Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PELAKSANAAN METODE BANDONGAN PADA
MATA PELAJARAN FIQIH DALAM
MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS SANTRI
DI SMA PLUS IBADURRAHMAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh:
Nada Nadhifah
NIM 11170110000101
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi yang berjudul Pelaksanaan Metode Bandongan pada Mata
Pelajaran Fiqih dalam Mengembangkan Berpikir Kritis Santri di SMA Plus
Ibadurrahman yang disusun oleh Nada Nadhifah NIM. 11170110000101.
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan LULUS dalam Ujian Munaqasah
pada hari Rabu tanggal 7 April 2021 dihadapan dewan penguji. Karena itu penulis
berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) dalam bidang Pendidikan
Agama Islam.
Jakarta, 27 April 2021
Panitia Ujian Munaqasah Tanggal Tanda Tangan
Ketua Program Studi PAI
Drs. Abdul Haris, M.Ag
NIP. 19660901 199503 1 001
04-05-2021
Sekretaris Program Studi PAI
Drs. Rusdi Jamil, M.Ag
NIP. 19621231 199503 1 005
02-05-2021
Penguji I
Dr. Heny Narendrany Hidayati, M. Pd
NIP. 19710512 199603 2 002
02-05-2021
Penguji II
Yudhi Munadi, M. Ag
NIP. 19701203 199803 1 003
30-04-2021
iv
iv
ABSTRAK
Nada Nadhifah (NIM: 11170110000101). Pelaksanaan Metode Bandongan
pada Mata Pelajaran Fiqih dalam Mengembangkan Berpikir Kritis Santri di SMA
Plus Ibadurrahman. Penelitian ini dilakukan di SMA Plus Ibadurrahman yang
bertujuan untuk mengetahui 1) Bagaimana pelaksanaan metode bandongan pada
mata pelajaran fiqih, 2) Perkembangan berpikir kritis santri, dan 3) Faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan metode bandongan pada mata pelajaran fiqih dalam
mengembangkan berpikir kritis santri di SMA Plus Ibadurrahman.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik
dalam pengumpulan data pada penelitian ini ialah menggunakan wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Wawancara ini dilakukan kepada kepala sekolah,
ustaz, dan santri. Observasi dilakukan dengan melihat ustaz saat pelaksanaan
metode bandongan selama pembelajaran fiqih dari awal hingga akhir. Dokumentasi
penelitian dilakukan untuk memperoleh dokumen, data sekolah dan kegiatan
pelaksanaan metode bandongan. Kemudian teknik dalam menganalisis data pada
penelitian ini menggunakan triangulasi.
Berdasarkan hasil dari penelitian, ditemukan guru fiqih di SMA Plus
Ibadurrahman sudah melaksanakan metode bandongan dengan baik. Metode
bandongan yang diterapkan adalah metode bandongan dengan sistem halaqah.
Adapun tahap-tahap metode bandongan yang dilaksanakan yaitu pendahuluan,
membaca dan menerjemahkan kitab, merumuskan masalah, kesempatan bertanya,
diskusi dan presentasi, penjelasan dan meluruskan kesalahpahaman, ustaz
memberikan pertanyaan, dan penutup. Karakteristik yang berkembang pada santri
SMA Plus Ibadurrahman selama pelaksanaan metode bandongan yaitu berpikiran
terbuka, informasi terpercaya, berargumen, bernalar logis, melihat fenomena dari
berbagai sudut pandang, mengajukan pertanyaan, mengidentifikasi asumsi,
membuat kesimpulan, rasa ingin tahu, menjadi orang yang lebih baik, percaya diri,
fleksibel dalam mempertimbangkan opini, memahami pendapat orang lain, hati-
hati dalam membuat penilaian, dan menimbangkan kembali pandangan.
Berdasarkan hal tersebut maka keterampilan berpikir kritis santri di SMA Plus
Ibadurrahman sudah dikembangkan dan dilaksanakan dengan baik. Faktor
pendukung metode bandongan ialah 1) Metode yang sesuai dengan sekolah yang
berbasis pondok pesantren, 2) Guru-guru salafi yang modern, 3) Banyaknya
kelebihan metode bandongan juga karena pembahasannya sesuai dengan
kenyataan, penjelasannya lebih rinci, aktif bertanya, dan membantu santri
mengembangkan berpikir kritisnya, 4) Metode ini membuat mereka bersemangat.
Faktor penghambat metode bandongan ialah 1) Kurangnya guru, 2) Sarana dan
prasarana yang belum mencukupi, 3) Santri belum menulis salinan kitab dan
kurangnya waktu, dan 4) Santri yang mengantuk saat pelajaran.
Kata Kunci: Metode Bandongan, Mata Pelajaran Fiqih, dan Berpikir Kritis
v
ABSTRACT
Nada Nadhifah (NIM: 11170110000101). Implementation of Bandongan
Method in Fiqh Subjects in Developing Santri's Critical Thinking at SMA Plus
Ibadurrahman. This research was conducted at SMA Plus Ibadurrahman which aims
to know 1) How the bandongan method is implemented in fiqh subjects, 2) The
development of critical thinking of students, and 3) Factors that influence the
implementation of the bandongan method in fiqh subjects in developing the critical
thinking of students at SMA Plus Ibadurrahman.
This research uses descriptive qualitative research methods. Techniques in
data collection in this study are to use interviews, observation, and documentation.
These interviews were conducted with the principal, ustaz, and students.
Observations were made by looking at the ustaz during the implementation of the
bandongan method during fiqh learning from beginning to end. Research
documentation was carried out to obtain documents, school data and the
implementation of the bandongan method. Then the technique in analyzing the data
in this study used triangulation.
Based on the results of the research, it was found the fiqh teachers at SMA
Plus Ibadurrahman had implemented the bandongan method well. The bandongan
method applied is the bandongan method with the halaqah system. The stages of
the bandongan method are carried out, namely preliminaries, reading and
translating books, formulating problems, opportunities to ask questions,
discussions, and presentations, explaining and straightening out misunderstandings,
ustaz giving questions, and closing. The characteristics that developed in SMA Plus
Ibadurrahman students during the implementation of the bandongan method were
open-minded, trusted information, argued, logical reasoning, seeing phenomena
from various points of view, asking questions, identifying assumptions, making
conclusions, curiosity, becoming a better person, confident, flexible in considering
opinions, understand the opinions of others, be careful in making judgments, and
reconsider views. Based on this, the critical thinking skills of students at SMA Plus
Ibadurrahman have been developed and implemented well. The supporting factors
for the bandongan method are 1) The method is suitable for schools based on
Islamic boarding schools, 2) Modern salafi teachers, 3) The many advantages of the
bandongan method are also because the discussion is following reality, the
explanation is more detailed, actively asks questions, and helps students develop
critical thinking, 4) This method makes them excited. The inhibiting factors for the
bandongan method are 1) Lack of teachers, 2) Inadequate facilities and
infrastructure, 3) Santri have not written copies of books and lack of time, and 4)
Santri are sleepy during lessons.
Keywords: Bandongan Method, Fiqh Subjects, and Critical Thinking.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta
alam, penulis bersyukur telah menyelesaikan skripsi ini dengan baik berkat kuasa
serta nikmat-Nya yang diberikan. Teriring shalawat serta salam yang tidak lupa
penulis haturkan kepada imam dari para nabi, kekasih Allah tercinta yaitu Nabi
Muhammad SAW. Karena Beliau telah menuntun umatnya dari zaman jahilliyah
hingga zaman islam seperti sekarang ini, minadzulumati ilan nur.
Penulis mengakui dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, dan juga
menyadari bahwa banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Akan tetapi berkat
dukungan, doa-doa, serta saran dan kalimat yang membangun dari berbagai pihak
itulah yang membantu saya untuk istiqomah dan bersungguh-sungguh dalam
menyelesaikan penelitian ini. Dengan demikian saya sebagai penulis mengucapkan
terimakasih banyak kepada:
1. Drs. Abdul Haris, M.Ag selaku Kaprodi Pendidikan Agama Islam.
2. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag selaku Sekretaris Prodi Pendidikan Agama Islam.
3. Dr. Bahrissalim, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
meluangkan waktunya untuk selalu membimbing sampai saat ini.
4. Dr. Dimyati, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan selama proses pembuatan skripsi.
5. Almukarom Alm. KH. Drs. Achmad Ihsan dan KH. Faiz Dzu Darain, S.SI
beserta keluarga Pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman.
6. Almukarom Ustaz Muslihin Jamil, S.Pd.I selaku kepala sekolah SMA Plus
Ibadurrahman dan Ustaz Abu Nizhom selaku guru fiqih di SMA Plus
Ibadurrahman.
vii
7. Ibu dan Bapak yang selalu mendoakan juga memberikan dukungan, baik
dari segi moril ataupun materiil.
8. Kawan-kawan mahasiswa/i angkatan 2017 serta santri pondok pesantren
Mumtaz Ibadurrahman yang sudah membantu berkontribusi, memberi
dukungan, dorongan, semangat, dan do’a.
9. Dan kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini
namun namanya tidak disebutkan satu persatu.
Penulis mengakui jasa kalian tidak akan terbalaskan oleh segalanya, hanya
dapat mendoakan kembali dan semoga menerima balasan dari Allah SWT dengan
kebaikan yang lebih baik di dunia ataupun di akhirat, Aamiin.
Demikianlah penelitian ini yang penulis teliti dan penulis sudah berusaha
membuat hasil penelitian dalam bentuk skripsi ini dengan sangat baik dengan
memperhatikan dari segi tulisan ataupun hal lainnya untuk mengurangi kesalahan.
Penulis sangat mengharapkan agar skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi
siapa saja yang membacanya dan tentunya bagi penulis sendiri. Penulis
membutuhkan saran atau kritikan yang membangun demi penulisan yang lebih baik
lagi di masa mendatang.
Tangerang, 15 September 2020
Penulis
Nada Nadhifah
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 6
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 6
D. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
F. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 8
BAB II KAJIAN TEORETIK ........................................................................ 9
A. Metode Bandongan ............................................................................... 9
1. Pengertian Metode Pembelajaran ...................................................... 9
2. Metode Bandongan ......................................................................... 10
3. Sistem Kelompok Kelas dalam Metode Bandongan (Halaqah) ..... 16
B. Pembelajaran Fiqih ............................................................................. 17
C. Berpikir Kritis ..................................................................................... 20
D. Santri ................................................................................................... 24
E. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................ 26
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 29
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 29
B. Latar Penelitian (Setting) .................................................................... 29
C. Metode Penelitian ............................................................................... 29
D. Instrumen Penelitian ........................................................................... 30
E. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 31
F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................. 33
G. Teknik Analisis Data .......................................................................... 34
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 35
A. Deskripsi Data..................................................................................... 35
B. Pembahasan Temuan Penelitian ......................................................... 40
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 73
A. Kesimpulan ......................................................................................... 73
B. Saran ................................................................................................... 74
C. Keterbatasan Penelitian....................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 76
LAMPIRAN ................................................................................................... 81
UJI REFERENSI ........................................................................................ 111
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Berpikir Kritis ........................................................... 22
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Observasi Pelaksanaan Metode Bandongan .................... 30
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Wawancara Pelaksanaan Metode Bandongan ................. 30
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Dokumentasi Pelaksanaan Metode Bandongan .............. 31
Tabel 4.1 Guru di SMA Plus Ibadurrahman ................................................... 37
Tabel 4.2 Peserta Didik di SMA Plus Ibadurrahman ...................................... 39
Tabel 4.3 Pertanyaan Fiqih di kelas XII.2 IPA ............................................... 50
Tabel 4.4 Jawaban dari Diskusi ...................................................................... 52
Tabel 4.5 Penjelasan dan Meluruskan Kesalahpahaman ................................ 56
Tabel 4.6 Pertanyaan Ustaz Kepada Santri Kelas XII.2 IPA .......................... 59
Tabel 4.7 Karakteristik Berpikir Kritis pada Tahap Metode Bandongan ....... 62
Tabel 4.8 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Metode Bandongan dalam
Mengembangkan Berpikir Kritis Santri di SMA Plus Ibadurrahman
........................................................................................................ 70
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman .. 37
Gambar 4.2 Kegiatan Pendahuluan ................................................................. 44
Gambar 4.3 Membaca dan Menerjemahkan Kitab ......................................... 47
Gambar 4.4 Merumuskan Masalah ................................................................. 49
Gambar 4.5 Kesempatan Bertanya .................................................................. 51
Gambar 4.6 Diskusi dan Presentasi ................................................................. 55
Gambar 4.7 Penjelasan dan Meluruskan Kesalahpahaman ............................. 58
Gambar 4.8 Ustaz Memberikan Pertanyaan .................................................... 60
Gambar 4.9 Kegiatan Penutup ........................................................................ 61
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Pedoman Wawancara Kepala Sekolah SMA Plus Ibadurrahman
Lampiran 2: Pedoman Wawancara Guru Fiqih di SMA Plus Ibadurrahman
Lampiran 3: Pedoman Wawancara Santri Kelas XII.2 IPA Putri di SMA Plus
Ibadurrahman
Lampiran 4: Hasil Wawancara Kepala Sekolah
Lampiran 5: Hasil Wawancara Guru Fiqih
Lampiran 6: Hasil Wawancara Santri Kelas XII.2 IPA SMA Plus Ibadurrahman
Lampiran 7: Foto Kegiatan
Lampiran 8: Uji Referensi
Lampiran 9: Biodata Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan kewajiban manusia dan harus selalu belajar selama
manusia itu masih hidup. Manusia tidak dapat hidup sebagai manusia jika ia tidak
dididik oleh siapapun.1 Proses belajar terjadi secara mental sehingga tidak dapat
diamati sehingga ia bersifat abstrak. Oleh karenanya itu hanya akan dapat diamati
ketika terajadi perubahan perilaku seseorang dari perilaku yang sebelumnya.2
Sedangkan Sagne berpendapat bahwa belajar adalah proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi
kopabilitas baru, berupa keterampilan pengetahuan, sikap, dan nilai.3
Pada abad ke-21 terdapat keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap
orang agar dapat menghadapi berbagai rintangan, permasalahan dan rintangan.
National Education Association menyebutkan bahwa keterampilan tersebut adalah
“The 4Cs” yaitu kritis, kreatif, kolaborasi, dan komunikasi.4 Kemampuan berpikir
kritis sangat penting dan berfungsi sangat efektif di semua aspek dalam kehidupan.
Dengan demikian maka kemampuan berpikir kritis harus dikembangkan dari kecil
ketika di sekolah, rumah ataupun di lingkungan. Untuk mencapai hasil yang optimal
maka selama proses pembelajaran membutuhkan kegiatan berpikir secara aktif dan
untuk mendapatkan hasil yang optimal di dalam berpikir secara aktif maka
dibutuhkan pemikiran kritis peserta didik.5
1 M Thobroni, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2015), Cet Ke-1, h. 15. 2 Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2015), Cet 1, h. 20. 3 Moh Suardi, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), cet ke-1, h. 10. 4 I Wayan Redhana, Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 Dalam Pembelajaran Kimia,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume. 13, Nomor. 1, 2019, hal 2239 – 2253. h. 2241. 5 Deti Ahmatika, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Pendekatan
Inquiry/Discovery, Program studi P.MTK Cirebon, 2016. Jurnal Euclid, volume. 3, No. 1, page 377-
525. h. 377-378.
2
Fakta yang muncul dalam pembelajaran di dalam kelas diantaranya proses
yang cenderung monoton ketika belajar dan respon peserta didik kurang positif.6
Karena berpikir kritis itu sangat penting maka proses pembelajaran guru harus
selalu berinovasi dalam mengajar.7 Akan tetapi fakta yang ditemukan menunjukkan
bahwa kemampuan berpikir kritis siswa rendah, dapat dilihat dari kualitas
pertanyaan dan kualitas jawaban siswa. Siswa dalam menggunakan daya nalarnya
itu kurang terutama dalam menanggapi informasi yang didapat.8 Ketika guru saja
yang aktif maka membuat pembelajaran yang monoton dan akan membuat siswa
pasif selama pembelajaran, bahkan ditemukan banyak siswa yang jenuh dalam
belajar menyebabkan siswa kurang aktif dalam berpikir dan membuat pertanyaan.9
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka guru memiliki tugas untuk
melaksanakan pembelajaran yang efektif dan dapat mengembangkan keterampilan
berpikir kritis siswa. Pembelajaran yang baik itu jika terdapat interaksi selama
proses pembelajarannya di antara guru dan peserta didik, seperti peserta didik aktif
berdiskusi, menelaah, mengevaluasi, memberikan kesimpulan, dan memberikan
pertanyaan, maka akan membuat peserta didik lebih mengembangkan keterampilan
berpikir kritisnya.
Guru ketika mengembangkan kegiatan belajar mengajar ia pasti berusaha
untuk mencapai tujuan. Salah satu usahanya yaitu menerapkan metode
pembelajaran.10 Dalam pendidikan Islam, metode memiliki kedudukan sangat
penting untuk tercapainya tujuan. Metode menjadi sarana ketika menyampaikan
6 Bistari Basuni Yusuf, Konsep dan Indikator Pembelajaran Efektif, P.Matematika FKIP Untan.
Jurnal Kajian Pembelajaran dan Keilmuan, Vol. 1, No. 2, Oktober 2017-Maret 2018. h. 13. 7 Purna Bayu Nugroho, Scaffolding Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dalam
Pembelajaran Matematika, STKIP Muhammadiyah Kotabumi Lampung, Jurnal Silogisme: Kajian
Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Juni 2017, Vol. 2, No.1. ISSN: 2527-6182. h. 15. 8 Ibid. 9 Hasil observasi kelas XII pada tanggal 31 Agustus 2020. 10Samiudin, Peran Metode Untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran, Jurnal Studi Islam, Volume.
11, No. 2, Desember 2016. Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana Bangil, Indonesia. h. 118
3
materi pelajaran. Jika tidak ada metode maka materi pelajaran tidak akan efektif
dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan.11
Pesantren adalah lembaga Pendidikan Islam yang telah lama tumbuh dan
berkembang. Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional yang sudah ada
sebelum sekolah umum atau madrasah- berdiri.12 Pada masa lalu pesantren
memberikan pengajaran formal satu-satunya dengan pengajaran kitab-kitab klasik
terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’i.13
Dalam penggunaan metode, ada perbedaan yang khas antara pendidikan
formal dengan pendidikan pesantren. Pendidikan pesantren memiliki ciri khas
metode pembelajaran kitab dengan cara wetonan atau bandongan, sorogan dan
hafalan.14 Metode bandongan atau juga disebut dengan wetonan adalah metode
pengajaran dengan cara ustaz/kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan
mengulas kitab/buku-buku keislaman dalam Bahasa Arab, sedangkan santri
mendengarkannya. Mereka membuat catatan-catatan berupa arti ataupun
keterangan dari kata-kata yang diutarakan oleh ustaz atau kiai tersebut.15 Dan dalam
metode bandongan, sistem kelas disebut dengan halaqah.16
Metode bandongan yang menjadi fokus peneliti, banyak sekali yang
menganggap bahwa metode ini klasik dan ketinggalan zaman, namun sampai saat
ini masih banyak sekali sekolah berbasis pesantren yang masih tetap menggunakan
bandongan sebagai metode pembelajarannya, terutama pelajaran yang
menggunakan kitab-kitab Islam. Maka dilihat dari banyaknya pesantren yang masih
11 M. Irfangi, “Implementasi Metode Kisah dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah
Aliyah”. DOI: https://doi.org/10.24090/jk.v5i1.1255 e-ISSN 2598-4845; p-ISSN 2355-018X. Jurnal
kependidikan, Vol. 5, No.1. Mei 2017, h. 69. 12 Ahmad Syafi’ie Noor, “Orientasi Pengembangan Pendidikan Pesantren Tradisional”.
(Jakarta: Prenada, 2009). h. 15 13 Zamakhsyari Dhofier. “Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia”. (Jakarta: LP3ES, 2011). h. 86. 14 H. A. Idhoh Anas, “Kurikulum Dan Metodologi Pembelajaran Pesantren”, Jurusan Tarbiyah
STAIN Pekalongan. Jurnal Cendekia, Vol. 10, No. 1, 2012. h. 37. 15 Kompri. “Manajemen & Kepemimpinan Pondok Pesantren”. (Jakarta: Prenada Media,
2018). h. 131. 16 Nurcholis Madjid, “Bilik-Bilik Pesantren”, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 34.
4
menggunakan metode bandongan sebagai metode pembelajarannya berarti metode
ini masih eksis dan memberikan dampak yang positif bagi peserta didik.
Menurut Effendi Chairi dalam jurnal manajemen pendidikan Islam,
“metode bandongan jika hanya diterapkan menggunakan cara yang lama maka
tidak akan relevan dengan kebutuhan peserta didik pada abad 21 ini. Metode
bandongan klasik tidak akan mampu meningkatkan daya kognitif santri karena
masih kental dengan suasana monologis yang menekankan daya ingatan semata.”17
Dalam jurnal modernisasi pendidikan Islam di Indonesia milik Saihu,
“menurut Mahmud Yunus bahwa metode bandongan yang diterapkan di pesantren
hanya bisa menghasilkan 1% santri yang pandai dan dan 99% pandai hanya untuk
membeli minyak atau kebutuhan dapur dengan harga yang murah”.18
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilihat bahwa metode ini dikenal
sangat tidak efektif karena pelaksanaanya hanya ustaz atau kyai saja yang aktif
sedangkan santri tidak aktif. Mengenai hal tersebut berdasarkan wawancara dengan
ustaz Muslihin Jamil selaku kepala sekolah di SMA Plus Ibadurrahman yang
menerapkan metode bandongan di sekolah tersebut sangat amat menyayangkan jika
pandangan metode bandongan dianggap tidak efektif sebab dalam pelaksanaannya
di sekolah ini santri turut serta dan aktif dalam pembelajaran, hanya masalah faktor
yang mempengaruhinya saja seperti kemampuan gurunya dalam melaksanakan
metode itu di kelas.19
Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ini berbeda antara satu pondok
pesantren dengan pondok pesantren lainnya, dalam arti tidak ada keseragaman
sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya.20 Metode
bandongan lebih dikenal dengan metode tradisional yang ketinggalan zaman dan
17 Ibid. h. 83. 18 Saihu, “Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia”. Dosen STIT Al Amin Banten. Al
Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981 E-ISSN: 2685-1148. Volume 3,
No 1, 2015. h. 14. 19 Hasil wawancara dengan Ustaz Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus
Ibadurrahman pada tanggal 31 Agustus 2020. 20 Ridawati, “Taffaquh Fiddin dan Implementasinya pada Pondok Pesantren di Jawa Barat”.
(Indragiri: PT. Indragiri Dot Com, 2020). h. 225.
5
tidak efektif, akan tetapi tidak sedikit pula guru, ustaz atau kiai yang menerapkan
metode bandongan ini dengan memperhatikan kebutuhan peserta didik sehingga
pembelajaran dapat berjalan dengan baik.21
Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan dalam lingkungan pesantren
dapat digolongkan menjadi delapan kelompok: 1. Nahwu-Sharaf, 2. Fiqh, 3. Ushul
Fiqh, 4. Hadits, 5. Tafsir, 6. Tauhid, 7. Tasawuf dan etika (Akhlak), 8. Cabang-
cabang lain seperti Tarikh dan Balaghoh.22 Fiqih umumnya diartikan oleh para
ulama sebagai kumpulan hukum amaliyah yang sifatnya akan diamalkan yang
disyariatkan Islam. Pengetahuan tentang hukum-hukum agama atau syariat
memang dalam jangka waktu yang lama sekali memegang dominasi dunia
pemikiran atau intelektual Islam.23
Besarnya perhatian terhadap fiqih barangkali disebabkan karena fiqihlah
diantara cabang ilmu agama Islam yang dianggap paling penting. Fiqih
mengandung berbagai implikasi kongkrit terhadap perilaku keseharian individu
maupun masyarakat. Fiqih yang mengatur tentang hal-hal yang dilarang maupun
hal-hal yang dianjurkan. Oleh sebab itu fiqih merupakan inti pendidikan
pesantren.24 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru
mata pelajaran fiqih beliau menyatakan bahwa menjadi tantangan tersendiri ketika
mata pelajaran fiqih yang diajarkan di sekolah menggunakan kitab-kitab Islam
klasik dan bukan menggunakan LKS atau buku paket, maka dari itu guru harus
memilih metode yang sesuai dengan materi pembelajaran dan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik untuk aktif serta mengembangkan kemampuan berpikir
untuk menjawab permasalahan-permasalahan di masa yang akan datang.25
Dari penjelasan di atas maka penting sekali melakukan penelitian bagi
peneliti untuk mengkaji lebih dalam terkait pelaksanaan metode bandongan pada
21 Observasi kelas XII pada mata pelajaran fiqih di SMA Plus Ibadurrahman pada tanggal 31
Agustus 2020. 22 Ahmad Syafi’ie Noor Op.Cit,. h. 56. 23 Yasmadi, “Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid terhadap Pendidikan Islam
Tradisional”. (Jakarta: Ciputat Press, 2002). h. 81. 24 Ibid. 25 Pernyataan Ustaz Abu Nizhom selaku guru mata pelajaran fiqih pada tanggal 31 Agustus
2020.
6
mata pelajaran fiqih dalam mengembangkan berpikir kritis santri. Berdasarkan hal
tersebut maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul: “PELAKSANAAN
METODE BANDONGAN PADA MATA PELAJARAN FIQIH DALAM
MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS SANTRI DI SMA PLUS
IBADURRAHMAN”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah-masalah yang
ditemukan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Guru, Ustaz, atau Kiai kurang memberikan dorongan dalam
mengembangkan daya berpikir kritis santri selama proses pembelajaran.
2. Metode bandongan dianggap metode yang klasik, ketinggalan zaman dan
kurang efektif.
3. Peserta didik atau santri pada abad 21 ini dituntut untuk lebih menguasai
banyak hal. Santri harus diberikan bekal untuk menjawab permasalahan-
permasalahan di masa yang akan datang.
4. Mata pelajaran fiqih yang menggunakan kitab Islam klasik dalam
pembelajarannya maka perlu perhatian lebih terkait dengan metode
pembelajaran agar sesuai dengan materi dan juga kebutuhan peserta didik.
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini tidak terlalu luas dan juga terarah maka perlu
adanya pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi
masalah di atas, maka penulis hanya membatasi pada:
a. Bandongan adalah metode pengajaran dengan cara kiai atau ustaz
membaca, menerjemahkan, menerangkan, mengulas kitab, atau buku
keislaman dalam bahasa Arab dan santri mendengarkannya.26
b. Fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Islam yang
berhubungan dengan perbuatan manusia. 27
26 Kompri, Loc. Cit. 27 Hafsah, “Pembelajaran Fiqih”. (Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis, 2016). h. 3
7
c. Berpikir kritis adalah proses berpikir terampil dan bertanggung jawab ketika
seseorang mempelajari suatu permasalahan dari semua sudut pandang dan
dapat memperoleh pertimbangan terbaik untuk menarik kesimpulan.28
d. Santri adalah para murid atau peserta didik pesantren yang belajar dan
diasramakan dalam suatu kompleks yang dinamakan pondok.29
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
peneliti sebutkan di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian ini
sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan metode bandongan pada mata pelajaran Fiqih
dalam mengembangkan berpikir kritis santri di SMA Plus Ibadurrahman?
2. Bagaimana perkembangan keterampilan berpikir kritis santri di SMA Plus
Ibadurrahman?
3. Apasaja faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode bandongan pada
mata pelajaran Fiqih di SMA Plus Ibadurrahman?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui serta mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan metode
bandongan pada mata pelajaran fiqih dalam mengembangkan berpikir kritis
santri di SMA Plus Ibadurrahman.
2. Untuk mengetahui perkembangan keterampilan berpikir kritis santri di
SMA Plus Ibadurrahman.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode
bandongan pada mata pelajaran fiqih di SMA Plus Ibadurrahman.
28 Ridwan Abdullah Sani, “Pembelajaran Berbasis HOTS (Higher Order Thingking Skills)”,
(Tangerang: Tsmart Printing, 2019). h. 15. 29 Ahmad Syafi’ie Noor, Op.Cit,. h. 73.
8
F. Kegunaan Penelitian
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat,
diantaranya sebagai berikut:
a. Kegunaan Secara Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan manfaat dengan menambahnya
ilmu pengetahuan, wawasan, serta pengalaman khususnya bagi bidang Pendidikan
Agama Islam yang terkait dengan metode bandongan terutama dalam mempelajari
kitab-kitab klasik atau kitab kuning seperti kitab-kitab fiqih.
b. Kegunaan Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Peneliti berharap penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan,
wawasan, serta wawasan yang baru bagi peneliti sendiri, dan semoga
penelitian ini dapat memberikan informasi baru mengenai pembelajaran
dengan cara penerapan metode pembelajaran yang dapat menunjang proses
belajar mengajar di sekolah ketika kelak menjadi guru.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat dijadikan tambahan
informasi untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran khususnya dalam
pelaksanaan metode bandongan untuk menunjang mutu Pendidikan Agama
Islam pada umumnya, khususnya pada mata pelajaran fiqih.
c. Bagi Masyarakat
Peneliti berharap masyarakat dapat menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan baru terkait metode bandongan yang dapat dilaksanakan
untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada abad 21 ini,
terutama dalam Pendidikan Agama Islam khususnya mata pelajaran fiqih.
d. Bagi Peneliti Lain
Peneliti berharap agar penelitian ini dapat memberikan informasi
tambahan terkait pembelajaran fiqih atau Pendidikan Agama Islam, dan
semoga dapat menjadi gambaran, sumber referensi atau rujukan tambahan
yang relevan apabila peneliti lain juga melakukan penelitian yang sama.
9
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Metode Bandongan
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Secara etimologi istilah metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos”
kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “Metha” yang berarti melewati atau melalui
dan “Hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa arab metode disebut “Thariqat” dan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-
baik untuk mencapai maksud.30 Dalam proses belajar mengajar, sudah pasti
terdapat metode pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan cara-cara yang
ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan dan
mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak
yang memuaskan.31
Dalam pembelajaran tugas guru adalah sebagai perancang yaitu
merencanakan bahan-bahan pembelajaran yang mereka buat dan dikembangkan
sendiri, serta sebagai pengelola pembelajaran yaitu proses mengamati apakah
pembelajaran disampaikan secara efektif kepada peserta didik baik dengan
komunikasi lisan, bacaan, atau media lain.32 Pemilihan metode pembelajaran yang
tepat akan mempengaruhi suasana belajar yang menyenangkan dan memungkinkan
siswa untuk mengembangkan kreatifitas.33 Hubungan antara tujuan Pendidikan
Agama Islam merupakan sebab akibat, apabila metode pendidikan digunakan
dengan tepat maka tujuan pendidikan besar kemungkinan akan tercapai.34
30 Armai Arief. Op.Cit,. h. 40. 31 Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, “Strategi Pembelajaran Terpadu: Teori, Konsep &
Implementasi”, (Yogyakarta: Familia, 2015), h. 13. 32 Dina Gasong, “Belajar dan Pembelajaran”, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 6. 33 Prihma Sinta Utami, Abdul Gafur, “Pengaruh Metode Pembelajaran Dan Gaya Belajar
Siswa Terhadap Hasil Belajar IPS di SMP Negeri Di Kota Yogyakarta”, Harmoni Sosial: Jurnal
Pendidikan IPS Volume 2, No 1, Maret 2015 (97-103). 34 Umar, dkk, “Pengembangaan Kutrikulum Pendidikan Agama Islam Transformatif”,
(Yogyakarta: Deepublish, 2016), h. 22.
10
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pilihan
cara yang ditempuh guru dalam proses pembelajaran yang disebut dengan metode,
jika guru tepat dalam melaksanakannya maka akan dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Metode yang tepat juga akan membuat suasana dalam pembelajaran
menjadi menyenangkan dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa.
Dalam memilih metode guru dapat memilih metode yang paling tepat, dan
dalam pemilihan tersebut menurut Surachmad banyak yang harus dipertimbangkan
antara lain:35
1) Keadaan murid yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan,
kematangan, dan perbedaan individu lainnya.
2) Tujuan yang hendak dicapai
3) Situasi yang mencakup hal yang umum.
4) Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi metode yang akan digunakan.
5) Kemampuan pengajar tentu menentukan, mencakup fisik dan keahlian.
6) Sifat bahan pengajaran.
Demikianlah telah disebutkan di atas mengenai beberapa pertimbangan
dalam menentukan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran. Memilih
metode tidak sulit, yang sulit ialah penyusunan langkah-langkah mengajar yang
diperkirakan efektif sesuai dengan kondisi dan situasi baik dari siswa, sekolah,
ataupun guru itu sendiri.
Dengan demikian dalam memperhatikan hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih metode diharapkan guru dapat mengetahui prinsip
metode itu sebenarnya sehingga pembelajaran terlaksana secara efektif untuk
mencapai tujuan, khususnya bagi guru Pendidikan Agama Islam.
2. Metode Bandongan
Menurut Kompri wetonan atau disebut juga metode bandongan adalah
metode pengajaran dengan cara kiai atau ustaz membaca, menerjemahkan,
35 Esti Suryani, “Best Practice Pembelajaran Melalui Problem Based Learning”, (Yogyakarta:
Deepublish, 2017). h. 33-34.
11
menerangkan, mengulas kitab, atau buku keislaman dalam bahasa Arab dan santri
mendengarkannya.36 Menurut Nurcholis Madjid weton adalah pengajian yang
inisiatifnya berasal dari kiai sendiri baik dalam menentukan tempat, waktu, maupun
lebih-lebih lagi kitabnya.37 Pelaksanaan pengajian bandungan oleh masyarakat
Jawa Timur sering disebut dengan weton, atau sekurang-kurangnya membaurkan
saja istilah tersebut.38
Bandungan (bandongan atau wetonan) merupakan metode utama sistem
pengajaran di lingkungan pesantren. Kebanyakan pesantren, terutama di pesantren-
pesantren yang besar biasanya menyelenggarakan bermacam-macam kelas
bandongan (ḥalaqah) untuk mengajarkan pelajaran, mulai dari kitab-kitab
elementer sampai tingkat tinggi, yang diselenggarakan setiap hari (kecuali hari
Jum’at), dari pagi buta setelah shalat subuh sampai larut malam.39
Pendidikan pada masa sebelum tahun 1900 merupakan masa tradisional
dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia. Pada masa tersebut kitab-kitab masih
banyak yang menggunakan tulisan tangan manusia dan metode pengajarannya
menggunakan sistem bandongan dan ḥalaqah dalam proses belajar mengajar.40
Cara pengajaran di pesantren itu unik. Sang Kiai yang biasanya adalah pendiri
sekaligus pemilik pesantren membacakan manuskrip-manuskrip keagamaan klasik
berbahasa Arab yang dikenal dengan sebutan kitab kuning. Sementara itu para
santri mendengarkan sambil memberi catatan (ngesahi, Jawa) pada kitab yang
sedang dibaca. Metode ini disebut dengan bandongan atau layanan kolektif
(collective learning process).41 Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ini
berbeda antara satu pondok pesantren dengan pondok pesantren lainnya, dalam arti
36 Kompri, Loc. Cit. 37 Nurcholis Madjid, Loc.Cit. 38 Hasbullah, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996). h.
51. 39 Zamakhsyari Dhofier, Op. Cit. h. 57. 40 Saihu, Op. Cit. h. 6. 41 Sulthon Masyhud, dkk., “Manajemen Pondok Pesantren”, Cet Ke 2, (Jakarta: Diva Pustaka,
2003), h. 3.
12
tidak ada keseragaman sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pengajarannya.42
Sistem pendidikan pesantren yang tradisional ini biasanya dianggap sangat
“statis” dalam sistem sorogan dan bandongan ketika menerjemahkan kitab-kitab
Islam klasik ke dalam bahasa Jawa yang padahal dalam kenyataannya tidak hanya
sekedar membicarakan bentuk (form) dengan melupakan isi (content) ajaran yang
tertuang dalam kitab-kitab tersebut. Para Kiai sebagai pembaca dan penerjemah
kitab tersebut bukan sekedar membaca teks tetapi juga memberikan pandangan-
pandangan (interpertasi) pribadi, baik mengenai isi maupun bahasa pada teks.
Dengan kata lain, para kiai juga memberikan komentar antar teks sebagai
pandangan pribadinya.43
Berdasarkan penjelasan diatas, bandongan atau bisa disebut juga dengan
weton merupakan sistem pengajaran tradisional pada sekolah atau pondok
pesantren dengan cara santri duduk mengelilingi Kiai. Kiai membacakan kitab
klasik juga memberikan pandangan-pandangannya dan santri memperhatikan atau
mendengarkan bukunya juga memberikan catatan-catatan baik arti maupun
keterangan yang Kiai jelaskan.
Pelaksanaan metode bandongan ini terdiri kelompok murid yang antara
lima sampai lima ratus murid mendengarkan seorang guru yang membaca,
menerjemahkan, menerangkan juga sering kali mengulas buku-buku Islam dalam
bahasa Arab,44 sedangkan santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan kitab
atau bukunya masing-masing dan membuat catatan-catatan baik artinya maupun
keterangannya tentang kata-kata yang sedang kiai jelaskan45 biasanya ditulis
menggunakan kode-kode tertentu sehingga kitabnya disebut kitab jenggot, karena
banyaknya catatan yang menyerupai jenggot kiai.46 Dalam bandongan para santri
memperoleh kesempatan untuk bertanya atau meminta penjelasan lebih lanjut atas
42 Ridawati, Loc. Cit. 43 Zamakhsyari Dhofier. Op.Cit,. h. 86. 44 Zamakhsyari Dhofier, Op.Cit. h. 54. 45 Kompri, Op.Cit,. h. 131. 46 Armai Arief, Op.Cit,. h. 154.
13
keterangan kiai. Sedangkan catatan-catatan kecil di atas kitabnya membantu untuk
melakukan telaah (muthala’ah) atau mempelajari lebih lanjut isi kitab tersebut
setelah bandongan selesai.47 Kemudian santri mengulang dan mempelajari kembali
sendiri-sendiri.48
Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa tahapan pelaksanaan metode bandongan yaitu pertama, kiai
atau ustaz menerjemahkan dan memberikan penjelasan dan pandangan pribadi
beliau sambil santri mendengarkan juga memberikan catatan baik arti ataupun
keterangan. Kedua, kiai atau ustaz memberikan kesempatan kepada santri untuk
bertanya atau meminta penjelasan lebih lanjut atas keterangan kiai. Ketiga, santri
melakukan telaah terhadap catatan-catatannya dan kemudian mengulang dan
mempelajari hal tersebut sendiri-sendiri.
Dalam pelaksanaan metode bandongan, biasanya seorang kiai atau ustaz
mempersiapkan apa-apa yang diperlukan, yaitu:49
a. Memiliki gambaran mengenai tingkat kemampuan para santri guna
menyesuaikan dengan bahasa dan penjelasan yang akan disampaikan
b. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dari pemilihan kitab tersebut dan
tujuan pada setiap kali pertemuan
c. Menetapkan waktu yang diperlukan untuk pembacaan dan penjelasan,
waktu yang diperlukan untuk memberi kesempatan kepada para santri
untuk bertanya, dan waktu yang diperlukkan untuk evaluasi pada setiap
kali pertemuan
d. Mempersiapkan alat bantu atau alat peraga yang diperlukan pada
pertemuan tersebut
47 Husni Rahim, “Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia”. (Jakarta: Logos, 2001). h. 151. 48 Abu Anwar, “Karakteristik Pendidikan Dan Unsur-Unsur Kelembagaan Di Pesantren”.
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, Vol.
2, No. 2, Desember 2016. h. 180. 49 Khamsil Laili, “Metode Pengajaran di Pesantren dan Perkembangannya”, Al-Iman: Jurnal
Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 1, 2018. h. 73-74.
14
e. Mempersiapkan catatan khusus tentang batas-batas materi yang akan
disajikannya dan tentang penilaian kepada para santri
f. Mempersiapkan bahan yang dapat digunakan untuk perluasan pembahasan
atau penambahan wawasan
g. Melakukan persiapan fisik yang memadai.
Melihat hal-hal persiapan yang biasanya dilakukan Kiai atau ustaz sebelum
mengajar menggunakan metode bandongan ini sebagaimana yang telah disebutkan
di atas, maka dengan memperhatikan hal tersebut metode bandongan dapat
terlaksana dengan baik dan efektif selama proses pembelajaran dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode bandongan dibagi
menjadi dua jenis yaitu faktor pendukung dan penghambat. Adapun faktor
pendukung dan penghambat yang dapat mempengaruhi pelaksanaan metode
bandongan tersebut adalah sebagai berikut:50
a. Tujuan yang hendak dicapai
b. Kemampuan ustaz
c. Santri
d. Situasi dan kondisi di mana pembelajaran berlangsung
e. Fasilitas yang tersedia
f. Kelebihan dan kekurangan metode bandongan
Kelebihan metode bandongan dalam pendidikan Islam:
a. Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya banyak
b. Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti sistem sorogan secara
intensif
c. Materi yang diajarkan sering diulang-ulang sehingga memudahkan anak
untuk memahaminya
50 Armai Arief, Op. Cit. h. 109.
15
d. Sangat efisien dalam mengajarkan ketelitian memahami kalimat yang sulit
diajari51
e. Pencapaian kuantitas dan pencapaian kajian kitab
f. Mendekatkan relasi antara santri dengan kiai atau ustaz52
g. Mendorong santri untuk belajar lebih mandiri53
h. Mendidik anak menjadi kreatif dan dinamis54
i. Menciptakan individu yang terampil, dan bertindak jujur atas dasar etika,
norma dan agama55
j. Mengarah pada pemahaman pengetahuan keagamaan secara
komprehensif56
Kekurangan metode bandongan dalam pendidikan Islam:57
a. Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalam menyampaikan
materi sering diulang-ulang
b. Metode ini dianggap hanya berlangsung satu arah
c. Dialog antara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat
bosan
d. Metode bandongan ini kurang efektif bagi murid yang pintar karena materi
yang disampaikan sering diulang-ulang sehingga terhalang kemajuannya
Metode memiliki faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode termasuk
metode bandongan. Faktor yang mempengaruhi metode bandongan yaitu tujuan,
kemampuan ustaz, santri, situasi, fasilitas, kelebihan dan juga kekurangan. Adapun
Kelebihan dan kekurangan merupakan hal yang pasti dimiliki oleh setiap metode
pembelajaran, begitupun metode bandongan. Namun dengan kelebihan dan
kekurangan yang ada pada metode bandongan maka pendidik harus memikirkan
51 Ibid. 155-156. 52 Kompri, Loc. Cit. 53 Husni Rahim, Loc. Cit. 54 Armai Arief, Op. Cit. h. 154. 55 Tajur Rizal, Ach. Fatchan. “Sistem Bandongan untuk Pendidikan Keterampilan Pertanian di
Desa Berbasis Pesantren”. Jurnal Penelitian Kependidikan, Vol 16, No. 1, Juni 2006. h. 1. 56 Ibid, h. 5. 57 Armai Arief. Op. Cit,. h. 156.
16
bagaimana caranya mengembangkan kelebihan tersebut dan meminimalisir
kekurangan tersebut agar pembelajaran berjalan dengan efektif.
3. Sistem Kelompok Kelas dalam Metode Bandongan (Halaqah)
Menurut Zamakhsyari Dhofier halaqah merupakan kelompok kelas dalam
sistem bandongan yang artinya lingkaran murid atau kelompok siswa yang belajar
di bawah bimbingan seorang guru.58 Metode bandongan atau weton biasa
dikonkretkan dalam bentuk pengajian bersistem ḥalaqah, kiai membaca teks baris
demi baris, menerjemahkan dan kalau dipandang perlu disertai dengan penjelasan
yang cukup panjang.59 Istilah halaqah sudah dikenal sejak kehadiran Islam di tanah
Arab. Ketika itu halaqah digunakan untuk menamai pertemuan-pertemuan zikir,
ta’lim, dan hal-hal lain yang terkait dengan proses belajar-mengajar.60
Pelaksanaan bandongan dengan sistem halaqah menurut Muljono
Damopoli dapat diartikan sebagai kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh
seorang ustaz atau Kiai dengan cara duduk di hadapan santrinya sambil
membacakan materi kitab. Para santri yang mengikuti sistem pembelajaran ini,
duduk dalam bentuk setengah lingkaran. Ustaz atau Kiai menerangkan isi kitab
dengan kata perkata atau kalimat perkalimat dalam bahasa Arab, bahasa Indonesia,
atau bahasa lain jika diperlukan.61 Dalam pelaksanaanya metode bandongan peserta
didik berupaya untuk menumpuk pengetahuan dan keterampilan sebanyak-
banyaknya. Pola interaksi lebih berjalan satu arah dimana pelatih (Kiai dan ustaz
atau santri senior) yang lebih aktif atau mendominasi kegiatan. Akan tetapi, ketika
pengetahuan itu telah tertumpuk, para peserta didik dalam kelompok tersebut
berdiskusi atau berdialog secara kritis sesama teman seangkatan, permasalahan
yang dijumpai didialogkan kepada Kiai, ustaz atau santri senior.62 Dalam praktik
58 Zamakhsyari Dhofier, Loc.Cit. 59 Saihu. Op.Cit,. h. 14. 60 Amirudin, “Peningkatan Keterampilan Menulis Argumentatif Melalui Model Halaqah”,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari. Jurnal Al-Ta’dib Vol. 9
No. 1, Januari-Juni 2016. h. 42. 61 Hasan Basri, “Pengajian Halaqah dalam Membentuk Karakter Santri di Madrasah Aliyah
As’adiyah Putra Pusat Sengkang di Macanang Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo”.
Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. Volume VIII, Nomor 1, Januari - Juni 2019. h. 105. 62 Tajur Rizal, Ach. Fatchan. Op.Cit. h. 3-4
17
diskusi tersebut biasanya ditemukan hal-hal baru tentang pemahaman kehidupan
keagamaan dan pemahaman ilmu pengetahuan serta keterampilan masa kini.63
Melalui halaqah para santri juga dimotivasi untuk belajar sendiri secara mandiri.
Bagi santri yang rajin dan mempunyai kecerdasan yang tinggi tentunya akan cepat
menguasai apa yang diajarkan.64
Dengan dijelaskannya pelaksanaan metode bandongan dengan sitem
halaqah di atas, maka penulis menyimpulkan tahap-tahapannya sama seperti
dengan metode bandongan. Hanya saja sistem halaqah ini dengan sedikitnya
jumlah santri dalam halaqah tersebut membuat santri lebih mudah untuk berdiskusi
secara kritis mengenai permasalahan yang ada dan dapat ditanyakan langsung
kepada Kiai ataupun ustaz.
Adapun tujuan sebuah halaqah adalah untuk membentuk kepribadian yang
bersifat komprehensif dan seimbang. Minimal ada sepuluh karakteristik yang
hendak dicapai dalam halaqah yaitu: (1) kekikhlasan, (2) profesionalitas dalam
amal (ihsan), (3) berakhlak mulia, (4) mandiri dalam bersikap, (5) intelektualitas
dan berpikir ilmiah, (6) kerapian kerja, (7) menjauhi kecurangan, (8) tertib dan
disiplin, (9) menjaga dan menghargai waktu, serta (10) memberi manfaat kepada
orang lain.65
B. Pembelajaran Fiqih
Menurut Abuddin Nata fiqh berasal dari kata faqiha yafqahu fiqhan yang
berarti mengerti atau paham, dan menjadi fiqhu yang berarti ilmu fiqih, ilmu hukum
Islam, syariat Islam, mengerti, paham, pintar; yang kemudian menjadi faqih
faqiihun dan jamaknya fuqahau yang berarti ahli fikih atau alim dalam ilmu fikih.
Dalam pengertian umum fiqih diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang
hukum syariat yang diambil dari dalil-dalil yang bersifat terperinci.66
63 Ibid. h. 4. 64 Abu Anwar, Op. Cit,. h. 171. 65 Amirudin, Op.Cit. h. 43. 66 Abuddin Nata, “Islam dan Ilmu Pengetahuan”, (Jakarta: Prenada Media, 2018). h.65.
18
Menurut Nurcholis Madjid ulama fikih mendefinisikan fiqih sebagai
sekumpulan hukum amaliah yang sifatnya akan diamalkan yang disyariatkan dalam
Islam.67 Fiqih merupakan salah satu bidang studi islam yang banyak membahas
tentang hukum yang mengatur pola hubungan manusia dengan Tuhannya, antara
manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Melalui bidang
studi fiqih ini diharapkan siswa tidak lepas dari jangkauan norma-norma agama dan
menjalankan aturan syariat Islam.68
Dalam buku Hafsah, fiqih menurut bahasa berarti al-fahm (pemahaman),
yang pada hakikatnya adalah pemahaman terhadap ayat-ayat ahkam yang terdapat
dalam al-Qur’an dan hadist-hadist ahkam. Dan ilmu fiqih adalah ilmu pengetahuan
tentang hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan perbuatan manusia. 69
Berdasarkan hal di atas maka fiqih secara garis besar adalah ilmu hukum
Islam yang membahas tentang hukum syariat dari dalil-dalil yang bersifat terperinci
yang banyak mengatur pola hubungan manusia, dan diharapkan manusia dengan
adanya fiqih hidup dengan teratur sesuai dengan norma agama dan senantiasa
menjalankan syariat Islam.
Cabang Ilmu Fiqih yang biasa diajarkan di pesantren menurut Nurcholis
Madjid sebagai berikut: Safinat-u ‘l-Shalah, Safinat-u ‘l-Najah, Fath-u l-Qarib,
Taqrib, Fath-u ‘l-Mu’in, Minhaj-u ‘l-Qawim, Muthma’innah, Al-Iqna, Fath-u ‘l-
Wahab,70 I’nat-u ‘lthalibin, Kifayat-u ‘l-akhyar, Bajuri, Minhaj-u ‘l-thalibin,
Minhaj-u ‘l-thulab, Fath-u ‘l-wahab, Mahlli, Kasyifat-u ‘l-saja, Sullam-u ‘l-
munajar, Uqud-u ‘l-lujain, Sittin, Muhadzah, Bughyat-u ‘l-mustarsyidin, Mabadi
Fiqhiyyah, dan Fiqh-u ‘l wadlih.71
Studi-studi tentang pesantren tidak menyebutkan kurikulum yang baku di
kalangan pesantren. Hal ini dapat dipahami karena pesantren merupakan lembaga
pendidikan di Indonesia yang bebas dan otonom. Dari segi kurikulum selama ini
67 Nurcholis Madjid, Op.Cit,. h. 20-21. 68 Suhartono, Rosi Patma. Op.Cit. h. 10-11. 69 Hafsah, Op. Cit. h. 3 70 Nurcholis Madjid, Op.Cit,. h. 35. 71 Yasmadi, Op.Cit. h. 69.
19
pesantren diberi hak otonom untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum oleh
negara.72 Secara historis penyelenggaraan pendidikan pesantren tidak memiliki
kurikulum tertulis.73 Materi yang disampaikan dalam pelajaran kitab-kitab Islam
klasik tidak teratur dalam sebuah silabus yang terprogram, melainkan hanya
berpegang pada bab-bab yang tercantum dalam kitab-kitab tersebut.74
Berdasarkan penjelasan di atas pesantren diberikan hak otonom oleh negara
untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum, dan secara historis pesantren tidak
memiliki kurikulum tertulis. Proses pembelajaran di pesantren yang memakai kitab
klasik terutama fiqih juga tidak diatur dalam silabus, melainkan hanya berpegang
pada bab-bab yang tercantum dalam kitab tersebut.
Ruang lingkup fiqih menurut ulama dibagi menjadi empat bagian, yaitu:75
1. Ibadah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah manusia
kepada Allah.
2. Muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan
manusia dengan sesama manusia.
3. Munakahat yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perkawinan.
4. Jinayah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tindak pidana.
Adapun dalam Peraturan Menteri Agama tujuan pembelajaran fiqih adalah
untuk membekali peserta didik agar dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok
hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli,
melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar.76
Maka berdasarkan yang telah disebutkan di atas, ruang lingkup fiqih terdiri
dari empat bagian yaitu ibadah, muamalah, munakahat dan jinayat. Lalu fiqih
72 Sudadi, “Pendidikan Berbasis Pesantren”. Cakrawala: Studi Manajemen Pendidikan Islam
dan Studi Sosial, Vol.3, No.2, 2019, P-ISSN: 2580-9385, E-ISSN: 2581-0197. h. 67. 73 Lailial Muhtifah, “Pola Pengembangan Kurikulum Pesantren Kasus Al-Mukhlishin
Mempawah Kalimantan Barat”. STAIN Pontianak, Journal UIN SGD, Vol. XVII No. 2 2012/1433.
h. 204. 74 Armai Arief, Op.Cit,. h. 154 75 Hafsah, Op.Cit. h. 9 76 Nurhayani. “Penerapan Metode Simulasi Dalam Pembelajaran Fiqih Ibadah Bagi Siswa di
MTS YMPI Sei Tualang Raso Tanjung Balai”. Jurnal Ansiru, Vol. 1, No. 1. Juni 2017. h. 89.
20
memiliki tujuan agar peserta didik dapat melaksanakan dan mengamalkan
ketentuan hukum Islam secara menyeluruh.
C. Berpikir Kritis
Dalam al-Mu’jam al-Wasith kata “pikir” berasal dari bahasa Arab dari
bentuk fiil fakara-yafkiru yang artinya menggunakan menggunakan akal untuk
sesuatu yang diketahui, dan untuk mengungkap perkara yang tidak diketahui.77
Dalam Azizah menurut Ibnu Khaldun berpikir atau fikr adalah penjamahan bayang-
bayang yang telah diindra ini dibalik perasaan dan aplikasi akal di dalamnya untuk
membuat analisis dan sintesis.78
Manusia diberikan akal, perasaan, dan juga penalaran untuk
dikembangkan.79 Allah menyuruh manusia mengaktualisasikannya semaksimal
mungkin. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Imran ayat 190-191
sebagai berikut:
ب ول ٱللب هار لءايت ل ف ٱليل وٱلن ت وٱلرض وٱختل و م إن ف خلق ٱلست وٱلرض رب نا ما و م رون ف خلق ٱلس ما وق عودا وعلى جنوبم وي ت فك ٱلذين يذكرون ٱلل قي
نك فقنا عذاب ٱلنار ذا بطل سبح خلقت ه
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka”.
Di dalam ayat-ayatnya dapat diketahui bahwa penciptaan langit dan bumi
serta pergantian siang dan malam adalah ayat-ayat Allah bagi ulul al-bab yaitu
orang yang dapat mengintegrasikan daya pikir dan zikir untuk menemukan suatu
temuan ilmiah dan hikmah keagungan Allah.80 Dalam berpikir seseorang
77 Azizah, Abu Azmi. “Bagaimana Berpikir Islami”. (Surakarta: Era Intermedia, 2019). h. 44. 78 Ibid. h. 45. 79 Rusmin Tumanggor, “Ilmu Jiwa Agama The Psychology of Religion”. (Jakarta: Kencana,
2016). h. 28. 80 Abuddin Nata, Op. Cit. h. 231.
21
mengawali dengan memikirkan hal yang sederhana hingga akhirnya terbentuk pola
pikir atau fikrah tertentu dan sangat dipengaruhi oleh akidah, ideologi, hati nurani,
keinginan, lingkungan, dan lain-lain.81
Dalam buku Lilis, Choy & Cheah mendefinisikan berpikir kritis sebagai
proses kompleks yang memerlukan kognitif tingkat tinggi dalam memproses
informasi.82 Dalam buku Ridwan, menurut Halpren berpikir kritis terkait dengan
penggunaan keterampilan kognitif atau strategi yang meningkatkan kemungkinan
untuk memperoleh dampak yang diinginkan83 Menurut Sies berpikir kritis
merupakan proses berpikir terampil dan bertanggung jawab ketika seseorang
mempelajari suatu permasalahan dari semua sudut pandang, dan terlibat dalam
penyelidikan sehingga dapat memperoleh opini, penilaian atau pertimbangan
terbaik menggunakan kecerdasannya untuk menarik kesimpulan.84
Dengan demikian maka penulis simpulkan bahwa berpikir kritis adalah
kemampuan mempertimbangkan berbagai informasi dari banyak sumber yang
berbeda sehingga memerlukan cara berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan
masalah, menganalisis, dan memberikan kesimpulan yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang merupakan salah satu komponen dalam isu kecerdasan abad ke-21.85
Kemampuan berpikir kritis adalah hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh
peserta didik, karena berpikir kritis dapat digunakan untuk memecahkan masalah
dan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang benar.86 Dengan
81 Azizah, Abu Azmi, Op. Cit. h. 37. 82 Lilis Nuryati, dkk. “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”, Jurnal Pendidikan,
Vol. 3, No. 2, 2018. Hlm. 155-158, E-ISSN: 2502-471X. DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google
Scholar-IPI. h. 155. 83 Ridwan Abdullah Sani, Op.Cit. h. 14. 84 Ibid, h. 15. 85 Widha Nur Santi, dkk,. “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis melalui Problem
Solving”. Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Alma Ata Yogyakarta. Jurnal Literasi,
Vol. VIII, No 1, 2017. P-ISSN: 2085-0344 / E-ISSN: 2503-1864. h. 50. 86 Ratna Purwati, dkk,. “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Menyelesaikan
Masalah Persamaan Kuadrat Pada Pembelajaram Model Creative Problem Solving”. Jurnal
Kadikma, Vol. 7, No. 1, hlm. 84-93, April 2016. h. 84.
22
kemampuan berpikir kritis yang baik, siswa tidak akan dengan mudah menerima
sesuatu yang diterimanya begitu saja, tetapi siswa juga dapat mempertanggung
jawabkan pendapatnya disertai dengan alasan yang logis.87
Beyer berpendapat bahwa terdapat enam karakteristik inti berpikir kritis,
yaitu sebagai berikut:88
Tabel 2.1 Karakteristik Berpikir Kritis
Karakteristik Inti Deskripsi
Disposisi
Orang yang berpikir kritis adalah orang yang skeptis,
berpikiran terbuka, bebas nilai dalam berpikir,
menghargai bukti dan nalar, menghargai kejelasan dan
presisi, melihat dengan berbagai sudut pandang, dan
akan mengubah posisi atau pemikiran jika ada alasan
untuk itu.
Kriteria
Kriteria berpikir kritis dalam sebuah pernyataan tentang
evaluasi dan resolusi harus didasarkan pada informasi
yang signifikan dan presisi, serta berasal dari sumber
terpercaya. Pernyataan tersebut tidak boleh
mengandung prasangka dan tidak logis.
Argumen
Bukti logis harus diberikan untuk mendukung
pernyataan. Berpikir kritis mencakup proses
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengkonstruksi
argumen.
Bernalar
Orang yang berpikir kritis harus memiliki kemampuan
untuk membuat kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
yang mendukung. Hubungan antara pernyataan atau
data membutuhkan pemeriksaan secara logis.
87 Aulia Firdaus, dkk. “Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Barisan dan Deret
Berdasarkan Gaya Berpikir”, Jurnal Kreano, Vol. 10, No. 1, 2019,
http://dx.doi.org/10.15294/kreano.v10i1.17822. 88 Ridwan Abdullah Sani, Op. Cit. h. 141.
23
Cara pandang
Orang yang berpikir kritis itu perlu melihat sebuah
fenomena dari berbagai sudut pandang dalam upaya
memahami fenomena atau permasalahan.
Prosedur aplikasi Prosedur ini diperlukan untuk menganalisis proses
berpikir. Beberapa prosdeur yang dilakukan dalam
berpikir kritis adalah mengajukan pertanyaan,
mengidentifikasi asumsi, dan membuat kesimpulan.
Melihat penjelasan diatas maka perkembangan berpikir kritis dapat dikenali
dengan adanya karakteristik-karakteristik inti berpikir kritis pada siswa yaitu:
disposisi, kriteria, argumen, bernalar, cara pandang, dan prosedur aplikasi. Adapun
karakteristik inti tersebut dapat dilihat dari sikap rasa ingin tahu, menjadi orang
yang lebih baik, percaya diri, open minded, fleksibel dalam mempertimbangkan
opini, memahami pendapat orang lain, hati-hati dalam membuat penilaian,
menimbangkan kembali pandangan berdasarkan refleksi, dan jujur ketika
menghadapi prasangka atau streotip.
Berdasarkan surat al-Imran ayat 190-191 tersebut maka tahapan berpikir
kritis dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bayani berarti menjelaskan dan juga memahami.89 Bayani bertujuan untuk
menggali ajaran atau hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an
tentang berbagai kehidupan seperti akidah, syariah dan ibadah, dunia dan
akhirat, individual dan sosial, spiritual dan material, jasmani dan rohani
dengan perinciannya yang sangat luas.90
b. Ijbari dilakukan dengan cara mengobservasi dan menggali rahasia yang
terkandung dalam alam jagat raya agar diketahui hukum-hukum, manfaat
dan juga hikmahnya.91
89Abuddin Natta, Op. Cit. h. 190. 90 Ibid, h. 110. 91 Ibid, h.196.
24
c. Burhani adalah memperhatikan perilaku manusia dalam berbagai
aspeknya.92
d. Jadali dilakukan dengan menganalisa segala sesuatu dari segi hakikat,
konsep, atau jiwanya yang dilakukan secara mendalam, radikal, universal,
sistematis, dan spekulatif, yakni menerawang hingga pada batas yang tidak
dapat dijangkau lagi.93
e. Irfani berarti pengetahuan yang mulia yang dihujamkan ke lubuk hati
melalui kasyf (penyingkapan mata batin) atau ilham, ini tidak didasarkan
pada indrawi atau intelektual (akal) akan tetapi lebih pada intuisi.94
Maka dapat disimpulkan bahwa tahapan berpikir kritis dalam Islam terdapat
lima tahapan yaitu menjelaskan, mengobservasi, memperhatikan, menganalisa, dan
intuisi.
D. Santri
1. Santri
Santri adalah salah satu elemen dari pesantren, adapun asal usul kata
santri dalam pandangan Nurcholis Madjid dapat dilihat sebagai berikut:
a. Sastri
Santri berasal dari perkataan sastri sebuah kata sansekerta yang
berarti melek huruf, pendapat ini menurut Madjid didasarkan atas kaum
santri bagi orang Jawa yang berusaha mendalami ajaran agama melalui
kitab-kitab yang tertulis menggunakan bahasa Arab.95
b. Cantrik
Dalam bukunya Kompri menyebutkan bahwa perkataan “santri”
yang sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa yaitu “cantrik” yang berarti
seseorang yang selalu mengikuti guru kemana guru ini pergi menetap. 96
92 Ibid,h. 111-112. 93 Ibid, h.209. 94 Ibid, h.210-211. 95 Kompri, Op.Cit,. h. 1. 96 Kompri, Op.Cit,. h. 2.
25
Dawam Rahardjo menyebutkan bahwa istilah santri mempunyai dua
pengertian. Pertama, adalah mereka yang taat kepada perintah disebut abangan,
yaitu mereka yang lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Jawa pra Islam,
kebiasaanya yang berasal dari mistimisme Hindu dan Budha. Kedua, santri adalah
mereka yang sedang menuntut pendidikan di pesantren.97 Ahmad Syafi’ie Noor
menyebutkan bahwa peserta didik pesantren yang disebut dengan istilah santri
adalah peserta didik yang belajar dan diasramakan dalam suatu kompleks yang
dinamakan pondok.98 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang terdapat dalam BAB I Pasal 1 poin keempat,
dijelaskan bahwa peserta didik itu adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.99
Dalam Tradisi Pesantren santri terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan
menetap dalam kelompok pesantren.
b. Santri kalong, yaitu yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar
pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti
pelajarannya di pesantren mereka bolak-balik (nglaju) dari rumahnya sendiri.
Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat
dari komposisi santri kalong. Semakin besar sebuah pesantren semakin besar
jumlah santri mukimnya. Dengan kata lain pesantren kecil memiliki lebih banyak
santri kalong daripada santri mukim.100
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa santri adalah
orang atau peserta didik yang mendalami pendidikan ilmu agama dan mengikuti
guru kemanapun guru pergi atau menetap, akan tetapi santri mukim biasanya
menetap di asrama pesantren dan santri kalong tidak menetap di asrama pesantren.
97 Ahmad Syafi’ie Noor, Op.Cit,. h. 45. 98 Ahmad Syafi’ie Noor, Op.Cit,. h. 73. 99 Musaddad Harahap, “Esensi Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Jurnal Al-
Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016, h. 141. 100 Zamakhsyari Dhofier, Op.Cit. h. 89
26
E. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam sebuah penelitian diperlukan hasil-hasil penelitian yang relevan,
untuk memperkuat dan mendukung yang sedang saya lakukan ini. Berikut adalah
beberapa penelelitian yang relevan adalah sebagai berikut:
1. Skripsi yang disusun Siti Nurhayati dari Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
dengan judul “Implementasi Metode Bandongan dalam Pembelajaran Hadis
(Kitab Riyad As-Salihin) dalam Meningkatkan Keaktifan Bertanya”. Dalam
skripsi menggunakan metode penelititan kualitatif, dan diperoleh hasil bahwa
implementasi pembelajaran hadis (Kitab Riyad as-Salihin) berjalan dengan
baik, para santri mengikuti pembelajaran dari awal hingga akhir dengan
memperhatikan penjelasan ustazah. Metode ini membuat santri aktif bertanya
sehingga terjadi nteraksi antara ustazah dengan santri, akan tetapi belum
maksimal karena keterbatasan waktu. Dalam tahap ini peserta didik telah dapat
dan juga mampu membuktikan peningkatan keaktifan bertanya dengan
menggunakan metode bandongan yang bertempat di Pondok Pesantren Nurul
Ummah Putri Kotagede Yogyakarta.101
2. Skripsi yang disusun oleh Adnani dari Jurusan Pendidikan Agama Islam Pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan
judul “Penerapan Metode Bandongan Dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan
Membaca Al-Quran Santri Usia 17-21 Tahun di Pondok Pesantren Modern
Alma Asy-Syauqy Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon”.
Dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
pengalaman yang terjadi di lapangan dan menggunakan angket, tes, dan
observasi. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa penerapan metode
bandongan dalam pembelajaran Al-Quran dan kemampuan baca Al-Quran
dilakukan dengan baik. Adapun pengaruh penerapan metode bandongan
terhadap kemampuan membaca Al-Quran di Pondok Pesantren Modern Alma
101 Siti Nurhayati, “Implementasi Metode Bandongan dalam Pembelajaran Hadis (Kitab Riyad
As-Salihin) dalam Meningkatkan Keaktifan Bertanya”, Skripsi pada Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015, h. 104.
27
Asy-Syauqy Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon sebesar
0,36% dan sisanya 99,64% adalah dipengaruhi oleh faktor lain.102
3. Skripsi yang disusun oleh M. Kharir dari Jurusan Pendidikan Agama Islam Pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta dengan judul “Integrasi Metode Bandongan dan Sorogan dalam
Peningkatan Keaktifan Belajar Santri di Pondok Pesantren Aswaja-Nusantara,
Milangi, Sleman, Yogyakarta”. Dalam skripsi menggunakan metode penelititan
kualitatif, dan diperoleh hasil bahwa integrasi metode bandongan dan sorogan
berimplikasi pada keaktifan belajar santri. Hal itu ditunjukan dengan keinginan,
minat dan keberanian santri dalam mengikuti pembelajaran, usaha
menyelesaikan pembelajaran dari awal hingga akhir, kebebasan atau
keleluasaan santri dalam menyampaikan gagasan dan kritik, dan kemandirian
belajar di luar jam pembelajaran menggunakan metode bandongan di Pondok
Pesantren Aswaja-Nusantara, Milangi, Sleman, Yogyakarta.103
Dari ketiga penelitian yang relevan di atas, terdapat persamaan dan
perbedaan dengan penelitian saya yaitu “Pelaksanaan Metode Bandongan pada
Mata Pelajaran Fiqih dalam Mengembangkan Berpikir Kritis Santri di SMA Plus
Ibadurrahman”. Perbedaannya penelitian ini dengan penelitian relevan adalah
penelitian ini membahas tentang bagaimana perkembangan berpikir kritis santri
selama pelaksanaan metode bandongan karena kita ketahui bahwa berpikir kritis
adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik atau santri. Selain itu
perbedaan lainnya adalah berbeda pada topik atau judul tentang pelaksanaan,
tempat, waktu, serta obyek penelitian. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
yang relevan adalah sama-sama meneliti terkait metode bandongan. Dengan
102 Adnani, “Penerapan Metode Bandongan Dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan
Membaca Al-Quran Santri Usia 17-21 Tahun di Pondok Pesantren Modern Alma Asy-Syauqy
Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2015. h. 82. 103 M. Kharir, “Integrasi Metode Bandongan dan Sorogan dalam Peningkatan Keaktifan
Belajar Santri di Pondok Pesantren Aswaja-Nusantara, Milangi, Sleman, Yogyakarta”, Skripsi
Jurusan Pendidikan Agama Islam Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013. h. 70.
28
demikian maka dapat dilihat bahwa penelitian ini adalah penelitian yang berbeda
dari penelitian yang relevan sebelumnya.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Plus Ibadurrahman yang beralamat di Jalan
Jl. KH. Hasyim Ashari Gang Masjid, RT.001/RW.003 Kelurahan Kenanga,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Provinsi Banten, Kode Pos 15146. Adapun
waktu yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang berhubungan
dengan objek penelitian yaitu mulai bulan September 2020 sampai dengan bulan
Februari 2021.
B. Latar Penelitian (Setting)
Penelitian ini mengambil objek di SMA Plus Ibadurrahman. SMA Plus
Ibadurrahman adalah salah satu sekolah berbasis pesantren yang telah lama
menerapkan metode bandongan dalam kegiatan belajar mengajarnya, sehingga
dapat memudahkan dan membantu peneliti dalam melakukan penelitiannya.
Penelitian ini diadakan di kelas XII dengan mendeskripsikan bagaimana
pelaksanaan metode bandongan, perkembangan berpikir kritis santri serta faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan metode bandongan pada mata pelajaran fiqih di
SMA Plus Ibadurrahman.
C. Metode Penelitian
Penelitian atau riset adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis, objektif, dan logis dengan mengendalikan atau tanpa mengendalikan
berbagai aspek/variabel yang terdapat dalam fenomena.104 Dan dalam penelitian
memiliki berbagai macam metode, peneliti di sini memakai metode penelitian
kualitatif deskriptif. Tujuan dari penelitian kualitatif deskriptif ialah bukan untuk
menguji teori yang telah berlaku selama ini apakah benar atau salah akan tetapi
penelitian ini untuk menemukan teori.105
104 A. Muri Yusuf, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan”,
(Jakarta: Kencana, 2017), cet ke-4, h. 26. 105 Sarmanu, “Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Statistika”, (Surabaya:
Airlangga University Press, 2017), h. 2.
30
Jadi jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis kualitatif deskriptif
dengan mengamati dan menganalisis bagaimana pelaksanaan metode bandongan,
perkembangan berpikir kritis santri serta faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
metode bandongan pada mata pelajaran fiqih yang terjadi lapangan yaitu di SMA
Plus Ibadurrahman dan dideskripsikan dalam bentuk narasi.
D. Instrumen Penelitian
Agar penelitian ini terarah, peneliti terlebih dahulu menyusun kisi-kisi
instrumen penelitian yang selanjutnya dijadikan acuan untuk membuat pedoman
wawancara dan observasi. Adapun kisi-kisi untuk pedoman observasi pada
pelaksanaan metode bandongan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Observasi Pelaksanaan Metode Bandongan
No. Objek Pengamatan Indikator
1. Pelaksanaan metode bandongan 1.1. Pelaksanaan metode
bandongan
1.2. Perkembangan berpikir kritis
1.3. Faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan metode
bandongan
Instrumen penelitian pada wawancara, peneliti memberikan pertanyaan-
pertanyaan terkait dengan pelaksanaan metode bandongan. Adapun kisi-kisi untuk
pedoman wawancara pada pelaksanaan metode bandongan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Wawancara Pelaksanaan Metode Bandongan
No. Pokok
Pertanyaan
Aspek yang Diungkap Sumber Data
1. Pelaksanaan
metode
bandongan
1.1. Persiapan metode
bandongan
1.2. Tahap-tahap pelaksanaan
metode bandongan
Kepala sekolah dan
ustaz
31
2. Perkembangan
berpikir kritis
1.1. Karakteristik berpikir kritis
yang berkembang
Kepala sekolah,
ustaz, dan santri
3. Faktor yang
mempengaruhi
pelaksanaan
metode
bandongan
1.1. Faktor pendukung
1.2. Faktor Penghambat
Kepala sekolah dan
ustaz
Instrumen penelitian pada dokumentasi peneliti melihat dokumen-dokumen
pelaksanaan metode bandongan dari foto kegiatan pada pembelajaran, maupun
dokumen terkait data-data sekolah. Adapun kisi-kisi untuk pedoman dokumentasi
sebagai berikut:
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Dokumentasi Pelaksanaan Metode Bandongan
No. Indikator dokumentasi
1. Gambaran Umum SMA Plus Ibadurrahman
2. Pelaksanaan metode bandongan
3. Perkembangan berpikir kritis santri
4. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode
bandongan
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi intrumen penelitian adalah
peneliti.106 Beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang
peneliti gunakan sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara secara sederhana adalah suatu kejadian atau suatu proses
interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang
diwawancarai (interviewe) melalui komunikasi langsung. Dapat pula dikatakan
106 A. Muri Yusuf, Op.Cit, h. 372.
32
bahwa wawancara adalah percakapan tatap muka (face to face) antara pewawancara
dengan sumber informasi, dimana pewawancara bertanya langsung tentang sesuatu
objek yang diteliti dan dirancang sebelumnya.107 Adapun Jenis-jenis wawancara
dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:108
a. Wawancara terencana-terstruktur
b. Wawancara terencana-tidak terstruktur
c. Wawancara bebas
Menurut Sugiyono bahwa dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan
istilah populasi, akan tetapi oleh Spadley dinamakan situasi sosial.109 Teknik
sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball
sampling.110
Sebagai peneliti yang menggunakan wawancara yang terencana-tidak
terstruktur maka peneliti hanya menyusun rencana wawancara akan tetapi tidak
menggunakan format dan urutan wawancara secara baku dan dengan teknik sampel
purposive sampling. Wawancara ini ditujukan kepada kepala sekolah, guru/ustaz,
dan santri di SMA Plus Ibadurrahman. Adapun pokok pertanyaannya yaitu
bagaimana pelaksanaan metode bandongan, perkembangan berpikir kritis santri
serta faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode bandongan pada mata
pelajaran fiqih di SMA Plus Ibadurrahman
2. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik
jika dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau
wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi
tidak terbatas pada orang yakni juga mengamati obyek-obyek alam yang lain.111
107 Ibid, h. 372. 108 Ibid, h. 376-377. 109 Sugiyono. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D” (Bandung: Alfabeta, 2019),
h. 285. 110 Ibid, h. 289. 111 Ibid, h. 203.
33
Peneliti akan melakukan observasi ke sekolah, kelas, dan lingkungan
sekolah terkait bagaimana pelaksanaan metode bandongan, perkembangan berpikir
kritis santri serta faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode bandongan pada
mata pelajaran fiqih di SMA Plus Ibadurrahman.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan atau karya seseorang tentang sesuatu yang
sudah berlalu. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa atau
kejadian dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait dengan fokus penelitian adalah
sumber informasi yang berguna dalam penelitian kualitatif. Dokumen ini dapat
berupa teks tertulis, artefak, gambar ataupun foto.112
Dalam penelitian ini, dokumentasi yang akan peneliti lakukan dengan
melihat dokumen-dokumen terkait pembelajaran fiqih di SMA Plus Ibadurrahman
baik dari foto kegiatan pada pembelajaran, maupun dokumen terkait data-data
sekolah terkait gambaran umum sekolah, sarana dan prasarana, bagaimana
pelaksanaan metode bandongan, perkembangan berpikir kritis santri serta faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan metode bandongan pada mata pelajaran fiqih di
SMA Plus Ibadurrahman.
F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data yang dikumpulkan bertujuan agar
tidak terjadi informasi yang salah atau tidak sesuai dengan konteksnya, maka dari
itu perlu bagi peneliti untuk melakukan pemeriksaan keabsahan data melalui uji
kredibilitas.113 Dan dalam penelitian ini maka peneliti memakai triangulasi untuk
pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data:
Triangulasi merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data untuk
mendapatkan temuan dan interpretasi data yang lebih akurat dan kredibel. Beberapa
cara yang dapat digunakan yaitu dengan mengggunakan sumber yang banyak dan
menggunakan metode yang berbeda. Penggunaan sumber yang banyak untuk
112 Ibid, h. 391. 113 Ibid, h. 393-394.
34
triangulasi dapat dilakukan dengan mencari sumber yang lebih banyak dan berbeda
dalam informasi yang sama.114
G. Teknik Analisis Data
Miles dan Hubermen mengemukakan bahwa aktivitas di dalam analisis data
kualitatif dilakukan dengan cara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
hingga tuntas sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data
reduction, data display, dan conclusion/verivication. Adapun langkah-langkah
analis diantaranya:115
1. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dengan observasi, wawancara
mendalam dan dokumentasi atau gabungan ketiganya (triangulasi).
Pengumpulan data dilakukan berhari-hari, mungkin berbulan-bulan, sehingga
data yang diperoleh akan banyak.116
2. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih,
memfokuskan, membuang, dan mengorganisasikan data dalam satu cara,
dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan.
3. Penyajian data atau data display adalah kumpulan informasi yang tersusun
yang membolehkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan
melihat data display dari suatu fenomena akan membantu seseorang
memahami apa yang terjadi atau mengerjakan sesuatu. Kondisi yang demikian
akan membantu pula dalam melakukan analisis lebih lanjut berdasarkan
pemahaman yang bersangkutan.
4. Kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan yang hakikinya sudah
dilakukan pada saat reduksi data, dan pada waktu penarikan kesimpulan selalu
bersumber dari reduksi data atau data yang sudah direduksi dan juga dari
display data. Kesimpulan bukan dibuat sekali jadi, kesimpulan menuntut
verifikasi oleh orang lain yang ahli dalam bidang yang diteliti, atau mungkin
juga mengecek dengan data lain.117
114 Ibid, h. 395. 115 Ibid, h. 321. 116 Ibid, h. 322. 117 A. Muri Yusuf, Op.Cit, h. 407-409
35
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan dalam Bab IV pada penelitian ini yaitu mendeskripsikan hasil-
hasil dari temuan yang didapatkan di lokasi penelitian yaitu di SMA Plus
Ibadurrahman. Hal-hal yang peneliti amati dan analisis berupa pelaksanaan metode
bandongan, perkembangan berpikir kritis santri serta faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan metode bandongan pada mata pelajaran fiqih di SMA Plus
Ibadurrahman. Proses penelitian ini diawali dengan observasi awal yang dilakukan
pada bulan Agustus tahun 2020 yang kemudian berlanjut pada obervasi inti,
wawancara, dan pengambilan dokumen pada bulan September tahun 2020 secara
langsung.
A. Deskripsi Data
1. Sejarah SMA Plus Ibadurrahman
Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman merupakan pesantren
modern berasaskan ahlussunnah waljamaah. Nama “Ibadurrahman “
sejatinya terilhami dari surat Al-Furqon ayat 63 yang berarti “hamba-
hamba Allah Yang Maha Pengasih”.118 Sebagaimana juga yang
dijelaskan oleh M. Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus
Ibadurrahman yaitu:
“Pondok ini diberi nama Ibadurrahman karena berharap bahwa dengan
keberkahan surat al-Furqan semoga pondok pesantren ini dapat banyak
mencetak generasi-generasi Islami dan Qurani yang dapat menyebarkan
ilmu serta memberikan banyak manfaat untuk keluarganya, masyarakat
sekitar, bangsa dan juga negara”.119
Lembaga ini dalam sejarah awalnya bernama Yayasan Pondok
Pesantren Modern Ibadurrahman yang didirikan oleh Drs. KH. Ahmad
Ihsan dengan Akta Notaris No. 21 Tanggal 21 Juli 2001 dan olehnya
kemudian direvisi menjadi Yayasan Mumtaz Ibadurrahman dengan
118 Dokumentasi, http://www.mumtazibdr.com/Tentang-Kami/Sejarah.html, diakses pada
tanggal 29 Januari 2021 pukul 15.00. 119 Wawancara dengan M. Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus Ibadurrahman, pada
tanggal 30 Januari 2021.
36
Akta No. 31 Tanggal 31 Januari 2012, beralamat di Jl. KH. Hasyim
Ashari Kenanga Cipondoh, Kota Tangerang, Banten.120
Sejak awal berdiri pada tahun 2001, Pesantren ini telah
berkomitmen memperjuangkan pendidikan umat Islam melalui upaya
mempersiapkan kafa’ah generasi muslim yang mandiri, holistis dan
mampu mengintegrasikan ilmu dan skillnya secara modern dan terarah
dengan tetap memprioritaskan akhlakul karimah sebagai karakter
utama.
2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Plus Ibadurrahman
Visi perlu dirumuskan oleh sekolah agar sekolah memiliki arah
serta tujuan sehingga dengan adanya visi tersebut maka sekolah dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapakan. Misi juga perlu untuk
dirumuskan sekolah untuk merngarahkan upaya atau tindakan apa yang
akan dilakukan untuk mewujudkan visi sekolah yang telah dirumuskan
itu.
Visi yang diterapkan di SMA Plus Ibadurrahman adalah sebagai
berikut:
“UNGGUL DALAM KECERDASAN SPIRITUAL, PRESTASI,
DAN BERAKHLAKUL KARIMAH”121
Adapun misi yang diterapkan di SMA Plus Ibadurrahman adalah
sebagai berikut:
a. Menyiapkan calon pemimpin masa depan dengan menguasai
IPTEK, mempunyai daya juang tinggi, kreatif, inovatif dengan
landasan iman dan taqwa yang kuat.
b. Membentuk pribadi siswa yang berakhlakul karimah
c. Mendorong pencapaian prestasi, intrakulikuler, dan ekstrakurikuler
siswa
120 Dokumentasi, http://www.mumtazibdr.com/Tentang-Kami/Sejarah.html, diakses pada
tanggal 29 Januari 2021 pukul 15.00. 121 Dokumentasi, “Kurikulum SMA Plus Ibdurrahman Tahun Pelajaran 2020-2021”. h. 10.
37
d. Menciptakan suasana belajar yang kondusif.122
3. Struktur Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman
4. Guru SMA Plus Ibadurrahman
Tabel 4.1 Guru di SMA Plus Ibadurrahman
No Nama Guru Pelajaran
122 Ibid.
38
1. Ust. Faiz Dzu Dzaroin, S. SI Pendidikan Agama dan
Budi Pekerti & Tauhid
2. Ust. Abd. Halim, S. SI Lintas Minat Bahasa &
Sastra Arab
3. Ust. Muslihin Jamil, S. Pd. I Mahfuzhat
4. Ust. Ridho Abdul Fatah, Lc Ilmu Hadist, Balaghoh
dan Mantiq
5. Ust. Ahmad Kurtubi, S. Pd.I Sejarah Kebudayaan
Islam
6. Ust. Rio Anggola, S.Pd.I Tafsir, Lintas Minat
Bahasa dan Sastra Arab
7. Ust. Drs. Matsani, AB Bahasa Inggris dan New
Grammar
8. Ust. Zainal Arifin, S.SI Tarikh Tayri’
9. Ust. Yusup Nahwu
10. Ust. Abdul Kholiq Thamrin Lughoh dan
Insya
11. Ust. Abdul Muhyi Pend. Agama dan Budi
Pekerti
12. Ust. Saeful Romdhoni Ushul Fiqih, Senbud, &
Tauhid
13. Ust. Abu Nizom Prakarya dan
Kewirausahaan, Fiqih &
Hadist
14. Ust. Sutarno, Am.Pd Sejarah Indonesia,
Sejarah Peminatan
15. Ust. Syaripudin Murdan, S.E Geografi, Ekonomi, dan
Lintas Ekonomi
16. Ust. Ir. Suwaifi Kimia dan Sosiologi
17. Ustz. Ismiyati, S.Pd Bahasa Indonesia
39
18. Ustz. Ika Rahmawati Biiologi, Lintas Minat
Biologi
19. Ustz. Devi Zuriati, S. Pd Fisika
20. Ustz. Indriyati Angreni, S. Pd Biologi
21. Ustz. Wa Jalina Siharis, S. Pd Matematika Wajib dan
Matematika Peminatan
22. Ust. Ahmad Saepulah, S.Pd Matematika Wajib
23. Ustz. Nurul Wahidah, S.Pd Pend Pancasila dan
Kewarganegaraan
24. Ustz. Nurul Badriyah, S.Pd Tajwid
5. Peserta Didik SMA Plus Ibadurrahman
Tabel 4.2 Peserta Didik di SMA Plus Ibadurrahman
40
B. Pembahasan Temuan Penelitian
Pada sekolah yang berbasis pesantren metode bandongan menjadi
metode yang dipakai dalam pembelajaran yang menggunakan kitab-kitab
Islam klasik sebagai sumber belajarnya. Metode bandongan dinilai
ketinggalan zaman dan kurang efektif, namun pada kenyataannya masih
banyak guru yang menerapkan metode bandongan sebagai metode
pembelajarannya. Menjadi tantangan bagi guru yang menggunakan sumber
belajar kitab Islam klasik khususnya mengenai fiqih pada abad 21 ini. Pada
abad ini guru dituntut untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta
didik dengan tetap menggunakan metode yang sesuai dengan materi
pembelajaran dan juga kebutuhan peserta didik serta memperhatikan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi metode tersebut.
Maka pada bagian ini penulis ingin menjelaskan bagaimana
pelaksanaan metode bandongan pada mata pelajaran fiqih dalam
mengembangkan berpikir kritis santri di SMA Plus Ibadurrahman.
Walaupun penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2020 sampai tahun 2021
saat kebanyakan sekolah menerapkan sistem online, akan tetapi di sekolah
ini menerapkan sistem offline yang memudahkan peneliti dalam mengamati
dan menganalisis data yang terdapat di lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Plus
Ibadurrahman, peneliti mengumpulkan data penelitian melalui wawancara,
observasi, dan dokumentasi menunjukkan bahwa metode bandongan yang
dilaksanakan guru Fiqih di SMA Plus Ibadurrahman oleh Ustaz Abu
Nizhom ialah termasuk metode bandongan dengan sistem halaqah, yaitu
ustaz membacakan kitab beserta arti dan penjelasan, santri menulis arti dan
catatan penting sambil memperhatikan kemudian santri dibentuk menjadi
halaqah-halaqah yang berisikan 4 orang untuk mencari kejanggalan atau
suatu permasalahan yang ditemukan di dalam materi fiqih lalu didiskusikan
bagaimana cara menjawab permasalahan tersebut di dalam halaqah-
halaqah tersebut.
41
Pada metode bandongan ini sebelum memulai pembelajaran ustaz
mengawalinya dengan mengajak santri untuk berdoa dan membacakan surat
al-Fatihah untuk pengarang kitab serta guru-guru, kemudian langsung
masuk ke dalam kegiatan inti yaitu ustaz mulai membaca kitab lalu
menerjemahkannya kemudian menjelaskannya, santri menulis arti kitab di
dalam buku tulis masing-masing serta memperhatikan ustaz menjelaskan
kemudian menulis catatan-catatan penting/penjelasan dari ustaz tersebut.
Setelah itu santri diinstruksikan untuk membuat halaqah/kelompok diskusi,
dalam masing-masing kelompok tersebut mereka berdiskusi untuk
merumuskan permasalahanan atau kejanggalan yang akan ditanyakan,
setelah itu masing-masing kelompok mengajukan pertanyaan, kemudian
setelah mengetahui pertanyaan kelompok lain masing-masing kelompok
bekerja sama untuk menjawab pertanyaan yang sudah ditanyakan oleh
kelompok lain, lalu hasil jawaban tersebut akan dipresentasikan di depan
kelas, kemudian ustaz meluruskan jawaban jika terdapat kesalahpahaman
terkait jawaban dari masing-masing kelompok pada setiap pertanyaan.
Setelah ustaz meluruskan jawaban, ustaz memberikan pertanyaan-
pertanyaan kepada santri agar mereka dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis mereka. Setelah sesi tanya jawab baik santri kepada ustaz atau
ustaz kepada santri, selanjutnya adalah kegiatan penutup yaitu ustaz
membuat kesimpulan terkait pembelajaran yang telah berlangsung, dan
sebelum menutup kegiatan pembelajaran dengan pembacaan doa, ustaz
menanyakan kembali apakah masih ada pertanyaan atau tidak, dan setelah
itu ustaz lanjut mengakhiri pembelajaran dengan memimpin pembacaan doa
setelah belajar.123
Pelaksanaan metode bandongan di SMA Plus Ibadurrahman sudah
baik dan sesuai dengan yang dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier dalam
bukunya yang berjudul “Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia”. Menurut Zamakhsyari Dhofier,
123 Hasil Analisis tanggal 1 maret 2021
42
halaqah merupakan kelompok kelas dalam sistem bandongan yang artinya
lingkaran murid atau kelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan
seorang guru.124. Kemudian sesuai juga dengan yang dikemukakan oleh dan
Tajur Rijal dan Ach Fatchan di dalam jurnal milik mereka yang berjudul
“Sistem Bandongan untuk Pendidikan Keterampilan Pertanian di Desa
Berbasis Pesantren” dikatakan bahwa dalam pelaksanaanya metode
bandongan peserta didik berupaya untuk menumpuk pengetahuan dan
keterampilan sebanyak-banyaknya. Pola interaksi lebih berjalan satu arah
dimana Kiai dan ustaz atau santri senior yang lebih aktif atau mendominasi
kegiatan. Akan tetapi, ketika pengetahuan itu telah tertumpuk, para peserta
didik dalam kelompok tersebut berdiskusi atau berdialog secara kritis
sesama teman seangkatan, permasalahan yang dijumpai didialogkan kepada
Kiai, ustaz atau santri senior.125 Dalam praktik diskusi tersebut biasanya
ditemukan hal-hal baru tentang pemahaman kehidupan keagamaan dan
pemahaman ilmu pengetahuan serta keterampilan masa kini.126
Dari hasil pengamatan melalui observasi ditemukan pelaksanaan
metode bandongan di SMA Plus Ibadurrahman adalah metode bandongan
dengan sistem halaqah, yaitu menjadikan peserta didik aktif dan kritis untuk
merumuskan masalah dan mencari jawabannya dalam diskusi kelompok.
Pelaksanaan metode bandongan di SMA Plus Ibadurrahman sudah baik
karena dalam beberapa tahapannya sudah dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritis mereka. Metode bandongan ini sudah dapat
membuat santri aktif dalam menulis arti dan catatan penting, rasa ingin tahu
berkaitan dengan berbagai masalah khususnya tentang madhmadhoh dan
istinsyaq, perhatian untuk menjadi lebih baik dalam hal beribadah
khususnya dalam berwudhu, kepercayaan pada kemampuan sendiri,
mengajukan pertanyaan, berargumen, fleksibel dalam mempertimbangkan
perbedaan pendapat orang lain, berpikiran terbuka, menghargai pendapat
124 Zamakhsyari Dhofier, Op.Cit. h.54. 125 Tajur Rizal, Ach. Fatchan. Op.Cit. h. 3-4 126 Ibid. h. 4.
43
para ulama dan orang lain khususnya yang berbeda mazhab, kehati-hatian
dalam membuat penilaian sehingga metode bandongan dengan sistem
halaqah sukses mengajak santri untuk aktif, berpikir kritis dan juga logis
selama proses pembelajaran berlangsung.127 Kemudian pelaksanaan metode
bandongan ini di mata pelajaran Fiqih sangatlah cocok dan relevan karena
dalam Peraturan Menteri Agama tujuan pembelajaran fiqih adalah untuk
membekali peserta didik agar dapat mengetahui dan memahami pokok-
pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil
naqli dan aqli, melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam
dengan benar.128
Observasi pada penelitian ini diadakan di kelas XII.2 IPA. Dari hasil
pengamatan selama observasi, ditemukan bahwa kelas XII.2 IPA sudah
baik dalam pelaksanaan metode bandongan selama pembelajaran mata
pelajaran fiqih dalam kelas. Terlihat dalam pertanyaan yang dihasilkan di
Kelas XII.2 IPA yang spesifik mengenai materi tentang madhmadhoh dan
istinsyaq.
1) Tahapan Pelaksanaan Metode Bandongan pada Mata Pelajaran
Fiqih dalam Mengembangkan Berpikir Kritis Santri di SMA Plus
Ibadurrahman
Tahapan pada metode bandongan terdiri dari kegiatan pendahuluan
(pembacaan doa), membaca dan menerjemahkan kitab, merumuskan
masalah, kesempatan bertanya, diskusi dan presentasi, penjelasan dan
meluruskan kesalahpahaman, ustaz memberikan pertanyaan, dam
kegiatan penutup yaitu berupa kesimpulan dan berdoa. Tahap-tahap
metode bandongan akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendahuluan
127 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 128 Nurhayani, Op. Cit. h. 89.
44
Tahap ini adalah tahap sebelum kegiatan inti pada metode
bandongan dilakukan. Tahap pendahuluan metode bandongan di SMA
Plus Ibadurrahman sudah terlaksana dengan baik. Berdasarkan
pengamatan guru berusaha menanamkan akhlak dan adab sebelum
belajar, yaitu dengan cara mengkondisikan kelas agar suasana yang
tercipta itu nyaman dan tentram selama proses pembelajaran, setelah kelas
sudah kondusif barulah santri membaca doa sebelum belajar, kemudian
ustaz memimpin doa dengan membacakan surat al-Fatihah untuk
pengarang kitab dan guru-guru terdahulu.129 Kegiatan pendahuluan ini
sesuai dengan hasil wawancara bersama Ustaz Abu Nizhom selaku guru
mata pelajaran Fiqih, beliau mengatakan bahwa:
“Untuk pendahuluan saya mulai dengan memberikan hadiah Fatihah
kepada pengarang kitab dan kepada guru-guru kita, kemudian setelah itu
kita langsung mulai ngaji, tidak mulai dengan cerita”.130
Pada tahap ini santri belum dituntut untuk menggunakan
kemampuannya dalam berpikir kritis, sebab santri hanya melakukan
instruksi yang diberikan Ustaz.
Gambar 4.2 Kegiatan Pendahuluan
b. Membaca dan menerjemahkan kitab
Tahap ini sudah memasuki kegiatan inti dalam pelaksanaan metode
bandongan. Pada tahap membaca dan menerjemahkan kitab pada mata
pelajaran fiqih di SMA Plus Ibadurrahman sudah terlaksana dengan sangat
baik, ustaz membaca dan menerjemahkan kemudian menjelaskan
sementara santri menulis arti serta catatan-catatan penting serta
129 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 130 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021.
45
memperhatikan penjelasan ustaz. Pada kelas XII.2 IPA ini memakai kitab
bidayatul mujtahid untuk mata pelajaran fiqih di sekolah. Santri menulis
ulang kitab tersebut ke dalam buku tulis di luar jam sekolah, itu
merupakan ketentuan dari sekolah untuk menulis ulang kitab tersebut agar
lebih mudah menulis artinya serta tidak mengganggu proses
pembelajaran. Materi yang disampaikan pada pertemuan di kelas Kelas
XII.2 IPA yaitu materi tentang “Ikhtilaf fii madhmadhoh wal istinsyaq fiil
wudhu” yaitu perbedaan berkumur dan memasukan air ke dalam hidung
dalam berwudhu.131 Ustaz semaksimal mungkin menjelaskan dengan
bahasa yang sederhana namun tidak merubah makna agar lebih mudah
dimengerti oleh santri. Santri pun aktif dalam menulis penjelasan ustaz
berupa catatan-catatan penting di buku tulis mereka.132
Pada tahap ini sudah sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya yang berjudul “Tradisi Pesantren:
Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan
Indonesia”. Menurut Zamakhsyari Dhofier, pelaksanaan metode
bandongan ini murid mendengarkan seorang guru yang membaca,
menerjemahkan, menerangkan juga sering kali mengulas buku-buku
Islam dalam bahasa Arab.133 Lalu dalam bukunya Sulthon Masyhud yang
berjudul “Manajemen Pondok Pesantren” mengatakan bahwa sementara
itu para santri mendengarkan sambil memberi catatan (ngesahi, Jawa)
pada kitab yang sedang dibaca.134
Di tengah-tengah menjelaskan maksud arti perkalimat ustaz juga
memberikan pandangan terkait materi yang sedang dibahas dalam kitab
tersebut sambil santri menyimak dan menulis keterangan atau catatan
penting dalam buku tulisnya. Pandangan ustaz berasal dari kisah, sejarah,
131 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 132 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 133 Zamakhsyari Dhofier, Op.Cit. h. 54. 134 Sulthon Masyhud, dkk. Op. Cit. h. 3.
46
pengalaman hidup, atau apapun itu.135 Tahap ini sesuai dengan yang
dijelaskan Ustaz Abu dalam wawancara, yaitu:
“Tahap-tahapnya ketika setelah menghadiahi Fatihah kepada
pengarangnya, saya kenalkan dulu pengarangnya, harus tetap tahu kalau
fiqih ini siapa yang mengarang, lalu saya membaca seperti biasa
Alhamdulillah segala puji bagi Allah. Kemudian setelah perlafadz
diartikan, kemudian saya rangkai maksud dari perkata tadi apa. Setelah
rangkai tersusun menjadi sebuah kata-kata kalimat, kemudian saya
jelaskan maksudnya, setelah saya jelaskan maksudnya dari inti arti kitab,
selanjutnya saya beri pelebaran masalah pelebaran tentang masalah
masyarakat tentang hukum fiqih. Jadi supaya teman-teman itu siap ketika
ditanyai oleh masyarakat tentang hukum-hukum fiqih. Jadi, pertanyaan
tentang seputar problem keseharian tentang ubudiyah, wudhu, yang
membatalkan, dan sebagainya.”136
Pada tahap ini santri sudah mengembangkan keterampilan berpikir
kritisnya, yaitu rasa ingin tahu berkaitan dengan berbagai masalah
khususnya tentang madhmadhoh dan istinsyaq, perhatian untuk menjadi
lebih baik khususnya dalam menulis bahasa arab juga artinya serta lebih
baik lagi dalam hal beribadah khususnya dalam berwudhu, kepercayaan
pada kemampuan sendiri khususnya konsentrasi ketika sedang menulis
juga mendengarkan, fleksibel dalam mempertimbangkan perbedaan
pendapat khususnya para ulama, berpikiran terbuka, menghargai pendapat
orang lain khususnya yang berbeda mazhab, kehati-hatian dalam
membuat penilaian, dan mau mengubah pandangan berdasarkan
refleksi.137
135 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 136 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021. 137 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
47
Gambar 4.3 Membaca dan Menerjemahkan Kitab
c. Merumuskan masalah
Tahap merumuskan masalah yaitu pembagian kelompok untuk
melakukan diskusi untuk merumuskan permasalahan yang nantinya akan
ditanyakan kepada teman-teman kelompok lain dan juga ustaz. Tahap
merumuskan masalah ini berjalan dengan baik dan kondusif, sebab
dengan jumlah siswa yang sedikit dan usia mereka yang sudah beranjak
dewasa sehingga pembagian kelompok ini tidak terlalu membuat
kegaduhan di kelas. Ustaz membebaskan santri untuk mencari kelompok
diskusi, santri secara tertib memilih kelompoknya yang memiliki tempat
duduk berdekatan dan depan belakang agar tidak memakan banyak waktu
pada saat pemilihan kelompok.138
Pada tahap ini ustaz membagi siswa menjadi beberapa kelompok
untuk memanfaatkan waktu. Dengan pembagian kelompok ini maka siswa
dapat dengan efektif merumuskan permasalahan yang ada dengan cara
berdiskusi. Dalam kelas XII.2 IPA ustaz mengarahkan santri untuk
membentuk kelompok, sesuai dengan pernyataan beliau saat wawancara
yaitu:
“Diskusinya itu karena waktunya itu terbatas, itu saya suruh bikin
kelompokan. Bagaimana cara teman-teman ini, karena kalau satu kelas
seumpama isi 30 ini kerepotan. Kadang saya suruh empat-empat diskusi
nanti saya suruh mereka berdiskusi apa yang dijanggalkan atau
dipermasalahkan dari kefahamannya itu”.139
138 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 139 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021.
48
Pada kelas XII.2 IPA dibuat 6 kelompok yang masing-masing
kelompok berjumlah 4 orang dan mereka berdiskusi mengenai materi
madhmadhoh dan istinsyaq. Diskusi berjalan dengan baik dan juga aktif,
hasil dari diskusi tiap-tiap kelompok berupa bentuk pertanyaan.140
Dengan adanya kelompok diskusi maka dapat disimpulkan bahwa
metode bandongan yang diterapkan adalah metode bandongan dengan
sistem halaqah. Di dalam kelompok yang sudah terbentuk itu masing-
masing mendiskusikan suatu permasalahan atau kejanggalan yang didapat
pada materi pembelajaran khususnya mengenai madhmadhoh dan
istinsyaq.141
Pada tahap ini sudah sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya yang berjudul “Tradisi Pesantren:
Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan
Indonesia”. Menurut Zamakhsyari Dhofier, halaqah merupakan
kelompok kelas dalam sistem bandongan yang artinya lingkaran murid
atau kelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.142
Lalu dijelaskan juga dalam jurnal milik Tajur Rijal dan Ach Fatchan yang
berjudul “Sistem Bandongan untuk Pendidikan Keterampilan Pertanian
di Desa Berbasis Pesantren” bahwa dalam pelaksanaanya metode
bandongan peserta didik berupaya untuk menumpuk pengetahuan dan
keterampilan sebanyak-banyaknya.143 Akan tetapi, ketika pengetahuan itu
telah tertumpuk, para peserta didik dalam kelompok tersebut berdiskusi
atau berdialog secara kritis sesama teman seangkatan, permasalahan yang
dijumpai didialogkan kepada Kiai, ustaz atau santri senior.144 Dalam
praktik diskusi tersebut biasanya ditemukan hal-hal baru tentang
140 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021 141 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 142 Zamakhsyari Dhofier, Loc.Cit. 143 Tajur Rizal, Ach. Fatchan. Op.Cit. h. 3 144 Ibid. h. 3-4
49
pemahaman kehidupan keagamaan dan pemahaman ilmu pengetahuan
serta keterampilan masa kini.145
Pada tahap ini keterampilan berpikir kritis yang berkembang
seperti keterbukaan diri karena menemui teman baru sehingga saling
bertukar informasi pengalaman terkait materi, berpikir analisis untuk
menemukan permasalahan, mengajukan pertanyaan kepada teman,
fleksibel dalam mempertimbangkan perbedaan pendapat dan opini teman
dalam arti tidak memihak siapapun, menghargai pendapat teman,
pemahaman terhadap pendapat orang lain, dan menyimpulkan hasil
diskusi berupa sebuah pertanyaan.146
Gambar 4.4 Merumuskan Masalah
d. Kesempatan bertanya
Pada tahap ini masing-masing kelompok yang sudah menemukan
sebuah permasalahan atau pertanyaan atau kejanggalan dalam diskusinya
khususnya tentang materi madhmadhoh dan istinsyaq menyebutkan
pertanyaan masing-masing kelompoknya, pertanyaan yang telah
disebutkan oleh masing-masing kelompok itu yang nantinya akan
didiskusikan jawabannya oleh kelompok lain. Jika santri sudah faham
mengenai materi dan tidak ada pertanyaan maka santri boleh
mempertanyakan masalah fiqih yang lainnya. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Ustaz Abu:
145 Ibid. h. 4. 146 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021
50
“Saya paksa untuk bertanya apa yang sudah kita artikan ini, yang belum
faham mana, yang dijanggalkan mana, kalau tidak ada, bebas masalah
fiqih yang lainnya, semacam itu”.147
Tahap bandongan ini yang dilaksanakan di SMA Plus Ibadurrahman
sudah baik karena santri aktif dan menggunakan kemampuan berpikirnya
untuk menemukan suatu permasalahan yang kontekstual.148
Tahapan ini sudah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Husni
Rahim dalam bukunya yang berjudul “Arah Baru Pendidikan Islam di
Indonesia”. Menurut Husni Rahim, dalam bandongan para santri
memperoleh kesempatan untuk bertanya atau meminta penjelasan lebih
lanjut atas keterangan kiai.149
Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh masing-masing
kelompok pada kelas XII.2 IPA yaitu:150
Tabel 4.3 Pertanyaan Fiqih di kelas XII.2 IPA
Kelompok Pertanyaan
1. Ketika istinsyaq lebih utama menghirup air
atau memasukan air?
2. Bagaimana hukum berwudhu lalu istinsyaq
ketika puasa?
3. Bagaimana jika berwudhu meninggalkan
madhmadhoh?
4. Apakah air mineral adalah air mutlaq?
5. Bagaimana jika berwudhu masih
menggunakan lipstik?
6. Jika malas untuk berwudhu kembali setelah
makan, apakah boleh hanya dengan kumur-
kumur?
147 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021. 148 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 149 Husni Rahim, Op. Cit h. 151. 150 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021
51
Pada tahap ini santri sudah mengembangkan berpikir kritis
mereka dengan mengajukan pertanyaan dan menggunakan percaya diri
mereka untuk bertanya.151
Gambar 4.5 Kesempatan Bertanya
e. Diskusi dan presentasi
Selanjutnya ustaz memberikan kesempatan kepada masing-masing
kelompok untuk berdiskusi mencari jawaban atas pertanyaan yang telah
diajukan.152 Tahap ini sesuai dengan penjelasan Ustaz Abu dalam
wawancara, yaitu:
“Setelah itu saya wajibkan untuk bertanya setelah diskusi, karena
dari diskusi itu akan timbul beberapa pertanyaan, dengan bertanya itu kita
jadi tahu sejauh mana berpikir dalam ilmu fiqih. Setelah pertanyaan dibuat
kemudian ditanyakan. Setelah ditanyakan oleh teman-teman ke saya, saya
lempar pertanyaan ke teman atau kelompok yang lain coba menjawab,
coba jawabannya ada yang beda, pasti ada yang beda, jangan sama harus
beda tidak boleh sama dan harus tahu alasannya.”153
Hasil diskusi adalah berupa bentuk jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang ditanyakan sebelumnya oleh masing-masing kelompok.
Hasil jawaban tersebut kemudian dipresentasikan oleh masing-masing
kelompok di depan kelas.154 Sesuai dengan pernyataan Ustaz Abu terkait
presentasi hasil diskusi di depan kelas, yaitu:
151 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 152 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 153Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021. 154 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
52
“Kalo masalah presentasi hasil diskusi itu mereka hanya menjawab
dengan suara yang bulat terkait jawaban dari suatu pertanyaan”.155
Adapun jawaban yang dipresentasikan masing-masing kelompok di
kelas XII.2 IPA sebagai berikut:
Tabel 4.4 Jawaban dari Diskusi
Jawaban
Kelompok
Ketika istinsyaq lebih utama menghirup air atau
memasukan air?
1. Kelompok penanya
2. Lebih utama menghirup air
3. Menghirup air lebih utama
4. Utamanya adalah menghirup airnya
5. Menghirup air kedalam hidung
6. Dihirup airnya kedalam hidung
Jawaban
Kelompok
Bagaimana hukum berwudhu lalu istinsyaq ketika puasa?
1. Jangan dihirup, cukup menyetuh dinding hidung saja
2. Kelompok penanya
3. Tidak perlu istinsyaq ketika puasa, karena khawatir batal
sebab memasukan air ke dalam hidung
4. Lebih baik ditinggalkan, khawatir membatalkan puasa
5. Karena istinsyaq sunnah jadi tidak apa ditinggalkan
6. Dikhawatirkan masuk air kelobang hidung sehingga
dapat membatalkan puasa maka lebih baik tidak perlu
beristinsyaq
Jawaban
Kelompok
Bagaimana jika berwudhu meninggalkan madhmadhoh?
1. Tidak apa-apa karena sunnah
2. Tetap sah wudhunya karena madhmadhoh sunnah
3. Kelompok penanya
155 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021.
53
4. Madhmadhoh hukumnya sunnah menurut Imam Malik,
Imam Syafi’i, dan juga Abu Hanifah. Jadi boleh-boleh
saja.
5. Boleh berwudhu tidak madhmadhoh karena hukumnya
sunnah
6. Boleh karena sunnah, akan tetapi lebih baik dikerjakan
karena akan mendapatkan pahala
Jawaban
Kelompok
Apakah air mineral adalah air mutlaq?
1. Iya, sehingga boleh digunakan untuk berwudhu
2. Air mineral adalah air mutlaq
3. Air yang tidak ada rasanya maka itu adalah air mutlaq
4. Kelompok penanya
5. Ya betul, air mineral termasuk air mutlaq
6. Air mineral adalah air yang suci, sehingga dapat
mensucikan. Air yang suci dan mensucikan maka dapat
disebut dengan air mutlaq
Jawaban
Kelompok
Bagaimana jika berwudhu masih menggunakan lipstik?
1. Jika lipstik yang tebal maka harus dihilangkan terlebih
dahulu agar hilang dan air wudhu dapat membasahi bibir
2. Lipstik harus dihilangkan apalagi lipstik waterproof,
tetapi jika hanya liptint yang hanya tinggal warna maka
tidak perlu dihilangkan
3. Lipstik perlu dihilangkan agar sah wudhunya
4. Lipstik dan segala bentuk make up yang dapat
mengalangi air menyetuh anggota wudhu maka harus
dihilangkan
5. Kelompok penanya
54
6. Wudhunya tidak sah jika lipstik yang digunakan tebal
sehingga tidak masuk air wudhu
Jawaban
Kelompok
Jika malas untuk berwudhu kembali setelah makan,
apakah boleh hanya dengan kumur-kumur?
1. Boleh, akan tetapi jika shalat pastikan tidak ada sisa
makanan dalam mulut
2. Boleh, karena makan tidak membatalkan wudhu
3. Boleh, tapi jika makanannya memiliki bau, dan hendak
melakukan shalat lebih baik sikat gigi lalu wudhu lagi
4. Boleh, tapi tidak ada salahnya jika berwudhu kembali
khawatir lupa sudah melakukan hal-hal yang
membatalkan wudhu ketika makan atau sehabis makan
5. Boleh, karena makan bukan termasuk 5 hal yang dapat
membatalkan puasa
6. Kelompok penanya
Pada tahap ini, santri menggunakan kemampuan bernalar yaitu
berpikir rasional dan logis saat mendiskusikan jawaban dalam diskusi
kelompok, berargumen menggunakan bukti, melihat fenomena suatu
permasalahan dari berbagai sudut pandang, dan kriteria saat menjawab
pertanyaan yang sesuai dalam kitab fiqih. Kemudian santri menggunakan
kemampuan percaya diri mereka untuk berbicara di depan orang banyak
dengan mempresentasikan hasil diskusi yang telah mereka diskusikan,
berpikiran terbuka, serta menghargai jawaban atau pendapat kelompok
lain.156
156 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
55
Gambar 4.6 Diskusi dan Presentasi
Tahap ini di SMA Plus Ibadurrahman sudah dilakukan dengan baik,
santri aktif mengikuti diskusi pada masing-masing kelompok dan percaya
diri ketika mempresentasikan jawaban atas pertanyaan yang sebelumnya
oleh masing-masing kelompok tanyakan. Berdasarkan pengamatan, hasil
diskusi masing-masing kelompok yang berupa jawaban dari pertanyaan
tersebut hanya mereka hafal dan sebagian mereka membuat catatan kecil
terkait jawabannya. Mereka menjawab pertanyaan dengan percaya diri
secara padat dan jelas.157
Pada tahapan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Husni
Rahim dalam bukunya yang berjudul “Arah Baru Pendidikan Islam di
Indonesia”. Menurut Husni Rahim, catatan-catatan kecil di atas kitabnya
membantu untuk melakukan telaah (muthala’ah) atau mempelajari lebih
lanjut isi kitab tersebut.158
f. Penjelasan dan meluruskan kesalahpahaman
Setelah presentasi, santri kembali ke tempat duduk masing-masing
lalu menghadap kembali ke ustaz dan depan kelas. Pada tahap ini ustaz
merespon jawaban santri dengan memberikan tanggapan, penjelasan, dan
meluruskan kesalahpahaman terhadap hasil diskusi dan presentasi santri
dengan pandangan ustaz berdasarkan kitab-kitab fiqih.159 Sebagaimana ini
sesuai dengan hasil wawancara dengan Ustaz Abu selaku guru fiqih,
beliau menyatakan bahwa:
157 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 158 Husni Rahim, Op. Cit h. 151. 159 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
56
“Setelah pertanyaan dibuat kemudian ditanyakan. Setelah
ditanyakan oleh teman-teman ke saya, saya lempar pertanyaan ke teman
atau kelompok yang lain coba menjawab, coba jawabannya ada yang
beda, pasti ada yang beda, jangan sama harus beda tidak boleh sama dan
harus tahu alasannya. Kemudian saya yang mentashihnya, mentashihnya
itu oh yang benar yang jawabannya ini, semacam itu”.160
Tahap ini berjalan dengan baik dan kondusif di SMA Plus
Ibadurrahman dilihat bahwa pada tahap ini ustaz memberikan penjelasan
dan meluruskan kesalahpahahaman jawaban santri menurut pandangan
ustaz yang bersumber dari kitab-kitab Fiqih dengan penjelasan yang baik
dan tanpa menghakimi santrinya ataupun jawabannya.161
Berikut ini tanggapan, penjelasan, dan jawaban-jawaban Ustaz Abu
pada mata pelajaran fiqih materi “Ikhtilaf fii madhmadhoh wal istinsyaq
fiil wudhu” di kelas XII.2 IPA:162
Tabel 4.5 Penjelasan dan Meluruskan Kesalahpahaman
Kelas XII.2 IPA
Kelompok Pertanyaan Jawaban Ustaz
1. Ketika istinsyaq lebih
utama menghirup air atau
memasukan air?
Lebih utama memasukan air.
2. Bagaimana hukum
berwudhu lalu istinsyaq
ketika puasa?
Harus ditinggalkan, karena
menghirup air kedalam hidung
atau mulut itu merupakan 7
lubang yang dapat
membatalkan puasa.
3. Bagaimana jika
berwudhu meninggalkan
madhmadhoh?
Sah, karena mengikuti mazhab
yang sunnah. Yaitu
pendapatnya Imam Malik,
Imam Syafi’i, dan Abu Hanifah
160Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021. 161 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 162 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
57
yang mengatakan bahwa
madhmadhoh dan Istinsyaq
hukumnya adalah sunnah.
4. Apakah air mineral
adalah air mutlaq?
Iya air mutlaq, sebab qoyyidnya
tidak jelas, mengikuti
wadahnya. Air mineral jika
diletakan di gelas maka ia akan
menjadi air gelas, diletakan di
teko ia akan menjadi air teko.
Berbeda dengan air kopi, jika ia
diletakan di gelas atau wadah
apapun maka ia tetap disebut
sebagai air kopi.
5. Bagaimana jika
berwudhu masih
menggunakan lipstik?
Lipstik yang tebal harus
dihilangkan terlebih dahulu,
karena merah-merah bibir
termasuk wajah yang harus
terkena air wudhu.
6. Jika malas untuk
berwudhu kembali
setelah makan, apakah
boleh hanya dengan
kumur-kumur?
Harus tahu dulu yang
membatalkan wudhu itu ada 5
yaitu 1) keluarnya sesuatu
melalui qubul dan dubur, 2)
tidur, 3) hilang akal, 4)
menyentuh kemaluan baik
qubul maupun dubur, 5)
menyentuh istri atau lawan
jenis bukan mahrom.
58
Gambar 4.7 Penjelasan dan Meluruskan Kesalahpahaman
Pada tahap ini santri mengembangkan keterampilan berpikir
kritisnya dengan mengembangkan ketebukaan pikiran, fleksibel dalam
mempertimbangkan opini, memahami pendapat orang lain, hati-hati
dalam membuat penilaian, menimbangkan kembali pandangan
berdasarkan refleksi.163
Tahap ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Zamakhsyari
Dhofier dalam bukunya yang berjudul “Tradisi Pesantren: Studi
Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia”.
Menurut Zamakhsyari Dhofier, para Kiai sebagai pembaca dan
penerjemah kitab tersebut bukan sekedar membaca teks tetapi juga
memberikan pandangan-pandangan (interpertasi) pribadi, baik mengenai
isi maupun bahasa pada teks. Dengan kata lain, para kiai juga memberikan
komentar antar teks sebagai pandangan pribadinya.164
g. Ustaz memberikan pertanyaan
Pada tahap ini ustaz memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis santri, karena dengan
memberikan pertanyaan maka akan menstimulus santri untuk lebih aktif
dan juga menggunakan kemampuan berpikir kritisnya. Sebagaimana
Ustaz Abu juga menyampaikan dalam wawancara bahwa:
“Agar menjadi aktif biasanya saya kasih sebuah pertanyaan-pertanyaan
yang memancing dia untuk mampu menjawabnya, kalau dia tidak
mampu menjawabnya, berarti oh saya ini kurang membacanya, kurang
memperhatikan, abis itu dia akan sadar bahwasanya oh ternyata ngga bisa
163 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 164 Zamakhsyari Dhofier. Op.Cit,. h. 86.
59
menjawab itu ngga enak. Mangkanya dengan sebuah pertanyaan-
pertanyaan itu nanti biar dia mencari jawabannya”.165
Tahap ini berjalan dengan baik, karena dengan ustaz memberikan
pertanyaan yang komprehensif dan kontekstual maka hal tersebut akan
dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis santri. Berdasarkan
pengamatan, pertanyaan yang diberikan ustaz itu pertanyaan yang
sederhana namun dapat membuat santri berpikir lebih keras atau berpikir
dua kali untuk menjawabnya. Pertanyaan yang diberikan pun selain
tentang materi berwudhu khususnya materi madhmadhoh dan istinsyaq
juga bertanya mengenai susunan tarkibnya atau nahwunya.166
Tahap ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tajur Rijal dan Ach
Fatchan yang berjudul “Sistem Bandongan untuk Pendidikan
Keterampilan Pertanian di Desa Berbasis Pesantren” bahwa metode
bandongan mengarahkan pada pemahaman pengetahuan keagamaan
secara komprehensif.167
Menanggapi hal-hal yang membatalkan wudhu, ustaz memberikan
pertanyaan kepada santri kelas XII.2 IPA sebagai berikut:
Tabel 4.6 Pertanyaan Ustaz Kepada Santri Kelas XII.2 IPA
Pertanyaan Ustaz Jawaban Santri Jawaban Ustaz
Ketika A menyentuh
si B, batal semuanya
apa batal salah
satunya?
Ada yang
menjawab
semuanya, ada
yang menjawab
salah satunya saja
Yang batal yang
menyentuh, yang
disentuh tidak batal.
Menyentuh kemaluan
orang lain dengan
punggungnya telapak
Mayoritas santri
menjawab tidak
batal, dan sedikit
Hukumnya adalah batal
sebab bukan mahram,
sekalipun menyentuh
165 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021. 166 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 167 Tajur Rizal, Ach. Fatchan. Op.Cit, h. 5.
60
tangan batal atau
tidak?
yang menjawab
batal
menggunakan punggung
telapak tangan.
Pada tahap ini santri mengembangkan nalarnya, berargumen,
keterbukaan pikirannya, kepercayaan diri dalam menjawab pertanyaan
yang diberikan, hati-hati dalam membuat penilaian, dan menimbangkan
kembali pandangan berdasarkan refleksi.168
Gambar 4.8 Ustaz Memberikan Pertanyaan
h. Penutup
Tahap penutup ini berisi pertanyaan jika masih ada yang belum jelas,
kesimpulan, kata-kata motivasi dan juga pembacaan doa setelah belajar.
Tahap ini terlaksana dengan baik, akan tetapi santri kurang aktif sebab di
tahap penutup ini tidak ada yang bertanya lagi mengenai kejanggalan
selama pembelajaran yang telah dilakukan di kelas XII.2 IPA. Lalu ustaz
yang memberikan kesimpulan atas pembelajaran yang telah dilakukan,
sehingga santri hanya mendengarkan sehingga tahap ini kurang membuat
santri untuk aktif turut serta membuat kesimpulan.
Sebelum pembelajaran ditutup dengan kesimpulan dan pembacaan
doa, ustaz bertanya kembali jika masih ada yang ingin ditanyakan atau
masih terdapat permasalahan yang dijanggalkan serta memastikan bahwa
santri faham mengenai materi pembelajaran fiqih yang dibahas.169 Hal ini
memiliki kesamaan dengan hasil wawancara bersama Ustaz Abu, yaitu:
“Sebelum selesai dan berdoa itu saya paksa untuk bertanya apa yang
sudah kita artikan ini, yang belum faham mana, yang dijanggalkan
168 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 169 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
61
mana, kalau tidak ada bebas masalah fiqih yang lainnya, semacam
itu”.170
Kemudian ustaz memberikan kesimpulan atas apa yang telah
dibahas selama pembelajaran, mulai dari kesimpulan materi hingga
kesimpulan atas pertanyaan beserta jawaban hasil diskusi.171 Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ustaz Abu dalam wawancara, yaitu:
“Kesimpulan itu seringnya dari saya, ketika saya meminta kesimpulan
itu, bagi anak-anak yang saya suruh membaca saja, coba disimpulkan
itu maksudnya bagaimana”.172
Lalu setelah memberikan kesimpulan ustaz pada tahap ini
memberikan motivasi-motivasi kepada santri agar mereka lebih baik
lagi dalam belajar serta dalam beribadah di dalam kehidupan sehari-hari
dan kedepannya.
Pada tahap ini santri mengembangkan berpikir analisisnya,
kepercayaan diri untuk bertanya jika terdapat hal yang belum jelas, dan
perhatian untuk menjadi lebih baik.173
Dan terakhir ustaz memimpin doa, dan santri pada kelas XII.2
IPA berdoa dengan khusuk berharap karamah, berkah serta ilmu yang
bermanfaat dari pembelajaran fiqih yang telah dilaksanakan.174
Gambar 4.9 Kegiatan Penutup
170 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021. 171 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 172 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021. 173 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021. 174 Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Fiqih SMA Plus Ibadurrahman di kelas
XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
62
2) Perkembangan Berpikir Kritis Santri di SMA Plus Ibadurrahman
Berdasarkan hasil penelitian di SMA Plus Ibadurrahman melalui
observasi dan wawancara menunjukkan bahwa adanya perkembangan
kemampuan berpikir kritis santri setelah dilaksanakannya metode
bandongan di sekolah tersebut. Melihat penjelasan diatas maka
perkembangan berpikir kritis dapat dikenali dengan adanya karakteristik-
karakteristik berpikir krtitis yang terdapat pada tiap tahapan dari metode
bandongan tersebut.175
Berdasarkan pengamatan, di kelas XII.2 IPA dalam berpikir
kritisnya sudah berkembang, seperti berpikiran terbuka, informasi berasal
dari sumber terpercaya, berargumen, bernalar secara logis, melihat sebuah
fenomena dari berbagai sudut pandang, mengajukan pertanyaan,
mengidentifikasi asumsi, membuat kesimpulan, rasa ingin tahu, menjadi
orang yang lebih baik, percaya diri, open minded, fleksibel dalam
mempertimbangkan opini, memahami pendapat orang lain, hati-hati
dalam membuat penilaian, menimbangkan kembali pandangan
berdasarkan refleksi. Namun santri belum memenuhi semua karakteristik
dalam berpikir kritis secara maksimal dalam pembelajarannya, di
antaranya santri kurang percaya diri untuk menjawab pertanyaan sebab
ragu terhadap jawabannya.176
Berikut tabel karakteristik dari berpikir kritis yang berada di tahapan
metode bandongan:
Tabel 4.7 Karakteristik Berpikir Kritis pada Tahap Metode Bandongan
No. Tahap Metode
Bandongan
Karakteristik Berpikir Kritis
1. Pendahuluan Pada tahap ini santri belum dituntut
untuk menggunakan kemampuannya
dalam berpikir kritis, sebab santri hanya
175 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 176 Kesimpulan hasil wawancara dan observasi di kelas XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
63
melakukan instruksi yang diberikan
Ustaz.
2. Membaca dan
menerjemahkan kitab
Pada tahap ini santri sudah
mengembangkan keterampilan berpikir
kritisnya, yaitu rasa ingin tahu berkaitan
dengan berbagai masalah khususnya
tentang madhmadhoh dan istinsyaq,
perhatian untuk menjadi lebih baik
khususnya dalam menulis bahasa arab
juga artinya serta lebih baik lagi dalam
hal beribadah khususnya dalam
berwudhu, kepercayaan pada
kemampuan sendiri khususnya
konsentrasi ketika sedang menulis juga
mendengarkan, fleksibel dalam
mempertimbangkan perbedaan pendapat
khususnya para ulama, berpikiran
terbuka, menghargai pendapat orang lain
khususnya yang berbeda mazhab, kehati-
hatian dalam membuat penilaian, dan
mau mengubah pandangan berdasarkan
refleksi.
3. Merumuskan masalah Pada tahap ini keterampilan berpikir
kritis yang berkembang seperti
keterbukaan diri karena menemui teman
baru sehingga saling bertukar informasi
pengalaman terkait materi, berpikir
analisis untuk menemukan
permasalahan, mengajukan pertanyaan
kepada teman, fleksibel dalam
64
mempertimbangkan perbedaan pendapat
dan opini teman dalam arti tidak
memihak siapapun, menghargai
pendapat teman, pemahaman terhadap
pendapat orang lain, dan menyimpulkan
hasil diskusi berupa sebuah pertanyaan.
4. Kesempatan bertanya Pada tahap ini santri sudah
mengembangkan berpikir kritis mereka
dengan mengajukan pertanyaan dan
menggunakan percaya diri mereka untuk
bertanya.
5. Diskusi dan presentasi Pada tahap ini, santri mengembangkan
kemampuan bernalar yaitu berpikir
rasional dan logis saat mendiskusikan
jawaban dalam diskusi kelompok,
berargumen menggunakan bukti, melihat
fenomena suatu permasalahan dari
berbagai sudut pandang, dan kriteria saat
menjawab pertanyaan yang sesuai dalam
kitab fiqih. Kemudian santri
menggunakan kemampuan percaya diri
mereka untuk berbicara di depan orang
banyak dengan mempresentasikan hasil
diskusi yang telah mereka diskusikan,
berpikiran terbuka, serta menghargai
jawaban atau pendapat kelompok lain.
6. Penjelasan dan
meluruskan
kesalahpahaman
Pada tahap ini santri mengembangkan
keterampilan berpikir kritisnya dengan
mengembangkan ketebukaan pikiran,
fleksibel dalam mempertimbangkan
65
opini, memahami pendapat orang lain,
hati-hati dalam membuat penilaian,
menimbangkan kembali pandangan
berdasarkan refleksi.
7. Ustaz memberikan
pertanyaan
Pada tahap ini santri mengembangkan
nalarnya, berargumen, keterbukaan
pikirannya, kepercayaan diri dalam
menjawab pertanyaan yang diberikan,
hati-hati dalam membuat penilaian, dan
menimbangkan kembali pandangan
berdasarkan refleksi.
8. Penutup Pada tahap ini santri mengembangkan
berpikir analisisnya, kepercayaan diri
untuk bertanya jika terdapat hal yang
belum jelas, dan perhatian untuk menjadi
lebih baik.
3) Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Metode Bandongan
dalam Mengembangkan Berpikir Kritis pada Santri.
Berdasarkan dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang
didapatkan oleh peneliti dari pelaksanaan metode bandongan pada mata
pelajaran fiqih dalam mengembangkan berpikir kritis santri di SMA Plus
Ibadurrahman tidak lepas dari faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
metode bandongan yang kemudian faktor tersebut dibagi menjadi faktor
pendukung dan penghambat. Berikut adalah faktor pendukung dan
penghambat yang ditemukan:
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung ini sangat penting di dalam proses pelaksanaan dari
metode bandongan dalam mengembangkan berpikir kritis santri, faktor
pendukung ini dapat menjadikan sekolah lebih baik terutama dalam proses
pembelajaran materi pondok di sekolah. Adapun faktor pendukung yang
66
ditemukan peneliti akan dijabarkan dengan hasil observasi dan wawancara
dengan kepala sekolah, guru mata pelajaran fiqih, dan santri sebagai berikut:
1) Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustaz Muslihin Jamil S.Pd.I
selaku Kepala Sekolah SMA Plus Ibadurrahman, Beliau menyatakan
bahwa faktor pendukung yang pertama yaitu:
“Bandongan dari awal sudah kita mulai, dari pertama berdiri karena kita di
pondok pesantren, jadi kita juga sudah memiliki guru-guru salafiyah,
bahkan kalau metode bandongan itu sudah dibilang mendarah daging di
masyarakat pesantren atau di sekolah ini”.177
Beliau meneruskan mengenai faktor pendukung diterapkannya
metode bandongan di sekolah SMA Plus Ibadurrahman yang kedua sebagai
berikut:
“Bandongan itu kalau zaman dulu aja mungkin ya hanya sorogan, sorogan-
sorogan, tapi kalau zaman sekarang Alhamdulillah gurunya juga sudah
modern dan banyak salafi-salafi guru yang mengerti dengan bandongan tapi
mereka juga kuliah. Nah jadi kalau dulu memang kuno, tapi sekarang yang
kuno itu kita modifikasi menjadi modern nah itulah mangkanya tadi saya
sampaikan.”.178
Lalu Ustaz M. Muslihin Jamil melanjutkan perihal faktor pendukung
metode bandongan yang diterapkan di sekolah yang ketiga sebagai berikut:
“Ya bagus lah ya, karena memang ada bahasanya islah atau koreksinya itu
langsung, tidak lagi seorang murid salah kemudian guru menumpuk
kesalahan dikoreksi dalam satu waktu, tapi ketika itu salah harus secepatnya
dibenarkan”.179
Lalu Beliau melanjutkan perihal metode bandongan yang diterapkan
pada mata pelajaran fiqih di sekolah sebagai berikut:
“Ya kalo faktornya kalau kita lari ke kurikulum di sekolah negerinya, karena
kan literasi itu hobi membaca jadi bandongan juga kan itu guru melatih
siswanya untuk terus terbiasa membaca, jadi sangat mendukung”.180
Berdasarkan pemaparan Ustaz Muslihin Jamil di atas maka dapat
disimpulkan bahwa faktor pendukung dilaksanakannya metode bandongan
177 Wawancara dengan M. Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus Ibadurrahman, pada
tanggal 30 Januari 2021. 178 Wawancara dengan M. Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus Ibadurrahman, pada
tanggal 30 Januari 2021. 179 Wawancara dengan M. Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus Ibadurrahman, pada
tanggal 30 Januari 2021. 180 Wawancara dengan M. Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus Ibadurrahman, pada
tanggal 30 Januari 2021.
67
ini karena sekolah yang berbasis pondok pesantren dan metode ini sudah
mendarah daging dan suatu budaya, guru-guru salafi yang modern, dan
koreksinya secara langsung dan menjadikan santri semangat dan gemar
membaca yang merupakan kelebihan dari metode bandongan tersebut.
2) Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru
fiqih di SMA Plus Ibadurrahman, Beliau menyatakan bahwa:
“Bandongan ini harus dilestarikan, karena ada syair al muhafadhotu ‘ala
qodimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, kita menjaga tradisi lama.
Tradisi lama itu kita harus jaga dari guru-guru kita kan bandongan,
kemudian mengambil metode baru yang lebih maslahat. Tentang
bandongan tetap dipertahankan, ketika ada metode baru kita tambahkan
yang maslahat.”.181
Pendapat di atas juga didukung dengan pendapat Ustaz Abu Nizhom
selaku guru mata pelajaran fiqih, yaitu:
“Kalau untuk ustaznya itu kalau metode bandongan ustaznya akan lebih
dalam lagi memahaminya kitab tadi. Yang dulunya faham sekarang tambah
faham, yang dulunya tidak faham sekarang faham itu untuk saya. Jadi kalau
untuk santrinya itu bisa face to face dengan guru jadi lebih dalam lebih
vulgar didalam mengekspresikan pendapat atau keluh kesahnya di dalam
pembelajaran”.182
Berdasarkan pemaparan Ustaz Abu di atas maka dapat disimpulkan
bahwa faktor pendukung dilaksanakannya metode bandongan ini karena
metode ini adalah suatu budaya yang harus dilestarikan dan juga karena
dapat menambah wawasan baik bagi ustaz ataupun santri.
3) Kemudian kesimpulan dari pendapat dalam hasil wawancara dengan
santri kelas XII.2 IPA menyatakan bahwa:
Metode bandongan ini dapat membantu santri mengetahui arti dalam
kitab, belajar menulis kaligrafi, mengetahui susunan tarkibnya,
pembahasannya bisa meluas sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan,
penjelasannya lebih rinci karena diartikan perkata, bisa membaca kitab,
181 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021 182 Wawancara dengan M. Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus Ibadurrahman, pada
tanggal 30 Januari 2021.
68
dapat menambah kosa kata bahasa arab, aktif bertanya, dan
mengembangkan berpikir kritis.183
Metode bandongan ini mengajak santri untuk aktif dan menggunakan
kemampuan berpikirnya. Metode ini juga tetap bisa membuat mereka
bersemangat selama proses pembelajaran karena peserta didik dibagi dalam
beberapa kelompok. Kemudian di dalam kelompok tersebut mereka
bertukar informasi, beradu argumen, saling komunikasi, saling bekerja
sama dalam menemukan jawaban, dan diselingi canda tawa yang membuat
kelas menjadi aktif dan hidup, serta ustaz yang menjelaskan materi diselingi
dengan hal-hal lucu sehingga kelas terasa nyaman dan tidak membosankan.
b. Faktor Penghambat
Adapun faktor penghambat yang ditemukan peneliti berdasarkan
hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah, guru fiqih, dan
santri yaitu sebagai berikut:
1) Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SMA Plus
Ibadurrahman yaitu Ustaz M. Muslihin Jamil, Beliau menyebutkan
bahwa faktor penghambat metode bandongan yaitu:
“Penghambatnya ketika bandongan itu kurangnya guru karena sekarang
tidak seperti dulu siswa masih berjumlah 300 dan sekarang jumlah siswa
yang 800, padahal guru sudah kita tambahkan yang kemarin itu 15 dan
sekarang itu 25 tapi tetap karena siswanya banyak. Itupun sudah kami cari
alternatif yaitu dengan adanya tambahan-tambahan kajian umum seperti
pada minggu pagi, kemudian jum’at malam, jadi ya mudah-mudahan
kekurangan itu sudah ada penutupnya, sudah dikasih solusinya.”184
Jadi berdasarkan pemaparan kepala sekolah maka dapat disimpulkan
bahwa faktor penghambat metode bandongan itu kurangnya guru karena
semakin banyaknya siswa, dan juga karena keterbatasan waktu di jam
sekolah. Akan tetapi sekolah sudah menemukan solusinya yaitu dengan
menambah kajian umum seperti pada minggu pagi dan jum’at malam.
2) Kemudian pendapat dari wawancara dengan Kepala Sekolah mengenai
sarana dan prasarana sekolah sebagai berikut:
183 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021. 184 Wawancara dengan M. Muslihin Jamil selaku kepala sekolah SMA Plus Ibadurrahman, pada
tanggal 30 Januari 2021.
69
“Untuk dibilang cukup sih belum, paling kayanya baru hanya 50% lah ya
untuk mencapai dan mendukung beberapa program yang akan datang ini,
ya sambil berjalan kita cari, trus ya kita modifikasi dengan alat-alat, bahan
ajar, alat peraganya, dan lain sebagainya”.
Dengan demikian maka sarana dan prasarana yang belum mencukupi
itu menghambat proses pelaksanaan metode bandongan ini khususnya
untuk mata pelajaran fiqih, sarana dan prasarananya yang dibutuhkan seperti
alat peraga dan bahan ajar.
3) Berdasarkan hasil wawancara dengan guru fiqih yaitu Ustaz Abu
Nizhom, Beliau menyatakan bahwa:
“Teman-teman santri faktor kurangnya adalah tidak mempunyai tulisan.
Jadi kan caranya kan ada kitab, disalin di buku ditulis, lah ini santri belum
menulisnya. Maka ketika ngga menulis, maka ia tidak mengartikan. Kalau
tidak mengartikan ngga tau artinya, ngga tau maksudnya. Itu
kendalanya”.185
Lalu beliau melanjutkan terkait dengan faktor penghambat lain:
“Selain itu adalah kalau bandongan, nulis ada yang waktunya agak lama,
membutuhkan waktu agak lama. Jadi, mengartikan itukan membutuhkan
waktu, menjelaskan juga membutuhkan waktu, jadi masalah waktu
saja”.186
Berdasarkan pemaparan Ustaz Abu selaku guru fiqih maka dapat
disimpulkan bahwa faktor penghambat metode bandongan itu santri belum
menulis salinan kitab, santri menulis arti membutuhkan waktu agak lama,
dan kurangnya waktu. Jadi guru harus mengatur waktu dengan cara
sekreatif dan seefektif mungkin agar semua tahapan pada metode
bandongan ini dapat dilaksanakan semuanya.
4) Berdasarkan hasil observasi di kelas kelas XII.2 IPA semua tahapan
metode bandongan terlaksana dengan baik, ustaz membaca kitab lalu
menerjemahkan kemudian menjelaskan dengan baik dan jelas, hampir
semua santri menulis arti serta catatan-catatan penting dalam buku tulis dan
sedikit sekali yang tidak menulis sebab belum menyalin kitab tersebut
185 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021. 186 Wawancara dengan Ustaz Abu Nizhom selaku guru Mata Pelajaran Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman, pada tanggal 25 Januari 2021.
70
namun santri tersebut tetap memperhatikan penjelasan ustaz. Cara
mengatasi hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan santri mereka
akan menulis arti tersebut di dalam kitab atau menyalin kitab tersebut ke
buku tulis dan artinya melihat catatan teman. Selain itu karena padatnya
kegiatan santri di pondok pesantren menyebabkan beberapa santri lelah dan
ngantuk saat pelajaran bandongan berlangsung akan tetapi hal tersebut
dapat dilewati oleh guru dengan memberikan kenyamanan dalam kelas
seperti tidak terlalu serius dengan cara menjelaskan menggunakan joke-joke
anak muda sehingga mereka bersemangat kembali untuk belajar dan
membuat santri tersebut aktif dengan melaksanakan metode bandongan
dengan sistem halaqah.
Adapun faktor pendukung dan penghambat selama proses
pelaksanaannya yaitu sebagai berikut:187
Tabel 4.8 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Metode Bandongan
dalam Mengembangkan Berpikir Kritis Santri di SMA Plus
Ibadurrahman
No. Faktor Pendukung Faktor Penghambat
1. SMA Plus Ibadurrahman
merupakan sekolah berbasis
pondok pesantren, metode
bandongan ini sudah
mendarah daging dan menjadi
budaya untuk mata pelajaran
pondok di sekolah SMA Plus
Ibadurrahman.
Kurangnya guru karena
semakin banyaknya siswa, dan
juga karena keterbatasan
waktu di jam sekolah. Akan
tetapi sekolah sudah
menemukan solusinya yaitu
dengan menambah tambahan
kajian umum.
2. Metode bandongan diajarkan
oleh guru-guru salafi yang
modern, cocok untuk
membuat santri aktif dan juga
Sarana dan prasarana yang
belum mencukupi untuk
pelaksanaan metode
bandongan ini khususnya
187 Hasil analisis tanggal 1 Maret 2021.
71
membantu mengembangkan
keterampilan berpikir kritis
santri.
mata pelajaran fiqih yang
dibutuhkan seperti alat peraga.
Dan sekolah terus berupaya
agar sarana dan prasarana
tersebut dapat terpenuhi.
3. Kelebihan metode bandongan
ini selain dapat membantu
santri mengetahui arti dalam
kitab, belajar menulis
kaligrafi, mengetahui susunan
tarkibnya, bisa membaca
kitab, dapat menambah kosa
kata bahasa arab, akan tetapi
juga karena pembahasannya
bisa meluas sesuai dengan
kenyataan dalam kehidupan,
penjelasannya lebih rinci
karena diartikan perkata, aktif
bertanya, dan membantu santri
mengembangkan berpikir
kritisnya.
Santri belum menulis salinan
kitab, santri menulis arti
membutuhkan waktu agak
lama, dan kurangnya waktu.
Jadi guru akan memotivasi
santri agar semangat dan
mengatur waktu sekreatif dan
seefektif mungkin.
4. Metode ini juga tetap bisa
membuat mereka bersemangat
selama proses pembelajaran
karena peserta didik dibagi
dalam beberapa kelompok.
Kemudian di dalam kelompok
tersebut mereka bertukar
informasi, berargumen, saling
komunikasi, saling bekerja
Santri yang lelah dan
mengantuk saat pelajaran
bandongan berlangsung, akan
tetapi hal tersebut dapat
dilewati oleh guru dengan
memberikan kenyamanan
dalam kelas seperti tidak
terlalu serius dengan cara
menjelaskan menggunakan
72
sama dalam menemukan
jawaban, dan diselingi canda
tawa yang membuat kelas
menjadi aktif dan hidup.
joke-joke anak muda sehingga
mereka bersemangat kembali
untuk belajar dan membuat
santri tersebut aktif dengan
melaksanakan metode
bandongan dengan sistem
halaqah.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas yang merupakan hasil dari
perpaduan kajian teoritis dengan hasil penemuan di lapangan, maka kesimpulan
yang peneliti peroleh ialah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan metode bandongan pada mata pelajaran Fiqih di SMA Plus
Ibadurrahman sudah diterapkan dengan baik. Metode bandongan yang
diterapkan adalah metode bandongan dengan sistem halaqah. Adapun
tahap-tahap metode bandongan yang dilaksanakan yaitu pendahuluan,
membaca dan menerjemahkan kitab, merumuskan masalah, kesempatan
bertanya, diskusi dan presentasi, penjelasan dan meluruskan
kesalahpahaman, ustaz memberikan pertanyaan, dan terkahir yaitu penutup.
2. Karakteristik yang berkembang pada santri SMA Plus Ibadurrahman selama
pelaksanaan metode bandongan yaitu berpikiran terbuka, informasi
terpercaya, berargumen, bernalar logis, melihat fenomena dari berbagai
sudut pandang, mengajukan pertanyaan, mengidentifikasi asumsi, membuat
kesimpulan, rasa ingin tahu, menjadi orang yang lebih baik, percaya diri,
fleksibel dalam mempertimbangkan opini, memahami pendapat orang lain,
hati-hati dalam membuat penilaian, dan menimbangkan kembali pandangan
berdasarkan refleksi. Berdasarkan hal tersebut maka keterampilan berpikir
kritis santri di SMA Plus Ibadurrahman sudah dikembangkan dan
dilaksanakan dengan baik.
3. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan metode bandongan pada mata
pelajaran Fiqih di SMA Plus Ibadurrahman sebagai berikut:
a. Faktor pendukung pelaksanaan metode bandongan pada mata pelajaran
Fiqih di SMA Plus Ibadurrahman yaitu 1) SMA Plus Ibadurrahman
merupakan sekolah berbasis pondok pesantren, 2) Metode bandongan
diajarkan oleh guru-guru salafi yang modern, 3) Banyaknya kelebihan
metode bandongan dan juga karena pembahasannya sesuai dengan
74
kenyataan, lebih rinci, aktif bertanya, dan membantu santri
mengembangkan berpikir kritisnya. 4) Metode bandongan dengan
sistem halaqah membuat mereka bersemangat selama proses
pembelajaran.
b. Faktor penghambatnya yaitu 1) Kurangnya guru, 2) Sarana dan
prasarana yang belum mencukupi, 3) Santri belum menulis salinan kitab
dan kurangnya waktu, 4) Santri yang mengantuk saat pelajaran.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang diadakan di SMA Plus Ibadurrahman
terdapat saran dari peneliti yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Lebih menginovasi lagi untuk para guru agar lebih baik lagi dalam
mengajar dan memilih metode pembelajaran yang sesuai, memaksimalkan
sarana prasarana sekolah yang tersedia, diadakannya pelatihan, workshop
atau seminar bagi guru untuk menambah pengetahuan dan informasi
mengenai metode bandongan agar peserta didik dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritisnya pada abad 21, agar dapat menciptakan
generasi yang dapat bersaing, bersanding dan bertanding di dunia
pendidikan pada abad 21 dan selanjutnya.
2. Bagi Guru Pendidikan Agama Islam
Terus membina dan dan mengasah kompetensi guru agar pembelajaran
dapat berjalan dengan baik dengan memperhatikan materi, metode, serta
kebutuhan peserta didik tersebut. Guru harus open minded dengan banyak
membaca literasi tentang metode bandongan dari buku, jurnal atau sumber
lainnya yang terupdate agar dapat memaksimalkan metode bandongan agar
dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik,
menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia untuk menunjang
pembelajaran, mengikuti pelatihan, workshop atau seminar untuk
menambah wawasan, informasi dan pengalaman.
3. Bagi Mahasiswa
75
Penelitian ini masih terbatas pada pelaksanaan metode bandongan
pada mata pelajaran fiqih dalam mengembangkan berpikir kritis santri,
perkembangan keterampilan berpikir kritis santri, faktor yang
mempengaruhi pada pelaksanaan metode bandongan. Hendaklah peneliti
selanjutnya dapat mengembangkan penelitian tentang pelaksanaan metode
bandongan yang serupa dengan variabel lain atau pada mata pelajaran lain
dengan mengurangi dan tidak mengulangi kekurangan yang terdapat pada
penelitian ini pada penelitiannya kelak.
C. Keterbatasan Penelitian
Secara metodologi penelitian, keterbatasan dalam penelitian ini adalah
belum diawali dengan studi emiprik yang baik dan benar sehingga mempengaruhi
tataran emik, dan sangat terbuka dalam penelitian kualitatif ini dipengaruhi oleh
tataran etiknya dan bukan emiknya. Hal tersebut tampak dalam menemukan fokus
penelitian ini yang mempengaruhi dalam rumusan masalah, tujuan dan manfaat
bahkan judul dalam penelitian ini. Dengan demikian di dalam BAB 1, BAB II, BAB
III, BAB IV dan BAB V perlu dicermati untuk prosedur penelitiannya agar
disesuaikan dengan prosedur penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yang
sesuai dengan kebutuhan fokus penelitian yang didasari dengan tataran emik
(kualitatif) dan bukan etik.
Adapun secara content (isi) harus didasari tataran emik yang kuat sehingga
terformulasi di dalam kajian teoretik/kajian pustaka sesuai dengan kebutuhan fokus
penelitian yang didasari dengan tataran emik dan bukan etik, sehingga sesuai
kebutuhan rumusan masalah dan tujuan penelitian (dengan tataran emik).
Pembahasan hasil penelitian harus didasari dengan menjawab rumusan
masalah/pertanyaan penelitian yang sebaiknya lahir dari tataran emik dan bukan
etik begitupula dalam BAB V untuk kesimpulannya, sehingga karakteristik metode
ilmiah yaitu adanya penelitian yang bersifat sistematis dapat terpenuhi dengan baik.
76
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Arief, Armai. 2002. “Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam”. Jakarta:
Ciputat Pers
Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur. 2015. “Teori Belajar dan Pembelajaran”.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Cet 1.
Dhofier, Zamakhsyari. 2011. “Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia”. Jakarta: LP3ES.
Gasong, Dina. 2018. “Belajar dan Pembelajaran”. Yogyakarta: Deepublish.
Hardini, Isriani dan Puspitasari, Dewi. 2015. “Strategi Pembelajaran Terpadu:
Teori, Konsep & Implementasi”. Yogyakarta: Familia.
Hafsah. 2016. “Pembelajaran Fiqih”. Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis.
Hasbullah. 1966. “Kapita Selekta Pendidikan Islam”. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Kompri. 2018. “Manajemen & Kepemimpinan Pondok Pesantren”. Jakarta:
Prenada Media.
Madjid, Nurcholis. 1997. “Bilik-Bilik Pesantren”. Jakarta: Paramadina.
Masyhud, Sulthon. dkk. 2003. “Manajemen Pondok Pesantren”, Cet Ke 2. Jakarta:
Diva Pustaka, 2003.
Nata, Abuddin. 2018. “Islam dan Ilmu Pengetahuan”. Jakarta: Prenada Media.
Noor, Ahmad Syafi’ie. 2009. “Orientasi Pengembangan Pendidikan Pesantren
Tradisional”. Jakarta: Prenada.
Rahim, Husni. 2001. “Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia”. Jakarta: Logos.
Ridawati. 2020. “Taffaquh Fiddin dan Implementasinya pada Pondok Pesantren di
Jawa Barat”. Indragiri: PT. Indragiri Dot Com.
Sani, Ridwan Abdullah. 2019. “Pembelajaran Berbasis HOTS (Higher Order
Thingking Skills)”. Tangerang: Tsmart Printing.
Sarmanu. 2017. “Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
Statistika”. Surabaya: Airlangga University Press.
Suardi, Moh. 2018. “Belajar dan Pembelajaran”. Yogyakarta: Deepublish.
77
Sugiyono. 2019. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”. Bandung:
Alfabeta.
Suryani, Esti. 2017. “Best Practice Pembelajaran Melalui Problem Based
Learning”. Yogyakarta: Deepublish.
Thobroni, M. 2015. “Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Praktik”, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Medi. Cet Ke-1.
Tumanggor, Rusmin. 2016. “Ilmu Jiwa Agama The Psychology of Religion”.
Jakarta: Kencana.
Umar, dkk. 2016. “Pengembangaan Kutrikulum Pendidikan Agama Islam
Transformatif”. Yogyakarta: Deepublish.
Yasid, Abu. 2018. “Paradigma Baru Pesantren”. Yogyakarta: IRCiSod.
Yasmadi. 2002. “Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid terhadap
Pendidikan Islam Tradisional”. Jakarta: Ciputat Press.
Yusuf, A. Muri. 2017. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan”. Jakarta: Kencana. Cet ke-4.
B. Jurnal:
Ahmatika, Deti. 2016. “Peningkatan Kemampuan B erpikir Kritis Siswa Dengan
Pendekatan Inquiry/Discovery”. Prodi Pendidikan Matematika Unswagati
Cirebon. Jurnal Euclid, Vol ISSN 2355-1712, vol.3, No.1, pp. 377-525.
Amirudin. 2016. “Peningkatan Keterampilan Menulis Argumentatif Melalui Model
Halaqah”. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
Kendari. Jurnal Al-Ta’dib Vol. 9 No. 1.
Anas, H. A. Idhoh. 2012. “Kurikulum Dan Metodologi Pembelajaran Pesantren”,
Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan. Jurnal Cendekia, Vol. 10, No. 1. Anwar, Abu. 2016. “Karakteristik Pendidikan Dan Unsur-Unsur Kelembagaan Di
Pesantren”. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,
POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 2, No. 2.
Basri, Hasan. 2019. “Pengajian Halaqah dalam Membentuk Karakter Santri di
Madrasah Aliyah As’adiyah Putra Pusat Sengkang di Macanang
78
Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo”. Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar. Volume VIII, Nomor 1.
Chairi, Effendi. 2019. “Pengembangan Metode Bandongan dalam Kajian Kitab
Kuning di Pesantren Attarbiyah Guluk-Guluk dalam Perspektif Muhammad
Abid Al-Jabiri”. Mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Ushuluddin
dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Nidhomul Haq:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN: 2503-1481 Hal: 70-89. Vol 4
No 1. DOI: 10.31538/ndh.v4i1.233.
Firdaus, Aulia. dkk. 2019. “Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Barisan
dan Deret Berdasarkan Gaya Berpikir”, Jurnal Kreano, Vol. 10, No. 1,
http://dx.doi.org/10.15294/kreano.v10i1.17822.
Harahap, Musaddad. 2016. “Esensi Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan
Islam”, Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2.
Irfangi, M. 2017. “Implementasi Metode Kisah dalam Pembelajaran Akidah
Akhlak di Madrasah Aliyah”. DOI: https://doi.org/10.24090/jk.v5i1.1255 e-
ISSN 2598-4845; p-ISSN 2355-018X. Jurnal kependidikan, Vol. 5, No.1.
Laili, Khamsil. 2018. “Metode Pengajaran di Pesantren dan Perkembangannya”,
Al-Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 1.
Muhtifah, Lailial. 2012. “Pola Pengembangan Kurikulum Pesantren Kasus Al-
Mukhlishin Mempawah Kalimantan Barat”. STAIN Pontianak, Journal
UIN SGD, Vol. XVII No. 2.
Nugroho, Purna Bayu. 2017. “Scaffolding Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis dalam Pembelajaran Matematika”, STKIP Muhammadiyah
Kotabumi Lampung, Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan
Pembelajarannya, Vol. 2, No.1. ISSN: 2527-6182.
Nurhayani. 2017. “Penerapan Metode Simulasi Dalam Pembelajaran Fiqih Ibadah
Bagi Siswa di MTS YMPI Sei Tualang Raso Tanjung Balai”. Jurnal Ansiru,
Vol. 1, No. 1.
Nuryati, Lilis. dkk. 2018. “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”, Jurnal
Pendidikan, Vol. 3, No. 2. Hlm. 155-158, E-ISSN: 2502-471X. DOAJ-
SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI.
79
Purwati, Ratna. dkk,. 2016. “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam
Menyelesaikan Masalah Persamaan Kuadrat Pada Pembelajaram Model
Creative Problem Solving”. Jurnal Kadikma, Vol. 7, No. 1.
Pusparatri, Retno Kuning Dewi. 2012. “Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”, Jurnal Ilmiah
Guru “COPE”, No. 2.
Redhana, I Wayan. 2019. “Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 Dalam
Pembelajaran Kimia”, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 13, No 1. hal
2239 – 2253.
Rizal, Tajur dan Ach. Fatchan. 2006. “Sistem Bandongan untuk Pendidikan
Keterampilan Pertanian di Desa Berbasis Pesantren”. Jurnal Penelitian
Kependidikan, Vol. 16, No. 1.
Saihu. 2015. “Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia”. Dosen STIT Al Amin
Banten. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148. Volume 3, No 1.
Samiudin. 2016. “Peran Metode Untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran”, Jurnal
Studi Islam, Vol. 11, No. 2. Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana
Bangil, Indonesia.
Santi, Widha Nur. 2017. dkk,. “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis melalui
Problem Solving”. Program Studi Pendidikan Matematika Universitas
Alma Ata Yogyakarta. Jurnal Literasi, Vol. VIII, No 1. P-ISSN: 2085-0344
/ E-ISSN: 2503-1864.
Sudadi. 2019. “Pendidikan Berbasis Pesantren”. Cakrawala: Studi Manajemen
Pendidikan Islam dan Studi Sosial, Vol.3, No.2, P-ISSN: 2580-9385, E-
ISSN: 2581-0197.
Suhartono dan Patma, Rosi. 2018. “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Mata
Pelajaran Fiqih Materi Pembelajaran Haji Dan Umrah Melalui Penerapan
Metode Advokasi”. Al I’tibar: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. V. No. 1.
Utami, Prihma Sinta dan Abdul Gafur. 2015. “Pengaruh Metode Pembelajaran
Dan Gaya Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar IPS di SMP Negeri Di
Kota Yogyakarta”, Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS Volume 2, No 1.
80
Yusuf, Bistari Basuni. 2018. “Konsep dan Indikator Pembelajaran Efektif”,
Pendidikan Matematika FKIP Untan. Jurna Kajian Pembelajaran dan
Keilmuan, Vol. 1, No. 2.
C. Skripsi:
Adnani. 2015. “Penerapan Metode Bandongan Dan Pengaruhnya Terhadap
Kemampuan Membaca Al-Quran Santri Usia 17-21 Tahun di Pondok
Pesantren Modern Alma Asy-Syauqy Kelurahan Karyamulya Kecamatan
Kesambi Kota Cirebon”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Kharir, M. 2013. “Integrasi Metode Bandongan dan Sorogan dalam Peningkatan
Keaktifan Belajar Santri di Pondok Pesantren Aswaja-Nusantara, Milangi,
Sleman, Yogyakarta”, Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Nurhayati, Siti. 2015. “Implementasi Metode Bandongan dalam Pembelajaran
Hadis (Kitab Riyad As-Salihin) dalam Meningkatkan Keaktifan Bertanya”,
Skripsi pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
D. Situs Online:
http://www.mumtazibdr.com/Tentang-Kami/Sejarah.html
E. Lampiran:
Kurikulum SMA Plus Ibdurrahman Tahun Pelajaran 2020-2021
81
LAMPIRAN
82
PEDOMAN WAWANCARA
KEPALA SEKOLAH SMA PLUS IBADURRAHMAN
Ditujukan kepada Ustaz Muhammad Muslihin Jamil, S.Pd.I selaku Kepala
Sekolah di SMA Plus Ibadurrahman untuk memperoleh data mengenai sekolah
meliputi keadaan guru, metode pembelajaran, kemampuan dan keterampilan
peserta didik yang terangkum ke dalam beberapa pertanyaan, diantaranya:
Nama : Muhammad Muslihin Jamil, S.Pd.I
Jabatan : Kepala Sekolah di SMA Plus Ibadurrahman
No. Aspek Indikator Jawaban
1. Pelaksanaan
metode
bandongan
1.1. Persiapan
metode
bandongan
1.2. Tahap-tahap
pelaksanaan
metode
bandongan
1.1. Guru-guru salafiyah diberikan
pelatihan dan juga supervisi agar
dapat menerapakan metode
bandongan dengan baik.
1.2. Ketika mereka sudah membaca,
mengartikan dan dia
menanyakan maksud dan
tujuannya.
2. Perkembangan
berpikir kritis
1.1. Karakteristik
berpikir
kritis yang
berkembang
1.1. Santri yang ketika pembelajaran
itu bertanya, berargumentasi,
menyampaikan pendapat,
mempertimbangkan suatu
masalah dengan berbagai
pertimbangan, dan lain-lain.
3. Faktor yang
mempengaruhi
pelaksanaan
metode
bandongan
1.1. Faktor
Pendukung
1.2. Faktor
Penghambat
1.1. Faktor pendukungnya karena
sekolah yang berbasis pondok
pesantren dan metode ini sudah
mendarah daging dan suatu
budaya, guru-guru salafi yang
modern, dan koreksinya secara
langsung dan menjadikan santri
83
semangat dan gemar membaca
yang merupakan kelebihan dari
metode bandongan tersebut.
1.2. Kurangnya guru serta sarana dan
prasarana yang belum
mencukupi 100%.
84
PEDOMAN WAWANCARA
GURU FIQIH DI SMA PLUS IBADURRAHMAN
Ditujukan kepada Ustaz Abu Nizom selaku pengampu pembelajaran mata
pelajaran Fiqih menggunakan metode bandongan di SMA Plus Ibadurrahman
untuk memperoleh data mengenai proses pembelajaran mata pelajaran fiqih dalam
mengembangkan berpikir kritis santri, beberapa pertanyaan yang terkait dengan
penelitian ini diantaranya:
No. Aspek Indikator Jawaban
1. Pelaksanaan
metode
bandongan
1.1. Persiapan
metode
bandongan
1.2. Tahap-tahap
pelaksanaan
metode
bandongan
1.1. Membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran.
1.2. Pendahuluan dengan membaca
doa dan al-Fatihah untuk
pengarang kitab dan guru-guru
terdahulu, lalu membaca dan
menerjemahkan kitab, membuat
kelompok lalu santri
merumuskan masalah, santri
membuat pertanyaan dalam
kelompok tersebut dan
ditanyakan kepada kelompok
lain, setelah pertanyaan
diberikan maka mereka diskusi
dan presentasi jawaban atas
pertanyaan yang sebelumnya
ditanyakan, setelah itu ustaz
memberikan penjelasan dan
meluruskan kesalahpahaman,
lalu ustaz memberikan
pertanyaan untuk memancing
daya nalar siswa, dan terkahir
85
yaitu berdoa sebagai kegiatan
penutup.
2. Perkembangan
berpikir kritis
1.1. Karakteristik
berpikir
kritis yang
berkembang
1.1. Santri selama proses
pembelajaran berpikiran
terbuka terhadap perbedaan
hukum madzhab, saling
menghargai, membandingkan
suatu masalah dengan berbagai
referensi, bertanya,
berargumen, menjelaskan,
membuat kesimpulan serta
bernalar logis dan intuitif.
3. Faktor yang
mempengaruhi
pelaksanaan
metode
bandongan
1.1. Faktor
pendukung
1.2. Faktor
penghambat
1.1. Metode ini harus dilestarikan
dan juga karena dapat
menambah wawasan baik bagi
ustaz ataupun santri.
1.2. Santri belum menulis salinan
kitab, santri menulis arti
membutuhkan waktu agak lama,
dan kurangnya waktu.
86
PEDOMAN WAWANCARA
SANTRI KELAS XII.2 IPA PUTRI
DI SMA PLUS IBADURRAHMAN
No. Aspek Indikator Jawaban
1. Perkembangan
berpikir kritis
1.1. Karakteristik
berpikir
kritis yang
berkembang
1.1. Memahami penjelasan kitab
dan juga ustaz, berdiskusi,
presentasi, menyelesaikan suatu
masalah dengan mencari
jawabannya dari berbagai
referensi, memberikan
pertanyaan, menjawab
pertanyaan, menghargai dan
menghormati orang yang
berbeda pendapat, dan berusaha
menjadi lebih baik dari
sebelumnya.
87
HASIL WAWANCARA KEPALA SEKOLAH
Nama : Ustaz Muslihin Jamil, S. Pd. I
Jabatan : Kepala Sekolah SMA Plus Ibadurrahman
Hari/Tanggal : Sabtu, 30 Januari 2021
Tempat : Ruang Kepala Sekolah SMA Plus Ibadurrahman
Peneliti Assalamualaikum Ustaz, mohon maaf mengganggu waktunya.
Sebagaimana Ustaz tahu saya Nada Nadhifah mahasiswi PAI
UIN Jakarta yang sedang melakukan penelitian. Disini saya
izin meminta waktu ustaz sebentar untuk melakukan
wawancara untuk penelitian skripsi saya mengenai
implementasi metode bandongan pada mata pelajaran fiqih
dalam mengembangkan berpikir kritis santri di SMA Plus
Ibadurrahman. Pertama-tama boleh Ustaz perkenalkan nama
lengkapnya?
Narasumber Nama saya Muhammad Muslihin Jamil
Peneliti Lalu tempat dan tanggal lahir Ustaz?
Narasumber 9 Desember 1985 di Bekasi
Peneliti Sejak kapan Ustaz di Ibadurrahman?
Narasumber Sejak Tahun 2004
Peneliti Menurut Ustaz makna Ibadurrahman itu seperti apa?
Narasumber Ibadurrahman itu terdapat dalam surat al-Furqan ayat 63 yang
berarti “Hamba-hamba Allah yang Maha Pengasih”. Pondok
ini diberi nama Ibadurrahman karena berharap bahwa dengan
keberkahan surat al-Furqan semoga pondok pesantren ini dapat
banyak mencetak generasi-generasi Islami dan Qurani yang
dapat menyebarkan ilmu serta memberikan banyak manfaat
untuk keluarganya, masyarakat sekitar, serta untuk bangsa dan
juga negara.
88
Peneliti Bagaimana upaya sekolah dalam mewujudkan lembaga yang
profesional serta unggul?
Narasumber Ya tentunya menggunakan, kita mengikuti standar, 8 standar
sekolah diantaranya standar isi, standar kurikulum, standar
jurusan, dan sebagainya. Dan Alhamdulillah, sudah keempat
belas tahun kita mengeluarkan dan mereka sudah diterima di
berbagai kejuruan-kejuruan negeri dan swasta bahkan yang ke
luar negeri pun banyak.
Peneliti Peran sekolah dalam meningkatkan kualitas guru, apakah ada
pelatihan atau yang lain Ustaz?
Narasumber Pelatihan ada diklat, kemudian yang kedua ya dengan program
supervisi itu. Pelatihan guru diadakan di setiap semester
triwulan, pelatihan guru kita panggil mentor-mentor dari luar
atau pembicara dari luar, yang lebih sering sih kita koordinasi
dengan pengawas sekolah, siapa yang lebih pantas untuk
mengisi materi, nah itu dilakukan tiga bulan sekali. Kemudian
setelah itu, kita lihat dari evaluasi supervisinya.
Peneliti Bagaimana untuk mencukupi sarana dan prasarana sekolah ini?
Narasumber Ada beberapa yang kita ajukan, walaupun sekarang belum cair,
ya salah satunya kita sih karena ini sekolah swasta dan segala
sesuatu untuk bicara sarana dan prasarana banyak yang kita
minta kepada yayasan. Namun di lain itu juga kalau ada
kesempatan seperti proposal dan lain sebagainya, kami sudah
beberapa kali mengajukan proposal, seperti alkes yang kemarin
kita ajukan, kemudian juga lab kimia, fisika, dan biologi itu
juga sudah kita ajukan baik ke yayasan atau ke instansi tempat.
Peneliti Kalau cara Ustaz agar guru menerapkan pembelajaran yang
aktif dan menyenangkan?
Narasumber Kita adakan diklat-diklat kepada mereka itu, kita adakan kita
kumpulkan, kita kasih motivasi dan berbagi pengalaman yang
89
sudah dianggap menguasai, ya kami tentunya memberikan
waktu untuk sharing sesama guru-guru yang lain. Karena tidak
mustahil ada beberapa guru juga mungkin yang kurang,
tentunya kita bina karena ini kami mencari teman sejawat
terlebih dahulu. Jadi memotivasi antar teman sejawat, agar
supaya mereka ada ghiroh atau ada keinginan untuk sama
saling bersaing memajukan dalam kualitas pendidikan.
Peneliti Bagaimana guru menciptakan lingkungan sekolah yang
kondusif, bermutu dan nyaman selama proses belajar mengajar
berlangsung?
Narasumber Itu kami sudah bebaskan kepada setiap guru untuk
melaksanakan kegiatan selama kegiatan itu masih mengikuti
kode etik pada seorang pendidik ya. Usaha kami hanya
memonitoring tercapainya atau tidakkah mereka menjalankan
kegiatan belajar sesuai dengan RPP yang mereka buat.
Peneliti Menurut Ustaz, sarana dan prasarana sudah cukup atau belum
untuk menerapkan metode bandongan?
Narasumber Untuk dibilang cukup sih belum, paling kayanya baru hanya
50% lah ya untuk mencapai dan mendukung beberapa program
yang akan datang ini, ya sambil berjalan kita cari, trus ya kita
modifikasi dengan alat-alat, bahan ajar, alat peraganya, dan
lain sebagainya.
Peneliti Metode bandongan ini sudah diterapkan di sekolah ini sejak
kapan Ustaz?
Narasumber Bandongan dari awal sudah kita mulai, dari pertama berdiri
karena kita di pondok pesantren ya berbasis pondok pesantren,
jadi bandongan itu ya kita juga sudah memiliki guru-guru
salafiyah, bahkan kalau metode bandongan itu sudah dibilang
mendarah daging di masyarakat pesantren atau di sekolah ini.
Peneliti Bagaimana pendapat Ustaz mengenai metode bandongan ini?
90
Narasumber Ya bagus lah ya, karena memang ada bahasanya islah atau
koreksinya itu langsung, tidak lagi seorang murid salah
kemudian guru menumpuk kesalahan dikoreksi dalam satu
waktu, tapi ketika itu salah harus secepatnya dibenarkan. Ada
hal yang tidak faham bisa langsung ditanyakan, ada yang tidak
mungkin ada pejabaran-pejabaran jadi seorang murid itu benar-
benar kritis, ketika mereka sudah membaca, mengartikan dan
dia menanyakan maksud dan tujuannya. Dan mudah-mudahan
bandongan ini bisa dibilang pembelajaran yang betul lah, yang
betul-betul baik, ya bagus, mangkanya kami sudah
menjalankan itu dari awal. Kalau di dunia sekolah juga sama
seperti itu.
Peneliti Apa saja faktor pendukung diterapkannya metode bandongan
khususnya di SMA Plus Ibadurrahman?
Narasumber Ya kalo faktornya kalau kita lari ke kurikulum di sekolah
negerinya, karena kan literasi itu hobi membaca jadi
bandongan juga kan itu guru melatih siswanya untuk terus
terbiasa membaca, jadi sangat mendukung. Nah itu sebagai di
program sekolah sudah menyatu sebenarnya dengan program
literasi, sampai mereka ini dapat memahami dan
mengaplikasikan, jadi benar-benar di pondok pesantren ini apa
yang mereka pelajari apa yang mereka faham, dan karena
lingkungannya benar-benar adalah lingkungan di pondok
pesantren saja jadi mereka bisa mengaplikasikan itu sesama
teman. Nah kemudian yang sangat mendukung ketika kegiatan
di sekolah ini sangat mendukung. Jadi ini dijadikan budaya
karena di sekolah harus ada budaya, nah ini yang dijadikan
budaya sekolah kita.
Peneliti Lalu bagaimana dengan faktor penghambatnya Ustaz?
91
Narasumber Penghambatnya ya sekarang mungkin penghambatnya itu
ketika bandongan itu kurangnya guru kan karena siswa
sekarang tidak dulu-dulu siswa masih berjumlah 300 dan
sekarang jumlah siswa yang 800 nah ini otomatis, ketika kita
sudah tambah guru pun, waktu mereka guru menjadi agak
banyak sibuknya untuk mengurusi pengajian bandongan,
karena bandongan itu tidak secepat ya guru paling 45 menit
dan ada hanya beberapa orang saja. Hambatannya masih ada
kurangnya, jam dan waktu untuk menambah giliran anak-anak
yang lain. Padahal guru sudah kita tambahkan yang kemarin itu
15 dan sekarang itu 25 tapi tetap karena siswanya banyak ya
itupun sudah kami cari alternatif yaitu dengan adanya
tambahan kajian umum seperti pada minggu pagi, kemudian
jum’at malam, jadi ya mudah-mudahan kekurangan itu sudah
ada penutupnya, sudah dikasih solusinya.
Peneliti Bagaimana pandangan Ustaz terkait metode bandongan yang
terkesan kuno sedangkan sekarang banyak sekali metode
modern yang dapat diterapkan?
Narasumber Betul, kalau dibilang bandongan itu adalah metode kuno iya
betul, cuma tidak disalahkan, kami selalu mengambil budaya
lalu, budaya yang lalu tetap kami gunakan dengan
mengaplikasikan di zaman yang baru. Bandongan itu kalau
zaman dulu aja mungkin ya hanya sorogan, sorogan-sorogan,
tapi kalau zaman sekarang Alhamdulillah gurunya juga sudah
modern lah ya banyak salafi-salafi guru yang mengerti dengan
bandongan tapi mereka juga kuliah. Nah jadi kalau dulu
memang kuno, tapi sekarang yang kuno itu kita modifikasi
menjadi modern nah itulah mangkanya tadi saya sampaikan.
Penting bandongan itu hanya saja diaplikasikan atau dimix
dicampur dengan program-program modernnya, mangkanya di
92
sekolah juga kami ada, dan itu menjadi budaya. Karena yang
kami ambil baiknya atau maslahatnya itu adalah dari pengajian
bandongan itu guru langsung mengoreksi siswa, tidak lagi
menumpuk perkara PR dan lain sebagainya atau kerjaan siswa
ditumpuk sehingga guru juga terkadang sangat letih dan lelah
dan ini ketika itu apa yang salah langsung diperbaiki, apa yang
benar selalu dijelasin dan dimotivasi untuk menjadi yang
terbaik.
Peneliti Apakah ada rencana untuk mengganti metode bandongan
dengan metode lain Ustaz?
Narasumber Kalau mengganti tidak, kita hanya mencoba untuk
mencampurkan program bandongan dengan program modern
yang sekarang sudah pihak kementrian kasih, ini kan pelajaran-
pelajaran pondok pesantren saja, kalau pelajaran umum kan
tidak menggunakan, karena kan kalau pelajaran-pelajaran kitab
dan lain sebagainya sudah kami coba, bukan menghilangkan
tapi kami mencoba memodifikasi bandongan menjadi
bandongan ala modern begitu.
Peneliti Menurut Ustaz apakah metode bandongan dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis santri?
Narasumber Betul, karena di bandongan itu kita tahunya hanya setoran dan
sebagainya, tapi kita di situ sudah tersiapkan bahwa ada
pembahasan dari setiap masalah, nah ketika orang sudah
membahas setiap masalah untuk memancing pemikiran untuk
menjadi lebih maju lagi, jadi bagus bandongan tapi bukan
hanya bandongan yang kami terapkan yaitu dengan
pembahasan masalah dan lain sebagainya. Jadi kalau kita
mengikuti satu program bukan diambil pada faktor A nya
sedangkan di situ ada faktor A, B, dan C nya, jadi program
93
bandongan bukan hanya sekedar talaran, setoran akan tetapi
ada bahtsul masailnya.
Peneliti Adakah hambatan santri dalam mengembangkan kemampuan
atau keterampilannya?
Narasumber Tidak ada ya, karena begini, ya inilah salah satunya menjadi
keuntungan modern. Kita bebas selama tidak merusak budaya
Islamnya, budaya kependidikannya, nah ini kan sebagai
budaya. Jadi untuk hal-hal yang memiliki potensi anak yang
dimiliki bisa dikembangkan di sekolah ini. Ya karena kita juga
ada punya program di sekolah itu pengembangan diri. Ya
mangkanya itu melalui ISPPI atau melalui organisasi siswa itu
menyaring potensi apa yang ingin mereka ingin lebih dalami
lagi. Dari situlah kami bisa kemudian seninya siswa bisa
terkembangkan, kemudian kreatifnya siswa juga bisa
terkembangkan, dan lain sebgainya. Dan itu sudah kami
jadwalkan dalam agenda tahunan kami. Setiap yang tersusun
di organisasi siswa itu kami tarik dan kami berikan jadwal
untuk seperti seni dan lain sebagainya.
Peneliti Terakhir Ustaz, bagaimana mengembangkan kemampuan
berpikir kritis santri?
Narasumber Jadi demonstrasi ya, kalau kita bilang santri yang kritis, yang
kritis tentunya karena santri maka kritis dalam bidang
pendidikan, nah ini sudah tertuang di dalam rancangan guru
mengajar di sekolah atau di kelas, nah itu di sana sudah ada
teoritis atau teori yang mengarah kepada siswa itu lebih kritis
seperti kita adakan munaqasah di dalam kelas untuk pelajaran-
pelajaran yang berbasis pesantren, untuk pelajaran-pelajaran
umumnya kalau bahasa umumnya mungkin coba
dideskripsikan jadi kan untuk pemikiran-pemikiran yang kritis.
Anak-anak dikasih materi yang subtitle nya hanya ini dan kita
94
berikan waktu kepada setiap guru untuk masuk ke arah
memancing pemikiran anak untuk pemikiran yang lebih kritis.
Nah kalau dibicarakan tentang teoritis yang akan berkembang
di pondok pesantren, ini betul-betul kita sudah banyak upaya-
upaya memancing kepada anak sendiri. Seperti mereka kita
latih lomba, dengan adanya lomba pidato kemudian juga ini
sebagai speaker mereka menyampaikan argumentasi-
argumentasi kepada setiap sub kepala sekolah atau kepada
wakil atau kepada pimpinan pesantren dan lain sebagainya.
Mereka kritis, nah hanya saja untuk kritis itu kami selalu
menjembatani, jadi kami tetap membudayakan adab seorang
siswa kepada seorang yang lebih tua atau yang lebih besar atau
yang sekarang ini kita sebut dengan seorang guru walaupun
mereka pengabdian dan sebagainya mereka tetap harus
menyampaikan kritis, menyampaikan hal-hal yang ingin
tercapai tetapi kami memiliki batasan.
Peneliti Baik Ustaz sepertinya sudah cukup wawancara ini, terimakasih
banyak atas waktunya Ustaz
Narasumber Ya, sama-sama.
95
HASIL WAWANCARA GURU FIQIH
Nama : Ustaz Abu Nizhom
Jabatan : Guru Fiqih di SMA Plus Ibadurrahman
Hari/Tanggal : Senin, 25 Januari 2021
Tempat : Asrama Pondok Pesantren Ibadurrahman
Peneliti Assalamualaikum Ustaz, mohon maaf mengganggu waktunya.
Sebagaimana Ustaz tahu saya Nada Nadhifah mahasiswi PAI
UIN Jakarta yang sedang melakukan penelitian. Disini saya izin
meminta waktu Ustaz sebentar untuk melakukan wawancara
untuk penelitian skripsi saya mengenai implementasi metode
bandongan pada mata pelajaran fiqih dalam mengembangkan
berpikir kritis santri di SMA Plus Ibadurrahman. Pertama-tama
boleh Ustaz perkenalkan nama lengkapnya?
Narasumber Nama saya Abu Nizhom
Peneliti Asal dan tempat tinggal Ustaz?
Narasumber Asalnya dari Cirebon, tinggalnya di pondok Mumtaz
Ibadurrahman
Peneliti Sebelum mengajar Ustaz menyiapkan RPP tidak?
Narasumber Untuk saya RPP menyiapkan sendiri
Peneliti Selain metode bandongan yang Ustaz terapkan, Ustaz
menerapkan metode apa lagi?
Narasumber Metode bandongan selalu saya gunakan dalam mengajar, saya
kasih sistem musyawarah, jadi teman-teman disuruh untuk
diskusi tentang apa yang dia pelajari lalu kemuskilan atau
kejanggalan dalam diskusi itu nanti ditanyakan. Akan tetapi
kadang saya memberikan tugas membuat makalah kepada anak
murid untuk mencari jawaban mengenai perbandingan tentang
suatu hukum, mereka diharuskan membandingkan dengan kitab
lain, minimal referensi dua kitab, seperti itu.
96
Peneliti Sumber yang Ustaz gunakan dalam mengajar apa saja? Kitab
apa saja?
Narasumber Sumbernya yang digunakan itu kalau fiqih lumayan banyak, itu
kitab fathul qarib, taqrirotus sadidah, bidayatul mujtahid,
kifayatul akhyar dan lain-lain.
Peneliti Ustaz untuk kegiatan pendahuluan, inti dan penutupnya seperti
apa?
Narasumber Untuk pendahuluan saya mulai dengan memberikan hadiah
Fatihah kepada pengarang kitab dan kepada guru-guru kita,
kemudian setelah itu kita langsung mulai ngaji, tidak mulai
dengan cerita. Nanti setelah mengaji baru saya sisipin kisah atau
cerita yang ada hubungannya dengan kitab dan pembahasan itu
tadi. Untuk penutupnya, kasih support atau stimulan, semangat
teman-teman dalam pembelajaran, dalam mondok, dalam
belajar, supaya dapat ilmu yang tanya itu caranya bagaimana.
Karena mondok itu penting, tapi lebih penting adalah caranya
mondok.
Peneliti Apakah Ustaz menerapkan metode bandongan ini di berbagai
tingkatan kelas?
Narasumber Wajib, karena setiap lafadz arab itu bisa difahami itu dengan
cara diartikan dahulu. Setelah diartikan, kemudian diberi
wawasan tentang masalah itu.
Peneliti Metode bandongan yang diterapkan itu tahap-tahapnya itu
seperti apa?
Narasumber Tahap-tahapnya ketika setelah menghadiahi Fatihah kepada
pengarangnya, saya kenalkan dulu pengarangnya, harus tetap
tahu kalau fiqih ini siapa yang mengarang, lalu saya membaca
seperti biasa Alhamdulillah segala puji bagi Allah. Kemudian
setelah perlafadz diartikan, kemudian saya rangkai maksud dari
perkata tadi apa. Setelah rangkai tersusun menjadi sebuah kata-
97
kata kalimat, kemudian saya jelaskan maksudnya, setelah saya
jelaskan maksudnya dari inti arti kitab, selanjutnya saya beri
pelebaran masalah pelebaran tentang masalah masyarakat
tentang hukum fiqih. Jadi supaya teman-teman itu siap ketika
ditanyai oleh masyarakat tentang hukum-hukum fiqih. Jadi,
pertanyaan tentang seputar problem keseharian tentang
ubudiyah, wudhu, yang membatalkan, dan sebagainya.
Peneliti Untuk diskusinya itu bagaimana Ustaz?
Narasumber Diskusinya itu karena waktunya itu terbatas, itu saya suruh bikin
kelompokan. Bagaimana cara teman-teman ini, karena kalau
satu kelas seumpama isi 30 ini kerepotan. Kadang saya suruh
empat-empat diskusi nanti saya suruh mereka berdiskusi apa
yang dijanggalkan atau dipermasalahkan dari kefahamannya
itu. Maksdunya ini kefahamannya bagaimana, nah itu awal dari
diskusi. Biasanya anak itu faham pelajaran ketika dia mau
bertanya, ketika ada pertanyaan.
Peneliti Setelah itu?
Narasumber Setelah itu saya wajibkan untuk bertanya setelah diskusi, karena
dari diskusi itu akan timbul beberapa pertanyaan, dengan
bertanya itu kita jadi tahu sejauh mana berpikir dalam ilmu fiqih.
Peneliti Setelah pertanyaan dibuat?
Narasumber Setelah pertanyaan dibuat kemudian ditanyakan. Setelah
ditanyakan oleh teman-teman ke saya, saya lempar pertanyaan
ke teman atau kelompok yang lain coba menjawab, coba
jawabannya ada yang beda, pasti ada yang beda, jangan sama
harus beda tidak boleh sama dan harus tahu alasannya.
Kemudian saya yang mentashihnya, mentashihnya itu oh yang
benar yang jawabannya ini, semacam itu.
Peneliti Kesimpulannya itu dari Ustaz atau anak murid?
98
Narasumber Kesimpulan itu seringnya dari saya, ketika saya meminta
kesimpulan itu, bagi anak-anak yang saya suruh membaca saja,
coba disimpulkan itu maksudnya bagaimana.
Peneliti Bagaimana cara Ustaz untuk menyiapkan teka-teki atau
menstimulus peserta didik agar lebih tertantang untuk
menemukan jawabannya?
Narasumber Untuk menemukan jawabannya dia harus membaca apa yang
telah diajarkan terutama masalah pokok dasarnya yang
membatalkan itu ada berapa itu harus hafal, yang rukunnya ada
berapa itu harus hafal, sunnahnya ada berapa itu harus hafal,
karena dari hafal itu tadi nanti bisa mudah menjawab
pertanyaanya. Seumpamanya apakah makan itu bisa
membatalkan wudhu, itu kalau dia tahu yang membatalkan
wudhu itu apa saja itu dia bisa menjawab.
Peneliti Sumber yang digunakan santri untuk mencari jawaban itu apa
saja ustaz?
Narasumber Sumber yang digunakan adalah kitab fiqih yang pernah
diajarkan di pondok. Punya kitab berapa, itu nanti dijawab dari
kitab yang pernah diajarkan itu tadi. Kalo di pondok sini itu
kitabnya taqrib dan syarahnya fathul qarib, kifayatul akhyar,
safinatunnajah, dan bidayatul mujtahid. Biasanya saya suruh
mencari kitab yang pernah diajarkan di sini saja tidak yang lain.
Peneliti Bagaimana upaya Ustaz agar santri yang kurang responsif,
kurang aktif itu agar menjadi aktif?
Narasumber Agar menjadi aktif biasanya saya kasih sebuah pertanyaan-
pertanyaan yang memancing dia untuk mampu menjawabnya,
kalau dia tidak mampu menjawabnya, berarti oh saya ini kurang
membacanya, kurang memperhatikan, abis itu dia akan sadar
bahwasanya oh ternyata ngga bisa menjawab itu ngga enak.
99
Mangkanya dengan sebuah pertanyaan-pertanyaan itu nanti biar
dia mencari jawabannya.
Peneliti Bagaimana santri dalam mempresentasikan jawabannya?
Narasumber Kalo masalah presentasi hasil diskusi itu mereka hanya
menjawab dengan suara yang bulat terkait jawaban dari suatu
pertanyaan. Sedangkan kalau presentasi dari membuat makalah,
pernah saya suruh membuat makalah jadi di pondok ini kan
berbagai macam kitab fiqih, mulai dari tingkat dasar, kemudian
menengah kemudian menengah ke atasitu saya suruh membuat
makalah tentang hal-hal contoh saja kemarin itu yang
membatalkan wudhu ada berapa, kemudian yang membatalkan
puasa ada berapa, ini saya suruh nyari di minimal dua kitab. Jadi
menurut di kitab safinnah sekian yang membatalkan, di kitab
fathul qarib sekian yang membatalkan, itu minimal dua
referensi. Kemudian salah satu dari kelompok tadi saya suruh
untuk mempresentasikan. Dan nanti silahkan teman-teman yang
pengen bertanya kepada yang mempresentasikan tadi.
Peneliti Ustaz kalau di akhir pembelajaran apa saja kegiatannya?
Narasumber Sebelum selesai dan berdoa itu saya paksa untuk bertanya apa
yang sudah kita artikan ini, yang belum faham mana, yang
dijanggalkan mana, kalau tidak ada bebas masalah fiqih yang
lainnya, semacam itu.
Peneliti Selain untuk dilestarikan, menurut Ustaz kenapa metode
bandongan ini tetap harus dipakai?
Narasumber Karena ada syair al muhafadhotu ‘ala qodimis shalih wal
akhdzu bil jadidil ashlah, kita menjaga tradisi lama. Tradisi
lama itu kita harus jaga dari guru-guru kita kan bandongan,
kemudian mengambil metode baru yang lebih maslahat.
Tentang bandongan tetap dipertahankan, ketika ada metode
baru kita tambahkan yang maslahat.
100
Peneliti Apakah santri senang dan antusias dalam mengikuti
pembelajaran fiqih?
Narasumber Kalau fiqih senang karena banyak manfaatnya, karena
berhubungan dengan keseharian. Contohnya wudhu, shalat,
puasa, itukan sering keseharian. Jadi problemnya banyak dan
antusias.
Peneliti Apa saja faktor pendukung yang Ustaz rasakan selama
menerapkan metode bandongan pada mata pelajaran fiqih?
Narasumber Seperti yang saya sampaikan tadi jadi bahwa metode
bandongan itu tradisi lama maka saya pakai, karena syair tadi
maka saya pakai tradisi lama kemudian kalau ada hal baru saya
tambahkan yang maslahat. Seperti halnya kalau yang modern
pakai komputer, kan dulu nggak ada sekarang ada itu kalau
maslahat kita pakai. Kalau bandongan tetap ada, jadi
kesimpulannya ya memakai, tetap menjaga tradisi lama. Jadi itu
bandongan itu dari guru-guru yang dulu sampai sekarang itu.
Jadi tetap dipertahankan nggak akan pernah pudar dengan
zaman.
Peneliti Hal positif yang Ustaz dan santri rasakan selama memakai
metode bandongan?
Narasumber Kalau untuk ustaznya itu kalau metode bandongan ustaznya
akan lebih dalam lagi memahaminya kitab tadi. Yang dulunya
faham sekarang tambah faham, yang dulunya tidak faham
sekarang faham itu untuk saya. Jadi kalau untuk santrinya itu
bisa face to face dengan guru jadi lebih dalam lebih vulgar
didalam mengekspresikan pendapat atau keluh kesahnya di
dalam pembelajaran.
Peneliti Apa saja faktor penghambat yang Ustaz rasakan selama Ustaz
menerapkan metode bandongan?
101
Narasumber Teman-teman santri faktor kurangnya adalah tidak mempunyai
tulisan. Jadi kan caranya kan ada kitab, disalin di buku ditulis,
lah ini santri belum menulisnya. Maka ketika ngga menulis,
maka ia tidak mengartikan. Kalau tidak mengartikan ngga tau
artinya, ngga tau maksudnya. Itu kendalanya.
Peneliti Selain itu ada lagi Ustaz?
Narasumber Selain itu adalah kalau bandongan, nulis ada yang waktunya
agak lama, membutuhkan waktu agak lama. Jadi, mengartikan
itukan membutuhkan waktu, menjelaskan juga membutuhkan
waktu, jadi masalah waktu saja.
Peneliti Bagaimana dengan santri yang tidur atau tidak mengartikan
ketika waktunya mengartikan di kelas?
Narasumber Itu dimana tempat yang pernah saya singgahi, mayoritas ada
yang tidur, ngantuk, itu ada. Tapi menurut saya itu sudah umum,
dan yang menjadi masalah terbesar adalah tidak berangkat, itu
saja.
Peneliti Menurut Ustaz bagaimana cara mengembangkan kemampuan
berpikir kritis pada santri?
Narasumber Saya suruh membaca dan menjelaskan, kemudian setelah itu
disimpulkan dan kasih pertanyaan.
Peneliti Bagaimana cara Ustaz untuk menciptakan lingkungan kelas
yang kondusif, bermutu dan nyaman selama proses
pembelajaran?
Narasumber Kalau itu biasanya saya selingi dengan joke-joke anak muda,
terutama masalah lawan jenis. Contohnya tadikan, berkumur itu
kan sunnah, tapi pakai air yang tidak ada rasanya, kalau ada
rasanya ngga boleh berkumur apalagi rasa ingin memiliki.
Pokoknya joke-joke anak muda. Dia akan tersenyum dan
tertawa nah itu akan menumbuhkan dia semangat dalam belajar.
Jadi tidak monoton.
102
Peneliti Menurut Ustaz keadaan sarana dan prasarana di sini bagaimana?
Narasumber Sudah cukup, lebih dari cukup, tinggal merawat saja. Mulai dari
kesehatan itu ada mobil, mulai dari dapur itu sudah tiga kali,
itukan lebih dari cukup. Kantin juga banyak, oksigen di dalam
pondok banyak, tumbuh-tumbuhannya juga banyak jadi tinggal
menjaganya saja.
Peneliti Baik Ustaz terimakasih banyak, sepertinya sudah cukup. Saya
mohon maaf sudah mengganggu waktu Ustaz.
Narasumber Oh iya, sama-sama.
103
HASIL WAWANCARA
SANTRI KELAS XII.2 PUTRI IPA
SMA PLUS IBADURRAHMAN
Nama : 1. Nidya Ayuningtyas
2. Rihadatul Aisy
3. Adelinda
4. Ray Chikal
5. Fina Fadilaturrizqiyah
Jabatan : Santri kelas XII.2 IPA
Hari/Tanggal : Senin, 25 Januari 2021
Tempat : Ruang Kelas XII.2 IPA
Peneliti Apakah Saudara senang jika belajar mata pelajaran fiqih
menggunakan metode bandongan, dan apa alasannya?
Jawaban A Senang jadi lebih tau susunan tarkibnya
Jawaban B Menjadi lebih gampang memahami, ya senang.
Jawaban C Karena penjelasannya lebih rinci karena diartikan perkata
Jawaban D Karena metode bandongan membantu saya untuk belajar
membaca kitab dan berpikir lebih kritis
Jawaban E Bisa baca kitab, bisa mengartikan dan tambah tau banyak kosa
kata
Peneliti Adakah rasa berat ketika harus belajar mata pelajaran fiqih
menggunakan metode bandongan?
Jawaban A Kadang kalo pembahasannya membosankan
Jawaban B Perkataan dalam pembahasannya kadang susah dimengerti
Jawaban C Ketika lagi ngantuk atau sedang tidak mood
Jawaban D Kalau cuaca sedang hujan
Jawaban E Kalau lagi ngantuk
Peneliti Apakah ustaz dalam mengajar di kelas terjadi interaksi yang baik
dengan santri? Dan seperti apa?
104
Jawaban A Baik, saling tanya jawab
Jawaban B Baik, kita disuruh bertanya, kadang ustaz bertanya, seperti itu
Jawaban C Baik, ustaz membaca, mengartikan, dan menjelaskan dengan
baik
Jawaban D Baik, ustaz selalu bertanya apakah faham atau tidak
Jawaban E Baik, ustaz selalu menjelaskan yang susah difahami
Peneliti Dapatkah ustaz menciptakan suasana yang menyenangkan dalam
proses pembelajaran?
Jawaban A Selalu
Jawaban B Dapat
Jawaban C Dapat
Jawaban D Ya dapat
Jawaban E Dapat
Peneliti Apakah ustaz memberikan tantangan dalam proses pembelajaran
dan seperti apakah tantangan yang diberikan kepada Saudara
dalam proses pembelajaran?
Jawaban A Ustaz sendiri yang akan bertanya kalau tidak ada yang bertanya
Jawaban B Iya pasti, seperti ustaz bertanya pertanyaan yang tidak masuk
akal tetapi mungkin terjadi
Jawaban C Di suruh untuk bandongan membaca kitab
Jawaban D Ngejelasin, maju ke depan, presentasi, tiba-tiba nanya, disuruh
baca kitab dan mengartikan
Jawaban E Disuruh menjawab pertanyaan beliau
Peneliti Apakah ustaz selalu menekankan pada hal-hal yang positif
kepada Saudara dan seperti apa contohnya?
Jawaban A Datang tepat waktu, bersikap baik
Jawaban B Ya, disiplin, lembut
Jawaban C Menjelaskan sampai faham
Jawaban D Ga pernah marah, adabnya tinggi
Jawaban E Datang tepat waktu
105
Peneliti Apakah ustaz selalu mempunyai variasi mengajar? seperti apa
variasi mengajar yang dilakukan ustaz?
Jawaban A Presentasi, diskusi, menjelaskan apa yang kita fahami
Jawaban B Menyimpulkan yang guru jelaskan, mencari pengertian dari
sebuah kitab
Jawaban C Menyuruh selalu bertanya, cari referensi dari kitab-kitab lain atau
bertanya ke ustaz lainnya
Jawaban D Tanya jawab, presentasi
Jawaban E Membaca kitab sendiri
Peneliti Apakah ketika Saudara mengikuti kajian bandongan selalu
mengajukan pertanyaan kepada ustaz? Dan seberapa sering
dalam setiap kali pertemuan?
Jawaban A Sangat sering
Jawaban B Iya sering
Jawaban C Lumayan sering
Jawaban D Jarang
Jawaban E Sering
Peneliti Apakah ketika Saudara mengikuti pelajaran fiqih ada manfaat
yang diperoleh? Apa sajakah manfaat tersebut?
Jawaban A Hidup jadi teratur, banyak hal sepele yang ternyata itu berarti
Jawaban B Mengetahui syarat serta hukum dalam Islam
Jawaban C Mengetahui tata cara dalam syariat Islam
Jawaban D Lebih tau suatu hukum, dan tidak gampang menyalahkan karena
ga semua itu salah
Jawaban E Bisa jadi tau hukum-hukumnya
Peneliti Apakah Saudara mengaplikasikan materi yang didapat dalam
kehidupan sehari-hari? dan bagaimana cara Saudara
mengaplikasikannya?
Jawaban A Iya diaplikasikan, jika sudah tahu akan suatu hal maka dibiasakan
dilakukan
106
Jawaban B Iya diaplikasikan seperti dalam berkumur dan istinsyaq dalam
berwudhu
Jawaban C Diterapkan dengan cara dibiasakan
Jawaban D Diterapkan jika ingat, dan teman biasanya mengingatkan
Jawaban E Diterapkan jika hal-hal tersebut saya ingat dan bisa saya terapkan
Peneliti Apasaja faktor pendukung dalam mengikuti pembelajaran fiqih?
Jawaban A Untuk menambah wawasan, ustaznya juga mengajarnya enak
Jawaban B Pelajaran wajib, terseru, dan menentang untuk berpikir kritis
Jawaban C Diwajibkan di sekolah dan itu pelajaran yang sangat penting
untuk diketahui
Jawaban D Ustaznya baik, sabar, dan juga karena fiqih itu penting
Jawaban E Sifat gurunya, cara penyampaian, dan materinya penting
Peneliti Apasaja faktor penghambat dalam mengikuti pembelajaran
fiqih?
Jawaban A Ngantuk
Jawaban B Sakit dan pulang
Jawaban C Ngantuk, sakit
Jawaban D Belum menyalin kitab ke buku tulis
Jawaban E Kalau telat tidak boleh masuk kelas
Peneliti Bagaimana Saudara menyikapi faktor penghambat tersebut?
Jawaban A Ingat kerja keras orang tua, liat temen-temen yang rajin
Jawaban B Lebih menjaga kesehatan dan bertanya ke teman untuk belajar
tentang materi yang tertinggal
Jawaban C Dilawan rasa males tersebut
Jawaban D Ketika beliau mengartikan saya menulis arti di kitab, atau
menyalin kitab tersebut ke buku tulis dan artinya melihat catatan
teman
Jawaban E Mengikuti peraturan dan tidak telat atau disiplin
Peneliti Seberapa besar peran belajar fiqih dengan metode bandongan
dalam menghindarkan Saudara dari perbuatan tercela?
107
Jawaban A Besar
Jawaban B Sangat besar
Jawaban C Besar sekitar 90% karena fiqih membuat kita taat akan peraturan
Allah
Jawaban D Sangat besar bagi saya untuk dapat menghindarkan perbuatan
yang tidak baik
Jawaban E Ya, besar sekali
Peneliti Menurut Saudara apa yang dimaksud dengan berpikir kritis?
Bagaimana bentuk-bentuk perbuatan yang dapat meningkatkan
berpikir kritis?
Jawaban A Berpikir kritis adalah cara seseorang untuk berpikir dengan
mempertimbangkan banyak hal, seperti pendapat ulama lain,
bagaimana keadaan dan kondisi pada saat itu, juga dengan bukti
atau sumber yang terpercaya seperti buku
Jawaban B Menantang otak untuk berpikir lebih keras dari biasanya, dengan
berdiskusi dengan teman dan menyimpulkan
Jawaban C Berpikir kedepannya harus bagaimana, untuk masa depan,
sering-sering baca, sering-sering nanya, dan sering-sering belajar
agar faham
Jawaban D Berpikir secara logis, atau ga cuma hanya menebak atau khayalan
akan tetapi mampu dibuktikan
Jawaban E Berpikir kritis dengan berpikir berkali-kali sebelum melakukan
sesuatu agar tidak salah faham
Peneliti Apakah dengan menjalankan kajian bandongan, berpikir kritis
Saudara bisa meningkat?
Jawaban A Bisa
Jawaban B Ya, bisa.
Jawaban C Bisa meningkat
Jawaban D Ya, bisa meningkat
Jawaban E Iya bisa
108
Peneliti Apa keuntungan yang dapat diperoleh ketika Saudara selalu
menyelesaikan masalah dengan jalan musyawarah?
Jawaban A Ya bisa diterima semua pihak, gak cuma memikirkan satu orang
saja
Jawaban B Lebih lapang dada ketika pendapat tidak diterima
Jawaban C Lebih adil karena yang lain punya pendapat sendiri-sendiri
Jawaban D Jadi tahu semua pendapat dan mencari yang benar
Jawaban E Mendapatkan hasil yang terbaik
Peneliti Mengapa Saudara harus memiliki pengetahuan yang luas?
Jawaban A Karena zaman sekarang kalau tidak tahu maka akan ketinggalan
semua
Jawaban B Untuk dapat membedakan mana yang benar dan yang salah
Jawaban C Agar bisa tahu dan dapat membagikan ilmu tersebut
Jawaban D Dapat menjawab jika masyarakat atau ada yang bertanya, dan
dapat membedakan yang benar dan salah
Jawaban E Lebih banyak wawasan dan ilmu pengetahuan
109
FOTO KEGIATAN
A. Lingkungan Sekolah
B. Kegiatan di Kelas
110
111
UJI REFERENSI
Nama : Nada Nadhifah
NIM 11170110000101
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Pelaksanaan Metode Bandongan pada Mata Pelajaran Fiqih
dalam Mengembangkan Berpikir Kritis Santri di SMA Plus
Ibadurrahman
Dosen Pembimbing : Dr. Dimyati, M.Ag
No. Judul Buku No.
Footnote
Halaman
Skripsi
Paraf
Pembiming
BAB I
1. M Thobroni, “Belajar dan
Pembelajaran: Teori dan Praktik”,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), Cet Ke-1, h. 15
1 1
2. Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, “Teori Belajar dan Pembelajaran”,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015),
Cet 1, h. 20.
2 1
3. Moh Suardi, “Belajar dan Pembelajaran”, (Yogyakarta:
Deepublish, 2018), cet ke-1, h. 10.
3 1
4. I Wayan Redhana, “Mengembangkan
Keterampilan Abad Ke-21 Dalam
Pembelajaran Kimia”, Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia, Vol 13, No 1, 2019, hal 2239 – 2253. h. 2241.
4 1
5. Deti Ahmatika, “Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Dengan Pendekatan
Inquiry/Discovery”. Prodi
Pendidikan Matematika Unswagati
Cirebon, 2016. Jurnal Euclid, Vol
ISSN 2355-1712, vol.3, No.1, pp.
377-525. h. 377-378.
5 1
6. Bistari Basuni Yusuf, “Konsep dan
Indikator Pembelajaran Efektif”,
Pendidikan Matematika FKIP Untan.
6 2
112
Jurna Kajian Pembelajaran dan
Keilmuan, Vol. 1, No. 2, Oktober 2017-Maret 2018. h. 13.
7. Purna Bayu Nugroho, “Scaffolding
Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis dalam Pembelajaran
Matematika”, STKIP
Muhammadiyah Kotabumi
Lampung, Jurnal Silogisme: Kajian
Ilmu Matematika dan
Pembelajarannya Juni 2017, Vol. 2, No.1. ISSN: 2527-6182. h. 15
7, 8 2
8. Hasil observasi kelas XII pada tanggal 31 Agustus 2020
9 2
9. Samiudin, “Peran Metode Untuk
Mencapai Tujuan Pembelajaran”,
Jurnal Studi Islam, Volume 11, No 2
Desember 2016. Sekolah Tinggi
Agama Islam Pancawahana Bangil, Indonesia. h. 118
10 2
10. M. Irfangi, “Implementasi Metode
Kisah dalam Pembelajaran Akidah
Akhlak di Madrasah Aliyah”. DOI:
https://doi.org/10.24090/jk.v5i1.1255
e-ISSN 2598-4845; p-ISSN 2355-
018X. Jurnal kependidikan, Vol. 5, No.1. Mei 2017, h. 69.
11 3
11. Ahmad Syafi’ie Noor, “Orientasi
Pengembangan Pendidikan
Pesantren Tradisional”. (Jakarta: Prenada, 2009). h. 15, 56, 73.
12, 22, 29
3, 5, 8
12. Abu Yasid. “Paradigma Baru
Pesantren”. (Yogyakarta: IRCiSod, 2018). h. 263-264.
12 3
13. Zamakhsyari Dhofier. “Tradisi
Pesantren: Studi Pandangan Hidup
Kiai dan Visinya Mengenai Masa
Depan Indonesia”. (Jakarta: LP3ES, 2011). h. 86.
13 3
14. H. A. Idhoh Anas, “Kurikulum Dan
Metodologi Pembelajaran
Pesantren”, Jurusan Tarbiyah
STAIN Pekalongan. Jurnal Cendekia,
Vol. 10, No. 1, 2012. h. 37.
14 3
15. Kompri. “Manajemen & Kepemimpinan Pondok Pesantren”.
15, 26 3, 7
113
(Jakarta: Prenada Media, 2018). h. 131.
16. Nurcholis Madjid, “Bilik-Bilik Pesantren”, (Jakarta: Paramadina,
1997), h. 34.
16, 17 3, 4
17. Saihu, “Modernisasi Pendidikan
Islam di Indonesia”. Dosen STIT Al
Amin Banten. Al Amin: Jurnal Kajian
Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN:
2088-7981 E-ISSN: 2685-1148. Volume 3, No 1, 2015. h. 14.
18 4
18. Hasil wawancara dengan Ustaz
Muslihin Jamil selaku kepala sekolah
SMA Plus Ibadurrahman pada
tanggal 31 Agustus 2020.
19 4
19. Ridawati, “Taffaquh Fiddin dan
Implementasinya pada Pondok
Pesantren di Jawa Barat”. (Indragiri: PT. Indragiri Dot Com, 2020). h. 225.
20 4
20. Observasi kelas XII pada mata
pelajaran fiqih di SMA Plus
Ibadurrahman pada tanggal 31 Agustus 2020.
21 5
21. Yasmadi, “Modernisasi Pesantren:
Kritik Nurcholis Madjid terhadap
Pendidikan Islam Tradisional”. (Jakarta: Ciputat Press, 2002). h. 81.
23, 24 5
22. Pernyataan Ustaz Abu Nizhom selaku
guru mata pelajaran fiqih pada tanggal 31 Agustus 2020.
25 5
23. Hafsah, “Pembelajaran Fiqih”.
(Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis, 2016). h. 3
27 7
24. Ridwan Abdullah Sani,
“Pembelajaran Berbasis HOTS
(Higher Order Thingking Skills)”,
(Tangerang: Tsmart Printing, 2019). h. 15.
28 8
BAB II
25. Armai Arief, “Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam”.
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 40, 154, 109, 155-156
30, 46, 50, 51,
54, 57, 74
10, 13, 15, 16,
20
26. Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, “Strategi Pembelajaran Terpadu:
31 10
114
Teori, Konsep & Implementasi”,
(Yogyakarta: Familia, 2015), h. 13, 33-34.
27. Dina Gasong, “Belajar dan
Pembelajaran”, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 6.
32 10
28. Prihma Sinta Utami, Abdul Gafur,
“Pengaruh Metode Pembelajaran
Dan Gaya Belajar Siswa Terhadap
Hasil Belajar IPS di SMP Negeri Di
Kota Yogyakarta”, Harmoni Sosial:
Jurnal Pendidikan IPS Volume 2, No
1, Maret 2015 (97-103).
33 10
29. Umar, dkk, “Pengembangaan
Kutrikulum Pendidikan Agama Islam
Transformatif”, (Yogyakarta:
Deepublish, 2016), h. 22.
34 10
30. Esti Suryani, “Best Practice
Pembelajaran Melalui Problem
Based Learning”, (Yogyakarta:
Deepublish, 2017). h. 33-34.
35 11
31. Kompri. “Manajemen &
Kepemimpinan Pondok Pesantren”.
(Jakarta: Prenada Media, 2018). h. 131, 1, 2
36, 45, 52, 95,
96
12, 13, 16, 25
32. Nurcholis Madjid, “Bilik-Bilik
Pesantren”, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 34, 20-21, 35
37, 67, 70
12, 19
33. Hasbullah, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”. (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1996). h. 51.
38 12
34. Zamakhsyari Dhofier. “Tradisi
Pesantren: Studi Pandangan Hidup
Kiai dan Visinya Mengenai Masa
Depan Indonesia”. (Jakarta: LP3ES,
2011). h. 57, 86, 54, 89
39, 43, 44, 58,
100
12, 13, 17, 26
35. Saihu, “Modernisasi Pendidikan
Islam di Indonesia”. Dosen STIT Al
Amin Banten. Al Amin: Jurnal Kajian
Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN:
2088-7981 E-ISSN: 2685-1148.
Volume 3, No 1, 2015 M/1436 H. h. 6, 14.
40, 59 12, 17
36. Sulthon Masyhud, dkk., “Manajemen Pondok Pesantren”, Cet Ke 2,
(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), h. 3,1.
41 12
115
37. Ridawati, “Taffaquh Fiddin dan
Implementasinya pada Pondok
Pesantren di Jawa Barat”. (Indragiri: PT. Indragiri Dot Com, 2020). h. 225.
42 13
38. Husni Rahim, “Arah Baru
Pendidikan Islam di Indonesia”. (Jakarta: Logos, 2001). h. 151.
47, 53 14, 16
39. Abu Anwar, “Karakteristik
Pendidikan Dan Unsur-Unsur
Kelembagaan Di Pesantren”.
Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau, POTENSIA:
Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 2, No. 2, Desember 2016. h. 180, 171
48, 64 14, 18
40. Khamsil Laili, “Metode Pengajaran
di Pesantren dan
Perkembangannya”, Al-Iman: Jurnal
Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 1, 2018. h. 73-74
49 14
41. Tajur Rizal, Ach. Fatchan. “Sistem
Bandongan untuk Pendidikan
Keterampilan Pertanian di Desa
Berbasis Pesantren”. Jurnal
Penelitian Kependidikan, Vol 16, No. 1, Juni 2006. h. 1, 5, 3-4
55, 56, 62, 63
16, 17, 18
42. Amirudin, “Peningkatan
Keterampilan Menulis Argumentatif
Melalui Model Halaqah”, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Halu Oleo Kendari. Jurnal
Al-Ta’dib Vol. 9 No. 1, Januari-Juni 2016. h. 42, 43
60, 65 17, 18
43. Hasan Basri, “Pengajian Halaqah
dalam Membentuk Karakter Santri di
Madrasah Aliyah As’adiyah Putra
Pusat Sengkang di Macanang
Kecamatan Majauleng Kabupaten
Wajo”. Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar. Volume VIII, Nomor 1,
Januari - Juni 2019. h. 105
61 17
44. Abuddin Nata, “Islam dan Ilmu
Pengetahuan”, (Jakarta: Prenada
Media, 2018). h.65, 231, 190, 110, 196, 111-112, 209, 210, 211.
66, 80, 89-94
18, 21, 24-25,
45. Suhartono, Rosi Patma. “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa
68 19
116
Mata Pelajaran Fiqih Materi
Pembelajaran Haji Dan Umrah
Melalui Penerapan Metode
Advokasi”. Al I’tibar: Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. V. No. 1,
Halaman: 10 – 19, Februari, 2018. h. 10-11.
46. Hafsah, “Pembelajaran Fiqih”.
(Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis, 2016). h. 3, 9
69, 75 19, 20
47. Yasmadi, “Modernisasi Pesantren:
Kritik Nurcholis Madjid terhadap
Pendidikan Islam Tradisional”. (Jakarta: Ciputat Press, 2002). h. 69
71 19
48. Sudadi, “Pendidikan Berbasis
Pesantren”. Cakrawala: Studi
Manajemen Pendidikan Islam dan
Studi Sosial, Vol.3, No.2, 2019, P-
ISSN: 2580-9385, E-ISSN: 2581- 0197. h. 67.
72 20
49. Lailial Muhtifah, “Pola
Pengembangan Kurikulum Pesantren
Kasus Al-Mukhlishin Mempawah
Kalimantan Barat”. STAIN
Pontianak, Journal UIN SGD, Vol.
XVII No. 2 2012/1433. h. 204.
73 20
50. Nurhayani, “Penerapan Metode
Simulasi Dalam Pembelajaran Fiqih
Ibadah Bagi Siswa di MTS YMPI Sei
Tualang Raso Tanjung Balai”. Jurnal
Ansiru, Vol. 1, No. 1. Juni 2017. h. 89.
76 20
51. Azizah, Abu Azmi. “Bagaimana Berpikir Islami”. (Surakarta: Era
Intermedia, 2019). h. 44, 45, 37
77, 78, 81
21, 22
52. Rusmin Tumanggor, “Ilmu Jiwa
Agama The Psychology of Religion”. (Jakarta: Kencana, 2016). h. 28.
79 21
53. Lilis Nuryati, dkk. “Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
SMP”, Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No.
2, 2018. Hlm. 155-158, E-ISSN:
2502-471X. DOAJ-
SHERPA/RoMEO-Google Scholar-
IPI. h. 155.
82 22
117
54. Ridwan Abdullah Sani,
“Pembelajaran Berbasis HOTS
(Higher Order Thingking Skills)”,
(Tangerang: Tsmart Printing, 2019). h. 14, 15, 141
83, 84, 88
22, 23
55. Widha Nur Santi, dkk,.
“Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis melalui Problem
Solving”. Program Studi Pendidikan
Matematika Universitas Alma Ata
Yogyakarta. Jurnal Literasi, Vol.
VIII, No 1, 2017. P-ISSN: 2085-0344 / E-ISSN: 2503-1864. h. 50.
85 22
56. Ratna Purwati, dkk,. “Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Dalam Menyelesaikan Masalah
Persamaan Kuadrat Pada
Pembelajaram Model Creative
Problem Solving”. Jurnal Kadikma,
Vol. 7, No. 1, hlm. 84-93, April 2016. h. 84.
86 22
57. Aulia Firdaus, dkk. “Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa pada Materi
Barisan dan Deret Berdasarkan
Gaya Berpikir”, Jurnal Kreano, Vol. 10, No. 1, 2019.
87 23
58. Ahmad Syafi’ie Noor, “Orientasi
Pengembangan Pendidikan
Pesantren Tradisional”. (Jakarta: Prenada, 2009). h. 45, 73
97, 98, 26
59. Musaddad Harahap, “Esensi Peserta
Didik dalam Perspektif Pendidikan
Islam”, Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016, h. 141.
99 26
60. Siti Nurhayati, “Implementasi
Metode Bandongan dalam
Pembelajaran Hadis (Kitab Riyad
As-Salihin) dalam Meningkatkan
Keaktifan Bertanya”, Skripsi pada
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015, h. 104.
101 27
61. Adnani, “Penerapan Metode
Bandongan Dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Membaca Al-
102 28
118
Quran Santri Usia 17-21 Tahun di
Pondok Pesantren Modern Alma Asy-
Syauqy Kelurahan Karyamulya
Kecamatan Kesambi Kota Cirebon”.
Skripsi Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2015. h. 82.
62. M. Kharir, “Integrasi Metode
Bandongan dan Sorogan dalam
Peningkatan Keaktifan Belajar Santri
di Pondok Pesantren Aswaja-
Nusantara, Milangi, Sleman,
Yogyakarta”, Skripsi Jurusan
Pendidikan Agama Islam Pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2013. h. 70.
103 28
BAB III
63. A. Muri Yusuf, “Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan”, (Jakarta: Kencana,
2017), cet ke-4, h. 26, 372, 376-377, 407-409.
104, 106,
107,
108, 117
30, 32, 33, 35
64. Sarmanu, “Dasar Metodologi
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
Statistika”, (Surabaya: Airlangga University Press, 2017), h. 2.
105 30
65. Sugiyono. “Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”
(Bandung: Alfabeta, 2019), h. 285, 289, 203, 391, 393-394, 395, 321, 322
109-116 33-35
BAB IV
66. Dokumentasi,
http://www.mumtazibdr.com/
Tentang-Kami/Sejarah.html. diakses
pada tanggal 29 Januari 2020 pukul
15.00.
118, 120 36, 37
67. Wawancara dengan M. Muslihin
Jamil selaku kepala sekolah SMA
119, 177-180, 182, 184
36, 67, 68, 69
119
Plus Ibadurrahman, pada tanggal 30 Januari 2021.
68. Dokumentasi, “Kurikulum SMA Plus Ibdurrahman Tahun Pelajaran 2020-
2021”. h. 10.
121, 122 37, 38
69. Hasil Analisis tanggal 1 maret 2021 123, 129,
132,
138,
141,
148,
157,
161,
166,
175, 183, 187
42, 45, 46, 48,
49, 51,
56, 57,
60, 63,
69, 71
70. Zamakhsyari Dhofier. “Tradisi
Pesantren: Studi Pandangan Hidup
Kiai dan Visinya Mengenai Masa
Depan Indonesia”. (Jakarta: LP3ES, 2011). h. 54.
124 43
71. Tajur Rizal, Ach. Fatchan. “Sistem
Bandongan untuk Pendidikan
Keterampilan Pertanian di Desa
Berbasis Pesantren”. Jurnal
Penelitian Kependidikan, Vol 16, No. 1, Juni 2006. h. 3,4.
125, 126 43
72. Observasi dengan Ustaz Abu Nizhom
selaku guru Fiqih SMA Plus
Ibadurrahman di kelas XII.2 IPA
pada tanggal 25 Januari 2021.
127, 131,
135,
137,
140,
146,
150,
151,
152,
154,
156,
159,
162,
163,
168,
169,
171, 173, 174
44, 46, 48, 49,
50, 51,
52, 55,
56, 57,
59, 61,
62
120
73. Nurhayani, “Penerapan Metode
Simulasi Dalam Pembelajaran Fiqih
Ibadah Bagi Siswa di MTS YMPI Sei
Tualang Raso Tanjung Balai”. Jurnal
Ansiru, Vol. 1, No. 1. Juni 2017. h. 89.
128 44
74. Wawancara dengan Ustaz Abu
Nizhom selaku guru Mata Pelajaran
Fiqih SMA Plus Ibadurrahman, pada
tanggal 25 Januari 2021.
130, 136,
139,
147,
153,
155,
160,
165,
170,
172,
181, 185, 186
45, 47, 48, 51,
52, 53,
57, 60,
62, 67,
70,
75. Sulthon Masyhud, dkk., “Manajemen
Pondok Pesantren”, Cet Ke 2, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), h. 3.
134 46
76. Husni Rahim, “Arah Baru
Pendidikan Islam di Indonesia”. (Jakarta: Logos, 2001). h. 151.
149, 158 51, 56
77. Kesimpulan hasil wawancara dan
observasi di kelas XII.2 IPA pada tanggal 25 Januari 2021.
176 63
Jakarta, 1 Mei 2021
Yang Mengesahkan,
Dosen Pembimbing
Dr. Dimyati, M.Ag
NIP. 196407041993031003
121
BIODATA PENULIS
Nada Nadhifah, dilahirkan di Kota Tangerang pada
taanggal 31 Agustus 1999. Anak Pertama dari 3
bersaudara pasangan Zainal Abidin dan Kholisah.
Penulis studi pendidikan pertamanya pada tahun
2005 di SDN Karawaci 14 sampai kelas 5 dan
melanjutkan di SDN Poris Plawad 1 hingga lulus.
Setelah jenjang Sekolah Dasarnya tamat pada tahun
2011, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 16 Tangerang
sampai pada tahun 2014. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama penulis
menghabisi masa Sekolah Menengah Atas di Pondok Pesantren yang ada di wilayah
Tangerang yang dipimpin oleh Kyai Cepot yaitu Ibadurrahman dan lulus pada tahun
2017. Setelah masa sekolahnya usai, pada tahun yang sama selanjutnya penulis
meneruskan pendidikannya sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama masa kuliah penulis mengikuti organisasi intra maupun ekstra
kampus. Dalam organisasi intra kampus penulis merupakan divisi dapartemen
Kominfo Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Agama Islam pada
tahun 2019. Dalam organisasi ekstra kampus penulis merupakan anggota
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat. Penulis juga merupakan
sekertaris pada kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) 174 Besari.
Motto:
“Dream Big And Make It Happen”