen
struktur secara tiga dimensi, yang cukup rumit. Fungsi utama dari sistem struktur
adalah untuk memikul secara aman dan efektif beban yang bekerja pada bangunan,
serta menyalurkannya ke tanah melalui fondasi. Beban yang bekerja pada bangunan
terdiri dari beban vertikal, horizontal, perbedaan temperatur, getaran dan sebagainya.
Sistem struktur dalam proses perancangannya selalu menghadapi beberapa kendala,
diantaranya: persyaratan arsitektural, sistem mekanikal dan elektrikal, metode
konstruksi dan aspek ekonomi.
BAB II SPESIFIKASI PONDASI
Pada bangunan tinggi, umumnya digunakan pondasi dalam (pondasi tak langsung),
baik berupa tiang pancang maupun tiang bor. Di samping itu, kerap kali digunakan
pondasi rakit (basemen) yang kadang kala diperkuat dengan pondasi tiang.
Dalam perencanaan pondasi tiang, perlu dilakukan penyelidikan tanah, khususnya
percobaan sondir untuk memperoleh nilai konus (qc) dan Jumlah Hambatan Pelakat
(JHP = ). Nilai qc dan ini diperlukan untuk menghitung kapasitas daya pikul satu
tiang.
Dewasa ini, dikenal banyak jenis pondasi tiang, diantaranya: Frankie Pile, Baja Profil
’H’, Pipa Baja. Namun yang paling sering digunakan adalah tiang pancang beton
bertulang berpenampang bujur sangkar atau pipa beton prategang atau pondasi bor
(dengan atau tanpa selubung casing).
BAB III SPESIFIKASI STRUKTUR BAGIAN ATAS
Pada pendekatan strategi ini, orientasi bukaan bangunan, dimensi dan tata letak serta
pemilihan bahan bangunan yang sesuai menjadi titik tolak perancangan, sehingga
menghasilkan bangunan yang banyak memanfaatkan potensi alam, terutama sinar
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Rangkuman
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) R-2
matahari dan angin. Bangunan yang terbentuk dapat berupa bangunan tropis atau
bangunan bioklimatik.
Strategi rancangan ini erat kaitannya dengan strategi yang sebelumnya, rancangan
dengan pertimbangan iklim, sekaligus menjadi potensi lingkungan setempat agar tidak
tercemar atau rusak dengan keberadaan bangunan. Rancangan ini juga terintegrasi
dengan sistem pengendalian lingkungan di mana bangunan tersebut dirikan.
Pada strategi ini, seakan-akan terlihat pembagian yang jelas antara ruang-ruang
pelayanan dan ruang-ruang yang dilayani, sehingga kebutuhan ruangan yang
digunakan untuk sistem mekanikal dan elektrikal dapat dialokasikan secara baik.
Dengan demikian, bangunan merupakan suatu kompleks sistem layanan di mana
jaringan utilitas merupakan bagian yang perlu diperhatikan dalam rancangan.
Dalam perancangan bangunan tinggi, ketiga strategi perancangan tersebut
merupakan dasar bagi tercapainya integrasi sistem bangunan yang ditujukan demi
tercapainya kebutuhan fungsi bangunan tanpa mengabaikan kekuatan struktur dan
kenyamanan di dalam bangunan.
Dalam berbagai pekerjaan struktur bangunan bagian atas dapat dikelompokkan
menjadi dua sistem yaitu :
Sistem Penahan Gaya Gravitasi
Sistem Penahan Gaya Lateral
Luas lantai bangunan yang dibutuhkan bagi kegiatan penghuni/pengguna bangunan
(luas netto) dan tidak memperhatikan luas lantai yang dibutuhkan untuk sirkulasi
(horizontal dan vertikal), penempatan perlengkapan/peralatan bangunan baik berupa
peralatan mekanikal maupun elektrikal, dan luas lantai yang ditempati oleh struktur
bangunan, baik berupa kolom maupun dinding geser/inti bangunan.
Dalam ketentuan Ijin Mendirikan Bangunan, setiap bangunan harus memeuhi
persyaratan peruntukan tata guna lahan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), Koefisien Tapak Basement
(KTB), maksimum ketinggian lantai, Garus Sepadan Bangunan (GSB), Garis Sepadan
Jalan (GSJ) dan Jarak Bebas antar Bangunan.
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Rangkuman
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) R-3
BAB IV SPESIFIKASI ATAP BANGUNAN GEDUNG
Untuk memilih jenis bahan yang akan digunakan perlu pengetahuan tentang bahan
bangunan yang membahas jenis, sifat dan penerapan bahan bangunan tersebut.
Pemakaian bahan bangunan tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi fungsinya saja,
tetapi juga harus efisien dan tepat. Karena itu, selain faktor sistem struktur, lokasi dan
kondisi lahan, maka bahan bangunan merupakan salah satu elemen penting yang
menentukan kualitas, mewah, murah, sederhana dan mahalnya suatu gedung.
Atap merupakan salah satu bagian pokok bangunan selain dari pondasi, lantai, dinding,
langit-langit (plafond) dan bagian-bagian lainnya dalam hal ini perlu diperhatikan memilih
jenis material yang digunakan.
Atap merupakan bagian dari bangunan yang berfungsi untuk menutup rangka atap
dengan tujuan melindungi ruangan dibawahnya dari pengaruh cuaca. Bahan penutup
atap telah banyak berkembang, baik dari segi bahan maupun bentuknya yang berbeda.
Beberapa bangunan tradisional menggunakan daun-daunan (rumbai) dan ijuk sebagai
bahan penutup atap. Sementara itu bangunan orang-orang yang mampu dan bangunan-
bangunan istanan telah menggunakan bahan penutup atap berupa sirap (kayu). Saat ini
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan bahan bangunan, dapat dijumpai pabrik-pabrik
yang memproduksi bahan penutup atap yang beraneka ragam yang tidak hanya
menampilkan fungsinya saja tetapi juga menyangkut segi estetika (keindahan)
SSBM-02: Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung Daftar Pustaka
Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) DP-1
DAFTAR PUSTAKA
1. Advance Construction Technology, Roy Chudley, Revised By Roger Greeno.
2. Building Maintenance Technology In Tropical Climates, Edited by Clive Briffelt,
Singapore University Press.
3. Mengenal Bahan Bangunan Untuk Rumah, Aditya Wardana.
4. Ilmu Bahan Bangunan, Heinz Frick and CH. Koesmartadi.