Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PELAKSANAAN TUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
DALAM PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG
KAKILIMA DI KELURAHAN PACCINONGAN
KEC. SOMBA OPU KABUPATEN GOWA
Disusun Dan Diajukan Oleh
Muh Iqbal J.
Nomor Stambuk: 105 64 01785 13
+
+
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
PELAKSANAAN TUGAS SATUAN POLISI PAMONGPRAJA
DALAM PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG
KAKILIMA DI KELURAHAN PACCINONGAN
KEC. SOMBA OPU KABUPATEN GOWA
Skripsi
Sebagai Salah Satu SyaratUntukMemperolehGelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun Dan Diajukan Oleh
Muh Iqbal J.
Nomor Stambuk: 105 64 01785 13
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama Mahasiswa : Muh Iqbal J.
Nomor Stambuk : 105 64 01785 13
Program Studi : IlmuPemerintahan
Menyatakan bahwa benar proposal penelitian ini adalah proposal penelitian saya
sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain
atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan
apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar
akademik.
Gowa, 08 Januari 2020
Yang Menyatakan
Muh Iqbal J.
v
ABSTRAK
Muh Iqbal J..2020 Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam
Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Gowa. Kadir
Adys dan Ahmad Taufik.
Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan tugas satuan polisi pamong
praja dalam penataan dan pembinaan pedagang kaki lima di Kabupaten Gowa.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Dekskriptif Kualitatif dan
tipe penelitian Survey dengan menggunakan dua macam data yaitu Data Primer
dan Data Sekunder. Data tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan
menganalisis semua data yang telah dikumpulkan penulis dari informan yang
diperoleh dari hasil obsevasi, wawancara, dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: Kekuasaan, kepentingan dan
strategiaktor yang terlibat, (1). Penataan Pedagang Kaki Lima, Penataan
dilaksanakan dalam 2 tahap pula. Tahap 1 dilaksanakan pada bulan
September 2019 sampai November 2019.Tahap 2 dilaksanakan pada bulan
September 2020 sampai November 2020. Penataan dilakukan secara persuasive
dengan melibatkan PKL, secara door to door. (2) Pembinaan Pedagang Kaki
Lima, dengan mengumpulkan para PKL, melibatkan beberapa instansi yang
terkait. Dengan, dialog dan pengarahan setelah dilakukan penertiban untuk dibina
oleh petugas, dengan cara bina usaha, bina sarana-prasarana dan bina permodalan.
Karakteristik lembaga dan penguasa, Adanya struktur organisasi dalam
pelaksanaan suatu kebijakan sangat diperlukan untuk memperjelas pembagian
tugas dan fungsi dari masing-masing pelaksana kebijakan dan mencegah
terjadinya tumpeng tindih tugas dan fungsi tersebut. Memberikan informasi
dengan cara mendatangi langsung PKLdengan pendekatan persuasif mengajak
paguyuban PKL ke Kantor Pengelolan PKL dan juga lewat instansi terkait seperti
Kelurahan, Kecamatan dan Disperindag lakukan pendataan administrasi untuk
dibina. Kepatuhan dan daya tanggap, untuk mencapai tujuan, Pamong Praja
bekerjasama dengan instansi penegak hokum lainnya. Oleh karena itu, maka
urusan ketertiban dan ketentraman juga diserahkan kepada Satuan Polisi Pamong
Praja guna memaksimalkan sosialisasi produk hokum, kondisi politik pada
pemerintah dengan kebijakan penataan dan pembinaan PKL di Kabupaten Gowa
ini sudah efektif ditunjukkkan dengan kebijakan penataan dan pembinaan PKL
ini telah mendapatkan dukungan dari DPRD kabupaten Gowa, dengan adanya
inisiatif DPRD membuat Perda untuk mengatur pada tahun 2009 karena
banyaknya masukan dari masyarakat.
.
Kata Kunci : Pelaksanaan Perda, satpol PP, Pedagang Kaki lima Peraturan
Daerah
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah
SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga
penysunan skripsi dengan judul “Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja
dalam Penegakan Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di KabupatenGowa.”
Dapat diselesaikan. Juga salam serta shalawat kepada Nabi besar Muhammad
Saw, junjungan kita semua dimana beliau telah membawa kita ke jalan yang
diridohi Allah Swt.
Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam
perampungan tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuayang telah berjuang, berdo’a,
mendidik penulis dalam proses pencarian ilmu. Demikian pula, penulis
mengucapkan terima kasih kepada keluarga, terkhusus istri tercinta yang selalu
semanagat dan sabar menemani dalam suka, duka selama proses penyelesaian
penulis skripsi. teman-teman, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan,
kepada Bapak Abd. Kadir Adys SH.MM Pembimbing I dan Ahmad Taufik, S.IP.
M.AP Pembimbing II.
Tidak lupa juga penulis mengucapakan terimakasih kepada pihak
Unviersitas; Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE.MM, Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.si, Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Dr.
Nuryanti Mustari, S.IP, M.SI., ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan serta seluruh
vii
dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Univeristas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali dengan
serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Segala usaha dan upaya telah dilakukan penulis untuk menyelesaiakan
skripsi ini dengan sebaik mungkin, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa
skripsi ini jauh dari kesempurnan dengan berbagai kekurangan sebagai akibat
keterbatasan kemampuan oleh karena itu, penulis mengharpkan kritikan dan saran
yang membangun demi kesempurnan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini
dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutma bagi diri pribadi penulis.
..Amin.
Gowa, 08 Januari 2020
Yang Menyatakan
Muh Iqbal J.
viii
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi .................................................................................. i
Halaman Pengesahan ............................................................................................ ii
Penerimaan Team Penguji ................................................................................... iii
Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ........................................................................ iv
Abstrak .................................................................................................................. v
Kata Pengantar ...................................................................................................... vi
Daftar Isi................................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8
A. Konsep Pelaksanaan ...................................................................... 8
B. Satuan Polisi Pamong Praja ........................................................... 18
C. Pedagang Kaki Lima ..................................................................... 25
D. Sudut Pandang Kebijakan Publik Terhadap PKL.......................... 29
E. PenelitianTerdahulu ....................................................................... 31
F. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian .......................................... 34
G. Kerangka Pikir ............................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 37
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................... 37
B. Jenis dan Tipe Penelitian ............................................................... 37
C. Sumber Data ................................................................................. 38
D. Informan Penelitian ....................................................................... 38
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 38
F. Teknik Analisis Data .................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 42
A. Dekskripsi Obyek Penelitian ......................................................... 42
ix
B. Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam
Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Paccinongan
Kec. Somba opu Kabupaten Gowa. ............................................... 47
C. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi
Pamong Praja dalam Pembinaan Pedagang Kaki Lima di
Kelurahan Paccinongan Kec.Somba opu Kabupaten Gowa .......... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 65
A. Kesimpulan .................................................................................... 68
B. Saran .............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance) dapat
menjadi kenyataan, apabila didukung oleh aparatur yang memiliki
profesionalitas tinggi yang memegang prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas serta responsibilitas terhadap segala macam tugas dan
wewenang yang diberikan. Terabaikannya unsur profesionalisme dalam
menjalankan tugas dan fungsi organisasi pemerintahan akan berdampak
kepada menurunnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
publik.
Profesionalisme lebih ditujukan kepada kemampuan aparatur dalam
memberikan pelayanan yang baik, adil, dan inklusif dan tidak hanya sekedar
kecocokan keahlian dengan tempat penugasan. Sehingga aparatur dituntut
untuk memiliki kemampuan dan keahlian untuk memahami dan
menterjemahkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat kedalam kegiatan dan
program.
Untuk implementasi kebijakan, grindle (1980), menjelaskan model
yang ide dasarnya bahwa setelah kebijakan ditranformasikan, maka
implementasi kebijakan dilakukan. Grindle, yang diilhami hasil penelitian
para ilmuan social politik pada beberapa kasus kebijakan banyak terjadi di
negara dunia ketiga seperti asia, Afrika maupun Amerika latin, tampak lebih
2
tertarik dan focus terhadap konflik dalam pembuatan kebijakan yang kerap
terjadi. Karenanya pertanyaan yang muncul terkait dengan implementasi
kebijakan berkisar pada konflik pembuatan keputusan; “siapa mendapat apa
(who get what)”.Pandangan implementasi sebagai proses umum dari tindakan
administratif yang dapat diteliti pada level program khusus, serta keberhasilan
atau kegagalan dapat dievaluasi terkait dengan kapasitas untuk penyampaian
program. Jadi, seluruh implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan
mengukur hasil –hasil program terhadap tujuan -tujuan kebijakan
Memasuki era otonomi daerah, terjadi berbagai perubahan mendasar
dalam kehidupan masyarakat. Arus perubahan yang tidak menentu
menjadikan masyarakat kehilangan pijakan, sehingga memunculkan berbagai
kecenderungan pelanggaran tatanan hidup kemasyarakatan. Salah satu
perubahan yang dialami adalah perubahan kehidupan ekonomi Persoalan
mendasar yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia adalah masih tingginya
angka kemiskinan dan pengangguranMasih terus meningkatnya jumlah tenaga
kerja yang tidak diimbangi dengan kemampuan pembukaan lapangan
pekerjaan juga membuka peluang juga berpotensi menimbulkan berbagai
permasalahan dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan terbatasnya
lapangan kerja yang disediakan oleh pemerintah di satu sisi, serta kuatnya
desakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup, di sisi lain tentu saja
memaksa sebagian masyarakat untuk mencari alternatif pekerjaan lain sebagai
solusi. Dalam hal ini, sektor informal merupakan alternatif terbaik untuk
3
diambil salah satu sektor informal yang banyak dipilih oleh masyarakat adalah
Pedagang Kaki Lima (PKL). Di Indonesia sendiri, Pedagang Kaki Lima tidak
mempunyai status legal dalam menjalankan usahanya dan mereka terus
mendapatkan tindakan khusus oleh pemerintah kabupaten/ kota dengan
program yang mengatasnamakan penataan dan pemberdayaan. Status illegal
tersebut menuntut bahwa pelaksanaan aktivitas berdagang Pedagang Kaki
Lima harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan agar tidak mengganggu
ketertiban umum, merusak kebersihan kota, ataupun mengganggu lalu lintas.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa “Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Perda,
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta
menyelenggarakan pelindungan masyarakat. Ketentuan Pasal 256 ayat (7),
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dimaksud mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai Satpol PP diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan penjelasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong
Praja bahwa Satpol PP mempunyai tugas untuk membantu kepala daerah
menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga
penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan
masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di
samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan
kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah.
4
Pelaksanaan adalah aktivitas-aktivitas atau usaha-usaha yang
dilakukan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijakan yang telah
dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan atau alat-alat
yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana melaksanakannya, kapan
waktu berakhirnya dan bagaimana cara yang harus dilakukan”. (Murtir, 2008).
Pelaksanaa nmerupakan arti dari implementasi-implementasi merupakan suatu
tindak lanjut dari suatu program yang ditetapkan berlaku dan dirumuskan.
Dengan demikian focus perhatian implementasi yakni kesediaan-kesediaan
yang ditimbulkan sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan
ditetapkan.
Berbagai tindakan serta upaya untuk menghilangkan atau menggusur
PKL sesungguhnya merupakan fenomena lama yang dialami oleh pemerintah
di kota-kota besar. Sejak terjadinya krisis ekonomi, pembangunan
perekonomian daerah dan pengembangan wilayah sebagai upaya peningkatan
pembangunan daerah dan pemerataan pertumbuhan antar daerah mengalami
hambatan dan keterbatasan dalam pemanfaatan sumber daya alam,
ketersediaan modal, kemitraan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
Menghadapi permasalahan Pedagang Kaki Lima pada hakekatnya
berhadapan dengan dua sisi yang dilematis. Pertentangan antara kepentingan
hidup dengan kepentingan pemerintahan akan menimbulkan friksi di antara
keduanya. Pedagang Kaki Lima yang pada umumnya tidak mempunyai
keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi yang
memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang dihadapi di antaranya
5
kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu, serta berbagai regulasi
yang membatasi ruang gerak mereka. Melihat kondisi seperti ini, maka
seharusnya pemerintah mengambil tindakan yang didasarkan kepada
kepentingan masyarakat. Padahal sebenarnya dari segi ekonomi dapat dilihat
bahwa dengan adanya Pedagang Kaki Lima dapat membantu penyerapan
tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Selain itu dari segi sosial juga
dengan hadirnya Pedagang Kaki Lima akan menghidupkan suasana yang
menjadi daya tarik tersendiri. Namun,dalam perjalanannya tentu harus dikawal
dengan regulasi agar keberadaan Pedagang Kaki Lima tidak hanya menjadi
beban yang harus ditata, tetapi juga menjadi asset yang memberikan kontribusi
bagi pemerintah dan masyarakat.
Keberadaan PKL khususnya di Kabupaten Gowa kerap dianggap
ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang
sebagian besar menekankan aspek kebersihan, ketertiban dan keindahan kota
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan
berdasarkan nilai-nilai demokrasi dan pengembangan kehidupan sosial serta
budaya, melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat. Oleh karena itu PKL khususnya di daerah hertasning kelurahan
paccinongang seringkali menjadi target utama kebijakan-kebijakan pemerintah
kabupaten Gowa, seperti penggusuran dan relokasi. Uraian diatas menjadi
dasar penulis tertarik mengangkat "Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi
PamongPraja dalam Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di
Kabupaten Gowa".
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi PamongPraja dalam Penataan dan
Pembinaan Pedagang KakiLima di Kelurahan Paccinongan Kec. Somba opu
Kabupaten Gowa?
2. Faktor – factor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong
Praja dalam Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kelurahan
Paccinongan Kec.Somba Opu Kabupaten Gowa ?
C. Tujuan Penelitian:
1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi PamongPraja dalam
Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Paccinongan
Kec. Somba Opu Kabupaten Gowa.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tugas
Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima di Kelurahan paccinongan Kec. Somba Opu Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Penelitian:
1. Dapat memahami dan mempelajari secara mendalam tentang Pelaksanaan
Tugas Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Gowa, maka hal ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis, serta bagi penulis
lainnya untuk meneliti dengan judul yang sama.
7
2. Dapat dijadikan bahan pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Secara
khusus merupakan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah kabupaten Gowa
didalam mengoptimalkan peran satuan polisi pamong praja dalam
mengawal berbagai kebijakan daerah.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pelaksanaan
Pelaksanakan diartikan sebagai prihal tentang pembuatan dan usaha
tertentu. Lebih jauh tentang pelaksanaan sebagai suatu proses yang dikatakan
oleh Grindel, (dalam Handayaningrat 2002) menjelaskanbahwa proses
implementasi baru dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan
program kerja, telahdi susun, dan telah disiapkan dan disalurkan untuk
pencapaian tujuan atau/sasaran tersebut.
Murtir menyatakan, Implementasi atau pelaksanaan adalah aktivitas-
aktivitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana
dan kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala
kebutuhan atau alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana
melaksanakannya, kapan waktu berakhirnya dan bagaimana cara yang harus
dilakukan”.(Murtir, 2008). Pelaksanaan merupakan arti dari implementasi-
implementasi merupakan suatu tindak lanjut dari suatu program yang
ditetapkan berlaku dan dirumuskan. Dengan demikian focus perhatian
implementasi yakni kesediaan-kesediaan yang ditimbulkan sesudah
disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan ditetapkan.
Kemudian Siagian (2008), menyatakan bahwa jika suatu rencana
yang terealisasi telah tersusun dan jika program kerja yang “achievement
oriented” telah dirumuskan maka kini tinggal pelaksanaannya. Lebih lanjut,
9
Siagian (2008) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan ada beberapa hal pokok
yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Membuat rencana detail, artinya merubah rencana strategis (jangka
panjang) menjadi rencana teknis (jangka pendek) dan mengorganisir
sumber-sumber dan staf dan selanjutnya menyusun peraturan-peraturan
dan prosedur-prosedur tertentu.
2. Pemberian tugas artinya merubah rencana teknis menjadi rencana praktis,
dan tujuanselanjutnyamelakukanpembgiantugas-tugas dan sumber-sumber
3. Monitor artinya pelaksanaan dan kemajuan pelaksanaan tugas jangan
sampai terjadi hal-hal yang berhubungan dengan rencana praktis. Dalam
hal ini diperlukan untuk memeriksa hasil-hasil yang dicapai.
4. Review artinya pelaporan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan, analisis
pelaksanaan tugas-tugas, pemeriksaan kembali dan penyusunan jadwal
waktu pelaksanaan selanjutnya dalam laporan diharapkan adanya saran
dan perbaikan bila ditemui adanya perbedaan dan penyimpangan.
Implementasi adalah aktivitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk
melakukan secara rencana dan kebijaksanaan dan telah dirumuskan dan
ditetapkan dengan dilengkapi secak kebutuhan dimana tempat pelaksanaan,
kapan waktu pelaksanaan, kapan waktu dimulai dan berakhirnya dan bagai
mana cara yang harus dilakukan. Proses implementasi sekurang-kurangnya
terdapat 3 unsur penting yaitu:
1. Adanya program kegiatan/ kebijaksanaan yang dilaksanakan.
2. Target group/kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan harapan akan
10
menerima manfaat dari program tersebut.
3. Untuk pelaksanaan baik organisasi maupun perorangan yang
bertanggungjawab dalam pengolahan, pelaksanaan, pengawasan dari proses
pelaksanaan.
Berhasilnya dari suatu proses menurut Gerge. C. Edward III 1987,
(dalam Nawawi, 2009) syarat penting bagi berhasilnya suatu proses
implementasi kebijakan yang dilaksanakan, faktor tersebut:
1. Komunikasi, yaitu suatu program akan berjalan baik apabila baik dalam
pelaksanaan, ini menyangkut proses penyampaian informasi, komunikasi
memegang peranan penting hingga berlangsungnya proses koordinasi dan
pelaksanaannya yang akanmengakibatkantimbulnyapemamahaman yang
menyeluruhmengenai pentingnya program dan kesepakatan terhadap tujuan
dan sasaran yang ingin dicapai.
2. Sumber daya, hal ini meliputi empat komponen yaitu terpenuhinya jumlah
staf (jumlah dan mutu) untuk informasi yang dibutuhkan guna pengambilan
keputusan, kewenangan cukup guna melaksanakan tugas dan tanggung
jawab serta fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.
3. Disposisi sikap, sikap dan komitmen dari pada pelaksanaan dari program
dalam hal ini terutama adalah aparatur pelaksana.
4. Struktur birokrasi., terdapatnya SOP (standart oprasional presedur) yang
mengatur tata aliran.
Keempat factor diatas dipandang mempengaruhi keberhasilan
Implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi
11
antara satu faktor dengan faktor yang lain. Berkaitan dengan pelaksanaan
pembangunan di Indonesia. (Kartasasmita, 1996) menyatakan pelaksanaan
pembangunan oleh pemerintahan adalah tugas manejemen pembangunan
untuk menjamin bahwa proyek-proyek pembangunan yang secara fisik
dilaksanakan atau dibiayai oleh anggaran pemerintah, berjalan seperti yang
dikehendaki dalam mencapai sasaran seperti yang direncanakan dengan cara
seefesien mungkin.
Hampir senada dengan pendapat-pendapat di atas, Merilee Grindle
menyatakan bahwa implementasi pada dasarnya merupakan upaya
menerjemahkan kebijakan publik yang merupakan pernyataan luas tentang
maksud, tujuan dan cara mencapai tujuan ke dalam berbagai program aksi
untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan.
Dengan demikian, implementasi berhubungan dengan penciptaan “policy
delivery system” yang menghubungantujuankebijakandengan output atau
outcomes tertentu (Grindle, 1980). Implementasi kebijakan merupakan
suatu fungsi dari implementasi program dan berpengaruh terhadap
pencapaian outcome‐nya. Oleh karena itu studi
terhadap proses implementasi kebijakan hampir selalu menggunakan
metode investigasi dan analisis dari aktivits program.
Teori Merilee S. Grindle. Grindle memperkenalkan model
implementasi sebagai proses politik dan administrasi. Model tersebut
menggambarkan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh beragam
aktor, dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi program yang
12
telah dicapai maupun melalui interaksi para pembuat keputusan dalam konteks
politik administratif. Proses politik dapat terlihat melalui proses pengambilan
keputusan yang melibatkan berbagai aktor kebijakan, sedangkan proses
administrasi terlihat melalui proses umum mengenai aksi administratif yang
dapat diteliti pada tingkat program tertentu.
Grindle menyatakan, implementasi merupakan proses umum tindakan
administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Grindle
menambahkan bahwa proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan
dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah
siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran. (Grindle, 1980).
dalam(Nawawi, 2009) Dalam proses implementasi suatu kebijakan,
dipengaruhi oleh konten atau isi dan konteks kebijakan.
a. Isi kebijakan
1. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan
diambil akan mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik
yang distimulasi oleh proses pengambilan keputusan.
2. Tipe manfaat, bahwa program yang memberikan manfaat secara
kolektif akan mendapatkan dukungan dalam implementasinya dan
sebaliknya.
3. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan
yang mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di
masyarakat akan mudah untuk diimplementasikan, tetapi untuk
13
program yang mengharapkan adanya perubahan yang mendasar di
masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan.
4. Letak pengambilan keputusan, bahwa setiap keputusan akan
mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil, misalnya
di tingkat Departemen (pemerintahanpusat) atau ditingkat Dinas
(pemerintahan daerah), dan akan berdampak pada tingkat implementasi
dari kebijakan tersebut.
5. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan
formulasi kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan
untuk melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga
akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut akan dicapai.
6. Sumber daya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil
akan berakibat pada pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan untuk
mengimplementasikan program yang telah ditetapkan.
b. Konteks/lingkungan kebijakan
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, bahwa
mereka yang akan mengimplementasikan program mungkin akan
mencakup partisipan tingkat pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah, baik itu kalangan birokrat, pengusaha maupun masyarakat
umum. Keseluruhan aktor tersebut mungkin secara intensif ataupun
tidak, tergantung konten dari program dan strukturnya dimana
kebijakan tersebut dilaksanakan. Mereka ikut terlibat dalam
implementasi program, dan setiap masing‐masing aktor memiliki
14
kepentingan tertentu terhadap program tersebut dan mereka berusaha
mencapainya dengan membuat ketentuan‐ketentuan dalam prosedur
alokasinya.
2. Karakteristik lembaga dan penguasa, bahwa apa yang
diimplementasikan mungkin merupakan hasil dari perhitungan politik
dari kepentingan dan persaingan antar kelompok untuk mendapatkan
sumber daya yang terbatas, respon dari petugas yang
mengimplementasikan, dan tindakan‐tindakan elit politik, semuanya
berinteraksi dalam konteks kelembagaan masing‐masing. Analisis atas
implementasi dari program yang spesifik dalam interaksinya akan
mempertimbangkan penilaian kapabilitas kekuasaan dari para aktor,
kepentingan‐kepentingannya, dan strategi untuk mencapainya, serta
karakteristik dari penguasa.
3. Kepatuhan dan daya tanggap, bahwa dalam upayanya untuk mencapai
tujuan, birokrat berhadapan dengan dua masalah yang timbul dari
interaksi antara lingkungan program dan administrasi program. Yang
pertama, birokrat harus berhadapan dengan masalah yang berkaitan
dengan bagaimana menjaga ketaatan agar hasil akhir dari kebijakan
dapat dicapai walaupun mereka harus menangani berbagai interaksi
diantara aktor yang berkepentingan dalam implementasi kebijakan
tersebut. Yang kedua, bagaimana responsivitas dari birokrat terhadap
keinginan‐keinginan dari mereka yang akan menerima manfaat dari
pelayanan yang diberikannya agar tujuan kebijakan dan program
15
dapat tercapai. Agar efektif, maka implementor harus memiliki
keahlian dalam seni berpolitik danharus memahami dengan baik
lingkungan dimana mereka akan merealisasikan kebijakan publik dan
program‐programnya.
Kebijakan secara umum menurut Abidin (2004), dapat dibedakan
dalam tiga tingkatan:
1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk
pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang
meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.
2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan
umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan
suatu undang - undang.
3. Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan
pelaksanaan.
Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana
kebijakan publik digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy
Process sebagai Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan
hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan
dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu.
Literatur mengenai kebijakan publik telah banyak menyajikan
berbagai defenisi kebijakan publik, baik dalam arti luas maupun sempit. Dye
yang dikutip Young dan Quinn (2002), memberikan defenisi kebijakan public
secara luas yakni sebagai whatever governments choose to do or not to do. Hal
16
ini berarti bahwa kebijakan publik merupakan pilihan apapun oleh pemerintah,
baik untuk melaksanakan sesuatu maupun untuk tidak melaksanakan sesuatu.
Pengertian ini menyamakan kebijakan pemerintah dengan tindakan-tindakan
pemerintah, dan memandang setiap pilihan tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah sudah tentu memiliki tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
Pengertian ini menonjolkan kebebasan pemerintah untuk memilih
melaksanakan sesuatu dan yang oleh pemerintah dipilih untuk tidak dilakukan.
Senada dengan pendapat di atas (Edward, 1980), mengatakan bahwa
kebijakan public merupakan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh
pemerintah atau tidak dilakukan.`Ia adalah tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran
dari program-program pelaksanaan niat dan peraturan-peraturan. Kemudian
ada juga pendapat ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan
kebijakan, yang dapat dibedakan dalam dua kelompok atau dua kutub, yaitu
mereka yang melihat kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan yang
mempunyai tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran tertentu dan mereka yang
beranggapan bahwa kebijakan publik mempunyai akibat-akibat atau dampak
yang diramalkan (predictable) atau dapat diantisipasikan sebelumnya
Implemntasi kebijakan merupakan langkah lanjutan berdasarkan
suatu kebijakan formulasi. Defenisi yang umum dipakai menyangkut
kebijakan implementasi adalah (Wahab, 1997), implementasi adalah tindakan-
tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, atau
kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
17
Konteks implemntasi demikian baru akan terlihat pengaruhnya
setelah kebijakan tersebut di laksanakan hal itulah yang menunjukkan bahwa
proses pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu tahapan penting atau
momentum dalam proses perumusan atau pembuatan kebijakan selanjunya.
Sebab berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dalam mencapai tujuannya di
tentukan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, rumusan kebijakan yang
telah dibuat tidak akan mempunyai arti apa-apa atau hanya akan merupakan
rangkaian kata-kata indah dan buku yang tersimpan rapi dalam sebuah
dokumen kalua tidak di implemtasikan berkaitan dengan hal itu, dapat
dikatakan bahwa salah satu tolak ukur keberhasilan suatu strategi atau
kebijakan terletak pada proses implementasinya.
Oleh karena itu menurut Jones (1996) dalam Putra (2003) tidak
berlebihan jika implemntasi adalah merupakan aspek yang penting dari
keseluruhan proses lahirnya kebijakan, namun kebanyakan dari kita seringkali
beranggapan bahwa setelah kebijakan disahkan oleh pihak yang berwenang
dengan sendirinya kebijakan itu akan dapat dilaksanakan, dan hasil-hasilnya
pun akan mendekati seperti yang diharapkan oleh pihak pembuat kebijakan
tersebut. Padahal menurut Putra (2003), sifat kebijakan itu kompleks dan
saling tergantung, sehingga hanya ada sedikit kebeijakan negara yang bersifat
self executing, yang paling banyak adalah yang bersifat non self excuting
artinya kebijakan negara perlu di wujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai
pihak sehingga mempunyai dampak seperti yang diharapkan.
18
Hal senda di kemukakan oleh Salusu (2002), bahwa dalam kasus-
kasus tertentu proses implemntasi dapat terjadi seketika, tetapi kebanyakan
harus menunggu karena memerlukan persiapan yang cukup matang.
Implementasi dari suatu kebijakan adalah sesuatu yang sangat peka, menuntut
kehati-hatian dan bahkan pada saat penyusunan alternatif kebijakan dilakukan
sudah harus dipertanyakan bagaimana melaksanakan setiap alternatif tersebut.
B. Satuan Polisi Pamong Praja
1. Pengertian, Kedudukan Serta Pembentukan Satuan Polisi Pamong
Praja
Pengertian, Kedudukan Serta Pembentukan Satuan Polisi Pamong
Praja Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 16 Tahun2018
Tentang Satuan Polisi Pamong Praja, Pasal 1 menyebutkan bahwa
pengertian Satpol PP adalah sebagai berikut :
Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Pol PP adalah
anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah Daerah yang
diduduki oleh pegawai negeri sipil dan diberi tugas, tanggung
jawab, dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dalam penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan
Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman serta pelindungan masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 37 Tahun 2018 Tentang
Pembentukan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Gowa pada pasal 3
mengenai tipelogi perangkat daerah menyatakan bahwa. “Satuan Polisi
Pamong Praja adalah Dinas Tipe A, Menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan
masyarakat sub urusan ketentraman dan ketertiban umum”.
19
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa. “Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Perda,
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta
menyelenggarakan pelindungan masyarakat. Ketentuan Pasal 256 ayat (7),
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dimaksud mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai Satpol PP
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Satpol PP sebagai perangkat daerah, mempunyai peran yang sangat
strategis dalam memperkuat otonomi daerah dan pelayanan publik di
daerah. Untuk menjamin terlaksananya tugas Satpol PP dalam penegakan
Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta
pelindungan masyarakat perlu dilakukan peningkatan, baik dari sisi
kelembagaan maupun sumber daya manusia. Selain itu, keberadaan Satpol
PP dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan dapat
membantu adanya kepastian hukum dan memperlancar proses
pembangunan di daerah.
2. Tugas dan Fungsi Serta kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja
Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP adalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang
Satuan Polisi Pamong Praja, dalam peraturan pemerintah ini yang di
maksud Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat daerah yang
dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
20
Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta
menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS
adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Daerah yang
selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah
Perda provinsi dan Perda kabupaten/kota. Peraturan Kepala Daerah yang
selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan
bupati/wali kota.
Satpol PP yang bertugas menjalankan peraturan daerah dalam hal
ini untuk menata Pedagang Kaki Lima. Pada hakekatnya, seorang anggota
Satpol PP adalah seorang polisi, yang oleh karenanya dapat (dan bahkan
harus) dikatakan sebagai bagian dari aparat penegak hukum (lawenforcer).
Dikatakan demikian, karena Satpol PP dibentuk untuk membantu kepala
daerah dalam menegakkan peraturan daerah.
Berdasarkan penjelasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong
Praja bahwa Satpol PP mempunyai tugas untuk membantu kepala daerah
menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur
sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar
dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena
itu, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk
21
menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala
daerah.
Fungsi Satpol PP sebagai aparat penegak Perda dinyatakan dalam
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja. Yang berbunyi sebagai berikut:
a) penyusunan program penegakan Perda dan Perkada,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta
penyelenggaraan pelindungan masyarakat.
b) pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan Perkada,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat
c) pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan Perkada,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta
penyelenggaraan pelindungan masyarakat dengan instansi terkait.
d) pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum atas
pelaksanaan Perda dan Perkada.
e) pelaksanaan fungsi lain berdasarkan tugas yang diberikan oleh
kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal tersebut pada intinya menyatakan eksistensi Satpol PP
sebagai bagian perangkat daerah dibentuk untuk membantu kepala daerah
menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan
ketertiban masyarakat. Pasal 5 PP Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan
22
Polisi Pamong Praja pula menegaskantugasSatpol PP menegakkanPerda
dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentramanmasyarakat.
Mengoptimalkan kinerja Satpol PP perlu dibangun kelembagaan Satpol PP
yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang tenteram,
tertib, dan teratur. Penataan kelembagaan Satpol PP tidak hanya
mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah,
tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, budaya,
sosiologi, serta risiko keselamatan polisi pamong praja. Dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan
pada pasal 255 dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018
disebutkan pada pasal 7 bahwa kewenangan Polisi Pamong Praja adalah
a) melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
b) menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
c) melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran
atas Perda dan/atau Perkada.
d) melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas
Perda dan/atau Perkada.
23
Dari pengertian di atas, Satpol PP mempunyai tugas membantu
Walikota/Bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah di bidang
ketentraman dan ketertiban serta penegakan peraturan daerah. Sehingga
peran Satpol PP sebagai aktor implementasi adalah dalam rangka
penegakan peraturan daerah dan mewujudkan ketertiban dan ketentraman
(Rustopo, dkk. 2009: 58). Implementasi Menurut Friedrich (dalam Wahab
2008: 3) Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Dengan tugas dan wewenang yang diberikan, adanyaSatpol PP
bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar dalam
penyelenggaraan usahanya (PKL) tidak mengganggu ketertiban umum,
kebersihan lingkungan kota dan kelancaran lalu lintas, maka keberadaanya
perlu diatur dan dibina supaya dapat pemanfaatan tempat usaha tetap
sesuai dengan peruntukan tata ruang yang telah ditetapkan.
Dalam peraturan yang mengatur mengenai PKL di Kabupaten
Gowa, yang tentunya hanya berlaku di Daerah Gowa Saja yaitu Perda
Nomor 05 Tahun 2009 tentang Penataan Dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima . Peraturan daerah telah diakui sebagai sarana yuridis yang sepadan
dengan UU dan tidak bertentangan dengan UU diatasnya baik dilihat
secara materiil mau pun formil. Satpol PP mempunyai misi strategis dalam
24
membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang
tentram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan Pemerintahan dapat
berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatan dengan
aman. Peraturan daerah tentang ketentraman dan ketertiban yang
dikeluarkan kepala daerah kadang kalanya tidak selalu cocok dengan yang
diinginkan masyarakat, kadang masyarakat memandang itu sebagai sebuah
kebijakan yang kontroversial maka mereka cenderung menolak kebijakan
itu. Tetapi seiring berjalannya waktu, orang telah berpengalaman dengan
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kepala daerah akhirnya juga
kebijakan tersebut diimplementasikan dan dapat diterima
Sehubungan dengan hal tersebut, peranan badan atau lembaga
pemerintahan sangat besar untuk secara persuasif mampu memberikan
dorongan kepada anggota-anggota masyarakat agar mematuhi dan
melaksanakan setiap peraturan atau kebijakan tersebut. Maka Satpol PP
selain berfungsi sebagai penyelenggara ketentraman dan ketertiban umum,
juga berfungsi sebagai penegak peraturan daerah yang dimaksudkan untuk
menegakkan supremasi hokum .Paradigma Satpol PP sebagai bagian dari
negara (yang tak punya pilihan lain kecuali menghormati hak asasi
manusia) menjadi wajib diketahui dicamkan benar oleh setiap
petugasSatpol PP. Dengan mengetahui posisi sebagai pelayan masyarakat
dan melayani pemegang kuasa, maka pelanggaran HAM akan dapat
direduksi seminimal mungkin.
25
C. Pedagang Kaki Lima
Menurut McGee dan Yeung (1977) dalam Gasper Liaw (2015:4)
Menyatakan bahwa : “PKL mempunyai pengertian yang sama dengan
“hawkers”, yang di definisikan sebagai orang-orang yang menjajakan
barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan ruang untuk
kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar”. Menurut
Waworoentoe (dalam Widjajanti, 2000:28) “PKL banyak di jumpai pada
ruang ruang fungsional kota”. Aktivitas tersebar merata di seluruh wilayah,
dekat dengan keramaian dan pemukiman masyarakat sehingga untuk
memperoleh barang yang di tawarkan lebih cepat dan mudah karena dekat.
Menurut Bromley, sebagaimana dikutip oleh mulyanto (2007)
menyatakan bahwa, “Pedagang Kaki Lima (PKL), merupakan kelompok
tenaga kerja yang banyak di sektor informal;. Pekerjaan pedagang kaki lima
merupakan jawaban terakhir yang berhadapan dengan proses urbanisasi
yang berangkaian dengan migrasi dari desa ke kota besar, pertumbuhan
penduduk yang pesat, pertumbuhan kesempatan kerja yang lambat di sektor
industri”.
Sektor Informal Pedagang Kaki Lima, Gasper Liaw (2015:53)
menyatakan bahwa: “Sektor informal adalah suatu kegiatan usaha yang
tidak terorganisasi dan tidak mempunyai ijin usaha, bertujuan untuk
mencari kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, produksi atau
barang dan jasa yang di tawarkan umumnya adalah barang/jasa yang
26
merupakan kebutuhan pokok serta konsumsi oleh masyarakat ekonomi
menengah ke bawah.
Istilah sektor informal pertama kali di lontarkan oleh Keith
Hart(1971) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian
angkatankerja kota yang berada diluar pasar tenaga terorganisasi. Aktifitas-
aktifitas informal tersebut merupakan cara melakukan sesuatu yang di
tandai dengan. Mudah untuk di masuki; Bersandar pada sumber daya lokal;
Usaha milik sendiri; Operasinya dalam skala kecil; Padat karya dan
teknologi bersifat, adaptif; Keterampilan dapat diperoleh diluar system
sekolah formal; dan tidak terkena secara langsung oleh regulasi dan
pasarnya bersifat kompetitif.
Menurut Muhammad Yunus dan Auliya Insani (2017:23)
menyatakan bahwa: Daerah perkotaan merupakan wadah konsentrasi
permukiman penduduk dari berbagai kegiatan ekonomi dan sosial dan
mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Di
satu sisi kegiatan ekonomi dan sosial penduduk yang dibarengi dengan
kebutuhan yang tinggi semakin memerlukan ruang untuk meningkatkan
kegiatan penduduk sehingga menyebabkan semakin bertambahnya ruang
untuk mendukung kegiatan sektor informal.
Menurut Jayadinata (1999:146) dalam Muhammad Yunus (2017:24)
Karakteristik sector informal yaitu “bentuknya tidak terorganisir,
kebanyakan usaha sendiri, cara kerja tidak teratur, biaya dari diri sendiri
atau sumber tak resmi, dapatlah diketahui betapa banyaknya jumlah
27
anggota masyarakat memilih tipe usaha ini, karena mudah dijadikan
sebagai lapangan kerja bag masyarakat strata ekonomi rendah yang banyak
terdapat di Negara kita terutama pada kota besar maupun kecil”. Sebagai
suatu sistem, “Pedagang Kaki Lima adalah bagian dari system ekonomi
sektor informal yang bergerak di bidang perdagangan. Dalam segala
keadaan, mereka di tuntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan
usahanya yang selalu dinamis, serba tidakpasti, tidak legal,dan dipandang
sebagai bagian dari masalah penataan, ketertiban, dan keindahan kota.
Kemampuan pedagang kaki lima beradaptasi dengan lingkungan social
ekonomi menjadi factor yang memengaruhi. Keberhasilan mereka
”GasperLiaw, (2015:50). “Sektor Informal perkotaan khususnya pedagang
kaki lima telah berkembang dengan pesat melebihi peranan sektor formal
(ArungLamba 2007) dalam (GasperLiaw 2015 :5).
Sebagaimana di katakana oleh Efendy (1996) dalam Gasper Liaw
(2015:27) bahwa sektor informal sangat penting untuk di kembangkan lebih
lanjut dan di bina atau di tata dengan baik agar dapat menjadi usaha yang
besar dan masuk ke dalam sistem perekonomian sebagai pelaku usaha
yang formal karena beberapa alasan antara lain sebagai berikut :
1) Usaha sektor informal merupakan usaha yang juga dapat menghasilkan
surplus meskipun berada dalam suatu lingkungan kebijaksanaan yang
memusuhinya, atau menolaknya untuk mendapatkan kemudahan dalam
memperoleh keuntungan-keuntungan seperti yang di tawarkan kepada
sektor informal.
28
2) Dalam memulainya, tidak terlalu memerlukan penggunaan
capital(modal) yang besar, namun jika di rangsang dengan modal yang
memadai, usaha sektor ini akan dapat berkembang sama seperti sektor
formal.
3) Dalam melakukannya, usaha sektor informal ini cenderung fleksibel
terhadap kondisi tenaga kerja karena tidak terlalu membutuhkan tenaga
kerja yang mempunyai keterampilan dan pendidikan tinggi, cukup hanya
dengan sedikit terampil. Kondisi tenaga kerja ini penawarannya semakin
hari semakin meningkat dari masyarakat dan mustahil kondisi tersebut
akan di serap banyak oleh sektor formal yang sifat permintaannya lebih
banyak membutuhkan tingkatberketerampilan yang memadai.
4) Walaupun tidak terlalu memerlukan keterampilan dan pendidikan yang
tinggi, jika memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pelatihan dan
magang dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada yang biasanya
digunakan oleh sektor formal, mereka akan dapat meningkatkan
produktivitasnya dan berkembang lebih cepat sama seperti sektor
formal.
5) Usaha sektor informal perkotaan juga relative fleksibel terhadap
kemungkinan penggunaan teknologi yang tepat guna, dan terhadap
pemanfaatan sumber daya alam setempat yang tersedia, dan
memungkinkan alokasi sumber daya dapat di laksanakan secara lebih
efesien dan efektif
29
Dari pengertian serta penjelasan tentang pedagang kaki lima
sebagaimana dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat kita pahami bahwa
pedagang kaki lima merupakan bagian dari kelompok usaha kecil yang
bergerak di sektor informal. Secara khusus, pedagang kaki lima dapat
diartikan sebagai distribusi barang dan jasa yang belum memiliki izin usaha
dan biasanya berpindah-pindah. Kemampuan sektor informal dalam
menampung tenaga kerja didukung oleh faktor-faktor yang ada. Faktor
utama adalah sifat dari sektor ini yang tidak memerlukan persyaratan
dantingkat keterampilan, sektor modal kerja, pendidikan ataupun sarana
yang dipergunakan semuanya serba sederhana dan mudah dijangkau oleh
semua anggota masyarakat atau mereka yang belum memiliki pekerjaan
dapat terlibat didalamnya.
D. Sudut Pandang Kebijakan Publik Terhadap PKL
Pendapat Leo Agustino (2016 :1) mengatakan bahwa, “kebijakan
public merupakan hasil interaksi intensif antara para actor pembuat
kebijakan berdasar pada fenomena yang harus di carikan solusinya”.
Selanjutnya Budi Winarto dalam Gasper Liaw (2015:31) mengatakan
bahwa: “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk di lakukan dan tidak dilakukan.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk
mengatasi sektor informal, subarsono dalam Rully Iskandar (2015 :31)
mengemukakan tiga model kebijakan pemerintah yakni Kebijakan
30
Relokasi, Kebijakan Struktural, dan Kebijakan Edukatif dapat dimaksudkan
sebagai berikut :
Kebijakan relokasi didesain untuk mengatur lingkungan yang
pantasbagi beroperasinya sektor informal, seperti pemindahan
sektor informal ke lokasi yang lain.
Kebijakan struktural bertujuan untuk mengontrol aktivitas
sektorinformal melalui infrastruktur legal dan administratife, seperti
pemberian sanksi bagi sektor informal yang melanggar peraturan
daerah ataupun peraturan bupati contoh konkretnya, seperti
melanggar Peraturan Daerah Tentang Rencana Detail Tata Ruang
Kota.
Kebijakan Edukatif dimaksudkan untuk mengubah sikap
berkaitandengan pemberdayaan yang di berikan sehingga sektor
informal memiliki sikap professional yang di tunjukan baik dalam
kemampuan dan kemandiriannya maupun dalam pelayanan yang
terkait dengan usahanya.
Berdasarkan Leo Agustino (2016:129) menyatakan bahwa:
“Pengukuran keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat dilihat
dariprosesnya dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan sesuai yang
telahdi tentukan, yaitu melihat pada action program dari individual project
danyang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”. menurut kamus
Oxford-Advanced Learner’s Dictionary (1995:595) dalam Abdul Aziz
(2013:4) Kata implementasi (implementation) berasal dari kata dasar
31
“verbimplement, bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to
put something into effect (menggerakkan sesuatu untuk menimbulka
ndampak/akibat); to carry something out (melaksanakan sesuatu). Dengan
demikian implementasi menurut arti kata harfiah adalah pelaksanaan
sesuatu, sehingga implementasi kebijakan dapat diartikan sebagai
pelaksanaan suatu kebijakan (keputusan, perda ataupun undang-undang
lainnya)”.
E. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Indah Sulisdiani
(2012) denganjudul “Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dalam penertiban
pedagang kaki lima PKL di kota Pontianak” hasil penelitian yang penulis
lakukan menunjukan bahwa :
1. Kinerja pegawaiSatpol PP Kota Pontianak dalam upaya melakukan
penertiban para Pedagang Kaki Lima (PKL) dilihat dari aspek akuntabilitas
masih belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat bahwa tingkat konsistensi
kebijakan dan kegiatan penertiban PKL belum sesuai dengan tugas
fungsinya dalam rangka melaksanakan program kegiatan, tingkat
kemampuan meningkatkan prakarsa dan kepedulian aparatur Satpol PP
dalam memenuhi harapan dan keinginan warga masyarakat masih belum
sesuai dengan apa yang diharapkan.
2. Kinerja pegawai Satpol PP Kota Pontianak jika dilihat dari aspek
efektivitas kinerja pegawai Satpol PP yang bertugas melakukan penertiban
PKL menunjukkan bahwa tingkat pemahaman pegawai Satpol PP terhadap
32
tugas pokok dan fungsi organisasi belum cukup baik, pola pikir yang
mempersulit dan memperlambat sehingga menimbulkan ketidakpastian dan
ketidakpuasan masih dirasakan oleh warga masyarakat sebagai akibat
kekurangfahaman aparat Satpol PP di lapangan terhadap pelaksanaan
tugasnya.
3. Kinerja pegawai Satpol PP Kota Pontianak jika dilihat dari aspek efisiensi
kinerja pegawai yang bertugas melakukan penertiban PKL, menunjukkan
bahwa ketersediaan jumlah dana operasional dalam pelaksanaan kegiatan
penertiban PKL masih relatif kecil. Disamping itu terjadi inefisiensi karena
jumlah input dan output tidak berbanding terbalik. Hal ini terlihat dari dana
yang digunakan untuk melakukan kegiatan operasional di lapangan kurang
mencapai sasaran sehingga hal ini berdampak terhadap kurangnyasarana
dan prasarana pendukung kerja di lapangan.
4. Kinerja pegawai Satpol PP Kota Pontianak jika dilihat dari aspek
responsivitas pegawai dapat dikatakan baik, karena masyarakat merasa
adanya saluran komunikasi yang disediakan kantor Satpol PP Kota
Pontianak untuk menyampaikan aspirasinya, yakni berupa kotak saran
5. Selanjutnya pada tahun 2017 penelitian yang dilakukan oleh Kurnia
Muhamad Ramdhan dkk dengan judul “Pemantau Kebijakan Penataan
Pedagang Kaki Lima Di Kecamatan Garut Kota Oleh Tim Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Kabupaten Garut” Hasil penelitian
yang Penulis lakukan menunjukkan bahwa: 1) Pemantauan (Monitoring)
memang rutin dilakukan oleh Tim Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
33
Kaki Lima, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak mengacu pada petunjuk
pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis), dengan alasan tidak
terdapat Juklak dan Juknis yang mengatur tentang pelaksanaan
Pemantauan; 2) Tim Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
tidak mendasarkan monitoring pada indicator indicator tertentu, sehingga
dalam pelaksanaannya hanya mendasarkan pada apa yang ditemukan di
lapangan; dan 3) Walaupun tidak ada Juklak dan Juknis mengenai
Pemantauan, bukan berarti tidak ada dokumen yang terkait dengan
Pemantauan. Dokumen tersebut berupa Nota Dinas yang isinya merupakan
hasil Pemantauan di lapangan, kemudian isi dari Nota Dinas tersebut
disampaikan pada briefing-briefing Tim Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima.
6. Selanjutnya pada tahun 2017 penelitian yang dilakukan oleh Kurnia
Muhamad Ramdhan dkk dengan judul “Pemantau Kebijakan Penataan
Pedagang Kaki Lima Di Kecamatan Garut Kota Oleh Tim Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Kabupaten Garut” Hasil penelitian
yang Penulis lakukan menunjukkan bahwa: 1) Pemantauan (Monitoring)
memang rutin dilakukan oleh Tim Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak mengacu pada petunjuk
pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis), dengan alasan tidak
terdapat Juklak dan Juknis yang mengatur tentang pelaksanaan
Pemantauan; 2) Tim Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
tidak mendasarkan monitoring pada indicator indicator tertentu,
34
sehinggadalam pelaksanaannya hanya mendasarkan pada apa yang
ditemukan di lapangan; dan 3) Walaupun tidak ada Juklak dan Juknis
mengenai Pemantauan, bukan berarti tidak ada dokumen yang terkait
dengan Pemantauan. Dokumen tersebut berupa Nota Dinas yang isinya
merupakan hasil Pemantauan di lapangan, kemudian isi dari Nota Dinas
tersebut disampaikan pada briefing-briefing Tim Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
F. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian.
1. Fokus Penelitan: Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam
Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Gowa
2. Deskripsi Fokus Penelitian
a. Kekuasaan, yaitu berapa besar kepentingan, dan strategi yang dimiliki
satpol PP dan instansi terkait dalam melaksanakan Perda terkait
penataan PKL
b. Karakteristik lembaga dan penguasa, bahwa apa yang dilaksanakan oleh
Satpol PP dalam membina dan menata PKL sesuai dengan perda yang
berlaku.
c. Kepatuhan dan daya tanggapyaitu tingkat kepatuhan dan responsivitas
para pedagang kaki lima bagaimana menaati kebijakan perda seingga
tujuan pembinaan dan penataan dapat tercapai.
G. Kerangka Pikir
Sektor informal Pedagang Kaki Lima ini lebih tahan terhadap
dampak krisis moneter. Namun demikian, aktivitasnya tetap menjadi
35
masalah karena tidak sesuai dengan aturan sehingga perlu dilaksanakan
pembinaan, penataan serta pemberdayaan terkait dengan pelaksanaan
kebijakan maka merujuk pada pendapat Grindle untuk menganalisis
keberhasilan suatu kebijakan pemerintahan Gowa yaitu Perda No 05
Tahun 2009 Tentang Penataan dan Pembinan Pedagang Kaki Lima.
Grindle menyatakan, implementasi merupakan proses umum
tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu.
Grindle menambahkan bahwa proses implementasi baru akan dimulai
apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah
tersusun dan dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran.
Merilee S. Grindle (1980) dalam (Nawawi, 2009) Dalam proses
implementasi suatu kebijakan, dipengaruhi oleh konten atau isi dan
konteks kebijkan. Keberhasilan suatu kebijakan Variabel lingkungan
kebijakan mencakup:
1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.
2. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa.
3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran
Berdasarkan uraian diatas terkait pelaksanaan tugas satuan Polisi
Pamong Praja dalampenegakan Perda nomor 05 tahun 2009 tentang
penataan dan pembinaan pedagang kaki lima di Kabupaten Gowa maka
secara operasional penulis mengungkapkan melalui skema kerangka pikir
sebagai berikut:
36
BAGAN KERANGKA PIKIR
Karakteristik lembaga dan
penguasa
Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja
dalam Penataan dan Pembinan pedagang kaki lima
Kepatuhan dan daya tanggap,
untuk mencapai tujuan
Kekuasaan, kepentingan dan
strategi aktor yang terlibat
Keberhasilan Pelaksanaan
Kebijakan
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitan ini mengambil lokasi di wilayah Kecamatan Somba Opu
Kabupaten Gowa sebagai salah satu lokasi sering terjadi penggusuran
pedagang kaki lima.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang dipergunakan selama 4 bulan dalam penelitian ini
mulai dari penulisan proposal, konsultasi sampai pada penyelesaiaan dan
finalisasi penulisan skripsi yaitu dari bulan Mei sampai bulan Agustus
2020.
B. Jenis Dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah survey yaitu bertujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi dari sejumlah Informan yang dianggap
dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian
ini
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif kualitatif tipe
penelitian ini menggambarkan kejadian secara umum mengenai masalah
yang diteliti yaitu: Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam
Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Gowa.
38
C. Sumber Data
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung melalui penelitian, yang
berupa hasil wawancara kepada para informan atau pengamatan langsung
penulis
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen atau
laporan-laporan tertulis dan tidak tertulis
D. Informan Penelitian
Adapun informan dalam penelitian ini ditentukan secara purposive
sampling adalah:
1. Tim PRC Satuan polisi Pamong PrajaGowa 2 Orang
2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1 Orang
3. Pedagang Kaki lima 2 Orang
Jumlah Keseluruhan 5 Orang
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara peneliti
dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview
guide (panduan wawancara). Tujuan penulis menggunakan metode ini,
untuk memperoleh data secara jelas dan kongkrit tentang masalah yang
diteliti.
39
2. OservasiLangsung
Observasi langsung adalah cara pengambilan data mengamati secara
langsung sesuatu yang berkaitan dengan yang diteliti. Observasi ini
digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti
catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek
penelitian. Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara
jelas.
F. Teknik Analisis Data
Sugiyono (2011), mengemukakan bahwa analisis data proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan
lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles
dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus dan
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data,
yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
(Sugiyono, 2011:334)
40
1. Data Reduction (Reduksi Data).
Reduksi data yaitu proses pemilihan, permusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan dilapangan. Dalam reduksi data peneliti menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga
kesimpulan akhirnya dapat di tarik dan diverifikasi oleh peneliti.
2. Data Display (Penyajian Data).
Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Denganmendisplaykan data, makaakan mempermudah untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah dipahami tersebut. Dalam penyajian data peneliti mengumpulkan
informasi yang tersusun yang memberikan dasar pijakan kepada peneliti
untuk melakukan suatu pembahasan dan pengambilan kesimpulan.
Penyajian ini kemudian untuk menggabungkan informasi yang tersusun
dalam suatu bentuk yang terpadu sehingga mudah diamati apa yang
sedang terjadi kemudian menentukan penarikan kesimpulan secara benar.
3. Conclusion Drawing/Verification (Menarik Kesimpulan / Verifikasi).
Penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan dari konfigurasi yang
utuh. Kesimpulan juga diverifikasi oleh peneliti selama penelitian
41
berlangsung. Verifikasi ini mungkin sesingkat pemikiran kembali yang
melintas dalam pemikiran peneliti pada suatu tinjauan ulang pada catatan
lapangan atau melihat salinan suatu temuan yang disimpan dalam
perangkat data yang lain.
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Sejarah
Dalam khasanah sejarah nasional, nama Gowa sudah tidak asing
lagi. Mulai abad ke-15, Kerajaan Gowa merupakan kerajaan maritim yang
besar pengaruhnya di perairan Nusantara. Bahkan dari kerajaan ini juga
muncul nama pahlawan nasional yang bergelar Ayam Jantan dari
Timur, Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI yang berani melawan VOC
Belanda pada tahun-tahun awal kolonialisasinya di Indonesia. Kerajaan
Gowa memang akhirnya takluk kepada Belanda lewat Perjanjian Bungaya.
Namun meskipun sebagai kerajaan, Gowa tidak lagi berjaya, kerajaan ini
mampu memberi warisan terbesarnya, yaitu Pelabuhan Makassar. Pelabuhan
yang kemudian berkembang menjadi Kota Makassar ini dapat disebut anak
kandungnya, sedangkan Kerajaan Gowa sendiri merupakan cikal bakal
Kabupaten Gowa sekarang.
Kota Makassar lebih dikenal khalayak dibandingkan dengan
Kabupaten Gowa. Padahal kenyataannya sampai sekarang Kabupaten Gowa
ibaratnya masih menjadi ibu bagi kota ini. Kabupaten yang hanya berjarak
tempuh sekitar 10 menit dari Kota Makassar ini memasok sebagian besar
kebutuhan dasar kehidupan kota. Mulai dari bahan material untuk
pembangunan fisik, bahan pangan, terutama sayur-mayur, sampai aliran air
bersih dari Waduk Bili-bili. Kemampuan Kabupaten Gowa menyuplai
43
kebutuhan bagi daerah sekitarnya dikarenakan keadaan alamnya. Kabupaten
seluas 1.883,32 kilometer persegi ini memiliki enam gunung, di mana yang
tertinggi adalah Gunung Bawakaraeng. Daerah ini juga dilalui Sungai
Jeneberang yang di daerah pertemuannya dengan Sungai Jenelata
dibangunWaduk Bili-bili. Keuntungan alam ini menjadikan tanah Gowa
kaya akan bahan galian, di samping tanahnya subur.
2. Geografi
Secara geografis, Kabupaten Gowa terletak pada 5°33' - 5°34'
Lintang Selatan dan 120°38' - 120°33' Bujur Timur. Kabupaten Gowa terdiri
dari wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi dengan ketinggian
antar10-2800 meter diatas permukaan air laut. Namun demikian wilayah
Kabupaten Gowa sebagian besar merupakan dataran tinggi yaitu sekitar
72,26% terutama di bagian timur hingga selatan karena merupakan
Pegunungan Tinggimoncong, Pegunungan Bawakaraeng-Lompobattang dan
Pegunungan Batureppe-Cindako. Dari total luas Kabupaten Gowa 35,30%
mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu pada wilayah
Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya dan Tompobulu.Kabupate
n Gowa dilalui oleh banyak sungai yang cukup besar yaitu ada 15 sungai.
Sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar adalah Sungai
Jeneberang yaitu seluas 881 km² dengan panjang sungai utama 90 Km.
Batas- batas wilayah adalah sebagai berikut:
Utara - Kota makassar, Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone
44
Timur - Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten
Jeneponto
Selatan- Kabupaten Takalar dan Jeneponto
Barat- Kota Makassar dan Kabupaten Takalar
Daftar kecamatan di Kabupaten Gowa:
1. Bajeng
2. Bajeng Barat
3. Barombong
4. Biringbulu
5. Bontolempangan
6. Bontomarannu
7. Bontonompo
8. Bontonompo Selatan
9. Bungaya
10. Manuju
11. Pallangga
12. Parangloe
13. Parigi
14. Pattallassang
15. SombaOpu
16. Tinggimoncong
17. Tombolo Pao
45
18. Tompobulu
3. Ekonomi
Bahan-bahan galian golongan C di sepanjang Daerah Aliran Sungai
(DAS) Jenebarang, seperti pasir, batu kali dan kerikil secara turun-temurun
mampu memberikan nafkah bagi penduduk sekitarnya. Kontribusi sektor ini
dalam kegiatan ekonomi tahun 2000 nilainya mencapai Rp. 105,4 miliar
atau 9,13 persen, tetapi sumbangan sektor ini terhadap kas Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) cukup signifikan.
Pada tahun anggaran 2001, Pemkab menargetkan Rp. 2,03 miliar
dari pajak bahan galian golongan C untuk mengisi Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Kegiatan penggalian memang cukup besar karena selain tersedianya
material dari DAS, juga ada batu gunung dan tanah liat. Truk-truk lalu-
lalang mengangkut material ini di sepanjang jalan protokol yang
menghubungkan Kabupaten Gowa dengan Kota Makassar. Bahan galian
memang mampu memberikan pemasukan yang besarbagi kas Pemkab
Gowa. Pos pajak ini mendominasi pendapatan hingga mencapai 65 persen
dalam PAD tahun anggaran 2001 yang besarnya Rp. 3,11 miliar.
Potensi Kabupaten Gowa yang sesungguhnya adalah sektor
pertanian. Pekerjaan utama penduduk kabupaten yang pada tahun 2000 lalu
berpendapatan per kapita Rp. 2,09 juta ini adalah bercocok tanam, dengan
sub sektor pertanian tanaman pangan sebagai andalan. Sektor pertanian
memberi kontribusi sebesar 45 persen atau senilai Rp. 515,2 miliar. Lahan
persawahan yang tidak sampai 20 persen (3,640 hektare) dari total lahan
46
kabupaten mampu memberikan hasil yang memadai. Dari berbagai produksi
tanaman pertanian seperti padi dan palawija, tanaman hortikultura menjadi
primadona.
Kecamatan-kecamatan yang berada di dataran tinggi seperti
Parangloe, Bungaya dan terutama Tinggi moncong merupakan sentra
penghasil sayur-mayur. Sayuran yang paling banyak dibudidayakan
adalah kentang, kubis, sawi, bawang daun dan buncis. Per tahunnya hasil
panen sayur-sayuran melebihi 5.000 ton. Sayuran dari Kabupaten Gowa
mampu memenuhi pasar Kota Makassar dan sekitarnya, bahkan sampai ke
Pulau Kalimantan dan Maluku melalui Pelabuhan Parepare dan Pelabuhan
Mamuju. Selain bertani sayur yang memiliki masa tanam pendek, petani
Gowa juga banyak yang bertani tanaman umur panjang. Salah satunya
adalah tanaman markisa (Fassiforasp). Mengunjungi Makassar kurang afdal
rasanya kalau tidak membawa buah tangan sirup atau juice markisa. Jika
kita melihat pemandangan di bandara atau pelabuhan, kebanyakan para
calon penumpang yang akan meninggalkan Makassar membawa sari buah
beraroma segar ini. Tanaman yang berasal dari daratan Amerika Selatan ini
identik dengan Sulawesi Selatan. Desa Kanreapia, Kecamatan
Tinggimoncong merupakan salah satu daerah penghasil markisa di
Kabupaten Gowa. Sayangnya markisa yang rasa buahnya manis asam dan
mampu menggerakkan industri kecil makanan dan minuman ini kini mulai
kurang diminati petani. Menanam markisa memang tidak mudah, kecuali
47
karena masa tanamnya panjang dan memerlukan perawatan khusus, seperti
tinggi permukaan tanah, pupuk dan obat-obatan yang cukup mahal.
B. Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam Pembinaan
Pedagang KakiLima di Kelurahan Paccinongan Kec.Somba opu
Kabupaten Gowa.
Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegitan
masyarakat seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka
kondisi ketentraman dan ketertiban umum daerah yang kondusuf merupakan
suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu
kehidupannya.
Satpol pp mempuntyai tugas membantu kepala daerah untuk
menciptakan suatu kondisi daerah yang tentram, tertib dan teratur sehingga
penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan
masyarakat dapat melakukan kegiatannya denagan aman, oleh karena itu, di
samping menegakkan perda, satpol pp juga dituntut untuk menegakkan
kebijakan pemerintah daerah linnya yaitu peraturan kepala Daerah. Timbulnya
masalah perkotaan dengan terganggunya ketertiban umum, mendorong
pemerintah melakukan penataan PKL dengan menetapkan kebijakan penataan
sektor informal PKL. Secara teoritis, kebijakan merupakan suatu yang diambil
atau tidak diambil, yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah
mempunyai tujuan dan dampak serta bukan semata-mata pernyataan keinginan
pemerintah.
Bahwa, kebijakan negara (pemerintah) merupakan pengalokasian nilai-
nilai secara paksa (syah) kepada dan melibatkan seluruh anggota masyarakat.
48
Berkaitan dengan ini, Pemerintah Kabupaten Gowa menetapkan kebijakan
penataan sektor informal PKL yang tertuang dalam Rencana Strategis instansi
terkait periode tahun 2016-2021. Kebijakan dimaksud sebagai tindak lanjut
dari Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 tentang
pembinaan pedagang kaki lima. Perda dimaksud secara umum mengatur hak
dan kewajiban pemerintah daerah dan masyarakat dalam aktivitasnya dapat
menjaga dan memelihara ketertiban umum di Kabupaten Gowa.
Dari berbagai informasi dari pihak-pihak yang terkait dengan
permasalahan /objek penelitian mengenai peran Satpol PP dalam menegakkan
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penataan dan
Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Informan adalah orang yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian,
sumber primer adalah segala sesuatu yang secara langsung berkaitaan dengan
objek material penelitian dengan mendiskripsikan empat pembahasan indikator
penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat penjelasan sebagai berikut :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat.
Satuan Polisi Pamong Praja dituntut untuk bekerja secara
profesional yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari
para anggota suatu profesi untuk mewujudkan dan meningkatkan kualitas
profesionalnya. Profesionalisme sebagai komitmen para anggota suatu
profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-
menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Aparat Satuan Polisi
49
Pamong Praja dinyatakan professional apabila dalam melaksanakan
pekerjaannya sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan,
sedangkan dinyatakan tidak profesional apabila melanggar atau tidak
sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan kebijakan penataan dan pembinaan PKL dikabupaten
Gowa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 05 Tahun 2009 tentang
mengenai Penataan dan Pembinaan PKL di Kabupaten Gowa merupakan
dasar bagi pemerintah daerah dalam melakukan penataan tempat, waktu,
jenis, tanda dan aksesoris jualan. Arah kebijakan penataan PKL yang
tujuannya untuk menciptakan keamanan, ketertiban, kebersihan dan
kenyamanan bagi warga masyarakat di Kabuapten Gowa. Berikut
penjelasan terkait kepentingan dan strategi yang terlibat dalam pelaksanaan
perda:
a. Penataan Pedagang Kaki Lima
Penataan di sini mengandung arti sebagai suatu usaha
yangdilakukan oleh Pemda untuk membuat kondisi dari PKL agar
mempunyai nuansa budaya dan lingkunganmemberikan tempatusaha
yanglayak, sesuai dengan ketentuan perundangan yang ditetapkan
sertamemperhatikan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK).
Penataan menurut Perda Gowa Nomor 05 Tahun 2009 sebagai
Petunjuk Pelaksana Kebijakan Penataan dan Pembinaan PKL adalah
penempatan lokasi dan tempat usaha pedagang kaki lima. Penetapan
lokasi penempatan PKL dalam penataan dapat dilakukan pada lokasi
50
hasil relokasi, revitalisasi pasar. Sebagaimana hasil wawancara dengan
Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Mayarakat mengatakan
bahwa:
Penataan dilaksanakan dalam 2 tahap pula. Tahap 1
dilaksanakan pada bulan September 2019 sampai November
2019.Tahap 2 dilaksanakan pada bulan September 2020
sampai November2020. Sedangkan tahap ini ingin membuat
PKL untuk masa sekarang dan yang akan datang menjadi lebih
baik. Penataan dilakukan secara persuasif dengan melibatkan
PKL itu sendiri. Pada tahap penataan ini pendekatan yang
digunakan adalah secara door to door. Yaitu pendekatan yang
dilakukan aparat dengan mendatangi tempat penjualan satu
persatu untuk mengadakan peneguran atau peringatan secara
lisan kepada para PKL yang melanggar ketentuanperda.
Penataan PKL juga dilakukan secara persuasif, yaitumengajak
PKL untuk bersedia pindah secara bersama-sama ke tempat yang
telah disediakan oleh Pemda. (Hasil Wawancara, HS. 29 Juni
2020)
Dan dari hasil wawancara diatas ditambahkan pula bahwa sebelum
dilaksanankan penataan pedagang kaki lima yang ada di area kecamatan
Soba Opu maka pelaksana kebijakan perda dalam hal ini satpol pp gowa
maka dilakukan sosialisasi:
Upaya pemerintah daerah dalam hal ini satuan polisi pamong
praja,Mengenai sosialisasi kami memberikan informasi dengan
caradoor to door, mendatangi langsung PKL dan mengajak
paguyuban PKL yang ada atau kita undang langsungke Kantor
Pengelolan PKL bisa juga lewat instansi terkait seperti
Kelurahan, Kecamatan dan Disperindag.”dalam penataan ini
adalah pendataan PKL untuk menempati kios baru. PKL yang
tidak mendaftarkan diri akanditinggal, selanjutnya lahan yang
diprioritaskan untuk mereka akandiisi oleh PKL lain. Beberapa
persyaratan administrasi yang laindiharuskan untuk
mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga
dan foto diri. (Hasil Wawancara, HS. 29 Juni 2020).
Dari hasil pembahasan diatas dapat dikatakan bahwa Pemerintah
Daerah melaksanakan sosialisasi kebijakan dengan mengenalkan
51
danmenjelaskan tentang berbagai aturan sebagaimana tertuang
dalamyang mengatur PKL yaitu guna memperjelas pemahaman
tentang pelaksanaan peraturan tersebut. Peraturan tersebut berisi tentang
ketentuan umum, larangan tempat berusaha PKL,kewajiban PKL,
perizinan, pencabutan izin dan pembinaan. Sosialisasiini bertujuan
mengadakan pendekatan kepada PKL agar mematuhi Perda sehingga
nantinya diharapkan akan muncul kesadaran untuk menjaga kebersihan
dan kerapian kota. Berikut hasil wawancara dengan pedangan kaki lima
mengatakan bahwa:
Masalah aturan pelarangan untuk tidak menjual dipinggir jalan di
daerah hertasning ini pernah kami dapatkan dan diatangi
langsung oleh petugas, diminta untuk tidak mengganggu keindahan
kota dan kemacetan, dan ada beberapa yang penjual yang
dibongkar kiosnya karena menggunakan bahu jalan katanya, ada
juga yang disuru tinggalkan tempat, cuman masalahnya kami ini
menjual tentu cari lokasi yang baik juga dan strategis dan di lokasi
hertasing kami anggap bagus untuk menjual barang dagangan
karaena ramai dilalui orang.(Hasil Wawancara, IK. 29 Juni 2020).
Dari penjelasan diatas dapat katakan bawa pelaksanaan kebijakan
satpol pp melakukan tugasnya sesuai dengan perda yang ada terkait PKL,
kemudian petugas melakukan sosialisasi dengan cara door to door, atau
diundang langsung kekantor, melakukan pendataan administrasi
pedagang, Pengelolan PKL bisa juga lewat instansi terkait seperti
Kelurahan, Kecamatan dan Disperindag.
b. Pembinaan Pedagang Kaki Lima
Pembinaan dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap 1 dilaksanakan
pada bulan Desember 2019 sampai seterusnya. Tahap 2
52
dilaksanakan pada bulan Desember 2020 sampai seterusnya. Konsep
pembinaan mengandung arti suatu usaha yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan jalanmembina perilaku dan fisik PKL.
Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang bersifat tindakan
dilapangan, juga tindakan yang bersifat persuasif atau pembinaan
yangbersifat ajakan. Jadi aparat dalam melakukan pembinaan selain
melalui penjelasan-penjelasan tentang isi perda juga berusaha untuk
mengajak para PKL untuk selalu menjaga lingkungan tempat usaha
PKL agarselalu bersih dan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan sebagaimana dijelaskan oleh Badan Satuan Polisi Pamong
Praja Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa: mengatakan bahwa:
Pembinaan ini bertujuan mengarahkanpara PKL agar mau
menaati peraturan yang berlaku, sehingga mereka memiliki
kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam
menjagalingkungan dan kepentingan umum Jadi selain kami
menjelaskan tentang isi perda juga berusaha untuk mengajak
mereka agar menjaga kebersihan dan menaati isi perda yang
kami sosialisasikan.(Hasil Wawancara. HH, 27 Juli 2020).
Dengan pembinaan melalui sosialisasi program kerja, diharapkan
para PKL dapat memahami mengenai konsep PKL yang baik dan
ideal. Dimana hal itu harus didukung data yang akurat mengenai
jumlah, jenis usaha dan karakteristik PKL itu sendiri, sehingga dapat
dicarikan formulasi yang tepat untuk suksesnya pembinaan PKL. Berikut
peryataan Pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Gowa yang mengatakan bahwa:
Untuk peruntukan kesuksesan PKL digowa, Minimal mampu
mengubah persepsi yang selama ini berkembang bahwa
53
Pemda seringtidak sejalan dan selalu bertentangan, menjadi
persepsi bahwa PKLmerupakan mitra dalam menciptakan
ketertiban dan keindahan kota. Di satu sisi, PKL mengurangi
keindahan dan mengganggu ketertiban kota. Akan tetapi, di
sisi lain PKL menjadi aset ekonomi daerah yang memberikan
kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah(PAD). Oleh
karena itu PKL perlu dibina dan dikelola untuk menumbuhkan
kesadaran mereka untuk menaati aturan hukum yang berlaku.
(Hasil Wawancara. TM, 30 Juni 2020).
Pembinaan PKL dilakukan melalui dua cara (data sekunder, 2020):
1) Pembinaan secara door to door dengan mendatangi secara langsung
setiap PKL. Biasanya pembinaan dengan cara ini menekankan
agar PKL selalu menjaga kebersihan sekitar tempat jualan.
2) Pembinaan secara bersama-sama dengan mengumpulkan para
PKL. Biasanya pembinaan dengan cara ini melibatkan beberapa
instansi dan pihak terkait. Dengan mengadakan pertemuan-
pertemuan, dialog dan pengarahan setelah dilakukan penertiban
untuk dibina oleh petugas.
Pembinaan mencakup beberapa macam materi yang disesuaikan
dengan tujuannya, diantaranya:
a) Bina Usaha Manusia
Memberikan keterampilan berusaha
Memberikan penyuluhan tentang kewiraswastaan dan
pengenalan kebijakan Pemkot yang berlaku.
b) Bina Sarana dan Prasarana
Menyediakan lokasi penampungan
Menyediakan sarana dan prasarana
54
Memberikan kemudahan dalam proses perizinan
c)Bina Permodalan
Meningkatkan kemampuan manajemen dan administrasi
Meningkatkan kemampuan permodalan dengan fasilitas kredit
c) Bina Pemasaran
Memberikan pengetahuan tentang manajemen pemasaran
Kegiatan kedua dalam kebijakan penataandan pembinaan PKL
berdasarkan Perda Nomor.05 tahun 2009 tentang penataan dan
pembinaan PKL, melihat dari hasil penelitian yang dilakukan memalui
wawancara, observasi dan dokumentasi dapat diketahui bahwa jika
membahas hal Pembinaan yang dilakukan kepada PKL di Kecamatan
Somba Opu telah dilaksanakan kegiatan pembinaan ini dilakukannya
kegiatan penataan dan penempatan PKL sebagian sudah memenuhi poin
yang terdapat dalam regulasi kebijakan, namun masih ada beberapa
kegiatan yang sampai saat ini masih dalam proses pelaksanaan dan
ada beberapa kegiatan yang dianggap kurang optimal dalam
pelaksanaannya dikarenakan sikap kurang kooperatif dari PKL.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa didalam
pelaksanaannya belum efektif, hal ini ditunjukkan dengan fenomena
yang terjadi dilapangan bahwa para PKL masih enggan untuk
berpartisipasi dalam pembentukan forum PKL dikarenakan mereka sudah
memiliki kelompoknya masing-masing, saat kegiatan bimbingan teknis
hal partisipasi untuk mengikuti belum sesuai target.
55
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
Implementasi suatu program dipengaruhi oleh karakteristik badan-
badan pelaksana yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Karakteristik badan-badan pelaksana di sini mencakup struktur organisasi
yang dimiliki dan pengawasan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan.
Adanya struktur organisasi dalam pelaksanaan suatu kebijakan sangat
diperlukan untuk memperjelas pembagian tugas dan fungsi dari masing-
masing pelaksana kebijakan dan mencegah terjadinya tumpeng tindih
tugas dan fungsi tersebut.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan, dapat diketahui
bahwa tim Satuan tugas khusus penataan dan pembinaan Pedagang Kaki
Lima yang di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa memiliki struktur
organisasi dalam pelaksanaan penataan dan pembinaan PKL ini telah
dilaksanakan sesuai dengan acuannya yaitu regulasi Peraturan Daerah
nomor 05 tahun2009 tentang Penataan dan Pembinaan PedagangKakiLima.
Pendekatan yang dilakukan dalam penertiban PKL di Jalan
hertansing adalah melalui cara persuasif yaitu dengan ajakan atau
pembinaan langsung kepada PKL (door to door). Tindakan eksekusi
baru dilakukan apabila sudah sangat diperlukan, yaitu apabilapara PKL
tersebut tetap melanggar ketentuan setelah mendapat teguran dan peringatan
berkali-kali. Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Mayarakat
mengatakan bahwa:
Kami mengajak dan membina langsung PKL yaitu dengan
memberikan informasi dengan cara door to door, mendatangi
56
langsung PKL dan mengajak paguyuban PKL yang ada atau kita
undang langsung ke Kantor Pengelolan PKL biasa juga lewat
instansi terkait seperti Kelurahan, Kecamatan dan Disperindag.
(Hasil Wawancara, HS. 29 Juni 2020)
Seiring dengan pesatnya perkembangan kota, maka dapat terlihat
sekarang ini keberadaan PKL sudah banyak dan mengganggu arus lalu
lintas. Seperti halnya PKL di Jalan Hertasning. Keberadaan mereka
mengurangi keindahan dan kerapian lingkungan sekitar kampus karena
tempat itu merupakan ruang publik. Sebelum Kegiatan penertiban
dilakukan setiap hari secara rutin dengan lokasi yang sudah dijadwalkan.
Jika ada pelanggaran, maka tim gabungan akan menindak. Jika para PKL
tidak mematuhi peraturan yang berlaku maka akan dilakukan penertiban
dengan cara persuasif yang lebih diutamakan sebelum mengambil
tindakan. Dalam setiap penertiban, petugas akan mendatangi dan
memberikan teguran serta peringatan langsung kepada setiap PKL yang
melanggar. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Badan Satuan Polisi
Pamong Praja Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
Tahap pertama penertiban adalah dengan mendatangi PKL
kemudian dijelaskan kalau tidak boleh untuk berjualan kemudian
direlokasi ke Pasar sungguminasa. Saat operasi penertiban, PKL
yang ada didata dulu baru kemudian dibina dan diarahkan. Jika
masih terdapat pelanggaran maka akan diberikan Surat
Peringatan Penertiban dilaksanakan secara persuasif tapi ketika
mereka nekat maka kita lakukan tindakan yustisi, peraturan
mana yang dilanggarakan diajukan ke pengadilan. (Wawancara, 23
Februari 2010). (Hasil Wawancara. HH, 27 Juli 2020).
Apabila ada PKL setelah diberi surat peringatan tiga kali dan
tidak menghiraukannya, petugas dari Kantor Satpol PP akan menindak
57
mereka dengan tindakan penyitaan dan perampasan. Hal ini dijelaskan
pula bahwa
“Setelah kita bina, kemudian ditata namun sampai pemberian
surat peringatan tiga kali belum bisa berjalan dengan baik maka kita
rekomendasikan ke Kantor Satpol PP sebagai Penegak Perda di
lapangan yang mempunyai wewenang untuk melakukan
perampasan, penyitaan dan pemusnahan. (Hasil Wawancara. HH, 27
Juli 2020).
Implementasi suatu kebijakandipengaruhi oleh karakteristik badan-
badanpelaksana yang terlibat dalam pelaksanaankebijakan. Karakteristik
badan-badan pelaksana di sini mencakup struktur organisasi dan
pengawasan.
3. Kepatuhan dan daya tanggap, untuk mencapai tujuan
Satuan Polisi Pamong Prajaadalah salah satu aparat pemerintah yang
merupakan unsurel ini yang selalu terdepan dalam menjaga ketertiban dan
ketentraman dalam masyarakat yang sangat didambakan, baik oleh
pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri dan untuk terciptanya
ketertiban dan ketentraman ini tentunya tidak terlepas dari peran Satuan
Polisi Pamong Praja bekerja sama dengan instansi penegak hukum lainnya.
Oleh karena itu, maka urusan ketertiban dan ketentraman juga diserahkan
kepada Satuan Polisi Pamong Praja guna memaksimalkan sosialisasi produk
hukum, terutama Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, Keputusan Bupati
dan produk hokum perundangan lainnya dalam menjalankan roda
Pemerintahan di daerah kepada masyarakat. Hal tersebut tidak dapat
dilaksanakan sekaligus akan tetapi bertahap dan berkesinambungan,
58
sehingga masyarakat akan memahami arti pentingnya ketaatan dan
kepatuhan terhadap hukum.
Dalam pelaksanaan penegakan peraturan daerah Satuan Polisi
Pamong Praja harus memiliki tanggungjawab terhadap apayang mereka
laksanakan, apabila tidak memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi
terhadap pekerjaan yang akan mereka jalani, maka akan ada bentuk
penyalahgunaan wewenang kerja yang dilakukan dan tidak menjalankan
tugas sesuai denganTupoksi yang ada. Satuan Polisi Pamong Praja untuk
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat berdasarkan payung
hukum yang telah ditetapkan sehingga keseluruhan pelaksanaan organisasi
dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang ada. Kabid
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat mengatakan bahwa:
Pelaksanaan penegakan Peraturan daerah, Satuan Polisi
Pamong Praja tentu menjalankan sesuai dengan mutu yang tinggi,
estimasi waktu yang tepat serta dengan prosedur yang mudah
dipahami oleh masyarakat. Hal tersebut diungkapkan oleh
beberapa aparatur Satuan Polisi Pamong Praja yang
menjalankan penegakan Peraturan daerah tersebut dengan prosedur
yang baik berdasarkan SOP (Standar Oprasional Prosedur) dan
sasaran kerja yang mereka miliki dalam menjalankan penegakan
Peraturan daerah. (Hasil Wawancara, HS. 29 Juni 2020)
Dari hasil wawancara ditas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
satpol pp dalam menjalankan penegakan peraturan daerah tersebut dengan
prosedur yang baik sesuai SOP, dan dari pengamatan penulis melihat bahwa
kontrol pelaksanaan yang dilakukan sebelumnya maka satpol pp melakukan
patrolirutin yang telah dilakukan 1 hari 3 kali dilakukan secara terus
menerus serta penindakan yang akan dilakukan selama satu hari di lokasi
59
yang akan menjadi sasaran penggusuran pedagang kaki lima. Setelah tahap
pemberitahuan melalui proses pengeras suara selanjutnya menyerahkan
surat peringatan kepadaparapedagang kaki lima sebanyak 3 kali peringatan
untuk membongkar sendiri lapak berdagang mereka. Dengan limit waktu 3
X 24 jam. Jika Pedagang Kaki Lima tidak juga memperdulikan surat
peringatan tersebut maka diambil tindakan yakni upaya paksa bongkar lapak
PKL tersebut oleh petugas Satpol PP.
Lingkungan eksternal kebijakan memberikan pengaruh terhadap
implementasi suatu kebijakan karena lingkungan eksternal kebijakan
yang kondusifkan menjadi efektif ketika hal ini menciptakan kondisi yang
mendukung implementasi kebijakan berhasil. Begitu pula sebaliknya,
jika lingkungan eksternal kebijakan tidak kondusif maka dapat
menghambat implementasi kebijakan tersebut. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan kondisi ekonomi dan kondisi social merupakan
salah satu faktor yang menghambat implementasi program. Sedangkan
kondisi politik merupakan salah satu factor yang mendukung implementasi
program. Suatu program akan efektiif dan berhasil diimplementasikan
dalam situasi dan kondisi lingkungan eksternal kebijakan yang kondusif.
Berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada
beberapa hal yang menciptakan kondisi ekonomi pada masyarakat dan
PKL dari kebijakan yang tidak kondusif, Pegawai Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
dengan adanya kebijakan penataan dan pembinaan PKL ini
memberi dampak dalam kecemasan para PKL setelah
60
dipindahkan maka harus membayar sewa lapak dan iuran
lainnya yang hal ini juga mengakibatkan PKL masih tidak
kooperatif dengan kebijakan ini dan adapun dampak yang
mereka rasakan yaitu menurunnya pendapatan para PKL.
Dengan adanya kebijakan ini,terutama PKL di kecamatan dan
daerah yang lain yang direlokasi karena lokasi yang mereka pakai
merupakan zona pelarangan bagi PKL. (Hasil Wawancara. TM, 30
Juni 2020).
Dari pemaparan diatas dapat dikatakan suatu program akan berhasil
diimplementasikan dalam situasi dan kondisi lingkungan eksternal
kebijakan yang mendukung agar implementasi kebijakan berjalan dengan
efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi politik pada
pemerintah dengan kebijakan penataan dan pembinaan PKL di
Kabupaten Gowa ini sudah efektif ditunjukkkan dengan kebijakan penataan
dan pembinaan PKL ini telah mendapatkan dukungan dari DPRD
kabupaten Gowa, dengan adanya inisiatif DPRD membuat Perda untuk
mengatur pada tahun 2009 karena banyaknya masukan dari masyarakat.
C. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong
Praja dalam Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kelurahan
Paccinongan Kec.Somba Opu Kabupaten Gowa.
Pelaksanaan perannya sebagai penegak Perda Pemerintah Kabupaten
Gowa dalam mewujudkan ketentraman dan ketertiban adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang dilaksanakan oleh aparat Satuan Polisi Pamong Praja
dalam rangka membantu masyarakat baik dalam hal ketentraman maupun
ketertiban masyarakat, dalam realitasnya kegiatan tersebut tidak terlepas dari
pengaruh berbagai faktor yang mempengaruhi. Pelaksanaan tugas dan fungsi
Satuan Polisi Pamong Praja dalam suatu unit kerja tidak selamanya berjalan
61
dengan baik seperti yang diharapkan, terkadang dalam pelaksanaannya
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mepengaruhi dalam menegakkan
adapun faktor yang mempengaruhi sebagaimana hasil observasi penulis dan
didukung data primer/sekunder dapat kita lihat penjelasan sebagai berikut:
1. Kemampuan Aparat Satuan Polisi Pamong Praja dalam melayani
Masyarakat.
Kemampuan aparat Satuan Polisi Pamong Praja yang dimaksud
adalah pemahaman secara sistematis menyangkut apa dan bagaimana
mengerjakan suatu tugas tertentu yang berkaitan dengan peran dan fungsi
yang harus ditampilkan dalam menjaga ketentraman masyarakat terkait
dengan penataan dan pembinan pedagang kaki lima yang terindikasi
melanggar area penjualan yang telah ditetapkan sebgai wilayah bebas
pedagang kaki lima yang menyebabkan kemacetan pada pengendara di
daerah kabupaten Gowa. Kemampuan aparat merupakan tuntutan bagi
terwujudnya pelayanan yang memuaskan, karena kesalahan-kesalahan
teknis yang tidak perlu, yang dapat mengganggu kelancaran dapat dihindari
sejauh mungkin. terkait Kemampuan aparat Satuan Polisi Pamong Praja.
Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa yang mengatakan
bahwa:
Tidak bisa dipungkiri bahwa hampir disetiap pelayanan yang baik
kepada masyarakat pendidikan bagain terpenting dalam pemberian
layanan kareana pelaksana lapangan tentu komunikasi langsung
dilakukan dan pemberian sangsi perlu penjelasan yang baik sesuai
atauran jadi SDM begitu penting dimiliki penegak dan pelaksana
perda, dan kami sadari bahwa anggota kami kebanyakan tingkat
pendidikannya rata-rata tingkat menegah saja, dan hanya beberapa
tingkat pendidikannnya strata satu itupun biasanya tidak ditempatkan
62
pada operasi lapangan secara langsung. (Hasil Wawancara. HH, 27
Juli 2020).
Dari hasil wawancara dapat dikata bahwa diisamping itu, aparat yang
cakap memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri untuk melakukan
inovási-inovasi yang dapat membantunya meningkatkan kemampuan
pribadi, sehingga dengan sendirinya dapat meningkatkan kemampuan
profesionalisme dan pelayanan.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, kemampuan aparat tersebut
tumbuh antara lain karena adanya kewenangan yang telah diatur di
dalam Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2004. Dengan kewenangan
tersebut, kreativitas aparat berkembangan secara alamiah dan wajar,
sehingga dapat mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya. Dari sini
dapat dilihat dalam melayani dan mengurus ketentraman masyarakat,
khusunya penataan dan pembinan pedagang kaki lima di kabupaten Gowa
di semua wilayah bebas dari pedagang kaki lima yang bisa jadi perusak
keindaan kota faktor kemampuan aparat dalam memberikan pelayanan
merupakan salah satu faktor pendukung untuk menjalankan peran dan
fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda di Kabupaten
Gowa.
Dalam melakukan penegakan ketentraman dan ketertiban dibutuhkan
kecakapan dan tingkat kemampuan yang relisits dan rasional. Sebagai
motor penggerak dalam upaya penegakan perda dalam penataan dan
pembinaan pedagang kaki lima di Kabupaten Gowa, kualitas atau tingkat
pendidikan menjadi sangat penting bahkan sebagai kunci dalam
63
pelaksanaan perda dilapangan asyarakat. Penanganan kasus dan sengketa
yang terjadi dilapangan terkait dengan pelanggaran perda Kabupaten
Gowa akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aparatur dalam hal
negosiasi ataupun proses lainnya sehingga tingkat pendidikan menjadi hal
utama dalam pelaksanaan penegakan Perda. Sebagaimana asil wawancara
dengan. Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Mayarakat mengatakan
bahwa:
Pendidikan formal maupun non formal sangat menunjang kinerja
Satuan Polisi Pamong Praja di lingkup Kabupaten Gowa karena
dituntut untuk meningkatkan kualitas sehingga dapat lebih
tanggap, responsif, dan profesional di bidangnya. Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP), jumlah personilSatpol PP di Kabupaten
Gowa saat ini berjumlah 732 orang, personil paling banyak itu pada
Satpol PP pendidikandengan jumlah 512 orang, Organik 60, Satpol
PP Kabupaten 160 orang dengan tingkat pendidikan yang
berbeda-beda. (Hasil Wawancara, HS. 29 Juni 2020)
Sebagaimana hasil wawancara diatas maka pendidikan formal dan
informal dapat meningkatkan kinerja dalam menegakan perda dirunag
lingkup pemerintaan gowa. Kinerja personil satuan polisi pamong praja
adalah keseluruhan kemampuan yang dimiliki anggota untuk bekerja
sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan kerja secara optimal dan
berbagai sasaran yang telah diciptakan dengan pengorbanan rasio
kecildengan hasil yang dicapai.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat diperoleh gambaran bahwa
makna pendidikan untuk meningkatkan kinerja personil dalam memahami
tugasdan fungsinya menunjukan taraf tercapainya hasil setelah melakukan
proses usaha yang dilakukan secara sistematis. Kerja yang efektif dapat
64
dilakukan melalui sikap mental yang berpandangan bahwa mutu kerja
merupakan aspek yang dikedepankan. Luasnya peranan dan fungsi setiap
aparatur dalam melakukan upaya penegakan perda harus benar-benar
dipahami oleh tiap individunya sehingga aparatur penegak perda akan
terdorong untuk selalu melakukan tugas-tugas penegakan perda secara
sungguh-sungguh dan terfokus. Segenap aparatur penegak perda
diharapkan senantiasa berupaya untukmengembangkan kemampuan dan
wawasannya seiring dengan perkembangan yang senantiasa dinamis.
2. Koordinasi dan Komunikasi Petugas SatPol PP Kabupaten Gowa.
Koordinasi dan komunikasi dapat diartikan sebagai penyesuaian dari
bagian-bagian satu sama yang lain dan gerakan serta pekerjaan bagian-
bagian pada saat yang tepat sehingga masing-masing dapat memberikan
sumbangan yang maksimal pada hasil secara keseluruhan terkait dalam
melaukan penegakan ketertiban umum dikabupaten Gowa. secara
keseluruhan. Sebenarnya ada 4 prinsip utama dalam koordinasi
yaitu;1. Koordinasi harus dimulai dari tahap permulaan sekali. 2.
Koordinasi adalah proses yang kantinyu. 3. Sepanjang kemungkinan
koordinasi harus merupakan pertemuan bersama-sama dan 4. Perbedaan
dalam pandangan harus dikemukakansecara terbuka dan diselidiki dalam
hubungan dengan situasi seluruhnya.Pegawai Dinas Perindustrian dan
PerdaganganKabupatenGowa yang mengatakanbahwa
Penerapan kebijakan penataan PKL di Kabupaten Gowa baik
langsung maupun tidak langsung adalah untuk membantu
pembinaan dan pengaturan PKL yang ada di wilayah kecamatan
somba opu, namun penataan yang dilakukan dengan kegiatan
65
penertiban (relokasi) justru menimbulkan permasalahan baru apa
lagi ini terkait ekonomi sebagai kebutuhan dasar masyarakat,
seingga untuk lebih efektifnya penegakan perda maka, koordinasi
dan kemunikasi baik sesama satpol pp, pedagang, LSM, dan
instansi terkait perlu dilakukan terus menerus. (Hasil
Wawancara. TM, 30 Juni 2020).
Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa koordinasi
merupakansuatu proses penyatupaduankegiatandari unit-unit yang terpisah
dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dengan
memberikan sumbangan yang maksimal pada hasil secara keseluruhan
sehingga disini koordinasi dalam suatu organisasi dalam rangka
kebersamaan untuk mencapai tujuan haruslah dilaksanakan secara terus-
menerus. Hal inidilakukan untuk saling mengetahui masalah yang sedang
dihadapi bersama agar terhindar dari kerugian sesama tim kerja dalam
organisasi tersebut.
Berbagai langkah memang harus dilakukan instansi pemerintah agar
peningkatan kinerja Satpol PP Kabupaten Gowa tersebut bisa terbentuk
yaitu dengan adanya hubungan timbal balik yang berupa koordinasi dan
komunikasi antara atasan dan bawahan. Maksud dari adanya hubungan
timbal balik tersebut nantinya akan menciptakan suasana kerja yang
harmonis antara atasan dengan bawahan sehingga apabila terdapat kendala
dalam pelaksanaan pekerjaan hal ini cepat segera diatasi dalam hal
pemecahannya.
3. Integritas Petugas SatPol PP Kabupaten Gowa
Integritas menjadi poin penting dalam setiap profesi. Tak terkecuali
bagi petugas SatPol PP di Kabupaten Gowa. Bagi penegak hukum,
66
dalam hal ini peraturan daerah, Sat Pol PPdihadapkan dengan godaan-
godaan yang mengujiintegritasnyasebagaipetugas. Pantauan peneliti di
lapangan menunjukkan jika masih ada petugas Sat Pol PP yang bias diajak
kompromi. Bocornya razia tak jarang informasinya malah muncul dari
orang dalam. Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa yang
mengatakan bahwa:
,Kebocoran penertiban PKL yang disebabkan ulah oknum
petugas Sat Pol PP membuat upaya penertiban yang selama ini
dilakukan seringkali gagal. oknum dari internal Satpol PP dan
juga oknum dari LSM yang melindungi para pedagang saat
melakukan penertiban. Karena saat akan melakukan penertiban
terkadang pedagang yang akan ditertibkan tidak beraktifitas
karena adanya bocoran dari oknum Satpol PP dan LSM. (Hasil
Wawancara. HH, 27 Juli 2020).
Dari hasil wawancara diatas dapat dikatakan masih adanya oknum
yang membocorkan razia yang akan dilakukan loyalitas dan integritas
semua pihak atau instansi terkait perlu ditingkatkan karena masalah lain
yang menjadi ujian bagi integritas petugas Sat Pol PP dan yang terkait
didalamnya adalah soal pungutan liar atau pungli. Pungli berkedok retribusi
keamanan seringkali dilakukan oleh oknum petugas atau orang suruhan
petugas dengan sistem setoran bagi hasil. Dalam sebuah organisasi suatu
instansi pemerintah peningkatan kinerja Satpol PP Kabupaten Gowa
sangatlah diperlukan, hal ini dilakukan agar instansi pemerintah mampu
mencapai target yang telah ditentukan. Disini peningkatan kinerja Satpol
PP Kabupaten Gowa tersebut akan berhasil apabila instansi pemerintah
tersebut memiliki sumber daya manusia yang benar-benar berkualitas
sehingga mampu menjalankan pekerjaan tersebut dengan optimal tapi lain
67
halnya apabila instansi pemerintah tidak memiliki SDM yang berkualitas
maka hasil pekerjaan yang dihasilkannya pun tidak optimal.
Dari hasil pengamatan penulis bahwa. Kemampuan atau keahlian
yang dimiliki oleh anggotaSatpol PP Kabupaten Gowa sudah terbilang
baik, karena saat penertiban anggota Satpol PP mampu melaksanakan
tugasnya dengan baik. Dan apabila ada insiden yang terjadi dilapangan,
anggota Satpol PP mampu untuk menghadapi para pedagang agar mengerti
mengenai pelanggaran yang telah dilanggar oleh para pedagang.
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adala sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan dan
Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Paccinongan Kec. Somba
opu Kabupaten Gowa
a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, (1). Penataan
Pedagang Kaki Lima, Penataan dilaksanakan dalam 2 tahap pula.
Tahap 1 dilaksanakan pada bulan September 2019 sampai
November 2019. Tahap 2 dilaksanakan pada bulan September 2020
sampai November 2020. Sedangkan tahap ini ingin membuat PKL
untuk masa sekarang dan yang akan datang menjadi lebih baik.
Penataan dilakukan secara persuasif dengan melibatkan PKL itu sendiri.
Pada tahap penataan ini pendekatan yang digunakan adalah secara
door to door. (2) Pembinaan Pedagang Kaki Lima, Pembinaan secara
bersama-sama dengan mengumpulkan para PKL. Biasanya pembinaan
dengan cara ini melibatkan beberapa instansi dan pihak terkait.
Dengan mengadakan pertemuan-pertemuan, dialog dan pengarahan
setelah dilakukan penertiban untuk dibina oleh petugas, dengan cara
bina usaha, bina sarana-prasarana dan bina permodalan.
b. Karakteristik lembaga dan penguasa, Adanya struktur organisasi dalam
pelaksanaan suatu kebijakan sangat diperlukan untuk memperjelas
69
pembagian tugas dan fungsi dari masing-masing pelaksana kebijakan
dan mencegah terjadinya tumpeng tindih tugas dan fungsi tersebut.
Memberikan informasi dengan cara mendatangi langsung PKL dengan
pendekatan persuasif mengajak paguyuban PKL ke Kantor Pengelolan
PKL dan juga lewat instansi terkait seperti Kelurahan, Kecamatan
dan Disperindag lakukan pendataan administrasi untuk dibina.
c. Kepatuhan dan daya tanggap, untuk mencapai tujuan, Pamong Praja
bekerja sama dengan instansi penegak hukum lainnya. Oleh karena itu,
maka urusan ketertiban dan ketentraman juga diserahkan kepada Satuan
Polisi Pamong Praja guna memaksimalkan sosialisasi produk hokum,
kondisi politik pada pemerintah dengan kebijakan penataan dan
pembinaan PKL di Kabupaten Gowa ini sudah efektif ditunjukkkan
dengan kebijakan penataan dan pembinaan PKL ini telah
mendapatkan dukungan dari DPRD kabupaten Gowa, denganadanya
inisiatif DPRD membuat Perda untuk mengatur pada tahun 2009
karena banyaknya masukan dari masyarakat.
2. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja
dalam Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kelurahan
Paccinongan Kec.Somba Opu Kabupaten Gowa. (a), Kemampuan Aparat
Satuan Polisi Pamong Praja dalam melayani Masyarakat, (b), Koordinasi
dan Komunikasi Petugas SatPol PP Kabupaten Gowa. Dan (c), Integritas
Petugas SatPol PP Kabupaten Gowa.
70
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran
antara lain yaitu:
1. Untuk meningkatkan keberhasilan Kebijakan Penataan dan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima pada kawasan jalan hertasning kecamatan somba opu
khususnya, untuk kegiatan penataan, pembinaan, dan pengawasa PKL
sebaiknya melakukan peninjauan kembali untuk menjunjang ekonomi
masyarakat, mengenai hal penataan dan pembinaan yang didalamnya
terdapat kegiatan penempatan atau relokasi PKL yang sesuai, penerbitan
yang baru ditujukan untuk masyarakat yang memiliki KTP Gowa,
sedangkan PKL yang tidak ber-KTP Gowa sebenarnya jumlahnya tidak
sedikit, sehingga diharapkan dapat meninjau kembali agar dapat
menyeluruh mengenai penataan dan pembinaan PKL.
2. Untuk Standar kebijakan dan sasaran kebijakan dalam hal ini sebaiknya
perlu, untuk lebih meningkatkan integritas anggota, pendidikan foramal dan
informalnya, komunikasi dan koordinasi selalu dijaga setiap instansi terkait
kemudian dibuat SOP secara tertulis sebagai pedoman pelaksanaan
kebijakan perda tersebut. SOP dibutuhkan guna memperjelas tata cara
pelaksanaan yang dilakukan oleh aparatur, sehingga kebijakan ini dapat
berjalan secara terstruktur. Dalam menyusun grand desain sebuah
kebijakan/program maka harus melibatkan seluruh stakeholder, dalam hal
ini yang akan terlibat langsung dalam implementasi program ini adalah
71
SATPOL PP yang dalam hal ini juga memegang hak untuk penegakan
hukum
72
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2007. Manejemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.
Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World,
Princnton University Press, New Jersey.
Handayaniningrat.,2002. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan
Nasional, CV. Haji Mas Agung. Jakarta
Handoko, 2010, Manajemen Personalia & Sumber daya Manusia, Edisi kedua,
BPFE UGM Yogyakarta.
Handayaniningrat.,1997. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan
Nasional, CV. Haji Mas Agung. Jakarta.
Hasibuan, Melayu, 2009. Manejemen Dasar Penegertian dan Masalah, Gunung
Agung. Jakarta.
Inu Kencana Syafi'ie, 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. PT, Refika
Aditama, Bandung.
Kartasasmita, Ginanjar, 1996. Membangun Perekonomian Rakyat.
Pustaka Pelajar Bekerjasama dengan IDEA. Yokyakarta.
LANRI, 1997, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jilid III Edisa
Ketiga, Haji Mas Agung. Jakarta.
Miftah Thoha, 2002. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. PT
Raja Grapindo Persada. Jakarta.
Mulyono, 2008, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan,
Yogyakarta: Ar-Ruzz. Ke-9, (Bandung: Rosda Karya, 2008),
Murhani, 2008. Aspek Hukum Pengawasan Pemerintahan Daerah. Laksbang
Mediatama.Yokyakarta.
Ndraha, Taliziduhu, 1983. Metodelogi Pemerintahan Indonesia. Bina Aksara.
Bandung.
Nawawi, Ismail, 2009, Public Policy, Analisis Strategi Teori dan Praktek, CV.
Putra Media Nusantara, Surabaya.
Rasyid, Ryass, 2000. Makna Pemerintahan, Tinjauan dari Segi Etika dan
Kepemimpinan. Mutiara Sumberwidya. Jakarta.
73
Siagian, Sondang (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia (cetakan 15).
Jakarta: Bumi Aksara
Suradinata, 2009), Perbandinagn Sistem Politik, Mecphiso Grafika: Surabaya.
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono. 2011. Memahami Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R& D.
Alfabeta, Bandung
Suryaningrat, Bayu. 1981, Wewenang Tugas dan Kewajiban Camat.Surabaya
Pacto. Jakarta.
Soewarno, Mulyono, 1986. Penerapan Produktivitas Dalam Organisasi. Bumi
Aksara. Jakarta.
Sutarto. 1995, Dasar-Dasar Organisasi . Gajah Mada University
Press.Yokyakarta.
Syarifuddin, Ateng. 1976, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Di
Daerah.Tarsito. Bandung.
Sujanto, 1984, Otonomi Daerah Yang Nyata Dan BertanggungJawab, Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Soejito Irwan, 1984, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bina
Aksara. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Sebagai
Awal dari Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Perda Nomor 05 Tahun 2009 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima Di Kabupaten Gowa.
74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
75
1. Satpol PP Gowa Mengadakan Rapat Dengan Pedagang Kaki Lila
2. Penertiban Pedagang
76
3. Perlawanan Pedagang Ketika di Tertibkan
.
4. Pertemuan Pedagang dengan Satpol PP di Kantor
5. Pertemuan Pedagang dengan Satpol PP di Kantor
77
6. Penyataan Surat Peringatan PKL
7. Pernyataan Surat Perinatan
8. Pendataan PKL oleh Satpol PP
78
9. Pemberian Surat Teguran