16
Laboratorium Ilmu Penyakit Mata Referat Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman PANOPTALMITIS oleh: Maya Sari Putri 06.55362.00305.09 Pembimbing: dr. Tri Hendro, Sp.M Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Laboratorium Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 1

panoftallmitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

panoftallmitis

Citation preview

Page 1: panoftallmitis

Laboratorium Ilmu Penyakit Mata Referat

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

PANOPTALMITIS

oleh:

Maya Sari Putri

06.55362.00305.09

Pembimbing:

dr. Tri Hendro, Sp.M

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Laboratorium Ilmu Penyakit Mata

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2011

1

Page 2: panoftallmitis

BAB I

PENDAHULUAN

Panopthalmitis merupakan suatu peradangan pada mata yang dapat melibatkan

semua lapisan bola mata. Peradangan juga dapat memperluas ke jaringan di sekitar bola

mata. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000 pasien yang berobat. Dan

dalam beberapa kasus mata kanan dua kali lebih mungkin terinfeksi sebagai mata kiri,

mungkin karena lokasinya yang lebih proksimal untuk mengarahkan aliran darah arteri

ke arteri karotid kanan. Kejadian ini dapat meningkat karena penyebaran AIDS,

penggunaan agen imunosupresif yang berlebihan, dan yang sering yaitu akibat dari

tindakan prosedur invasif.

Sebagian besar kasus (sekitar 60%) terjadi setelah operasi intraokular. Ketika

operasi merupakan penyebab, panopthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu

setelah operasi. Di Amerika Serikat, panopthalmitis postcataract merupakan bentuk

yang paling umum, dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi yang memiliki komplikasi ini,

dan kejadian ini telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Posttraumatic

panopthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera penetrasi okular. sedangkan

kejadian panopthalmitis akibat benda asing intraokular adalah sekitar 7-31%.

Komplikasi paling sering akibat penyakit ini ialah penurunan visus yang dapat

menjadi permanen, dan yang paling berbahaya apabila terjadi penyebaran infeksi

secara hematogen dan menyebabkan syok septik. Menurut penelitian menunjukan

adanya hubungan perkembangan panopthalmitis pada pasien post operasi dengan usia

lebih atau sama dengan 70 tahun.

2

Page 3: panoftallmitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga termasuk

sklera dan kapsul Tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses. Infeksi yang

masuk kedalam bola mata dapat melalui peredaran darah (secara endogen) atau

perforasi dari bola mata (secara eksogen), dan dapat pula merupakan akibat tukak

kornea perforasi.

panophthalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan oleh

infeksi yang mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya keadaan ini terjadi

pada pasien yang memiliki kekurangan dalam sistem kekebalan tubuh untuk setiap

penyakit yang kronis seperti diabetes atau infeksi oleh virus HIV , atau dapat pula

sebagai akibat dari trauma atau operasi pada mata yang menyebabkan terbentuknya

jalur yang dapat membuat mikroba menembus ke dalam bola mata.

2.2 ETIOLOGI

Panoftalmitis biasanya dapat disebabkan oleh masuknya organisme piogenik

kedalam mata melalui luka yang terdapat pada kornea yang terjadi secara kebetulan

atau merupakan akibat dari operasi atau akibat mengikuti perforasi suatu ulkus kornea.

3

Page 4: panoftallmitis

Sebagian kecil, kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya metastasis alamiah dan

terjadi dalam kondisi seperti pyaemia, meningitis maupun septikaemia purpural.

Pneumococcus merupakan suatu organisme yang paling sering menyebabkan

panoftalmitis, disamping itu dapat pula disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus

dan E.coli. Selain itu, jamur (seperti Candida albicans, Histoplasma, Cryptococcus, dll),

parasit (seperti Toxoplasma, Toxocara, dll), serta virus (sepert CMV, HIV, dll) juga dapat

menyebabkan terjadinya panoftalmitis.

2.3 PATOGENESIS

Pada kasus panoftahlamitis atau peradangan supuratif pada isi bola mata

gejalanya yaitu terdapatnya nanah, palpebra yang bengkak, dan mata masih dapat

digerakkan apabila pus keluar karena perforasi, panas menjadi turun, tidak terdapat

gelisah, tetapi tekanan bola mata menjadi menurun, jaringan yang kisut atau

mengkerut, kemudian akan menjadi ptisis bulbi. Terjadinya panofthalmitis biasanya

dikarenakan infeksi eksogen, misalnya pascabedah intraocular (terutama ekstraksi

katarak), trauma tembus, atau tukak kornea yang mengalami perforasi.

Jika terjadi trauma penetrasi, maka korpus vitreum merupakan bagian yang

akan pertama kali terkena dan kemudian ke bagian lain seperti uvea dan retina yang

juga dapat ikut terkena. Sedangkan apabila pada kasus metastasis peradangan dimulai

dengan terjadinya emboli septik pada arteri retina dan atau arteri choroid. Keadaan ini

biasanya mengenai kedua mata. Bila pada kasus perforasi ulkus kornea atau yang

mengikuti infeksi pasca bedah intra-ocular, peradangan dimulai dengan iridocyclitis

dan apabila infeksi tidak terlalu virulent, dapat dikontrol dengan pengobatan sedini

mungkin. Tapi jika kuman terlalu virulent, peradangan purulen akan berangsur-angsur

menyebar ke bagian uvea posterior dan mengenai seluruh jaringan uvea dan retina,

akhirnya terjadi pembentukan pus atau nanah dalam bola mata meskipun diobati.

Infeksi endogen biasanya melalui hematogen dan merupakan penyulit dari

bakteremia atau septicemia. Dan sangat jarang terjadi adanya invasi infeksi orbita ke

dalam bola mata yang bersifat langsung.

4

Page 5: panoftallmitis

2.3.1 Bakteri

Bila panoftalmitis yang disebabkan karena bakteri, maka perjalanan penyakitnya

akan cepat dan berat.

Pseudomonas

Bakteri batang gram negatif, bergerak, aerob; beberapa diantaranya

menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Bakteri ini merupakan bakteri

tipe ganas, merupakan patogen utama bagi manusia. Bisa menghancurkan

semua bagian termasuk kornea; sekret purulen, berupa nanah biru

kehijauan; mempunyai zat proteolitik yang dapat menghancurkan fibrin;

banyak sel-sel yang mati, terutama leukosit, dan jaringan nekrosis.

Staphylococcus

Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam

rangkaian tak beraturan separti anggur. Bakteri ini mampu menghasilkan

substansi (eksotoksin, leukosidin, koagulase, dan enterotoksin), substansi ini

meningkatkan kemampuannya untuk berlipat ganda dan menyebar secara

luas ke dalam jaringan dan menghasilakan sekret mucopurulen (kental

berwarna kekuningan, elastis). Permukaan Stafilokok ditutupi dengan

substansi yang dinamakan protein A, yang menghambat fagositosis. Bakteri

stafilokok yang telah difagostosis masih mampu bertahan dalam jangka

waktu lama.

Streptococcus

Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk

pasangan atau rantai selama masa pertumbuhan. Sekret pseudo-

membranacea, seolah-olah melekat pada konjungtiva tetapi mudah diambil

dan tidak mengakibatkan pedarahan; infeksi oleh bakteri ini akan

membentuk sekret, terdapatnya sel-sel lepas dan jaringan nekrotik,sehingga

terjadi defek pada konjungtiva.

2.3.2 Jamur

5

Page 6: panoftallmitis

Bila panoftalmitis akibat jamur perjalanan penyakit akan berjalan perlahan-

lahan dan malahan gejala akan terlihat setelah beberapa minggu setelah terjadinya

infeksi. Candida albicans adalah salah satu jamur oportunis yang terpenting. Lesi

candida awal berwujud retinitis granulomatosa nekrotikans fokal dengan atau tanpa

koroiditis, yang ditandai lesi eksudatif putih berjonjot yang berhubungan dengan sel-sel

dalam badan kaca yang menutupi lesi tersebut. Lesi ini bisa menyebar dan mengenai

saraf optik dan struktur mata lainnya. Jamur ini juga bisa menyebabkan endoftalmitis,

panoftalmitis, bercak Roth, papilitis, dan ablasi retina. Penyebaran ke badan kaca dapat

mengakibatkan terjadinya abses badan kaca. Juga bisa akan terjadi uveitis anterior

dengan sel-sel dan flare di dalam bilik mata depan, serta hipopion.

2.3.3 Parasit

Toxoplasma gondii

Lesi okuler mungkin didapat inutero atau muncul sesudah serangan

infeksi sistemik akut. Toksoplasmosis adalah penyebab retinokoroiditis paling

umum pada manusia. Kucing peliharaan dan spesies kucing lain berfungsi

sebagai hospes definitif bagi parasit ini. Wanita peka yang terkena penyakit ini

selama kehamilan dapat menularkan penyakit ini ke janin. Sumber infeksi pada

manusia adalah ookista di tanah atau lewat udara ikut debu, daging kurang

matang yang mengandung bradizoit (parasit bentuk kista), dan takizoit (bentuk

proliferatif), yang diteruskan melalui plasenta.

Tanda dan gejala infeksi parasit ini yaitu seperti melihat benda

mengambang, penglihatan kabur, atau fotofobia. Lesi okuler berupa daerah-

daerah retinokoroiditis fokal nekrotik keputih-putihan, kecil atau besar, satu-

satu atau mulipel. Lesi yang aktif dapat bersebelahan dengan parut retina yang

telah sembuh dan dikelilingi edem retina. Dapat terjadi vaskulitis retina, yang

menimbulkan perdarahan retina. Peradangan berakibat terlihatnya sel-sel

didalam vitreus dan eksudasi. Mungkin juga akan menimbulkan edem pada

makula kistoid. Iridosklitis sering dijumpai pada pasien retinokoroiditis

toksoplasmik.

Toxocara cati dan Toxocara canis

6

Page 7: panoftallmitis

Toksokariasis okuler dapat terjadi tanpa manifestasi sistemik. Anak-anak

yang rentan terkena penyakit ini, berhubungan erat dengan binatang peliharaan

dan karena memakan kotoran yang terkontaminasi ovum Toxocara. Telur yang

termakan membentuk larva yang menembus mukosa usus dan masuk ke dalam

sirkulasi sistemik, dan akhirnya sampai di mata.

Tanda dan gejala larva Toxocara diam di retina dan mati, menimbulkan

reaksi radang hebat dan pembentukan antibodi Toxocara setempat. Keluhan

berupa penglihatan kabur, atau pupil keputihan.

Terdapat tiga presentasi klinik, yaitu endoftalmitis, granuloma posterior

lokal, dan granuloma posterior perifer dengan uveitis intermediate.

2.3.4 Virus

Manifestasi okuler pada infeksi HIV adalah bintik ”cotton wool”,

peradarahan retina, sarcoma Kaposi pada permukaan mata dan adneksa, dan

kelainan neurooftalmologik pada penyakit intrakranial. Selain itu sering terkena

infeksi oportunistik. Retinopati sitomegalovirus adalah penyakit yang

membutakan dan merupakan infeksi okuler paling umum.

2.4 DIAGNOSIS

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

1. Anamnesis

Pada umumnya pasien datang dengan keluhan demam, sakit kepala dan kadang

–kadang muntah, rasa nyeri , mata merah, kelopak mata bengkak atau edem, serta

terdapat penurunan tajam penglihatan.

2. Pemeriksaan Fisik

7

Page 8: panoftallmitis

Pada pemeriksaan, ditemukan congesti conjungtiva dengan injeksi ciliar hebat.

Chemosis conjungtiva selalu ada dan kornea tampak keruh. Kamera oculi anterior

sering menunjungkan pembentukan hypopion. Pupil mengecil dan menetap. Sebuah

reflek berwarna kuning terlihat pada pupil dengan illuminasi oblique. Hal ini juga dapat

terlihat pada eksudasi purulen dalam vitreus humor. Terjadi peningkatan intra okuler.

Proptosis derajat sedang serta gerakan bola mata terbatas disebabkan peradangan pada

kapsul Tenon’s (Tenonitis).

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan kausanya atau

penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskpik dan kultur.

Diagnosis laboratorium panoftalmitis secara integral berkaitan dengan terapinya.

Biasanya cairan badan kaca (corpus vitreum) diambil untuk contoh pada waktu

dikerjakan debridemen rongga badan kaca (vitrekomi).

2.6 PENATALAKSANAAN

Pada tahap awal, tepi luka, baik itu luka karena operasi atau kecelakaan, harus di

cauterisasi dengan asam carbolic murni. Pengobatan dengan antibiotik dosis tinggi lokal

dan sistemik harus segera dimulai, seperti Vancomycin dan obat-obat sulfa, misalnya

Trimethoprim-sulfamethoxazole. Deksametason Na fosfat 1 mg, neomisina 3,5 mg,

polimiksina B sulfat 6000 UI (kandungan tiap ml tetes mata atau g salep mata).

Jika peradangan terjadi pada segmen anterior bola mata, pengobatan yang intensif

dengan kompres hangat, atropin lokal dan sulfonamide sistemik serta antibiotik

sebaiknya diperiksa kemajuannya. Jika penyebabnya jamur diberikan amfotererisin

B150 mikrogram sub konjungtiva, flusitosin, ketokonazol secara sistemik, dan

vitrektomi.

Penyebab parasit (toxoplasma) diberikan pyrimetamine, 25 mg peroral per hari,

sulfadiazine, 0,5 g per oral empat kali sehari selama 4 minggu. Selain itu mg kalsium

leukovorin per oral dua kali seminggu, dan urin harus tetap dijaga agar tetap alkalis

dengan minum satu sendok teh natrium bikarbonat setiap hari. Alternatif lain

clindamicyn, 300 mg per oral empat kali sehari, dengan trisulfapyrimidine, 0,5-1 g

peroral empat kali sehari. Antibiotik lain spiramycin dan minocycline. Toksokakariasis

8

Page 9: panoftallmitis

okuler pengobatan dengan kortikosteroid secara sistemik atau periokuler bila ada

tanda reaksi radang intra okuler, dipertimbangkan vitrektomi pada pasien dengan

fibrosis vitreus nyata.

Sedangkan bila penyebabnya virus dapat diberikan sulfasetamid dan antivirus

(IDU). Apabila mata sudah tidak dapat diselamatkan lagi harus segera dilakukan

eviserasi.

Eviserasi

Adalah suatu tindakan operasi dimana isi bola mata dikeluarkan dan scleral cup

disingkirkan. Hal ini biasanya dilakukan pada kasus supurati intra-ocular

(panoftalmitis), perdarahan anterior staphyloma dan trauma penetrans pada bola mata

dengan keluarnya isi bola mata.

Anastesi

Anastesi umum dianjurkan pada anak-anak. Sedangkan pada orang dewasa operasi

dapat dilakukan dengan anastesi lokal dengan transquilizer sistemik. Infiltrasi 4 ml, 2 %

larutan lignocaine hydrochlor ke dalam jaringan retrobulber akan mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri pada saat operasi. Infiltrasi subkonjungtiva pada anastesi

disekeliling kornea membantu memisahkan conjungtiva dari bola mata dengan mudah.

Tindakan Operasi

Kulit kelopak mata disterilkan dengan larutan savlon dan conjungtiva diirigasi dengan

larutan garam fisiologis. Dan pada umumnya eye spekulum disisipkan untuk membuka

kelopak mata. Kemudian dilakukan irisan circum-corneal pada conjungtiva bulbi yang

mengelilingi limbus. Conjungtiva bulbi dengan kapsul Tenon’s dipisahkan dari bola

mata ke fornik. Lalu dibuat irisan sirkuler pada sclero-cornea dan kornea terpisah. Pada

bagian tepi scleral cup kemudian di geser dengan forsep arteri dan isi bola mata

dikeluarkan dengan scoop.

Hati-hati pada saat proses mengeluarkan semua jaringan uvea dari dalam permukaan

scleral cup, karena bagian portio pada sclera mungkin saja terkena.

9

Page 10: panoftallmitis

Untuk memastikan agar tekanan tetap seimbang maka kelopak mata ditutup dengan

memasangan perban.

Setelah Operasi

Pemakaian pertama kali sebaiknya setelah 48 jam dan , setiap 24 jam selama 7 hari.

Pasien sebaiknya meninggalkan rumah sakit pada hari ke-7. Mata buatan mungkin akan

menyesuaikan setelah 3-4 minggu.

2.6 PROGNOSIS

Prognosis untuk mata yang terinfeksi oleh staphylococcus epidermidis

keadaannya lebih baik, tetapi jika infeksinya karena Pseudomonas atau spesies gram

negatif lainnya prognosisnya tetap suram. Prognosis panoftalmitis sangat buruk

terutama bila disebabkan jamur atau parasit.

BAB III

KESIMPULAN

10

Page 11: panoftallmitis

Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga termasuk

sklera dan kapsul Tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.

Infeksi yang masuk kedalam bola mata dapat melalui peredaran darah (secara

endogen) atau perforasi dari bola mata (secara eksogen), dan dapat pula

merupakan akibat tukak kornea perforasi.

Disebabkan terutama oleh golongan bakteri dan diikuti jamur, parasit, dan virus.

Diagnosis panoftalmitis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

DAFTAR PUSTAKA

11

Page 12: panoftallmitis

1. Ilyas, S., Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006 :

177-178.

2. James, Bruce, dkk, Lecture Notes Oftalmologi, Edisi 9, Penerbit Erlangga,

Jakarta, 2006.

3. Ilyas, S., Atlas Ilmu Penyakit Mata, Sagung Seto, Jakarta, 2001: 53.

4. Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta,

2000: 155-165.

5. Radjamin, Tamin, R.K., dkk, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University

Press, Surabaya, 1998: 85-92.

12