2
Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Disertasi (Membership) Gangguan hemostasis pada sirosis hati dan saran penatalaksanaanya di Indonesia Tambunan, Karmel L Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=91686&lokasi=lokal ------------------------------------------------------------------------------------------ Abstrak Sirosis hati (SH) adalah penyakit hati menahun dan merupakan salah satu penyakit hati yang terbanyak dijumpai di Indonesia. Penyakit ini dilaporkan sebanyak 38 - 52,8% dari penyakit hati yang dirawat di rumah sakit di berbagai kota di Indonesia. Berbeda dengan di negara Barat Iebih dari 65% sirosis hati adalah sirosis alkoholik, di Indonesia 30-40% sirosis hati adalah sirosis hati posnekrosis. ada penderita SH akibat penurunan fungsi hati sering dijumpai berbagai masalah seperti asites, perdarahan, dan koma hepatikum. Perdarahan merupakan manifestasi klinis akibat gangguan hemostasis. Perdarahan pada SH sudah diketahui sejak lama, yaitu ketika Budd pada tahun 1846 melaporkan bahwa darah penderita sirosis hati tidak membeku. Perdarahan pada sirosis hati dapat bervariasi mulai dari yang paling ringan, seperti perdarahan gusi, sampai dengan perdarahan berat; misalnya, hematemesis melena. Berat atau ringannya perdarahan yang terjadi bergantung pada berbagai hal, antara lain, pada besar dan tekanan varises esofagus, jenis dan beratnya trauma, serta beratnya gangguan hemostasis. Perdarahan pada SH perlu mendapat perhatian khusus karena selain menimbulkan kekhawatiran pada pasien, juga dapat memperburuk fungsi hati dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pada SH di Indonesia dilaporkan sebanyak 56 - 65,5% (Reksodiputro dkk, 1978; Sulaiman, 1990), sedangkan diluar negeri dilaporkan bahwa 32% penderita sirosis hati yang mengalami perdarahan memerlukan transfuse darah. Dilaporkan pula bahwa frekuensi perdarahan lebih sering ditemukan pada sirosis hati posnekrosis, yaitu 64% dari 174 kasus jika dibandingkan dengan 35% dari 994 kasus sirosis alkoholik. Di Indonesia, diiaporkan kematian karena perdarahan sebanyak 32 - 45,5%. Di luar negeri angka kematian dilaporkan sebanyak yaitu 57 - 76% dalam kurun waktu tahun 1964 - 1972 .Pengalaman penulis sewaktu bertugas di bangsal penyakit dalam rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), selama kurun waktu 1969-1974 menemukan lebih kurang 90% pasien SH dengan perdarahan masif yaitu perdarahan lebih dari 6 cc/kgBBram akhirnya tidak dapat tertolong dan meninggal. Walaupun angka kematian di Indonesia seperti tersebut di atas berkurang dari 32-45,5% selama kurun waktu 1978-1983 menjadi 26,72% pada tahun 1990 angka kematian ini masih relatif tinggi bila dibandingkan dengan kurun waktu yang sama (1988-1990) di negara Barat, yaitu 10,5-14,5% Hati memainkan peranan panting dalam hemostasis karena selain memproduksi faktor pembekuan hati juga berfungsi membersihkan aktifator plasminogen dan faktor pembekuan aktif. Peranan ganda hati dalam hemostasis seperti tersebut di atas menyebabkan gangguan hemostasis pada SH sangat kompleks, sehingga sering sukar membedakan jenis kelainan hemostasis yang satu dengan yang lainnya. Defisiensi faktor pembekuan dengan atau tanpa disertai Disseminated Intravascular Coagulation, yang selanjutnya disebut koagulasi intravaskular diseminata (KID) maupun fibrinolisis, merupakan kejadian yang sering ditemukan pada sirosis hati. Koagulasi intravaskular diseminata sering sukar dibedakan dengan fibrinolisis yang disertai dengan trombositopenia karena kedua keadaan tersebut memperlihatkan gambaran hemostasis yang hampir sama (Minna, 1974). Masalah keraguan antara kedua keadaan tersebut mulai teratasi sejak

PDF Abstrak 91686

  • Upload
    zakymas

  • View
    225

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

one

Citation preview

  • Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Disertasi(Membership)

    Gangguan hemostasis pada sirosis hati dan saran penatalaksanaanya diIndonesiaTambunan, Karmel LDeskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=91686&lokasi=lokal ------------------------------------------------------------------------------------------

    Abstrak

    Sirosis hati (SH) adalah penyakit hati menahun dan merupakan salah satu penyakit hati yang terbanyakdijumpai di Indonesia. Penyakit ini dilaporkan sebanyak 38 - 52,8% dari penyakit hati yang dirawat dirumah sakit di berbagai kota di Indonesia. Berbeda dengan di negara Barat Iebih dari 65% sirosis hati adalahsirosis alkoholik, di Indonesia 30-40% sirosis hati adalah sirosis hati posnekrosis. ada penderita SH akibatpenurunan fungsi hati sering dijumpai berbagai masalah seperti asites, perdarahan, dan koma hepatikum.Perdarahan merupakan manifestasi klinis akibat gangguan hemostasis. Perdarahan pada SH sudah diketahuisejak lama, yaitu ketika Budd pada tahun 1846 melaporkan bahwa darah penderita sirosis hati tidakmembeku. Perdarahan pada sirosis hati dapat bervariasi mulai dari yang paling ringan, seperti perdarahangusi, sampai dengan perdarahan berat; misalnya, hematemesis melena. Berat atau ringannya perdarahanyang terjadi bergantung pada berbagai hal, antara lain, pada besar dan tekanan varises esofagus, jenis danberatnya trauma, serta beratnya gangguan hemostasis. Perdarahan pada SH perlu mendapat perhatian khususkarena selain menimbulkan kekhawatiran pada pasien, juga dapat memperburuk fungsi hati dan bahkandapat menyebabkan kematian.Perdarahan pada SH di Indonesia dilaporkan sebanyak 56 - 65,5% (Reksodiputro dkk, 1978; Sulaiman,1990), sedangkan diluar negeri dilaporkan bahwa 32% penderita sirosis hati yang mengalami perdarahanmemerlukan transfuse darah. Dilaporkan pula bahwa frekuensi perdarahan lebih sering ditemukan padasirosis hati posnekrosis, yaitu 64% dari 174 kasus jika dibandingkan dengan 35% dari 994 kasus sirosisalkoholik. Di Indonesia, diiaporkan kematian karena perdarahan sebanyak 32 - 45,5%. Di luar negeri angkakematian dilaporkan sebanyak yaitu 57 - 76% dalam kurun waktu tahun 1964 - 1972 .Pengalaman penulissewaktu bertugas di bangsal penyakit dalam rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), selama kurunwaktu 1969-1974 menemukan lebih kurang 90% pasien SH dengan perdarahan masif yaitu perdarahan lebihdari 6 cc/kgBBram akhirnya tidak dapat tertolong dan meninggal. Walaupun angka kematian di Indonesiaseperti tersebut di atas berkurang dari 32-45,5% selama kurun waktu 1978-1983 menjadi 26,72% pada tahun1990 angka kematian ini masih relatif tinggi bila dibandingkan dengan kurun waktu yang sama (1988-1990)di negara Barat, yaitu 10,5-14,5%Hati memainkan peranan panting dalam hemostasis karena selain memproduksi faktor pembekuan hati jugaberfungsi membersihkan aktifator plasminogen dan faktor pembekuan aktif. Peranan ganda hati dalamhemostasis seperti tersebut di atas menyebabkan gangguan hemostasis pada SH sangat kompleks, sehinggasering sukar membedakan jenis kelainan hemostasis yang satu dengan yang lainnya. Defisiensi faktorpembekuan dengan atau tanpa disertai Disseminated Intravascular Coagulation, yang selanjutnya disebutkoagulasi intravaskular diseminata (KID) maupun fibrinolisis, merupakan kejadian yang sering ditemukanpada sirosis hati. Koagulasi intravaskular diseminata sering sukar dibedakan dengan fibrinolisis yangdisertai dengan trombositopenia karena kedua keadaan tersebut memperlihatkan gambaran hemostasis yanghampir sama (Minna, 1974). Masalah keraguan antara kedua keadaan tersebut mulai teratasi sejak

  • ditemukannya pemeriksaan D-Dimer pada tahun 1983 dan aplikasinya pada klinis pada tahun 1986.