Upload
hathuan
View
244
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS
DALAM NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG
KARYA MOCHTAR LUBIS
Sebuah Kajian Sosiologi Sastra
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Rosa Dewi Raden
NIM : 024114020
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS
DALAM NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG
KARYA MOCHTAR LUBIS
Sebuah Kajian Sosiologi Sastra
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Rosa Dewi Raden
NIM : 024114020
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Mintalah maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat;
ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu.
(Novena Kepada Hati Kudus Yesus)
Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil.
Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki.
(Mahatma Gandhi)
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus, Kandil Kemerlapku
Bunda Maria, Pelindungku
Ayah dan Ibuku tercinta
serta semua orang yang kukasihi
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akhir dalam
menempuh ujian sarjana pada Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia,
Universitas Sanata DharmaYogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini,
yaitu :
1. Drs. Yoseph Yapi Taum, M. Hum. sebagai dosen pembimbing I, terima
kasih atas segala bimbingan, masukan, dan semangat yang selalu diberikan
pada saya agar segera menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. sebagai dosen pembimbing II, terima kasih
telah meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum., Drs. Ari Subagyo, M. Hum., Drs. Heri
Antono, M. Hum., Drs. FX. Santosa, S.U., Drs. Heri Santoso, M. Hum.,
S.E. Peni Adji, S.S., M. Hum., Dra. Tjandrasih, M. Hum., dan semua
dosen Sastra Indonesia yang belum saya sebutkan, terima kasih atas segala
kesabaran kalian dalam membimbing saya selama menempuh pendidikan
di Sastra Indonesia.
4. Ayah dan Ibuku, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
vi
5. Mas Pras dan Mbak Ina, terima kasih atas segala dukungan, masukan,
bantuan, dan celotehannya.
6. Menyunku, terima kasih atas segala kesabaran, cinta, dan dukungannya
untuk tetap memberiku semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Si Kethil, terima kasih telah setia menemaniku nglembur dan tingkah
lakumu yang selalu menghiburku setiap saat.
8. Teman-temanku angkatan 2002 yang tidak bisa saya sebutkan satu per
satu, terima kasih atas kebersamaannya selama di bangku kuliah.
9. Semua karyawan di Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas
pelayanannya selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, segala saran dan kritik dari berbagai pihak akan penulis terima dengan
senang hati dan harapan dapat lebih meningkatkan serta meyempurnakan
penelitian ini. Penulis juga berharap skripsi dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 17 Februari 2007
Penulis
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya
tulis ini adalah hasil inspirasi dan imajinasi saya sendiri. Saya tidak mengutip
hasil karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan, daftar pustaka,
sebagaimana layaknya membuat karya ilmiah.
Yogyakarta, 17 Februari 2007
Penulis
(Rosa Dewi Raden)
viii
ABSTRAK
Raden, Rosa Dewi. 2007. “Pandangan Kemanusiaan Mochtar Lubis dalamNovel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis : Sebuah KajianSosiologi Sastra.” Skripsi Strata 1 (S-1). Yogyakarta : Program StudiSastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji tentang pandangan kemanusiaan Mochtar Lubisdalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Tujuan penelitian iniadalah untuk mendeskripsikan struktur tekstual yang meliputi alur (struktur lahirdan struktur batin) dan mendeskripsikan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubisdalam novel Jalan Tak Ada Ujung. Tokoh utama Guru Isa dalam novel inimemiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan nilai-nilai kemanusiaandalam menghadapi berbagai permasalahannya dan menjalani kehidupan sehari-harinya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan strukturalisme naratologi (strukturtekstual) Algirdas Julien Greimas dengan menganalisis satu unsur yaitu alur darisegi struktur lahir dan struktur batin. Alur tersebut merupakan unsur utama dalammenggerakkan cerita. Selanjutnya diteruskan dengan pendekatan sosiologi sastra,yang dalam penelitian ini penulis menggunakan sosiologi pengarang untukmengkaji pandangan kemanusiaan pengarang yang tertuang dalam karya sastra.
Metode yang dipergunakan untuk menganalisis data dalam penelitian iniadalah metode deskriptif dan metode content analysis. Metode deskriptif inidigunakan untuk mendeskripsikan struktur tekstual. Metode content analysisdigunakan untuk menganalisis isi novel.
Hasil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) struktur tekstual(alur). Berdasarkan struktur lahir novel Jalan Tak Ada Ujung memiliki 35 sekuendan alur yang digunakan adalah alur maju (progresif) meskipun di tengah ceritaada sedikit alur flash back. Selain itu berdasarkan struktur batin, novel inimemiliki satu kerangka utama cerita dengan tokoh Guru Isa yang menempatiposisi subjeknya dan novel ini berakhir dengan happy ending. (2) Pandangankemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada Ujung, meliputi: nilaikemanusiaan utama dan nilai kemanusiaan pendukung. Nilai kemanusiaan utamayaitu nilai keberanian, yang meliputi (a) nilai keberanian Guru Isa menghadapiperjuangan, (b) nilai keberanian Guru Isa menghadapi krisis ekonomi, (c) nilaikeberanian Guru Isa menghadapi impotensinya, dan (d) nilai keberanian Guru Isamenghadapi perselingkuhan. Nilai kemanusiaan pendukung meliputi: (i) nilaikelembutan hati, (ii) nilai tanggung jawab, (iii) nilai kasih sayang, (iv) nilaikesetiaan, dan (v) nilai persahabatan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setiap manusia harusmempunyai keberanian dalam menjalani hidup terutama berani dalammenghadapi berbagai permasalahan secara wajar dan manusiawi. Sekali manusiamemilih jalan perjuangan maka ia harus berani menghadapi segala rintangan
ix
maupun risiko yang harus ditanggungnya karena setiap manusia pasti berjuangmencari kebahagiaan dirinya, keluarganya, dan lingkungan masyarakatnya.Dengan mewujudkan nilai kemanusiaan seperti Guru Isa, maka ia dapat membinakehidupan yang lebih manusiawi dengan sesamanya dan mencapaikebahagiaannya.
x
ABSTRACT
Raden, Rosa Dewi. “The Humanity View’s Of Mochtar Lubis from Jalan TakAda Ujung Novel’s written by Mochtar Lubis : A Sociology OfLiterary Study.” Undergraduate Thesis. Yogyakarta : Department ofIndonesian Letter, Faculty of Letter, Sanata Dharma University. 2007.
This research examines about the humanity view’s of Mochtar Lubisfrom Jalan Tak Ada Ujung novel’s written by Mochtar Lubis. The aim of thisresearch are to describe textual structure that consist of plot (deep structure andsurface structure) and describe about the humanity view’s of Mochtar Lubisnovels Jalan Tak Ada Ujung. The main character Guru Isa who has an importantrole as the main point to an influence and realization about humanity values. Hecan solve the problems of life and doing the good thing in society.
This research uses naratologic structuralism approach (textual structure)by Algirdas Julien Greimas with analyzing deep structure and surface structure.The plot is very basicly to understand the stories. Futhermore, the research usesthe approach of sociology of literature, it means that the writer uses sociology ofauthor to analyze the humanity view’s of author in his work.
The method is used to analyze the data in this research are descriptivemethod and content analysis. The descriptive method is use to describe textualstructure. The content analysis method is use to analyze the content of the novels.
The results of this reseach are : (1) the textual structure or plot. Based onthe deep structure of Jalan Tak Ada Ujung has 35 sequence and plot that is usedprogresive plot although there was little flash back in the middle of the story. Besides based on surface structure, this novel has main plot that Guru Isa is the maincharacter and the last of this novel’s have a happy ending. (2) The humanityview’s of Mochtar Lubis from Jalan Tak Ada Ujung novel’s are the main ofhumanity value and the supporter of humanity value. The main of humanity valueare (a) the Guru Isa’s bravement facing the revolution, (b) the bravement GuruIsa’s facing economic crisis, (c) the bravement Guru Isa’s facing impotence, and(d) the bravement Guru Isa’s facing the love affair. The supporter of humanityvalue are (i) softness of the heart value, (ii) responsibilities value (iii) love values(vi) the loyality value, and (v) the friendships value
The conclusions from this research is that every human must be brave tounderwent their life especially be brave to faced each problems properly andhumanly. Once human choose the struggling ways, he must be brave face all thebarriers and all the risks that he will face because every human always struggle fortheir happiness, family, and finnaly in their social life. By struggling human valuelike Guru Isa has done, human being can keep the more human life and achievetheir happiness.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI…………………………………... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………… iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………. vii
ABSTRAK…………………………………………………………………… viii
ABSTRACT………………………………………………………………….. x
DAFTAR ISI………………………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………….. 5
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………… 5
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………. 5
1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori …………………………… 6
1.5.1 Tinjauan Pustaka ………………………………………….. 6
1.5.2 Landasan Teori ……………………………………………. 10
1.5.2.1 Teori Strukturalisme Naratologi (A.J Greimas) …... 10
1.5.2.2 Sosiologi Sastra …………………………………… 14
1.5.2.3 Pandangan Kemanusiaan …………………………. 16
1.6 Metodologi Penelitian ……………………………………………. 19
1.6.1 Pendekatan …………………………………………………. 19
1.6.2 Metode Penelitian…………………………………………... 19
xii
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ………………………………… 20
1.6.4 Sumber Data ……………………………………………….. 20
1.7 Sistematika Penyajian…………………………………………….. 20
BAB II ANALISIS STRUKTUR TEKSTUAL NOVEL JALAN TAK ADA
UJUNG …………………………………………………………... 22
2.1 Pengantar ……………………………………………………... 22
2.2 Analisis Struktur Lahir ……………………………………….. 22
2.3 Analisis Struktur Batin ………………………………………. 27
2.4 Rangkuman …………………………………………………… 30
BAB III ANALISIS PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS
DALAM NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG ………………… 33
3.1 Pengantar ……………………………………………………... 33
3.2 Biografi Pengarang …………………………………………… 34
3.3 Nilai Kemanusiaan Utama ……………………………………. 40
3.3.1 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Revolusi ……… 40
3.3.2 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Krisis Ekonomi.. 43
3.3.3 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Impotensinya…. 46
3.3.4 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Perselingkuhan… 49
3.4 Nilai Kemanusiaan Pendukung ……………………………….. 52
3.4.1 Nilai Kelembutan Hati ………………………………….. 53
3.4.2 Nilai Tanggung Jawab ………………………………….. 55
xiii
3.4.3 Nilai Kasih Sayang……………………………………… 57
3.4.4 Nilai Kesetiaan …………………………………………. 59
3.4.5 Nilai Persahabatan ……………………………………… 62
3.4 Rangkuman ……………………………………………………….. 65
BAB IV PENUTUP ………………………………………………………… 68
4.1 Kesimpulan …………………………………………………….. 68
4.2 Saran …………………………………………………………… 70
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 71
BIOGRAFI PENULIS ……………………………………………………… 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemanusiaan kita kenal sebagai sesuatu nilai yang universal. Sejak awal,
sastra sudah melihat kemanusiaan sebagai lahan yang sangat kaya dan luas
jangkauannya. Sebagai upaya untuk menelusuri kehidupan setiap manusia pada
tempat, waktu, dan suasananya, sastra telah memilih tema-tema terbaik, seperti
kematian, kelahiran, kesakitan, kesedihan, kesenangan, penantian, persaudaraan,
cinta, dan nafsu-nafsu bawah sadar yang sangat mendasar dan berserak pada
setiap manusia di dunia ini (Wijaya, 2006).
Sebuah karya sastra merupakan jembatan untuk masuk ke hati manusia di
segala sektor kehidupan. Sastra mencerminkan makna kehidupan manusia dan
masyarakat. Oleh karena itu, sastra sangat berperan sebagai jembatan
kesinambungan berbagai nilai manusia dan masyarakat. Nilai-nilai, pikiran-
pikiran, dan pandangan yang terkandung di dalamnya telah membentuk nilai dan
sikap kita. Dengan demikian, sastra berperan dalam suatu perubahan masyarakat
(Mochtar Lubis via Atmakusumah, 1992:352).
Novel karya Mochtar Lubis yang berjudul Jalan Tak Ada Ujung
memaparkan kisah perjalanan kemanusiaan seorang guru yang senantiasa hidup
dalam ketertekanan dan ketakutan pada masa revolusi sepanjang tahun 1946-
1947. Guru ini bernama Isa. Ia memiliki hati yang lembut dan tidak suka pada
kekerasan. Pada masa penjajahan Belanda kehidupannya tenteram dan dikenal
2
oleh masyarakat seorang yang baik. Akan tetapi, setelah Belanda menyerah
kepada Jepang dan Jepang menjajah Indonesia kehidupannya selalu diwarnai
dengan masalah yang seolah-olah tak ada penyelesaiannya.
Sepanjang hidupnya Guru Isa selalu dipenatkan dengan berbagai
permasalahan. Akibat dari ketertekanannya di masa revolusi dan kekejaman
Jepang yang dilihat dan dialaminya sendiri membuat dirinya takut. Tanpa disadari
ketakutan itu semakin lama membuat jiwanya tertekan sehingga ia menjadi
impoten. Hal itu membuat hubungannya dengan Fatimah, istrinya menjadi
renggang karena sebagai suami ia tidak dapat membahagiakan istrinya. Selain itu,
penghidupan yang serba mahal dan gaji yang pas-pasan membuat hidupnya
dilanda krisis ekonomi. Demi mempertahankan hidup keluarganya ia pun terpaksa
mengambil buku tulis milik sekolah kemudian dijualnya.
Keikutsertaan Guru Isa menjadi anggota keamanan rakyat membawanya
untuk terlibat dalam organisasi perjuangan rahasia yang dibentuk oleh para
pejuang muda Jakarta. Ia diangkat menjadi kurir pengantar senjata dan surat
sekaligus bendahara organisasi. Pertemuannya dengan Hazil, seorang pemusik
sekaligus pejuang muda membuat Guru Isa harus terlibat dalam rencana-rencana
yang membahayakan seperti perdagangan senjata dan peledakan di bioskop Rex.
Beberapa hari setelah peledakan itu, Guru Isa ditangkap oleh pihak
Belanda. Ia menjalani pemeriksaan dan mengalami penyiksaan selama di penjara.
Hazil yang juga ditangkap oleh pihak Belanda justru mengalami ketakutan yang
luar biasa akibat siksaan yang diterimanya. Sebaliknya, sepak terjang musuh yang
dirasakan Guru Isa seolah-olah justru merupakan pembebasan bagi dirinya.
3
Dengan banyaknya pengalaman pahit yang telah dilaluinya membuat dirinya
semakin kuat dan mampu mengatasi ketakutannya sendiri sehingga ia pun dapat
sembuh dari impotensinya.
Selain kisah perjuangan kemanusiaan Guru Isa masih banyak kisah
perjuangan tokoh-tokoh yang lain seperti Hazil, seorang pemusik sekaligus
pejuang muda yang mempunyai semangat dalam perjuangan, tetapi akhirnya ia
harus hidup dalam ketakutannya sendiri setelah mendapatkan penyiksaan di
penjara. Fatimah, istri Guru Isa yang sangat merindukan kasih lelaki akhirnya
jatuh cinta pada Hazil. Keberanian Rakhmat, Ontong, Kiran, Imam, yang
hidupnya diwarnai dengan kekerasan untuk melawan penjajah; dan masih banyak
kisah perjuangan kemanusiaan tokoh-tokoh lainnya.
Menelusuri kisah-kisah perjuangan hidup tokoh-tokoh dalam novel Jalan
Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis, pembaca dapat menemukan pandangan-
pandangan kemanusiaan yang bersifat universal. Nilai-nilai manusia dan
perjuangannya digambarkan dalam sebuah suasana revolusi yang realistik. Novel
ini merupakan sebuah novel realistik yang kaya akan pandangan kemanusiaannya.
Perlawanan manusia Indonesia terhadap penjajahan Belanda, kehangatan cinta,
semangat perjuangan, ketakutan, kejahatan manusia terhadap manusia,
peperangan diri di bawah siksaan, dan kemenangan manusia dalam pergaulan
dengan dirinya sendiri maupun kekejaman peperangan, semuanya digambarkan
oleh si pengarang dalam novel Jalan Tak Ada Ujung ini. Gagasan pengarang yang
banyak menyinggung segi kemanusiaan, kesengsaraan manusia dalam
4
peperangan, dan revolusi itulah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti
novel ini dan mengungkapkannya secara lebih rinci.
Untuk itu, penulis akan meneliti pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis
yang terungkap melalui tokoh Guru Isa dalam novel Jalan Tak Ada Ujung dengan
pendekatan sosiologi sastra. Pembatasan ini didasarkan pada alasan bahwa tokoh
Guru Isa dalam novel ini lebih menonjol dalam memunculkan nilai-nilai
kemanusiaannya. Nilai-nilai kemanusiaan ini digunakan Guru Isa dalam
menghadapi berbagai permasalahannya sehingga mampu bertahan hidup dalam
situasi revolusi. Pendekatan sosiologi sastra dipakai dengan asumsi bahwa novel
Jalan Tak Ada Ujung merupakan novel yang memberikan pemahaman mendasar
mengenai manusia dan kehidupannya dalam situasi revolusi. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan sosiologi pengarang karena penulis mengkaji
pandangan kemanusiaan pengarang yang tertuang dalam karya sastra.
Sebelum mengkaji pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra, penulis terlebih dahulu mengkaji novel
Jalan Tak Ada Ujung menggunakan pendekatan strukturalisme naratologi
(struktur tekstual) menurut Algirdas Julien Greimas atau sering disingkat A.J.
Greimas. Pendekatan ini merupakan langkah awal menuju pendekatan sosiologi
sastra untuk mengungkap pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel
Jalan Tak Ada Ujung. Ada dua alasan penulis menggunakan teori struktur tekstual
A.J. Greimas. Pertama, pendekatan struktur tekstual A.J. Greimas lain dari
pendekatan struktural pada awalnya. Keunggulan analisis struktur tekstual ini
menggunakan model sintaksis naratif dalam menemukan sebuah alur cerita.
5
Kedua, masih jarang penelitian karya sastra yang menggunakan teori struktur
tekstual A.J. Greimas.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini ada dua permasalahan yang akan dibahas yaitu :
1.2.1 Bagaimana struktur tekstual dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya
Mochtar Lubis ?
1.2.2 Bagaimana pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak
Ada Ujung ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah yang
diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan :
1.3.1 Mendeskripsikan struktur tekstual novel Jalan Tak Ada Ujung karya
Mochtar Lubis.
1.3.2 Mendeskripsikan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel
Jalan Tak Ada Ujung.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian terhadap permasalahan di atas diharapkan dapat
bermanfaat:
6
1.4.1 Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
kritik sastra dan penerapan teori sruktural Greimas, khususnya di bidang
sosiologi sastra mengenai pandangan kemanusiaan pengarang.
1.4.2 Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif
apresiasi sastra Indonesia khususnya novel Jalan Tak Ada Ujung karya
Mochtar Lubis.
1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
1.5.1 Tinjauan Pustaka
Ada beberapa kritikus dan pengamat sastra yang telah mengulas novel
Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Ulasan-ulasan mereka akan dibahas di
bawah ini.
1.5.1.1 Ajip Rosidi
Ajip Rosidi mengemukakan pendapatnya dalam bukunya yang berjudul
Pembinaan Minat Baca, Bahasa, dan Sastera (1983). Menurutnya, novel Jalan
Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis melukiskan seorang guru impoten yang
menemukan kelakiannya kembali setelah ia berhasil mengalahkan ketakutannya
dan berdamai dengan takutnya. Di samping itu, ia juga berpendapat bahwa roman
ini sangat menarik karena unsur psikologisnya dan terasa lebih mengendap
daripada roman-roman Mochtar Lubis yang lain (Rosidi, 1983:32).
Selain itu, dalam bukunya yang berjudul Ikhtisar Sejarah Sastra (1969), ia
berpendapat bahwa Mochtar Lubis berusaha melukiskan ketakutan seseorang
yang justru dapat teratasi dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang berani dan
7
kepahlawanan sehingga pada akhirnya seseorang dapat mengalahkan ketakutan
dalam dirinya (Rosidi, 1969:112-113).
1.5.1.2 M.S Hutagalung
MS. Hutagalung telah melakukan penelaahan terhadap novel Jalan Tak
Ada Ujung. Dalam bukunya yang berjudul Djalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis
(1968), ia berpendapat bahwa novel ini banyak dipengaruhi ilmu jiwa dalam dan
filsafat existensialisme (arus kesadaran) yang mempersoalkan ketakutan yang
dialami Guru Isa dan bagaimana ia harus berjuang dengan ketakutannya.
Selain itu, M.S. Hutagalung juga berpendapat bahwa Mochtar Lubis telah
berhasil mengkritik revolusi kita dengan menelanjangi pejuang-pejuang kita yang
hanya pura-pura dalam ceritanya. Ia mengkritik bahwa bangsa Indonesia tidak
selalu bersatu dalam melawan penjajahan. Hal ini digambarkan dengan masih
adanya mantan pegawai Belanda yang semasa penjajahan Belanda turut
menikmati kejayaannya, ingin kembali lagi ke jaman itu dan bertuan kepada
Belanda. Sikap seperti itu yang justru membukakan jalan bagi Belanda untuk
menjajah bangsa Indonesia kembali. Di kalangan pejuang pun timbul
pertentangan dan pertengkaran yang menimbulkan pertempuran antara Laskar
Rakyat dan T.N.I. Bahkan, orang-orang yang kurang memahami arti perjuangan
dengan seenaknya menteror, menculik, dan memperkosa gadis-gadis non pribumi
yang tidak bersalah. Mereka memanfaatkan situasi ini dengan melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak manusiawi dan mengatasnamakan perjuangan
(1968).
8
1.5.1.3 A.Teeuw
A.Teeuw dalam bukunya yang berjudul Sastra Baru Indonesia 1 (1980)
mengemukakan pendapatnya bahwa novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar
Lubis merupakan karya yang lebih kuat dan lebih padu sifatnya. Menurut A.
Teeuw, cerita dalam novel ini mempunyai suatu tema pokok yang kuat yaitu rasa
takut dan tema ini sangat jelas dilukiskan dalam situasi revolusi yang realistik
(Teeuw, 1980:263)
Ia juga berpendapat dalam bukunya yang berjudul Pokok dan Tokoh II
(1959) bahwa berakhirnya cerita tentang bebasnya tokoh Guru Isa dari rasa
ketakutan itu menurutnya sangat mengasyikan dan mengharukan. Oleh karena itu,
ia menganggap novel Jalan Tak Ada Ujung merupakan salah satu roman terbaik
dalam sastra baru Indonesia ( Teeuw, 1959:161)
1.5.1.4 Boen S. Oemarjati, Saksono Prijanto, dan B. Trisman
Dalam bukunya yang berjudul Novel Indonesia 15 Tahun Sesudah
kemerdekaan (1946-1960) : Telaah Struktur Estetika dan Tema (2000), mereka
menganalisis novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis dari sudut struktur
estetika dan tema. Berdasarkan analisis struktur estetika, mereka menyimpulkan
bahwa novel ini mampu menyajikan gambaran konflik antarkepentingan dan
konflik batin para pelaku dengan jelas dan utuh. Selain itu, berdasarkan analisis
struktur tema, mereka menyimpulkan bahwa tema novel Jalan Tak Ada Ujung
adalah bahwa perjalanan hidup manusia ibarat menyusuri jalan yang sangat
9
panjang dan manusia itu harus mampu mengatasi setiap persoalan yang muncul
dihadapannya (Oemarjati, 2000:48).
Sebelumnya mereka juga berpendapat bahwa Mochtar Lubis dalam novel
ini cenderung mengamati semua persoalan yang dihadapi para pelaku cerita antara
lain perasaan, pikiran, reaksi terhadap perbuatan orang lain, reaksi terhadap situasi
politik, dan ekonomi pada zaman revolusi (Oemarjati, 2000:46).
Dari ulasan-ulasan di atas, penulis memiliki kesamaan pemikiran dengan
Ajip Rosidi. dan Boen Oemarjati yang menyatakan bahwa novel Jalan Tak Ada
Ujung sebenarnya hendak melukiskan bahwa ketakutan seseorang justru dapat
teratasi dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang berani dan kepahlawanan
sehingga pada akhirnya seseorang dapat mengalahkan ketakutan dalam dirinya.
Selain itu, Jalan Tak Ada Ujung juga bertemakan sebuah perjalanan hidup
manusia ibarat menyusuri jalan yang sangat panjang dan manusia itu harus
mampu mengatasi setiap persoalan yang muncul dihadapannya.
Kesepahaman penulis dengan Ajip Rosidi dan Boen Oemarjati
mengakibatkan penulis mempunyai keyakinan akan adanya pandangan
kemanusiaan yang hendak digambarkan Mochtar Lubis dalam novel ini.
Pandangan kemanusiaan pengarang tersebut tampak pada perjuangan Guru Isa
yang gigih dalam mempertahankan nilai kemanusiaannya dalam menjalani
kehidupannya.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, tampak bahwa novel Jalan Tak Ada
Ujung belum pernah dibahas dari segi pendekatan struktur tekstual menurut A.J.
Greimas dan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis. Oleh karena itu, penulis
10
ingin menganalisis novel Jalan Tak Ada Ujung dari segi pandangan kemanusiaan
Mochtar Lubis dalam sebuah karya ilmiah.
1.5.2 Landasan Teori
Ada dua kerangka teori utama yang akan dipergunakan dalam penelitian ini,
yakni teori strukturalisme naratologi (dalam hal ini struktur tekstual A. J. Greimas
untuk menemukan alur cerita) dan teori sosiologi sastra (dalam hal ini untuk
menemukan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis). Kedua kerangka teori
terebut akan dikemukakan berikut ini.
1.5.2.1 Teori Strukturalisme Naratologi (Struktur Tekstual)
Naratologi, dari kata narration (bahasa Latin, berarti cerita, perkataan,
kisah, hikayat) dan logos (ilmu). Naratologi juga disebut teori wacana (teks)
naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai
seperangkat konsep mengenai cerita dan penceritaan (Ratna, 2004:128). Jadi teori
strukturalisme naratologi disebut juga teori struktur tekstual.
Dalam penelitian novel Jalan Tak Ada Ujung ini penulis akan
menggunakan teori strukturalisme naratologi atau teori struktur tekstual menurut
Algirdas Julien Greimas atau A.J. Greimas. Greimas via Ratna (2004:137-138),
menjelaskan bahwa dalam teori struktur tekstualnya, ia lebih memfokuskan pada
tata bahasa naratif dan struktur aktan. Teori ini merupakan cara alternatif dalam
mencari sebuah alur cerita. Alur adalah energi utama dalam menggerakkan cerita
sehingga menjadi penceritaan, dengan tahapan utama yang terdiri atas permulaan,
komplikasi, dan penyelesaian (Ratna, 2004:139).
11
Greimas via Zaimar (2005:6) menyatakan bahwa struktur tekstual
mengenal beberapa tataran sebagai berikut :
a) Struktur lahir (structure de surface), yaitu tataran bagaimana cerita
dikemukakan atau biasa disebut juga tataran penceritaan. Dalam analisis
struktur lahir akan ditemukan urutan satuan cerita yang menjadi dasar
sebuah cerita.
b) Struktur batin (structure profonde ou I’immonence), yaitu tataran yang
menampilkan analisis sintaksis naratif yaitu menganalisis alur cerita
dengan menggunakan model sintaksis. Di sini Greimas mengemukakan
model aktansial dan model fungsional (Zaimar, 2005:6). Model
aktansial hanya mengkaji aksi watak/aksi pelaku pada perkembangan
cerita sedangkan model fungsional mengemukakan formula cerita
sebagai pola peristiwa-peristiwa yang disebut fungsi (Zaimar, 2005:7).
Dalam analisis ini penulis akan menggunakan model aktansial untuk
menemukan kerangka alur utama.
Skema model aktansial adalah generalisasi struktur sintaksis. Betapa pun
banyaknya variasi cerita yang dapat ditemukan, namun di dalam struktur
batinnya ada susunan tipe tokoh yang disebut aktan (Zaimar, 2005:6). Menurut
Zaimar (2005:6), aktan adalah pelaku tindakan dalam sebuah cerita. Dengan
demikian aktan jangan disamakan dengan aktor. Menurut Nyoman Kutha Ratna
(2004:139), aktan atau pelaku tindakan merupakan peran-peran abstrak yang
dapat dimainkan oleh seorang atau sejumlah aktor. Jadi, aktor merupakan
perwujudan nyata dari aktan. Aktan dapat berupa tokoh manusia dapat juga non
12
manusia/abstraksi. Satu tokoh bisa menjadi beberapa aktan dan beberapa tokoh
bisa menempati satu aktan.
Aktan ditentukan oleh hubungan dan fungsi yang diperankan dalam
cerita. Sebagai unsur sintaksis, maka aktan mempunyai fungsi pada kalimat
dasar cerita antara lain subjek, objek, pengirim (destinateur), penerima
(destinataire), penentang (opposant), dan penolong/pembantu (adjuvant)
(Zaimar, 2005:6). Enam aktan (peran, pelaku) tersebut dikelompokkan menjadi
tiga pasangan oposisi biner, yaitu subjek dengan objek, pengirim dengan
penerima, dan penolong dengan penentang (Ratna, 2004:139).
Pada umumnya pahlawan (subjek) terdiri atas pelaku sebagai manusia,
sedangkan tujuan (objek) terdiri atas berbagai kehendak yang mesti dicapai.
Suatu perjuangan pastilah dihalangi oleh sebuah kekuasaan (pengirim) dan jika
berhasil maka pelaku (penerima) mendapatkannya sebagai hadiah. Penolong dan
penentang bisa terdiri dari manusia misalnya raja dan penguasa lainnya maupun
non manusia misalnya waktu, nasib, masyarakat, bahkan juga salah satu sifat
yang ada dalam diri subjek (Ratna, 2004:139).
Sebuah cerita dapat memiliki beberapa skema aktan. Skema aktan ini
tampak sebagai berikut.
13
Skema Model Aktansial
(Zaimar, 2005:6, Suwondo, 2003:54)
Pengirim (P1) adalah aktan yang mempunyai karsa dan menggerakkan
cerita. Pengirim ini menentukan objek yang dicari dan dia pula yang dapat
meminta subjek/pahlawan untuk mendapatkan objek yang dikehendaki. Penerima
(P2) adalah aktan yang menerima objek yang dicari. Objek (O) adalah sesuatu
yang diingini pengirim, yang tidak ada pada diri pengirim. Subjek (S) atau
pahlawan adalah aktan yang atas permintaan pengirim mengadakan perjanjian
dengan pengirim dan menggarap bahwa telah menjadi tugasnyalah untuk
mendapatkan objek. Penolong (P3) adalah aktan yang membantu subjek
melaksanakan tugasnya. Penentang (P4) adalah aktan yang menghalang-halangi
tugas subjek untuk mendapat objek (Zaimar, 2005:6-7).
14
Berkaitan dengan hal itu, di antara pengirim dan penerima terdapat suatu
komunikasi, di antara pengirim dan objek ada tujuan, di antara pengirim dan
subjek ada perjanjian, di antara subjek dan objek ada usaha, dan di antara
penolong atau penentang dan subjek terdapat bantuan atau tantangan. Aktan-aktan
tersebut dapat menduduki fungsi ganda dalam struktur tertentu bergantung siapa
yang menduduki fungsi subjek (Suwondo, 2003:54).
Demikianlah salah satu teori yang dikemukakan oleh Greimas mengenai
sintaksis naratif dalam menemukan alur cerita. Keberhasilan analisis sintaksis
naratif ini jika penulis mampu melihat cerita dari berbagai fokus yang berbeda,
apabila memang bisa ditemukan lebih dari satu alur dalam cerita yang diteliti.
1.5.2.2 Sosiologi Sastra
Pendekatan sosiologi sastra berusaha membahas karya sastra dengan
mempertimbangkan faktor-faktor di luar karya sastra yaitu mempertimbangkan
segi-segi kemasyarakatan. Sosiologi sastra merupakan penelaahan terhadap sastra
yang bekerja sama dengan ilmu sosiologi (Damono, 1979:2). Sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-
perubahan sosial dan masalah-masalah sosial (Soekanto, 1990:3). Sastra adalah
ungkapan sosial yang menggunakan bahasa sebagai media untuk menampilkan
gambaran kehidupan yang merupakan suatu kenyataan sosial (Damono, 1979:1).
Dengan demikian melalui karya sastra sebagai medianya, seorang pengarang
dapat mengungkapkan suka duka masyarakat yang ia ketahui dengan sejelas-
jelasnya.
15
Keterkaitan antara sastra dan masyarakat melibatkan aktivitas pengarang
yang pada dasarnya merupakan bagian dari anggota masyarakat. Karya sastra
sendiri diciptakan oleh pengarang dengan maksud untuk dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 1979:1). Sosiologi mencoba mencari
tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan
bagaimana ia tetap ada (Damono, 1979:7). Sastra sebagaimana sosiologi,
berurusan dengan manusia dalam masyarakat yaitu usaha manusia untuk
menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu (Damono
1979:8). Eratnya hubungan antara sastra dan masyarakat memungkinkan bagi
pengarang maupun pembaca karya sastra untuk lebih mendalami strata sosial dan
kebudayaan masyarakat yang menjadi objek sastra.
Dalam sosiologi dan sastra dibicarakan tentang tiga jenis pendekatan yang
berbeda yaitu :
1) Sosiologi pengarang yang memasalahkan dasar ekonomi produksi sastra,
latar belakang sosial, status sosial, dan ideologi sosial yang menyangkut
pengarang sebagai penghasil karya sastra.
2) Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri.
3) Sosiologi karya sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial
karya sastra.
Dengan demikian sosiologi sastra mempunyai kecenderungan untuk
mengkaji sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra, dan sosiologi pembaca
(Faruk berdasarkan pendapat Wellek dan Warren, 1994:4). Dalam penelitian ini
16
penulis menggunakan pendekatan sosiologi pengarang karena penulis mengkaji
pandangan kemanusiaan pengarang yang tertuang dalam karya sastra.
1.5.2.3 Pandangan Kemanusiaan
Pada dasarnya yang dimaksud dengan pandangan kemanusiaan dalam
penelitian ini adalah pandangan pengarang tentang nilai manusia ditinjau dari
sudut kemanusiaannya, yang menyangkut eksistensi manusia dalam titik puncak
ataupun jurang-jurang terdalam dari krisis, yang menentukan hidup mati, tegak,
atau hancurnya manusia, yang semuanya itu dituangkan dalam sebuah karya sastra
(Mangunwijaya, 1988:48).
Keganasan dan ketidaknormalan revolusi memang menjadi tambang bahan
sastra yang luar biasa. Permasalahan yang dilukiskan pengarang dalam karya
sastra langsung menyentuh permasalahan manusia yang berat dan dalam, seperti
kebebasan, siksaan, keadilan bagi rakyat jelata, kebahagiaan, harta benda, cinta,
kepuasan, arti keluarga, persahabatan, bermoral, pengorbanan manusia demi cita-
cita nasional, ketakutan, kekecewaan, kegagalan, kebengisan, malapetaka, musuh,
kegagalan, bahkan kematian (Mangunwijaya, 1988:48). Melalui permasalahan
manusia tersebut pengarang kemudian memunculkan nilai-nilai kemanusiaan yang
tampak pada tindakan manusia selama menjalani kehidupannya.
Nilai kemanusiaan merupakan nilai yang penting dan utama untuk
membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Secara manusiawi, manusia
mampu berpikir, baik tentang dirinya maupun kehidupan orang lain sedangkan
makhluk lain seperti binatang tidak terlepas dari saling menerkam dan memangsa
17
sesamanya. Oleh karena itu, manusia diharapkan mampu mewujudkan nilai kasih
sayang kepada orang lain agar dapat hidup berdampingan dengan orang lain atas
dasar saling menyayangi. Dengan dasar cinta itulah manusia dituntut dapat
berbuat baik dan bertindak adil terhadap sesamanya (Kumaris, 1983 : 6-7).
Nilai kemanusiaan ada dalam setiap tindakan-tindakan manusia sejauh
mereka bertindak secara manusiawi seperti mewujudkan nilai keberanian,
kesetiaan, kerendahan hati, kelembutan hati, kasih sayang, tanggung jawab,
persahabatan, dan nilai kemanusiaan yang lainnya (Hadiwardoyo, 1985:15,23).
Dengan kata lain, manusia dapat mewujudkan nilai kemanusiaan apabila manusia
dapat bertindak adil terhadap sesamanya. Maka, manusia tidak memahami suatu
nilai kemanusiaan dengan berpikir mengenai nilai itu, melainkan dengan
keterbukaan dan kepekaan hati, manusia dapat mengalami dan mewujudkan nilai
itu dalam kehidupan sehari-hari (1985:15).
Menurut pandangan Mochtar Lubis, pribadi dan watak, sikap dan tingkah
laku manusia, dan nilai-nilai yang didukungnya dibentuk oleh masyarakat
lingkungannya, alam hidupnya, pendidikannya, dan pergaulannya (Lubis,
1978:47). Pada dasarnya manusia Indonesia memiliki sifat-sifat manusia yang
dapat berkembang. Hal ini tampak pada manusia Indonesia yang memiliki rasa
kekeluargaan yang tinggi dan erat satu sama lain sehingga nilai manusia inilah
yang harus dipertahankan demi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa tanpa
dicampuradukkan dengan kedudukan (1978:46). Di samping itu, manusia
Indonesia juga memiliki hati yang lembut, pecinta damai, sabar, humoris, dan
kualitas berpikir yang cukup baik (1978:46-47).
18
Pandangan kemanusiaan pengarang ini biasanya ia tuangkan ke dalam
karya-karya sastranya. Dengan demikian, sastra adalah sebuah senjata
kemanusiaan yang ditembakkan sebagai upaya untuk menyadarkan bahwa
manusia satu dengan yang lain saling terkait dan tidak mungkin hidup tanpa
manusia lain. Manusia memiliki kemungkinan yang seharusnya sama, tetapi
perjuangan, kegigihan, dan kemudian keberuntungan/nasib baik yang
menjadikannya berbeda (Wijaya, 2006).
Sastra juga bisa menjadi prajurit kemiskinan untuk memperjuangkan nasib
manusia yang papa agar bangkit dan menjadi seimbang dengan mereka yang
gemah ripah. Sastra juga bisa menjadi alat perjuangan manusia-manusia yang
tertindas untuk menendang kekuasaan yang menidurinya dengan semena-mena
(Wijaya, 2006). Kebebasan manusia hanya dapat berkembang jika ada manusia
yang berani bebas. Nilai keberanian ini merupakan modal utama bagi manusia
Indonesia untuk dapat terlepas dari ketertekanan hidup (Lubis, 1978:56).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini
penulis akan mengulas lebih dalam pandangan Mochtar Lubis tentang nilai-nilai
kemanusiaan yang tampak pada tokoh Guru Isa dalam menjalani kehidupannya di
masa revolusi yang dituangkannya dalam novel Jalan Tak Ada Ujung. Nilai-nilai
kemanusiaan yang akan diuraikan penulis antara lain nilai keberanian (nilai
kemanusiaan utama), nilai kelembutan hati, nilai tanggung jawab, nilai kasih
sayang, nilai kesetiaan, dan nilai persahabatan (nilai kemanusiaan pendukung).
19
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan penulis untuk meneliti novel Jalan Tak Ada
Ujung karya Mochtar Lubis ini adalah pendekatan struktur tekstual dan
pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan struktur tekstual merupakan langkah awal
dalam penelitian novel ini. Selanjutnya diteruskan dengan pendekatan sosiologi
sastra, yang dalam penelitian ini penulis menggunakan sosiologi pengarang untuk
mengkaji pandangan kemanusiaan pengarang yang tertuang dalam karya sastra.
1.6.2 Metode Penelitian
Metode yang dipergunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif dan metode content analysis. Metode deskriptif ini
digunakan untuk mendeskripsikan struktur tekstual. Metode content analysis
digunakan untuk menganalisis isi suatu karya sastra. Isi yang dimaksudkan adalah
pesan-pesan kemanusiaan yang terkandung dalam pandangan kemanusiaan
pengarang dalam karya sastra.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan jenis penelitian studi pustaka (library research). Data-data yang
penulis dapatkan berasal dari buku dan internet yang berkaitan dengan
permasalahan di atas.
20
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam meneliti novel
Jalan Tak Ada Ujung ini adalah teknik simak dan teknik catat yakni dengan
menyimak bahan-bahan yang akan diteliti, setelah itu mencatat data-data yang
merupakan bagian dari keseluruhan novel yang berkaitan dengan permasalahan
dalam penelitian ini. Setelah data yang berkaitan dengan permasalahan diperoleh
kemudian dianalisis berdasarkan teori yang digunakan.
1.6.4 Sumber Data
1.6.4.1 Judul Buku : Jalan Tak Ada Ujung
1.6.4.2 Pengarang : Mochtar lubis
1.6.4.3 Penerbit : Yayasan Obor
1.6.4.4 Tahun Terbit : 1992
1.6.4.5 Tebal Buku : vi + 167 hlm
1.7 Sistematika Penyajian
Penelitian ini disajikan dalam 4 bab. Bab I merupakan bab yang berisi
pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka dan landasan teori, metode penelitian, sistematika
penyajian. Bab II merupakan bab yang berisi analisis struktur tekstual A.J.
Greimas yang meliputi struktur lahir dan struktur batin. Kedua struktur tersebut
digunakan untuk menemukan sebuah alur dalam cerita. Bab III merupakan
analisis pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada
Ujung yang meliputi biografi pengarang dan nilai-nilai kemanusiaan pada tokoh
21
Guru Isa dalam menjalani kehidupannya. Bab IV merupakan penutup yang berisi
kesimpulan dan saran.
22
BAB II
ANALISIS STRUKTUR TEKSTUAL
NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG
2.1 Pengantar
Dalam bab ini penulis akan menganalisis struktur tekstual novel Jalan Tak
Ada Ujung karya Mochtar Lubis sesuai dengan teori A. J. Greimas. Menurut A. J.
Greimas ada dua kerangka analisis yang dapat dipergunakan dalam analisis
struktur tekstual, yakni analisis struktur lahir (dalam hal ini mengkaji tataran
penceritaan) dan analisis struktur batin (dalam hal ini mengkaji skema model
aktansial). Kedua kerangka analisis struktur tersebut akan dikemukakan berikut
ini.
2.2 Analisis Struktur Lahir
Analisis struktur lahir merupakan kajian pada tataran bagaimana cerita
dikemukakan atau biasa disebut tataran penceritaan (urutan satuan cerita/sekuen).
Struktur lahir novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis adalah sebagai
berikut.
1. Para tentara Belanda melakukan penyerangan.
2. Diperkenalkan Isa sebagai guru sekolah dasar yang lembut hati, tidak suka
kekerasan, dan selalu khawatir.
3. Usaha Guru Isa menyelamatkan diri dari penyerangan.
4. Penyerangan usai, Guru Isa mengalami trauma.
23
5. Guru Isa dihadapkan pada krisis ekonomi yang melanda keluarganya.
6. Guru Isa berniat mencuri buku milik sekolah tetapi tidak dilakukannya.
7. Guru Isa teringat masa lalunya yang berakhir dengan kekecewaan bahwa
dirinya impoten.
8. Kedatangan Hazil ke rumah Guru Isa.
9. Hazil mengajak Guru Isa menyelundupkan senjata.
10. Kecemasan Guru Isa.
11. Guru Isa mengharapkan cinta dari Fatimah tetapi Fatimah menolaknya.
12. Guru Isa dipusingkan dengan perkara uang.
13. Tindakan Guru Isa mencuri buku di sekolahan dan menjualnya.
14. Guru Isa terpaksa berbohong pada Fatimah perkara uang itu.
15. Ketakutan Guru Isa akan rencana menyelundupkan senjata.
16. Usaha penyelundupan senjata.
17. Hazil meyakinkan Guru Isa untuk terbiasa dengan kekerasan.
18. Guru Isa gelisah dengan keadaan revolusi yang semakin kacau.
19. Guru Isa jatuh sakit (malaria).
20. Kesempatan Hazil merayu Fatimah.
21. Fatimah dan Hazil bercinta.
22. Guru Isa menemukan pipa Hazil di bawah bantalnya.
23. Kemarahan Guru Isa pada Fatimah.
24. Guru Isa tidak membongkar masalah itu.
25. Hazil membujuk Guru Isa untuk ikut aksi peledakan bom.
24
26. Guru Isa mengamati dan melaporkan serangan granat terhadap gerombolan
tentara Belanda.
27. Ketakutan Guru Isa setelah peledakan bioskop Rex.
28. Polisi militer Belanda menangkap Guru Isa.
29. Ketakutan Guru Isa membuatnya bungkam.
30. Pertemuan Guru Isa dengan Hazil di penjara.
31. Penyesalan Hazil pada Guru Isa.
32. Guru Isa diinterogasi dan tidak mau mengakuinya.
33. Guru Isa dan Hazil disiksa secara bergantian.
34. Guru Isa berhasil mengatasi ketakutannya sendiri.
35. Guru Isa sembuh dari impotensinya.
Dari analisis struktur lahir di atas tampak bahwa novel Jalan Tak Ada
Ujung memiliki 35 sekuen yang bermula dari penyerangan serdadu Belanda dan
berakhir pada kesembuhan tokoh Guru Isa dari impotensinya. Di samping itu,
tampak pula sebuah struktur alur yang secara runtut cerita dimulai dari tahap
permulaan (pengenalan dan pemunculan konflik), tahap komplikasi (peningkatan
konflik dan klimaks), dan tahap penyelesaian.
Tahap permulaan diawali dengan pelukisan dan pengenalan situasi latar
dan tokoh cerita yang tampak pada nomor 1, 2, 3, dan 4. Pembukaan cerita
diawali dengan pelukisan situasi Jakarta pada masa revolusi yang diwarnai dengan
berbagai penyerangan oleh tentara Belanda. Dalam penyerangan tersebut
kemudian diperkenalkan tokoh Guru Isa sebagai guru sekolah dasar yang lembut
hati, tidak suka kekerasan, dan selalu khawatir. Ia berusaha menyelamatkan diri
25
dengan berlindung di rumah warga. Ia pun sempat mengalami ketakutan yang
mendalam saat tentara Belanda menggeledah rumah tempatnya berlindung.
Namun ia berhasil selamat dari penyerangan itu dan ia kembali berangkat ke
sekolah untuk mengajar. Setibanya di sekolah ia mengalami trauma setelah
penyerangan itu.
Selanjutnya tahap pemunculan konflik tampak pada nomor 5 sampai 26.
Pada tahap ini mulai dimunculkan berbagai masalah yang dihadapi Guru Isa yang
memicu terjadinya konflik. Guru Isa selalu dihadapkan dengan serentetan masalah
dalam hidupnya. Penghidupan yang serba mahal membuat kondisi ekonomi Guru
Isa mengalami krisis. Demi menghidupi keluarganya ia terpaksa mengambil buku
milik sekolah untuk dijual. Selain itu, ia masih dihadapkan dengan permasalahan
rumah tangganya yang tidak harmonis. Pada sekuen nomor 7 tampak Guru Isa
teringat masa lalunya (flash back) saat kekejaman Jepang membuat jiwanya
tertekan sehingga enam bulan setelah pernikahannya dengan Fatimah, ia tidak
dapat menyalurkan kebutuhan biologisnya pada Fatimah. Penderitaannya dimulai
semenjak ia dinyatakan impoten oleh dokter, Fatimah mulai menjauhi dirinya dan
tidak mencintainya lagi. Persahabatannya dengan Hazil pun menimbulkan
masalah baru lagi dalam hidupnya. Pada bagian ini Guru Isa kembali teringat awal
mulanya terjun dalam revolusi dan pertemuannya dengan Hazil dalam sebuah
rapat perjuangan yang pada akhirnya mereka menjalin persahabatan (flash back).
Ia terpaksa ikut serta dalam organisasi perjuangan rahasia yang dibentuk oleh
Hazil dan rekan-rekannya. Ia diangkat sebagai kurir pengantar senjata dan surat-
surat di dalam kota sekaligus bendahara organisasi sehingga mau tidak mau ia
26
harus terjun dalam dunia kekerasan. Di samping itu, masih ditambah lagi masalah
Fatimah yang berselingkuh dengan Hazil karena selama ini Guru Isa tidak dapat
memberikan “kepuasan” pada istrinya. Namun, demi mempertahankan rumah
tangganya ia memilih untuk tidak membongkar masalah itu. Persahabatannya
dengan Hazil juga masih terjalin dengan baik. Hal ini terbukti dengan masih
terlibatnya Guru Isa melakukan aksi peledakan bom di bioskop Rex bersama
Hazil dan Rakhmat.
Setelah itu, tahap peningkatan konflik tampak pada nomor 27 sampai 32.
Akibat keterlibatannya dalam aksi peledakan bom, Guru Isa mengalami ketakutan
yang luar biasa. Apalagi setelah ia mengetahui Hazil ditangkap, Guru Isa merasa
ngeri ketika menantikan penangkapan dirinya yang tak terelakkan. Selama
pemeriksaan Guru Isa terlalu takut untuk berbicara karena ia tidak mau
berkhianat. Pertemuannya dengan Hazil di penjara membuat Guru Isa semakin
tertekan melihat kondisi Hazil yang mengalami ketakutan luar biasa. Hazil
menyesal karena tidak dapat menanggung siksaan dan mengkhianati sahabat-
sahabatnya. Namun, sebaliknya Guru Isa tetap bungkam dan tidak berbicara
sedikit pun pada pihak Belanda.
Pada nomor 33 merupakan tahap klimaks dengan disiksanya Guru Isa dan
Hazil secara bergantian. Tampak bahwa penyiksaan itu membawa perubahan
dalam diri Guru Isa dan Hazil. Dengan penyiksaan yang bertubi-tubi justru
membuat Guru Isa menjadi kuat menghadapi siksaan itu dan sebaliknya ketakutan
Hazil justru semakin menghancurkan dirinya sendiri.
27
Konflik yang mencapai klimaks tersebut akhirnya sampai pada tahap
penyelesaian. Pada nomor 34 dan 35 tampak bahwa ketegangan mulai mereda
dengan keberhasilan Guru Isa mengatasi ketakutannya. Ia belajar bagaimana
berdamai dengan rasa takutnya. Penyiksaan yang didapatnya di penjara justru
menghantarkan dirinya pada sebuah pembebasan dari rasa takut dan
impotensinya. Dengan demikian, pembebasan psikologis Guru Isa ini merupakan
penyelesaian dari novel Jalan Tak Ada Ujung yang diakhiri dengan happy ending.
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa novel ini memiliki struktur alur
yang sangat kohesif, yang menghubungkan rangkaian/sekuen cerita ke dalam
sebuah pengertian yang logis. Di samping itu, novel ini memiliki struktur alur
maju (progresif) karena peristiwa yang diceritakan bersifat kronologis meskipun
di bagian tertentu ada sedikit alur flash back.
2.3 Analisis Struktur Batin
Analisis struktur batin dalam novel Jalan Tak Ada Ujung akan
difokuskan pada tataran naratif, yaitu tataran yang menampilkan analisis sintaksis
naratif. Penulis akan menggunakan skema aktansial dalam menganalisis sintaksis
naratifnya. Dalam analisis struktur aktan berikut ini ditekankan pada tokoh/aksi
pelaku dan berbagai fungsinya karena pada hakikatnya hanya tokohlah yang
menjiwai cerita dan mampu membangun hubungan antarunsur dalam keseluruhan
struktur. Hasil analisis ini akan dituangkan dalam bentuk skema aktansial. Berikut
ini skema aktansial novel Jalan Tak Ada Ujung.
28
Skema aktansial novel Jalan Tak Ada Ujung
Karya Mochtar Lubis
Keterangan skema aktansial dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar
Lubis.
P1 : Pengirim : Ketakutan di masa revolusi
Ketakutan di masa revolusi adalah sesuatu yang menjadi sumber ide dan
berfungsi sebagai penggerak cerita. Ketakutan Guru Isa di masa revolusi
29
ini yang memunculkan keinginan bagi Guru Isa untuk bisa mencapai
pembebasan.
P2 : Penerima : Guru Isa
Guru Isa adalah seseorang yang pada akhirnya akan menerima
pembebasan yang selama ini dicarinya.
O : Objek : Pembebasan
Pembebasan adalah sesuatu yang diingini, dicari, dan diburu oleh Guru
Isa. Ketakutan Guru Isa di masa revolusi yang memunculkan keinginan
untuk mendapatkan sebuah pembebasan.
S : Subjek : Guru Isa
Guru Isa adalah seseorang yang ditugasi untuk mendapatkan pembebasan.
P3 : Penolong : Keberanian
Keberanian adalah sesuatu yang membantu atau mempermudah usaha
Guru Isa untuk mendapatkan Pembebasan. Keberanian ini tidak datang
dari orang lain melainkan dari kegigihan Guru Isa berjuang menghadapi
setiap permasalahannya.
P4 : Penentang : Revolusi, krisis ekonomi, impotensi, dan perselingkuhan.
Revolusi, krisis ekonomi, impotensi, dan perselingkuhan adalah sesuatu
yang menghalangi usaha Guru Isa untuk mencari objek Pembebasan.
Berdasarkan skema di atas dapat diceritakan bahwa ketakutan Guru Isa di
masa revolusi berperan sebagai pengirim (P1). Oleh karena itu, Guru Isa
mengangkat pahlawan atau subjek bagi dirinya sendiri. Dalam usaha mencapai
keinginannya, yakni sebuah pembebasan (Objek), Guru Isa dihadapkan dengan
30
sederetan tantangan yaitu revolusi, krisis ekonomi, impotensi, dan perselingkuhan
(P4). Kehidupannya di masa revolusi membuatnya ikut dalam arus revolusi yang
baginya sungguh menakutkan. Ia terpaksa terlibat dalam organisasi perjuangan
rahasia melawan musuh asing karena takut dicap mata-mata atau pengkhianat.
Revolusi telah menimbulkan kekacaubalauan dalam dunianya dan pikirannya
penuh dengan mimpi-mimpi buruk dari kekerasan yang semuanya terselubung.
Akibatnya ia mengalami ketertekanan jiwa sehingga menyebabkan dirinya
impoten dan perkawinannya tidak harmonis. Tidak hanya itu, krisis ekonomi juga
menambah mimpi buruknya. Ia harus berjuang mencari nafkah bagi keluarganya
hingga suatu saat ia terpaksa mencuri buku sekolah untuk dijualnya. Di samping
itu, Guru Isa juga dihadapkan pada sebuah perselingkuhan yang dilakukan
istrinya, Fatimah, dengan Hazil, sahabatnya. Akan tetapi, secara tidak sadar ada
penolong yang selalu membantu dan mendorong Guru Isa untuk tetap bertahan
dalam menjalani kenyataan pahitnya, yaitu keberanian (P3). Dengan keberanian
Guru Isa melawan kerasnya kehidupan membuat Guru Isa berhasil mendapatkan
objek yang diinginkannya yaitu Pembebasan. Pembebasan ini diwujudkan dengan
berhasilnya Guru Isa melewati berbagai permasalahannya dan berhasil keluar dari
ketertekanan jiwanya sehingga ia pun sembuh dari impotensinya.
2.4 Rangkuman
Dari keseluruhan uraian mengenai struktur lahir dan struktur batin di atas
dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Berdasarkan analisis struktur lahir
dapat dikatakan bahwa novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis memiliki
31
35 sekuen dan tampak pula sebuah struktur alur yang sangat kohesif, yang
menghubungkan rangkaian/sekuen cerita ke dalam sebuah pengertian yang logis.
Di samping itu, novel ini memiliki struktur alur lurus karena peristiwa yang
diceritakan bersifat kronologis meskipun di tengah cerita ada sedikit alur flash
back dan penyelesaiannya diakhiri dengan happy ending.
Berdasarkan analisis struktur batin (struktur aktan) dalam novel Jalan Tak
Ada Ujung karya Mochtar Lubis ditemukan satu skema yang menjadi kerangka
(alur) utama cerita dengan tokoh Guru Isa yang menempati posisi subjeknya.
Maka, novel ini memiliki alur utama yang hanya mengembangkan cerita dengan
menampilkan tokoh Guru Isa sebagai pejuang (S) dan pada umumnya hanya
mengikuti perjalanan hidup tokoh Guru Isa.
Apabila dilihat dari sudut pandang pengarang dapat disimpulkan bahwa
ada sebuah visi dan pandangan kemanusiaan tertentu yang hendak
disampaikannya. Mulai dari dari masalah perang dan revolusi, persahabatan dan
pengkhianatan, cinta dan perselingkuhan, tekanan ekonomi, dan sampai pada
masalah impotensi yang dihadapi Guru Isa akibat tekanan kejiwaannya.
Permasalahan yang menarik dari tokoh Guru Isa adalah sebuah solusi yang
ditawarkan pengarang untuk “menyembuhkan” impotensi Guru Isa. Pandangan ini
terasa sangat rasional dan manusiawi.
Dalam Bab II ini penulis telah menemukan pandangan atau nilai
kemanusiaan yang utama pada tokoh Guru Isa yaitu nilai keberanian. Dengan
keberanian (P4) Guru Isa mampu mengatasi berbagai hambatan (P3). Terlepas
dari nilai keberanian tersebut, ada juga nilai kemanusiaan pendukung atau
32
tambahan dalam tokoh Guru Isa yang digunakan untuk menjalani kehidupan
sehari-harinya seperti nilai kelembutan hati, nilai tanggung jawab, nilai kasih
sayang, nilai kesetiaan, dan nilai persahabatan. Pada akhirnya pandangan atau
nilai kemanusiaan pengarang tersebut akan memberikan sebuah solusi yang
berujung pada pembebasan (O) dari rasa tertekan (P1) dan impotensi (P3) tokoh
Guru Isa serta pembebasan yang juga dialami pembaca novel ini. Hal ini akan
dikaji lebih mendalam dalam Bab III.
33
BAB III
PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS
DALAM NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG
3.1 Pengantar
Dalam bab III ini penulis akan mengkaji dan memaparkan pandangan
kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan tak Ada Ujung. Pada dasarnya
pandangan kemanusiaan di sini merupakan pandangan Mochtar Lubis tentang
nilai manusia ditinjau dari sudut kemanusiaan, yang menyangkut eksistensi
manusia dalam titik puncak ataupun jurang-jurang terdalam dari krisis yang
menentukan hidup mati, tegak, atau hancurnya manusia, yang semuanya itu
dituangkan dalam novel Jalan Tak Ada Ujung.
Novel ini merupakan salah satu karya Mochtar Lubis yang isinya banyak
menyinggung segi kemanusiaan, kesengsaraan manusia dalam peperangan, dan
revolusi. Pandangan kemanusiaan dalam novel ini akan diungkapkan pengarang
melalui tokoh Guru Isa, yang dengan keberaniannya mampu menjalani
kehidupannya yang diwarnai dengan berbagai kenyataan pahit di masa revolusi
seperti revolusi, krisis ekonomi, impotensi, dan perselingkuhan. Selain itu, tampak
pula bagaimana pengarang menampilkan tokoh Guru Isa yang selalu
mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam menjalani kehidupannya seperti
kelembutan hati, tanggung jawab, kasih sayang, kesetiaan, dan persahabatan.
Dalam analisis ini penulis akan membedakan nilai-nilai kemanusiaan
tokoh Guru Isa menjadi dua bagian antara lain nilai kemanusiaan utama yaitu nilai
34
kemanusiaan yang paling menonjol dalam tokoh Guru Isa (S) yang digunakan
untuk mengatasi berbagai hambatan (P4) dan nilai kemanusiaan pendukung yaitu
nilai-nilai kemanusiaan yang digunakan tokoh Guru Isa dalam menjalani
kehidupan sehari-hari yang tidak digunakan untuk mengatasi berbagai hambatan
(P4).
Sebelum mengkaji pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel
Jalan Tak Ada Ujung, penulis terlebih dahulu menguraikan biografi pengarang
sebagai kajian sosiologi pengarang. Kajian ini didasarkan pada alasan bahwa
penulis mengkaji kemanusiaan dalam novel ini berdasarkan pandangan Mochtar
Lubis sebagai penghasil karya sastra. Dengan demikian, sangatlah penting bagi
penulis untuk mengetahui perjalanan hidup pengarang agar memudahkan penulis
dalam mengkaji pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis yang dituangkan dalam
novel Jalan Tak Ada Ujung.
3.2 Biografi Pengarang
“ Di mana ada ujung jalan perjuangan dan perburuan manusia mencaribahagia ? Dalam hidup manusia selalu setiap waktu ada musuh danrintangan-rintangan yang harus dilawan dan dikalahkan. Habis satumuncul yang lain, demikian seterusnya. Sekali kita memilih jalanperjuangan, maka itu jalan tidak ada ujungnya. Dan kita, engkau, aku,semuanya telah memilih jalan perjuangan.” (Lubis, 1971:46)
Demikianlah sepenggal kutipan dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya
Mochtar Lubis. Seperti yang telah dituliskan pengarang di atas, penulis akan
menelusuri perjalanan kemanusiaan Mochtar Lubis yang selama hidupnya
35
memilih jalan perjuangan mencari kebahagiaan manusia dan berusaha membentuk
keadaan masyarakat Indonesia adil dan makmur.
Mochtar Lubis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, tanggal 7 Maret
1922. Ia anak keenam dari sepuluh bersaudara. Ayahnya bernama Raja
Pandapotan Lubis yang bekerja sebagai Pangreh Praja atau Binnenlands Bestuur
(BB) pemerintah kolonial Hindia Belanda yang pada tahun 1935 pensiun sebagai
Demang atau Kepala Derah Kerinci dan ibunya bernama Siti Madinah Nasution
(Atmakusumah, 1992:48).
Sejak kecil ia sudah dididik untuk selalu bersikap baik, jujur, suka
menolong, dan menghormati orang lain. Ayahnya pun selalu menanamkan
kepadanya untuk berani mengungkapkan sesuatu yang dianggap benar. Pegangan
itulah yang kemudian mendorongnya untuk selalu berani mengungkapkan
kebenaran. Selain itu, sejak kecil ia tidak suka dengan kekerasan. Pengalamannya
pada umur tujuh tahun, ketika ia menyaksikan para tahanan dihukum cambuk
tepatnya di lapangan penjara belakang rumahnya membuat hatinya sakit dan
trauma. Semenjak itulah kebenciannya terhadap ketidakadilan tertanam kuat
dalam hatinya dan ia selalu berusaha menentang ketidakadilan (Atmakusumah,
1992: 178-180).
Setelah tamat sekolah dasar HIS di Sungai Penuh, ia melanjutkan
sekolahnya di Sekolah Ekonomi Kayutanam, Sumatera Barat. Ia diajarkan
mengembangkan bakat melukis, mematung, bermusik, dan sebagainya. Sebelum
datang ke Jakarta, ia sempat menjadi guru sekolah dasar di Pulau Nias
(Atmakusumah, 1992:52).
36
Pada zaman Jepang, ia bekerja pada radio tentara bersama Dr. Jansen
sebagai anggota tim yang memonitor siaran radio Sekutu di luar negeri untuk
keperluan Gunseikanbu, kantor pemerintah bala tentara Dai Nippon. Pada masa
itulah, ia berkenalan dengan gadis Sunda, Siti Halimah Kartawidjaja atau biasa
dipanggil Hally, yang pada waktu itu bekerja di Sekretariat Redaksi Harian Asia
Raya. Pada tanggal 1 Juni 1945 di Jakarta mereka pun menikah dan dikaruniai
tiga orang anak yaitu Indrawan, Ade Arman, dan Yana Zamira. Setelah
proklamasi kemerdekaan, tahun 1945, ia bergabung dengan kantor berita Antara
sebagai wartawan.
Menjelang penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik
Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, ia menjadi Pemimpin Redaksi
Surat Kabar Indonesia Raya. Sebagai wartawan, ia mempunyai tenaga bekerja,
kebebasan, dan keberanian moral yang amat besar. Ia memegang teguh prinsip
tentang kebenaran, sehingga ia sangat memperhatikan masalah kebebasan pers
serta kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat (Anwar, 2006).
Pada waktu pemerintahan rezim Sukarno tahun 1957, ia membuat
masyarakat gempar dengan beberapa berita affair. Dalam beritanya ia menguak
affair yang terjadi di kalangan para pejabat negara antara lain tentang pelecehan
seksual, perselingkuhan, dan korupsi. Tak lama kemudian ia dikenai tahanan
rumah dan mencoba memimpin Indonesia Raya dari rumah. Keadaan negara saat
itu sedang kacau dan kebebasan pers pun sirna dengan dilarang terbitnya
Indonesia Raya, Pedoman, dan Abadi. Setelah Indonesia Raya tidak terbit lagi,
tahun 1961 ia dipenjarakan di Madiun. Ia dijebloskan ke dalam penjara hampir
37
sembilan tahun lamanya dan dibebaskan tahun 1966 (Anwar, 2006). Selama di
tahanan itu, banyak sekali dukungan dari teman-temannya terutama sekali Hally,
istri tercintanya yang telah memberikan cinta dan semangat serta anak-anaknya
yang selalu menghiburnya dengan kasih sehingga ia mampu bertahan dalam
tawanan (Atmakusumah, 1992:50).
Setelah tahun 1968, Indonesia Raya diizinkan terbit kembali. Prinsip
tentang kebenaran telah mendorongnya untuk kembali melancarkan investigasi
mengenai korupsi di Pertamina. Pada waktu Orde Baru pun ia harus masuk
tahanan selama dua bulan setelah peristiwa 15 Januari 1974 atau yang lebih
dikenal dengan istilah “Malari” (Malapetaka Januari 1974) dan harian Indonesia
Raya kembali dilarang terbit. Setelah bebas bergerak, ia banyak aktif di berbagai
organisasi jurnalistik luar negeri seperti Press Foundation of Asia. Di dalam
negeri, ia mendirikan majalah sastra Horison dan menjadi Direktur Yayasan Obor
Indonesia (Anwar, 2006).
Sebagai seorang yang bersahabat, rasa persahabatan Mochtar terhadap
teman-temannya senantiasa hangat dan spontan. Kelembutan hatinya membuat ia
tersentuh apabila ada yang memerlukan bantuannya. Ia selalu menunjukkan
keinginannya untuk menolong siapa saja yang sedang menghadapi kesulitan
terutama pada saat HB. Jassin dituntut Kejaksaan Agung karena memuat cerpen
“Langit Makin Mendung” yang dituduh menghina Tuhan karangan
Kipanjikusmin. Mochtar meminta Mr. Abdullah Hafil Sutan Hidayat, sahabat dan
penasehat hukumnya dan Indonesia Raya untuk membela HB. Jassin dalam
perkaranya (Atmakusumah, 1992:206).
38
Selain sebagai wartawan yang teguh memegang prinsip, Mochtar Lubis
juga dikenal sebagai sastrawan besar yang karyanya sangat indah dan penuh
pesan. Sejak kecil Mochtar Lubis suka membaca buku-buku cerita dan mulai
gemar menulis. Namun, kecintaannya pada mengarang baru ditekuninya pada
jaman revolusi. Mulanya ia menulis cerita-cerita pendek yang kebanyakan dimuat
di majalah Kisah dan Siasat dan kemudian sebagian besar cerpen-cerpennya
dikumpulkan dalam sebuah kumpulan cerpen si Djamal (1950) dan Perempuan
(1956). Setelah itu, ia bergerak di bidang penulisan novel yang menghasilkan
diantaranya novel Tak Ada Esok (1950) dan disusul oleh novelnya yang terkenal
Jalan Tak Ada Ujung (1952). Selain itu karya-karya Mochtar Lubis yang lainnya
antara lain Senja di Jakarta (1963), Tanah Gersang (1966), Harimau ! Harimau !
(1975), dan Berkelana Dalam Rimba (1980) dan masih banyak lagi karya-
karyanya. Adapun ciri-ciri kepengarangan Mochtar Lubis tak hanya menaruh
perhatiannya pada politik bangsanya tetapi juga masalah-masalah sosial dan
kemanusiaan. Sangat wajar apabila karya-karyanya tersebut mendapat
penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia memperoleh
Magsaysay Award untuk jurnalistik dan kesusastraan (Anwar, 2006).
Mochtar Lubis adalah seorang yang memiliki segudang bakat dan tidak
heran apabila ia pandai melukis. Ketika ditahan di penjara Madiun, ia menjadi
perupa. Sebagai budayawan, ia juga aktif dalam berbagai kegiatan di Taman
Ismail Marzuki dan ia menjadi anggota Akademi Jakarta. Selain mendapatkan
penghargaan untuk jurnalistik dan kesusastraannya, masyarakat Maindailing di
kampung halamannya pun memberikan kehormatan padanya. Ia mendapatkan
39
gelar Raja Pandapotan dan dinyatakan sebagai Raja Pandapotan Sibarani
Sojuangan, yang berarti orang yang berani dan berjuang (Anwar, 2006).
Perjalanan Mochtar Lubis yang selama hidupnya memilih jalan perjuangan
mencari kebahagiaan manusia ini, telah berakhir. Ia kini menuju ke arah
kebahagiaan abadi, menghadap Ilahi. Pada tanggal 2 Juli 2004, pukul 19.15 WIB,
ia wafat di Rumah sakit Medistra, Jakarta dikarenakan sesak nafas dan
kerongkongan yang penuh lendir. Sejak hampir dua tahun ia menderita penyakit
Alzheimer. Meskipun ia telah pergi selama-lamanya, namun karya-karyanya dan
pesan-pesannya masih hidup sampai sekarang (Eisy, 2004).
Dari uraian di atas tampak bahwa Mochtar Lubis adalah seorang
wartawan sekaligus sastrawan besar yang mempunyai visi kemanusiaan untuk
selalu menegakkan kebenaran, keadilan, dan memperjuangkan kebahagiaan
manusia. Ia telah memilih lapangan kewartawanan dan kesusastraan sebagai alat
perjuangannya untuk melawan segala bentuk ketidakadilan. Demi cita-citanya
mencari kebahagiaan manusia ia berani melawan semua hal yang menekan,
merugikan, dan menindas kemanusiaan. Sifat kepahlawannya itu menjadi
pendorong dan motivasi penting dalam setiap tindak-tanduknya sehingga
memunculkan sebuah visi atau pandangan kemanusiaan dalam hidupnya. Dengan
demikian, pandangan pengarang tentang nilai kemanusiaan itu dituangkannya
dalam novel Jalan Tak Ada Ujung yang akan dibahas sebagai berikut.
40
3.2 Nilai Kemanusiaan Utama
Nilai kemanusiaan utama yaitu nilai kemanusiaan yang paling menonjol
dalam tokoh Guru Isa (S) yang digunakan untuk mengatasi berbagai hambatan
(P4). Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung, penulis menemukan satu nilai
kemanusiaan yang dianggap utama oleh Mochtar Lubis yang muncul pada tokoh
Guru Isa yaitu nilai keberanian. Dalam Bab II telah dijelaskan bahwa nilai
keberanian ini merupakan penolong (P3) yang mampu mengatasi berbagai
hambatan (P4) yang dihadapi Guru Isa antara lain revolusi, krisis ekonomi,
impotensi, dan perselingkuhan. Dengan nilai keberanian tokoh Guru Isa berhasil
mendapatkan sebuah pembebasan (O) dan terlepas dari ketertekanan di masa
revolusi (P1). Berikut ini penulis akan menguraikan nilai keberanian Guru Isa
dalam menghadapi berbagai kenyataan pahitnya.
3.3.1 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Revolusi
Nilai keberanian yang dimunculkan pengarang dalam novel Jalan Tak Ada
Ujung ini tampak pada keberanian Guru Isa yang telah memilih jalan perjuangan
untuk melawan musuh-musuh asing dan berjuang untuk mencapai kemerdekaan
negaranya. Meskipun ketakutan sering menyelinap dalam hatinya, tetapi ia
berusaha melawan kekerasan terhadap manusia dengan memberanikan diri untuk
mengangkat senjata dan bergabung dalam perjuangan fisik pada masa revolusi.
Keberanian Guru Isa untuk terjun dalam organisasi perjuangan rahasia
pada mulanya diawali dengan keikutsertaannya sebagai anggota jaga malam di
kampungnya. Ia tidak menyangka bahwa dirinya harus dipercaya oleh masyarakat
41
menjadi wakil ketua panitia keamanan rakyat sekaligus penasehat Badan
Keamanan Rakyat. Memang suatu tugas yang berat yang harus dipikul Guru Isa
karena ia harus melakukan suatu hal yang bertentangan dengan kehendaknya. Ia
berusaha memberanikan diri dalam menghadapi bentuk-bentuk kekerasan revolusi
yang sangat melukai hatinya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
(1) Dia ikut jadi anggota jaga kampung. Malahan karena kedudukannyasebagai guru, maka dia menjadi wakil ketua panitia keamanan rakyatdi kampungnya, dan menjadi penasehat Badan Keamanan Rakyat,lebih terkenal dengan nama BKR. (hlm. 27)
(2) Baru hari itu dia bertemu dengan segi-segi keras dan tajam darirevolusi. Penumpahan darah. Darah manusia. Guru Isa akan merasaluka hatinya, jika dikatakan padanya, bahwa perasaan yang dirasanyasekarang adalah takut. Tetapi pada dirinya sendiri dia tidak hendakmengakui, bahwa dia takut. (hlm. 28)
Meskipun didasari rasa takut dan keterpaksaan, Guru Isa justru menutupi
ketakutan itu dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dianggap orang lain
berani dan bersifat kepahlawanan. Keterlibatannya dalam organisasi perjuangan
rahasia yang dipimpin oleh Hazil, mau tidak mau ia harus melakukan tugasnya
sebagai kurir pengantar senjata dan surat. Pada kutipan di bawah ini tampak
keberanian Guru Isa dalam melakukan aksinya menyelundupkan senjata bersama
rekan-rekannya ke Manggarai.
(3) Kawan Rakhmat yang bertiga itu sedang mengeluarkan peti-petiamunisi yang bercat hijau dari bawah onggokan sabut kelapa kering.Guru Isa dan Hazil berdua menjinjing seperti granat tangan dan tigabuah peti lain dibawa oleh ketiga orang itu. (hlm. 83)
(4) Truk mereka bergerak perlahan-lahan ketika mendekati viaductManggarai. Empat orang muda telah menunggu duduk-duduk diberanda. Mereka bergegas keluar melihat truk berhenti. Merekabergegas membawa peti-peti itu ke dalam rumah. (hal. 86)
42
Tanpa adanya keberanian, Guru Isa tak akan mampu menjalankan aksi
tersebut karena sangat berisiko dan dapat membahayakan dirinya sendiri. Akan
tetapi, ia tetap memberanikan diri untuk melaksanakan aksi penyelundupan
senjata ini karena sudah menjadi keputusan yang telah dipilihnya untuk terjun
dalam perjuangan dan hal itu harus dijalaninya.
Setelah aksi penyelundupan senjata itu berhasil, perjuangan Guru Isa
belum selesai. Ia harus terlibat lagi dalam aksi peledakan granat di bioskop Rex
bersama Hazil dan Rakhmat. Aksi kedua ini merupakan aksi yang berbahaya
karena mereka harus terjun langsung ke tengah-tengah kawanan tentara Belanda.
Mereka hendak melemparkan granat ke tengah-tengah keramaian para tentara
Belanda yang akan keluar dari bioskop Rex. Memang tugas Guru Isa dalam aksi
tersebut hanya sebagai pengawas jalannya peledakan tetapi perlu keberanian pula
untuk dapat menjalankan aksi berbahaya tersebut. Dalam aksi ini ia harus
mempersaksikan kejadian-kejadian kekerasan manusia yang terjadi sepanjang
peledakan itu.
(5) Dan ketika Hazil kemudian berkata, bahwa yang akan melemparkangranat tangan ialah Rachmat dan dia, dan Guru Isa perlu ikut hanyauntuk melihat apa mereka berhasil, tertangkap atau tertembak mati ditempat itu dan kemudian melaporkan hasil usaha mereka,.. (hlm. 131)
Manusia harus mempunyai keberanian untuk menanggung akibat dari
segala penyimpangan yang telah dilakukannya. Berani berbuat berani pula
bertanggung jawab. Hal tersebut tampak saat Guru Isa harus berani menerima
risiko atas keterlibatannya dalam aksi peledakan bom di bioskop Rex. Ia berani
menghadapi segala siksaan dan pukulan yang didapatnya di penjara. Semakin
seringnya siksaan yang diterimanya membuat ia semakin mengenal rasa takut dan
43
sakit yang dirasakannya. Hal itu membuat dirinya lebih siap menghadapi siksaan
yang sewaktu-waktu akan diterimanya karena ia menyadari rasa sakit yang
dirasakannya pasti akan sama dan tak berubah.
(6) Dalam kamar tempat waktu telah berhenti mengalir itu, Guru Isamerasa perubahan dalam dirinya. Rasa sakit siksaan pada tubuhnyatidak menakutkannya lagi. Dia tahu dia akan menerima siksaan padawaktu-waktu tertentu, dan rasa sakit tidak berubah-ubah. Sesuatuperasaan ganjil menyelinap ke dalam hatinya. Karena tidak merasaamat gentar lagi dipukul dan disiksa, hilang pula hasrat hendakmengakui. (hlm. 162)
Keberanian Guru Isa dalam menghadapi perjuangan berujung pada sebuah
pembebasan di mana Guru Isa akhirnya mampu mengatasi ketakutannya sendiri
dan sembuh dari impotensinya. Pembebasan yang dirasakannya ini membuat
dirinya bahagia karena telah terlepas dari ketertekanan yang selama ini
menghantuinya. Apabila ia tidak melawan ketakutan itu, maka ia tak akan mampu
mengenali ketakutannya sendiri dan tak dapat berkawan dengan rasa takutnya itu.
(7) Dia telah menguasai dirinya sendiri. Tiada benar dia tidak merasa takutlagi. Tetapi dia telah damai dengan takutnya. Telah belajar bagaimanaharus hidup dengan takutnya. (hlm. 164)
3.3.2 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Krisis Ekonomi
Nilai keberanian Guru Isa tidak hanya ditampakkan dalam menghadapi
perjuangan tetapi ia berani menghadapi krisis ekonomi yang melanda keluarganya
saat itu. Krisis ekonomi ini menjadi salah satu permasalahan berat yang dihadapi
Guru Isa karena menyangkut kelangsungan hidup keluarganya. Akan tetapi, ia
berani bertahan hidup dalam situasi ekonomi yang sedang kacau dan berani
menghadapi berbagai permasalahan yang menyangkut hidup keluarganya.
44
(8) Penghidupan yang semakin mahal. Dan gaji yang tidak cukup. Hutangpada warung yang sudah dua bulan tidak dibayar. Sewa rumah yangsudah dihitung tiga bulan. Perhiasan istrinya dipajak gadai. (hlm. 18)
Pada kutipan di atas tampak bahwa Guru Isa menghadapi berbagai
permasalahan yang muncul akibat krisis ekonomi pada masa itu. Kebutuhan
pokok yang serba mahal ditambah penghasilan sebagai guru yang tak menentu
secara langsung mempengaruhi keadaan ekonomi Guru Isa. Ia tidak dapat
menggantungkan penghasilannya yang kecil sehingga ia terpaksa meminjam uang
dan menggadaikan harta benda yang dimilikinya. Akibatnya ia terbelit utang dan
tidak dapat membayar sewa rumahnya. Kewajibannya sebagai kepala keluarga
telah menuntutnya untuk berani mengatasi permasalahan tersebut demi
mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya di tengah-tengah krisis
ekonomi.
Setiap orang pasti mempunyai strategi dalam mempertahankan hidupnya
terutama strategi dalam menghadapi krisis ekonomi. Seseorang lebih dihargai jika
ia mau berusaha apa saja untuk hidup daripada hanya berpasrah diri pada nasib.
Meskipun Guru Isa bersama keluarganya hidup serba kekurangan, ia tetap
menjalaninya dengan berusaha. Segala cara ia pikirkan untuk dapat menafkahi
keluarganya. Hingga secara tidak sengaja terlintas dalam pikirannya untuk
mencuri buku tulis di sekolahan. Hal itu wajar saja jika dialami Guru Isa karena
dalam keadaan serba susah seseorang dapat berpikir dan berbuat apa saja demi
mempertahankan hidup.
(9) “Sampai bisa niat mencuri masuk ke dalam kepalaku,”pikirnya, malupada dirinya sendiri. (hlm.24)
45
Berdasarkan kutipan di bawah ini tampak bahwa ketertekanan ekonomi
akhirnya membuat Guru Isa berani mencuri buku di sekolahan. Tindakan ini
merupakan strategi Guru Isa dalam mempertahankan hidup keluarganya. Lebih
baik mencuri demi sesuap nasi daripada kelaparan dengan menggantungkan
penghasilannya yang tak pasti. Usaha Guru Isa untuk tetap bertahan hidup inilah
yang membuktikan bahwa Guru Isa mempunyai nilai keberanian dalam
menghadapi kerasnya hidup di tengah-tengah krisis ekonomi pada masa revolusi
saat itu.
(10) Dan dengan tangan yang gemetar Guru Isa membuka bungkusanbuku-buku tulis baru itu, diambilnya sepuluh dan kemudian lemariditutupnya kembali. (hal. 68-69).Guru Isa tidak mempunyai keberanian untuk membantah danmenawar, ketika orang Tionghoa yang punya warung menawarkanhanya lima rupiah untuik sebuah buku tulis. (hal. 70)
Tindakan Guru Isa mencuri buku di sekolahan termasuk tindakan yang
berani karena pencurian merupakan suatu tindakan kriminal yang berisiko tinggi.
Bisa saja tindakan itu diketahui pihak sekolah dan Guru Isa bisa di penjara untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meskipun Guru Isa sadar akan hal itu,
ia tetap berani melakukannya demi mempertahankan kelangsungan hidup
keluarga dan ia tidak ingin mengecewakan Fatimah.
Manusia mungkin akan terbiasa dengan apa saja, termasuk Guru Isa yang
akhirnya menjadi terbiasa dengan mencuri. Akan tetapi, kebiasaan Guru Isa ini
dilakukan untuk tujuan yang baik yaitu demi mempertahankan hidup keluarganya.
Ia tak mungkin menyerah pada keadaan ekonomi keluarganya yang sedang krisis
dan strategi inilah yang dijalankannya. Situasi ekonomilah yang membuatnya
46
bersikap berani melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Hal ini
terdapat pada kutipan berikut.
(11) Dari dalam lemari dikeluarkannya sepuluh buah buku tulis baru,dimasukkannya cepat-cepat ke dalam tasnya. Setiap kali melakukanperbuatan ini selalu timbul juga rasa malunya harus mencuridemikian. Tetapi, perasaan malu semakin tipis. Hari ini tidak begituterasa lagi sama sekali. (hlm. 96)
3.3.3 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Impotensinya
Keberanian Guru Isa menghadapi impotensinya terlihat dari kemampuan
Guru Isa menerima kenyataan bahwa dirinya impoten dan mampu menjalani
hidup sebagai laki-laki yang impoten. Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan
seksual suami isteri merupakan salah satu bagian terpenting dalam berumah
tangga yang sering kali dikaitkan dengan tingkat keharmonisan suatu keluarga.
Bila terjadi gangguan dalam hubungan tersebut, maka hal itu bisa saja
mempengaruhi keharmonisan dalam berumah tangga dan bahkan bisa berdampak
negatif pada keutuhan rumah tangga.
Impotensi yang diderita tokoh Guru Isa sebenarnya akibat dari faktor
psikologisnya sendiri. Kekerasan di masa penjajahan Jepang membuat hatinya
terluka dan membuat jiwanya dipenuhi dengan ketakutan.
(12) Kekerasan yang dipertunjukkan orang-orang Jepang amat melukaiperasaannya. (hlm. 28)
Di samping itu, pada kutipan (6) digambarkan bahwa tekanan ekonomi
juga salah satu faktor yang membebani pikirannya dan mengakibatkan jiwanya
tidak tenang. Akhirnya tanpa disadari ketakutan itu justru melumpuhkan kelaki-
lakiannya.
47
Berdasarkan kutipan di bawah ini nampak bahwa impotensi yang diderita
Guru Isa menimbulkan permasalahan dengan Fatimah. Bagi seorang laki-laki,
biasanya mereka mempunyai kewajiban untuk selalu menyenangkan isterinya
pada saat berhubungan. Hal itu terjadi pada tokoh Guru Isa yang pada awalnya
merasa kecewa dan takut karena tidak dapat memuaskan istrinya pada saat
berhubungan. Ia tidak menyadari bahwa ketidakmampuannya meladeni istrinya
merupakan gejala impotensinya. Ia hanya merasa bingung dan khawatir
menghadapi kekuatannya sebagai laki-laki makin lama makin menurun.
(13) Dia ingat enam bulan setelah mereka kawin. Pertama-tama kali diatidak kuasa meladeni isterinya. Telah lama tenaganya sebagai laki-laki berkurang. Seperti air dalam kaleng yang tiris – perlahan-lahanhabis, hingga akhirnya kering. Dan esok malamnya. Kembali diatidak sanggup. Wajah isterinya yang seakan mengumpat! Malamyang lain demikian pula. Hingga akhirnya jiwanya terpengaruh.Hingga sekarang. Dan isterinya menjadi dingin terhadap dia. Tetapimereka menjaga perkawinan.(hlm. 29)
Setelah Guru Isa tahu bahwa dirinya impoten, Guru Isa pun harus berani
menghadapi perubahan sikap yang terjadi pada diri Fatimah. Pada kutipan di atas
dijelaskan bahwa Fatimah justru bersikap dingin dan tidak dapat memahami
kelemahan Guru Isa. Hingga akhirnya Guru Isa harus dihadapkan pada kenyataan
bahwa ia mau tidak mau harus menerima keputusan Fatimah untuk mengadopsi
anak.
(14) Ketika istrinya memutuskan untuk mengambil anak pungut setahunyang lalu, maka hampir terjadi percekcokan besar antara mereka. Diamula-mula berkeberatan, karena memikirkan tambahan belanja danbeban rumah tangga mereka. (hlm. 30)
Hingga, akhirnya muncul perkataan dari istrinya, “dari engkau aku tidak bisa
dapat anak…” (hlm. 30). Munculnya perkataan itu membuat Guru Isa menyadari
bahwa ia adalah seorang laki-laki yang tidak berguna karena tidak mampu
48
memberikan keturunan. Hal ini membuat hatinya kecewa karena harga dirinya
sebagai seorang laki-laki sekaligus suami jatuh begitu rendahnya di hadapan
istrinya. Akan tetapi, ia tidak menyalahkan istrinya karena impotennyalah yang
mengakibatkan dirinya tidak bisa memberikan anak. Akhirnya, ia bisa menerima
keputusan istrinya meski dalam lubuk hatinya tersimpan kekecewaan. Hal ini
terdapat pada kutipan berikut.
(15) Ketika itu dia menundukkan kepalanya penuh malu kelaki-lakiannyayang tiada berdaya. Dia diam tidak membantah lagi. Demikian anakpungut mereka, laki-laki kecil, Salim, berumur empat tahun, datangke dalam penghidupan mereka. Untuk menggantikan anak yangseharusnya dapat diberikannya. Tetapi jauh dalam hatinya anak itumerupakan tanda tiada daya laki-lakinya. (hlm. 30)
Segala usaha terus dilakukan Guru Isa untuk menyembuhkan impotennya.
Hal itu menunjukkan besarnya keinginan Guru Isa untuk sembuh dan kembali
menjadi laki-laki normal pada umumnya. Akan tetapi, usahanya berobat tak
pernah berhasil. Pada kutipan di bawah ini nampak kekecewaan Guru Isa.
(16) Jiwanya menderita benar. Meskipun setelah bertahun-tahun ini, ketikasegala macam usahanya berobat tidak berhasil, penderitaan jiwanyaini sudah tertekan ke bawah, ke dalam jiwa sadarnya. (hlm. 30)
Guru Isa lalu menyadari bahwa satu-satunya orang yang bisa membantu
penyembuhannya adalah istrinya. Kesabaran seorang istri sangat berperan penting
dalam proses penyembuhan impoten terutama yang disebabkan oleh faktor
psikologis. Akan tetapi, semenjak dirinya dinyatakan impoten, istrinya justru tidak
memberikan dukungan kepadanya (pada kutipan 13).
Hubungan mereka pun renggang dan saling menutup diri dengan kepura-
puraan. Keharmonisan dalam rumah tangga pun tak dirasakan Guru Isa. Akan
49
tetapi, yang perlu digarisbawahi dalam permasalahan ini yaitu keberanian Guru
Isa yang mampu bertahan hidup dalam menjalani impotennya meski tidak
mendapatkan dukungan dari Fatimah. Tanpa keberanian dan semangat hidup,
Guru Isa pasti sudah lari dari kenyataan ini dan bisa saja ia mengakhiri hidupnya
yang dirasa tak berguna sebagai seorang laki-laki. Dalam hal ini Guru Isa mampu
bangkit kembali dari keterpurukannya dan berani menjalani kehidupan rumah
tangganya secara normal meski setiap saat ia harus bisa menahan hasrat alam
yang muncul dalam tubuhnya sewaktu-waktu.
(17) Sebentar terlintas dalam kepala Guru Isa hendak memeluk istrinya.Tetapi ditahannya dirinya. Dia takut, Fatimah akan menolaknya.Seperti telah biasa. (hlm. 35)
3.3.4 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Perselingkuhan
Nilai keberanian Guru Isa dalam menghadapi perselingkuhan Fatimah ini
terwujud pada keberanian Guru Isa untuk terus menjalani rumah tangganya
walaupun telah terjadi perselingkuhan antara Fatimah dan Hazil. Perselingkuhan
ini sebenarnya sebagai dampak dari ketidakmampuan Guru Isa membahagiakan
Fatimah dalam hal hubungan suami istri. Hingga akhirnya Fatimah bertemu
dengan Hazil yang dirasanya mampu mengobati kerinduannya akan kasih sayang
seorang laki-laki.
Rumah tangga yang harmonis dan bahagia adalah dambaan tiap pasangan
suami istri. Akan tetapi, permasalahan selalu timbul dalam kehidupan berumah
tangga yang berujung pada kehancuran suatu perkawinan. Sebagian besar
hancurnya kehidupan berumah tangga bermula dari kasus perselingkuhan. Setiap
50
pasangan suami istri tentu saja tidak ingin perkawinannya hancur karena
kehadiran pihak ketiga yang sama sekali tidak diharapkan.
Kehadiran Hazil di tengah-tengah perkawinan mereka membuat masalah
baru bagi Guru Isa. Ia tidak habis pikir kalau Fatimah yang selama ini setia
padanya akan jatuh ke pelukan Hazil. Ia pun heran karena selama ini ia tak
melihat tanda-tanda yang mencurigakan dalam setiap kebersamaan mereka.
Keutuhan rumah tangga yang dibinanya selama ini tiba-tiba dihancurkan oleh
istrinya sendiri. Pipa Hazil yang ditemukan di bawah bantal Guru Isa telah
membuktikan bahwa Fatimah telah berselingkuh. Ia tidak menyangka kedua orang
yang ia percaya selama ini justru berbalik mengkhianatinya dari belakang.
Perselingkuhan ini dibuktikan dengan ditemukannya pipa Hazil di bawah bantal
Guru Isa.
(18) Amat lama baru dia tahu, matanya selalu memandang pipa itu, bahwaitu pipa Hazil. Dia juga tidak lekas mengerti apa arti pipa itu dibawah bantal. Dan ketika dia mulai mengerti, mula-mula dia amatmarah. Marah dan ingin menghancurkan Hazil dan Fatimah. Diamelompat berdiri, dan berjalan ke luar memanggil Fatimah. Tetapi,Fatimah tidak ada. Guru Isa berjalan mondar-mandir, dari sebuahkamar ke kamar yang lain. Dalam hatinya api membakarmenghanguskan tubuhnya. Kepalanya bertambah pening. Ujungjantungnya berdenyut-denyut perih kembali, dan dia terpaksa dudukdi tepi tempat tidur. Pipa itu masih dipegangnya juga. (hlm. 124)
Namun, terjadinya perselingkuhan itu secara langsung telah menyadarkan
dirinya kembali bahwa ketidakberdayaannya sebagai laki-laki selama ini yang
membuat Fatimah tega mengkhianatinya. Meskipun pada kutipan di atas tidak
dijelaskan faktor penyebab perselingkuhan itu, pada umumnya kita tahu
permasalahan paling utama pada perkawinan Guru Isa hanya masalah seksualitas.
51
Oleh karena itu, masalah seksual menjadi motivasi dan latar belakang
perselingkuhan dalam rumah tangganya. Ia tidak menyalahkan Fatimah atas
kejadian ini karena ia sangat mengerti bahwa Fatimah juga seorang yang “lapar”
dan Guru Isa tak mampu memberinya “kepuasan”. Ia sangat mengerti keadaan
Fatimah yang selama ini menderita dan wajar jika istrinya mencari “kepuasan”
dari orang lain yang dapat memenuhinya.
Sangat wajar dan manusiawi pula jika Guru Isa sangat marah begitu
mengetahui bahwa istrinya berkhianat. Ia merasa dihina dan terhina sebagai
seorang laki-laki. Namun, pada akhirnya ia bersikap diam seolah-olah tidak tahu
menahu meski dalam hatinya tersimpan amarah. Ia kemudian memutuskan untuk
tidak membongkar persoalan itu demi kebaikan semuanya. Keputusan itu
merupakan jiwa besarnya yang sangat manusiawi. Ia mau memahami sepenuhnya
“kebutuhan” istrinya yang ia sendiri tidak mampu memenuhinya. Ia tidak ingin
masalah perselingkuhan Fatimah dan Hazil membuat rumah tangganya menjadi
semakin kacau. Langkah ini merupakan strategi Guru Isa untuk mempertahankan
hidup rumah tangganya agar tidak terjadi kekacauan yang pada akhirnya berujung
pada perpisahan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.
(19) Semenjak dia menemui pipa Hazil di bawah bantal—apabilakah itu,sehari yang lalu atau seabad yang lalu—maka sesuatu seakan-akanmati di dalam hatinya. Sesuatu yang segar yang betapapun juga gelapketakutannya selalu ada di sana. Tetapi, ini sekarang telah hilang.Tetapi dia masih juga terlalu takut untuk mengakui bahwa ini telahhilang. Di samping ini semua masih juga dia berharap. Karena itu,maka pipa itu terus juga disimpannya diam-diam dalam laci mejanya.Dia takut jika perkara pipa itu dibongkarnya, maka semuaketakutannya selama ini akan dibenarkan oleh pipa itu, dan ini diahendak elakkan. Dia tahu semuanya telah habis sekarang antara dia
52
dengan Fatimah, tetapi dia hendak memperlambat datangnyapengakuan dari dirinya sendiri. (hlm. 133)
Guru Isa begitu berani menyikapi persoalan ini dengan bijaksana. Ia
berusaha meninggalkan sifat egoisnya demi keutuhan rumah tangganya. Bahkan
setelah ia renungkan dalam-dalam justru ia merasa bahwa Hazil telah
membahagiakan istrinya meski Hazil telah merampas haknya sebagai suami. Tak
ada sedikit pun perubahan sikap yang tampak pada diri Guru Isa saat ia harus
berhadapan dengan Hazil. Hal ini terbukti dari persahabatannya dengan Hazil
yang tetap berlangsung dengan baik.
(20) Tiga hari kemudian Hazil datang pagi-pagi. Mendengar dari Fatimahbahwa Guru Isa sakit, dia bergegas ke dalam kamar.“Malaria kembali,” kata Guru Isa padanya.“Ah celaka,” kata Hazil. “Kita perlu sangat semua orang dapatbekerja sekarang.”Dalam hatinya Guru Isa merasa lega dengan sakitnya. Sekarangengkau tidak bisa bawa aku, pikirnya dengan tenang.“Aku mau,” katanya pada Hazil, “tetapi tubuhku masih amat lemahdan demam masih datang-datang.”“Lekaslah sembuh,” kata Hazil, “kami amat sangat harapkanengkau.” (hlm. 126)
3.4 Nilai Kemanusiaan Pendukung
Nilai kemanusiaan pendukung yaitu nilai-nilai kemanusiaan yang
digunakan tokoh Guru Isa dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang tidak
digunakan untuk mengatasi berbagai hambatan (P4). Setelah penulis menguraikan
nilai keberanian yang menonjol dalam tokoh Guru Isa, penulis akan mencoba
menguraikan nilai-nilai kemanusiaan lain yang ditampilkan Mochtar Lubis pada
tokoh Guru Isa yang digunakan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Nilai-
53
nilai pendukung yang bersifat tambahan ini antara lain nilai kelembutan hati, nilai
tanggung jawab, nilai kasih sayang, nilai kesetiaan, dan nilai persahabatan.
3.4.1 Nilai kelembutan hati
Nilai kelembutan hati merupakan perbuatan manusia yang tidak suka akan
kekerasan. Manusia yang lembut hati identik dengan manusia yang mencintai
sesamanya. Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung, nilai kelembutan hati tampak pada
tokoh Guru Isa yang selama hidupnya tidak pernah melakukan kekerasan terhadap
orang lain sehingga ia pun tak pernah dilukai orang lain. Baginya kekerasan
terhadap manusia merupakan tindakan yang keji dan tidak berperasaan. Sikap
lemah lembutnya membuat kehidupannya selalu aman, tenang, dan damai dalam
hidup bermasyarakat maupun berkeluarga. Ia tidak pernah melakukan kekerasan
dalam keluarga. Ia pun selalu dihormati orang lain karena kelemahlembutannya.
Hal ini terdapat pada kutipan berikut:
(21) Semenjak dia melewati umur kanak-kanak yang suka berkelahi, makaGuru Isa selama hidupnya tidak pernah memakai kekerasan terhadaporang lain. Atau mengalami dirinya ditundukkan dengan kekerasanbadan oleh orang lain. Tinjunya tidak pernah dikepalkan untukmemukul orang. Dan tinju orang tidak pernah memukul biru di kulitmukanya. Guru Isa sungguh-sungguh manusia damai. Manusiapenyuka damai dan penerima damai. (hlm. 28)
Sifat manusia yang lembut hati biasanya akan lebih peka memandang
segala hal terutama peka terhadap penderitaan sesamanya. Segala bentuk
kekejaman penjajahan pada masa itu sangat melukai hati Guru Isa. Ia tak sanggup
melihat penderitaan orang-orang yang menjadi korban penjajahan. Kekerasan
telah membuat hatinya sakit dan takut karena ia turut merasakan penderitaan
orang lain yang mungkin saja bisa menimpanya.
54
(22) Dalam hatinya timbul rasa tidak enak ketika membayangkan dirinyaterbaring di tanah berlumuran darah, mengerang-ngerang kesakitan.Pemandangan demikian melukai hatinya yang lembut. Terasasebagai perkosaan pada kehormatan manusia baginya. (hlm. 13)
Keterlibatannya dalam organisasi perjuangan pun tetap tidak bisa
mengubah hatinya yang lembut untuk terbiasa dengan kekerasan. Dalam
perjuangan ini Guru Isa tidak pernah melakukan kekerasan pada orang lain.
Meskipun tugasnya hanya sebagai kurir pengantar senjata dan surat, ia tetap tidak
tega melihat aksi-aksi kekerasan yang dilakukan rekan-rekan seperjuangannya.
(23) “…Pembunuhan tidak boleh dicampur dengan perjuangankemerdekaan,” kata Guru Isa. “Aku tidak akan biasa padakekerasan,” bantah Guru Isa. “Aku jadi sakit melihat kekerasan”(hlm. 89)
Selama ini, banyak yang mengartikan kelembutan hati sebagai kelemahan
yang harus dijauhkan dari perilaku sehari-hari. Padahal, kelembutan hati bisa jadi
sebuah kekuatan dahsyat dalam menghadapi segala kondisi. Seperti Guru Isa yang
dapat meredam amarahnya pada saat ia mengetahui istrinya berselingkuh. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam diri Guru Isa sebenarnya tak ada sifat pemarah dan
suka menyakiti orang lain. Sifatnya yang lembut menjadi kekuatan baginya untuk
menghadapi kondisi yang tidak diinginkannya. Dengan kelembutan hatinya ia pun
terhindar dari perbuatan-perbuatan yang mungkin bisa ia lakukan untuk
mengeluarkan emosinya dan yang pasti dapat membahayakan orang lain.
(24) Dari dalam kamar tidur Guru Isa dapat mendengar mereka berkata-kata. Suara sampai padanya, tetapi tidak jelas hingga dia dapatmengerti apa yang mereka bicarakan. Sebentar api menyala kembalidalam hatinya, api yang menyala di hatinya, ketika dia mula-mulamendapat pipa di bawah bantal. Tetapi api lekas menjadi redup.(hlm. 127)
55
3.4.2 Nilai Tanggung Jawab
Nilai tanggung jawab merupakan nilai kesadaran manusia akan tingkah
laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung
jawab juga berarti melakukan perbuatan sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung
jawab. Tanggung jawab memang erat kaitannya dengan kewajiban atau sesuatu
yang dibebankan terhadap seseorang. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah
tanggung jawab terhadap kewajibannya.
Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung nilai tanggung jawab tampak pada diri
Guru Isa yang mempunyai tanggung jawab kepada sekolah, keluarga, dan
masyarakat. Kewajiban Guru Isa sebagai seorang guru sekolah rakyat adalah
mengajar. Meskipun dalam suasana peperangan, hal itu tak menyurutkan
kewajiban Guru Isa untuk tetap pergi ke sekolahan. Ia berusaha memenuhi
kewajibannya sebagai guru meski penghasilannya juga tidak menentu.
(25) Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa itu memecah kesunyian pagiGuru Isa sedang berjalan kaki menuju sekolahnya di Tanah Abang.(hlm. 8)Kelas kosong. Dia mengeluarkan dari laci meja tulisnya buku-bukutulis anak-anak sekolah yang mestinya diperiksanya. (hlm. 17)
Dalam suasana peperangan saat itu wajar jika para murid sering tidak hadir
mengikuti pelajaran tapi hal itu tak menyurutkan semangat Guru Isa untuk tetap
menjalankan tugasnya. Ia selalu bersemangat dan menunjukkan keceriaan dalam
mengajar meskipun dalam pikirannya menumpuk berbagai permasalahan. Dalam
keadaan sakit pun ia berusaha memaksakan diri untuk pergi mengajar. Hal itu
merupakan bentuk pertanggungjawaban Guru Isa sebagai guru yang harus
56
memikul tanggung jawab yang besar demi kelangsungan pendidikan para
muridnya. Berikut ini kutipannya.
(26) Dia mulai bersiul-siul, menyiulkan lagu yang sedang dikarangnyauntuk kelasnya. Lagu untuk kanak-kanak yang sederhana melodinya.Kebenaran adalah kesederhanaan dan kesederhanaan adalahkebenaran, pikir Guru Isa. Dia membuka lemari, dan mengeluarkantempat biolanya. Telah agak tua, dan ujung-ujung kain perak hitampenutup tempat biola itu telah terkelupas. (hlm. 25)
(27) Sekarang Guru Isa telah sembuh kembali, meskipun badannya masihagak lemah. Tetapi Guru Isa berkeras hendak pergi mengajarkembali. (hlm. 117)
Di samping tanggung jawabnya sebagai guru, Guru Isa juga menunjukkan
bahwa dirinya juga seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab. Ia selalu
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan, keselamatan, dan kehidupan
keluarganya. Hal ini nampak pada Guru Isa yang mempunyai tanggung jawab
yang besar dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam keadaan ekonomi
yang sedang krisis, penghasilan Guru Isa sebagai guru tidak menentu. Akan tetapi,
hal itu tidak menyurutkan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga yang harus
menafkahi keluarganya. Dengan adanya krisis ini justru lebih menuntut Guru Isa
untuk bekerja lebih keras memikirkan cara untuk mendapatkan uang. Ia tidak
pernah menyerah dalam bekerja meskipun gaji seorang guru hanya sedikit dan
kadang hanya menerima bantuan saja. Hal itu menunjukkan bahwa Guru Isa tidak
pernah meninggalkan tanggung jawabnya meski dalam keadaan sesulit apa pun.
(28) Dia tidak salahkan Fatimah. Gajinya sudah tidak cukup untuk makanmereka. Apalagi sekarang, ketika mereka menerima gaji sudah tidakteratur, dan kadang-kadang hanya menerima apa yang dinamakan“bantuan” saja. (hlm.66)
Satu kenyataan pula bahwa manusia merupakan anggota masyarakat. Oleh
karena itu, dalam berpikir, bertingkah laku, berbicara, dan sebagainya manusia
57
terikat oleh masyarakat. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya
harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Nilai tanggung jawab kepada
masyarakat ini nampak pada keterlibatan Guru Isa dalam kegiatan keamanan di
kampungnya (pada kutipan 1). Sebagai anggota masyarakat, ia sadar akan
kewajibannya untuk ikut serta dalam perjuangan melawan penjajahan. Meskipun
dalam hatinya muncul ketidaksetujuan dalam mengikuti perjuangan, ia tetap
melakukan jalan yang sudah dipilihnya sebagai anggota masyarakat yang
bertanggung jawab.
(29) Tidak ada dalam jiwanya kegembiraan membicarakan cara-caramengawal kampung pada malam hari, mengatur siasat pembelaan,dan sebagainya. Tetapi, bagaimana dia akan menolak? Jikaditolaknya, dia akan disyak dan dimusuhi orang sekampung. (hlm.38).
3.4.3 Nilai Kasih Sayang
Nilai kasih sayang merupakan perwujudan perasaan sayang atau perasaan
cinta kepada seseorang. Dalam kehidupan berkeluarga kasih sayang merupakan
kunci kebahagiaan, terutama kebahagiaan anak-anak adalah sesuatu yang bernilai
bagi seorang ayah. Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung tampak perwujudan nilai
kasih sayang Guru Isa kepada anaknya ditunjukkan dengan berbagai cara. Nilai
kasih sayang ini tampak sekali pada Guru Isa yang sangat menyayangi Salim,
anak laki-lakinya. Walaupun Salim hanya seorang anak angkat, Guru Isa selalu
memberikan kasih sayang dan perhatiannya untuk Salim. Berdasarkan kutipan di
bawah ini nampak kebahagiaan terpancar dalam diri Guru Isa dan Salim saat
mereka bisa mandi bersama sambil bermain dan bercanda. Hal ini sebagai bukti
kasih sayang seorang ayah yang sangat tulus kepada anaknya.
58
(30) Suara anak kecil menjerit ketakutan di luar di bawah jendelamengejutkan Guru Isa. Dia menengok ke luar. Salim kecilmemandang mengumpat. Dia basah kena siraman air. Guru Isaterkejut, dan merasa menyesal benar. Sebentar timbul rasa takutdalam hatinya, kalau Salim akan marah padanya. Orang besar dananak kecil itu berpandang-pandangan demikian sebentar. Lambat-lambat senyum timbul di mulut Salim, dan dia berteriak, “Lagi,siram lagi!”Guru Isa tertawa, dan berkata, “Habis airnya,”Dia memperlihatkankaleng mentega yang kosong dan kemudian berkata, “Dan engkaumasuk kembali ke dalam rumah. Jangan main dalam hujan gerimis.Nanti masuk angina. Kita mandi sama-sama.Di kamar mandi dia bermain-main dengan Salim kecil. Hatinyamenjadi riang kembali. Dan air yang sejuk menyegarkan kepalanya.Dia berpakaian sambil bernyanyi-nyanyi kecil. (hlm. 65).
Terkadang kasih sayang yang timbul dengan taraf rasa sayang yang amat
besar membuat orangtua mempunyai semacam kontrol diri terhadap anak yang
disayanginya. Segala tindakan yang dilakukan orangtua terhadap anaknya
diusahakan tidak menimbulkan amarah dan mengecewakan si anak. Apabila hal
itu terjadi pasti ada rasa takut pada diri orang tua karena telah membuat si anak
marah. Pada kutipan (30) tampak sikap Guru Isa yang merasa bersalah dan takut
apabila Salim akan marah padanya karena secara tidak sengaja tubuh Salim
tersiram air hujan yang dibuang oleh Guru Isa. Sikap penyesalan itu membuktikan
betapa besar cinta Guru Isa pada Salim sehingga ia tidak mau mengecewakan
Salim. Di samping itu, perwujudan kasih sayang juga ditunjukkan Guru Isa yang
sangat menjaga kesehatan Salim. Dengan rasa sayangnya Guru Isa menyuruh
Salim untuk tidak main di dalam hujan karena ia takut kalau Salim akan sakit. Hal
ini menunjukkan bahwa Guru Isa begitu memberikan perhatian yang besar kepada
anaknya hingga sampai pada hal-hal yang kecil.
59
Salah satu bentuk kasih sayang orang tua kepada anaknya juga sering
tampak pada sikap orang tua yang selalu ingin melindungi anaknya dari segala
macam ketakutan. Sebagai seorang ayah, Guru Isa sangat menjaga dan
melindungi Salim. Pada kutipan di bawah ini nampak keresahan Guru Isa muncul
saat melihat Salim tiba-tiba menangis ketakutan. Peran Guru Isa di sini sangat
besar dalam melindungi si anak dari ketakutan tersebut. Dengan penuh kasih
sayang, Guru Isa mencoba menenangkan anaknya meski dirinya sendiri tak
mampu mengatasi ketakutannya sendiri. Kebahagiaan Salim pun terpancar karena
ia merasakan betapa besar rasa sayang yang diberikan ayahnya padanya.
(31) “Salim takut…,”katanya perlahan-lahan.“Takut? Apa yang engkau takutkan?” tanyanya lembut.]
“Salim takut tidur sendiri dalam gelap,”jawab kanak-kanak itu.“Kalau pakai lampu engkau takut juga?” tanyanya kemudian.Salim menggelengkan kepalanya. Guru Isa berdiri dan memutarknop listrik.“Nah,”katanya, “sekarang terang. Engkau tidak takut lagi. Tidurlah.”Salim tersenyum berterima kasih padanya, dan Guru Isa kembali kekamarnya. (hlm.143-144)
3.4.4 Nilai Kesetiaan
Nilai kesetiaan merupakan nilai keteguhan hati seseorang dalam pendirian,
janji, perkawinan dan persahabatan. Nilai kesetiaan juga suatu kekuatan sebuah
perhubungan. Kesetiaan akan runtuh bila kasih sayang dan perhatian mulai terbagi
dua. Walaupun nilai sebuah kesetiaan itu amat luas tetapi di dalam novel Jalan
Tak Ada Ujung yang akan ditekankan ialah kesetiaan dalam perkawinan dan
persahabatan.
60
Nilai kesetiaan Guru Isa dalam perkawinan ditunjukkan dengan sikap
Guru Isa yang setia mencintai Fatimah meskipun semenjak dirinya impoten
Fatimah tak lagi mencintainya. Guru Isa rela hidup dalam kesepian dan
kesendiriannya tanpa kasih sayang dari istrinya meskipun sering muncul hasrat
cinta dalam dirinya. Atas dasar cinta Guru Isa dapat menjalani perkawinannya
dengan baik meskipun cobaan selalu menerpanya. Ia selalu berusaha mencintai
Fatimah apa adanya. Ia tidak pernah berpikir untuk mencari wanita lain untuk
dapat membahagiakan dirinya. Ia menyadari bahwa ia sangat takut kehilangan
Fatimah dan dengan kesetiaanlah ia dapat mewujudkan rasa cintanya selama ini.
(32) Dia ingin benar istrinya datang padanya. Atau dia datang padaistrinya. Tidur berdua berdekap-dekap dalam dingin malam hujanmenderas demikian. Membenamkan segala keragu-raguan dalamcemas hatinya di dalam pelukan yang rapat dan panas. Dan tidakberpikir, tidak berpikir. Dan tidak mengingat. Tidak mengingat.Guru Isa menarik napas berat-berat. Dia tahu hal ini tidak mungkin.Tidak mungkin terjadi selama keadaannya masih belum jugaberubah. (hlm. 56)
Tidak mudah untuk mempertahankan kesetiaan jika tidak diiringi dengan
kekuatan diri dan kesabaran. Dalam menjalani kehidupan rumah tangganya, Guru
Isa selalu bersikap sabar pada Fatimah. Ia tidak pernah marah dengan sikap
Fatimah yang tak pernah membalas cintanya. Tanpa kekuatan diri dan kesabaran,
Guru Isa pasti akan menuntut cinta dari Fatimah atau lebih parahnya lagi
meninggalkan Fatimah dan mencari wanita lain yang bisa membahagiakan
dirinya. Namun, kekuatan cinta yang mempertahankan kesetiaan Guru Isa pada
Fatimah.
61
Perselingkuhan yang dilakukan Fatimah sangat membuat Guru Isa kecewa.
Kesetiaannya selama ini pada Fatimah justru dibalas dengan sebuah
pengkhianatan. Pengkhianatan yang dilakukan oleh istri dan sahabatnya. Namun,
ia menerima kenyataan itu dengan hati yang terbuka. perselingkuhan tersebut
tidak dibalasnya dengan hal yang sama, ia justru tetap setia pada perkawinannya
dengan Fatimah. Meskipun ia tahu rumah tangganya sudah hancur, ia tetap
mempertahankan rumah tangganya.
(33) Dia tahu dia tidak bisa datang pada Fatimah dengan kesepiannya.Tidak bisa datang lagi dengan ketakutannya. Dengan kengeriannya.Dengan kepiluannya. Dengan kesenangan hatinya. Kesenangan hatiyang sudah semakin jarang timbul dalam dirinya, ….(hlm. 132).Tetapi dia masih juga terlalu takut untuk mengakui bahwa ini telahhilang. Di samping ini semua masih juga dia berharap. (hlm. 133)
Kesetiaan dapat pula dimotivasi oleh rasa kesetiakawanan atau
persahabatan. Kesetiaan Guru Isa terhadap Hazil begitu besar sehingga ia rela
mendampingi dan membantu Hazil dalam melakukan aksi-aksi perjuangannya.
Sebuah kesetiaan juga membutuhkan sebuah pengorbanan. Pengorbanan Guru Isa
demi sebuah kesetiakawanan ditunjukkan saat ia harus mempertanggungjawabkan
keterlibatannya dalam aksi-aksi perjuangannya pada pihak Belanda. Walaupun ia
dipukuli berkali-kali di dalam penjara, ia tetap bungkam dan tidak mau
memberikan keterangan mengenai keberadaan Rachmat dan rekan-rekan lainnya
yang terlibat. Ia rela menderita dengan berbagai siksaan daripada harus
berkhianat.
(34) Guru Isa kehilangan akal. Dia tahu benar mengapa dia ditangkap.Tetapi kalau dikatakannya “ya”, tidakkah itu berarti dia harusmenceritakan semuanya dan berkhianat kepada hazil, kepada
62
Rachmat, dan kepada semuanya? Dia takut mengaku dan dia takutberkhianat. (hlm. 156-157)
3.4.5 Nilai Persahabatan
Nilai persahabatan merupakan nilai persaudaraan yang terjalin karena
hubungan sahabat. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup
tanpa bantuan orang lain. Manusia secara dorongan naluri memerlukan orang lain
sehingga manusia memerlukan pergaulan. Dalam hubungannya dengan manusia
sebagai makhluk sosial, persahabatan tentu tidak dapat dilupakan. Manusia
memerlukan sahabat yang akrab yang dapat menerima apa adanya, menolong
tanpa pamrih, dan siap menampung segala keluh kesah kita. Keadaaan ini
menciptakan citra manusia yang mementingkan persahabatan.
Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung ini nilai persahabatan tampak pada
tokoh Gurtu Isa yang selalu terbuka dan bersahabat dengan siapa saja. Ia tidak
pernah membeda-bedakan orang dalam menjalin persahabatan. Sikapnya yang
bersahabat terwujud dalam persahabatan Guru Isa dengan Hazil, seorang pejuang
muda yang mempunyai semangat perjuangan. Persahabatan yang ditumbuhkan
oleh musik itu terjalin cukup baik dan mereka pun saling berbagi pengalaman
tentang banyak hal. Dengan keahlian Guru Isa bermain biola, ia selalu
mengajarkan pada Hazil tentang teknik bermain biola yang baik dan penuh
penghayatan. Layaknya seorang guru sekaligus seorang ayah, ia membimbing
Hazil dalam bermusik dengan penuh kesabaran.
(35) “Gesekan biolamu, meskipun belum lancar dan mahir, mengandungtenaga,”kata Guru Isa kepada Hazil memuji.“Ya, aku tahu,” kata Hazil, “kesempatan berlatih amat sedikit.”
63
“Engkau coba sekali lagi. Biarkaan perasaanmu membawamu hanyutmembumbung dengan musik itu. Jangan engkau berpikir.Tenggelamlah ke dalam jiwa musik itu. Engkau bisa…!” (hlm. 37)
(36) Musik. Musik yang menjadi tempat tumbuh persahabatan mereka.Hazil seorang komponis. Beberapa buah ciptaannya pernahdimainkannya untuk Guru Isa. Dan Guru Isa merasa tertarik. Adasesuatu dalam musik Hazil yang mengandung tenaga besar. (hlm. 40)
Persahabatan Guru Isa dan Hazil juga didukung oleh adanya persamaan
ras. Mereka berdua sama-sama penduduk pribumi atau asli Indonesia. Pada masa
revolusi masalah ras sangat diperhatikan. Hal ini tampak adanya diskriminasi ras
di mana pada masa itu banyak orang-orang pendatang terutama orang-orang
Tionghoa yang diasingkan, disiksa, diperkosa, dan dibunuh oleh para pejuang
Indonesia dengan alasan mata-mata musuh. Namun perbedaan ras itu tidak
menjadi masalah bagi Guru Isa untuk bersahabat dengan siapa saja.
Persahabatan mereka sangat erat. Sebagai sahabat sejati, Guru Isa selalu
setia mendengarkan segala curahan hati Hazil terutama mengenai permasalahan
dengan ayahnya yang melarang Hazil untuk berjuang. Ia sangat memahami
perasaan Hazil yang selama ini merasa dikekang oleh ayahnya dan ia
menghormati semangat Hazil yang berapi-api untuk perjuangan kemerdekaan.
(37) “Bagaimana engkau dan ayahmu sekarang?” tanya Guru Isa.“Ah, ayahku,” jawab Hazil, “kemarin dia masih marah padaku,karena kita pulang terlambat dari rapat. Sebentar-dia diam-diam,tidak memperdulikan perjaunganku, tetapi datang pula waktunya diamarah besar benar, karena aku ikut revolusi.“Barangkali ayahmu juga kacau pikirannya,” kata Guru Isa.“Dalam perjuangan kemerdekaan ini, tidak ada tempat pikiran kacaudan ragu-ragu,”kata Hazil. (hlm. 49).
Dalam masalah perjuangan sebenarnya Guru Isa tidak sejalan dengan
Hazil. Bagi Guru Isa perjuangan merupakan suatu mimpi buruk yang terus
64
menghantuinya. Sebaliknya, bagi Hazil perjuangan melawan penjajah merupakan
cita-cita dalam hidupnya. Namun, perbedaan itu tak membuat persahabatan
mereka jadi tidak baik. Dalam membina sebuah persahabatan diperlukan sikap
menghargai terhadap orang lain. Hal ini tampak pada Guru Isa yang selalu
menghargai setiap pendapat dan tindakan Hazil terutama masalah perjuangan.
Sikap ini dilakukannya demi mempertahankan keutuhan persahabatan mereka. Ia
tidak ingin mengecewakan Hazil yang telah mempercayakan dirinya sebagai
sahabat sekaligus rekan seperjuangannya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
(38) Jika dia bisa, tentu dia akan lari dari kekerasan, atau menyerah padakekerasan. Supaya dia dilindungi oleh kekerasan itu, hingga diaterlepas. Tetapi, dia tahu dia tidak bisa ceritakan ini pada Hazil.Hazil pasti akan marah padanya. Dan persahabatan mereka bisaputus. Guru Isa tahu benar, bahwa Hazil berjuang dengan keyakinandan menaruhkan seluruh darahnya. (hlm. 89)
Hal yang juga penting dalam membangun sebuah persahabatan adalah
ketulusan. Nilai persahabatan yang tulus tidak menuntut suatu balasan atau tanpa
pamrih. Hal tersebut tampak pada sikap Guru Isa yang secara tulus tetap menjalin
persahabatan dengan Hazil meskipun Hazil telah mengkhianati dirinya dengan
berselingkuh dengan Fatimah. Keterlibatannya kembali dalam suatu penyerangan
dengan meledakkan granat di bioskop Rex bersama Hazil dan Rachmat
merupakan perwujudan bahwa Guru Isa sangat mengutamakan persahabatan
(pada kutipan 5).
Pada akhirnya Guru Isa ditangkap oleh pihak Belanda atas pengakuan dari
Hazil di penjara. Pengkhianatan Hazil ini adalah yang kedua kalinya dilakukan
Hazil. Namun, Guru Isa tidak mempersoalkan masalah itu, Guru Isa justru merasa
65
terluka melihat perubahan yang terjadi pada Hazil yang mengalami ketakutan luar
biasa. Sebagai sahabat Guru Isa ikut merasakan penderitaan yang dialami Hazil.
Hal itu membuat Guru Isa menyadari bahwa setiap orang mempunyai ketakutan
masing-masing dan ketakutan itu sedang menimpa diri Hazil. Ia pun tidak
menyalahkan Hazil atas kejadian yang menimpa dirinya di penjara.
(39) Dan berangsur-angsur, tidak diketahuinya, dia merasa kasihan melihatHazil. Dan dengan perasaan kasihan yang timbul dalam hatinya,timbul rasa kebenciannya pada kekuatan gelap yang bisamenghancurkan seorang manusia seperti Hazil itu. Dan timbul rasaharga dirinya sendiri. Pada saat-saat mereka dibiarkan berdua,dicobanya berbicara dengan Hazil.“Aku tiada marah dan benci padamu,”katanya, “apa yang engkaulakukan aku hendak lakukan, dan telah lama lakukan dalam hatiku.Hanya setiap kali aku hendak mengaku, maka pukulan dantendangan mereka datang yang mengakukan seluruh seluruh uratsarafku. Tetapi kita tidak boleh mengalah pada ini. Orang harusbelajar hidup dengan ketakutan-ketakutannya…” (hlm. 162)
3.5 Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa novel Jalan Tak Ada Ujung
mencerminkan perjuangan kemanusiaan pengarang dalam melawan segala bentuk
ketidakadilan terhadap manusia. Melalui novel ini ia menunjukkan sikap kerasnya
untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan membebaskan manusia dari
ketertekanan hidup. Hal ini membuktikan bahwa sebagai pengarang ia ikut
berperan dan bertanggung jawab mengubah kehidupan masyarakat agar mampu
membina kehidupan yang lebih manusiawi.
Ketertekanan Guru Isa di masa revolusi merupakan salah satu gambaran
pengarang akan ketidakadilan sosial yang dialami manusia. Kegigihan Guru Isa
untuk terus menjalani hidup dalam situasi peperangan dan berbagai
66
permasalahannya telah memunculkan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap
perbuatannya. Apabila dilihat dari sudut pandang pengarang, nilai keberanian
merupakan nilai kemanusiaan utama yang perlu dimiliki setiap manusia dalam
menjalani hidupnya. Dalam novel ini juga tampak digambarkan bahwa keberanian
yang ditampilkan pengarang bukan keberanian fisik melainkan semangat dan
kegigihan manusia dalam menghadapi segala permasalahan hidupnya secara wajar
dan manusiawi. Hal tersebut tampak pada sikap Guru Isa yang berani untuk
bangkit dari keterpurukan dan selalu bertindak secara manusiawi dalam mengatasi
setiap permasalahannya mulai dari perjuangan, krisis ekonomi, impotensi, dan
perselingkuhan. Dengan keberanian itu ia mampu melewati berbagai
permasalahan yang menimpanya dan berhasil mendapatkan pembebasan dari rasa
takut dan impotensinya.
Di samping itu, tampak adanya nilai-nilai kemanusiaan lain yang
ditampilkan pengarang sebagai nilai kemanusiaan pendukung seperti nilai
kelembutan hati, nilai tanggung jawab, nilai kasih sayang, nilai kesetiaan, dan
nilai persahabatan. Nilai-nilai kemanusiaan tersebut tampak pada tokoh Guru Isa
dalam menjalani kehidupan sehari-harinya bersama keluarga maupun masyarakat
sehingga Guru Isa mampu membina kehidupan yang lebih manusiawi dengan
orang lain. Dengan demikian sangat jelas bahwa dengan novel ini pengarang
berusaha mengubah kehidupan manusia dan masyarakat ke arah yang lebih baik
dan manusiawi dalam menjalani hidupnya.
Setelah penulis menelusuri perjalanan kemanusiaan di atas, maka dapat
disimpulkan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada
67
Ujung bahwa nilai manusia ditentukan oleh perjuangannya dalam
mempertahankan nilai kemanusiaannya. Setiap manusia harus mempunyai
keberanian dalam menjalani hidup terutama berani dalam menghadapi berbagai
permasalahan secara wajar dan manusiawi. Sekali manusia memilih jalan
perjuangan maka ia harus berani menghadapi segala rintangan maupun risiko
yang harus ditanggungnya karena setiap manusia pasti berjuang mencari
kebahagiaan dirinya, keluarganya, dan lingkungan masyarakatnya. Dengan
berpegang pada nilai kemanusiaan, maka manusia akan dapat membina kehidupan
yang lebih manusiawi dengan sesamanya dan mencapai kebahagiaannya.
68
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penganalisisan yang telah dilakukan, penulis menarik
kesimpulan bahwa novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis mempunyai
pandangan dan pesan kemanusiaan yang sangat mempengaruhi kehidupan
manusia. Pada akhirnya pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis ini berusaha
mengubah kehidupan masyarakat untuk dapat membina kehidupan yang lebih
manusiawi.
Sebelum menganalisis pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis terlebih
dahulu dalam Bab II penulis menganalisis struktur tekstual yang berupa struktur
lahir and struktur batin dalam novel Jalan Tak Ada Ujung ini. Dalam
menganalisis struktur lahir, penulis menemukan 35 sekuen dan tampak pula
sebuah struktur alur yang sangat kohesif, yang menghubungkan rangkaian/sekuen
cerita ke dalam sebuah pengertian yang logis. Di samping itu, tampak pula sebuah
struktur alur yang maju (progresif) karena peristiwa yang diceritakan bersifat
kronologis meskipun di bagian tertentu ada sedikit alur flash back. Selanjutnya,
berdasarkan analisis struktur batin (struktur aktan) dalam novel ini ditemukan satu
skema yang menjadi kerangka (alur) utama cerita dengan tokoh Guru Isa yang
menempati posisi subjeknya. Maka, alur utama ini hanya mengembangkan cerita
dengan menampilkan tokoh Guru Isa sebagai pejuang (S) dan pada umumnya
69
hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh Guru Isa yang berakhir dengan happy
ending.
Dalam Bab III sebelum penulis menguraikan pandangan kemanusiaan
Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada Ujung terlebih dahulu penulis
menguraikan biografi pengarang. Dalam biografi pengarang, penulis menemukan
adanya nilai keberanian yang ditunjukkan pengarang dalam menegakkan
kebenaran dan melawan ketidakadilan yang dialami manusia. Adanya visi
kemanusiaan tersebut memudahkan penulis untuk menganalisis pandangan
pengarang tentang nilai kemanusiaan melalui tokoh Guru Isa.
Penulis membedakan ada dua nilai kemanusiaan yaitu nilai kemanusiaan
utama dan nilai kemanusiaan pendukung. Nilai kemanusiaan utama yaitu nilai
keberanian Guru Isa menghadapi revolusi, nilai keberanian Guru Isa menghadapi
krisis ekonomi, nilai keberanian Guru Isa menghadapi impotensi, dan nilai
keberanian Guru Isa menghadapi perselingkuhan. Dalam nilai kemanusiaan
pendukung, penulis menentukan nilai-nilai kemanusiaan yang digunakan Guru Isa
dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, yaitu nilai kelembutan hati, nilai
tanggung jawab, nilai kasih sayang, nilai kesetiaan, dan nilai persahabatan.
Dari analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan pandangan
kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada Ujung bahwa nilai
manusia ditentukan oleh perjuangannya dalam mempertahankan nilai
kemanusiaannya. Setiap manusia harus mempunyai keberanian dalam menjalani
hidup terutama berani dalam menghadapi berbagai permasalahan secara wajar dan
manusiawi. Sekali manusia memilih jalan perjuangan maka ia harus berani
70
menghadapi segala rintangan maupun risiko yang harus ditanggungnya karena
setiap manusia pasti berjuang mencari kebahagiaan dirinya, keluarganya, dan
lingkungan masyarakatnya. Dengan mewujudkan nilai kemanusiaan, maka
manusia akan dapat membina kehidupan yang lebih manusiawi dengan sesamanya
dan mencapai kebahagiaannya.
4.2 Saran
Novel Jalan Tak Ada Ujung ini masih memiliki banyak permasalahan
yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian. Novel ini, sebenarnya dapat
diteliti lagi dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Pendekatan ini
untuk mengkaji persoalan impotensi Guru Isa secara mendalam.
71
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. “ In Memoriam” Mochtar Lubis. http://www. mandailing.org/didownload 22 November 2006.
Atmakusumah. 1992. Mochtar Lubis Wartawan Jihad. Jakarta : Kompas.
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar RingkasJakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, DepartemenPendidikan dan Kebudayaan.
Eisy, Muhammad Ridlo. 4 Juli 2004. “In Memoriam Mochtar Lubis, Wartawan,dan Sastrawan Besar Selalu Berusaha Menegakkan Kebenaran”.http://www.pikiran-rakyat.com.didownload 22 November 2006.
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hadiwardoyo, Dr. Al. Purwa, MSF. 1985. Nilai-Nilai Kemanusiaan Dan HikmatBagi Pendidikan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Hutagalung, M.S. 1968. Djalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis. Jakarta : PT.Gunung Agung.
Kumaris, Prajapita Brahma. 1983. Nilai-Nilai Kemanusiaan, Nilai Moralitas, danNilai Spiritual. Terj. Yogamurti M.R. Bandung : Murnianda BrotherHood.
Lubis, Mochtar. 1978. Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungan Jawab).Jakarta : Yayasan Idayu.
-------------------. 1992. Jalan Tak Ada Ujung. Cet 9. Jakarta : Yayasan OborIndonesia.
Mangunwijaya, Y. B. 1988. Sastra dan Religiositas. Cet. 2. Jakarta : Kanisius.
Oemarjati, Boen S; Saksono Prijanto; dan B. Trisman. 2000. Novel Indonesia 15Tahun Sesudah Kemerdekaan (1946-1960) : Telaah Struktur Estetikadan Tema. Jakarta : Pusat Bahasa.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rosidi, Ajip. 1969. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung : PT. Binacipta.
72
--------------- 1983. Pembinaan Minat Baca, Bahasa, dan Sastera. Surabaya : PT.Bina Ilmu.
Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra Beberapa Alternatif. Yogyakarta : PT.Hanindita Graha Widyas.
Soekanto. Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja GrafindoPersada.
Teeuw.Prof. A 1959. Pokok dan Tokoh II. Jakarta : PT. Pembangunan.
--------------- 1980. Sastra Baru Indonesia 1. Ende-Flores : Penerbit Nusa Indah-Percetakan Arnoldus.
Wijaya, Putu. 23 Maret 2006. “Sastra Sebagai Refleksi Kemanusiaan“.http://www.bahasa-sastra.web.id/.
Zaimar, Prof. Dr. Okke K. S, dkk. 2005. Pelatihan Kritik Sastra : Strukturalismedan Psikoanalisa. Depok : Departemen Susastra. Fakultas IlmuPengetahuan Budaya. Universitas Indonesia.
73
BIOGRAFI PENULIS
Rosa Dewi Raden lahir di Yogyakarta, tanggal 22
Desember 1983. Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh
penulis antara lain TK Materdai Marsudirini Yogyakarta
(1991 - 1990), SD Marsudirini Yogyakarta (1990 - 1996),
SLTPN 3 Yogyakarta (1996 - 1999), SMU Stella Duce I
Yogyakarta (1999 – 2002), kemudian penulis melanjutkan
ke perguruan tinggi di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta (2002) dengan mengambil Jurusan Sastra
Indonesia di Fakultas Sastra. Penulis menyelesaikan pendidikan perguruan
tingginya tahun 2007 dengan tugas akhir yang berjudul “Pandangan Kemanusiaan
Mochtar Lubis dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Sebuah
Kajian Sosiologi Sastra” yang kemudian mengantarkan penulis mendapatkan
gelar sarjana sastra.
Pada masa kuliah penulis pernah ikut dalam kegiatan panitia seminar yang
diselenggarakan oleh Sastra Indonesia dan sempat bergabung dalam teater
Bengkel Sastra di Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Selain itu kegiatan di luar akademik, penulis menjadi editor di Spell
Newsletter, sebuah media sastra yang dibentuk bersama teman-teman Sastra
Indonesia dan freelance sebagai marketing di Verdommen Design Lab
Yogyakarta.