161
i PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) (StudiPandanganPegawaiPencatatNikah (PPN) danMasyarakat Kota Malang) Tesis Oleh Muhazir 12780004 JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2014

PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR URUSAN …etheses.uin-malang.ac.id/7824/1/12780004.pdfPELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) (Studi Pandangan Pegawai Pencatat

Embed Size (px)

Citation preview

i

PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR URUSAN

AGAMA (KUA)

(StudiPandanganPegawaiPencatatNikah (PPN) danMasyarakat

Kota Malang)

Tesis

Oleh

Muhazir

12780004

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2014

ii

PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR URUSAN

AGAMA (KUA)

(Studi Pandangan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dan

Masyarakat Kota Malang)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan

program Magister Al-Ahwal Al-Syakhsyiyyah Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang

Oleh:

Muhazir : 12780004

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Saifullah. SH. M.Hum Dr. Hj. Mufidah Ch, M.Ag

NIP : 196512052000031001 NIP : 196009101989032001

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2014

iii

MOTTO

.

Artinya

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih

dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS. Ar-Rum [21 : 30]

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,

peneliti menyatakan bahwa Tesis dengan judul:

PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR URUSAN AGAMA

(KUA)

(Studi Pandangan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dan Masyarakat Kota

Malang)

Benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau

memindah data milik orang lain, jika di kemudian hari terbukti bahwa tesis ini ada

kesamaan baik isi, logika maupun datanya, secara keseluruhan maupun sebagian.

Maka, saya bersedia untuk diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan

dari siapapun.

Batu, 03 Juli 2014

Penulis,

Muhazir

NIM : 12780004

v

LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Muhazir

NIM : 12780004

Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah

Judul Tesis : PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR

URUSAN AGAMA (KUA) : (Studi Pandangan Pegawai

Pencatat Nikah (PPN) dan Masyarakat Kota Malang)

Setelah diperiksa dan dilakukan perbaikan seperlunya, Tesis dengan judul

sebagaimana di atas disetujui untuk diajukan ke sidang Ujian Tesis.

Batu, 03 Juli 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Saifullah. SH. M.Hum Dr. Hj. Mufidah Ch, M.Ag

NIP : 196512052000031001 NIP : 196009101989032001

Batu, 03 Juli 2014

Mengetahui,

Ketua Program Magister Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah

Dr. H. Fadhil SJ, M.Ag

NIP. 196512311992031046

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis dengan judul PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR

URUSAN AGAMA (KUA) : (Studi Pandangan Pegawai Pencatat Nikah (PPN)

dan Masyarakat Kota Malang), ini telah diuji dan dipertahankan di depan dewan

penguji pada tanggal 6 Juni 2014.

Dewan Penguji,

Ketua

Dr. H. Fadhil SJ, M.Ag

NIP. 196512311992031046

Penguji Utama

Dr. Zainul Mahmudi, MA

NIP. 197306031999031001

Penguji/Pembimbing I

Dr. H. Saifullah. SH. M.Hum

NIP : 196512052000031001

Penguji/Pembimbing II

Dr. Hj. Mufidah Ch, M.Ag

NIP : 196009101989032001

Mengetahui,

Direktur Pascasarjana UIN Malang

Prof. Dr. H. Muhaimin, MA

NIP. 195612111983031005

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala Puji dan dengan kejujuran tesis ini ananda persembahkan untuk:

Orang tuaku Ayahanda Tengku Sulaiman dan Ibundaku tercinta Yusniar yang

telah susah payah melahirkan dan membiayai pendidikan ananda di Kota Malang

yang jauh dari keluarga ananda tercinta dan yang senantiasa mendukung ananda

dalam segala hal untuk menyelesaikan kuliah ini. Sayangilah mereka ya Allah

sebagaimana mereka menyayangiku.

Terima Kasih juga kepada adikku Pina,Rizki, Parid dan kakak serta abang-

abangku kak Pida, kak Lia, bang Herman dan bang Khairul yang telah membantu

pendidikanku dan yang telah memotifasi ananda agar tetap semangat dalam

menyelesaikan pendidikanku.

Terima Kasih juga kepada KH. Baidlowi Mulich yang senantiasa selalu berdoa

untuk kesuksesan para santrinya dan juga terima kasih kepada sahabat sejati ku

senasib seperjuangan, yang telah menoreh kenangan suka duka selama belajar di

Kota Malang.

Terima Kasih juga kepada para dosen yang telah mengajarkan berbagai ilmu

untuk diriku, bil khusus Dr. H. Saifullah . M.Hum dan Dr. Hj. Mufidah Ch. M.Ag

yang tak pernah lelah membantu membimbing atas kelancaran tesisku..

viii

KATA PENGANTAR

Pertama dan yang paling utama tidak lupa saya mengucap puji syukur kehadirat

Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kepada kita nikmat berupa kesehatan

yang tiada tara tandingannya ini. Sehinga penulis dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR URUSAN

AGAMA (KUA) : (STUDI PANDANGAN PEGAWAI PENCATAT NIKAH

(PPN) DAN MASYARAKAT KOTA MALANG) dengan baik. Shalawat dan

Salam tetap tercurah haturkan kepada revolusioner kita, suri tauladan kita yang

patut ditiru yakni Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa kita nati-nantikan

syafaatnya besok di yaumil qiyamah. Beliau yang telah membimbing kita dari

zaman yang penuh dengan kedhaliman menuju zaman yang penuh cinta dan

penuh terang benderang yakni Islam.

Penyusunan Tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan

sebagai wujud dari partisipasi penulis dalam mengembangkannya, serta

mengaktualisasikan ilmu yang telah di peroleh selama menimba ilmu di bangku

perkuliahan, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, dan juga masyarakat

pada umumnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada

semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis akan

menyampaikan ucapan terima kasih, khususnya kepada yang terhormat :

ix

1. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, selaku pimpinan Universitas Islam Negeri

(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

2. Prof. DR. H. Muhaimin, MA, selaku direktur pascasarjana UIN Malang

beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kepercayaan,

kesempatan dan fasilitas selama penulis belajar dan menyelesaikan tugas

akhir ini.

3. Dr. H. Fadhil SJ. M.Ag, selaku Ketua Program Magister Al-Ahwal Al-

Syakhshiyyahh dan kepada Dr. Zainul Mahmudi selaku sekertaris Ketua

Program Magister Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah.

4. Dr. H. Saifullah, M.Hum dan Dr. Hj. Mufidah Ch. M.Ag selaku

pembimbing yang tiada lelah memberikan masukan, kritik, saran dan

arahan dalam penulisan Tesis ini.

5. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para teman kuliah serta

semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini

yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.

Penulis sebagai manusia biasa yang takkan pernah luput dari salah dan dosa,

menyadari bahwa penulisan Tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

dengan penuh kerendahan hati, penulis sangat mengharap kritik dan saran demi

kesempurnaan Tesis ini.

Batu, 03 Juli April 2014

Penulis,

Muhazir

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i

HALAMAN MOTO ..........................................................................................ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................iii

HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................iv

HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................v

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................ix

ABSTRAK .........................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1

A. Latar belakang......................................................................................1

B. Batasan Masalah ..................................................................................11

C. Rumusan Masalah ................................................................................11

D. Tujuan Penelitian .................................................................................11

E. Manfaat Penelitian................................................................................12

F. Definisi Operasional .............................................................................12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................14

A. Penelitian Terdahulu ...........................................................................14

B. Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam ...............................................21

1. Ketentuan Hukum Pernikahan .......................................................25

C. Akad Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam .....................................28

1. Pengertian Akad Nikah ..................................................................30

2. Syarat-Syarat Akad Nikah .............................................................33

3. Akad Nikah Dalam Perspektif UU Perkawinan dan KHI ..............37

4. Pencatatan Nikah Di KUA Dan Di Luar KUA ..............................38

D. Sejarah Pelembagaan Intitusi Islam Di Indonesia ..............................41

xi

1. Pengaruh Teori Receptie In Complexu dalam Sistem Hukum

Indonesia ........................................................................................46

2. Pelembagaan KUA Dalam Lintasan Sejarah Hingga Sekarang ...49

E. Eksistensi Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Dalam Kajian Historis ....55

1. Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Sebelum dan Sesudah

Kemerdekaan (1257 H-1946 H) ..................................................55

2. Fungsi Pegawai Pencatat Nikah (PPN) .......................................58

3. Peran Pembantu Pegawai Pencatat Nikah ...................................62

4. Aksistensi Kantor Urusan Agama (KUA) Dalam Perspektif

Sosiologi Hukum .........................................................................63

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................68

A. Paradigma Penelitian ..........................................................................68

B. Lokasi Penelitian ................................................................................70

C. Jenis Penelitian ...................................................................................70

D. Pendekatan Penelitian .........................................................................71

E. Sumber Data .......................................................................................71

F. Teknik Pengumpulan Data .................................................................73

G. Teknik Analisis Data ..........................................................................74

H. Pengecekan Keabsahan Data ..............................................................75

BAB IV PAPARAN DAN TEMUAN DATA ..................................................77

A. Gambaran Umum Lokus Penelitian ...................................................77

B. Hasil Penelitian ...................................................................................83

1. Pandangan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Kota Malang

Tentang Pelaksanaan Akad Nikah Di Luar Kantor Urusan

Agama (KUA) ........................................................................83

2. Latar Belakang Masyarakat Kota Malang Lebih Memilih

Malaksanakan Akad Nikah Di Luar Kantor Urusan Agama

(KUA) .....................................................................................98

xii

BAB V PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR URUSAN

AGAMA (KUA) ..................................................................................111

A. Pandangan PPN Kota Malang Tentang Pelaksanaan Akad Nikah

Di Luar Kantor Urusan Agama (KUA) .........................................111

B. Pandangan Masyarakat Kota Malang Tentang Pelaksanaan Akad

Nikah Di Luar Kantor Urusan Agama (KUA). ..............................122

BAB VI KESIMPULAN

A. Simpulan .............................................................................................130

B. Saran ...................................................................................................131

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii

ABSTRAK

Muhazir, 12780004, PELAKSANAAN AKAD NIKAH DI LUAR KANTOR

URUSAN AGAMA (KUA) : (Studi Pandangan Pegawai Pencatat Nikah

(PPN) dan Masyarakat Kota Malang), Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsyiyyah

Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,

Dr. H. Saifullah, M.Hum. Dr. Hj. Mufidah Ch. M.Ag.

Kata Kunci: Akad Nikah, Pegawai Pencatat Nikah (PPN).

Mayoritas masyarakat Kota Malang lebih memilih pelaksanaan akad nikah

di luar KUA dari pada di KUA. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukan

bahwa akad nikah lebih banyak dilakukan di luar KUA. Pada tahun 2012 jumlah

pelaksanaan akad nikah di luar KUA pada seluruh KUA Kota Malang mencapai

5736 dari jumlah pernikahan 6384 berarti jumlah pernikahan yang dilakukan di

KUA sebanyak 648 kali. Pada tahun 2013 jumlah pernikahan 5750 yang menikah

di KUA sebanyak 642 dan diluar KUA seganyak 3952.

Dalam penelitian ini ada dua hal penting yang diteliti yaitu mengenai faktor

yang menyebabkan masyarakat lebih memilih akad nikah di luar KUA, padahal

dalam PMA No 1 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Pasal 21 ayat 1

menjelaskan bahwa akad nikah di lakukan di KUA, meskipun ada alternativ lain

yaitu boleh akad nikah dilaksanakan di luar KUA jika ada persetujuan dari PPN

dan selanjutnya hal yang penting dalam penelitian ini yaitu menggali pendapat

PPN dan Masyarakat terkait praktek pelaksanaan akad nikah di luar KUA.

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan lebih mengacu pada

jenis penelitian lapangan (field reseach). Hal ini dikarenakan bahwa penelitian ini

lebih menekankan pada data lapangan sebagai objek yang diteliti, sesuai dengan

penelitian yang akan diteliti yaitu terkait tentang praktek akad nikah yang

dilakukan di luar KUA. dalam penelitian ini, peneliti mendiskripsikan tentang

obyek yang diteliti dengan mencatat semua hal yang terkait dengan obyek yang

akan diteliti. Jenis pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan cara

wawancara dan observasi yang selanjutkan akan di klasifikasikan dan diteliti.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa : (1) Mayoritas warga lebih

memilih melangsungkan akad nikah di luar KUA. Hal ini dipengaruhi oleh faktor

budaya, faktor kemudahan pelaksanaannya serta menghindari prasangka buruk

dari masyarakat. Sehingga banyak warga lebih memilih melaksanakan akad nikah

di luar KUA dari pada di KUA. (2) PMA No 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan

nikah disatu sisi mengatur tentang pelaksanaan akad nikah di KUA. Namun,

ketentuan ini dirasakan oleh PPN masih ada yang kurang yaitu terkait dengan

aturan tentang pelaksanaan akad nikah di luar KUA. dalam peraturan ini juga

tidak menjelaskan terkait tentang biaya oprasional di luar KUA dan di luar jam

kerja, sehingga PPN masih merasa khawatir jika melayani di luar KUA dan jam

kerja. Permasalahan ini juga berkaitan dengan tidak adanya kejelasan dari

pemerintah terkait tentang batasan gratifikasi, karena pada praktiknya pemberian

sodaqoh dianggap sebagai bentuk gratifikasi oleh sebagian penegak hukum

sedangkah hal ini menurut warga adalah merupakan sebuah tradisi dan dalam

islam juga dianjurkan untuk bershadaqah.

ABSTRACT

Muhazir, 12780004, MARRIAGE CEREMONY OUT OF RELIGIOUS

AFFAIRS OFFICE: (Study of Marry Registrar Employee view and Society of

Malang) ", Department of Al-Al-Syakhsyiyyah ahwal Graduate State Islamic

University Maulana Malik Ibrahim of Malang, Dr. H. Saifullah, M.Hum. Dr. Hj.

Mufidah Ch. M.Ag.

Keywords: merriage ceremony, Marry Registrar Employees (VAT).

The majority of people of Malang prefer to choose the merriage ceremony

implementation outside of KUA than in KUA itself. It can be seen from the data

that show that the marriage ceremony is mostly done outside the KUA. In 2012

the number of merriage ceremony implementation is outside of KUA in the entire

KUA of Malang reach 5736 of 6384 marriages mean the number of merriages

conducted in KUA as much as 648 times. In 2013 the number of marriages are

5750 which married in KUAas many as 642 and outside of KUA as many as

3952.

In this study, there are two important things researched are about factors

that cause people prefer marriage ceremony outside of KUA, whereas in PMA

No. 1 Year 2007 on Registration of Marriage Article 21 paragraph 1 explains that

the marriage ceremony is done at KUA, although there are other alternative

namely the marriage ceremony may be performed outside of KUA if there is

consent from the VAT and then the important thing in this study is to explore the

public and VAT opinion related to the implementation practices marriage

ceremony outside of KUA.

The reseach type of this research study that used more referring to the field

research type (field research). This is caused that research is more emphasis on

field data as the object of study, according to research that will be studied is

related about the marriage ceremony practice conducted outside of KUA. In this

study, the researcher describes about the object studied by recording all things

related to the object to be studied. The type of data collection used is interviewing

and observing then it will be classified and investigated.

The results of this study indicate that: (1) The majority of people prefer to

hold the merriage ceremony outside of KUA. It is influenced by cultural factors,

factors ease of implementation as well as to avoid prejudices of society. So many

people prefer to conduct the merriage ceremony outside of KUA than in KUA. (2)

PMA No. 11 Year 2007 on Registration of marriage on one hand, set about

merriage ceremony implementation in KUA. However, this provision is perceived

by the VAT that is still none the less related to the marriage ceremony

implementation outside of KUA. in this rule also does not explain the associated

operational costs outside of KUA and outside working time, so the VAT still feel

worried if serving outside of KUA and working time. This problem is also related

to the lack of clarity from government related to the limit of gratification, because

of the practice giving alms is considered as a gratification form by some law

enforcement while according to the people this is a tradition and in Islam also

recommended for giving alms.

i

PMA

ii

PPNPPN

fieldresearch

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kantor urusan agama (KUA) merupakan salah satu instansi yang

mengawasi proses berlangsungnya nikah. Kewenangan ini diberikan oleh

pemerintah untuk mempermudah pelaksanaan nikah bagi warga Negara Indonesia

serta menertibkan administrasi kependudukan yang pada intinya bertujuan untuk

menciptakan kondisi yang tertib dan teratur. Tugas KUA bukan saja sebagai

pencatat akta nikah, tetapi memiliki tanggungjawab dalam menerima

pemberitahuan tentang talak dan rujuk. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam

UU No 22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Dalam

ketentuan ini juga dijelaskan perihal yang berhak mengawasi semua proses nikah

adalah pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Agama.

Kehadiran KUA merupakan salah satu upaya merealisasikan penerapan

sistem keluarga berbasis islam, sehingga KUA memiliki peran yang sangat

penting dalam penegakan hukum islam di Indonesia, urgensitas tersebut berkaitan

dengan terlaksananya prinsip-psrinsip islam dalam sistem keluarga. Selain

dibutuhkan kesadaran masyarakat sendiri, kehadirian institusi islam juga turut

berpartisipasi dalam pengawasan keseimbangan antara hukum islam, Negara dan

budaya hukum yang berkembang di masyarakat. Artinya, KUA memiliki

wewenang khusus dalam mengatur bagaimana pernikahan yang dilakukan oleh

masyarakat muslim Indonesia sesuai dengan asas-asas hukum islam dan di akui

Negara.

2

2

Sebelum terbentuknya instansi pencatatan nikah, pada awalnya masyarakat

tidak mengenal istilah pencatatan nikah. Proses pernikahan dilaksanakan

berdasarkan adat masing-masing, seperti perkawinan jujur, perkawinan semanda,

perkawinan bebas, perkawinan campuran, perkawinan lari1 dan ada dibeberapa

wilayah seperti di Aceh yang melangsungkan pernikahan berdasarkan asas hukum

Islam, karena bagi sebagian penganut Islam tidak bisa melepaskan konsep agama

dalam kehidupan mereka.2

Dalam hukum Islam tidak menegenal pencatatan nikah, karena melihat

kemaslahatan yang begitu besar. Maka, pencatatan nikah dirasakan penting demi

melindungi hak-hak istri dan anak. Beberapa Negara-negara Islam seperti

Yordania,3 Mesir

4 dan Negara Islam lainnya memberlakukan sistem pencatatan

nikah dengan mengadopsi beberapa sistem hukum di Eropa.5

1 C. Dewi Wulandari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, cet 2 (Bandung : PT. Rafika

Aditama, 2012),51 2 Mohammad Daud, Hukum Islam, Cet 18 (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012), 225. Baca

juga Qodri Azizy, Hukum Nasional Eklektisisme Hukum Islam Dan Hukum Umum, (Jakarta :

Teraju, 2004),217-219 3 Undang-undang di Yordania Pasal 17 ayat (a dan b) UU No. 61 Tahun 1976 mengharuskan

adanya pencatatan perkawinan, dan bagi yang melanggar, baik bagi mempelai maupun pegawai

pencatat nikah, akan mendapatkan hukuman. Pasal 17 ayat (a) menyatakan : "Mempelai laki-laki

harus memohon kepada hakim atau wakilnya untuk mengadakan akad nikah, (b) Akad nikah harus

dilakukan Pegawai Nikah yang bertanggung jawab kepada hakim sesuai dengan catatan

(dokumen) resmi. Hakim mungkin mengambil alih tugas ini untuk kasuskasus tertentu dan dengan

izin ketua Pengadilan. Lihat Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, (New Delhi:

Academy of Law and Religion, 1987),79-80. 4 Undang-undang di Mesir Egyptian Code of Organization and Procedure for Syari'a Courts of

1897 adalah UU Mesir tentang Organisasi dan Prosedur Berperkara di Pengadilan tahun 1897,

dimana ketentuan tentang pencatatan perkawinan pertama kali diatur dalam sebuah perundan-

gundangan. Ditegaskan dalam UU ini, bahwa pemberitahuan satu perkawinan atau perceraian

harus dibuktikan dengan catatan (akta). Hanya saja, pembuktian ini boleh (cukup) dengan oral

yang diketahui secara umum oleh para pihak yang berperkara. Ketentuan ini kemudian

diperluas dalam perundang-undangan tahun 1909-1910, dan diubah tahun 1913, dimana pada pasal

101 disebutkan, perdebatan seputar perkawinan dan perceraian yang diadukan salah satu pasangan

atau orang ketiga tidak akan ditanggapi kecuali ada bukti yang meyakinkan kebenarannya.

Menurut peraturan tahun 1911, pembuktian harus dengan catatan resmi pemerintah (official

document) atau tulisan tangan dan tanda tangan dari seorang yang sudah meninggal. Dalam

peraturan tahun 1931 lebih dipertegas lagi dengan kata-kata harus ada bukti resmi (akta) dari

pemerintah (official certificate) 5 N. J. Coulson, History Of Islamic Law, (Edinburgh : Edinburgh University Press,1964),150

3

3

Melihat urgensitasnya apabila tidak adanya pencatatan nikah. Maka, akan

mempersulit pemerintah dan masyarakat baik dari segi tertib administrasi

kependudukan dan perlindungan hukum bagi warga Negara khususnya yang

menjadi objek dari pernikahan tersebut. Untuk mempermudah proses pencatatan

nikah diperlukan suatu instansi yang bertanggungjawab terhadap proses

pencatatan nikah tersebut serta mengawasi pelaksanaan nikah. Instansi tersebut

bertugas berdasarkan instruksi Menteri Agama dan berada di bawah pengawasan

Kantor Departemen Agama.

Instansi yang berwenang sebagai pencatat nikah disebut KUA yang di

lengkapi oleh PPN (Pejabat Pencatat Nikah) dan dibantu oleh penghulu dan

pembantu PPN. Istilah yang berkembang di masyarakat yaitu pak penghulu6 dan

pak mudin.7 Namun, perlu digaris bawahi bahwa tugas PPN di sini yaitu hanya

sebagai pencatat nikah bukan sebagai orang yang menikahkan atau mengakadkan

nikah.

Seiring dengan berkembangnya kehidupan sosial masyarakat pada mulanya

tidak mengenal istilah pencatatan nikah hingga hadirnya instansi yang bertugas

mencatat nikah. Kondisi ini tidak terlepas dari problem-problem yang terjadi,

sehingga dirasakan bahwa semakin lama proses pernikahan semakin banyak

prosedur yang harus dilakukan oleh masyarakat yang ingin menikah.

Sebagaimana yang diutarakan oleh Abu Rokhmad dosen Hukum Islam IAIN

Walisongo Semarang bahwa harus dilakukan perombakan sistem administrasi

6 Penghulu merupakan sebutan bagi seorang pemimpin di kawasan Melayu. Penghulu dalam

Bahasa Minang, sama dengan panghulu, dimana secara maknanya orang yang disebut dengan

penghulu berkedudukan setara dengan raja atau sama juga dengan datuk. Setelah masuknya

pengaruh Islam, sebutan penghulu juga digunakan untuk seseorang yang bertugas atau berwenang

dalam legalitas suatu pernikahan dalam agama Islam atau Penghulu Nikah sebutan lainnya Tuan

Kadhi. 7 Mudin merupakan orang yang paham agama yang berasal dari kata al-din.

http://id.wikipedia.org/wiki/Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Minanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Rajahttp://id.wikipedia.org/wiki/Datukhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islam

4

4

dalam proses pernikahan dan penghulu tidak perlu menghadiri acara nikah

tersebut, cukup para mempelai mendaftarkan diri di KUA setelah menikah,

sehingga tidak terjadi kerumitan dalam proses pernikahan.8 Padahal akad nikah

adalah salah satu sarana untuk menghalalkan hubungan suami dan istri. Nikah9

adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau

masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang

amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga

dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum

dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan

pertolongan antara satu dengan yang lainnya.

Secara umum, perkawinan merupakan instrumen di mana laki-laki dan

wanita bergabung dalam sebuah ikatan yang sah, dengan tujuan untuk mendirikan

dan memelihara sebuah keluarga. Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum

dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan maupun

tumbuh-tumbuhan. Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT

sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang biak dan melestarikan

hidupnya. Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap

melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dan pernikahannya

itu sendiri. Allah SWT tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang

8 http://.suaramerdeka.com. Diakses tanggal 23-01-2014

9 Istilah perkawinan menurut Islam disebut nikaha atau zawaj. Keduan istilah ini dilihat dari arti

katanya dalam bahasa Indonesia ada perbedaan, sebab nikah berarti seks antar suami istri,

sedangkan zawaj berarti kesepakatan antara seorang laki-laki dan perempuan yang mengikatkan

diri dalam hubungan suami istri untuk mencapai tujuan hidup dalam melaksanakan ibadah kepada

Allah SWT. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan suatu akad atau

perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan

hubungan kelamin antara keduan belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridloan kedua belah

pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang

dan ketentraman dengan cara-cara yang diridloi Allah SWT. Baca, Amir Syarifuddin, Hukum

Perkawinan Islam di Indonesia, ( Jakarta : Kencana, 2007), 35-37 dan Soemiyanti, Hukum

Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 1974) 8

http://.suaramerdeka.com/

5

5

hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara

bebas tidak beraturan. Oleh karena itulah, Allah SWT mengadakan hukum yang

sesuai dengan kodrat manusia dalam ikatan pernikahan.10

Sebagaimana firman

Allah dalam QS. Ar-Ruum [ 30 : 21] :

Artinya :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung

dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa

kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.11

Corak masyarakat Islam telah membuktikan bahwa dengan terbentuknya

masyarakat Islam dapat membentuk institusi-institusi yang mendiskripsikan

keIslaman,12

dengan melihat mayoritas umat Islam di Indonesia. Maka, untuk

menciptakan ketertiban pelaksanaan nikah, dibentuklah instansi yang dapat

mewadahi prosedur pernikahan yang berlandaskan hukum Islam. Sehingga

harapannya dapat menertibkan sistem administrasi Negara dan dapat menertibkan

mekanisme pernikahan bagi masyarakat Indonesia.

Perwujudan penertiban mekanisme pernikahan tersebut, oleh pemerintah

melalui Kementerian Agama dibentuklah suatu instansi yang disebut dengan

KUA, yang berfungsi untuk melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen

10

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2003) 20 11

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1995),644 12

Abdurrahman Wahid, dkk, Hukum Islam di Indonesia, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

1994), 1-15

6

6

Agama kabupaten./kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah

kecamatan13

. Dalam UU No 22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan Nikah, Talak

dan Rujuk, tugas PPN hanya mencakup pencatatan nikah, talak dan rujuk saja.

Setelah keluarnya PMA tugas PPN mencakup juga pencatatan cerai talak, cerai

gugat dan melakukan bimbingan perkawinan, sebagaimana yang tertera dalam

Pasal 2 Ayat (1) dan (3) Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007

Tentang Pencatatan Nikah yang berbunyi :

Ayat (1) Pegawai Pencatat Nikah yang selanjutnya disebut PPN

adalah pejabat yang melakukan pemeriksaan persyaratan,

pengawasan dan pencatatan peristiwa nikah/rujuk,

pendaftaran cerai talak, cerai gugat, dan melakukan

bimbingan perkawinan

Ayat (3) Kepala KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

menandatangani akta nikah, akta rujuk, buku nikah (kutipan

akta nikah) dan/atau kutipan akta rujuk.

Dari ketentuan pasal tersebut. Maka, tugas PPN mencakup juga sebagai

pengawas terhadap peristiwa rujuk, talak, cerai gugat dan pembimbingan

perkawinan (kuscatin). Dalam pandangan masyarakat PPN juga dikenal dengan

nama penghulu (pak penghulu) memiliki tugas yang lebih luas lagi tidak hanya

sebagai pencatat atau pelaksana akad nikah saja melainkan sebagai imam mesjid

dan khatib.14

Bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam pencatatan perkawinannya

dilakukan oleh penjabat KUA (PPN) atas dasar PMA Nomor 11 Tahun 2007

Tentang Pencatatan Nikah (LN, Tahun 2007 No 5) yang dinyatakan berlaku

diseluruh Indonesia. Sehingga jika pencatatan dilakukan oleh selain Penjabat

KUA tidak memiliki kekuatan hukum dan dimata Negara dianggap tidak sah.

13

Baca Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor

11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah 14

Jaenudin, dkk. Peradilan Agama di Indonesia, (Bandung : Bani Quraisy, 2004),34-35

7

7

Namun, dalam perspektif hukum Islam pernikahan dianggap sah jika memenuhi

syarat dan rukunnya. Pernikahan yang dilakukan oleh orang yang beragama Islam

diawasi oleh PPN yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk

olehnya.15

Dalam UU No 1 Tahun 1974 tidak banyak dijumpai pasal-pasal yang

berkenaan dengan pencatatan perkawinan yang mungkin dapat digunakan dalam

pelaksanaan proses pencatatan nikah oleh PPN, sehingga dibutuhkan instrument

lain untuk menjalankan mekanisme proses pernikahan yang secara umum telah

dijelaskan dalam UU Perkawinan. Hadirnya PPN merupakan pelengkap

pelaksanaan dari misi dan visi UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Adapun pegawai dan pembantu pencatatan peristiwa pernikahan tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Kepala KUA16 2. Wakil Kepala KUA yaitu Penghulu atau Pembantu PPN17

Dalam PMA tidak dijelaskan secara jelas dan pasti tentang biaya yang

dikeluarkan untuk mengurus nikah di KUA. Tidak hanya itu saja, mekanisme

pembiayaan juga belum diatur secara konkrit. Sehingga menimbulkan banyak

tanda tanya apakah pemberian kepada PPN itu termasuk kedalam gratifikasi atau

pemberian sedekah saja. Jika pernikahan dilakukan di KUA hanya ditetapkan Rp.

30.000,00. Bagaimana jika akad nikah dilakukan di luar KUA hubungannya

dengan pemberian sejumlah uang kepada PPN.

Perjalanan KUA dalam melaksanakan tugasnya tidak terlepas dari problem

yang saat ini menjadi perhatian baik itu dari kalangan masyarakat, pakar hukum

15

Jaenudin, dkk. Peradilan Agama di Indonesia,.38 16

PMA Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi : PPN dijabat oleh Kepala KUA. 17

PMA Pasal 3 ayat (1) yang berbunyi : PPN sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dalam

melaksanakan tugasnya dapat diwakili oleh Penghulu atau Pembantu PPN.

8

8

dan pemuka agama. Problem itu menyangkut tentang masalah pemberian biaya

akad nikah kepada PPN yang dilaksanakan di luar KUA, hal ini dianggap

gratifikasi oleh sebagian para praktisi hukum. Karena memang jika dilihat dari

aspek hukum hal ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dalam PMA hanya

mengatur tentang pelaksanaan akad nikah saja tidak menjelaskan tentang biaya

akad nikah diluar KUA.

Pada Akhir-akhir ini masyarakat dan para pejabat KUA dikejutkan dengan

diberitakannya gratifikasi yang dilakukan oleh penghulu di Kediri. Kejaksaan

Negeri Kota Kediri, Jawa Timur, menahan seorang Kepala Kantor Urusan Agama

(KKUA) dalam kasus dugaan korupsi biaya pencatatan nikah. Selain menetapkan

status tersangka, kejaksaan juga melakukan penahanan terhadap yang

bersangkutan. dugaan keterlibatan KKUA Tersebut berupa penerimaan uang

sebesar Rp 50.000 dari setiap pernikahan di luar KUA, serta Rp 10.000 tambahan

karena jabatannya sebagai Kepala KUA. Akibatnya dari kasus ini berdampak

kepada KUA lainnya. Dampak tersebut berupa demonstrasi struktural yaitu

dengan tidak melayani nikah di luar jam kerja dan di luar KUA. Kondisi seperti

ini berimbas kepada masyarakat yang kebanyakan melaksanakan akad nikah di

rumah masing-masing atau di mesjid.18

Baru-baru ini di Tulungagung diberitakan bahwa PPN di wilayah tersebut

tidak mau melaksanakan pencatatan akad nikah di luar jam kerja (07.00 - 15.00)

termasuk pada hari Sabtu dan Minggu, para penghulu juga mengusulkan bahwa

biaya pelaksanaan akad nikah untuk warga kaya dikenai Rp. 1000.000,00, warga

sederhana Rp. 300.000,00 sedangkan warga miskin digratiskan.19

18

Baca Kediri, Kompas. Com. Jumat, 1 November 2013 19

Baca Koran Jawa Post hal 12 terbitan Selasa 31 Desember 2013,

9

9

Beberapa ketentuan dalam PMA terkait masalah biaya tidak dijelaskan

secara terperinci. Namun, setiap orang yang ingin menikah boleh dilakukan di

KUA atau diluar KUA atas persetujuan Kepala KUA. Ketentuan ini sesuai dengan

apa yang telah ditentukan dalam Pasal 21 Ayat (1) dan (2) PMA Nomor 11 Tahun

2007 Tentang Pencatatan Nikah bahwa :

1. Akad nikah dilaksanakan di KUA 2. Atas permintaan calon pengantin dan atas persetujuan PPN, akad

nikah dapat dilaksanakan di luar KUA.

Secara normatif ketentuan yang berlaku bahwa akad nikah dilaksanakan di

KUA. Namun, Tradisi yang berkembang pada sebagian masyarakat jika menikah

di KUA merupakan hal yang kurang baik, konotasi seperti ini sering terjadi.

Bahkan kebanyakan masyarakat lebih memilih menikah di rumah masing-masing

dari pada di KUA. Menurut Bpk. Ahmad Khalik20

selaku penghulu Desa

Karangbesuki Malang menjelaskannya bahwa yang menjadi masalah besar yaitu

karena tidak ada payung hukum tentang pemberian uang dari warga dan

kebanyakan dari warga ingin akad nikah dilaksanakan di rumahnya masing-

masing, keinginan juga setelah nikah dapat memperoleh langsung buku nikah.

Sebenarnya kembali kepada fungsi KUA yang bertugas sebagai pencatat

nikah, konsep pencatatan nikah jika dilihat dari hukum Islam secara teks (nash)

sangat bertolak belakang dengan konsep tersebut. Dalam Islam sendiri yang

dikenal hanya kompilasi sahnya pelaksanaan nikah baik dari segi syarat dan rukun

nikah. Kehadiran peraturan tentang pencatatan nikah merupakan tugas PPN telah

menghadirkan konsep-konsep baru yang secara tekstualis berbenturan dengan

hukum Islam. Namun, pada kajian aspek kemaslahatan pencatatan nikah

20

Wawancara dilakukan di Kantor TPQ PP Anwarul Huda, Malang, pada jam 17.00 wib tanggal

23/12/2013

10

10

manghadirkan dampak yang sangat krusial dan dirasakan sangat urgen untuk

diterapkan.

Kehadiran instansi-instansi keIslaman membawa dampak yang besar dalam

mereformasi konsep hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia, dampak

yang signifikan sangat berpengaruh terhadap tatanan budaya Islam yang

berkembang di Indonesia, sehingga peraturan yang dibentuk seringkali

bertentangan dengan konsep yang telah lama berkembang dan dijalankan oleh

masyarakat, akhir dari perbenturan hukum dan budaya mengakibatkan hukum

tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.21

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa faktor budaya yang berlaku dapat

mengakibatkan hukum tidak dapat di jalankan dengan baik. Menurutnya

kebudayaan, yakni hasil karya, rasa dan cipta yang didasarkan pada karsa manusia

dalam pergaulan hidup. Kebudayaan yang telah menjadi kebiasaan bagi seseorang

sulit untuk dilepas jika tidak ada unsur pengubah kebudayaan tersebut. 22

Budaya

masyarakat dalam pelaksanaan akad nikah biasanya dilakukan di rumah masing-

masing, gedung dan di mesjid.23

Konteks ini berbeda dangan ketentuan Pasal 21

ayat (1) dan (2) PMA Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah yang

mengharuskan akad nikah di KUA.

Banyak permasalahan yang akan ditemui dalam pelaksanaan tugas PPN dan

pembantu PPN sebagai penjabat KUA. Namun, hal yang paling urgen dan

menarik sekali menurut peneliti yaitu tentang pelaksanaan akad nikah di KUA

sebagaimana yang telah diatur secara normatif dalam PMA Nomor 11 Tahun 2007

Tentang Pencatatan Nikah, padahal kebanyakan masyarakat kita lebih memilih

21

Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet ke-3(Jakarta : kencana, 2006),8-22 22

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiolofi Hukum, ( Jakarta : Rajawali Press, 2011),203-206 23

http://riau.kemenag.go.id. Diakses Tanggal 22-1-2014

http://riau.kemenag.go.id/

11

11

melaksanakan akad nikah di rumah atau di mesjid. Permasalahan ini juga

mengarah kepada kebutuhan masyarakat dan kualitas kinerja KUA jika

masyarakat ingin menikah pada hari libur atau pada malam hari.

B. Batasan Masalah

Agar kajian dalam penelitian ini tidak melebar dan fokus pada suatu

permasalahan serta dapat dipahami secara baik dan benar sebagaimana yang

diharapkan. Maka, peneliti membatasi penelitian ini pada polemik antara praktek

pelaksanaan akad nikah di luar KUA perspektif PPN dan Masyarakat Kota

Malang.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latarbelakang di atas dan untuk memperjelas arah

penelitian ini, maka peneliti membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan PPN Kota Malang tentang pelaksanaan akad nikah

di luar Kantor Urusan Agama (KUA) ?

2. Apa yang melatarbelakangi masyarakat Kota Malang lebih memilih

melaksanakan akad nikah di luar Kantor Urusan Agama (KUA) ?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang telah

dipaparkan. Hal ini dilakukan dengan mendeskripsikan, menganalisa problem

yang terjadi secara jelas bagaimana praktek akad nikah di luar KUA dan

bagaimana budaya masyarakat kita terkait dengan prosesi pelaksanaan akad nikah

yang menyebabkan terjadinya pembiayaan yang dianggap gratifikasi. Tidak hanya

ini saja, dalam penelitian ini peneliti juga bertujuan untuk memecahkan problem

yang terjadi dengan beberapa solusi yang didasari dari hasil penelitian ini.

12

12

Sehingga dengan penelitian ini dapat diketahui problem yang terjadi serta dapat

memberikan solusi bagi pemerintah dalam melihat kasus yang terjadi di KUA.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

khazanah keilmuan dalam kajian sosiologi hukum Islam, khususnya di dalam

pelaksanaan akad nikah yang dilakukan di KUA dan di luar KUA. Dengan

penelitian ini juga dapat menghasilkan tulisan yang membahas tentang lembaga

dalam sistem pranata hukum.

2. Manfaat Praksis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi

para peneliti yang akan meneliti tentang pelaksanaan akad nikah di masyarakat

dalam kajian aspek hukum dan budaya serta dapat memberi wawasan kepada

orang yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan akad nikah. Penelitian ini

juga dapat memperkaya khazanah dan wawasan ilmu pengetahuan dunia Islam

yang bersinggungan langsung KUA serta prosedur pelaksanaan akad nikah.

Mamfaat praktis lainnya yaitu dapat menjadi bahan pertimbangan bagi KUA

dalam meningkatkan kualitas kerja di masyarakat.

F. Definisi Operasional

PPN : Pegawai Pencatat Nikah yang selanjutnya disebut PPN adalah

pejabat yang melakukan pemeriksaan persyaratan, pengawasan

dan pencatatan peristiwa nikah/rujuk, pendaftaran cerai talak,

cerai gugat, dan melakukan bimbingan perkawinan.24

24

Lihat PMA No 11 Tahun 2007 Tentang Pencatat Nikah Pasal 2 Ayat (1)

13

13

PMA : Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2007 Tentang Pencatatan Nikah. (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 5).

G. Sistematika Pembahasan

Agar diperoleh pembahasan yang sistematis, terarah dan mudah dipahami

serta dapat dimengerti oleh pembaca. Maka peneliti akan dibagi menjadi VI bab,

diantaranya yaitu ;

Pada bab I dalam penelitian ini membahas tentang Pendahuluan yang

meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional serta sistematika pembahasan.

Pada bab II membahas tentang penelitian terdahulu dan kajian pustaka

dengan cakupan materi yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain kajian

tentang nikah perspektif hukum islam, membahas tentang akad nikah, sejarah

pelembagaan institusi islam di indonesia dan kajian tentang eksistensi PPN dalam

bingkai sejarah.

Pada bab III dalam penelitian ini memfokuskan kepada kajian metode

penelitian dengan cakupan materi paradigma penelitian, lokus penelitian, jenis

penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisi

data dan pengecekan keabsahan data.

Bab IV dalam penelitian ini membahas tentang paparan dan temuan data

yang dihasilkan dari lapangan serta sekaligus mencari dan mengumpulkan data-

data yang berkaitan dengan rumusan masalah.

Pada bab V merupakan analisis dari data yang ditemukan di lapangan dan

berusaha untuk menjawab rumusan masalah yang terkait yaitu tentang pandangan

14

14

PPN Kota Malang tentang pelaksanaan akad nikah di luar Kantor Urusan Agama

(KUA) dan pandangan masyarakat Kota Malang tentang pelaksanaan akad nikah

di luar Kantor Urusan Agama (KUA).

Bab VI merupakan bagian terakhir dari penelitin ini yaitu kesimpulan yang

mencakup pembahasan simpulan dan saran.

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian Pertama dilakukan oleh Maziyatul Hikmah dengan judul

Penundaan Perkawinan Bagi Wanita Hamil ( Studi Pandangan Ulama Dan Pakar

Hukum Terhadap Kebijakan KUA Junrejo Kota Batu). Jenis penelitian ini yaitu

penelitian lapangan yang melibatkan interaksi langsung antara peneliti dengan

objek yang diteliti. Adapun problem yang diangkat dalam penelitian ini yaitu

mengenai status kewenangan yang melekat pada KUA dalam menetapkan

kebijakan penundaan perkawinan bagi wanita hamil, status keperdataan anak luar

kawin apa bila terjadi penundaan perkawinan bagi wanita hamil dan selanjutnya

dianalisis dengan pendapat ulama dan pakar hukum terkait dengan status

kebijakan tersebut.1

Hasil temuan dalam penelitian ini adalah : pertama, aturan kebijakan

penundaan perkawinan hamil yang dilakukan oleh KUA Junrejo tidak memiliki

kekuatan hukum, tidak ada aturan yang dapat dijadilakan landasan bagi kebijakan

ini, baik dari segi UU Perkawinan maupun KHI. Kebijakan ini tidak bukan

bersifat kebijakan publik karena tidak tertulis jelas akan tetapi secara langsung

diterapkan di masyarakat utamanya masalah hamil pranikah. Kedua, status anak

luar kawin menurut syarak memiliki hubungan nasab dengan ibunya begitu juga

dalam UU Perkawinan dan KHI. Ketiga, para pakar dan ulama tidak setuju

1 Maziyatul Hikmah, Tesis, Penundaan Perkawinan Bagi Wanita Hamil ( Studi Pandangan Ulama

Dan Pakar Hukum Terhadap Kebijakan KUA Junrejo Kota Batu), (Malang : 2013)

15

dengan kebijakan KUA Junrejo Kota Batu. Alasannya para pakar tersebut didasari

oleh beberpa aspek diantaranya yaitu aspek sosial, aspek psikologis dan aspek

hukum.

Penelitian kedua dilakukan oleh Ahmad Syaifudin Dengan Judul

Pelaksanaan Tugas Pegawai Pencatat Nikah dan Pembantu Pegawai Pencatat

Nikah Menurut Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 Tentang

Pencatatan Nikah (studi di KUA kecamatan dau kabupaten Malang ). Jenis

penelitiannya yaitu yuridis empiris. Yang menjadi rumusan masalahnya yaitu

berkaitan dengan kesesuaian dan efektifitas pelaksanaan tugas PPN dengan KMA

Nomor 477 Tahun 2004 Tentang Pencatatan Nikah.2

Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaa tugas PPN dan

pembantu PPN tidaklah tanpa ada kendala demikian pula dengan pelaksanaan

Tugas PPN dan P3N yang telah diatur dalam KMA 477 Tahun 2004 tersebut

dalam pelaksanaannya juga tidak mulus dan lancar. Hal itu dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang menjadi kendala, dalam pelaksanaan peraturan tersebut.

Kendala-kendala tersebut antara lain ; Kedudukan PPN yang merangkap Jabatan ,

minimnya Pegawai secara umum disetiap KUA Kecamatan, sosial budaya

masyarakat. P3N yang tidak berstatus sebagai PNS dan juga adanya pasal-pasal

dalam KMA 477 Tahun 2004 tersebut yang membingungkan untuk difahami.

Penelitian pelaksanan tugas PPN dan P3N yang telah diatur dalam KMA 477

Tahun 2004 tersebut dibuktikan mengambil lokasi di KUA Kecamatan Dau

.Dengan tidak efektifnya pelaksanan KMA 477 Tahun 2004 tersebut maka perlu

2Ahmad Syaifudin, Tesis, Pelaksanaan Tugas Pegawai pencatat nikah dan

Pembantu Pegawai pencatat Nikah Menurut keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004

Tentang Pencatatan Nikah (Studi di KUA Kecamatan Dau Kabupaten Malang ), (Malang :

Universitan Muhammadiyah Malang, 2008).

16

diadakan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap KMA 477 Tahun 2004

dengan harapan nantinya bisa terlaksanan dengan baik.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Hj. Nana Cuanah dengan judul

Pencatatan Perkawinan Menurut Hukum Adat Pada Suku Dayak Di Desa

Kumpang Kecamatan Toho Kabupaten Pontianak. Adapun jenis penelitian ini

adalah yuridis empiris, dengan rumusan masalah yaitu berkaitan dengan

pelaksanaan perkawinan menurut hukum adat pada masyarakat Suku Dayak di

Desa Kumpang, Kecamatan Toho, Kabupaten Pontianak serta kepastian hukum

jika masyarakat suku dayak tidak mencatatkan pernikahannya.3

Hasil temuan dari penelitian ini yaitu Pertama, Pelaksanaan perkawinan

menurut hukum adat di Desa Kumpang, Kecamatan Toho, Kabupaten Pontianak,

bukanlah untuk mempertemukan dan mempersatukan kedua mempelai sebagai

suami istri semata-mata, tetapi juga mempertautkan kedua kerabat dari suami istri,

Kedua, Faktor-faktor penyebab masyarakat Suku Dayak di Desa Kumpang,

Kecamatan Toho, Kabupaten Pontianak tidak mencatatkan perkawinan di KUA

Kecamatan Toho, antara lain : pertama, Perkawinan yang dilaksanakan secara sah

menurut agama Islam menurut mereka telah dianggap sah dan di KUA hanya

bersifat administratif saja; kedua, Adanya biaya yang menurut mereka mahal;

ketiga, Mereka ingin menghindari birokrasi yang berbelit-belit dan memerlukan

waktu yang cukup lama; keempat, Dengan memiliki Surat Keterangan Nikah

SKN) dari Kepala Desa Kumpang, mereka bisa mengurus Akta Kelahiran mereka

di Kantor Catatan Sipil di Kabupaten Pontianak.

3 Nana Cuanah, Tesis, Pencatatan Perkawinan Menurut Hukum Adat Pada Suku Dayak Di Desa

Kumpang Kecamatan Toho Kabupaten Pontianak, (Semarang : Universitas Diponegoro, 2006)

17

Akibat lain dari hukum perkawinan yang tidak dicatatkan pada masyarakat

Suku Dayak di Desa Kumpang, Kecamatan Toho, Kabupaten Pontianak antara

lain; Pertama, Perkawinan seperti ini merupakan perkawinan dibawah tangan,

sehingga suami istri tersebut oleh undang-undang dianggap tidak terikat oleh tali

perkawinan, maka masing-masing suami/istri berhak untuk menikah secara sah

dengan orang lain; kedua, Anak-anak mereka bukanlah anak-anak sah menurut

undang-undang; ketiga, Tidak bisa melakukan urusan birokrasi dengan pejabat

negara.

Adapun persamaan dan perbedaan dari tiga penelitian tersebut diatas antara

lain ;

Nama Perbedaan Persamaan

Maziyatul Hikmah

dengan judul

Penundaan Perkawinan

Bagi Wanita Hamil (

Studi Pandangan Ulama

Dan Pakar Hukum

Terhadap Kebijakan

KUA Junrejo Kota Batu

a. Latar belakang

penelitian ini yaitu

menganalisa tentang

kebijakan yang

dilakukan oleh KUA

Junrejo.

b. Dalam kajiannya,

penelitian ini lebih

menekankan kepada

studi analisis kebijakan

KUA Junrejo Kota

Batu terkait dengan

kebijakan tentang

penundaan perkawinan

bagi wanita yang

hamil terlebih dahulu.

a. Jenis penelitian

yuridis empiris.

b. Penelitian ini

berkaitan dengan

problematika

pelaksanaan

perkawinan.

18

Penelitian ini selain

melihat dari konsep

pandangan hukum

tentang kebijakan

tersebut, juga melihat

corak berfikir yang

menjadi landasan

KUA Junrejo dalam

mengeluarkan

kebijakan tersebut.

c. Rumusan masalah

yang diangkat yaitu

tentang pandangan

ulama dan pakar

hukum terhadap

kebijakan KUA

Junrejo terkait tentang

Penundaan

Perkawinan bagi

Wanita Hamil.

d. Fokus penelititian

yaitu analisa kebijakan

perspektif ulama dan

pakar hukum

Ahmad Syaifudin

Dengan Judul

Pelaksanaan Tugas

Pegawai Pencatat Nikah

dan Pembantu Pegawai

a. Latar belakang

penelitan ini yaitu

berkaitan dengan

kesesuaian antara

peraturan dan

a. Jenis penelitian

yuridis empiris.

b. Penelitian ini

berkaitan dengan

pencatat nikah.

19

Pencatat Nikah Menurut

Keputusan Menteri

Agama Nomor 477

Tahun 2004 Tentang

Pencatatan Nikah (studi

di KUA kecamatan dau

kabupaten Malang ).

prakteknya di

lapangan.

b. Penelitian ini lebih

menekankan kepada

efektifitas kinerja PPN

dan P3N berdasarkan

KMA . Penelitian ini

juga ingin melihat

bagaimana

implementasi dari

KMA di lapangan

apakah ada kesesuaian

atau tidak sesuai

dengan apa yang diatur

dalam KMA serta

problematika/kendalan

ya.

c. Rumusan masalah

yang diangkat yaitu

berkaitan dengan

kesesuaian dan

efektifitas pelaksanaan

tugas PPN dengan

KMA Nomor 477

Tahun 2004 Tentang

Pencatatan Nikah.

d. Fokus penelitian

efektifitas KMA.

Nana Cuanah dengan

judul Pencatatan

Perkawinan Menurut

Hukum Adat Pada Suku

a. Latar belakang

penelitian ini yaitu

berangkat dari konflik

antara budaya dan

a. Jenis penelitian

yuridis empiris.

b. Penelitian ini juga

hampir sama dengan

20

Dayak Di Desa

Kumpang Kecamatan

Toho Kabupaten

Pontianak.

norma hukum yaitu

yang berkaitan dengan

problematika

pernikahan masyarakat

suku dayak yang tidak

dicatatatkan. Peneliti

ini ingin melihat

tentang kepastian

hukum jika pernikahan

tersebut tidak

dicatatkan.

b. Penelitian ini juga

lebih menekankan

kepada factor-faktor

yang menyebabkan

masyarakat dayak

tidak mencatatkan

perkawinannya.

c. Rumusan masalah

yang diangkat

berkenaan dengan

pelaksanaan

perkawinan menurut

hukum adat serta

kepatian hukum bagi

yang tidak

mencatatkannya.

d. Fokus penelitian yaitu

praktek nikah suku

dayak yang tidak

dicatatkan.

penelitan diatas yaitu

berkaitan dengan

problematika

pernikahan serta

pencatatan nikah.

21

B. Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam

Peraturan-peratuan yang berkenaan dengan hal privat seperti pernikahan dan

masalah keperdataan lainnya, diatur sedemikian rupa untuk mencapai tujuan dari

hukum itu sendiri. Oleh karena itu, betapa pentingnya kedudukan hukum dalam

tatanan sosial. Begitu juga halnya dalam konsep perkawinan, untuk menertibkan

dan menjaga serta melindungi hak-hak bagi manusia perlu dilakukan kodifikasi

hukum yang bersifat formal agar memiliki kekuatan hukum yang dapat menjamin

tiap individu. Khususnya dalam pernikahan ini menyangkut hal privat yang sangat

urgen sekali dilindungi, hal ini dikarenakan oleh factor-faktor yang timbul dari

problematika-problematika keluarga, baik menyangkut perlindungan terhadap

istri, suami dan anak.

Sistem perkawinan yang telah dibuat diharapkan mampu menjadikan

hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam penuh kehormatan dan saling

meridhoi. Perkawinan merupakan jalan dan saluran yang paling baik dan selamat

bagi syahwat sebagai naluri manusia untuk selanjutnya melahirkan dan

memelihara generasi baru dengan baik dan juga akan menciptakan kondisi dan

suasana yang tertib dan aman dalam kehidupan sosial.

Dalam perspektif hukum islam, nikah atau kawin secara etimologi (lughah)

berarti kumpul atau bersatu, sedangkan secara terminologisnya (istilah) berarti

aqd (ikatan) yang menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan yang semula

terlarang.4

4Muhammad bin Ahmad Al-Ramli, Ghayah Al-Bayan Syarh Zubad Ibn Raslan, ( Beirut : Dar Al-

Kutub Al-Islamiyah, 2012),363

22

Artinya :

Perkawinan menurut syara yaitu akad yang ditetapkan syara untuk

membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan

menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.5

Jika melihat kepada hakikat dari akad itu bila dihubungkan dengan

kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul, sedangkan

sebelum akad tersebut berlangsung diantara keduanya tidak boleh bergaul. Yang

dimaksudkan membolehkan hubungan kelamin itu, karena pada dasarnya

hubungan laki-laki dan perempuan itu adalah terlarang, kecuali ada hal-hal yang

membolehkan secara hukum syara. Diantara hal yang membolehkan bergaulnya

laki-laki dan perempuan adalah adanya akad nikah diantara keduanya. Dengan

demikian, akad nikah itu merupakan suatu usaha untuk membolehkan sesuatu

yang asalnya tidak boleh.6

Pengertian tersebut tampaknya dibuat hanya untuk melihat dari satu segi

saja, yaitu kebolehan hukum dalam berhubungan antara seorang laki-laki dengan

seorang perempuan, yang semula hukumnya dilarang menurut syara menjadi

halal. Pernikahan dikatakan sah apabila terjadi antara seorang pria dan seorang

wanita dengan terpenuhinya semua syarat dan rukunnya menyebabkan semua

hubungan keduanya menjadi halal bahkan berpahala, yang sebelumnya hukumnya

adalah haram dan berdosa. Maksud dari hubungan yang semula terlarang (haram)

5Abd. Rahman al-Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarta:Kencana, 2006), 8 dan Abu Bakr Al-Jabir

Al-Jazairi, Minhaju Al-Muslim, (Madinah : Maktabah Al-Ulum wa Al-Hikam, 2012),301 6Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. (Jakarta: Kencana. 2007). 37

23

antara laki-laki dan perempuan itu adalah berduaan, bertatapan, bersentuhan,

bermesraan, berkasih sayang, berhubungan badan dan seterusnya.7

Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa arab disebut

dengan dua kata yaitu; nikah () dan zawaj ().8 Kata nakaha dalam Al

Quran dengan arti kawin terdapat didalam surat An Nisa ayat 3:

Artinya :

Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau

empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka

(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang

demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.9

Kemudian kata zawaj dalam Al Quran dalam arti kawin terdapat surat Al

Ahzab ayat 37 : 10

7Umay M. Djafar Shiddieq, Indahnya Keluarga Sakinah Dalam Naungan Al-Quran dan Sunnah,

(Jakarta: Zakia Press, 2004),2 8 Dalam kitab-kitab fiqh sebagian pengarangnya menggunakan kata al-nikah dan ada yang

menggunakan kata al-zawaj. Yang menggunakan kata al-zawaj seperti dalam kitab fiqh sunnah

karangan Sayyid Sabiq, sedangkan yang menggunakan kata nikah sengatlah banyak, seperti dalam

kitab Zubad karangan Ahmad Al-Ramli, Bidayatul Mujtahid karangan Ibn Rusy, Fiqh Ala Al-

Mazhab Al-Arbaatu karangan Abdurahman Al-Jaziri. Dan sebagainya. Sedangankan dalam

bahasa arab kata nikah atau pernikahan yaitu Nakaha dan Al-Zawaj. Lihat A.W. Munawwir,

Kamus Al-Munawwir Indonesia Dan Arab, (Surabaya : Pustaka Progressif, 2007),650 9 Kementerian Agama RI. Al-Quran Keluarga, ( Bandung : Fitrah Rabbani, 2009),77

10 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana 2007),35

24

Artinya :

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah

melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat

kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah",

sedang kamu Menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan

menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang

lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri

keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu

dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk

(mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak

angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya dan

adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.11

Dari ayat-ayat diatas menunjukan bahwa Pada dasarnya semua hubungan

khususnya dalam pernikahan adalah kebutuhan manusia bahkan seluruh makhluk

hidup. Akan tetapi, sebagai manusia terlebih lagi kita sebagai umat Islam yang

memiliki akal budi, norma, etika dalam berhubungan dengan tuhan dan dengan

sesama manusia, maka kita memiliki batasan-batasan tertentu yang dilarang oleh

Allah SWT untuk dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum menikah.

Berdasarkan hal inilah Allah menentukan tatacara agar laki-laki menjadi halal

berhubungan dengan wanita.

1. Ketentuan Hukum Pernikahan

Dalam hal pernikahan meskipun dianjurkan, namun ada beberapa hukum

yang harus diperhatikan bagi siapa saja nikah itu peruntuhkan. Pada dasarnya

nikah merupakan salah satu bentuk ibadah yang diperintahkan kepada manusia

tanpa terkecuali. Karena dengan menikah, manusia dapat menjaga diri dari hal-hal

11

Kementerian Agama RI. Al-Quran Keluarga,.419

25

yang tidak disukai oleh Allah. Rasulullah telah mencontohkan bahwa pernikahan

adalah seatu bentuk ibadah yang disyariatkan oleh allah, sebagaimana yang telah

difirman dalam [QS. Al-Rad. 13:38]

Artinya :

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu

dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan

tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat)

melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang

tertentu).12

Meskipun dalam beberapa ayat dan hadis menjelaskan bahwa anjuran untuk

menikah, tetapi ketentuan ini tidak bisa diberlakukan semerta-merta tanpa melihat

aspek-aspek yang lain. Ada beberapa hukum nikah yang telah dirumuskan oleh

para ulama fiqh, namun pada prinsipnya mayoritas ulama berpendapat bahwa

hukum nikah adalah sunat, dari ulama zhahiriah menyatakan bahwa hukum nikah

adalah wajib.13

Pada perkembangannya hukum nikah terdiri dari lima yaitu wajib,

haram, makruh, sunnah. Ibahah (boleh/mubah) antara lain ;14

1. Wajib

Hal ini berlaku bagi seseorang yang sudah mampu untuk melakukannya

(secara finansial dan fisikal) dan keinginannya untuk menyalurkan hasrat seksual

sangat kuat, sementara itu ia khawatir terjerumus dalam perzinaan apabila tidak

12

Kementerian Agama RI. Al-quran keluarga,. 254 13

Ibnu Rusydi Al-Qurtubi Al-Andalisia, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatu Al-Muqashid, (Mesir :

Maktabah Al-Syuruqu Al-Dauliah, 2004), 380 14

Abdurahman Al-Jaziri, Kitab Al-fIqh Ala Al-Mazdahib Al-Arbaah, ( Beirut : Dar Al-Kutub

Al-Ilmiyah, 1986),3

26

menikah, maka hukum pernikahan adalah wajib. Seperti halnya hadits riwayat

jamaah dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah SAW bersabda :

15[

Artinya :

Telah bercerita kepada kami Umar bin Hafsi bin Ghiyast telah bercerita

kepada kami ayahku telah bercerita kepada kami Al-Amasy berkata

Amasy telah bercerita kepada kami Umarah dari Abdi Al-Rahman bin

Yazid berkata. Telah bersabda kepada kami Rasulullah SAW Wahai

pemuda jika diantara kamu ada yang mampu menikah hendaklah ia

menikah karena matanya akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih

terpelihara. Jika ia belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa karena

puasa itu ibarat mengebiri.

2. Sunnah

Adapun bagi orang yang sudah bergejolak dan mampu menikah, namun

masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka hukum baginya adalah

sunnah. Namun tidak dibenarkan juga jika seseorang tidak ingin meninakah,

karena pada prinsipnya menikah lebih utama dari pada menenggelamkan diri

dalam ibadah karena menjalani hidup bagaikan pendeta sedikitpun tidak

dibenarakan dalam Islam.

15

Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Juz 3 ( Bairut : Dar Al-Fikr,

1981),117

27

Artinya :

Dari Abi Umamah bahwa Nabi SAW bersabda Menikahlah kalian,

karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian pada umat-

umat lain. Janganlah kalian hidup seperti pendeta-pendeta nasrani.

Dalam hadis yang lain juga dijelaskan bahwa nikah merupakan bentuk

kesunnahan. Hal ini diterangkan dalam hadis Nabi SAW :

]. 16[

Artinya :

Telah bercerita kepada kami Abu Bakr bin Nafi Al-Abdiyu telah

bercerita kepada kami Bahzu telah bercerita kepada kami Hammadu bin

Salamah dari Stabit dari Anas bahwasanya Nabi SAW memuji allah dan

menyanjungnya, kemudian beliau bersabda akan tetapi aku

sembahyang dan tidur dan puasa dan berbuka dan menikahi perempuan

maka barangsiapa tidak suka akan sunnahku, maka ia bukan dari

golongan ku.

3. Haram

Pernikahan menjadi haram bagi siapa saja yang mengetahui dirinya tidak

memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami, baik dalam

nafkah lahiriah (bersifat finansial) maupun nafkah batiniah (kemampuan

melakukan hubungan seksual) yang wajib diberikan kepada pasangannya.

Hendaknya seorang laki-laki maupun perempuan yang akan menikah

menyebutkan dengan jujur kekurangan dari dirinya. Jika ternyata salah satu

pasangan mengetahui aib pada pasangannya. Maka, dia berhak untuk

16

Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, ( Beirut : Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002),222 dan

Muhammad Fuad Abdu Al-Baqi, Shahih Muslim, Juz 2 ( Indonesia : Maktabah Dahlan, tt),16

28

membatalkan pernikahan tersebut. Jika aib itu pada perempuan, maka calon

suami boleh membatalkan dan mengambil kembali mahar yang telah diberikan,

dan diharamkan juga menikah jika bertujuan untuk menyakiti pasangannya.

Ketentuan ini diqiyaskan dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [ 2:195]

yang berbunyi ;

Artinya :

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu

menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,

karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.17

Dari ayat diatas menunjukan bahwa nikah merupakan anjuran yang bersifat

ibadah sehingga tidak dibolehkan dalam suatu ibadah dilandasi oleh niat atau

perbuatan yang merusak, sehingga diharamkan bagi umat Islam ketika hendak

menikah dengan tujuan ingin menganiaya atau berbuat dhalim.

4. Makruh

Adalah makruh hukumnya menikah bagi seseorang yang mempunyai

kemauan/kemampuan untuk menikah dan cukup mempunyai kemampuan untuk

menahan diri sehingga tidak memungkinkan jatuh dalam perbuatan zina. Hanya

saya orang ini tidak memiliki keinginan yang kuat untuk menikah, bagi orang

yang seperti ini hukumnya makruh untuk menikah.18

5. Ibahah ( boleh/mubah)

17

Kementerian Agama RI, Al-Quran Keluarga,.30 18

Abdurahman Al-Jaziri, Kitab Al-fIqh Ala Al-Mazdahib Al-Arbaah,. 5

29

Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan

segera menikah atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk menikah,

perkawinan baginya hanya untuk kesenangan bukan untuk menjaga

kehormatannya, bagi orang yang seperti ini maka hukumnya mubah. Imam Syafii

menjelaskan bahwa pada dasarnya hukum nikah adalah ibahah, karena tujuan

nikah merupakan untuk mendapatkan kenikmatan.19

C. Akad Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam dan KHI

Sebelum membahas tentang akad nikah. Maka, terlebih dahulu perlu

dicermati tentang kedudukan akad dalam nikah, karena secara khusus akad nikah

memiliki perbedaan dengan akad jual beli, meskipun dalam tataran terminologi

secara umum memiliki kesamaan makna dan tujuan terhadap suatu hal tertentu.

Contoh kecil misalanya, dalam bentuk sighat saja berbeda antara akad nikah

dengan akad jual beli meskipun tujuannya sama yaitu untuk dapat memiliki secara

sah dimata hukum terhadap kepemilikan sesuatu hal atau barang tertentu.

1. Pengertian Akad Nikah

Kedudukan akad dalam nikah memiliki fungsi yang sangat urgen sekali,

karena akad merupakan salah satu bentuk dari rangkaian unsur dalam rukun

pernikahan. 20

Unsur akad dalam pernikahan yaitu terpenuhi ijab dan qabul yang

menghendaki adanya dua pihak yang berakad. Secara umum akad sendiri

memiliki tiga (3) rukun, yaitu ; aqid (subjek), maqud alaih ( objek) dan

19

Abdurahman Al-Jaziri, Kitab Al-fIqh Ala Al-Mazdahib Al-Arbaah,.7 20

Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Muin, (Jakarta : Dar Al-Kutub Al-

Islamiyah,2010),202

30

shighat.21

Berdeda dengan Hanafiyah yang menyatakan bahwa rukun akad yaitu

ijab dan qabul, pendapat ini sesuai dengan definisi rukun menurut ulama kalangan

Hanafiyah yaitu sesuatu yang hadirnya sesuatu yang lain bergantung kepadanya

dan sesuatu tersebut merupakan bagian dari hakikatnya.22

Makna akad secara umum berasal dari bahasa Arab ( ) jamanya (

) yang berarti ikatan, mengikat. Dan dapat juga diartikan sebagai

(sambungan), (janji).23

Namun secara garis besarnya adalah:

Artinya :

Menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatnya

salah satu dari pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan

menjadi seperti seutas tali yang satu.

Pengertian lafdiyah ini sebagai mana yang tertulis dalam kitab suci al-Quran

QS. Al-Maidah. [5:1] yang berbunyi:

.

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan

bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang

demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang

21

Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, diterjemahkan oleh Nur Khizim. (Jakarta : AMZAH,

2010),99 22

Wahbah Zuhaili, Fiqh Al-Islamiya Wa Adillatuhu. Juz 4 (Damaskus : Dar Al-Fiqr. 2006), 2930 23

Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah,( Bandung : Pustaka setia, 2000), 43

31

mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum

menurut yang dikehendaki-Nya.24

Kata pada surat Al-Maidah diatas merupakan jama dari kata yang

merupakan suatu bentuk perjanjian yang memiliki makna ikatan yang kuat seperti

ucapan aku mengikat tali dengan tali yang lain ini merupakan makna etimologi

yang memberikan pengertian bahwa akad merupak suatu ikatan yang mengikat

satu dengan yang lain. Makna akad disini juga seperti Allah mengikat hambanya

dengan syariat yang telah ditetapkan agar dilaksanakan.25

dalam tafsir Jalalain

dijelaskan bahwa akad harus dipenuhi sebagaimana yang telah diperintahkan

dalam agama Islam, adapun perintah yang harus dilaksanakan oleh umat Islam

antara lain, yaitu; memenuhi janji, kebenaran dalam akad, niat yang baik dan tidak

melewati batas.26

Dalam QS. An-Nisa [4:21] juga disebutkan juga ;

.

Artinya :

Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian

kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri.

Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang

kuat.27

Dalam terminologi hukum Islam makna akad secara khusus didefinisikan

sebagai berikut:

24

Kementerian Agama RI. Al-Quran Keluarga,.106 25

Muhammad ali as-shabuni, Tafsir Ayat Al-Ahkam, Juz 1 (Beirut : Dar Kutub Al-Islamiyah,

2001),412-413 26

Ahmad bin Muhammad As-Sawi, Hasiyat As-Sawi Ala Tafsir Al-Jalalain, (Beirut : Dar Kutub

Al-Islamiyah), 353. Baca juga Abdurrahman Halaluddin Al-Suyuti, Al-Durru Al-Manstur Fi

Tafsir Al-Mastur, Juz 3 ( Beirut : Dar Al-Fikr, 2002), 5 27

Kementerian Agama RI. Al-Quran Keluarga,.81

32

Artinya :

Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul28

yang dibenarkan oleh syara

yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.

Yang dimaksud dengan dalam definisi akad adalah ungkapan atau

penyataan kehendak melakukan perikatan (akad) oleh suatu pihak, biasanya

disebut sebagai pihak pertama. Sedangkan akad nikah adalah rangkaian ijab yang

diucapkan oleh wali dan qabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya

disaksikan oleh dua orang saksi.29

Dari definisi akad nikah tersebut dapat

dipahami bahwa rukun nikah mencakup dari definisi akad nikah itu sendiri yaitu :

Pertama, Adanya mempelai laki-laki dan wanita. Kedua, Adanya wali. Ketiga,

Dua orang saksi dan keempat adalah shighat nikah.30

Para ulama syafiiyah dalam

perihal qabul boleh diwakilkan seperti ucapan aku terima nikahnya untuk fulan.

Dalam hal ini dibolehkan.31

2. Syarat-Syarat Akad Nikah

Akad nikah didasari atas suka sama suka, atau rela sama rela. Oleh karena

perasaan rela sama rela itu tersebunyi, maka sebagai manifestasinya adalah ijab

dan qabul. Oleh karena itu, ijab dan qabul adalah unsur mendasar bagi keabsahan

akad nikah.32

Akad nikah harus berkonotasi jalaul mana yaitu dinyatakan

28

Definisi Ijab menurut Ulama Hanafiyah adalah penetapan perbuatan tertentu yang

menunjukkan keridhaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik yang menyerahkan ataupun

yang menerima,sedangkan qabul adalah orang yang berkata setelah orang yang mengucapkan

ijab, yang menunjukkan keridhaan atas ucapan orang pertama. Namun dikalangan Ulama selain

Hanafiyah berpendapat Ijab adalah pernyataan yang keluar dari orang yang menyerahkan benda,

baik dikatakan oleh orang pertama atau kedua sedangkan qabul adalah pernyataan dari orang yang

menerima barang. Wahbah Zuhaili, Fiqh Al-Islamiya Wa Adillatuhu.,2918 29

Syamsuddin Muhammad Abi Abbas, Nihayatu Al-Muhtaj Ila Syarhi Al-Manhaj, (Bairut : Dar

Al-Kitab Al-Ilmiyah, 1993),209 30

Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibary, Fathu Al-Muin. 203 31

Yahya bin Syarif Abi Zakariya Al-Nawawi, Raudhatu Al-Thalibin, Juz 6 (Beirut : Dar Al-Fikr,

2005),70 32

Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontenporer, (Jakarta : Kencana, 2004),3

33

dengan ungkapan yang jelas dan pasti maknanya, sehingga dapat dipahami oleh

saksi apa yang diucapkan oleh wali dari mempelai perempuan (ijab) dan

mempelai laki-laki (qabul).33

Oleh karena itu, akad merupakan tahap awal

sebelum melakukan pernikahan. Hal ini untuk meyakinkan dan memperjelas

status sesudahnya, dapat dipahami bahwa akad secara filosofi memiliki ikatan

yang kuat baik lahir dan batin.

Dalam konsep hukum Islam (syariat) yang berhak mengakadkan nikah yaitu

wali laki-laki dari pihak perempuan ke atas yaitu ayah, kakek, kemudian saudara

laki-laki seayah seibu, kemudian saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari

saudara laki-laki seayah seibu, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah,

kemudian paman dan terakhir anak laki-laki dari paman, ketentuan urutan ini

harus terjaga tidak bisa saling melewati.34

Syarat akad nikah menurut para ulama ada empat (4) hal yang harus dipenuhi

antara lain :35

1. Dua orang yang berakad telah tamyiz, jika salah satunya gila atau

tidak tamyiz maka pernikahan tidak sah.

2. Kesatuan tempat ijab dan Qabul dengan artian tidak terpisah antara

ijab dan qabul, sehingga tidak ada halangan antara mempelai.

33

Dalam lafald ijab harus menggunakan kata-kata yang merepresentasikan kata nikah seperti

ucapan akunikahkan kamu bisa dengan menggunakan fiil madhi dan fiil mudhari seperti

lafald ""atau . Dan tidak sah nikah hanya dengan ucapan kinayah (sindiran) dan

dengan bahasa yang tidak mengandung makna nikah. Adapun dalam mengucapkan qabul boleh

dengan menggunakan ucapan qabiltu, wafaqtu, afdhaitu nafadztu. Baca Naji Hasan

Siafin. Al-Minhal Al-Adhbu As-Syafii Fi Fiqh Al-Madhab Al-Syafii, Juz 2 (Beirut : : Dar Kutub

Al-Islamiyah,2001), 61. Ali yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga,.101. Baca juga Muhammad Al-

Marshafi, Hasiyah Al-Bajuru Ala Syarh Minhaj Al-Tullab, Juz 3 (Beirut : Dar al-fikr, 2002),334 34

Ibnu Rushdi, Bidayatu Al-Mujtahid Wa Nihayatu Al-Muqtashid, ( Beirut : Maktabah Al-Syuruq

Al-Dauliyah, 2004),382-384. Baca juga Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibary, Fathu Al-Muin,

202. 35

Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga,.100-101

34

3. Kesempurnaan ijab dan Qabul, dalam artian keselarasan antara ijab

dan Qabul.

4. Masing-masing orang yang berakad memahami dan mendengan

maksud dari akad pernikahan. Meskipun masing-masing dari mereka

tidak memahami arti kosa kata tersebut.36

Berhubungan dengan tempat pelaksanaannya, Islam tidak mengatur secara

spesifik, hanya saja sunnah jika ingin melangsungkan akad nikah dilakukan di

tempat-tempat yang baik seperti di mesjid, sebagimana berdasarkan hadis Nabi

SAW :

Artinya :

Telah bercerita kepada kami Hassrun bin Maruf dan Ishaq bin Musa Al-

Anshari berkata. Telah bercerita kepada kami Anas bin Iyad telah

bercerita kepada kami Abi Dubab dalam riwayat Harun dan didalam

hadis Al-Anshar telah bercerita kepadaku Al-Harits dari Abduurrahman

bin Mihran dari Abi Hurairah bahwa bahwasannya Rasulullah bersabda :

Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid dan tempat yang

paling dibenci alloh adalah pasar. (HR. Muslim).37

36

Sebagian yang fanatik dengan bahasa arab kebanyakan mereka mengakadkan dengan bahasa

arab meskipun para mempelai tidak paham arti dari ucapan tersebut, karena yang terpenting yaitu

kejelasan dan kebenaran ucapan serta memahami tujuan dari ucapan tersebut. 37

Yahya bin Syarif An-Nawawi, Shahih Muslim Bisyarhi An-Nawawi, ( Al-Qahirah :Dar Al-

Manar, 2002),303

35

Artinya :

Telah bercerita kepada kami Ahmad bin Mani telah bercerita kepada

kami Yazid bin Harun telah mengabarkan kepada kami Isa bin Maimun

Al-Anshari dari Al-Qasim bin Muhammad dari Aisyah berkata. Rasul

SAW bersabda siarkanlah pernikahan ini , dan adakanlah dimasjid-

masjid dan tabuhlah gendang-gendang. (HR. Turmudzi)38

Dapat dipahamai bahwa pada dasarnya akad merupakan rangkaian antara ijab

dan qabul yang wajib diucapkan secara lisan. Bagi orang bisu sah melakukan ijab

dan qabul dengan isyarat yang dapat dipahami oleh saksi dan orang yang hadir

ditempat tersebut. Ijab dan qabul dilakukan di dalam satu majlis dan tidak boleh

ada jarak yang lama atau yang merusak kesatuan dari ijab dan qabul.39

Hal ini

berbeda dengan imam Hanafi yang membolehkan ijab dan qabul dengan adanya

jarak asalkan masih dalam satu majlis.40

3. Akad Nikah Dalam Perspektif UU Perkawinan dan KHI

Salah satu fenomena yang muncul di dunia Islam pada abad 20 adalah upaya

pembaruan hukum keluarga yang dilakukan oleh negara-negara yang

38

Berkata Abu Isa bahwa hadis ini gharib hasan didalam pembahasan bab ini bahwa Isa bin

Maimun Al-Anshari dhaif. Dan Abi Najih berpendapat bahwa dia stiqah. Dilihat dari sisi hukum

maka hal itu diperbolahkan selama tidak dibarengi dengan keyakinan bahwa hal itu adalah wajib

karena haditsnya lemah dan tetap menjaga adab-adab syari didalam mengadakan acara walimah

tersebut. Tetapi jika dipadukan dengan pendapat Imam Syafii hadis dhaif bisa diamalkan untuk

kesempurnaan amal. lihat Basyar Maruf, Al-Jami Al-Kabir, Juz 2 (Bairut : Dar Al-Gharbi Al-

Islami, 1998), 384-385 39

KHI Pasal 27 menyatakan bahwa Ijab dan qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas

beruntun dan tidak berselang waktu. 40

Abdurahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2010),57

36

berpenduduk mayoritas muslim. Hal ini dilakukan sebagai respon terhadap

dinamika yang terjadi di tengah masyarakat. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi

tujuan dilakukannya pembaruan hukum keluarga Islam, yaitu sebagai upaya

unifikasi hukum, mengangkat status perempuan, dan merespon perkembangan dan

tuntutan zaman, karena konsep fiqh tradisional dianggap kurang mampu

memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.41

Berbicara tentang akad nikah dapat dilihat bahwa dalam UU No 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan tidak menjelaskan tentang akad nikah. Ketentuan yang

diatur dalam UU No 1 Tahun 1947 hanya secara umum saja tidak menyangkut

permasalahan hukum nikah secara substantif. Hal ini berbeda dengan KHI yang

disebut sebagai fiqh indonesia yang mengatur perihal pernikahan secara spesifik.

Dalam KHI dijelaskan pada ketentuan umum huruf c bahwa akad nikah ialah

rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan qabul yang diucapkan oleh mempelai

pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi. Dari ketentuan umum tersebut

telah mancakup dari aspek rukun nikah.

Pasal 28 dalam KHI dinyatakan juga bahwa Akad nikah dilaksanakan sendiri

secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah mewakilkan kepada

orang lain. Dalam konteks ini jika wali nikah tidak mampu untuk menjadi wali

dalam mengakadkan nikah. Maka, dapat diwakilkan kepada wali hakim,

sebagaimana bunyi Pasal 20 Ayat (2) menyatakan bahwa Wali nikah terdiri dari

41

Didunia yang mayoritas Islam untuk mereformasi hukum keluarga lebih mengadopsi hukum

yang berkembang di dunia barat, seperti Turki, Lebanon, Yordania, Tunisia serta Negara

mayoritas Islam lainnya. Baca N.J. Coulson, A History of Islamic law, (Edinburgh : Edinburgh

University Press,1964),216-217. Baca juga Amir Muallim. Yusdani, Konfigurasi Pemikiran

Hukum Islam, (Yogyakarta : UII Press,2001),1

37

Wali nasab42

dan Wali hakim.43

Dalam KHI juga dijelaskan secara teknis bahwa

yang mngucapkan qabul adalah calon mempelai pria sendiri. Namun, dalam hal-

hal tertentu ucapan qabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan

ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa

penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.

4. Pencatatan Nikah di KUA Dan Di Luar KUA

Ketentuan pencatatan nikah merupakan suatu hal yang harus dilakukan bagi

setiap orang yang akan menikah. Ketentuan pencatatan nikah dijelaskan dalam

UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam Pasal 2 ayat (2) yang

menjelaskan bahwa Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku. ketentuan ini bukan merupakan syarat sahnya nikah.

Ketentuan ini merupakan bukti yang menunjukan kejelasan atas status pernikahan

seseorang.

42

Pasal 21 dijelaskan bahwa :

(1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu

didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon

mempelai wanita.

Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan

seterusnya.

Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan

keturunan laki-laki mereka.

Ketiga, kelompok kerabat paman, ya