Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LITERATURE REVIEW
PELAKSANAAN COACHING KEPERAWATAN DENGAN
PENERAPAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
TIMBANG TERIMA PASIEN
Oleh :
NI KOMANG AYU JULI OPENYANI
NIM: 16.321.2561
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
i
LITERATURE REVIEW
PELAKSANAAN COACHING KEPERAWATAN DENGAN
PENERAPAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
TIMBANG TERIMA PASIEN
Studi Dilakukan di RSUD Wangaya Denpasar Tahun 2020
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali Untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan Menyelesaikan Program Sarjana Keperawatan
Oleh :
NI KOMANG AYU JULI OPENYANI
NIM: 16.321.2561
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
LITERATURE REVIEW
Nama : Ni Komang Ayu Juli Openyani
NIM : 16.321.2561
Judul : Pelaksanaan Coaching Keperawatan Dengan Penerapan
Standar Prosedur Operasional Timbang Terima Pasien
Program Studi : Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali
Telah diperiksa dan disetujui untuk mengikuti ujian literature review.
Denpasar, 2 Juni 2020
Pembimbing II
M. Fairus Abadi, S.Si., M.Si
NIK.2.05.07.086
Pembimbing I
Ns. Desak Made Ari Dwi Jayanti, S.Kep., M.Fis
NIK:2.04.11.505
iii
LEMBAR PENGESAHAN
LITERATURE REVIEW
Nama : Ni Komang Ayu Juli Openyani
NIM : 16.321.2561
Judul : Pelaksanaan Coaching Keperawatan Dengan Penerapan
Standar Prosedur Operasional Timbang Terima Pasien
Program Studi : Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali
Telah dipertahankan di depan dewan penguji sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana dalam bidang Keperawatan pada tanggal 18 Juni 2020.
Nama Tanda Tangan
Penguji I(Ketua) : Ns. Ni Komang Sukraandini, S.Kep., MNS ……
Penguji II(Anggota) : Ns. Desak Made Ari Dwi Jayanti, S.Kep., M.Fis
……
Penguji III( Anggota) : M. Fairus Abadi, S.Si., M.Si
……
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkatrahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan Literatur review yang
berjudul “Pelaksanaan Coaching Keperawatan Dengan Penerapan Standar
Prosedur Operasional Timbang Terima Pasien”
Literatur review ini disusun dalam rangka penggantian skripsi karena
pandemic Covid-19 untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program
Studi Keperawatan Program Sarjana, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira
Medika Bali.
Dalam penyusunan literature review ini, peneliti banyak mendapat
bimbingan bantuan sejak awal sampai terselesainya proposal ini, untuk itu dengan
segala hormat dan kerendahan hati, peneliti menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana, MM selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Wira MedikaBali.
2. Ns. Ni Luh Putu Dewi Puspawati, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program
Studi Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali.
3. Ns.Desak Made Ari Dwi Jayanti,S.Kep.,M.Fis selaku pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian Literature Review ini.
4. M. Fairus Abadi, S.Si., M.Si. selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dalam penyelesaian Literature Reviewini.
5. Orang tua dan Keluarga tercinta dan tersayang yang telah memberikan
dukungan moral dan materil dalam penyelesaian Literature Review ini.
6. Teman-teman mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika
Bali khususnya Angkatan A10-C dan semua pihak yang penulis tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan
Literature Reivewini.
v
Penulis mengharapkan kritik dan saran bersifat konstruktif dari para
pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan literatur review ini.
Denpasar, 18 Juni 2020
Penulis
(Ni Komang Ayu Juli Openyani)
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ................................................................................................. 2
METODE PENELITI ........................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 5
1. Hasil review artikel ........................................................................................... 5
2. Pembahasan ....................................................................................................... 9
PEMBAHASAN .................................................................................................... 9
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 10
1. Simpulan ......................................................................................................... 10
2. Saran ............................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel Hasil Review Artikel…………………………………………………….5
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jurnal Optimalisasi Pelaksanaan Timbang Terima Dalam Metode
Asuhan Keperawatan Dengan Model Tim: Pilot Study
Lampiran 2 : Jurnal Hubungan Komunikasi Sbar Dengan Pelaksanaan Timbang
Terima Perawat Di Ruang Rawat Inap Rsud Dr. A. Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019
Lampiran 3 : Jurnal Pengetahuan Perawat Terhadap Pelaksanaan Timbang
Terima Pasien Sesuai SOP
Lampiran 4 : Jurnal Hubungan Pelaksanaan Timbang Terima Dengan Kinerja
Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 Rsup Prof Dr. R. D. Kandou
Manado
Lampiran 5 : Jurnal Handover of Patients From Prehospital Emergency Services
to Emergency Departments
Lampiran 6 : Jadwal Bimbingan Literature Review
1
PELAKSANAAN COACHING KEPERAWATAN DENGAN
PENERAPAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
TIMBANG TERIMA PASIEN
Nursing Coaching Is Implemented By Implementing
Standard Operating Procedures For Patient Handovers
Ni Komang Ayu Juli Openyani1,Ns.Desak Made Ari Dwi Jayanti, S.Kep., M.Fis
2,
M Fairus Abadi,S.Si., M.Si3
1mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan. STIkes Wira Medika Bali
2Staff Dosen STIkes Wira Medika bali
STIKES Wira Medika Bali
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Timbang Terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu
(laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. Selain laporan antar dinas, dapat
disampaikan juga informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah
atau belum dilaksanakan.
Tujuan: dari penelitian ini adalah untuk mereview literature terkait Pelaksanaan
Coaching Keperawatan Dengan Penerapan Standar Prosedur Operasional
Timbang Terima Pasien. Pencarian literatur dengan penelusuran artikel penelitian
yang sudah terpublikasi dengan populasi perawat rumah sakit.
Metode: Penelusuran dilakukan dengan menggunakan Google Scholar,dan pub
med, dengan kat kunci : timbang terima, pasien, perawat”. Hasil pencarian
diperoleh 10 artikel sesuai dengan kata kunci. Kemudian artikel yang didapatkan
di saring berdasarkan full text dan publication date 2017-2019 ditemukan 6
artikel. Dari 6 artikel ini discreening berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi dan
didapatkan 5 artikel yang sesuai dengan judul penelitian, nama peneliti dan tahun
penelitian dan tahun penerbit, jurnal penerbit, tujuan penelitian, metode
penelitiannya, dan hasil penelitian.
Kesimpulan: sebagaian besar artikel yang ditemukan yaitu 3 artikel yang
menyatakan bahwa pelaksanaan coaching keparwatan dengan penerapan standar
prosedur operasional timbang terima pasien sudah dilakukan dengan baik dan 2
artikel menyatakan bahwa pelaksanaan coaching keparwatan dengan penerapan
standar prosedur operasional timbang terima pasien belum dilakukan dengan baik.
Hasil: hasil review artikel menunjukan bahwa pelaksanaan coaching keperawatan
berpengaruh terhadap penerapan standar prosedur operasional timbang terima
pasien sesuai SPO di Rumah Sakit.
Kata Kunci : Timbang Terima, Pasien, Perawat.
2
ABSTRACT
Handover is a way of conveying and receiving something (report) related to the
client's situation. In addition to inter-agency reports, information can also be
submitted relating to planned activities that have or have not been implemented.
Objective: The purpose of this research is to review the literature related to
Nursing Coaching Is Implemented By Implementing Standard Operating
Procedures for Patient Handovers. Literature search by searching research
articles that have been published with the hospital nurse population.
Objective: Searches were carried out using Google Scholar, and Pub med, with
keywords: handovers, patients, nurses. The search results obtained 10 articles
according to keywords. Then the articles obtained were filtered based on the full
text and publication date 2017-2019 found 6 articles. From these 6 articles were
screened based on inclusion and exclusion criteria and obtained 5 articles that
match the research title, the name of the researcher and the year of the study and
the year of the publisher, the journal of the publisher, the purpose of the research,
the research method, and the results of the study.
Conclusion: most of the articles found were 3 articles which stated that the
implementation of patient coaching with the implementation of standard
procedures for patient handover received was done well and 2 articles stated that
the implementation of coaching for patients with the application of standard
operating procedures for handover received patients had not been done well.
Resuts: the results of the article review indicate that the implementation of
nursing coaching has an effect on the application of the standard operating
procedures for patient handovers according to SPO in the Hospital.
Keyword : handover, patient, nurses
3
PENDAHULUAN
Timbang terima pasien dirancang sebagai salah satu metode untuk
memberikan informasi yang relevan pada tim perawat setiap pergantian shift,
sebagai petunjuk praktik memberikan informasi mengenai kondisi terkini pasien,
tujuan pengobatan, rencana perawatan serta menentukan prioritas untuk
meningkatkan pelayanan perlu di pakai oleh perawat. Bila timbang trima tidak
dilakukan dengan baik, maka akan muncul kerancuan dari tindakan keperawatan
yang diberikan karena tidak adanya informasi yang bisa digunakan sebagai dasar
pemberian tindakan keperawatan.
Keselamatan pasien atau patient safety adalah suatu variabel untuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap pelayanan kesehatan (Nursalam. 2011). Keselamatan pasien merupakan
prioritas, isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien
merupakan penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak
diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan.
Keselamatan pasien merupakanprinsip dasar dari pelayanan kesehatan
yang memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi setiap pasien dalam
menerima pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
Collaborating Center for Patient Safety Solutions bekerjasama dengan Joint
Commision International (JCI) pada tahun 2005 telah memasukan masalah
keselamatan pasien dengan menerbitkan enam program kegiatan keselamatan
pasien dan sembilan panduan/solusi keselamatan pasien di rumah sakit pada tahun
2007 (WHO, 2007).
Tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang dilakukan di rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian
Tidak Diduga (KTD) sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal, sedangkan
di rumah sakit yang ada di New York ditemukan 3,7% kejadian KTD dan 13,6%
diantaranya meninggal. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di
seluruh Amerika Serikat yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000
sampai 98.000 dilaporkan meninggal setiap tahunnya dan kesalahan medis
menempati urutan kedelapan penyebab kematian di Amerika Serikat. Publikasi
oleh WHO pada tahun 2004, juga menemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6%
pada rumah sakit diberbagai negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark, dan
Australia (Depkes RI, 2006).
Sasaran keselamatan pasien yang tertuang dalam PMK No.
1691/MENKES/PER/VIII/2011 dibuat dengan mengacu pada sembilan solusi
keselamatan pasien oleh WHO bertujuan untuk mendorong perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien. Timbang terima pasien termasuk pada sasaran yang
kedua yaitu peningkatan komunikasi yang efektif.
Penyebab yang lazim terjadinya cedera pasien yaitu perintah medis yang
tak terbaca dan rancu yang rentan untuk salah terjemahan, prosedur yang
dijalankan pasien yang keliru, pembedahan keliru tempat, kesalahan medis,
penundaan ruang darurat, para perawat yang tak berdaya untuk turun tangan saat
mereka melaporkan perubahan signifikan pasien, ketidakmauan bertindak
4
sebelum suatu situasi menjadi krisis, ketidakmauan membelanjakan uang untuk
pencegahan, dokumentasi tak memadai dan kurangnya komunikasi (Fabre, 2010).
Program keselamatan pasien (patient safety) adalah untuk menjamin
keselamatan pasien di rumah sakit melalui pencegahan terjadinya kesalahan dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan bersifat kompleks dan
melibatkan berbagai praktisi klinis serta berbagai disiplin ilmu kedokteran dan
ilmu kesehatan. Kerja sama antarpetugas kesehatan sangat menentukan efektivitas
dan efisiensi penyediaan pelayanan kesehatan pada pasien. Rumah sakit sebagai
institusi pelayanan kesehatan harus merespons dan produktif dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu. Mutu pelayanan kesehatan
seharusnya menunjuk pada penampilan dari pelayanan kesehatan. Keselamatan
pasien merupakan upaya yang harus diutamakan dalam penyediaan pelayanan
kesehatan. Pasien harus memperoleh jaminan keselamatan selama mendapatkan
perawatan atau pelayanan di lembaga pelayanan kesehatan, yakni terhindar dari
berbagai kesalahan tindakan medis (medical error) maupun kejadian yang tidak
diharapkan (Koentjoro, 2007). mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(comission) (Kemenkes, 2011).
Kinerja perawat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan merupakan
masalah yang sangat penting untuk dikaji dalam rangka mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Namun tidak jarang kita menemukan
keluhan berkaitan dengan kualitas pelayanan kesehatan yang muaranya berasal
dari kinerja perawat. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk
Wilayah Asia Tenggara pada tahun 2010 menunjukan bahwa sekitar 35%
pengguna jasa pelayanan kesehatan merasa puas terhadap pelayanan yang
diberikan dan sekitar 55% menyatakan tidak puas (Khamidah, 2015).
Perawat merupakan petugas kesehatan yang mempunyai peranan sangat
penting dalam proses pengobatan pasien. RS perlu meningkatkan mutu pelayanan
untuk memberikan kepercayaan masyarakat diantaranya melalui program
keselamatan pasien dimana World Health Organization (WHO) telah dimulai
pada tahun 2004. Di Indonesia Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(GKPRS) dicanangkan Mentri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 agustus
2005. Setiap RS membentuk tim keselamatan pasien RS. Gerakan Keselamatan
Pasien RS adalah suatu sistem untuk mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidakn
pekerjaan. Salah satu tugas yang menuntut sikap profesionalismenya seorang
perawat perawat adalah bagaimana membangun komunikasi antar perawat dalam
meingkatkan kualitas asuhan pada pasien melalui timbang terima (Rifiani, 2013).
Timbang terima pasien merupakan salah satu bentuk komunikasi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien.
Hasil ini akan dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya diambil (Wijaya, dkk, 2014), cara yang digunakan untuk mengatasi
pengetahuan perawat dengan coaching, (rushton, 2010).
5
Coaching keperawatan merupakan sarana yang direncanakan untuk
memperbaiki kinerja dan prilaku perawat, baik secara formal maupun informal.
Melalui bimbingan diharapkan adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan dan
prilaku perawat yang mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam
perkembangan IPTEK keperawatan saat ini (WHO, 2003) dalam Lestari, 2014).
Coaching keperawatan adalah proses bantuan yang dilakukan ketika perawat
mengalami masalah kinerja yang disebabkan oleh keterbatasan pemahaman
terhadap tugasnya. Proses sederhana coaching keperawatan adalah dengan kepala
ruangan yang mendengarkan dan menentukan apakah yang dikerjakan perawat
sudah benar, atau masih salah, kemudian memberikan sebuah umpan balik dan
memperhatikan bagaimana sebaiknya hal tersebut dilakukan (Murtie, 2012).
Coaching keperawatan adalah suatu proses pembelajaran yang
memberikan kesempatan seluas-luasnya pada peserta baik perorangan atau
kelompok untuk memecahkan permasalahannya sendiri dan didampingi oleh
fasilitator. Bimbingan melibatkan peserta dan fasilitator dalam dialog satu dan
mengikuti suatu proses yang tersusun diarahkan pada tanggung jawab memelihara
kemajuan dan kinerja yang baik serta hubungan kerja positif anatar fasilitator dan
staf (Depkes RI, 2008).
Tujuan
Tujuan dari literature review ini yaitu untuk mereview literature terkait
pelaksanaan coaching keperawatan dengan penerapan standar prosedur
operasional timbang terima pasien.
METODE PENCARIAN LITERATUR
Metode yang digunakan dalam literature review ini menggunakan metode
review dari hasil penelitian yang dipublikasikan mulai dari tahun 2017-2019,
dengan kriteria inklusi yaitu semua penelitian yang di review berupa penelitian
yang berkaitan dengan pelaksanaan timbang terima.
Pencarian literatur dengan penelusuran artikel penelitian yang
sudah terpublikasi dengan populasi perawat rumah sakit. Penelusuran dilakukan
dengan menggunakan Google Scholar,dan pub med, dengan kat kunci : timbang
terima, pasien, perawat”. Hasil pencarian diperoleh 10 artikel sesuai dengan kata
kunci. Kemudian artikel yang didapatkan di saring berdasarkan full text dan
publication date 2017-2019 ditemukan 6 artikel. Dari 6 artikel ini discreening
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi dan didapatkan 5 artikel. Berikutnya
dilakukan analisis critical appraisal sesuai dengan pendekatan design penelitian
artikel yang diperoleh Sehingga didapatkan hasil 5 artikel yang di analisis melalui
ekstraksi data. Ekstraksi data penelitian dibuat dari hasil masing-masing artikel
penelitian yang diambil intisarinya meliputi judul penelitian, nama peneliti dan
tahun penelitian dan tahun penerbit, jurnal penerbit, tujuan penelitian, metode
penelitiannya, dan hasil penelitian. Semua item tersebut dimasukan dalam tabel
ekstraksi data.
6
HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Artikel Review
Peneliti Judul Tujuan Karakteristik Sampel Metodelogi
Penelitian
Hasil
Dwi
Novrianto
(2017)
Optimalisasi Pelaksanaan
Timbang Terima Dalam
Metode Asuhan Keperawatan
Dengan Model Tim: Pilot
Study.
Universitas Indonesia, Depok
Jawa Barat
Jurnal Kesehatan Holistik
(The Journal Of Holistic
Healthcare)
Volume 11.1, januari 2017
:1-4
Mengetahui Optimalisasi
Pelaksanaan Timbang Terima
Dalam Metode Asuhan
Keperawatan Dengan Model
Tim: Pilot Study.
Melibatkan 14 responden
Cara pengambilan sampel
dengan purposive sampling
dengan memilih perawat
dengan kualifikasi kepala
ruangan dan ketua tim serta 4
ruang rawat untuk
pengimplementasian standar
prosedur operasional.
Pilot study Meningkatnya pemahaman
kepala ruangan dan kepala tim
mengenai pelaksanaan metode
asuhan keperawatan model tim
dilihat dari nilai rata-rata
sebelum kegiatan 66,04 dan
setelah kegiatan menjadi 85,8.
Dalam pelaksana timbang
terima antar sift kecenderungan
pelaksana sudah sesuai dengan
langkah-langkah dalam SPO,
hambatan dalam pelaksanaan
disebabkan oleh manajement
waktu dalam pelaksanaan serta
mengubah pola timbang terima
antar sift diruang rawat.
Pelaksanaan pendokumentasian
catatan perkembangan pasien
terintegrasi belum optimal pada
saat menulis assessment dan
planning yang akan dikerjakan,
hal tersebut karena belum
adanya keseragaman pada
panduan dalam penulisan
SOAP.
7
Dewi
kusuma
ningsih
(2019)
Hubungan Komunikasi
SBAR Dengan Pelaksanaan
Timbang Terima Perawat
Diruang Rawat Inap RSUD
Dr.A.Dadi Tjokrodipo
Bandar Lampung Tahun
2019.
Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati.
Indonesia Jurnal Of Health
Development Vol.1 No.2,
September 2019
Mengetahui Komunikasi Sbar
Dengan Pelaksanaan Timbang
Terima Perawat Diruang
Rawat Inap RSUD Dr.A.Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung
Tahun 2019.
Seluruh perawat di ruang
rawat inap yaitu sebanyak 50
orang perawat.
Cross
Sectional
Hasil analisis data
menggunakan uji chi square
didapat nilai p-value =0,008
(<0,05) yang artinya ada
hubungan komunikasi SBAR
dengan pelaksanaan timbang
teriima perawat diruang rawat
inap RSUD Dr.A. Dadi
Tjokrodipo Bandar lampung
tahun 2019.dengan nilai or=
6,120
Febrina et
al.,
(2018)
Pengetahuan Perawat
Terhadap Pelaksanaan
Timbang
Terima Pasien Sesuai SOP.
STIKes fort bukitinggi.
REAL in Nursing Journal
(RNJ), Vol. 1, No. 2
Febrina, W; Yenni &
Ramadhani, S (2018). RNJ.
1(2): 60-66
Mengetahui Pengetahuan
Perawat Terhadap
Pelaksanaan Timbang
Terima Pasien Sesuai SOP.
Populasi yang digunakan
adalah perawat yang
berjumlah 101 orang dengan
sampel 101 orang.
Cross
sectional
Hasil uji statistic menunjukan
tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan
perawat dengan pelaksanaan
timbang terima pasien
(p=0,094).
Engryne
Nindi
(2017)
Hubungan Pelaksanaan
Timbang Terima Dengan
Kinerja Perawat Pelaksana
Dalam Pendokumentasian
Asuhan Keperawatan Di
Instalasi Rawat Inap Anggrek
2 RSUP Prof Dr. R. D.
Kandou Manado.
Universitas pembangunan
Indonesia.
Journal Of Community &
Emergency, Volume 5 Nomor
3 Desember 2017
ISSN. 2337-7356
Mengetahui Hubungan
Pelaksanaan Timbang Terima
Dengan Kinerja Perawat
Pelaksana Dalam
Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Di Instalasi
Rawat Inap Anggrek 2 RSUP
Prof Dr. R. D. Kandou
Manado.
Populasi dari
penelitian ini adalah Perawat
di Instalasi Rawat Inap
Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou
Manado, dengan sampel 32
orang.
Deskritif
Analitk.
Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa terdapat hubungan
motivasi kerja perawat dengan
pendokumentasian asuhan
keperawatan di Instalasi Rawat
Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado,
sehingga dapat dikatakan
bahwa motivasi kerja yang
tinggi akan meningkatkan
pendokumentasian asuhan
keperawatan.
8
Sajuan-
Quiles et al.,
(2019)
Handover Of Patients From
Prehospital Emergency
Service To Emergrncy
Departements A Qualitative
Analisysis Based On
Experiences Of Nurses.
University of Alicante
(spanyol).
Journal Of Nursing Care
Quality:April/June 2019-
Volume 34-Issue 2-P 169-174
Mengetahui Serah terima
pasien dari layanan darurat pra
rumah sakit ke departemen
darurat sebuah analisis
kualitatif berdasarkan
pengalaman perawat.
Sampel penelitian awal terdiri
dari 30 profesional
keperawatan dari provinsi
Alicante (Spanyol). Perekrutan
dilakukan melalui
nonprobabilistic disengaja
sampling, yang termasuk
perawat yang bekerja di
PEMS dan ED yang
memenuhi kriteria inklusi
berikut: saat ini dipekerjakan
dan memiliki setidaknya 2
tahun pengalaman di bidang
spesialis ini. Akhirnya, 12
perawat memenuhi kriteria
inklusi dan berpartisipasi
dalam penelitian ini.
Cross Sectional Penelitian ini menunjukan
perlunya standarisasi proses
transfer pasien antara PEMS
dan profesional, untuk
meningkatkan komunikasi,
menghindari kehilangan data
dan efek samping, serta
meningkatkan keamanan klinis.
Informasi penting yang perlu
dimasukan dalam transfer
pasien adalah alasan untuk
rujukan, riwayat masa lalu
termasuk informasi yang
relevan dengan kasus ini, alergi
obat, dan prosedur yang
dilakukan dengan penekanan
pada pemberian obat dan
respons terhadap pengobatan.
9
PEMBAHASAN
Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima
sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima
merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum pergantian dinas Selain
laporan antar dinas, dapat disampaikan juga informasi yang berkaitan dengan
rencana kegiatan yang telah atau belum dilaksanakan. Nursalam (2011).
Faktor-faktor dalam timbang terima adalah komunikasi yang objektif antar
sesama petugas kesehatan, pemahaman dalam penggunaan terminologi
keperawatan, kemampuan menginterpretasi medical record, kemampuan
mengobservasi dalam menganalisa pasien, dan pemahaman tentang prosedur
klinik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dan Roifah (2005)
mengatakan bahwa timbang terima terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
bahwa di ruang rawat inap belum ada standar prosedur oprasional timbang terima.
Standar prosedur oprasional timbang terima seharusnya dimiliki tiap ruangan
rawat inap sehingga dapat menjadi acuan atau tolak ukur dalam pelaksanaan
pengawasan terhadap pelaksanaan timbang terima sehingga pengawasnya bisa
dilakukan dengan baik dan maksimal (lailiyyawati (2013).
Berdasarkan Hasil review jurnal Dwi Novrianto (2017) Meningkatnya
pemahaman kepala ruangan dan kepala tim mengenai pelaksanaan metode asuhan
keperawatan model tim dilihat dari nilai rata-rata sebelum kegiatan 66,04 dan
setelah kegiatan menjadi 85,8. Dalam pelaksana timbang terima antar sift
kecenderungan pelaksana sudah sesuai dengan langkah-langkah dalam SPO,
hambatan dalam pelaksanaan disebabkan oleh manajement waktu dalam
pelaksanaan serta mengubah pola timbang terima antar sift diruang rawat.
Pelaksanaan pendokumentasian catatan perkembangan pasien terintegrasi belum
optimal pada saat menulis assessment dan planning yang akan dikerjakan, hal
tersebut karena belum adanya keseragaman pada panduan dalam penulisan SOAP.
Penelitian Dewi kusuma ingsih didapatkan Hasil analisis data
menggunakan uji chi square didapat nilai p-value =0,008 (<0,05) yang artinya ada
hubungan komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang teriima perawat
diruang rawat inap RSUD Dr.A. Dadi Tjokrodipo Bandar lampung tahun
2019.dengan nilai or= 6,120
Menurut Engryne Nindi (2017), Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
terdapat hubungan motivasi kerja perawat dengan pendokumentasian asuhan
keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado, sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi kerja yang tinggi akan
meningkatkan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Hasil penelitian Sajuan-Quiles et al.,(2019), menunjukan perlunya
standarisasi proses transfer pasien antara PEMS dan profesional untuk
meningkatkan komunikasi, menghindari kehilangan data dan efek samping, dan
demikian meningkatkan keamanan klinis. Informasi penting yang perlu
dimasukan dalam transfer pasien adalah alasan untuk rujukan, riwayat masa lalu
termasuk informasi yanga relevan dengan kasus ini, alergi obat, dan prosedur
yang dilakukan dengan penekanan pada pemberian obat dan responsterhadap
pengobatan.berdasarkan penelitian tersebut didapatkan bahwa pelaksaan coaching
dapat mempengaruhin penerapan standar prosedur operasioal timbng terima
10
pasien. Dimana coaching merupakan sarana yang direncanakan untuk
memperbaiki kinerja dan prilaku perawat, baik secara formal maupun informal.
Melalui bimbingan diharapkan adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan dan
prilaku perawat yang mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam
perkembangan IPTEK keperawatan saat ini (Lestari, 2014). Coaching
keperawatan adalah proses bantuan yang dilakukan ketika perawat mengalami
masalah kinerja yang disebabkan oleh keterbatasan pemahaman terhadap
tugasnya. Proses sederhana coaching keperawatan adalah dengan kepala ruangan
yang mendengarkan dan menentukan apakah yang dikerjakan perawat sudah
benar, atau masih salah, kemudian memberikan sebuah umpan balik dan
memperhatikan bagaimana sebaiknya hal tersebut dilakukan (Murtie, 2012).
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Berdasarkan dari pejelasan jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa
tingkat pengetahuan perawat dalam pelaksanaan timbang terima pasien dalam
kategori baik. Hal ini didukung dengan factor-fakktor yang mendukung
plaksanaan coaching keperawatan dengan penerapan standar prosedur operasional
timbang terima pasien.
SARAN
Saran yang ditunjukan sebagai berikut:
1. Bagi pelayanan kesehatan
Diharapkan bagi pelayanan kesehatan agar dapat menerapkan pelaksanaan
coaching keperawatan dengan standar prosedur operasional timbang terima
pasien.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar dapat memerhatikan juga
tempat di mana penelitian, kemungkian perbedaan tempat penelitian maka akan
berbeda juga manajemennya.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, J.B. suhardjo B. 2012. Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam
Praktek Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius
Departemen kesehatan RI. 2013 materipelatihan bimbingan (coaching). pusdiklat
SDM kesehatan bekerjasama dengan dit. Bina pelayanan keperawatan.
Depkes RI & KKP-RS. 2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (Patient Safety). Jakarta: Bakti Husada.
Depkes RI. 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
Hughes, R.G. 2008. Patient Sapety And Quality: An Evidence Based Handbook
Nurses, Agency For Healthcare Research And Quality. Gaiter Road
Rockville, MD 20850
Kemenkes RI. Standar Akreditas Rumah Sakit, Kerjasama Direktorat Jendral
Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republic Indonesia
Dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), Jakarta
11
Mutie, A. 2012. Menciptakan Sdm (Sumber Daya Manusia) Yang Handal Dengan
Training, Coaching & Motivation, Jakarta Timur: Laskar Aksara
Nursalam. 2011. Manajement keperawatan: aplikasi dalam praktek keperawatan
propesional. Edisi 3. Jakarta: salemba medika
Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
Rushton. H C. 2010. Etics Of Nursing Shift Repor. AACN: Advance Critical
Care:Ethics In Critical Care, 21(4) : 380-384.
Scovell,S. 2010. Role of the nurse-to- nurse handover in patient care diakses pada
tanggal 12 april 2016.
WHO. 2004. World alliance for patient safety, format program. Januari 03,
2010.http://www.who.int 2013. World alliance for patient safety Dunia,
format program. Januari 03, 2010.http://www.who.int
Nopriyanto, Dwi dan, Rr. Tutik Sri Hariyati. 2017.“Optimalisasi Pelaksanaan
Timbang Terima Dalam Metode Asuhan Keperawatan Dengan
Model Tim: Pilot Study”.
http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/holistik/article/view/118/63,
diakses pada 25 April 2020 pukul 09.30
Kusumaningsih, Dewi dan Reva Monica. 2019.“Hubungan Komunikasi Sbar
Dengan Pelaksanaan Timbang Terima Perawat Di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019”.
https://ijhd.upnvj.ac.id/index.php/ijhd/article/download/13/17, diakses
pada 20 April 2020 pukul 17.00
Febrina, Wiwit, Yenni dan Stevani Ramadhani. 2018. “Pengetahuan Perawat
Terhadap Pelaksanaan Timbang Terima Terima Pasien Sesuai SOP”.
https://ojs.fdk.ac.id/index.php/Nursing/article/view/265/98, diakses pada
20 April 2020 pukul 10.00
Nindi, Engryne, Frida Mendur, dan Deiby Lisye Marentek. 2017. “Hubungan
Pelaksanaan Timbang Terima Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Instalasi Rawat Inap Anggrek
2 RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado”.
https://ejournal.unpi.ac.id/index.php/JOCE/article/view/166, diakses pada
22 April 2020 pukul 10.00
Sanjuan-Quiles, Ángela PhD, RN; Hernández-Ramón, María del Pilar MSc;
Juliá-Sanchis, Rocío PhD, RN; García-Aracil, Noelia PhD, RN; Castejón-
de la Encina, Mª Elena PhD, RN; Perpiñá-Galvañ, Juana PhD. 2019.
“Handover of Patients FromPrehospital Emergency Services to Emergency
Departments A Qualitative Analysis Based on Experiences of Nurses”.
https://journals.lww.com/jncqjournal/FullText/2019/04000/Handover_of_
Patients_From_Prehospital_Emergency.14.aspx, diakses pada 23 April
2020 pukul 14.00
LAMPIRAN
OPTIMALISASI PELAKSANAAN TIMBANG TERIMA DALAM
METODE ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MODEL TIM:
PILOT STUDY
Dwi Nopriyanto¹ Rr.Tutik
Sri Hariyati²
¹Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Kekhususan
Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat
²Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat
Email :
ABSTRAK
Pelayanan keperawatan profesional menuntut adanya profesionalisme perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dalam peningkatan mutu pelayanan.Tujuan optimalisasi pelaksanaan metode penugasan model tim yaitu untuk menyiapkan perangkat yang dibutuhkan sebagai upaya untuk meningkatkan kuwalitas dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Desain yang digunakan adalah pilot study dengan melibatkan 14 responden Cara pengambilan sampel dengan purposive sampling dengan memilih perawat dengan kualifikasi kepala ruangan dan ketua tim serta 4 ruang rawat untuk pengimplementasian standar prosedur operasional. Pemecahan masalah di RS X dengan menggunakan siklus plan do check and action (PDCA), melalui program pembuatan buku panduan metode tim, SPO timbang terima menggunakan komunikasi S-BAR dan catatan perkembangan pasien terintegrasi, sosialisasi, diskusi serta role play.
Hasil: Meningkatnya pemahaman kepala ruangan dan ketua tim mengenai pelaksanaan metode asuhan keperawatan model tim terlihat dari nilai rerata sebelum kegiatan 66,04 dan setelah kegiatan menjadi 85,8. Dalam pelaksanaan timbang terima antar shift kecenderungan pelaksanaan sudah sesuai dengan langkah- langkah dalam SPO, hambatan dalam pelaksanaan disebabkan oleh manejemen waktu dalam pelaksanaan
serta mengubah pola timbang terima antar shift diruang rawat. Pelaksanaan pendokumentasia catatan perkembangan pasien terintegrasi belum optimal pada saat menulis assesment dan planning yang akan dikerjakan, hal tersebut karena belum adanya keseragaman dan panduan dalam penulisan SOAP.
Rekomendasi: Dibuat suatu kebijakan oleh direktur untuk penetapkan buku panduan yang telah dirancang. Bidang keperawatan beserta kepala ruangan hendaknya menjalankan fungsi pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan timbang terima antar shift di ruang rawat serta melakukan bimbingan dan pengontrolan secara intensif dalam
penulisan catatan perkembangan pasien dengan menitik beratkan pada penulisan SOAP, sehingga pelaksanaan akan berjalan dengan optimal.
Kata Kunci: metode penugasan, peningkatan pengetahuan, optimalisasi pelaksanaan
ABSTRACT
Professional nursing services demanded professionalism of nurses in providing nursing care
in improving quality of care. The purpose of optimization implementation team models the
assignment method is to set up the necessary efforts to improve kuwalitas in performing
nursing care. The design was a pilot study involving 14 respondents. How sampling with
purposive sampling by select qualified nurse with the head of the room and the team leader
and four wards for the implementation of standard operating procedures. Troubleshooting in
RS X by using the cycle plan do check and action (PDCA), through a program with a handy
guide a team method, SPO weigh receive using S-BAR communication and integrated patient
progress notes, socializing, discussion and role play.
Results: Increased understanding of head room and team leaders on the implementation of the
methods of nursing care team models look of a mean value of 66.04 before the event and
after the intervention to 85.8. In the implementation handover between shift tendency
implementation is in accordance with the steps in the SPO, caused by obstacles in the
implementation of the management of time in implementation and change the handover
between shift in wards receive care. Decumentation implementation of integrated patient
progress notes have not been optimal at the time of writing assessment and planning to be
done, it is because of the lack of uniformity and guidance in the writing of SOAP
Recommendation: Created a policy by the director to set the guide books that have been
designed. The field of nursing along with its head room should exercise direction and
control functions in the implementation of handover between shifts in the wards and
conduct intensive guidance and control in the writing of patient progress notes by focusing on
writing SOAP, so the implementation will run optimally.
Keywords: assignment method, increased knowledge, optimization of implementation
PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan yang komprehensif menuntut adanya profesionalisme perawat dalam
pemberian asuhan keperawatan dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan di rumah
sakit, seorang manajemen harus fokus pada kualitas hubungan kerja sebagai
langkah pertama mempertahankan perawat yang terampil, serta menanamkan terkait dengan
memastikan hubungan kerja yang efektif (Brunetto et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Rusmianingsih (2012) menyimpulkan bahwa penugasan
yang baik menyebabkan perawat pelaksana merasa puas terahadap pekerjaan (50,9%),
berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR=1.12 (CT 0.44-2.89), artinya perawat dengan
penugasan yang baik mempunyai peluang 1.12 kali merasa puas terhadap pekerjaanya
dibanding dengan penugasan kurang baik. Kalisch, Lee, & Rochman, (2010) menunjukan
bahwa penugasan sistem perawatan tim dalam unit pelayanan perawatan akut untuk
kepuasan kerja perawat akan menjadi lebih tinggi dan lebih adekuat ketika diberi nilai
kerjasama tim dibandingkan posisi pekerjaan pada saat ini.
Keutungan dibuat pelaksanaan perawatan dengan metode berbasis tim memungkinkan
perawat berbagi pengalaman dan keterampilan untuk memberikan perawatan yang lebih
aman sebagai pengalaman langsung oleh perawat yang lebih berpengalaman (Ferguson &
Cioffi, 2011). Kalisch & Lee, (2010)memberikan bukti bahwa kerja sama tim penting untuk
penyediaan perawatan yang berkualitas dan aman untuk perawatan pasien yang bervariasi
dari waktu ke waktu. Komunikasi yang efektif dan kerja sama tim telah diidentifikasikan
sebagai kunci pendukung dari keselamatan pasien. Proses komunikasi S-BAR terbukti
telah menjadi alat komunikasi yang efektif dalam pengaturan perawatan akut untuk
meningkatakan komunikasi yang penting, terutama antara dokter dan perawat, namun masih
sedikit yang diketahui dari efektifitas dalam pengaturan tentang hal yang lain(Velji et
al.,2008).
Komunikasi timbang terima antar shift diantara perawat terkadang tidak memberikan
informasi yang penting, atau informasi yang diberikan kurang tepat, tidak mampu difahami
sehingga terjadi kesenjangan dalam komunikasi yang dapat menyebabkan salah penafsiran
atau kesalahpahaman. Perlu pendekatan untuk memudahkan sistematika serah terima, hal ini
ditujukan untuk memperbaiki pola timbang terima pasien termasuk penggunaan protocol
dalam mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi
para perawat untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan- pertanyaan pada saat timbang
terimadan melibatkan pasien dan keluarga dalam proses timbang terima (World Health
Organization (WHO),2007).
Rumah Sakit X merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang baru berdiri pada
tahun 2014. Salah satu misi rumah sakit adalah meningkatkan kepuasan pelanggan dengan
cara memberikan pelayanan kesehatan yang prima. Hal ini mendasari pentingnya suatu
metode penugasan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang efektif, terutama dalam
mengoptimalkan timbang terima antar shift dalam metode asuhan keperawatan model
tim.Studi pendahuluan, RS X belum memiliki buku panduan motode penugasan model tim,
SPOtimbang terima antar shift dan catatan perkembangan pasien terintegrasi. Sekitar 31%
kepala ruangan jarang mensosialisasikan uraian tugas kepada ketua tim dan perawat
pelaksana, sedangkan 29% tidak pernah mensosialisasikannya. Data lain juga menunjukan
sekitar 34% ketua tim jarang melaksanakan confrence. Persepsi tersebut juga dipengaruhi
oleh dimana dibeberapa ruang rawat dalam melakukan timbang terima belum sesuai kaidah
yang berlaku.Hal tersebut dapat berpotensi menjadi kesalahan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Tujuan optimalisasi pelaksanaan metode asuhan keperawatan model
timterutama dalam pelaksanaan timbang terima antar shiftyaituuntuk menyiapkan perangkat
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan, baik secara teknis maupun kebijakan, serta
meningkatkan mutu dari kuwalitas asuhan keperawatanyang diberikan kepada pasien.
METODOLOGI
Metodologi yang dilakukan menggunakan agen pembaharuan berdasarkan pendekatan pilot
study di 4 ruang rawat. Pada fase awal dilakukan identifikasi masalah dengan menggunakan
teknik wawancara, observasi dan menggunakan kuesioner.Kuesioner dibagikan kepada 35
perawat sebagai responden yang tersebar di enam ruang rawat dengan menjawab 28
pertannyaan.Masalah yang di dapatkan dianalisa dengan menggunakan diagram fish bone.
Pemecahan masalah dengan menggunakan plan, do, chek dan actio (PDCA) dengan
melibatkan perawat sebanyak 14 orang yang terdiri dari kepala ruangan dan ketua tim, cara
pengambilan sampel dengan purposive sampling.
Kegiatan yang dilakukan yaitu dengan membuat buku panduan metode asuhan
keperawatan model tim, SPO timbang
terima dan SPO catatan perkembangan pasien terintegrasi serta role play.Buku panduan
dan SPO disosialisasikan serta dilakukan dan melakukan evaluasi kegiatan di ruang rawat.
Hal yang dievaluasi yaitu tingkat pengetahuan kepala ruangan dan ketua tim serta
melakukan evaluasi pelaksanaan timbang terima dan pendokumentasian catatan
perkembangan pasien terintegrasi. Evaluasi dilakukan analisis deskriftif untuk melihat gap
yang terjadi pada saat pelaksanaan.
HASIL
Metode penugasan yang dilaksanakan terlihat belum optimal dalam pelaksanaan metode
asuhan keperawata dengan menggunakan model tim terutama dalam pelaksanaan timbang
teriman antar shift, berdasarkan masalah tersebut sumber penyebab belum optimalnya
pelakasanaan digambarkan dalam diagram fish bone dibawah ini
Diagram 1 Diagram fish bone penyebab belum optimalnya pelaksanaan model
asuhan keperawatan model tim di RS X Nopember 2016
Diagram 1 menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi belum optimalnya
pelaksanaan metode
Penugasan model tim terutam dalam pelaksanaan timbang terima serta pendokumentasian
catatan perkembangna pasien terintegrasi model tim di ruang rawat. Faktor manusia
terdapat kurannya pengetahuan kepala ruangan dan ketua tim terhadap metode
penugasan model tim sehingga kepala ruangan dan ketua tim kurang memahami tentang
peran dan fungsinya dalam pelaksanaan sebagai kepala ruangan dan ketua tim
Faktor material tampak belum adanya buku panduan metode penugasan model tim,
belum adanya SPO terkait timbang terima dan pendokumentasian CPPT. Hal ini membuat
kepala ruangan dan ketua tim kurang maksimal dalam penerapan metode asuhan keperawatan
model tim tersebut di ruang rawat, terutama dalam melaksanakan timbang terima antar shift
dan memonitoring pendokumentasian yang dilakukan oleh perawat pelaksana. Sedangkan
untuk faktor mechine atau alat adalah umpan balik yang digunakan untuk melihat sejauh
mana keefektifat model tim ini dilaksanakan di RS X, termasuk didalamnya tentang
pelaksanaan timbang terima antar shift dan monitoring pendokumentasian CPPT belum
dilakukan oleh bidang keperawatan dan kepala ruangan sebagai manejer middle dan
manejer lini.
Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan Plan, Do Chek and
Action (PDCA). Tahap perencanaan dibuat dalam bentuk Plan of Action (POA). Kegiatan
yang dilakukan antara lain brain storming dengan kepala ruangan dan ketua tim dan
bidang keperawatan Kegiatan selanjutnya yaitu menyusun buku panduan dan SPO
timbang terima dan catatan perkembangan pasien terintegrasidi ruang rawat. Tahapan
pelaksanaan dilakukan dengan penyegaran dan diskusi untuk meningkatkan pengetahuan
kepala ruangan dan ketua tim, melakukan sosialisasi SPO yang telah dibuat serta melakukan
role play pelaksanaan timbang terima atar shift. Tahap evaluasi dilakukan denga cara, yaitu
melihat hasil kegiatan penyegaran dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan
pengetahuan kepala ruangan dan ketua tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan
menggunakan model tim. Hasil yang didapatkan sebelum dan sesudah penyegaran dapat
dilihat dalam diagram sebagai berikut :
Diagram 2Tingkat pengetahuan mengenai metode asuhan keperawatan model
tim kepala ruangan dan ketua tim RS X sebelum dan sesudah dilakukan
penyegaran Nopember 2016 (n=14)
Diagram 2 menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan kepala ruangan dan ketua tim sebelum
dilakukan implementasi dengan penyegaran ada pada nilai 53,4 s/d 80,4 dengan rerata nilai
66,04. Hal tersebut mengidikasikan bahwa pengetahuan kepala ruangan dan ketua tim
belum baik dalam pemahaman mengenaik pelaksanaan metode asuhan keperawatan
dengan model. Nilai setelah dilakukan penyegaran terdapat peningkatan nilaidimana
rentang nilai berkisar antara 67 s/d 100, dengan rerata nilai 85,5. Secara kognitif
terjadipeningkatkan pengetahuan kepala ruangan dan ketua tim tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan dengan menggunakan model tim. Peningkatan pengetahuan diharapkan mampu
meningkatkan pemahaman dari kepala ruangan dan ketua tim dalam melakukan asuhan
keperawatan dengan menggunakan penugasan model tim di ruang rawat.
Observasi penerapan SPO timbang terima antar shift dilaksanakan di 4 ruang rawat
dengan melihat langkah-langkah pada saat timbang terima antar Shift dengan menggunakan
komunikasi S-BAR dimana dalam pelaksanaan dengan penugasan model tim diawali dengan
dengan confrence di ners station oleh karu, katim dan perawat pelaksana dengan
menggunakan komunikasi S-BAR, dilanjutkan dengan melakukan bed side ke ruang rawat
mengkonfirmasi dari imformasi yang di sampaikan di ners station.
Kemudian kembali ke ners station dengan menyimpulkan dan di tutup oleh karu. Hasil dari
observasi dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut:
Diagram 3 hasil observasi timbang terima/handover antar shift dengan
menggunakan komunikasi S-BAR di RS X, Nopember 2016 (n=4)
Diagram
3 menjelaskan bahwa nilai observasi tertinggi pelaksanaan timbang terima antar shift berkisar
antara 72,7 s/d 81,8 dengan nilai rerata 74,97. Secara keseluruhan pelaksanaan
kencenderungan sesuai dengan langkah-langkah dalam SPO. Tahapan pelaksanaan belum
optimal dilakukan dikarenakan manajemen waktu pelaksanaan, serta merubah pola yang
biasa dilaksananakan saat timbang terima merupakan hambatan yang didapat dalam rangka
pelaksanaan timbang terima dengan komunikasi S-BAR.
Sosialisasi SPO pendokumentasiancatatan perkembangan pasien terintegrasi, menitik
beratakan pada isi pada penulisa SOAP yang dilakukan oleh perawat di ruang rawat. Hasil
observasi penerapan SPO dalam pelaksanan pencatatan perkembang pasien terintegrasi
merupa tolak ukur hasil dari pendokumentasian yang dilakukan oleh perawat diruang rawat
RS X. Hasil observasi dilakukan penulis dari beberapa dokumen catatan perkembangan
pasien terintegrasi dengan menggunakan format SOAP didapatkan nilai hasil observasi.
Diagram 4 hasil observasi catatan perkembangan pasien terintegrasi di RS X
Nopember 2016 (n=15)
Diagram 4 menjelaskan hasil observasi pendokumentasian catatan perkembangan pasien
terintegrasi memiliki nilai berkisar antara 62,5 s/d 87,5 dengan nilai rerata76,7.Belum
optimalnya pendokumentasian karena kurangnya pemahaman perawat dalam melakukan
penulisan, adapun kesulitan yang didapatkan adalah belum adanya keseragaman dari isi
kaidah penulisan sehingga perawat kesulitan memahami apa yang semestinya ditulis dalam
format SOAP tersebut terutama dalam menuliskan dalam format assesment dan planning.
PEMBAHASAN
Peningkatkan pengetahuan dari penyegaran metode asuhan keperawatan model tim akan
mempengaruhi cara pandang, sikap seorang perawat dalam bekerja terutama bagi
kepala ruangan dan ketua tim dalam melakukan manejerial di ruang rawat. Gagnon et al,
(2015) mengatakan bahwa pembelajaran pengenalan organisasi dipandang sebagai pilihan
yang menjanjikan untuk lebih baik dalam manejemen pengetahuan dan Pengembangan
keprofesian berkelanjutan dalam pelayanan kesehatan. Hal senada dijelaskan oleh Bridges,
Sherwood, & Durham, (2014) pendidikan dapat memiliki dampak pada persepsi dan
kesadaran akan saling mendukung di antara anggota tim keperawatan. Oleh karena itu
pembelajaran dan pengalaman pembelajaran, menggunakan tingkat keterampilan dimana
kelangsungan anggota tim bekerja sama sangat ideal, memerlukan kepemimpinan perawat
yang professional (Spitzer, 2008).Diperlukan pembelajaran secara terus menerus untuk
meningkatkan pengetahuan dari seluruh tim keperawatan khususnya oleh kepala ruangan dan
ketua tim, menurut Ni et al, (2014) menganggap belajar bekesinambungan menjadi ukuran
sangat penting untuk lebih mengembangkan kompetensi profesional perawat. Ekspektasi
menjadi motivasi dari harapan perawat untuk belajardan hambatan untuk partisipasi dalam
belajarterjadi dari individu perawat tersebut.
Standar prosedur operasional dalam asuhan keperawatan dengan menggunakan model
tim dibuat untuk meningkatkan dan memandu perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan. Barbosa, Mauro, Cristóvão, & Mangione, (2011) mengatakan standar
operasional prosedur (SOP) adalah petunjuk rinci yang dijelaskan untuk mencapai
keseragaman ketika melaksanakan fungsi tertentu. SPO juga dapat dijadikan pantauan
evaluasi dalam melakukan suatu pekerjaan. SPO dan panduan yang ada tidak cukup di
rancang tetapi perlu sosialisasi dengan harapan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan menggunakana model tim. Ninaus
et al, (2015) mengatakan bahwa sosialisasi mampu untuk memfasilitasi proses komunikasi
serta pertukaran informasi seta mengurangi kebingungan mengenai bagaimana langkah-
langkah dalam SPO tersebut dijalankan.
Pengukuran pelaksanaan timbang terima antar shift dalam metode asuhan keperawatan model
tim di ruang rawat dengan menggunakan komunikasi S- BAR. dapat dilakukan evaluasi
melalui observasi kegiatan. Pelaksanaan timbang terima yang dilakukan di ruang rawat
kecendrungan sesuai dengan langkah-langka dalam SPO, adapun hambatan yang ditemukan
diantaranya untuk merubah pola timbang terima di ruang rawat yang dilakukan oleh tim
perawat. Smeulers et al, (2016) menjelaskan mengubah proses serah terima membutuhkan
pendekatan berulang dan bertahap untuk memastikan bahwa intervensi yang dipilih sesuai,
audit dan strategi umpan balik berguna untuk secara teratur menginformasikan kinerja tim
dan juga berguna untuk menentukan kebutuhan untuk pelaksanaan kegiatan berulang yang
dibutuhkan untuk mempertahankan cara yang diinginkan.
Manajemen waktu dalam pelaksanaan merupakan hambatan lain yang didapatkan dalam
evaluasi penerapan SPO timbang terima antar shift. Davies & Priestley, (2006) mengatakan
bahwa pelaksanaan timbang terima keperawatan yang akurat menjadikan manajemen waktu
yang efektif dalam menginformasikan dokumen dan kualitas perawatan pasien yang
berkelanjutan. Timbang terima merupakan ritual yang tidak pernah hilang tetapi dapat
menjadi proses yang tersetruktur dan efektif yang memperkuat status profesional perawat
dalam penyediaan pelayanan kesehatan. Athanasakis, (2013) mengatakan bahwa praktik
komunikasi yang efektif antara perawat memerlukan timbang terima efektif, kualitas
perawatan pasien yang efektif dan pemeliharaan keselamatan pasien. Timbang terima
keperawatan adalah kegiatan multifase, yang membutuhkan pemahaman yang mendalam.
Timbang terima keperawatan merupakan bagian umum dari praktik keperawatan yang
penting untuk perawatan pasien yang aman, serah terima lebih dari sekedar forum untuk
berkomunikasi perawatan pasien. Hal ini juga digunakan sebagai tempat di mana perawat
dapat berdiskusi, mengklarifikasi informasi dan memperbarui pengetahuan
(O’Connell. B, 2008; O’Connell & Penney, 2001). Dimana penyedia layanan terlibat dalam
pemahaman serta mempertanyakan informasi yang disajikan (Foster & Manser, 2012).
Pengukuran pelaksanaan yang dilakukan oleh penulis berikutnya menggunakan lembar
observasi dengan melihat dokumentasi catatan perkembangan pasien terintegrasi dengan
melihat isi/kontens penulisan pada SOAP yang dilakukan oleh perawat. Seperti yang
dikatakan oleh Jefferies, Johnson, Nicholls, & Lad, (2012) bahwa Perawat didorong untuk
mendokumentasikan kondisi, perawatan dan respon pasien terhadap perawatan dengan
menggunakan prinsip yang ditetapkan untuk pendokumentasi keperawatan. Williams &
Heavey, (2014) menjelaskan tenaga kesehatan harus berusaha untuk konsisten, relevan,
faktual dan tepat waktu dalam dokumentasi pasien, tenaga kesehatan memahami apa yang
diketahui sesuai dengan yang ditulis.
Belum adanya panduan dari isi kaidah penulisan membuat perawat kesulitan memahami
yang semestinya ditulis dalam format SOAP.John & Bhattacharya, (2016) menjelaskan
bahwa format atau pedoman dapat membantu perawat untuk mengikuti tepat perilaku
dokumentasi yang akan dilakukan didasarkan pada panduan dokumentasi yang ideal. Oleh
karena itu pentingnya penulisan pendokumentasian yang sesuai dengan prinsip pencatatan
berguna untuk sebuah komunikasi dengan tim kesehatan lain dalam melakukan asuhan
keperawatan. Penelitian yang dilakukan oleh Jefferies et al, (2012) mengatakan bahwa
dalam praktik dokumentasi perawatan merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan
bahwa dokumentasi yang ditulis berarti bagi pembaca dalam atau di luar profesi.
Dokumentasi keperawatan penting sebagai alat komunikasi ditekankan untuk semua
profesional perawatan kesehatan. Jefferies, Johnson, & Nicholls, (2011) menjelaskan
menulis dokumentasi keperawatan dengan cara yang memungkinkan pembaca baik dari
dalam dan luar profesi untuk memahami kondisi pasien dan perawatan perlu didukung. Jika
pembaca tidak bisa mengerti apa yang tertulis dalam dokumentasi keperawatan, dapat
berbahaya dalam salah tafsir bisa menyebabkan kesalahan klinis dan efek samping. Dimana
disebutkan bahwa sistem informasi keperawatan dalam pendokumentasian memberikan arah
rekomendasi untuk informasi, pengembangan dan pembuat keputusan perawat (Rogers,
Sockolow, Bowles, Hand, & George,2013).
Peningkatan mutu dan kualitas pelayanan di rumah sakit khususnya dalam melaksanakan
timbang terima dan pendoku mentasian catatan perkembangan pasien terintegrasi di perlukan
pengarahan dan pengawasan serta pengontrolan dari seorang manejer.(Duffield, Roche,
Blay, & Stasa, 2011) mengatakan seorang manajer unit perawatan harus mampu
berkonsultasi dengan staf dan umpan balik yang positif dan memilki pengetahuan pada
berbagai item kepemimpinan adalah hal yang penting dalam meningkatkan kepuasan
perawat. Pengawasan dan pengontrolan tersebut sebaiknya dilakukan dalam komunikasi
yang efektif untuk menjamin keterlaksanaan prosedur sesuai denga standar prosedur
operasional yang telah ditetapkan. Komunikasi tim yang efektif merupakan aspek penting
dari lingkungan praktik keperawatan yang positif, pengaturan yang telah dikaitkan dengan
hasil outcome dari pasien (Apker, Propp, Zabava Ford, & Hofmeister, 2006).
KESIMPULAN
Optimalisasi pelaksanaan metode asuhan keperawatan model tim dirumah sakitdiperlukan
dengan melibatkan pihak manajemen Rumah Sakit sebagai motor penggerak. Hal lain
yang perlu diupayakan dengan menyiapkan perangkat yang dibutuhkan seperti buku panduan
metode penugasan model tim beserta SPO.Penerapan program menggunakan agen
pembaharu dengan pendekatan pilot study menggunakan siklus PDCA dinilai efektif dan
memberikan hasil yang baik. Hasil rerata gambaran evaluasi tingkat pengetahuan kepala
ruangan dan ketua tim setelah dilakukan penyegaran tentang metode asuhan keperawatan
model tim dimana nilai rerata sebelum kegiatan 66,04 dan rerata setelah kegiatan 85,8
secara kognitif mengalami peningkatanpemahaman kepala ruangan dan ketua tim tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan menggunakan model tim. Peningkatan
pemahaman diharapkan mampu meningkatkan kinerja dari kepala ruangan dan ketua
tim terutama dalam pelaksanaan timbang terima antar shift dimana dalam pelaksanaan
kecenderungan sesuai dengan langkah-langkah dalam SPO. Hambatan disebabkan oleh
manajemen dalam waktu pelaksanaan serta merubah pola yang biasa dilaksananakan
diruang rawat. Evaluasi pengukuran pelaksanaan pencatatan perkembangan pasien
terintegrasi pada format SOAP dengan nilai rerata sebesar 76,7belum optimal
terutama dalam menuliskan isi assesment dan planning tindakan yang akan dilakukan,
dimana hambatan karena belum adanya keseragaman dan panduan kaidah isi penulisan.
SARAN
Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit perlu fungsi pengawasan dan pengarahan dari
seorang manajer terutama untukmengoptimalkanpelaksanaan metode asuhan keperawatan
model tim. Buku panduan dan standar prosedur operasional yang telah dibuat perlu dibuatkan
sebuah kebijakan. Hal tersebut penting agar perangkat yang telah dibuat dapat dijadikan dasar
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dalam menggunakan metode penugasan model tim.
Penyeragaman pelaksanaan timbang terima antar shift di ruang rawat merupan salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas pelayana terutama dalam kesalamatan pasien serta perlunya
bimbingan dan pengontrolan secara intensif dalam pelaksanaan pencatatan perkembangan
pasien terintegrasi dititik beratkan dalam penulisan SOAP yang dilakukan oleh
perawatakan mampu meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Apker, J., Propp, K. M., Zabava Ford, W. S., & Hofmeister, N. (2006). Collaboration,
Credibility, Compassion, and Coordination: Professional Nurse Communication Skill Sets
in Health Care Team Interactions. Journal of Professional Nursing, 22(3), 180–189.
http://doi.org/10.1016/j.profnurs.2006.03.002
Barbosa, C. M., Mauro, M. F. Z., Cristóvão, S. A. B., & Mangione, J. A. (2011). The
importance of standard operating procedures (SOPs) for clinical research centers.
Revista Da Associacao Medica Brasileira, 57(2), 134–135. http://doi.org/10.1016/S2255-
4823(11)700327
Bridges, R., Sherwood, G., & Durham, C. (2014). Measuring the influence of a mutual
support educational intervention within a nursing team. International Journal of
Nursing Sciences, 1(1), 15–22. http://doi.org/10.1016/j.ijnss.2014.02.013
Brunetto, Y., Shriberg, A., Farr-Wharton, R., Shacklock, K., Newman, S., & Dienger, J.
(2013). The importance of supervisor-nurse relationships, teamwork, wellbeing, affective
commitment and retention of North American nurses. Journal of Nursing Management,
21(6), 827–837. http://doi.org/10.1111/jonm.12111
Duffield, C. M., Roche, M. A., Blay, N., & Stasa, H. (2011). Nursing unit managers, staff
retention and the work environment. Journal of Clinical Nursing, 20(1–2), 23–33.
http://doi.org/10.1111/j.1365-2702.2010.03478.x
Ferguson, L., & Cioffi, J. (2011). Team nursing: Experiences of nurse managers in acute care
settings. Australian Journal of Advanced Nursing, 28(4), 5–11.
Gagnon, M. P., Payne-Gagnon, J., Fortin, J. P., Paré, G., Côté, J., & Courcy, F.
(2015). A learning organization in the service of knowledge management among nurses: A
case study. International Journal of Information Management, 35(5), 636–642.
http://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2015.05.001
Jefferies, D., Johnson, M., & Nicholls, D. (2011). Nursing documentation: How meaning is
obscured by fragmentary language. Nursing Outlook, 59(6), e6–e12.
http://doi.org/10.1016/j.outlook.2011.04.002
Jefferies, D., Johnson, M., Nicholls, D., & Lad, S. (2012). A ward-based writing coach
program to improve the quality of nursing documentation. Nurse Education
Today,32(6),647651.http://doi.org/10.1016/j.nedt.2011.08.017
Kalisch, B. J., Lee, H., & Rochman, M. (2010). Nursing staff teamwork and job
satisfaction. Journal of Nursing Management, 18(8), 938–947.
http://doi.org/10.1111/j.1365-2834.2010.01153.x
Kalisch, B. J., & Lee, K. H. (2010). The impact of teamwork on missed nursing care. Nursing
Outlook, 58(5), 233–241. http://doi.org/10.1016/j.outlook.2010.06.004
Ni, C., Hua, Y., Shao, P., Wallen, G. R., Xu, S., & Li, L. (2014). Continuing education
among Chinese nurses: A general hospital-based study. Nurse Education Today, 34(4),
592–
597. http://doi.org/10.1016/j.nedt.2013.07.013
Ninaus, K., Diehl, S., Terlutter, R., Chan, K., Huang, A., & Erlandsson, S. (2015). Benefits
and stressors - Perceived effects of ICT use on employee health and work stress: An
exploratory study from Austria and Hong Kong. International Journal of Qualitative
Studies on Health and Well-Being, 10. http://doi.org/10.3402/qhw.v10.28838
Rogers, M. L., Sockolow, P. S., Bowles, K. H., Hand, K. E., & George, J. (2013). Use of
a human factors approach to uncover informatics needs of nurses in documentation of care.
International Journal of Medical Informatics, 82(11), 1068–1074.
http://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2013.08.007
Rusmianingsih, N. (2012). Hubungan Penerapan Metode Pemberian Asuhan Keperawatan
Tim Dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Kabupaten Tanggerang. Universitas Indonesia, 48–101.
Spitzer, R. (2008). Teamwork, Teams, and Reality. Nurse Leader,6(6),6,49.
http://doi.org/10.1016/j.mnl.2008.09.006
Bidang ilmu: Manajemen Keperawatan
HUBUNGAN KOMUNIKASI SBAR DENGAN PELAKSANAAN TIMBANG
TERIMA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD Dr. A. DADI TJOKRODIPO
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2019
Dewi Kusumaningsih1), Reva Monica2)
1) Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
2) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati
E-mail : [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Pelaksanaan timbang terima seringkali menjadi permasalahan di beberapa
Rumah Sakit, hasil wawancara yang dilakukan di ruang rawat inap, terhadap 3 orang
kepala ruangan dan 3 orang ketua tim, serta 2 orang penanggung jawab operan shift.
Mengatakan bahwa timbang terima menggunakan komunikasi SBAR sudah ditetapkan
sejak tahun 2017. Namun pelaksanaan timbang terima belum berjalan dengan optimal. Hasil
penilaian tentang pelaksanaan timbang terima menggunakan komunikasi SBAR, dari 8
perawat, 5 perawat (62.5%) dengan pelaksanaan timbang terima kurang baik, dan 3 orang
perawat (37.5%) dengan timbang terima baik.
Tujuan: Diketahui hubungan komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang terima
perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019.
Metode: Jenis penelitian ini adalah Kuantitatif. Desain penelitian ini survey analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dan sampel yang digunakan adalah seluruh perawat di
ruang rawat inap yaitu sebanyak 50 orang. Pengambilan sampel pada penelitian adalah total
sampling Uji statistik menggunakan uji chi square
Hasil : Hasil analisa data menggunakan uji chi square didapat nilai p-value = 0.008 (<0,05)
Yang artinya ada hubungan komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang terima perawat
di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019. dengan
nilai OR = 6,120.
Kesimpulan : Ada hubungan antara komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang
terima di RSUD Dr. A Tjokrodipo Bandar Lampung. Saran kepada pelayanan institusi
kesehatan untuk melakukan operan setiap pergantian shift/ operan, mempersiapkan masalah
keperawatan yang masih muncul dan intervensi yang belum dilakukan, serta menyiapkan
rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan. Bagi perawat tidak menjelaskan tepat
disamping pasien dengan suara lantang, tidak menggunakan bahasa yang baku sehingga
mudah dipahami oleh pasien, dan memperkenalkan diri kepada pasien saat melakukan
SBAR.
Kata Kunci : Komunikasi SBAR, Pelaksanaan Timbang Terima Peraw
ABSTRACT
Background: The implementation of handover is often a problem in several hospitals, the
results of interviews conducted in the inpatient room, of 3 head of the room and 3 team
leaders, and 2 people in charge of the operand shift. Said that the handover using SBAR
communication has been established since 2017. However, the handover is not yet running
optimally. The results of the assessment of the implementation of handover nurses using
SBAR communication, from 8 nurses, 5 nurses (62.5%) with the implementation of the
handover was not good, and 3 nurses (37.5%) with a well-received balance.
Objective: Known the correlation of SBAR communication with the implementation of
handover nurses in the inpatient room of RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung in
2019.
Methods: This type of research is quantitative. The design of this research was the analytic
survey with a cross-sectional approach. The population and sample used are all nurses in the
inpatient room as many as 50 people. Sampling in the study is total sampling Statistical tests
using the chi-square test
Results: The results of data analysis using the chi-square test obtained p-value = 0.008
(<0.05) which means that there is a relationship between communication SBAR with the
implementation of handover nurses in the Inpatient Room Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar
Lampung in 2019 with an OR value = 6.120.
Conclusion: There is a correlation between SBAR communication and the acceptance and
evaluation
process at RSUD Dr. A Tjokrodipo Bandar Lampung. Suggestions for health institution
services to make the shift every shift/operand, prepare nursing problems that still arise and
interventions that have not been done and prepare general plans and preparations that need to
be done. For nurses do not explain right beside the patient in a loud voice, do not use standard
language so that it is easily understood by patients, and introduce themselves to patients when
doing SBAR.
Keywords : SBAR Communication, Implementation of Handover Nurses
Alamat korespondensi: [email protected]
Email: [email protected]
Nomor Hp:
PENDAHULUAN
SBAR dapat digunakan dalam berkomunikasi praprosedur yang akan dilakukan ke pasien,
selama timbang terima, atau setiap saat ada perubahan yang tak terduga dalam perawatan
pasien (Haig; Sutton; Whittington, 2006; Rachmah, 2018). Hingga saat ini, hampir semua RS
di Indonesia mengimplementasikan komunikasi SBAR. Kesalahan dalam pelayanan
kesehatan tidak hanya ditemui di internasional. Dari publikasi KKP-RS (2010) diketahui
bahwa angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Indonesia sebanyak 21.58% dan angka
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) sebanyak 11.31%. Utarini (2011), guru besar FK UGM,
mengungkapkan penelitiannya pada pasien rawat inap di 15 RS. Hasil penelitiannya pada
4.500 rekam medik menunjukkan angka KTD yang sangat bervariasi, yaitu 8.0% - 98.2%
untuk diagnostic error dan 4.1% -91.6% untuk medication error.
Insiden keselamatan pasien di dunia umumnya disebabkan karena permasalahan komunikasi.
Sebesar 67% dari 2.900 sentinel events di Amerika Serikat pada 1995-2005 disebabkan oleh
miskomunikasi (Karen, 2007). Dari 2004 hingga 2005, 25-41% dari kejadian sentinel di
Australia disebabkan oleh kegagalan komunikasi (Australian Institute of Health and Welfare
& the Australian Commission on Safety and Quality in Health Care, 2007; Wakefield, 2007;
Rachmah, 2018).
Kusumapradja (2012) mengatakan bahwa 66% sentinel events yang dilaporkan
disebabkan oleh permasalahan komunikasi, terutama komunikasi saat timbang terima.
Miskomunikasi saat timbang terima sangat berdampak terhadap pemberian asuhan pasien di
RS, sehingga perlu dilakukan penelitian memberikan solusi terbaik dari permasalahan
tersebut. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi SBAR
dalam timbang terima pasien. Komunikasi efektif berbasis SBAR adalah kerangka teknik
komunikasi yang disediakan untuk berkomunikasi antar petugas kesehatan dalam
menyampaikan kondisi pasien (Permanente, 2011; Suardana, 2018).
Pelaksanaan timbang terima seringkali menjadi permasalahan di beberapa Rumah Sakit.
Timbang terima penting untuk menjaga kesinambungan layanan keperawatan selama 24 jam.
Di RS Panti Waluyo Surakarta didapatkan beberapa temuan angka insiden keselamatan
pasien dalam bulan Juli sampai dengan Desember 2014, yang disebabkan oleh karena proses
timbang terima pasien yang tidak sesuai prosedur, diantaranya jadwal operasi yang
mundur, kejadian, pemberian obat yang tidak sesuai intruksi dokter, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi yang tertunda (Farida, 2015).
Menurut Ovari (2015) timbang terima merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan
menerima sesuatu (informasi) yang berkaitan dengan keadaan klein. Timbang terima klien
harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat jelas dan lengkap
tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan
perkembangan klien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga
kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima
dilakukan oleh perawat primer antar shift secara tulisan. Sedangkan menurut (Rushton 2010;
Ovari, 2015) timbang terima pasien adalah salah satu bentuk komunikasi perawat yang
merupakan bagian dari aktivitas manajemen keperawatan. Timbang terima menyangkut
keseluruhan dari fungsi manajemen. Timbang terima pasien dirancang sebagai salah satu
metode untuk memberikan informasi yang relevan pada tim perawat setiap pergantian shift.
Sebagai petunjuk praktis memberikan informasi mengenai kondisi terkini pasien, tujuan
pengobatan, rencana perawatan serta menetukan prioritas pelayanan.
Dalam upaya menjaga mutu pelayanan keperawatan di sarana kesehatan yang berhubungan
keselamatan pasien, banyak faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang dalam pelaksanan
tindakan, termasuk pelaksanaan perawat dan keselamatan pasien (patient safety) dalam
berkomunikasi efektif salah satunya pada saat perawat melakukan timbang terima (Farida,
2015).
Dalam pelaksanaan timbang terima terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
timbang terima adalah keterampilan komunikasi, strategi/ standar timbang terima,
penggunaan teknologi, pendidikan dan pelatihan, keterlibatan staf serta kepemimpinan
(Agustin, Wijaya, Habibi, 2014; Fauziah, 2017).
Penelitian Kristianto, 2009. Hal yang perlu diperhatikan terhadap pelaksanaan timbang
terima pasien untuk melihat keadaan pasien dan klarifikasi data karena pada pernyataan ini
hanya 37 responden yang menjawab selalu atau ada operan 61,7%. Nilai dari pernyataan ini
sedikit dibandingkan dengan pernyataan yang lainnya (Manopo, 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo kota Moejokerto
pelaksanaan operan hanya 59,12% sedangkan pada penelitian yang dilakukan di RS dr.
Hasan sadikin pada tahun 2005 oleh kurniawan yudianto, pelaksanaan operan hanya
56,6%. Apabila operan tidak dilaksanakan dengan baik maka akan terjadi keterlambatan
diagnosa dan pemberian pengobatan, pemeriksaan yang berlebihan, kepuasan pasien
rendah dan hari rawat lebih lama. Berdasarkan SOP (Standar Operasional Prosedur) operan
antar shift, dibagi dalam 3 sesi yaitu persiapan, pelaksanaan dan penutupan. Pada
persiapan operan, hasil yang didapatkan 38 responden atau 63,3% menjawab selalu
berkumpul di nurse station sebelum mereka bertugas dan 22 responden atau 36,7%
menjawab kurang. Persiapan sebelum melakukan operan pasien sangat penting karena
berhubungan juga dengan kedisplinan waktu.
Hasil observasi berdasarkan kuisioner tentang pelaksanaan timbang terima menggunakan
komunikasi SBAR, dari 8 perawat yang diberikan kuisioner, 5 perawat (62.5%) dengan
pelaksanaan timbang terima kurang baik, dan 3 orang perawat (37.5%) dengan timbang
terima baik. Sesuai dengan pengalaman peneliti pada saat melakukan dinas praktek klinik
keperawatan di RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo, pernah terjadi kesalahan pemberian asuhan
keperawatan pada Pasien dengan riwayat penyakit Edema paru, dikarenakan perawat tersebut
tidak mengikuti pelakasanaan timbang terima, sehingga terjadi kesalahan pemberian
intervensi.
Berdasarkan kurangnya pelaksanaan timbang terima menggunakan komunikasi SBAR maka
peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Komunikasi SBAR Dengan
Pelaksanaan Timbang Terima Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo
Bandar Lampung Tahun 2019”
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Jenis penelitian kuantitatif
adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau kualitatif yang
diangkakan (Notoadmodjo, 2018). Rancangan dalam penelitian ini menggunakan desain
Survei Analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun
2019 sebanyak 50 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Komunikasi SBAR
Tabel 1
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat dari 50 responden dengan komunikasi SBAR dengan kategori
kurang baik sebanyak 27 responden (54,0%) dan kategori baik sebanyak 23 responden
(46,0%).
Pelaksanaan Timbang Terima
Dari tabel 2 diatas dapat dilihat dari 50 responden yang memiliki pelaksanaan timbang terima
dengan kategori kurang baik sebanyak 22 responden (44,0%) dan pelaksanaan timtang terima
baik sebanyak 28 responden (56,0%)
Analisa Bivariat
Hubungan Komunikasi SBAR dengan Pelaksanaan Timbang Terima
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat 50 responden yang komunikasi SBAR kurang baik 27
responden (54,0%) dengan pelaksanaan timbang terima kurang baik 17 responden
(34,0%) dan pelaksaan timbang terima baik sebanyak 10 responden (20,0%), sedangkan
komunikasi SBAR baik sebanyak 23 responden (46,0%) dengan pelaksanaan timbang
terima kurang baik 5 responden (10,0%) dan pelaksaan timbang terima baik sebanyak 18
responden (36,0%).
Hasil analisa data menggunakan uji chi square didapat nilai p-value = 0.008 (<0,05) Yang
artinya ada hubungan komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang terima perawat di
Ruang Rawat Inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019,
dengan nilai OR = 6,120 yang artinya perawat yang memiliki komunikasi SBAR yang kurang
baik akan 6 kali berpeluang rendah melaksanakan timbang terima kurang baik.
Pembahasan
Analisa Univariat
1. Distribusi Frekuensi Komunikasi SBAR Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. A. Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat dari 50 responden dengan komunikasi SBAR dengan kategori
kurang baik sebanyak 27 responden (54,0%) dan kategori baik sebanyak 23 responden
(46,0%). Sebagian besar responden memiliki komunikasi SBAR kurang baik sebanyak 27
responden (54,0%)
Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Tapen (1995; Bahtiar, 2015) Komunikasi
sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, dan pemberian nasihat yang terjadi
antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama. Komunikasi juga merupakan suatu seni
untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga
orang lain dapat mengerti dan menerima.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ovari (2018) judul “Hubungan Pelaksanaan
Metode Komunikasi: Situation, Background, Assesment, Recomendation (Sbar) Saat
Timbang Terima Tugas Keperawatan Dengan Kepuasaan Kerja Perawat Di Ruang Rawat
Inap RSUD Solok” Hasil komunikasi SBAR tidak dilaksanakan dengan baik 31
responden (53,4%), dan komunikasi SBAR dilaksankan dengan baik sebanyak 27 responden
(46,6%).
Menurut peneliti Komunikasi jika tidak dilakukan dengan baik akan menjadi akar penyebab
insiden keselamatan pasien. Misalnya mengakibatkan memburuknya kondisi klinis pasien
atau bahkan kematian. Namun, selain menjadi ancaman bagi keselamatan pasien, komunikasi
yang efektif juga merupakan alat untuk mengurangi insiden keselamatan pasien.
Komunikasi dan membagikan informasi adalah bagian penting dari praktik keperawatan.
Salah satu komunikasi efektif dapat dibuktikan pada pelaksanaan timbang terima.
Pada penelitian ini terdapat 3 aspek yang belum memenuhi pelaksanaan Komunikasi SBAR
dengan baik, ditinjau dari kuisioner yang telah diisi oleh responden, seperti perawat
sebaiknya memperkenalkan diri pada pasien, perawat seharusnya menggunakan bahasa yang
baku sehingga tidak dipahami oleh pasien, dan perawat tidak menyampaikan permasalahan
serta melaporkan riwayat permasalahan pada pasien.
2. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Timbang Terima Perawat Di Ruang Rawat Inap RS A.
Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019
Dari tabel 2 diatas dapat dilihat dari 50 responden yang memiliki pelaksanaan timbang
terima dengan kategori kurang baik sebanyak 22 responden (44,0%) dan pelaksanaan
timtang terima baik sebanyak 28 responden (56,0%). Sebagian besar responden memiliki
pelaksanaan timbang terima baik sebanyak 28 responden (56,0%). Sejalan dengan pendapat
yang dikemukan oleh Nursalam (2017) Timbang terima adalah suatu cara dalam
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien.
Timbang terima harus dilakukan secara efektif dengan menjelaskan secara singkat, jelas
dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/
belum, dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga
kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima
dilakukan oleh perawat primer keperawatan kepada perawat primer (penanggung jawab)
dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marlin (2018) judul “Hubungan Timbang
Terima (Operan Shift) Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Bangsal Rsu
Gmim Pancaran Kasih Manado” Hasil univariat diketahui menunjukan bahwa dari total 44
responden terdapat 40 responden (90,9%) yang menyatakan bahwa timbang terima di ruang
rawat inap bangsal RSU GMIM Pancaran Kasih Manado berada dalam kriteria baik
sedangkan 4 responden lainnya (9,1 %) menyatakan bahwa timbang terima di ruang rawat
inap bangsal RSU GMIM Pancaran Kasih Manado dalam kriteria kurang baik.
Tingkat pendidikan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo
Bandar Lampung, dengan pendidikan terbanyak D3 sebanyak 24 responden (48,0%),
Ners sebanyak 20 responden (40,0%), S1 sebanyak 6 responden (12,0%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marlin (2018) dari 34
perawat pelaksana (77,3%) berpendidikan Diploma (D III), 7 perawat berpendidikan SI dan 2
perawat lainnya berpendidikan Ners. Berdasarkan hasil tersebut peneliti menyimpulkan
bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menciptakan kinerja yang
baik.
Menurut teori Notoatmodjo (2007) Pendidikan sangat berperan penting dalam menentukan
kualitas hidup seseorang yang akan memperoleh pengetahuan dan mengaplikasikannya,
semakin tinggi pendidikan maka akan semakin berkualitas dari hal yang belum tahu menjadi
tahu. Pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi pengetahuan, sedangkan pengetahuan
merupakan faktor predisposisi dalam berprilaku positif, karena dengan pengetahuan
seseorang akan mulai mengenal atau mencoba melakukan suatu tindakan.
Pendidikan adalah faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, karena pendidikan
adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar dapat
memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah mereka menerima
informasi, dan semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Peneliti berasumsi bahwa
pendidikan juga mempengaruhi terhadap pelaksanaan tugas. Dengan pendidikan hampir
seluruhnya D3 keperawatan maka sikap responden dalam pelaksanaan tugas berpengaruh.
Untuk itu, pelaksanaan timbang terima pasien dapat dipengaruhi oleh pendidikan responden.
Peneliti juga setuju dengan teori Notoatmodjo (2007), yang dapat disimpulkan semakin tinggi
pendidikan semakin mudah mereka menerima informasi. Dengan semakin banyak responden
yang berpendidikan D3 keperawatan semakin kurangnya pelaksanaan timbang terima yang
dilakukan di ruangan berdasarkan SOP yang telah ditentukan oleh Rumah Sakit.
Menurut peneliti timbang terima pasien adalah salah satu bentuk komunikasi perawat yang
merupakan bagian dari aktivitas manajemen keperawatan. Timbang terima menyangkut
keseluruhan dari fungsi manajemen. Timbang terima pasien dirancang sebagai salah satu
metode untuk memberikan informasi yang relevan pada tim perawat setiap pergantian shift.
Sebagai petunjuk praktis memberikan informasi mengenai kondisi terkini pasien, tujuan
pengobatan, rencana perawatan serta menetukan prioritas pelayanan.
Pada penelitian ini terdapat 3 aspek yang belum memenuhi pelaksanaan timbang terima
dengan baik, ditinjau dari kuisioner yang telah diisi oleh responden, seperti operan timbang
terima tidak dilaksanakan pada saat setiap pergantian shift, atau dengan kata lain perawat
tidak mengikuti pelaksanaan timbang terima, rencana umum dan persiapan yang perlu
dilakukan seperti persiapan operan, pemeriksaan penunjang dan lain sebagainya, dan
mempersiapkan masalah keperawatan yang masih muncul, intervensi keperawatan yang
masih muncul, seperti intervensi keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan.
Analisa Bivariat
1. Hubungan Komunikasi SBAR Dengan Pelaksanaan Timbang Terima Perawat Di Ruang
Rawat Inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat 50 responden yang komunikasi SBAR kurang baik 27
responden (54,0%) dengan pelaksanaan timbang terima kurang baik 17 responden (34,0%)
dan pelaksaan timbang terima baik sebanyak 10 responden (20,0%), sedangkan komunikasi
SBAR baik sebanyak 23 responden (46,0%) dengan pelaksanaan timbang terima
kurang baik 5 responden (10,0%) dan pelaksaan timbang terima baik sebanyak 18 responden
(36,0%).
Hasil analisa data menggunakan uji chi square didapat nilai p-value = 0.008 (<0,05) Yang
artinya ada hubungan komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang terima perawat di
Ruang Rawat Inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019, dengan
nilai OR = 6,120 yang artinya perawat yang memiliki komunikais SBAR yang kurang baik
akan 6 kali berpeluang rendah melaksanakan timbang terima kurang baik.
Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Mundakir (2006) mengatakan bahwa dalam
kehidupan sehari-hari atau lebih spesifik kehidupan perawat dalam menjalankan perannya,
perawat tidak dapat lepas dari keberadaan orang lain. Kepentingan perawat untuk
mendapatkan atau menyampaikan laporan yang jelas dan lengkap dari teman sejawat
(perawat) yang dinas sebelumnya, menyampaikan perkembangan pasien kepada tim
kesehatan lain (dokter, petugas gizi, fisioterapis atau petugas kesehatan lainnya) serta
menyampaikan informasi yang jujur dan jelas kepada pasien dan keluarga pasien adalah
contoh pentingnya komunikasi yang efektif bagi perawat dalam menjalankan tugasnya.
Timbang terima merupakan pengalihan tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk
beberapa atau semua aspek perawatan pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain atau
kelompok profesional secara sementara atau permanen (Australian Medical Association,
2006; Risyati, 2014).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ovari (2018) judul “Hubungan Pelaksanaan
Metode Komunikasi: Situation, Background, Assesment, Recomendation (Sbar) Saat
Timbang Terima Tugas Keperawatan Dengan Kepuasaan Kerja Perawat Di Ruang Rawat
Inap Rsud Solok” Hasil univariat diketahui 53,4%, pelaksanaan komunikasi SBAR pada
timbang terima pasien tidak terlaksana dan 51,7% kepuasaan kerja perawat menyatakan
kurang puas. Hasil bivariat hubungan signifikan antara pelaksanaan komunikasi SBAR
dengan kepuasan kerja perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Tahun 2015 (p = 0.000, OR =
29,000).
Perawat yang memiliki pengetahuan atau pendidikan yang tinggi akan memiliki kemampuan
intelektual yang lebih baik dan kemampuan mereka dalam menganalisa suatu masalah lebih
kritis dan lebih tajam. Begitu pula pengalaman dalam bekerja adalah nilai lebih yang dimiliki
oleh seorang perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan seperti pelaksanaan
timbang terima yang tepat seperti pelaporan untuk operan dituliskan secara langsung pada
format operan yang ditanda tangani oleh ketua tim jaga saat itu juga, melaksanakan timbang
terima di Nurse Station dan Bed pasien, dan mempersiapkan intervensi mandiri dan
kolaborasi yang belum dilakukan untuk dilaporkan.
Menurut pendapat peneliti hubungan yang baik akan sangat membantu perawat dalam
menjalankan tugasnya, baik kepada teman sejawat, tim kesehatan lain maupun kepada pasien
dan keluarga pasien. Responden dengan komunikasi SBAR kurang baik dan pelaksaan
timbang terima baik Responden yang memiliki komunikasi SBAR dengan katagori kurang
baik, sedangkan pelaksanaan timbang terimanya baik. karena terdapat aturan dan penekanan
yang disiplin dari kepala ruangan, serta tanggung jawab dalam diri setiap responden.
Tingginya pengetahuan perawat tentang komunikasi SBAR dipengaruhi oleh tingkat
profesionalitas profesi yang sedang dijalaninya, pada penelitian ini yang menjadi responden
adalah ketua tim perawat yang telah dipercaya sebagai seorang tenaga profesional yang
dianggap mampu untuk melakukan koordinator terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan
kepada pasien.
Sedangkan responden yang memiliki komunikasi SBAR baik, akan tetapi pelaksanaan
timbang terimanya kurang baik dapat disebabkan karena Pelaksanaan timbang terima
dipengaruhi oleh pendidikan perawat, dan lama pengalaman kerja di rumah sakit. Didalam
bekerja seringkali faktor pendidikan merupakan syarat paling pokok untuk fungsi-fungsi
tertentu sehingga dapat tercapainya kesuksesan dalam bekerja. Dengan demikian pada
pekerjaan tertentu, pendidikan akademis sudah tercukupi, akan tetapi pada pekerjaan
lainnya menuntut jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga jenjang pendidikan
seseorang harus sesuai dengan jabatan yang dipegang (M As’ad, 2010).
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah, terdapatnya hubungan yang bermakna antara
komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang terima, komunikasi SBAR yang kurang
baik akan mempengaruhi pelaksanaan timbang terima di Rumah Sakit.
SIMPULAN
Sebagian besar komunikasi SBAR kurang baik sebanyak 27 responden
(54,0%).Sebagian besar pelaksanaan timbang terima baik sebanyak 28 responden
(56,0%).Hasil analisa data menggunakan uji chi square didapat nilai p-value = 0.008
(< α=0,05) yang artinya ada hubungan komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang
terima perawat
SARAN
Diharapkan untuk RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo lebih meningkatkan kembali pelaksanaan
timbang terima dengan menggunakan komunikasi SBAR. Diharpkan perawat saat melakukan
timbang terima dilakukan setiap pergantian shift, rencana umum dan persiapan yang perlu
dilakukan seperti persiapan operan, pemeriksaan penunjang dan lain sebagainya,
mempersiapkan masalah keperawatan yang masih muncul, intervensi keperawatan yang
masih muncul, seperti intervensi keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan. dan bagi
kepala Perawat serta perawat yang bertugas dapat bekerja secara tim untuk pelaksanaan
timbang terima, diharapkan perawat memperkenalkan diri pada pasien, perawat
menggunakan bahasa yang baku sehingga tidak dipahami oleh pasien, dan perawat tidak
menyampaikan persmasalahan serta melaporkan riwayat permasalahan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. (2014; Utami, dkk. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan
Komunikasi SBAR Di Ruang Rawat Inap. Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock
Bukittinggi. Azwar, Saifudin. (2016). Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahtiar, Yayan. (2012). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Bakri, Maria. (2017). Manajemen Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Keperawatan
Profesional. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Cahyono. (2008; Reskiki Utami, dkk. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penerapan Komunikasi SBAR Di Ruang Rawat Inap. Ilmu Keperawatan STIKes Fort De
Kock Bukittinggi.
Farida, Marjani. (2015). Pengaruh Dokumentasi Timbang Terima Pasien Dengan Metode
Situation Background Assessment Recomendation (Sbar) Terhadap Insiden Keselamatan
Pasien Di Ruang Medikal Bedah Rs. Panti Waluyo Surakarta. Surakarta: Stikes Husada.
Fauziah. (2017). Pelaksanaan Timbang Terima Pasien Dengan Dokumentasi Keperawatan
Metode SOAP. Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika Jombang.
Manopo, dkk. (2013). Hubungan Antara Penerapan Timbang Terima Pasien Dengan
Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di Rsu Gmim Kalooran Amurang. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.
Marlin., Kundre., Hamel. (2018). Hubungan Timbang Terima (Operan Shift) Dengan Kinerja
Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Bangsal Rsu Gmim Pancaran Kasih Manado.
Universitas Sam Ratulangi Manado: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran.
Mundakir. (2006) Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dan Pelayanan. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Mursidah, Dewi. (2012). Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien Terhadap
Penerapan Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi.
Notoatmodjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta.
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya, Jakarta: Penerbit Salemba
Medika. Nursalam. (2017). Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya, Jakarta: Salemba
Medika.
Ovari., Isna. (2015). Hubungan Pelaksanaan Metode Komunikasi: Situation,
Background, Assesment, Recomendation (Sbar) Saat Timbang Terima Tugas
Keperawatan Dengan Kepuasaan Kerja Perawat Di Ruang Ruang Rawat Inap Rsud Solok.
Universitas Sumatra Barat: ProgramStudi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Sumbar.
Prabowo, Tri (2019). Komunikasi Dalam Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Malahayati. (2018). Pedoman Penulisan Karya
Tulis Ilmiah Dan Skripsi. Universitas Malahayati: Bandar Lampung.
Rachman. (2018). Optimalisasi Keselamatan Pasien Melalui Komunikasi Sbar Dalam
Handover.
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh: Keperawatan Dasar Dasar Keperawatan, Fakultas
Keperawatan.
Risyati. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Operan Jaga Di
Rsud
Labuang Baji Makassar. Fakultas Kesehatan Universitas Alaudin: Makasar.
Suardana. (2018). Pengaruh Metode Komunikasi Efektif Sbar Terhadap Efektifitas
Pelaksanaan Timbang Terima Pasien Di Ruang Griyatama Rsud Tabanan. Poltekes
Kemenkes Denpasar Bali : Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Denpasar.
Sudresti. (2015). Hubungan Penggunaan Metode Komunikasi Sbar Dengan Kualitas
Pelaksanaan
Bedside Handover Di Ruang Ratna Rsup Sanglah Denpasar. Universitas Udayana: Bali.
Utami, dkk. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Komunikasi SBAR Di
Ruang Rawat Inap. Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittinggi.
Wahyuni. (2012; Utami, dkk. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan
Komunikasi SBAR Di Ruang Rawat Inap. Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock
Bukittinggi.
Volume 1, No. 2
Agustus 2018
REAL in Nursing
Journal (RNJ) Research of Education and Art Link in Nursing Journal
https://ojs.fdk.ac.id/index.php/Nursing/index
Pengetahuan Perawat Terhadap Pelaksanaan
Timbang Terima Pasien Sesuai SOP
Wiwit Febrina, Yenni & Stevani Ramadhani
Program Studi Pendidikan Ners
STIKes Fort de Kock Bukittinggi, Indonesi
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Keywords: Knowledge,
The Implementation of handover
Korespondensi: Wiwit Febrina
Stikes Fort De Kock
Bukittinggi
ABSTRAK
Keperawatan merupakan salah satu profesi terdepan bagi tenaga kesehatan dalam upaya
menjaga mutu tempat pelayanan kesehatan dimasyarakat. Timbang terima merupakan
pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan
pada pasien, dengan mengoptimalkan peran dan fungsi perawat terutama fungsi kemandiri
perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat terhadap
pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP. Jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan adalah
perawat yang berjumlah 101 orang dengan sampel 101 orang yang menggunakan teknik total
sampling. Uji analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Hasil uji statistic
menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan perawat dengan
pelaksanaan timbang terima pasien (p=0,094). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak
terdapat hubungan antara pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan timbang terima pasien
sesuai SOP. Disarankan, rumah sakit untuk terus meningkatkan pengetahuan SDM
keperawatan serta melakukan supervisi pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP.
Pengetahuan Perawat Terhadap Pelaksanaan Timbang
Terima Pasien Sesuai SOP
REAL in
Nursing
Journal (RNJ) R e s e a r c h of E d u c a t i o n a n d Art L i n k in N u r sing J o u r n a l
https://ojs.fdk.ac.id/inde
x.php/Nursing/index
Wiwit Febrina, Yenni & Stevani Ramadhani
ABSTRACT
the quality of health center in the community. Handover is good quality health services to offer a service nursing on a patient care, To optimize the role and function of nurse especially function to independence nurse. This research
Nursing us one of a profession front for health workers in this effort to ensure aims to
know the the relations knowledge of a nurse with patient handover implementation
as procedure. The kind of research used is descriptive analytic with the approach
cross sectional. A population that used is nurse who were 101 people from 101 a
person who uses technique total of sampling. The analysis in use is analysis
univariat and bivariat. The results of the study was obtained 42,6 % nurse possess
wisdom that low and 31.7 % nurse of these stations have the implementation of
patient a less well , testing shows statistic been gained there are the kind of
relationship is meaningless between knowledge a nurse with the implementation of
these stations received patients ( p = 0,094 ). Based on the research done can be
concluded that there was a correlation meaningful of the incentives a nurse with the
implementation of the weigh received patients appropriate with the sop .Was
recommended to researchers , the hospital to continue to motivate nurse in the
implementation of the weigh received patients appropriate with the procedure.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Kata kunci : pengetahuan, pelaksanaan timbang terima.
PENDAHALUAN
Manajemen keperawatan adalah suatu proses kerja melalui anggota staf
keperawatan unuk memberikan asuhan keperawatan secara profesion.Ma najemen
keperawatan dituntut untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan
mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan yang seefektif mungkin bagi individu, keluarga dan masyarakat. Proses
manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai satu
metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2013). Alvarado, et
al (2006) mengatakan bahwa komunikasi berbagai informasi yang diberikan oleh perawat
dalam pertukaran shift yang lebih dikenal dengan timbang terima (handover) sangat
membantu dalam perawatan pasien. Timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat
membantu mengindentifikasi kesalahan serta memfasilitasi kesinambungan perawatan pasien.
Smith, et al (2008) mengungkapkan bahwa rumah sakit merupakan organisasi padat profesi
dengan berbagai karakteristik, komunikasi pada timbang terima (handover) memiliki
hubungan yang sangat penting dalam menjamin kesinambungan, kualitas dan keselamatan
dalam pelayanan kesehatan pada pasien (Dewi, 2012).
Masalah keselamatan pasien merupakan masalah penting dalam sebuah rumah sakit, standar
keselamatan pasien dalam rumah sakit sangat diperlukan untuk menggunakan acuan dari
“Hospital Patient Safety Standars” yang dikeluarkan oleh Join Commision On
Accerditation Of Health Organization dan Illinois pada tahun 2002 yang kemudian
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Pada akhirnya bertujuan untuk
mewujudkan keselamatan pasien butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak dari seluruh
komponen pelayanan kesehatan (Depkes, 2008).
Peningkatan mutu dalam segala bidang khususnya dalam bidang kesehatan salah satunya
melalui akreditasi Rumah Sakit menuju kualitas pelayanan Internasional. Dalam sistem
akreditasi yang mengacu pada standar Joint commission International (JCI) diperoleh
standar yang paling relevan terkait dengan mutu pelayanan Rumah Sakit International Patient
Safety Goals (sasaran international keselamatan pasien) yang meliputi enam sasaran
keselamatan pasien rumah sakit . Salah satu sasaran keselamatan pasien adalah komunikasi
yang efektif yang bias dilakukan oleh perawat saat overan (Kemenkes RI, 2011).
Menurut WHO, 2007 Keselamatan pasien telah menjadi isu dunia yang perlu mendapat
perhatian bagi sistem pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien merupakan prinsip dasar
dari pelayanan kesehatan yang memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi setiap
pasien dalam menerima pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
Collaborating Center for Patient Safety Solutions (JCI) pada tahun 2005 telah memasukan
masalah keselamatan pasien dengan menerbitkan enam program keselamatan pasien dan
sembilan panduan atau solusi keselamatan pasien dirumah sakit pada tahun 2007 (Manopo
dkk, 2013).
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Menurut PPNI, 2010 pelayanan kesehatan yang berkualitas perlu ditunjang dengan pelayanan
keperawatan yang berkualitas, karena pelayanan keperawatan merupakan intergal dari
pelayanan kesehatan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan asuhan
keperawatan 24 jam pada pasien, perawat melakukan tindakan keperawaan yang banyak dan
yang dapat menimbulkan resiko kesalahan yang begitu besar.
Keberagaman pelayanan tersebut apabila tidak dikelolah dengan baik akan berdampak pada
mutu pelayanan keperawatan yang diberikan (Oktafia,2015).
Overan merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan)
yang berkaitan dengan keadaan pasien. Overan pasien harus dilakukan seefektif mungkin
dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tindakan mandiri perawat, tindakan
kolaborasi yang sudah dan yang belum dilakukan serta perkembangan pasien saat itu,
informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan
dapat berjalan dengan sempurna. (Nursalam, 2011).
Menurut penelitian Quiteria Manopo, 2013 melakukan penelitian pada perawat pelaksana di
RSUD GMIM kalooran Amurang, hasilnya tersebut menunjukkan bahwa kategori kurang
baik didapatkan ada 22 orang atau 36,7% dan 38 orang atau 63,3% kategori baik dalam
melakukan timbang terima pasien sesuai dengan SOP, penerapan timbang terima pasien
sesuai dengan SOP masih banyak yang belum melakukan, sehingga keselamatan pasien harus
lebih ditingkatkan lagi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, dan perawat
ruang rawat inap terdapat 101 orang perawat pada bulan Januari - Desember 2016 dari 9
ruangan yaitu ruang Paru, ruang THT, ruang Mata, ruang Neurologi, ruang Interne wanita,
ruang Interne pria, ruang Bedah, ruang Anak, ruang Jantung.
Pelaksanaan timbang terima ini seringkali masih menjadi permasalahan di setiap rumah sakit.
Hasil penelitian Mayasari (2011) di Ruang Kelas I Irna Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP
DR. M. Djamil Padang ditemukan pada pelaksanaan timbang terima (overan) yang
diobservasi pada pergantian shift pagi - sore - malam yang dilaksanakan tiga kali
pertemuan tidak ada yang dilaksanakan dengan efektif dengan rata – rata persentase
yang diperoleh adalah 60.3%. hasil penelitian Hardianti Anthon (2012) tentang penerapan
metode tim (MPKP), masih ada 25,6% perawat yang belum melaksanakan sepenuhnya
timbang terima diruang rawat inap di RSUD Kabupaten Majene.
Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan pada tanggal pada masing- masing perawat di
ruang rawat inap bedah dan ruang rawat inap interne wanita dan pria RSUD Achmad
Mochtar Bukittinggi terhadap orang perawat didapatkan ada 7 orang perawat yang masih
mempunyai pengetahuan yang masih kurang paham terhadap pelaksanaan timbang terima
sesuai SOP.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Pengetahuan Perawat terhadap Pelaksanaan Timbang Terima Pasien Sesuai SOP Di Ruang
Rawat Inap RSUD Dr. Achmad Mochtar.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
METODE
Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional
study. Dimana data yang mengakut variabel independen dan variabel dependen dilakukan
secara bersamaan dan sekaligus.
Populasi adalah keseluruahan objek penelitian atau objek yang diteliti. Adapun populasi
penelitian ini yaitu perawat yang ada diruang rawat inap RSUD Achmad Mochtar kota
Bukittinggi yang berjumlah 101 perawat. Metode pengambilan sampel ini adalah dengan
metode Purpostive Sampling, dimana populasi diambil secara acak sebanyak 30 orang dari
jumlah populasi. Perawat yang ada di ruang rawat inap di RSUD Achmad Mochtar Kota
Bukittinggi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Analisa univariat untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen. Analisa
biariat untuk melihat hubungan keduanya digunakan uji statistic chi-square dengan
menggunakan komputer melalui program komputerisasi. Hasil analisa dinyatakan bermakna
apabila nila p≤0,05 (Notoatmodjo, 2010).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 30 perawat, tercatat 16 perawat (53,3%)
dengan kategori pengetahuan tinggi dan 14 (46,7%) dengan kategori pengetahuan rendah
dalam pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP.
Berdasarkan tabel 2 diketahui dari 30 perawat tercatat 15 perawat (50,0) dengan pelaksanaan
timbang terima pasien sesuai SOP yang baik dan 15 perawat (50,0) dengan pelaksanaan
timbang terima pasien sesuai SOP yang kurang baik.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Hasil analisis tabel 5.4 tentang hubungan pengetahuan perawat dalam pelaksanaan
timbang terima pasien sesuai SOP terdapat 14 responden yang memiliki pengetahuan yang
rendah ada 12 responden (85,7%) yang pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP
yang kurang baik, sedangkan 16 responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi ada 3
responden (18,8%) yang pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP kurang baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan
yang bermakna secara statistik antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan timbang
terima pasien dengan nilai OR= 26,000 yang artinya responden dengan pengetahuan yang
rendah berpeluang melakukan pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP yang kurang
baik.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 perawat diruang rawat inap RSUD Dr. Achmad
Mocthar Kota Bukittinggi tahun 2017 diketahui bawah 16 perawat (53,3%) dengan kategori
pengetahuan tinggi dan 14 (46,7%) dengan kategori pengetahuan rendah dalam pelaksanaan
timbang terima pasien sesuai SOP diruang rawat inap. Menurut Agustin, dkk 2014 bahwa
pengetahuan responden tentang konsep timbang terima didapatkan dari pendidikan mereka
ketika dibangku kuliah sehingga masih bisa diingat dan juga informasi yang didaptkan dari
orang lain. Pendidikan dapat mempengaruhi proses belajar, maka makin tinggi pendidikan
responden makin mudah untuk menerima informasi. Maka dengan demikian, pendidikan
responden sebagian besar adalah D3 sehingga responden mendapatkan informasi bisa dari
orang lain maupun dari media masa.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Agustin, dkk (2014)
tentang Nurses Knowledge With Acceptance Weigh Implementation diketahui bahwa nilai
rata-rata pengetahuan perawat sebagian besar adalah 11,69 sedangkan untuk nilai
minimum adalah 8 dan maksimum adalah 15.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Berdasarkan nilai rerata yang disesuaikan dengan skala instrumen pada penelitian ini,
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang konsep timbang
terima pasien baik.
Berdasarkan analisa peneliti bahwa separoh dari perawat diruang rawat inap di RSUD Dr.
Achmad Mochtar Kota Bukittinggi mempunyai pengetahuan yang baik dalam pelaksanaan
timbang terima dan separoh lagi memiliki pengetahuan yang rendah dalam pelaksanaan
timbang terima sesuai SOP. dan dari teori Notoatmodjo menyimpulkan bahwa dari
pengalaman perawat bekerja akan berpengaruh terhadap pelaksanaan timbang terima yang
dilaksanakan perawat. Hal ini terkait dengan hasil penelitian diketahui bahwa perawat
mengatakan timbang terima dilaksanakan 3x dalm 24 jam disetiap ruangan, perawat juga
mengatakan pelaksanaan timbang terima dilakukan setiap pergantian shif dan perawat
primer dan keduan anggota shift dinas bersama-sama secara langsuang melihat keadaan
pasien dan interaksi yang dilakukan pada pasien dilakukan setiap saat timbang terima,
sebagian perawat mengatakan timbang terima dilakukan tidak selalu dipimpin oleh karu
terkadang timbang teria dipimpin oleh katim, waktu yang digunakan untuk mengunjungi
pasien lebih dari 5 menit juga mampu melaksanakan timbang terima pasien sesuai SOP
dengan baik. Seberapa lama perawat bekerja maka akan semakin menambah
pengalaman dan wawasan perawat yang akan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan
perawat. Untuk itu peneliti setuju dengan teori Notoatmodjo. Pada dasarnya lama kerja juga
dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan timbang terima perawat karena semakin lama kerja
perawat maka semakin baik pelaksanaan timbang terima yang dilakukan, hal ini disebabkan
dari pengalaman perawat yang sudah didapat selama bekerja. Baik atau tidaknya
pelaksanaan timbang terima perawat akan menentukan seberapa jauh perawat memahami
pentingnya timbang terima dilakukan.
Pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 perawat diruang rawat RSUD Dr. Achmad Mochtar
Kota Bukittinggi Tahun 2017 diketahui bahwa terdapat 15 (50,0%) dengan
pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP kurang baik dan 15 (50,0%) perawat
dengan pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP yang baik.
Menurut Manopo, dkk 2013 timbang terima pasien adalah suatu cara dalam
menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien. SOP
antara shift yang ditunjukan kepada seluruh perawat pelaksana dibuat agar terselenggaranya
penyampaian dan penerimaan laporan-laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien.
Sedangkan menurut Nursalam, 2008 pelaksanaan timbang terima ini sangat perlu dilakukan
karena ini manyangkut perkembangan pasien, proses timbang terima dilakukan dengan
berjalan bersama perawat lainnya dan menyampaikan kondisi klien secara akurat didekat
klien.
Hal ini sesuai dengan penelitian oleh manopo, dkk (2011) dengan judul hubungan antara
penerapan timbang terima pasien dengan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di RSU
GMIM Kalooran Amurang. Hasil penelitian terkait dengan perilaku perawat dalam
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
penerapan SOP timbang terima pasien menunjukan kategori kurang baik didapat 22 orang
atau 36,7% dan 38 orang atau 63,3% kategori baik dalam melakukan timbang terima
pasien sesuai dengan SOP.
Berdasarkan analisa penelitian timbang terima yang dilakukan disetiap pergantian shift
seperti malam ke pagi,pagi ke siang mendapatkan bahwa lebih dari separoh perawat yang
melakukan pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP diruang rawat inap RSUD Dr.
Achmad Mochtar Kota Bukittinggi yang tinggi. Dan yang kurangnya dalam melakukan
pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP. Hal ini menunjukan perawat selalu
melakukan tindakan sesuai dengan SOP yang telah diprosedurkan dari rumah sakit.
KESIMPULAN
Ada hubungan terhadap pengetahuan perawat dengan pelaksanaan timbang terima pasien
sesuai SOP. Disarankan, rumah sakit untuk terus meningkatkan pengetahuan SDM
keperawatan serta melakukan supervisi pelaksanaan timbang terima pasien sesuai SOP.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih tidak lupa peneliti ucapkan kepada STIKes Fort De Kock yang telah
membantu dan memfasilitasi peneliti sehingga penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar.
Selanjutnya kepada seluruh responden yang telah berpartisipasi dan bersedia menjadi subjek
dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, dkk, 2014. Nurses Knowledge With Acceptance Weigh Implemetation (Studies In
Dr. Sayidiman Hospital Magetan). Vol 08 No (002) Hal: 1-4 Nursing journal of
STIKes Insan Cendekia Medika Jombang
Alvarado kim, dkk, 2006. Transfer Of Accountablity: Transforming Shift Handover To
Enhance Patient Safetyt Vo. 9 Special Issue. Healthcare Quarterly
Cintya Bawelle, 2013. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan
Pelaksanaan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage
Tahuna. Vol. 1 No.1 Hal: 1-7 ejournal keperawatan (e-Kp)
Dewi, 2012. Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien Terhadap Penerapan Keselamatan
Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di RSUD Raderi Mattaher Jambi. Jurnal Health&Sport, Vo.
5 No. 3 Hal: 646-649 Jurnal Health & sport
Elmiyasna K, & Fitri Mayasari, 2011. Gambaran Keefektifan Timbang Terima (Operan)
Diruang Kelas I IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR. M Djamil Padang. Hal: 1-12
http://www.bromedcentral.com/1472-6955/4/1
Judha, 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Kepatuhan Dalan Pelaksanaan
Standar Operating Prosedur (SOP) Pemasangan Kateter Urin Di Bangsal Rawat Inap Rsud
Panembahan Senopati Bantul.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
K Herman Kassean, & Zaheda N Jagoo, 2005. Managing Change In The Nursing
Mauritus. BMC Nursin. Vol. 4 No.1 Lestasi, T, 2015. Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka
Penelitian Kesehatan. Dalam. Buku, Nuha Medika. Yogyakarta
Manopo, Dkk, 2011. Hubungan Antara Penerapan Timbang Terima Pasien Dengan
Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di RSU GIM Kalooran Amuran.
Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Dalam, Buku. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 4. Dalam. Buku, Salemba Medika.
Nursalam,2013. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 3. Dalam. Buku, Salemba Medika.
Nyoman, Ni, 2015. Hubungan Penggunaan Metode Komunikasi SBAR Dengan Kualitas
Pelaksanaan Bedside Handover Diruang Ratna RSUP Sanglah Denpasar. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.
Rahayu yulia, dkk,2016. Gambaran Penerapan Handover Antar Shift Oleh Perawat dengan
Menggunakan Metode SBAR di Gedung Kemuning RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Vol.
10, No. 1. Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan.
Simamora H. Roymond, 2012. Manajemen keperawatan. Dalam. Buku, Kedokteran
Suarli. S, Yanyan Bahtiar. Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis. Dalam. Buku, Erlangga.
Sugiyati, 2014. Hubungan Pengetahuan Perawat Dalam Dokumentasi Keperawatan
Dengan Pelaksanaannya Di Rawat Inap RSI Kendal.
Suryata, dkk, 2016. Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kedisiplinan Pelaksanaan Timbang
Terima Diruang Anggrek RSUD Manembo Bitung. E -Jurnal Sariputra, Vol. 3 No. 1
Hal: 71-75 E-Jurnal Sariputra
Wawan. A, & Dewi M. 2011. Teori Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia
Dilengkapi Contoh Kuesioner. Dalam. Buku, Nuha Medika : Yogyakarta
Wibowo, 2011. Manajemen Kinerja. Dalam. Buku, Jakarta : Rajawali Pers
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
HUBUNGAN PELAKSANAAN TIMBANG TERIMA DENGAN KINERJA
PERAWAT PELAKSANA DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN
KEPERAWATAN DI INSTALASI RAWAT INAP ANGGREK 2 RSUP
PROF DR. R. D. KANDOU MANADO
Engryne Nindi1, Frida Mendur2, Deiby Lisye Marentek3
1,2,3Universitas Pembangunan Indonesia
E-mail coressponding author:
ABSTRAK
Dokumentasi merupakan aspek penting dalam praktik keperawatan. Semua informasi mengenai keadaan
klien dan kebutuhan keperawatannya harus berdasarkan fakta sehingga tidak terjadi salah interpretasi
selama klien dalam perawatan, dokumentasi juga berguna sebagai panduan penggantian biaya perawatan,
bahan pemeriksaan jaminan mutu, dan dokumen legal sebagai bukti hukum di pengadilan. Timbang
terima merupakan hal yang penting dalam dunia keperawatan karena semua informasi terbaru tentang
pasien dapat diketahui semua perawat yang dinas. Tujuan penelitian ini adalah teridentifikasi
pelaksanaan timbang terima, teridentifikasi kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan, teranalisis hubungan pelaksanaan timbang terima dengan kinerja perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, bersifat Deskriptif Analitik. Populasi
dari penelitian ini adalah Perawat di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado, dengan sampel 32 orang. Data di ambil menggunakan lembar kuesioner, disajikan dalam bentuk
tabel dan dianalisis dengan menggunakan SPSS, Uji Chi Square. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
terdapat hubungan motivasi kerja perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi
Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi
kerja yang tinggi akan meningkatkan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Kata kunci: Motivasi, Pendokumentasian, Asuhan Keperawatan.
ABSTRACT
Documentation is an important aspect of nursing practice. All information about the client's state and the needs of its care must be based on the fact that no misinterpretation occurs during the client's treatment, documentation is also useful as a guide to reimbursement of
maintenance, inspection materials Quality assurance, and legal documents as evidence of the law in court. Weigh-in is important in the nursing world because all the latest information
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
about the patient can be known to all the nurses who are Dinas. The purpose of this research is to be identified with the implementation of the weighing, identified by the performance of nursing in the treatment of nursing care, analysis of the implementation of the weighing in the
performance of nurses in the maintenance documentation Nursing in Inpatient installation
Orchids 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. The type of research used is quantitative, descriptive analytic. The population of this research is the nurse at inpatient installation
Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, with a sample of 32 people. Data is taken using a questionnaire sheet, presented in tabular form and analyzed using SPSS, Uji Chi
Square. The results of this study showed that there is a motivation relationship with nursing work with the treatment of nursing care in Inpatient installation Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado, so it can be said that the high working motivation will be Improve nursing care.
Keywords: motivation, documentation, nursing care.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan yang bermutu merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh perawat.
Pelayanan keperawatan yang bermutu memerlukan tenaga profesional yang didukung oleh
faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal tersebut ialah peran pemimpin atau manager.
Salah satu peranan pimpinan ialah menerapkan sistem atau timbang terima pasien.
Timbang terima merupakan komunikasi yang dilakukan perawat saat pergantian dinas.
Masing-masing perawat berperan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab masing-
masing. Profesionalisme pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat ditingkatkan melalui
pengoptimalan peran dan fungsi perawat khususnya pelayanan keperawatan mandiri. Hal
ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang efektif antar perawat, maupun
dengan tim kesehatan yang lain. Salah satu komunikasi yang harus ditingkatkan
efektifitasnya adalah saat pergantian shift (timbang terima pasien).
Tujuan dari timbang terima ini adalah menyediakan waktu, informasi yang akurat
tentang rencana keperawatan, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan
terjadi dan antisipasinya. Timbang terima merupakan suatu cara dalam menyampaikan dan
menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadan klien (Nursalam, 2012).
Perawat melakukan timbang terima dengan berjalan bersama dengan perawat lainnya dan
menyampaikan kondisi pasien secara akurat di dekat pasien. Cara ini lebih efektif dari pada
harus menghabiskan waktu orang lain untuk membaca dan akan membantu perawat dalam
menerima timbang terima secara nyata. Clair dan Trussel dalam Kerr (2001) menyusun
pengertian dari handover merupakan komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang
dilakukan oleh perawat pada perghantian shift jaga.
Keakuratan data yang diberikan saat timbang terima sangat penting, karena dengan
timbang terima ini maka pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan akan bisa
dilaksanakan secara berkelanjutan, dan mewujudkan tanggung jawab dan tanggung
gugat dari seoang perawat. Bila timbang terima tidak di lakukan dengan baik, maka
akan muncul kerancuan dari tindakan keperawatan yang diberikan karena tidak adanya
informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pemberian tindakan keperawatan. Hal ini
akan menurunkan kualitas pelayanan keperawatan dan menurunkan tingkat kepuasan
pasien (Nursalam 2014).
Salah satu penilaian kinerja perawat juga di nilai dari manajemen keperawatan ruangan.
Timbang terima merupakan bagian dari fungsi manajemen yang harus dijalankan dengan
baik dan benar agar kualitas pelayanan keperawatan menjadi berkualitas (Nursalam 2014).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lestari, dkk, (2014) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara operan dengan metode SBAR dengan pendokumentasian,
implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan di Flamboyan II RSUD Kota Salatiga.
Demikian juga dengan Dewi (2012) yang menyatakan bahwa timbang terima dari
perawat pelaksana sangat berpengaruh terhadap keselamatan pasien di RSUD Raden
Mattaher Jambi. Keselamatan pasien merupakan cerminan dari kinerja perawat pelaksana
yang mengutamakan keselamatan pasien. Berdasarkan hasil survei peneliti, jumlah
perawat pelaksana Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
Manado, secara keseluruhan berjumlah 32 orang perawat pelaksana yang terbagi atas
Ruang Anggrek Atas 19 perawat, Ruang Anggrek Bawah 13 perawat pelaksana. Hasil
pengamatan peneliti terhadap 20 catatan catatan asuhan keperawatan di Instalasi Rawat
Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, 7 catatan dokumentasi
asuhan keperawatan lengkap, 13 catatan asuhan keperawatan belum lengkap pada
masing-masing tahap proses keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi. Kualitas
dokumentasi masih sangat jauh dari memadai, yang akibatnya tindakan keperawatan akan
tidak akurat sehingga nilai pelayanan keperawatan menurun. Hal ini menggambarkan
kinerja perawat secara keseluruhan. Nilai BOR (Bed Occupational Range) angka
penggunaan tempat tidur di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado untuk bulan Januari sampai Maret tahun 2017, rata-rata mencapai 92%.
Prosentasi penggunaan tempat tidur yang melebihi nilai normal yaitu 65-80% yang
merupakan indikator penilaian pelayanan keperawatan di rumah sakit. Nilai BOR yang
melebihi nilai normal menggambarkan tentang kinerja perawat yang belum optimal. Nilai
BOR merupakan salah satu indikator penilaian palayanan keperawatan di rumah sakit
(Nursalam,2014).
Hasil pengamatan peneliti terhadap beberapa perawat pelaksana saat pergantian shift
didapati bahwa pelaksanaan timbang terima di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado dinilai belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih ada
pergantian shift yang tidak melakukan timbang terima, hanya sebatas membaca catatan
asuhan keperawatan dari perawat yang jaga sebelumnya. Timbang terima dilaksanakan
hanya pada pagi hari bertepatan pergantian shift dinas malam ke dinas pagi karena
biasanya pada pagi hari terus dipantau oleh kepala ruangan. Sebagai akibat dari kurang
optimalnya pelaksanaan tinbang terima tersebut sehingga banyak terjadi miskomunikasi
bagi perawat yang dinas di shift berikutnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian telah dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado pada bulan Agustus 2017. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
perawat yang bertugas di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado sebanyak 32 perawat. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh perawat
pelaksana si Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado berjumlah 32 perawat pelaksana (total populasi) yang terdiri dari 19 perawat di
Ruang Anggrek 2 Atas dan 13 perawat di Ruang Anggrek 2 Bawah.
Teknik Pengambilan Data
Pada penelitian ini penggambilan data dilakukan dengan dua cara, yaitu observasi dan
pengumpulan data melalui kuesioner. Observasi dilakukan dengan mengamati kinerja
perawat di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. Observasi
dilakukan saat timbang terima berlangsung. Kuesioner digunakan untuk mengukur
variabel penelitian, yaitu timbang terima dan kinerja perawat.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden Menurut Umur
Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Berdasarkan Umur Responden di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa responden dengan kelompok umur 26
sampai 35 tahun merupakan responden terbanyak dengan jumlah responden 26 orang
atau sekitar 81,3 % dari total responden. Di urutan kedua kelompok umur 36 sampai 45
tahun dengan jumlah 4 orang atau sekitar 12,5%, di urutan ketiga dengan kelompok
umur 17-25 tahun dengan jumlah responden 2 orang atau sekitas 6,3 % dari total 32
responden.
Karaketristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Karakteristik responden menurut jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel 5.2 di
bawah ini.
Tabel 5.2
Distribusi Karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin responden di Instalasi Rawat Inap
Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2017
Keterangan pada tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin
perempuan merupakan responden terbanyak dengan jumlah responden 22 orang atau
sekitar 68,8% dari total responden. Di urutan kedua responden dengan jenis kelamin laki-
laki dengan jumlah 10 orang responden atau sekitar 31,3% dari total 32 responden. Dalam
penelitian ini, jenis kelamin perempuan lebih banyak menjadi responden disebabkan
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
karena perawat yang paling banyak bekerja di rumah sakit ini berjenis kelamin
perempuan.
Karakteristik Responden Menurut Pendidikan
Karakteristik responden menurut pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 5.3 di
bawah ini.
Tabel 5.3
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Instalasi Rawat
Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2017.
Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat dilihat bahwa responden dengan pendidikan Ners
merupakan responden terbanyak dengan jumlah responden 13 orang atau sekitar 40,6%
dari total responden. Di urutan kedua responden dengan pendidikan D3 dengan jumlah
11 orang responden atau sekitar 34,4% dari total 32 responden, di urutan ketiga responden
dengan pendidikan S1 dengan jumlah responden 8 orang atau sekitar 25% dari total 32
responden.
Distribusi Variabel Pelaksanaan Timbang Terina
Distribusi variabel pelaksanaan timbang terima dapat dilihat pada table 5.4.
Tabel 5.4
Distribusi variabel Penelitian Berdasarkan Pelaksanaan Timbang Terima di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Tahun 2017.
Berdasarkan tabel 5.4 di atas maka dapat dilihat bahwa pelaksanaan timbang terima di
Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada
umumnya baik. Sebanyak 18 responden atau sekitar 56,3% dari total 32 responden
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
menilai bahwa pelaksanaan timbang terima baik. Sementara pelaksanaan timbang
terima yang kurang baik berada pada 14 responden atau sekitar 43,8% dari 32 responden.
Distribusi Variabel Kinerja Perawat Pelaksana
Distribusi variabel kinerja perawat pelaksana dapat dilihat pada tabel 5.5 di bawah ini.
Tabel 5.5
Distribusi Variabel Penelitian Berdasarkan Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian
Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Tahun 2017.
Berdasarkan tabel 5.5 di atas maka dapat dilihat bahwa pendokumentasian asuhan
keperawatan pada umumnya baik. Kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan yang tergolong baik sebanyak 20 responden atau sekitar 62,5%. Kinerja
perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan yang tergolong kurang baik
sebanyak 12 responden atau sekitar 37,5% dari total 32 responden.
Hubungan Pelaksanaan Timbang Terima Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Tabel 5.7
Tabulasi Silang Variabel Pelaksanaan Timbang Terima Dengan Kinerja Perawat
Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap
Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2017.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
Berdasarkan tabel 5.7 di atas maka dapat dianalisa untuk 14 responden dengan kategori
pelaksanaan timbang terima yang kurang baik, 8 responden (25%) kinerja perawat
pelaksana kurang baik dan resssponden (18,8%) dinilai memiliki kinerja dengan
kategori baik. Kategori pelaksanaan timbang terima yang baik, dari 18 responden, hanya
4 responden (12,5%) memiliki kinerja yang kurang baik dan 14 responden (43,8%),
dinilai memiliki kinerja yang baik. Dari hasil analisis antara pelaksanaan timbang terima
dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
diketahui terdapat hubungan pelaksanaan timbang terima dengan kinerja perawat
pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap
Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, hal ini dibuktikan dengan perolehan
nilai p=0,043 (<nilai α (0,05)) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
handover dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado atau Ho ditolak dan Ha diterima.
HASIL
Gambaran Pelaksanaan Timbang Terima di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan timbang terima di Instalasi Rawat Inap
Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada umumnya baik.. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa pelaksanaan timbang terima yang baik dengan prosentasi
sekitar 56,3% dan 43,8% pelaksanaan timbang terima kurang baik. Pelaksanaan timbang
terima di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
tergolong baik, hal ini disebabkan karena pada saat melakukan timbang terima
(handover), kepala ruangan memimpin proses serah terima pasien; timbang terima pasien
dilakukan oleh perawat pelaksan; timbang terima sesuai waktu yang ditentukan rumah
sakit; timbang terima pasien dilakukan di sisi tempat tidur pasien; timbang terima pasien
antar dinas dilakukan dengan metode lisan; terjadi kesalahan dalam pengobatan
diselesaikan saat timbang terima pasien; perawat pelaksana membahas aspek psikososial
keperawatan selama laporan lisan; perawat pelaksana mengetahui tentang situasi pasien
saat pelaksanaan timbang terima; perawat pelaksana melakukan serah terima secara
tertulis; perawat shift yang mempersiapkan informasi tentang asuhan keperawatan yang
telah dan belum dilakukan saat timbang terima; pelaksanaan timbang terima dihadiri
semua perawat; timbang terima dilakukan setiap pergantian shift dengan tujuan
meningkatkan komunikasi bagi perawat.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
Gambaran Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado
Berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat bahwa kinerja perawat dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado pada umumnya baik. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil
bahwa kinerja perawat yang baik sebanyak 65,2% dan kinerja kurang baik 34,8%.
Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi
Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dikategorikan baik,
hal ini disebabkan karena mulai dari tahap pengkajian, pencatatan data yang dikaji
seduai dengan pedoman pengkajian, data yang dikaji dikelompokkan meliputi
(biopsikososial dan spiritual), data dikaji sejak pasien masuk sampai pasien pulang,
masalah keperawatan dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan
dengan norma dan fungsi kehidupan.
Hubungan Pelaksanaan Timbang Terima Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32 perawat di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan
antara pelaksanaan timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai p dari
hasil uji statistika dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai p sebesar 0,043.
Nilai yang lebih kecil dari nilai alpha (0,05) yang berarti terdapat hubungan pelaksanaan
timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara pelaksanaan timbang terima
dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di
Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian
membuktikan bahwa pelaksanaan timbang terima atau handover di ruangan pada
umumnya berada pada kategori baik. Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan timbang
terima dari perawat pelaksana maupun kepala ruangan sudah baik meskipun masih
terdapat pelaksanaan timbang terima yang kurang baik. Demikian juga dengan
kinerja perawat dalam hal ini dokumentasi keperawatan dinilai baik karena pada setiap
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
tahap mulai dari pengkajian sampai evaluasi dinilai baik meskipun masih ada juga yang
belum lengkap terisi.
KESIMPULAN
1. Pelaksanaan timbang terima di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado pada umumnya baik.
2. Kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado pada umumnya baik.
3. Terdapat hubungan timbang terima dengan kinerja perawat pelaksana dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
DAFTAR PUSTAKA
Amato-Vealy. (2008). Hand-Off Communication. A Requisite For Perioperative Patient
Safety. Aorn Journal, 88 (5): 763-770, (online), (http://www.aornjournal.org, diakses 10
Maret 2017).
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur.
Retrieved from http:/poltekkesjakarta1.ac.id/read-el- es diakses tanggal 12 Maret 2017.
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta
Permanente, K. (2011). SBAR Technique For Communication: A Situational Briefing
Model. Evergreen, Colorado, USA, (online), (http://www.ihi.org, diakses 10 Maret
2017).
Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk.
Jakarta: EGC.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
Rohmah,N.(2012). Proses Keperawatan. Jakarta Arruz Media. Setiadi (2013). Konsep
Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, Edisi Kedua. Penerbit Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Siagian, P. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Sofyandi, H.(2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Graha Ilmu.Yogyakarta.
Suarli, S. & Bahtiar. (2010). Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan
Praktik. Jakarta: Erlangga.
Sujarweni,V.W. (2014) Metodologi Penelitian Keperawatan. Cetakan Pertama.
Penerbitt Gava Media: Yogyakarta.
Tanjary. (2009). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Kinerja Perawat. Diambil
pada tanggal 14 Marett 2017.
Urrahman, Z. (2009). Manajemen Keperawatan Timbang Terima/Operan. Stikesss Patria
Husada. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan Arianti, W.D (2014). Penerapan Timbang Terima di RSU Dr.
Pirngadi Medan. Universitas Sumatera Utara.
Candra, A. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. (online),
(http://aurajogja.files.wordpress.com, diakses tanggal 10 Maret 2017)
Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 22/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan
Daerah.
Depkes RI. (1994). Standar Peralatan, Ruang dan Tenaga Rumah Sakit. Dirjen Yanmed.
Jakarta.
Depkes RI. (2005). Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta:
Depkes.
Dewi, M, (2012). Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien Terhadap Penerapan
Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jurnal
Health and Sport Vol. 1. No. 3.
Friesen, M.A. (2009). Handoff:Implication for Nurses, Nurses First, Volume 2,
Issue 33 May/June 2009.
Hasibuan, M. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke Tujuh Belas.
Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Hidayat, A.A.A. (2009). Pengantar Dokumentasi Keperawatan, Cetakan 1. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta. Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi Dan Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2 Febrina, W; Yenni & Ramadhani, S (2018). RNJ. 1(2) : 60-66
Journal Of Community & Emergency, Volume 5 Nomor 3 Desember 2017
Leonard, M.D. (2014). WIHI: SBAR: Structured Communication And Psychological
Safety In Health Care. (Online). (http://www.ihi.org, diakses 10 Maret 2017)..
Lestari, D.F.A., Suryani, M., Meikawati, W. (2014). Hubungan Penerapan Operan
Dengan Metode SBAR Dengan Pendokumentasian Implementasi dan Evaluasi
Asuhan Keperawatan di Ruangan Flamboyan II RSUD Kota Salatiga. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan (JIKK). Vol.1, No.2. Halaman: 115.
Marwansyah. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Mikos, K. (2007). Monitoring Handoffs For Standardization. Nursing Management, hlm.
16-20, (online), (http://www.nursingmanagement.co m, diakses 10 Maret 2017).
Handover of Patients From Prehospital
Emergency Services to Emergency Departments
A Qualitative Analysis Based on Experiences of Nurses
Ángela Sanjuan-Quiles, PhD, RN; María del Pilar Hernández-Ramón, MSc; Rocío Juliá-
Sanchis, PhD, RN; Noelia García-Aracil, PhD, RN;Mª Elena Castejón-de la Encina, PhD, RN;
Juana Perpiñá-Galvañ, PhD
The process of handing over a patient is de- fined as the transfer of responsibility, clini-cal
information, and care of a patient from one health care professional to another. This pro-
cess involves a series of actions, which guarantee the coordination and continuity of care.
Author Affiliations: Health Sciences Faculty, University of Alicante, Carretera San Vicente del
Raspeig, Spain (Drs Sanjuan-Quiles, Juliá-Sanchis, García-Aracil, Castejón-de la Encina, and
Perpiñá-Galvañ); and Vega Baja Hospital, Orihuela, Alicante, Spain (Ms Hernández-Ramón). The
authors declare no conflicts of interest. This is an open-access article distributed under the terms of
the Creative Commons Attribution-Non Commercial-No Derivatives License 4.0 (CCBY-NC-ND),
where it is permissible to download and share the work provided it is properly cited. The work
cannot be changed in any way or used commercially without permission from the
journal.Supplemental digital content is available for this article. Direct URL citations appear in the
printed text and are provided in the HTML and PDF versions of this article on the journal’s
Website (www.jncqjournal.com).Correspondence: Rocío Juliá-Sanchis, PhD, RN, Health Sciences
Faculty, University of Alicante, Carretera San Vicente del Raspeig s/n -03690 San Vicente del
Raspeig, Spain ([email protected]).
ABSTRACT
Background: During the transfer of patients, both ambulance and hospital emergency
service professionals need to exchange necessary, precise, and complete information for an
effective handover. Some factors threaten a quality handover such as excessive caseload,
patients with multiple comorbidities, limited past medical history, and frequent
interruptions.
Purpose: To explore the viewpoint of nurses on their experience of patient handovers,
describing the essential aspects of the process and areas for improvement, and establishing
standardized elements for an effective handover.
Methods: A qualitative research method was used.
Results: Nurses identified the need to standardize the patient transfer process by a written
record to support the verbal handover and to transmit patient information adequately, in a
timely manner, and in a space free of interruptions, in order to increase patient safety
Conclusions: An organized method does not exist. The quality of handovers could be
enhanced by improve- ments in communication and standardizing the process.
Keywords: communication, emergency department, handover, nursing, prehospital
emergency services
Accepted for publication: June 4, 2018
Published ahead of print: July 18, 2018
DOI: 10.1097/NCQ.0000000000000351
ever, handovers are not devoid of risks due to fac- tors inherent to the organization of
prehospital emergency medical services (PEMS) and hospital emergency departments (EDs),
which can result in errors in communication during the transfer of patients between
health care professionals.3
These factors include the diversity of patient con- ditions attended to by such services, more
than one health care professional caring for any given patient, limited information about
the patient’s medical history, excessive caseload, limited time frames, and continuous
interruptions.4,5
Likewise, PEMS have only one opportunity to transfer information to the ED, and as
such, whatever data are not transmitted, acquired, or recorded in the patient’s clinical notes
during handover are lost.4 These circumstances can lead to discontinuity in care,
increased vari- ability in clinical practice, decreased procedural integrity, and the
occurrence of adverse events in up to 60% to 80% of cases.6,7 To counteract such
unfavorable situations in the organization, standardization and consistency of the han-
dover process, to enhance the effectiveness of communication during handover, is needed.
BACKGROUND
A number of authors have performed research on strategies for improving handover in a
range of contexts, from operating room to pediatric intensive care units.12 ,13 All of
them found that using checklists reduces data loss and medical errors related to failures
in communication, im- proves information content at handover and the quality and
reliability of the information trans- mitted, and enhances clinical safety.13 ,14 Klim et
al,15 in a survey and group discussion forum with ED nurses, identified that the
information received, the past medical history, and vital signs of the patient were not
checked for accuracy by most health care professionals, resulting in an inadequate and
poor-quality handover.16 It is worthy of note that studies related to the transfer of
patients between ambulance services and EDs are limited.10 Due to the fact that the lack
of standardization of handovers increases the likelihood of adverse events, the purpose
of this study was to explore the viewpoint of nurses on their experience of patient
han- dovers, describing the essential aspects of the process, identifying the weak points, and
estab- lishing standardized elements for an effective handover.
METHODS
A qualitative study design was used within the theoretical framework of a content
analysis. To systematically organize the resultant data,17 semistructured, face-to-face
interviews were recorded in an audio format, transcribed verba- tim, and analyzed by 3
independent researchers who did not participate in the interviews.
All participants were informed of the aim of the study, the methods used, and how they
would participate. Prior to being interviewed, informed consent was obtained, and we
received autho- rization from the PEMS management and hos- pital management team to
which the personnel interviewed belonged.
Sample
The initial study sample consisted of 30 nurs- ing professionals from the province of
Ali- cante (Spain). Recruitment was performed via nonprobabilistic intentional sampling,
which in- cluded nurses working in PEMS and EDs who met the following inclusion
criteria: currently employed and having at least 2 years of expe- rience in these specialist
areas. Finally, 12 nurses satisfied the inclusion criteria and participated in the study. Seven of
them were female, and the mean age was 36.2 years. Their average years of experience
were 11.6, and half of the partici- pants were from PEMS.
Procedure
Once participants had been selected, one research team member contacted them via
e-mail. Then, the study was explained, and they were invited to participate. The interviews
were held from March to April 2017. The particular areas of interest of the study were
included in the formulation of 10 open-ended questions, based on the literature review
and the specific aims of the project. Nurses were asked about: (1) standardization of the
process, (2) effectiveness of the transfer process, (3) essential elements to handover, (4)
organization of information, (5) prompting the information to be provided or received,
(6) communication techniques, (7) a proper handover, (8) key information, (9) infor-
mation to continuity of care, and (10) improving the status quo of the transfer of care.
Data analysis
Researchers ensured the data gathered from the interviews were coherent and accurate.
The interviews were recorded in a digital audio format, transcribed verbatim, and
subsequently provided to the participants for the accuracy of the transcription to be
corroborated. The data were processed using a qualitative content analysis
methodology.18 The interviews were analyzed via data triangulation, applying an open
codification system, which consisted of assigning emergent codes to each paragraph or
sentence according to their meaning. These codes were classified into groups according
to similarity. Subsequent to identifying patterns in the transcriptions, the classifications
were divided into topics and subtopics.
170 Handover of Patients From Prehospital Emergency Services to EDs Journal of Nursing Care Quality
April-June 2019 • Volume 34 • Number 2 www.jncqjournal.com 170
Data saturation was reached once 10 inter- views had been transcribed and triangulated
by the research team. Informatics software was not used in performing the content
analysis. Once potential differences with regard to the available literature and/or
conceptual frameworks were identified, the content was examined, and con- sensus
reached on the more relevant data re- lated to each topic and subtopic. The reliability of
qualitative data was achieved via a systematic process of data gathering and analysis.
RESULTS
Four topics and 11 subtopics were generated, as shown in the Supplemental Digital
Content, Table, available at: http://links.lww.com/JNCQ/ A463.
Standardizatin
Within this topic the subtopics were: protocols, clinical safety, and patient-family
participation. Standardization is the process by which an activ- ity is performed in a
previously established me- thodical manner, subject to consensus as the ac- ceptable
procedure for performing certain types of activities or functions.20
When the nurses were asked whether they con- sidered it necessary to standardize the
transfer process, all agreed that the standardization of the process was essential.
Furthermore, 6 of them stated that standardization could avoid data loss, errors, and
mistakes. Consequently, the stan- dardization of the handover process would im- prove
clinical safety. A nurse stated, “Standard- izing the process would be of interest to avoid
omissions and errors and for everyone to work in a more homogenous way.” Also, another
said, “If a protocol existed, we could avoid gaps in information.”
The transfer process
The following subtopics were included with this area: patient details, data organization, and
hos- pital organization. Regarding the question of which information should be included
in the transfer process, all of the nursing profession- als surveyed highlighted the
following areas as important: the presenting complaint or reason for referral, personal
history, allergies, treatment or care received, and medications administered. Six of nurses
considered it essential to know about the previous condition of the patient and the
effectiveness of any treatment administered. Only one of the participants felt it
unnecessary to be informed about IV line, catheters, or oxy- gen therapy, stating that visual
cues are retained and thus they did not require such information to be reported. The ED
nurses highlighted the need to obtain information about the patient and any nursing tasks
performed prior to their arrival. A nurse stated:
171 Handover of Patients From Prehospital Emergency Services to EDs Journal of Nursing Care Quality
April-June 2019 • Volume 34 • Number 2 www.jncqjournal.com 171
The handover brought in by PEMS should in- clude any nursing tasks that have been
per- formed (IV line), the presenting complaint, and main actions performed, and above
all, whether they have had the time or the opportunity to speak with the patient and
family members…[to identify] drug allergies and main medical condi- tions contributing to
the patient reaching a crit- ical state … to know if they found the patient lying on the
floor, if they have seen home oxygen equipment in the house, any information one can get is
always good to know, especially in emer- gency cases. It is noteworthy that each nursing
professional organized information in different ways. They expanded or dismissed
information according to their clinical judgment and mental schemat- ics as a way to
assimilate, organize, and trans- form information into knowledge.21 ,22 A nurse stated,
“Before reaching the hospital, I review everything in my mind, all the medication that
has been administered, all the interventions, the situation the patient has been
through.” An- other nurse said, “I use the following mental schematic: the reason the patient
is being trans- ferred, medication administered, IV line, vital signs.” Another nurse said,
“I don’t use any method for organizing the information in my head. Visual signs,
oxygen therapy, IV line, uri- nary catheter, the way the patient arrives… your eyes pick all
that up and you instantly memorize it … What I do try to memorize is the medication that’s
been given.”
The health care professionals surveyed also believed that an essential part of patient trans-
fers lies in hospital management defining who should be responsible for taking
handover. A nurse stated, “When you work in different places, then you see different
receiving hospitals’ systems. There are hospitals where you are directed to triage and
you speak with a nurse, hospitals where a physician comes out, hospitals where nobody
comes out and you have to go and find someone, because they might be busy with other
things, so I think it also depends on the receiving hospital’s organization.” Other nurse
said, “Some aren’t wearing proper identification, and I know some are nurses and others
aren’t.”
Communication
There were 2 subtopics included here, commu- nication with the appropriate person
and the need to apply communication techniques to ensure the correct transmission
of information provided/received. Communication is defined as the exchange of
information between a speaker and a listener.20 The participants highlighted the
importance of information being provided to the health care professional who will be
respon- sible for the patient. They also underlined the value of information being handed
over between professionals of the same role. A nurse stated that is important to
“know who I have to handover to, which nurse, because sometimes you don’t know
the staff… they should identify themselves clearly, to know who is giving and who should
be receiving the handover of the patient.” Another nurse said, “Actually, PEMS colleagues
don’t seek out the nurse who will be assigned to that patient, we have to ask.
Because there is no protocol, one has to insist to get information … in PEMS, there is only
one opportunity for communication, and you need all the complete details: diagnosis,
procedures performed and medication given, all those basic things, but in a more accessible
place, perfectly visible.” A nurse added, “I think the nurse who will be looking after the
172 Handover of Patients From Prehospital Emergency Services to EDs Journal of Nursing Care Quality
April-June 2019 • Volume 34 • Number 2 www.jncqjournal.com 172
patient should be the one receiving handover.” Handover is “a little chaotic, because
the PEMS nurse hands over to a ED nurse who happens to pass by. I think there should
be an officially designated receiving nurse.”
Only 2 participants, 1 PEMS and 1 ED nurse, believed it necessary to check the
information received with a physician, “I ask the physi- cian about any details I’ve
missed, in order to make the information to be handed over complete.” The other
nurse said, “I often lis- ten to what the PEMS physician tells the ED physician, since
the information is more com- plete than that provided by the nurse. Other times, once
the handover has been given. I com- pare my information with that of the physician.”
Regarding communication techniques, partici- pants were asked about their use of active
listen- ing techniques such as clarification, paraphras- ing, and feedback.23 ,24 A nurse
stated, “People respond affirmatively, as if they are listening to you, but you don’t know
if it’s an automatic re- sponse, you don’t know if they are really cap- turing the
information or not. I think there is a lack of feedback.” Another nurse said, “Of- ten
the nurse tells me the medication that’s been given, and I repeat this back. I focus on
what seems important to me, but I don’t retain all the information the nurse has told me,
and a lot gets lost.” A nurse added, “I use feedback: I repeat what I can remember in case
I’ve missed some-thing.” In addition to verbal feedback, nurses use nonverbal
communication techniques as a tool for confirming receipt of the message.
Clinical records
Three subtopics were identified: on the ver- bal handover and written and digital
medical records. Clinical records are confidential docu- ments that contain patients’ clinical
information. This information includes educational and other patient characteristics and
constitutes an impor- tant administrative element.25 Currently, this in- formation is
recorded either on paper or in a dig- ital format; however, handover between PEMS and
the ED is transmitted verbally.
The interviewees underscored the need to sup- port this verbal handover with a recorded
format without the need for duplicating information. A nurse stated, “If it were backed up
with a writ- ten document it would be fantastic … an easy- to-read document, not overly
lengthy, in which any interventions performed on patients, the rel- evant past medical
history, the medication given, and the reason for the referral are recorded.” An- other nurse
said, “The referral form the physi- cian receives actually includes a nursing sec- tion,
but it’s unreadable, with abbreviations.” A nurse specified, “A handover form exclusively
for nurses isn’t necessary … the current form could be modified … even if there were 2
copies: one for the nurse and another for the physician, because both should have access to
the same information.”
DISCUSSION
The present study described the key experiences of Spanish PEMS and ED nurses
regarding the transfer of patients. In line with our results, a range of authors describe the
173 Handover of Patients From Prehospital Emergency Services to EDs Journal of Nursing Care Quality
April-June 2019 • Volume 34 • Number 2 www.jncqjournal.com 173
ideal transfer pro- cess as a structured system, either on paper or in a digital format,
which allows the recording and permanent storing of information to sup- port the verbal
handover and organize essential patient data. 5 ,11 ,26-28 To implement standardiza- tion
would reduce data loss, and improve pa- tient safety and professional satisfaction.
According to Dubosh et al,32 the use of check- lists would reduce errors in care and
memory.
The interviews highlighted the need to assign an ED nurse to take handover, who should
be easily identifiable by PEMS staff and involved in the subsequent care of the patient. This
concurs with literature on handovers between health care professionals and other
individuals and fam- ily members to improve relevant information transferred.4,5,30
,31,33 Information that should be included in the handover process, which most
participants stressed, was patient identification, reason for referral, medical history,
procedures performed, and medication administered. There are several classification
systems such as the I-PASS (Illness severity, Patient summary, Action list, Synthesis by
receiver, Summary by receiver) system for organizing data, which could be used.33-35
To ensure an effective exchange of informa- tion, participants consider the need for a
good communication skill. The individual behavior during the communication processes
is key to the correct reception of messages in noisy, stress- ful environments with constant
interruptions. It is therefore important to have active listen- ing techniques, which
facilitate communication and reduce barriers.4 Consistent with Greenstein et al,36 the
communication techniques described and used by the participants were feedback, clar-
ification, taking notes, and access to a handover form. They recognized that ways to complete
the communication process were underutilized.
Limitations
The data collected reflect the experience of PEMS and ED nurses from the province of
Alicante (Spain). The entire PEMS have the same orga- nization: ambulances’ teams are
formed by the physician, nurse, and technician, or by the nurse and technician. Every team
has to transfer the pa- tient to the ED after their advanced live support, and the nurse
always has to be responsible for the process. However, findings may be general- izable to
other areas that do not possess similar organization systems or characteristics.
CONCLUSIONS
The present study demonstrates the need to standardize the patient transfer process
between PEMS and ED professionals, to improve commu- nication, avoid data loss and
adverse events, and thus increase clinical safety. The essential infor- mation to include in
patient transfers is the rea- son for referral, past history including any infor- mation relevant
to the case, drug allergies, and procedures performed with an emphasis on drug
administration and response to treatment. The following steps are proposed for perform-
ing adequate patient transfer: first, identify the receiving nurse for the patient; second,
174 Handover of Patients From Prehospital Emergency Services to EDs Journal of Nursing Care Quality
April-June 2019 • Volume 34 • Number 2 www.jncqjournal.com 174
subse- quent to presenting themselves, the PEMS nurses should handover the relevant
patient informa- tion in the following order: patient identification, reason for the referral,
past medical history, and baseline, whether they know each other, proce- dures performed
prior to arrival, and the patient response to treatment; and third, the ED nurse should
confirm the correct receipt of all informa- tion, repeating it back or asking questions and
requesting clarification as needed. Verbal com- munication should be backed up at all times
with written material provided by the PEMS nurse.
The standardized patient transfer process be- tween PEMS and ED nurses should be
structured to organize and store patient information. That will help reduce errors in care
and data loss, as well as avoiding adverse events, and improving patient safety and
professional satisfaction.
REFERENCES
1. Johnson M, Sanchez P, Zheng C. The impact of an integrated nursing handover system on
nurses’ satisfaction and work practices. J Clin Nurs. 2016;25(1/2):257-268.
2. Johnson M, Jefferies D, Nicholls D. Developing a mini- mum data set for electronic
nursing handover. J Clin Nurs.2012;21(3/4):331-343.
3. Flink M, Tessma M, Cvancarova Småstuen M, Lindblad M, Coleman EA, Ekstedt M.
Measuring care transitions in Swe- den: validation of the care transitions measure. Int J
Qual Heal Care. 2018;30(4):291-297.
4. American Academy of Pediatrics Committee on Pediatric Emergency Medicine,
Medicine ACOEPPE, Committee, Pe- diatric ENA. Handoffs: transitions of care for children
in the emergency department. Pediatrics. 2016;138(5).
5. Dawson S, King L, Grantham H. Review article: improv- ing the hospital clinical
handover between paramedics and emergency department staff in the deteriorating
patient. Emerg Med Australas. 2013;25(5):393-405.
6. Bost N, Crilly J, Wallis M, Patterson E, Chaboyer W. Clinical handover of patients
arriving by ambulance to a hospital emergency department. A literature review. Int Emerg
Nurs. 2010;18:210-220.
7. Riesenberg LA, Leisch J, Cunningham JM. Nursing hand- offs: a systematic review of
the literature. Am J Nurs. 2010;110(4):24-34.
8. Agarwala AV, Firth PG, Albrecht MA, Warren L, Musch G. An electronic checklist
improves transfer and retention of critical information at intraoperative handoff of care.
Anesth Analg. 2015;120(1):96-104.
175 Handover of Patients From Prehospital Emergency Services to EDs Journal of Nursing Care Quality
April-June 2019 • Volume 34 • Number 2 www.jncqjournal.com 175
9. Lo H-Y, Mullan PC, Lye C, Gordon M, Patel B, Vachani J. A QI initiative:
implementing a patient handoff checklist for pediatric hospitalist attendings. BMJ Qual
Improv Rep.2016;5(1):1-6.
10. Mullan PC, Macias CG, Hsu D, Alam S, Patel B. A Novel briefing checklist at shift
handoff in an emergency depart- ment improves situational awareness and safety event
iden- tification. Pediatr Emerg Care. 2015;31(4):231-238.
11. Jewell JA, Committee on Hospital Care. Standardiza- tion of inpatient handoff
communication. Pediatrics. 2016;138(5):e20162681.
12. Bruno GM, Guimond ME. Patient care handoff in the postanesthesia care unit: a quality
improvement project. J Perianesth Nurs. 2017:32(2):125-133. 13. Boat AC, Spaeth JP.
Handoff checklists improve the re- liability of patient handoffs in the operating room and
postanesthesia care unit. Paediatr Anaesth. 2013;23(7):647-654.
14. Farhan M, Brown R, Vincent C, Woloshynowych M. The ABC of handover: impact
on shift handover in the emer- gency department. Emerg Med J. 2012;29(12):947-953.
15. Klim S, Kelly AM, Kerr D, Wood S, Mccann T. Develop- ing a framework for nursing
handover in the emergency de- partment: an individualised and systematic approach. J Clin
Nurs. 2013;22(15/16):2233-2243.
16. Di Delupis FD, Mancini N, di Nota T, Pisanelli P. Pre- hospital/emergency
department handover in Italy. Intern Emerg Med. 2015;10(1):63-72.
17. Tong A, Sainsbury P, Craig J. Consolidated criteria for re- porting qualitative research
(COREQ): a 32-item checklist for interviews and focus groups. 2007;19(6):349-357.
18. Abela JA. Las Técnicas de Análisis de Contenido: Una Re- visión Actualizada. Sevilla,
Spain: Fundacion Centro de Es- tudios Andaluces; 2002:1-34.
19. Guba EG, Lincoln YS. Paradigmas en Pugna en la Investi- gación Cualitativa. In:
Denzin N, Lincoln I, eds. Handbook of Qualitative Research. London, England: Sage;
1994:105-117.
20. Real Academia Española. 2017 Diccionario de la Real Academia de la Lengua
Española. http://dle.rae.es/?w= diccionario. Published 2017. Accessed January 17, 2018.
21. Muños-Gonzales JM, Ontoria Peña A, Molina-Rubio A. El mapa mental, un
organizador gráfico como estrategia didác- tica para la construcción del conocimiento.
Magis Rev Int Investig en Educ. 2011;3(6):343-361.
22. Villalustre Martínez L, Del Moral Pérez E. Mapas con- ceptuales, mapas mentales
y líneas temporales: objetos “de” aprendizaje y “para” el aprendizaje en Ruralnet. Rev
Latinoam Tecnol Educ. 2010;9(1):15-28.
23. Galiana-Roch J. Enfermería Psiquiátrica. Barcelona, Spain: Elsevier; 2016.
176 Handover of Patients From Prehospital Emergency Services to EDs Journal of Nursing Care Quality
April-June 2019 • Volume 34 • Number 2 www.jncqjournal.com 176
24. Cibanal J, Arce M, Carballal Balsa M, Arce Sanchez M. Téc- nicas de Comunicación y
Relación de Ayuda En Ciencias de La Salud. 3rd ed. Barcelona, Spain: Elsevier; 2014.
25. Guzmán F, Arias CA. La historia clínica: elemento funda- mental del acto médico. Rev
Colomb Cir. 2012;27:15-24.
26. Manias E, Geddes F, Watson B, Jones D, Della P. Per- spectives of clinical
handover processes: a multi-site sur- vey across different health professionals. J Clin
Nurs.2016;25(1/2):80-91.
27. Meisel ZF, Shea JA, Peacock NJ Dickinson ET, et al. Op- timizing the patient handoff
between emergency medical services and the emergency department. Ann Emerg
Med.2015;65(3):310-317.
28. Jensen SM, Lippert A, Østergaard D. Handover of patients: a topical review of
ambulance crew to emergency department handover. Acta Anaesthesiol Scand.
2013;57(8):964-970.
29. Balhara KS, Peterson SM, Elabd MM, et al. Implement- ing standardized, inter-unit
communication in an interna- tional setting: handoff of patients from emergency medicine
to internal medicine. Intern Emerg Med. 2018;13(3):385-395.
30. Abraham J, Kannampallil TG, Almoosa KF, Patel B, Patel VL. Comparative evaluation
of the content and structure of communication using two handoff tools: implications for
patient safety. J Crit Care. 2014;29(2):311.e1-311.e7
31. Abraham J, Kannampallil TG, Patel B, Almoosa K, Patel VL.Ensuring patient safety in
care transitions: an empirical eval- uation of a handoff intervention tool. AMIA Annu
Symp Proc. 2012;2012:17-26.
32. Dubosh NM, Carney D, Fisher J, et al. Implementation of an emergency department
sign-out checklist improves trans- fer of information at shift change. J Emerg Med.
2014;47(5):580-585
33. Heilman JA, Flanigan M, Nelson A, Johnson T, Yarris LM.Adapting the I-PASS
program for emergency department inter-shift handoff. Western J Emerg Med.
2016;17(6):756-761
34. Johnson M, Jefferies D, Nicholls D. Exploring the structure and organization of
information within nursing clinical han- dovers. Int J Nurs Pract. 2012;18(5):462-470
35. Iedema R, Ball C, Daly B, et al. Design and trial of a new ambulance-to-
emergency department handover proto- col: “IMIST-AMBO.” BMJ Qual Saf.
2012;21(8):627-633.
177 Handover of Patients From Prehospital Emergency Services to EDs Journal of Nursing Care Quality
April-June 2019 • Volume 34 • Number 2 www.jncqjournal.com 177
36. Greenstein EA, Arora VM, Staisiunas PG, Banerjee SS, Far- nan JM. Characterising
physician listening behaviour during hospitalist handoffs using the HEAR checklist. BMJ
Qual Saf. 2013;22(3):203-209.