Upload
ade
View
306
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
yg
Citation preview
PANDUAN
PEDOMAN PENUNDAAN
PELAYANAN ATAU PENGOBATAN
RS. MULIA INSANI
Jl. Raya Serang Km 16,8
Sukamulya-Cikupa
Tangerang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penundaan/perubahan jadwal adalah penundaan atau yang disebabkan oleh berbagai hal
seperti :kondisi pasien, dokter berhalangan, kerusakan alat, masalah administrasi dan lain – lain
(bukan berasal dari keinginan pasien).
1.2. Tujuan Pedoman Penundaan Pelayanan atau Pengobatan
a. Sebagai acuan apabila terjadi penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan
secara konsisten.
b. Agar pasien mendapatkan informasi yang jelas tentang penyebab penundaan atau perubahan
jadwal pelayanan atau pengobatan.
c. Memberikan kepuasan pelanggan (pasien dan keluarga).
d. Untuk menghindari terjadinya komplikasi pasien.
e. Agar pelayanan atau pengobatan dapat berjalan dengan lancar
1.3. Ruang Lingkup
Penundaan atau perubahan jadwal pelayanan (OT, Radiologi, lain sebagainya termasuk
pelayanan pemberian obat) pada pasien harus dilihat sebagai masalah antar disiplin dan atau multi
disiplin. Oleh karena itu kebijakan ini secara berlaku untuk semua karyawan di RS. Mulia Insani
termasuk dokter, perawat dan para manajer.
1.4. Tanggung Jawab
a. Direktur Utama (CEO) bertanggung jawab sepenuhnya untuk memestikan efektifitas dan
manajemen resiko dalam pelayanan atau pengobatan untuk pengguna jasa (pasien dan
keluarganya) sehubungan dengan penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan
pada pasien dan menyediakan infrastruktur yang tepat dan dukungan yang berkesinambungan
termasuk pencatatan dan pemantauannya.
b. Direktur Oprasional (COO) bertanggung jawab terhadap manajemen oprasional rumah sakit
termasuk di dalamnya terlaksananya proses kebijakan penundaan atau perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan pada pasien.
c. Para Kepala Bagian bertanggung jawab untuk terlaksananya proses kebijakan penundaan atau
perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pada pasien dan menjamin keselamatan pasien
setiap saat.
d. Duty Officer bertanggung jawab untuk menangani setiap masalah yang timbul diluar jam kerja
yang berhubungan dengan penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pada
pasien dan memberikan bantuan dan petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang ada.
e. KUP bertanggung jawab untuk :
1. Terlaksananya semua proses kebijakan penundaan atau perubahanj adwal pelayanan atau
pengobatan pada pasien di bagian mereka.
2. Memastikan adanya system operasional di dalam unit mereka untuk memastikan proses
penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pada pasien.
3. Melaporkan setiap masalah penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan
pada pasien kepada Manajer untuk membantu dan memastikan proses penundaan atau
perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pada pasien.
4. Memastikan bahwa staf di unit mereka paham akan maksud dari kebijakan ini.
f. Seluruh staf klinis
Seluruh staf klinis diminta untuk patuh pada kebijakan ini dan melaporkan setiap masalah
berhubungan dengan penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pada pasien
kepada KUP dan melengkapi formulirlaporan kejadian yang berhubungan dengan kebijakan ini.
1.5. Pernyataan Kebijakan
a. Penjelasan tentang penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan yang
disebabkan oleh masalah medis di lakukan oleh dokter yang akan melakukan pelayanan atau
pengobatan.
b. Pada kondisi dimana dokter tidak dapat memberikan penjelasan alasan penundaan tindakan,
maka dapat di wakilkan kepada manajemen RS Mulia Insani.
c. Penjelasan tentang penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan yang
disebabkan oleh masalah unit dilakukan oleh petugas unit terkait.
d. Penjelasan tentang penundaan atau perubahan pelayanan jadwal pelayanan atau pengobatan
yang di sebabkan oleh masalah kerusakan alat dilakukan oleh penanggung jawab unit.
e. Informasi yang diberikan kepasien berkaitan dengan penundaan atau perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan paling sedikit meliputi : alasan penundaan, rencana jadwal
berikutnya.
f. Untuk pasien dengan indikasi CITO dan mengalami penundaan tindakan atau pelayanan atau
pengobatan yang mengakibatkan baik masalah adiministrasi maupun masalah kerusakan alat,
maka pasien tersebut harus segera dirujuk kerumah sakit yang mempunyai pelayanan atau
pengobatan sejenis.
Semua proses penundaan pelayanan atau pengobatan pasien di catat dalam case note.
1.6. Penundaan Setelah Pasien Dirawat
a. Apabila penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan disebabkan masalah
administrasi, maka petugas Administrasi menghitung pasien, dokter dan perawat untuk
menginformasikan tentang penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
b. Apabila penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan disebabkan oleh dokter
berhalangan pada jadwal yang ditentukan, maka kepala unit menginformasikan tentang
penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan tersebut kepada pasien.
c. Apabila penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan disebabkan kerusakan
alat, maka Penanggung jawab unit tersebut menghubungi pasien dan dokter untuk
menginformasikan tentang penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
1.7. Penundaan Setelah Pasien Dirawat
Apabila terdapat kondisi yang menyebabkan penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau
pengobatan seperti :
a. Masalah medis :
1. Dokter memberi penjelasan tentang penyebab penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau
pengobatan dan menjadwalkan ulang rencana pelayanan atau pengobatan.
2. Pasien dipulangkan menunggu kondisi pasien secara medis sudah layak untuk dilakukan
pelayanan atau pengobatan dan dijadwalkan berikutnya.
b. Masalah administrasi :
1. Petugas administrasi menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyebab penundaan atau
perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
2. Petugas administrasi menginformasikan ke dokter dan perawat bahwa pelayanan atau
pengobatan belum bisa dilakukan.
3. Perawat menghubungi dokter untuk meminta penjadwalan ulang.
4. Pasien dipulangkan atau menunggu sampai masalah administrasi selesai.
5. Apabila masalah administrasi sudah selesai, maka pasien harus melakukan penjadwalan ulang.
c. Masalah fasilitas atau kerusakan alat medis :
1. Penanggung jawab unit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyebab
penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
2. Penanggung jawab unit menghubungi dokter dan memberikan penjelasan tentang penyebab
penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
3. Pasien dirujuk kerumah sakit lain yang mempunyai fasilitas pelayanan atau pengobatan yang
sama atau di pulangkan menunggu sampai alat diperbaiki.
4. Apabila alat sudah diperbaiki, maka penanggung jawab unit menghubungi dokter untuk
penjadwalan ulang dan menhubungi pasien untuk menginformasikan jadwal yang telah
ditentukan dokter.
1.8. Implementasi
Kebijakan penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pada pasien diberikan kepada
seluruh staf baru dalam proses pengenalan atau orientasi.
1.9. Pemantauan Dan Audit
1. Dokumen ini akan di pantau untuk menjamin efektifitas dan jaminan kepatuhan. Indicator kuncinya
sebagai berikut :
a. Jumlah kejadian di tiap unit yang merugikan dan yang hampir terjadi berkaitan dengan penundaan
atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pasien.
b. Jumlah keluhan berkaitan dengan penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan
pada pasien.
c. Jumlah penundaan atau perubahan jadwal pelayanan pada pasien di tiap unit
d. Jumlah pemulangan di luar jam normal dari unit rawat inap.
2. Hasil audit, trend atau tema yang teridentifikasi dari pelaporan kejadian dan rencana pelayanan atau
pengobatan harus dilaporkan kepada Chief Operating Officer oleh Manager terkait.
I.10. REFERENSI
JCI.(2010).Joint Commission international Hospital Accreditation Standards 4th ed. Joint commission
resources.
BAB II
DEFINISI OPERASIONAL
2.1. Definisi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Instalasi Gawat darurat (IGD) adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan
pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi
Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan
darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan
standar.
IGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien
yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat
tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima,
menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga
kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk
penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam
membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah.
Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderita gawat darurat oleh
karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya instalasi gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa
sehingga dapat menanggulang gawat darurat. Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan
pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat
berbentuk Bio-Psiko-Sosio-Spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien yang
mempunyai masalah aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara
mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
Skrining merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari
orang yang mempunyai keadaan patologis yang tidak terdiagnosis atau mempunyai risiko tinggi.
Menurut Rochjati P (2008), skrining merupakan pengenalan dini secara pro-aktif pada ibu hamil
untuk menemukan adanya masalah atau faktor risiko. Sehingga skrining bisa dikatakan sebagai
usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas, dengan
menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk
membedakan orang yang terlihat sehat, atau benar-benar sehat tapi sesungguhnya menderita
kelainan.
Skrining pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau
pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologi, laboratorium klinik atau
diagnostik imajing sebelumnya.
1. Instalasi gawat darurat
Adalah unit pelayanan dirumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan
ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multidisiplin.
2. Triage
Adalah pengelompkan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma/pemnyakit serta
kecepatan penanganan/pemindahannya.
3. Prioritas
Adalah penetuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang
mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul
4. Survey primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi ang mengancam jiwa
5. Survey Sekunder
Adalah melengkapi survey primer dengan mencari perubahan –perubahan anatomi yang akan
berkembang menjadi semakin parah dan memperberat perubahan fungsi vital yang ada berakhir
dengan mengancam jiwa bila tidak segera diatasi.
6. Pasien gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawt atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
7. Pasien gawat tidak darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat misalnya kanker
stadium lanjut
8. Pasien darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang dating tiba-tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya, misalnya luka sayat dangkal
9. Pasien tidak gawat tidak darurat
Misalnya pasien dengan ulcus peptikum, tbc kulit
10. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang dating secara mendadak, tidak
dikehendaki sehingga menimbulakan cedera fisik, mental, dan sosial.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut:
1) Tempat kejadian
Kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan dilingkungan rumah tangga.
Kecelakaan dilingkungan pekerjaan.
Kecelakaan di sekolah.
Kecelakaan di tempat-tempat umum lein seperti halnya : tempat rekreasi, perbelanjaan,
diarea olah raga dan lain-lain
2) Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik karena efek
kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3) Waktu kejadian
1. Waktu perjalanan (travelling/ transport time)
2. Waktu bekerja, sekolah, waktu bermain dan lain-lain
11. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehiduapan
masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan.
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah satu
system atau organ dibawah ini, yaitu:
1. Susunan saraf pusat.
2. Pernafasan.
3. Kardiovaskuler.
4. Hati.
5. Ginjal.
6. Pancreas.
Kegagalan system/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1. Trauma/cedera.
2. Infeksi.
3. Keracunan.
4. Degeneresasi (failure).
5. Asfiksia.
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar (excessive loss of water and
electrolit).
7. Dan lain-lain
Kegagalan system susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan hipoglikemia
dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang singkat, sedangkan kegagalan system organ
yang lain dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang lama.
Dengan demikian keberhasilan penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) dalam
mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a. Ditempat kejadian
b. Dalam perjalanan ke rumah sakit
c. Pertolongan selanjutnya secara mantap dirumah sakit
BAB III
TATA LAKSANA
3.1. Proses Skrining
1. Proses skrining terdiri dari dua tahap:
1) Melakukan pemeriksaan terhadap kelompok atau individu dianggap mempunyai risiko tinggi
menderita penyakit dan bila hasil tes negatif maka dianggap orang tersebut tidak menderita
penyakit.
2) Bila hasil positif maka dilakukan pemeriksaan diagnostik, dan bila hasilnya positif akan
dilakukan pengobatan.
2. Pemeriksaan yang biasa digunakan Skrining dapat berupa pengamatan visual, pemeriksaan
laboratorium atau radiologi.
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan:
1) Dengan cepat dapat memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut.
2) Tidak mahal.
3) Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan.
4) Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa.
3. Prinsip deteksi dini adalah:
1) Suatu kondisi yang menjadi problem kesehatan yang penting.
2) Bila terdeteksi dapat dilanjutkan dengan pengobatan yang dapat dilakukan.
3) Fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan harus tersedia.
4) Didasari pengetahuan untuk dapat deteksi dini.
5) Harus ada pemeriksaan dan tes yang cocok.
6) Tes yang dilakukan harus dapat diterima masyarakat.
7) Riwayat penyakit harus secara rinci diketahui.
8) Harus ada kebijakan yang disetujui terhadap siapa yang akan merawat pasien.
9) Biaya yang diperlukan baik untuk diagnosa dan pengobatan diharapkan terjangkau.
10) Penemuan kasus harus merupakan proses yang berkelanjutan.
2.2. Pelaksana Atau Tenaga Skrining
1. Dokter Umum di Instalasi Rawat Jalan atau Instalasi Gawat Darurat atau Dokter Spesialis
2. Tenaga Keperawatan yang sudah terlatih atau telah mengikuti pelatihan Skrining Pasien atau
PPGD.
2.3. Tatalaksana Skrining Dilakukan di
1. Tempat Penerimaan Pasien (TPP).
2. Instalasi Gawat Darurat.
3. Instalasi Rawat Jalan.
4. Permintaan Penjemputan Ambulan.
2.4. Tatalaksana Skrining di Tempat Penerimaan Pasien
1. Pasien datang dengan rujukan atau surat pengantar
1) Dilakukan proses pendaftaran penerimaan pasien
2) Dokter atau Perawat membaca diagnosa dalam surat pengantar
3) Dilakukan pemeriksaan secara visual/pengamatan dan pemeriksaan fisik keadaan pasien
4) Tenaga yang melakukan skrining secara visual telah mendapatkan pelatihan PPGD dan
skrining pasien
5) Bila didapatkan penderita dalam keadaan gawat, penderita dialihkan ke IGD untuk proses
triage
6) Apabila tidak didapatkan proses kegawatan setelah proses pendaftaran penderita dapat
menunggu di ruang tunggu poli rawat jalan
2. Pasien datang tanpa membawa rujukan atau surat pengantar
2.5. Tatalaksana Skrining di Instalasi Rawat Jalan
1. Dilakukan pendaftaran sesuai kebutuhan penderita.
2. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter umum atau dokter spesialis.
3. Asuhan Keperawatan dilakukan oleh tenaga keperawatan yang memenuhi kriteria lulus D3/S1
Keperawatan.
4. Dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan atau masalah penderita (terlampir dalam
Panduan Praktek Klinik).
5. Diputuskan suatu diagnose.
6. Ditetapkan penderita untuk rawat jalan, diterima sebagai rawat inap atau dilakukan rujukan.
2.6. Tatalaksana Skrining di Instalasi Gawat Darurat
1. Dilakukan sistem Advance Triage
2. Pemeriksaan oleh dokter jaga Instalasi Gawat Darurat dengan kriteria :
a. Telah mendapat minimal pelatihan Advance Trauma Life Support (ATLS) ,
b. Minimal bekerja dalam waktu 6 bulan
3. Asuhan keperawatan dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan kriteria :
a. Telah mendapat minimal pelatihan PPGD
b. Minimal D3 keperawatan dan bekerja di unit IGD selama 1 tahun
4. Dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan atau masalah penderita (terlampir dalam
Panduan Praktek Klinik )
5. Diputuskan suatu diagnosa
6. Melakukan konsultasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
7. Ditetapkan penderita untuk : rawat jalan, diterima sebagai rawat inap atau dilakukan rujukan
2.7. Tatalaksana Skrining di tempat Permintaan Penjemputan Ambulan
1. Menanyakan nama jelas dan alamat lengkap
2. Menanyakan kondisi penderita
3. Konfirmasi kamar
4. Mempersiapkan sarana transportasi, mengirimkan tenaga keperawatan dengan kriteria:
a. minimal D3 keperawatan
b. Minimal bekerja pada Instalasi Gawat Darurat selama 1 tahun
5. Melakukan skrining dengan pemeriksaan secara visual tentang keadaan pasien
6. Melakukan pemeriksaan fisik tanda-tanda vital ( tekanan darah , laju pernafasan , laju nadi ,
saturasi O2, GCS)
7. Melakukan koordinasi dengan unit terkait (dokter jaga IGD)
8. Menetapkan assesment keperawatan dan menetapkan apakah masalah pasien dapat diterima di
RS. Mulia Insani.
9. Bila pasien dapat diterima segera mengirim penderita ke rumah sakit
10. Apabila masalah penderita tidak dapat diterima di RS Sumberglagah maka dilakukan rujukan
ke tingkat yang lebih tinggi
2. 8. Indikasi Rawat Inap
Indikasi Rawat Inap didasarkan pada keadaan
1. Kriteria Umum
Keadaan Umum
a. Tidak sadar
b. Disorientasi
c. Delirium
d. Kehilangan fungsi motorik dari bagian tubuh manapun
e. Kehilangan sensasi dari bagian tubuh manapun
f. Restriksi sendi berat dan disfungsi somatic
g. Kejang tak terkontrol dengan obat
2. Tanda-tanda vital
1) Suhu :
Lebih dari 38,3 C
Hipotermia dengan suhu kurang 35 C
2) Nadi
(1) Dewasa : Kurang dari 50 x/menit ( dengan simptom, jika irama sinus ) atau lebih dari 120
x/menit.
(2) Geriatrik : Kurang dari 50 x/menit ( dengan simptom, jika irama sinus ) atau lebih dari 100
x/menit.
(3) Anak :
Kurang dari 6 minggu : Kurang dari 80 x/menit atau lebih dari 200 x/menit
3.2. Langkah-Langkah Skrining
Penderita non trauma atau trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan
tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan
cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment (penilaian awal).
Penilaian awal meliputi:
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat
dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.
3.3. Persiapan
Fase Pra-Rumah Sakit
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari
tempat kejadian.
Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab
kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.
Fase Rumah Sakit
Perencanaan sebelum penderita tiba
Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau
Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah
dijangkau
Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Pemakaian alat-alat proteksi diri
3.4. Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia. Dua jenis triase :
A. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas
penanganan lebih dahulu.
B. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan
kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang
paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
A. Label hijau
Penderita tidak luka, Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
B. Label kuning
Penderita hanya luka ringan, Ditempatkan di kamar bedah minor IGD.
C. Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi IGD dan disiapkan dipindahkan
ke kamar operasi mayor IGD apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi
D. Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi IGD
disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.
E. Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.
3.5. Primary Survey
Airway dengan kontrol servikal
Penilaian
Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
Pengelolaan airway
Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid
Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
- Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )
1. Fiksasi leher
2. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi
trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
3. Evaluasi
Tabel 1- Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk perlindungan airway Kebutuhan untuk ventilasi
Tidak sadar Apnea• Paralisis neuromuskuler• Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat• Takipnea• Hipoksia• Hiperkarbia• Sianosis
Bahaya aspirasi• Perdarahan• Muntah - muntah
Cedera kepala tertutup berat yangmembutuhkan hiperventilasi singkat,bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan• Hematoma leher• Cedera laring, trakea• Stridor
A. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
4. Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi
trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-
tanda cedera lainnya.
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e. Auskultasi thoraks bilateral
5. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
6. Evaluasi
C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b. Mengetahui sumber perdarahan internal
c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi
masif segera.
d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli
bedah.
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah
dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur
pelvis yang mengancam nyawa.
f. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
B. RESUSITASI
A. Re-evaluasi ABCDE
B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada
anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
C. Evaluasi resusitasi cairan
1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel 3 dan tabel
4 )
2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-
tanda syok
D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
1. Respon cepat
- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan
2. Respon Sementara
- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
- Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).
3. Tanpa respon
- Konsultasikan pada ahli bedah
- Perlu tindakan operatif sangat segera
- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau
kontusio miokard
- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )
Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah,
Berdasarkan Presentasi Penderita Semula
KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah (mL) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan Darah (%
volume darah)
Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi
(mm Hg)
Normal atau
Naik
Menurun Menurun Menurun
Frekuensi Pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35
Produksi Urin
(mL/jam)
>30 20-30 5-15 Tidak berarti
CNS/ Status
Mental
Sedikit cemas Agak cemas Cemas,
bingung
Bingung,lesu
(lethargic)
Penggantian Cairan
(Hukum 3:1)
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan
darah
Kristaloid dan
darah
Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok
KONDISI PENILAIAN
(Pemeriksaan Fisik)
PENGELOLAAN
Tension
Pneumothorax
• Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
• Needle decompression
• Tube thoracostomy
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Konsultasi bedah
• Tube thoracostomy
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh
• Ultrasound
Pericardiocentesis
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Pericardiotomy
• Thoracotomy
Perdarahan Intraabdominal • Distensi abdomen
• Uterine lift, bila hamil
• DPL/ultrasonography
• Pemeriksaan Vaginal
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Konsultasi bedah
• Jauhkan uterus dari vena
cava
Perdarahan Luar • Kenali sumber perdarahan Kontrol Perdarahan
• Direct pressure
• Bidai / Splints
• Luka Kulit kepala yang
berdarah : Jahit
Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok
KONDISI IMAGE FINDINGS SIGNIFICANCE INTERVENSI
Fraktur
Pelvis
Pelvic x-ray
• Fraktur Ramus
Pubic
• Kehilangan darah kurang
dibanding jenis lain
• Mekanisme
Kompresi Lateral
• Perbaikan Volume
• Mungkin Transfuse
• Hindari manipulasi
berlebih
• Open book • Pelvic volume ↑ • Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
• Pelvic volume
• Rotasi Internal Panggul
• PASG
• Vertical shear • Sumber perdarahan
banyak
• External fixator
• Angiography
• Traksi Skeletal
• Konsultasi Ortopedi
Cedera
Organ Dalam
CT scan
• Perdarahan
intraabdomimal
• Potensial kehilangan
darah
• Hanya dilakukan bila
hemodinamik stabil
• Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
• Konsultasi Bedah
Tabel 5-Transient Responder
ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK
TAMBAHAN
INTERVENSI
Dugaan Jumlah
perdarahan kurang
atau
• Distensi Abdomen
• Fraktur Pelvis
• Fraktur Pelvis
• DPL atau
ultrasonografi
• Konsultasi Bedah
• Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
Perdarahan Berlanjut • Perdarahan Luar • Pasang bidai
Nonhemorrhagic
• Cardiac
tamponade
• Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh
• Ultrasound
•Bising nafas normal
• Pericardiocentesis • Reevaluasi toraks
• Dekompresi jarum
Tube thoracostomy
• Recurrent/
persistent tension
pneumothorax
• Deviasi Tracheal
•Distensi versa leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Tabel 6-Non responder
ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK
TAMBAHAN
INTERVENSI
Massive blood loss
(Class III atau IV)
• Intraabdominal
bleeding
• Distensi
Abdomen
• DPL/USG • Intervensi segera (ahli
bedah)
•Perbaikan Volume
• Resusitasi Operatif
Nonhemorrhagic
• Tension pneumothorax
• Distensi Vena
Leher
• Trachea tergeser
• Suara nafas
menghilang
• Hipersonor
• Chest Decompresion
(Needle
thoracocentesis diteruskan
dengan tube thoracostomy)
• Mungkin diperlukan
penggunaan monitoring
invasive
Nonhemorrhagic
•Cardiac tamponade
• Distensi vena
leher
• Bunyi jantung
jauh
• Ultrasound
•Bising nafas
normal
•Pericardiocentesis • Nilai ulang ABCDE
• Nilai ulang jantung
• Pericardiocentesis
• Cedera tumpul jantung • Nadi # teratur
• Perfusi jelek
• EKG : kelainan
iskemik
• Transesophageal
echocardiography
• Ultrasonography
• Persiapan OK
• Invasive monitoring
• Inotropic support
• Pertimbangkan operasi
(pericardial)
A. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI
A. Pasang EKG
1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya
hipoksia dan hipoperfusi
2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
B. Pasang kateter uretra
1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine
2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan
dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah
3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan
hemodinamik penderita
5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada
anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
C. Pasang kateter lambung
1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang merupakan
kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila
pasien muntah.
D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas
Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray portabel
dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi.
Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey.
3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.
B. SECONDARY SURVEY
A. Anamnesis (khusus pasien trauma)
Anamnesis yang harus diingat :
S : Syndrome
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
B. Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )
Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey
Hal yang dinilai Identifikasi/ Tentukan Penilaian Penemuan Klinis Konfirmasi denganTingkat Kesadaran • Beratnya trauma kapitis • Skor GCS • 8, cedera kepala berat
• 9 -12, cedera kepala sedang• 13-15, cedera kepala ringan
• CT Scan• Ulangi tanpa relaksasi Otot
Pupil • Jenis cedera kepala• Luka pada mata
• Ukuran• Bentuk• Reaksi
• "mass effect"• Diffuse axional injury• Perlukaan mata
• CT Scan
Kepala • Luka pada kulit kepala• Fraktur tulang tengkorak
• Inspeksi adanya luka dan fraktur
• Palpasi adanya fraktur
• Luka kulit kepala• Fraktur impresi• Fraktur basis
• CT Scan
Maksilofasial • Luka jaringan lunak• Fraktur• Kerusakan syaraf• Luka dalam mulut/gigi
• Inspeksi : deformitas• Maloklusi• Palpasi : krepitus
• Fraktur tulang wajah• Cedera jaringan lunak
• Foto tulang wajah• CT Scan tulang wajah
Leher • Cedera pada faring• Fraktur servikal• Kerusakan vaskular• Cedera esofagus• Gangguan neurologis
• Inspeksi• Palpasi• Auskultasi
• Deformitas faring• Emfisema subkutan• Hematoma• Murmur• Tembusnya platisma• Nyeri, nyeri tekan C spine
• Foto servikal• Angiografi/ Doppler• Esofagoskopi• Laringoskopi
Toraks • Perlukaan dinding toraks• Emfisema subkutan• Pneumo/ hematotorak• Cedera bronchus• Kontusio paru• Kerusakan aorta torakalis
• Inspeksi• Palpasi• Auskultasi
• Jejas, deformitas, gerakan• Paradoksal• Nyeri tekan dada, krepitus• Bising nafas berkurang• Bunyi jantung jauh• Krepitasi mediastinum• Nyeri punggung hebat
• Foto toraks• CT Scan• Angiografi• Bronchoskopi• Tube torakostomi• Perikardio sintesis• USG Trans-Esofagus
Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan )Hal yangDinilai
Identifikasi/ tentukan Penilaian Penemuan klinis Konfirmasi dengan
Abdomen/ pinggang
• Perlukaan dd. Abdomen
• Cedera intra-peritoneal
• Cedera retroperitoneal
• Inspeksi• Palpasi• Auskultasi• Tentukan arah penetrasi
• Nyeri, nyeri tekan abd.• Iritasi peritoneal• Cedera organ viseral• Cedera retroperitoneal
• DPL• FAST• CT Scan• Laparotomi• Foto dengan kontras• Angiografi
Pelvis • Cedera Genito-urinarius
• Fraktur pelvis
• Palpasi simfisis pubis untuk pelebaran
• Nyeri tekan tulang elvis• Tentukan instabilitas pelvis (hanya
satu kali)• Inspeksi perineum• Pem. Rektum/vagina
• Cedera Genito- rinarius (hematuria)• Fraktur pelvis• Perlukaan perineum, rektum, vagina
• Foto pelvis• Urogram• Uretrogram• Sistogram• IVP• CT Scan dengan kontras
Medulaspinalis
• Trauma kapitis• Trauma medulla
spinalis• Trauma syaraf
perifer
• Pemeriksaan motorik• Pemeriksaan sensorik
• "mass effect" unilateral• Tetraparesis
Paraparesis• Cedera radiks syaraf
• Foto polos• MRI
Kolumnavertebralis
• Fraktur• lnstabilitas
kolumna Vertebralis
• Kerusakan syaraf
• Respon verbal terhadap nyeri, tanda lateralisasi• Nyeri tekan• Deformitas
• Fraktur atau dislokasi • Foto polos• CT Scan
Ekstremitas • Cedera jaringan lunak
• Fraktur• Kerusakan sendi• Defisit neuro-
vascular
• Inspeksi• Palpasi
• Jejas, pembengkakan, pucat• Mal-alignment• Nyeri, nyeri tekan, Krepitasi• Pulsasi hilang/ berkurang• Kompartemen• Defisit neurologis
• Foto ronsen• Doppler• Pengukuran tekanan kompartemen• Angiografi
C. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY
A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan
pastikan hemodinamik stabil
B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan
biasanya dilakukan di ruangan lain
C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
1. CT scan kepala, abdomen
2. USG abdomen, transoesofagus
3. Foto ekstremitas
4. Foto vertebra tambahan
5. Urografi dengan kontras
D. RE-EVALUASI PENDERITA
A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada
kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
IX. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK
A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM
maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta
komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwasanya telah tersusun Panduan
skrining di Rumah Sakit Akademis Jaury Jusuf Putera, karena Panduan skrining Pasien merupakan acuan
atau panduan bagi unit pelayanan Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Akademis Jaury Jusuf Putera
dalam menetapkan kegawatdaruratan pasien secara cepat, tepat, dan efektif sehingga dengan demikian
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit Akademis Jaury Jusuf Putera harus mampu menyediakan pelayanan yang yang sesuai
dengan sumber daya rumah sakit dengan konsisten. Dan Rumah Sakit melayani kebutuhan pasien yang
sesuai dengan sumber daya rumah sakit tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan
pasien dan kondisinya melalui skrining pada kontak pertama.
Semoga dengan telah tersusunnya Panduan skrining Pasien di Rumah Sakit Akademis Jaury Jusuf Putera,
maka unit layanan Instalasi Gawat Darurat dapat memiliki acuan untuk menetapkan kegawatdaruratan
pasien pada kontak pertama, yang hasilnya adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland (2009).AAGBI safety guideline: interhospital
transfer. London
Welsh Assembly Government (2009).Designed for life: Welsh guidelines for the transfer of critically ill
adult; 2009.
Warren J, Fromm RE, Orr RA, Rotello LC, Horst M. (2004).Guidelines for the inter- and intrahospital
transport of critically ill patients. American College of Critical Care Medicine.Crit Care Med.
2004;1:256-62.
North West London Cardiac & Stroke Network (2010).Web-based interhospital transfers: user guide.
London: NHS