17
Identifikasi Penyakit Akibat Kerja pada Perempuan yang Mengalami Stress Shienowa Andaya Sari 102012445/E6 Fakultas Kedoktera Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] Pendahuluan Seiring dengan meningkatnya populasi di Indonesia bahkan dunia, kebutuhan hidup seseorangpun semakin meningkat. Dengan seiringnya waktu terjadi peningkatan dari segi ekonomi, sehingga seseorang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu. Pekerjaan yang dilakukan dapat berupa pekerja sebagai buruh kasar, hingga dibalik meja. Setiap pekerjaan yang dikerjakan mempunyai resiko terkena penyakit. Dilihat dari keadaan lingkungan kerja yang beraneka ragam seperti kebisingan, panas, uap, debu, gelombang mikro, infeksi, stress emosional, zat-zat berbahaya dan lain-lain yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja berbeda dengan penyakit yang tidak dipengaruhi oleh pekerjaan sesorang. Sehingga dibutuhkan langkah-langkah khusus untuk memastikan penyakit yang diderita seseorang diakibatkan pajanan dalam pekerjaan atau tidak. Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiwa mampu memahami serta mengidentifikasi penyakit akibat kerja dari berbagai macam penyakit yang diderita sesorang. Kemudian melakukan 1

PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

  • Upload
    yayaya

  • View
    227

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Citation preview

Page 1: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

Identifikasi Penyakit Akibat Kerja pada Perempuan yang Mengalami Stress

Shienowa Andaya Sari

102012445/E6

Fakultas Kedoktera Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

[email protected]

Pendahuluan

Seiring dengan meningkatnya populasi di Indonesia bahkan dunia, kebutuhan hidup

seseorangpun semakin meningkat. Dengan seiringnya waktu terjadi peningkatan dari segi

ekonomi, sehingga seseorang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan masing-masing

individu. Pekerjaan yang dilakukan dapat berupa pekerja sebagai buruh kasar, hingga dibalik

meja. Setiap pekerjaan yang dikerjakan mempunyai resiko terkena penyakit. Dilihat dari

keadaan lingkungan kerja yang beraneka ragam seperti kebisingan, panas, uap, debu,

gelombang mikro, infeksi, stress emosional, zat-zat berbahaya dan lain-lain yang dapat

menyebabkan penyakit akibat kerja.

Penyakit akibat kerja berbeda dengan penyakit yang tidak dipengaruhi oleh pekerjaan

sesorang. Sehingga dibutuhkan langkah-langkah khusus untuk memastikan penyakit yang

diderita seseorang diakibatkan pajanan dalam pekerjaan atau tidak. Dengan adanya makalah

ini diharapkan mahasiwa mampu memahami serta mengidentifikasi penyakit akibat kerja dari

berbagai macam penyakit yang diderita sesorang. Kemudian melakukan diagnosis yang tepat,

menentukan penyakit akibat kerja atau tidak, memahami dan melakukan terapi yang tepat

juga dapat memberikan pencegahan serta edukasi yang tepat serta bermanfaat.

Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan oleh atau dihubungkan dengan

lingkungan kerja.1,2 Data International Labour Organization (ILO) tahun 2003 didapatkan

setiap hari 6000 orang meninggal karena pekerjaan, 1 orang tiap 15 detik dan 2,2 juta per

tahun akibat penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Pekerja

menghabiskan sepertiga waktunya tiap hari di tempat kerja dimana lingkungan kerja berbeda

dengan lingkungan sehari-hari. Pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan kesehatan.

Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja

menyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara

1

Page 2: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh

produktivitas yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Perlindungan

utamanya ditujukan pada penyakit akibat kerja atau akibat hubungan kerja dan kecelakaan

akibat kerja.

Penyakit Akibat Hubungan Kerja

WHO menggolongkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan bersifat

“multifaktorial”.3 Penyakit ini adalah penyakit dengan faktor tempat kerja yang dapat

dikaitkan sebagai penyebab timbulnya penyakit namun tidak merupakan faktor resiko setiap

kasus. Penyakit ini sering ditemukan di masyarakat umum. Penyakit berhubungan dengan

pekerjaan semacam itu antara lain tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit

psikosomatik, kelainan muskuloskeletal, penyakit pernapasan kronis tidak spesifk/bronquitis

kronik. Pada penyakit ini, pekerjaan dapat merupakan penyebab atau bisa memperberat

kondisi penyakit yang telah ada.

Faktor-faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Faktor Penyebab terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja

antara lain faktor manusia (pekerja), jenis pekerjaan yang dilakukan dan proses kerja (bahan

baku, peralatan kerja dan lingkungan tempat kerja).2 Pada umumnya faktor penyebab dapat

dikelompokkan dalam 5 golongan yaitu golongan fisik contohnya suara (bising), radiasi, suhu

(panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.

Golongan kimiawi berupa bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang

terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan dan kabut. Golongan

biologis seperti bakteri, virus atau jamur. Golongan fisiologis atau ergonomic biasanya

disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja. Terakhir golongan psikososial seperti

lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

Identifikasi Penyakit Akibat Kerja

Diagnosis dini pada beberapa keluhan penyakit akibat kerja sangat membantu

prognosis dan kecacatan penyakit akibat kerja.1 Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat

Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan

informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Berupa pendekatan

epidemiologis yang mencakup identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit.

2

Page 3: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

Kemuadian pendekatan klinis, pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang

dapat digunakan sebagai pedoman.4

1. Diagnosis klinis

Dalam hal ini seorang dokter menentukan diagnosis klinis seperti biasa didahului

dengan anamnesis, pemeriksaan fisik terkait, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan tempat

kerja.

1.1 Anamnesis

Anamnesis mempunyai peran yang sangat penting untuk mengetahui diagnosis awal

suatu penyakit. Anamnesis yang dilakukan dapat berupa autoanamnesis maupun

alloanamnesis dimana dengan anamnesis 80% seorang dokter dapat menegakan diagnosis.

Pertanyaan mencakup identitas pasien, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penggunaan obat,

riwayat sosial, faktor resiko mencakup riwayat pekerjaan.5

Identitas pasien penting ditanyakan secara lengkap dari nama, usia, jenis kelamin,

alamat, suku bangsa, agama, status perkawinan, pendidikan terakhir, dan pekerjaan,. Hal ini

penting ditanyakan bilamana terdapat penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pasien,

pekerjaan, dan lain-lain. Pada skenario diketahui seorang perempuan bernama Citra, usia 30

tahun, alamat di jalan Guji Baru. Suku Bali beragama Kristen dan sudah menikah. Pendidikan

terakhir adalah SI dan sekarang bekerja sebagai karyawati di Sudirman bagian administrasi.

Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri

atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak

penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. Keluhan utama yang

membuat pasien datang adalah keluhan gastrointestinal yaitu pasien merasa mual berulang

sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan yang menyertai yaitu pusing dan susah tidur. Pasien

mengaku stress dikarenakan ada masalah dalam pekerjaannya dan juga permasalahan dialam

keluarganya.

Riwayat penyakit sekarang adalah perjalanan penyakit sangat penting diketahui.

Ditentukan kapan dimulainya perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir

pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien

dalam keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih

berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya. Pasien mengatakan

bahwa keluhannya hanya timbul bila dia memikirkan masalah dengan pakerjaan dan

3

Page 4: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

keluarganya. Riwayat penyakit dahulu juga perlu diatnyakan untuk mengetahui adakah

hubungan penyakit yang dahulu dengan yang sekarang timbul. Begitu juga dengan riwayat

penyakit keluarga dan riwayat social. Tanyakan juga riwayat penggunaan obat. Pasien sudah

berobat sebelumnya tetapi keluhan tidak kunjung berkurang.

Riwayat pekerjaan yang perlu ditanyakan yaitu sudah berapa lama bekerja, riwayat

pekerjaan sebelumnya, dalam sehari berapa jam kerja yang jalani, kemudian tanyakan juga

alat kerja, bahan kerja, proses kerja, kemungkinan pajannan yang dialami, APD (Alat

Pelindung Diri) yang digunakan, hubungan gejala dan waktu kerja, serta apakah pekerja lain

juga mengalami hal yang sama. Dalam kasus ini pasien sudah bekerja di bagian administrasi

selama 1 bulan di tempat kerjanya, dan lama kerja pasien dalam sehari yaitu dimulai dari jam

8.00 pagi- 17.00 sore hari (9 jam).

1.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan keadaan umum, kesadaran,

sclera dan konjungtiva, tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, frekuensi napas, suhu, dan

nadi, juga melakukan pemeriksaan rongga abdomen berupa inspeksi, palpasi, dan auskultasi.4

Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa

melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agardapat membedakan warna, bentuk dan

kebersihan tubuh pasien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi ukuran tubuh, warna,

bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan

bagian tubuh lainnya.

Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari

adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang:

temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran. Perkusi adalah pemeriksaan dengan

jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh

lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk

mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan.

Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara

yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-

hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas dan bising usus.Pada kasus tidak

ditemukannya kelainan pada pemeriksaan fisik.dengan kata lain pemeriksaan fisik yang

didapat pada ksus kali ini adalah normal.

4

Page 5: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

1.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan pennunjang disini diperlukan tergantung penyakit yang diderita. Bila

dokter memang perlu menggunakan pemeriksaan penunjang maka baru dilakukan, tetapi jika

dokter sudah bisa menentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik maka tidak

diperlukan pemeriksaan pennunjang. Pemeriksaan laboratorium mulai dari darah lengkap,

USG, dan endoskopi untuk keluhan gangguan pada gastrointestinal.6

1.4 Working Diagnosis

Diagnosis klinis yang didapatkan yaitu pasien mengalami stress akibat kerja. Keadaan

stress ini terkait dengan adanya gangguan psikosomatik. Stress psikis adalah suatu respon

tubuh yang bersifat adaptif padasetiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau

emosi yang bertujuan untuk mempertahankan kondisis fisis yang optimal suatu organisme.

Reaksi fisiologis ini disebut sebagai general adaption syndrome. Respon tubuh terhadap

perubahan-perubahan tersebut dibagi menjadi 3 fase yaitu alarm reaction (reaksi penringatan)

pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor (perubahan) dengan baik. The stage of

resistance (reaksi pertahanan) merupakan reaksi terhadap stressor sudah

mencapai/melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-

gejala psikis dan somatic. Stage of exhaustion (reaksi kelelahan) pada fasse ini gejala-gejala

psikosomatik tampak dengan jelas.7

Unttuk diagnosis memerlukan hal-hal sebagai berikut adanya gejala-gejala bangkitan

ototnomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/flushing. Biasanya gejala

subjektif tambahan mengacu pada system atau organ tertentu seperti pada kasus yaitu system

pencernaan. Biasanya tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan-pemeriksaan berulang,

maupun penjelasan-penjelasan para dokter. Serta tidak terbukti adanya gangguan dari struktur

atau fungsi organ yang dimaksud.7

2. Pajanan yang dialami

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah

esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu

dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup

penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis,

lama menekuni pekerjaan tersebut, bahan yang diproduksi, materi (bahan baku) yang

digunakan, jumlah pajanannya, pemakaian alat perlindungan diri, pola waktu terjadinya

gejala, informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa),

informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (Material Safety Data

Sheet/MSDS), label, dan sebagainya.

5

Page 6: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

Dari kasus pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai administrasi dimana pasien

tersebut biasa bekerja dibalik meja, pasien sudah menekuni pekerjaan tesebut selama 1 bulan

dalam durasi selama 9 jam/hari. Pajanan yang menyebabkan keluhan pasien yaitu faktor

psikososial, dalam kasus pasien mengaku mempnyai masalah dalam pekerjaannya.

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Dalam hal ini kita menentukan apakah pajanan-pajanan yang dalam pekerjaannya

memang dapat menyebabkan penyakit tersebut. Mulai dari pajanan fisik, kimia, biologi,

ergonomic, hingga psikososial. Lihat bila terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang

mendukung pendapat bahwa pajanan yang dilami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika

dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut, maka

tidak dapat ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Jika memang ada yang mendukung,

perlu ditinjau lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan

penyakit yang diderita.

Dilihat pada hasil anamnesis pajanan yang bisa saja menyebabkan pasien mengeluh

mual, pusing, dan susah tidur, dan pasien merasa stress. Pencetus dari keluhan tersebut bisa

dilihat dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Dari faktor-faktor yang telah dijelaskan sebelumnya yang paling mendekati dengan kondisi

pasien saat ini adalah pajanan psikososial yang menyebabkan stress psikis yaitu dari

pekerjaan pasien sendiri dapat menimbulkan keluhan pasien tersbut.

4. Besarnya jumlah pajanan untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka

pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan

membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis

penyakit akibat kerja. Perlu diketahui patofisiologi dari penyakit dan bukti epidemiologi yang

terkait. Dapat dengan kualitatif dilihat bagaimana cara kerja, proses kerja, dan bagaimana

lingkungan kerja. Serta pemakaian alat pelindung diri yang tepat. Besarnya pajanan cukup

besar dikarenakan pasien setiap hari selalu menghadapi pekerjaannya sehingga sangat terlihat

dampak yang ditimbulkan dari keluhan pasien yang mengatakan keluhan tersebut muncul bila

pasien memikirkan maslaah pekerjaannya.

4.1 Patofisiologi

Adanya stress akut dapat mempegaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan

keluhan pada orang sehat. Dengan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang

mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentral. Tetapi korelasi antara faktor

psikologik stress kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial.7

6

Page 7: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

4.2 Epidemiologi

Untuk mendukung bahwa faktor psikis berperan terdapat data-data sebagai berikut.

Fisher dkk melakukan endoskopi pada 3367 pasien dengan dyspepsia ternyata 33,6% hasil

endoskopi psien tersebut normal. Djayapranata mendapatkan data dari 351 pasien dispesia

non ulkus yang dilakukan endoskopi ternyata 162 pasien yang mengalami gastroduodenitis,

199 sisanya pasien normal. Hasil endoskopi dari pasien yang mengalami refluks 50%

dnyatakan normal. Dari data-data diatas sangat mungkin pasien dengan keluhan-keluhan

saluran cerna bagian atas dilatarbelkangi oleh faktor psikososisal. Jadi keluhan-keluhan

gastrointestinal dapat pula merupakan manifestasi somatic dari kelaian psikis.7

5. Peranan faktor individu

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang

dapat mengubah keadaan pajanannya, apakah kebiasaan yang pasien lakukan untuk

mengurangi dampak dari pajanan berupa stressor. Harus ditanyakan status kesehatan fisik

pekerja tersebut adakah dia memiliki riwayat alergi atau tidak, apakah dia biasa berolahraga

atau tidak, bagaimana riwayat penyakit dalam keluarganya. Serta menanyakan bagaimana

hygiene perorangan dan status mental.

Untuk faktor individu ini lebih mengarah ke arah psikologi seseorang pada saat

melakukan pekerjaannya sehari-hari. Stress di lingkungan kerja berkaitan dengan lingkungan

fisik tempat kerja, bekerja dalam shift, beban kerja yang berlebihn, bekerja monoton, mutasi

dalam pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, konflik dengan teman kerja dan lain-lain.

6. Faktor lain diluar pekerjaan

Bila pasien mengalami pajanan lain diluar pekerjaan perlu ditanyakan untuk dapat

mengetahui hubungan dengan penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak

selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. Pada kasus ini, bisa

tanyakan kepada pekerja apakah hobinya sehari-hari. Tanyakan kepadanya apakah dia

mempunyai kerja sambilan yang lain. Bila ada, bisa diperkirakan bahwa dia itu tidak

mendapat rehatnya yang cukup. Jika tidak mendapatkan rehat yang cukup, maka dia akan

menjadi kurang bertenaga dan kurang fokus apabila kembali bekerja. Ini akan menyebabkan

kualitas kerja akan menurun.

Selain itu ditanyakan apakah dia mempunyai kebiasaan merokok. ditanyakan juga

keadaan di rumahnya itu bagaimana. Adakah higienenya baik atau pun tidak. Kemudian perlu

ditanyakan pajanan psikososial di lingkungan seperti hubungan dengan keluarga ada masalah

atau tidak, atau dengan komunitas lain di luar pekerjaan. Pada kasus ini ditemukan bahwa

faktor lain yang mempengaruhi pasien mempunyai masalah dengan keluarganya.

7

Page 8: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

7. Diagnosis okupasi

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan

berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki bukti dan referensi. Maka akan hasil

yang didapat berupa empat pilihan yaitu pertama penyakit akibat kerja atau penyakit akibat

hubungan kerja, kedua yaitu penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja, ketiga belum

dapat ditegakkan dan masih membutuhkan informasi tambahan, kemudian yang terakhir

bukan penyakit akibat kerja.

Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan

dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa

adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.

Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau

timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya

memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Pada kasus ini diagnosis lebih mengarah

kepada penyakit yang dperberat pajanan di tempat kerja

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atau terapi yang dilakukan dapat berupa terapi medikamentosa dan

non medikamentosa Untuk terapi medikamentosa pada gangguan stress akibat kerja dapat

diberikan obat-obat seperti anti ansietas, anti depresan, anti psikotika. Pemberian biasanya

dalam dosis kecil terlebih dahulu kemudian ditingkatkan dalam dosis optimal kemudian

diturunkan secara perlahan-lahan untuk dosis maintenance. Bila keadaan pasien sudah stabli

maka pemberian obat dapat dihentikan.7

Sedangkan terapi non medikamentosa dapat berupa konseling dan psikoterapi. Pada

kasus yang ringan dapat diberikan psikoterapi jenis suportif yang singkat saja. Pada kasus

kronis dan berat perlu dirujuk ke dokter spesialis jiwa untuk psikoterapi psikoanalisis. Dapat

pula diberikan terapi kelompok (Group Theraphy) yang dapat digunakan untuk

menghilangkan distress, meningkatkan kepercayaan diri, serta memperbaiki relasi social dan

perilaku seseorang.7

8

Page 9: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

Pencegahan

Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention

diseases) pada penyakit akibat kerja.3,8 Peningkatan kesehatan (health promotion) misalnya

pendidikan kesehatan jiwa, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian,

lingkungan kerja yang memadai, rekreasi. Kemudian perlindungan khusus (specific

protection) misalnya imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi

terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri.

Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan yang tepat (early diagnosis and prompt

treatment) misalnya pemeriksaan kesehatan awal, pemeriksaan kesehatan berkala, pelayanan

kesehatan/poliklinik dan kb, diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta

pembatasan titik-titik lemah untuk terjadinya komplikasi. Membatasi kemungkinan cacat

(disability limitation) misalnya memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komperhensif,

mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan. Pemulihan kesehatan

(rehabilitation) misalnya rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang

menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan

cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan para pekerja yang menderita penyakit akibat kerja atau yang

berhubungan dengan kerja berhak untuk mendapatkan perlindungan. Faktor-faktor yang

menjadi penyebab penyakit akibat kerja yaitu faktor fisik, kimiawi, biologic, ergonomic, dan

psikologik. Terkait dalam scenario yaitu seorang perempuan usia 30 tahun, datang ke klinik

dengan keluhan utama mual berulang sejak 1 bulan yang lalu. Setelah menentukan sesuai

dengan tujuh langkah untuk menetukan diagnosis penyakit akibat kerja dimulai dari diagnosis

klinis pasien mengalami stress akibat kerja kemudian diagnosis okupasi dinyatakan stress

yang diperberat pajanan di tempat kerja

9

Page 10: PBL 28-10 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Pada Perempuan Yang Mengalami Stress

Daftar Pustaka

1. Karjadi TH, Djauzi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: dasar-dasar penyakit akibat kerja. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2009.h.130-2.

2. International Labour Organization. Identification and recognition of occupational diseases: criteria for incorporating diseases in the ILO list of occupational diseases. Geneva: Merlod; 2009.

3. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktikum kedokteran kerja.Jakarta: EGC; 2010.h.70-87.

4. Bickley L.S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.155-75.

5. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.

6. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.h.26-7.

7. Mudjaddid E, Shatri H. Buku ajar ilmu penyakit dalam: gangguan psikosomatik: gambaran umum dan patofisiologinya. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2009.h.2094-6.

8. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas. Jakarta: EGC; 2009.h.214-5.

10