If you can't read please download the document
Upload
doananh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN
MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
(STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI
DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO)
DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,
KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)
Penulisan Hukum
( Skripsi )
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
DWI RETNO WULANDARI
NIM. E0008144
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN
MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
(STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI
DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO)
DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,
KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)
Oleh:
Dwi Retno Wulandari
NIM E0008144
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 10 Desember 2012
Dosen Pembimbing
Pius Triwahyudi, S.H., M.Si.
NIP. 19560212 198503 1 004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN
MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
(STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI
DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO)
DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,
KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)
Oleh:
Dwi Retno Wulandari NIM E0008144
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada:
Hari : Kamis Tanggal : 10 Januari 2013
DEWAN PENGUJI
1.
Rahayu Subekti S.H., M.Hum.
Ketua
:
2.
Wida Astuti, S.H., M.H.
Sekretaris
:
3.
Pius Triwahyudi, S.H., M.Si.
Anggota
:
Mengetahui
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. NIP. 19570203 198503 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Dwi Retno Wulandari
NIM : E0008144
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN
MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI
KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI
PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI
DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,
KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL) adalah betul-
betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukan dalam daftar pustaka. Apabila
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 10 Desember 2012
Yang Membuat Pernyataan,
DWI RETNO WULANDARI
NIM. E0008144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Dwi Retno Wulandari, E0008144. 2012. PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman Republik Indonesia dengan studi kasus pada pelaksanaan mediasi terkait pembayaran ganti rugi dan kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal bersifat preskriptif dan terapan. Sifat perskriptif dapat terlihat dari keadaan senyatanya dan melihat aspek hukum mediasi di luar pengadilan di Indonesia yang berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, dan norma hukum lain berupa kebiasaan umum dalam mediasi berdasar pendapat ahli. Sedangkan terapan terlihat pada pelaksanaan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pembayaran ganti rugi dan kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul dan hasilnya bagi kedua belah pihak. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui study kepustakaan, pengamatan dan wawancara. Teknik analisa yang digunakan adalah metode silogisme deduktif dan intepretasi, yaitu berpangkal pada prinsip-prinsip dasar (premis mayor), kemudian peneliti menghadirkan obyek yang sedang diteliti (premis minor) kemudian di tarik kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman sudah sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku dalam mediasi di luar pengadilan (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan) namun terdapat kekhususan bila dibandingkan dengan mediasi umumnya. Kekhususan ini disebabkan mediasi yang dilakukan Ombudsman merupakan mediasi pada ranah sengketa pelayanan publik. Hasil yang dicapai dalam mediasi ini merupakan kesepakatan win-win solution bagi para pihak. Kata Kunci: Ombudsman, mediasi, pelayanan publik, win-win solution
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Dwi Retno Wulandari, E0008144. 2012. THE IMPLEMENTATION OF MEDIATION TO SOLVED THE PUBLIK COMPLAINT ON OMBUDSMAN REPUBLIK OF INDONESIA (A CASE STUDY OF COMPENSATION PAYMENT OF CONSTRUCTION SUTT BY PT. PLN (PERSERO) IN NGLEGI VILLAGE, BUNDER VILLAGE, BEJI VILLAGE, AND SALAM VILLAGE, DISTRICT OF PATHUK, REGENCY OF GUNUNG KIDUL. Faculty of Law Sebelas Maret University.
This study aims to determine the implementation of mediation to solved the public complaint on Ombudsman Republic of Indonesia with a case study of payment compensation of construction SUTT by PT. PLN (Persero) in Nglegi Village, Bunder Village, Beji Village, And Salam Village, District of Pathuk, Regency of Gunung Kidul.
This study is a doctrinal study of law with prescriptive and applied. Prescriptive nature can be seen from the actual situation and look at the legal aspect of Court-Anexxed Mediation in Indonesia which based on Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan and other legal norms in the form of common mediation norm based on professionals opinion. Meanwhile, look at the implementation of mediation to solving the dispute of compensation payment of construction SUTT by PT. PLN (Persero) in Ngledi Village, Bunder Village, Beji Village and Salam Village, District of Pathuk, Regency of Gunung Kidul and the agreement for the parties. The approach used is legal approach, case approach and conceptual approaches. Type of data used are secondary data include primary legal materials, secondary legal materials and non-legal materials. Data collection used through the study of literature, observation and interview. Analysis of the data by using the method of syllogistic deduction, which stems from the basic principles (major premise), then the reseaecher presenting the object being studied (minor premise) and then draw conclusions.
Based on the results of research can be concluded that the implementation of mediation to solved the public complaint on Ombudsman is in accordance common Court-Anexxed Mediation norm (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan), however the implementation of mediaton have special rules, because Ombudsman mediation in the land of public services dispute. The results of the mediation is a win-win solution for the parties. Key Words: Ombudsman, mediation, public services, win-win solution
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
SESUNGGUHNYA ALLAH TIADA MERUBAH KEADAAN SUATU KAUM
SEHINGGA MEREKA MERUBAH KEADAAN YANG ADA PADA DIRI
-RAD: 11)
MAN JADDA WAJADA
-SUNGGUH PASTI AKAN MENUAI
MAN SHABARA ZHAFIRA
MAN SARA ALA DARBI WASHALA
-NYA AKAN SAMPAI
(THOMAS ALVA EDISON)
HAL YANG LENGKAP DAN TIDAK DAPAT BERUBAH, DAN HANYA
HILL)
KEBAHAGIAAN DATANG DARI RASA SYUKUR
(ANONIM)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Penulisan hukum (skripsi) ini penulis persembahkan untuk:
1.
kesabaran, cinta, motivasi, rizki dan nikmat-nikmat lain yang tak terhitung
banyaknya yang telah Engkau berikan kepada hamba-Mu yang dzalim hingga
akhirnya bisa menyelesaikan Skripsi ini.
2. Orang tua Penulis Bapak (Lamidi Kartomihardjo Alm.) serta khususnya Ibu
motivasi, pengorbanan, perhatian dan pengertian meskipun sudah mempunyai
beban berat sebagai single parent, Love You Mom.
3. Sahabat-sahabat di SMA yang menginspirasi, (Dwika Sastriana Putri, Dian
Kusumawati, Riky Dwi P., Dhani Wirawan), dan khususnya Shinta Purniawati,
terima kasih karena disela-sela kesibukannya telah memberikan support, doa,
dan motivasi.
4. Tri Sulistyanto yang telah memberikan dukungan moral dan materiil.
5. Teman-teman magang di Ombudsman Republik Indonesia perwakilan DIY-
Jateng (Ferawati Nainggolan, Noviana Daruwati Kusuma Adi, Tita Tri Yunita,
Satria Adiyasa Sindhuwijaya).
6. Semua Boss dan rekan kerja di beberapa tempat saya pernah bekerja, yang
telah memberikan kesempatan untuk bekerja dan membutkan jadwal
menyesuaikan jadwal kuliah.
7. Costumers yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan kepercayaan dalam bisnis dan motivasi dalam penulisan hukum
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGATAR
Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang atas limpahan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) PELAKSANAAN
MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN
GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN
SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER,
DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN
Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum
(skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
beserta seluruh Pembantu Rektor;
2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret;
3. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Pembimbing Sripsi sekaligus
ketua bagian Hukum Administrasi Negara, yang didalam kesibukan beliau
telah bersedia meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan,
nasehat, motivasi, dan petunjuk atas tersusunnya skripsi ini;
4. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H., selaku Ketua Pengelola Penulisan Hukum (PPH)
dan segenap pegawai adminstrasi PPH yang telah membantu dalam mengurus
segala administrasi skripsi dari mulai pengajuan judul, pelaksanaan seminar
proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi;
5. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Akademik Penulis.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga kedepannya
dapat penulis amalkan;
7. Bapak Budhi Masthuri, S.H., Bapak Jaka Susila Wahyuana, S.H., Bapak
Nurkholis Fahmi S.E., dan segenap Staff Ombudsman Perwakilan DIY-Jateng
yang telah memberikan penulis kesempatan magang, menjadi nara sumber,
memberikan informasi, dan data terkait dengan penulisan hukum ini;
8. Tim Mediasi dari Ombudsman RI Pusat (Bapak Budi Santoso, S.H.,LLM,
Bapak Tumpal Simanjuntak S.H., Yustus Yosep Maturbongs S.H.) yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam identifikasi
lapangan, memberikan informasi, dan data terkait dengan penulisan hukum
ini;
9. Segenap keluarga Penulis;
10. Teman-Teman seperjuangan FH angkatan 2008 Ananda Megha Wiedar
Saputri, Shinta Ayu Wulandari, Agnes Arti Citra Putri, Sinta Dewi Wijayanti
teman-teman yang lain yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
11. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang
membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Akhirnya,
semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan
sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu hukum.
Surakarta, 10 Desember 2012
Penulis
Dwi Retno Wulandari
NIM. E0008144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAH PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................... v ABSTRACT .................................................................................................... vi
vii PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
E. Metode Penelitian ................................................................................... 8
F. Sistematika Penelitian ............................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 14 A. Kerangka Teori ...................................................................................... 14
1. Tinjauan Umum tentang Mediasi ......................................................... 14
a. Pengertian Mediasi .......................................................................... 14
b. Pengertian, Syarat dan Tugas Mediator ........................................... 16
c.Tipologi Mediator .............................................................................. 18
d. Karakteristik Mediasi ....................................................................... 19
e. Prinsip-Prinsip Mediasi .................................................................... . 20
......................................................... 22
2. Tinjauan Umum tentang Ombudsman ................................................. 28
a. Pengertian Ombudsma ................................................................... 28
b. Sifat dan Tujuan Ombudsman ........................................................ 29
c. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Ombudsman ................................. 30
d. Ruang Lingkup Pengawasan Ombudsman ..................................... 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
e. Proses Penanganan Laporan Masyarakat ....................................... 32
3. Tinjauan Umum tentang Dampak Pembangunan SUTT ..................... 36
a. Pengertian SUTT ........................................................................... 36
b. Dampak Lingkungan Hidup di Bidang Kelistrikan....................... 36
c. Jarak Aman SUTT dari Benda-benda Lain .................................. 38
d. Dampak Radiasi Elektromagnetik terhadap Kesehatan ................ 39
e. Ganti Rugi dan Kompensasi terhadap Pembangunan SUTT ........ 40
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 48
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 50 A. Pelaksanaan Mediasi Ombudsman dalam Menyelesaikan Laporan dari
Masyarakat yang terkena Damapak Pembangunan SUTT 150 kV Bantul-
Wonosari ................................................................................................ 50
1. Penanganan Laporan dari Masyarakat yang Terkena Dampak
Pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari Sebelum Pelaksanaan
Proses Mediasi ............................................................................... 52
a. Penanganan Laporan Pertama dengan Substansi Laporan Berupa
Keluhan Pelayanan ................................................................... 52
b. Penanganan Laporan Kedua dengan Substansi Laporan Berupa
Permintaan Pelaksanaan Mediasi ............................................. 58
2. Pelaksanaan Mediasi Ombudsman ................................................. 62
a. Deskripsi Mediasi Ombudsman ............................................... 62
b. Tujuan Mediasi Ombudsman ................................................... 66
c. Para Pihak yang Terlibat dalam Proses Mediasi ...................... 67
d. Mediator ................................................................................... 68
e. Tempat dan Biaya Mediasi ...................................................... 70
f. Tahapan Mediasi ...................................................................... 71
g. Waktu Pelaksanaan Mediasi .................................................... 77
3. Tinjauan Pelaksanaan Mediasi Ombudsman Berdasarkan Norma-
Norma Umum Mediasi di Luar Pengadilan dalam Peraturan
Perundang-undangan ...................................................................... 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa ............................................. 77
b. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga
Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Luar Pengadilan ........................................................ 83
4. Tinjauan Pelaksanaan Mediasi Ombudsman Berdasarkan Pendapat
Ahli ................................................................................................. 87
a. Syahrizal Abbas ....................................................................... 88
b. Takdir Rahmadi ........................................................................ 96
B. Hasil Mediasi Ombudsman dalam Menyelesaikan Sengketa Ganti Rugi
dan Kompensasi antara PT. PLN (Persero) dengan masyarakat yang
terkena dampak pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari .......... 102
1. Pemasalahan dalam Pembayaran Ganti dan Kompensasi serta Hasil
Kesepakatan yang Didapat setelah Mediasi ................................... 102
2. Hasil Mediasi bagi Kedua Belah Pihak .......................................... 109
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 117 A. Simpulan ................................................................................................. 117
B. Saran ....................................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 49
Bagan 2. Alur Penanganan Keluhan Masyarakat ............................................. 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan dan cita-cita didirikannya Negara Republik Indonesia tertuang
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya adalah untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demi mewujudkan
tujuan dan cita-cita tersebut Indonesia selalu berupaya mewujudkan Good
Governance. Namun dalam kenyataannya implementasi Good Governance
menghadapi banyak masalah didalam keadaan masyarakat politik yang korup dan
kekuatan civil society yang masih lemah, seperti yang selama ini terjadi di tanah
air (Teten Masduki, 2005:43). Kalau civil society lemah, tidak punya kompetensi
untuk mengontrol pemerintahan, maka penyimpangan kekuasaan menjadi tak
terhindarkan (Teten Masduki, 2005:42) termasuk dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Hal tersebut menimbulkan kebutuhan akan lembaga
pengawasan eksternal yang bersifat independen untuk mengawasi
penyelenggaraan tugas negara dan pemerintahan, maka dibentuklah Ombudsman
di Indonesia.
Ombudsman berasal dari bahasa Swedia umbusmann yang artinya
pengawasan. Ombudsman ini mengadopsi dari tata pemerintahan internasional,
dimana negara-negara lain ternyata juga mengalami kondisi yang hampir sama
dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik. Diseluruh dunia sudah lebih dari
130 negara yang mempunyai lembaga Ombudsman, dengan nama yang bervariasi,
bahkan lebih dari 50 negara mencantumkan dalam konstitusi (Antonius Sujata,
2009:31). Tujuan dibentuknya Ombudsman di semua negara adalah untuk
melindungi masyarakat terhadap kearoganan pejabat atau pegawai penyelenggara
sekaligus memantau, mengawasi, dan mengoreksi perilaku koruptif pejabat-
pejabat tersebut, agar pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan
berjalan sebagaimana mestinya (Sunaryati Hartono, 2009:13).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Di Indonesia sendiri Ombudsman pertama didirikan dalam bentuk komisi
yang lahirnya didasari dengan Keppres Nomor 44 Tahun 2000 yang dikeluarkan
oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan nama Komisi Ombudsman Nasional.
Seiring dengan berjalannya waktu sadar akan pentingnya keberadaan
Ombudsman, untuk mengoptimalkan fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman,
maka disahkanlah Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman
Republik Indonesia, yang selanjutnya akan disebut Undang-Undang No. 37
Tahun 2008. Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 ini
selain tugas dan kewenangannya yang diperluas struktur Ombudsman di negara
Indonesia secara kelembagaan juga diperkuat, yang semula hanya berupa Komisi
berubah menjadi Lembaga Negara.
Ombudsman di Indonesia mempunyai fungsi sebagai pengawas pelayanan
publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai pengawas pelayanan publik Ombudsman mempunyai tugas tertentu.
Secara garis besar tugas Ombudsman disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang
No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu menerima,
memeriksa, menindaklanjuti, melakukan investigasi terkait substansi laporan
masyarakat serta melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait guna
mencegah terjadinya maladministrasi oleh Penyelenggara Negara.
Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut Ombudsman didukung
dengan kewenangan yang tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 37 Tahun
2008. Kewenangan tersebut antara lain meminta keterangan, memeriksa dokumen,
melakukan klarifikasi, melakukan pemanggilan, membuat rekomendasi,
melakukan mediasi dan konsiliasi, serta mengumumkan hasil temuan atau
kesimpulan yang didapat. Kewenangan yang dimiliki Ombudsman tersebut
semuanya berkaitan dengan penyelesaian laporan masyarakat. Hal ini berkaitan
dengan metode pengawasan yang digunakan Ombudsman yaitu sistem pelayanan
berbasis masyarakat. Artinya Ombudsman melaksanakan pengawasannya
terhadap pemberian pelayanan publik berdasarkan laporan dari masyarakat
sebagai pengguna layanan yang merasa tidak mendapatkan pelayanan
sebagaimana mestinya atau Penyelenggara Negara melakukan maladminstrasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dalam menjalankan tugasnya. Sistem tersebut digunakan karena masyarakat
merupakan pihak yang bersentuhan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan
publik, sehingga data mengenai perbaikan yang perlu dilakukan lebih mutakhir
dan sesuai dengan kondisi lapangan.
Selain fungsi, tugas dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 diatas, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (yang selanjutnya disebut Undang-
Undang No. 25 Tahun 2009) fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman
diperkuat juga terdapat penambahan kewenangan Ombudsman. Penambahan
kewenangan ini diantaranya adalah dalam hal ganti rugi Ombudsman dapat
melakukan mediasi, konsiliasi dan adjudikasi khusus, yang disebutkan dalam
Pasal 50 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Terkait dengan kewenangan Ombudsman dalam melakukan mediasi yang
diberikan oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 dan Undang-Undang No. 25
Tahun 2009 diatas penulis tertarik untuk meneliti mengenai salah satu kasus
dalam laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan DIY-Jawa
Tengah terkait pembayaran ganti rugi dan kompensasi yang diselesaikan melalui
mekanisme mediasi. Mediasi tersebut dilakukan antara PT. PLN (Persero) selaku
pihak yang membangun transmisi SUTT yang melewati tanah milik warga dari
beberapa desa di Kabupaten Bantul dengan beberapa orang perwakilan dari warga
Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk,
Kabupaten Gunung Kidul, selaku pemilik lahan yang daerahnya dilalui transmisi
SUTT untuk menyelesaikan masalah ketidaksepakatan dalam hal pemberian ganti
rugi dan kompensasi. Dalam mediasi ini Ombudsman diminta bertindak sebagai
mediator.
Ombudsman dituntut untuk berperan ganda dalam menangani kasus ini
disatu sisi sebagai Lembaga Negara yang bertugas mengawasi pelayanan publik
yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan disisi lain harus bertindak sebagai
mediator yang harus membantu menyelesaikan sengketa ganti rugi. Fungsi
Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik tentu saja sangat berbeda dengan
fungsi Ombudsman sebagai mediator dalam membantu menyelesaikan sengketa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
ganti rugi tersebut. Untuk menggabungkan kedua fungsi tersebut sehingga
menjadi mediasi dalam ranah pelayanan publik Ombudsman mempunyai
mekanisme dan tata cara mediasi tersendiri yang tentu saja mempunyai perbedaan
dengan mediasi pada umumnya.
Mediasi yang berlaku di Indonesia terdiri dari proses mediasi di dalam
pengadilan dan proses mediasi diluar pengadilan. Pengaturan untuk proses
mediasi di Pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan, sedangkan untuk mediasi di luar
pengadilan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus.
Hanya saja terdapat beberapa peraturan yang dapat dijadikan acuan dalam
pelaksanaan mediasi di luar pengadilan. Peraturan tersebut adalah Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (selanjutnya disebut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999) serta
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa
Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
(selanjutnya disebut PP No. 54 Tahun 2000). PP No. 54 Tahun 2000 mengatur
mediasi secara lebih terperinci dibandingkan dengan Undang-Undang No. 30
tahun 1999, namun dalam kedua peraturan tersebut, penaturan mengenai mediasi
belum dijabarkan secara lengkap. Oleh sebab itu, proses mediasi di luar
pengadilan umumnya selain mengacu pada kedua peraturan diatas juga
berpedoman pada hasil pengalaman dan penelitian para praktisi dalam mediasi.
Pedoman proses mediasi di luar pengadilan yang bersumber dari
pengalaman dan penelitian para praktisi banyak diuraikan dalam kepustakaan
atau diajarkan dalam berbagai pelatihan mediasi. Pada umumnya bahan
kepustakaan mediasi banyak didapat dari negara-negara yang masyarakatnya telah
menggunakan mediasi sebagai pilihan utama dalam menyelesaikan sengketa
seperti Amerika, Australia, Inggris, dan Jepang. Kerena mediasi tidak diatur
dalam peraturan perundangan maka proses mediasi cenderung bersifat universal,
sehingga proses mediasi yang diterapkan beberapa negara diatas dengan sedikit
penyesuaian dapat juga diterapkan di Indonesia (Takdir Rahmadi, 2010:101).
Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mengambil norma kebiasaan mediasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
berlaku universal dan memadukan dengan norma sosial yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat Indonesia. Norma-norma dengan penyesuaian
tersebutlah yang kemudian diimplementasikan dalam pelaksanaan mediasi pada
lembaga-lembaga mediasi di Indonesia dan menjadi norma-norma umum dalam
mediasi di luar pengadilan.
Pelaksanaan mediasi Ombudsman dalam ranah pelayanan publik untuk
menyelesaikan sengketa ganti rugi dan kompensasi antara PT. PLN (Persero)
selaku pihak yang membangun transmisi SUTT yang melewati tanah milik warga
dengan warga Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan
Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul diharapkan dapat menghasilkan penyelesaian
dengan hasil win-win solution bagi kedua belah pihak mengingat adanya
perbedaan kekuatan diantara pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi tersebut
selain bertujuan untuk menyelesaikan sengketa juga bertujuan untuk memperbaiki
pelayanan publik yang dilakukan PT. PLN (Persero) terkait masalah pemberian
ganti rugi dan kompensasi.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian terhadap pelaksanaan mediasi yang dilakukan
Ombudsman tersebut karena ruang lingkupnya berada pada ranah pelayanan
publik sehingga berbeda dengan mediasi pada umumnya dan menyusun kedalam
penulisan hukum dengan judul:
PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN
MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI
KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI
PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA
NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN
PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dalam penelitian ini penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di
Ombudsman Republik Indonesia terkait pembayaran ganti rugi dan
kompensasi dari Pembangunan SUTT oleh PT PLN Persero sudah sesuai
dengan norma-norma umum yang berlaku dalam mediasi di luar pengadilan?
2. Apakah hasil mediasi Ombudsman dalam menyelesaikan sengketa ganti rugi
dan kompensasi antara PT. PLN (Persero) dengan masyarakat yang terkena
dampak pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari merupakan
kesepakatan win-win solution bagi kedua belah pihak?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai,
untuk menjadi arahan dalam melaksanakan penelitian tersebut, sehingga
mendapatkan hasil yang maksimal dalam menjawab permasalahan yang ada.
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis:
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui kesesuaian pelaksanaan mediasi yang dilakukan Ombudsman
Republik Indonesia dalam menyelesaikan laporan masyarakat korban
pembangunan SUTT oleh PT PLN Persero dengan norma-norma umum
mediasi diluar pengadilan.
b. Mengetahui hasil pelaksanaan mediasi Ombudsman Republik Indonesia
dalam penyelesaian laporan masyarakat terkait ganti rugi dan kompensasi
dari dampak pembangunan jaringan SUTT 150 kV Bantul Wonosari oleh
PT. PLN Persero di Bantul bagi kedua belah pihak.
2. Tujuan Subyektif
a. Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam penelitian hukum
di bidang Administrasi Negara, pada khusunya bidang pelayanan publik
mengenai peran ombudsman dalam menyelesaikan laporan masyarakat
melalui mediasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
b. Memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana hukum pada
bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
c. Untuk memberikan sumbangan pikiran bagi ilmu hukum agar dapat
memberikan wawasaan dan manfaat bagi masyarakat dan civitas academia
pada umumnya, serta bagi penulis pada khususnya.
D. Manfaat Penelitian
Sebuah penulisan hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang
berguna bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri juga dapat diterapkan dalam
praktek. Adapun manfaat yang diharapkan penulis adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada
umumnya dan hukum administrasi negara pada khususnya.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi dan literatur
dalam dunia kepustakaan serta sebagai acuan terhadap panelitian sejenis
dimasa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi dan gambaran kepada masyarakat pada umumnya
dan semua pihak yang berkepentingan pada khususnya mengenai mediasi
Ombudsaman dalam menyelesaikan laporan masyarakat.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, pola pikir
dinamis dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu hukum yang diperoleh selama perkuliahan.
c. Penelitian ini diharapkan dapat membantu, memberikan tambahan
masukan dan pengetahuan kepada pihak-pihak terkait dengan masalah
yang diteliti, juga kepada berbagai pihak yang berminat pada
permasalahan yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab
isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35)
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan penelitian permasalahan yang diajukan dalam penelitian
hukum ini penulis menggunakan penelitian hukum doktrinal atau normatif.
Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang bersifat preskriptif
bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud
Marzuki, 2006: 33).
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dikategorikan sebagai
penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum mempunyai sifat
sebagai ilmu yang preskriptif, artinya ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,
konsep- konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu
hukum menetapkan standart prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu
dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22).
Sifat perskriptif dapat terlihat dari keadaan senyatanya dan melihat
aspek hukum mediasi di Indonesia yang berpedoman kepada Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga
Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar
Pengadilan, dan norma hukum lain berupa kebiasaan umum dalam mediasi
berdasar pendapat para ahli. Sedangkan terapan terlihat pada pelaksanaan
mediasi dalam menyelesaikan sengketa pembayaran ganti rugi dan
kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di
Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk,
Kabupaten Gunung Kidul dan hasilnya bagi kedua belah pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah
pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), pendekatan historis
(Historical Approach), pendekatan kasus (Case Approach) dan pendekatan
konseptual (Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93).
Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
perundang-undangan (Statue Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach),
dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Pendekatan perundang-
undangan (Statue Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan masalah mediasi dalam
penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman Republik Indonesia
khususnya berkaitan dengan pemberian ganti rugi dan kompensasi dari
dampak pembangunan SUTT, sedangkan Pendekatan Kasus (Case Approach)
dilakukan dengan menelaah hasil kesepakatan yang didapat dari hasil mediasi
yang dilakukan Ombudsman terhadap PT PLN Persero selaku pembangun
jaringan SUTT dengan warga Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, Dan
Desa Salam Kabupaten Gunung Kidul sebagai korban pembangunan SUTT
150 kV Bantul-Wonosari terkait masalah pemberian ganti rugi dan
kompensasi.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau penelitian doktrinal,
maka bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Bahan hukum primer
1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;
3) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
4) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Repulik
Indonesia;
5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
6) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa;
7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria;
8) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Kepentingan Umum;
9) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga
Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di
Luar Pengadilan;
10) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Tentang
Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
11) Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas SUTT dan SUTET serta
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomer
975.K/47/MPE/1999 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Menteri
Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang
Bebas SUTT dan SUTET;
12) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian
direvisi menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan;
13) Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009
Tentang Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:14).
Bahan hukum sekunder terdiri dari buku- buku teks yang ditulis para ahli
hukum, pandangan ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus
hukum, ensiklopedia hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang
memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini. Bahan hukum sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang memberikan
penunjuk kearah mana penulis akan melangkah.
c. Bahan non hukum
Bahan non hukum merupakan bahan penelitian bukan dari disiplin
ilmu hukum yang terdiri dari buku teks, artikel, jurnal, internet dan sumber
lainnya yang memiliki korelasi dengan penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk
memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka
Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku-
buku, peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka lainnya
berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian atau tempat lain.
b. Pengamatan atau observasi
Pengamatan atau observasi penelitian ini dilakukan dengan mengamati
secara langsung proses dan hasil mediasi yang berlangsung antara PT.
PLN Persero dengan warga yang tanah beserta benda- benda diatasnya
terpaksa dilalui oleh jaringan transmisi SUTT dimana Ombudsman RI
yang ditunjuk sebagai mediator oleh kedua belah pihak.
c. Wawancara
Wawancara adalah situasi dimana terjadi interaksi antara pewawancara
dan yang diwawancarai dengan pedoman wawancara berdasarkan pada
hasil tugas/tes yang telah diberikan kepada yang diwawancarai.
Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data primer yang terbaik
sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian Narasumber dalam
wawancara ini adalah Mediator dari Ombudsman RI, Perwakilan Warga
dari Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam di Kabupaten
Gunung Kidul dan Manager PLN Jawa-Bali UPK JJP III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
6. Teknik Analisa Data
Teknik analisa penelitian ini menggunakan metode silogisme deduktif
yaitu dengan cara berpikir pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian
menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik
kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Seperti halnya dengan
premis mayor yang diintepretasikan terhadap pelaksanaan mediasi
Ombudsman yang berlangsung antara PT. PLN Persero dengan warga yang
tanah beserta benda- benda diatasnya terpaksa dilalui oleh jaringan transmisi
SUTT dimana Ombudsman RI yang ditunjuk sebagai mediator oleh kedua
belah pihak, kemudian diintepretasikan kembali dan menuju fakta hukum
yang ada pada premis minor setlah itu menghasilkan kesimpulan.
F. Sistematika Penulisan
Sistemaika Penulisan Hukum disajikan guna memberi gambaran secara
keseluruhan mengenai pembahasan yang akan dirumuskan sesuai dengan kaidah
atau aturan baku penulisan suatu karya ilmiah. Adapun sistematika dalam
penulisan hukum ini adalah:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, jadwal penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis meguraikan kerangka teori dan kerangka
pemikiran. Kerangka teori terdiri dari teori-teori yang relevan
dengan penelitian hukum ini, yaitu: Tinjauan Umum tentang
Mediasi, Tinjauan Umum tentang Ombudsman, Tinjauan Umum
tentang Dampak Pembangunan SUTT. Kerangka pemikiran
digunakan untuk mempermudah pemahaman dalam alur berpikir.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian dan
pembahasan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan Pelaksanaan
Mediasi Ombudsman dalam Menyelesaikan Laporan dari
Masyarakat yang terkena Damapak Pembangunan SUTT 150 kV
Bantul- Wonosari dan Hasil Mediasi Ombudsman dalam
Menyelesaikan Sengketa Ganti Rugi dan Kompensasi antara PT.
PLN (Persero) dengan masyarakat yang terkena dampak
pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini, penulis akan menguraikan simpulan hasil
penelitian dan pembahasan serta saran-saran yang diajukan
penulis sebagai implikasi dari simpulan yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Mediasi
a. Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa diluar
pengadilan. Di Indonesia mediasi diluar pengadilan diatur dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000
Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. Namun kedua peraturan
perundang-undangan tersebut tidak menyebutkan mengenai pengertian
mediasi. Beberapa pengertian mediasi didapat dari beberapa sumber lain,
yaitu:
1) Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation, yang artinya negosiasi
untuk menyelesaikan perbedaan yang dilakukan oleh beberapa
imparsial partai (http://id.w3dictionary.org/index.php?q=mediation).
2) Istilah mediation
artinya proses mengikutsertakan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasehat (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
3) Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik disebutkan bahwa mediasi adalah penyelesaian sengketa
pelayanan publik melalui bantuan, baik oleh ombudsman sendiri
maupun melalui mediator yang dibentuk oleh ombudsman .
4) Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang
kemudian direvisi menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menyebutkan
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
5) tkan
informal dispute resolution process in witch a neutral third person, the
mediator, help disputing parties to reach an agreement. The mediator
(Gunawan
Widjaja, 2005: 90-91).
6) Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan
berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak, yang
dalam prosesnya dibantu oleh mediator. Mediator tidak memiliki
kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang
bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima (Takdir
Rahmadi, 2010: 13).
7) Mediasi adalah penyelesaian sengketa secara damai dengan bantuan
pihak ketiga yang disebut mediator dan dalam menjalankan ia harus
bersikap adil, netral (tidak memihak) serta ia tidak berwenang
memutuskan karena hanya berperan sebagai fasilitator (Muhammad
Saifullah, 2009: 76-77).
8) Menurut Gary Goodpaster, mediasi adalah proses negosiasi pemecahan
masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral
bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka
memperoleh kesepakatan (Syahrizal Abbas, 2011:5).
9) Mediation is a common form of conflict management in international relation. In structural terms, it can be conceived of as extension of negotiations in witch a third party enters a conflict between two or more states or other actors to effect the course of it and help them find a mutually acceptable solution (Tetsuro Iji and Hideki Fuchinoue, 2009: 137). (Mediasi merupakan sebuah bentuk umum dari managemen konflik
pada hubungan internasional. Secara struktural mediasi bisa diterima
sebagai bentuk lebih lanjut dari negosiasi yang dalam hal ini pihak
ketiga masuk dalam konflik yang terjadi antara dua atau lebih negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
atau pihak lain yang terkait dengan kasus tersebut dan membantu
untuk menemukan solusi terbaik yang bisa diterima para pihak)
b. Pengertian, Syarat dan Tugas Mediator
Menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mediator adalah
pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan
cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mengenai netralitas
mediator ini, Adam T. Rick berpendapat because truly neutral mediation
is impossible (karena pelaksanaan mediasi yang benar-benar netral adalah
tidak mungkin), dia menyarankan mediators remain free to define their
own styles, so long as they properly inform the parties of the process and
of that underlying impossibility (mediator dipersilahkan memilih gaya
mereka sendiri sepanjang mediator tersebut memberitahu prosesnya
secara menyeluruh kepada para pihak dan dasar ketidakmungkinannya)
(Adam T. Rick, 2009:1). Sedangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 54
tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian
atau Pihak ketiga lainnya adalah seorang atau lebih yang ditunjuk dan
diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam rangka penyelesaian
sengketa lingkungan hidup yang tidak memiliki kewenangan mengambil
Pada Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, membedakan
mediator berdasarkan yang menunjuknya ada 2 (dua), yaitu:
1) Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak
2) Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gunawan Wijaya mengacu pada syarat penunjukan mediator pada
Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia
Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar
Pengadilan, bahwa mediator yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang
bersengketa tersebut haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) disetujui pihak-pihak yang bersengketa
2) tidak mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai sederajat
dengan salah satu pihak yang bersengketa
3) tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang
bersengketa
4) tidak memiliki kepentingan finansial atau kepentingan lain terhadap
kesepakatan para pihak
5) tidak mempunyai kepentingan terhadap proses perundingan yang
berlangsung maupun hasilnya (Gunawan Wijaya, 2005:34-35)
Tugas mediator berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 adalah:
1) mempersiapkan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak
2) mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses
mediasi
3) mendorong para pihak atau principal untuk berperan serta dalam
proses mediasi
4) melakukan kaukus bila mana perlu
5) mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan
mereka
6) mencari berbagai pilihan atau opsi-opsi penyelesaian yang terbaik bagi
para pihak
Mediator memiliki peran yang sangat menentukan terhadap
berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi karena mediator merupakan
pihak yang aktif menjembatani komunikasi yang terjadi antara para pihak
yang bersengketa. Adapun peran mediator antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
1) Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak;
2) Menerangkan para pihak dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan menguatkan suasana baik;
3) Membantu para pihak untuk menghadapi situasi atau kenyataan; 4) Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar-
menawar; dan 5) Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan
menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem. (Syahrizal Abbas, 2011:80)
c. Tipologi Mediator
Dalam menjalankan proses mediasi, mediator memperlihatkan
sejumlah sikap yang mencerminkan tipe mediator. Dari sikap mediator
tersebut Syahrizal Abbas mengidentifikasi tipologi mediator antara lain:
1) Mediator Otoritatif
Dalam mediasi mempunyai kekuatan yang besar dalam
memimpin dan mengontrol mediasi. Keberlangsungan pertemuan para
pihak sangat tergantung pada mediator, sehingga peran para pihak
sangat terbatas dalam mencari dan merumuskan penyelesaian sengketa
mereka. Mediator tipe ini dapat pula menghentikan pertemuan antara
para pihak, jika ia merasa pertemuan tersebut tidak berjalan efektif,
tanpa meminta pertimbangan para pihak. Dalam proses mediasi,
mediator tipe ini berperan aktif dalam menggali informasi dari para
pihak. Mediator tipe ini juga aktif menawarkan solusi kepada para
pihak sehingga leluasa memilih opsi tersebut. Namun tindakan
mediator ini berpeluang bagi gagalnya mediasi, karena para pihak
terkesan tidak bebas dalam merumuskan opsi bagi penyelesaian
sengketa mereka.
2) Mediator Sosial Network
Mediator sosial network adalah tipe mediator dimana ia
memiliki jaringan sosial yang luas untuk mendukung kegiatannya
dalam menyelesaikan sengketa. Mediator ini memiliki hubungan sosial
dengan sejumlah kelompok sosial yang bertugas membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
masyarakat dalam penyelesaian sengketa, dan menggunakan jaringan
sosial ini untuk membantu para pihak menyelesaikan sengketa.
Keberadaan mediator ini cukup penting terutama ketika proses mediasi
mengalami jalan buntu. Jaringan sosial yang dimiliki akan
mempermudah mempertahankan mediasi yang sedang berlangsung.
3) Mediator Independen
Mediator independen adalah mediator dimana ia tidak terkait
dengan lembaga sosial dan institusi apapun. Ia betul-betul terbebas dari
pengaruh manapun, sehingga sangat leluasa dalam menjalankan tugas
mediasi. Mediator jenis ini dipilih langsung oleh para pihak karena
mempunyai skill dalam penyelesaian sengketa. Independensi mediator
juga tampak dalam menjembatani, negosiasi, dan mencari opsi bagi
penyelesaian sengketa para pihak. Mediator ini memfokuskan diri pada
upaya strategis yang dapat diambil untuk mengakhiri sengketa para
pihak sehingga sangat bebas menciptakan kreasi dan sejumlah opsi
tanpa tergantung pihak manapun. (Syahrizal Abbas, 2011:74-77)
d. Karakteristik Mediasi
Karakteristik mediasi yang membedakan mediasi dengan alternatif
penyelesaian sengketa lainya adalah:
1) Dalam setiap proses mediasi terdapat metode dimana para pihak
dan/atau perwakilannya dibantu pihak ketiga sebagai mediator,
berusaha melakukan diskusi dan perundingan untuk mendapatkan
keputusan yang dapat disetujui para pihak.
2) Secara singkat mediasi dapat dianggap sebagai suatu proses
pengambilan keputusan dengan bantuan pihak tertentu (facilitated
decision-making atau facilitated negotiation)
3) Mediasi juga dapat digambarkan sebagai suatu sistem dimana mediator
yang mengatur proses perundingan, dan para pihak yang mengontrol
hasil akhir, meskipun ini agaknya terlalu menyederhanakan kegiatan
mediasi. (Syahrizal Abbas, 2011:30-31)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
e. Prinsip- prinsip Mediasi
Yudho Taruno Muryanto mengutip pendapat Susanti Nugroho
menguraikan beberapa prinsip-prinsip dalam mediasi antara lain:
1) Mediasi bersifat sukarela, yang mana artinya inisiatif penyelesaian
sengketa melalui mediasi tunduk pada kesepakatan para pihak. Hal ini
dapat dilihat dari sifat kekuatan mengikat dari kesepakatan hasil
mediasi didasarkan pada kekuatan kesepakatan berdasarkan pada pasal
1338 KUHPerdata. Dengan demikian mediasi tidak dapat dilaksanakan
apabila ada salah satu pihak yang tidak menginginkannya.
2) Lingkup sengketa pada prinsipnya bersifat keperdataan, artinya semua
persoalan dapat diselesaikan melalui mediasi asal sengketanya adalah
keperdataan, hal ini tidak menutup kemungkinan kearah pidana. Hal
ini di karenakan sifat ultimatum remidium dalam sanksi pidana yang
bermakna bila sanksi perdata dan administrasi dapat diterapkan maka
tidak diperlukan sanksi pidana. Hal ini diterapkan dalam kasus
perbankan atau bidang ekonomi lainnya.
3) Proses sederhana artinya mediasi memberikan keleluasaan kepada para
pihak untuk menentukan mekanismenya sendiri yang mereka inginkan
sesuai dengan kehendak dan kondisi para pihak sehingga sengketa bisa
selesai dengan cepat.
4) Mediasi menjaga kerahasiaan sengketa para pihak, artinya mediasi
dilaksanakan secara tertutup sehingga tidak setiap orang dapat
menghadiri sesi-sesi perundingan mediasi.
5) Mediator bersifat menengahi, artinya melalui mediasi mediator yang
secara aktif membantu para pihak memberikan pemahaman yang benar
tentang sengketa yang mereka hadapi dan memberikan solusi terbaik
buat mereka. (Yudho Taruno Muryanto, 2011:6)
Menurut pandangan John Michael Hoynes, Cretchen L. Haynes
dan Larry Sun Fang dalam Syahrizal Abbas, prinsip dasar mediasi adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
landasan filosofis diselenggarakannya mediasi. Prinsip atau filosofi ini
merupakan kerangka kerja yang harus diketahui oleh meditor, sehingga
dalam menjalankan mediasi tidak keluar dari arah filosofi yang melatar
belakangi lahirnya institusi mediasi (Syahrizal Abbas, 2011:28). Syahrizal
Abbas mengutip pendapat David Spencer dan Michael Brogan yang
merujuk pada pandangan Ruth Carlton mengenai lima prisnsip umum
mediasi, kelima prinsip tersebut adalah:
1) Kerahasiaan (Confidentiality) yang dimaksud disini adalah bahwa
segala sesuatu yang terjadi pada saat mediasi berlangsung tidak boleh
diungkapkan kepada publik atau pers oleh para pihak dan mediator
yang menangani kasus tersebut. Mediator juga tidak dapat dipanggil
bersaksi dipengadilan untuk kasus yang ia prakarsai penyelesaiannya.
Kerahasiaan ini diharapkan dapat dihormati masing-masing pihak.
Jaminan ini harus diberikan sehingga mereka dapat langsung
mengungkapkan masalahnya secara terbuka agar dapat megetahui
kebutuhan para pihak secara nyata.
2) Sukarela (volunteer), masing-masing pihak datang dan melaksanakan
mediasi atas keinginan dan kemauan mereka sendiri secara sukarela,
tanpa paksaan dan tekanan dari pihak lain maupun pihak luar. Prinsip
ini dibangun atas dasar bahwa orang akan mau bekerja sama untuk
menemukan jalan keluar dari persengketaan mereka, bila mereka
datang ke tempat perundingan atas pilihan mereka sendiri
3) Pemberdayaan atau (empowerment), prinsip ini didasarkan pada
asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasi sebenarnya mampu
menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat mencapai
kesepakatan yang mereka inginkan. Penyelesaian sengketa harus
muncul dari pemberdayaan terhadap masing-masing pihak, sehingga
lebih memungkinkan para pihak menerima solusinya.
4) Netralitas (neutrality) netralitas disini mengacu pada peran mediator.
Mediator hanya memfasilitasi pertemuan saja, dan isinya tetap menjadi
milik para pihak yang bersengketa. Disini mediator hanya mengontrol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
berjalannya proses mediasi, mediator tidak berhak mengambil
keputusan atau berpihak pada salah satu pihak.
5) Solusi yang unik (a unique solution) disini berarti solusi yang
dihasilkan dari mediasi tidak harus sesuai dengan standart legal, tetapi
dapat dihasilkan dari kreatifitas, sehingga dimungkinkan penyelesaian
masalah lebih bisa mengikuti keinginan kedua belah pihak.
f. Prosedur Mediasi
Penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat ditempuh dengan dua
cara di pengadilan dan diluar pengadilan (Syahrizal Abbas, 2011:2).
Mediasi yang dilaksanakan di pengadilan prosedurnya diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian
diperbaharui dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Peradilan Mahkamah Agung Republik
Indonesia. Sedangkan mediasi yang dilaksanakan diluar pengadilan
prosedurnya diserahkan kepada masing-masing lembaga dengan
memperhatikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
1) Prosedur Mediasi di Pengadilan
Mediasi di pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2008. Dalam Pasal 1 angka 9 disebutkan
bahwa Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana
diatur dalam peraturan ini. Prosedur mediasi dapat dibedakan dalam 5
(lima) ketentuan, yaitu:
a) Tahap Pra Mediasi
Tahap pra mediasi meliputi langkah-langkah berikut:
(1) Pertama, hakim atau ketua majelis hakim mewajibkan para
pihak untuk menempuh mediasi dalam sidang yang dihadiri
para pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
(2) Kedua, hakim ketua menjelaskan prosedur mediasi kepada para
pihak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008.
(3) Ketiga, para pihak dalam waktu paling lama tiga hari
melakukan pemilihan seorang atau lebih mediator diantara
pilihan-pilihan yang tersedia.
(4) Keempat, jika setelah tiga hari para pihak tidak dapat
bersepakat dalam memilih mediator, ketua majelis hakim
segera menunjuk hakim bukan pemeriksa perkara yang
bersertifikat mediator dan jika tidak ada hakim bukan
pemeriksa perkara yang bersertifikat, hakim pemeriksa perkara
dengan atau tanpa sertifikat wajib menjalankan fungsi
mediator. (Takdir Rahmadi, 2010: 184)
b) Tahap Proses Mediasi
Proses mediasi meliputi langkah-langkah berikut:
(1) Pertama para pihak menyerahkan resume perkara satu sama
lain dan kepada mediator. Hal ini bukan kewajiban tapi
merupakan anjuran, dengan tujuan memudahkan para pihak
dan mediator untuk memahami posisi dan kepentingan para
pihak, serta pokok masalah sengketa dan perkara.
(2) Kedua, mediator menyelenggarakan sesi-sesi pertemuan
mediasi. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari sejak
mediator ditunjuk, dan dapat diperpanjang maksimal 14 hari.
Bila perlu mediator dapat mengadakan kaukus dengan salah
satu pihak. Kaukus adalah pertemuan mediator dengan salah
satu pihak saja.
(3) Akhir dari proses mediasi menghasilkan dua kemungkina yaitu
para pihak mencapai kesepakatan perdamaian atau gagal
mencapai kesepakatan perdamaian. (Takdir Rahmadi,
2010:184-186)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
c) Tahap Mediasi Menghasilkan Kesepakatan Mediasi
Bila para pihak berhasil mencapai kesepakatan para pihak
diwajibkan untuk:
(1) Merumuskan kesepakatan perdamaian secara tertulis dan
menandatanganinya
(2) Menyatakan persetujuan tertulis atas kesepakatan perdamaian
jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa
hukum
(3) Menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang
ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.
Selain kewajiban diatas, para pihak diberikan pilihan
untukmengajukan kesepakatan perdamaina agar dikukuhkan dalam
bentuk akta perdamaian (Takdir Rahmadi, 2010:187)
d) Tahap Mediasi Gagal Menghasilkan Kesepakatan Mediasi
(1) Pertama Mediasi dianggap gagal jika melebihi batas waktu
maksimal yang ditentukan. Jika ini terjadi mediator wajib
menyatakan secara tertulis bahwa mediasi telah gagal dan
memberitahukan kepada hakim boleh pemeriksa perkara.
(2) Kedua, mediator menyatakan mediasi gagal jika salah satu
pihak atau kuasa hukumnya tidak hadir dua kali berturut-turut
pada pertemuan mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati
atau setelah mediasi berjalan mediator memahami bahwa
sengketa berkaitan dengan harta kekayaan atau kepentingan
pihak lain yang tidak disebutkan dalam gugatan.
e) Tahap Pengulangan Proses Mediasi
Setelah kegagalan upaya mediasi pada tahap sebelum
proses pemeriksaan perkara, peluang bagi para pihak untuk
menempuh lagi mediasi atau upaya perdamaian tidak tertutup.
Dalam Pasal 18 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2008 disebutkan
tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
semangat untuk memberikan peluang penyelesaian sengketa secara
damai.
Pasal tersebut juga menunjukan bahwa upaya perdamaian
masih dapat ditempuh tidak hanya pada Pengadilan Ttingkat
Pertama, tetapi juga pada saat sedang dalam proses banding,
kasasi, atau peninjauan kembali.
2) Prosedur Mediasi di Luar Pengadilan
Ketentuan mengenai pelaksanaan mediasi diluar pengadilan
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) sampai Pasal 6 ayat (9)
Udang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah:
3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.
4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai.
6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc.
Proses mediasi di luar pengadilan tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan, tetapi lebih didasarkan pada pengalaman para
praktisi mediasi dan penelitian para ahli. Tidak adanya pengaturan
mediasi dalam peraturan perundang- undangan merupakan kekuatan
sekaligus kelemahan dalam proses mediasi. Tidak adanya peraturan
menjadi kekuatan mediasi karena keadaan ini menyediakan
keleluasaan (flexibility) bagi para pihak maupun mediator untuk dapat
menyelenggarakan mediasi sesuai dengan kebutuhan para pihak atau
yang paling sesuai dengan permasalahan yang ingin diselesaikan.
Sedangkan hal tersebut juga menjadi kelamahan karena tidak adanya
peraturan memperlihatkan tidak adanya standarisasi dan kepastian.
Secara umum mediasi dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu,
tahap pra mediasi, tahap pelaksanaan mediasi, dan tahap implementasi
hasil mediasi.
a) Tahap Pramediasi
Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting karena
tahap inilah yang menentukan mediasi berikutnya berjalan atau
tidaknya proses mediasi selanjutnya. Pada tahap ini mediator
melakukan beberapa langkah yaitu, membangun kepercayaan diri,
menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi
awal mediasi, mengajak para pihak untuk fokus pada masa depan,
mengordinasikan para pihak yang bertikai, mewasapadai
perbedaan budaya, menentukan siapa saja yang boleh hadir,
menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dan menciptakan rasa aman bagi keduabelah pihak untuk bertemu
dan membicarakan perselisihan mereka (Syahrizal Abbas, 2009:
37).
b) Tahap Pelaksanaan Mediasi
Pada tahap ini para pihak yang bertikai sudah berhadapan
dan memulai proses mediasi. Dalam tahap ini terdapat beberapa
langkah penting yaitu, sambutan pendahuluan mediator,
perkenalan para pihak, menjelaskan langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam mediasi tersebut, menjelaskan posisi mediator,
menjelesakan tata cara dan aturan yang berlaku, presentasi dan
pemaparan kisah dari para pihak, mengurutkan dan menjernihkan
permasalahan, berdiskusi dan negosiasi permasalahan yang
disepakati, menciptakan opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan
dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali
keputusan dan penutup mediasi (Syahrizal Abbas, 2011: 44).
c) Tahap Implementasi Hasil Mediasi
Tahap ini adalah tahap dimana para pihak harus
menjalankan hasil-hasil kesapakatan, yang telah mereka sepakati
bersama dan dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Umumnya
pelaksanaan mediasi dilakukan oleh para pihak sendiri, tetapi tidak
menutup kemungkinan ada bantuan dari pihak lain untuk
mewujudkan perjanjian tertulis. Keberadaan pihak lain disini hanya
membantu para pihak melaksanakan kesepakatan tertulis, setelah ia
mendapat persetujuan dari para pihak. (Syahrizal Abbas, 2011: 54).
Mediasi diluar pengadilan yang telah menghasilkan
kesepakatan bisa didaftarkan untuk memperoleh akta perdamaian dari
Pengadilan Tingkat Pertama. Hal ini diatur dalam Pasal 23 ayat (1),
(2), dan (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri
dengan naskah atau dokumen perdamaian dan kesepakatan perdamaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tersebut merupakan kesepakatan para pihak yang diperoleh dengan
jalan mediasi atau dibantu mediator.
Pihak yang mengajukan gugatan adalah pihak yang dirugikan
dalam sengketa tersebut. Meskipun telah dicapai kesepakatan
perdamian gugatan masih harus dibuat dan diajukan ke pengadilan.
Syarat ini harus dipenuhi karena pengadilan terikat pada aturan
prosedural dalam sistem hukum Indonesia bahwa pengadilan hanya
dapat menjalankan fungsinya atas dasar adanya gugatan untuk
sengketa dan permohonan untuk masalah yang bukan sengketa.
Terhadap kesepakatan hasil mediasi diluar pengadilan yang
telah menghasilkan kesepakatan dan telah memperoleh akta
perdamaian dari Pengadilan Tingkat Pertama, apabila ternyata ada
salah satu pihak yang tidak mematuhi hasil kesepakatan tersebut maka
bagi pihak lainya dapat mengajukan upaya hukum banding dan kasasi
ke pengadilan.
Pihak-pihak yang berhasil meyelesaikan sengketa secara
perdamaian diluar pengadilan dan belum mendapatkan akta pengadilan
tingkat pertama, tetapi masih memiliki kekhawatiran jika salah satu
pihak tidak menepati janji kesepakatan damai itu, maka upaya hukum
yang dapat ditempuh adalah dengan mengajukan gugatan wanpresasi.
Alasannya adalah karena kesepakatan damai tanpa akta perdamaian
dari pengadilan berstatus sebagai perjanjian saja.
2. Tinjauan Umum tentang Ombudsman
a. Pengertian Ombudsman
Istilah Ombudsman pertama kali dikenalkan dalam konstitusi
Swedia tahun 1718 dengan sebutan umbudsman yang berarti perwakilan
yaitu menunjuk seorang pejabat atau badan independen yang bertugas
menampung keluhan warga negara atas penyimpangan atau pekerjaan
buruk yang dilakukan pejabat atau lembaga pemerintah (Antonius Sujata,
2002:11).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Di Indonesia Ombudsman lahir melalui Keputusan Presiden
Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional, yang
kemudian struktur kelembagaanya diperkuat dari Komisi menjadi
Lembaga Negara dengan disyahkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan kemudian
kewenangannya diperluas dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.
Pengertian Ombudsman berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-
undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
yaitu:
Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
b. Sifat dan Tujuan Ombudsman
Seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia yang dinyatakan dalam Pasal 2,
Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak
memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi
pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya
bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.
Sedangkan dalam Pasal 3 diatur mengenai tujuan Ombudsman yaitu:
1) mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;
2) mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif
dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
3) meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap
warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan
kesejahteraan yang semakin baik;
4) membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk
pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladministrasi,
diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;
5) meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat,
dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.
c. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Ombudsman
Fungsi, tugas, dan kewenangan Ombudsman sebagaimana diatur
dalam Pasal 6, 7, dan 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Fungsi
Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik
yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan
baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan
Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi
tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
2) Tugas
Ombudsman bertugas:
a) menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
b) melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;
c) menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup
kewenangan Ombudsman;
d) melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan
Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
e) melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau
lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan
perseorangan;
f) membangun jaringan kerja;
g) melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik; dan
h) melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
3) Wewenang
Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman berwenang:
a) meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor,
Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang
disampaikan kepada Ombudsman;
b) memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada
pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran
suatu Laporan;
c) meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang
diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari
instansi Terlapor;
d) melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak
lain yang terkait dengan Laporan;
e) menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas
permintaan para pihak;
f) membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk
Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi
kepada pihak yang dirugikan;
g) demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan,
kesimpulan, dan Rekomendasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
h) menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau
pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan
penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;
i) menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala
daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-
undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah
Maladministrasi.
d. Ruang Lingkup Pengawasan Ombudsman
Ombudsman dalam melakukan pengawasan pelayanan publik
berdasarkan UU Ombudsman dan UU Pelayanan Publik. Berdasarkan UU
Ombudsman, Ombudsman mempunyai ruang lingkup pengawasan berupa
tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh pejabat atau aparat
penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan
masyarakat. Yang dimaksud dengan Maladministrasi disebutkan dalam
Pasal 1 angka 3 UU Ombudsman yaitu:
Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan public yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara atau Pemerintah yang menimbulkan kerugian materiil dan atau immaterial bagi masyarakat atau perorangan.
Dengan diundangkannya UU Pelayanan Publik ruang lingkup pengawasan
Ombudsman diperluas meliputi pelayanan barang publik, pelayanan jasa
publik dan pelayanan administratif.
e. Proses Penanganan Laporan Masyarakat
Salah satu tugas Ombudsman adalah menerima dan menangani
laporan masyarakat terkait tindakan Maladministrasi yang dilakukan oleh
penyelenggara Negara. Tugas tersebut dilaksanakan dengan sistem
pengawasan berbasis masyarakat dan investigasi own motion. Sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
pengawasan berbasis masyarakat artinya Ombudsman mendasarkan
pengawasannya berdasarkan dari laporan masyarakat yang masuk ke
Ombudsman. Pihak yang terlibat dalam laporan adalah Pelapor dan
Terlapor. Dalam Pasal 1 UU Ombudsman d alah
warga negara Indonesia atau penduduk yang memberikan Laporan kepada
pemerintahan yang melakukan Maladministrasi dan dilaporkan kepada
Dalam menagani laporan masyarakat tersebut prosedur
penanganan laporan Ombudsman adalah sebagai berikut:
1) Melakukan registrasi setiap laporan masyarakat yang masuk.
Registrasi dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah laporan
diterima.
2) Laporan masyarakat dapat disampaikan kepada Ombudsman secara
langsung dengan datang ke kantor pusat Ombudsman maupun kantor
perwakilannya, atau bisa juga disampaikan melalui surat pos,
faximaile, e-mail.
3) Selain berasal dari laporan masyarakat, Ombudsman bisa melakukan
follow-up terhadap dugaan maladministrasi yang dilakukan Lembaga
Negara berdasarkan inisiatif Ombudsman sendiri.
4) Seleksi Laporan oleh Petugas Administrasi meliputi identitas pelapor,
terlapor, kronologi laporan, dan bukti-bukti terkait dengan laporan.
Petugas administrasi dapat menanyakan secara informal misalnya
melalui telephon kepada Pelapor guna melengkapi laporannya. Pada
tahap registrasi, laporan diseleksi dan dipilah. Seleksi ini merupakan
seleksi administratif. Agar dapat ditindak lanjuti laporan yang masuk
ke Ombudsman harus memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam
Pasal 24 ayat (1) UU Ombudsman, yaitu:
a. memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan dan alamat lengkap Pelapor;
b. memuat uraian peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinci;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
c. sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Terlapor atau atasannya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya.
Selain syarat diatas pada Peraturan Ombudsman No. 2 Tahun 2009
diuraikan lebih jelas mengenai syarat materiil dan syarat formil
laporan. Mengenai syarat formil laporan dicantumakan dalam Pasal 4
Peraturan Ombudsman No. 2 Tahun 2009, yaitu:
a. Identitas pelapor meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, alamat lengkap pelapor serta dilengkapi dengan fotokopi identitas.
b. Uraian keluhan, peristiwa, tindakan, kelalaian atau keputusan yang dilaporkan jelas dan rinci
c. Uraian kerugian materiil dan immaterial yang diderita d. Permintaan penyelesaian yang diajukan e. Uraian yang menjelaskan bahwa pelapor sebelumnya telah
menyampaikan keluhan secara tertulis atau lisan kepada pihak terlapor atau atasannya dan tidak memperoleh tindak lanjut sebagai mana mestinya
f. Tempat, waktu penyampaian dan tanda tangan
Syarat materiil Laporan tercantum dalam Pasal 5 Peraturan
Ombudsman No. 2 Tahun 2009, yaitu:
a. Substansi keluhan yang dilaporkan belum melampaui waktu dua tahun sejak dilaporkan kepada Ombudsman
b. Substansi yang dilaporkan tidak sedang atau telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, kecuali laporan tersebut menyangkut tindakan maladministrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan
c. Substansi keluhan yang dilaporkan tida