Upload
novia-mentari
View
57
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ax
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Problem based learning (PBL) untuk menyiapkan mahasiswa dalam
menghadapi suatu kasus yang nantinya akan timbul dalam masyarakat jika kita
sudah menjadi DOKTER. Selain itu PBL juga menyiapkan mahasiswa agar
mampu menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dalam hubungan
antar teman saat berdiskusi
Dan dapat menggunakan komunikasi yang efektif saat berkomunikasi
dengan pasien nantinya. Problem based learning akan menjadikan mahasiswa
mampu untuk menggunakan sarana informasi yang sudah tersedia sepeti buku,
internet, journal dan sarana komunikasi yang lain untuk mencari bahan dan
menjadi acuan serta mencari jawaban tenrang masalah dan pertanyaan yang
timbul saat diskusi berlangsung.
PBL menjadikan mahasiswa akan mampu menjelaskan hubungan antara
ilmu kedokteran dasar dengan ilmu-ilmu kedokteran klinis yang praktis sehingga
mudah di pahami dan di mengerti. Adapun skenario PBL kasus 2, yaitu :
Informasi 1
Seorang pria berusia 33 tahun datang dengan keluhan mata berwarna kuning.
Pasien juga mengeluh demam dan nyeri di seluruh badan disertai lemas.Keluhan
ini sudah dirasakan sejak 7 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengira dirinya
terkena influenza sampai akhirnya muncul warna kuning pada kulit dan kedua
matanya.
Pasien adalah imigran legal dari Amerika Serikat dan 3 bulan yang lalu telah
berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial. Pasien memiliki kebiasaan
minum minuman beralkohol 2 gelas sehari terkadang lebih dari itu. Pasien tampak
lemas namun tidak pucat. Pasien mengatakan urin berwarna gelap sedangkan
feses berwarna normal.
1
Informasi II
Pemeriksaan fisik :
Tanda vital baik kecuali ada demam 38 0C. Telapak tangan dan kaki tampak
ikterik, tidak ditemukan palmar erytema.
Sklera kedua mata ikterik
Jantung dan Paru normal
Abdomen:
- Inspeksi dinding perut tidak tagang, tidak buncit, tidak ada caput medusae
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : pembesaran hepar (+), tepi tumpul (+)
- Perkusi : Nyeri alih (-)
- Ekstremitas : bengkak (-)
Pemeriksaan laboratorium:
IgM anti HAV (-), IgG Anti HAV (-), HbS Ag(+), HBe Ag(+), HBc Ag (+), IgM
Anti HCV (-). Nilai normal dari hasil test antibodi terhadap virus hepatitis adalah
negatif.
Bilirubin indireks 25 mg/dl, bilirubin direk 0,3 mg/dl, SGOT 50 UI/L (N= 10-37
IU/L), SGPT 60 UI/L (N= 10-40 IU/L).
Pemeriksaan Liver biopsi : necrosis sel hepatosit alkibat alacohol (-), apoptosis sel
hepatosit (-)
Informasi 3:
Pasien didiagnosis menderita hepatitis B.
Terapi yang diberikan :
Interferon α (IFN α) injeksi 3x/minggu selama 3 bulan/ Lamivudine
Paracetamol 500 mg 3x1
2
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
1. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Mata berwarna kuning adalah nama lain dari ikterus.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin
yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk
sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat
metabolisme sel darah merah (Sulaiman, 2006).
b Influenza (flu) adalah suatu infeksi virus yang menyebabkan demam,
hidung meler, sakit kepala, batuk, tidak enak badan (malaise) dan
peradangan pada selaput lendir hidung dan saluran pernafasan
(Medicastore, 2011).
2. BATASAN MASALAH
Identitas pasien : pria, 33 tahun
Keluhan Utama : Mata berwarna kuning
RPS :
Onset : sejak 7 hari yang lalu
Durasi : 7 hari
Lokasi : kedua mata
Keluhan penyerta : demam dan nyeri di seluruh badan disertai lemas namun tidak
pucat, urin berwarna gelap namun feses berwarna normal.
RPD : -
RPK : -
RSE : Pasien adalah imigran legal dari Amerika Serikat dan 3 bulan yang lalu
telah berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial. Pasien memiliki
kebiasaan minum minuman beralkohol 2 gelas sehari terkadang lebih dari itu.
3
3. IDENTIFIKASI MASALAH
a. Diagnosis banding dari informasi 1
b. Alasan mengajukan diagnosis banding
4. ANALISIS MASALAH
a. Diagnosis banding
Diagnosis banding yang memungkinkan berdasarkan informasi 1 yaitu :
1. Hepatitis A
2. Hepatitis B
3. Hepatitis C
4. Hepatitis alkoholik
5. Kolesistisis
6. Kolangitis
b. Alasan diagnosis banding
1. Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV menular
melalui makanan/minuman yeng tercemar kotoran (tinja) dari
seseorang yang terinfeksi masuk ke mulut orang lain. Gejala hepatitis
A antara lain kulit dan putih mata menjadi kuning, kelelahan, sakit
perut kanan atas, hilang nafsu makan, berat badan menurun, demam,
mual, mencret atau diare, muntah, air seni seperti teh atau kotoran
berwarna dempul, dan sakit sendi (Green, 2005).
Hepatitis A dijadikan diagnosis pembanding karena pasien
mangalami gejala mata dan kulit berwarna kuning, demam, lemas,
urin berwarna gelap. Pasien adalah imigran legal dari Amerika
Serikat, sehingga dapat dimungkinkan ketika dalam perjalanan
memakan makanan yang tercemar hepatitis A. Namun diagnosis ini
dapat dihapuskan dilihat dari fesesna yang normal, sedangkan
penderita hepatitis A fesesnya berwarna dempul.
2. Hepatitis B adalah jenis penyakit liver berbahaya dan dapat berakibat
fatal. Virus Hepatitis B (HBV) ditularkan melalui hubungan seksual,
darah (injeksi intravena, transfusi), peralatan medis yang tidak steril
4
atau dari ibu ke anak pada saat melahirka. Hepatitis B seringkali tidak
menimbulkan gejala. Bila ada gejala, keluhan yang khas dirasakan
adalah nyeri dan gatal di persendian, mual, kehilangan nafsu makan,
nyeri perut, dan jaundis. Hepatitis B dapat ditangkal dengan vaksin.
Pada kasus terdapat gejala pada pasien seperti :
a. Mata berwarna kuning
b. Demam
c. Lemas
d. Kuning pada kulit
e. Urin berwarna gelap
f. Kebiasaan minum alcohol ≥ 2 gelas per hari
Kebiasaan berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial,
dimana cara penularan pada hepatitis B cenderung lebih banyak
melalui hubungan seksual daripada lewat darah
3. Hepatitis C menular terutama melalui darah. Sebelumnya, transfusi
darah bertanggung jawab atas 80% kasus hepatitis C. Kini hal tersebut
tidak lagi terjadi berkat kontrol yang lebih ketat dalam proses donor dan
transfusi darah. Virus ditularkan terutama melalui penggunaan jarum
suntik untuk menyuntikkan obat-obatan, pembuatan tato yang
dilakukan dalam kondisi tidak higienis.
Penularan virus hepatitis C (HCV) juga dimungkinkan melalui
hubungan seksual dan dari ibu ke anak saat melahirkan, tetapi kasusnya
lebih jarang. Seperti halnya pada hepatitis B, banyak orang yang sehat
menyebarkan virus ini tanpa disadari..Gejala hepatitis C sama dengan
hepatitis B. Namun, hepatitis C lebih berbahaya karena virusnya sulit
menghilang. Pada sebagian besar pasien (70% lebih), virus HCV terus
bertahan di dalam tubuh sehingga mengganggu fungsi liver. Evolusi
hepatitis C tidak dapat diprediksi. Infeksi akut sering tanpa gejala
(asimtomatik). Kemudian, fungsi liver dapat membaik atau memburuk
selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun. Pada sekitar 20%
pasien penyakitnya berkembang sehingga menyebabkan sirosis.
5
Saat ini belum ada vaksin yang dapat melindungi kita terhadap
hepatitis C. hepatitis C sebagai pembanding karena pada hepatitis C
juga bisa di tularkan melalui hubungan seksual, minum minuman
alkohol yang terlalu banyak, pada kasus juga memiliki kebiasaan
meminum alkohol yang terlalu banyak, serta pasien adalah imigran
legal dari amerika serikat.
Yang membedakan hepatitis A, B ,C
Dilihat dari masa inkubasi dan penyebaran dari ketiga virus penyebabnya
Virus Hepatitis A Virus Hepatitis B Virus Hepatitis C
Masa Inkubasi 15-50 hari (rata-
rata 30 hari)
15-180 hari (rata-
rata 60-90 hari)
15-160 hari
(puncak pada
sekitar 50 hari)
Distribusi Seluruh dunia;
endemisistas
tinggi dii Negara
berkembang
Seluruh dunia;
prevalensi karier di
USA <1%, di Asia
5-15%
Prevalensi serologi
infeksi
lampau.infeksi
yang berlangsung
berkisar 1,8% di
USA, sedangkan
Italia dan Jepang
dapat mecapai 20%
Cara Transmisi Fekal-oral Darah, transmisi
seksual, penetrasi
jaringan, transmisi
maternal-neonatal/i
nfant, tidak ada
bukti penyebaran
fekal oral
Darah
(predominan),
seksual, maternal-
neonatal, tidak ada
bukti fekal-oral
(Sanityoso, 2006)
4. Berdasarkan kasus diatas, pasien memiliki kebiasaan minum minuman
beralkohol 2 gelas sehari terkadang lebih dari itu. Pada hepatitis
alkoholik, untuk mengetahui adanya penyalahgunaan alkohol pada
6
pasien dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
kimia darah Gamma GT (GGT). Secara umum, enzim GGT dihasilkan
oleh hepar yang telah mengalami kerusakan akibat penyalahgunaan
alkohol. Enzim GGT meningkat lebih awal dan menurun lebih lambat
serta aktivitas tertingginya berada di ginjal. Nilai normal GGT yang
disepakati berkisar antara 7-47 U/I.
5. Kolesistisis akut
Pada penyakit Kolesistisis akut kandung warna kandung empedu
ialah merah keabu-abuan. Terlihat juga adhesi vaskuler terutama pada
peritoneum. Kandung empedu biasanya membesar, tetapi bila mana
sebelumnya sudah ada inflamasi kronis maka terdapatlah penebalan
dinding dan kontraksi. Di dalamnya mengandung cairan purulen
(empiema kantong empedu). Secara histologi ditunjukkan adanya
hemoragi dan edema 4 hari, yang berkurang setelah 7 hari. Adanya
infiltrate seluler menujukkan kemungkinan adanya proses akut atau
kronis. Sebagai reaksi yang akut terlihat adanya fibrosis.
6. Kolangitis akut
Kolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran
empedu yang tersumbat baik secara parsiil atau total; sumbatan dapat
disebabkan oleh penyebab dari dalam lumen saluran empedu misalnya
batu koledokus, askaris yang memasuki duktus koledokus atau dari luar
lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus
koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-
karsinoma atau striktur saluran empedu (Nurman, 1999).
Gejala klinik bervariasi, umumnya didapatkan ikterus disertai
demam, kadang menggigil. Pada pemeriksaan fisik seringkali
ditemukan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas karena
adanya batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang
atau ke skapula kanan, kadang nyeri bersifat konstan. Trias dari Charcot
(demam, nyeri perut bagian atas atau kanan atas disertai ikterus)
7
didapatkan pada 54%. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis, hiperbilirubinemia. Fungsi hati menunjukkan peningkatan
fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat (Nurman, 1999).
Kolangitis akut menjadi diagnosis pembanding karena pasien
mengalami gejala ikterus dan terdapat demam. Namun pada
pemeriksaan fisik diagnosis tersebut terhapus karena tidak didapatkan
nyeri abdomen di bagian epigastrium ataupun perut kanan atas.
5. SASARAN BELAJAR
a. Mengetahui fisiologi hepatobilier
b. Mengetahui HBsAg
c. Mengetahui HBcAg
d. Mengetahui HBeAg
e. Mengetahui biopsi hepar
f. Mengetahui mekanisme jaundice
g. Mengetahui palmar eritema
h. Mengetahui devinisi dari hepatitis A,B,C.
i. Mengetahui etiologi dari hepatitis B
j. Mengetahui faktor resiko dari hepatitis B
k. Mengetahui patofisiologi dari gejala dan tanda seperti mata
berwarna kuning, demam, nyeri, urin berwarna gelap, SGOT
meningkat, SGPT meningkat.
l. Mengetahi pathogenesis terjadinya hepatitis B
m. Menjelaskan pelatalaksanaan dari hepatitis B
n. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari hepatitis B
o. Mengetahui prognosis dari hepatitis B
p. Menjelaskan mengenai vaksinasi hepatitis
6. BELAJAR MANDIRI
8
7. MENGAMBIL SISTEM INFORMASI YANG DIBUTUHKAN DARI
INFOMASI YANG ADA
a. Fisiologi Hepatobilier
Metabolisme normal bilirubin
SISTEM RETIKULOENDOTEAL
9
Destruksi sel darah merah tua
Sekitar 80 hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam
sistem monosit-makrofag. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan
menghasilkan 250 sampai 350 mg bilirubin.
15 samapi 20% pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini,
tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang
(hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globin mula-
mula dipisahkan dari heme, heme biliverdin (pigmen kehijauan yang
dibentuk melalui oksidasi bilirubin) bilirubin tak terkonjugasi (larut dalam
10
Hemoglobin
Heme
Biliverdin
UCB
Albumin + UCB
Destruksi pematangan sel eritroid
Hemoprotein lain
Globin
PENGAMBILAN oleh SEL HATI
Protein Y + UCB
Bilirubin Glukoronida+
Protein Z
CB (Eksresi CB dalam empedu)
Sterkobilin dalam feses dan Urobilin dalam urin
Kerja bakteri
Konjugasi (glukoronil transferase)
lemak, tidak larut dalam air dan tidak dapat disekresi dalam empedu atau
urine.
Bilirubin tak terkonjugasi + albumin dalam suatu kompleks larut-air
diangkut oleh darah ke sel-sel hati.
Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam 3 langkah :
o Ambilan Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati,
yaitu protein Y dan Z.
o Konjugasi Konjugasi bilirubin + asam glukuronat bilirubin
terkonjugasi, katalase oleh enzim glukoronil transferase
dalam retikulum endoplasma.
o Ekskresi Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak tapi
larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine.
Transport bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu
melalui proses aktif.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangakian senyawa
yang disebut sterkobilin urobilinogen. Zat ini menyebabkan feses berwarna
coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik,
sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine. (Lauralee, 2001)
b. HBsAg
Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen,
HBsAg) merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada
awalnya antigen ini dinamakan antigen Australia karena p b ertama
kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti Amerika, Baruch S.
Blumberg dari serum orang Australia.
HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B
pertama yang muncul di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1
sampai 12 minggu pasca infeksi, mendahului munculnya gejala klinik
serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya HBsAg merupakan satu-
satunya petanda serologik selama 3 – 5 minggu. Pada kasus yang
sembuh, HBsAg akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi
sedangkan pada kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai
11
lebih dari 6 bulan. HBsAg positif yang persisten lebih dari 6 bulan
didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10% penderita yang
memiliki HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap positif
selam bertahun-tahun.
Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus
hepatitis B, baik untuk keperluan klinis maupun epidemiologik,
skrining darah di unit-unit transfusi darah, serta digunakan pada
evaluasi terapi hepatitis B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat
untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang diderita disebabkan oleh
virus B atau superinfeksi dengan virus lain.
HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif
menunjukkan infeksi virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG
anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B
kronis dengan replikasi aktif. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan
anti-HBe positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan
replikasi rendah.
Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah
untuk mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B
melalui transfusi sudah hampir tidak terdapat lagi berkat screening
HbsAg pada darah pendonor. Namun, meskipun insiden hepatitis B
terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian hepatitis B tetap
tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui
beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang
yang berisiko tinggi terkena infeksi hepatitis B adalah orang yang
bekerja di sarana kesehatan, ketergatungan obat, suka berganti-ganti
pasangan seksual, sering mendapat transfusi, hemodialisa, bayi baru
lahir yang tertular dari ibunya yang menderita hepatitis B.
c. HBcAg dan Anti HBc
12
Protein core, dikenal sebagai HBcAg (21 kd) dan protein precore
atau HBeAg (18 kd) keduanya merupakan protein yang dikode gen
core tetapi ditranslasi melalui 2 macam RNA yang berbeda. HBcAg di
translasi melalui pregenom RNA, sedangkan HBeAg melalui precore
mRNA. HBcAg berperan penting pada proses replikasi virus dan
pembentukan partikel Dane, serta merupakan bagian utama
nukleokapsid yang membungkus DNA VHB. Karena letaknya di
dalam (tertutup HBsAg) maka antigen ini tidak terdeteksi di dalam
serum, meskipun demikian tubuh akan membentuk antiHBc, antibody
spesifik untuk HBcAg, karena adanya peptida HBcAg (partikel
HBcAg yang kecil) yang dipresentasikan pada permukaan Antigen
Presenting Cell dan permukaan sel-sel hepar bersama MHC kelas I
atau 2. (Green, 2005)
Anti HBc merupakan antibodi pertama yang muncul di dalam
darah pasca infeksi, biasanya mulai terdeteksi pada minggu ke 6 – 8.
Mula-mula IgM antiHBc bentuk IgM mendominasi selama 6 bulan
pertama dan setelah 6 bulan bentuk IgG yang dominan. IgM antiHBc
merupakan petanda serologik hepatitis B akut atau hepatitis B kronik
fase reaktivasi (8, 12). Pada window period juga didapat IgM antiHBc
positif. Pada 1 – 5% penderita dengan hepatitis B akut, HBsAg tidak
terdeteksi karena titer yang rendah. Pada kasus tersebut adanya IgM
anti HBc dapat digunakan untuk memastikan diagnosa hepatitis B
akut. Kadang-kadang ditemukan IgG antiHBc dengan HBsAg dan anti
HBs yang negatif, bila hal ini ditemukan pada individu dengan faktor
resiko tertular infeksi VHB yang tinggi atau pada individu yang tinggal
di daerah dengan prevalensi HBsAg yang tinggi, besar kemungkinan
hasil tersebut positif palsu, akan tetapi sebaliknya bila individu
tersebut bukan seseorang dengan faktor resiko tertular infeksi VHB
atau tinggal di daerah dengan prevalensi HBsAg rendah, maka
kemungkinan individu tersebut baru saja terinfeksi VHB, dengan
antiHBs yang belum muncul (window period). Kemungkinan lain, IgG
antiHBc positif dengan HBsAg dan anti HBs negatif bisa ditemukan
13
pada “occult hepatitis” yaitu bila ditemukan HBV DNA positif.
(Green, 2005)
d. HBeAg
Tes kadar HbeAg merupakan tes tambahan untuk menentukan
kekronisan dari penyakit hepatitis. HBeAg adalah antigen dalam
selubung virus hepatitis B, dan anti-HBe adalah antibodi yang
terbentuk untuk melawan antigen tersebut. Bila HBeAg dapat
terdeteksi dalam sampel darah, ini berarti bahwa virus masih aktif
dalam hati dan dapat ditularkan pada orang lain. Bila HBeAg adalah
negatif dan anti-HBe positif, umumnya berarti virus tidak aktif dalam
tubuh manusia (Green, 2005).
HBeAg tidak ikut membentuk virus utuh, tidak berperan pada
proses replikasi, virus tetapi disekresi langsung dari hepatosit ke
dalam serum. Dalam klinik HBeAg digunakan sebagai indeks replikasi
virus, tingkat infektivitas, beratnya penyakit dan respon terapi. Antigen
ini muncul pada minggu 3 – 6 pasca infeksi yang merupakan periode
yang paling infeksius. Pada kasus-kasus hepatitis B akut yang ”self
limited”, HBeAg akan hilang segera setelah puncak meningkatnya
SGPT, sebelum hilangnya HbsAg dan selanjutnya akan muncul anti
Hbe. Persistensi HBeAg positif lebih dari 10 minggu menunjukkan
adanya progresi penyakit menuju kronis. (Green, 2005)
Anti-HBe merupakan antibodi spesifik untuk HBeAg. Meskipun
terdapat kesamaan yang signifikan dalam susunan asam amino antara
HBcAg dan HBeAg, akan tetapi pengenalan kedua antigen oleh sistim
imun berbeda. Namun demikian ada suatu “cross reactive” kedua
antigen tersebut pada tingkat CD4+ Tcell. ( Green, 2005)
e. Biopsi hepar
14
Jaringan biasanya diambil dengan memasukkan jarum antara
tulang rusuk di sisi kanan ke dalam hati. Pertama, kita diberikan
suntikan anestesi lokal untuk mematikan rasa di daerah yang akan
dimasukkan oleh jarum biopsi. Kemudian jarum dimasukkan. Jarum
cepat mengumpulkan sepotong hati yang kecil. Kadang kala alat USG
dipakai untuk memilih lokasi terbaik untuk biopsi.
Beberapa pasien membutuhkan obat untuk menenangkannya dulu
sebelum biopsi. Namun, anestesi umum tidak dapat dipakai. Pasien
harus tetap sadar selama prosedur agar dapat memberi tahu petugas
medis jika ada masalah. Meskipun biopsi adalah cara terbaik untuk
menilai parutan pada jaringan hati, prosedur ini tidak sempurna.
Contoh yang diambil mungkin terlalu kecil, atau mungkin berasal dari
bagian hati dengan parutan pada jaringan yang kurang dari rata-rata
( Green, 2005).
f. Mekanisme jaundice
4 mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal,
tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati.
Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi
dalam darah. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga
tidak dapat diekskresi melalui urin dan tidak terjadi bilirubinuria.
Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen
(akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan
konjugasi serta ekskresi). Penyakit hemolitik atau peningkatan laju
destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan
bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut sebagai
ikterus hemolitik. (Price dan Wilson, 2005)
2. Gangguan ambilan bilirubin
15
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat-albumin oleh sel hati
dilakukan dengan memisahkan dan mengikat bilirubin terhadap protein
penerima. Pada sebagian kasus ditemukan adanya defisiensi glukoronil
transferase. Hanya beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh
dalam ambilan bilirubin oleh hati: asam flavaspidat, novobiosin, dan
beberapa zat warna kolesistografik. (Price dan Wilson, 2005)
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (<12,9 mg/100 ml)
yang timbul antara hari kedua dan kelima setelah lahir disebut sebagai
ikterus fisiologis neonates. Apabila bilirubin tak terkonjugasi pada
bayi baru lahir melampaui 20 mg/dl, terjadi suatu keadaan yang
disebut kenikterus. Keadaan ini dapat timbul bila suatu proses
hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir
dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kenikterus (atau
bilirubin ensefalopati) timbul akibat penimbunan bilirubin tak
terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung
lemak. (Price dan Wilson, 2005)
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor
fungsional maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air,
sehingga dapat diekskresi dalam urin dan menimbulkan bilirubinuria
serta urin yang gelap. Kadar empedu yang meningkat dalam darah
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat
hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan
akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.(Price dan Wilson, 2006)
g. Palmar eritema
16
Eritema palmar adalah kondisi kulit memerah di derah palmar,
biasanya di daerah tenar dan hipotenar dan jari. Eritema palmar lebih
tepat disebut dengan marker.
Penyebab eritema palmar :
a. Tirotoksikosis
b. Polisitemia
c. Penyakit hati kronik (Price dan Wilson, 2006)
h. Devinisi dari hepatitis A,B,C.
a. Hepatitis A
Hepatitis A adalah satu-satunya hepatitis yang tidak
serius dan sembuh secara spontan tanpa meninggalkan jejak. Penyakit
ini bersifat akut, hanya membuat kita sakit sekitar 1 sampai 2 minggu.
Virus Hepatitis A (HAV) yang menjadi penyebabnya sangat mudah
menular, terutama melalui makanan dan air yang terkontaminasi oleh
17
tinja orang yang terinfeksi. Kebersihan yang buruk pada saat
menyiapkan dan menyantap makanan memudahkan penularan virus
ini. Karena itu, penyakit ini hanya berjangkit di masyarakat yang
kesadaran kebersihannya rendah.
Hepatitis A dapat menyebabkan pembengkakan hati, tetapi
jarang menyebabkan kerusakan permanen. Anda mungkin merasa
seperti terkena flu, mual, lemas, kehilangan nafsu makan, nyeri perut
dan jaundis (mata/kulit berwarna kuning, tinja berwarna pucat dan
urin berwarna gelap) atau mungkin tidak merasakan gejala sama
sekali.( Hayes peter, 2002)
Virus hepatitis A biasanya menghilang sendiri setelah
beberapa minggu. Untuk mencegah infeksi HAV, ada vaksin hepatitis
A untuk menangkalnya. (Hayes peter, 2002)
b. Hepatitis B
Hepatitis B adalah jenis penyakit liver berbahaya dan dapat
berakibat fatal. Virus Hepatitis B (HBV) ditularkan melalui hubungan
seksual, darah (injeksi intravena, transfusi), peralatan medis yang tidak
steril atau dari ibu ke anak pada saat melahirkan. ( Hayes peter, 2002)
Pada 90% kasus HBV menghilang secara alami, tetapi pada 10%
kasus lainnya virus tersebut tetap bertahan dan mengembangkan penyakit
kronis, yang kemudian bisa menyebabkan sirosis atau kanker hati. Banyak
bayi dan anak-anak yang terkena hepatitis B tidak betul-betul sembuh,
18
sehingga mendapatkan masalah liver di usia dewasa. Anda perlu berhati-
hati dengan virus HBV karena dapat ditularkan oleh orang yang sehat
(yang tidak mengembangkan penyakit hepatitis B) tetapi membawa virus
ini. (Hayes peter, 2002)
Hepatitis B seringkali tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala,
keluhan yang khas dirasakan adalah nyeri dan gatal di persendian, mual,
kehilangan nafsu makan, nyeri perut, dan jaundis. Hepatitis B dapat
ditangkal dengan vaksin. Anak-anak biasanya mendapatkan vaksin ini
sebagai bagian dari program vaksinasi anak. .( Hayes peter, 2002)
c. Hepatitis C
Hepatitis C menular terutama melalui darah. Sebelumnya, transfusi
darah bertanggung jawab atas 80% kasus hepatitis C. Kini hal tersebut
tidak lagi terjadi berkat kontrol yang lebih ketat dalam proses donor dan
transfusi darah. Virus ditularkan terutama melalui penggunaan jarum
suntik untuk menyuntikkan obat-obatan, pembuatan tato dan body piercing
yang dilakukan dalam kondisi tidak higienis (Hayes peter, 2002).
Penularan virus hepatitis C (HCV) juga dimungkinkan melalui
hubungan seksual dan dari ibu ke anak saat melahirkan, tetapi kasusnya
lebih jarang. Seperti halnya pada hepatitis B, banyak orang yang sehat
menyebarkan virus ini tanpa disadari (Hayes peter, 2002).
Gejala hepatitis C sama dengan hepatitis B. Namun, hepatitis C lebih
berbahaya karena virusnya sulit menghilang. Pada sebagian besar pasien
(70% lebih), virus HCV terus bertahan di dalam tubuh sehingga
mengganggu fungsi liver (Hayes peter, 2002).
19
Evolusi hepatitis C tidak dapat diprediksi. Infeksi akut sering tanpa
gejala (asimtomatik). Kemudian, fungsi liver dapat membaik atau
memburuk selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun. Pada
sekitar 20% pasien penyakitnya berkembang sehingga menyebabkan
sirosis. Saat ini belum ada vaksin yang dapat melindungi kita terhadap
hepatitis C. .( Hayes peter, 2002)
d. Hepatitis D
Hepatitis D, juga disebut virus delta, adalah virus cacat yang
memerlukan pertolongan virus hepatitis B untuk berkembang biak
sehingga hanya ditemukan pada orang yang terinfeksi hepatitis B. Virus
hepatitis D (HDV) adalah yang paling jarang tapi paling berbahaya dari
semua virus hepatitis. .( Hayes peter, 2002)
Pola penularan hepatitis D mirip dengan hepatitis B. Diperkirakan
sekitar 15 juta orang di dunia yang terkena hepatitis B (HBsAg +) juga
terinfeksi hepatitis D. Infeksi hepatitis D dapat terjadi bersamaan
(koinfeksi) atau setelah seseorang terkena hepatitis B kronis
(superinfeksi). (hayes peter, 2002)
Orang yang terkena koinfeksi hepatitis B dan hepatitis D mungkin
mengalami penyakit akut serius dan berisiko tinggi mengalami gagal hati
akut. Orang yang terkena superinfeksi hepatitis D biasanya
mengembangkan infeksi hepatitis D kronis yang berpeluang besar (70% d-
80%) menjadi sirosis. ( Hayes peter, 2002)
20
Tidak ada vaksin hepatitis D, namun dengan mendapatkan
vaksinasi hepatitis B maka otomatis Anda akan terlindungi dari virus ini
karena HDV tidak mungkin hidup tanpa HBV.( Hayes peter, 2002)
e. Hepatitis E
Hepatitis E mirip dengan hepatitis A. Virus hepatitis E (HEV)
ditularkan melalui kotoran manusia ke mulut dan menyebar melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Tingkat tertinggi infeksi
hepatitis E terjadi di daerah bersanitasi buruk yang mendukung penularan
virus. (hayes peter, 2002)
Hepatitis E menyebabkan penyakit akut tetapi tidak menyebabkan
infeksi kronis. Secara umum, penderita hepatitis E sembuh tanpa penyakit
jangka panjang. Pada sebagian sangat kecil pasien (1-4%), terutama pada
ibu hamil, hepatitis E menyebabkan gagal hati akut yang berbahaya.
(Hayes peter, 2002)
Saat ini belum ada vaksin hepatitis E yang tersedia secara komersial.
Anda hanya dapat mencegahnya melalui penerapan standar kebersihan
yang baik. .( Hayes peter, 2002)
i. Etiologi dari hepatitis B
21
Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B
(HBV). Virus hepatitis B merupakan anggota famili Hepadnaviridae
yang ditandai dengan virion sferis berukuran 42 nm dengan genom
DNA rantai ganda yang berbentuk sirkular. Virus ini masih belum
diteliti secara lebih mendetail karena virus ini tidak dapat dibiakkan
dalam kultur (Brooke et al, 2007).
Gambar 1. Virus Hepatitis B
Masa inkubasi virus hepatitis B rata-rata 60-90 hari, kemudian
dapat berlanjut ke stadium viremia yang berlangsung selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi akut dan dapat pula
mencapai tahap hepatitis kronik dan viremia yang persisten. HBV
dapat ditemukan dalam darah, semen, sekret servikovaginal, saliva,
dan cairan tubuh lain. Virus ini dapat ditularkan melalui darah
(transfusi, hemodialisis, tenaga kesehatan), hubungan seksual,
penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa (penggunaan bersama
pisau cukur/silet, jarum suntik, sikat gigi), dan transmisi maternal-
neonatal/infant. Belum ada bukti bahwa virus ini dapat ditularkan
melalui fekal-oral (Sudoyo dkk, 2006).
j. Faktor resiko dari hepatitis B
22
Sering pada dewasa muda, bayi dan balita. Sebanyak 1,5 %
dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang jadi hep.
Kronik, sirosis dan kanker hati. Faktor Resiko :
1. Donor Darah
2. Ivdu
3. Transmisi Seksual
4. Pekerja Kesehatan
5. Pengggunaan Bersama Benda Yang Tajam
k. Patofisiologi dari gejala dan tanda seperti mata berwarna kuning,
demam, nyeri, urin berwarna gelap, SGOT meningkat, SGPT
meningkat.
1. Patofisiologi demam
Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu
tubuh normal.( Lauralee, 2001)
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan
sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh.
Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan
(inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri
sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis
tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin
(mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang
masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu
yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO
tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan
memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa
leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).
Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan
mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai
pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti
23
infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan
merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu
substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar
dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat
yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran
prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh
enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan
mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai
kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu
tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini
dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu
tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon
dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot
rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih
banyak. Dan terjadilah demam. .( Lauralee, 2001)
2. Patofisiologi hepatomegali
Ag + Ab
IgE
Degranulasi sel mast
Merangsang mediator sitokin
Inflamasi (rubor, tumor, dolor, kalor)
Hepatomegali
3. Patofisiologi SGOT dan SGPT meningkat
24
Non essensial
transaminase
Aspartat
Transaminase
Esensial
4. Patofisiologi Urin berwarna gelap
25
Alanin piruvat ALT/ SGPT
Siklus fosforilasi aksidatif
Oksaloasetat
Siklus asam sitrat
Asetil Co-A
α ketoglutaratAsam suksinat
isositrat
Asam sitrat
Fumarat
Arginin
Malat
AST/ SGOT
AspartatArginase
Infeksi Nekrosis
Regenerasi sel Butuh energi
mitokondria untuk
metabolisme karbohidrat
a. Bilirubin tak terkonjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air,
sehingga tidak dapat diekskresi melalui urin dan tidak terjadi
bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan
pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin
terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang
selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi feses dan
urin. Urin dan feses berwarna lebih gelap.
b. Bilirubin terkonjugasi
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat
diekskresi dalam urin dan menimbulkan bilirubinuria serta urin
yang gelap.
5. Patofisiologi nyeri
26
l. Pathogenesis terjadinya hepatitis B
27
Infeksi / peradangan
Neutrofil
Mengeluarkan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF α)
Prostaglandin
Merubah set point di hipotalamus
Peningkatan set point termostat di hipotalamus
Mengawali respon dingin
Peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas
Peningkatan suhu ke set point yang baru
Demam
vasodilatasi mediator lain
bradikinin
Mediator nyeri yang paling kuat
nyeri
Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus yang lain, merupakan
virus nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan
mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama dalam proses
hepatitis virus akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan
munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari
antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan
HbeAg, pecahan produk HBcAg, Antigen-antigen ini, bersama dengan
protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu
sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis. (Soejoenoes, 2001)
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti
dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein
core atau protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik
tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum
diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari
sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus
harus bertahan hidup. (Soejoenoes, 2001)
Walaupun mekanisme cedera hati yang tepat pada infeksi HBV
tetap tidak pasti dan ini tetap harus dijelaskan, Pada pemeriksaan
protein nukleokapsid dengan elektroforesis didapatkan hasil bahwa
protein nuleokapsid memancarkan cahaya pada toleransi imunologik
yang besar terhadap bayi HBV bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi
HBV kronik yang sangat replikatif (HBeAg-positif). Pada tikus
transgenik ditandai-HBeAg, pemajanan in utero terhadap HBeAg,
yang cukup kecil untuk melewati plasenta, menyebabkan toleransi sel
T untuk kedua protein nukleokapsid. Pada gilirannya hal ini
menjelaskan kenapa, kapan infeksi terjadi pertama kali dalam
kehidupan, status imunologik tidak terjadi, dan diperpanjang, infeksi
kekalterjadi.(Soejoenoes,2001).
Mekanisme cedera hati akibat HBV tetap tidak pasti, kerusakan
jaringan diperantarai kompleks imun terjadi untuk memainkan peranan
28
patogenesis utama dalam manifestasi ekstrahepatik dari hepatitis B
akut. Sindroma mirip penyakit serum prodormal yang diamati pada
hepatitis B akut tampak berhubungan dengan deposit dalam dinding
pembuluh darah jaringan dari kompleks imun yang bersirkulasi
menyebabkan aktivasi sistem komplemen. Akibat klinis adalah ruam
urtikaria, angioderma, demam, dan artritis. Selama prodormal dini
infeksi HBV pada pasien ini, HBsAg titer tinggi dalam hubungannya
dengan jumlah anti-HBs yang sedikit menyebabkan pembentukan
kompleks imun yang bersirkulasi dapat larut (pada kelebihan antigen).
Komponen komplemen dalam serum diturunkan selama fase artritis
penyakit tersebut dan juga dapat dideteksi dalam kompleks imun yang
bersirkulasi. Selain komponen komplemen, kompleks ini mengandung
HbsAag, anti-HBs, IgG, IgM, IgA, dan fibrin. Sesudah pasien pulih
dari sindrome-mirip penyakit serum, kompleks imun ini hilang.
(Soejoenoes,2001)
Mutasi HBV lebih sering daripada untuk virus DNA biasa dan
sederetan strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah
mutan yang menyebabkan kegagalan mengekspresikan HBeAg dan
telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin
eksaserbasi infeksi HBV kronis lebih berat. (Soejoenoes, 2001).
m. Penatalaksanaan dari hepatitis B
Medikamentosa
1. Kelompok imunomodulasi
a. Interferon
Interferon = glycoprotein yang biasanya dilepaskan dari sel
yang terinfeksi virus. Penggunaan interferon menstimulasi
produksi protein antiviral, menghambat sintesis protein viral,
destruksi dari DNA viral, menekan translasi dari virus. Penggunaan
interferon harus diawasi sel manusia leukocytes(IFN-), fibroblasts
(IFN-), or lymphocytes(IFN-). Interferons bisa juga digunakan
29
pada keganasan dan autoimmune disorder, hepatitis C, infeksi
herpes dan hepatitit S, serta multiple sklerosis. (Sudoyo, 2006)
IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien
dengan HbBeAg positif. Beberapa khasiat IFN adalah khasiat
antivirus, imunomodulator, dan anti poliferatif, dan anti fibrotic.
IFN tidak memiliki khasiat anti virus langsung tetapi merangsang
terbentuknya berbagai macam protein efektor, yang mempunyai
khasiat antivirus. Efek samping IFN : gejala seperti flu, tanda-
tanda supresi sumsum tulang,depresi, rambut rontok, berat badan
turun, gangguan fungsi tiroid. (Sudoyo, 2006)
b. Timosin alfa 1
Timosin adalh suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan
alami ada dalam ekstrak pinus. Obat ini sudah dapat dipakai untuk
terapi baik sebagai sediaan parenteral maupun oral. Timosin alfa 1
merangsang fusngsi sel ;limfosit.keunggulan obat ini adalah tidak
adanya efek samping seperti IFN. Dengan kombinasi dengan IFN,
obat ini meningkatkan efektivitas IFN. (Sudoyo, 2006)
c. Vaksinasi terapi
Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinasi hepatitis B
adalah kemungkinan penggunaan vaksin hepatitis B untuk
pengobatan infeksi VHB. (Sudoyo, 2006)
2. Kelompok terapi antivirus
a. Lamifudin
Lamivudine : Golongan asam Nukleat sintesis inhibitor.
Berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang
berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang
terjadi dalam replikasi HVB. Lamvinudine menghambat produksi
HVB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang
belum terinfeksi.Menembus BBB; sering menyebakan depresi
SST, pankreatitis, Neuropaty. Khasiat lamivudin semakin
30
meningkat bila diberikan dalam waktu yang lebih panjang.karena
itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka
panjang. (Sudoyo, 2006)
b. adefovir dipivoksil
Nonmedikamentosa
1. Hindari alkohol
2. Stop seks bebas
3. Istirahat dan membatasi aktifitas fisik
4. Olahraga teratur seminggu 3 kali
5. Memisahkan alat-alat makan, tidak digabung dengan orang-orang
terdekat
6. Hindari narkoba
7. Higiene dan sanitasi , dengan mencuci tangan
8. Diet rendah lemak
9. Memperbanyak asupan yang mengandung protein (Sudoyo,2006)
n. Komplikasi yang ditimbulkan dari hepatitis B
31
1. Hepatitis fulminan
2. Hepatitis kronis persisten
3. Karsinoma hepatoselular primer
4. Sirosis hepatis (Price dan Wilson, 2006)
o. Prognosis dari hepatitis B
Prognosis penyakit hepatitis B tergantung pada upaya
pengobatan dan komplikasi yang ditimbulkan. Diperkirakan antara 25
hingga 40 % penderita HBV akut sangat beresiko mengalami sirosis
dan karsinoma hepatoseluler. Beberapa ada yang mengalami hepatitis
fulminan, dimana terjadi penciutan hepar akibat nekrosis sel-sel hepar
masif, kadar bilirubin serum meningkat cepat, pemanjangan waktu
protombin, dan koma hepatikum. Jika sudah terjadi hepatitis fulminan,
maka sebagian besar (60-80%) akan berujung pada kematian yang
dapat terjadi dalam waktu beberapa hari atau minggu (Price dan
Wilson, 2006).
p. Vaksinasi Hepatitis
PENCEGAHAN DENGAN IMUNOPROFILAKSIS
1. HAV
a. Sebelum Paparan (Vaksin HAV yang dilemahkan)
1. Efektivitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
2. Efektivitas proteksi selama 20-50 tahun
3. Efek samping utama adalah nyeri saat penyuntikan
4. Dosis dan Jadwal
a. >19 tahun. 2 dosis of HAVRIX (1440 unit ELISA)
dengan interval 6-12 bulan
b. Anak > 2 tahun. 3 dosis HAVRIX (360 unit ELISA),
0,1,6-12 bulan atau 2 dosis (720 unit ELISA), 0, 6-12
bulan
5. Indikasi Vaksinasi
32
a. Pengunjung ke daerah risiko tinggi
b. Homoseksual dan biseksual
c. IVDU
d. Anak dan dewasa muda pada daerah pernah mengalami
kejadian luar biasa luas
e. Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV lebih
tinggi dari angka nasional
f. Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
g. Pekerja laboratorium yang menangani HAV
h. Pramusaji
i. Pekerja pada pembagian pembuangan air
b. Pasca Paparan
1. Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata tetapi tidak
sempurna
2. Indikasi: kontak erat dan kontak dalam rumah tangga
dengan infeksi HAV akut
3. Dosis dan Jadwal Pemberian immunoglobulin
a. Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah deltoid
sesegra mungkin setelah paparan
b. Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
2. HBV
a. Sebelum Paparan (Vaksin Rekombinan Ragi)
1. Mengandung HBsAg sebagai imunogen
2. Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah HBV
3. Efek samping utama
a. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25%
b. Demam ringan dan singkat pada <3%
4. Dosis dan Jadwal
33
Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa,
untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak
(1/2 dosis dewasa). Diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian
5. Indikasi
a. Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
b. Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun
(bila belum divaksinasi)
c. Grup risiko tinggi
1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan
karier hepatitis B
2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah
3. IVDU
4. Homoseksual dan biseksual pria
5. Individu dengan banyak pasangan seksual
6. Resipien transfuse darah
7. Pasien hemodialisis
8. Sesame narapidana
9. Individu dengan penyakit hati menahun yang sudah
ada (missal hepatitis C kronik)
b. Pasca Paparan (Vaksin Hepatitis B dan Imunoglobulin hepatitis
B [HBIG])
1. Efektivitas perlindungan melampaui 95%
2. Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis
akut
3. Neonatal yang diketahui mengidap HBsAG positif
3. VAKSIN KOMBINASI UNTUK PERLINDUNGAN DARI
HEPATITIS A DAN B
34
Vaksin kombinasi mengandung 20ug protein HBsAg dan
>720 Unit ELISA Hepatitis A virus yang dilemahkan memberikan
proteksi ganda dengn pemberian suntikan 3 kali berjarak 0,1 dan 6
bulan. Diindikasikan untuk individu dengan risiko baik terhadap
infeksi HAV maupun HBV (Sanityoso, 2006)
BAB III
KESIMPULAN
35
1. Pasien pada kasus ini didiagnosis penyakit Hepatitis, pada virus strain B,
yaitu Hepatitis B.
2. Hepatitis B pada pasien ini disebabkan karena penggunaan jarum suntik dan
konsumsi alhkohol serta seringnya pasien hubungan seksual dengan PSK.
3. Hepatitis B adalah penyakit hati akut yang disebabkan oleh HAV dengan
penatalaksanaan yang baik dapat disembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
36
Brooks, G.F, Janet S.B., Stephen A.M.2007.Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,
Melnick, & Adelberg Ed. 23. Jakarta: EGC hal 614-617
Green, Chris W. 2005. Viral Hepatitis dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia.
Hayes peter,c. 2002. Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC
Nurman, A. 1999. Kolangitis Akut Dipandang Dari Sudut Penyakit Dalam. J
Kedokteran Trisakti. Vol 18(3):123-9.
Sanityoso, Andri. 2006.Hepatitis virus Akut (Ilmu Penyakit Dalam FKUI).
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalanm FKUI
Soejoenoes, S., 2001. Pengeloaan Hepatitis B Dalam Kehamilan dan Persalinan,
Media Medika Indonesiana, Volume 36, No 3, hal 142, FK UNDIP,
Semarang
Sulaiman, Ali. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pendekatan Klinis pada
Pasien Ikterus. Jakarta : FKUI. 422.
Sherwood, Lauralee. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.
Pengaturan Suhu. Jakarta : EGC, 2001
Sudoyo, Aru W, dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 5, Jilid 1. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI hal 644-647
Price, S.A., L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses Perjalanan
Penyakit,Vol 1 Ed. 6. Jakarta: EGC hal 485-492
Medicastore.com. (2011). Influenza. Medicastore.com. Retrieved June 21, 2011
from http://medicastore.com/penyakit/32/Influenza.html
Sanityoso, Andri. 2006. Hepatitis Virus Akut (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam).
Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
37