22
Tugas Akuntansi Perpajakan Anggota Kelompok: Fadel Abdillah (13/352344/EK/19600) Giandra Satyayuda (13/352488/EK/19604) Muhammad Nabil Ar-Ridho (13/349606/EK/19534) Yosua Hiras (13/349562/EK/19526) Perlawanan Terhadap Pajak Pasca Kemerdekaan A. Penghindaran dan Penyelundupan Pajak Dalam buku-buku perpajakan Indonesia, penghindaran pajak (tax avoidance) selalu diartikan sebagai kegiatan yang legal (misalnya meminimalkan beban pajak tanpa melawan ketentuan perpajakan) dan penyelundupan pajak (tax evasion/tax fraud) diartikan sebagai kegiatan yang ilegal (misalnya meminimalkan beban pajak dengan memanipulasi pembukuan). Permasalahannya adalah apakah penghindaran pajak selalu legal? Menurut Roy Rohatgi (2002: 342), di banyak negara penghindaran pajak dibedakan menjadi penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance/tax planning/tax mitigation) dan yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidance). Artinya, penghindaran pajak dapat saja dikategorikan sebagai 1

Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

Tugas Akuntansi Perpajakan

Anggota Kelompok:

Fadel Abdillah (13/352344/EK/19600)

Giandra Satyayuda (13/352488/EK/19604)

Muhammad Nabil Ar-Ridho (13/349606/EK/19534)

Yosua Hiras (13/349562/EK/19526)

Perlawanan Terhadap Pajak Pasca Kemerdekaan

A. Penghindaran dan Penyelundupan Pajak

Dalam buku-buku perpajakan Indonesia, penghindaran pajak (tax avoidance)

selalu diartikan sebagai kegiatan yang legal (misalnya meminimalkan beban

pajak tanpa melawan ketentuan perpajakan) dan penyelundupan pajak (tax

evasion/tax fraud) diartikan sebagai kegiatan yang ilegal (misalnya

meminimalkan beban pajak dengan memanipulasi pembukuan). 

Permasalahannya adalah apakah penghindaran pajak selalu legal? Menurut

Roy Rohatgi (2002: 342), di banyak negara penghindaran pajak dibedakan

menjadi penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance/tax

planning/tax mitigation) dan yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax

avoidance). Artinya, penghindaran pajak dapat saja dikategorikan sebagai

kegiatan legal dan dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan ilegal. Suatu

penghindaran pajak dikatakan ilegal apabila transaksi yang dilakukan semata-

mata untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi tersebut tidak mempunyai

tujuan usaha yang baik (bonafide business purpose). 

Oleh karena itu, untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan

oleh perusahaan multinasional, sebagian besar negara telah mempunyai ketentuan

anti penghindaran pajak (Brian J. Arnold dan Michael J. McIntyre, 2002:81).

Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun

perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak.

Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak

1

Page 2: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’. Yang dibutuhkan oleh negara adalah

ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah

perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan

pembayar diperlukan dalam hal ini.

Mengingat pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih perusahaan

maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar

pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian

penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak

merugikan perusahaan di kemudian hari. 

Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini

adalah perbuatan kriminal karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus

penggelapan pajak : 

Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar

hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar;

Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;

Transaksi export fiktif;

Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan.

Jika kita analogikan pajak dengan karcis tol, Jika kita lewat jalan tol tetapi

tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita

menghindari untuk membayar karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa,

maka itulah penghindaran pajak. Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara

tidak lewat jalan tol adalah cara yang legal.

Seperti halnya dengan menghindari jalan tol (memilih jalan biasa) agar

terhindar dari kewajiban membayar karcis tol, cara yang paling mudah dan legal

untuk menghindari pajak adalah dengan cara menghindari transaksi yang

merupakan obyek pajak, misalnya dengan tidak memperoleh penghasilan.

Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah yang dapat

dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan

optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai,

perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar,

2

Page 3: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

membayar pajak dengan jumlah yang ‘paling sedikit’ namun tetap dilakukan

dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.

Selain menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, langkah-langkah

penghematan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain :

Memilih bentuk usaha yang memiliki tarif pajak terendah

Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar dapat dibebankan sebagai

pengurang penghasilan, 

Memilih berbagai alternatif transaksi yang memberikan efek beban pajak

terendah. 

Memaksimalkan kredit pajak yang telah dibayar 

Perlawanan Pajak adalah hambatan-hambatan dalam pemungutan pajak baik

yang disebabkan oleh kondisi negara dan rakyatnya maupun disebabkan oleh

usaha-usaha wajib pajak yang disadari ataupun tidak disadari mempersulit

pemasukan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Walaupun pajak tidak bisa

dipungut tanpa adanya persetujuan dari rakyat, pemerintah selalu berusaha untuk

memberikan penerangan dan penyuluhan agar rakyat mempunyai kesadaran akan

kewajibannya membayar pajak.

Menurut R. Santoso Brotodihardjo dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum

Pajak” perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan antara Perlawanan Pasif dan

Perlawanan Aktif.

1. Perlawanan Pasif 

Perlawanan Pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar

pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi,

perkembangan intelektual dan moral penduduk serta sistem pemungutan pajak itu

sendiri.

Misalnya antara negara industri dengan negara agraris, akan berbeda dalam

hal melaksanakan pencatatan pembukuan. Demikian pula dalam kemajuan

tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat di negara industri telah terorientasi

“bank- minded”.

2. Perlawanan Aktif

3

Page 4: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

Perlawanan Aktif adalah meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak.

Usaha perlawanan aktif dapat dibedakan menjadi 3 ( tiga ) cara, yaitu :

a. Penghindaran diri dari pajak (Tax Saving)

Penghindaran diri dari pajak dapat dilakukan dengan cara tidak melakukan

kegiatan-kegiatan yang menjadi penyebab timbulnya utang pajak. Misalnya

dengan menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan pajak,

mengganti pemakaian barang kena pajak dengan barang yang tidak kena pajak

atau kegiatan lainnya.

Ketidakjelasan atau lemahnya Undang Undang atau mungkin lemahnya

kontrol aparat pajak, akan menyebabkan adanya lubang-lubang kelemahan yang

dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk menghindari atau memperkecil jumlah

pajaknya. Pemanfaatan lubang-lubang kelemahan untuk menghindari atau

memperkecil pajak oleh wajib pajak disebut dengan “loopholes”. Dan

penghindaran diri dari pajak yang seperti ini disebut “tax avoidance”.

b. Pengelakan pajak (Tax Evasion)

Pengelakan pajak dilakukan dengan cara penyelundupan pajak yaitu dengan

menyembunyikan keadaan-keadaan yang sebenarnya. Pengelakan yang seperti ini

benar-benar suatu pelanggaran terhadap Undang Undang atau ketentuan

peraturan perpajakan.

Misalnya dengan membuat pernyataan yang tidak benar, membuat laporan

yang tidak benar/palsu, membuat pembukuan ganda, tidak melaporkan

penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan sampingan. Pengelakan pajak dengan

cara seperti diatas disebut dengan “ Tax Evasion “.

c. Melalaikan Pajak

Melalaikan pajak meliputi tindakan menolak untuk membayar pajak yang

telah ditetapkan oleh fiskus atau menolak untuk memenuhi formalitas-formalitas

yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Misalnya usaha

menggagalkan penyitaan.

B. Contoh Perlawanan terhadap Pemungutan Pajak di Indonesia Pasca

Kemerdekaan

4

Page 5: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

Perlawanan terhadap pajak sebenarnya sudah terjadi sejak zaman

kolonial. Penerapan pajak yang tidak mempertimbangkan nasib rakyat pribumi

membuat rakyat bangkit untuk melawan balik kedzaliman tersebut. Pasca

merdeka, NKRI mengadopsi beberapa pajak yang sudah dikenakan oleh Belanda

dan Jepang dengan beberapa perubahan sesuai kepentingan rakyat. Namun,

terdapat beberapa peristiwa penerapan pajak yang kurang tepat sehingga

membuat masyarakat menjadi enggan untuk membayarkan pajak kepada

pemerintah.

a. Pajak atas Judi dan Lokalisasi PSK di DKI Jakarta

Pada zaman orde lama, tepatnya tahun 1966, Presiden Soekarno melantik

Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta. Soekarno menaruh banyak harapan

kepada Ali untuk dapat memulihkan keadaan Jakarta seperti semula dan memulai

pembangunan Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Ali Sadikin merasa kesulitan

untuk mengemban amanah tersebut dengan hanya dibekali APBD 66 juta rupiah

setahun.

Ali kemudian memutar otak mencari cara untuk mendapatkan tambahan

dana untuk pembangunan. Pemikirannya sampai pada UU Nomor 11 Tahun 1957

dimana Gubernur dan Kepala Daerah berhak memungut pajak atas judi. Ali

melihat aktivitas perjudian dan lokalisasi PSK yang cukup marak pada saat itu

menjadi jalan keluar atas masalah yang dihadapinya. Ali kemudian

mengumumkan bahwa perjudian dan lokalisasi dilegalkan di Jakarta kepada

kaum Tionghoa dan penyedia tempat tersebut harus membayar pajak kepada

pemerintah.

Usaha tersebut menuai hasil yang sangat luar biasa. Pendapatan pajak

DKI Jakarta meroket hingga milyaran rupiah. Dengan uang tersebut, Ali dapat

membangun Jakarta menjadi kota Metropolitan seperti sekarang ini. Proyek

pembangunan sekolah, pasar, kampung, gelanggang olahraga, pusat kesenian,

kebun binatang Ragunan, dan jalan raya besar adalah bukti kesuksesan Ali

sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Namun, cara Ali Sadikin ini menuai protes berbagai macam pihak yang

tidak setuju pelegalan kegiatan “kotor” tersebut di Jakarta. Ormas agama dan

rakyat pribumi menolak pembangunan Jakarta dengan memungut pajak dari judi

dan lokalisasi PSK. Rakyat merasa malu karena melihat terjadinya penurunan

5

Page 6: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

moral dan etika pada pemerintah khususnya Jakarta sebagai pusat pemerintah.

Hal ini cukup kontroversial karena pemerintah sebagai wakil rakyat seharusnya

mengikuti kemauan rakyat. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan

Jakarta menjadi maju membutuhkan dana yang sangat besar, tetapi banyak cara

lain yang lebih “bermartabat” untuk dapat menyukseskan pembangunan ibukota

kita tercinta ini.

b. Pajak Bumi dan Bangunan dengan self assessment system

Peristiwa lain tentang perlawanan masyarakat terhadap pemungutan pajak

yaitu pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Indonesia. Penerapan PBB

dimulai pada tahun 1985. Pada tahun tersebut, diadakan tax reform sesuai amanat

GBHN tahun 1983. Pemungutan pajak yang pada awalnya menggunakan sistem

official-assessment kemudian dirubah menjadi self-assessment. Mulai tahun

tersebut, setiap wajib pajak harus mengisi dan menghitung beban pajak yang

ditanggungnya serta membayarkan pajak tersebut setiap tahun.

Kelemahan penerapan self assessment adalah perhitungan tersebut belum

tentu akurat dan benar karena yang mengisi adalah para wajib pajak. Apabila

dihubungkan dengan PBB, maka pembebanan PBB tersebut tidak melihat latar

belakang wajib pajak tersebut. PBB dihitung menggunakan nilai wajar harga

tanah dan bangunan tersebut saat itu kemudian dikalikan dengan persentase yang

ditetapkan oleh pemerintah. Semakin tinggi nilai tanah dan bangunan, semakin

tinggi pula PBB yang dibebankan.

Masalah yang muncul adalah petani yang memiliki sawah atau kebun

dekat dengan perkotaan menanggung beban PBB yang sama dengan pemilik

hotel yang memiliki ukuran tanah sama. PBB tersebut semakin memberatkan

petani untuk dapat menggarap mata pencahariannya dengan penghasilan yang

minim. Hal ini disebabkan oleh penerapan PBB yang tidak melihat kemampuan

wajib pajak untuk membayar PBB tersebut. Hal ini tentu menuai protes dari

masyarakat yang menuntut keadilan pada rakyat kecil.

Pemerintah akhirnya menyadari bahwa seharusnya pajak yang berperan

untuk mensejahterakan rakyat malah membuat sengsara rakyatnya sendiri. Pada

tahun 2016, pemerintah merencanakan untuk menghapus PBB dari objek

pemungutan pada PNS dan kaum menengah ke bawah tetapi tetap diberlakukan

untuk pihak swasta dan pedagang komersil. Selain itu, biaya untuk memungut

6

Page 7: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

PBB ternyata lebih besar dibandingkan dana dari PBB tersebut yang masuk ke

kas negara. Alasan PBB diberlakukan sebelumnya ternyata untuk alat pendataan

kepemilikan tanah dan bangunan rakyat.

Rencana penghapusan PBB ini menuai protes dari kepala daerah karena

dikhawatirkan akan menurunkan pendapatan asli daerah (PAD). Selain itu, PBB

juga menjadi bukti penguat apabila terjadi kasus sengketa tanah dan bangunan.

Sertifikat tanah dan bangunan tidak cukup menjadi bukti kepemilikan karena tiap

pihak mendapatkannya dari kantor BPN. Oleh karena itu, pengadilan biasanya

memutuskan kepemilikan tersebut diberikan kepada pihak yang melaporkan dan

membayarkan PBB tersebut ke kantor pajak.

c. Pajak Hasil Bumi

Contoh 1 : Penolakan Pajak Hasil Bumi

Pengusaha Ramai-ramai Tolak PPN 10% Produk Pangan

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah asosiasi komoditas pertanian, perkebunan

dan kehutanan dalam negeri dengan tegas menolak rencana pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen pada produk pangan sebagai konsekuensi

dari pembatalan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007 oleh Mahkamah

Agung.

Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Irfan Anwar mengatakan

penolakan ini dilakukan lantaran pengenaan PPN akan berdampak langsung tingkat

petani dan konsumen.

7

Page 8: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

"Ini akan ber-impact pada end to end, yaitu petani dan konsumen. Terlebih

untuk petani yang masih banyak ekonominya lemah dan pendidikannya juga rendah,"

ujar dia dalam konferensi pers di Kantor AEKI, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis

(21/8/2014).

Dia menjelaskan, konsekuensi dari penerapan PPN ini seperti menurunkan

semangat petani dalam menghasilkan komoditas primer sehingga berdampak pada 

penurunan produksi dan menghambat perkembangan industri hilir yang saat ini

sedang menggeliat untuk tumbuh.

"Ini bertentangan dengan program hilirisasi yang digalakan pemerintah. Saat

ini masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kopi saja mencapai 2 juta orang.

Keputusan MA ini membuat bingung pelaku usaha," lanjut dia.

Selain kedua hal tersebut, pengenaan PPN ini dikhawatirkan akan

melemahkan daya saing komoditas Indonesia di pasar internasional.

Sedangkan untuk pelaku eksportir, hal tersebut juga akan memberatkan karena

membutuhkan modal kerja yang lebih besar untuk pembayaran PPN 10 persen,

sementara bunga perbankan di Indonesia tidak kompetitif dibandingkan dengan suku

bunga negara lain.

"Kita dalam kondisi tekanan asing saat ini, terlebih lagi ada ada MEA

(Masyarakat Ekonomi ASEAN) di mana perusahan asing akan mudah masuk ke

Indonesia. Ini demi masa depan komoditas pertanian dan perkebunan," jelas dia.

8

Page 9: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

Untuk itu, sejumlah asosiasi ini meminta agar pengenaan PPN ini ditunda serta

pemerintah dan MA melakukan peninjauan ulang terhadap putusannya.

"Kita minta ini ditinjau ulang atau paling tidak ditunda sampai ada tujuan yang

jelas dan ada alasan yang logis. Karena saya yakin pemerintah juga bingung. Kita

harapkan ada jalan tengah yang baik dulu. Pilihan terakhir akan kita terapkan upaya

hukum. Pemerintah harusnya lebih bijaksana memutuskan kebijakan," tandas dia.

Seperti diketahui, MA telah membatalkan sejumlah pasal pada PP Nomor 31

Tahun 2007 yang menetapkan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha

pertanian, perkebunan dan kehutanan sebagai barang yang dibebaskan dari pengenaan

PPN.

Contoh 2 :

AEKI Tolak Penerapan PPN Komoditas Pertanian

Sebuah pameran kopi yang diselenggarakan di acara South to South Film Festival di

Goethehaus, Jakarta Maret 2014 lalu. (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia

(AEKI) menyatakan menolak dengan adanya penerapan pajak pertambahan nilai

(PPN) sebesar 10 persen atas komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan setelah

dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HM/2014 yang membatalkan

sebagian Perpres Nomor 31/2007.

"Kami menolak PPN 10 persen, dengan adanya PPN tersebut akan berdampak

langsung terhadap para petani dan konsumen," kata Ketua Umum AEKI, Irfan Anwar,

dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (21/8).

Dalam kesempatan tersebut, tidak hanya AEKI yang menolak putusan MA,

namun beberapa asosiasi komoditas juga sepakat untuk melakukan hal yang sama.

Beberapa asosiasi tersebut antara lain, Asosiasi Eksportir Lada Indonesia

(AELI), Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), Asosiasi Pengusaha Hutan

Indonesia, dan juga Asosiasi Pedagang Teh.

Irfan mengatakan, penerapan PPN 10 persen untuk komoditas pertanian,

perkebunan dan kehutanan tersebut selain merugikan para konsumen, yang paling

terkena imbas besar adalah para petani.

"Penerapan ini beradmpak langsung terhadap para petani, mereka tidak

mendapatkan kesejahteraan yang cukup," ujar Irfan, menegaskan.

Selain itu, beberapa hal yang dinilai akan menjadi konsekuensi dari putusan

9

Page 10: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

tersebut adalah, akan menurunkan semangat para petani untuk menghasilkan komoditi

primer sehingga menurunkan jumlah produksi, dan dunia industri akan mengalami

kekurangan pasokan.

"Ini juga akan mematikan industri dalam negeri, dan juga memperlemah daya

saing komoditi Indonesia di pasar internasional," ucap Irfan.

Ia menjelaskan, dengan adanya keputusan MA tersebut mengakibatkan

kebingungan bagi pelaku usaha, dan juga dinilai akan memberatkan para eksportir

yang membutuhkan modal kerja lebih besar untuk membayar PPN 10 persen,

sementara bunga perbankan dalam negeri tidak kompetitif jika dibandingkan negara

lain.

"Pemerintah diharapkan bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan dalam

waktu dekat," tukas Irfan.

Dalam Perpres Nomor 31/2007 tentang impor dan atau penyerahan barang

kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Namun, putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HM/2014 membatalkan sebagian isi

perpres tersebut, sehingga komoditas yang termasuk barang hasil perkebunan yang

dikenakan PPN.

Berdasarkan putusan MA, Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Edaran Nomoe

24/PJ/2014 yang mengatur pemberlakuan pengenaan PPN atas produk pertanian dan

perkebunan terhitung tanggal 22 Juli 2014. (Ant)

10

Page 11: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

d. Pajak Penjualan (PPn)

Contoh 3 :

Eksportir Tolak Pengenaan Pajak 10% pada Hasil Produk Pertanian

(FOTO:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI)

menolak pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen terhadap komoditas

hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan.

Sekretaris Jenderal DPP GPEI, Toto Dirgantoro mengatakan pengenaan PPN

tersebut akan lebih memberatkan petani lantaran para petani harus menambah modal

kerja.

"Semua beban biaya yang timbul dari logistik, budidaya, produksi, bunga bank

serta pajak-pajak pada akhirnya akan menjadi beban bagi para petani sehingga akan

mengurangi pendapatan dan kesejahteraan petani," ujar Toto dalam keterangan

tertulis di Jakarta, seperti ditulis Selasa (26/8/2014).

Selain itu, para pedaganga maupun eksportir juga memerlukan tambahan modal kerja

sebesar 10 persen.

"Ekspor sektor pertanian secara nasional sebesar US$ 5,15 miliar, sehingga

perlu tambahan modal sebesar US$ 515 juta. Atas pengajuan restitusi PPN 10 persen

tersebut diperlukan waktu pengurusannya sehingga menganggu cash flow. Dengan

11

Page 12: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

restitusi pajak, berarti tidak ada tambahan perolehan pendapatan pajak bagi negara,"

lanjutnya.

Dia menjelaskan, produk-produk pertanian seperti karet, kopi, tembakau,

kakao, kapas akan menjadi tidak kompetitif dan lebih mahal di pasaran.

"Pengenaan PPN ini akan semakin melemahkan daya saing produk pertanian

dalam negeri menghadapi produk-produk pertanian sejenis dari negara lain," kata dia.

Menurut Toto, produk-produk pertanian tersebut sebagai bahan baku yang

belum memiliki added value tax tidak semestinya dikenakan PPN 10 persen.

"Pemberdayaan dan kesejahteraan petani yang merupakan program pemerintah hanya

menjadi semboyan saja," tuturnya.

Oleh sebab itu, agar tetap dapat menjaga daya saing dan menjamin iklim usaha

yang lebih kondusif, maka GPEI mendesak agar dilakukan penundaan pelaksanaan

surat edaran dirjen pajak nomor SE-24/PJ/2014 pada 25 Juli 2014.

"Serta kami meminta peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung

(MA) nomor 70P/HUM/2013 pada 25 Februari 2014 terkait pengenaan PPN ini,"

tandasnya. (Dny/Ahm)

e. Penggelapan Pajak oleh Gayus Tambunan

Kasus ini berawal dari kecurigaan PPATK terhadap rekening Gayus

Tambunan dan Polri Melakukan penyelidikan. Awalnya, diduga bahwa Gayus

Tambunan melakukan korupsi, pencucian uang dan penggelapan pajak. Setelah

diselidiki oleh peneliti kejaksaan agung, ternyata uang sebesar Rp 2,5 milliar

direkening Gayus Tambunan merupakan transaksi Gayus dan Andi Kosasih

berupa titipan uang dari Andi kepada Gayus untuk membelikan tanah di Jakarta.

Selain itu, ditemukan aliran dana sebesar Rp 370 juta di rekening BCA

milik gayus. Ini merupakan penggelapan pajak yang dilakukan gayus untuk

membantu PT Mega Cipta Jaya Garmindo dalam pengurusan pajak pendirian

pabrik garmen di sukabumi.

Selanjutnya, uang sebesar Rp 370 juta tersebut disita dan jaksa

mengajukan tuntutan 1 tahun dan percobaan 1 tahun.

Namun, anehnya penggelapan ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya

perusahaan ini telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian maju kepersidangan

Pengadilan Negeri Tangerang. Hasilnya, Gayus divonis bebas. “Di Pengadilan

Negeri Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

12

Page 13: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

melakukan tindak pidana penggelapan. Tapi kami akan ajukan kasasi,” tandas

Cirrus. Sosok Gayus dinilai amat berharga karena ia termasuk saksi kunci

dalam kasus dugaan makelar kasus serta dugaan adanya mafia pajak di Ditjen

Pajak.

f. Peningkatan Tarif Pajak Penerangan Kota Bandung

Pada akhir tahun 2015, Pemerintah Kota Bandung hendak menaikkan

Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU). Pemkot Bandung melalui Dinas

Pelayanan Pajak (Disyanjak) mengusulkan adanya kenaikan besaran PPJU untuk

beberapa golongan. Tarif PPJU untuk penggunaan tenaga listrik yang berasal dari

PLN untuk golongan Sosial (S3) ditetapkan sebesar 6 persen atau naik 3 persen,

golongan Rumah Tangga (R1, R2 dan R3) dengan daya 900 VA ke atas yaitu 8

persen atau naik 2 persen, golongan bisnis kecil (B1) dan bisnis menengan (B2)

juga diusulkan naik menjadi 8 persen atau 2 persen lebih tinggi, dan golongan

bisnis besar (B3) ditetapkan sebesar 8 persen atau naik 2 persen.

Sedangkan tarif untuk golongan industri kecil (I.1) diusulkan tetap yaitu

2,5 persen, dan tarif untuk golongan industri menengah (I.2) sampai golongan

industri besar (I.3-I.4) juga diusulkan tetap yaitu 3 persen.

Namun DPRD Kota Bandung menolak kenaikan PPJU karena akan

menyusahkan masyarakat kota bandung. Lalu, perkonomian di kota bandung

juga belum stabil. Disamping itu, pada tahun 2016, pemerintah pusat berencana

akan mecabut subsidi untuk Tarif Dasar Listrik (TDL) sehingga jika PPJU juga

dinaikkan, maka akan semakin memberatkan masyarakat kota bandung.

Menurut DPRD, masih ada daerah-daerah yang belum mendapatkan

Penerangan Jalan Umum (PJU) sehingga jika PPJU juga dibebankan

kemasyarakat disana, akan menjadi tidak adil. Dan DPRD menyarankan agar

mengganti lampu untuk penerangan jalan umum dengan lampu yang hemat

energi sehingga tidak perlu menaikkan PPJU.

Kesimpulan

Perlawanan terhadap pajak pasca kemerdekaan dilakukan secara lebih

intelektual dan melalui jalur hukum. Hal ini jauh berbeda dibandingkan dengan

perlawanan terhadap pajak sebelum kemerdekaan. Pada masa itu, perlawanan

terhadap pajak dilakukan dengan kontak fisik, bahkan perang. Saat ini, masyarakat

13

Page 14: Paper Perlawanan Pajak Pasca Kemerdekaan (Giandra, Nabil)(1).doc

Indonesia dapat lebih mengaspirasikan pendapatnya untuk melakukan perlawanan

terhadap pajak. Hal ini dapat dilakukan melalui perwakilan di DPR, lembaga swadaya

masyarakat, organisasi masyarakat, dan lain-lain. Bahkan di era sekarang ini,

perlawanan terhadap pajak dapat dilakukan oleh masing-masing orang dengan hanya

tidak membayar pajak secara benar.

Sumber:

1.http://ndeso-go-blog.blogspot.co.id/2012/03/perlawanan-pemungutan-

pajak.html

2.http://padyangantaxcenter.blogspot.co.id/2013/06/penghindaran-dan-

penyelundupan-pajak.html#.Vn30HlLKI1I

3.http://gitajaya77.blogspot.co.id/2012/11/pajak-judi-ada-undang-undangnya-

ada.html

4.https://amanahrakyatnusantara.wordpress.com/2013/08/30/ali-sadikin-een-

koppig-heid/

5.http://financecontroller.blogspot.co.id/2010/06/sejarah-pajak-di-indonesia.html

6.http://www.kompasiana.com/estherlima/penghapusan-pbb-upaya-melindungi-

mafia-tanah_54f35889745513792b6c71d6

7.http://www.tribunnews.com/regional/2015/02/17/bupati-dan-wali-kota-se-

jatim-sepakat-tolak-penghapusan-pbb

8.http://www.galamedianews.com/bandung-raya/51387/usulan-kenaikan-pajak-

penerangan-jalan-di-bandung-ditolak-dprd.html

9.http://andrynugrohosusanto.blogspot.co.id/2012/12/kronologi-kasus-gayus-

tambunan.html

14